HUBUNGAN DERAJAT ANSIETAS DENGAN DISPEPSIA ORGANIK
Anxiety relationship with dyspepsia of organic A.Soraya Tenri Uleng, A. Jayalangkara, Hawaidah dan Ilhamjaya Patellongi
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat ansietas pada dispesia organik dan melihat hubungan derajat ansietas pada dispesia organik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional study. Pengukuran Ansietas dengan scoring kecemasan menggunakan Hamilton Ansietas Rating Scale (HARS) .Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi spearman kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p>0,05) antara derajat gastritis dan jenis ulkus dengan derajat kecemasan yang menyertai penderita dispepsia organik. Hasil uji korelasi Gamma terhadap stresor psikososial dengan derajat kecemasan yang menyertai penderita dispepsia organik menunjukkan hasil bermakna dengan koefisien korelasi sebesar = 0,786 dan p=0,000. Kata kunci : ansietas, dispepsia organik, stresor psikososial
ABSTRACT This study aims to determine the degree of anxiety on organic dispesia and see the connection degree of anxiety on organic dispesia. This research uses descriptive analytical research design with cross sectional study. Measurement of Anxiety by scoring anxiety using the Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). The data were then analyzed by using Spearman correlation analysis is then presented in tabular form.The results showed that no significant correlation (p> 0.05) between the degree of gastritis and ulcer type with a degree of anxiety that accompanies organic dyspeptic patients. Gamma correlation test result of psychosocial stressors with the degree of anxiety that accompanies organic dyspeptic patients showed significant results with correlation coefficient = 0.786 and p = 0.000. Key words: anxiety, organic dyspepsia, psychosocial stressors
RINGKASAN Dispepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak / sakit perut pada saluran cerna bagian atas (SCBA) sering terjadi pada saat atau sesudah makan disertai dengan keluhan rasa panas di dada, daerah jantung , regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan yang lain. Banyak penelitian yang menghubungkan kejadian dispepsia dengan ganguan kejiwaan seperti penelitian yang dilakukan oleh Hasan dan Abdul Azis menunjukkan bahwa ada hubungan antara 1
dispepsia organik dan dispepsia fungsional dengan kecemasan dimana 25% dari penderita ulkus duodenal, 31,2% pasien dispepsia fungsional ditemukan gangguan jiwa dalam bentuk kecemasan dan depresi. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini jenis penelitian analitik dengan metode cross sectional study. Penelitian dilakukan pada poliklinik bagian endoskopi Penyakit Dalam RS Wahidin Sudirohusodo dan RS. Ibnu Sina dengan jumlah sampel 93 pasien dispesia yang berobat dan melakukan endoskopi dipoliklinik gastrohepatologi. waktu penelitian pada bulan November 2010 sampai Januari 2011. Data kemudian diolah dengan metode deskriptif analitik dengan uji analisis dari Spearman. Hasil penelitian tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p>0,05) antara derajat gastritis dan jenis ulkus dengan derajat kecemasan yang menyertai penderita dispepsia organic. Hasil uji korelasi Gamma menunjukkan koefisien korelasi sebesar = 0,786 dan p=0,000. Berarti derajat stressor psikososial berhubungan bermakna dengan derajat kecemasan yang menyertai penderita dispepsia organik. Semakin banyak stressor psikososial yang dialami, semakin tinggi derajat kecemasan yang menyertai penderita dispepsia organik.
PENDAHULUAN Dispepsia organik merupakan salah satu bentuk dispepsia selain dispepsia fungsional yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari. Penderita datang berobat mulai dengan keluhan nyeri perut sampai dengan perdarahan saluran cerna atas dan umumnya pada golongan usia lebih dari 45 tahun. Istilah dispepsia sendiri berdasarkan kriteria Roma II (1999) merupakan suatu kumpulan gejala rasa nyeri atau tidak nyaman pada perut bagian atas yang berlangsung lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu 1 tahun. Adapun etiologi dari dispepsia organil yaitu tukak peptik, gastroduodenitis, gangguan vaskuler, tumor gastroduodenal dan lain-lain. Dari data Centre of GastroenteroHepatologi RS.Wahidin Sudirohusodo tahun 2006-2008 mendapatkan tukak peptik (60%) dan gastroduodenitis (erosif 39.5% dan superfisial 32.6%) sebagai penyebab tersering dispepsia organik. Banyak penelitian yang menghubungkan kejadian dispepsia dengan gangguan kejiwaan seperti penelitian yang kami lakukan pada bagian Gastroenterohepatologi RS. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 2008 . Pada Penelitian kami temukan pada pasien dispepsia ada hubungannya dengan ansietas dimana dispepsia fungsional lebih tinggi tingkat ansietasnnya dibandingkan pasien dispepsia organik. Adapun penelitian dillakukan oleh Citra JT, menemukan bahwa baik penderita dispepsia fungsional maupun dispepsia organik pernah ada yang mengalami ansietas dengan tingkatan yang bervariasi ringan, sedang dan berat. Penderita dispepsia fungsional yang mengalami ansietas lebih banyak dari pada dispepsia organik. Penelitian yang dilakukan oleh Hasan dan Abdul Azis menunjukkan bahwa ada hubungan antara dispepsia organik dan dispepsia fungsional dengan kecemasan dimana 25% dari penderita tukak duodenal, 31,2% pasien dispepsia fungsional ditemukan gangguan jiwa dalam bentuk kecemasan dan depresi. Penelitian yang dilakukan Pierre J. dan kawan-kawan yang menilai hubungan antara tukak lambung dan gangguan kepribadian di mana data diambil dari survey epidemologi nasional alkohol di Amerika menunjukkan bahwa dispepsia organik berkaitan dengan gangguan kepribadian seperti membangkang, dependen, obsesif kompulsif, paranoid, schizoid, histerionik dan anti sosial. Demikian juga Haug TT, dan kawan-kawannya yang membandingkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan dan stres pada pasien dispepsia fungsional dan pasien dispepsia organik yang diteliti dimana sebelumnya pasien-pasien tersebut mengalami peristiwa-peristiwa ketegangan (stres) dalam kehidupan selama 6 bulan sebelumnya. Ditemukan pasien-pasien dengan dispepsia fungsional mempunyai lebih tinggi derajat kecemasan , depresi dan keluhan somatisasinya daripada pasien dengan tukak peptik. Dan
2
mereka juga merasa kurang puas terhadap pelayanan kesehatan, dan gangguan ini sangat mempengaruhinya secara negatif terhadap kualitas hidup dan pada pengukuran kesehatannya. Dispepsia organik dalam hal ini juga dihubungkan dengan faktor kecemasan, meskipun dari beberapa penelitian masih di perdebatkan apakah ada hubungan langsung antara kecemasan dengan terbentuknya tukak atau kecemasan hanya menyebabkan rentannya mukosa saluran pencernaan sehingga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori (H.pylori). Helicobacter pylori sendiri merupakan salah satu penyebab dari dispepsia fungsional dan dispepsia organik terutama tukak peptik. Seiring dengan kemajuan perkembangan dibidang GastroenterologI Hepatologi dan pencitraannya lewat endoskopi maka penderita gangguan pencernaan dalam hal ini sindroma dispepsia telah dapat didiagnosis apakah termasuk dalam dispepsia fungsional atau organik secara pasti sehingga dapat menentukan tatalaksana pengobatan. Data diperoleh pada tahun 2009 pada pemeriksaan endoskopi yang dilakukan di bagian Endoskopi RS Wahidin Sudiro Husodo, pasien yang melakukan endoskopi sebanyak 236 pasien yang terdiri dari 143 pasien laki-laki dan 93 pasien wanita, ditemukan dispepsia organik lebih banyak pada laki-laki sedangkan dispepsia fungsional lebih banyak pada wanita. Demikian pula pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas terhadap 1615 pasien dengan dispepsia kronik pada Subbagian Gastroenterologi rumah sakit pendidikan Makassar ditemukan prevalensi tukak duodenum sebanyak 14%, tukak duodenum dan tukak lambung sebanyak 5 %, umur terbanyak 45 - 65 tahun dengan kecenderungan semakin tua umur, prevalensi semakin meningkat. Dari data tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa untuk dispepsia fungsional tidak diragukan lagi mempunyai hubungan dengan gangguan kejiwaan khususnya kecemasan. Sedangkan dispepsia organik sampai saat ini pada beberapa penelitian masih menjadi perdebatan, sehingga peneliti mengganggap pentingnya dilakukan penelitian ini apakah. kecemasan bisa meningkatkankan asam lambung dan berhubungan dengan kejadian dispepsia organik terutama gastroduodenitis dan tukak peptik. Dengan diketahuinya hubungan ini maka diharapkan nantinya akan berguna untuk penanganan pasien dispepsia organik terutama dalam bidang psikiatri METODE Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini jenis penelitian analitik dengan metode cross sectional studyl dengan jumlah sampel 93 pasien dispesia yang berobat dan melakukan endoskopi dipoliklinik gastrohepatologi RS. Wahidin Sudiro Husodo dan rumah sakit Ibnu Sina Makassar, selama 3 bulan Desember 2010 sampai dengan Januari 2011, Sampel penelitian dikumpulkan menggunakan teknik consecutive sampling yaitu subyek penelitian diperoleh berdasarkan urutan masuknya dirumah sakit. Data kemudian diolah dengan uji perbandingan dari Sperman. HASIL PENELITIAN Diperoleh 93 orang sampel penelitian, berumur antara 15 sampai > 60 tahun, pendidikan bervariasi dari SD hingga PT dengan pekerjaan yang sangat bervariasi. Adapun hasil distribusi penderita berdasarkan karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaannya dapat dilihat pada tabel 1.
3
Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian Variabel Umur (tahun) 15 – 30 31 – 45 46 – 60 > 60 Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Sarjana Pekerjaan PNS/TNI/POLRI Swasta/Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa Lain-lain (ibu RT, Pensiunan, Petani)
Jenis Kelamin Pria Wanita n=49 (53,7%) n=44 (47,3%)
Total n=93 (100,0%)
3 (3,2%) 15 (16,1%) 20 (21,5%) 11 (11,8%)
6 (6,5%) 17 (18,3%) 16 (17,2%) 5 (5,4%)
9 (9,7%) 32 (34,4%) 36 (38,7%) 16 (17,2%)
4 (4,3%) 4 (4,3%) 9 (9,8%) 31 (33,7%)
5 (5,4%) 4 (4,3%) 20 (21,7%) 16 (17,4%)
9 (9,8%) 8 (8,7%) 29 (31,5%) 47 (51,1%)
24 (25,8%) 12 (12,9%) 2(2,2%) 11 (11,8%)
17 (18,3%) 6 (6,5%) 3 (3,2%) 18 (19,4%)
41 (44,1%) 18 (19,4%) 5 (5,4%) 29 (31,32%)
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Pria (53,7%) lebih banya daripada wanita (47,3%), paling banyak berumur 46 – 60 tahun (38,7%) disusul oleh umur 31 – 45 tahun (34,4%). Umur 15 – 30 tahun hanya sekitar 9,7%; lebih sedikit daripada penderita yang berumur > 60 tahun (17,2%). Paling banyak berpendidikan sarjana (51,1%), disusul penderita dengan pendidikan tamat SMA (31,5%). Pekerjaan penderita paling banyak PNS/TNI/POLRI (44,1%). Gambaran derajat kecemasan pada penderita dispepsia organik Derajat kecemasan yang diukur berdasarkan Hamilton Anxietas Rating Scale pada penderita Dispepsia Organik dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi penderita dispepsia organik menurut derajat kecemasan dari Hamilton Anxietas Rating Scale Hamilton Anxietas Derajat Kecemasan Rating Scale N % Skor < 6 12 12,9 Tidak cemas Skor = 6 – 14 45 48,4 Ringan Skor = 15 – 27 14 15,1 Sedang Skor > 27 22 23,7 Berat Total 93 100,0 Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa hanya 12 orang diantara 93 orang penderita dispepsia organik (12,9%) tidak disertai kecemasan. Berarti 87,1% disertai kecemasan. Paling banyak penderita mengalami kecemasan derajat ringan (48,4%), disusul yang berat (23,7%) dan selebihnya mengalami kecemasan derajat sedang (15,1%).
4
Bila penderita yang mengalami kecemasan dianalisis berdasarkan komponen organik yang ditemukan pada penderita dispepsia organic, hasilnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi penderita menurut komponen dispepsia dan kecemasan Cemas Komponen Dispepsia Organik Total Ya Tidak 56 (86,2%) 9 65 (100,0%) Gastritis (13,8%) 20 (87,0%) 3 23 (100,0%) Tukak (13,0%) 5 (100,0%) 0 5 Gastritis+Tukak (0,0%) (100,0%) Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa hanya sebagian kecil penderita dispepsia organik tidak disertai dengan kecemasan, terutama bila kelainan yang ditemukan pada penderita berupa gastritis disertai tukak. Tabel 4. Gambaran derajat kecemasan menurut derajat gastristis pada penderita gastritis Derajat Kecemasan Gastritis Total Tidak cemas Ringan Sedang Berat Ringan 6 19 8 13 46 Sedang 2 5 2 4 13 Berat 1 4 1 0 6 Total 9 28 11 17 65 Keterangan: hasil uji korelasi Gamma r= - 0,102 dan p=0,300 Tabel 4 menujukkan bahwa dari 65 orang penderita gastritis, 9 orang tidak mengalami kecemasan, 28 orang dengan tingkat kecemasan ringan, 11 orang dengan tingkat kecemasan sedang dan 17 orang dengan tingkat kecemasan berat. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara derajat gastristis dengan derajat kecemasan. Hasil uji korelasi Gamma menunjukkan r= - 0,102 dan p=0,300. Tingkat kecemasan berat justru paling banyak ditemukan pada gastritis ringan, sedangkan pada gastritis berat lebih banyak ditemukan tingkat kecemasan ringan. Tabel 5. Gambaran derajat kecemasan menurut jenis tukak pada penderita tukak Derajat Kecemasan Tukak Tidak cemas Ringan Sedang Berat Aktif 2 10 1 2 Tidak aktif 0 1 0 0 Sikatriks 1 4 1 1 Total 3 15 2 3 Keterangan: hasil uji korelasi Cramer’s V r= 0,144 dan p=0,987
Total 15 1 7 23
Tabel 5 menujukkan bahwa dari 23 orang penderita tukak, 3 orang tidak mengalami kecemasan, 15 orang dengan tingkat kecemasan ringan, 2 orang dengan tingkat kecemasan sedang dan 3 orang dengan tingkat kecemasan berat. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara derajat tukak dengan derajat kecemasan. Hasil uji korelasi Cramer’s V menunjukkan r= 0,144 dan p=0,987. Pada tukak aktif lebih banyak pada tingkat kecemasan ringan (10 orang) dan tingkat kecemasan berat ditemukan hanya 2 orang. Pada pada penderita yang mengalami sikatriks, juga paling banyak mengalami kecemasan ringan. Berdasarkan kelainan organik yang ditemukan, hasil analisis distribusi penderita dapat dilihat pada tabel 6. 5
Tabel 6. Distribusi penderita menurut komponen dispepsia organik Helicobacter Pylori Dispepsia Organik Negatif Positif Gastritis 42 23 28 18 Ringan 10 3 Sedang 4 2 Berat Tukak 12 11 6 2 Tidak Aktif 6 9 Aktif Tukak dan Gastritis 2 3
Total 65 46 13 6 23 8 15 5
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 93 orang, 65 orang diantaranya (69,9%) menderita gastristis dengan derajat gastristis paling banyak berupa gastritis ringan, disusul gastritis sedang. Selebihnya adalah penderita gastritis berat. Dari 65 orang yang menderita gastritis, 23 orang diantaranya ditemukan bakteri helicobacter pylori. Hanya sebagian kecil penderita gastritis disertai bakteri Helicobacter pylori. Penderita dengan Tukak tanpa gastritis hanya 23 orang diantara 93 orang sampel (24,7%) dan sebagian besar (15 orang) dengan diagnosis tukak aktif. Ditemukan pula 5 orang penderita (5,4%) dengan gastristis disertai tukak. Dari 23 orang yang mengalami tukak tanpa gastritis, 11 orang diantaranya ditemukan bakteri Helicobacter pylori dan dari 15 orang penderita dengan tukak aktif, ditemukan 9 orang dengan bakteri Helicobacter pylori positip, atau dengan kata lain, bakteri Helicobacter pylori ditemukan lebih banyak pada penderita tukak aktif daripada tukak tidak aktif. Stresor psikososial pada penderita dispepsia organik Dari 93 orang penderita dispepsia organik, 61 orang diantaranya tidak ditemukan adanya stresor psikososial, 28 orang hanya memiliki satu stresor psikososial dan hanya 4 orang mengalami ≥2 orang stresor psikososial. Tabel 7. Hubungan derajat stresor psikososial dengan derajat kecemasan Derajat Kecemasan Derajat Stresor Psikososial Tidak Cemas Ringan Sedang Berat Tidak ada 11 38 8 4 Satu Stresor 1 7 5 15 ≥2 Stresor 0 0 1 3 Total 12 45 14 22 Keterangan: Hasil uji korelasi Gamma r =0,786 dan p=0,000
Total 61 28 4 93
Hasil uji korelasi Gamma menunjukkan koefisien korelasi sebesar = 0,786 dan p=0,000. Berarti derajat stresor psikososial berhubungan bermakna dengan derajat kecemasan yang menyertai penderita dispepsia organik. Semakin banyak stresor psikososial yang dialami, semakin tinggi derajat kecemasan yang menyertai penderita dispepsia organik. Dari 4 orang yang mengalami ≥2 stressor psikososial 3 orang diantaranya mengalami tingkat kecemasan berat. Dari 28 orang yang mengalami satu stresor psikososial 15 orang dintaranya (53,6%) mengalami derajat kecemasan berat, 5 orang diantaranya dengan derajat kecemasan sedang (17,9%). Sebaliknya, dari 61 orang yang tidak mempunyai stresor psikososial hanya 4 orang diantaranya (6,6%) mengalami derajat kecemasan berat, dan 49 orang diantara 61 orang penderita dispepsia organik yang tidak mempunyai stresor psikososial (80,3%) hanya mengalami kecemasan ringan atau tanpa kecemasan. Adapun stresor psikososial pada dispepsia organik terbanyak di temukan berturut – turut adalah masalah pekerjaan (47,5 %), masalah hubungan suami/istri (22,5 %), masalah anak (17,5 %) dan masalah hubungan antar manusia (12,5 %). 6
PEMBAHASAN Karakteristik penderita dispepsia organik Dari penelitian ini diperoleh hasil, ternyata dispepsia organik dapat diderita oleh semua orang tanpa memandang faktor usia, pendidikan dan pekerjaan, pada penelitian ini diperoleh usia terbanyak diatas pertengahan 46-59 tahun, banyak penelitian yang mendukung kenyataan ini pada sub bagian Gastroenterologi rumah sakit pendidikan Makassar ditemukan, dari penderita dispepsia organik umur terbanyak 45 - 65 tahun dengan kecenderungan semakin tua umur prevalensi semakin meningkat., faktor ketahanan tubuh berperan, semakin tua umur semakin rentan terhadap kejadian penyakit, demikian halnya pada penelitian ini dispepsia organik lebih banyak diderita oleh kaum laki-laki daripada kaum wanita, walaupun tidak diteliti pada penelitian ini, mungkin yang berperan adalah faktor kebiasaan merokok dan alkohol lebih banyak dilakukan kaum laki-laki daripada kaum wanita, juga sejalan dengan penelitian ini pasien yang di endoskopi di bagian Endoskopi RS Wahidin Sudiro Husodo, ditemukan dispepsia organik lebih banyak pada laki-laki sedangkan dispepsia fungsional lebih banyak pada wanita. Demikian halnya semakin tinggi tingkat pendidikan kejadian dispepsia organik semakin meningkat, begitu pula dengan pekerjaan banyak mengenai pekerja kantor,. Pada penelitian yang dilakukan oleh Johnson R, dan kawan-kawan terhadap pasien dispepsia organik dan dispepsia fungsional melaporkan bahwa pada pasien dispepsia organik biasanya berhubungan dengan usia, riwayat keluarga dan kebiasaan merokok sedangkan dispepsia fungsional berhubungan dengan kondisi sosial, kebiasaan hidup dan diet. Derajat kecemasan pada penderita dispepsia organik Pada penelitian ini diperoleh penderita dispepsia organik kebanyakan menderita gastritis sebanyak 65 orang (69,9%) kemudian menderita ulkus peptik 23 orang ( 24,7%) dan kombinasi menderita gastritis dengan ulkus peptik 5 orang (5,4%). Berdasarkan penemuan terhadap jenis dispepsia organiknya, gastritis ringan yang tidak disertai kuman helicobacter pyloric paling banyak menyusul gastritis sedang yang tidak disertai kuman helicobacteri pyloric dan gastritis berat yang tidak disertai kuman heiicobacteri pyloric, ini menandakan bahwa semua penderita gastritis ringan sampai berat kuman helicobacter pyloric tidak terlalu berperan menimbulkan gastritis. Sebaliknya pada ulkus yang aktif kuman helicobacter pyloric paling banyak ditemukan menandakan terjadinya ulkus, kuman helicobacter pyloric sangat berperan. Pada penelitian dapat dilihat bahwa kuman Helicobacter pyloric paling banyak ditemukan pada kategori cemas ringan yaitu sebanyak 16 orang (44,4%) dari 36 orang sedangkan yang bukan penyebab kuman helicobacter pyloric juga paling banyak ditemukan pada kategori cemas ringan yaitu sebanyak 29 orang (50,9%) dari 57 orang. Setelah di uji secara statistik maka diperoleh koefisien korelasi = 0,012 nampaknya bahwa kuman Helicobacter pylori tidak memiliki hubungan bermakna dengan derajat kecemasan. Ternyata untuk derajat kecemasan hampir sebagian besar penderita dispepsia organik disertai kecemasan mulai dari kecemasan yang ringan berat lalu kecemasan sedang, ini memberikan informasi kepada klinisi bahwa dispepsia organik juga sebagian besar mempunyai tingkat kecemasan sehingga terapi dari psikiatri perlu dipertimbangkan, terjadinya kecemasan pada gastritis dan ulkus kurang lebih sama banyak yaitu 86,2% pada gastritis dan 87,0% pada ulkus, demikian pula halnya tanpa kecemasan pada gastritis dan ulkus kurang lebih sama. Ini memberi informasi bahwa pada penderita baik gastritis maupun ulkus sama sama mempunyai kemungkinan adanya kecemasan dan kemungkinan tidak adanya kecemasan. Tetapi apabila pada penderita ditemukan kombinasi gastritis dan ulkus, besar kemungkinan ditemukan kecemasan dan tidak pernah ditemukan tanpa kecemasan.
7
Penelitian yang dilakukan oleh Reene. D. dkk memperlihatkan hubungan kecemasan dengan tukak peptik dimana didapatkan tukak peptik berkaitan dengan kecemasan tanpa mengenyampingkan penyebab lain seperti helicobacter pylori dan penggunaan OAINS dimana kecemasan juga bisa menjadi co morbid terbentuknya tukak peptikum (Reene, et all. 2002) Pada penelitian ini ternyata penemuan yang sangat berarti bahwa ternyata tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian dispepsia organik dengan derajat kecemasan, ini membuktikan bahwa pada dispepsia organik murni penyebabnya bukan kecemasan tetapi kecemasan yang timbul akibat dari perjalanan penyakitnya, mungkin karena penderita merasa tidak pernah merasa sembuh dari penyakitnya, paling baik gejala hanya hilang sebentar lalu timbul lagi atau kumat-kumatan, fakta ini menguatkan bila penderita dispepsia organik itu sekaligus menderita keduanya yaitu gastritis dan ulkus tidak ada satupun penderita yang bebas dari rasa cemas oleh karena keluhan atau gejala gastritis dan ulkus bersamaan atau silih berganti sehingga tidak pernah terbebas dari keluhan. Jadi di sini faktor fisik dan psikis saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan, misalnya pada saat menderita suatu penyakit maka akan memicu timbulnya kecemasan terhadap kondisi dirinya. Stressor psikososial pada penderita dispepsia organik Yang paling penting juga pada penelitian ini ditemukankan secara bermakna bahwa stressor psikososial yang menyertai penderita dispepsia organik akan mempengaruhi tingkat kecemasannya makin banyak stressor psikososialnya maka tingkat kecemasannya makin berat. Pada penelitian ini juga dapat dilihat bahwa dari 93 orang penderita dispepsia organik, 61 orang diantaranya tidak memiliki stresor psikososial (65,6%), yang memiliki satu gejala sebanyak 28 orang (30,1%) sedangkan yang memiliki dua gejala stressor psikososial hanya sebanyak 4 orang atau sebesar 4,3%. Setelah di uji korelasi menunjukkan bahwa hubungan stressor psikososial dengan dispepsia organik memiliki koefisien korelasi sebesar 0,246 hal ini berarti tidak ada hubungan secara bermakna antara stressor psikososial dengan dispepsia organik Hal yang menarik pada penelitian ini ternyata bahwa stressor psikososial tidak mempengaruhi kejadian dispepsia organik tetapi stressor psikososial yang menyertai penderita dispepsia organik dengan kecemasan akan mempengaruhi derajat kecemasannya. KESIMPULAN Pada dispepsia organik baik gastritis maupun ulkus peptik pada umumnya disertai ansietas. Ansietas yang terjadi tidak berhubungan dengan derajat gastritis dan jenis ulkus peptik. Ini berarti tidak ada hubungan antara derajat ansietas dengan dispepsia organik. Helycobacteri pylori tidak terlalu berperan menimbulkan dispepsia organik karena umumnya ditemukan dispepsia organik tanpa adanya kuman helycobacteri pylori.Stress psikososial sangat berhubungan dengan derajat ansietas, di temukan semakin banyak sresor psikisosial semakin tinggi derajat ansietas yang yang menyertai pada pasien dispesia organik. DAFTAR RUJUKAN 1. Ayub SI. Panik Neurosis Dan Gangguan Cemas, Ed. 2, Penerbit PT. Dua As-AsJakarta, 2004, Hal : 26 – 32. 2. Akil M. Dispepsia ,Buku Kuliah Ilmu Penyakit Dalam . Bagian Gastrohepatologi FKUH, 2006, Hal : 57 – 60. 3. Ariyanto, W.L. 2007. Mencegah Gangguan Lambung. www.kiatsehat.com, 2007 4. Arief Mansyur. Et. All. Dispepsia- Gastroenterologi, Kapita Selekta FKUI, Media Aeculapius, Ed. 3, 2002 : 488 – 493.
8
5. Anxiety Disorder in Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder IV th ED, Puslished By The American Psychiatri Assocation Washington DC 1994: 393 – 400. 6. Bazaldua, OV et al.1999. Evaluation and Management of Dyspepsia. http://www.aafp.org/afp/991015ap/1773.html, 15 Oktober 1999 7. Bazaldua, O.V. et al. 2006. Dyspepsia: What It Is and What to Do About It. http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html, Desember 2006 8. Chundaman. M, Dispepsi Pencegahan Dan Pengobatannya, Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam, Tahun 2000 : Hal 75 – 81 9. Citra JT, Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6316/3/psikiatri-citra.pdf.txt 10.Dharmika D. Dispepsia Fungsional Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV. Pusat penelitian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. Hal : 352 – 354. 11.Drossman : The Fungtional Gastrointestinal Disorder ang The Rome II, GUT, Suplement II, USA, 1999. Hal 111 – 115. 12. Guyton, Arthur C. 1997. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall”. Irawati Setiawan (ed). Jakarta: EGC 13. Hafeis H, Al-Qurain A, Karim A, The Psychopathologi Duodenal Ulcer Compared with Functional Dyspepsia : A Case - Control Study. Depertement Psychiatry, Faculty Of Medicine, Damman, Saudi Arabia, 1999.s 14. Harrison S, Prisiples of Internal Medicine. Vol.IV Penerbit Buku Kedokteran EEG tahun 2000, Hal 1532 – 1551. 15. Kaplan HI, Sadock BJ, Anxiety Disorders in Synopsis of Psychiatry.Behavioral Scinces/ Clinical Psychiatry X th ED, Wolters Kluwer Lippincott Williams 2007 : 579 – 627. 16. Kaligis F. Konsep Psikomatik Gangguan Gastrointestinal, Jiwa Majalah Psikiatri , thn XXXX NO.4, Penerbit Yayasan Kesehatan Jiwa Dharmawangsa, Jakarta 2007 : 60 – 64. 17. Levenstaine. Stress and Pectik Ulcer, Beyond Helicobacter in British Medical Journal Vol.31, Hal : 534 -554. 18. Maramis. WF. Gangguan Psikosomatik Saluran Pencernaan, Cetakan III, Airlangga University Press, 2002 : Hal 362 – 367. 19. Mujaddid E. Dispesia fungsional. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II, Edisi IV, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 20. Pieree, J .Frederic,L Levenstein S. Le Stait.Y , Association Between Pectic Ulcer and Personality Disorders in Nasionally Representative US sample, by American Psychomatic Society ,2010. 21. Pengaruh Stresor psikososial Terhadap Dispepsia.dikutip klinik medik: dalam http//klinikmedik.com//arsip-artikel. 22. Pillotto A, Franceschi M, Leandro G, Paris F, Cascavilla L, Longo MG, Niro V, Andriulli A, Scarcelli C, Di Mario F.Proton-pump inhibitor reduce the risk of uncomplicated peptic ulcer w elderly either acute or chronic users of aspirin/ non- steroidal anti-inflammatory drugs aliment Pharmacol & Therapi 2004;20;1091-7 23. N.Wibawa. Penangan Dispepsia pada Lanjut Usia. Devisi Gastrohepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Ubud/ Denpasar dalam buku Ilmu Penyakit Dalam, vol :VII, no. 24. Renee D. Goodwin, Murray S, Generalized Anxiety an Peptic Ulcer Diasease Among Adults in United States , Phychomatic Medicine, p 862 -866, 2002 25. R.Jhonson. B,et all. Peptic ulcer an non ulcer dispepsia a disease and disorder, scandivia journal primary healt care.
9
10