5 PEMBAHASAN 5.1 Teknik Pengolahan Data Pulau Kecil dan Ekosistemnya 5.1.1 Pulau Kecil Pulau kecil tipe tektonik ditandai terutama oleh bentuklahan tektonik atau struktural dan di daerah penelitian didominasi oleh struktur lipatan. Aspek morfoarrangement berupa igir memanjang dan bentuk beragam lebih berperan untuk identifikasinya. Pulau-pulau kecil yang terbentuk sebenarnya adalah bagian dari peneplain yang tidak tenggelam. Peneplain ini tersusun oleh batupasir, batulempung, dan konglomerat, dan di pantainya batuan ini tersingkap dengan kemiringan dip struktur yang bervariasi. Kondisi luas peneplain yang tenggelam dan ekosistem laut yang terbentuk membuat karakteristik biogeofisik pulau kecil bervariasi, sehingga karakter spektralnya beragam yang berpengaruh pada fusi multispektral. Fusi multispektral terseleksi adalah 234 dan 345. Fusi multispasial sesuai untuk mempertajam morfologi pulau dan mangrove. Penutup lahan yang homogen dan pulau yang kecil sesuai dengan penajaman autoclip highpass sharpen 2. Teknik pengolahan datanya ditunjukkan pada Gambar 45.
Landsat (citra sejenis) Fusi multispektral: 234 atau 345 (komposit RGB 432 atau 543) Penajaman: Autoclip, highpass sharpen 2 Fusi multispasial Tidak Pulau kecil tipe non-tektonik
Bentuk beragam? Ya Pulau kecil tipe tektonik Identifikasi karakteristik biogeofisik
Gambar 45 Teknik pengolahan data pulau kecil tipe tektonik.
Pulau kecil tipe vulkanik ditandai terutama oleh bentuklahan vulkanik seperti kawah. Unsur interpretasi yang sangat membantu adalah bentuk melingkar atau bentuk lain dari deformasi melingkar, lokasi di samudra pada suatu kelurusan, dan pola torehan radial. Karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya bervariasi terkait dengan tingkat aktivitas vulkanisme. Morfologi pulau kecil vulkanik adalah bergunung, berbukit, dan datar. Secara umum, tekstur torehan kasar adalah dari materi piroklastik, sedangkan torehan halus adalah dari materi lava. Materi letusan dan tingkat torehan berpengaruh pada penutup lahan. Variasi tersebut membuat karakter spektralnya beragam yang berpengaruh pada fusi multispektral. Fusi multispektral terseleksi adalah kombinasi 245. Penutup lahannya lebih bervariasi dibandingkan pulau tektonik sehingga penajaman yang sesuai yaitu autoclip, levelslice, equalizer serta lowpass 3x3 dan diagonal dan highpass sharpen 2. Fusi multispasial sesuai untuk mempertajam morfologi pulau dan mangrove. Teknik pengolahan data penginderaan jauh untuk pulau kecil tipe vulkanik ditunjukkan pada Gambar 46.
Landsat (citra sejenis) Fusi multispektral: 245 (komposit RGB 542) Penajaman: Autoclip, levelslice, equalizer; lowpass average 3x3 dan diagonal; highpass sharpen 2, & Fusi multispasial Tidak Bentuk melingkar di samudra?
Pulau kecil tipe non-vulkanik
Ya Pulau kecil tipe vulkanik Identifikasi karakteristik biogeofisik
Gambar 46 Teknik pengolahan data pulau kecil tipe vulkanik.
141
Pulau kecil tipe terumbu ditandai terutama oleh batu gamping terumbu. Proses tektonik pengangkatan pada batu gamping terumbu membentuk pulaupulau kecil berupa perbukitan memanjang. Identifikasi awal pulau kecil tipe terumbu dapat dibantu dari warna cerah sebagai cerminan vegetasi yang jarang dan bentuk beragam sebagai cerminan dari pengangkatan. Perbukitan di Pulau Pomana-besar dan Pulau Pomana-kecil relatif gersang. Sementara itu, ekosistem terumbu karang berkembang sangat baik, tetapi mangrove dan lamun sulit tumbuh. Area terumbu karang di Pulau Pomana-besar adalah 36,94%, sedangkan di Pulau Pomana-kecil adalah 69,42%. Penutup lahannya homogen dan ukuran pulaunya relatif kecil. Kondisi tersebut berpengaruh pada karakter spektralnya dan hasil fusi multispektral terseleksi adalah 247 dan 235. Fusi multispasial sesuai untuk mempertajam morfologi pulau. Penajaman yang sesuai adalah autoclip highpass sharpen 2. Teknik pengolahan data penginderaan jauh untuk menampilkan pulau kecil tipe terumbu ditunjukkan pada Gambar 47.
Landsat (citra sejenis) Fusi multispektral: 257 atau 235 (komposit RGB 752 atau 532) Penajaman: Autoclip, highpass sharpen 2 & Fusi multispasial
Tidak Bentuk beragam, warna cerah
Pulau kecil tipe non-terumbu
Ya Pulau kecil tipe terumbu
Identifikasi karakteristik biogeofisik
Gambar 47 Teknik pengolahan data pulau kecil tipe terumbu.
142
Tabel 29 Pengolahan citra menurut tipe pulau dan ekosistem laut Tipe pulau & ekosistem laut Tektonik
Fusi multispektral 234 dan 345
Penajaman spektral Autoclip
Penajaman spasial (filtering) Highpass sharpen 2
Fusi multispasial 4328 dan 5438
Vulkanik
245
Autoclip, Levelslice, equalizer
Terumbu
257 dan 235
Autoclip
Lowpass: average 3x3 dan diagonal serta highpass sharpen 2 Highpass sharpen 2
5428
7528 dan 5328
Mangrove
453
Autoclip
Highpass sharpen 2
4538
Terumbu karang Lamun
421
Autoclip
Highpass sharpen 2
-
421
Autoclip
Highpass sharpen 2
-
Teknik pengolahan data berupa fusi multispektral, penajaman spektral, penajaman spasial, dan fusi multispasial untuk pulau kecil dan ekosistemnya disajikan pada Tabel 29. Teknik ini bermanfaat untuk tujuan analisis visual, seperti analisis karakteristik biogeofisik dengan pendekatan geomorfologi. Berdasarkan hasil tampilan citra komposit terseleksi diketahui bahwa citra Landsat lebih jelas dan tajam atau mempunyai kemampuan relatif tinggi dibandingkan dengan citra QuickBird. Peranan kanal 5 dan 7 dari citra Landsat berfungsi secara baik untuk tampilan morfologi pulau kecil. Hal ini menunjukkan bahwa resolusi spektral lebih berperan dalam menampilkan morfologi pulau kecil dibandingkan dengan resolusi spasial.
5.1.2 Ekosistem laut Mangrove merupakan vegetasi yang tumbuh di atas permukaan air. Di daerah penelitian, mangrove dijumpai di pulau kecil tipe tektonik dan vulkanik. Mangrove diidentifikasi dari warna yang spesifik dan lokasinya di pesisir. Fusi multispektral terseleksi dari citra Landsat adalah 345, dan citra komposit terseleksi untuk mangrove adalah RGB 453. Dari citra komposit RGB 453 mangrove berwarna merah bata, sedangkan dari RGB 543 berwarna hijau. RGB 453 dipilih karena tampilan warna merah lebih tegas untuk membedakan dengan vegetasi lain. Fusi multispasial sesuai untuk mempertajam obyek mangrove karena permukaannya sebagian besar berada di atas permukaan air laut. Penajaman yang sesuai adalah autoclip highpass sharpen 2. Teknik pengolahan
143
data untuk menampilkan mangrove ditunjukkan pada Gambar 48. Mangrove kemungkinan dapat dijumpai di pulau kecil tipe delta/aluvial, karena pulaunya tersusun oleh materi berlumpur atau berpasir hasil pengendapan proses fluvial. Terumbu karang dan lamun seluruh bagiannya berada di bawah permukaan air. Karakteristik ini berpengaruh pada pilihan kanal yang digunakan untuk membangun citra komposit. Terumbu karang diidentifikasi secara visual dan digital, sedangkan bentuklahan terumbu secara visual, tetapi sasaran obyeknya sama. Hasil perhitungan OIF tertinggi untuk terumbu karang dan lamun adalah kombinasi kanal 124 (Tabel 20) dan sesuai ditampilkan dengan citra RGB 421. Kanal 1 dan 2 memiliki pantulan tertinggi untuk obyek-obyek di air. Penajaman yang sesuai adalah autoclip, highpass sharpen 2. Fusi multispasial akan menggaburkan obyek-obyek di bawah permukaan air, artinya terumbu karang dan lamun memerlukan kanal dengan panjang gelombang lebih spesifik. Selain itu, gradasi perbedaan antar obyek-obyek terumbu karang dan lamun relatif lebih kecil dan pola obyek kurang tegas dibandingkan dengan obyek-obyek di daratan, misalnya permukiman. Teknik pengolahan data penginderaan jauh untuk terumbu karang dan lamun ditunjukkan pada Gambar 49 dan 50.
Landsat (citra sejenis) Komposit RGB 435 Penajaman: Autoclip, highpass sharpen 2 & Fusi multispasial
Tidak
Warna merah bata, di pesisir?
non-mangrove
Ya Mangrove
Identifikasi karakteristik biogeofisik Gambar 48 Teknik pengolahan data ekosistem mangrove.
144
Perbedaan karakteristik biogeofisik tipe pulau kecil memberikan perbedaan ketajaman tampilan terumbu karang pada citra. Pulau kecil tipe vulkanik dan tipe terumbu lebih tajam dibandingkan dengan pulau kecil tipe tektonik karena struktur batuannya lebih miskin akan sedimen halus. Di daerah penelitian, terumbu karang dijumpai di ketiga tipe pulau kecil, sedangkan lamun dijumpai di pulau kecil tipe tektonik dan vulkanik. Berdasarkan karakteristik fisik, terumbu karang kemungkinan dapat dijumpai di pulau-pulau kecil tipe stack, monadnock, hummock, dan atol karena pantainya berbatu dengan proses sedimentasi relatif rendah. Lamun diperkirakan dapat dijumpai di semua tipe pulau kecil jika ada bagian pulau yang terlindung dan terjadi proses fluvial atau marin yang membentuk substrat berlumpur. Aplikasi algoritma pada Gambar 45 sampai 50 bersifat umum dan merupakan tahap awal prosedur interpretasi, sehingga perlu memperhatikan karakteristik biogeofisik umum setiap tipe pulau kecil dan ekosistem laut seperti diuraiakan di atas. Anomali morfologi pulau kecil adalah salah satu contoh yang perlu dicermati.
Landsat (citra sejenis) Komposit RGB 421 Penajaman: Autoclip, highpass sharpen 2
Tidak
Warna biru terang/ kehijauan?
non-terumbu karang Ya
Terumbu karang
Identifikasi karakteristik biogeofisik
Gambar 49 Teknik pengolahan data ekosistem terumbu karang.
145
Landsat (citra sejenis) Komposit RGB 421 Penajaman: Autoclip, highpass sharpen 2
Daerah terlindung, warna kecoklatan
Tidak Bukan lamun
Ya Lamun
Identifikasi karakteristik biogeofisik
Gambar 50 Teknik pengolahan data ekosistem lamun.
5.2 Desain Klasifikasi Tipe Pulau Kecil Klasifikasi tipe pulau kecil menurut morfogenesis (Tabel 26) bersifat mempertajam dari klasifikasi sebelumnya dan menarik benang merahnya melalui pendekatan geomorfologi. Beberapa nama tipe pulau kecil tetap digunakan dengan tambahan istilah proses geomorfik lebih spesifik, yaitu tektonik lipatan, tektonik patahan, vulkanik intrusif, dan vulkanik ekstrusif. Tipe pulau yang sebelumnya tidak tercantum pada tinjauan pustaka adalah stack, hummock, moraine, gambut, dan buatan. Pulau kecil tipe hummock terdapat di Indonesia, sedangkan tipe lainnya kemungkinan dijumpainya relatif rendah. Selain itu, istilah ”koral” seperti yang dikemukakan oleh Dahuri (1998) diubah menjadi ”terumbu” untuk lebih mencerminkan asal terbentuknya pulau kecil yaitu dari terumbu. Peranan informasi morfografi, yang dibagi menjadi datar dan berbukit, dapat memberikan gambaran kemungkinan jangkauan gelombang laut menuju daratan pulau kecil. Informasi ini berfungsi sebagai parameter untuk analisis potensi perkembangan ekosistem laut serta untuk analisis pemulihan ekosistem
146
yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, cara klasifikasi yang tidak mempertimbangkan morfografi atau topografi, misalnya berdasarkan lokasi, kurang menggambarkan potensi perkembangan ekosistem laut. Informasi morfografi pada pulau kecil memberi arti penting karena dapat menggambarkan karakteristik biogeofisik ekosistem laut yang terbentuk, misalnya, hubungan antara proses denudasi di daratan dengan proses marin. Informasi morfologi dapat diperoleh dari identifikasi berbagai sumber data yang telah tersedia, seperti citra penginderaan jauh dan peta Rupabumi. Contoh klasifikasi tipe pulau kecil sesuai Tabel 26, untuk Pulau Ruang adalah termasuk kelas pulau kecil tipe vulkanik ekstrusif berbukit, sedangkan Pulau Pasighe termasuk kelas pulau kecil tipe vulkanik ekstrusif datar. Perbedaan ekosistem laut yang terbentuk diuraikan pada sub-bab 4.1.2. Pulau-pulau kecil yang diketahui tipenya dapat memberikan informasi karakteristik biogeofisik ekosistem lautnya. Informasi ini bermanfaat untuk menjaga kesehatan perairan laut dangkal yang menjadi daerah penangkapan ikan yang potensial. Pada penelitian ini, karakteristik biogeofisik pulau kecil dan ekosistemnya digunakan untuk pengelompokan pulau kecil. Pulau-pulau kecil yang mempunyai tipe sama dapat dikelompokkan menjadi satu, dan secara lebih detail pengelompokannya lebih mempertimbangkan karakteristik biogeofisiknya.
5.3 Desain Identifikasi Ekosistem Laut 5.3.1 Pulau kecil Jumlah pulau kecil di Indonesia tercatat lebih dari 10.000 buah dan perairan di sekelilingnya merupakan ekosistem daerah penangkapan ikan. Pemanfaatan data penginderaan jauh satelit pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan
informasi
karakteristik
biogeofisik
pulau-pulau
kecil
dan
ekosistemnya. Guna mendapatkan informasi tersebut sedikitnya ada dua kendala yaitu menyangkut ukuran pulau yang kecil dan liputan awan yang tinggi. Wilayah Indonesia mempunyai area sekitar 14% yang sering tertutup awan. Kondisi ini sering menjadi masalah buat sebagian pengguna citra penginderaan jauh satelit yang memanfaatkannya untuk interpretasi sumberdaya alam. Namun, tidaklah demikian pada analisis berbasis geomorfologi, karena yang diamati adalah bentuklahan dan proses-proses yang berlangsung. Bentuk kajian ini mengamati perubahan dalam kurun waktu lama karena dinamika endogen dan eksogen yang dikaji berlangsung dalam hitungan tahun geologi. Oleh karenanya,
147
kondisi liputan awan tersebut dapat diatasi dengan memilih citra yang rendah liputan awannya, sehingga tidak terikat pada tanggal perekaman. Sebagai contoh, citra Kota Batam (Gambar 6) merupakan mozaik citra Landsat Tahun 2001 dan 2002, dan analisis beberapa pulaunya menggunakan citra Tahun 1996 karena adanya tutupan awan. Artinya prospek pemanfaatan data penginderraan jauh untuk pulau kecil dan ekosistemnya cukup menjajikan. Ada empat aspek yang digunakan pada analisis geomorfologi pulau kecil dan ekosistemnya meliputi morfologi (morfografi dan morfometri), morfogenesis, morfokronologi, dan morfoarrangement. Ukuran pulau mempengaruhi bentuk pilihan jenis citra penginderaan jauh yang digunakan. Pulau dengan ukuran kecil dapat menggunakan citra resolusi menengah, sedangkan pulau dengan ukuran sangat kecil dapat menggunakan citra resolusi tinggi. Pengolahan citra terseleksi disiapkan untuk mempercepat proses analisis geomorfologi pulau kecil. Pilihan ini mempengaruhi hasil analisis aspek morfologi pulau kecil. Pada morfografi pulau yang berukuran besar seperti gunungapi yang tinggi dan dataran yang luas, serta morfometri yang mempunyai variasi besar, seperti ukuran bentuklahan yang luas dan beda tinggi yang mencolok, maka citra resolusi menengah dapat berperan cukup baik. Dari empat aspek geomorfologi, aspek morfogenesis menjadi pertimbangan utama, karena aspek ini mewakili prosesproses geomorfik yang membentuk keragaman tipe pulau kecil. Pulau kecil tipe vulkanik yang berbukit diidentifikasi dari aspek morfologi yaitu melingkar dari bentuklahan kawah, kaldera, atau lereng kaki gunung. Morfologi yang khas berupa kerucut atau gabungan beberapa kerucut menunjukkan suatu jalur magmatik. Dikenalinya pulau tipe terumbu di jalur magmatik (Kabupaten Sikka) adalah dari morfologi pulau berbentuk memanjang dari perbukitan yang relatif datar di permukaannya. Sebaliknya, dijumpainya morfologi pulau kecil berbentuk melingkar pada jalur tektonik, bukanlah indikasi pulau tipe vulkanik, melainkan vegetasi mangrove yang berkembang pada habitat yang sesuai sehingga berbentuk melingkar. Morfologi pulau kecil tipe tektonik dicirikan oleh relief perbukitan. Untuk aspek morfogenesis, peranan citra bervariasi tergantung pada morfologi pulau kecil. Morfologi Pulau Ruang misalnya yang berbentuk kerucut melingkar bisa memberi petunjuk bahwa morfogenesis pulau tersebut adalah vulkanik. Meskipun, morfologi Pulau Lengkang dan Pulau Pasighe sulit dilakukan interpretasi morfogenesisnya, karena pola atau bentuk dari pulau tidak
148
mencerminkan suatu proses geomorfik tertentu. Artinya, interpretasi tipe pulau pada kedua morfologi tersebut sulit dilakukan secara langsung dari citra dan perlu didukung oleh data lain seperti peta Geologi, peta Rupabumi Indonesia, dan pemahaman geomorfologi. Di sini aspek morfoarrangement menjadi berperan, misalnya Pulau Pasighe terletak di kompleks gunungapi, sehingga besar kemungkinan pulau ini juga merupakan tubuh gunungapi, tapi yang telah terdegradasi. Dari aspek morfogenesis, bentuklahan yang berkembang di pulau-pulau kecil tipe tektonik dapat dikelompokkan menjadi bentuklahan-bentuklahan asal proses (1) magmatik/vulkanik, (2) tektonik/struktural, (3) fluvial, (4) marin, (5) organik, dan (6) antropogenik. Bentuklahan yang berkembang di pulau-pulau kecil tipe vulkanik dapat dikelompokkan menjadi bentuklahan-bentuklahan asal proses (1) magmatik/vulkanik, (2) fluvial, (3) marin, (4) dan organik. Bentuklahan yang berkembang di pulau-pulau kecil tipe terumbu dapat dikelompokkan menjadi bentuklahan-bentuklahan asal proses (1) tektonik/struktural (2) marin, dan (3) organik. Bentuklahan asal proses marin dan organik adalah bentuklahan yang banyak dijumpai di pulau-pulau kecil di Kepulauan Indonesia. Analisis geomorfologi pada aspek morfokronologi adalah untuk mengenali keterkaitan proses berbagai bentuklahan secara relatif dan absolut. Proses terbentuknya bentuklahan secara relatif seperti tahapan proses geomorfik, maka peranan citra banyak dipakai; tetapi untuk mengenalinya secara absolut diperlukan dukungan informasi dari peta geologi dan peta Rupabumi Indonesia. Contoh Pulau Ruang (Gambar 36 b), ada dua tanjung yang berseberangan, di sebelah Timur dan Barat. Tanjung di Timur berwarna hitam yaitu lahan tanpa vegetasi; sedangkan tanjung di Barat, pantainya berwarna hijau-kemerahan, dan ke arah puncak terdapat warna merah yaitu vegetasi dan warna hijau-kemerahan yaitu lahan terbuka. Interpretasi menduga bahwa kronologis atau tahap pembentukan tanjung di Timur terjadi lebih akhir dibandingkan dengan tanjung di Barat. Hal ini disebabkan tanjung di Timur dibentuk oleh aliran lava muda (dicirikan oleh tiadanya vegetasi), sedangkan tanjung di Barat kemungkinan besar dibentuk oleh aliran lava lebih tua, yang telah tertutup oleh endapanendapan piroklastik muda. Endapan ini saat sekarang telah ditumbuhi oleh vegetasi. Tanjung di Barat ini, pada bagian dasar tanjung tersusun atas bongkahbongkah batu besar yang diduga berasal dari bongkah-bongkahan batu dari aliran lava tua. Tanjung di Timur adalah produk letusan tahun 1949, sedangkan
149
tanjung di Barat tidak tercatat tahun terbentuknya. Namun diduga bahwa, terbentuknya tanjung di Barat melalui proses yang identik dengan tanjung di Timur. Unsur warna lebih berperan dalam interpretasi untuk menduga perbedaan tahap pembentukan antara kedua tanjung melalui penutup lahannya. Unsur pola (seperti torehan) juga banyak membantu pada analisis morfokronologi. Untuk
aspek
morfoarrangement,
atau
mengenali
hubungan
antar
bentuklahan dalam susunan keruangannya, banyak didukung oleh citra satelit terutama pada citra resolusi menengah seperti Landsat dan SPOT. Di Kepulauan Batam, morfoarrangement pulau-pulau kecil banyak ditunjukkan oleh hubungan pola igir-igir perbukitan struktural yang memanjang dan banyak dijumpai di Pulau-pulau Batam, Rempang, hingga Galang. Hasil analisis tipe pulau di Kepulauan Batam menunjukkan adanya pulau kecil tipe tektonik dan diperkirakan tipe ini mendominasi keseluruhan pulau yang ada. Di Kepulauan Sikka dan Sitaro, morfoarrangement pulau-pulau kecil dengan morfologi berbentuk melingkar, menunjukkan suatu pola yang serupa, yaitu berada pada suatu kelurusan di tengah samudra. Hasil analisis di Kepulauan Sikka dan Sitaro menunjukkan adanya pulau-pulau kecil tipe vulkanik dan satu pulau kecil tipe terumbu. Aspek morfoarrangement di sini paling berperan untuk analisis tipe pulau, yaitu untuk identifikasi tipe pulau kecil pada skala makro.
5.3.2 Korelasi pulau kecil dan ekosistem laut Pulau kecil dan ekosistem laut di sekelilingnya merupakan satu kesatuan yang membentuk karakteristik biogeofisik yang khas. Karakteristik biogeofisik substrat dasar perairan laut dangkal memiliki korelasi erat dengan pulaunya. Perkembangan ekosistem laut juga dipengaruhi oleh posisi pulau dan jenis pantai. Posisi pulau terkait dengan sirkulasi gelombang laut, sedangkan jenis pantai terkait dengan singkapan batuan. Pulau-pulau kecil tipe tektonik, vulkanik, dan terumbu dapat membentuk pantai terjal, landai, dan datar dengan material berbatu, berpasir, dan berlumpur. Pulau-pulau kecil tipe tektonik, variasi jenis pantainya dipengaruhi oleh singkapan batuan di pantai, dimana pantai terjal berbatu, pantai landai berpasir, dan pantai datar akan berlumpur. Mangrove berkembang lebih baik pada pantai datar dan landai dan pada posisi terlindung; demikian halnya dengan lamun. Sementara itu, terumbu karang berkembang lebih baik pada pantai terjal berbatu dengan posisi pantai menghadap laut lepas. Pantai landai dan datar dengan
150
material berbatu juga berpotensi untuk perkembangan terumbu karang. Di daerah penelitian, pulau kecil tipe tektonik lipatan berbukit sangat berpotensi untuk dijumpai terumbu karang, sedangkan pada morfologi datar sangat berpotensi untuk dijumpai mangrove. Pulau-pulau kecil tipe vulkanik, variasi jenis pantainya dipengaruhi oleh material letusan gunungapi dan perbedaan tingkat aktivitas vulkanis yang berlangsung. Di daerah penelitian, mangrove dan lamun dijumpai pada bentuklahan dataran sisa vulkanik di Pulau Pasighe, yaitu pada pantai datar di tengah sisa tubuh gunungapi dan mangrove dijumpai pula pada bentuklahan rawa payau di Pulau Babi. Keduanya berada pada pantai dengan posisi terlindung. Terumbu karang berkembang baik di pulau-pulau kecil pada semua tingkat aktivitas vulkanik mulai dari bentuklahan terumbu pinggiran, terumbu penghalang, sampai atol. Hal tersebut terutama disebabkan, pulau kecil tipe vulkanik muncul di samudra dimana kondisi perairannya relatif lebih jernih karena sirkulasi arus dan gelombang laut lebih baik. Perkembangan bentuklahan terumbu berkorelasi terbalik dengan tingkat aktivitas vulkanis; demikian halnya dengan terumbu karang. Semakin rendah aktivitas vulkanik semakin lanjut pertumbuhan bentuklahan terumbu. Pulau-pulau kecil tipe terumbu, variasi jenis pantainya dipengaruhi oleh posisi pantai. Pantai terjal berbatu posisinya berhadapan dengan laut lepas, sedangkan pantai landai berpasir atau berlumpur posisinya terlindung. Mangrove sulit berkembang karena pantainya berhadapan dengan laut lepas dan proses solusional yang ada tidak membentuk air payau. Lamun juga sulit berkembang disebabkan oleh ketiadaan mangrove. Di Pulau Pomana yang berbatuan gamping terumbu, air hujan turun melalui celah-celah batuan sehingga sedimentasi di pantai rendah dan kondisi ini kurang mendukung bagi pertumbuhan mangrove dan lamun. Perkembangan bentuklahan terumbu sangat bagus dan terdapat perbedaan terkait posisi pantai, yang dalam hal ini berhubungan dengan arus dan gelombang laut, demikian halnya dengan terumbu karang. Bentuklahan terumbu berkembang lebih baik pada sisi pulau yang lebih terbuka mendapat arus dan gelombang laut. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi lagun, dimana semakin lancar arus laut semakin luas terbentuk lagun. Di Pulau Pomana dijumpai bentuklahan terumbu paparan berupa terumbu pelataran bergoba dan terumbu dinding tanduk. Korelasi antara tipe pulau kecil dan ekosistem laut disajikan pada Tabel 30.
151
Tabel 30 Matriks korelasi pulau kecil dan ekosistem laut Ekosistem Tipe pulau kecil laut Tektonik Vulkanik Terumbu sulit tumbuh Mangrove lebih baik di pantai tumbuh pada sisi landai dan datar pulau yang datar yang lebih dan terlindung terlindung Lebih baik pada aktivitas vulkanik lebih baik pada Terumbu posisi perairan laut semakin rendah pantai terjal karang yang lebih terbuka terumbu karang berbatu yang semakin baik menghadap laut lepas lebih baik di tumbuh pada sisi sulit tumbuh Lamun daerah yang lebih pulau yang terlindung terlindung Sumber : Hasil analisis geomorfologi model pulau-pulau kecil
Suatu pulau kecil dimana seluruh bagiannya merupakan wilayah pesisir, maka mangrove bisa mendominasi seluruh pulau, dengan kata lain, tidak hanya terbatas pada daerah yang dekat dengan laut. Kondisi ini terutama banyak dijumpai pada pulau kecil dengan morfologi datar. Di sisi lain, pada lingkungan fisik yang sama, pulau kecil datar lebih berpotensi untuk pertumbuhan mangrove daripada pulau kecil berbukit, contoh, Pulau Pasighe (tipe vulkanik ekstrusif datar) dan Pulau Lengkang (tipe tektonik lipatan datar). Sementara itu di pulaupulau besar, mangrove dapat dijumpai di sekitar muara sungai. Kasus ini menjelaskan perbedaan fenomena pertumbuhan mangrove antara pulau besar dan pulau kecil. Keterkaitan antara mangrove dan karakteristik biogeofisik pulau kecil ini mengarahkan untuk lebih mencermati pada klasifikasi tipe pulau yang membedakan morfologi pulau kecil antara pulau berbukit dan pulau datar. Pada pulau tektonik seperti di Batam, terumbu karang mulanya tumbuh dan berkembang pada substrat dasar perairan laut dangkal yang merupakan peneplain (Gambar 11 g). Pada pulau vulkanik, terumbu karang mulanya tumbuh dan berkembang pada batu vulkanik yang terendapkan di perairan sekeliling pulau (Gambar 15 d) dan selanjutnya berkembang dan bergabung membentuk terumbu pinggiran. Di pulau-pulau vulkanik denudasional yaitu dengan gunungapi yang telah lama mati, terumbu karang dapat berkembang lebih baik. Sementara itu, pada pulau kecil tipe terumbu diperkirakan proses pertumbuhan terumbu karang merupakan tahap lanjut yang semula berawal pada batuan vulkanik.
152
5.3.3 Identifikasi ekosistem laut berbasis tipe pulau Identifikasi ekosistem laut didesain berbasis tipe pulau untuk mendapatkan informasi obyek-obyek ekosistem laut meliputi bentuklahan terumbu, terumbu karang, lamun, dan mangrove. Informasi bentuklahan terumbu membantu dalam identifikasi antara karang hidup dan karang mati. Data tipe pulau kecil dan petapeta digunakan untuk mendapatkan informasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dengan pendekatan analisis geomorfologi. Obyek-obyek tersebut diidentifikasi menggunakan data penginderaan jauh satelit dengan citra komposit dan penajaman tertentu. Korelasi antara pulau kecil dan ekosistemnya yang beragam membutuhkan suatu kerangka identifikasi yang terstruktur. Selain diperlukan pula informasi ekosistem laut yang bersifat kualitatif, kuantitatif, dan spasial. Informasi kualitatif diperoleh dari karakteristik biogeofisik pulau kecil dan bentuklahan terumbu, sedangkan informasi kuantitatif dan spasial diperoleh dari data penginderaan jauh satelit. Diagram alir identifikasi ekosistem laut disajikan pada Gambar 51. Identifikasi ekosistem laut dilakukan secara visual dan digital. Analisis visual adalah untuk identifikasi karakteristik biogeofisik pulau kecil, bentuklahan terumbu, lamun, dan mangrove. Analisis digital adalah untuk identifikasi antara karang hidup, karang mati, dan lamun; serta klasifikasi kerapatan mangrove. Hasil analisis visual bentuklahan terumbu digunakan sebagai dasar reklasifikasi terumbu karang dari hasil algoritma Lyzengga. Identifikasi obyek-obyek ekosistem laut secara digital akan lebih akurat jika dilakukan pemisahan secara visual terlebih dahulu antara daratan dan perairan laut dangkal dan antara mangrove dan non-mangrove. Hal ini terkait dengan tingginya keragaman karakteristik biogeofisik pulau-pulau kecil di Indonesia. Pemetaan bentuklahan terumbu dari data penginderaan jauh satelit dilakukan melalui analisis visual. Klasifikasi bentuklahan terumbu secara geomorfologis dapat digunakan kriteria menurut Maxwell (Zuidam, 1985) yang telah dinyatakan sebagai standar (Tabel 2). Klasifikasi terumbu karang secara digital termasuk kriteria klasifikasi habitat secara ekologis, sedangkan analisis secara visual termasuk kriteria klasifikasi geomorfologis. Analisis terumbu karang secara digital dapat menggunakan algoritma Lyzengga seperti dirumuskan pada persamaan 3 dan 4 Bab 3. Tahap penggabungan antara klasifikasi terumbu berbasis geomorfologis secara visual dengan klasifikasi terumbu karang berbasis ekologis dilakukan saat reklasifikasi.
153
Peta Rupa Bumi, Peta Geologi, & Peta Pelayaran
Tipe pulau kecil, cek lapangan
Landsat (citra sejenis) kanal multispektral dan kanal pankromatik input
citra komposit pulau kecil: tipe tektonik: 4328 & 5438, tipe vulkanik: 5428, tipe terumbu: 7528 & 5328; penajaman dan fusi multispasial mangrove 4538, terumbu karang 421, lamun 421 & penajaman autoclip sharpen 2
Pemisahan laut & darat/pesisir
Analisis geomorfologi
Laut dangkal
Karakteristik biogeofisik pulau kecil & ekosistemnya
Laut dalam
Y= ln (TM1) + ki/kj . ln (TM2) Bentuklahan terumbu
proses
Karang hidup
Karang mati
Lamun
Darat/pesisir
Klasifikasi visual
Mangrove
output Non mangrove
Gambar 51 Diagram alir identifikasi ekosistem laut.
154
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dirasakan perlu ada pra analisis sebelum dilakukan analisis digital terumbu karang; seperti kasus identifikasi mangrove yang tidak dapat sepenuhnya hanya dengan membatasi warna merah bata di daerah pesisir. Informasi tipe pulau dan karakteristik biogeofisiknya dapat memandu interpreter dalam identifikasi mangrove, terumbu karang, dan lamun. Sementara itu, karakteristik ekosistem laut pada pulau kecil tipe vulkanik perlu dicermati terlebih dahulu tingkat aktivitas gunungapi yang ada karena perbedaan ini memberi pengaruh yang nyata. Tahapan/proses secara ringkas identifikasi obyek-obyek ekosistem laut utama berbasis geomorfologi menggunakan data penginderaan jauh secara skematik disajikan pada Gambar 51 dengan rincian sebagai berikut: 1) Mengenali tipe pulau kecil. Informasi ini belum tersedia dan masih perlu dianalisis sesuai dengan klasifikasi tipe pulau kecil pada Tabel 26, 2) Membangun citra komposit dan penajamannya sesuai dengan tipe pulau kecil, untuk identifikasi karakteristik biogeofisik pulau kecil dan bentuklahan terumbu. Selain itu juga dilakukan analisis geomorfologi untuk mendapatkan karakteristik biogeofisik mangrove, terumbu karang, dan lamun, 3) Mendelineasi secara visual batas antara daratan dan perairan laut dangkal serta mangrove dan non mangrove, menggunakan citra komposit RGB 421 untuk terumbu karang dan lamun dan RGB 453 untuk mangrove, 4) Klasifikasi kerapatan mangrove menggunakan algoritma NDVI dengan kelas kerapatan seperti tercantum pada Tabel 31. 5) Klasifikasi terumbu karang menggunakan algoritma Lyzengga; serta reklasifikasi untuk mendapatkan kelas karang hidup, karang mati, dan lamun menggunakan informasi klasifikasi bentuklahan terumbu.
Tabel 31 Klasifikasi kerapatan mangrove Kelas
Penutup lahan dan kerapatan
1
perairan dangkal, non hutan
2
mangrove kerapatan rendah
3
mangrove kerapatan sedang
4
mangrove kerapatan tinggi
5
hutan non mangrove
Sumber: Hasil pengolahan data dengan formula 2 dan cek lapangan.
155
5.4 Desain Pengelompokan Pulau Kecil untuk Perikanan Pengelompokan pulau kecil dilakukan menurut karakteristik biogeofisik untuk pengelolaan ekosistem daerah penangkapan ikan. Informasi karakteristik biogeofisik pulau-pulau kecil dan sangat kecil dapat diperoleh menggunakan citra penginderaan jauh satelit serta peta-peta dan cek lapangan. Kaitan antara pulau kecil dan ekosistemnya dengan kondisi ikan terbukti menunjukkan korelasi yang erat. Pulau kecil dan ekosistemnya merupakan suatu kesatuan dalam rangkaian siklus hidup ikan pantai, sehingga pengelompokan pulau kecil juga dapat menjadi bentuk zonasi ekosistem daerah penangkapan ikan. Jadi pengelompokan pulau kecil dapat merupakan suatu cara untuk pengelolaan perikanan pantai yang bersifat akses terbatas untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan. Desain pengelompokan pulau kecil untuk perikanan ini menjawab tujuan penelitian yang keempat atau terakhir. Pulau-pulau kecil tipe tektonik di Kota Batam memiliki karakteristik biogeofisik relatif homogen dibandingkan dengan pulau-pulau kecil tipe vulkanik, demikian pula ekosistemnya. Karakteristik biogeofisik pulau kecil tipe tektonik di daerah
Batam
mempunyai
potensi
pertumbuhan
mangrove
lebih
baik
dibandingkan tipe vulkanik dan tipe terumbu. Mangrove dan lamun juga dapat tumbuh bagus pada pantai berbatu disebabkan oleh posisi pulau yang terlindung dari sirkulasi gelombang laut. Variasi pertumbuhan ekosistem laut dipengaruhi oleh singkapan batuan dan posisi pulau. Mangrove dan posisi pantai dapat dikenali dengan baik dari citra satelit. Berdasarkan karakteristik biogeofisik tersebut maka faktor ekosistem laut perlu lebih dipertimbangkan dalam pengelompokan pulau-pulau kecil tipe tektonik. Pulau-pulau kecil tipe vulkanik memiliki karakteristik biogeofisik relatif heterogen, sehingga pola perkembangan ekosistemnya juga relatif berlainan. Pulau-pulau yang berdekatan dimungkinkan memiliki karakteristik biogeofisik yang sangat berbeda. Tingkat perkembangannya bervariasi dari kondisi gunungapi aktif seperti Pulau Ruang dan Pulau Palue hingga proses denudasi lanjut pada bebatuan gunungapi seperti Pulau Pasighe dan Pulau Besar. Proses vulkanisme pada suatu pulau kecil berpengaruh terhadap perkembangan ekosistemnya. Berdasarkan karakteristik biogeofisik tersebut maka faktor jarak antar pulau dan korelasi antar ekosistem laut perlu dipertimbangkan dalam pengelompokan pulau kecil tipe vulkanik.
156
Pulau-pulau kecil tipe terumbu memiliki karakteristik biogeofisik relatif spesifik terkait dengan proses pelarutan atau solusional pada batuan gamping terumbu. Di daerah penelitian, proses tektonik berlangsung pada batuan gamping terumbu yang membentuk tiga pulau kecil tipe terumbu dan kini terhubungkan oleh bentuklahan terumbu (Gambar 29). Berdasarkan karakteristik biogeofisik tersebut maka faktor kondisi ekosistem laut perlu dipertimbangkan dalam pengelompokan pulau kecil tipe terumbu. Di Kabupaten Sikka, dijumpai Pulau Gunung-sari, Pulau Pomana, dan Pulau Besar yang jarak antar ketiganya kurang dari 12 mil. Secara berturut-turut pulau-pulau tersebut adalah tipe atol datar, terumbu berbukit, dan vulkanik ekstrusif berbukit. Pengelompokan pulaupulau yang berbeda dari tipe tersebut perlu dipisahkan karena masing-masing memerlukan bentuk pengelolaan yang berlainan. Implikasi
pengelompokan
pulau
kecil
dan
ekosistemnya
terhadap
pengelolaan ekosistem daerah penangkapan ikan adalah pada efisiensi dana. Hal ini karena pemahaman karakteristik biogeofisik akan mengarahkan pada sasaran lebih tepat dan waktu lebih singkat. Secara khusus, bentuk pengelompokan ini ditujukan untuk mengelola ekosistem daerah penangkapan ikan, akan tetapi pengaruhnya akan meluas hingga ke perairan laut dalam di sekelilingnya. Dengan kata lain, pengelompokan ini dapat memberi pengaruh bagi kelestarian ikan dan biota laut lainnya di seluruh wilayah lautan negara Kepulauan Indonesia.
157