ANEMIA DEFISIENSI BESI Emmy Kartamihardja Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak
: Anemia defisiensi besi merupakan penurunan jumlah sel darah merah yang disebabkan oleh besi terlalu sedikit. anemia defisiensi besi adalah bentuk paling umum dari anemia. Sekitar 20% wanita, 50% wanita hamil dan 3% laki-laki tidak memiliki cukup zat besi dalam tubuh mereka. Anemia berkembang perlahan setelah toko besi normal dalam tubuh dan sumsum tulang sudah kehabisan. Secara umum, wanita memiliki toko lebih kecil dari besi daripada laki-laki karena mereka kehilangan lebih banyak melalui menstruasi. Anemia defisiensi besi juga dapat disebabkan oleh buruknya penyerapan zat besi dalam makanan. Anemia defisiensi besi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena berdampak pada perkembangan fisik dan psikis, perilaku dan kerja. Dewasa pasien anemia kekurangan zat besi dapat mengakibatkan degradasi pekerjaan fisik, penurunan daya tahan tubuh, lesu dan menurunnya produktivitas.
Kata kunci: Anemia, anemia defisiensi besi, produktivitas
IRON DEFICIENCY ANEMIA Emmy Kartamihardja Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrack
: Iron deficiency anemia is a decrease in the number of red blood cells caused by too little iron. Iron deficiency anemia is the most common form of anemia. About 20% of women, 50% of pregnant women and 3% of men do not have enough iron in their body. Anemia develops slowly after the normal iron stores in the body and bone marrow have run out. In general, women have smaller stores of iron than men because they lose more through menstruation. Iron deficiency anemia may also be caused by poor absorbtion of iron in the diet. Anemia of iron deficiency represent the problem of serious society health because affecting at physical growth and psychical, behavior and work. Adult patients of iron deficiency anemia can result the degradation work of physical, degradation of body endurance, lethargy and downhill of the productivity.
Keywords
: Anemia, iron deficiency anemia, productivity
PENDAHULUAN Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsur terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. (Hoffbrand.AV, et al, 2005, hal.25-34) Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria
maupun wanita, dimana banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anakanak, kurangnya konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun, penurunan kemampuan kerja bagi para pekerja sehingga produktivitasnya menurun. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang.(Hoffbrand AV, et al, 2005,hal 25-34). Disini penulis akan membahas masalah Anemia Defisiensi Besi dimana dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja.
METABOLISME BESI Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan dalam plasma dan di dalam semua sel. Karena zat besi yang terionisasi bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam bentuk ikatan dengan hem yang berupa hemoprotein (seperti hemoglobin, mioglobin dan sitokrom) atau berikatan dengan sebuah protein (seperti transferin, ferritin dan hemosiderin) (Jones.NCH, Wickramasinghe.SN, 2000, hal. 67-83). Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin sebanyak 1,5 – 3g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan (Sacher.RA, Mc Pherson.RA, 2000, p.68-70) Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel darah merah mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit normal mengandung sekitar 2000 mg zat besi) (Ibister. JP,Pittiglio. DH, 1999, hal43-54) Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup. Besi yang diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi melalui eksfoliasi sama dengan jumlah besi yang diserap usus yaitu 1-2 mg. Besi yang diserap oleh usus dalam bentuk transferin bersama dengan besi yang dibawa oleh makrofag sebesar 22 mg dengan jumlah total yang dibawa tranferin yaitu 24mg untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritrosit yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg yang merupakan eritrosit yang beredar keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena berupa eritropoesis inefektif. ( Bakta.IM, 2007, hal.2639) Secara umum, metabolisme besi ini menyeimbangkan antara absorbsi 1-2 mg/ hari dan kehilangan 1-2 mg/ hari. Kehamilan dapat meningkatkan keseimbangan besi, dimana dibutuhkan 2-5 mg besi perhari selama kehamilan dan laktasi. Diet besi normal tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi.(Soeparman Waspadji. S, 1990, hal 404-409). PENYEBAB Beberapa hal yang dapat menjadi kausa dari anemia defisiensi besi diantaranya (Bakta IM, 2007, hal 26-39; Sacher RA, Mc Pherson RA, 2000, p. 68-70; Theml Harald MD et al, 2004, p.128-133)
1. Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis: a. Yang paling sering adalah perdarahan uterus ( menorrhagi, metrorrhagia) pada wanita, perdarahan gastrointestinal diantaranya adalah ulcus pepticum, varices esophagus, gastritis, hernia hiatus , diverikulitis, karsinoma lambung, karsinoma sekum, karsinoma kolon, maupun karsinoma rectum, infestasi cacing tambang, angiodisplasia. Konsumsi alkohol atau aspirin yang berlebihan dapat menyebabkan gastritis, hal ini tanpa disadari terjadi kehilangan darah sedikit-sedikit tapi berlangsung terus menerus. b. Yang jarang adalah perdarahan saluran kemih, yang disebabkan tumor, batu ataupun infeksi kandung kemih. Perdarahan saluran nafas (hemoptoe). 2. Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, pada masa pertumbuhan [remaja], kehamilan, wanita menyusui, wanita menstruasi. Pertumbuhan yang sangat cepat disertai dengan penambahan volume darah yang banyak, tentu akan meningkatkan kebutuhan besi 3. Malabsorbsi : sering terjadi akibat dari penyakit coeliac, gastritis atropi dan pada pasien setelah dilakukan gastrektomi. 4. Diet yang buruk/ diet rendah besi Merupakan faktor yang banyak terjadi di negara yang sedang berkembang dimana faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan mereka sangat terbatas mengenai diet/ asupan yang banyak mengandung zat besi. Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging, telur, ikan, hati, kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat membantu penyerapan besi adalah vitamin C, cuka, kecap. Dan yang dapat menghambat adalah mengkonsumsi banyak serat sayuran, penyerapan besi teh, kopi, `oregano`. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab paling sering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal, dimana dinegara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Pada wanita paling sering karena menormettorhagia.(Bakta IM, 2007, hal 26-39).
KLASIFIKASI DEFISIENSI BESI (Bakta IM, 2007, hal 26-39; Cielsa B, 2007, p.6570; Sacher RA, Mc Pherson RA, 2000, p.68-70) Defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu: 1. Deplesi besi (Iron depleted state).: keadaan dimana cadangan besinya menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu. 2. Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan penyediaan besi untuk eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum tampak anemia secara laboratorik. 3. Anemia defisiensi besi : keadaan dimana cadangan besinya kosong dan sudah tampak gejala anemia defisiensi besi. GEJALA ANEMIA DEFISIENSI BESI Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala klinis dari anemia defisiensi besi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :( Bakta IM, 2007, hal 26-39; Cielsa B, 2007, p.65-70: Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p. 32-33; Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68) 1]. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7 – 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat dingin. 2] Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
1. koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.[lihat gambar 1] 2. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan karena hilangnya papil lidah. 3. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut. 4. Glositis 5. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa 6. Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web` 7. Atrofi mukosa gaster. 8. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia. Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat bermakna, karena dapat menimbulkan irritabilitas, fungsi cognitif yang buruk dan perkembangan psikomotornya akan menurun. Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah yang disebabkan kurangnya konsentrasi, mudah lelah, rasa mengantuk. (Permono B, Ugrasena IDG, 2004, hal 34-37). Selain itu pada pria atau wanita dewasa menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah lelah dalam melakukan pekerjaan fisik/ bekerja. 3]. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami. Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma tersebut beserta metastasenya.
Gambar 1. Koilonychia (Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p.33) PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
mikrositik, anisositosis (banyak variasi ukuran
Parameter awal dari hitung darah lengkap
eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk
biasanya menunjukkan klinisi arah dari anemia
eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya sel
defisiensi besi. MCV, MCH dan MCHC yang
target. (Permono B, Ugrasena IDG, 2002, hal 55-
rendah dan film darah hipokromik sangat
66; Sacher RA, Mc Pherson RA, 2000, p 68-70).
mengarahkan terutama jika pasien diketahui
(Lihat gambar 2)
mempunyai hitung darah yang normal dimasa lalu. (Ibister JP, Pittiglio DH, 1999, hal 43-54) Saturasi transferin biasanya dibawah 5%,
Pada pemeriksaan hapusan darah, sel darah merah mikrositik hipokromik apabila Hb < 12 g/dl (laki-laki), Hb < 10 g/dl (perempuan),
serum ferritin kadarnya kurang dari 10ng/ ml,
mungkin leukopeni,
protoporfirin eritrosit bebas sangat meningkat
trombosit tinggi pada perdarahan aktif, retikulosit
yaitu 200 µg/dl, terjadi peningkatan TIBC [normal
rendah.(Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p.32-33).
orang dewasa 240-360µg/dl], kadar besi serum
Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasi
kurang dari 40µg/dl. (Sacher RA, Mc Pherson
eritroid, besi yang terwarnai sangat rendah atau
RA, 2000, p. 68-70).
tidak ada.
Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik
Gambar 2.
Hapusan darah tepi pada anemia defisiensi besi. Tampak
hipokromik mikrositik, anisositosis dan poikilositosis. TERAPI Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada anemia ini berhasil. Dalam hal ini kausa yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini harus juga diterapi. Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1]. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia ini dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan memberikan hasil yang diinginkan. 2]. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara: 1. Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini lebih murah. Preparat yang ter sedia berupa: - Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan efek samping misalkan terjadi mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan dengan makan atau menggantikannya dengan preparat besi lain. (Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p.33)
- Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada ferro sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama. - Ferro Fumarat, Ferro Laktat. Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh. Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu dipikirkan kemungkinan - kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral. Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral antara lain perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis yang kurang, malabsorbsi, salah diagnosis atau anemia multifaktorial. ( Bakta IM, 2007, hal 2639; Hoffbrand AV, et al, 2005, hal 25-34)
2. Parenteral Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan malabsorbsi berat, penderita Crohn aktif, penderita yang tidak member respon yang baik dengan terapi besi peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi atau memang dianggap untuk memulihkan besi tubuh secara cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.(Bakta IM, 2007, hal 26-39; Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 2534) Ada beberapa contoh preparat besi parenteral: - Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan dilakukan berulang. - Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau infus. (Hoffbrand AV, et Al, 2005, hal 25-34) Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal dibandingkan dengan preparat besi yang peroral. Selain itu efek samping preparat besi parental lebih berbahaya. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi parenteral meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis dan kematian. Mengingat banyaknya efek samping maka pemberian parenteral perlu dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara infus harus diberikan secara hati-hati. Terlebih dulu dilakukan tes hipersensitivitas, dan pasien hendaknya diobservasi selama pemberian secara infus agar kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi. (Bakta IM,2007, hal 26-39; Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25-34; Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68) Dosis besi parenteral harus diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau berlebihan, karena jika kelebihan dosis akan membahayakan si pasien. Menurut Bakta IM, perhitungannya memakai rumus sebagai berikut: (2007, hal 26-39) Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb sekarang) x BB x 3 3] Terapi lainnya berupa: (Bakta IM, 2007, hal 2639; Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p.32-33) 1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein hewani. 2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg. 3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali dengan indikasi tertentu.
PENCEGAHAN Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan –bahan makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum makan , makan makanan yang mengandung zat besi. Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan. (Cielsa B, 2007, p. 65-70) Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropik. PENUTUP Anemia Defisiensi Besi merupakan jenis anemia yang paling banyak dijumpai di masyarakat. Banyak penyebab yang mendasari terjadinya anemia ini, tetapi perdarahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya anemia defisiensi besi ini. Anemia Defisiensi Besi ini memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat baik anak-anak, para wanita baik yang hamil maupun yang tidak, juga pada pria dewasa. Dengan dilakukan pencegahan , masyarakat dapat terhindar dari anemia ini, sehingga pada anakanak usia sekolah tidak terjadi penurunan prestasi
belajarnya dan pada orang dewasa tidak terjadi penurunan kemampuan fisiknya yang berakibat pada produktivitas kerja yang menurun. Apabila sudah terjadi Anemia Defisiensi Besi maka segera obati dengan menggunakan preparat besi dan dicari kausanya serta pengobatan terhadap kausa ini harus juga dilakukan. Dengan pengobatan yang tepat dan adekuat maka Anemia Defisiensi Besi ini dapat disembuhkan. DAFTAR PUSTAKA Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. Cielsa ,B. 2007. Hematology in Practice. Philadelphia: FA Davis Company. Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC. Isbister, JP. Pittiglio, DH. 1999. Hematologi Klinik Pendekatan Berorentasi Masalah. Jakarta: Hipokrates. Jones, NCH. Wickramasinghe, SN. 2000. Catatan Kuliah Hematologi. Jakarta: EGC. Mehta, A. Hoffbrand, AV. 2000. Hematology at Glance. London: Blackwell Science Ltd. Permono, B. Ugrasena, IDG. 2002. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: SIC. Permono,B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK Unair. Sacher, RA. MC Pherson, RA. 2000 . Widman’s Clinical Interpretation of Laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company. Soeparman. Waspadji, S. 1990. Ilmu Penyakit Dalam II . Jakarta: FKUI. Theml Harald, MD. et all. 2004. Color Atlas Hematology Practical Microscopic and And Clinical Diagnosis. New York: Thieme. Tierney, LM. et all. 2001. Current Medical Diagnosis and Treatment . San Fransisco : Mc Graw-Hill Companies.