Bab 6
WHAT DRIVE YOU to The TOP
A
pa sebernarnya yang melesatkan orang ke puncak prestasi
kerja? Mengapa ada beberapa orang yang tampak selalu termotivasi, antusias dan ambius untuk menunjukkan potensi dan kemampuan dirinya dalam menaklukkan prestasi? Dan mengapa ada sebagian besar yang tidak punya dorongan seperti itu? Issue inilah yang dijawab dalam bahasan kita kali ini. Selain sisi personal development tadi, kita juga akan membahasnya dengan mengintegrasikannya dengan kepentingan pertumbuhan organisasi perseroan.
Perusahaan yang ingin menjadikan kekuatan SDM sebagai senjata baru competitivenes, (human capital) perlu memahami apa penggerak perilaku organisasi. Dan bagaimana men-drive insan perseroan ke puncak prestasi pencapaian sesuai dengan kemampuan potensi yang dimiliki individu.
Fokus utama engagement adalah manusia. Pekerja menjadi subjeknya. Sedangkan elemen yang lain, baik itu desain organisasi, struktur, sistem dan lainnya hanya alat pendukung. Kita akan menjadi sangat efektif dalam engagement jika mengetahui apa yang menggerakkan perilaku seseorang (drive) dan bagaimana mengeluarkan dan meng-ekstraksi bakat dan kehebatannya yang masih tersimpan (take him out). Yang perlu digarisbawahi dalam pengembangan pekerja dan organisasi adalah, setelah kita mengeluarkan sisi terbaik dari kemampuan dan bakat seorang pekerja, maka hal itu perlu dilekatkan dengan set up dan strategi
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
perseroan. Jadi upaya pengembangan itu tidak berdiri sendiri. Mengapa hal ini perlu kita kata garis bawahi? Praktik lapangan menunjukkan bahwa banyak sekali upaya training dan berbagai pelatihan dan pengembangan personal itu tidak dikaitkan dengan bisnis set up dan strategi perseroan. Umumnya kegiatan itu seperti mengisi kurikulum dan rutinitas anggaran. Perseroan bukanlah training center; apa pun bakat dan kemampuan individual yang dikembangkan, harus bisa diletakkan dalam kanal strategi bisnis dan gambar besar pencapaian tujuan perseroan. Tolong jangan salah paham maksud saya. Training sangat penting. Namun ia hanya sebuah medium untuk memungkinkan perseroan mencapai business objective-nya. Kalau business objectivenya tidak tercapai, sebagai organisasi, perseroan tidak akan sustain. Ia akan kalah dari seleksi pasar. Terus untuk apa berbagai pelatihan yang memakan waktu dan biaya yang besar itu? Jadi kita harus melihat kepentingan sinergis keduanya. Sekarang kita akan menjawab dua pertanyaan utama dalam teknik engagement: i. Bagaimana mengeluarkan sisi terbaik seseorang. What move peoples, apa yang menggerakkan seseorang, sehingga ia mau all out dalam mencurahkan pikiran, keyakinan dan kehendaknya. Apa yang membuat orang “addicted” alias haus untuk berprestasi? Dan bagaimana cara membuka pintu “lapar dan haus” akan prestasi itu? Apa yang mengungkung pikiran dan mental orang pada umumnya, dan bagaimana membebaskannya sehingga cara berpikir pekerja tidak hanya berputar-putar di tempat yang sama? 156
What Drive You To The Top
ii. Apa yang menggerakkan perilaku kolektif? (What drive organizational behavior?)
Take His Best Out; Take Him Out Upaya engagement yang akan disambut hangat di mana-mana adalah tantangan “take him out”. Yaitu metode membawa keluar berbagai bakat dan kemampuan potensi seorang pekerja menjadi nyata. Kita mengeluarkan “sosok besar” dalam diri seseorang; Bagaimana kita mengeluarkan Kesatria Pejuang Profesi Bagaimana kita mengeluarkan dalam diri seseorang? Sampai-sampai Kesatria Pejuang Profesi dalam mereka sendiri terheran-heran dan tidak diri seseorang? Sampai-sampai percaya, bahwa mereka ternyata jauh mereka sendiri terheran-heran dan tidak percaya, bahwa lebih besar dari apa yang mereka duga mereka ternyata jauh lebih dan pikirkan. Untuk mensukseskan hal besar dari apa yang mereka tersebut, kita perlu tahu terlebih dahulu duga dan pikirkan. prinsipnya, baru kemudian metodenya. Apa saja prinsipnya kalau begitu? Ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan: 1. Fokus pada “emas” dan percaya akan “nilainya” 2. Buang yang tidak perlu—Proses dekonstruksi 3. Be interested 1. Fokus pada “emas” dan percaya akan “nilainya” Prinsip Take Him Out itu sama seperti seorang penambang mengeluarkan emas dari perut bumi. Fokusnya adalah pada emas. Bukan pada berbagai sampah dan tumpukan yang menutupi emas itu. Yes, sesederhana itu: Menggali potensi dan kemampuan laten 157
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
yang tersembunyi dalam diri seseorang pada prinsipnya sama dengan upaya menggali emas dari dalam perut bumi. Jadi, pertama-tama kita harus percaya bahwa emas tersebut mahal harganya; values ini harus menjadi Corporate Belief: bahwa hal yang akan kita gali dalam diri seseorang itu kini akan menjadi sumber competitiveness perseroan. Sesuatu yang menentukan hidup dan matinya perseroan! Ini masalah prinsip. Masalah belief di dalam perseroan. Kalau perseroan ingin menggunakan kekuatan seperti itu, mereka harus percaya akan pakem tersebut terlebih dahulu. Kalau perseroan tidak percaya bahwa men-mind power kini adalah senjata baru untuk memenangkan pertempuran, tentu mereka tidak akan repot-repot harus mengeluarkan berbagai investasi biaya dan perhatian untuk “menemukan emas” yang tersimpan dalam diri pekerjanya. Dengan kata lain suatu persepsi bahwa setiap pekerja pasti punya satu kekuatan intrinsik. Dan itulah yang menjadi sasaran dari segala usaha dan upaya yang kita lakukan: menemukan emas dan menyadapnya keluar. Tanpa keyakinan dasar ini, pengembangan human capital tidak akan punya impact substansial. Dua patokan berikut ini bisa membantu organisasi mengeluarkan “emas-emas” dalam sumber daya manusianya. a. Emas, sebagai mana layaknya harta karun, karena sifatnya yang mahal dan bernilai tinggi, pada umumnya tersimpan di dalam. Ia tidak berserakan di luar atau di permukaan. Konsekuensinya, upaya pengembangan human resources tidak bisa dianggap taken for granted: Bahwa kemampuan dan keahlian akan selalu ada dengan sendirinya ketika perseroan dan individu memerlukannya.
158
What Drive You To The Top
b. Selama proses penggalian, fokus dan konsentrasi orang yang mencari adalah emas, fokusnya bukan tumpukan dan beban tanah yang harus dibuang, atau kerak yang harus dikikis. Salah fokus, apalagi hanya memfokuskan pada betapa banyaknya tanah, kelemahan dan kekurangan orang yang harus dibuang, akan membuat orang putus asa. Fokus pada emas, akan membuat kita tetap bersemangat dalam proses eksplorasi dan eksploitasi tersebut. 2. Buang yang tidak perlu—Proses dekonstruksi Tugas seorang leader itu hanya membuang berbagai serpihan yang tidak perlu, dan mengeluarkan wujud yang telah ada di dalamnya. Jika Anda pernah melihat para seniman pahat patung membuat patung-patung dari batu pualam dan granit, Anda akan tahu apa yang saya maksud. Seorang pemahat yang ingin membuat patung “Daud” misalnya telah melihat sosok Daud itu terlebih dahulu secara imaginer atau secara visioner di dalam balok tersebut. Hanya jika ia telah bisa melihat yang tak terlihat itu, barulah ia bisa mengeluarkannya dalam alam kasat mata. Ia kemudian membuang semua serpihan yang tidak diperlukan dengan memahatnya, dan membawa Daud keluar dari balok pualam tersebut. Persoalan terbesarnya adalah secara tidak sadar (subsconsciously) sebagian besar perilaku manusia itu mengalami distorsi dan corrupted; Secara diam-diam, lebih senang melihat pada tumpukan dan serpihan yang ada dalam diri seseorang, daripada tertarik dengan emas yang ada di dalamnya. Bahkan sekarang kecenderungannya makin parah. Perilaku dwell on the weakness of others’ alias tingggal di dalam kelemahan orang lain, menjadi trendy. Perseroan yang ingin memperkuat kemampuan engagement para leaders secara efektif, perlu melihat kembali konstruksi berpikir kolektif yang hidup di 159
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
perseroan saat ini. Ini bicara mind-set management, dan diperlukan upaya Change Management dalam penyesuaian tersebut32. Upaya mengeluarkan sisi tebaik dari seorang pekerja, akan menjadi lebih mudah kalau kita bisa mengakses apa yang menggerakkan perilaku seseorang dan kemudian menggunakan momentum itu. Tidak ada satu orang pun di antara kita yang bisa mengeluarkan daya kreatif dan inovatif dari knowledge workers dengan SOP formal material semata. Diperlukan art of engagement untuk itu. Kemampuan dan output yang dihasilkan dari seorang knowledge workers dengan lainnya amatlah jauh berbeda. Bisa sejauh bumi dan langit33. 3. Be interested Syarat lain untuk bisa mengeluarkan harta karun dan bakat dari dalam diri orang lain yang tidak bisa ditawar adalah: tertarik dan peduli (be interested) dengan diri dan kepentingan orang lain. Hal ini amat mudah dikatakan dalam alam sadar. Tetapi pada kenyataannya—karena sebagian besar perilaku manusia ada dalam alam bawah sadar—kita semua lebih tertarik pada diri sendiri. Siapa pun itu, Sigmund Freud, ahli psikoanalisis legendaris itu bahkan mengatakan: The unconscious is the true psychical reality34. Salah salah hal yang menghalangi kemampuan kita untuk tertarik dengan kepentingan orang lain adalah ketidaksanggupan untuk melihat dari perspektif orang lain. Pikiran kita terlalu sibuk dan berkutat dengan “sumur pemikirannya sendiri”. Pikiran 32 Kita tidak akan bicara Change Management secara detail di dalam perjumpaan kita kali ini. Saya memasukkan Change Leadership pada akhir bab yang bisa disimak lebih lanjut. 33 Seperti yang telah kita singgung sebelumnya, perseroan dapat meningkatkan performance 58 % Revenue per Employee. 34 Sigmund Freud, 1956-1939. 160
What Drive You To The Top
dilingkupi oleh diskusi internal yang tidak pernah berhenti di dalam kepala kita masing-masing, seperti live streaming. Pikiran yang asyik dengan dirinya sendiri, akhirnya terisolir. Ia kehilangan sensitivitas. Ia dalam keadaan kedap tertutup, unconscious, terlalu dalam teridentifikasi dengan justifikasi pemikiran dirinya sendiri, sebuah tempurung yang sempit. Lain halnya kalau kita memang asyik dan tertarik dengan orang lain, perhatian kita dan keberadaan kita akan “tersedot keluar”, tidak lagi tersandera dalam penjara mental pemikiran sendiri. Dengan tertarik pada dunia luar, kita menjadi “jenius”, semua kreativitas akan mengalir keluar ketika seseorang tertarik pada suatu hal di luar dirinya sendiri.
Dengan tertarik pada dunia luar, kita menjadi ‘jenius’, semua kreatifitas akan mengalir keluar ketika seseorang tertarik pada suatu hal diluar dirinya sendiri.
What Drive Organizational Behaviour Ada banyak hal yang menjadi latar belakang penggerak perilaku seseorang. Mulai dari yang disadari, hingga yang tidak kita sadari. Terlepas dari unsur implementasi dan konsekuensinya, secara generik, motor penggerak di balik perilaku manusia di antaranya dapat diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu fear, curiosity, pembuktian diri, compassionate: a. Fear. Sebagian besar orang tergerak dan bergerak karena motif fear, rasa takut dalam segala manifestasi terminologinya. Misalnya mencari rasa security dan kepastian itu juga masuk kategori fear-based. Demikian juga usaha perlindungan diri, pertahanan, survival dan lain sebagainya. Fear dalam perseroan
161
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
dalam menghadapi serbuan kompetisi bisa diubah menjadi semangat tempur yang hebat. Modifikasi Fear ini dalam terminologi manajemen, sering disebut dengan thread dan challenges— ancaman dan tantangan—seperti yang kita kenal pada matriks SWOT.
Dan patut dicatat bahwa ancaman terhadap sustainability bukan sebuah penciptaan musuh yang maya, alias “hantu di siang bolong”. Tapi ini ancaman yang sangat nyata. Sebentar lagi pasar pintu terbuka, tanpa pengaman akan diberlakukan secara regional ASEAN35. Fenomena pasar terintegrasi ini cepat atau lamabat akan menjadi protokol dunia. Kemajuan teknologi, khususnya bidang digital membuat kemungkinan itu makin bertambah cepat. Kini transaction cost lintas dunia menjadi sangat murah. Struktur konvensional bisnis interaction cost yang dahulu berlaku kini juga mulai runtuh. Fungsifungsi intermediaries, dan distribution channel yang tidak memberikan values addition pada kepentingan konsumen akan lenyap. Produser akan makin dekat dengan konsumen akhir. Semua ini membawa berbagai ancaman nyata bagi produser (tentu juga membawa berbagai kesempatan yang tak terbatas
35 Perseroan bisa menggunakan market threat dan challenges untuk menyatukan kekuatan internal perseroan. Suatu fakta yang ada di depan mata kita semua adalah integrasi pasar. Pasar ASEAN khususnya kini terbuka, menjadi satu pasar besar. Market size menjadi dua kali lipat, peluang untuk menggandakan omzet terbuka lebar. Namun selain kesempatan bisnis yang makin besar, jumlah pemain yang ingin memperebutkan kue eknomi ini juga makin banyak, dengan tingkat kualifikasi dan kompetensi yang makin hebat. Perseroan bisa menyingkapkan fakta ini untuk mengajak pekerjanya bergerak dalam satu semangat. Satu semangat untuk mengambil kesempatan besar ini atau digilas oleh kompetisi dari luar. Ini sebuah pilihan dengan pertaruhan yang besar. Dan waktu yang tersisa untuk serbuan itu semua hanya tinggal beberapa bulan. Tahun 2015 pasar kita secara regional akan terhubung tanpa satu pagar tarif, non tariff. Semua bebas bergerak intra ASEAN. 162
What Drive You To The Top
bagi perseroan yang siap dan sigap). Berbagai inovasi bisa muncul dengan men-trigger motif ini. Jadi organisasi perseroan bisa menggunakan berbagai modifikasi dari salah satu driver motivasi ini. b. Rasa ingin tahu (curiosity). Curiosity adalah salah satu unsur penggerak yang amat baik. Rasa ingin tahu orang akan berbagai hal merupakan suatu lubang yang tidak pernah selesai ditimbun. Satu rasa ingin tahu terpuaskan, muncul lagi pencarian dan penaklukan yang lain. Ini bisa dikonversi menjadi suatu tantangan untuk menerobos—breaking the limit—atas berbagai pencapaian perseroan sebelumnya. Dan setiap kali hal tersebut terlampaui, prestasi tersebut akan mendatangkan rasa puas yang besar dalam batin seseorang. Perseroan yang ingin mereguk berbagai kekuatan dari dalam diri pekerja dengan menggunakan front ini perlu mendirikan struktur tantangan—challenges. Beri mereka suatu tawaran yang menantang pencapaian seorang pekerja hingga ke batas atas akhir. Perseroan tentu perlu menyesuaikan sistem reward kompensasi dan performance management untuk mendukung hal tersebut (lihat perihal ini di Bab Desain Organisasi). Dan ketika mereka mencapainya, mereka akan terheran-heran dan tidak percaya kalau ternyata mereka sanggup. Dan kesadaran akan kekuatan potensi ini akan membuka tabir keberanian baru untuk mencoba tantangan lain yang lebih tinggi. c. Pembuktian diri. Perilaku orang juga banyak digerakkan oleh keinginan untuk berkuasa dan kepuasan yang timbul karena bisa mempengaruhi atau menguasai orang lain, ia merasa puas kalau bisa mencapai puncak struktur hierarkis (Need for Power). Dalam kaitannya dengan perseroan, kita bisa mengaitkannya 163
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
dengan dorongan untuk menguasai dominasi pasar, misalnya dengan indikator besarnya market share. Sekarang tidak ada yang merintangi suatu produser dari daerah yang minus untuk tampil ke atas peta bumi. Selama ia bisa menawarkan sesuatu yang unik dan diperlukan dunia luar, ia bisa menjadi penguasa pasar di manapun juga. Ada yang ingin membuktikan diri, memperbaiki taraf hidup, tidak ingin dihina lebih lanjut dan sejenisnya, lalu tergerak untuk menunjukkan prestasi yang sehebat-hebatnya dan mendapatkan pengakuan alias acknowledgement (Need for Achievement). Ada pula yang ingin mengejar sesuatu supaya bisa punya hubungan, relationship, romantisme dan disejajarkan dengan kaum terhormat (Need for Affiliation)36 d. Compassionate. Sebagian lagi perilaku mereka tidak lagi disebabkan oleh faktor psikologis, tetapi mereka digerakkan oleh hal yang lebih dalam, yaitu compassionate. Semacam rasa tergugah melihat berbagai keterbatasan dan penderaan yang menawan manusia, lalu tergerak untuk melakukan berbagai upaya yang bersifat breakthrough. Dimensi motifnya bukan lagi psikologis namun sudah berkaitan dengan esensi spiritual. Motif perilaku setiap orang bersifat individual. Apa yang Anda pakai untuk menggerakkan A belum tentu efektif untuk menggerakkan si B. Unsur kepribadian psikologis berperan besar dalam hal ini. Apa pun motor dan motif di balik perilaku individu, di dalam upaya kita meng-engage pekerja, yang penting adalah bagaimana menghubungkan antara motif tersebut dengan kerangka dan set up statement bisnis perseroan. Cari tahu apa trigger perilaku dalam diri seorang pekerja dan kemudian melakukan alignment 36 Teori Need for Achievement, Need for Power dan Need for Affiliation ini berawal dari karya klasif Prof David McLelland, dalam The Achieving Society. 164
What Drive You To The Top
untuk hal tersebut. Jadi kesemuanya itu Apapun motor dan motif harus menciptakan sinergis kepentingan di balik perilaku individu, antara pengembangan HR dengan didalam upaya kita mengcorporate development, dalam hal ini engage pekerja, yang penting adalah bagaimana bisnis perseroan. Perilaku kolektif, atau organizational behaviour itu bisa kita menghubungkan antara motif tersebut dengan kerangka bentuk dengan hasil yang amat efektif, dan set up statement bisnis jika elemen leadership bisa tampil perseroan. Cari tahu apa dan berperan sebagai mana mestinya. trigger perilaku dalam diri Berbagai riset psikologi sosial umumnya seorang pekerja dan kemudian menunjukkan bahwa perilaku kelompok melakukan alignment untuk pada umumnya akan memenuhi hal tersebut. konformitas sosial. Stanley Milgram, seorang pakar Social Conformity mengatakan: “peoples do what they are told to do”37. Itu artinya jika lingkage antara engagement dan strategi itu jelas, kita bisa mengharapkan perilaku kelompok akan mengalami konvergensi, dan kohesivitas kelompok dalam persersoan akan terbentuk. Untuk mendapatkan optimasi hal tersebut di atas, kedua komponen ini perlu mendapatkan perhatian implementasi; 1. Personal utilization. Perlu ada matching antara peran kerja dengan skill dan ability pekerja. Dalam setting seperti ini, perseroan tidak hanya memikirkan prasyaratan—tuntutan kerja dengan kemampuan seseorang, tetapi juga pada pekerjaan yang bisa menarik keluar kemampuan spesifik dan bakat inherent yang ada dalam seorang pekerja. Pendekatan seperti ini akan memungkinkan perseroan me-leverage semua kemampuan unik individual terpakai.
37 Stanley Milgram. 1933-1984. Social Conformity. 165
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
Untuk memaksimalkan personal utilization, berikut adalah alat bantu sederhana untuk mendeteksi pulse point of passionate engagement dalam perseroan. Bantu temukan “sweet spot”. Pada titik apa saja seseorang paling passsionate, darah dan jantungnya ikut bergetar senang setiap kali ia memikirkannya. Identifikasi area pekerjaan apa yang Anda bisa melakukannya secara natural, senang dan nyaman, bukan karena terpaksa karena itu adalah sebuah kewajiban pekerjaan semata. Bangun lebih besar kapasitas dan kompetensi yang ber hubungan dengan point di atas untuk makin memahirkan penguasaan pekerjaan tersebut. Terbuka untuk terus belajar dan mengikuti perkembangan baru, kerelaan untuk berani mengakui dan meninggalkan jika suatu kompetensi sudah tidak relevan dan kadaluarsa (obsolete).
2. Lingkungan yang mendukung. Misalnya tentang pengaturan tata kerja dan kelola, dengan demikian hal-hal seperti itu menjadi pelancar bukan penghambat produktivitas pekerja. Dalam lingkungan yang mendukung produktivitas, pekerja mendapatkan dukungan seperti: Kejelasan tentang peran kerja mereka, keterhubungan dengan bagian lain. Pemahaman yang jelas tentang prosesproses kerja, jenjangan karier dan reward policy. Informasi, alat dan bahan, teknologi dan anggaran keuangan yang mereka butuhkan.
What Drive You To The Top
Pekerja yang ter-engaged akan menciptakan pelanggan yang loyal. Dan hal ini sangat penting karena biaya untuk mendapatkan pelanggan baru amatlah mahal. Secara material, bisa mencapai 5 kali dari mempertahankan pelanggan lama. Itu hanya dari segi biaya, kalau kita memasukkan kerugian non material akan jauh lebih mahal.
Supaya Pekerja Kompeten Tidak Berlabuh ke Lain Hati
Dahaga Baru Corporate Warriors
F
Perseroan yang bisa memberi eksekutif dan manager
itriyani Suryo Dewi M.Psi., terlebih atau perseroannya “makanan” berikut ini, tidakdahulu perlukemampuan khawatir akan psikolog senior bidang Psikologi kompetensi setiap individu atau hebatnya sebuah performance. Mereka akan menjadi the corporate Industri, seorang kolega dan karyawan dan mencocokannya warrriors! Ini adalah sebuah kebutuhan psikologis yang amat dalam. partner consulting dari Penulis dengan tuntutan tugas yang sesuai Dalam seperti lubang sumur yang tidak dasarnya. Ketika taraf menyampaikan bahwa kesinergian denganada kemampuannya tersebut. hidup manajerial-bisnis meningkat, maka dari gaya masyarakat global antara dankonsekuensi SDM Dengan pemetaan ini, seluruh yang makin terdidik danyang terbuka dapat menelurkan hasil baik adalah mencari makna dan tujuan pekerja dengan kapasitasnya yang terutama dalamknowledge hal perkembangan hidup. Bagi workers pencarian bermuara di ladang beragam itu dapat mengoptimalisasikan perusahaan atau korporasi* . pekerjaan. Perseroan yang tidak berada di dirinya dalamguna pulse—denyutkapasitas menuntaskan psikologis seperti“Lalu ini,bagaimana tidak akan pekerjaan menemukan sumberhasil kekuatan Ketika ditanya, dengan yang menciptakan(driving kesinergian tersebut?” maksimal. Di sisi perusahaan, tentu penggerak force) para knowledge workers. Ia menjawab: saja hal ini akan menguntungkan bagi Mereka bergerak dalam dimensi psikologis untuk mencari perusahaan. Bayangkan saja setiap Dari sisi SDM terdapat ber reward profesi: ingin mendapatkan kepuasan yangkemampuannya tidak kasat karyawan dengan bagai macam strategi yang dapat mata. Dan pemenuhan akan rasa haus psikologis tersebut yang beragam mulai dari yangterjadi dinilai dilakukan oleh perusahaan “biasa saja” dengan suatu yang jika mereka tahu kalau apa yang dikerjakan itu sampai memberikan guna mewujudkan kesinergian memiliki kemampuan tergolong benefit dalam tersebut. kontribusi. Beberapa caraDiyang dapatperseroan di mana usaha tersebut “brilliant” mampu mengoptimalkan bersifat organisatoris, dilakukankolektif di antaranya memetakanmaka setiap knowledge worker ingin seluruh kapasitas dirinya sehingga,
melihat bagaimana bagian dari pekerjaan mereka merangkai menjadi satu puzzle yang besar dari Corporate Objective. Organisasi * Arttikel yang ini termuat di Majalah perseroan bisa mengidentifikasi akan kebutuhan psikis ini dan Global Review edisi September 2014.
166
167
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
menghasilkan kinerja yang maksimal. Tentu saja hal ini dapat digunakan sebagai sumber “penggerak” bagi terlaksananya seluruh perencanaan strategis perusahaan’.
What Drive You To The Top
bentuk upaya sederhana namun, hal ini cukup mampu menumbuhkan ‘kecintaan’ yang memancing rasa loyalitas dalam diri setiap karyawan”.
Di sisi lain, tanpa disadari keberhasilan karyawan dalam menjalankan tugas berdasarkan kapasitas diri ini, mampu menumbuhkan motivasi dalam diri untuk senantiasa bekerja secara optimal. Nah, hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian atau penghargaan/rewards dari perusahaan. Penghargaan atau rewards perusahaan seyogianya tidak hanya berupa insentif atau pemberian fasilitas yang sesuai saja. Namun juga, perlu adanya pemberian rewards psikologis, memberikan pujian atau penghargaan atas hasil kerja yang disampaikan oleh atasan secara langsung pun bisa menumbuhkan impresi yang membekas pada diri setiap karyawan.
Hal lainnya adalah kepedulian perusahaan dalam upaya meningkatkan kepuasan bekerja karyawan. Inilah yang merupakan salah satu bentuk upaya dalam meningkatkan loyalitas karyawan. Mengapa tidak? Dengan mengukur tingkat kepuasan kerja karyawan, kita dapat mengetahui kondisi lingkungan kerja karyawan kita. Kondisi kerja merupakan salah satu hal penting dan terkait erat dengan bagaimana seorang karyawan bekerja secara optimal. Perlu digarisbawahi, kondisi kerja yang konduksif, komunikasi dan alur kerja atau pola kerja serta struktur organisasi yang terpetakan dengan jelas merupakan komponen penting yang mendukung proses terciptanya rasa kenyamanan dari sisi karyawan dalam bekerja.
Fitri menuturkan “Justru hal inilah yang seringkali saya dapati dari hasil observasi saya, merupakan hal yang dapat memotivasi diri karyawan. Rewards Psikologis itu mungkin hanyalah salah satu
Kondisi kerja yang mampu menimbulkan rasa nyaman inilah yang dapat membuat karyawan merasa “betah” untuk bekerja dalam perusahaan. Rasa betah atau nyaman pun dapat menjadi salah satu faktor
168
yang mampu menimbulkan loyalitas pada perusahaan. Satu hal lagi yang mampu menciptakan karyawan cerdas dan loyal adalah kepastian akan jenjang karier dalam perusahaan. Adalah wajar jika setiap pekerja itu mendambakan sebuah kepastian dalam bekerja, adanya jenjang karier yang jelas melalui tahapan prestasi yang harus diraih dan dilalui dapat menimbulkan rasa loyalitas dalam diri karyawan. Secara naluriah, manusia senantiasa membuat suatu perbandingan/ comparison dalam hidupnya, termasuk juga dalam berkarier. Efek dari teori perbandingan ini pada perusahaan adalah meningkatnya turn over karyawan. Bisa jadi salah satu penyebab turn over karyawan itu disebabkan oleh adanya faktor pembanding yang dimiliki oleh
karyawan terhadap dua perusahaan yang berbeda. Bila kepastian karier, bobot tugas dan insentif yang sesuai untuk setiap level jabatan itu jelas dan terlaksana sesuai dengan perencanaannya, ada kemungkinan karyawan tersebut akan berpikir seribu kali untuk berpindah “ke lain hati” pada perusahaan lain. Pertanyaan yang timbul adalah, “Lalu bagaimana kalau karyawan tersebut tetap pindah?” Itu memang murni adalah hak karyawan tapi, hal ini bisa kita minimalisir dengan senantiasa meng-update informasi tentang perkembangan industri atau perusahaan lain terkait dengan beberapa hal di atas. Update informasi inilah yang bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan saat menyusun kebijakan terkait dengan jenjang karier dan pemberian insentif.
169
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
menjadikan dirinya sebagai medium pemenuhan psikologis tersebut akan menjadi outlet ekspresi dan kreasi knowledge workers.
Jika perseroan Anda bisa menjadi medium tersebut, maka orang tidak perlu disuruh bekerja dengan berbagai peraturan formal.
Jika perseroan Anda bisa menjadi medium tersebut, maka orang tidak perlu disuruh bekerja dengan berbagai peraturan formal. Mereka atas inisiatif sendiri yang akan “habis-habisan” menumpahkan energi, pikiran dan ambisi mereka ke dalam pekerjaan. Mereka akan bekerja all out.
Dahaga Baru Corporate Warriors Perseroan yang bisa memberi eksekutif dan manager perseroannya ‘makanan’ berikut ini, tidak perlu khawatir akan hebatnya sebuah performance. Mereka akan menjadi the corporate warrriors! Ini adalah sebuah kebutuhan psikologis yang amat dalam. Dalam seperti lubang sumur yang tidak ada dasarnya. Ketika taraf hidup meningkat, maka konsekuensi dari gaya masyarakat global yang makin terdidik dan terbuka adalah mencari makna dan tujuan hidup. Bagi knowledge workers pencarian itu bermuara diladang pekerjaan. Perseroan yang tidak berada didalam pulsedenyut- psikologis seperti ini, tidak akan menemukan sumber kekuatan penggerak (driving force) para knowledge workers. Mereka bergerak dalam dimensi psikologis untuk mencari reward profesi: ingin mendapatkan kepuasan yang tidak kasat mata. Dan pemenuhan akan rasa haus psikologis tersebut terjadi jika mereka tahu kalau apa yang kerjakan itu memberikan suatu benefit kontribusi. Di dalam perseroan di mana usaha tersebut bersifat kolektif organisatoris, maka setiap knowledge worker ingin melihat 170
What Drive You To The Top
bagaimana bagian dari pekerjaan mereka merangkai menjadi satu puzzle yang besar dari Corporate Objective. Organisasi perseroan yang bisa mengidentifikasi akan kebutuhan psikis ini dan menjadikan dirinya sebagai medium pemenuhan psikologis tersebut akan menjadi outlet ekspresi dan kreasi knowledge workers. Jika perseroan Anda bisa menjadi medium terserbut, maka orang tidak perlu disuruh bekerja dengan berbagai peraturan formal. Mereka atas initiative sendiri yang akan “habis-habisan” menumpahkan energy, pikiran dan ambisi mereka kedalam pekerjaan. Mereka akan bekerja all out. Tentu saja untuk memungkinkan semua itu terjadi, bangunan fondasi utama yang harus hadir adalah adanya the trust di dalam organisasi. Siapapun kita, ketika kita punya trust terhadap leader maupun management organisasi, proses buy-in akan lebih mudah terjadi. Konstruksi ajakan pemenuhan kontribusi dan persuasi apa pun yang akan didirikan, kita akan percaya dan buy-in, jika fondamen trust telah hidup dalam suatu organisasi. Tanpa trust, semua upaya engagement terhadap knowledge workers hanya akan dianggap sebagai eksploitasi. Respons sinisme akan muncul alih-alih partisipatif.
Rekomendasi Solusi Dengan adanya perubahan dan pergeseran hubungan industrial seperti itu, kita tentu bertanya, kalau begitu apa saja rekomendasi solusinya, sehingga perseroan dan pekerja bisa menikmati kenaikan kesejahteraan dari peningkatan revenue per employee? Berikut ini opsi yang mungkin. Ubah pendekatan. Kalau dulu Anda misalnya menggunakan teknik deployment dan job distribution semata, sekarang 171
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
tekniknya lebih baik engagement. Hal inilah yang menjadi konsep dasar dari seluruh perjumpaan kita dalam buku ini. Kalau dulu Anda menggunakan aspek otoritas dan legitimasi kedudukan hierarkis, sekarang mungkin lebih diperlukan teknik “penaklukan” atas dasar volountary. Maksudnya anggap saja pekerja itu volunter, bukan full-timer, yang bekerja seperti robot yang harus patuh sesuai SOP dan perintah atasan. Jadi pola pendekatannya lebih pada convincing, mempengaruhi dan menyakinkan pekerja yang bersangkutan. Pendekatan ini akan meningkatkan kemampuan leadership, dan akan memaksa kita untuk berpikir keras. Kemampuan teknik strategi akan terasah dan makin handal. Hal ini amat penting terutama untuk segment knowledge worker. Siapa saja yang masuk kategori knowledge workers? Untuk alasan praktis, kita bisa memasukkan kelompok mulai dari supervisors ke atas, sebagai knowledge workers. Kenali underlying motive pekerja lebih dalam. Dahulu David McLeland mengatakan ada tiga key driver di balik motive
Team Konsultan Defora bersama Board of Directors dan Top Management PT Bumi Menara Internusa, Surabaya Plant
172
What Drive You To The Top
prestasi kinerja seseorang; Need for Achievement, Need for Power dan Need for Affiliation38. Amat betul bahwa motivasi adalah komponen penting dalam kinerja. Namun apa yang dikatakan orang tentang motive mereka dalam bekerja dan kinerja, tidak bisa dianggap dan diartikan begitu saja, seperti yang terucap di permukaan atau di balik sebuah rangkaian kata-kata. Ini karena kalau kita bicara motive, kita mau tidak mau bicara sesuatu yang ada di latar belakang dan tidak terlihat dengan jelas. Dengan kata lain sebagian besar motive ada di bawah alam sadar. Jadi kita perlu menggalinya lebih lanjut, jika ingin mengetahui motive seseorang. Menurut saya, dalam kaitanya dengan aspirasi pekerja, apalagi knowledge worker, motive yang juga harus dipenuhi saat ini adalah Need for Acknowledgement. Dalam bahasa sederhana, setiap orang ingin di“reken”, dianggap ada. Eksistensinya diakui. Maksudnya ia harus punya peran kontribusi, dan kontribusi itu diakui. Dan tidak dianggap sebagai sekrup kecil saja, sebagai faktor objek produksi semata. Need for Acknowledgement itu adalah kebutuhan manusia yang esensial untuk diakui. Ia seperti berdiri di tangga hierarki kebutuhan Maslow yang lebih tinggi untuk Aktualisasi diri, serta diakui peran dan keberadaannya. Sebuah kebutuhan psikis yang kini lebih menuntut untuk dipenuhi pada usia yang makin lama, makin muda sejalan dengan kemajuan madani masyarakat. Fenomena
38 David McLeland, tokoh penting psikologi menyatakan: ada 3 key motivations yang men-drive performance 1. The need for achievement. Dorongan untuk menjadi lebih baik, lebih tinggi dalam hal prestasi, the drive to excell and improve in all efforts. 2. The need for power. Dorongan untuk memimpin dan mempengaruhi orang lain, the drive to influence and manage other peoples. 3. The need for affiliation. Dorongan untuk membangun dan mempertahankan hubungan dengan orang lain.
173
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
What Drive You To The Top
ini terjadi akibat adanya keterbukaan informasi yang terjadi secara global dan revolusioner. Lantas Anda bertanya bagaimana kita mengaplikasikannya. Di sinilah pentingnya desain pekerjaan (job design), juga desain organisasi dan penentuan “kamus kompetensi”. Dengan begitu kita bisa mengetahui apa saja kualifikasi dasar dan kompetensi minimum yang harus dipunyai oleh seorang pekerja. Sehingga ia qualified untuk pekerjaan tersebut. Dengan adanya kualifikasi akan muncul peran dan perasaan “terpilih”. Dengan begitu seorang pekerja bisa berkata kepada dirinya sendiri: Bukan sembarangan orang bisa berada di tempat saya berdiri. Ada kualifikasinya dan kontribusinya jelas!” Dari situ need for acknowledgement, sebagai suatu kebutuhan dasar dan hakiki setiap manusia pekerja mulai terpenuhi. Dan ketika kebutuhan dasar itu terpenuhi, kita bisa naik satu langkah ke atas, untuk memenuhi hierarkis kebutuhan berikutnya. Ciri- ciri pekerja yang actively engaged Mereka senang dan bangga dengan apa yang ia kerjakan. Manifestasinya? Salah satu yang gampang dilihat, mereka tidak merasa keberatan kalaupun harus bekerja lebih lama untuk menuntaskan pekerjaan. Istilahnya tidak menunjukkan semangat berkobar-kobar “teng-go’ begitu bunyi lonceng teng, langsung “go”, tidak peduli pekerjaan sudah selesai atau belum. Mereka sering bertanya bagaimana agar bisa melayani lebih baik team kerjaanya atau lintas departemen.
Belajar dari Negeri Singa
Bagaimana Mendesain Perilaku Kolektif
B
isakah perilaku individu yang beraneka ragam itu dibentuk ketika mereka berkumpul dalam suatu organisasi perseroan? Sehingga muncul suatu perilaku kolektif. Bagaimana kita bisa mendesain perilaku organisasi. Kita pakai saja contoh bagaimana pemerintah Singapura melakukannya. Perhatikan perilaku
sesuai dengan selera pribadinya. Kini ada tuntutan organizational behavior, dalam hal ini tingkat komunitas. Ada penegakan aturan yang pasti berlaku ketika suatu aturan dan ketetapan dilanggar. Jadi kita akan selalu melihat: begitu orang tahu bahwa jika sistem dan policy bekerja (ada enforcement), dalam hal ini suatu penalty dan disinsentif,
kumpulan orang, tatkala bertandang ke Singapura. Dari negara manapun, dan dengan tingkat kedisiplinan individual apa pun, begitu ia masuk negara Singapura ia akan menjadi tertib, ikut aturan, ikut antri dan menyesuaikan perilakunya.
maka kepatuhan (compliance) akan muncul. Fenomena ini sesuai dengan temuan dalam berbagai riset Social Conformity* Pakem yang sama juga berlaku sebaliknya. Dalam hal incentive dan motivasi untuk berproduksi. Dalam organisasi kita bisa mendesain suatu kultur yang membuat oraang haus untuk terusmenerus berproduksi.
Mereka mencari tahu bagaimana pekerjaan mereka mempengaruhi pekerjaan departemen lain atau pelanggan.
Perilaku kolektif bisa dibentuk kalau individu tau bahwa ia tidak bisa seenaknya berlalu begitu saja,
Mereka tahu, apa pengaruh dari hal-hal yang mereka kerjakan terhadap tujuan besar perseroan.
* Stanley Milgram. Social Conformity.
174
1933-1984.
175
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
What Drive You To The Top
investors, pasien, advanturis, bisnismen) mau datang.
Values Creation Kalau kita menginjakkan kaki di negeri kota Singapura, maka kita akan segera melihat: setiap tahun ada saja hal-hal iconik baru yang mereka ciptakan. Mereka seolah tidak pernah berhenti berpikir dan merangsang ide kreatif: mesti tambah apa lagi ya yang spektakuler tahun ini agar turis tetap datang? Jadi pikiran citizen secara kolektif selalu diarahkan pada Values creation; mesti bikin apa lagi supaya orang tetap datang dan tidak bosan untuk kembali. Jadi ada dua bangunan dasar dalam upaya selling mereka: •
Pertama, mereka memang ingin orang datang, dalam hal ini turis. Mereka memikirkan bagaimana orang kaya itu bisa membelanjakan uang mereka di negeri titik merah kecil ini. Mulai dari penginapan, kuliner, shopping center, tempattempat wisata, transportasi dan berbagai jasa tourism lainnya. Jadi mental dan kesadaran kolektif ini dibangun dahulu, tentang betapa pentingnya kalau banyak orang (turis,
176
•
Kedua adalah Values creation; mereka tidak pernah berhenti untuk terus memikirkan, “mesti bangun apa lagi tahun ini”, selalu ada saja sesuatu yang baru, baik pembangunan fisik maupun non fisik. Kalau kesadaran kolektif seperti itu muncul, maka seluruh komponen organisasi bisa bergerak dalam ritme yang sama. Kedua pilar itu harus ada, maka barulah organisasi bisa kompetitif dan merebut hati konsumennya.
pemahaman dasar bisnis, bahwa konsumen tidak mungkin datang, kalau kita selaku produser tidak punya sesuatu yang superior untuk ditawarkan pada mereka. Karena di situlah proses seleksi alam (oleh mekanisme pasar bebas) berlangsung. Dan ketika semua lini punya pemahaman dasar tentang filosofi bisnis seperti itu, kini mereka akan memikirkan “apa yang harus kita berikan, supaya konsumen mau menukarkan uang mereka, dengan
produk atau jasa yang kita jual sebagai produser”; hal akan terjadi otomatis jika stakeholder di suatu organisasi sudah buy-in bahwa bisnis bersifat transaksional, dan tidak ada sesuatu yang datang dengan sendirinya. No free lunch. Selalu harus ada sesuatu yang kita tawarkan, dan konsumen senang memilikinya, barulah mereka membuka dompet. Dengan kesadaran seperti itu learning spirit maupun dorongan daya inovasi akan timbul terus menerus.
Dan tugas utama seorang leaders adalah memberikan directive tentang ke mana organisasi akan bergerak, lalu men-set up koridor untuk memastikan kita on the track, punya “disiplin compliance” dan pikiran dan perhatian koletkif tidak buyar dan “lari ke mana-mana” terlena oleh berbagai tarikan-tarikan sesaat (indulgence) yang memikat maupun emergensi reaktif yang tidak pernah usai. Dalam konteks perseroan, maka semua organ dan lini, mesti punya business minded, punya
177
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
Mereka memperlakukan aset dan sumber daya perseroan dengan akuntabilitas seperti memperlakukan barang milik sendiri.
Mereka terlibat dalam berbagai initiatif untuk dapat mem perbaiki metode kerja, dan senang dengan usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan sistem kerja. Mereka senang dengan personal development, usaha mandiri untuk belajar dan memajukan kemampuan personal. Tantangan untuk Executives HR:
Membangun HR yang “Melek Bisnis” Berbagai keadaan yang terjadi dalam dunia bisnis bisa dijadikan basis untuk memperkuat engagement bonding dalam perseroan di antaranya: Perseroan juga bisa menunjukkan keseriusannya akan peran human capital dalam memenangkan kompetisi. Selama ini peran dan pentingnya human capital lebih sering hanya sebatas seremonial dan jargon untuk pencitraan (sorry to say that). Tidak banyak wujud nyata dari pernyataan employee is the best asset of the company, selain lebih banyak Kalau sebuah strategi tidak sebagai lip services. Hal seperti ini terjadi tajam, ia tidak sanggup juga disebabkan oleh lemahnya para membedah pasar setajam silet. eksekutif Human Resource yang tidak Tidak juga sekuat sinar laser mengembangkan human capital selaras untuk menerobos barrier to dengan strategi perseroan. Ada missing entry yang dipasang oleh para kompetitor dalam industri link di sini. Saya jarang sekali melihat, yang sama. suatu pelatihan baik soft skill, apalagi hanya sekadar motivational talk belaka, yang menghubungkan pelatihan tersebut 178
What Drive You To The Top
dengan strategi bisnis perseroan. Akibatnya strategi perseroan tidak tajam. Kalau sebuah strategi tidak tajam, ia tidak sanggup membedah pasar setajam silet. Tidak juga sekuat sinar laser untuk menerobos barrier to entry yang dipasang oleh para kompetitor dalam industri yang sama. Tidak hanya pelatihan. Desain organisasi dan kultur perseroan dan struktur organisasi pun banyak yang dibuat hanya berdasarkan kebiasaan yang turun-temurun, tanpa bertanya lebih dalam mengapa hal seperti itu dibuat. Reorientasi ini perlu, dengan demikian pengembangan HR, desain organisasi menjadi terhubung dengan strategi bisnis, bukan jalan sendiri-sendiri terpisah. Dengan kata lain HR harus bisa “lebih melek dengan denyut bisnis perseroan”. Minimal bisa membaca kondisi bisnis makro, bisnis model perseroan, strategi jangka panjang perseroan, kondisi cash flow, struktur pasar dan industri, peluang dan tantangan perseroan jangka pendek dan penyesuaian-penyesuaian kultur perseroan sejalan dengan perubahan-perubahan strategi perseroan dalam memperebutkan pangsa pasar.
Paradox Pelatihan dan Pengembangan Kompetensi Saya yakin Anda pernah mendengar atau mengalami sendiri paradoks berikut ini: Kalau bisnis sedang bagus, ada anggaran pelatihan dan pengembangan, tetapi tidak ada waktu untuk mengeksekusinya. Semua serba sibuk dan corporate citizen merasa kekurangan waktu. Dan pada sisi lainnya, ketika ekonomi sedang lesu dan bisnis sedang jelek, ada banyak sekali waktu. Ini kondisi yang pas dan ideal untuk melakukan recharges dengan berbagai pelatihan dan pengembangan kompetensi. Namun, ada persoalan lain: tidak ada budget untuk pelatihan dan pengembangan. Ini seperti seperti sebuah paradoks 179
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
yang berulang. Namun inilah yang sering dijumpai: ketika market dan bisnis lagi bagus, tidak ada waktu untuk pelatihan. Saat itu dana tidak ada kendala, yang menjadi alasan adalah waktu. Lalu datang masa sulit, bisnis dan market mengalami depresi, kini perseroan punya lebih banyak waktu; uang menjadi masalah! Tidak ada dana untuk pelatihan dan pengembangan SDM. Bagaimana respons Anda sebaiknya? Mana yang harus kita prioritaskan terlebih dahulu? Dalam kaitannya dengan mobilisasi engagement dalam menyongsong tantangan dan peluang diatas, maka perseroan harus bisa terus menunjukkan komitmen pengembangan kompetensi pekerjanya justru pada saat ia sedang penuh tantangan dan kesulitan cash flow. Ingat, pekerja, apalagi knowledge workers, akan bisa melihat (dengan tatapan yang tajam) komitmen nyata perseroan yang tetap menabur benih pengembangan human capital di masa sulit. Dengan melihat hal-hal seperti itu komitmen kolektif pekerja untuk terengaged ke dalam tujuan perseroan akan makin besar. Sebagian perseroan tergoda untuk potong budget dan menekan pengeluaran pengembangan pekerjanya atas nama konsolidasi. Hal-hal seperti itu banyak dilakukan. Namun sinyal seperti itu bukan sinyal komitmen yang kuat terhadap pengembangan kapasitas human capital. Dan amat sering terjadi, ketika kondisi ekonomi membaik, dan pasar kembali upswing, maka orang-orang yang berbakat ini meninggalkan perseroan. Akibatnya, perseroan kehilangan orangorang yang punya kaliber tinggi justru pada saat perseroan amat membutuhkannya.
What Drive You To The Top
Batasan alias plafon limit yang bisa ditambang darinya juga bersifat fleksibel. Setiap kali suatu batasan limit didobrak, sebuah zona limit pencapaian yang lebih besar terbuka. Namun seberapa besar resources yang bisa disadap dari tambang yang bernama human capital, akan sangat tergantung dengan kepiawaian dan seberapa besar pemahaman kita atas apa yang menggerakkan seseorang. Karena sifat yang ditambang itu suatu intangible asset, dibutuhkan kemampuan the art of engagement, sebuah kemahiran seperti mengajak burung punai turun dari pohon secara sukarela. Tentu saja seorang pemburu bisa menembak burung punai itu untuk turun. Tapi ia hanya akan mendapatkan fisik burung punai tersebut. Bukan suara merdu. Padahal suara merdu burung punai itu yang menjadi aset paling mahal.
Senjata Baru Competitiveness Perseroan
Begitu juga dengan the art of engagement dalam organsiasi. Perseroan yang bisa menyadap semua kemampuan terbaik dari insan organisasinya, akan memiliki competitives resources yang amat berperan dalam menentukan sustainablity-nya. Kinilah saatnya untuk menambang dan menyadap potensi keseluruhan corporate citizen, dan membawanya keluar. Ya mengeluarkannya secara utuh dan menjadikannya sebagai salah satu modal utama, sebagai human capital. Kekuatan human capital sebagai salah satu elemen, di samping capital lainnya; finance, teknologi dan lain-lain, sebagai faktor leverage competitiveness perseroan. Sebagai leader, jika Anda bisa mengeluarkan secara utuh, maka akan ada perbedaan yang amat besar dalam kinerja. Berbagai riset telah menunjukkan tentang betapa besarnya perbedan yang diciptakan oleh perseroanperseroan yang berhasil memobilisasi segenap kemampuan human capital mereka.
Human capital adalah resources yang non-depletable. Sebuah modal dan kemampuan yang bisa disadap keluar tanpa batas.
Sumber competitive advantage perseroan bergeser, terutama key driver yang menggerakan human competiveness. Perseroan
180
181
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
What Drive You To The Top
yang sanggup mengidentifikasi shifting tersebut akan sanggup meng-engage kekuatan dan motivasi pekerja. Dengan demikian, kemampuan terbaik yang tersimpan dalam diri seseorang akan bisa disadap keluar dan menjadi strategic advantage. Perseroan yang masih mengandalkan kekuatan posisi jabatan dan kekuasaan struktur hierarkis semata untuk meng-engage pekerjanya, hanya akan mendapatkan kepatuhan elemen fisik. Dan unsur-unsur kreatif inovatif tidak ada dalam domain fisik.
masih terbiasa menggunakan strategi dan pendekatan yang lama ketika berhubungan dengan kelompok baru ini. Akibatnya terjadi mismatch. Kekuatan terbaik dan daya kreasi terbaik dalam diri knowledge workers tidak bisa “tereksploitasi” keluar. Bongkah emas potensi mereka masih terkubur di dalam. Pakem lama sering tidak fit untuk menghandle fenomena baru.
Dalam menyosong pasar yang makin terintegrasi, komponen human capital memainkan peranan yang makin penting dalam survival dan growth. Namun key driving factors, aspirasi serta values knowledge workers mengalami kemajuan dan konvergensi yang amat cepat. Di sisi lain leadership style dan organizational behavior
Seberapa besar pun kesempatan bisnis dan market opportunity yang ada di depan perseroan, tidak akan bisa dikapitalisasi jika perseroan tidak punya resources untuk menangkapnya. Perseroan perlu menjawab pertanyaan “resource dan kompetensi apa yang diperlukan agar bisa menawarkan values creation nya lebih baik daripara kompetitor lainnya”. Perseroan perlu membandingkannya dengan potret kemampuan dan organizational behaviornya saat ini terhadap kompetensi yang dibutuhkan. Apakah ia memenuhi kualifikasi tersebut. Beda antara keduanya merupakan gap intervensi. Baik intervensi kompetensi teknis, bisnis leadership maupun perangkat organizational behavior lainnya. Di sinilah peran amat penting dari HR department untuk melakukan antisipasi strategis dalam menyiapkan kaderisasi dan management development program.
Coaching Leadership di Telkomsel, GPDC Bandung
182
Capacity Building dan Intervention Program
Organ perseroan harus paham benar, khususnya bagian human resources dan corporate development tentang rancangan besar transformasi dan change management program yang dibutuhkan. Dengan demikian program-program intervensi dan upgrade dapat diinstal secara terintegrasi. Masing-masing bagian akan fit dan masuk dalam puzzle transformasi dan membentuk suatu mozaik yang utuh. Kalau pemahaman ini tidak ada, usaha engagement maupun transformasi menjadi sepotong-sepotong, fragmentasi 183
HAPPY WORKS, HAPPY LIFE
What Drive You To The Top
dan tidak jelas. Orang lantas tidak bisa melihat kaitan antara satu program dengan initiatif yang lain. Akibatnya initiatif perbaikan sering berantakan di tengah jalan dan bubar. Pengorbanan jerih payah, investasi tenaga waktu dan modal yang sudah dikeluarkan menjadi sia-sia. Tanpa pemahaman seperti itu perseroan tidak akan punya kemampuan antisipasi strategis. Akibatnya langkah-langkah korporasi yang diambil sering berbasis pragmatis dan ad-hoc jika tidak mau dikatakan tambal sulam. Sebagai contoh bahasan: jika otoritas perancang kota dan pembangun jalan raya tidak memiliki kemampuan antisipasi strategis, maka perencanaan pembuatan kapasitas jalan tidak akan sanggup merespons laju pertumbuhan konsumen kendaraan. Akibatnya langkah solusi yang diambil akan sepotong-potong, ad-hoc dan trial error. Begitu juga misalnya otoritas bandar udara yang tidak memikirkan kemampuan antisipatif laju lonjakan konsumen, akan kewalahan menghadapi besarnya peningkatan laju konsumen. Akibat ketiadaan antisipati strategis tersebut, banyak peluang bisnis yang tidak bisa dimanfaatkan. Semua perseroan akan menghadapi konsekuensi yang sama, jika tidak menyiapkan kemampuan antisipasi strategis. Begitu perseroan jelas, dalam arti ia tahu ia mau pergi ke mana, dan apa product-service unggulannya di masa depan, ia harus bisa mengidentifikasi apa saja syarat dan ketentuan yang diperlukan (kualifikasi) agar bisa menuju fase tersebut. Setelah scanning kebutuhan resources, kompetensi dan capability tersebut dipetakan, berikutnya pekerjaan bridging the gap. Semua aktivitas dan investasi program intervensi haruslah dikaitkan dengan strategi perseroan. Tanpa mengkaitkan dengan strategi perseroan, organisasi bisa melakukan redundancy resources. Suatu kemubaziran sumber daya. 184
Profile dan pemikiran Hendrik Lim diulas di majalah nasional
Berbagai artikel yang ditulis Hendrik Lim
185