APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia
Oleh: Kartika Kusuma Wardani NIM 12307144027
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
i
MOTTO
Selalu mengandalkan Tuhan dalam segala hal (Penulis) Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles) Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai (Schopenhauer) I was born to make mistake, not fake perfection (Penulis) Sungguh bersama kesukaran dan keringanan. Karena itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan, berharaplah (QS Al-Insyirah : 6-8)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tugas akhir skripsi ini saya persembahkan untuk : 1. Kedua orang tua saya, papah Bambang Sutarto dan mamah Istantini yang selalu memberikan dukungan baik materil maupun moril, selalu mendoakanku serta menanti kesuksesanku. 2. Kedua kakakku Henu Kurniawan dan Rizki Kusuma Adriani yang selalu memberikan keceriaan ditengah keluh kesahku menyelesaikan tugas akhir skripsi. 3. Bu Annisa Fillaeli, M.Si yang tiada lelah membimbingku dan selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 4. Patnerku yang selalu siap direpotkan Agus Rahmad Hidayat. 5. Sahabat-sahabat Kawanan Wanita Bahagia (Maulidia, Fia, Sita, Nado, Ariqah, Dhaulika, Zainab, Titik, Karamina, Aprilia) yang tiada henti menghiburku dikala jenuh. 6. Teman-teman griya sejuk 143a yang telah menjadi bagian dari keluarga kecilku selama merantau. 7. Teman-teman kimia swadana 2012 yang senantiasa berjuang bersama, kalian luar biasaaaaa!! 8. Untuk my moodbooster Rizki Azdlan Erwinda Putra A.Md terimakasih atas kasih sayang dan kesabaranmu yang selalu ada untuk memberikan semangat dan menghiburku. 9. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta yang selalu aku banggakan.
vi
APLIKASI MIP (MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN ASAM ASETAT SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN Oleh Kartika Kusuma Wardani 12307144027 Pembimbing : Annisa Fillaeli, M.Si. ABSTRAK Molecularly Imprinted Polymer (MIP) asam asetat sebagai ekstraktan template yang disintesis dengan teknik polimerisasi ruah merupakan suatu polimer selektif yang memiliki kemampuan sebagai sorben. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter kafein-MIP, mengetahui kondisi optimum adsorpsi pada kafein-MIP, serta mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP (Non Imprinted Polymer) dan kafeinMIP. Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-MIP yang disintesisdengan cara mencampurkan MAA (Metacrylic Acid) sebagai monomer, EDMA (Etienglikol Dimetakrilat) sebagai agen pengikat silang,benzoil peroksida (dalam kloroform) sebagai inisiator, dan kafein (dalam kloroform) sebagai templatedengan metode polimerisasi ruah, kemudian diekstrasi dengan pelarut asam asetat menggunakan ekstraktor soxhlet. Sebagai pembanding nya yaitu NIP yang disintesis dengan cara yang sama namun tanpa kafein sebagai template. Objek penelitian adalah adsorpsi kafein pada sampel oleh kafein-MIP, terbentuknya kafein-MIP dapat dikarakterisasi dengan uji FTIR dan SEM. Hasil yang diperoleh berupa blok polimer yang berwarna putih dengan struktur yang keras yang digunakan untuk penentuan sampel dengan adsorpsi secara batch. Hasil penelitian berdasarkan spektrum FTIR menunjukkan bahwa pada kafein-MIP masih terdapat gugus amina dan analisis SEM menunjukkan bahwa masih terdapat unsur nitrogen sebesar 14,78% dengan ukuran pori < 1μm yang berarti kafeinpada kafein-MIP belum terekstrak seluruhnya. Isoterm adsorpsi mengikuti pola isoterm Langmuir dengan harga R=0.928 dan k=0,0704. Persentase kafein teradsorp pada NIP sebesar 9,59%. Sedangkan persentase kafein teradsorp pada kafein-MIP sebesar 17,36% atau 2 kali lebih besar dari NIP. Kata kunci : kafein-MIP, asam asetat, kadar kafein.
vii
APPLICATION MIP (MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) WITH ACETIC ACID AS THE TEMPLATE EXTRACTAN IN SYNTHESIS TO DETERMINATIONOF CAFFEINE SAMPLES By : Kartika Kusuma Wardani 12307144027 Supervisor : Annisa Fillaeli, M.Si ABSTRACT Molecularly imprinted polymer (MIP) with asetic acid as extractan template were synthesized by bulk polymerisation technique is a selective polymer that has ability as a sorbent. The research aims to know the character of caffeine-MIP, the optimum condition of adsorption on caffeine-MIP, andtheratio percentage of caffeine in the samples extracted by NIP (Non Imprinted Polymer) and bycaffeine-MIP. Subjects in this research was caffeine-MIP synthesized by mixing MAA (Metacrylic Acid) as monomer, EDMA (Etienglikol Dimetakrilat) as crosslinker,benzoyl peroxide (in chloroform) as initiator, and caffeine (in chloroform) as templatewith bulk polymerization method, and then extracted with asetat acid as solvent use extractor soxhlet. As a comparison, is NIP synthesized in the same manner but without the caffein as template. Object of the research is adsorption of the caffeine in a sample by caffeine-MIP, form of caffeine-MIP could be characterized by FTIR and SEM. The results is block polymers that has whitecolor with a hard structure that used to determination of caffein by adsorption in batch. The results based on FTIR spectra showed that the caffeine-MIP still contained the amine group and analysis of SEM showed that still contain nitrogen elements by 14.78% with a pore size <1μm it means caffeine has not be extracted completely on caffeine-MIP. Adsorption isotherm followed Langmuir isotherm pattern with the value of R = 0.928 and k = 0.0704. The caffeine percentage adsorption by NIP is 9.59%, while caffeine percentage adsorption by caffeineMIP is 17.36% or 2 times bingger than NIP. Key words : caffeine-MIP, asetic acid, caffeine content. .
viii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini. Sholawat dan salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dirindukan syafaatnya di yaumulqiyamat nanti. Penelitian kimia berjudul “Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Asam Asetat sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein” ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana sains yang telah ditetapkan oleh Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta. Pada kesempatan ini perkenanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.
2.
Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M. App.Sc., Ph.D selaku Ketua dan Koordinator Tugas Akhir Skripsi Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran pelayanan dan urusan akademik.
3.
Ibu Eddy Sulistyowati, M.S, Apt. Selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan dorongan dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini.
4.
Ibu Annisa Fillaeli, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran.
5.
Bapak Sunarto M.Si selaku penguji utama atas pertanyaan, kritik dan saran yang diberikan.
6.
Bapak I Made Sukarna M.Si selaku penguji pendamping atas pertanyaan, kritik dan saran yang diberikan.
7.
Ibu Sulistya M.Si selaku sekretaris penguji atas pertanyaan, kritik dan saran yang diberikan.
8.
Seluruh Dosen, Staf dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian.
ix
9.
Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini. Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir skripsi ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermafaat bagi semua pihak dan perbaikan pendidikan di masa yang akan datang.
Yogyakarta, September 2016
Penulis
Kartika Kusuma W.
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv MOTTO ..................................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................. vii ABSTRACT ................................................................................................ viii KATA PENGANTAR ............................................................................... ix DAFTAR ISI .............................................................................................. xi DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................. 5 C. Pembatasan Masalah ................................................................. 5 D. Rumusan Masalah ..................................................................... 6 E. Tujuan Penelitian....................................................................... 7 F. Manfaat Penelitian..................................................................... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori .......................................................................... 8 1. Kafein .................................................................................. 8 2. MIP (MolecularlyImprinted Polimer) ................................. 11 3. Polimerisasi ......................................................................... 13 4. PMAA (Polymetacrylicacid/ Poli asam metakrilat) ........... 18 5. Asam asetat ......................................................................... 19 6. Karakterisasi ........................................................................ 20 a. Spektroskopi FTIR ........................................................ 20
xi
b. ScanningElectronMicroscopy(SEM) ............................ 21 B. Penelitian yang Relevan ............................................................ 23 C. KerarngkaBerfikir ..................................................................... 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian ..................................................... 26 1. Subjek Penelitian ................................................................. 26 2. Objek Penelitian .................................................................. 26 B. Variabel Penelitian .................................................................... 26 1. Variabel Bebas .................................................................... 26 2. Variabel Kontrol .................................................................. 26 3. Variabel Terikat................................................................... 26 C. Instrumen Penelitian .................................................................. 27 1. Alat Penelitian ..................................................................... 27 2. Bahan Penelitian .................................................................. 28 D. Prosedur Penelitian .................................................................... 28 1. Membuat kurva standar kafein ............................................ 28 2. Membuat kurva standa rkafein dalam pelarut asam asetat .. 29 3. Sintesis kafein-MIP ............................................................. 29 a. Membuat larutan kafein 0,1 M dalam pelarut kloroform 29 b. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer) ......................... 29 c. Sintesis Kafein-MIP (Molecularly Imprinted Polymer) 29 d. Menentukan kafein terekstrak sebagai template pada kafein-MIP .................................................................... 30 4. Karakterisasi Kafein-MIP ................................................... 30 5. Evaluasi adsorpsi menggunakan sistem batch .................... 30 a. Penentuan massa optimum ............................................ 30 b. Penentuan konsentrasi optimum.................................... 31 c. Penentuan waktu optimum ............................................ 31 6. Adsorpsi Kafein dalam Sampel ........................................... 32 E. Penyajian Data........................................................................... 32 1. Analisis Kualitatif ............................................................... 32
xii
2. Analisis Kuantitatif ............................................................. 32 F. Teknik Analisis data .................................................................. 33 1. Penentuan kurva standar kafein........................................... 33 2. Menentukan konsentrasi kafein terekstrak pada kafein-MIP 33 3. Menentukan persentase kafein terekstrak ........................... 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ........................................................................ 34 1. Karakterisasi kafein-MIP ................................................... 34 2. Penentuan kondisi optimum adsorpsi menggunakan sistem batch ................................................................................... 36 a. Penentuan massa optimum ........................................... 38 b. Penentuan konsentrasi optimum .................................. 38 c. Penentuan waktu optimum ........................................... 39 3. Penentuan kafein terekstrak pada NIP dan kafein-MIP yang disintesis .................................................................... 39 a. Dekafeinasi MIP dengan ekstraksi Soxhlet.................. 39 b. Ekstraksi kafein pada sampel dengan Non Imprinted Polymer (NIP) .............................................................. 41 c. Ekstraksi kafein pada sampel dengan kafein-MIP ....... 41 B. Pembahasan .............................................................................. 41 1. Sintesis NIP dan Kafein-MIP ............................................. 41 2. Karakterisasi kafein-MIP hasil sintesis .............................. 44 3. Penentuan kondisi optimum absorpsi kafein-MIP ............. 47 a. Penentuan massa optimum ........................................... 47 b. Penentuan konsentrasi optimum .................................. 48 c. Penentuan waktu optimum ........................................... 52 4. Penentuan kafein teradsorpsi pada sampel minuman dengan NIP dan kafein-MIP............................................... 53 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................. 55 B. Saran ......................................................................................... 55
xiii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 57 LAMPIRAN ............................................................................................... 61
xiv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Kandungan kafein dalam berbagai makanan dan minuman ..................................................................................... 10 Tabel 2. Perbadingan polimerisasi reaksi tahap dan reaksi rantai ............ 14 Tabel 3. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein dalam akuades............................................................................. 37 Tabel 4. Data persentase adsorpsi untuk variasi massa kafeinMIP ............................................................................................. 38 Tabel 5. Data persentase adsorpsi untuk variasi konsentrasi larutan kafein .............................................................................. 38 Tabel 6. Data persentase adsorpsi untuk variasi waktu kontak ................ 39 Tabel 7. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein dalam asam asetat ....................................................................... 40 Tabel 8. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan dengan NIP ................................................................................. 41 Tabel 9. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan dengan Kafein-MIP .................................................................... 41 Tabel 10. Interpretasi spektrum inframerah NIP, MIP sebelum soxhlet, dan MIP stelahsoxhlet ................................................... 44
xv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Struktur Kafein ...................................................................... 8
Gambar 2.
Struktur benzoil peroksida ..................................................... 15
Gambar 3.
Reaksi suatu radikal bebas dengan monomer ........................ 15
Gambar 4.
Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi .................... 16
Gambar 5.
Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi................ 17
Gambar 6.
Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe kombinasi ........................................................................ 17
Gambar 7.
Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe disproporsionasi .............................................................. 18
Gambar 8.
Struktur kimia MAA .............................................................. 18
Gambar 9.
Struktur asam asetat ............................................................... 20
Gambar 10. Kafein-MIP hasil sintesis ....................................................... 34 Gambar 11. Spektrum inframerah NIP, kafein-MIP sebelum soxhlet, dan kafein-MIP setelah soxhlet.............................................. 35 Gambar 12. Hasil SEM material kafein-MIP dengan perbesaran 100 kali (A); Perbesaran 10.000 kali (B) ............................... 36 Gambar 13. Kurva larutan standar kafein dalam akuades ......................... 37 Gambar 14. Kurva larutan standar kafein dalam asam asetat .................... 40 Gambar 15. Proses ekstraksi soxhlet ......................................................... 43 Gambar 16. Spektrum EDX kafein-MIP setelah ekstraksi template ......... 47 Gambar 17. Adsorpsi pada variasi massa MIP .......................................... 48 Gambar 18. Adsorpsi pada variasi konsentrasi larutan kafein .................. 49 Gambar 19. Grafik isoterm adsorpsi Langmuir ......................................... 50 Gambar 20. Grafik isoterm adsorpsi Freundlich ....................................... 51 Gambar 21. Adsorpsi pada variasi waktu kontak ..................................... 52
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Diagram alir proses.............................................................. 62
Lampiran 2.
Pembuatan Kurva Standar Kafein ....................................... 64
Lampiran 3.
Perhitungan Bahan Sintesis Kafein-MIP ............................. 66
Lampiran 4.
Perhitungan persentase kafein teradsorpsi pada penentenuan kondisi optimum............................................. 68
Lampiran 5.
Perhitungan Isoterm Adsorpsi ............................................. 70
Lampiran 6.
Dokumentasi Penelitian ....................................................... 71
Lampiran 7.
Pengukuran larutan standar kafein dalam akuades dengan spektrofotometer UV-Visible.................................. 72
Lampiran 8.
Panjang gelombang maksimum kafein dalam akuades ................................................................................ 73
Lampiran 9.
Pengukuran larutan standar kafein dalam asam asetat dengan spektrofotometer UV-Visible ....................... 74
Lampiran 10. Panjang gelomang maksimum kafein dalam asam asetat .................................................................................... 75 Lampiran 11. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut asam asetat ........................................................................... 76 Lampiran 12. Pengukuran kafein dalam sampel minuman kemasan sebelum adsorpsi .................................................. 77 Lampiran 13. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-MIP ...................... 78 Lampiran 14.Pengukuran variasi konsentrasi larutan kafein sebelum adsorpsi ................................................................. 79 Lampiran 15. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein ................................................................................... 80 Lampiran 16. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak .............................. 81 Lampiran 17. Adsorpsi kafein pada sampel dengan NIP ........................... 82 Lampiran 18. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP ........................... 83 Lampiran 19. Hasil spektrum Inframerah pada NIP .................................. 84
xvii
Lampiran 20. Hasil spektrum Inframerah pada MIP sebelum pembuangan template .......................................................... 85 Lampiran 21. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template .......................................................... 86 Lampiran 22. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template ............................................................................... 87
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kafein yang biasa terdapat pada kopi merupakan salah satu zat adiktif yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia menurut keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. HK. 00.05.23.3664, batas maksimum untuk mengkonsumsi kafein adalah 150 mg per hari dan dibagi dalam tiga kali konsumsi, dengan kata lain batas maksimum konsumsi yang diizinkan adalah 50 mg per satu kali konsumsi (Evelin, 2006). Konsumsi kafein yang berlebihan atau lebih dari 300 mg atau setara dengan 3-4 gelas kopi ukuran 200 ml dapat menyebabkan tubuh kehilangan beberapa vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Kafein juga dapat meningkatkan sekresi asam lambung dan pepsin sehingga akan menurunkan kerja lambung bagi mereka yang lambungnya sensitif. Meskipun begitu, kafein memiliki manfaat untuk stimulasi, menambah energi maupun menghilangkan kantuk jika dikonsumsi sesuai dengan ambang batas konsumsi. Kafein banyak terdapat pada minuman kopi, teh, kola, coklat, minuman berenergi, maupun obat-obatan, dengan kandungan kafein pada setiap pangan yang berbeda-beda. Dalam satu cangkir kopi mengandung kafein 137 mg. Satu kaleng soft drink kola mengandung 46 mg, satu cangkir teh mengandung sekitar 47 mg, dan satu ons cokelat mengandung 20 mg kafein (U.S. Department of Agriculture dalam Michels et al., 2005).
1
Berdasarkan riset yang dilakukan National Coffee Association United States pada tahun 2011, terdapat peningkatan konsumsi kopi harian pada remaja usia 18-24 tahun (Ingrouille K, 2013). Di Indonesia konsumsi kopi sebagai sumber utama kafein meningkat sebesar 98% dalam 10 tahun terakhir (Swastika, 2012). Sekarang ini banyak minuman tersebut mengandung kafein diproduksi dalam bentuk kemasan karena lebih praktis, namun tidak semua produsen mencantumkan kadar kandungan pada labelnya termasuk kadar kafein. Hal ini berpotensi terhadap besarnya asupan konsumsi kafein melebihi ambang batas. Melihat banyaknya masyarakat yang gemar mengkonsumsi kafein, perlu adanya kontrol terhadap jumlah kafein dalam berbagai produk minuman kemasan yang dikonsumsi agar tidak melebihi ambang batas yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap tubuh. Pada kontrol ini diperlukan adanya analisis untuk mengukur besarnya kandungan kafein dengan metode analisis yang tepat. Berbagai metode analisis yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi
kafein
dalam
minuman
berkemasan
adalah
spektrofotometer UV-Visible dan High Performance Lliquid Chromatography (HPLC). HPLC merupakan salah satu metode analisis yang baik di mana proses pemisahan dan pengukuran kuantitatif dapat dilakukan secara simultan sehingga lebih efisien (Intan Widyasari, 2014: 24). Namun metode HPLC tersebut memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi. Salah satu metode instrumentasi yang sederhana dan terjangkau untuk analisis kafein adalah spektrofotometer UV-Visible, di mana kafein memberikan serapan yang khas pada daerah panjang gelombang 273 nm. Sehingga metode analisis
2
menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible ini dinilai cukup efisien dan mudah digunakan dalam hal penentuan absorbtivitas untuk analisis kadar kafein. Kelemahan metode analisis UV-Visible yaitu sampel masih memerlukan tahap pemisahan (ekstraksi) untuk meminimalisasi interferensi matriks dengan jumlah pelarut yang digunakan cukup banyak. Salah satu ekstraksi yang efisien dapat diggunakan adsorben sebagai pengikat analit, dimana fasa padat berupa adsorben diinteraksikan pada larutan campuran untuk memisahkan molekul ataupun ion dalam campuran. Metode pemisahan dengan adsorben yang dapat dikembangkan adalah MIP (Molecularly Imprinted Polymer ) dan NIP (Non Imprinted Polymer). MIP adalah suatu polimer selektif yang memiliki kemampuan untuk mengikat molekul target sehingga dapat digunakan sebagai sorben dalam proses pemisahan (Intan Widyasari, 2014 : 25). MIP merupakan suatu polimer hasil polimerisasi antara molekul template, monomer fungsional, molekul taut silang (crosslinker), dan inisiator dalam proporsi tertentu dimana pada akhir proses molekul template akan dilepaskan kembali untuk membentuk rongga (kavitas) mirip molekul template yang kemudian digunakan untuk adsorpsi molekul dengan ukuran dan sifat fisik yang sama dengan rongga yang terbentuk (Danielsson, 2008 : 97). Perbedaan dengan NIP adalah terletak pada komposisi sintesisnya dimana NIP disintesis tanpa molekul template dan digunakan sebagai pembanding hasil MIP. Selain analisis menggunakan spetrofotometer UV-Visible, digunakan analisis pendukung lainnya untuk mengetahui struktur
3
polimer yang dihasilkan yaitu spektrofotometer inframerah yang merupakan metode sederhana untuk menetapkan kuantitas zat pada polimer. Keberhasilan dari penelitian ini tidak hanya terletak pada sintesis MIP dan NIP melainkan juga dari rongga yang terbentuk pada MIP, untuk bisa menghasilkan rongga MIP yang sempurna untuk adsorpsi yang maksimal ada beberapa hal yang perlu diperhatikan salah satunya adalah pelarut yang digunakan saat ekstraksi template. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein pada MIP harus sesuai agar rongga dapat terbentuk dengan maksimal, kafein termasuk dalam senyawa organik maka pelarut yang digunakan juga jenis pelarut organik salah satunya asam asetat (CH3COOH). Untuk efektifitas pembentukan rongga digunakan ektraksi soxhlet yaitu dengan prinsip kerja aliran pelarut yang kontinyu, diharapkan dapat meningkatkan porositas sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi pada sampel. Untuk mengetahui rongga yang terbentuk pada MIP diperlukan mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian yang tinggi untuk melihat struktur berukuran mikro meter. SEM (Scanning Electron Microscope) merupakan mikroskop elektron yang mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. SEM memiliki tambahan perangkat aksesoris dengan kemampuan untuk menganalisa suatu sampel tertentu yakni menggunakan metode dispersif energi X-Ray detektor (EDX) untuk menganalisis komposisi molekul dalam suatu sampel.
4
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut teridentifikasi beberapa pemasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP sebagai template 2. Monomer yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP 3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-MIP 4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator 5. Metode polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP 6. Teknik polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP 7. Pola ekstraksi template yang dilakukan 8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi template 9. Sampel kafein yang diadsorpsi 10. Teknik karakterisasi kafein-MIP yang digunakan 11. Metode analisis kafein pada sampel yang digunakan C. Pembatasan Masalah Berdasrkan identifikasi masalah yang ada maka dapat diperoleh beberapa pembatasan masalah sebagai berikut : 1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP sebagai template adalah kafein murni dari merck. 2. Monomer yang digunakan adalah asam metakrilat (MAA) dari merck. 3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-MIP adalah benzoil peroksida dari merck.
5
4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator dalam sintesis kafein-MIP adalah kloroform. 5. Metode polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP adalah polimerisasi ruah. 6. Proses polimerisasi dilakukan menggunakan waterbath pada suhu 60° C selama 24 jam 7. Pola ekstraksi template yang dilakukan adalah ekstraksi soxhlet. 8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein adalah asam asetat. 9. Sampel kafein yang diadsorpsi adalah larutan standar kafein dan minuman kemasan. 10. Teknik karakterisasi polimer yang dipilih adalah analisis gugus fungsi dengan FT-IR dan observasi morfologi permukaan menggunakan SEM (Scanning Elektron Microscope). 11. Metode analisis kafein yang digunakan adalah spektrofotometer UVVisible. D. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah karakter kafein-MIP ? 2. Berapakah kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-MIP ? 3. Bagaimanakah perbandingan persentase kafein dalam sampel minuman yang terekstrak pada NIP dan kafein-MIP ?
6
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian yang berjudul “Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Asam Asetat sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein” yaitu: 1. Untuk mengetahui karakter kafein-MIP. 2. Untuk mengetahui kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-MIP. 3. Untuk mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP dan kafein-MIP. F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian dari “Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Asam Asetat sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein” yaitu: 1. Diharapkan hasil penelitian ini menghasilkan kafein-MIP dengan kualitas yang baik sehingga dapat menambah informasi baru tentang pemanfaatan kafein dalam sintesis MIP sebagai analisis kafein dalam beragai macam sampel minuman. 2. Memberikan
gambaran
mengenai
metode
pemisahan
dengan
menggunakan MIP sebagai salah satu media pendukung analisis dengan spektrofotometer UV-Visible untuk mengidentifikasi keberadaan suatu molekul ketika berada dalam campuran.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Kafein Kafein
atau
(1,3,5-trimethylxanthine)
merupakan
golongan
alkaloid xantin berbentuk kristal putih dan berasa pahit dengan rumus kimia C8H10N4O2. Berikut stuktur kimia dari kafein. Kafein secara alami terdapat pada lebih dari 60 jenis tanaman terutama teh (1- 4,8 %), kopi (11,5 %), dan biji kola (2,7-3,6 %).
Gambar 1. Struktur Kafein Kafein mempunyai berat molekul sebesar 194,19 g/mol. Kafein mempunyai beberapa nama lain yaitu guaranina, mateina, dan teina ketika ditemukan pada buah guarana, mate dan dalam daun teh (Sunarti dan Irmawati, 2014). Kafein ialah senyawa kimia yang banyak dijumpai secara alami di didalam biji kopi, teh, buah coklat dan biji kola (cola nitide). Kafein juga
8
merupakan bahan yang dipakai untuk membuat minuman non alkohol seperti cola, yang semula dibuat dari biji kola. Kandungan kafein dalam minuman non alkohol berkemasan, soft drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein (Casal et al.2000 : 3421). Sumber kafein yang paling banyak ditemukan adalah dalam biji kopi. Kandungan kafein pada biji kopi tergantung dari jenis biji kopi dan metode pembuatan yang digunakan. Menurut penelitian Wirabuana dan Andi (2013 : 2), kandungan kafein dalam 1000 gram serbuk biji kopi arabika Coffea Arabica L sebesar 1,7 %. Sedangkan menurut Sunarti dan Irmawati (2014), kandungan kafein dalam kopi varietas arabika lebih rendah jika dibandingkan dengan varietas robusta. Kandungan kafein dalam teh dan coklat masih tergolong rendah dibawah ambang batas konsumsi. Kafein yang bekerja dalam tubuh dapat memberikan efek positif maupun efek samping. Kandungan kafein dalam teh pada konsentrasi rendah dapat meningkatkan konsentrasi. Namun kandungan kafein pada kopi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kecemasan. Selain terdapat alami pada teh, kopi, dan coklat kafein juga ditambahkan pada minuman kemasan baik minuman bersoda maupun minuman berenergi.
Studi
deskriptif
oleh
Bawazer
dan
Alsobahi
(2013)
menunjukkan bahwa 34,3% peminum minuman energi yang mengandung kafein mengaku mengalami efek samping diantaranya palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor, gelisah, serta mual dan muntah. Selain itu konsumsi kafein secara reguler dapat menimbulkan efek ketergatungan. Berikut
9
beberapa keberadaan kafein dalam makanan dan minunman seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan kafein dalam berbagai makanan dan minuman Sumber Kafein per unit Minuman dan makanan (5-6 oz) Kopi murni, kopi buatan 90-140 mg Kopi instan 66-100 mg Teh (daun atau kantung) 30-100 mg Kokoa 5-50 mg Coklat batangan atau ons cokelat masak’ 25-35 mg Minuman ringan (8-12 oz) Pepsi, coke, Tab, Royal Crown, Dr. Papper, Mountain Dew 25-50 mg Canada Dry Ginger Ale, Caffeine Free Coke, Caffeine Free Pepsi, 7-Up, Sprite, Squirt Caffeine Free Tab 0 mg Medikasi yang diresepkan (1 tablet atau kapsul) Cafergot, Migralam Anoquan, Aspir-code, BAC, Darvon, Fiorinal 100 mg Analgesik dan preparat flu bebas (1 tablet atau kapsul) 32-50 mg Tabel diambil dari tabel oleh Jerome H, Jaffe, M. D (Kaplan et al, 2010) Kafein merupakan stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme tubuh dimana kerjanya adalah dengan merangsang saraf pusat dengan meningkatkan kewaspadaan sehingga dapat lebih fokus. Selain itu kafein dapat menekankan rasa kantuk sehingga tubuh dapat menjadi lebih segar dan berenergi (Sunarti dan Irmawati, 2014). Untuk efek jangka pendek kafein mencapai jaringan dalam waktu 5 (lima) menit dan tahap puncak mencapai darah dalam waktu 50 menit, frekuensi pernafasan ; urin, asam lemak dalam darah ; asam lambung bertambah disertai peningkatan tekanan darah. Kafein juga dapat
10
merangsang otak (7,5-150 mg) dapat meningkatkan aktifitas neural dalam otak serta mengurangi keletihan, dan dapat memperlambat waktu tidur (Olin, 2001). Sedangkan pada efek jangka panjang pemakaian lebih dari 650 mg dapat menyebabkan insomnia kronik, gelisah, dan ulkus. Efek lain dapat meningkatkan denyut jantung dan berisiko terhadap penumpukan kolesterol, menyebabkan kecacatan pada anak yang dilahirkan (Hoeger et al, 2002). Kafein diserap sepenuhnya oleh tubuh melalui usus kecil dalam waktu 45 menit setelah penyerapan dan disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada orang dewasa yang sehat jangka waktu penyerapannya adalah 3-4 jam, sedangkan pada wanita yang memakai kontrasepsi oral waktu penyerapan adalah 5-10 jam. Pada bayi dan anak memiliki jangka waktu penyerapan lebih panjang (30 jam). Kemudian diproses pada metabolisme tubuh, hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan dikeluarkan melalui urin (Olin, 2001 : 702). 2. MIP (Molecularly Imprinted Polimer) MIP (Molecularly Imprinted Polimer) adalah suatu sintesis polimer dimana monomer fungsional dan crosslinker membentuk situs ikatan untuk mengikat analit, analit yang diikat memiliki karakteristik dan sifat yang sama dengan templat yang telah disintesis (Cormark & mehamod, 2013 : 532). Menurut Krisch dalam jurnal Andrian Saputra dkk (2013 : 4), bahwa sintesis MIP dilakukan berdasarkan prinsip polimerisasi yang melibatkan monomer fungsional, crosslinker, inisiator, dan pelarut.
11
Menurut Yan & Row dalam jurnal Andrian Saputra dkk (2013 : 5), bahwa prosedur sintesis MIP dilakukan dengan mencampurkan molekul target pada bahan polimer yang pada akhir proses templat akan dilepaskan kembali sehingga menghasilkan polimer dengan rongga yang secara bentuk, ukuran, dan susunan kimia mirip dengan molekul templat. Untuk mendapatkan MIP yang selektif terhadap molekul templat maka beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu penggunaan monomer fungsional, pelarut serta rasio templat/monomer fungsional yang sesuai dalam sintesisnya. Berdasarkan hasil analisis HPLC, Bakas et. al (2013 : 15) menyampaikan bahwa penggunaan monomer dan pelarut yang tidak sesuai dapat menurunkan tingkat adsorpsi MIP dikarenakan molekul template tidak terikat cukup kuat dalam rongga MIP. Kebutuhan akan MIP dipandang perlu, mengingat dapat digunakan dalam berbagai analisis kimia khususnya bahan pangan dan kesehatan. Kemudahan dalam preparasinya menjadikan MIP sebagai salah satu bidang penelitian yang patut untuk dikembangkan. Keuntungan utama dari MIP adalah mempunyai selektifitas yang tinggi untuk template yang digunakan dalam prosedur pencetakan, selain itu MIP juga lebih murah disintesis. Metode preparasi yang dikembangkan untuk menghasikan berbagai jenis polimer dengan daya guna yang berbeda, diantaranya adalah metode polimerisasi ruah, polimerisasi suspensi, presipitasi, polimerisasi two-step swelling, polimerisasi emulsi kulit inti, dan beberapa metde
12
preparasi lain seperti sintesis lapisan tipis, polimerisasi aerosol, dan polimerisasi pada partikel silika (Moral dan Mayes, 2003). 3. Polimerisasi Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Polimer dapat ditemukan di alam dan dapat disintesis di laboratorium (Steven, 2001 : 3). Polimerisasi adalah proses pembentukan
polimer
dari
monomernya.
Reaksi
tersebut
akan
menghasilkan polimer dengan susunan ulang tertentu. Proses polimerisasi akan menentukan jenis polimer yang dihasilkan. Proses pembentukan polimer (polimerisasi) dibagi menjadi dua golongan, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Namun pengklasifikasian jenis ini tidak dapat dipertahankan karena seiring berkembangnya proses polimerisasi banyak jenis polimer-polimer penting yang bisa dibuat baik dengan proses adisi maupun proses kondensasi. Sehingga penekanan tersebut telah berubah menjadi mengklasifikasi polimer berdasarkan apakah polimerisasi terjadi dengan model bertahap yang disebut reaksi tahap atau dengan propagasi dari rantai yang tumbuh yang disebut reaksi rantai. Sebagian besar polimerisasi reaksi rantai merupakan proses adisi dan sebagian besar polimerisasi reaksi tahap merupakan proses kondensasi. Perbandingan antara kedua proses polimerisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
13
Tabel 2. Perbadingan polimerisasi reaksi tahap dan reaksi rantai. No.
1. 2. 3.
4. 5.
6.
Reaksi Tahap
Reaksi Rantai
Pertumbuhan terjadi di seluruh matriks melalui reaksi antara monomer, oligomer dan polimer. Derajat polimerisasi rata-rata rendah sampai sedang. Monomer dikonsumsi dengan cepat sedangkan berat molekul bertambah secara perlahan. Tidak diperlukan inisiator; mekanisme reaksi seluruhnya sama. Tidak ada tahap terminasi; gugus-gugus ujung masih reaktif. Ketika gugus-gugus fungsi dikonsumsi, laju polimerisasi berkurang dengan teratur.
Pertumbuhan terjadi melalui penambahn unit monomer secara berturu-turut ke jumlah terbatas rantai yang tumbuh. Derajat polimerisasi rata-rata sangat tinggi. Monomer dikonsumsi relatif lambat, tetapi berat moleku naik dengan cepat. Mekanisme inisiasi dan propagasi berbeda. Biasanya melibatkan tahap terminasi rantai. Mulanya laju polimerisasi naik ketika unit-unit inisiator terbentuk; selanjutnya relatif konstan hingga monomer hilang.
Sumber: Stevens, 2001: 19 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa pada polimerisasi reaksi rantai dibutuhkan inisiator. Inisiator adalah sumber radikal bebas dalam polimerisasi reaksi rantai. Radikal bebas merupakan partikel reaktif yang memiliki elektron tidak berpasangan dan mampu melepaskan ikatan rangkap pada monomer. Salah satu jenis inisiator yang banyak digunakan dalam polimerisasi radikal bebas adalah
tipe peroksida (ROOR) dan
peroksida yang paling umum digunakan yaitu benzoil peroksida. Benzoil peroksida memiliki dua gugus benzoil yang berikatan dengan peroksida.
14
Gambar 2. Struktur benzoil peroksida Benzoil peroksida adalah sumber radikal bebas yang kuat dan dapat terbentuk pada suhu dibawah 100° C. Benzoil peroksida merupakan senyawa organik dalam keluarga peroksida. Benzoil peroksida mempunyai rumus kimia (C6H5CO)2O2 dengan kepadatan 1,334 g/cm3. Benzoil peroksida tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti kloroform. Benzoil peroksida mengalami homolisis secara termal membentuk radikal-radikal benzoiloksi serta mempunyai sifat tidak stabil terhadap panas dan cepat terurai menjadi radikal-radikal. Adapun reaksi suatu radikal bebas dengan monomer seperti pada Gambar 3. H H
H H
R• + C = C R – C – C•
H H
H
H
Gambar 3. Reaksi suatu radkal bebas dengan monomer Keuntungan
menggunakan
benzoil
peroksida
pada
proses
polimerisasi salah satunya adalah radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung bereaksi dengan molekul-molekul moomer yang lebih reaktif sebelum mengeliminasi karbon dioksida, dengan demikian mengurangi pemborosan inisiator (Steven, 2001: 210).
15
Reaksi polimerisasi radikal bebas dengan inisiator bezoil peoksida berlangsung melalui empat tahap yaitu dekomposisi, inisiasi, propagasi, dan terminasi (Hiemenz, 2007). Tahap inisiasi merupakan reaksi pengaktifan monomer sebelum memulai proses polimerisasi, kemudian monomer dengan ujung rantai yang reaktif akan mengalami reaksi propagasi dan akan terus berlangsung hingga terjadi reaksi terminasi. Mekanisme reaksi inisiasi dan propagasi dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5. Tahap inisiasi
C–O–O–C O
2
C – O•
O
O
Benzoil peroksida
Radikal benzoil peroksida CH3
CH3
C – O•+ CH2 = C
C – O – CH2 – C•
O
O
C=O O
O
H
H
Asam metakrilat Gambar 4. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi
16
C=O
Tahap propagasi CH3
CH3
CH3
C – O – CH2 – C• + CH2= C
C – O – CH2 – C
O
O
C=O
C=O
O
O
O
H
H
H
CH3 CH2- C•
C=O
C=O O
n
H
Gambar 5. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi Tahap terminasi pada Polymetacrylic acid (PMAA) dapat berlangsung
secara
kombinasi
(dua
radikal
bergabung)
dan
disproporsional, yaitu transfer satu hidrogen pada posisi beta terhadap pusat radikal ke radikal lain. Mekanisme reaksi terminasi dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Terminasi kombinasi CH3
CH3
C – O – CH2 – C O
CH2 – C• +
C=O O H
n
CH3 C – O – CH2 – C O
CH3 •C – CH2
CH3 C – CH2 – O – C
C=O
C=O
C=O
O
O
O
H
H
H
CH3
CH3
CH3
C – CH2
C – CH2 – O – C
CH2 – C
C=O
C=O
C=O
C=O
O
O
O
O
H
H
H
H
n
O
m
O
m
Gambar 6. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe kombinasi
17
Terminasi disproporsionasi CH3
CH3
C – O – CH2 – C O
CH2 – C• +
C=O
C=O
O H
n
CH3 C – O – CH2 –C O
H
C=O
H
CH3
CH3
O
n
O
H
C=O
CH3
C – C•
O
CH2 – CH +
H
C – O – CH2 – C
O
C=O
H
CH3
O
m
H
CH3
C – O – CH2 – C O
C=O
CH = C
C=O
C=O
O
O
O
H
H
Polimer jenuh
m
H
Polimer tak jenuh
Gambar 7. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe disproporsionasi Pada terminasi secara kombinasi menghasilkan fragmen-fregmen inisiator pada kedua ujung rantai polimer, sedangkan pada disproporsional menghasilkan fragmen inisiator pada salah satu ujung. 4. PMAA (Polymetacrylic acid/ Poli asam metakrilat) PMAA merupakan salah satu jenis polimer yang terdapat pada MIP. PMAA disintesis dari MAA (metacrylic acid/asam metakrilat) sebagai monomer. Struktur kimia MAA dapat dilihat pada Gambar 8. CH3 CH2 = C – COOH Gambar 8. Struktur kimia MAA
18
MAA memiliki massa molar sebesar 86 g/mol dan mempunyai satu ikatan rangkap. Keunggulan MAA dibandingkan dengan jenis monomer yang lain adalah cukup mudah untuk diperoleh dengan harga yang terjangkau. Selain itu, MAA yang termasuk golongan asam karboksilat memiliki kemampuan yan baik dalam berinteraksi dengan molekul template untuk membentuk cetakan molekul dalam badan polimer (Walton, 2000 : 86). Menurut Rahiminejad, dkk (2009 : 97-106) dalam penelitiannya sintesis MIP dengan PMAA sebagai sorben pada ekstraksi fasa padat untuk mengidentifikasi diazinon dalam sampel minuman, PMAA lebih selektif dalam menyeleksi keberadaan diazinon dalam sampel minumam. Keunggulan PMAA jika dibandingkan dengan adsorben lain adalah stabilitasnya yang tinggi, preparasinya yang mudah, dan biaya yang murah. 5. Asam asetat Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri, dan laboraturium. Asam asetat merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air (Kohar, 2004 : 86). Asam cuka memiliki rumus kimia CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Struktur Asam Asetat :
19
H
O
H–C–C H
O–H
Gambar 9. Struktur asam asetat Asam asetat atau lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan asmosferik, titik didihnya 118,1 °C. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol dengan polaritas relatif sebesar 0,648. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2 sehingga bisa melarutkan baik senyawa polar dan juga non polar (Hart, 2003 : 77). 6. Karakterisasi a. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR) Spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) merupakan suatu teknik pengukuran spektrum berdasarkan pada respon bahan terhadap radiasi elektromagnetik. Fungsi dari FT-IR adalah untuk analisis kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa organik, dan dapat pula digunakan untuk penentuan struktur molekul suatu senyawa anorganik (Steven, 2001 : 163). Pencirian dengan menggunakan FT-IR memiliki beberapa kelebihan antara lain: dapat mendeteksi sinyal yang lemah, dapat menganalisis sampel pada konsentrasi yang sangat rendah, serta dapat mempelajari daerah antara 500-4000 cm-1 untuk larutan senyawa (Rabek, 1980 : 35).
20
Prinsip kerja instrumen ini adalah adanya absorpsi elektromagnetik di daerah inframerah oleh ikatan kimia dalam senyawa organik pada frekuensi atau panjang gelombang tertentu yang menghasilkan spektrum yang berbeda akibat dari vibrasi molekul (Fifield, 1975). Hal ini terjadi karena setiap ikatan kimia pada senyawa organik mengalami gerakan vibrasi tekuk atau vibrasi ulur yang konstan serta mengalami rotasi ketika molekul mengabsorpsi radiasi inframerah. Untuk menghasilkan spektrum inframerah, radiasi yang mengandung frekuensi di daerah inframerah dilewatkan pada sampel. Frekuensi yang diserap muncul sebagai penurunan sinyal yang terdeteksi, sedangkan frekuensi yang melewati sampel diukur sebagai transmitansi. Dalam spektrum inframerah, akan terdapat suatu grafik yang menghubungkan panjang gelombang dengan persen transmitansi. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi atau ikat silang. FT-IR juga bermanfaat dalam meneliti polipaduan polimer. Gugus fungsi suatu senyawa diidentifikasi melalui puncak serapan yang spesifik pada bilangan gelombang tertentu. Pada umumnya sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan, atau gas. FT-IR menggunakan pancaran sinar pada daerah inframerah (Hsu, 1994). b. Scanning Electron Microscopy (SEM) Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu instrumen yang menghasilkan seberkas elektron pada permukaaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal-sinyal yang diberikan oleh
21
material target. Penggunaan alat Scaning Electron Microscopy dalam morfologi kopolimer telah dikembangkan secara luas. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron (electron coloum), ruang sampel (specimen chamber) dan sistem vakum (vacuum system). Prinsip analisis SEM adalah dengan menggunakan alat sinyal elektron sekunder. Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang digunakan dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas elektron. Berkas elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan untuk menghasilkan sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop. Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi elektron yang dapat memberikan
informasi
mengenai
kristalografi,
jenis
unsur
dan
distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Wu dalam Annisa, 2007 : 15). Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data yang diperoleh merupakan data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan topografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar topografi diperoleh dengan penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen
22
B. Penelitian yang Relevan Penelitian Chin-I Lin, et al (2003) dengan judul Molecularly Imprinted Polymeric Beads for Decaffeination mebuat molekul cetakan menggunakan MAA (asam metakrilat) sebagai monomer fungsional, EDMA sebagai agen pengikat silang yang mana polimer cetakan kafein telah disiapkan dengan metode polimerisasi suspensi dengan air sebagai medium perdispersi. Dengan hasil ukuran rata-rata granul sebesar 96μm dan kapasitas adsorpsi sebesar 0,32 μmol/g. Intan Windyasari (2014) dalam penelitiannya sintesis kafein-MIPs berbasis metil metakrilat (MMA) dan etilenglikol dimetakrilat (EGDMA) yang telah disintesis, dengan keberadaan kafein sebagai molekul cetakan, yang diinisiasi oleh benzoil peroksida (BPO). Polimerisasi dilakukan dalam inkubator pada suhu 65°C. Setelah proses ekstrkasi template kafein-MIPs digunakan sebagai adsorbsi kafein dalam minuma kesehatan Herbalife dengan
nilai kandungan
kafein rata-rata sebesar 69,41 mg/g. Sedangkan kandungan kafein yang tertera pada kemasan sebesar 68 mg/g. Adsorpsi kafein oleh MIPs mengikuti model isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi MIPs hasil eksperimen dan perhitungan masing-masing mencapai 25 mg/g dan 48 mg/g. Rahiminejad, dkk (2009) dalam penelitiannya mensintesis MIP dengan MAA sebagai monomer, EDMA sebagai agen pengikat silang, AIBN sebagai inisiator, dan diazianon sebgai template. Selain MIP, dilakukan juga sintesis NIP Non Imprinted Polymer) dengan prosedur yang sama dengan sintesis MIP namun tanpa penambahan diazianon. Polimer hasil sintesis ini kemudian diujikan untuk mengidentifikasi keberadaan diazianon dalam air minum dengan metode ekstraksi
23
fasa padat. Hasil yang didapat adalah MIP menunjukkkan persentase adsorpsi yang lebih besar daripada NIP. C. Kerangka Berfikir Saat ini banyak masyarakat yang mengkonsumsi kafein terutam kopi tanpa mengetahui ambang batas yang dikonsumsi terutama pada remaja. Disaat ujian dan lembur kerja kopi merupakan minuman yang ampuh untuk menghilangkan rasa ngantuk dan menambah stimulan. Anlisis kafein dalam minuman masih membutuhkan tahap pemisahan yang rumit dan membutuhkan tenaga ahli, serta relatif mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif media pemisah (absorben analit) untuk mengatasi masalah yang ada. Sebagai alternatif media pemisah diusulkan model imprinted polymer kafein. Secara prinsip polimerisasi asam meakrilat diperoleh dari sintesis dengan menggunkan monomer MAA dan kafein sebagai templat. Pada kafein-MIP terdapat rongga yang mempunyai struktur sama dengan kafein sehingga dapat digunakan untuk adsorpsi kafein, baik kafein dalam minuman maupun makanan. Jenis polimerisasi ini adalah polimerisasi radikal bebas dengan metode polimerisasi ruah. Prinsip polimerisasi ruah adalah dengan mencampurkan semua komponen (monomer, template, inisiator, crosslinker) yang kemudian dilakukan proses polimerisasi. Setelah diperoleh hasil sintesis berupa polimer, dilakukan ekstraksi template dengan metode ekstraksi soxhlet menggunakan pelarut asam asetat yang dimaksutkan untuk melarutkan molekul template sehingga membentuk rongga pada blok polimer yang kemudian dapat digunakan untuk
24
ekstraksi kafein dalam sampel dengan cara adsorpsi secara batch. Sebelumnya polimer dilakukan optimasi adsorpsi agar didapat hasil adsorpsi yang maksimal. Untuk mengukur efektifitas adsorpsi kafein-MIP dilakukan pembandingan adsorpsi dengan NIP pada kondisi yang sama. Kuantifikasi kafein dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 273 nm.
25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian 1.
Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-MIP hasil sintesis.
2.
Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah karakter kafein-MIP hasil sintesis
yang meliputi spektra IR, dan SEM. B. Variabel Penelitian 1.
Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi optimum yang meliputi massa kafein-MIP, konsentrasi larutan standar, dan waktu kontak
2.
Variabel kontrol Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah : a. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi template pada MIP yaitu asam asetat. b. Waktu yang digunakan saat waterbath selama 24 jam. c. Temperatur yang digunakan saat waterbath kafein-MIP sebesar 600C. d. Panjang gelombang pada Spektrometer UV-Visible sebesar 250-300 nm.
3.
Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini persentase adsorpsi kafein-MIP
pada sampel.
26
C. Instrumen Penelitian 1.
Alat-alat yang digunakan adalah : a. Timbangan analitik. b. Botol flakon. c. Pipet volumetrik. d. Pipet mikro. e. Gelas ukur. f. Tabung reaksi. g. Erlenmeyer. h. Spatula. i. Batang pengaduk. j. Mortar. k. Botol semprot. l. Kertas saring. m. Corong. n. Fortex. o. Labu ukur. p. Waterbath. q. Seperangkat alat soxhlet. r. pektrofotometri UV Visibel. s. Spektroskopi FT-IR. t. SEM
27
2.
Bahan-bahan yang digunakan adalah : a. Kafein. b. Sampel minuman kemasan yang mengandung kafein. c. Asam asetat. d. Asam metakrilat (MAA). e. Etilenglikol dimetakrilat (EDMA). f. Kloroform. g. Benzoil peroksida (BPO). h. Akuades.
D. Prosedur Penelitian 1. Membuat kurva standar kafein Sebanyak 10 mg kafein dilarutkan dalam akuades sambil dipanaskan dan distirrer selama 20 menit hingga larut. Dinginkan dan masukkan kedalam labu takar 100 ml tambahkan akuades sampai tanda batas sehingga konsentrasinya menjadi 100 ppm, kemudian dibuat deret standar melalui pengenceran dengan akuades: 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing masing larutan standar dengan metode spektroforometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 272,60 nm sehingga diperoleh A1, A2, A3, A4, A5, A6, dan A7. Dialurkan kurva C lawan A, dan menentukan persamaan garis liniernya.
28
2. Membuat kurva standar kafein dalam pelarut asam asetat Sebanyak 10 mg kafein dilarutkan dalam asam asetat kemudian masukkan kedalam labu takar 100 mL dan tambahkan asam asetat sampai tanda batas hingga konsentrasinya menjadi 100 ppm, kemudian dibuat deret standar melalui pengenceran dengan asam asetat: 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm, dan 14 ppm. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing masing larutan standar dengan metode spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 271,35 nm sehingga diperoleh A1, A2, A3, A4, A5, A6, dan A7. Dialurkan kurva C lawan A, dan menentukan persamaan garis liniernya. 3. Sintesis kafein-MIP a. Membuat larutan kafein 0,1 M dalam 10 mL kloroform Menimbang kafein sebesar 0,194 gram dan dilarutkan dalam 10 ml kloroform (lampiran 3) b. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer) Sebanyak 0,5 gram benzoil peroksida dimasukkan dalam botol flakon, kemudian dilarutkan dengan 1 mL kloroform. Ditambahkan 0,1 mL MAA, dan 1,1 mL EDMA kemudian dihomogenkan dan dialiri dengan gas nitrogen. Polimerisasi dilakukan dalam keadaan tertutup di dalam waterbath dengan suhu 60° C selama 24 jam. c. Sintesis Kafein-MIP (Molecularly Imprinted Polymer) Sebanyak 0,5 gram benzoil peroksida dimasukkan dalam botol flakon, kemudian dilarutkan dengan 1 mL kloroform. Ditambahkan 0,1
29
mL MAA, 1,1 mL EDMA dan 2 mL larutan kafein dalam kloroform kemudian dihomogenkan dan dialiri dengan gas nitrogen. Polimerisasi dilakukan dalam keadaan tertutup di dalam waterbath dengan suhu 60° C selama 24 jam. d. Menentukan kafein terekstrak sebagai template pada kafein-MIP. Pengukuran kafein terekstrak sebagai template pada kafein-MIP hasil sintesis dilakukan dengan metode spektrofotometer UV-Visible. Proses ekstraksi kafein pada kafein-MIP dilakukan dengan cara ekstraksi soxhlet. Pertama kafein-MIP dihaluskan kemudian dibungkus dengan kertas saring untuk dmasukkan kedalam soxhlet dengan pelarut asam asetat selama 24 jam. Pengukuran absorbansi dari filtrat dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Visible dimana kafein memberikan serapan pada panjang gelombang 271,35 nm, kemudian ditentukan konsentrasi kafein dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis linier larutan standar kafein dalam asam asetat. 4. Karakterisasi Kafein-MIP a. Analisis gugus fungsi polimer menggunakan spektroskopi FTIR b. Analisis permukaan polimer menggunakan SEM 5. Evaluasi adsorpsi menggunakan sistem batch a. Penentuan massa optimum kafein-MIP Larutan standar kafein dibuat seri sebanyak 8 buah dalam erlenmeyer 25 mL. Kemudian masing-masing diisi larutan kafein
30
sebanyak 25 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan variasi massa (0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,5; dan 2 gram) diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 272,60 nm. b. Penentuan konsentrasi optimum Larutan standar kafein dibuat seri dengan variasi konsentrasi (50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) sebanyak 25 mL. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 25 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan massa optimum yang dihasilkan dan diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 272,60 nm. c. Penentuan waktu optimum adsorpsi Larutan standar kafein dibuat seri dengan konsentrasi optimum yang dihasilkan sebanyak 25 mL. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 25 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan massa 2 gram diaduk dengan shaker pada waktu yang telah ditentukan (15, 30, 45, 60, dan 75 menit) pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 272,60 nm.
31
6. Adsorpsi Kafein dalam Sampel Menyiapkan 6 buah erlenmeyer berisi 25 mL sampel yang telah diencerkan sebanyak 10 kali dengan akuades. Diinteraksikan dengan NIP dan kafein-MIP sebanyak massa optimum yang dihasilkan masing-masing 3 erlenmeyer selama waktu optimum menggunakan shaker. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing-masing filtrat dengan metode spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 272,60 nm sehingga diperoleh A1, A2, A3, A4, A5, dan A6. Dialurkan kurva C lawan A, dan menentukan konsentrasi filtrat menggunakan persamaan garis linier larutan standarnya. E. Penyajian Data 1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi di dalam kafein-MIP yang dilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR dan mengetahui morfologi permukaan pada kafein-MIP dengan SEM 2. Analisis Kuantitatif Analisis
kuantitatif
dilakukan
dengan
menggunakan
spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang yang telah ditentukan. Data kuantitatif yang diperoleh berupa absorbansi kafein terekstrak pada kafein-MIP dengan mensubtitusikan nilai absorbansi terukur dalam persamaan garis regresi dari larutan standar, Y = aX + b
32
dengan: Y = absorbansi
a = kemirigan (slope)
b = tetapan (intersep)
X = konsentrasi kafein
F. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif meliputi : 1. Penentuan kurva standar kafein Membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan absorbansi (A) dari larutan standar kafein. Menentukan persamaan linear yang terbentuk Y = aX + b Keterangan : Y = absorbansi
a = slope
b = tetapan (intersep)
X = konsentrasi
2. Menentukan konsentrasi kafein terekstrak pada kafein-MIP Mensubtitusikan
nilai
absorbansi
hasil
pengukuran
filtrat
menggunakan spektrofotometer UV-Visible ke dalam persamaan garis kurva standar sehingga diperoleh konsentrasi kafein terukur (X). Y = aX + b X=
(Y – b) a
3. Menentukan persentase kafein terekstrak
Persentase kafein terekstrak pada kafein-
MIP dapat dicari dengan cara : X 100%
% =
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pada penelitian sintesis polimer yang telah dilakukan dengan tahap proses polimerisasi diperoleh hasil berupa blok polimer kafein-MIP. Sedangkan sebagai pembandingnya disintesis dengan tahap proses polimerisasi yang sama tetapi tanpa kafein sebagai template yang selanjutnya disebut Non Imprinted Polymer (NIP). Blok polimer ini berwarna putih dan keras sehingga harus digerus atau dihaluskan untuk menghomogenkan dan mengecilkan ukuran partikelnya.
Gambar 10. Kafein-MIP hasil sintesis 1. Karakterisasi kafein-MIP a. Analisis gugus fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah Sampel yang dideteksi dengan spektrofotometer inframerah adalah sampel Non Imprinted Polymer (NIP) dan kafein-MIP.
34
Spektrum inframerah untuk kedua sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
N-H OH
C-H C=O
Gambar 11. Spektrum inframerah NIP, kafein-MIP sebelum soxhlet, dan kafein-MIP setelah soxhlet b. Analisis permukaan dengan Scanning Electron MicroscopyElectron Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX) Analisis
permukaan
digunakan
untuk
mengetahui
morfologi permukaan dan komposisi senyawa tersebut. Sampel yang dianalisis adalah kafein-MIP. Hasil SEM senyawa menunjukkan bahwa blok polimer memiliki morfologi yang berbentuk tidak beraturan dan cenderung terlihat seperti bongkahan-bongkahan dengan ukuran parikel yang cukup besar. Mikrograf material kafeinMIP ditunjukkan pada Gambar 12.
35
A
B
Gambar 12. Hasil SEM material kafein-MIP dengan perbesaran 100 kali (A); Perbesaran 10.000 kali (B) 2. Penentuan kondisi optimum adsorpsi menggunakan sistem batch Proses adsorpsi dilakukan pada variasi massa kafein-MIP, variasi konsentrasi larutan kafein, dan variasi waktu kontak adsorpsi. Selanjutnya hasil evaluasi adsorpsi ini diukur berdasarkan kurva standar kafein sebagai berikut :
36
Tabel 3. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein dalam akuades No. 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi (ppm) 2 4 6 8 10 12 14
Absorbansi 0,096 0,189 0,291 0,383 0,484 0,621 0,672
Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein tersebut maka diperoleh
Absorbansi
grafik dengan persamaan regresi :
Series1; 14; Series1; 12; 0,672 0,621 y = 0.04980x ‐ 0.00765 Series1; 10; R² = 0.995 0,484 Series1 Series1; 8; 0,383Linear (Series1) Series1; 6; 0,291 Series1; 4; 0,189 Series1; 2; 0,096 Konsentrasi (ppm)
Gambar 13. Kurva larutan standar kafein dalam akuades Y = aX + b Y = 0,04980X – 0,00765 Sehingga akan diperoleh konsentrasi kafein dalam larutan kafein. Persentase kafein teradsorpsi pada kafein-MIP ditentukan dengan membandingkan selisih antara konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi dengan konsentrasi awal larutan dalam satuan persen.
37
a. Penentuan massa optimum kafein-MIP Proses
adsorpsi
dilakukan
pada
variasi
massa
untuk
mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan persentase adsorpsi untuk variasi massa dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data persentase adsorpsi untuk variasi massa kafein-MIP No
Massa (gram)
1 2 3 4 5 6 7 8
0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,5 2
Konsentrasi teradsorpsi (ppm) 4,55 7,63 13,38 16,61 25,77 32,59 36,43 49,25
Persentase teradsorpsi (%) 3,67 6,16 10,78 13,40 20,79 26,30 29,40 39,74
b. Penentuan konsentrasi optimum Proses adsorpsi dilakukan pada variasi konsentrasi larutan untuk menentukan kondisi optimum adsorpsi dan pola isoterm adsorpsi yang terjadi. Data hasil perhitungan untuk variasi konsentrasi larutan kafein dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data persentase adsorpsi untuk variasi konsentrasi larutan kafein
No 1 2 3 4 5
Konsentrasi sebelum adsorpsi (ppm) 50 100 150 200 250
38
Konsentrasi Persentase teradsorpsi (ppm) teradsorpsi (%) 5,71 11,02 14,22 16,9 11,12
14,33 10,32 11,21 7,46 3,46
c. Penentuan waktu optimum adsorpsi Proses adsorpsi dilakukan pada variasi waktu kontak untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan untuk variasi watu kontak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data persentase adsorpsi untuk variasi waktu kontak No
Waktu (menit)
1 2 3 4 5
15 30 45 60 75
Konsentrasi teradsorpsi (ppm) 6,1 10,92 14,12 15,74 17,36
Persentase teradsorpsi (%) 11,52 20,62 26,67 29,73 32,78
3. Penentuan kafein terekstrak pada NIP dan kafein-MIP yang disintesis a. Dekafeinasi MIP dengan ekstraksi Soxhlet Penentuan konsentrasi kafein yang terekstrak sebagai template pada kafein-MIP hasil sintesis dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut asam asetat. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 271,35 nm. Hasil perhitungan konsentrasi dari absorbansi yang terukur pada proses ekstraksi berdasarkan larutan standar kafein dalam asam asetat sebagai berikut :
39
Tabel 7. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein dalam asam asetat No. 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi (ppm) 2 4 6 8 10 12 14
Absorbansi 0,074 0,162 0,259 0,402 0,508 0,587 0,685
Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein dalam asam asetat
Absorbansi
tersebut maka diperoleh grafik dengan persamaan regresi :
Series1; 14; 0,685 Series1; 12; 0,587 y = 0.05236x ‐ 0.03648 Series1; 10; R² = 0.995 0,508 Series1 Series1; 8; 0,402 Linear (Series1) Series1; 6; 0,259 Series1; 4; 0,162 Series1; 2; 0,074 Konsentrasi (ppm)
Gambar 14. Kurva larutan standar kafein dalam asam asetat Y = aX + b Y = 0,05236X – 0,03648 Pengukuran absorbansi pada filtrat sebesar 0,087, dengan faktor pengenceran 100 kali maka diperoleh konsentrasi kafein dalam pelarut asam asestat yang terekstrak sebesar 235,9 ppm.
40
Berdasarkan banyaknya massa kafein yang disintesis maka kafein terekstrak dalam pelarut asam asetat sebesar 9,8%. b. Ekstraksi kafein pada sampel dengan Non Imprinted Polymer (NIP) Hasil ekstraksi kafein pada sampel minuman kemasan yang diencerkan 10 kali sebagai berikut : Tabel 8. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan dengan NIP No
Polimer
1 2 3
NIP 1 NIP 2 NIP 3
Konsentrasi teradsorpsi (ppm) 19,41 18,31 16,39
c. Ekstraksi kafein pada sampel dengan kafein-MIP Hasil ekstraksi kafein pada sampel minuman kemasan yang diencerkan 10 kali sebagai berikut : Tabel 9. Data adsorpsi kafein pada sampel minuman kemasan dengan Kafein-MIP No
Polimer
1 2 3
MIP 1 MIP 2 MIP 3
Konsentrasi teradsorpsi (ppm) 36,97 29,65 31,33
B. Pembahasan 1. Sintesis NIP dan kafein-MIP Sintesis kafein-MIP dari Polymetacrylic Acid (PMAA) merupakan jenis polimerisasi reaksi rantai tipe radikal bebas, sedangkan metodenya adalah metode polimerisasi ruah. Polimerisasi ruah merupakan sistem
41
polimerisasi yang terdiri dari monomer dan inisiator. Polimerisasi ruah dilakukan dengan mencampurkan MAA sebagai monomer, EDMA sebagai agen pengikat silang (cross linker), benzoil peroksida dalam pelarut kloroform sebagai inisiator, dan kafein sebagai molekul template kemudian dialiri gas nitrogen dan dilakukan polimerisasi. Polimerisasi dilakukan dalam keadaan tertutup di dalam waterbath selama 24 jam dengan suhu 60° C. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Malina (2013) menyatakan bahwa konsentrasi benzoil peroksida optimum yang digunakan pada sintesis MIP yaitu sebesar 0,5 g/ mL. Sedangkan untuk NIP disintesis dengan cara yang sama namun tanpa kafein sebagai template. Kafein-MIP dan NIP hasil sintesis ini berupa blok polimer yang berwarna putih dan mempunyai struktur yang keras tetapi lunak sehingga memudahkan ketika dilakukan penggerusan. Pengambilan blok polimer dari dalam botol flakon adalah dengan cara memecahkan botol. Blok polimer ini perlu dilakukan penggerusan, dimana penggerusan pada polimer adalah cara memperluas permukaan adsorbennya selain itu untuk memperoleh partikel polimer dengan ukuran yang lebih kecil dan homogen, yaitu sekitar 20-50 μm (Moral dan Mayes, 2003). Setelah itu dilakukan ekstraksi terhadap kafein sebagai template dalam polimer dengan menggunakan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut asam asetat untuk membentuk cetakan kafein pada badan polimer. Ekstraksi soxhlet adalah salah satu metode ekstraksi (pemisahan) yang
42
menggunakan pelarut dalam mengekstraknya sehingga terjadi ekstraksi yang kontinyu dengan adanya jumlah pelarut konstan yang juga dibantu dengan pendingin (kondensor). Seperti pada gambar berikut:
Gambar 15. Proses ekstraksi soxhlet Kafein-MIP yang telah digerus dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam ekstraktor soxhlet, kemudian pelarut dialirkan dari soxhlet menuju labu alas bulat hingga membasahi kafein-MIP. Mekanisme proses ekstraksi soxhlet dimulai ketika dilakukan pemanasan pada pelarut (asam asetat) dengan acuan titik didihnya yaitu 1180C, pelarut akan menguap melalui pipa soxhlet dan memasuki kondensor hingga terjadi proses kondensasi. Kemudian pelarut akan bercampur dengan kafein-MIP dan mengekstrak kafein hingga pelarut akan memenuhi sifon, dan ketika sifon penuh kemudian akan dialirkan kembali pada labu alas bulat. Proses ini dinamakan 1 siklus. Pada penelitian ini ekstraksi template
43
dengan ekstraktor soxhlet dilakukan hingga 24jam hingga pelarut berwarna kuning jerami. 2. Karakterisasi kafein-MIP hasil sintesis a. Analisis gugus fungsi dengan Spekrofotometer Inframerah Dalam penelitian ini sampel yang dianalisis gugus fungsinya sampel NIP, kafein-MIP sebelum pembuangan template, dan kafeinMIP setelah pembuangan template dengan soxhlet. Gambar 11 merupakan spektrum NIP, kafein-MIP sebelum pembuangan template, dan kafein-MIP setelah pembuangan template dengan soxhlet. Intepretasi spektrum inframerah dari ketiganya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Interpretasi spektrum inframerah NIP, MIP sebelum soxhlet, dan MIP stelah soxhlet.
No.
NIP
1 2
3446,50 1724,04
3 4 5 6
1384,62 949,38 1457,51 -
Bilangan Gelombang (cm-1) Kafein-MIP Kafein-MIP sebelum setelah pembuangan pembuangan template template 3470,88 3475,47 1728,43 1727,60 1387,69 958,80 1456,10 2991,29
1385,19 1452,20 2999
Kafein 1707,06 1359,86 974,08 1548,89 3111,28
Gugus Fungsi OH C=O C-H bend C - C str C - N str N - H str
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa pada Gambar 11 muncul gugus-gugus fungsi yang hampir sama dari ketiga sampel, yaitu gugus fungsi OH dengan serapan puncak melebar yang
44
merupakan OH dari ikatan hidrogen yang tejadi antar rantai polimer, diperkuat dengan munculnya puncak tajam C = O yang merupakan ikatan antar polimer berasal dari struktur MAA, EDMA dan juga berasal dari senyawa kafein. Gugus C – H (bend) dengan intensitas rendah dan C – C (stretch) menunjukkan adanya cincin aromatik dengan serapan keluar bidang. Ciri khas dari kafein adalah adanya amida yaitu senyawa organik mengandung gugus fungsi karbonil C=O yang berikatan dengan atom nitrogen atau suatu senyawa yang mengandung gugus N – H (amina). Pada spektra inframerah adanya serapan gugus fungsi N – H dan C – N dimana gugus N –H memunculkan puncak lemah NH2 pada daerah bilangan gelombang mendekati 3500 cm-1 dan C – N pada serapan bilangan gelombang sekitar 1500 cm-1. Pada kafein-MIP setelah pembuangan template masih ditemukan adanya puncak serapan gugus N – H yaitu pada bilangan gelombang 2999 cm-1 serta adanya serapan gugus fungsi C – N yaitu pada bilangan gelombang 1452,20 cm-1. Walaupun pada NIP juga ditemukan serapan yang hampir sama yaitu pada daerah 1457,51 cm-1 dengan intensitas yang rendah serapan tersebut diduga berasal dari gugus fungsi lain yaitu gugus cincin aromatik yang berasal dari benzoil peroksida (biasanya terjadi tumpang tidih puncak dengan C – N pada spektrum). Adanya serapan gugus fungsi N – H pada kafein-MIP setelah pembuangan template menunjukkan bahwa kafein pada sampel belum terekstraksi
45
seluruhnya oleh kafein-MIP. Karena kelarutan kafein yang kecil dalam pelarut asam asetat dengan sifat kepolaran asam asetat yang sangat tinggi. b. Analisis permukaan dengan Scanning Electron MicroscopyElectron Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX) Dalam penelitian ini sampel yang dianalisis morfologi permukaannya adalah kafein-MIP yang telah diekstraksi untuk menghilangkan template (kafein) dengan metode ekstraksi soxhlet sehingga membentuk rongga/pori yang berfungsi untuk adsorpsi molekul yang memiliki struktur dan ukuran yang sama dengan rongga tersebut. Berdasarkan Gambar 12, pori yang dihasilkan masih belum bisa terukur dengan baik ini terlihat pada gambar dengan perbesaran 10.000 kali dengan skala perbesaran 1μm masih belum tampak pori yang terukur. Hal ini dikarenakan ukuran pori yang sangat kecil kurang dari 1μm atau berada di orde nanometer sehingga tidak dapat terukur dengan baik pada uji karakteristik menggunakan SEM. Selain data mikrograf dalam karakterisasi ini juga terdapat spektra EDX yang menunjukkan komposisi kualitatif maupun kuantitatif dari kafein-MIP pada luas area tertentu. Analisis elementer data SEM dengan Energi Dispersive X-Ray (EDX) seperti pada Gambar 16.
46
Gambar 16. Spektrum EDX kafein-MIP setelah ekstraksi template Pada gambar tersebut meenunjukkan keberadaan puncak unsur C, N, dan O dengan keseluruhan komposisi elementer 44,41% (b/b) karbon, 14,78% (b/b) nitrogen, dan 40,81% (b/b) oksigen. Dengan melihat persentase komposisi tersebut, unsur nitrogen masih terdapat pada kafein-MIP walaupun jumlahnya paling sedikit. Hal ini diasumsikan bahwa unsur nitrogen yang terdapat pada kafein-MIP berasal dari senyawa kafein yang belum terekstrak seluruhnya dan menyebabkan rongga yang terbentuk belum maksimal sehingga persentase adsorpsi yang dihasilkan relatif kecil. 3. Penentuan kondisi optimum adsorpsi kafein-MIP a.
Penentuan massa optimum Penentuan kondisi optimum adsorpsi menjadi hal penting
karena digunakan sebagai pedoman untuk proses adsorpsi selanjutnya. Optimasi kondisi dilakukan pada variasi massa MIP yang digunakan dalam adsorpsi larutan kafein. Variasi massa yaitu
47
pada 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,5; dan 2 gram. Volume larutan kafein yang digunakan sebanyak 25 mL dengan konsentrasi tetap 123,92 ppm (teoritis 100 ppm). Proses adsorpsi dilakukan dalam waktu kontak 15 menit. Gambar 6 menunjukkan proses adsorpsi pada variasi massa MIP.
Persentase teradsorpsi (%)
Series1; 2; 0,1 39,74 0,2 Series1; 1; 26,3 Series1; 0,8; 20,79
Series1; 1,5; 29,4
Series1; 0,6; Series1; 0,4; 13,4 10,78 Series1; 0,2; Series1; 0,1; 6,16 3,67 Massa (gram)
0,4 0,6 0,8 1 1,5 2
Gambar 17. Adsorpsi pada variasi massa MIP Gambar 17. Menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah MIP akan meningkatkan persentase adsorpsi, hal ini disebabkan karena pori-pori pada permukaan MIP semakin banyak untuk dapat berikatan dengan adsorbat. Pada massa MIP 2 gram menunjukkan persentase adsorpsi terbesar. Oleh karena itu pada massa MIP 2 gram dipilih sebagai kondisi optimum adsorpsi untuk proses selanjutnya. b. Penentuan konsentrasi optimum
48
Optimasi
kondisi
pada
variasi
konsentrasi
untuk
mengetahui konsentrasi optimum yang mampu diadsorpsi oleh kafein-MIP pada massa optimum yaitu sebanyak 2gram. Proses adsorpsi dilakukan pada variasi konsentrasi larutan kafein yaitu 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm. Proses adsorpsi dilakukan pada waktu kontak 15 menit. Gambar 18 menunjukkan proses adsorpsi pada variasi konsentrasi.
Persentase teradsorpsi (%)
Series1; 50; 14,33 Series1; 150; Series1; 100; 11,21 10,32
50 100
150 Series1; 200; 7,46 200 250 Series1; 250; 3,46 Konsentrasi (ppm)
Gambar 18. Adsorpsi pada variasi konsentrasi larutan kafein Adsorpsi pada variasi konsentrasi juga digunakan untuk menentukan
pola
isoterm
adsorpsi.
Isoterm
adsorpsi
menggambarkan adsorpsi suatu zat oleh adsorben dengan perbedaan konsentrasi larutan. Pola isoterm adsorpsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah isoterm adsorpsi Langmuir dan isoterm Freundlich. Isoterm adsorpsi Langmuir ditentukan dengan mengalurkan grafik hubungan antara konsentrasi adsorbat banding daya adsorpsi (Ce/qe) dengan konsentrasi adsorbat (Ce).
49
Gambar 19. Merupakan grafik isoterm adsorpsi Langmuir. Dengan persamaan garis yang diperoleh Y = 6,004x + 85,06 dengan nilai R
Ce/qe (mg/g)
sebesar 0,928.
Series1; Series1; 90,7; 112,5; 653,105310 632,022471 5 Series1; 9 34,1; 475,261324 Ce (ppm)
Series1; 294,5; 2122,52252 3 y = 6,0042x + 85,067 R² = 0,8623 Series1 Series1; Linear (Series1) 209,6; 993,953764 1
Gambar 19. Grafik isoterm adsorpsi Langmuir Isoterm Freundlich ditentukan dengan mengalurkan grafik hubungan antara log daya adsorpsi (log qe) dengan log konsentrasi adsorbat (log Ce). Gambar 16 merupakan grafik isoterm adsorpsi Freundlich. Persaman garis yang diperoleh Y = 0,376x – 1,635 dengan nilai R sebesar 0,766.
50
Log qe
Series1; Series1; 2,32139127 y = 0,3769x ‐ 1,6358 2,05115252 8; ‐ Series1; 2; ‐ R² = 0,5872 0,67597490 2,46908529 0,74957999 Series1; 49; ‐ 8 1,95760728 Series1 0,85776700 Series1; 7; ‐ 8 1,532754370,85737592 9; ‐ 8 Log Ce 1,14417809 5
Gambar 20. Grafik isoterm adsorpsi Freundlich Berdasarkan Gambar 19 dan 20 nampak bahwa nilai R pada pola isoterm adsorpsi Langmuir lebih besar dibanding dengan pola isoterm adsorpsi Freundlich sehingga pada adsorpsi larutan kafein dengan kafein-MIP mengikuti isoterm adsorpsi Langmuir, dengan nilai R sebesar 0.928. Pada grafik isoterm adsorpsi Langmuir didapat persaman Y = 6,004x + 85,06 yang dianalogikan dengan persamaan Langmuir. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dituliskan C/(x/m)=1/k.b + 1/b C dimana 1/b merupakan slope dan 1/k.b adalah intersep. Notasi b merupakan kapasitas adsorpsi (mg/g) dan k merupakan konstanta Langmuir. Sehingga didapat nilai kapasitas adsorpsi (b) sebesar 0,167 mg/g dan nilai k sebesar 0,0704. Dalam penelitian ini tipe adsorpsi pada kafein-MIP termasuk
dalam
tipe
isoterm
adsorpsi
Langmuir
yang
mendefiniskan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan
51
adsorben.
Isoterm
Langmuir
menggambarkan
bahwa
pada
permukaan adsorbat homogen dan tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat (Murni Handayani dan Eko Sulistyono, 2009 : 132). Persentase kafein terkstrak tertinggi pada variasi konsentrasi terjadi pada konsentrasi 50 ppm yaitu sebesar 14,33%. c. Optimasi waktu kontak Optimasi waktu kontak digunakan untuk mengambarkan proses adsorpsi dari waktu ke waktu. Massa MIP yang digunakan sebesar 2 gram. Konsentrasi larutan kafein yang digunakan adalah konsentrasi optimum yaitu 52,95 ppm (teoritis 50 ppm). Gambar
Persentase teradsorpsi (%)
21 menunjukkan proses adsorpsi pada variasi waktu kontak.
Series1; 75; 32,78 Series1; 60; Series1; 45; 29,73 15 26,67 Series1; 30; 20,62 Series1; 15; 11,52
30 45 60 75
Waktu Kontak (menit)
Gambar 21. Adsorpsi pada variasi waktu kontak Gambar 21 menunjukkan bahwa waktu yang optimum untuk adsorpsi adalah pada 75 menit. Konsentrasi kafein teradsorpsi pada waktu 75 menit sebesar 17,36 ppm. Semakin lama
52
terjadinya waktu kontak maka akan memberikan kesempatan adsorben dalam mengikat adsorbat. 4. Penentuan kafein teradsorpsi pada sampel minuman dengan NIP dan kafein-MIP Hasil penentuan kafein yang terekstrak pada NIP dan kafein-MIP dilakukan untuk membandingkan persentase kafein terekstrak pada NIP dan kafein-MIP dimana NIP adalah polimer tanpa cetakan molekul ttemplat dan kafein-MIP adalah polimer dengan cetakan molekul template yaitu kafein. Sehingga kafein-MIP akan memberikan adsorpsi yang lebih baik dari pada NIP. Konsentrasi kafein terukur pada sampel minuman sebelum diadsorpsi adalah 188,11 ppm. Berdasarkan tabel 8 dan 9 didapat konsentrasi kafein rata-rata teradsorpsi pada NIP yaitu sebesar 18,0367 ppm. Sedangkan konsentrasi kafein rata-rata teradsorpsi pada kafein-MIP sebesar 32,65 ppm. Sehingga didapat persentase kafein terekstrak pada NIP sebesar 9,59% dan persentase kafein terekstrak pada kafein-MIP sebesar 17,36%. Pada penelitian ini adsorpsi kafein dengan kafein-MIP lebih baik dari pada NIP dengan kata lain persentase adsorpsi pada kafeinMIP hampir 2 kali lebih besar dibandingkan dengan persentase adsorpsi pada NIP. Pada kafein-MIP memiliki rongga (cavities) akibat pembuangan template molekul kafein, dimana rongga tersebut berfungsi untuk mengenal molekul dengan ukuran, struktur serta sifat-sifat fisika kimia yang sama dengannya.
53
Hasil ini menunjukkan bahwa polimer hasil sintesis kurang baik digunakan untuk aplikasi ekstraksi kafein pada sampel. Kemungkinan terjadi karena interaksi antara polimer dengan sampel kurang optimal, sehingga tidak semua kafein teridentifikasi. Selain itu juga disebabkan oleh struktur template dalam badan polimer telah rusak akibat proses penggerusan yang dilakukan untuk menghomogenkan ukuran partikel. Ini merupakan salah satu kelemahan dari metode polimerisasi ruah karena pada proses ini diperkirakan sekitar 50-75% dari jumlah awal polimer yang dihasilkan akan hilang termasuk beberapa bagian atau sisi polimer yang berguna, sehingga pada saat polimer digunakan kembali untuk mengidentifikasi molekul target molekul template ketika berada di dalam larutan tidak dapat maksimal (Moral dan Mayes, 2003 : 18). Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik polimer hasil sintesis dengan spektrofotometer inframerah, dan SEM-EDX sudah menunjukkan hasil yang cukup baik dilihat dari struktur NIP dan MIP. Namun kafeinMIP tidak cukup baik ketika digunakan untuk mengidentifikasi kafein secara langsung dalam sampel minumam. Hal ini dimungkinkan karena pori yang terbentuk tidak sempurna dan berukuran sangat kecil akibat ektraksi template yang tidak sempurna sehingga molekul target hanya sedikit yang teradsorpsi.
54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakter kafein-MIP hasil sintesis berdasarkan spektra inframerah menunjukkan bahwa masih terdapat gugus fungsi N – H (amina) ini berarti kafein-MIP masih mengandung kafein yang belum terekstrak sempurna. Pada hasil SEM menunjukkan bahwa ukuran pori yang dihasikan sangat kecil yakni dalam ukuran nanometer dan masih mengandung unsur nitrogen sebanyak 14,78%. 2. Kondisi optimum adsorpsi pada kafein-MIP yaitu dengan massa 2 gram kafein-MIP yang diinteraksikan dengan larutan standar kafein pada konsentrasi 50 ppm dan waktu kontak adsorpsi selama 75 menit. 3. Persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP sebesar 9,59% dan persentase kafein terekstrak pada kafein-MIP hampir 2 kali lebih besar dari NIP yaitu 17,36%. B. Saran 1. Perlu dilakukan sintesis MIP dengan metode polimerisasi yang lain 2. Perlu dilakukan sintesis MIP dengan monomer dan template yang lain sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai macam molekul
55
3. Perlu dilakukan pemilihan pelarut untuk ekstraksi template yang tepat sesuai dengan sifat template sehingga rongga yang dihasilkan bisa maksimal.
56
DAFTAR PUSTAKA
Andrian Saputra, dkk. 2013. Penggunaan Metode Semi Empirik AM 1 untuk Pemilihan Monomer Fungsional Efektif pada Prasintesis Polimer Tercetak Drazinon.Vol 3 No 1. Hlm: 1-9.
Annisa. 2007. Pengaruh Konsentrasi Monomer terhadap Grafting Kitosan pada Film Polietilen dengan Metode Grafting. Skripsi. Universitas Lampung Anonim. 2004. Kafein & Wanita. www.alatsehat.com. Diakses pada 30 Mei 2015. _______. 2014. Dampak Buruk Mengkonversi Kafein pada Tuuh, www.palingetop.com/2014/12/Dampak-buruk-Mengkonsumsi-Kafeinpada-tubuh.html?m. diakses pada 30 Mei 2015 _______. 2015. Bahaya kafein: 5 efek negatif untuk kesehatan. Diakses pada 30 Mei 2015. Asep Sukohar, Setiawan, Firman F. Wirakusumah, & Herry S. Sastramihardja. 2011. Isolation and Characterization Cytotoxic Compounds Caffeine and Chlorogenic Acid Seeds of Lampung Coffee Robusta. Jurnal Medika Planta. Vol 1 No 4. Hlm: 11-27 Bakas, Idriss., Oujji, Najwa Ben., Moczko, Ewa., Istamboulie, Georges., Piletsky, Sergey., Piletska, Elena., Ait-Addi, Elhabib., Ait-Ichou, Ihya., Noguer, Thierry., Rouillon, Regis. 2013. Computational and Experimental Investigation of Molecularly Imprinted Polymer for Selective Extraction of Dimethoate and Its Metabolite Omethoate from Olive Oil.Journal of chromatography. No 1274.Hlm: 13-18. Bawazeer, N A & AlSobahi, N A. 2013. Prevalence and side effect of energy drink consumption among medical students at Umm Al-Qura University, Saudi Arabia. Jornal of medical student. Vol 3 No 1. Hlm 104-108. Casal S., M.B.P. Oliveira, M.R. Alves, and M.A. fereira. 2000. Discriminate Analysis of Roasted Coffe Varieties for Trigoneline, Nicotine Acid, and Caffeine Content. Journal of Agricultural and Food Chemistry vol 48 Hlm: 34203424. Chin-I Lin, Wen-Ping Chu, K. Abraham Joseph, Yu-Chi Wong, Chao-Kang Chang, and Yu Der Lee. 2003. Molecularly Imprinted Polymer Beads for Decaffeination. Journal of Medical and Biological Engineering.23(2) Hlm: 53-56. Cormark, Peter & Mehamod, Faizatul Shimal. 2013. Molecularly Imprinted Polymer Syntesis Using RAFT Polymerisation. Vol 42 No 2. Hlm: 529-535.
57
Danielsson, B. 2008. Artificial Receptor. Biochem, Engin/Biotechnol. Vol 109 Hlm: 97-122 Evelin . 2006. Minuman Energi Dicari Untuk Dinikmati. Jurnal Food Review. Vol 1 No 8. Fifield, F.W. and Kealy, D. 1975. Analytical Chemistry. London: International Textbook Company Limited Hart, H., Craine, L.E. and Hart. D.J. 2003. Kimia Organik.Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga. Hiemenz, Paul C., and Lodge, Timothy P. 2007. Polymer Chemistry Second Edition. United States of America: CRC Press Hoeger, W. W. K., Turner, L. W., and Hafen, B. Q. 2002. Wellness: Guidelines for a healthy lifestyle. 3rd ed Belmont. CA: Wadsworth Group. Hsu, C.P.S. 1994. Infrared Spectroscopy . Handbook of Instrumental Techniques for Analytical Chemistry
Ingrouille K. Effect of caffeinated beverages upon breakfast meal consumption of University of Wisconsin-Stout undergraduate students. 2013. http://www.uwstout.edu/content/lib/thesis/ 2013/2013ingrouillek.pdf. diakses tanggal 11 Agustus 2016 Intan Widyasari. 2014. Poli (Metil Metakrilat Co etilenglikol Dimetakrilat) sebagai Kafein-Moleculrly Imprinted Polymers (MIPs) : Sintesis dan Karakterisasi. Bandung: ITB. International Food Information Council Foundation (IFIC). 2007. Caffeine and Health: Clarifyng The Controversies. http://www.ific.org. Diakses pada 30 Mei 2015. Juliano L M & Griffiths R R. 2004. A critical review of caffeine withdrawal: empirical validation of symptoms and signs, incidence, severity and associated features. Psychopharmacology. Hlm 1-29.
Kaplan E, Holmes JH, Sapeika N. 1974. Caffeine content of tea and coffee. S. Afr. Med. J., 48: 510-511 Kirsch, N., Alexander, C., Lubke, M., Whitcombe, M.J., and Vulfson, E.N. 2000. Enhancement of Selectivity of Imprinted Polymers via PostImprinting Modification of Recognition Sites, Polymer, 14: 55835590 Kohar, H.J. dan Agustanti. 2004. Daun Kangkung (Ipomoea Reptans) yang Direbus dengan Penambahan NaCl dan Asam Asetat. Jakarta: Makara Sains.
58
Michels, K.B et al. 2005. Coffee, Tea, and CaffeinConsumption and Incidence of Colon and Rectal Cancer. Jurnal of National Cancer Institus. Vol 97 No 4. Hlm: 282-292. Moral, N. Perez, dan Mayes, A.G. 2003. Comparative Study of Imprinted Polymer Particle Prepare byDifferent Polymerisation Methods. Elsevier Analytical Chemica Acta. 15-21. Murni Handayani & Eko Sulistiyono. 2009. Uji Persamaan Langmuir dan Freundlich pada Penyerapan Limbah Chrom (VI) oleh Zeolit. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN. Olin, R.B. 2001. Drug Facts and Comparison. Facts and omparison Hlm: 698-707 Rabek, J.F. 1980. Experimental Methods in Polymer Chemistry. Swedia: John Wiley and Sons. Rahiminejad, M., Shahtaheri, S.J., M.R, Ganzali, A. Ramihi F., Gobalbaei. 2009. Molecularly Imprinted Solid Phase Extrction for Trace Analysis of Diazinon in Drinking Water. Iran Jurnal Environ Health Science vol6. 97-106. Sembodo, B.S.T. 2006. Model Kinetika Langmuir untuk Adsorpsi Timbal pada Abu Sekam Padi. Ekuilibrium. Vol 5. Hlm: 28-33. Steven, M. P. 2001. Kimia Polimer. Diterjemahkan oleh Iis Sopyan. Jakarta: Pradnya Paramita. Sulastri, Siti. 2012. Ekstraksi Fasa Padat sebagai Langkah Awal pada Pemantauan terhadap Pencemaran Ion Logam Berat. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Sunarti & Irmawati Suwardi. 2014. Caffein. www.toksikologiumi.wordpress.com. Diakses pada 11 Agustus 2016. Susilo, Y.S. 2007. Industri Pangan akan Tumbuh 15-20%. Food Review. Vol 2 No 2.
Swastika K D. Efek kopi terhadap kadar gula darah post prandial pada mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2012. 2013. [diakses tanggal 12 November 2013] Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id. Tandy, E. 2012. Kemampuan Adsorben Limbah Lateks Karet Alam Terhadap Minyak Pelumas dalam Air. Jurnal Tekinik Kimia. Vol 1 No 2. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik. USU Van Home. 1985. Sorbent Extractiion Technology, Harbor City: Analytichem.Int. Inc. Walton, David dan Phillip Lorimer. 2000. Polimers. New York: Oxford University Press
59
Wirabuana Putri & Andi Ilham Latunra. 2013. Kandungan Kafein dan Polifenol pada Biji Kopi Arabika Coffea Arabica L. Dari Kabupaten Enrekang. Jurnal alam dan lingkungan. Vol 4(7) Hlm: 1-9. Wu H., B,Zheng., X, Zheng., J, Wang., W, Yuan., and Z, Jiang. 2007. Surface modified Y zeolite filled chitosan membrane for direct methanol fuel cell. Journal of Power Science 173: 842-852
60
61
Lampiran 1. Diagram alir proses 1. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer) Benzoil peroksida 0,5 g dalam 1 mL kloroform
Asam Metakrilat 0,1 mL
Botol Flakon
Waterbath
Uji karakterisasi spektroskopi infra red
62
EDMA 1,1 mL
Gas Nitrogen Polimerisasi 24 jam, T= 60° C
2. Sintesis kafein-MIP 0,5 gram benzoil peroksida dalam 1 mL kloroform
Asam Metakrilat 0,1 mL
EDMA 1,1 mL
Larutan kafein 0,2 mmol 2 mL
Gas Nitrogen
Botol Flakon
Polimerisasi 24 jam, T= 60° C
Waterbath Padatan digerus
Ektraksi Soxhlet
Residu
Uji karakterisasi spektroskopi infra red
Uji karakterisasi spektroskopi infra red
Filtrat
Uji karakterisasi spektroskopi SEM
63
Ukur absorbansi dengan Spektrofotometer UV
Lampiran 2. Pembuatan Kurva Standar Kafein 1. Kurva standar kafein dalam akuades Konsentrasi Larutan Standar dan Absorbansi Konsentrasi (ppm) 2 4 6 8 10 12 14
No. 1 2 3 4 5 6 7
Absorbansi 0,096 0,189 0,291 0,383 0,484 0,621 0,672
Kurva standar dibuat dengan mengalurkan grafik Konsentrasi larutan standar (sumbu X) dengan Absorbansi (sumbu Y) dapat dilihat pada gambar berikut 0,8 0,7
14; 0,672 12; 0,621 y = 0.04980x ‐ 0.00765 10; 0,484 R² = 0.995 8; 0,383 Series1 6; 0,291 Linear (Series1) 4; 0,189 2; 0,096
Absorbansi
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
5
10
15
Konsentrasi (ppm)
Kurva standar kafein dalam akuades Sehinga diperoleh persamaan garis linear Y = 0,04980 X – 0,00765 atau sama dengan A = 0,04980 C – 0,00765. Persamaan garis linear ini yang digunakan dalam perhitungan konsentrasi kafein yang teradsorp pada penentuan kondisi optimum kafein-MIP.
64
2. Kurva standar kafein dalam asam asetat Konsentrasi larutan standar dan absorbansi Konsentrasi (ppm) 2 4 6 8 10 12 14
No. 1 2 3 4 5 6 7
Absorbansi 0,074 0,162 0,259 0,402 0,508 0,587 0,685
Kurva standar dibuat dengan mengalurkan grafik Konsentrasi larutan standar (sumbu X) dengan Absorbansi (sumbu Y) dapat dilihat
Absorbansi
pada gambar berikut. 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
14; 0,685 12; 0,587 y = 0.05236x ‐ 0.03648 10; 0,508 R² = 0.995 8; 0,402 Series1 6; 0,259 Linear (Series1) 4; 0,162 2; 0,074 0
5
10
15
Konsentrasi (ppm)
Kurva standar kafein dalam asam asetat Sehinga diperoleh persamaan garis linear Y = 0,05236 X – 0,03648 atau sama dengan A = 0,05236 C – 0,03648. Persamaan garis linear ini yang digunakan dalam perhitungan konsentrasi kafein pada filtrat saat proses ekstraksi moleku template.
65
Lampiran 3. Perhitungan Bahan Sintesis Kafein-MIP
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Peter (2013) bahwa
perbandingan (mmol) antara MAA : EDMA : kafein yang digunakan untuk sintesis kafein adalah 1 : 5 : 0,2. Perbedaannya dengan NIP adalah bahwa NIP disintesis tanpa kafein sebagai molekul template. Volume dari masing-masing bahan dapat dicari dari massa molekul relatif (Mr). 1. MAA 1 mmol dengan
Mr = 86,09 gr/mol = 86,09 mg/mmol Bj = 1,015 Kg/L
1,015 Kg = 1000 mL 1015000 mg = 1000 mL 86,09 mg = 0,0848 mL 2. EDMA 5 mmol dengan
Mr = 198,22 g/mol Bj = 1,05 Kg/L
Massa = mol x Mr = 5 mmol x 198,22 mg/mmol = 991,1 mg 1,05 Kg = 1000 mL 1050000 mg = 1000 mL 991,1 mg = 0,9429 mL Perbandingan volum = MAA : EDMA =
0,0848 mL∶ 0,9429 mL
x 1,179
66
= 0,1 mL : 1,1 mL 3. Kafein 0,2 mmol dengan Mr = 194 gr/mol Membuat larutan kafein dalam kloroform 0,1 M sebanyak 10 mL Massa = volum x M x Mr 0,1 mol
= 10 mL x 1000
x 194 gr/mol
= 0,194 gr Mol = M x V V =
mol M
V =
0,0002 mol o,1 mol/L
V = 0,002 L = 2 mL
67
Lampiran 4. Perhitungan persentase kafein teradsorpsi pada penentenuan kondisi optimum
Persentase kafein teradsorbsi dihitung dengan menggunakan persamaan:
% kafein dalam sampel =
Konsentrasi sebelum adsorpsi konsentrasi setelah adsorpsi Konsentrasi sebelum adsorpsi
X 100
%
1. Penentuan massa optimum No
Massa (gram)
1 2 3 4 5 6 7 8
0,1 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,5 2
Konsentrasi sebelum adsorpsi (ppm) 123,92 123,93 123,94 123,95 123,96 123,97 123,98 123,99
Konsentrasi setelah adsorpsi (ppm) 119,37 116,29 110,54 107,31 98,15 91,33 87,49 74,67
Persentase teradsorpsi (%) 3,67 6,16 10,78 13,40 20,79 26,30 29,40 39,74
2. Penentuan konsentrasi optimum
No
Konsentrasi larutan (ppm)
Konsentrasi terukur sebelum adsorpsi (ppm)
1 2 3 4 5
50 100 150 200 250
39,84 101,81 126,74 226,47 305,60
68
Konsentrasi setelah adsorpsi (ppm) 34,13 90,79 112,52 209,57 294,48
Persentase teradsorpsi (%) 14,33 10,32 11,21 7,46 3,46
3.
Penentuan waktu kontak optimum
No
Waktu Kontak (menit)
Konsentrasi sebelum adsorpsi (ppm)
1 2 3 4 5
15 30 45 60 75
52,95 52,96 52,97 52,98 52,99
Konsentrasi setelah adsorpsi (ppm) 46,85 42,03 38,83 37,21 35,58
Persentase teradsorpsi (%) 11,52 20,62 26,67 29,73 32,78
4. Penentuan kafein dalam sampel minuman kemasan Kafein terukur pada sampel minuman kemasan sebelum adsorpsi sebesar 188,11 ppm 188,11 ppm =
188,11 mg 1000 mL
Pada sampel isi 300 ml terkandung 56,433 mg
a. Kafein teradsorpsi pada NIP kafein teradsorpsi rata-rata = (
19,41 18,31 16,39 3
) ppm
= 18,0367 ppm % kafein teradsorpsi =
18,0367 ppm 188,11 ppm
X 100%
= 9,59% b. Kafein teradsorpsi pada kafein-MIP 36,97 29,65 31,33 ) 3
kafein teradsorpsi rata-rata = (
= 32,65 ppm 32,65 ppm
% kafein teradsorpsi = 188,11 ppm X 100% = 17,36%
69
ppm
Lampiran 5. Perhitungan Isoterm Adsorpsi Untuk
menentukan
konsentrasi
awal
kafein
sebelum
adsorpsi
menggunakan persamaan berikut : C0 =
A 0,00765 0,04980
Dan untuk menentukan konsentrasi kafein setelah adsorpsi menggunakan persamaan berikut : Ce =
A 0,00765 0,04980
Daya adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : qe =
C0 Ce x V W X 1000
Keterangan : qe = Jumlah zat terlarut yang teradsorp per gram zat penyerap (mg/gram) C0 = Konentrasi larutan awal sebelum adsrpsi (ppm) Ce = Konsentrasi larutan setelah adsorpsi (ppm) V = Volume larutan (mL) W = Massa adsorben yang digunakan (gram) Hasil perhitungan daya adsorpsi pada variasi konsentrasi . Data hasil perhitungan daya adsorpsi pada variasi konsentrasi Konsentrasi (ppm) 50
C0 terukur (ppm) 39,84
100
Absorbansi
Ce (ppm)
qe (mg/g)
0,191
34,1
0,07175
101,81
0,499
90,7
0,138875
150
126,74
0,624
112,5
0,178
200
226,47
1,120
209,6
0,210875
250
305,60
1,514
294,5
0,13875
70
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
Menimbang BPO
Proses Waterbath
Hasil Sintesis Polimer
Kafein-MIP
Proses ekstraksi soxhlet
71
Lampiran 7. Pengukuran larutan standar kafein dalam akuades dengan spektrofotometer UV-Visible
72
Lampiran 8. Panjang gelombang maksimum kafein dalam akuades
73
Lampiran 9. Pengukuran larutan standar kafein dalam asam asetat dengan spektrofotometer UV-Visible
74
Lampiran 10. Panjang gelomang maksimum kafein dalam asam asetat
75
Lampiran 11. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut asam asetat
76
Lampiran 12. Pengukuran kafein dalam sampel minuman kemasan sebelum adsorpsi
77
Lampiran 13. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-MIP
78
Lampiran 14. Pengukuran variasi konsentrasi larutan kafein sebelum adsorpsi
79
Lampiran 15. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein
80
Lampiran 16. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak
81
Lampiran 17. Adsorpsi kafein pada sampel dengan NIP
82
Lampiran 18. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP
83
Lampiran 19. Hasil spektrum Inframerah pada NIP
84
Lampiran 20. Hasil spektrum Inframerah pada MIP sebelum pembuangan template
85
Lampiran 21. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template
86
Lampiran 22. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template
87