Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
APLIKASI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK PENENTUAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENGGUNAKAN FAHP DAN ELECTRE II Andharini Dwi Cahyani Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik – Universitas Trunojoyo Jl Raya Telang – Kamal, Bangkalan Email:
[email protected] ABSTRAK Aspek penting dalam perencanaan ekonomi wilayah dalam pembangunan daerah adalah penentuan produk unggulan untuk merangsang pertumbuhan sektor lain. Dalam perencanaan tersebut harus memperhatikan kriteria apa saja yang digunakan untuk menentukan produk unggulan daerah. Dalam penelitian ini digunakan 5 kriteria penentuan produk unggulan yang berasal dari studi literatur dan wawancara di instansi terkait. Untuk membantu penentuan penetapan produk unggulan daerah ini, maka dibutuhkan sebuah sistem pendukung keputusan untuk mencari alternatif terbaik berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Untuk membantu menentukan bobot tiap kriteria, maka kami menggunakan metode FAHP (Fuzzy Analytical Hierarchy Process). Setelah didapatkan bobot tiap kriteria, maka dilakukan perhitungan perankingan tiap produk unggulan dengan metode ELECTRE II. Dari hasil uji coba dapat diketahui bahwa metode yang digunakan mampu memberikan output dengan tingkat kesesuaian mencapai 80% terhadap pemilihan produk unggulan daerah secara manual. Dengan demikian metode ini sesuai dan dapat digunakan dalam membantu penentuan produk unggulan daerah. Kata kunci: FAHP, ELECTRE II, produk unggulan daerah
PENDAHULUAN Untuk mengembangkan ekonomi wilayah, diperlukan perencanaan yang baik dan tepat baik dari instansi Pemerintah Daerah maupun pihak terkait. Pertumbuhan sektor ekonomi wilayah yang sehat tidak bisa didorong dari satu sektor, tetapi juga dari sektor lain. Industri adalah salah satu sektor ekonomi penting yang perlu perhatian lebih dari pemerintah daerah. Industri diharapkan menciptakan produk-produk yang mampu bersaing di pasar nasional maupun tingkat internasional. Djamaris (2007) menyatakan bahwa untuk menunjang pembangunan industri jangka menengah diarahkan pada pengembangan dan penumbuhan kluster-kluster industri. Saat ini, terdapat 10 kelompok industri, yaitu: (i) industri makanan dan minuman, (ii) industri pengolahan hasil laut, (iii) industri tekstil dan produk tekstil, (iv) industri alas kaki, (v) industri kelapa sawit, (vi) industri barang kayu (termasuk rotan), (vii) industri karet dan barang karet, (viii) industri pulp dan kertas, (ix) industri mesin listrik dan peralatannya, (x) serta industri petrokimia. Dalam kebijakan pembangunan industri, pengembangan kluster industri inti tersebut dilakukan secara komprehensif dan integratif, dengan pengembangan industri terkait (related industries), industri penunjang (supporting industries) dan bersinergi dan terintegrasi dengan pembangunan sektor lain seperti pertanian dan jasa.
ISBN : 978-602-97491-9-9 C-12-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Purwanti (2005) dalam makalahnya menyatakan bahwa salah satu strategi untuk mengembangkan ekonomi wilayah adalah dengan Endogenous Development. Strategi tersebut merupakan strategi pembangunan untuk mengokohkan ekonomi berbasis karakteristik wilayah yang dipadukan dengan pembangunan sumber daya lokal, dengan menumbuhkan potensi pembangunan daerah. Salah satunya adalah memunculkan sektor unggulan / produk unggulan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Menurut Soekartawi (2000), produk unggulan mempunyai ciri sebagai berikut: 1. Berciri khas daerah. 2. Tingkat kebutuhan lokal besar 3. Kebutuhan bahan baku yang tersedia di lokal banyak, stabil, dan berkelanjutan 4. Mempunyai nilai tambah yang tinggi 5. Mempunyai keunggulan kompetitif 6. Target pemasaran yang luas (nasional dan internasional) 7. Ramah lingkungan 8. Sesuai dengan karakteristik lahan daerah Dalam makalah ini diajukan metode untuk rekomendasi produk unggulan daerah. Adapun kriteria yang digunakan mengacu pada pertimbangan instansi terkait di Disperindag Bangkalan, yaitu: tenaga kerja, omset, target pasar, jumlah bahan baku dan asal bahan baku. Sedangkan metode yang digunakan untuk pemilihan produk unggulan adalah teknik MCDM (Multi Criteria Decision Making), berupa FAHP - ELECTRE II. METODE PENELITIAN Sehubungan dengan adanya target peningkatan ekonomi daerah, maka instansi terkait dan pemda kabupaten Bangkalan memerlukan suatu aplikasi Sistem Pendukung Keputusan untuk merekomendasikan produk unggulan daerah. Adapun kriteria yang digunakan untuk pemilihan produk unggulan daerah pada penelitian ini adalah: 1. Tenaga kerja (C1) 2. Omset (C2) 3. Target pasar (C3) 4. Jumlah bahan baku (C4) 5. Asal bahan baku (C5) Dalam penelitian ini terdapat 2 fase, yaitu fase pembobotan kriteria dengan menggunakan FAHP (Fuzzy Analytical Hierarchy Process), dan fase perangkingan tiap alternatif menggunakan ELECTRE II (Elimination and Choice Expressing Reality). Berikut ini langkah – langkah yang dilakukan dalam tiap fase. Fase pembobotan: FAHP Pada fase ini dilakukan perhitungan bobot untuk tiap kriteria. Berdasarkan wawancara, masih belum ditentukan kriteria mana yang memiliki prioritas tertinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa terhadap tiap kriteria untuk mengetahui bobotnya. Metode FAHP sangat sesuai untuk diterapkan dalam kasus ini karena bobot kriteria diperoleh dari perbandingan berpasangan tiap kriteria. Dengan adanya perbandingan berpasangan, maka mempermudah pengambil keputusan dalam menganalisa tingkat kepentingan kriteria secara menyeluruh (van Laarhoven, 1983).
ISBN : 978-602-97491-9-9 C-12-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Langkah – langkah perhitungan metode FAHP (Chang, 1996) adalah sebagai berikut: 1. Menyusun matriks perbandingan berpasangan diantara semua elemen/kriteria dalam dimensi sistem hirarki berdasarkan penilaian dengan variabel linguistic. ⎡ ⎢ ⎢ = ⎢ ⎢ . ⎢ ⎣
1 21 31 41 ⋮ 1
Dimana :
2.
12 1 32 42 ⋱ 2
13 23 1 43 ⋮ 3
14 24 34 1 ⋮ 4
… … … … … 1 …
1 2 3 4 ⋱ 1
j
: jumlah kriteria
C1...C j
: kriteria ke 1 - j
a
: nilai kriteria untuk tiap alternatif
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦
(1)
Mengubah data kuisioner yang berupa bilangan crisps dalam bentuk bilangan fuzzy. Berikut ini konversi bilangan fuzzy yang digunakan (Chang, 1996): Tabel 1. Konversi bilangan crisps ke bilangan fuzzy
Skala linguistik
Nilai kepentingan pada AHP
Sama penting Sedikit lebih penting Lebih penting Sangat penting Paling penting
1 3 5 7 9
Skala TFN (1,1,1) (1,3,5) (3,5,7) (5,7,9) (7,9,11)
Skala TFN Inverse (1,1,1) (1/5,1/3,1) (1/7,1/5,1/3) (1/9,1/7,1/5) (1/11,1/9,1/7)
3. Nilai sintesis fuzzy extend dari tiap objek ke i didefinisikan sebagai : = ∑ dimana
⨂∑
∑
(2)
=
dan
dimana:
, = =
, ,
∑
1
M i j : nilai fuzzy extend dari objek ke-i dan kriteria ke-j lj
: nilai lower (skala TFN) pada kriteria ke-j
mj
: nilai medium (skala TFN) pada kriteria ke-j
uj
: nilai upper (skala TFN) pada kriteria ke-j
ISBN : 978-602-97491-9-9 C-12-3
, ,
,
∑
1
,
∑
1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
4. Karena =( , possibility dari ≥ 1 = 0
≥
(
=ℎ
(
) (
)
ℎ
,
) dan = ( , , ) adalah 2 bilangan TFN, maka derajat didefinisikan sebagai persamaan (3):
∩
=
( )
≥ ≥
(3)
≥
)
≥
Untuk membandingkan nilai M1 dan M2 dibutuhkan nilai
≥
4. Degree possibility sebuah bilangan convex fuzzy adalah lebih besar dari bilangan k convex fuzzy Mi (i=1,2,...,k) didefinisikan sebagai persamaan (4) (
≥ , ,…, = min [ ≥
dimana
)= [ ]
= 1,2, … ,
]
≥
[
≥
]
…
[
≥
] (4)
5. Dengan asumsi bahwa d(Xi) = min V(Mi ≥ Mk) untuk k = 1,2,...,n ; k ≠ i. Maka vektor bobot dapat dinyatakan sebagai persamaan (5): ′ = ( ′(
), ′(
), … , ′(
))
(5)
6. Setelah diperoleh ′ maka selanjutnya dilakukan normalisasi untuk mendapatkan nilai sesuai persamaan (6). =( (
), (
), … , (
))
(6)
dimana W adalah bilangan crisp yang menunjukkan bobot prioritas kriteria yang digunakan dalam penelitian. Fase perankingan: ELECTRE II ELECTRE (Elimination and Choice Expressing Reality) memiliki konsep compensatory, yang berarti nilai yang jelek dimana diberikan pada kriteria dan tidak dapat digantikan dengan nilai yang bagus pada kriteria lainnya (Shofade, 2011). Adapun langkah – langkah pada metode ELECTRE II adalah sebagai berikut: 1. Membentuk perbandingan perpasangan setiap alternatif dan setiap kriteria (xij). Nilai ini harus dinormalisasikan kedalam suatu skala yang dapat diperbandingkan (rij) sebagaimana persamaan (7). = (7) ∑
dimana menunjukkan nilai normalisasi dari alternatif Sehingga diperoleh matriks R hasil normalisasi … … = … … … … …
ISBN : 978-602-97491-9-9 C-12-4
dengan kriteria
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
2. Menghitung matriks normalisasi terbobot. Matrik R hasil normalisasi dikalikan dengan bobot-bobot (wj) yang telah diperoleh dari metode FAHP. Sehingga, weighted normalized matrix adalah matriks V seperti pada persamaan (8): … … … … = = = (8) … … … … … … … … … … 3. Menentukan concordance dan discordance set. Untuk setiap pasang dari alternatif k dan l ( k,l = 1,2,3,…,m dan k ≠ l ) kumpulan kriteria j dibagi menjadi dua subsets, yaitu concordance dan discordance. Sebuah kriteria dalam suatu alternatif termasuk concordance (Ckl) apabila memenuhi persamaan (9). Sebaliknya, komplementer dari subset ini disebut discordance (Dkl). = , = ,
≥ <
, ,
= 1,2,3, … , = 1,2,3, … ,
(9)
4. Menghitung matriks concordance dan discordance. a. Concordance Untuk menentukan nilai dari elemen elemen pada matriks concordance adalah dengan menjumlahkan bobot –bobot yang termasuk dalam subset concordance, secara matematisnya adalah pada Persamaan (10). =
(10)
Sehingga matrik concordance yang dihasilkan adalah : =
−
…
− …
…
… −
b. Discordance Untuk menentukan nilai dari elemen - elemen pada matriks discordance adalah dengan membagi maksimum selisih nilai kriteria yang termasuk dalam subset discordance dengan maksimum selisih nilai seluruh kriteria yang ada, secara matematisnya adalah : ={
(
)} ;
−
Sehingga diperoleh matrik discordance : =
−
…
− …
…
,
(11)
… −
5. Menentukan matrik dominan concordance dan discordance. a. Concordance Matrik dominan concordance dapat dibangun dengan bantuan nilai threshold, yaitu dengan membandingkan setiap nilai elemen matriks concordance dengan nilai threshold. Untuk mencari nilai threshold, menggunakan ≥ (12) dengan nilai threshold ( c ), adalah : =
∑
∑ ∗ ( − 1)
dan nilai setiap elemen matriks F sebagai matriks dominan concordance ditentukan sebagai berikut: = 1,
≥
ISBN : 978-602-97491-9-9 C-12-5
= 0,
<
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
b. Discordance Untuk membangun matriks dominan discordance juga menggunakan bantuan nilai threshold, yaitu : =
∑
∑
∗(
(13)
)
dan nilai setiap elemen untuk matriks G sebagai matriks dominan discordance ditentukan sebagai berikut : = 0,
≥
= 1,
<
6. Menentukan aggregate dominance matrix. Langkah selanjutnya adalah menentukan aggregate dominance matrix sebagai matriks E, yang setiap elemennya merupakan perkalian antara elemen matriks F dengan elemen matriks G, sebagai berikut : = × (14) 7. Eliminasi alternatif yang less favourable. Matriks E memberikan urutan pilihan dari setiap alternatif, yaitu bila ekl = 1 maka alternatif Ak merupakan pilihan yang lebih baik daripada Al. Sehingga baris dalam matriks E yang memiliki jumlah ekl = 1 paling sedikit dapat dieliminasi. Dengan demikian alternatif terbaik adalah yang mendominasi alternatif lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan wawancara terhadap beberapa stakeholder. Sebelum nilai dari beberapa stakeholder tersebut dihitung menggunakan rata – rata geometris sesuai persamaan (Buckley, 1985). Matriks hasil agregasi fuzzy yang diperoleh dari perhitungan tersebut seperti pada tabel 2. Tabel 2. Matriks hasil rata – rata geometris beberapa stakeholder Kriteria C1 C2 C3 C5 C6
C1 (1.00,1.00,1.00) (1.29,1.58,1.90) (0.84,1.11,1.45) (0.79,1.06,1.42) (0.89,1.04,1.21)
C2 (0.53,0.64,0.78) (1.00,1.00,1.00) (0.85,1.10,1.42) (0.52,0.66,0.86) (0.75,0.86,0.99)
C3 (0.69,0.91,1.20) (0.70,0.91,1.18) (1.00,1.00,1.00) (0.79,0.91,1.05) (0.76,0.91,1.07)
C4 (0.70,0.94,1.26) (1.16,1.51,1.94) (0.95,1.10,1.27) (1.00,1.00,1.00) (1.14,1.37,1.63)
C5 (0.83,0.96,1.13) (1.02,1.17,1.34) (0.93,1.10,1.31) (0.61,0.73,0.88) (1.00,1.00,1.00)
Dari input pada Tabel 2, dilakukan perhitungan sesuai persamaan (2)-(6) untuk memperoleh bobot tiap kriteria. Adapun bobot tiap kriteria yang diperoleh dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tenaga kerja (C1) = 0.149 2. Omset (C2) = 0.281 3. Target pasar (C3) = 0.228 4. Jumlah bahan baku (C4) =0.139 5. Asal bahan baku (C5) = 0.203 Setelah mendapatkan bobot, maka langkah pertama melakukan normalisasi nilai tiap alternatif. Dari data calon produk unggulan daerah yang diperoleh (60 record) dinormalisasi menggunakan persamaan (7) untuk penyamaan skala nilai. Setelah itu dilakukan perhitungan sesuai persamaan (8) – (14) untuk memperoleh hasil perankingan produk unggulan daerah. Berikut ini pada Tabel 3 ditampilkan hasil perbandingan 10 produk unggulan daerah yang dihasilkan sistem rekomendasi FAHP – ELECTRE II dan data Disperindag Bangkalan untuk tahun 2011. ISBN : 978-602-97491-9-9 C-12-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Februari 2014
Tabel 3. Perbandingan hasil sistem dengan manual No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hasil Manual Batik Tulis Terasi Bangkalan Kapal Tradisional Sangkar Burung Blegah Ukiran Arosbaya Batu Akik Tragah Kecap Kerajinan Tali Agel Jamu Genteng Konang
Hasil Sistem Rajungan Batik Tulis Pengeringan ikan Terasi Bangkalan Jamu Kapal Tradisional Sangkar Burung Blegah Batu Akik Tragah Rokok kretek Ukiran Arosbaya
KESIMPULAN Pada penelitian ini telah disusun model untuk sistem pendukung keputusan penentuan produk unggulan daerah menggunakan metode ELECTRE berbasis FAHP. Dengan menggunakan 5 kriteria yang diperoleh dari stakeholder maka dapat dibuat matriks perbandingan berpasangan antar kriteria untuk menentukan masing – masing bobot kriteria. Dari hasil perhitungan menggunakan metode FAHP maka diperoleh kriteria dengan urutan tertinggi adalah omset (c2), target pasar (c3), asal bahan baku (c5), tenaga kerja (c1) dan jumlah bahan baku (c4). Sedangkan rekomendasi 10 produk unggulan daerah hanya terdapat 2 perbedaan data antara manual dan hasil sistem. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akurasi yang dicapai adalah 80%. DAFTAR PUSTAKA Buckley, J. J. (1985), “Fuzzy Hierarchical Analysis”, Fuzzy Sets and Systems, 17, 233-247. Da-Yong Chang, (1996), “Applications of the extent analysis method on fuzzy AHP”, European Journal of Operational Research vol 95 pp. 649-655 Evi Yulia Purwanti., dan Hastarini Dwi Atmanti, (2008), “Analisa sektor dan produk unggulan Kabupaten Kendal”, Jurnal Media Ekonomi dan Manajemen Vol 28. Joseph Soniran Shofade, (2011), “Considering hierarchical structure of criteria in ELECTRE decision aiding methods”, Master Thesis, University of Rovira and Virgili, June van Laarhoven, P.J.M., and Pedrycs, W., (1983), “A fuzzy extension of Saaty's priority theory”, Fuzzy Sets and Systems 11 229-241. MACON (PT Multi Area Conindo) dan Aurino Djamaris (2007), “Laporan akhir kajian pengembangan kompetensi inti daerah di Kabupaten Bogor, Jawa Barat”, Kerjasama dengan Departemen Perindustrian, Dirjen Industri Kecil – Menengah.
ISBN : 978-602-97491-9-9 C-12-7