APLIKASI TEKNIK PUFFING GUN DAN METODE AYAKAN GETAR (VIBRATING MESH) DALAM PROSES PEMBUATAN BERONDONG BERAS DAN BERONDONG KETAN BUTIRAN BERLAPIS GULA
ARIF HIDAYAT JATI F14060149
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
APLIKASI PENGGUNAAN PUFFING GUN DAN METODE AYAKAN GETAR (VIBRATIG MESH) DALAM PROSES PEMBUATAN BERONDONG BERAS DAN BERONDONG KETAN BUTIRAN BERLAPIS GULA
ARIF HIDAYAT JATI F14060149
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi : Aplikasi Puffing Gun dan Metode Ayakan Getar (Vibrating Mesh) Dalam Proses Pembuatan Berondong Beras dan Berondong Ketan Butiran Berlapis Gula Nama
: Arif Hidayat Jati
NIM
: F1406149
Bogor, Agustus 2010 Disetujui Dosen Pembimbing Akademik
Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc NIP. 130 809 125
Mengetahui Ketua Departmen Teknik Pertanian
Dr. Ir. Desrial, M.Eng NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Aplikasi Puffing Gun dan Metode Ayakan Getar (Vibrating Mesh) Dalam Proses Pembuatan Berondong Beras dan Berondong Ketan Butiran Berlapis Gula” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2010
Arif Hidayat Jati NRP. F14060149
Arif Hidayat Jati. F14060149. Application of Puffing Gun and Vibrating Mesh to Produce Sugar Coated Puffed Rice and Puffed Glutinous Rice Granules. Under the direction of Ir. Putiati Mahdar, M.App. Sc. ABSTRACT Puffing rice and puffed glutinous rice are the traditional snack commonly available in the market. The objectives of this research are, first, to determine the puffing time when using a puffing gun to puff the rice/glutinous rice grains. Second, to know the effect of moisture content of the grains to the physical properties of puffed rice and puffed glutinous rice. The next objective is to design a product of sugar coated puffed rice and puffed glutinous rice granules. The materials used were rice and glutinous rice and were conditioned to the moisture content of 14, 16, 18, and 20% wb. The quality parameters used were water losses, hardness, specific volume, and an organoleptic test for the preference. Puffed rice which has been puffed using the puffing gun then were coated with melted of sugar granules in a ratio of 1:1 (w/w), and then were vibrated using a vibrating mesh with 80 mm, 90 mm, and 100 mm amplitude. This process is carried out for 5 minutes, 10 minutes, and 15 minutes. Results show that the moisture content the rice/glutinous rice grains significantly affect the puffing time, water losses, hardness, specific volume, and even the organoleptic preferences of the puffed rice/glutinous rice. Glutinous rice grain with 14% moisture content is the most preferred in terms of flavor, crispy, color, specific volume, texture, and taste. Vibration using amplitude 90 mm in 15 minutes is successfully can be used to produce sugar coated puffed rice granules.
Keyword: puffing gun, vibrating mesh, puffed rice and glutinous rice, sugar coating
Arif Hidayat Jati. F14060149. Aplikasi Teknik Gun Puffing dan Metode Ayakan Getar (Vibrating Mesh) Dalam Pembuatan Berondong Beras dan Berondong Ketan Butiran Berlapis Gula. Di Bawah Bimbingan Ir. Putiati Mahdar, M.App. Sc. RINGKASAN Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya mengkonsumsi produk beras. Beras tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk nasi, tetapi juga dalam bentuk camilan. Salah satu camilan yang terbuat dari beras adalah berondong beras (puffed rice). Berondong beras dibuat dengan teknik puffing dimana beras dipanaskan dengan suhu dan tekanan tinggi hingga volumenya mengembang. Selama ini berondong beras dijual dalam bentuk bipang, yang mempunyai bentuk produk tebal dan kotak. Untuk itu diperlukan adanya inovasi lain dalam penyajian berondong agar berondong yang dihasilkan lebih menarik dan bernilai jual tinggi, tanpa menghilangkan sifat khas berondong yang renyah, manis, dan wangi saat dimakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati waktu puffing dan pengaruh perlakuan kadar air terhadap sifat fisik berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menghasilkan desain produk berondong beras dan berondong ketan dalam bentuk butiran yang terlapisi gula secara merata. Selanjutnya karena permasalahan dalam pelapisan gula, butiran berondong beras menjadi melekat satu dengan yang lain, sehingga perlu didapatkan suatu cara yang higienis untuk mendapatkan berondong beras butiran terberai yang terpisah satu dengan yang lainnya. Melalui studi trial and error didapatkan bahwa metode vibrating mesh dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini. Pembuatan berondong melalui proses peletupan (puffing) menggunakan puffing gun. Berondong beras yang telah diletupkan kemudian diberi lapisan gula dengan perbandingan 1:1. Berondong yang telah dilapisi gula kemudian di getarkan menggunakan vibrating mesh untuk mendapatkan berondong berlapis gula dalam bentuk butiran. Pemilihan desain produk berbentuk butiran dikarenakan bentuk tersebut lebih mudah dikonsumsi dan mudah dalam hal penyimpanan. Cara mengkonsumsi bisa bervariasi misalnya menggunakan susu cair sebagai breakfast cereal, sehingga dengan desain ini juga akan meningkatkan nilai jual berondong beras Proses pembuatan berondong dilakukan di Industri Rumah Tangga Berondong Beras, Sumedang. Sedangkan proses pelapisan gula dan pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) IPB, Bogor selama 4 bulan terhitung mulai Maret 2010 hingga Juni 2010. Bahan utama yang digunakan adalah beras pandan wangi jenis long grain, ketan impor Thailand, dan gula pasir. Alat utama yang digunakan adalah gun puffing untuk meletupkan beras dan ketan, serta vibrating mesh untuk menghasilkan berondong beras dan berondong ketan berlapis gula dalam bentuk butiran. Proses pengayakan menggunakan tiga tingkat mesh yang berbeda yaitu 2.36 mm, 4.75 mm, dan 9.5 mm. Beras dan ketan yang digunakan memiliki kadar air 14%, 16%, 18%, dan 20%. Parameter yang diamati meliputi waktu puffing,
rendemen, jumlah air yang hilang, volume spesifik, tingkat kekerasan, amplitudo dan lama penggetaran, serta uji organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air beras/ketan yang digunakan dalam pembuatan berondong memberikan pengaruh nyata dan perbedaan yang signifikan terhadap waktu puffing, rendemen, jumlah air yang hilang, volume spesifik, serta kekerasan berondong yang dihasilkan. Beras dan ketan dengan kadar air 14% membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan waktu peletupan yang lebih lama dibandingkan dengan beras dan ketan kadar air 16%, 18%, dan 20% yaitu sebesar 179°C untuk beras dan 183°C untuk ketan. Rendemen yang dihasilkan sebesar 100% baik untuk berondong beras maupun berondong ketan karena bahan yang digunakan dapat meletup semua. Jumlah air yang hilang terbesar dihasilkan bahan dengan kadar air 14% yaitu sebesar 13.67% untuk berondong beras dan 13.78% untuk berondong ketan. Semakin tinggi kadar air beras dan ketan maka jumlah air yang dihilangkan semakin sedikit. Jumlah air yang hilang terendah dihasilkan oleh bahan dengan kadar air 20 % yaitu sebesar 11.74% untuk berondong beras dan 11.68% untuk berondong ketan. Berondong ketan 14% menghasilkan volume spesifik terbesar yaitu 13.304 ml/g dan berondong beras 14% menghasilkan volume spesifik 11.74 ml/g, sedangkan volume spesifik terkecil dihasilkan oleh berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air 20% yaitu sebesar 8.094 ml/g untuk berondong beras dan 8.014 ml/g untuk berondong ketan. Tingkat kekerasan berondong berbanding terbalik dengan volume spesifik. Tingkat kekerasan terendah dihasilkan oleh berondong dengan kadar air 14% yaitu sebesar 3.94 N untuk berondong beras dan 3.12 N untuk berondong ketan. Berdasarkan hasil uji organoleptik dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai kekerasan maka berondong yang dihasilkan semakin renyah. Proses penggetaran dilakukan segera setelah proses pelapisan gula selesai untuk menghindari mengerasnya gumpalan berondong. Penggetaran ini menggunakan tiga ukuran mesh berbeda yang sudah disesuaikan dengan ukuran berondong yang akan dipisahkan, yaitu 2.36 mm, 4.75 mm, dan 9.5 mm. Mesh 9.5 mm digunakan untuk memisahkan gumpalan berondong beras berlapis gula, mesh 4.75 mm digunakan untuk menampung berondong beras butiran berlapis gula yang berhasil dipisahkan, sedangkan mesh 2.36 mm digunakan untuk menampung berondong beras berlapis gula yang hancur. Rendemen yang didapat berasal dari berondong butiran yang berhasil ditampung oleh ayakan 4.75 mm. Amplitudo yang digunakan dalam proses penggetaran sebesar 80 mm, 90 mm, dan 100 mm dengan waktu penggetaran 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Tinggi dan rendahnya rendemen yang didapat dipengaruhi oleh amplitudo dan waktu penggetaran. Tetapi faktor yang sangat mempengaruhi tingginya rendemen yang dihasilkan adalah waktu penggetaran. Semakin lama waktu penggetaran maka berondong butiran berlapis gula yang berhasil diberai akan semakin banyak. Hasil pengayakan terbesar diperoleh menggunakan amplitudo 90 mm dengan lama penggetaran 15 menit yaitu sebesar 69,1%, sedangkan nilai terendah dihasilkan pengayakan dengan amplitudo 80 selama 5 menit yaitu sebesar 13,15%, dan sisanya sebagian besar dalam bentuk gumpalan berondong beras berlapis gula.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 15 November 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bpk. Yatiman dan Ibu Sukasmi. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 1994
di
TK
Permata
Bunda,
Tangerang.
Penulis
melanjutkan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SDN Bintaro 02 Pagi, kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 177 Jakarta hingga tahun 2003. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMAN 47 Jakarta pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa
Teknik
Departemen
Pertanian
LAKA
Ikatan
(HIMATETA) Mahasiswa
IPB
2006-sekarang,
Teknik
Pertanian
Lapang
(PL)
Staff
Indonesia
(IMATETANI) 2008. Penulis
pernah
melakukan
Praktek
dengan
topik
“MEMPELAJARI ASPEK KETEKNIKAN PROSES PENGOLAHAN TEBU DI PT. PG. RAJAWALI II UNIT PG SUBANG, JAWA BARAT”. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam kepanitiaan maupun sebagai peserta dalam seminar berskala nasional dan pernah mendapat hibah proposal Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (2009). Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik Pertanian (2009), Motor Bakar dan Tenaga Pertanian (2009), Ilmu Ukur Wilayah (2010), dan Gambar Teknik (2010). Untuk
memperoleh
gelar
Sarjana
Teknologi
Pertanian,
penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul Aplikasi Teknik Gun Puffing dan Metode Ayakan Getar (Vibrating Mesh) Dalam Proses Pembuatan Berondong Beras dan Berondong Ketan Butiran Berlapis Gula di bawah bimbingan Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc.
KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Aplikasi Puffing Gun dan Metode Ayakan Getar (Vibrating Mesh) Dalam Proses Pembuatan Berondong Beras dan Berondong Ketan Butiran Berlapis Gula” ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc. sebagai dosen pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr. dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si. sebagai dosen penguji, atas nasehat, dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 3. Orang tua penulis (Bapak Yatiman dan Ibu Sukasmi), kakakku Suyanto dan adikku Rizky Ramadhan, serta seluruh keluarga besarku atas doa, pengorbanan, dukungan, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. 4. Pak Sulyaden yang telah membimbing penulis selama penelitian. 5. Pendampingku Eni Destiyani yang tidak pernah lelah membantu, memberi masukan dan dukungan, serta semangat kepada penulis. 6. Rekan seperjuanganku Defra dan Leni atas semua bantuannya kepada penulis. 7. Rekan-rekanku Nur Hudaya, Adul, Riva, Buntuan, Budi, Andi, Fany, Bayu, Boy, Ilham Eko, Fikri, Ilham Dany, dan Samuel atas dukungannya selama ini. 8. Micha, Mery, Yoffa, Indun, Helena, Farida, Lutfi, Farah, IIn, Nanda, dan seluruh mahasiswa TEP’43 atas segala dukungan dan kerjasamanya. 9. Pak Sofyan yang telah menyediakan tempat untuk membuat berondong kepada penulis. 10. Dosen-dosen, staff, dan karyawan Departemen Teknik Pertanian yang telah memberikan banyak ilmu yang berguna bagi penulis. Bogor, Agustus 2010 Penulis i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Tujuan ........................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4 A. Desain Produk Pangan ................................................................. 4 B. Beras ............................................................................................. 5 C. Beras Ketan ................................................................................... 9 D. Bahan Pemberi Rasa, Aroma, dan Warna ..................................... 11 E. Puffing ........................................................................................... 12 F. Berondong Beras (Puffed Rice) ..................................................... 14 G. Sugar Coating ............................................................................... 17 III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 19 A. Tempat dan Waktu ........................................................................ 19 B. Alat dan Bahan .............................................................................. 19 C. Penelitian Pendahuluan ................................................................. 20 D. Penelitian Utama ........................................................................... 20 E. Prosedur Penelitian ........................................................................ 20 1. Pemilihan Bahan ...................................................................... 20 2. Pembuatan Puffed Rice ............................................................ 22 3. Penggetaran Berondong ........................................................... 24 D. Pengamatan dan Pengukuran ......................................................... 25 1. Jumlah Air yang Hilang .......................................................... 25 2. Suhu Puffing…. ......................................................................... 25 3. Tingkat Kekerasan…. ............................................................... 25 4. Volume Spesifik…. ................................................................... 26 4. Pengukuran Kadar Air.............................................................. 27 5. Uji Organoleptik....................................................................... 29 E. Rancangan Percobaan .................................................................... 30 F. Luaran yang Diharapkan ................................................................ 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 32 A. Penelitian Pendahuluan .................................................................. 32 B. Waktu Puffing................................................................................ 32 ii
C. Jumlah Air yang Hilang.................................................................. 34 D. Volume Spesifik Berondong Beras dan Ketan ............................... 38 E. Kekerasan Berondong Beras dan Ketan ......................................... 42 F. Pelapisan Gula ................................................................................ 43 G. Penggetaran Berondong ................................................................. 44 H. Sifat-sifat Organoleptik Berondong ................................................ 46 1. Warna….................................................................................. 47 2. Tekstur/Penampakan Fisik…. ................................................ 48 3. Aroma ........…. ....................................................................... 48 4. Kerenyahan .........…. ............................................................ 48 5. Rasa .........…. ........................................................................ 48 V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 49 A. Kesimpulan .............................................................................. 49 B. Saran ......................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 51 LAMPIRAN ..................................................................................................... 50
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tahapan Desain Produk Pangan .................................................... 4 Gambar 2. Beras Putih ..................................................................................... 5 Gambar 3. Beras Merah ................................................................................... 5 Gambar 4. Bagian-Bagian Beras ...................................................................... 7 Gambar 5. Struktur Kimia Amilosa ................................................................. 8 Gambar 6. Struktur Kimia Amilopektin ......................................................... 8 Gambar 7. Beras Ketan Putih ........................................................................... 9 Gambar 8. Beras Ketan Hitam ......................................................................... 9 Gambar 9. Gula Pasir ..................................................................................... 12 Gambar 10. Gula Kelapa .................................................................................. 12 Gambar 11. Berondong Beras .......................................................................... 15 Gambar 12. Proses Pelapisan Gula .................................................................. 17 Gambar 13. Gun Puffing .................................................................................. 22 Gambar 14. Diagram Alir Metode Penelitian .................................................. 23 Gambar 15. Vibrating Mesh ............................................................................. 24 Gambar 16. Lokasi Pengambilan Data Suhu .................................................. 25 Gambar 17. Termometer Digital ...................................................................... 25 Gambar 18. Rheometer tipe CR-300 ............................................................... 26 Gambar 19. Pengukuran Kekerasan ................................................................. 26 Gambar 20. Timbangan Digital Mettler .......................................................... 27 Gambar 21. Gelas Ukur.................................................................................... 27 Gambar 22. Oven ............................................................................................ 27 Gambar 23. Timbangan Analitik...................................................................... 27 Gambar 24. Kett Moisture Tester .................................................................... 27 Gambar 25. Kalibrasi Kadar Air Beras Longgrain .......................................... 29 Gambar 26. Kalibrasi Kadar Air Ketan............................................................ 29 Gambar 27. Pengaruh Kadar Air dan Jenis Beras Terhadap Waktu ................ 33 Gambar 28. Pengaruh Kadar Air Terhadap Jumlah Air Yang Hilang ............. 35 Gambar 29. Pengelompokkan Berondong Beras ............................................. 36 Gambar 30. Pengelompokkan Berondong Ketan ............................................. 37 Gambar 31. Pengaruh Kadar Air Terhadap Volume Spesifik.......................... 39 Gambar 32. Beras Sebelum dan Sesudah Diletupkan ...................................... 41 Gambar 33. Perubahan Dimensi Panjang dan Lebar Beras Setelah Puffing… 41 Gambar 34. Ketan Sebelum dan Sesudah Diletupkan ..................................... 41 Gambar 35. Perubahan Dimensi Panjang dan Lebar Ketan Setelah Puffing… 42 Gambar 36. Pengaruh Kadar Air Terhadap Kekerasan .................................... 43 Gambar 37. Proses Pelapisan Gula .................................................................. 44 iv
Gambar 38. Hasil Penggetaran dengan Vibrating Mesh ................................. 46
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kandungan gizi beras ....................................................................... 6 Tabel 2. Perbedaan amilosa dan amilopektin ................................................. 9 Tabel 3. Kandungan gizi beras ketan ............................................................. 10 Tabel 4. Perbedaan beras biasa dan beras ketan ............................................ 11 Tabel 5. Tingkat kemanisan dibandingkan dengan sakarosa ......................... 12 Tabel 6. Perbandingan pengembangan beberapa serealia .............................. 15 Tabel 7. Perbedaan karakteristik fisik berondong jagung dengan berondong beras ............................................................................ 16 Tabel 8. Kadar air bahan sebelum dan sesudah puffing ................................ 34 Tabel 9. Persentase pengelompokan berondong beras ................................... 37 Tabel 10. Persentase pengelompokan berondong ketan .................................. 38 Tabel 11. Rasio pengembangan hasil proses puffing ....................................... 40 Tabel 12. Perbedaan ukuran dan amilopektin beras dan ketan ........................ 40 Tabel 13. Hasil penggetaran dengan vibrating mesh ....................................... 45
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data Suhu dan Waktu Proses Puffing ........................................ 55 Lampiran 2. Jumlah Air Yang Hilang Setelah Puffing .................................. 56 Lampiran 3. Volume Spesifik Beras dan Ketan Sebelum Puffing ................. 57 Lampiran 4. Volume Spesifik Beras dan Ketan Setelah Puffing ................... 59 Lampiran 5. Hasil Analisis Sidik Ragam Volume Spesifik .......................... 61 Lampiran 6. Data Kekerasan Berondong Setelah Proses Puffing .................. 63 Lampiran 7. Hasil Analisis Sidik Ragam Kekerasan Berondong ................. 65 Lampiran 8. Data Hasil Penilaian Organoleptik Berondong ......................... 67 Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Tingkat Kesukaan Warna ............. 68 Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam Tingkat Kesukaan Tekstur ........... 70 Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam Tingkat Kesukaan Aroma............. 72 Lampiran 12. Hasil Analisis Sidik Ragam Tingkat Kesukaan Kerenyahan .... 74 Lampiran 13. Hasil Analisis Sidik Ragam Tingkat Kesukaan Rasa ................ 76 Lampiran 14. Hasil Analisis Sidik Ragam Pengaruh Amplitudo dan Lama Penggetaran ............................................................. 78 Lampiran 15. Gambar Teknik Gun Puffing dan bagian-bagiannya ................ 80 Lampiran 16. Gambar Teknik Gun Puffing Tampak Depan ........................... 81 Lampiran 17. Gambar Teknik Gun Puffing Tampak Samping ........................ 82 Lampiran 18. Gambar Teknik Gun Puffing Tampak Atas ............................... 83 Lampiran 19. Gambar Teknik Gun Puffing 3 Dimensi .................................... 84 Lampiran 20. Gambar Teknik Vibrating Mesh dan Bagian-bagiannya .......... 85 Lampiran 21. Gambar Teknik Vibrating Mesh Tampak Depan ...................... 86 Lampiran 22. Gambar Teknik Vibrating Mesh Tampak Samping ................... 87 Lampiran 23. Gambar Teknik Vibrating Mesh Tampak Atas.......................... 88 Lampiran 24. Gambar Teknik Vibrating Mesh 3 Dimensi .............................. 89
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok bagi manusia hampir diberbagai belahan dunia, termasuk Indonesia yang makanan pokoknya adalah nasi. Nasi merupakan salah satu makanan hasil olahan dari beras. Kata beras mengacu pada bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekamnya. Beras termasuk dalam 19 jenis keluarga rumput-rumputan yang tumbuh baik di daerah dengan iklim hangat dan lembab. Beras telah dibudidayakan selama lebih dari 7.000 tahun dan pertama dibudidayakan di Cina Selatan atau Utara Thailand. Produksi padi berdasarkan angka sementara 2009 mencapai 36 juta ton beras dan dianggap sudah mampu berswasembada beras (sumber: BPS Juli 2010). Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Selain itu, beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Beras tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk nasi saja tetapi juga dibuat dalam bentuk camilan dengan berbagai bentuk dan rasa. Salah satu camilan yang terbuat dari beras adalah berondong beras (puffed rice). Berondong beras dibuat dengan teknik puffing dimana beras dipanaskan dengan suhu tinggi sampai mekar. Berondong beras dapat diolah menjadi bipang, yaitu dengan cara mencampur berondong beras dengan gula yang telah dicairkan, kemudian berondong dicetak dan dipotong-potong. Selain dari beras, berondong juga dapat dibuat dari ketan (Oriza sativa var glutinosa). Berondong beras maupun berondong ketan sangat digemari oleh masyarakat, baik tua maupun muda karena rasanya yang khas yaitu terasa renyah, manis, dan wangi saat dimakan. Saat ini berondong juga dapat digunakan sebagai bahan pencampur pada produk makanan lainnya seperti wafer cokelat dan es krim. Berondong di Amerika dijadikan sebagai makanan untuk sarapan pagi dengan penyajian dicampur dengan susu (Villareal dan Juliano, 1987 di dalam Susila Santoso, 1998).
1
Bahan tambahan yang digunakan untuk membuat berondong berlapis gula adalah gula pasir. Gula merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembuatan berondong beras berlapis gula karena selain memberikan rasa manis, gula juga dijadikan sebagai bahan pelapis berondong beras agar menempel dan tahan lama. Gula dapat meningkatkan umur simpan berondong, karena gula mempunyai sifat mengikat air sehingga apabila ditambahkan kedalam bahan pangan dengan konsentrasi yang tinggi ( lebih dari 40%) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk mikroorganisme dan aktifitas air (aw) dari bahan berkurang (Purnomo, 1985). Fungsi lain dari pelapisan gula adalah untuk menghindari terjadinya transmisi udara agar tidak ada uap air yang masuk ke dalam bahan sehingga bahan tidak melempem. Oleh sebagian orang, produk berondong beras berlapis gula tradisional (bipang) masih dianggap sebagai camilan kelas bawah karena bentuk akhir produk yang tebal dan kotak tanpa adanya modifikasi bentuk. Untuk itu sangat diperlukan adanya inovasi lain dalam pemanfaatan berondong agar nantinya produk yang dihasilkan lebih menarik tanpa menghilangkan sifat khas produk berondong yaitu renyah, manis, dan wangi saat dimakan. Penggunaan puffing gun merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghasilkan berondong beras dan berondong ketan yang sehat tanpa minyak, sedangkan vibrating mesh digunakan untuk menghasilkan berondong berlapis gula dalam bentuk butiran. Pemilihan desain produk bentuk butiran berlapis gula dikarenakan ingin memperbaiki lapisan gula pada berondong karena sebelumnya sudah ada produk sejenis dipasaran tetapi berondong beras tersebut belum terlapisi gula secara merata. Hal ini agar produk lebih enak, penampakannya lebih menarik, meningkatkan nilai jual berondong, dan memudahkan dalam hal penyimpanan. Penelitian ini menggunakan metode puffing gun dalam proses pembuatan berondong beras dan vibrating mesh dalam menghasilkan berondong beras butiran berlapis gula.
2
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengamati waktu puffing dan pengaruh perlakuan kadar air terhadap sifat fisik berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan, melalui proses peletupan (puffing) dengan puffing gun untuk mendapatkan rendemen dan volume pengembangan yang tinggi. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memisahkan gumpalan berondong beras dan berondong ketan yang terlapisi gula secara merata serta menentukan amplitudo dan lama penggetaran yang tepat dengan metode vibrating mesh agar didapat berondong beras butiran berlapis gula yang terberai satu dengan yang lainnya.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Desain Produk Pangan Produk pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan produk pangan, bahan baku produk pangan, bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, dan pengolahan dalam pembuatan makanan (sumber: Dwi Purnomo, dalam www. agroindustry.wordpress.com). Desain produk pangan merupakan suatu inovasi pengembangan suatu produk pangan yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk pangan baru dari bahan yang sudah ada dengan memberikan suatu nilai tambah pada produk tersebut. Selain itu, pengembangan produk pangan sangat diperlukan untuk menambah pendapatan, meningkatkan pertumbuhan penjualan, keunggulan kapasitas, siklus hidup produk, serta respon terhadap persaingan dan perubahan lingkungan. Produk baru yang dihasilkan merupakan produk pangan yang memiliki nilai jual, aman, bergizi, dan secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen. Proses perancangan dan pengembangan disain produk melalui beberapa tahapan yang dapat digambarkan pada suatu diagram alir yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Identifikasi
Pengembangan
Arsitektur
Pembuatan
Analisis
Kebutuhan
Konsep
Produk
Prototype
Biaya
Gambar 1. Tahapan Desain Produk Pangan (sumber: Dwi Purnomo, dalam www. agroindustry.wordpress.com).
4
B. Beras Beras merupakan salah satu jenis padi-padian (Oryza sativa L.) paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Beras dikenal sebagai sumber karbohidrat yang baik dengan kandungan karbohidrat sekitar 70 – 80%. Butir beras sebagian besar terdiri atas pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati beras tersusun dari dua
macam
karbohidrat,
yaitu
(http://id.wikipedia.org/wiki/Amilum).
amilosa
Perbandingan
dan jumlah
amilopektin amilosa
dan
amilopektin dalam beras sangat menentukan tingkat kepulenan nasi yang dihasilkan. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektinnya maka beras tersebut akan semakin pulen dan lengket.
Gambar 2. Beras Putih
Gambar 3. Beras Merah
(sumber: http//karyaindahagro.indonetwork.or.id.anik.html) Komponen terbesar kedua dari beras adalah protein. Kandungan protein pada beras pecah kulit adalah 8% dan pada beras giling sebesar 7%. Beras juga berperan sebagai sumber protein meskipun kandungan proteinnya relatif sedikit. Hal itu dikarenakan beras dikonsumsi dalam yang jumlah banyak sehingga peranannya sebagai sumber protein juga cukup besar. Berdasarkan jenisnya, beras dibedakan menjadi beras biasa dan beras ketan. Menurut warnanya dapat dibagi menjadi beras putih dan beras merah, beras ketan putih dan beras ketan hitam. Sedangkan berdasarkan teksturnya, dibedakan atas beras jenis keras dan beras jenis lunak (pulen). Selain karbohidrat dan protein, beras juga mengandung gizi yang cukup banyak. Kandungan gizi beras dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Kandungan gizi beras per 100 g No
Jenis
Satuan
Jumlah
1
Karbohidrat
gram
79
2
Gula
gram
0.12
3
Serat pangan
gram
1.3
4
Lemak
gram
0.66
5
Protein
gram
7.13
6
Air
gram
11.62
7
Vit B1
mg
0.07
8
Vit B2
mg
0.049
9
Vit B3
mg
1.6
10
Asam Pantotenat
mg
1.014
11
Vit B6
mg
0.164
12
Asam folat
µg
8
13
Besi
mg
0.8
14
Fosfor
mg
115
15
Kalium
mg
115
16
Kalsium
mg
28
17
Magnesium
mg
25
18
Seng
mg
1.09
19
Energi
kkal
370
(sumber: http://wapedia.mobi/id/Beras) Beras adalah bagian biji padi yang terdiri dari: 1. Aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit (4-6%) 2. Endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada (8085%) 3. Embrio, merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa seharihari embrio disebut mata beras.
6
Gambar 4. Bagian-Bagian Beras (sumber: Juliano, 1980 dalam Haryadi, 2006)
Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Berdasarkan SNI No. 01-6128-1999, standar mutu beras yang masuk ke dalam kategori mutu 1 adalah beras dengan kadar air maksimal 14%. Beras pera memiliki kandungan amilosa lebih dari 20% yang membuat butiran nasinya keras dan tidak lengket. Kriteria beras yang kualitasnya baik terdiri dari: 1. Butiran-butiran beras keras dan utuh. 2. Berwarna cemerlang dan beraroma segar. 3. Tidak berjamur atau berulat. 4. Sifatnya bila dimasak kurang mekar dan aromanya harum. Beras yang lama beraroma apek dan sifatnya banyak mengisap air sehingga mekar bila dimasak. 5. Tidak ada kotoran seperti kerikil, pasir, dan gabah serta beras tidak bercampur antara jenis yang satu dengan yang lainnya. Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan lebih mudah larut dalam air karena banyak mengandung gugus hidroksil. Sedangkan amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer α-glukosa. Amilopektin merupakan
7
molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa bercabang-cabang. Deskripsi perbedaan amilosa dengan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 5. Struktur Kimia Amilosa
Gambar 6. Struktur Kimia Amilopektin Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi empat yaitu: beras dengan amilosa sangat rendah, amilosa rendah, amilosa sedang dan amilosa tinggi. Beras dengan amilosa sangat rendah mempunyai kandungan amilosa 2-9%. Beras dengan amilosa rendah mempunyai kandungan amilosa 1020%, misalnya beras Cisadane yang memiliki kandungan amilosa 20%. Beras dengan kandungan amilosa 20-25% termasuk ke dalam kelompok amilosa sedang, contohnya adalah beras IR 64 dengan kandungan amilosa 24%. Beras dikatakan beramilosa tinggi apabila mempunyai kandungan amilosa 25-33%, contohnya adalah beras IR 36 dengan kandungan amilosa 25% ( Haryadi, 2006).
8
Tabel 2. Perbedaan amilosa dengan amilopektin Faktor Pembeda
Amilosa
Amilopektin
Tidak Bercabang
Bercabang
250-2500 Unit
15-25 Unit
1000
10.000-100.000
Reaksi Iodin
Merah
Biru
Retrogradasi
Cepat
Lambat
Struktur Panjang Rantai Derajat Polimerisasi
(sumber: Winarno, 2002) C. Beras Ketan Beras Ketan merupakan bahan makanan yang berasal dari tanaman suku rumput-rumputan (poaceae). Cara memperoleh beras ketan sama seperti kita memperoleh beras biasa, dimana setelah di panen beras dijemur kemudian dilepaskan kulitnya. Dari proses tersebut didapat butir-butir ketan. Beras ketan berdasarkan warnanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu beras ketan putih dan beras ketan hitam. Beras ketan putih lebih banyak digunakan oleh masyarakat dibandingkan dengan beras ketan hitam, termasuk pada proses pembuatan berondong.
Gambar 7. Beras Ketan Putih
Gambar 8. Beras Ketan Hitam
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/beras) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan berondong menggunakan beras ketan adalah: 1.
Pilihlah jenis ketan yang murni.
9
2. Pilihlah jenis beras ketan yang berbutir panjang dan utuh karena berondong
menghendaki
terlihat
butiran-butirannya
sehingga
kenampakan berondong yang dihasilkan bagus (utuh). Beras ketan (Oryza sativa glutinous) mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu sekitar 80%. Selain karbohidrat, kandungan beras ketan adalah lemak sekitar 4%, protein 6%, dan air 10%. Kandungan gizi beras ketan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan gizi beras ketan per 100 g No
Jenis
Satuan
Jumlah
1
Karbohidrat
gram
2
Energi
kkal
370
3
Serat pangan
gram
2.8
4
Lemak
gram
0.55
5
Protein
gram
6.81
6
Air
gram
10.46
7
Ampas
mg
0.49
8
Vit B1
mg
0.18
8
Vit B2
mg
0.055
9
Vit B3
mg
2.145
10
Asam Pantotenat
mg
0.824
11
Vit B6
mg
0.107
12
Asam folat
µg
7
13
Besi
mg
1.6
14
Fosfor
mg
71
15
Kalium
mg
77
16
Kalsium
mg
11
17
Magnesium
mg
23
18
Seng
mg
1.2
81.68
(sumber: http://www.asiamaya.com/nutrients/berasketan.htm) Rendahnya kadar amilosa pada ketan (0-2%) serta tingginya kadar amilopektin (98-99%) membuat ketan setelah di masak menjadi sangat lengket
10
dan mengkilat (Haryadi, 2006). Sifat ini tidak berubah dalam penyimpanan beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Perbedaan antara beras biasa dan beras ketan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbedaan beras biasa dan ketan Perbedaan
Beras Biasa
Ketan
Tekstur
Keras
Lebih rapuh
Warna
Putih, cemerlang
Buram, putih seperti kapur
Ukuran Butir
Besar
Lebih besar dari beras biasa
Kadar Amilosa
Lebih dari 2%
0-2%
Sifat setelah di masak
Lengket
Sangat lengket
(sumber: Sutrisno Koswara, dalam www.ebookpangan.com) D. Bahan Pemberi Rasa, Aroma dan Warna Kelezatan camilan bukan hanya tergantung kepada penggunaan bahan pokok, tetapi juga sangat tergantung pada penggunaan bahan pemberi rasa dan aroma yang ditambahkan pada pembuatan camilan. Bahan pemberi rasa dan aroma yang umum digunakan adalah gula. Gula merupakan karbohidrat yang memiliki rasa manis dan dapat larut dalam air. Gula banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal dan cetakan (gula kelapa). Mutu gula pasir yang dijual dipasaran ditentukan oleh warna dan kebersihannya. Bahan pemberi rasa yang digunakan pada proses pembuatan berondong beras dan berondong ketan umumnya gula pasir (sukrosa). Sukrosa memiliki titik lebur yang cukup tinggi yaitu 160-161ºC. Jika sukrosa dipanaskan di atas titik lebur maka gula yang dipanaskan akan menjadi kecoklatan (browning) atau yang lebih dikenal dengan sebutan karamel. Karamel terbentuk jika gula dipanaskan pada suhu 170°C (http://chestofbooks.com/food/science/html). Tingkat kemanisan dari berbagai bahan pemanis dapat dilihat pada Tabel 5.
11
Tabel 5. Tingkat kemanisan dibandingkan dengan sakarosa No. Nama Bahan Pemanis
Tingkat Kemanisan (%)
1
Sukrosa (glukosa+fruktosa)
100
2
Glukosa
74
3
Fruktosa
173
4
Maltosa (glukosa+glukosa)
33
5
Laktosa (glukosa+galaktosa)
16
(Sumber: http://www.food-info.net/id/products/sugar/chemistry.html) Gula merupakan bahan yang digunakan dalam pembuatan berondong. Fungsi gula dalam proses pembuatan berondong selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur dan memberikan warna pada permukaan berondong. Gula pada konsentrasi yang tinggi dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet
Gambar 9. Gula Pasir
Gambar 10. Gula Kelapa
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/gula) E. Puffing Puffing merupakan salah satu teknik pengolahan bahan pangan, dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan akibat pengaruh perlakuan suhu atau tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan tersebut (Sulaeman, 1995). Beragam jenis biji-bijian dan umbi-umbian seperti beras, ketan, shorgum, gandum, dan jagung dapat digunakan sebagai bahan baku pada proses puffing. Proses puffing dapat dilakukan jika pada bahan-bahan
12
pertanian tersebut mempunyai kandungan pati, karena proses puffing pada dasarnya merupakan pengembangan granula pati menjadi lebih besar. Menurut Matz (1959), proses puffing dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu: 1. Atmosphere Pressure Procedures Cara ini mengaplikasikan panas yang tinggi dan mendadak untuk memperoleh penguapan air yang cepat. 2. Pressure Drop Processes Cara ini menyangkut perubahan tekanan dari partikel basah yang telah sangat panas ke ruang pada tekanan yang lebih rendah seperti yang terjadi pada proses ekstrusi pangan. Penurunan tekanan dapat dicapai dengan melepaskan tutup pada silinder yang berisi produk yang telah disetimbangkan dengan uap bersuhu tinggi atau dapat juga dilakukan dengan memindahkan material panas yang berada dalam ruang bertekanan. Proses puffing merupakan hasil dari ekspansi yang tiba-tiba dari uap air dalam celah-celah suatu granula. Berdasarkan cara pembuatannya, puffing serealia dapat dibuat dengan tiga cara yaitu gun, oven, dan ekstruksi (Matz, 1959). Puffing gun merupakan alat puffing sederhana yang banyak digunakan oleh masyarakat Asia Timur untuk membuat makanan ringan yang berasal dari biji-bijian. Menurut Hsieh dan Luh (1991), proses puffing dengan puffing gun terdiri dari tiga tahapan utama yaitu: 1) pemanasan beras yang sudah dibersihkan, 2) memasak dengan uap yang sangat panas pada tekanan tinggi di dalam bejana, dan 3) penurunan tekanan secara tiba-tiba. Puffing gun terdiri dari sebuah silinder horizontal yang diputar pada sumbunya, pembakar gas atau pemanas untuk memanaskan bagian luar silinder, alat-alat pembuka silinder, serta alat untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan. Massa biji-bijian yang jatuh dalam silinder kemudian diputar agar menjadi panas dan panas yang diberikan merata selama beberapa menit dan didesak oleh udara panas dan uap air dari bahan itu sendiri. Setelah tekanan yang diharapkan sudah tercapai (8.5-13.3 kg/cm2), tutup alat dibuka dengan tiba-tiba untuk melepaskan tekanan dan isinya akan meledak dengan bunyi yang nyaring seperti suara meriam. Butir serealia akan terekspansi oleh penguapan air dari dalam bahan yang terjadi secara tiba-tiba.
13
Kondisi yang tepat dari tahap-tahap puffing mempunyai pengaruh penting pada rasa dan stabilitas produk. Waktu pembakaran harus dikontrol dalam selang beberapa detik untuk menghindari kegosongan produk (Maxwell dan Holahan, 1974). Produk puffing harus dipertahankan pada kadar air kurang lebih 3% untuk memperoleh kerenyahan yang diinginkan. Selain dipengaruhi oleh kandungan air, teknik puffing juga dipengaruhi oleh kandungan pati. Pati dalam jaringan bijibijian berbentuk granula yang akan meningkat volumenya jika granula pati tersebut berada pada suhu 60-70°C dan terjadi pembengkakan pada granula pati. Granula pati dapat membengkak luar biasa tetapi tidak dapat kembali pada kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Pembengkakan pati disebabkan adanya campuran pati dengan air yang dipanaskan, sehingga menyebabkan energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula pati, sehingga air dapat masuk ke dalam granula. Kemampuan pati untuk mengembang berbeda-beda untuk setiap jenis serealia. Perbedaan pengembangan beberapa serealia dapat dilihat pada Tabel 6. Mutu poduk puffing dinilai oleh parameter-parameter baik tehadap sifat yang dapat terlihat misalnya keutuhan keseragaman hasil, daya kembang, dan sifat-sifat yang tersembunyi seperti nilai gizi dan rasa (Sofiah,1991). Tabel 6. Perbandingan pengembangan beberapa serealia Komoditi
Pengembangan
Referensi
Sorgum
6-23 kali
Dsikachar dan Candrashekar, 1982
Gandum
8-16 kali
Matz, 1959
Beras
10-15 kali
Bhattacharya, 1979
Berondong jagung
20-30 kali
Jugenheimer, 1976
F. Berondong Beras (Puffed Rice) Berondong beras merupakan makanan yang sangat terkenal di Amerika dan sering dijadikan sebagai makanan untuk sarapan pagi bersama susu, karena berondong beras mengandung karbohidrat yang cukup sehingga dapat menggantikan fungsi nasi maupun roti.
14
Selama ini berondong identik dengan makanan yang terbuat dari jagung, karena berondong jagung lebih dikenal dan lebih mudah didapatkan dibandingkan dengan berondong beras. Berondong jagung (popcorn) mempunyai karakteristik yang agak keras dan memiliki tingkat pengembangan volume yang lebih besar daripada berondong beras. Perbedaan karakteristik berondong jagung dengan berondong beras dapat dilihat pada Tabel 7. Camilan ini banyak disukai karena rasanya yang unik yaitu manis dan lengket saat dinikmati. Berondong sangat digemari oleh masyarakat, baik tua maupun muda karena rasanya yang unik, yaitu renyah, manis, dan wangi saat dimakan.
Gambar 11. Berondong Beras Tabel 7. Perbedaan karakteristik fisik berondong jagung dengan berondong beras Perbedaan
Berondong Jagung
Berondong Beras
Pengembangan volume
20-30 kali (Jugenheier, 1976) 10-15 kali (Bhattacharya,1979)
Suhu puffing (°C)
196-277 (Roshdy, 1984)
160-255 (Haryadi, 2006)
Waktu puffing
9 detik (Hsieh et al, 1990)
2-5 menit (Haryadi,
menggunakan rice cake
2006)
machine KA
Optimal
Puffing 13-14 (Patricia, 2009)
14 (Owens, 2001)
(%bb) Kandungan Kalori
31 kal (Woodside, 1980)
35-40 kal (Owens, 2001)
15
Berondong sebelumnya hanya dibuat menggunakan puffing gun, tetapi dengan perkembangan teknologi saat ini memungkinkan berondong dibuat dengan menggunakan
oven.
Menurut
Haryadi
(2006),
pembuatan
berondong
menggunakan oven hanya dapat meningkatkan volume 3-4 kali dari ukuran awal. Ada beberapa jenis berondong yang telah dikenal oleh masyarakat, antara lain: berondong dari beras dan berondong dari ketan yang berlapis gula (bipang). Proses pembuatan bipang cukup sederhana, yaitu: beras/ketan dibersihkan sehingga tidak ada kotoran pada bahan. Setelah itu beras/ketan dimasukkan ke dalam alat puffing sampai beras/ketan volumenya membesar pada tekanan 8.513.3 kg/cm2. Beras/ketan yang sudah mengembang lalu dicampur dengan gula yang dipanaskan dan diaduk hingga rata. Setelah rata, berondong beras/ketan dimasukkan ke dalam cetakan dan diberi tekanan menggunakan rol penekan untuk mendapatkan kepadatan yang diinginkan. Berondong beras/ketan yang sudah sesuai tingkat kepadatannya kemudian dipotong sesuai ukuran yang diinginkan dan diangin-anginkan hingga lapisan gula mengering. Susila Santosa dkk. (1998) mencoba membuat berondong dari beras varietas Gemar, IR 64, Cisadane, IR 42 dan IR 48. Beras lebih dahulu disimpan dalam wadah dengan RH diatur sebesar 90-100% selama 12 jam. Beras ditambahkan larutan garam sebanyak 10% sebanyak 100ml/1kg, kemudian disimpan lagi pada wadah dengan RH 40-50% selama 6 jam. Untuk membuat berondong, bejana terlebih dahulu dipanaskan, lalu beras dimasukkan dalam bejana silinder. Bejana dipanaskan di atas api selama 2-5 menit dengan diputar 10-90 rpm, hingga mencapai tekanan akhir 8.5-13.3 kg/cm2 pada suhu 160-250oC. Kemudian dengan cepat tutup bejana dibuka dan berondong ditampung. Beras varietas Gemar menghasilkan berondong dengan pengembangan terbesar, paling renyah, dan warna paling muda. Penambahan garam dapat meningkatkan kerenyahan. Salah satu kelemahan camilan yang memiliki rongga udara adalah bila terjadi kontak dengan udara langsung akan menyebabkan camilan menjadi mudah melempem. Hal itu disebabkan adanya transmisi gas dari udara luar ke dalam berondong sehingga meningkatkan kadar air berondong beras dan peristiwa tersebut juga terjadi pada berondong beras bila dibiarkan di udara terbuka. Untuk
16
mengatasi masalah tersebut, berondong harus disimpan dalam wadah tertutup agar kerenyahan berondong dapat tetap terjaga. G. Sugar Coating Edible coating merupakan lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang bisa dimakan. Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode aplikasi coating terdiri dari beberapa cara, yaitu metode pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying) untuk memberikan tahanan terhadap transmisi gas dan uap air, penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan merupakan metode yang paling banyak digunakan, dimana produk dicelupkan ke dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan coating. Selain itu, pemberian coating juga dapat melindungi bahan makanan terhadap kerusakan mekanis (Gennadious dan Weller, 1990). Salah satu aplikasi teknik edible coating adalah penggunaan gula sebagai bahan pelapis bahan makanan atau lebih dikenal dengan istilah sugar coating. Pelapisan dengan gula sangat efektif bila diberikan pada makanan, terutama untuk memperbaiki rasa makanan sebelum diberi lapisan gula. Pengaplikasian larutan gula dalam proses coating dapat disemprotkan atau dijadikan sebagai bahan pencampur bahan makanan. Setelah bahan makanan direndam dalam larutan gula, kemudian dibiarkan hingga lapisan gula mengering. Lapisan gula dapat ditambah sedikit demi sedikit hingga di dapat ketebalan lapisan gula sesuai yang diinginkan.
Gambar 12. Proses Pelapisan Gula
17
Menurut Santoso et al,. (2004), ada beberapa keuntungan yang diperoleh apabila produk dikemas dengan edible coating yaitu: 1. Menurunkan aktifitas air (Aw) permukaan sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari. 2. Memperbaiki struktur permukaan bahan. 3. Mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah. 4. Mengurangi penggunaan bahan pengawet kimia. 5. Melindungi bahan makanan dari kondisi lingkungan luar (mengurangi kontak oksigen dengan bahan) sehingga dapat memperpanjang umur simpan dan oksidasi dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat). 6. Memperbaiki penampilan produk.
18
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian pembuatan berondong beras dan berondong ketan dilakukan di Industri Rumah Tangga Berondong Beras, Sumedang. Penelitian selanjutnya, yaitu pembuatan berondong butiran berlapis gula dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian selama 4 bulan terhitung mulai Maret 2010 hingga Juni 2010. B. Alat dan Bahan 1.
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah puffing gun untuk
meletupkan beras/ketan, vibrating mesh merk Retsch AS 200 untuk menggetarkan berondong, kett moisture tester untuk mengukur kadar air beras dan ketan, termometer digital untuk mengukur suhu dalam puffing gun, rheometer untuk mengukur tingkat kekerasan berondong, gelas ukur untuk mengukur volume spesifik berondong, timbangan digital untuk menimbang berat berondong, penggorengan untuk mencairkan gula pasir, kompor gas, tabung gas, sendok pengaduk, nampan plastik, dan stoples untuk menyimpan berondong. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras pandan wangi jenis long-grain dengan bentuk butiran panjang 6.42 mm dan tebal 1.82 mm yang dibeli dari supermarket di Bogor, sedangkan ketan yang digunakan merupakan ketan Thailand dengan panjang 6.62 mm dan tebal 2.01 mm yang dibeli di Pasar Anyar Bogor. Bahan lainnya adalah gula pasir dan gula kelapa yang dibeli di Pasar Anyar Bogor.
19
C. Penelitian Pendahuluan (trial and error) Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mendapatkan bahan pelapis (gula) dengan perbandingan komposisi yang tepat antara berondong dengan gula. Selain itu, penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai metode yang sesuai untuk mendapatkan bentuk berondong butiran berlapis gula secara merata. Untuk penentuan bahan pelapis dan perbandingan komposisi berondong dengan gula yang tepat dilakukan percobaan dengan perbandingan gula dengan berondong 1:1, 1:2, dan 1:3 untuk setiap jenis bahan pelapis yang digunakan yaitu gula kelapa dan gula pasir. Sedangkan untuk memisahkan gumpalan berondong berlapis gula menjadi berondong butiran berlapis gula dilakukan percobaan dengan beberapa metode yaitu menggunakan tangan (diremas), menggunakan metode penuangan gula pada berondong, pencelupan berondong satu persatu, dan metode vibrating mesh. D. Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan setelah sebelumnya dilakukan penelitian pendahuluan. Penelitian utama yang dilakukan berupa proses pembuatan berondong beras dan berondong ketan, proses pelapisan gula, dan proses pemisahan gumpalan berondong berlapis gula merata menjadi berondong butiran berlapis gula yang terberai satu dengan yang lain. E. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1.
Pemilihan Bahan a.
Pemilihan Beras dan Ketan Tahapan ini dilakukan untuk mendapatkan beras dan ketan yang
benar- benar bagus dan bersih dari kotoran. Beras dan ketan yang dipilih adalah beras dan ketan dengan warna cemerlang, bersih, butirannya besar, dan utuh serta tidak apek.
20
b. Pengkondisian Beras dan Ketan (Penambahan Air) Beras dan ketan yang sudah dipilih kemudian diukur kadar air awalnya, sehingga dapat diketahui berapa air yang harus ditambahkan agar kadar air sesuai dengan yang diinginkan, yaitu 14%, 16%, 18%, dan 20%. Pemilihan tingkat kadar air tersebut untuk melihat pengaruh berondong yang dihasilkan bila kadar air yang digunakan lebih tinggi dari standar kadar air beras menurut SNI (maksimal 14%). Banyaknya air yang ditambahkan didapat berdasarkan rumus perhitungan jumlah air yang ditambahkan (W), yaitu sebesar 2-86 ml air. Setelah itu dilakukan pengadukan agar air tercampur merata dengan beras dan ketan. Setelah beras dan ketan tercampur rata, lalu dimasukkan ke dalam plastik kedap udara selama 24 jam agar air benar-benar meresap kedalam beras dan ketan sehingga kadar air (KA) yang kita inginkan dapat tercapai. Rumus menghitung jumlah air yang ditambahkan (W): KA1 (%)=
X1 X1+ y
…...........(i)
z = x1+y KA2 (%)=
X2 X2+ y
……….(ii)
Air yg ditambahkan (W)= x2(ii) – x1(i)
Keterangan: x1 = jumlah air pada KA1 (g) x2 = jumlah air pada KA2 (g) y
= jumlah padatan pada bahan (g)
z
= berat total bahan (g)
KA1= kadar air awal bahan KA2= kadar air yang diinginkan
21
2. Pembuatan Puffed Rice Beras dan ketan yang sudah di atur kadar airnya dan telah didiamkan selama 24 jam, kemudian ditimbang untuk masing-masing perlakuan kadar air sebanyak 1 kg. Setelah itu dimasukkan secara bergantian ke dalam puffing gun yang sebelumnya sudah dipanaskan selama 10-15 menit, lalu puffing gun ditutup rapat. Puffing gun dipanaskan dengan api dan diputar dengan kecepatan 10-90 rpm selama 4-6 menit hingga tekanan akhir mencapai 8.513.3 kg/cm2 pada suhu 170-183°C. Setelah tekanan akhir tercapai, api pemanas dijauhkan dari puffing gun dan karung penampung dipasang pada bagian tutup alat. Kemudian tutup dibuka untuk menurunkan tekanan secara tiba-tiba dan berondong akan berhamburan ke dalam karung penampung. Berondong yang sudah mengembang kemudian dihitung rendemen serta kekerasannya. Metodologi penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 13. Puffing Gun
22
Gambar 14. Diagram Alir Metode Penelitian
23
3.
Penggetaran Berondong Metode penggetaran yang digunaan diperoleh setelah melalui tahap
penelitian pendahuluan. Proses penggetaran berondong bertujuan untuk mendapatkan berondong butiran yang terlapisi gula secara merata. Penggetaran ini menggunakan alat vibrating mesh merk Retsch AS 200 dengan tiga ukuran mesh yang berbeda, yaitu mesh 9.5 mm, mesh 4.75 mm, dan mesh 2.36 mm. Berondong yang sudah tercampur dengan gula kemudian langsung dimasukkan kedalam mesh yang paling besar yaitu mesh 9.5 mm. Vibrating mesh ditutup dan dikunci agar saat penggetaran berondong tidak terlempar keluar. Kemudian alat di set sesuai dengan amplitudo dan waktu yang diinginkan. Penelitian ini menggunakan tiga amplitudo yang berbeda yaitu 80 mm, 90 mm, dan 100 mm. Pemilihan amplitudo ini berdasarkan pada tiga tingkat amplitudo terbesar yang terdapat pada alat sehingga didapatkan hasil dari amplitudo rendah (80 mm), sedang (90 mm), dan besar (100 mm). Lama proses penggetaran yang dilakukan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.
Gambar 15. Vibrating Mesh
24
F. Pengamatan dan Pengukuran Pengukuran yang dilakukan adalah: 1.
Jumlah Air yang Hilang Pada Proses Puffing Jumlah air yang hilang didapat dengan membandingkan selisih berat
beras/ketan sebelum puffing dan berat beras/ketan setelah mengalami proses puffing (A0-A1) dengan berat awal beras/ketan sebelum puffing (A0), yaitu 1 kg untuk masing-masing kadar air. Besarnya jumlah air yang hilang dinyatakan dalam persen (%). Rumus menghitung jumlah air yang hilang adalah sebagai berikut: (A0− A1) A0
2.
x100%
Suhu Puffing Pengukuran
suhu
dilakukan
menggunakan
termometer
digital.
Penggunaan alat tersebut dikarenakan keterbatasan alat sehingga tidak dapat mengikuti perjalanan suhu puffing dan hanya dapat mengukur suhu setelah puffing. Termometer digital dipasang pada satu titik yaitu ditengah silinder puffing gun bagian dalam (Gambar 16) dan suhu di ukur segera setelah tutup puffing gun dibuka. Pengukuran dilakukan selama kurang lebih 30 detik hingga suhu yang terbaca pada termometer digital konstan.
Gambar 16. Lokasi Pengambilan Data Suhu 3.
Gambar 17. Termometer Digital
Tingkat Kekerasan Tingkat kekerasannya berondong yang dihasilkan diukur menggunakan
alat rheometer. Pengukuran dilakukan pada tiap kadar air sebanyak 5 sampel
25
dengan 3 kali pengulangan. Pengukuran dilakukan hanya pada satu titik yaitu tepat dibagian tengah berondong (Gambar 19). Rheometer di set dengan mode 20, beban maksimal 2 kg, dengan kedalaman penekanan 3 mm, dan kecepatan penurunan beban 60 mm/menit. Uji kekerasan diukur berdasarkan kemampuan berondong menahan jarum penusuk rheometer berdiameter 2.5 mm.
Gambar 18. Rheometer tipe CR-300 4.
Gambar 19. Pengukuran Kekerasan
Volume Spesifik Berondong beras dan berondong ketan masing-masing sebanyak 200
butir ditimbang beratnya menggunakan timbangan digital Mettler PM-4800 dan dimasukkan ke dalam gelas ukur. Rongga-rongga yang belum terisi oleh berondong kemudian diisi menggunakan pasir yang berukuran kurang dari 0.5 mm hingga pasir rata dengan berondong, lalu catat volumenya. Vbr = [(Vbr+Vp)-Vp]. Vsb =
Vbr Mbr
Keterangan: Vbr = volume berondong (ml) Vp = volume pasir (ml) Mbr = berat berondong (g) Vsb = volume spesifik berondong (ml/g)
26
Gambar 20. Timbangan Digital Mettler
Gambar 21. Gelas Ukur
5. Pengukuran Kadar Air Pengukuran kadar air beras atau ketan menggunakan metode sekunder, yaitu menggunakan kett moisture tester sehingga perlu dilakukan pengkalibrasian dengan metode primer (oven).
Gambar 22. Oven
Gambar 23. Timbangan Analitik
Gambar 24. Kett Moisture Tester
27
Pengkalibrasian diawali dengan pemberian label pada cawan agar beras/ketan tidak tertukar satu dengan yang lain. Setelah itu cawan ditimbang menggunakan timbangan analitik (Gambar 23) seberat A gram. Timbang beras dan ketan seberat 7 gram, lalu dimasukkan kedalam cawan yang sudah diberi label dan ditimbang sebagai berat B gram. Setelah itu, cawan yang sudah terisi beras dan ketan dimasukkan ke dalam oven (Gambar 22) bersuhu 105ºC selama 72 jam sampai berat bahan konstan. Berat konstan ini merupakan berat padatan (tanpa air). Kemudian bahan dikeluarkan, diletakkan dalam desikator, dan setelah dingin cawan beserta isinya ditimbang sebagai berat C gram. Kadar air bahan dinyatakan dengan berat basah (bb) dan berat kering (bk). Nilai kadar air dinyatakan dalam satuan persen (%). Perubahan kadar air dapat dihitung dengan persamaan: %bb ={(berat awal-berat padatan)/(berat awal)} x 100% atau =
B−A −(C−A) (B−A)
x 100%
%bk = {(berat awal-berat padatan)/(berat padatan)} x 100% atau =
B−A −(C−A) (C−A)
x 100%
Tingkat ketepatan dan ketelitian pengkalibrasian dapat dilihat dari nilai korelasi garis regresi yang didapatkan. Nilai pengukuran yang baik adalah jika nilai korelasi regresi yang diperoleh lebih dari 0.95, analisisnya dilakukan dengan perhitungan berikut: Y = ax+b dengan nilai r2>= 0.95 x = kadar air bahan dengan metode kett y = kadar air bahan dengan oven a = slope garis regresi b = nilai kadar air bahan pada kondisi garis regresi berpotongan sumbu x.
28
Oven Dryer (%bb)
24 22 20
y = 1.118x + 0.926 R² = 0.975
18 16
Kalibrasi kadar Kalibrasi air beras longgrain
14
Linear(Kalibrasi Linear (kalibrasi kadar longgrain) air beras)
12 10 8
10 12 14 16 18 20 22 Kett Moisture Tester (%bb)
Gambar 25. Hasil Kalibrasi Kadar Air Beras Longgrain
Oven Dryer (%bb)
24 y = 1.587x - 5.960 R² = 0.967
22 20 18
Kalibrasiketan kadar kalibrasi air ketan
16 14
Linear (kalibrasi (kalibrasi kadar ketan) air ketan)
12 10 10
12
14
16
18
20
Kett Moisture Tester (%bb)
Gambar 26. Kalibrasi Kadar Air Ketan 6. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana panelis (15 orang mahasiswa) menyukai perubahan sifat fisik beras dan ketan yang diolah menjadi berondong. Parameter pengujian meliputi warna, tekstur/penampakan fisik, aroma, rasa dan kerenyahan. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik dengan skala penilaian 1 sampai 5. Skor 5 untuk sangat suka, skor 4 untuk penilaian suka, skor 3 untuk netral, skor 2 untuk tidak suka, dan skor 1 untuk penilaian sangat tidak suka.
29
G. Rancangan Percobaan 1. Rancangan percobaan untuk berondong beras/ketan Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 1 faktorial dengan 3 kali ulangan perlakuan. Faktor yang digunakan adalah: KA = Kadar Air Beras/Ketan K1 = kadar air 14% K2 = kadar air 16% K3 = kadar air 18% K4 = kadar air 20% Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: Yik
= µ + Ki + Cik
Dimana : Yik
= Pengamatan pada perlakuan K ke-i
µ
= Nilai rata-rata harapan
Ki
= Perlakuan A ke-i
Cik
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan A ke-i pada ulangan ke- k
i
= 1, 2, 3, 4 (kadar air)
k
= 1, 2, 3 (ulangan)
2. Rancangan percobaan untuk penggetaran dengan vibrating mesh Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 2 faktorial dengan 2 kali ulangan perlakuan. Faktor-faktor yang digunakan adalah: A = Amplitudo penggetaran A1 = Amplitudo 80 mm A2 = Amplitudo 90 mm A3 = Amplitudo 100 mm T = Lama penggetaran T1 = Lama penggetaran 5 menit T2 = Lama penggetaran 10 menit T3 = Lama penggetaran 15 menit 30
Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: Yik
= µ + Ki + Ij + (KT)ij + Cijk
Dimana : Yik
= Pengamatan pada perlakuan K ke-i
µ
= Nilai rata-rata harapan
Ki
= Perlakuan A ke-i
Tj
= Perlakuan B ke- j
(KT)ij = Interaksi A ke-i dan B ke-j Cik
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan A ke-I dan B ke-j pada ulangan ke- k
i
= 1, 2, 3 (amplitudo)
j
= 1, 2, 3 (lama penggetaran)
k
= 1, 2 (ulangan)
H. Luaran yang Diharapkan Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah menghasilkan produk berondong beras dan berondong ketan butiran yang terlapisi gula secara merata.
31
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan (trial and error) Untuk penentuan bahan pelapis dan perbandingan komposisi berondong dengan gula yang tepat dilakukan percobaan dengan perbandingan gula dengan berondong 1:1, 1:2, dan 1:3 untuk tiap jenis bahan pelapis yang digunakan yaitu gula kelapa dan gula pasir. Berdasarkan hasil penelitan pendahuluan didapatkan perbandingan komposisi berondong dengan gula yang tepat adalah 1:1 (berdasarkan perbandingan berat) dengan bahan pelapis menggunakan gula pasir. Pemilihan perbandingan komposisi berondong dengan gula 1:1 dikarenakan perbandingan komposisi 1:2 dan 1:3 menghasilkan berondong dengan rasa yang sangat manis baik pada pelapisan dengan gula pasir maupun gula kelapa. Sedangkan pemilihan gula pasir sebagai bahan pelapis karena berondong beras dan berondong ketan berlapis gula yang dihasilkan tidak terlalu lengket, berbeda dengan penggunaan gula kelapa sebagai bahan pelapis yang menghasilkan berondong beras dan berondong ketan berlapis gula yang sangat lengket sehingga dikhawatirkan akan menyulitkan proses pemisahan. Metode yang dipilih berdasarkan penelitian pendahuluan adalah metode vibrating mesh. Metode lainnya tidak digunakan karena dari segi kebersihan, pemisahan dengan cara diremas tidak menjamin kebesihan berondong berlapis gula yang dihasilkan dan banyak juga berondong yang patah akibat proses peremasan. Sedangkan metode pencelupan satu persatu ke dalam gula cair juga tidak digunakan karena dari segi waktu kurang praktis sehingga berondong berlapis gula yang dihasilkan jumlahnya sedikit. Pemilihan metode vibrating mesh dikarenakan jumlah berondong berlapis gula yang terberai lebih banyak dan lebih bersih dari segi proses, berbeda dengan dua proses yang dilakukan sebelumnya. B. Waktu Puffing Beras dan Ketan Waktu puffing sangat dipengaruhi oleh kadar air yang terdapat dalam bahan. Hal itu dibuktikan dari hasil penelitian ini, dimana data yang didapat menunjukkan hubungan antara kandungan kadar air bahan dengan waktu puffing yang berbanding terbalik. Semakin rendah kadar air beras dan ketan maka waktu
32
yang dibutuhkan untuk meledakkan beras dan ketan akan semakin lama. Pengaruh kadar air dan jenis beras terhadap waktu puffing dapat dilihat pada Gambar 31.
Waktu Puffing (detik)
350 325 300 275 berondong beras 250
berondong ketan
225 200 12%
14%
16%
18%
20%
22%
Kadar Air
Gambar 27. Pengaruh Kadar Air dan Jenis Beras Terhadap Waktu Puffing Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa beras maupun ketan dengan kadar air 14% membutuhkan waktu puffing yang lebih lama dibandingkan dengan tingkat kadar air yang lebih tinggi. Ketan kadar air 14% membutuhkan waktu 312.60 detik, sedangkan beras dengan kadar air 14% membutuhkan waktu 286.97 detik untuk mencapai puffing. Hal itu juga berpengaruh terhadap suhu sesaat setelah proses puffing. Suhu yang tercatat berkisar 170-183ºC, dengan suhu bejana tertinggi dihasilkan oleh ketan dengan kadar air 14% yaitu sebesar 183ºC, sedangkan beras dengan kadar air 14% menghasilkan suhu yang lebih rendah, yaitu 179ºC. Menurut Patricia (2009), kadar air 13.5%-14% merupakan kadar air yang tepat dalam peledakan biji-bijian karena peledakkan berkaitan dengan pelepasan tekanan mendadak yang dihasilkan oleh uap air dari dalam biji-bijian yang berasal dari air terikat yang terkandung di dalam biji-bijian. Sedangkan menurut Villareal dan Juliano (1987), kadar air awal biji-bijian yang tepat untuk proses puffing menggunakan puffing gun adalah 13%-15%. Kadar air berondong sebelum dan sesudah proses puffing dapat dilihat pada Tabel 8.
33
Tabel 8. Kadar air bahan sebelum dan sesudah puffing Jenis Beras
Kadar air yang diinginkan (%)
Setelah pengkondisian (%)
Setelah Puffing (%)
Long grain
14
13.9
4
16
15.7
5.1
18
17.8
5.8
20
19.8
7
14
14.1
4.4
16
15.8
52
18
17.9
6.8
20
19.7
7.2
Ketan
C. Jumlah Air yang Hilang Pada Proses Puffing Jumlah air yang hilang merupakan perbandingan selisih berat awal beras/ketan sebelum puffing dan berat berondong yang dihasilkan dengan berat awal beras/ketan. Besarnya jumlah air yang hilang berpengaruh terhadap volume berondong yang dihasilkan karena semakin banyak air yang hilang (diuapkan), maka berondong akan semakin berongga yang disebabkan oleh ekspansi uap air dari dalam beras/ketan sehingga menyebabkan volume berondong akan semakin besar. Berdasarkan Gambar 31, diketahui bahwa jumlah air yang diuapkan tertinggi dihasilkan oleh beras dan ketan dengan kadar air 14% yaitu sebesar 13.67% untuk berondong beras dan 13.78% untuk berondong ketan. Semakin tinggi kadar air beras dan ketan maka jumlah air yang diuapkan akan semakin rendah. Hal itu dikarenakan berondong dengan kadar air yang tinggi mempunyai jumlah air permukaan yang semakin banyak, sehingga energi panas yang diberikan terlebih dahulu digunakan untuk menguapkan air permukaan sebelum menguapkan air dalam beras/ketan itu sendiri. Jumlah air yang diuapkan terendah dihasilkan oleh beras dan ketan dengan kadar air 20% yaitu sebesar 11.74% untuk berondong beras dan 11.68% untuk berondong ketan. Berdasarkan data yang didapat,
34
banyaknya jumlah air yang dapat diuapkan mempengaruhi tingkat pengembangan berondong, semakin banyak jumlah air yang diuapkan maka pengembangan berondong akan semakin besar. 14.00%
air yang hilang
13.50% 13.00% 12.50% berondong beras
12.00%
berondong ketan 11.50% 11.00% 12%
14%
16%
18%
20%
22%
kadar air
Gambar 28. Pengaruh Kadar Air Terhadap Jumlah Air yang Hilang Rendemen berondong yang dihasilkan adalah 100% baik itu bahan dari beras maupun ketan, karena dari 1 kg bahan yang dimasukkan ke dalam puffing gun semuanya dapat meletup menjadi berondong. Berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Pengelompokkan berondong dilakukan berdasarkan ukurannya menjadi berondong utuh, patah besar, dan patah kecil. Berondong dikatakan utuh apabila tidak ada bagian berondong yang patah. Sedangkan berondong dikatakan patah besar apabila berondong mempunyai ukuran 0.5-0.99 dari ukuran berondong utuh, dan dikatakan patah kecil apabila berondong mempunyai ukuran dibawah 0.5 dari ukuran berondong utuh. Persentase berondong utuh, patah besar, dan patah kecil dapat dilihat pada Lampiran 3. Adanya berondong patah besar dan patah kecil disebabkan pengaruh perlakuan kadar air bahan. Menurut Jones (1992, dalam Haryadi, 2006), pada saat terjadi pengurangan kadar air, terjadi aliran air dari bagian tengah biji ke bagian pinggir, sehingga menyebabkan terjadi pengerutan lebih banyak di bagian pinggir daripada bagian tengah, dan jika pemanasan terlalu cepat, maka pengerutan juga akan terjadi dengan cepat yang mengakibatkan bahan pecah atau bahkan menjadi
35
pecahan-pecahan kecil. Persentase berondong utuh, berondong patah besar, dan berondong patah kecil dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Hasil pengelompokkan menunjukkan bahwa persentase tertinggi berondong utuh dihasilkan oleh berondong pada tingkat kadar air 14%, baik berondong beras maupun berondong ketan. Ketan dengan kadar air 14%menghasilkan persentase berondong utuh tertinggi yaitu sebesar 85.9%, sedangkan persentase berondong utuh yang terbuat dari beras dengan kadar air 14% hanya sebesar 81.2%. Menurut Haryadi (2006), jika suhu di dalam alat peletup berondong terlalu tinggi, biji-biji tidak akan mengembang dengan baik dan akan memiliki rongga di bagian tengahnya, serta kehilangan karena biji-bijian pecah akan semakin meningkat. Faktor yang mempengaruhi sifat fisik berondong yang dihasilkan dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor biji-bijian itu sendiri dan faktor lingkungan sekitar. Faktor biji-bijian yang mempengaruhi antara lain: varietas biji-bijian, kadar air, kerapuhan, dan sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah suhu dan tekanan.
Gambar 29. Pengelompokkan Berondong Beras
36
Tabel 9. Persentase pengelompokkan berondong beras (setiap 100gram sampel) Kadar Air
14%
Rata-rata
16%
Rata-rata
18%
Rata-rata
20%
Rata-rata
Berondong Utuh (g)
Berondong Patah Besar (g)
Berondong Patah Kecil (g)
7.75
1.21
1.04
8.6
1.03
0.37
8.01
1.27
0.72
81.2%
11.7%
7.1%
6.53
1.85
1.62
7.83
1.41
0.76
7.92
1.41
0.67
74.27%
15.57%
10.16%
5.38
2.56
2.06
6.04
2.46
1.50
5.22
3.69
1.09
55.47%
29.03%
15.5%
5.11
2.32
2.557
3.91
3.98
2.11
3.7
3.39
2.91
42.4%
32.3%
25.3%
Gambar 30. Pengelompokkan Berondong Ketan 37
Tabel 10. Persentase pengelompokan berondong ketan (setiap 100 gram sampel) Kadar Air
14%
Rata-rata
16%
Rata-rata
18%
Rata-rata
20%
Rata-rata
Berondong Utuh (g)
Berondong Patah Besar (g)
Berondong Patah Kecil (g)
8.75
0.94
0.31
8.14
1.25
0.61
8.88
0.76
0.36
85.9%
9.83%
4.27%
8.15
1.40
0.45
7.6
1.76
0.64
8.54
1.08
0.38
80.97%
14.13%
4.9%
6.58
2.33
1.09
6.23
2.66
1.11
6.64
2.58
0.78
64.84%
25.23%
9.93%
6.06
2.46
1.48
5.77
2.19
2.04
5.34
2.65
2.01
57.23%
24.33%
18.44%
D. Volume Spesifik Berondong Beras dan Berondong Ketan Pengukuran volume spesifik berondong beras dan berondong ketan dilakukan dengan membagi volume berondong dengan berat berondong. Berdasarkan hasil analisi sidik ragam (Lampiran 5), perlakuan kadar air berpengaruh nyata terhadap volume spesifik berondong yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan kadar air 14% menghasilkan berondong dengan pengembangan volume tertinggi yaitu 13.04 ml/gram untuk berondong ketan, sedangkan berondong dari beras mempunyai pengembangan volume spesifik sebesar 11.74 ml/gram.
38
Menurut Haryadi (2006), pengembangan volume beras dan ketan disebabkan oleh pengembangan uap air yang terdapat dalam bahan pangan yang terjadi secara tiba-tiba. Sedangkan menurut Murugesan dan Bhattacharya (1991b), kekerasan biji-bijian serta perlakuan pendahuluan berupa pengaturan kadar air bahan menjadi
14%
sangat
meningkatkan
pengembangan
biji-bijian
saat
diletupkan.Hubungan antara kadar air dengan volume spesifik berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 35.
Volume Spesifik (ml/g)
16 14 12 10 berondong beras
8
berondong ketan
6 4 12%
14%
16%
18%
20%
22%
Kadar Air
Gambar 31. Pengaruh Kadar Air Terhadap Volume Spesifik Berondong Beras dan Berondong Ketan Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa kadar air berbanding terbalik dengan volume spesifik berondong yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air maka volume spesifik yang dihasilkan semakin rendah, baik pada berondong beras maupun berondong ketan. Kadar air 14% menghasilkan volume spesifik terbesar yaitu 11.74 ml/g untuk berondong beras dan 13.304 ml/g untuk berondong ketan. Ketan memiliki kandungan amliosa yang rendah serta mempunyai sifat yang mengkilap, tekstur yang lunak dan agak basah, serta sangat lengket dengan kerapuhan antar butir cukup tinggi sehingga dapat menghasilkan volume pengembangan
yang lebih
besar
dari beras
(Damardjati
dan
Soekarto,1981). Menurut Haryadi (2006), jika permukaan beras menjadi terlalu basah pada saat peletupan, pengembangan menjadi kurang baik. Oleh sebab itu volume spesifik berondong dengan kadar air 16%, 18%, dan 20% mempunyai nilai yang
39
lebih rendah dari berondong dengan kadar air 14%. Berondong beras dengan kadar air 20% mempunyai volume spesifik sebesar 8.094 ml/g, sedangkan volume spesifik berondong ketan sebesar 8.014 ml/g. Tabel 11. Rasio pengembangan hasil proses puffing Kadar Air (%) 14% 16% 18% 20%
Rasio Pengembangan Berondong Beras Berondong Ketan 10.3 11.5 8.2 10.4 7.6 7.8 6.2 6.3
Perbandingan ukuran panjang, ketebalan biji-bijian, dan kadar amilopektin yang makin besar, menghasilkan pengembangan yang lebih besar (Chandrasekhar dan Chattopadhyay, 1991 dalam Haryadi, 2006). Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian, dimana ketan yang mempunyai ukuran lebih besar dari beras menghasilkan pengembangan yang lebih besar. Perbedaan ukuran dan kandungan amilopektin beras long grain dan ketan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 12. Perbedaan ukuran dan amilopektin beras dan ketan Faktor Pembeda
Beras Long grain
Ketan
Panjang (mm)
6.42
6.62
Tebal (mm)
1.82
2.01
78
2
Amilopektin (%)
Menurut Jones (1992), biji-bijian yang mengandung amilosa lebih rendah, memberikan hasil pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan biji-bijian yang mengandung amilosa lebih tinggi. Data penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan ukuran panjang terbesar pada beras adalah 2.3 kali sedangkan perubahan lebarnya 2.4 kali dari ukuran semula. Sedangkan perubahan ukuran panjang terbesar pada ketan adalah 2.5 kali sedangkan perubahan lebarnya 2.6 kali dari ukuran semula. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong.
40
Gambar 32. Beras sebelum dan sesudah diletupkan (kadar air 14%)
Gambar 33. Perubahan Dimensi Panjang dan Lebar Beras Setelah Puffing
Gambar 34. Ketan Sebelum dan sesudah diletupkan (kadar air 14%)
41
Gambar 35. Perubahan Dimensi Panjang dan Lebar Ketan Setelah Puffing E. Kekerasan Berondong Beras dan Berondong Ketan Kekerasan berondong diukur berdasarkan tingkat ketahanan berondong terhadap jarum penusuk rheometer berdiameter 2.5 mm dengan kedalaman penusukan 3 mm. Penusukan dilakukan pada satu titik karena ukuran berondong yang tidak memungkinkan untuk dilakukan beberapa titik pengukuran. Penusukan jarum ke dalam berondong dinyatakan dalam satuan Newton (N). Semakin kecil volume pengembangan berondong, maka tekstur berondong yang dihasilkan akan semakin keras dan beban yang diberikan akan semakin besar. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7), diketahui bahwa perlakuan kadar air memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan berondong beras maupun berondong ketan yang dihasilkan. Kadar air mempunyai hubungan erat dengan sifat kerenyahan produk puffing (Muchtadi et al., 1988). Berondong dengan kadar air 14% baik itu berondong beras maupun berondong ketan memiliki tingkat kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan berondong kadar air 16%, 18%, dan 20%, karena berondong dengan kadar air 14% memiliki lebih banyak rongga-rongga udara hasil proses ekspansi sehingga akan menghasilkan produk dengan tingkat kekerasan yang rendah (renyah). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa kadar air awal bahan beras dan ketan berpengaruh nyata terhadap kekerasan berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan kadar air 14% menghasilkan tingkat kekerasan terendah yaitu sebesar 3.12 N untuk berondong ketan dan 3.94 N untuk berondong beras. Semakin rendah nilai kekerasan berondong maka berondong yang dihasilkan akan
42
semakin renyah. Besarnya beban yang dapat diterima oleh berondong secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 36. 5
Kekerasan (N)
4.5 4 3.5
berondong beras berondong ketan
3 2.5 12%
14%
16%
18%
20%
22%
Kadar Air
Gambar 36. Pengaruh Kadar Air Terhadap Kekerasan Berondong Beras dan Berondong Ketan F. Pelapisan Gula Pelapisan berondong dengan gula bertujuan untuk memperbaiki cita rasa berondong sehingga lebih disukai oleh konsumen. Proses pelapisan gula dilakukan dengan mencampurkan berondong dengan gula yang sebelumnya sudah dilelehkan hingga tercampur rata. Gula yang dilelehkan merupakan gula pasir murni tanpa penambahan bahan pelarut. Gula dilelehkan hingga berwarna keemasan tetapi sebelum menjadi karamel karena apabila sudah menjadi karamel, gula menjadi lebih kental sehingga menyulitkan proses pelapisan. Penentuan perbandingan komposisi berondong dan gula didapatkan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, dimana perbandingan yang tepat antara produk dengan gula adalah 1:1. Komposisi tersebut dipilih berdasarkan hasil pengujian awal terhadap warna dan rasa berondong yang dihasilkan komposisi 1:1 paling tepat diantara perbandingan komposisi yang lain. Komposisi 1:2 dan 1:3 tidak digunakan karena rasa yang dihasilkan terlalu manis dan tekstur yang lebih lengket dibandingkan dengan komposisi 1:1. Perbandingan yang digunakan berdasarkan pada perbandingan berat, dimana 20 gram berondong dicampur dengan 20 gram gula pasir.
43
Gambar 37. Proses Pelapisan Gula G. Penggetaran Berondong Pemisahan gumpalan berondong berlapis gula menjadi berondong butiran berlapis gula yang terpisah satu sama lain menggunakan metode vibrating mesh. Pemilihan metode vibrating mesh berdasarkan dari hasil penelitian pendahuluan. Berondong berlapis gula yang digetarkan merupakan berondong dengan pengembangan volume yang paling besar yaitu berondong ketan kadar air 14%. Berondong yang sudah mengalami proses penggulaan kemudian digetarkan menggunakan vibrating mesh dengan menggunakan tiga tingkat mesh yaitu mesh 2.36 mm, 4.75 mm, dan 9.5 mm. Penggetaran dilakukan sebanyak dua kali dengan pengaturan amplitudo dan lama penggetaran yang berbeda-beda. Besarnya amplitudo yang digunakan adalah sebesar 80 mm, 90 mm, dan 100 mm dengan waktu penggetaran selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Persentase berondong butiran berlapis gula yang berhasil dipisahkan dengan metode vibrating mesh dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil analisi sidik ragam (Lampiran 14) menunjukkan bahwa amplitudo dan lama waktu penggetaran berpengaruh nyata terhadap jumlah berondong butiran yang dihasilkan. Sedangkan interaksi antara amplitudo dan lama waktu penggetaran tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah berondong butiran yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penggetaran dengan amplitudo 90 mm menghasilkan persentase jumlah berondong butiran yang dihasilkan paling banyak yaitu sebesar 62.957%. Demikian juga dengan lama waktu penggetaran 15 menit menghasilkan jumlah berondong butiran yang paling banyak yaitu sebesar 48.516%.
44
Proses penggetaran sangat dipengaruhi oleh amplitudo dan lama penggetaran, semakin besar amplitudo tidak menjamin bahwa berondong utuh yang dapat dipisahkan dapat lebih banyak, karena semakin besar amplitudo maka berondong yang digetarkan menjadi patah dan hancur. Amplitudo dan waktu yang paling tepat digunakan untuk memisahkan gumpalan berondong berlapis gula adalah menggunakan amplitudo 90 mm dengan lama pengetaran 15 menit, karena berondong gumpalan berlapis gula yang berhasil dipisahkan menjadi butiran sebesar 69.1% dan merupakan hasil yang paling besar. Berondong butiran berlapis gula yang berhasil dipisahkan dengan amplitudo 100 mm lebih sedikit bila dibandingkan dengan hasil penggetaran dengan amplitudo 90 mm, hal ini disebabkan berondong banyak yang hancur akibat amplitudo penggetaran yang terlalu besar. Sedangkan penggetaran dengan amplitudo 80 mm, berondong yang dapat dipisahkan sangat sedikit bila dibandingkan dengan penggetaran pada amplitudo 90 mm, dan 100 mm. Hal ini disebabkan getaran yang diberikan tidak cukup kuat untuk memisahkan gumpalan berondong yang saling menempel. Faktor lain yang juga sangat mempengaruhi besarnya jumlah gumpalan berondong yang dapat dipisahkan adalah lamanya proses tunggu setelah berondong terlapisi gula, karena apabila berondong yang sudah terlapisi gula tidak segera digetarkan maka gumpalan berondong akan semakin mengeras dan sulit untuk dipisahkan sehingga berondong butiran berlapis gula yang terberai menjadi sedikit. Tabel 13. Hasil penggetaran dengan vibrating mesh Amplitudo
80
90
100
Waktu (menit)
Persentase (%) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
5
12.9
13.4
13.15
10
20
22.5
21.25
15
24.2
24.5
24.35
5
56.4
55.5
55.95
10
60.64
61.0
60.82
15
69.4
68.8
69.1
5
38.6
39.2
38.9
10
42.6
42.8
42.7
15
52.4
51.8
52.1
45
(a)
(b)
(c)
Gambar 38. Berondong Setelah Penggetaran dengan Vibrating Mesh. a). Hasil Penggetaran dengan Amplitudo 80 mm b). Hasil Penggetaran dengan Amplitudo 90 mm c). Hasil Penggetaran dengan Amplitudo 100 mm
H. Sifat-sifat Organoleptik Berondong Beras dan Berondong Ketan 1.
Warna Tingkat kesukaan panelis terhadap warna berondong beras dan
berondong ketan yang dihasilkan adalah netral hingga suka (Lampiran 8). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 9) menunjukan bahwa kadar air awal beras dan ketan berpengaruh nyata terhadap warna dari berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa warna berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% yang paling disukai diantara semua warna berondong yang terbuat dari kadar air awal bahan 16%, 18%, dan 20%. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna berondong ketan lebih besar dibandingkan dengan warna berondong beras karena berondong ketan mempunyai warna yang lebih putih dan bersih dari pada berondong beras. Warna berondong ketan yang terbuat dari kadar air awal bahan 14% memiliki warna yang paling putih dan bersih dibandingkan berondong jenis lainnya, hal ini dikarenakan pengembangan berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% paling baik diantara berondong jenis lainnya. Semakin besar tingkat pengembangan volume bahan akan menghasilkan warna yang semakin putih dan bersih, sedangkan butir beras yang pengembangannya
46
tidak bagus akan terdapat sisa biji yang tidak dapat mengembang dengan baik. Warna sisa butir beras yang tidak dapat mengembang akan berwarna kuning, yang menyebabkan berondong beras dan berondong ketan tidak seluruhnya berwarna putih bersih. Panelis sangat menyukai berondong yang berwarna putih bersih. 2.
Tekstur/Penampakan Fisik Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur berondong beras dan
berondong ketan adalah netral hingga suka (Lampiran 8). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air awal bahan beras dan ketan berpengaruh nyata terhadap tektur berondong beras dan berondong ketan (Lampiran 10). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tekstur berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% yang paling disukai diantara semua warna berondong yang terbuat dari kadar air awal bahan 16%, 18%, dan 20%. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% lebih besar dibandingkan dengan tekstur berondong beras dengan kadar air awal bahan 14%, karena berondong ketan memiliki penampakkan permukaan yang lebih halus. Berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air awal bahan yang semakin banyak memiliki tingkat kesukaan lebih rendah karena penampakan permukaan berondong ini tidak halus dan cenderung kasar (agak keriput). 3.
Aroma Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma berondong beras dan
berondong ketan adalah netral hingga suka (Lampiran 8). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air awal bahan beras dan ketan memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan (Lampiran 11). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa aroma berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% yang paling disukai diantara semua aroma berondong yang terbuat dari kadar air awal bahan 16%, 18%, dan 20%. Berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% paling disukai dibandingkan berondong jenis lainnya. Hal ini dikarenakan
47
berondong ketan memiliki aroma wangi dan khas yang dikeluarkan selama proses pemasakan (puffing). 4.
Kerenyahan Tingkat kesukaan panelis terhadap kerenyahan berondong beras dan
ketan adalah netral hingga suka (Lampiran 8). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air awal bahan beras dan ketan berpengaruh nyata terhadap berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan (Lampiran 12). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kerenyahan berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% yang paling disukai diantara semua kerenyahan berondong yang terbuat dari kadar air awal bahan 16%, 18%, dan 20%. Berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% lebih disukai dibandingkan berondong lainnya. Hal ini disebabkan karena berondong dengan kadar air awal bahan yang lebih rendah menghasilkan produk yang lebih berongga karena pengembangan volumenya lebih besar sehingga akan menghasilkan produk yang lebih renyah. 5.
Rasa Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa berondong beras dan ketan adalah
netral hingga suka (Lampiran 8). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 13), menunjukkan bahwa perlakuan kadar air awal bahan beras dan ketan memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa berondong beras dan berondong ketan yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rasa berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% yang paling disukai diantara semua rasa berondong yang terbuat dari kadar air awal bahan 16%, 18%, dan 20%. Berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% lebih banyak disukai oleh panelis dibandingkan berondong jenis lainnya. Hal ini disebabkan kandungan amilosa pada ketan sangat sedikit sehingga rasa yang dihasilkan lebih gurih. Mutu cita rasa produk lebih banyak ditentukan oleh kepulenan (berhubungan dengan kandungan amilosa) dan aromanya (Damardjati, 1978 dalam Damadjati dan Endang Y, Purwani, 1991).
48
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Perubahan fisik berondong yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kadar air bahan. Kadar air bahan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap volume spesifik, kekerasan berondong, dan hasil uji organoleptik. Semakin rendah kadar air beras/ketan maka waktu yang dibutuhkan untuk proses puffing semakin lama. Pembuatan berondong beras dan berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% memerlukan waktu puffing paling lama yaitu 286.97 detik untuk menghasilkan berondong beras dan 321.60 detik untuk menghasilkan berondong ketan. Rendemen yang dihasilkan adalah 100% karena bahan yang digunakan dapat meletup semua. Jumlah air yang hilang terbesar dihasilkan oleh berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% yaitu sebesar 13.78%, sedangkan uap air yang hilang pada berondong beras dengan kadar air awal bahan 14% sebesar 13.67%. Semakin banyak jumlah air yang hilang maka volume pengembangan berondong akan semakin besar. Berondong ketan mempunyai volume pengembangan yang lebih besar dibandingkan dengan berondong beras. Hal tersebut terjadi pada semua tingkat kadar air dengan volume pengembangan terbesar dihasilkan oleh beras/ketan dengan kadar air 14%. Volume pengembangan berondong ketan dengan kadar air awal 14% mencapai 11.5 kali ukuran semula, sedangkan berondong beras dengan kadar air awal 14% menghasilkan pengembangan 10.3 kali ukuran semula. Tingkat kerenyahan berondong beras dan berondong ketan terbesar adalah 3.94 N untuk berondong beras dengan kadar air awal bahan 14% dan 3.12 N untuk berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14%. Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap warna, tekstur/penampakan fisik, aroma, kerenyahan, dan rasa, tingkat kesukaan panelis berkisar antara netral hingga suka. Berdasarkan hasil keseluruhan sifat fisik yang di uji, dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai berondong ketan dengan kadar air awal bahan 14% dari pada berondong beras pada tingkat kadar air yang sama, baik itu dalam hal warna, tekstur, aroma, kerenyahan, maupun rasa.
49
Vibrating mesh dapat digunakan untuk memisahkan gumpalan berondong yang sudah terlapisi gula secara merata meskipun hasil didapat dengan metode ini hanya mencapai 69.1%. Proses penggetaran yang tepat adalah menggunakan amplitudo 90 mm dengan lama penggetaran 15 menit.
B. SARAN Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah perlunya penelitian lebih lanjut mengenai metode yang lebih efektif dari metode vibrating mesh untuk membuat memisahkan gumpalan berondong yang sudah terlapisi gula secara merata menjadi terberai satu dengan yang lain agar berondong butiran yang dihasilkan menjadi lebih banyak.
50
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Gula. [terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/Gula. [25 Februari 2010]. Anonim. 2010. Beras. [terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/Beras. [3 Mei 2010]. Anonim. 2010. Kandungan Gizi Beras Ketan. [terhubung berkala]. http://asiamaya.com/nutrients/berasketan.html [3 Mei 2010]. Anonim. 2010. Sugar chemistry. [terhubung berkala]. http://chestofbooks.com/food/science/html [1 Agustus 2010]. Anonim. 2010. Beras Merah. [terhubung berkala]. http://karyaindahagro.indonetwork.or.id.anik.html. [1 Agustus 2010]. Boris. 2008. Desain Produk Fillet Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus Cuvier) Kering Tipis Tanpa Garam [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia. SNI: 012978-1992. Beras. Jakarta: BSN. Chattopadhyay, P K Dan Chandrasekhar. 1989. Studies on Microstructural Changes of Parboiled and Puffed rice cakes. Journal of Food Processing and Preservation Vol. 14: 27-37 Cheng HH, Lai HH. 2004. Properties of Pregelatinized Rice Flour Made by Hot Air or Gum Puffing. International Journal of Food Science and Technology Vol. 39: 201–212. Damardjati, D. S., Purwani, E. Y. 1991. Mutu Beras. Di Dalam: Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Damardjati, D. S., Sukarto, S. I. 1981. Perlunya Perubahan Proses Pemasakan Tradisional dalam Memasak Nasi: Studi Mikroskopi Elektron. Di dalam Proc. Seminar Teknologi Pangan V. Tanggal 23-24 Juni 1981 di Bogor. Donhowe, I. Greener., Fennema. O. R. 1994. Edible Films and Coating Characteristics, Formations, Definitions and Testings Methods. Di dalam: J. M. Krochta, E. A. Baldwin, M. O. Nisperos-Cariedo (eds). Edible Film and Coating Improve Food Quality. Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster, USA. Dwi Purnomo. 2010. http://www. agroindustry.wordpress.com. [13 Juli 2010]. Gennadious, A., Weller. C. L. 1990. Edible Film and Coating From Wheat and Corn Protein. J. Food Technol. 44 (10): 63. International Rice Research Institute. 1968. Annual report for 1967. Los Banos, Philippines. 308 p. Di dalam: Proceedings Of The Workshop On Chemical aspects Of Rice Grain Quality. 1979. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines. Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 51
Hanafiah, K. A. 2008. Rancangan Teori dan Aplikasi Edisi Ketiga. Rajawali Pers. Jakarta. Juliano, B. O., Bechtel, D. B. 1994. The Rice Grain and Its Composition. Di dalam Rice Chemistry and Technology (B. O. Juliano, ed., 1994). American Association of Cereal Chemists, St. Paul, Minnesota. Krochta, J. M., Baldwin E. A., M. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic publishing Co. Inc. Lancaster, Basel. Matz, S. A. 1959. Manufacture of breakfast cereal. Di dalam S. A. matz (ed.). The Chemistry and Technology of Cereals as Food and Feed. The AVI Pub. Co. Inc., Wesport, Connecticut. Maxwell, P. L., J. L. Holahan. 1974. Breakfast cereal. Di dalam A. H. Johnson dan M. S. Peterson (eds.). Encyclopedia of Food Technology. The AVI Pub. Co. Inc., Wesport, Connecticut. Murugesan, G., K. R. Bhattacharya. 1991b. Effect of Some Pretreatments on Popping Expansion of Rice. Journal of Cereal Science 1: 85-92. Di dalam Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Owens, Gavin. 2001. Cereal Processing Technology. Woodhead Publishing Limited. England. Patricia, Regina. 2009. Assessment oh The Usage Of The Local Corn Varieties in Making Popcorn. Skripsi. Department of Food Technology. Swiss German University. Di dalam Wening. 2009. Teknik Puffing Pemanasan Konduksi Granula pasir Panas Dalam Pembuatan Berondong Jagung Varietas Unggul Nasional. [Skripsi]. Bogor. Purnomo, Hari. 1985. Ilmu Pangan. Penerbit: Universitas Indonesia. Jakarta. Richard, P., Raghavan, G.S.V. 1984. Drying and Processing by Immersion in A Heated Particulate Medium, in Advanced in Dying, vol.3 by Mujumdar, A.S. (editor). Hemisphere Publishing Corporation, Washington. Smith, B. W. Cooking Qualityof rice being tested. The Rice Journal 59 (1) : 24. Susilo Santoso, B. A., Narto., Damardjati, D. S. 1998. Pembuatan Berondong dari Berbagai Beras. Agritech 18(1): 24-28. Santoso, B., Daniel S., Rindit P. 2004. Kajian Teknologi Edible Coating dari Pati dan Aplikasinya untuk Pengemas Primer Lempok Durian. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol XV, No. 3. Sofiah, S., Sutrisniati D. 1991. Kerupuk, Petunjuk Teknis Cara Memproduksi Makanan yang Baik dan Benar Sesuai Ketentuan Industri Kecil Pangan. Kerjasama antara Direktorat Jendral Industri Kecil Proyek Pengembangan komoditi Industri Kecil dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri hasil Pertanian.
52
Sulaeman, Ahmad. 1985. Mempelajari sifat-sifat Fisikokimia dan Organoleptik Produk Puffing dan Tepungnya dari Dua Varietas Sorgum pada Berbagai Tingkat kadar Air. [Skripsi]. Departemen Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Sutrisno Koswara. 2010. Perbedaan Beras Biasa dan Ketan. [terhubung berkala]. http://www.ebookpangan.com [29 Juli 2010]. Whistler, R. L., Daniel J.R. 1990. Edible Coatings and film Based on Polysaccharides. Di dalam: J. M. Krochta, E. A. Baldwin, dan M. O. Nisperos-Carriedo (eds.). Edible Coatings and Film to Improve Food Quality. Technomic Publ. Co. In., Lancaster, USA. Winarno, F. G. Kimia Pangan dan Gizi. 1992. Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
53
Lampiran 1. Data suhu dan waktu yang dibutuhkan selama proses puffing beras dan ketan Tabel suhu dan waktu proses puffing beras Kadar Air
Suhu (oC)
Waktu (detik)
14%
179
286.97
16%
175.3
274.86
18%
172.4
265.08
20%
170
264.80
Tabel suhu dan waktu proses Puffing ketan Kadar Air
Suhu (oC)
Waktu (detik)
14%
183
321.60
16%
179.8
314.27
18%
174.6
273.09
20%
171
250.83
55
Lampiran 2. Jumlah air yang hilang pada beras dan ketan selelah proses puffing
Tabel Jumlah air yang diuapkan pada beras Kadar Air (%bb)
Berat Awal (g)
Berat Akhir (g)
Air Yang Hilang (%)
14
1000
86.33%
13.67%
16
1000
86.35%
13.65%
18
1000
87.53%
12.47%
20
1000
88.26%
11.74%
Tabel Jumlah air yang diuapkan pada ketan Kadar Air (%bb)
Berat Awal (g)
Berat Akhir (g)
Air Yang Hilang (%)
14%
1000
86.22%
13.78%
16%
1000
87.12%
12.79%
18%
1000
87.29%
12.71%
20%
1000
88.32%
11.68%
56
Lampiran 3. Volume spesifik beras dan ketan sebelum proses puffing Data Volume Spesifik Beras Kadar air 14% Sampel
Berat Beras (g)
Vol. Beras (ml)
Vol Beras+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.51
4.7
10
5.3
1.339
2
3.6
4
9
5
1.11
3
4.01
3.9
9.4
5.5
0.97
Rata-rata
1.139
Kadar air 16% Sampel
Berat Beras (g)
Vol. Beras (ml)
Vol Beras+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.58
4.9
10
5.1
1.369
2
3.75
4.4
10.4
6
1.173
3
3.4
4.6
10
5.4
1.35
Rata-rata
1.297
Kadar air 18% Sampel
Berat Beras (g)
Vol. Beras (ml)
Vol Beras+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.65
4.6
9.1
4.5
1.26
2
3.68
5
9
4
1.358
3
3.79
4.9
9.5
4.6
1.293
Rata-rata
1.303
Kadar air 20% Sampel
Berat Beras (g)
Vol. Beras (ml)
Vol Beras+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.71
4.9
9
4.1
1.357
2
3.63
4.7
9
4.5
1.295
3
4.03
5.1
9.5
4.5
1.275
Rata-rata
1.309
57
Data Volume Spesifik Ketan Kadar Air 14% Sampel
Berat Ketan (g)
Vol. ketan (ml)
Vol Ketan+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.80
4.3
9
4.7
1.236
2
3.87
4.3
9.5
5.2
1.111
3
3.96
4.5
9.7
5.2
1.136
Rata-rata
1.161
Kadar air 16% Sampel
Berat Ketan (g)
Vol. ketan (ml)
Vol Ketan+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.92
4
9
5
1.02
2
3.6
4.8
10
5.2
1.33
3
3.81
4.5
9.5
4.5
1.18
Rata-rata
1.176
Kadar air 18% Sampel
Berat Ketan (g)
Vol. ketan (ml)
Vol Ketan+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.88
4.9
9
4.1
1.263
2
4.03
5
9.2
4.2
1.241
3
4.01
4.5
9.5
4.4
1.122
Rata-rata
1.209
Kadar air 20% Sampel
Berat Ketan (g)
Vol. ketan (ml)
Vol Ketan+Pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
4.06
5.2
10.2
5
1.281
2
4.1
5.3
9.8
4.5
1.293
3
3.96
5
10
5
1.263
Rata-rata
1.279
58
Lampiran 4. Volume spesifik berondong beras dan berondong ketan setelah proses puffing Data Volume Spesifik Berondong Beras Kadar air 14% Sampel 1
Berat Berondong (g) 3.4
Vol. Berondong (ml) 40
Vol. Berondong+pasir (ml) 60
Vol. Pasir (ml) 20
Vol. Spesifik (ml/g) 11.76
2
3.42
41
69
28
11.98
3
3.48
40
70
30
11.49
Rata-rata
11.74
Kadar air 16% Sampel
Berat Berondong (g)
Vol. Berondong (ml)
Vol. Berondong+pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.53
37
65
28
10.48
2
3.45
35
60
25
10.14
3
3.54
40
70
30
11.299
Rata-rata
10.6367
Kadar air 18% Sampel
Berat Berondong (g)
Vol. Berondong (ml)
Vol. Berondong+pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Volume Spesifik (ml/g)
1
3.58
29
75
46
8.1
2
3.52
40
80
40
11.364
3
3.59
36
76
40
10.028
Rata-rata
9.831
Kadar air 20% Sampel
Berat Berondong (g)
Vol. Berondong (ml)
Vol. Berondong+pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Volume Spesifik (ml/g)
1
3.49
22
62
40
6.304
2
3.86
27
55
28
6.995
3
3.46
38
68
30
10.983
Rata-rata
8.094
59
Data Volume Spesifik Berondong Ketan Kadar Air 14% Sampel
Berat Berondong (g)
Vol. Berondong (ml)
Vol. Berondong+pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.57
50
100
50
14.006
2
3.59
45
95
50
12.535
3
3.43
46
96
50
13.370
Rata-rata
13.304
Kadar air 16% Sampel
Berat Berondong (g)
Vol. Berondong (ml)
Vol. Berondong+pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.39
43
78
35
12.684
2
3.56
49
90
41
13.764
3
3.83
39
72
40
10.183
Rata-rata
12.210
Kadar air 18% Sampel
Berat Berondong (g)
Vol. Berondong (ml)
Vol. Berondong+pasir (ml)
Vol. Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.82
34
82
48
8.901
2
3.88
23
62
39
10.74
3
3.69
32
72
40
8.672
Rata-rata
9.436
Kadar air 20% Sampel
Berat Berondong (g)
Vol. Berondong (ml)
Vol. Berondong+pasir (ml)
Vol.Pasir (ml)
Vol. Spesifik (ml/g)
1
3.73
31
61
30
8.311
2
3.50
22
60
38
6.286
3
3.60
34
83
29
9.444
Rata-rata
8.014
60
Lampiran 5. Pengaruh kadar air terhadap volume spesifik berondong beras dan berondong ketan. Hasil analisi sidik ragam pengaruh kadar air terhadap volume spesifik berondong beras. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
21.259
a
3
7.086
2.988
.046
1218.531
1
1218.531
513.773
.000
Ka
21.259
3
7.086
2.988
.046
Error
18.974
8
2.372
Total
1258.764
12
40.233
11
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .528 (Adjusted R Squared = .352) Keterangan
: Ka = Faktor Kadar Air Bahan K1 = Kadar air 14% K2 = Kadar air 16% K3 = Kadar air 18% K4 = Kadar air 20%
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap volume spesifik berondong beras Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
11.7433
6
K1
AB
10.6397
6
K2
AB
9.8307
6
K3
B
8.0940
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
61
Hasil analisis sidik ragam pengaruh kadar air terhadap volume spesifik berondong ketan. Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Sig.
53.608a
3
17.869
9.215
.006
1384.442
1
1384.442
713.963
.000
Ka
53.608
3
17.869
9.215
.006
Error
15.513
8
1.939
Total
1453.563
12
69.121
11
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .776 (Adjusted R Squared = .691)
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap volume spesifik berondong ketan. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
13.3037
6
K1
AB
12.2103
6
K2
AB
9.4377
6
K3
B
8.0125
6
K4
62
Lampiran 6. Data kekerasan berondong beras dan berondong ketan setelah proses puffing. Data kekerasan berondong beras Kadar Air
14%
Ulangan1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
Rata-rata
0.499
0.389
0.512
0.342
0.461
0.441
0.443
0.470
0.455
0.239
0.416
0.405
0.350
0.448
0.312
0.225
0.462
0.359
Total Rata-rata
16%
0.402
0.446
0.553
0.437
0.490
0.627
0.511
0.384
0.329
0.419
0.487
0.477
0.419
0.577
0.347
0.239
0.496
0.396
0.411
Total Rata-rata
18%
0.447
0.475
0.376
0.491
0.390
0.621
0.471
0.436
0.301
0.398
0.354
0.584
0.415
0.490
0.358
0.397
0.494
0.633
0.474
Total Rata-rata
20%
0.453
0.638
0.614
0.398
0.496
0.367
0.503
0.387
0.484
0.376
0.617
0.332
0.439
0.651
0.352
0.382
0.419
0.381
0.437
Total Rata-rata
63
0.460
Data kekerasan berondong ketan Kadar
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Ulangan 4
Ulangan 5
Air
14%
rata 0.247
0.237
0.348
0.254
0.248
0.267
0.255
0.319
0.362
0.342
0.379
0.331
0.287
0.363
0.310
0.494
0.361
0.361
Total Rata-rata
16%
0.277
0.239
0.229
0.346
0.287
0.336
0.221
0.315
0.421
0.228
0.304
0.588
0.332
0.248
0.398
0.337
0.381 0.324
0.469
0.296
0.264
0.383
0.297
0.342
0.307
0.303
0.256
0.444
0.237
0.309
0.270
0.269
0.461
0.326
0.355
0.336
Total Rata-rata
20%
0.319
0.346
Total Rata-rata
18%
Rata-
0.329
0.427
0.404
0.363
0.317
0.540
0.410
0.242
0.342
0.300
0.275
0.414
0.315
0.429
0.378
0.355
0.284
0.281
0.345
Total Rata-rata
0.357
64
Lampiran 7. Pengaruh kadar air terhadap kekerasan berondong beras dan berondong ketan. Hasil analisi sidik ragam pengaruh kadar air terhadap kekerasan berondong beras. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.054a
3
.018
6.261
.005
Intercept
2.400
1
2.400
831.343
.000
ka
.054
3
.018
6.261
.005
Error
.046
16
.003
Total
2.500
20
.100
19
Corrected Total
a. R Squared = .540 (Adjusted R Squared = .454) Keterangan
: Ka = Faktor Kadar Air Bahan K1 = Kadar air 14% K2 = Kadar air 16% K3 = Kadar air 18% K4 = Kadar air 20%
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap kekerasan berondong beras Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
0.4017
6
K1
B
0.4370
6
K2
C
0.4533
6
K3
D
0.4642
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
65
Hasil analisi sidik ragam pengaruh kadar air terhadap kekerasan berondong ketan. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
.109a
3
.036
12.378
.000
Intercept
3.751
1
3.751
1.280E3
.000
Ka
.109
3
.036
12.378
.000
Error
.047
16
.003
Total
3.907
20
.156
19
Corrected Total
a. R Squared = .699 (Adjusted R Squared = .642)
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap kekerasan berondong beras Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
0.3197
6
K1
B
0.3227
6
K2
C
0.3390
6
K3
D
0.3567
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.
66
Lampiran 8. Data rata-rata hasil penilaian organoleptik berondong beras dan berondong ketan
Hasil penilaian organoleptik berondong beras Kadar
Warna
Aroma
Rasa
Kerenyahan
Tekstur/Penampakan
air
Fisik
14%
3.53
3.53
3.33
3.87
3.93
16%
4.20
3.40
3.67
4.00
2.93
18%
3.93
3.47
2.93
2.80
3.40
20%
3.30
3.00
2.87
2.53
2.87
Hasil penilaian organoleptik berondong ketan Kadar
Warna
Aroma
Rasa
Kerenyahan
air
Tekstur/Penampakan Fisik
14%
4.40
3.93
4.20
4.13
4.40
16%
4.33
3.60
3.47
3.00
3.67
18%
3.67
3.13
3.40
2.80
3.07
20%
3.07
3.27
2.73
2.67
2.60
67
Lampiran 9. Pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong dari hasil uji organoleptik. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong beras. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1.002a
3
.334
23.831
.000
162.288
1
162.288
1.158E4
.000
1.002
3
.334
23.831
.000
Error
.112
8
.014
Total
163.402
12
1.114
11
Corrected Model Intercept Ka
Corrected Total
R Squared = .899 (Adjusted R Squared = .862) Keterangan
: Ka = Faktor Kadar Air Bahan K1 = Kadar air 14% K2 = Kadar air 16% K3 = Kadar air 18% K4 = Kadar air 20%
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
3.9900
6
K2
A
3.8667
6
K1
B
3.6200
6
K3
C
3.2333
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
68
Hasil analisis sidik ragam pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong ketan. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2.801a
3
.934
47.230
.000
169.125
1
169.125
8.556E3
.000
2.801
3
.934
47.230
.000
Error
.158
8
.020
Total
172.084
12
2.959
11
Corrected Model Intercept Ka
Corrected Total
R Squared = .947 (Adjusted R Squared = .927)
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong ketan. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
4.3100
6
K1
A
4.0633
6
K2
B
3.6000
6
K3
C
3.0433
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
69
Lampiran 10. Pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan tekstur berondong dari hasil uji organoleptik. Hasil analisis sidik ragam pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan tekstur berondong beras. Source
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
.700a
3
.233
25.719
.000
138.652
1
138.652
1.529E4
.000
Ka
.700
3
.233
25.719
.000
Error
.073
8
.009
Total
139.424
12
.772
11
Corrected Model Intercept
Corrected Total
R Squared = .906 (Adjusted R Squared = .871) Keterangan
: Ka = Faktor Kadar Air Bahan K1 = Kadar air 14% K2 = Kadar air 16% K3 = Kadar air 18% K4 = Kadar air 20%
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan tekstur berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
3.6433
6
K1
AB
3.5100
6
K2
B
3.4433
6
K3
C
3.000
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
70
Hasil analisis sidik ragam pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan tekstur berondong beras. Source
Sum of Squares
Corrected Model
df
Mean Square
F
Sig.
1.752a
3
.584
30.853
.000
152.154
1
152.154
8.036E3
.000
1.752
3
.584
30.853
.000
Error
.151
8
.019
Total
154.058
12
1.904
11
Intercept Ka
Corrected Total
R Squared = .920 (Adjusted R Squared = .891)
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan tekstur berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
4.0867
6
K1
B
3.7567
6
K2
C
3.2667
6
K3
C
3.1333
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
71
Lampiran 11. Pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan aroma berondong dari hasil uji organoleptik. Hasil analisis sidik ragam terhadap tingkat kesukaan aroma berondong beras Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
.988a
3
.329
17.622
.001
122.432
1
122.432
6.550E3
.000
Ka
.988
3
.329
17.622
.001
Error
.150
8
.019
Total
123.570
12
1.138
11
Corrected Model Intercept
Corrected Total
R Squared = .869 (Adjusted R Squared = .819) Keterangan
: Ka = Faktor Kadar Air Bahan K1 = Kadar air 14% K2 = Kadar air 16% K3 = Kadar air 18% K4 = Kadar air 20%
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
3.5533
6
K2
A
3.4000
6
K1
B
3.0300
6
K3
B
2.8133
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
72
Hasil analisis sidik ragam pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan tekstur berondong ketan. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2.132
a
3
.711
49.622
.000
142.761
1
142.761
9.966E3
.000
2.132
3
.711
49.622
.000
Error
.115
8
.014
Total
145.008
12
2.247
11
Corrected Model Intercept Ka
Corrected Total
R Squared = .949 (Adjusted R Squared = .930)
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
4.0867
6
K1
B
3.4667
6
K2
B
3.3333
6
K3
C
2.9100
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
73
Lampiran 12. Pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan kerenyahan berondong dari hasil uji organoleptik. Hasil analisis sidik ragam terhadap tingkat kesukaan kerenyahan berondong beras. Source
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
3.164a
3
1.055
25.391
.000
142.279
1
142.279
3.425E3
.000
3.164
3
1.055
25.391
.000
Error
.332
8
.042
Total
145.775
12
3.497
11
Corrected Model Intercept Ka
Corrected Total
R Squared = .905 (Adjusted R Squared = .869) Keterangan
: Ka = Faktor Kadar Air Bahan K1 = Kadar air 14% K2 = Kadar air 16% K3 = Kadar air 18% K4 = Kadar air 20%
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan kerenyahan berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
4.000
6
K1
A
3.8900
6
K2
B
3.0867
6
K3
B
2.7867
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
74
Hasil analisis sidik ragam terhadap tingkat kesukaan kerenyahan berondong ketan. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3.610
a
3
1.203
37.748
.000
126.231
1
126.231
3.960E3
.000
3.610
3
1.203
37.748
.000
Error
.255
8
.032
Total
130.095
12
3.865
11
Corrected Model Intercept Ka
Corrected Total
a. R Squared = .934 (Adjusted R Squared = .909)
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan warna berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
4.1300
6
K1
B
3.2233
6
K2
BC
2.9533
6
K3
C
2.6667
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
75
Lampiran 13. Pengaruh kadar air terhadap tingkat kesukaan rasa berondong dari hasil uji organoleptik. Hasil analisis sidik ragam terhadap tingkat kesukaan rasa berondong beras. Source
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
1.341a
3
.447
10.408
.004
134.871
1
134.871
3.140E3
.000
1.341
3
.447
10.408
.004
Error
.344
8
.043
Total
136.556
12
1.685
11
Corrected Model Intercept Ka
Corrected Total
a. R Squared = .796 (Adjusted R Squared = .720) Keterangan
: Ka = Faktor Kadar Air Bahan K1 = Kadar air 14% K2 = Kadar air 16% K3 = Kadar air 18% K4 = Kadar air 20%
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan rasa berondong beras. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
3.8667
6
K1
B
3.3533
6
K2
BC
3.2533
6
K3
C
2.9367
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
76
Hasil analisis sidik ragam terhadap tingkat kesukaan rasa berondong beras. Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3.208
a
3
1.069
26.619
.000
146.510
1
146.510
3.647E3
.000
3.208
3
1.069
26.619
.000
Error
.321
8
.040
Total
150.040
12
3.530
11
Corrected Model Intercept ka
Corrected Total
a. R Squared = .909 (Adjusted R Squared = .875)
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan kadar air terhadap tingkat kesukaan rasa berondong ketan. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
4.2200
6
K1
B
3.7133
6
K2
C
3.1767
6
K3
C
2.8667
6
K4
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
77
Lampiran 14. Hasil analisi sidik ragam dan uji Duncan pengaruh amplitudo dan lama penggetaran terhadap jumlah berondong ketan butiran hasil pengayakan dengan menggunakan vibrating mesh.
Source
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
5939.422a
8
742.428
1.545E3
.000
Intercept
31805.783
1
31805.783
6.619E4
.000
A
5444.157
2
2722.078
5.665E3
.000
T
471.788
2
235.894
490.900
.000
A*T
23.478
4
5.869
12.214
.05
Error
4.325
9
.481
Total
37749.530
18
5943.747
17
Corrected Total
R Squared = .899 (Adjusted R Squared = .899) Keterangan
: A = Faktor amplitudo A1 = Amplitudo 80μm A2 = Amplitudo 90μm A3 = Amplitudo 100μm T = Faktor lama penggetaran T1 = Lama penggetaran 5 menit T2 = Lama penggetaran 10 menit T3 = Lama penggetaran 15 menit
78
Hasil uji lanjut Duncan perlakuan amplitudo terhadap jumlah berondong ketan butiran hasil pengayakan dengan menggunakan vibrating mesh. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
62.957
6
A2
B
44.567
6
A3
C
19.573
6
A1
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%. Hasil uji lanjut Duncan perlakuan lama penggetaran terhadap jumlah berondong ketan butiran hasil pengayakan dengan menggunakan vibrating mesh. Duncan Grouping
Mean
N
F2
A
48.516
6
T3
B
41.590
6
T2
C
36.00
6
T1
Keterangan
: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata pada DMRT 5%.
79
Lampiran 15. Gambar Teknik PuffingGun dan Bagian-bagiannya
80
Lampiran 16. Gambar Teknik Gun Puffing Tampak Depan
81
Lampiran 17. Gambar Teknik Puffing Gun Tampak Samping
82
Lampiran 18. Gambar Teknik Puffing Gun Tampak Atas
83
Lampiran 19. Gambar Teknik Puffing Gun Tampak Depan
84
Lampiran 20. Gambar Teknik Vibrating Mesh dan Bagian-bagiannya
85
Lampiran 21. Gambar Teknik Vibrating Mesh Tampak Depan
86
Lampiran 22. Gambar Teknik Vibrating Mesh Tampak Samping
87
Lampiran 23. Gambar Teknik Vibrating Mesh Tampak Atas
88
Lampiran 24. Gambar Teknik Vibrating Mesh
89