JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Analisis Viscous Resistance Kapal Selam Mini dengan Metode Computational Fluid Dynamics dan Pengujian pada Wind Tunnel Ardi Nugroho Yulianto, Ketut Suastika, Aries Sulisetyono Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected] Abstak—Pada perancangan kapal selam mini sangat diperhatikan masalah hambatan yang terjadi terutama viscous resistance. Dengan hambatan yang kecil maka gaya dorong yang dibutuhkan menjadi lebih kecil, sehingga memberikan keuntungan secara ekonomis terhadap tenaga penggerak yang dibutuhkan. Perhitungan viscous resistance dapat dilakukan dengan pengujian pada wind tunnel dan simulasi CFD. Penambahan dan pengaturan posisi vertical fin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga CT. Pengujian wind tunnel dan simulasi CFD menunjukkan root mean square error (RMSE) pada variasi I sebesar 2.48 x 10 -3, variasi II sebesar 3.18 x 10-3 dan variasi III sebesar 2.88 x 10 -3. Kata Kunci—CFD, Fin, Kapal Selam Mini, Resistance, Wind Tunnel
I. PENDAHULUAN
L
uas lautan Indonesia mencapai 70% dari luas seluruh permukaan Indonesia, sehingga potensi yang dimiliki perlu mendapatkan perhatian dan teknologi untuk menggali potensi yang ada. Melimpah ruahnya kekayaan laut Indonesia memang mampu memberikan dukungan terhadap perekonomian Indonesia pada bidang perikanan dan kelautan. Akan tetapi, masih terdapat berbagai kendala dalam menggali potensi yang sudah ada. Teknologi merupakan sarana yang perlu dikembangkan untuk menyelesaikan berbagai kendala yang terjadi. Terdapat metodologi yang telah dikembangkan untuk memonitoring kondisi bawah laut, mulai dari konvensional maupun dengan menggunakan teknologi modern. Metode konvensional dilakukan dengan bantuan para penyelam tradisional, sedangkan metode berteknologi tinggi menggunakan kapal selam mini. Kapal selam mini merupakan sebuah kendaraan yang dikendalikan dengan menggunakan remote control. Akan tetapi, kendaraan ini masih sangat mahal dari segi ekonomi. Banyak penelitian yang telah dikembangkan sebelumnya mengenai kapal selam mini. Pada tahun 2009 telah dilakukan perancangan kapal selam mini sebagai monitoring pada daerah pesisir pantai. Kapal selam mini ini beroperasi untuk mengatasi masalah polusi dan sewage pada daerah pesisir pantai. Awal dari penelitian kapal selam mini mempunyai ukuran yang relatif kecil dengan panjang 1 meter. Kemudian pada penelitian ini juga dihasilkan masalah mengenai dynamics stability pada pengoperasian bawah air [1,2]. Akan tetapi, dalam perjalanannya dilakukan inovasi pada desain kapal selam mini mengenai ukuran utama. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan peralatan yang akan di pasang
karena beroperasi tanpa awak. Banyak peralatan elektronik yang akan dipasang untuk tujuan pengoperasian, seperti kamera, perangkat wireless sebagai transfer data, perangkat control dan perlengkapan navigasi. Pada perkembangan kapal selam mini tersebut dipakai panjang sebesar 2 meter, yang mana mengalami perubahan panjang dari penelitian sebelumnya. Kemudian pada penelitian tersebut dibuat model dengan ukuran skala 1:1 yang dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada peneltian tersebut dilakukan analisis secara numerik bahwa kapal selam mini memiliki performance hidrodinamika yang baik, yang mana terbukti dengan grafik evolusi gerakan yang mampu mencapai kondisi stabil dalam waktu kurang dari 30 detik. Kemudian berdasarkan analisis dynamic control kapal selam mini mampu mencapai kondisi stabil dengan delay time yang kecil dalam waktu settle time kurang dari 10 detik [3]. Dalam proses perancangan kapal selam mini sangat diperhatikan masalah hambatan yang terjadi. Dengan melakukan perancangan kapal selam mini yang seminimal mungkin mengenai hambatan, maka memberikan keuntungan pada pemilihan tenaga penggerak. Hambatan yang utama merupakan viscous resistance yang terjadi pada kapal selam mini. Sebuah perhitungan dengan berbagai metode baik dengan metode pendekatan maupun dengan percobaan perlu dilakukan guna mengetahui hambatan yang terjadi pada kapal selam mini. Sehingga pada akhirnya dapat dilakukan inovasi untuk mendapatkan hambatan yang kecil. II. HAMBATAN Satu dari beberapa studi kapal selam untuk memprediksi jumlah power yang diminta untuk memindahkan lambung pada kecepatan yang telah ditentukan, atau sebaliknya untuk memprediksi kecepatan dengan jumlah power yang diberikan. Seperti prediksi yang dibuat berdasarkan basis kondisi steady state pada level flight tanpa maneuvering yang dihitung secara sederhana. Dalam persamaan gerak, semua persamaan gelombang dapat dihapus karena asumsi pada level flight dan tanpa maneuvering sehingga mengurangi koefisien–koefisien karena diasumsikan nilainya nol [4]. Drag atau hambatan pada saat pergerakan kapal selam pada saat penyelaman sepanjang longitudinal axis diberikan sebagai :
RT = RBH + RAPP
(1)
dimana RT merupakan hambatan total (N), kemudian RBH merupakan hambatan kapal kosong (N), RAPP merupakan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) hambatan appendages (N) [4,5].
RBH = ½ r A V2 CT
(2)
dimana r merupakan massa jenis (kg/m3), kemudian A merupakan luasan lambung dibawah air (m2), V merupakan kecepatan dari kapal selam mini (m/s) dan CT merupakan koefisien hambatan [5,6]. Koefisien hambatan dikumpulkan dengan particular reference area. Desainer harus hati – hati agar tetap konsisten dengan penggunaan area. Koefisien hambatan dapat diperoleh dalam 4 komponen, yaitu:
CT = Cƒ + DCƒ + Cr + Cw
(3)
Cƒ merupakan koefisien dari hambatan gesek, DCƒ merupakan korelasi dari hambatan gesek yang diijinkan, Cr merupakan koefisien hambatan sisa yang nilainya tergantung pada jenis dan bentuk kapal dan Cw merupakan koefisien dari gelombang [7]. Pada dasarnya rumus antara RBH dan RAPP hampir sama, yang membedakan antara hambatan kapal kosong dengan hambatan appendages adalah nilai koefisien dari hambatan (CT). Pada kasus ini harga CT sebesar 0.005 [4].
2
konvergen. Perhitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit. Postprocessor merupakan tahap dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola-pola warna tertentu [9]. Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD banyak sekali digunakan dalam dunia industri karena dengan CFD dapat dilakukan analisis terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen, yang mana membutuhkan waktu yang panjang dalam melakukan sebuah pengujian pada laboratorium. Hal lain yang mendasari pemakaian konsep CFD adalah pemahaman lebih dalam suatu masalah yang akan diselesaikan. Dalam hal ini pemahaman lebih mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor, kontur dan animasi. IV. WIND TUNNEL EXPERIMENTAL Wind tunnel digunakan untuk mempelajari efek aliran udara yang melewati benda solid. Saat ini pengujian terowongan angin sudah banyak diaplikasikan pada mobil, aerofoil dan benda uji lainnya. Ada dua tipe dasar dari wind tunnel, yaitu open circuit tunnel dan closed circuit tunnel. Sedangkan berdasarkan kecepatan udara, wind tunnel dibedakan menjadi subsonic wind tunnel (Mach number < 1), transonic wind tunnel (Mach number = 1), supersonic wind tunnel (Mach number > 1), hypersonic wind tunnel (Mach number > 5) [10].
III. COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Computational fluid dynamics (CFD) merupakan salah satu cabang dari mekanika fluida yang menggunakan metode numerik dan algoritma untuk menyelesaikan dan menganalisis masalah yang terjadi pada aliran fluida. Dalam CFD penggunaan computer sangat penting karena harus melakukan jutaan perhitungan untuk mensimulasikan interaksi fluida dan gas yang digunakan pada bidang engineering. Ketika kita menggunakan CFD dengan dukungan perangkat keras yang canggih sekalipun, maka yang didapatkan hanya berupa pendekatan [8]. Inilah salah satu aspek yang terus dibenahi dalam pengembangan metode CFD. Secara ringkas CFD merupakan cara untuk memprediksi secara kuantitatif apa yang akan terjadi ketika terjadi aliran fluida dan seringkali terjadi kombinasi dengan aliran perpindahan kalor, perubahan fase benda, reaksi kimia, pergerakan komponen mekanik, tegangan dan perpindahan yang terjadi di dalam struktur benda solid maupun yang terjadi di sekitarnya Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi CFD, yaitu: preprocessor, processor dan postprocessor. Preprocessor merupakan tahap dimana data dimasukkan mulai dari pendefinisian domain serta pendefinisian kondisi batas atau boundary condition. Ditahap preprocessor sebuah benda atau ruangan yang akan dianalisis dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering disebut juga dengan meshing. Kemudian tahap processor merupakan tahap dimana dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara literatif, yang mana perhitungan dilakukan hingga hasil menunjukkan error terkecil atau mencapai nilai yang
Pada penelitian ini percobaan dilakukan dalam sebuah open circuit tunnel dengan tipe subsonic wind tunnel dengan kapasitas kecepatan udara antara 20 hz sampai 50 hz. Terowongan angin tersebut mempunyai ukuran panjang 2980 mm dengan test section berbentuk bujur sangkar berukuran 300 x 300 mm2 dan panjang 450 mm. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan gaya aerodinamik (aerodynamic force balance) yang mempunyai ketelitian sebesar 1 mN. V. METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Studi literatur yang dilakukan berkaitan dengan konsep perhitungan hambatan baik secara numerik maupun dengan melakukan simulasi pada perangkat lunak. Selain itu juga dilakukan studi mengenai teori dan metode analisis pada Computational Fluid Dynamics (CFD) dan Wind Tunnel Experiments. Proses studi literatur dilakukan dengan referensi penelitian–penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, buku literatur, pencarian lewat internet kemudian melakukan survei/pembelajaran langsung pada pihak laboratorium yang bersangkutan. B. Persiapan Model Pengujian Persiapan model dilakukan dengan pembuatan model dengan bantuan software AutoCAD. Dalam model kapal selam mini mempunyai ukuran utama dengan panjang 2000 mm, lebar 250 mm, tinggi 250 mm. Kemudian dari model tersebut divariasikan menjadi 3 variasi vertical fin. Pada simulasi CFD dan wind tunnel experiments dilakukan skala
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) model 1:4 untuk model tiga dimensi. Proses skala ini menyesuaikan dengan peralatan pada Laboratorium Mekanika Fluida Teknik Mesin ITS. Berikut variasi ditunjukkan pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3.
3
dimana N merupakan jumlah data yang digunakan, yi merupakan data pengujian wind tunnel dan ŷi merupakan data simulasi CFD
(5)
(6)
dimana yi merupakan data pengujian wind tunnel kemudian ŷi merupakan data simulasi CFD [11]. Gambar 1. Submarine variasi I VI. ANALISIS CFD DAN PENGUJIAN WIND TUNNEL Pada proses perbandingan antara data hasil pengujian kapal selam mini pada wind tunnel dengan simulasi computational fluid dynamics dapat dilihat pada gambar 43 sampai gambar 8 dan tabel 1 sampai tabel 4
Gambar 2. Submarine variasi II
Gambar 4. Harga CT pada pengujian wind tunnel
Gambar 3. Submarine variasi III C. Simulasi CFD Pada proses simulasi CFD dilakukan terhadap 3 variasi sesuai pada gambar 1, gambar 2 dan gambar 3. Secara umum langkah – langkah pada proses CFD dilakukan dalam 3 tahap, yaitu Preprocessor, Processor/Solver, Post-processor. Pada tahap preprocessor terdiri dari input masalah aliran melalui interface kemudian mengubahnya menjadi bentuk yang sesuai dengan format yang dikehendaki oleh bagian solver. Tahap solver merupakan tahap dimana telah dilakukannya tahap preprocessor. Perkiraan variabel yang tidak diketahui dengan menggunakan fungsi sederhana.
pada gambar 4 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan harga dari coefficient of drag dari masing – masing harga Reynolds number pada variasi I, II dan III. Pada masing – masing variasi memiliki harga CT yang relatif konstan terhadap perubahan dari angka Reynolds. Namun jika dilihat nilai CT pada masing – masing variasi tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Variasi dari posisi vertical fin dari variasi I, II, dan III tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap harga dari coefficient of drag (CT) sehingga nilai hambatan total dari ketiga variasi tidak memberikan perbedaan yang signifikan.
D. Evaluasi Hasil Pengujian Wind Tunnel dan CFD Evaluasi hasil simulasi dan pengujian digunakan untuk mengetahui keakuratan hasil yang telah didapatkan. Terdapat banyak metode untuk melakukan perhitungan kesalahan. Beberapa metode yang digunakan yaitu root mean square error (RMSE) dan mean absolute percentage error (MAPE).
(4)
Gambar 5. Harga CT pada simulasi CFD
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) pada gambar 5 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan harga dari coefficient of drag dari masing – masing harga Reynolds number pada variasi I, II dan III. Pada masing – masing variasi memiliki harga CT yang relatif mengalami penurunan terhadap perubahan dari angka Reynolds. Dari gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi harga dari Reynolds number maka harga dari coefficient of drag mengalami penurunan baik pada variasi I, II dan III. Tabel 1. Perbandingan CT antara wind tunnel dan CFD variasi I CT
CT
Selisih
NO
KECEPATAN (m/s)
Re
CFD
Wind Tunnel
(%)
1
8
2.62E+05
0.0256
0.0227
13.019
2
10
3.28E+05
0.0225
0.0229
1.627
3
12
3.93E+05
0.0205
0.0227
9.405
4
15
4.92E+05
0.0186
0.0224
17.089
5
18
5.90E+05
0.0172
0.0220
18.637
4
Tabel 2. Perbandingan CT antara wind tunnel dan CFD variasi II CT
CT
Selisih
NO
KECEPATAN (m/s)
Re
CFD
Wind Tunnel
(%)
1
8
2.62E+05
0.0252
0.0234
7.724
2
10
3.28E+05
0.0226
0.0227
0.254
3
12
3.93E+05
0.0209
0.0226
7.503
4
15
4.92E+05
0.0192
0.0221
13.160
5
18
5.90E+05
0.0181
0.0221
18.218
Gambar 7. Harga CT antara CFD dengan pengujian wind tunnel variasi II
Gambar 6. Harga CT antara CFD dengan pengujian wind tunnel variasi I dari gambar 6 dan data pada tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaaan hasil antara pengujian wind tunnel dengan simulasi pada computational fluid dynamics (CFD). Pada kecepatan 8 m/s dengan angka Reynolds (Re) 262222 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 13.020 %. Kemudian pada kecepatan 10 m/s dengan Re 327777 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 1.627 %. Kemudian pada kecepatan 12 m/s dengan angka Reynold 393333 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 9.405 %. Kemudian pada kecepatan 15 m/s dengan Re 491666 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 17.089 %. Kemudian pada kecepatan 18 m/s dengan Re 590000 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 18.637%.
dari gambar 7 dan data pada tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaaan hasil antara pengujian wind tunnel dengan simulasi pada computational fluid dynamics (CFD). Pada kecepatan 8 m/s dengan Re 262222 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 7.724 %. Kemudian pada kecepatan 10 m/s dengan Re 327777 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 0.254 %. Kemudian pada kecepatan 12 m/s dengan Re 393333 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 7.503 %. Kemudian pada kecepatan 15 m/s dengan Re 491666 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 13.160 %. Kemudian pada kecepatan 18 m/s dengan Re 590000 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 18.218%. Tabel 3. Perbandingan CT antara wind tunnel dan CFD variasi III CT
CT
Selisih
NO
KECEPATAN (m/s)
Re
CFD
Wind Tunnel
(%)
1
8
2.62E+05
0.0253
0.0209
17.446
2
10
3.28E+05
0.0227
0.0220
3.570
3
12
3.93E+05
0.0210
0.0216
2.372
4
15
4.92E+05
0.0193
0.0217
10.988
5
18
5.90E+05
0.0182
0.0221
17.692
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
5
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih Penulis tujukan kepada Pak Wawan Aries Widodo selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin ITS yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan pengujian pada Laboratorium Mesin dan Mekanika Fluida. Pak Nur dan Pak Tris yang telah membantu dalam pembuatan model pengujian serta saudara Cahyono, Andi Firdiansyah dan Rikki Fadhilla yang telah membantu pada proses pengujian laboratorium serta teman-teman dan pihakpihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Gambar 8. Harga CT antara CFD dengan pengujian wind tunnel variasi III dari gambar 8 dan data pada tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaaan hasil antara pengujian wind tunnel dengan simulasi pada computational fluid dynamics (CFD) dengan. Pada kecepatan 8 m/s dengan Re 262222 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 17.446 %. Kemudian pada kecepatan 10 m/s dengan Re 327777 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 3.570 %. Kemudian pada kecepatan 12 m/s dengan Re 393333 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 2.372 %. Kemudian pada kecepatan 15 m/s dengan Re 491666 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 10.988 %. Kemudian pada kecepatan 18 m/s dengan Re 590000 terdapat perbedaan antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD sebesar 17.692%. Tabel 4. Evaluasi hasil CT pada pengujian wind tunnel dan CFD NO
VARIASI
MSE
RMSE
MAPE (%)
1
SUBMARINE I
6.17E-06
2.48E-03
9.372
2
SUBMARINE II
1.01E-05
3.18E-03
11.956
3
SUBMARINE III
8.28E-06
2.88E-03
10.413
dari tabel 4 dapat dilihat bahwa persentase tingkat kesalahan data antara pengujian wind tunnel dengan simulasi CFD pada variasi I sebesar 9.372% yang mana termasuk pada kriteria sangat bagus. Kemudian pada variasi II sebesar 11.956% yang mana termasuk pada kriteria bagus. Kemudian pada variasi III sebesar 10.413% yang mana termasuk pada kriteria bagus. VII. KESIMPULAN Penambahan dan pengaturan posisi vertical fin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga CT yaitu sebesar 2.07%. Harga CT terendah sebesar 0.0209 dengan Re 262222 pada variasi III kapal selam mini. Harga CT tertinggi sebesar 0.0233 dengan Re 262222 pada variasi II kapal selam mini. Pada pengujian pada wind tunnel dan simulasi CFD menunjukkan nilai RMSE pada variasi I sebesar 2.48 x 10-3, variasi II sebesar 3.18 x 10-3, variasi III sebesar 2.88 x 10-3. Persentase tingkat kesalahan pada pengujian wind tunnel dan simulasi CFD pada variasi I sebesar 9.37%, variasi II sebesar 11.96%, variasi III sebesar 10.41%.
DAFTAR PUSTAKA [1]
Sulisetyono, A., & Purnomo, D. 2009.The Mini-Submarine Design for Monitoring of the Pollutant and Sewage Discharge in Coastal Area. 5th International Conference on Asian and Pacific Coasts. Singapore:NTU. [2] Sulisetyono, A.2009.Dynamics Stability Prediction of the MiniSubmarine in Underwater Mission.Seminar Nasional Pascasarjana IX. Surabaya:ITS. [3] Prisdianto, A., & Sulisetyono, A.2012.Perancangan ROV dengan Hydrodinamic Performance yang Baik untuk Misi Monitoring Bawah Laut.Surabaya:ITS. [4] Allmendinger, E.Eugene.1990.Submersible Vehicle Systems Design.Jersey:SNAME. [5] Lewis, Edward.1988.Principles of Naval Architecture Second Revision.Jersey:SNAME. [6] J.S. Carlton.2006.Marine Propellers and Propulsion.London:Elsevier. [7] Molland, A. F.,Tunock, S. R., & Hudson, D. A.2011.Ship Resistance and Propulsion.New York:Cambridge University Press. [8] Dmitri Kuzmin, Introduction to Computational Fluid Dynamics, Institute of Applied Mathematics University of Dortmund, http://www.mathematik.uni-dortmund.de/_kuzmin/cfdintro/cfd.html. [9] Shaughnessy, A. J.,Katz, I. M.,Schaffer, J. P.2005.Introduction to Fluid Mechanics.New York:Oxford University Press. [10] Pereira, J.D.2011.Wind Tunnels Aerodynamics, Models and Experiments.New York:Nova Science Publishers. [11] Makridakis, Spyros, & Wheelwright, S. C.1999. Metode dan Aplikasi Peramalan.Jakarta: Binarupa Aksara.