APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS
MUHAMMAD PANJI SOLIHIN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Citra Landsat 8 dalam Memetakan Biomassa Atas Tegakan di KPH Ciamis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Muhammad Panji Solihin NIM E14090131
ABSTRAK MUHAMMAD PANJI SOLIHIN. Aplikasi Citra Landsat 8 dalam Memetakan Biomassa Atas Tegakan di KPH Ciamis. Dibimbing oleh MUHAMMAD BUCE SALEH. Landsat 8 merupakan satelit pemantau sumberdaya alam yang diluncurkan oleh NASA pada 11 Februari 2013. Landsat 8 memiliki jumlah saluran yang lebih banyak daripada Landsat 7 dan pergeseran panjang gelombang pada masingmasing salurannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biomassa atas tegakan dengan menggunakan model penduga biomassa yang dibuat berdasarkan nilai digital dari band asli citra Landsat 8 dan nilai NDVI, serta membuat peta sebaran kelas biomassanya. Perhitungan biomassa dengan menggunakan alometrik dan konversi biomassa menggunakan koefisien BEF (Biomass Expansion Factor). Analisis hubungan biomassa lapang dan nilai digital dari peubah citra dilakukan untuk menyusun model penduga biomassa. Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan parameter nilai koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) dan nilai RMSE. Model terpilih yang dihasilkan digunakan sebagai dasar pemetaan sebaran kelas biomassa adalah Y = е (137 + 0.0155 band 2 - 0.00706 band 3 - 0.0076 band 9 - 0.00651 band 10 + 4.30 NDVI) dengan nilai R2adj sebesar 32.9% dan RMSE sebesar 190.6. Hasil dari evaluasi akurasi menunjukan nilai Overall Accuracy sebesar 64% dan nilai Kappa Accuracy sebesar 36% pada pemetaan dengan 3 kelas biomassa. Kata kunci : biomassa, Landsat 8, model penduga biomassa, pemetaan
ABSTRACT MUHAMMAD PANJI SOLIHIN. Application of Landsat 8 imagery on Above ground biomass Mapping in KPH Ciamis. Supervised by MUHAMMAD SALEH BUCE. Landsat 8 is a natural resources monitoring satellite launched by NASA on 11 February 2013. Landsat 8 has a number of channels more than Landsat 7 and a shift in the wavelength of each channel. This study aims to determine the potential of above ground biomass stand by using estimator model created based on the digital value of the original band of Landsat 8 imagery and NDVI values, as well as create a map of biomass class distribution. Biomass calculation is using allometric and biomass conversion is using BEF (Biomass Expansion Factor). Analysis of field biomass and digital values of imagery variable is for developing a biomass estimator models. The best model selection is based on the parameter value of the corrected coefficient of determination (R2adj) and RMSE value. The selected model that used as the basis for mapping of biomass classes distribution is Y = е (137 + 0.0155 band 2 - 0.00706 band 3 - 0.0076 band 9 - 0.00651 band 10 + 4.30 NDVI) with a value of R2adj is 32.9% and RMSE is 190.6. The result of accuracy evaluation shows that Overall Accuracy is 64% and Kappa Accuracy is 36% in the 3-class biomass mapping. Keyword : biomass, biomass estimator model, Landsat 8, mapping
APLIKASI CITRA LANDSAT 8 DALAM MEMETAKAN BIOMASSA ATAS TEGAKAN DI KPH CIAMIS
MUHAMMAD PANJI SOLIHIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Aplikasi Citra Landsat 8 dalam Memetakan Biomassa Atas Tegakan di KPH Ciamis Nama : Muhammad Panji Solihin NIM : E14090131
Disetujui oleh
Dr Ir Muhamad Buce Saleh, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penelitian dengan judul Aplikasi Citra Landsat 8 dalam Memetakan Biomassa Atas Tegakan di KPH Ciamis telah diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 dan berakhir pada bulan Juli 2014 yang berlokasi di KPH Ciamis. Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Muhamad Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dadang Hendaris selaku Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di KPH Ciamis. Selain itu, ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orangtua, seluruh keluarga, Bapak Uus, Sofian, Hastuti, Dini, Agil, Cecen, Hilman, Asyief, Dodoy, Bagus, seluruh keluarga besar Lab. GIS, seluruh pengurus PCSI IPB dan Pengurus Pusat Sylva Indonesia, serta rekan-rekan mahasiswa angkatan 46 Fakultas Kehutanan IPB atas doa dan dukungan yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Lokasi dan Waktu 2 Alat dan Data 2 Prosedur Analisis Data 2 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Identifikasi Titik Plot Pengamatan di Lapangan 8 Penyusunan Model Penduga Biomassa Atas Tegakan berdasarkan Nilai Digital dan NDVI 9 Pemilihan Model Terbaik 13 Sebaran Kelas Biomassa dan Evaluasi Akurasi Pemetaan 15 SIMPULAN DAN SARAN 17 Simpulan 17 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 18 RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL 1. Karakteristik band citra landsat 8 2. Contoh matrik kontingensi 3. Sebaran titik-titik plot pengamatan biomassa lapang 4. Hubungan perhitungan biomassa I dan biomassa II 5. Hubungan nilai digital peubah citra terhadap nilai biomassa 6. Matrik korelasi antar peubah citra 7. Patokan nilai-nilai koefisien korelasi 8. Model penduga biomassa 9. Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari 10 10.Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari 5 11.Penentuan kelas berdasarkan distribusi biomassa
3 7 8 9 10 10 10 13 13 15 15
DAFTAR GAMBAR 1. Peta lokasi titik plot pengamatan lapang di KPH Ciamis 2. Hasil perhitungan biomassa I dan perhitungan biomassa II
3. Scatterplot hubungan antara biomassa lapang dengan nilai digital peubah citra band 1, band 2, band 3, band 4, band 5 dan band 6 4. Scatterplot hubungan antara biomassa lapang dengan nilai digital peubah citra band 7, band 8, band 9, band 10, band 11 dan NDVI 5. Akurasi hasil pemetaan 6. Peta sebaran biomassa dengan 3 kelas menggunakan model I
4 8 11 12 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1. Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 3 kelas menggunakan model I 20 2. Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas biomassa dengan menggunakan model I 20 3. Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 7 kelas biomassa dengan menggunakan model I 20 4. Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 3 kelas biomassa dengan menggunakan model II 21 5. Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas biomassa dengan menggunakan model II 21 6. Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas biomassa dengan menggunakan model II 21 7. Peta sebaran kelas biomassa dengan 5 kelas menggunakan model I 21 8. Peta sebaran kelas biomassa dengan 7 kelas menggunakan model I 22 23 9. Peta sebaran kelas biomassa dengan 3 kelas menggunakan model II 10. Peta sebaran kelas biomassa dengan 5 kelas menggunakan model II 23 11. Peta sebaran kelas biomassa dengan 7 kelas menggunakan model II 24
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Pasal 1, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Pengelolaan hutan yang benar harus berdasarkan prinsip kelestarian agar berkelanjutan. Pengelolaan hutan yang terintegrasi membutuhkan dukungan mengenai ketersediaan data dan informasi dasar tentang kondisi fisik hutan. Salah satu nilai komponen penting yang dimiliki oleh hutan adalah biomassanya. Biomassa merupakan berat total materi hidup setiap pohon di atas permukaan yang dinyatakan dalam berat kering ton per unit area (Brown 1997). Kegiatan pengkajian biomassa tegakan hutan berfungsi sebagai acuan dalam mempelajari siklus hara dan aliran energi ekosistem hutan. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Mengingat laju perubahan hutan yang begitu cepat, teknologi penginderaan jauh sangat dibutuhkan untuk dapat memetakan potensi biomassa pada cakupan areal yang cukup luas secara cepat, akurat, efisien dengan biaya yang relatif murah. Pada tanggal 11 Februari 2013, NASA telah meluncurkan satelit Landsat Data Continuity Mission (LDCM) atau lebih dikenal dengan Landsat 8. Landsat 8 secara resmi mulai beroperasi pada tanggal 30 Mei 2013 dan data produk satelit tersebut tersedia untuk publik yang dapat diakses melalui website USGS (NASA 2013). Landsat 8 diluncurkan untuk melanjutkan misi dari Landsat 7 yang mengalami kerusakan sejak Mei 2003. Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 buah. Jumlah kanal Landsat 8 lebih banyak dibandingkan jumlah kanal Landsat 7. Bertambahnya jumlah band dan pergeseran panjang gelombang dari band pada citra Landsat 8 diharapkan dapat meningkatkan kemampuan citra dalam mengidentifikasi nilai kandungan biomassa yang terdapat di Perum Perhutani KPH Ciamis. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menyusun model penduga biomassa atas tegakan yang dibuat berdasarkan nilai digital dari band asli citra Landsat 8 dan nilai NDVI. 2. Membuat peta sebaran biomassa dengan beberapa kelas biomassa berdasarkan model penduga biomassa yang terpilih.
2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru mengenai potensi biomassa tegakan, memberikan data pendukung dalam kegiatan perencanaan hutan Perum Perhutani KPH Ciamis dan memberikan informasi bagi pengguna citra penginderaan jauh, khususnya citra Landsat 8.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai dengan Juni 2014. Tahap pra-pengolahan citra dilaksanakan pada bulan Juli 2013 yang bertempat di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data lapang dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 di wilayah Perum Perhutani KPH Ciamis, yaitu di RPH Pangandaran, RPH Kalipucang, dan RPH Cicapar. Pengolahan data, analisis data dan penyusunan laporan dilaksanakan pada bulan Januari - Juni 2014 yang bertempat di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. . Alat dan Data Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Global Positioning System (GPS), alat tulis, tally sheet, kamera digital, satu unit laptop dengan perangkat lunak Erdas Imagine 9.1, ArcView 3.2, ArcGIS 9.3, Minitab 16, Microsoft Excel 2010, dan Microsoft Word 2010. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah citra Landsat 8 path 121 row 65 perekaman bulan Mei tahun 2013, peta wilayah kerja RPH Cicapar, RPH Kalipucang, dan RPH Pangandaran, KPH Ciamis dan peta Rupa Bumi Indonesia daerah Jawa Barat skala 1: 25 000.
Prosedur Analisis Data Pra Pengolahan Citra Pra pengolahan citra merupakan tahap awal dari pengolahan citra satelit. Secara umum tahap ini berupa perbaikan terhadap data citra yang memiliki kesalahan dan pembuatan peta lokasi penelitian. Tahap ini dimulai dengan langkah dari import data citra, membuat citra komposit, koreksi geometri citra dan pemotongan citra. 1. Import Data Citra Landsat 8 yang digunakan pada penelitian ini pada awalnya memiliki format *.TIF kemudian dilakukan perubahan format menjadi *.img dengan menggunakan perangkat lunak Erdas Imagine 9.1.
3 2. Pembuatan Citra Komposit Citra Landsat 8 terdiri dari 9 saluran Operational Land Imager (OLI) dan 2 saluran Thermal Infrared Sensor (TIRS) , penggabungan band dimaksudkan untuk memperoleh suatu data citra multispektral yang terdiri dari band cahaya tampak (visible), Near Infrared (NIR), Shortwave Infrared (SWIR) dan Cirrus pada citra landsat 8. Jaya (2010) menjelaskan bahwa dengan hanya satu band (saluran) yang umumnya ditampilkan dengan “grayscale/hitam putih“, identifikasi obyek pada citra umumnya lebih sulit dibandingkan dengan interpretasi pada citra berwarna. Pada penelitian ini citra yang digunakan merupakan penggabungan dari seluruh band yang terdapat pada citra Landsat 8 ditambah dengan Normalized Difference Vegetation Index/NDVI (pada layer 12). Karakteristik band citra Landsat 8 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik band citra landsat 8 Panjang Saluran gelombang (µm) Band 1 – coastal aerosol 0.43 - 0.45 Band 2 – Blue 0.45 - 0.51 Band 3 – Green 0.53 - 0.59 Band 4 – Red 0.64 - 0.67 Band 5 – Near Infrared (NIR) 0.85 - 0.88 Band 6 – Shortwave Infrared(SWIR) 1 1.57 - 1.65 Band 7 – Shortwave Infrared(SWIR) 2 2.11 - 2.29 Band 8 – Panchromatic 0.50 - 0.68 Band 9 – Cirrus 1.36 - 1.38 Band 10 - Thermal Infrared (TIRS) 1 10.6 - 11.19 Band 11 – Thermal Infrared (TIRS) 2 11.5 - 12.51
Resolusi spasial (m) 30 30 30 30 30 30 30 15 30 100 100
Sumber : USGS (2013)
3. Koreksi Geometrik Jaya (2010) menjelaskan bahwa koreksi geometri dibutuhkan untuk melakukan rektifikasi (pembetulan) agar koordinat pada citra sesuai dengan koordinat geografi. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan nilai piksel yang sebenarnya pada posisi yang tepat. Citra Landsat 8 sudah terorthorektifikasi Level 1T- precision yang artinya sudah dilakukan rektifikasi dengan data Digital Elevation Model (DEM) dari Global Land Surveys 2000 sehingga hanya dilakukan reproject citra untuk mengubah proyeksi citra menjadi Universal Tranverse Mectator (UTM) zona 49 S dan datum yang digunakan adalah World Geodetic System(WGS) 84. 4. Pemotongan Citra Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan citra dengan areal yang menjadi lokasi penelitian. Hal ini dilakukan agar mempermudah fokus hanya pada lokasi penelitian saja. Pembuatan Titik Pengamatan dan Pengambilan Data Lapang Lokasi titik plot awal pengamatan ditentukan dengan metode systematic sampling with random start. Pembuatan titik plot pengamatan dilakukan dengan
4 menggunakan ekstensi IHMB-Jaya pada Arc View 3.2. Sebelumnya, dilakukan identifikasi awal tutupan lahan agar dapat memberikan gambaran awal tutupan lahan yang ada di lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sebaran titik pada citra berdasarkan informasi kelas perusahaan atau kelas jenis dan kelas umur (KU) tanaman pada peta wilayah kerja RPH. Titik yang telah diperoleh diinterpretasikan secara visual, kemudian dipilih secara purposive untuk dilakukan pengamatan lapang. Penentuan plot contoh di lapangan didasarkan pada keterwakilan masing-masing kelas jenis dan kelas umur yang ada dilapangan. Bentuk dan ukuran plot yang dibuat sesuai dengan pedoman inventarisasi hutan tanaman di Perum Perhutani, yaitu: 1. Pengambilan data pada tegakan KU I dan KU II dilakukan dengan membuat plot lingkaran seluas 0.02 Ha (radius 7.94 m) 2. Pengambilan data pada tegakan KU III dan KU IV dilakukan dengan membuat plot lingkaran seluas 0.04 Ha (radius 11.28 m) 3. Pengambilan data pada tegakan KU V keatas dilakukan dengan membuat plot lingkaran seluas 0.1 Ha (radius 17.8 m) Peta lokasi titik plot pengamatan lapang di KPH Ciamis disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta lokasi titik plot pengamatan lapang di KPH Ciamis Pengolahan Data Lapangan Pengolahan data lapangan dilakukan untuk mengetahui nilai biomassa atas tegakan pada plot-plot yang telah diukur. Pendugaan biomassa dilakukan dengan dua cara perhitungan. Perhitungan pertama dengan cara menggunakan gabungan pendekatan metode alometrik dan BEF, sedangkan perhitungan kedua menggunakan pendekatan metode alometrik saja. Pendugaan biomassa dilapang menggunakan metode alometrik untuk masing-masing jenis pohon. Pada penelitian ini dengan menggunakan rumus:
5 BAP Jati BAP Mahoni BAP Sengon
= 0.0548 D2.5792 = 0.048 D2.68 = 0.1126 D2.3445
(Siregar 2012) (Adinugroho & Sidiyasa 2006) (Siringoringo & Siregar 2006 dalam Krisnawati et al. 2011)
Keterangan: BAP = Biomassa atas tegakan pohon D = Diameter (m) Pendugaan biomassa dengan menggunakan koefisien Biomass Expansion Factor (BEF) dilakukan apabila data diameter yang didapat di lapang memiliki rentang diluar diameter yang digunakan untuk menyusun rumus alometrik biomassa. Pendugaan biomassa dengan BEF dihitung menggunakan rumus:
Keterangan: BAP V WD
BEF pohon
= biomassa atas tegakan pohon = volume pohon (m3) = kerapatan kayu (Kg/m3) dengan nilai 670 (Kg/m3) atau 0.67 (ton/m3) untuk Jati dan 330 (Kg/m3) atau 0.33 (ton/m3) untuk mahoni (Martawidjaya et al. 2005) = biomass Expansion Factor dengan koefisien 1.26 untuk Jati (Hendri 2001) dan 1.36 untuk mahoni (Adinugroho & Sidiyasa 2006)
Pengolahan data volume dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan: V = volume pohon (m3), Pengukuran volume jenis Jati berdiameter ≥ 20 cm menggunakan Tabel Volume lokal yang tersedia π = 3.14159265358979 D = diameter setinggi dada (m) H = tinggi total pohon (m) F = faktor Angka Bentuk dengan nilai koefisien 0.76 untuk Jati (Novendra 2008) dan 0.759 untuk Mahoni (Wijaksana 2008) Pendugaan Biomassa pada plot kayu rimba campuran diolah dengan menggunakan rumus:
Keterangan: Biomassa tegakan Volume tegakan BCEF
= biomassa tegakan diatas permukaan tanah (ton/ha) = volume tegakan (m3/ha) = biomass conversion and expansion factor mengacu kepada panduan IPCC tahun 2006 (Krisnawati et al.2011)
6 Analisis Data 1. Penyusunan Model Penduga Biomassa Analisis hubungan antara biomassa dengan nilai digital dari peubah citra dilakukan dengan menyusun model hubungan biomassa atas tegakan dengan nilai digital dari peubah citra. Peubah citra yang diamati dalam penelitian ini merupakan nilai digital band asli citra Landsat 8 dan nilai NDVI. Penyusunan model dibuat dengan menggunakan data biomassa atas tegakan yang diperoleh dari seluruh titik plot yang didapat dilapangan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model eksponensial. Y = e (a+bX1+cX2+mXn) Keterangan: Y = biomassa atas tegakan X = nilai digital peubah citra a, b, c = nilai estimasi parameter Penyusunan model hubungan biomassa dengan masing-masing peubah citra diawali dengan melakukan analisis korelasi. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Nilai digital number yang digunakan pada masing-masing peubah citra merupakan nilai digital number rata-rata pada training area di sekitar titik plot pengamatan pada citra. Hasil analisis korelasi tersebut, akan dipilih peubah citra yang akan digunakan dalam penyusunan model regresi. Selain itu, pemilihan peubah juga dilakukan dengan mengamati matriks korelasi antar semua peubah. Proses menganalisis hubungan nilai digital number masing-masing band asli, NDVI, dan biomassa dilakukan dengan menggunakan software Minitab 16. 2. Pemilihan Model Terbaik Pemilihan model terbaik ditentukan oleh beberapa kriteria. Setelah beberapa persamaan model penduga biomassa atas tegakan tersusun, dilakukan perhitungan nilai VIF (Variance Inflation Factor) untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan multikolinearitas pada model. Selanjutnya, dilakukan analisis berdasarkan 2 kriteria, yaitu: koefisien determinasi terkoreksi (R2adj) dan RMSE (Root Mean Square Error). RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besar error yang dihasilkan pada perhitungan model. Semakin kecil nilai RMSE, maka akan semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada perhitungan model. Perhitungan RMSE menggunakan rumus:
Keterangan: MSE = kuadrat tengah sisa RMSE = akar kuadrat tengah sisa yi = biomassa hasil observasi lapang ke-i ŷ = biomassa model ke-i n = jumlah plot samplet
7 3. Pembuatan Peta Sebaran Biomassa Atas Tegakan Dasar pembuatan peta sebaran kelas biomassa adalah model terpilih yang menjelaskan hubungan antara biomassa dengan peubah citra. Sebelum dilakukan pemetaan, terlebih dahulu dilakukan pemodelan spasial dengan menggunakan modeler yang terdapat pada perangkat lunak Erdas Imagine 9.1 sehingga nilai piksel pada citra menunjukan kandungan nilai biomassa pada masing-masing pikselnya. Setelah itu, dilakukan reklasifikasi nilai biomassa pada citra dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 9.3. Peta sebaran biomassa dibuat berdasarkan jumlah kelas yang telah ditentukan. Jumlah kelas yang digunakan awalnya berdasarkan acuan Sturges, kemudian agar lebih sederhana dibuat dengan 7 kelas, 5 kelas dan 3 kelas, sedangkan selang kelas ditentukan dengan melihat sebaran nilai biomassa yang diukur dari seluruh plot yang ada di lapangan. 4. Evaluasi Akurasi Akurasi dianalisis menggunakan matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik ini juga sering disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix” (Jaya 2009). Contoh matrik kontingensi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Contoh matrik kontingensi Data Akurasi Dikelaskan ke kelasTotal referensi pembuat A B C D A X11 X12 X13 X14 X1+ X11/X1+ B X21 X22 X23 X24 X2+ X22/X2+ C X31 X32 X33 X34 X3+ X33/X3+ D X41 X42 X43 X44 X4+ X44/X4+ Total X+1 X+2 X+3 X+4 N Akurasi X11/X+1 X22/X+2 X33/X+3 X44/X+4 pengguna Sumber : Jaya (2009)
Tingkat keterwakilan dan akurasi pembuatan peta sebaran biomassa dihitung dengan menggunakan Akurasi keseluruhan (overall accuracy), dan akurasi kappa (kappa accuray). Akurasi Kappa lebih sering digunakan karena menggunakan seluruh elemen dalam matrik. Rumus dari akurasi di atas dapat dinyatakan sebagai berikut : Akurasi keseluruhan Akurasi Kappa Keterangan : Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i N = banyaknya piksel dalam contoh
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Titik Plot Pengamatan di Lapangan Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan di KPH Ciamis didapatkan 52 plot titik pengamatan. Titik tersebut diambil pada lokasi tegakan kelas hutan yang ada di wilayah kerja RPH Cicapar, RPH Kalipucang, dan RPH Pangandaran, yaitu: kelas hutan Jati, Mahoni, dan Rimba Campuran. Tabel 3 merupakan sebaran titik hasil pengambilan data lapang. Tabel 3 Sebaran titik-titik plot pengamatan biomassa lapang No. Kelas jenis Kelas umur Jumlah titik plot pengamatan 1 Jati I (1-10 tahun) 21 II (11-20 tahun) 5 III (21-30 tahun) 3 IV (31-40 tahun) 7 2 Mahoni II (6-10 tahun) 4 III (11-15 tahun) 3 IV (16-20 tahun) 1 V (21-25 tahun) 4 VIII (36-40 tahun) 3 3 Rimba campuran 1 Jumlah titik pengamatan 52 Perhitungan biomassa atas tegakan dilakukan terhadap seluruh pohon yang berada pada masing-masing titik plot pengamatan. Pengambilan data titik plot pengamatan paling banyak berada pada petak dengan kelas jenis jati pada kelas umur I. Pada titik plot pengamatan kelas hutan jati ditemukan pohon jenis lain, seperti sengon dan mahoni, sedangkan pada kelas hutan mahoni ditemukan jenis sengon dan jati. Gambar 2 merupakan grafik biomassa lapangan (ton/ha) yang di dapat dari semua titik plot pengamatan hasil perhitungan biomassa I dan perhitungan biomassa II. 1200
Biomassa (ton/ha)
1000 800 600
Biomassa I
400
Biomassa II
200 0 1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951 No.Titik Plot Lapang
Gambar 2 Hasil perhitungan biomassa I dan perhitungan biomassa II
9 Menurut Krisnawati et al. (2012), rentang diameter pohon contoh yang digunakan untuk menyusun masing-masing model alometrik volume dan biomassa bervariasi sehingga perlu dipertimbangkan apabila akan menggunakan model alometrik volume pohon tersebut untuk pendugaan volume dan biomassa pohon. Pada perhitungan biomassa I dilakukan dengan menggunakan rumus alometrik, akan tetapi tidak semua diameter pohon contoh yang diambil dilapangan memiliki diameter yang masuk kedalam rentang diameter penyusun rumus alometrik. Oleh karena itu, untuk pohon dengan diameter yang tidak masuk kedalam rentang diameter penyusun rumus alometrik digunakan perhitungan dengan BEF. Pada jenis jati dengan diameter < 4.8 cm dan lebih dari 26.2 cm dilakukan perhitungan biomassa dengan BEF. Pada jenis mahoni dengan diameter < 14.3 cm dan lebih dari 36.9 cm dilakukan perhitungan biomassa dengan BEF. Pada jenis sengon, semua pohon memiliki diameter yang masuk ke dalam rentang alometrik biomassa jenis sengon. Perhitungan biomassa II dilakukan hanya dengan menggunakan alometrik tanpa mempertimbangkan rentang diameter yang menyusun model alometrik. Nilai biomassa terkecil diperoleh pada plot yang didominasi oleh tanaman jati berumur 1 tahun sebesar 0.180 ton/ha pada perhitungan biomassa I dan sebesar 0.319 ton/ha pada perhitungan biomassa II. Nilai biomassa yang paling besar diperoleh pada plot yang didominasi oleh tanaman mahoni berumur 37 tahun sebesar 1 087.06 ton /ha pada perhitungan biomassa I dan sebesar 585.06 ton/ha pada perhitungan biomassa II. Secara umum nilai biomassa yang didapat dengan perhitungan pertama (gabungan rumus alometrik dan BEF) lebih besar dari pada perhitungan kedua yang hanya menggunakan alometrik saja, kecuali pada plot yang didominasi oleh tanaman jati muda dengan rentang diameter < 4.8 cm. Hasil uji tstudent berpasangan antara kedua perhitungan biomassa dapat ditunjukan pada Tabel 4. Tabel 4 Hubungan perhitungan biomassa I dan biomassa II Biomassa N Korelasi t tabel t hitung Sig. Biomassa I – Biomassa II 52 0.967213 2.007 1.959 0.05 Berdasarkan tabel 4 setelah diuji tstudent berpasangan nilai thitung yang didapat lebih kecil daripada ttabel (sig.<0.05) sehingga perhitungan biomassa yang pertama tidak berbanding nyata dengan perhitungan biomassa yang kedua dengan kata lain nilai perhitungan keduanya relatif sama dalam menghitung nilai biomassa. Pada penelitian ini dipilih nilai biomassa yang dihitung dengan cara yang pertama karena sumber perhitungan untuk diameter pohon yang tidak masuk rentang lebih jelas. Penyusunan Model Penduga Biomassa Atas Tegakan berdasarkan Nilai Digital dan NDVI Menurut Wahyuni (2012), perhitungan biomassa dengan menggunakan penginderaan jauh dilakukan dengan cara mencari korelasi antara parameter lapangan dengan parameter dijital pada citra satelit dengan membuat model persamaan. Model penduga biomassa atas tegakan disusun berdasarkan hubungan nilai digital band asli citra Landsat 8 dan NDVI terhadap nilai biomassa lapang yang diperoleh. Hasil analisis korelasi antara nilai digital peubah citra terhadap
10 biomassa disajikan pada Tabel 5 dan matrik korelasi antar peubah citra disajikan pada Tabel 6. Tabel 5 Hubungan nilai digital peubah citra terhadap nilai biomassa Korelasi nilai digital band 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
-0.30
-0.30
-0.28
-0.24
-0.20
-0.28
-0.29
-0.26
0.18
-0.36
-0.32
Band
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
NDVI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 NDVI
1 0.98 0.82 0.80 0.56 0.82 0.83 0.83 -0.30 0.82 0.60 0.39
1 0.89 0.89 0.58 0.85 0.88 0.91 -0.22 0.80 0.55 0.39
1 0.96 0.65 0.86 0.95 0.99 -0.16 0.69 0.41 0.43
1 0.48 0.76 0.90 0.98 -0.07 0.65 0.34 0.23
1 0.87 0.76 0.59 -0.40 0.61 0.51 0.96
1 0.96 0.84 -0.34 0.78 0.56 0.74
1 0.94 -0.26 0.77 0.49 0.57
1 -0.12 0.69 0.40 0.36
1 -0.60 -0.85 -0.42
1 0.84 0.49
1 0.48
1
Korelasi Pearson
NDVI -0.14
Tabel 6 Matrik korelasi antar peubah citra
Nilai koefisien korelasi mendekati +1 atau -1, hubungan antara kedua peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi. Akan tetapi, bila r mendekati nol, hubungan linear kedua peubah sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali (Walpole 1995). Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hubungan linier dari masing-masing nilai digital citra terhadap biomassa memiliki koefisien korelasi (r) yang lemah. Oleh karena itu, dalam penyusunan model penduga biomassa digunakan beberapa kombinasi peubah yang akan digunakan, yaitu: 1. Semua peubah citra yang ada dengan asumsi nilai tersebut memiliki pengaruh (r≠0). 2. Tidak semua peubah citra digunakan dengan mempertimbangkan hasil matrik korelasi antar peubah, dimana peubah yang memiliki hubungan korelasi yang tinggi antar peubahnya digunakan beberapa saja sebagai peubah untuk menyusun model. 3. Berdasarkan patokan nilai koefisien korelasi yang berada pada satu kelas pada Tabel 7. Tabel 7. Patokan nilai-nilai koefisien korelasi No. Rentang nilai koefisien korelasi (KK) Keterangan 1 2 3 4 5 6 7
KK=0 0
Sumber: Hasan (2003)
Tidak ada korelasi Korelasi rendah Korelasi rendah, tapi pasti Korelasi cukup berarti Korelasi tinggi, dan kuat Korelasi tinggi, dan kuat sekali Korelasi sempurna
11 Dengan demikian, kombinasi peubah citra yang digunakan adalah: 1. Semua band asli citra Landsat 8 dan NDVI 2. Band 1, band 4, band 5, band 6, band 7, band 9, band 10, band 11 dan NDVI 3. Band 2, band 3, band 5, band 6, band 9, band 10, band 11 dan NDVI 4. Semua band asli Citra Landsat 8 (kecuali band 9) Model regresi yang digunakan pada penelitian ini adalah model eksponensial. Gambar 3 dan Gambar 4 merupakan scatterplot hubungan antara nilai biomassa dengan nilai digital semua peubah citra. 1200 Nilai biomassa (ton/ha)
Nilai biomassa (ton/ha)
1200 1000 800 600 400 200 0 9100
9300
9500
1000 800 600
400 200 0 8200
9700
1200
8800
Nilai biomassa (ton/ha)
1200
1000 800 600 400 200 0 7300
7800
1000 800 600 400 200 0 6400
8300
Nilai digital band 3 1200 Nilai biomassa (ton/ha)
Nilai Biomassa (ton/ha)
8600
Nilai digital band 2
Nilai digital band 1
Nilai biomassa (ton/ha)
8400
1000 800 600 400 200 0 14000
19000
Nilai digital band 5
6900 7400 Nilai digital band 4
1200 1000 800 600 400 200 0 14000 16000 18000 20000 22000 Nilai digital band 6
Gambar 3 Scatterplot hubungan antara nilai biomassa lapang dengan nilai digital peubah citra band 1, band 2, band 3, band 4, band 5 dan band 6.
12
1200 Nilai Biomassa (ton/ha)
Nilai biomassa (ton/ha)
1200 1000 800 600 400 200 0 6000
7000
1000 800 600 400 200 0 7000
8000
1200 Nilai biomassa (ton/ha)
1000 800 600
400 200
800 600 400 200 0 25500
1200
1000 800 600 400 200 23800 Nilai digital band 11
1200 1000 800 600 400 200
26000
26500
27000
Nilai digital band 10 Nilai biomassa (ton/ha)
Nilai biomassa (ton/ha)
1000
5100 5150 5200 Nilai digital band 9 Nilai biomassa (ton/ha)
Nilai biomassa (ton/ha)
1200
0 23300
8000
Nilai digital band 8
Nilai digital band 7
0 5050
7500
1200 1000
0 24300 0.3
800 600 400 200 0 0.30.4
0.40.5 0.50.6 NDVI Nilai NDVI
0.6
Gambar 4 Scatterplot hubungan antara nilai biomassa lapang dengan nilai digital peubah citra band 7, band 8, band 9, band 10, band 11, dan NDVI Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4 bahwa data biomassa lapang yang tersebar cenderung membentuk garis regresi eksponensial. Oleh karena itu, pembuatan model dilakukan dengan menggunakan regresi eksponensial dengan menggunakan beberapa kombinasi peubah citra. Tabel 8 merupakan persamaan regresi model penduga biomassa.
13 Tabel 8 Model penduga biomassa Persamaan regresi R2 (%)
Model A
Y=е
(147 + 0.0041 band 1 - 0.0083 band 2 - 0.0142 band 3 +
R2adj (%)
Fhit
Ftabel
67.2
57.1
6.6
2.01
60.3
51.8
7.1
2.11
45.3
35.1
4.45 2.16
66.9
58.9
8.31 2.23
0.0187 band 4 - 0.00109 band 5 + 0.00843 band 6 - 0.0231 band 7 + 0.0139 band 8 - 0.0042 band 9 - 0.00660 band 10 + 0.00196 band 11 + 28.6 NDVI)
B
Y=е
(108 - 0.00297 band 1 + 0.0136 band 4 - 0.00082 band 5 +
0.00882 band 6 - 0.0237 band 7 + 0.0016 band 9 - 0.00597 band 10 + 0.00287 band 11 + 0.6 NDVI)
C
Y=е
(20 + 0.0106 band 2 - 0.00733 band 3 - 0.00039 band 5 +
0.00165 band 6 + 0.0117 band 9 - 0.00990 band 10 + 0.00592 band 11 + 2.3 NDVI)
D
Y=е
(127 + 0.0046 band 1 - 0.0091 band 2 - 0.0137 band 3 +
0.0170 band 4 - 0.000502 band 5 + 0.00852 band 6 - 0.0230 band 7 + 0.0131 band 8 - 0.00674 band 10 + 0.00271 band 11)
Pemilihan Model Terbaik Penyusunan model regresi berganda yang baik tidak terdapat hubungan multikolinearitas atau hubungan yang sangat erat antara sesama peubah bebas. Jika ada masalah multikolinear maka kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian untuk model regresi maupun untuk masing-masing peubah yang ada dalam model, seringkali tidak tepat (Hanum 2011). Hubungan multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor). VIF atau faktor pengaruh varian digunakan untuk mendeteksi apakah suatu peubah bebas memiliki hubungan linear kuat dengan peubah bebas lainnya. Menurut Montgomery (1982) dalam Hanum (2011) menyatakan bahwa jika VIF lebih besar dari 5-10, maka pendugaan koefisien regresi tidak baik. Pada persamaan regresi eksponensial model penduga biomassa pada tabel 8 masih mengandung multikolinearitas tinggi. Nilai VIF terbesar diantara peubah bebas digunakan sebagai indikator multikolinearitas terburuk sehingga persamaan model diatas disederhanakan dengan cara membuang peubah bebas yang memiliki nilai VIF yang besar. Berikut merupakan merupakan model regresi eksponensial penduga biomassa dengan VIF kurang dari 10 pada Tabel 9. Tabel 9 Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari 10 Model A
Persamaan regresi Y = е ( 98 + 0.0100
band 1 - 0.00537 band 4
R2(%) R2adj (%)
Fhit Ftabel RMSE
33.5
26.3
4.6 3
2.42
196.3
33.5
26.3
4.6 3
2.42
196.3
- 0.0016 band 9 - 0.00539 band 10 - 4.00 NDVI)
B
Y=е
(98 + 0.0100 band 1 - 0.00537 band 4
- 0.0016 band 9 - 0.00539 band 10 - 4.00 NDVI)
14 Model
Persamaan regresi
C*
Y = е (137 + 0.0155 band 2 - 0.00706 band 3
R2(%) R2adj (%)
Fhit Ftabel RMSE
39.5
32.9
6
2.42
190.6
36
29
5.1 7
2.42
201.8
- 0.0076 band 9 - 0.00651 band 10 + 4.30 NDVI)
D
Y=е
(76.5 + 0.0100 band 1 - 0.00401 band
4 - 0.000110 band 5 - 0.00832 band 10 + 0.00341 band 11)
*ket: model terpilih
Setelah model diatas disederhanakan, maka model A dan B menjadi persamaan yang sama karena peubah bebas yang digunakan sama. Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa nilai F-hit > F tabel pada semua model, maka semua variable bebas yang terdapat pada persamaan model merupakan penjelas yang signifikan (sig.<0.05) terhadap biomassa. Model terpilih dengan nilai VIF kurang dari 10 untuk masing-masing peubah bebas didalam persamaannya (selanjutnya disebut model I) adalah model C, dimana Y = е (137 + 0.0155 band2 - 0.00706 band 3 - 0.0076 band 9 - 0.00651 band 10 + 4.30 NDVI) . Model I terpilih karena memiliki nilai R2adj yang paling besar 32.9 % dan nilai RMSE paling kecil sebesar 190.6. Penggunaan band 2 dan band 3 pada model ini memberikan peran dalam menjelaskan biomassa karena memiliki rentang spektral pada panjang gelombang visible. Menurut Jansen (1986) dalam Dahlan (2005), respon spektral tanaman dipengaruhi oleh besarnya pigmentasi daun, terutama klorofil pada panjang gelombang visible (0,45-0,65µm). Indeks vegetasi NDVI sering digunakan dalam penelitian pendugaan biomassa sebagai salah satu peubah bebas dalam model karena NDVI merupakan hasil dari transformasi perhitungan dari panjang gelombang visible band merah dan NIR. Menurut Jaya (2010), pada NIR reflektansi dikendalikan oleh interaksi antara radiasi dan struktur sel daun sehinggan tanaman berumur tua, atau berdaun lebat atau diselimuti oleh bulu daun yang rapat akan mempunyai reflektansi yang lebih tinggi (kebalikan dari λ visible). Akan tetapi penggunaan NDVI tidak selalu menghasilkan pendugaan yang baik. Penelitian Dahlan (2005) mengenai pendugaan karbon dengan menggunakan indeks vegetasi NDVI pada tegakan Acacia mangium dengan citra dengan sensor satelit berbasis optik, yaitu: Landsat ETM+ dan SPOT-5 menghasilkan nilai pendugaan yang kurang baik/ underestimate. Penelitian Tantri (2012) dalam menduga biomassa menggunakan indeks vegetasi NDVI dengan sensor satelit optik ALOS AVNIR-2 juga memiliki hasil keterandalan model yang relatif rendah. Sama halnya dengan ALOS AVNIR-2, Landsat 8 juga merupakan satelit dengan sensor yang berbasis optik. Oleh karena itu, tingkat keterandalan model yang dihasilkan dapat memiliki kecenderungan kurang baik dalam menduga biomassa. Penggunaan band 9 dan band 10 memang secara fungsi spektral tidak menjelaskan mengenai pendugaan biomassa tegakan. Akan tetapi secara statistik dapat meningkatkan nilai R2adj yang dihasilkan pada model. Menurut Draper (1992) dalam Hanum (2011), agar persamaan bermanfaat untuk peramalan, biasanya ingin dimasukan sebanyak mungkin peubah sehingga diperoleh nilai ramalan yang andal. Pada penelitian ini juga dibuat model dengan nilai VIF kurang dari 5, dengan pertimbangan nilai VIF yang semakin mendekati 1 memiliki
15 multikolinearitas lebih rendah. Berikut merupakan merupakan model regresi eksponensial penduga biomassa dengan VIF kurang dari 5 pada Tabel 10. Tabel 10 Model penduga biomassa dengan VIF kurang dari 5 Model Persamaan regresi R2 R2adj Fhit Ftabel RMSE (%) (%) A& B** C
Y=е
(-76.9 + 0.00523 band 1 - 0.00650 band
26.9
20.6
4.32 2.57
197.1
25.5
19.1
4.02 2.57
190
25.6
19.3
4.04 2.57
199.6
4 + 0.0153 band 9 - 6.40 NDVI)
Y = е (44.5 - 0.00252 band 3 + 0.0042 band 9 0.00165 band 10 + 1.52 NDVI)
D
Y=е
(41.2 + 0.00589 band 1 - 0.00584 band 4
- 0.000165 band 5 - 0.00212 band 11)
*ket: model terpilih
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa nilai F-hit > F tabel pada semua model sehingga semua variable bebas yang terdapat pada persamaan model merupakan penjelas yang signifikan terhadap biomassa. Model terpilih yang kedua (selanjutnya disebut model II) dengan nilai VIF kurang dari 5 untuk masing-masing peubah bebas pada didalam persamaannya adalah model A karena memiliki nilai R2adj yang paling besar 26.9 % dan nilai RMSE sebesar 197.1. Meskipun nilai RMSE model C lebih kecil, pada pemilihan model ini lebih ditekankan pada model yang memiliki nilai R2adj yang terbesar. Sebaran Kelas Biomassa dan Evaluasi Akurasi Pemetaan Pemetaan biomassa dilakukan dengan 2 model terpilih agar dapat mengetahui sebaran biomassa pada citra Landsat 8 dan perbedaan hasil antara kedua model tersebut pada kelas yang telah ditentukan. Jumlah kelas berdasarkan acuan Sturges adalah 7 kelas dan dalam penelitian ini juga dibuat kelas biomassa untuk 5 kelas dan 3 kelas agar lebih sederhana. Penentuan selang kelas dilakukan berdasarkan distribusi biomassa yang didapat dilapang pada Tabel 11. Tabel 11 Penentuan kelas berdasarkan distribusi biomassa Jumlah kelas
Kelas
3
1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7
5
7
Selang kelas biomassa (ton/ha) 1-80 80-400 >400 1-10 10-80 80-200 200-500 >500 1-10 10-40 40-80 80-120 120-200 200-500 >500
16 Areal yang memiliki nilai biomassa 0 sampai 1 ton/ha dikelompokan ke dalam areal non biomassa sehingga hanya areal dengan nilai biomassa lebih dari 1 ton/ha yang akan dipetakan sebagai areal yang memiliki kelas biomassa. Semakin banyak jumlah kelas maka hasil pemetaan akan semakin detil akan tetapi belum tentu hasil akurasi pemetaannya baik pula. Pada evaluasi akurasi dilakukan verifikasi hasil pemetaan dengan menggunakan set data hasil lapang. Verifikasi menentukan bahwa model dapat berfungsi dengan benar. Gambar 5 menyajikan akurasi hasil pemetaan untuk masing-masing model. 70.00%
64.00%
62.00%
60.00% 50.00% 50.00% 40.00%
42.00% 36.00%
34.00% 26.00%
30.00% 19.00%
16.00%
20.00%
19.00%
16.00% 8.00%
10.00%
Kappa Accuracy Overall Accuracy
0.00% 3 Kelas
5 Kelas Model I
7 Kelas
3 Kelas
5 Kelas
7 Kelas
Model II
Gambar 5 Akurasi hasil pemetaan Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa semakin banyak jumlah kelas yang digunakan maka nilai overall accuracy dan Kappa accuracy cenderung semakin kecil. Nilai overall accuracy umumnya terlalu over estimate sehingga jarang digunakan sebagai indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi karena hanya menggunakan piksel-piksel yang terletak pada diagonal suatu matrik kontingensi. Akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi kappa karena akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matrik (Jaya 2010). Nilai akurasi kappa tertinggi ditunjukkan pada pemetaan 3 kelas biomassa dengan menggunakan model I sebesar 36%, sedangkan yang terendah pada pemetaan 7 kelas biomassa dengan menggunakan model II sebesar 8 %. Dengan demikian peta sebaran biomassa yang paling baik untuk digunakan adalah peta sebaran biomassa dengan 3 kelas yang menggunakan model I karena memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi daripada hasil pemetaan lainnya.
17
Gambar 6 Peta sebaran biomassa dengan 3 kelas menggunakan model I
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengukuran nilai kandungan biomassa atas tegakan dapat dilakukan dengan memanfaatkan citra Landsat 8. Nilai biomassa dapat ditentukan berdasarkan nilai digital band asli dan NDVI melalui model penduga biomassa dengan persamaan Y = е (137 + 0.0155 band 2 - 0.00706 band 3 - 0.0076 band 9 - 0.00651 band 10 + 4.30 NDVI) dengan R2adj sebesar 32.9% dan RMSE sebesar 190.6. Hasil pemetaan yang memiliki nilai akurasi paling baik adalah pemetaan yang mengklasifikasikan nilai biomassa ke dalam 3 kelas dengan nilai overall accuracy sebesar 64 % dan kappa accuracy sebesar 36%. Saran Perlu dilakukan penelitian dengan menambahkan variabel umur agar akurasi pemodelan dan pemetaannya meningkat. Perlu dilakukan pengambilan titik yang lebih banyak agar dapat dilakukan uji validasi. .
18
DAFTAR PUSTAKA Adinugroho WC, Sidiyasa K.2006. Model pendugaan biomassa pohon mahoni (Swietenia macrophylla) di atas permukaan tanah. Jurnal PHKA 3 (1):103117. Brown S. 1997. Estimating Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. USA: FAO Forestry Paper No.134. Dahlan. 2005. Estimasi Karbon Tegakan Acacia Mangium Willd menggunakan Citra LANDSAT ETM+ dan SPOT-5 Studi Kasus di BKPH Parung Panjang KPH Bogor [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hanum H. 2011. Perbandingan metode stepwise, best subset regression, dan fraksi dalam pemilihan model regresi berganda terbaik. Jurnal Penelitian Sains 14 2(A): 14201-1 – 14201-6. Hasan MI. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik I Edisi ke-2. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Hendri. 2001. Analisis Emisi dan Penyerapan Gas Rumah Kaca (Baseline) dan Evaluasi Teknologi Mitigasi Karbon di Wilayah Perum Perhutani [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Krisnawati H, Adinugroho WC, Imanuddin R. 2012. Monograf Model-Model Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe Ekosistem Hutan di Indonesia.Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan – Kementrian Kehutanan. Janiatri T. 2012. Pendugaan Kandungan Biomassa Di Atas Permukaan Pada Tegakan Jati Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Resolusi 10 Meter (Kasus KPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jaya INS. 2009. Analisis Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan jauh dan penafsiran citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, Penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation. Martawijaya A, Kartasujana I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor – Indonesia. [NASA] National Aeronautics and Space Administration. 2013. Landsat 8 Mission Updates [Internet]. [diacu 2013 November 17]. Tersedia pada: http://www.nasa.gov/mission_pages/Landsat/main/ mission-updates.html. Novendra IY. 2008. Karakteristik Biometrika Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Siregar CA. 2012. Formulasi persamaan allometrik untuk pendugaan biomassa karbon jati (Tectona grandis Linn.F) di Jawa Barat. Jurnal Sosek 9(3):160169.
19 Wahyuni NI. 2012. Integrasi Penginderaan Jauh Dalam Penghitungan Biomassa Hutan [ulasan]. Info BPK Manado. 2(2). Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta(ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd Edition. Wijaksana Y. 2008. Karakteristik Biometrika Pohon Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla King.) Kasus di KPH Tasikmalaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [USGS] United States Geological Survey. 2013. Frequently Asked Questions about the Landsat Missions [Internet]. [diacu 2013 November 16]. Tersedia pada: http://Landsat.usgs.gov/band_designations_ Landsat_satellites.php.
20 Lampiran 1 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 3 kelas menggunakan model I Kelas referensi
Dikelaskan ke kelas-
Total
Akurasi pembuat
1
2
3
1
21
13
0
34
73.53
2 3
2 0
10 3
0 1
12 4
50
Total
23
26
1
50
Akurasi pengguna
91.30
38.46
100
Lampiran 2 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas menggunakan model I Kelas referensi
Dikelaskan ke kelas-
Total
Akurasi pembuat 14.29 55.56 50 0 0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5
1 1 0 0 0
4 15 1 1 0
1 8 5 2 1
1 3 4 0 2
0 0 0 0 0
7 27 10 3 3
Total Akurasi pengguna
2 50
21 71.43
17 29.41
10 0
0 #DIV/0!
50
Lampiran 3 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 7 kelas menggunakan model I Kelas referensi
Dikelaskan ke kelas-
Total
Akurasi pembuat 0 30 38.89 0 75 0 0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7
1 1 0 0 0 0 0
4 3 2 0 0 0 0
0 3 7 0 1 1 0
0 2 2 1 0 2 0
1 0 4 1 3 1 0
1 1 3 3 0 2 0
0 0 0 0 0 0 0
7 10 18 5 4 6 0
Total Akurasi pengguna
2 50
9 33.33
12 58.33
7 0
10 30
10 0
0 0
0 50
21 Lampiran 4 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 3 kelas menggunakan model II Kelas referensi
Dikelaskan ke kelas-
Total
Akurasi pembuat 73.53 50
1
2
3
1 2 3
25 6 2
9 6 2
0 0 0
34 12 4
Total
33
17
0
50
Akurasi pengguna
75.76
35.29
#DIV/0!
Lampiran 5 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 5 kelas menggunakan model II Kelas referensi
Dikelaskan ke kelas-
Total
Akurasi pembuat 14.29 70.37 50 0 0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5
1 0 0 0 0
5 19 4 3 1
0 7 5 0 2
1 1 1 0 0
0 0 0 0 0
7 27 10 3 3
Total
1
32
14
3
0
50
Akurasi pengguna
100
59.38
35.71
0
#DIV/0!
Lampiran 6 Matrik kontingensi akurasi peta sebaran biomassa dengan 7 kelas menggunakan model II Kelas referensi
Dikelaskan ke kelas-
Total
Akurasi pembuat 0 40 29.41 0 40 0 0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7
1 0 0 0 0 0 0
5 4 5 2 2 1 0
0 5 5 0 0 2 1
0 1 4 1 1 0 1
0 0 2 1 2 0 1
1 0 1 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
7 10 17 5 5 3 3
Total Akurasi pengguna
1
19
13
8
6
3
0
50
100
21.05
38.46
0
33.33
0
0
22 Lampiran 7 Peta sebaran biomassa dengan 5 kelas menggunakan model I
Lampiran 8 Peta sebaran biomassa dengan 7 kelas menggunakan model I
23 Lampiran 9 Peta sebaran biomassa dengan 3 kelas menggunakan model II
Lampiran 10 Peta sebaran biomassa dengan 5 kelas menggunakan model II
24 Lampiran 11 Peta sebaran biomassa dengan 5 kelas menggunakan model II
25
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor (Jawa Barat) pada 19 Oktober 1989 dari ayah Muhammad Nuh dan ibu Samsiah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2007 penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 4 Bogor. Penulis sempat bekerja sebagai karyawan, kemudian pada tahun 2009 baru melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN dan diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gn. Papandayan dan Sancang Timur, Garut, Jawa Barat. Penulis juga mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Tahun 2013 Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang di PT. Ratah Timber, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Selama masa perkuliahan, penulis aktif berorganisasi di Sylva Indonesia Pengurus Cabang Institut Pertanian Bogor dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum pada organisasi tersebut pada tahun 2012 dan sempat menjadi anggota dari Pengurus Pusat Sylva Indonesia periode 2012-2014. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Aplikasi Citra Landsat 8 dalam Memetakan Biomassa Atas Tegakan di KPH Ciamis.