Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891
APLIKASI CHLORELLA PYRENOIDOSA STRAIN LOKAL (INK) DALAM PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR AGROINDUSTRI I Nyoman K.Kabinawa dan Ni Wayan Sri Agustini Puslit Bioteknologi – LIPI Jl. Raya Bogor Km 46 Cibinong 16911,Bogor Tel ( 021 ) 8754587, Fax ( 021 ) 8754588 Abstrak Limbah sebagai bahan buangan nonekonomis dari proses suatu produksi dalam bentuk apapun harus diproses terlebih dahulu sebelum dilepas keperairan umum agar tidak mencemari lingkungan hidup. Salah satu limbah yang sangat potensial sebagai pencemar lingkungan adalah limbah cair agroindustri seperti kecap, pulp & kertas, tapioca dan susu. Limbah tersebut mengandung Total Padatan Tersuspensi ( TSS ),BOD,COD,NO3 dan PO4 secara berturut-turut adalah 196-915,78 mg/l, 1.038,9-3.760 mg/l, 3.430-4.668 mg/l, 19,8 – 78,17 mg/l dan 68,116-80 mg/l. Berdasarkan Kep-02/MENKLH/I/1988 dan Kep03/MENKLH/II/2001 limbah cair tersebut masih tergolong ke dalam pencemar lingkungan. Untuk itu, Kelompok Teknologi Kultur Mikroalga,Puslit Bioteknologi – LIPI mencoba melakukan pengendalian limbah tersebut dengan menggunakan strain local INK-Chlorella pyrenoidosa. Hasil yang diperoleh menunjukkan sangat menjanjikan karena kualitas air yang diperoleh sudah termasuk ke dalam katagori I kelompok C. Artinya sudah memadai untuk budi daya perikanan dan peternakan. Abstract Waste as no economic effluent come from the production process must be processed before discharge to the water due to it can be polluted to live environment. One of the potential wastes as an environment pollutant is agro industrial wastewater such as Ketchup, pulp & paper, tapioca and milk. Those wastewater containing of total suspended solid, BOD, COD, NO3 and PO4 were 196-915,78 mg/l, 1,038.9-3,769 mg/l, 3,430-4,668 mg/l, 19.8-78.17 mg/l and 68.116-80 mg/l. According to the ministry regulation No-02/MENKLH/I/1988 and No03/MENKLH/II/1991 those wastewater still pollutant to the environment. Therefore, our group research in R & D center for biotechnology, Indonesian Institute of Sciences was conduct the study on the wastewater treatment by using Chlorella pyrenoidosa as a local strain. The result show that the water obtained has good quality and including in the category I, type C. So that it suitable for aquaculture and animal poultry. Pendahuluan Sekitar tahun 80-an dibelahan negara maju seperti Canada, USA, Pernacis, Inggris, Jerman dan Jepang ( Oswold, 1985; Benemann et.al, 1987; Oswold,1988; Proulx & Noue, 1988; Noue & Proulx, 1988 ) telah mempublikasikan hasil penelitian mereka dalam penanggulangan limbah cair domestik, agroindustri, industri electroplating, limbah pedesaan dan sebagainya dengan menggunakan mikroalga Chlorella, Scenedesmus, Phormidium dan Spirulina. Hal ini mereka lakukan karena mikroalga dapat tumbuh dalam kondisi pertumbuhan alternatif dengan daya adaptasi yang kuat ( Gupta, 1981; Vonshak, 1985; Richmond, 1986 ). Limbah cair agroindustri pada umumnya kaya akan hara N ( Nitrat ), P ( Fosfat ), C ( Carbon ) dan S ( Sulfat ) yang merupakan nutrisi bagi pertumbuhan sel mikroalga. Disamping itu, bersama dengan bakteri mereka mampu untuk mengatur keseimbangan antara oksigen terlarut dengan karbondioksida dalam perairan ( Fallowfield & Garret, 1985 ). Keseimbangan inilah yang akan mempengaruhi keasaman air limbah menjadi netral dan bergeser ke alkali ( Welch, 1952; Lind, 1976; Kabinawa, 1999 ). Penelitian limbah cair dengan menggunakan mikroalga mulai bergeser ke negara berkembang setelah 5 tahun berikutnya dipelopori oleh Pang, Malaysia menggunakan limbah cair karet dan kelapa sawit dan Tanticharun, Thailand menggunakan limbah cair tapioka. Di Indonesia, permasalahan pencemaran lingkungan terutama perairan mulai dibicarakan para pakar dan pemerhati lingkungan hidup setelah berkembangannya berbagai kawasan industri manufaktur baik itu sector pertanian maupun sector teknologi produksi. Hasil sisa proses produksi yang dianggap tidak ekonomis itu lalu dibuang keperairan umum ( sungai ) tanpa mengindahkan dampak yang dapat ditimbulkan. Seperti diketahui bahwa air sungai bagi penduduk yang tinggal disekitar bantaran sungai adalah sangat vital karena untuk keperluan minum, mandi, mencuci dan lainnya (
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
1
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 Kabinawa, 1991 ). Untuk itu, apapun bentuk limbah yang dihasilkan oleh sector manufaktur tersebut harus diolah sebelum dilepas ke perairan umum agar tidak mengganggu proses trofik level terutama terhadap keanekaragaman hayati perairan dan lingkungan hidup. Beberapa masalah bisa terjadi apabila limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioca , susu, electroplating, penyamakan kulit, tekstil yang tidak diolah terlebih dahulu terhadap kesehatan penduduk yang berdiam dan hidup disekitar bantaran sungai seperti penyakit kulit, sesak nafas, diarhae dan bahkan penyakit menular. Pemerintah, melalui Mentri Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Kep-02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan dan Kep-03/MENKLH/II/1991 tentang Baku Mutu limbah Cair Bagi Kegiatan Yang Sudah Beroperasi. Tujuannya adalah untuk melindungi masyarakat dari gas dan racun yang terjadi seperti H2S,NH3,N0x,S0x dari proses pembusukan yang terjadi. Bahkan warna airpun menjadi coklat kehitaman oleh padatan anorganik dan dipermukaan perairan muncul gunungan buih-sistemik sehingga mengganggu pandangan dan baunya menyengat. Kalau sudah begini, eksistensi, kesehatan, ketentraman dan kenyamanan manusia akan terganggu bahkan terancam. Kesadaran bagi pelaku usaha yang berkaitan dengan limbah tidak hanya berdiri pada satu mata pisau saja yang bersifat profit oriented namun harus berpijak pada sisi mata pusau yang satunya yaitu akibat negatif yang bisa terjadi terhadap lingkungan yang menerima beban yang membahayakan terhadap kelangsungan ekosistemnya. Dengan demikian air tersebut menjadi tidak sesuai lagi dengan peruntukannya. Pada awalnya pakar lingkungan mengunakan proses mekanis dan kimiawi – nonhayati dalam penanggulangan limbah cair karena lebih cepat prosesnya namun dalam skala industri menjadi kurang efektif karena flok-flok yang dihasilkan melalui proses kimia menjadi menumpuk dan bahkan menggunung, dapat menimbulkan masalah baru jika dibakar seperti pada skala pilot tidak memungkinkan. Untuk itu beberapa pakar mulai mencoba system hayati/bioproses menggunakan bakteri, kapang dan jamur. Selanjutnya dikembangkan menggunakan organisma fotosintetik seperti tanaman air – Ipomea aquatica dan Nasturium officinale dengan maksud agar hasil akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein sel tunggal ( PST ) dan makanan ternak terutama bagi limbah cair yang tidak mengandung logam-logam berat dan patogen. Salah satu mikroorganisma fotosintetik yang dikembangkan selaian bakteri ungu dalam penanggulangan limbah cair saat ini adalah mikroalga dengan maksud agar biomasa yang diperoleh dapat digunakan sebagai pakan berbagai hewan dan aquakultur karena kandungan nutrisinya sangat memungkinkan. Atas hal tersebut diatas maka Kelompok Teknologi Kultur Mikroalga, Puslit Bioteknologi – LIPI mencoba strain local INK, Chlorella pyrenoidosa di aplikasikan pada limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioka dan susu untuk memperoleh kemungkinan yang terjadi pada skala laboratorium. Bahan Dan Cara Kerja Isolat Mikroalga yang digunakan dalam penelitian adalah strain local INK yaitu Chlorella pyrenoidosa sebagai koleksi isolat Puslit Bioteknologi-LIPI. Isolat tersebut sudah diadaptasikan dan dipreservasi dalam medium teknis komersial – T-Kom ( Kabinawa, 2001 ) sebagai working culture. Kondisi Pertumbuhan Sebelum isolat diaplikasikan pada limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioca dan susu harus dibuat stok kulturnya mulai dari 10 ml ( test tube ). Setelah isolat mencapai fase pertumbuhan logaritmik lalu diperbesar menjadi 100 ml terus 1000ml dan 2000ml sebanyak dua botol kultur. Kultur diberikan intensitas cahaya 1500 – 2000 lux dengan diaerasi pakai udara yang diperkaya dengan CO2 1-2 %. Aerasi dapat berfungsi untuk meratakan pertumbuhan stok ( Kabinawa & Miyamoto, 1988 ). Setalah stok kultur mencapai fase pertumbuhan logaritmik, ia dipindahkan kedalam botol perlakuan dan kontrol dengan T(o) adalah 50 – 60 mg berat kering ( Vonshak, 1985 ). pH atau keasaman air tidak dilakukan proses perubahan. Kultur diberi intensistas cahaya 3000 lux dan diaerasi terus menerus dengan udara yang diperkaya dengan C02 1 %. Kultur dikocok dengan magnetic stirrer pada kecepatan medium agar tidak terjadi stratifikasi suhu yang bermakna, self shiding dan sedimentasi. Suhu kultur relatif konstant sekitar 30oC. Total Padatan Tersuspensi ( TSS ) TSS diukur dengan cara gravimetric dengan menggunakan tabung model haematocrite sebelum limbah diinokolasi dengan isolat. TSS ( mg/l ) pada kultur perlakuan diukur setelah mencapai fase pertumuhan logaritmik dan fase pertumbuhan stasioner ( Oswold, 1986 ). Parameter Kimia
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
2
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 Analisis BOD, COD, Nitrat ( NO3 ) dan Fosfat ( PO4 ) dilakukan dengan cara APHA ( 1976 ) sebelum limbah dinokulasi dengan isolat. Analisis parameter kimia pada kultur perlakuan dilakukan setelah fase pertumbuhan logaritmik dan fase pertumbuhan stasioner. Biomasa Biomasa dikur dengan cara gravimetric yaitu diukur berat keringnya (mg/l ) ( Vonshak, 1985 ). Biomasa Chlorella pyrenoidosa dipisahkan dari medium dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 5 menit pada suhu 10oC. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 70oC selama 24 jam,lalu dimasukkan kedalam desikator selama 1 jam kemudian ditimbang. Untuk mendapatkan bobot konstan pada semua perlakuan dilakukan penyimpanan kembali dalam 24 jam setelah itu ditimbang kembali biomasanya sampai bobotnya konstan. Protein Analisis kandungan protein dilakukan menurut cara Vonshak & Borowtzka ( 1991 ). Standar yang dipakai adalah Bovine Serum Albumin ( BSA ), Merck, art 12018. Panjang gelombang yang dipakai adalah 550 nm. Hasil dari spektrofotometer diplotkan pada standar BSA yang sudah ada. Karbohidrat Analisis kandungan karbohidrat dikerjakan dengan metoda Phenol-sulfuric ( Anonym, 1996 ).Reagen yang digunakan adalah larutan phenol 5g/100 ml, H2SO4 ( AR-grade ).Pekerjaan ini dilakukan didalam kamar asam dan harus hati-hati. Sebagai standar digunakan glukosa standar dari 0100 ug glukosa. Standar dan sampel diberikan perlakuan sama. Panjang gelombang yang digunakan adalah 485 nm. Lemak Kandungan lemak ditentukan dengan ekstraksi Me-OH, Chloroform dan Water dengan perbandingan 2:1:0,8 menurut Borowitzka ( 1991 ). Ekstraksi dilakukan secara berulang-ulang sampai diperoleh endapan yang berwarna pucat.Semua hasil ekstraksi dalam bentuk supernatan dikumpulkan kembali lalu diekstrak kembali dan divortex sehingga terjadi pemisahan, lapisan atas dibuang sedangkan lapisan bawah diambil ( timbang bobot basahnya ), setelah itu dikeringkan dalam N2 gas lalu masukkan kedalam desikator hingga diperoleh bobot konstan lalu ditimbang. Pigmen Kandungan Chlorofil dan Total Carotenoid ditentukan dengan metoda Mac Kinney yang dimodifikasi oleh Vonshak & Borowitzka ( 1991 ) dengan ekstraksi aceton 90 %. Supernatan yang diperoleh berwarna kehijauan diperiksa pada spektofotometer dengan panjang gelombang 663nm, 645 nm dan 630 nm. Sedangkan untuk total carotenoidnya digunakan panjang gelombang 452 nm. Hasil dan Pembahasan Karakteristik dari pada limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioca dan susu yang dikoleksi dari berbagai tempat antara Jakarta-Bogor dan Kabupaten Bandung sebelum dinokulasi dengan mikroalga Chlorella pyrenoidosa adalah seperti terlihat pada table dibawah ini. Tabel 1. Karakteristik kimiawi limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioka dan susu sebelum diinokolasi dengan mikroalga.
Parameter TSS BOD COD NO3 PO4 pH
Kecap 915,78 3.760 4.668 41,52 37,93 4,15
Kuantitas limbah cair ( mg/l ) Pulp & kertas Tapioka 517 920 2.000 2.112,8 3.850 3.680 78,17 70 68,116 80 4,5 4,20
Susu 196 1.038,9 3.430 19,8 73,5 4,35
Pada table 1. di atas tampak bahwa TSS yang terendah adalah pada limbah cair susu ( 196 mg/l ) sedangkan nilai yang tertinggi adalah limbah cair Kecap ( 915,78 mg/l ). Nilai BOD terendah adalah limbah cair susu ( 1038,9 mg/l ) sedangkan nilai tertinggi pada limbah cair kecap ( 3760 mg/.l ). Nilai
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
3
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 COD terendah adalah limbah cair susu ( 3430 mg/l ) sedangkan nilai tertinggi pada limbah cair kecap ( 4668 mg/l ). Nilai NO3 yang terendah adalahpada limbah cair susu ( 19,8 mg/l ) sedangkan nilai tertinggiadalah pada limbah cair pulp & kertas ( 78,17 mg/l ). Nilai PO4 terendah adalah pada limbah cair pulp & kertas ( 68,116 mg/l ) sedangkan nilai tertinggi pada limbah cair Tapioka ( 80 mg/l ) dan pH ( keasaman air limbah ) berkisar antara 4,15 – 4,5, Nilai pH terendah pada limbah cair kecap dan nilai tertinggi pada limbah pulp & kertas 4,5.Pada umumnya bau yang ditimbulkan dari ke 4 limbah cair tersebut cukup menyengat terutama pada musim kemarau dan sangat asam sedangkan warna dari putih kekuning – coklat –kehitaman. Dari karakteristik parameter limbah cair tersebut di atas terlihat system pengolahan yang agak baik terjadi pada limbah cair susu namun pengolahan yang kurang baik pada limbah cair pabrik kecap. Pada kenyataan semua limbah cair tersebut di atas apabila diplotkan pada nilai baku yang ditetapkan berdasarkan Kep-02/MENKLH/I/1988 dan Kep-03/MENKLH/II/1991 masih termasuk membahayakan lingkungan. Untuk itu masih diperlukan pengolahan satu tahap lagi dengan perlakuan hayati atau proses pengolahannya di perbaiki kembali agar memenuhi standar baku mutu sebelum dilepas keperairan umum. Setelah limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioka dan susu diberikan perlakuan dengan menggunakan mikroalga Chlorella pyrenoidosa ternyata diperoleh Total Padatan Tersuspensi ( TSS ) berkisar antara 50 – 65 % setelah fase pertumbuhan logaritmik dan menjadi 86,7– 96,79 % seperti pada table 2 dibawah ini. Reduksi TSS terendah terjadi pada limbah cair pulp & kertas dan reduksi maksimal terjadi pada limbah cair pabrik kecap. Pada limbah cair kontrol terjadi proses reduksi TSS moderat berkisar antara 16 – 18,10 % setelah 5 hari periode kultur ( fase pertumbuhan logaritmik pada perlakuan ) dan menjadi 23,4 – 25,20 % setelah 9 hari periode kultur atau fase pertumbuhan stasioner pada perlakuan seperti tabel dibawah ini. Tabel 2. Prosentase reduksi TSS limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioca dan susu setelah diinokulasi dengan mikroalga Chlorella pyrenoidosa pada fase pertumbuhan logaritmik dan stasioner Parameter
Kontrol Perlakuan
Prosentase reduksi TSS pada fase logaritmik.(%) Kecap P & K Tapioka Susu 18,10 16 17,4 16,9 65 50 61,5 55,6
Prosentase reduksi TSS pada fase stasioner (%). Kecap P&K Tapioka Susu 25,20 23,4 24,8 24,2 96,79 86,7 90,2 88,3
Pada tabel tersebut di atas tampak bahwa reduksi TSS pada limbah cair kontrol tidak begitu besar setelah 5 hari periode kultur maupun setelah 9 hari periode kultur atau fase stasioner.Proses reduksi terendah terjadi pada limbah cair pulp & kertas ( P & K ) sebesar 16 % pada fase logaritmik demikian juga pada fase stasioner menjadi 23,4 %. Selanjutnya diikuti oleh limbah cair susu dan tapioka masingmasing sebesar 16,9 % dan 17,4 % selanjutnya menjadi 24,2 % dan 24,8 % pada fase pertumbuhan stasioner. Sedangkan reduksi TSS tertingi terjadi pada limbah cair kecap baik pada fase logaritmik maupun fase stasioner secara berturut turut adalah 65 % dan 96,79 %. Ratio limbah cair antara kontrol dan perlakuan pada kecap, P&K, tapioka dan susu berkisar antara 3,1 – 4,6 kali. Pada fase logaritmik antara kontrol dan perlakuan berkisar antara 3,6 – 3,8 kali. Sedangkan rasio perlakuan antara logaritmik dengan stasioner berkisar antara 1,5 – 1,7 kali. Hasil perlakuan yang diperoleh sudah baik dan tidak jauh dengan Pang ( 1990 ) dengan menggunakan limbah agroindustri kelapa sawit dan tapioca demikian juga dengan Tanticharun ( 1996 ) dengan menggunakan limbah tapioka , Pasaribu ( 1994 ) dengan menggunakan limbah P & K dan Othman et al.( 1996 ). Tabel 3.Prosentase reduksi BOD & COD pada limbah kecap, P & K, tapioka dan susu dengan perlakuan mikroaga Chlorellan pyrenoidosa pada fase pertumbuhan logaritmik dan stasioner
Parame ter BOD COD
Prosentase reduksi BOD dan COD pada fase pertumbuhan logaritmik (%) Kecap P&K Tapioka Susu 96,01 89,9 90,5 90,32 94,64 88,65 90,44 78,95
Prosentase reduksi BOD dan COD pada fase pertumbuhan stasioner (%) Kecap P&K Tapioka Susu 96,54 91,23 94,34 93,07 95,72 89,7 91,6 80,4
Pada table tersebut tampak bahwa prosentase reduksi BOD/COD limbah cair setelah setelah lima hari periode kultur atau fase logaritmik secara berturut-turut adalah 89,9 – 96,01% dan 78,95 – 94,64 %. Reduksi BOD/COD terendah terjadi pada limbah cair P & K sebesar 89,9 % dan limbah cair susu sebesar 78,95 % pada fase logaritmik namun reduksi BOD/COD tertinggi terjadi pada limbah cair
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
4
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 kecap yaitu 96,01% dan 94,64 %. Sedangkan pada fase stasioner reduksi BOD/COD terendah terjadi pada limbah cair P&K sebesar 91,23% dan limbah cair susu sebesar 80,4 % namun reduksi BOD/COD tertinggi terjadi pada limbah cair Kecap 96,54 % dan 95,72 % Hasil akhir perlakuan setelah 9 hari periode kultur diperoleh sangat bagus karena kemampuan reduksi BOD dan COD limbah cair kecap, P & K, tapioca dan susu berkisar antara 80,4 – 96,54 %. Hasil perlakuan tersebut di atas sudah berada di atas ambang Baku Mutu Limbah Cair untuk agroindustri berdasarkan pada Kep-03/MENKLH/II/1991, Dipandang dari UU No.4/1988 dan Kep-02/MENKLH/I/1988, tanggal 19 Januari tentang Baku Mutu Air Buangan sudah sangat bagus masuk kedalam katagori I tipe C, cocok untuk bidang usaha budidaya perairan (ikan, udang, bivalva ) dan peternakan unggas dan sebagainya. Nitrat ( NO3 ) dalam air limbah oleh mikroalga diperlukan sebagai makronutrisi untuk sintesis protein, pembentukan chlorofil, asam nukleat ( DNA dan RNA ) demikian juga dalam sintesis asamasam lemak tak jenuh seperti omega (ω )-6 ( Sasson, 1991 ). Hara makro ini dapat diserap langsung oleh mikroalga dalam bentuk N2, Nitrat ( NO3 ) maupun Amonia ( NH4+ ). Sedangkan senyawa Fosfat ( PO4 ) sebagai senyawa makro bermanfaat bagi mikroalga adalah untuk pertumbuhan sel, untuk transformasi energi untuk fotosintesis dan pembentukan chlorofil. Prosentase reduksi NO3 dan PO4 limbah cair kecap, P &K, tapioka dan susu setelah diinokulasi dengan mikroalga Chlorella pyrenoidosa pada fase pertumbuhan stasioner atau setelah 9 hari periode kultur seperti tabel di bawah ini. Tabel 4. Prosentase reduksi kandungan NO3 dan PO4 limbah cair kecap. P & K, tapioca dan susu setelah perlakuan dengan mikroalga Chlorella pyrenoidosa pasa fase pertumbuhan stasioner Parameter
NO3 PO4
Prosentase reduksi kandungan NO3 dan PO4 pada fase stasioner (%) Kecap P&K Tapioka Susu 100 70,3 82 69,8 98,83 74 80 78,9
Pada table di atas tampak bahwa kandungan NO3 dan PO4 limbah cair kecap, P & K, tapioka dan susu yang berhasil direduksi oleh mikroalga Chlorella pyrenoidosa setelah fase pertumbuhan stasioner secara berturut-turut berkisar antara 69,8 – 100 % dan 74 – 98,83 %. Nilai NO3 terendah diperoleh pada limbah cair susu sebesar 69,8 %dan tertinggi pada limbah kecap sebasar 100 %. Artinya kandungan PO4 limbah tersebut nol atau habis. Sedangkan nilai PO4 terendak diperoleh pada limbah cair pulp & kertas sebesar 74 % dan tertinggi pada limbah cair kecap sebesar 98,83 %. Hasil yang sangat menarik disini adalah reduksi kandungan NO3 pada limbah karet setelah 9 hari kultur menjadi habis atau nol sedangkan kandungan PO4 tinggal sekitar 1 % setelah diamati pada hari ke-10 ternyata pertumbuhan sel Chlorella menjadi drop sampai 60 % secara visual kultur berwarna kekuningan. Dilihat dibawah mikroskop ternyata banyak sel mengalami lisis, 12 jam setelah itu sel banyak mengalami kematian. Sedangkan pada pada limbah lainnya mengalami penurunan secara gradual, terus menjadi lisis setelah 13 hari kultur dan lisis secara masal setelah 15 hari. Hasil yang diperoleh di atas berdasarkan baku mutu air buangan sesuai dengan Kep02/MENKLH/I/1988 dan UU No.4.1988 serta Baku Mutu Air Buangan bagi agroindustri sesuai dengan Kep-03/MENKLH/III/1991 sudah bagus. Artinya sudah memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan kedalam katagori I tipe C. Sedangkan penurunan kandungan NO3 dan PO4 pada limbah cair kecap sudah menghasilkan tipe air B, yaitu tipe air baku. pH atau keasaman air merupakan limiting factor bagi segala kehidupan trophic level dalam ekosistem perairan ( Lind, 1976 ). Nilai keasaman perairan dipengaruhi oleh keseimbangan antara oksigen terlarut ( 02 ) dengan karbondioksida ( CO2 ) permukaan.( Welch, 1952; Lind, 1976;Round, 1984; Kabinawa, 1999 ). Perubahan nilai keasaman air imbah sangat bergantung terhadap kecepatan proses katabolisme sehingga senyawa organik dan anorganik komplek akan menjadi senyawa makro dan mikro nutrien untuk pertumbuhan dan pembelahan sel serta proses fotosinteisis dan respirasi sel yang dapat mempengaruhi keasaman air. Disamping itu diduga factor kecepatan pengocokan akan berpengaruh pada kecepatan proses katabolisme tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap kesaman air demikian juga dengan intensitas cahaya dan suhu kultur. Untuk itu kultur dikocok dengan magnetic stirrer pada kecepatan medium disamping aerasi juga membantu proses pengocokan. Intensitas cahaya diberikan yang optimum ( 3000 lux ). Perubahan pH kultur setelah dinokulasi dengan Chlorella selama 9 hari periode kultur atau fase pertumbuhan stasioner seperti tabel di bawah ini.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
5
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 Tabel 5. pH ( Keasaman Air ) limbah kecap, P & K, tapioca, susu setelah diinokulasi dengan mikroalga Chlorella pyrenoidosa pada fase pertumbuhan stasioner Parameter
Kontrol Perlakuan
Perubahan nilai pH limbah cair fase pertumbuhan stasioner Kecap P&K Tapioka Susu 4,15 4.5 4,20 4,35 8,2 7,9 7,5 8,1
pH atau keasaman air limbah sebelum diinokulasi berkisar antara 4,15 – 4,5. Setelah 5 hari kultur pH menglami kenaikan antara 6,5 sampai 7,01. setelah mencapai fase pertumuhan stasioner pH naik menjadi alkali berkisar antara 7,5 menjadi 8,2 yaitu alkali dan sangat bagus bagi pertumbuhan berbagai organisma perairan. Warna merupakan salah satu penentu kualitas air. Warna pada limbah cair disebabkan pada umumnya karena terjadi proses kimiawi dari produk. Warna tersebut lebih banyak disebabkan oleh senyawa kimia anorganik komplek yang bersifat koloid. Disamping itu bau juga merupakan factor penentu bagi limbah cair. Pada umumnya bau limbah cair adalah menyengat dan asam karena menggunakan bahan kimia anorganik pekat disamping karena terjadi peruses pembusukan sehingga ia mengeluarkan gas H2S, NH3, Nox, Sox karena terjadi proses reduksi anaerob sehingga BOD meningkat. Tabel 6. Perubahan warna dan bau limbah cair kecap, P & K, Tapioka dan susu setelah diinokulasi dengan mikroalga Chlorella pyrenoidosa setelah fase pertumbuhan stasioner Kontrol ( Limbah ) Warna Bau Coklat pekat, Menyengat, keasaman kekuningan & kehitaman ( 0,759-0,89)
Setelah Perlakuan Warna Bau Pale, clear ( Hilang 0,13 – 0,146) ( tidak ada )
% Perubahan Warna Bau 82,87 – 83,6 100
Warna mulai pudar setelah 5 hari perlakuan dan menjadi agak jernih pucat setelah 8 hari kultur dan terus menjadi transparan setelah fase pertumbuhan stasioner atau 9 hari kultur. Sedangkan bau menyengat mulai berkurang setelah 3 hari 16 jam kultur terus berkurang dan tidak bau sama sekali setelah fase stasioner Kemampuan suatu mikroorganisma fotosintetik baik itu bakteri maupun mikroalga dalam menanggulangi limbah cair agroindustri, electroplating, domestik perkotaan tidak hanya mampu mereduksi zat pencemar atau polutan sehingga menjadi sesuai dengan baku mutu buangan agar dapat dibuang ke perairan umum. Pada proses tersebut akan diperoleh biomasa yang dalam jumlah besar. Biomasa itu tidak boleh menimbulkan permasalahan baru terhadap lingkungan hidup. Untuk itu, para pakar mulai meninggalkan system anaerob ke proses aerobik fotosintetik supaya biomasa yang dihasilkan dapat digunakan sebagai feed atau bermanfaat paling tidak jadi pupuk tanaman. Beralihlah para pakar ke alternatif lain menggunakan mikroalga. Tabel 7.Kandungan nutrisi mikroalga Chlorella pyrenoidosa strain local ( INK ) hasil perlakuan limbah cair kecap, P & K, tapioca dan susu. Parameter Protein Karbohidrat Lemak Serat Kadar abu Pigmen (10g) Chlorofil(mg) Carotenoid(mg)
Kecap 50,02 4,36 5,10 2,42 3,31 195,07 26,84
Kandungan nutrisi Chlorella ( % ) P&K Tapioka 42 49 11 12 6 6,7 3,8 2,1 4,9 1,8 110,4 20,5
156,9 25,9
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
Susu 43,6 10 5 2,06 3,62 145,89 19,36
6
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 Pada table di atas tampak bahwa kandungan protein tertinggi pada limbah cair kecap sebesar 50,02 % kemudian diikuti oleh kandungan Chlorella pada limbah tapioca seterusnya pada susu dan terkecil pada P &K. Kandungan karbohidrat terendah diperoleh pada chlorella yang ditumbuhkan pada limbah kecap sebesar 4,36 % sedangkan pada P&K, tapioka dan susu berkisar antara 10 – 12 %. Artinya nilai ini sudah moderat. Kandungan lemak relatif kecil fluktuatifnya yaitu antara 5 – 6,7 demikian juga pada kadar serat maupun abu. Kandungan (mg/10g) pigmen chlorofil dan carotenoid sangat variatif dan nilanya cukup bagus. Profil nutrisi atau proksimat yang diperoleh secara teoritis sudah bagus sebagai bahan baku untuk feed. Kesimpulan Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut : Fase pertumbuhan ambang Chlorella pyrenoidosa strain local ( INK ) yang diinokulasi ke dalam limbah cair kecap, P & K, tapioka dan susu terjadi dalam waktu relatif singkat yaitu 10 – 12 jam periode kultur. Fase pertumbuhan logaritmik terjadi setelah 5 hari periode kultur dan fase pertumbuhan stasioner terjadi setelah 9 hari periode kultur setelah itu kultur mengalai fase degradasi pertumbuhan. dt ( detention time ) air limbah menggunakan sistem pengendalian hayati menggunakan mikroalga dapat ditekan dari sekitar 45 – 60 hari menggunakan sistem kolam fakultatif menjadi 9 hari periode kultur. 2. Chlorella pyrenoidosa strain local ( INK ) dapat tumbuh dengan baik pada limbah cair kecap, pulp & kertas, tapioka dan susu dengan kemampuan mereduksi TSS berkisar antara 50 – 85 % pada fase logaritmik dan 86,7 – 96,79 % pada fase stasioner; BOD/COD berkisar antara 89,9 – 96,01% dan 78,95 – 94,64 % pada fase logaritmik dan 91,23 - 96,54 % dan 80,4 – 95,72 % pada fase stasioner; NO3 dan PO4 secara berturut-turut adalah 69,8 – 100 % dan 74 – 98,83 %; pH atau keasaman air berkisar antara 7,5 – 8,2. Warna dan bau air limbah dalam 9 hari periode kultur sudah jernih dan tidak berbau. 3. Air hasil perlakuan pada limbah kecap, pulp & kertas, tapioca dan susu sudah diatas ambang batas baku mutu air buangan dengan katagori I tipe C, layak untuk budi daya perairan dan peternakan. Namun hasil dari analisis NO3 dan PO4 air limbanh kecap diperoleh tipe B, layak untuk air baku. 4. Kandungan proksimat yang diperoleh setelah fase pertumbuhan stasioner adalah: protein berkisar antara 42 – 50,02 %, karbohidrat berkisar antara 4,36 – 12 %, lemak antara 5 – 6,7 %, serat antara 2,1 – 3,8 %. Pigmen dalam bentuk Chlorofil ( mg/10g) sebesar 110,4 – 195,07 dan carotenoid sebesar 19,36 – 26,84. Profil nutrisi tersebut secara teoritis sudah cukup baik untuk pakan ternak, unggas, ikan hias dan bahkansebagai bahan kimia adi.
1.
Daftar Pustaka Anonym ( 1996 ), “ Laboratory Document, A Regional Workshop on Cultivation of Microalgae”, King Mongkut Institute of Technology thornbury, Thailand APHA ( 1976 ), “Standard Method for the Examination of Water and Wastewater”, Washington, DC, USA. Benemann, J.R,D.M. Tillet and J.C. Weisman ( 1987 ), Microalgal Biotechnology, “Trend in Biotech”. 5: 47. Borowitzka, M.A. ( 1991 ), “Extraction Techniques in Algal Biotechnology Laboratory”, Murdoch University, Australia. Fallowfield, H.J. & M.K. Garret ( 1985 ), The Treatment of Waste by Algal Culture, “J. of Appl. Biotech.”, Symp Suppl. 1888 - 2058 Gupta, J.S. ( 1981 ) “Texbook of Algae”, Mohan Primlani, Oxford & IBH Publish. Co., New Delhi. Kabinawa I Nyoman K.( 1991 ), Pengolahan Limbah Cair Menggunakan Mikroalga,” Harian Umum Jaya Karta”, Senen, 14 Oktober 1991, hal: 10.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
7
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891 …………………………( 1999 ), Konsep Penanggulangan Limbah Cair dengan Mikroalga,” Prosiding Seminar Nasional, Teknologi Proses Kimia I”, Jurusan Teknik Gas & Petrokimia, UI, Depok, hal: 104-111. …………………………( 2001 ), “Mikroalga sebagai Sumber Daya Hayati ( SDH ) Perairan dalam Perspektif Bioteknologii”, Pidato pengukuhan Ahli Peneliti Utama ( Profesor Riset ) Mikrobiologi Khususnya Mikroalga, Puslitbang Bioteknologi – LIPI, Bogor. ………………………… & K.Miyamoto ( 1988 ). “Cultivation of Algal Cell Chlorella pyrenoidosa”, Ann. Report of I.C. Biotech, Osaka University, Japan Indonesia ( 1988), Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup RI Nomor: Kep02/MENKLH/I/1988, “Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan”, Jakarta. Indonesia ( 1991 ), Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup RI Nomor: Kep03/MENKLH/II/1991, “Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan yang sudah Beroperasi”, Jakarta. Lind, O.T.,( 1976 ) “Handbook of Common Method in Limnology”, The CV. Mosby Comp.,London. Noue, De La J. & D. Proulx ( 1988 ), Tertiary Treatment of Urban Waste water by Chitosan Immobilized Phormidium Sp “Elsevier Appl of Sci. New York. Oswold, W.J. ( 1985 ). “The Engineering Aspect of Microalgae”. CRC Handbook of Microbiology, CRC Press Inc., Florida. ………………(Borowitzka & L,J. Borowitzka ) ( 1988 ), “Microalgae in wastewater Treatment” in: Microalgal Biotechnology, hal: 305-328, Cambridge Univ. Press, London. Othman M.Nur, M. R.Salim & M.A.Kassim, ( 1996 ), “Treatment of Palm Oil Mill Effluent Using Anaerob-Aerobic Biofilm”,Ann Report of I.C. Biotech, Osaka University, Japan. Pang S. Moi, ( 1990 ), Algal Production from Agroindustrial and Agriculture Waste in Malaysia, “Ambio” 19(8): 415-418. Pasaribu Luxi R. ( 1994 ), “Produksi Biomasa Nikroalga Chlorella pyrenoidosa pada Limbah Cair Pabrik Kertas Padalarang”, Fakultas MIPA, IPB, Bogor, hal : 32-54. Proulx,D & De La J. Noue ( 1988 ), Removal of Micronutrients from Wastewater by Immobilized Microalgae, “Elsevier Appl. Sci”, New York. Richmond, A.E. ( 1986 ), Microalgae Culture, “CRC Critical Rev. in Biotech”. 4(4) :369-438. Round, F.E. ( 1984 ),” The Ecology of Algae”, Cambridge Univ. Press, London. Sasson, A. ( 1991 ), “Culture of Microalgae Achievements and Prospects”, Nakom Pathom, Thailand. Vonshak, A. ( 1985 ), “Microalgae Laboratory Growth Techniques and Out Door Biomass Production”, Pergamon Press, Frankfut, Germany. …………….. & M.A. Borowitzka ( 1991 ), “Extraction Techniques in Algal Biotechnology Labiratory”, Silpakorn University, Nakom Pathom, Thailand. Welch,P.S. ( 1952 ), “Limnology”, Mac. Grow Hill Book Comp.,New York.
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
8
Proses Kimia Ramah Lingkungan ISSN 1410-9891
Curriculum Vitae Nama Tempat/ Tanggal lahir Institusi Alamat
: Drs I Nyoman K.Kabinawa,MM,MBA,APU. : Gianyar, Bali, 27 Februari 1952 : Puslit Bioteknologi – LIPI : Jl. Raya Bogor Km,46 Cibinong, Bogor : Ahli Peneliti Utama
Jabatan Pangkat/ Golongan : Pembina Utama/ IVe Korespondensi: Via Institusi Tel : 021- 8754587 Fax : 021- 9754588, HP : 0818603278 Publikasi : a. Karya tulis ilmiah : 86 buah ( 1983-2004) b. Karya tulis popular : 17 buah c. Buku : 4 buah
Peningkatan Daya Saing Nasional Melalui Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Produk dan Energi Alternatif
:
9