Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
APLIKASI SUPPLY CHAIN MANAGEMENT DI PT ISM BOGASARI PABRIK SURABAYA (STUDI KASUS : OPTIMASI PADA MATA RANTAI PRODUCT WAREHOUSE) Andi Widianto PT Indofood Sukses Makmur Flour Division, Bogasari Flourmills Pabrik Surabaya Email:
[email protected]
ABSTRAK PT ISM Bogasari Pabrik Surabaya memproduksi tepung dengan system make to stock dan make to order. Kapasitas giling gandum yang dimiliki adalah 5900 mton/day. Rantai supply chain diawali dari wheat unloading – wheat storage – flour milling – flour storage – flour blending & packaging – product warehousing – product loading. Product warehousing sebagai salah satu bagian dari rantai supply chain memiliki fasilitas warehouse dengan kapasitas lebih dari 800.000 product. Warehouse ini terbagi atas lima area yang masing–masing terdiri atas blok penyimpanan produk. Pengamatan menunjukkan adanya peluang untuk meningkatkan efektivitas & efisiensi pada mata rantai product warehousing. Inovasi dilakukan dengan merekayasa ulang proses yang terjadi dalam mata rantai tersebut, meliputi re-desain warehouse lay out, re-sequence product movement (put away dan picking product), serta komputerisasi warehousing process. Inovasi yang dilakukan pada product warehousing ini juga memberikan dampak positif pada mata rantai yang lain, yaitu flour blending & packaging yang diindikasikan dengan peningkatan kecepatan proses packaging serta pada mata rantai product loading yang diindikasikan dengan peningkatan kecepatan proses loading product dan peningkatan FIFO product. Kata kunci : inovasi, product warehouse, supply chain
PENDAHULUAN Era kompetisi menuntut kemampuan produsen untuk selalu menciptakan kreatifitas dan inovasi yang berkelanjutan dalam menghasilkan produk maupun jasa yang lebih berkualitas. Kedua konsep tersebut diterapkan oleh banyak perusahaan pada setiap mata rantai bisinis perusahaan, mencakup marketing, manufacturing, finance maupun HR. Makalah ini membahas mengenai isu kreativitas dan inovasi yang dilakukan pada bagian manufacturing, terutama pada mata rantai product warehousing. Improvement yang dilakukan adalah mencakup re-desain warehouse lay out, resequence product movement (put away dan picking product), serta komputerisasi warehousing process. Dengan melakukan ketiga inovasi tersebut, system product warehousing dapat lebih efisien serta mampu menunjang mata rantai proses yang lain.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
MANAJEMEN PERSEDIAAN Konsep Dasar Manajemen Persediaan 1. Konsep Dasar 1,2) Manajemen persediaan adalah kegiatan untuk menjamin tersedianya produk yang dibutuhkan customer, meminimasi jumlah persediaan produk yang berlebihan, serta menjaga kondisi persediaan produk yang disimpan di dalam gudang. Fungsi manajemen persediaan berkaitan erat dengan fungsi marketing (sebagai penentu demand forecasting) dan fungsi PPIC (sebagai penentu perencanaan produksi optimal). 2. Kinerja Manajemen Persediaan 1) Untuk mengetahui pencapaian kinerja Manajemen Persediaan diperlukan ukuran tertentu yang ditunjukkan oleh suatu indikator kinerja. Secara umum pengukuran dilakukan pada dua aspek, yaitu efektivitas (utama) dan efisiensi (nilai tambah). Efektivitas ditunjukkan dari kemampuan untuk memenuhi permintaan customer. Sedangkan efisiensi ditunjukkan oleh faktor – faktor nilai tambah yang dipilih oleh pihak manajemen, seperti : Rasio FIFO, mengukur kemampuan untuk menerapkan sistem FIFO sesuai dengan pertimbangan karakteristik customer tertentu. Rasio Loading Time, mengukur kemampuan untuk memperpendek waktu pelayanan. Rasio Biaya Gudang, mengukur efisiensi biaya pengoperasian gudang. Rasio Perputaran Persediaan (TOR), mengukur kecepatan perputaran persediaan. Rasio Persediaan dan Pendapatan, mengukur perbandingan antara nilai persediaan dengan nilai pendapatan perusahaan. Rasio Utilitas Gudang, Rasio Persediaan Surplus, Rasio Persediaan Mati, dll. Warehouse Receiving and Picking System 1. Receiving Finished Products Pada penerimaan produk perlu dilakukan inspeksi untuk memastikan kesesuaian produk yang diterima gudang dengan rencana produksi.2) Kesesuaian ini mencakup jenis, jumlah, dan kualitas produk. Tahap ini merupakan awal (input) dari sistem pergudangan secara keseluruhan. Ada dua macam kebijakan inspeksi, yaitu screening (secara keseluruhan satu per satu) dan lot by lot (dengan menggunakan sampling). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam inspeksi adalah jumlah barang yang diterima, ukuran sampel, dan angka cacat yang dipilih (biasanya maks. 2,5%). 2. Stacking Perhatian utama dalam pelaksanaan stacking adalah faktor safety, yaitu dengan memperhatikan kekuatan lantai gudang dalam menerima beban serta kerataan permukaan lantai. Terdapat beberapa cara dalam proses stacking barang, yaitu susunan kolom, balok persegi, piramid, bertingkat, segitiga, miring, dan spiral.2) Proses ini harus direncanakan dengan cermat untuk mengoptimalkan distribusi barang dalam gudang, komposisi gudang, dan efeknya akan mempengaruhi proses berikutnya, yaitu picking. 3. Picking Finished Products2) Terdapat beberapa cara pengeluaran produk dari gudang. Cara paling populer adalah dengan menggunakan sistem FIFO (First in Firs Out) yang
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
bertujuan untuk menjaga agar barang – barang yang disimpan tidak kadaluarsa/rusak karena disimpan terlalu lama. Cara lain adalah sistem LIFO dan campuran. Adapun kebijakan pemilihan sistem pengeluaran ini juga harus mempertimbangkan kesediaan pihak customer. 4. Stock Counting2) Bertujuan untuk mengecek apakah jumlah barang yang ada dalam gudang sesuai dengan catatan jumlah barang. Intensitas pelaksanaan stock counting dipengaruhi oleh tipe barang (fast moving/premium ataukah slow moving) dan biaya stock counting. Inventory Planning 1. Demand Forecasting 1) Merupakan kegiatan memproyeksikan permintaan di masa depan berdasarkan permintaan yang terjadi di masa lampau. Terdapat empat pola permintaan yaitu trend, variasi musiman, variasi siklis, dan gerakan tidak teratur. Sedangkan teknik forecasting itu sendiri ada puluhan jenis. Salah satu bagian yang tidak dapat dihindari dari aktivitas forecasting adalah tingkat error. Faktor ini dalam fungsi forecasting dapat diantisipasi dengan mengadakan persediaan pengaman, buffer stock, atau memperpendek lead time produksi. Berkaitan dengan inventory, semakin tinggi error forecast akan memberikan konsekuensi pada semakin tingginya jumlah persediaan pengaman dan buffer stock. Sedangkan upaya memperpendek lead time produksi cenderung lebih sulit untuk dilakukan. Sehingga alternatif buffer stock lebih sering dipilih sebagai solusi. 2. Aplikasi Metode ABC 2,3) Metode ABC digunakan untuk menentukan kebijakan persediaan melalui klasifikasi produk dalam gudang berdasarkan volume penjualan. Produk kelas A (premium) merupakan sediaan vital karena memiliki volume penjualan 80%, produk kelas B merupakan sediaan sedang dengan volume penjualan 15%, sedangkan produk kelas C adalah sediaan kurang vital dengan volume penjualan 5%. Pengklasifikasian ini harus diperbaharui secara periodik karena akan digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan jumlah safety stock, intensitas stock counting, alokasi produksi, dan forecasting produk. 3. Safety Stock2) Bertujuan untuk menjamin ketersediaan barang yang diminta customer. Faktor ini sangat penting terutama bila perusahaan tidak dapat menentukan secara akurat demand customer dan lead time produksi. Secara umum jumlah safety stock ini ditentukan dengan cara mengambil harga akar dari laju pemakaian selama waktu tenggang dan mengalikannya dengan angka indeks pengaman. 4. Filosofi JIT Filosofi JIT adalah meminimasi biaya persediaan, yang secara ekstrem dapat dilakukan dengan cara ‘meniadakan’ persediaan. Untuk beberapa perusahaan yang sulit untuk meniadakan persediaan, filosofi JIT dipakai untuk memacu semangat pekerja untuk secara terus menerus meminimasi biaya persediaan. Faktor ini dapat diukur dengan menggunakan Rasio Persediaan dan Pendapatan.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Sistem Antrian Sistem antrian mengatur tentang jalur tunggu yang biasa terjadi ketika fasilitas layanan tidak dapat memenuhi permintaan customer dalam waktu yang bersamaan. Karakteristik khas dari sistem ini adalah sifat probabilistik yang timbul karena tidak ada yang dapat memprediksikan waktu kedatangan customer, waktu mulai layanan, dan durasi layanan secara tepat persis. Sistem antrian biasa menggunakan model matematis untuk mendeskripsikan dan membuat keputusan yang berhubungan dengan antrian pada berbagai kondisi. Sistem ini digunakan untuk membantu dalam merancang fasilitas pelayanan yang optimal.4) Penggunaan Komputer dalam Manajemen Persediaan Pergudangan adalah salah satu bidang di mana potensi perbaikan produktivitas melalui automasi komputer sangat besar . Pengalaman menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari proses automasi pergudangan akan semakin maksimal apabila volume gudang yang diotomasi lebih besar.3) Secara singkat, pendekatan automasi mencakup desain konsep, desain terinci, dan program kemudahan mekanis. Tahap konsepsi mengidentifikasi adanya kebutuhan akan sistem terintegrasi. Dalam tahap terinci dilakukan penelaahan pelaksanaan operasional sehari – hari secara mendalam serta pemilihan fasilitas (program/software) yang akan dikembangkan. Sedangkan tahap akhir menguraikan secara rinci mengenai cara kerja pengendalian dan sasaran operasi sehari – hari dan jangka panjang. 5) METODA MANAJEMEN PERSEDIAAN Gambaran Singkat Manajemen Persediaan PT. ISM Bogasari memiliki area penyimpanan produk jadi berkapasitas 800.000 produk untuk menunjang aktivitas product warehousing. Aktivitas warehousing merupakan mata rantai yang terletak antara flour blending & packaging process dan product loading yang langsung berkaitan dengan truck loading produk milik customer. Adanya peningkatan jumlah merk produk tepung sebagai respon perusahaan atas ketatnya kompetisi pasar tepung serta tuntutan kustomer akan pelayanan multivarian dalam satu kali proses loading merupakan factor eksternal yang menuntut adanya inovasi pada sistem warehousing. Sedangkan factor internal yang mendorong adalah adanya tuntutan untuk efisiensi product handling di warehouse, adanya reduksi kapasitas gudang untuk project yang lainnya, serta peningkatan produktivitas pada mata rantai sebelumnya, yaitu flour blending & packaging process. Proses inovasi harus segera dilakukan pada mata rantai warehouse untuk menyikapi factor internal dan eksternal serta antisipasi tuntutan customer di masa mendatang. Disamping itu inovasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pada product warehousing terutama dalam product handling. Penentuan Product Category Sebelum proses improvement ini dilaksanakan, perusahaan telah memiliki product category yang dibuat sesuai dengan konsep ABC berdasakan jumlah delivery ke konsumen. Adanya peningkatan jumlah merk produk menuntut adanya perubahan product category. Namun pada dasarnya masih menggunakan konsep ABC, dan konsep ini juga dipakai sebagai dasar improvement berikutnya.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Berikut ini adalah penentuan product category berdasarkan konsep ABC dengan menggunakan criteria jumlah delivery : Tabel 1. Product Category Kelas Produk
A
B
C
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Product KK SR LK GB SM SH SB SC CK RB BS KR BM EL KE AK Total
Jumlah % 29.46 21.61 17.68 15.71 4.91 1.96 1.47 1.47 1.23 0.98 0.98 0.98 0.74 0.49 0.22 0.10 100%
Akumulasi (%)
84.46
9.89
0.81 100%
Re-sizing warehouse block Re-sizing blok dilakukan untuk menemukan angka kapasitas optimal tiap–tiap blok. Definisi dari optimal adalah angka kapasitas yang tidak akan menyebabkan partial blok sehingga menjamin utilisasi blok tetap tinggi. Sebelumnya setiap gudang memiliki ukuran blok yang hanya didasarkan pada factor fisik gudang saja (dimensi dan bentuk), belum menggunakan factor produksi atau delivery sebagai acuan standarisasi. Akibatnya menyebabkan utilitas blok rendah, proses product handling menjadi tinggi, serta gangguan pada system FIFO produk. Hal ini diakibatkan karena setiap blok gudang harus menyimpan produk yang homogen (merk, tanggal produksi, shift produksi harus sama). Proses re-sizing warehouse blok ini dilakukan dengan cara membandingkan angka produksi dan delivery selama Maret – Oktober 2004. Berdasarkan perbandingan kedua angka tersebut, kemudian dicari angka kelipatan faktorisasinya. Terdapat 4 ukuran kapasitas blok : 30, 40, 50, dan 70 (satuan pallet) dan diperoleh ukuran blok optimal terletak pada angka 70. Setelah disesuaikan dengan factor dimensi dan bentuk gudang, maka ditetapkan re-sizing blok pada ukuran 30 sampai dengan 102. Ukuran ini lebih kecil dibandingkan dengan rata–rata sebelumnya yaitu 120 dengan kisaran 20 sampai dengan 180. Dalam proses resizing ini juga dilakukan reduksi dari 5 buah area gudang menjadi 3 buah area gudang saja. Tabel 2. Resizing Blok Gudang
1
Blok Sizing (Pallet)
Total (Block)
Total (Pallet)
34 38 78 90 94 98 102
4 16 2 1 15 2 16
136 608 156 90 1410 196 1632
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-5
Total
4228
Kapasitas
211400
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Tabel 2. Resizing Blok (lanjutan) Gudang
Blok Sizing (Pallet)
Total (Block)
Total (Pallet)
34 38 58 62 94 102 38 46 62 86
5 16 1 25 39 8 2 1 19 20
170 608 58 1550 3666 816 76 46 1178 1720
2
3
Total
Total
Kapasitas
6868
343400
3020 14116
151000 705800
Penentuan Warehouse Product Class Composition Warehouse product class composition bertujuan untuk menentukan penempatan tiga kelas produk pada gudang 1, 2, dan 3. Sebelumnya setiap gudang tidak memiliki komposisi ini. Seluruh hasil produksi berupa tiga macam merk produk didistrubusikan secara merata pada seluruh gudang. Karena hal ini sering mengakibatkan product handling yang tinggi, pelayanan loading product dan put away product yang lama, serta maka diputuskan untuk menghitung warehouse product untuk optimasi put away product. Berikut adalah hasil perhitungan : Jumlah truk berdasarkan jenis pengambilan Tabel 3. Kombinasi pengambilan produk
100
2000
1700
50 1000
Count
Jumlah Prosentase 1700 72,09% 396 16,79% 17 0,72% 227 9,63% 9 0,38% 2 0,08% 7 0,30% 2358 truk = 2358 /17 = 138,7 truk/day
Percent
Kelas Produk A B C AB AC BC ABC Total 17 hari Average/day
3000
396 227
0 A
B
AB
0 C
AC
ABC
BC
Gambar 1. Pareto pengambilan produk
Selain data di atas, juga dipertimbangkan data historis produksi pada periode yang sama. Berdasarkan kedua data tersebut diputuskan bahwa di gudang 1 akan diisi produk kelas A, B, dan C sedangkan di gudang 2 dan gudang 3 masing – masing hanya akan diisi produk kelas A dan B. Pada tahap ini juga ditentukan dedicated blok untuk masing – masing kelas produk sebagai berikut : Tabel 4. Dedicated Blok Gudang 1 2 3 Total
Produk A 36 blok 63 blok 33 blok 132 blok
Produk B 16 blok 31 blok 9 blok 56 blok
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-6
Produk C 4 blok
4 blok
Total 56 blok 94 blok 42 blok
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Sequencing warehouse block Sequencing warehouse blok dilakukan untuk menentukan urutan pengisian produk pada blok gudang saat put away process. Sedangkan untuk aktivitas Delivery FIFO juga terdapat dua aturan yang digunakan sebagai dasar penentuan prioritas loading, yaitu : 1. Produk dengan umur tertua, karena yang ingin diperbaiki adalah sistem FIFO. 2. Produk yang terletak pada blok dengan jumlah produk paling sedikit. Apabila suatu produk memiliki umur yang sama, maka prioritas diberikan pada produk yang terletak di blok dengan jumlah produk paling kecil. Adapun contoh dari sequencing warehouse block adalah sebagai berikut : Tabel 5. Sequencing Blok Gudang Produk A 1 A35 – A34 – A33 – A32 – A31 – A30 – ….. dst 2 B21 – B20 – B19 – B18 – B17 – B16 – ….. dst 3 C40 – C39 – C38 – C37 – C36 – C35 – …..dst
Produk B Produk C A41 – A42 – A40 – A39 A20 – A21 – A13 – A12 – A16 – A15 – ……. dst B26 – B25 – B24 – B23 – B22 – B67 – ……. dst C27 – C26 – C25 – C24 – C23 – C22 – ……..dst
Penentuan Skenario Minimum dan Maksimum Warehouse Setelah melakukan sequencing warehouse, kemudian ditentukan skenario manimum dan maksimum warehouse sebagai indicator utilisasi warehouse. Untuk menentukan skenario ini maka digunakan data histories penyimpanan produk di gudang serta disesuaikan dengan proses inovasi yang telah dilakukan di gudang. HASIL Proses optimasi warehouse ini dapat memberikan manfaat baik pada system di warehouse sendiri yang lebih efisien, maupun manfaat pada mata rantai sebelum dan sesudah. Adapun beberapa manfaat yang diperoleh yaitu : 1. Meningkatkan utilisasi block gudang 2. Meningkatkan indeks FIFO gudang 3. Menurunkan cost product handling di gudang 4. Menurunkan jam layanan customer (artinya pelayanan semakin cepat) Meskipun secara kapasitas mengalami penurunan, namun proses dapat di-manage dengan lebih baik setelah dilakukan rekayasa ulang pada proses serta inovasi pada product warehouse. DAFTAR PUSTAKA 1). Indrajid, Eko dan Djokopranoto. Manajemen Persediaan. Jakarta : PT Grasindo. 2003. 2). Tim Manajemen PPM. Manajemen Pergudangan. Jakarta : Penerbit PPM. 2004. 3). Taff, Charles. Manajemen Transportasi dan Distribusi Fisis. Jakarta : Penerbit Erlangga. 1994.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
4). Turner, Wayne. Pengantar Teknik dan Sistem Industri. New Jersey : Prentice–Hall. 2000. 5). McLeod, Raymond. Sistem Informasi Manajemen. New Jersey : Prentice–Hall.1998.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-34-10