SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
ANALISA PERILAKU ALIRAN FLUIDA CAIR PADA PROSES ENCAPSULASI IC DENGAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS Dadan Ramdan1), 2), C.Y. Khor2), M.Z. Abdullah2) 1)
Fakultas Teknik Universitas Medan Area, Jl. Kolam No.1 Medan, 20371 School of Mechanical Engineering, University Sains Malaysia, Engineering Campus, 14300 Nibong Tebal, Penang, Malaysia, E-mail:
[email protected],
2)
ABSTRACT This paper presents the flow visualization of single die encapsulation process of simple mold with and without wire bond analysis. 3D model of single die of cavity is built using GAMBIT and simulated using FLUENT software. The melt front profiles for all types are analyzed and presented. Besides, void formation is also included in this paper. The numerical analysis used Cross Model and Castro Makosco Model with User-Defined Functions (UDFs) to allow curing kinetic model. In the present study, The melt front position and with and without wire bond pattern of current research was introduced. The strength of CFD software in handling encapsulation problems is proved to be excellent. This present work is expected to be reference and guide line for microelectronics industry. Keywords: Castro-Macosco model, Curing Kinetic model, Epoxy Molding Compound (EMC), Volume of Fluid (VOF).
PENDAHULUAN Pada dekade terakhir ini alat elektronik seperti alat komunikasi, alat rumah tangga, alat kedokteran sampai alat pengendali pesawat terbang sudah semakin pesat kemajuannya. Hal ini didukung dengan ditemukannya komponen elektronik baru yang semakin kecil dan semakin padat [1]. Namun di tengah-tengah usaha untuk memperoleh komponen elektronik yang memiliki fungsi yang maksimal ditemukan sejumlah permasalahan yang diakibatkan oleh kegagalan produksi dengan ditandai adanya produk yang diafkir (reject) karena tidak berfungsi, hal ini disebabkan pada saat proses enkapsulasi (penutupan dengan plastic) sering terjadi adanya hubung singkat antara kawat penghubung yang terdapat di dalamnya, ada kawat penghubung yang putus atau ada kawat penghubung yang lepas dari solderannya. Hal ini terjadi disebabkan tekanan yang timbul karena adanya fluida (EMC) yang mengalir yang melebihi batas maksimum pada saat proses enkapsulasi terjadi. Tujuan komponen elektronik dilakukan enkapsulasi adalah supaya komponen tersebut tahan dari pengaruh lingkungan seperti suhu, benturan atau tekanan yang berlebihan [2]. VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Pada penelitian ini dilakukan analisa perilaku aliran fluida cair (EMC) pada proses enkapsulasi dengan dua jenis model IC yang dilengkapi dengan kawat penghubung (wire bon) dan yang tanpa dilengkapi dengan kawat penghubung. Simulasi komputer dilakukan dengan menggunakan dua model aliran yaitu Cross model dan Castro Macosko model. Analisa fluida dilakukan dengan menggunakan sistem Computational Fluid Dynamics (CFD). Model tiga dimensi dikembangkan dengan menggunakan VOF (Volume of Fluid) model. Model Matematik Dalam model simulasi, proses enkapsulasi, fluida cair yang digunakan diasumsikan taktermampatkan dan persamaan yang menggambarkan aliran fluida cair adalah kekekalan massa, kekekalan momentum dan kekekalan energi [3]. CFD biasanya memecahkan persamaan menggunakan koordinat kartesian parsial dan komponen kecepatan. Beberapa model telah digunakan untuk memprediksi hubungan antara viskositas (μ) dan derajat polimerisasi. Model Castro-Macosko telah diterapkan oleh Nguyen et al. [4] dan dipilih untuk 57
SEMAI TEKNOLOGI Berdasarkan Gambar 5, aliran fluida (yang ditunjukkan dengan warna merah) pada saat waktu pengisian t = 0,2 s dan t = 0,4 s untuk kedua kondisi tidak terlalu jauh berbeda, namun pada saat waktu pengisian t = 0,6 s dan t = 0,8 s perbedaan aliran fluida sudah terlihat dengan jelas. Untuk fluida yang melewati model IC tanpa kawat permukaan aliran hampir merata, sedangkan untuk IC yang dilengkapi dengan kawat penghubung nampak bentuk aliran fluida tidak merata. Sebagian aliran fluida terhambat dengan adanya kawat penghubung tersebut. Dan nampak kecepatan aliran lebih lambat. Hal ini akan lebih jelas apabila memperhatikan bentuk aliran pada saat waktu pengisian t = 1.0 s (Gambar 6). Begitu juga bentuk aliran pada saat waktu pengisian t = 1.2 s. Pada saat waktu pengisian t = 1.4 s kedua model IC sudah hampir terisi seluruhnya, namun untuk model IC tanpa kawat penghubung jauh lebih penuh jika dibandingkan dengan IC yang dilengkapi kawat penghubung. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada waktu pengisian t = 1.5 s.
ISSN : 1907 - 3259 Gambar 6. Perbandingan hasil simulasi antara tanpa dan dengan kawat penghubung (1.0 - 1.5 [s]) Untuk kasus model Cross dan model Castro Macosko, perbedaan aliran fluida cair di dalam model IC yang dilengkapi dengan kawat penghubung dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8. Pada keseluruhan waktu pengisian menunjukkan bahwa kecepatan aliran fluida dengan menggunakan model Castro Macosko lebih lambat jika debandingkan dengan model Cross. Namun pada saat model IC akan terisi penuh dengan fluida, pada waktu pengisian yang sama model Cross masih menyisakan daerah yang masih kosong atau belum terisi penuh fluida atau ada udara terperangkap (yang ditunjukkan dengan warna putih).
Gambar 7. Perbandingan hasil simulasi antara Cross model dan Castro Macosko model (0.25 – 1.00 [s])
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
58
SEMAI TEKNOLOGI Hal ini dapat dilihat pada saat waktu pengisian t = 1.75 s dan t = 2.00 s. Sehingga dapat dikatakan bahwa model Castro Macosko jauh lebih baik jika dibandingkan dengan model Cross terutama dalam hal kesempurnaan pengisian fluida pada model IC. Namun untuk hal kecepatan aliran fluida masuk ke dalam model IC, model Cross lebih baik. Hal ini disebabkan karena pada model Cross tidak memperhitungkan faktor kebekuan fluida selama mengisi model IC tersebut. Sedangkan model Castro Macosko memperhitungkan faktor kebekuan fluida selama proses enkapsulasi dan hal ini lebih dapat diterima karena fluida cair akan mengalami pembekuan apabila terjadi penurunan temperatur. Oleh karena itu nampak pada model Castro Macosko fluida cair tampak lebih kental.
Gambar 8. Perbandingan hasil simulasi antara Cross model dan Castro Macosko model (1.25 – 2.00 [s])
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 Dari hasil analisa di atas, maka dapat dikatakan bahwa kecepatan aliran fluida yang memasuki model IC akan mempengaruhi kawat penghubung. Apabila kecepatan aliran terlalu tinggi, maka kemungkinan besar kawat penghubung akan bengkok atau terjadi deformasi dan menyebabkan kawat penghubung akan terhubung (conect) dengan kawat sebelahnya atau hubung singkat sehingga IC tidak dapat berfungsi. Atau ada kemungkinan juga kawat penghubung akan putus dan bahkan akan terlepas dari solderannya. Dengan ditunjukkannya perilaku aliran fluida cair di dalam model IC akan dapat memberikan gambaran kepada teknisi atau industri komponen elektonika untuk dapat dijadikan acuan dalam mendesain atau merancang komponen elektronika yang lebih sempurna dan tidak terjadi produksi yang gagal atau riject. Dalam bidang simulasi komputer, analisa aliran fluida ini akan dapat memberikan ide baru untuk dapat diterapkan pada kasus-kasus aliran fluida yang lain dengan kondisi dan bentuk model yang berbeda dan lebih rumit. Dan akan memungkinkan untuk digabungkan dengan software yang dapat menganalisa perilaku benda padat yang diakibatkan oleh aliran fluida seperti kawat penghubung di dalam model IC. SIMPULAN DAN SARAN Telah dilakukan analisa perilaku aliran fluida cair (EMC) pada model IC dengan menggunakan metoda Computa-tional Fluid Dynamics (CFD). Fluida cair yang memasuki model IC yang dilengkapi dengan kawat penghubung mengalami hambatan yang cukup besar. Sedangkan model Castro Macosko menghasilkan karakteristik aliran fluida yang lebih baik jika dibandingkan dengan model Cross yaitu dapat mengurangi terjadinya udara terperangkap atau daerah yang tidak terisi penuh oleh fluida cair. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan oleh para teknisi atau industri elektronik di dalam merancang komponen 59
SEMAI TEKNOLOGI elektronik sempurna.
dengan
hasil
ISSN : 1907 - 3259 yang
lebih
DAFTAR PUSTAKA M.
K. Abdullah, M.Z. Abdullah, S. Kamaruddin, Z.M. Ariff. Study of Flow Visualization in Stacked-Chip Scale Packages (S-CSP). Journal of International Communication in Heat and Mass Transfer. 2007; 34: 820828. Rong-Yeu Chang, Wen-Hsien Yang, ShengJye Hwang, and Francis Su. Three Dimen-sional Modeling of Mold Filling in Micro-electronics Encapsulation Process, IEEE Transactions on component and Packaging Technologies. 2004; 27(1): 200-109. C.Y. Khor, M. Abdul Mujeebu, M.Z. Abdullah, F. Che Ani. Finite Volume Based CFD Simulation of Pressurized Flip-chip Underfill Encapsulation Process. Journal of Microelectronics Reliability. 2010; 98–105. L. Nguyen, C. Quentin, W. Lee. Computational Modeling and Validation of the Encapsulation of Plastic Packages by Transfer Molding. Transaction of the ASME. 2000; 138146. Firman Tuaika, Dasar-dasar CFD dengan menggunakan FLUENT, Informatika Bandung, 2008.
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
60
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
PENGARUH FLEKSIBILITAS MANUFAKTUR DAN KAPABILITAS INOVASI TERHADAP KINERJA INDUSTRI (Studi Kasus di PIK Pulogadung, Jakarta Timur) Untung Setiyo Purwanto Fakultas Teknik UID, Tlp: +60164024748 email:
[email protected] ABSTRACT Up until recently, many industries still having some constrains in improving their performance, both from their technology and managerial view. This research was aiming at identification and analyzing the relationship between manufacturing flexibility, innovation capability, and industrial performance; and was conducted using a survey involving 86 firms.Based on data analysis using the structural equation modeling (SEM), it was found that manufacturing flexibility has a significance and positive effect on innovation capability and industrial performance. Meanwhile, innovation capability seems has a potential effects on the relationship between manufacturing flexibility and industrial performance.The research finding proposed that in today’s complex business environment, the firms should improve their manufacturing flexibility as an effort to increasing the firm capability to adapt and changing as a response to the environment uncertainty and customer demand/need changing. However, developing manufacturing flexibility was not a guarantee to firm performance improvement. To do so, the firm’s decision maker should able to identify and analysis the appropriate manufacturing flexibility type to be implemented according to the type of the existing of uncertainty. Keywords: manufacturing flexibility, innovation capability, industrial performance)
PENDAHULUAN Pada masa sekarang, lingkungan bisnis perusahaan telah mengalami banyak perubahan. Perubahan itu antara lain ditandai dengan meningkatnya kompetisi pasar, pesatnya perkembangan teknologi, siklus produk yang semakin pendek, beragamnya keinginan pelanggan, dan meningkatnya ketidakpastian lingkungan perusahaan (Charu et al., 2005). Pendekatan manufaktur tradisional, seperti produksi massal dan produk standar, sudah tidak lagi menjadi strategi kompetisi yang memadai. Konsumen sekarang lebih menuntut tersedianya produk yang lebih beragam, biaya atau harga yang lebih murah, dan layanan yang lebih baik. Dengan demikian, perusahaanperusahaan sekarang harus mengembangkan metode-metode dan perspektif baru untuk memenuhi tantangan pasar atau ketidakpastian lingkungan, dengan biaya dan waktu yang minimum, dalam rangka mendapatkan keunggulan kompetitif atas perusahaan-perusahaan lain (Pagel dan Krause, 2004). VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Peningkatan kompetisi pasar dan ketidakpastian lingkungan perusahaan tidak hanya melanda perusahaan-perusahaan berskala besar saja. Kondisi dan permasalahan yang sama juga melanda perusahaan-perusahaan industri kecil dan menengah (IKM). Tanpa menghilangkan peran penting perusahaan-perusahaan berskala besar, justru, perhatian yang lebih besar seharusnya lebih ditujukan kepada IKM. Hal ini disebabkan karena IKM mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional. Jumlah IKM yang mencapai lebih dari 95 %, merupakan sumber utama dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, dan pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah (OECD, 2005), dan memberikan kontribusi yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan sosial secara regional (APEC, 2006). Untuk meningkatkan daya saing IKM, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan fleksibilitas manufakturnya; baik dalam strategi maupun 61
SEMAI TEKNOLOGI operasionalnya, dalam rangka meningkatkan kemampuan IKM untuk menyesuaiakn diri terhadap ketidakpastian lingkungan perusahaan (Oke, 2005). Kemampuan untuk menyesuaikan diri sesuai dengan ketidakpastian lingkungan ini sering dirujuk sebagai tingkat fleksibilitas sebuah perusahaan. Semakin tinggi fleksibilitas sebuah perusahaan, maka semakin tinggi pula daya saing perusahaan di pasar. Tingkat fleksibilitas sebuah perusahaan tidak hanya merujuk pada kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan ketidakpastian eksternal; misalnya fluktuasi permintaan, tetapi juga kemampuan menyesuaikan diri dengan ketidakpastian internal; misalnya variasi produksi (Van Hop, 2004). Fleksibilitas eksternal merujuk pada persyaratan perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan pasar atau pelanggan, sedangkan fleksibilitas internal merujuk pada aktivitasaktivitas operasional dari fungsi-fungsi manufaktur Fleksibilitas eksternal biasanya lebih dapat dirasakan atau dikenali karena mempunyai langsung terhadap daya saing perusahaan; sebaliknya, fleksibilitas internal lebih dikenal sebagai persyaratan perusahaan untuk beroperasi secara efisien, dan tidak terkait langsung dengan ketidakpastian pasar dan lingkungan (Chang, et al., 2003). Meskipun penelitian mengenai fleksibilitas manufaktur telah banyak dilakukan, tetapi penelitian mengenai fleksibilitas manufaktur dalam kontek IKM masih jarang dilakukan. Penelitian ini
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 merupakan suatu upaya untuk lebih memahami secara teori dan praktek-praktek fleksibilitas manufaktur, terutama dalam kontek IKM. Secara khusus, penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi dan menganalisis keterkaitan fleksibilitas manufaktur dengan kapabilitas inovasi dan kinerja industri. Khusus untuk riset ini, maka identifikasi dan analisis terhadap variabel atau faktor yang mempengaruhi pertumbuhan industri kecil dan menengah sangat penting. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam menyusun strategi dan kebijakan pengembangan IKM, baik ditingkat mikro maupun makro.
METODE PENELITIAN Pada dasarnya penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis keterkaitan antara fleksibilitas manufaktur, kapabilitas inovasi, dan kinerja industri. Secara konseptual, model peneltian ini diperlihatkan pada gambar 1. Gambar 1 menunjukan model penelitian ini dimana fleksibilitas manufaktur berlaku sebagai variabel eksogen, kapabilitas inovasi berlaku sebagai variabel eksogen sekaligus variabel endogen, dan kinerja industri berlaku sebagai variabel endogen.
65
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
Gambar 1. Model penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Konstrak Dalam penelitian ini, pengujian validitas konstrak (variabel laten) dilakukan dengan menggunakan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA). Confirmatory Factor Analysis dirancang untuk menguji multidimensionalitas dari sebuah konstrak teoritis. Konstrak yang digunakan dalam penelitian ini dibentuk berdasarkan konsep teoritis dengan beberapa indikator (variabel
manifes). Metode Confirmatory Factor Analysis digunakan untuk menguji apakah indikator-indikator tersebut merupakan indikator yang valid sebagai pengukur sebuah konstrak. Dengan kata lain, apakah indikator-indikator tersebut merupakan ukuran unidimensionalitas dari sebuah konstrak. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai-nilai pengujian konstrak sebagaimana terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Validitas konstrak variabel penelitian Konstrak Fleksibilitas Manufaktur Konstrak fleksibilitas manufaktur terdiri dari enam indikator. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa untuk konstrak fleksibilitas manufaktur, mempunyai nilai chi-square sebesar 18,333 dengan probability level sebesar 0,034 (lebih kecil dari syarat minimum) sehingga model konstrak fleksibilitas manufaktur dapat dianggap belum sesuai. Akan tetapi perlu diingat bahwa nilai chi-square adalah rentan atau sensitif terhadap jumlah sampel, sehingga perlu dilihat kriteria kesesuaian yang lain; yaitu nilai TLI dan RMSEA. Dari tabel 5 diketahui bahwa konstrak fleksibilitas VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
manufaktur mempunyai nilai TLI sebesar 0,976 (lebih besar dari syarat minimum) dan nilai RMSEA sebesar 0,077 (lebih kecil dari syarat maksimum). Berdasarkan kriteria kesesuaian TLI dan RMSEA tersebut maka dapat dinyatakan bahwa model untuk konstrak fleksibilitas manufaktur adalah telah sesuai. Semua indikator untuk konstrak fleksibilitas manufaktur juga mempunyai standardized loading lebih besar dari syarat minimum sehingga memenuhi kriteria convergen validity. Konstrak Kapabilitas Inovasi
68
SEMAI TEKNOLOGI Konstrak fleksibilitas manufaktur terdiri dari empat indikator. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa untuk konstrak kapabilitas inovasi, mempunyai nilai chisquare sebesar 6,371 dengan probability level sebesar 0,272 (lebih besar dari syarat minimum) sehingga model konstrak kapabilitas inovasi telah sesuai. Dari tabel 5 diketahui bahwa konstrak kapabilitas inovasi mempunyai nilai TLI sebesar 0,991 (lebih besar dari syarat minimum) dan nilai RMSEA sebesar 0,040 (lebih kecil dari syarat maksimum). Berdasarkan kriteria kesesuaian Chi-square, TLI, dan RMSEA tersebut maka dapat dinyatakan bahwa model untuk konstrak kapabilitas inovasi adalah telah sesuai. Semua indikator untuk konstrak kapabilitas inovasi juga mempunyai standardized loading lebih besar dari syarat minimum sehingga memenuhi kriteria convergen validity. Konstrak Kinerja Industri Konstrak fleksibilitas manufaktur terdiri dari empat indikator. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa untuk konstrak kinerja industri, mempunyai nilai chi-square sebesar 26,602 dengan probability level sebesar 0,000 (lebih kecil dari syarat minimum) sehingga model konstrak kinerja industri dapat dianggap belum sesuai. Akan tetapi perlu diingat bahwa nilai chi-square
ISSN : 1907 - 3259 adalah rentan atau sensitif terhadap jumlah sampel, sehingga perlu dilihat kriteria kesesuaian yang lain; yaitu nilai TLI dan RMSEA. Dari tabel 5 diketahui bahwa konstrak kinerja industri mempunyai nilai TLI sebesar 0,908 (lebih besar dari syarat minimum) dan nilai RMSEA sebesar 0,061 (lebih kecil dari syarat maksimum). Berdasarkan kriteria kesesuaian TLI dan RMSEA tersebut maka dapat dinyatakan bahwa model untuk konstrak kinerja industri adalah telah sesuai. Semua indikator untuk konstrak kinerja industri juga mempunyai standardized loading lebih besar dari syarat minimum sehingga memenuhi kriteria convergen validity. Estimasi Persamaan Struktural Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa berdasarkan parameter chisquare (dengan nilai sebesar 205,684), menunjukan bahwa model sudah sesuai. Hal ini ditunjukan dengan nilai probability level sebesar 0,120 (lebih besar dari syarat minimum). Kesesuaian model juga ditunjukan dari hasil perhitungan parameter TLI yaitu sebesar 0,985 (lebih besar dari syarat minimum) dan parameter RMSEA yaitu sebesar 0,027 (lebih kecil dari syarat maksimum). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai-nilai estimasi persamaan struktural sebagaimana terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. Estimasi persamaan struktural nilai koefisien jalur mereka (β) dan tingkat signifikansinya
Dari tabel 2 diketahui bahwa nilai kausalitas dari konstrak fleksibilitas manufaktur terhadap konstrak kinerja industri adalah sebesar 0,280 dengan nilai probabilitas sebesar 0,017. Berdasarkan besarnya nilai probabilitas tersebut maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik, VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
fleksibilitas manufaktur suatu perusahaan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap kinerja industri dari perusahaan tersebut. Dari tabel 2 juga diketahui bahwa nilai kausalitas dari konstrak fleksibilitas manufaktur terhadap konstrak kapabilitas inovasi adalah sebesar 0,207 70
SEMAI TEKNOLOGI dengan nilai probabilitas sebesar 0,047. Berdasarkan besarnya nilai probabilitas tersebut maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik, fleksibilitas manufaktur suatu perusahaan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap kapabilitas inovasi perusahaan tersebut. Selanjutnya, tabel 2 juga menunjukan nilai kausalitas dari konstrak kapabilitas inovasi terhadap konstrak kinerja industri sebesar 0,190 dengan nilai probabilitas sebesar 0,015. Berdasarkan besarnya nilai probabilitas tersebut maka dapat dinyatakan bahwa secara statistik, kapabilitas inovasi suatu perusahaan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap kinerja industri dari perusahaan tersebut. Ukuran fundamental dari kesesuaian model untuk konstrak kapabilitas inovasi secara keseluruhan adalah chi-square (X2). Nilai chi-square yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan derajat bebasnya menunjukan bahwa matrik korelasi yang diamati dengan matrik korelasi yang diestimasi adalah berbeda secara signifikan, sehingga akan menghasilkan probabilitas (p) yang lebih kecil dari tingkat signifikansinya (α). Sebaliknya, nilai chi-square yang relatif kecil akan menghasilkan probabilitas (p) yang lebih besar dari tingkat signifikansinya (α). Hal ini menunjukan bahwa matrik korelasi yang diamati dengan matrik korelasi yang diestimasi adalah tidak berbeda secara signifikan. Dalam penelitian ini, model analisis data yang digunakan adalah adalah Model Persamaan Struktural, yang merupakan model gabungan dari metode Analisis Faktor Konfirmatori dan Model Persamaan Simultan. Dengan demikian, model dari penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pengukuran dan bagian struktural. Bagian pengukuran adalah bagian yang menghubungkan indikator dengan konstrak, sedangkan bagian struktural menghubungkan konstrak yang satu dengan konstrak yang lain. Dalam model persamaan struktural, salah satu yang harus dijawab oleh peneliti adalah “apakah model yang dibuat VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 mempunyai nilai yang unik sehingga model tersebut dapat diesimasi”. Jika model tidak dapat diidentifikasi, maka tidak mungkin dapat menentukan nilai yang unik untuk koefisien model. Sebaliknya, estimasi parameter akan arbiter apabila suatu model mempunyai beberapa nilai estimasi. Jadi model persamaan struktural dapat dikatakan baik jika hanya mempunyai satu solusi yang unik untuk estimasi parameter. SIMPULAN DAN SARAN Industri kecil dan menengah (IKM) telah mengenal dan berupaya menerapkan fleksibilitas manufaktur untuk menghadapi perubahan atau ketidakpastian lingkungan perusahaan. Akar dari fleksibilitas manufaktur pada IKM adalah didasarkan pada kapasitas IKM dalam merespon perubahan-perubahan lingkungan. Sumber ketidakpastian yang terjadi terkait dengan; meningkatnya tingkat persaingan, perubahan persyaratan dan selera konsumen, perubahan teknologi, dan masalah-masalah sosial dan ekonomi. Makalah ini berupaya untuk menjabarkan hubungan antara fleksibilitas manufaktur dengan kapabilitas inovasi dan kinerja industri. Berdasarkan hasil pengujian dengan model persamaan struktural, dapat dinyatakan bahwa secara statistik, fleksibilitas manufaktur mempunyai dampak yang positif dan signifikan pada kinerja industri. Merujuk pada hasil uji deskriptif, indikator konstrak fleksibilitas manufaktur yang termasuk kategori sudah baik adalah fleksibilitas mesin dan fleksibilitas volume produksi; indikator konstrak kapabilitas inovasi yang termasuk kategori sudah baik adalah kapabilitas inovasi produk dan kapabilitas inovasi organisasi, sedangkan indikator konstrak kinerja industri yang termasuk kategori sudah baik adalah kestabilan kualitas dan ketepatan waktu pengantaran. Pimpinan perusahaan harus menyadari bahwa keberhasilan perusahaan dalam memenangkan persaingan adalah terletak pada kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dan melakukan perubahan 71
SEMAI TEKNOLOGI DAFTAR PUSTAKA Amara, Nabil, et al. (2008): Learning and novelty of innovation in established manufacturing SMEs, Technovation, Vol. 28 No. 7, pp. 450-463 APEC (2006): APEC Symposium on Industrial Clustering for SMEs, APEC SMEs Working Group, Asia-Pasific Economic Cooperation, Chinese Taipei Beach, Roger. et al. (2000): Manufacturing operations and strategic flexibility: survey and cases, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 20 No. 1, pp. 7-30 Beskese, Ahmet. et al. (2004): Quantification of flexibility in advanced manufacturing systems using fuzzy concept, International Journal of Production Economics, Vol. 89 No. 1, pp. 45-56 Bigliardi, Barbara and Dormio, I. Alberto (2009): An empirical investigation of innovation determinants in food machinery enterprises, European Journal of Innovation Management Vol. 12 No. 2, pp. 223-242 Camison, Cesar and Lopez, V. Ana (2010): An examination of the relationship between manufacturing flexibility and firm performance; the mediating role of innovation, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 30 No. 8, pp. 853878 Chang, Shih Chia, et al. (2003): Manufacturing flexibility and business strategy: An empirical study of small and medium sized firms, International Journal of Production Economics, Vol. 83 No. 1, pp. 13-26 Charu, Chandra et al. (2005): Evaluation of enterprise-level benefits of manufacturing flexibility, Omega, Vol. 33 No. 1, pp 17-13 Cousens, Alan et al. (2009): A process for managing manufacturing flexibility, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 29 No. 4, pp. 357-385 VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 Das, Ankur (2001): Towards theory building in manufacturing flexibility, International Journal of Production Research, Vol. 39 No. 18, pp. 4153– 4177 De Souza, E. Derrick and Williams, P. Fredrik (2000): Toward a taxonomy of manufacturing flexibility dimensions, Journal of Operations Management, Vol. 18 No. 5, pp. 577-593 Garcia, Rosanna and Calantone, Roger (2002): A critical look at technological innovation typology and innovativeness terminology; a literature review, The Journal of Product Innovation Management, Vol. 19, pp. 110-132 Hallgren, Mattias and Olhager, Jan (2009); Flexibility configurations: Empirical analysis of volume and product mix flexibility, Omega, Vol. 37 No. 4, Pp. 746-756 Hult, G.T.M. et. al. (2004): Innovativeness: its antecedents and impact on business performance, Industrial Marketing Management, Vol. 33 No. 5, pp. 429438. Hutchison, J. and Das, S.R. (2007): Examining a firm's decision with a contingency framework for manufacturing, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 27 No.2, pp.159180 Jimenez, J. Daniel et al. (2008): Fostering innovation: The role of market orientation and organizational learning, European Journal of Innovation Management, Vol. 11 No. 3, pp. 389412 Jack, P. Eric and Raturi, Amitabh (2002): Sources of volume flexibility and their impact on performance, Journal of Operations Management, Vol. 20 No. 5, pp. 519-548 Lin, Hsiu Fen (2007): Knowledge sharing and firm innovation capability; an empirical study, International Journal of Manpower, Vol. 28 No. 3, Pp. 315332 72
SEMAI TEKNOLOGI Menor, L., Kristal, M.M., Rosenweig, E. (2007): Examining the influence of operational intellectual capital on capabilities and performance, Manufacturing and Service Operations Management, Vol. 9 No.4, pp.559-78 OECD (2005): Oslo Manual; Guidelines for Collecting and Interpreting Technological Innovation Data, Organization for Economic Cooperation and Development, Committee for Scientific and Technological Policy, Paris
Oke, Adegoke (2005): A framework for analyzing manufacturing flexibility, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 25 No. 10, pp. 973-996 Omachonu, K. Vincent and Einspruch G. Norman (2010): Innovation: Implication for Goods and Services, International Journal of Innovation and Technology Management, Vol. 7 No. 2, pp. 109-127 Pagell, Mark and Krause, R. Daniel (2004): Re-exploring the relationship between flexibility and the external environment, Journal of Operations
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 Management, Vol. 21 No. 6, pp. 629649 Panayides, Photis, (2006): Enhancing innovation capability through relationship management and implications for performance, European Journal of Innovation Management, Vol. 9 No. 4, pp. 466483 Rhee, Jaehoon et al. (2010): Drivers of innovativeness and performance for innovative SMEs in South Korea: Mediation of learning orientation, Technovation, Vol. 30 No.1, pp. 65-75 Salavou, Helen (2004): The concept of innovativeness: should we need to focus? European Journal of Innovation Management, Vol. 7 No. 1, pp. 33-44. Sher, J. Peter and Yang, Y. Phil (2005): The effects of innovative capabilities and R&D clustering on firm performance: the evidence of Taiwan's semiconductor industry, Technovation, Vol. 25 No. 1, pp. 33-43 Van Hop, Nguyen (2004): Approach to measure the mix response flexibility of manufacturing systems, International Journal of Production Research, Vol. 42 No. 7, pp. 1407-1418
73
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
RANCANGAN SEBUAH REAKTOR FLUIDIZED BED UNTUK MENGAKOMODASI PROSES AUTOTHERMAL PADA REAKTOR GASIFIKASI BIOMASSA Janter1),2), Z.A. Zainal2) 1)
Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan, Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate Medan 20221 Telp. (061) 6625971, e-mail:
[email protected] 2) School of Mechanical Engineering, University Sains Malaysia, Engineering Campus, 14300 Nibong Tebal, Penang Malaysia ABSTRACT In the beginning, gasification is an endothermal process, where the energy required comes from the system itself. Energy derived from combustion process by using excess air. The quality and composition of producer gas is less good with this method. Reactor designed to accommodate the autothermal biomass gasification process, whereby the energy required for gasification process comes from outside the system. Thus the reactor does not require air as gasification agent and can be replaced with steam or oxygen or mixtures thereof to improve the quality and composition of gas production. The reactor is designed to accommodate the process by using two concentric tubes. Both tubes are connected by small holes at the bottom and the top of the reactor thus heat carrier particles can be circulated internally and continuously throughout the process. Keywords: gasification, endothermal, autothermal, internal circulation.
PENDAHULUAN Gasifikasi adalah suatu proses kimia yang memerlukan panas (thermochemical) yang biasa diterapkan untuk mengubah energi yang tersimpan di dalam biomassa menjadi gas yang mudah terbakar (pdroducer gas) ataupun menjadi gas sintetis (shyntetic gas) [1]. Selanjutnya gas ini dapat digunakan untuk bahan bakar ketel uap (boiler) ataupun motor pembakaran dalam (ICE) untuk menggerakkan pembangkit listrik (generator) untuk membangkitkan energi listrik. Umumnya gasifikasi adalah proses pembakaran menggunakan sedikit udara atau disebut dengan (partial combustion) sebagai gasification agent. Artinya selain proses gasifikasi juga terjadi proses pembakaran (combustion) dalam waktu yang sama. Proses pembakaran ini adalah sangat penting untuk menghasilkan panas (heat) untuk menjaga temperatur sistem selama proses gasifikasi berlangsung. Proses ini tentunya menghasilkan produk gas yang kurang baik dari segi nilai bakar (heat value) dan komposisinya, juga akan bercampur dengan sisa pembakaran biomassa. Selain itu, produk gas akan ter-dilute oleh nitrogen yang VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
mendominasi komposisi udara yang digunakan sebagai gasification agent. Gasifikasi dapat juga dilakukan dengan tanpa menggunakan udara sebagai gasification agent yang disebut dengan gasifikasi tidak langsung (indirect gasification [1]. Dengan mengingat bahwa proses gasifikasi adalah proses yang endothermal, artinya sumber energi untuk proses adalah dari dalam sistem itu sendiri, yaitu panas hasil pembakaran biomassa, maka sebuah desain dan pengembangan reaktor yang baru dapat mengakomodasi proses ini, dimana sumber energi untuk reaktor berasal dari luar sistem. Dengan demikian uap, oksigen ataupun campuran keduanya yang tidak mengandung nitrogen dapat digunakan sebagai gasification agent yang tentunya akan meningkatkan kualitas dari produk gas. Proses seperti ini disebut dengan proses autothermal [2]. Fluidized bed (FB) adalah suatu sistem yang yang biasa digunakan untuk proses gasifikasi biomassa. Umumnya FB terdiri dari sebuah bejana yang umumnya berbentuk tabung (vessel) berisi partikel padat (bed material) dan dilengkapi dengan sebuah 76
SEMAI TEKNOLOGI SIMPULAN DAN SARAN Rancangan reaktor pada tulisan ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan reaktor circulating fluidized, yaitu: 1) Prototipe yang lebih kompak dan dapat menghindarkan terjadinya proses aglomerasi di dalam reaktor. 2) Tidak menggunakan sistim sirkulasi pengembali partikel padat ke dalam reaktor. 3) Efisiensi yang tinggi sebab kehilangan panas (heat lossess) dapat diminimalisasi dengan tidak menggunakan sistem sirkulasi. 4) Pembongkaran dan pembersihan (maintenance) yang mudah dilakukan. 5) Menghasilkan produk gas (producer) yang bersih dan memiliki nilai bakar/kalor yang tinggi. 6) Biaya pembuatan lebih murah.
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 DAFTAR PUSTAKA Belgiorno, V., et al., Energy from gasification of solid wastes. Waste management, 2003. 23(1): p. 1-15. Corella, J., J. Toledo, and G. Molina, A review on dual fluidized-bed biomass gasifiers. Ind. Eng. Chem. Res, 2007. 46(21): p. 6831-6839. Yang, W., Fluidization, solids handling and processing: industrial applications. 1999: William Andrew Publishing. Hofbauer, H., et al., The FICFB gasification process. Developments in thermochemical biomass conversion, 1997. 2: p. 1016-1025. Yang, W., Handbook of fluidization and fluid-particle systems. 2003: CRC. McKendry, P., Energy production from biomass (part 3): gasification technologies. Bioresource technology, 2002. 83(1): p. 55-63. Lim, M. and Z. Alimuddin, Bubbling fluidized bed biomass gasification-Performance, process findings and energy analysis. Renewable Energy, 2008. 33(10): p. 2339-2343. Hofbauer, H., et al. Six years experience with the FICFB-gasification process. 2002.
76
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
ANALISA KONFLIK ARUS LALU LINTAS DI PERSIMPANGAN TANPA SIGNAL PADA JAM PUNCAK
(Study Kasus Jl. Pertempuran Helvetia By Pass - Jl. Veteran Helvetia Medan) Edy Hermanto Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Medan Area Jalan Kolam No.1 Medan Estate ABSTRACT Volume lalulintas Kota Medan experiences of improvement [of] every its year that resulted bertambahnya amount of vehicle ownership. Jam at intersection Street of Pertempuran pincushion was Street of Veteran is one of impact was from growth high enough lalulintas and have not yet berfungsinya system lalulintas well. With concerned about condition of street geometry, current volume lalulintas, resistance from other side and branch environment that is commercial area, then tried to overcome by branch analysis either by using branch analysis not or branch.From analysis result can be concluded that branch Street of Pertempuran have value Saturation Degree (SD) = 0,9556. This value far from assesses saturation degree that suggested by Highway Capacity Manual Project 1997 (HCM)/MKJI 1997 to digress not that is ds =0,85. As for geometry engineering that has been conducted alternatively have not yet can reach desired value of saturation degree that is matching with the one which suggested olen MKJI 1997. Base analysis result and various of alternatives that presented have not yet got optimal result, then to digress referred [as] must be done tidal light lalulintas that is best alternative in solving problem of branch capacities at intersection Street of Pertempuran – Street of Veteran Helvetia Medan.
Keywords :branch not, branch, MKJI 1997 PENDAHULUAN Transportasi adalah pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang dari satu tempat ke tempat yang lainnya dengan menggunakan jaringan transportasi. Medan merupakan kota perdagangan dan kota pendidikan yang selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk dan jumlah kendaraan setiap tahunnya. Akibatnya terjadi peningkatan pengguna jaringan lalulintas, sehingga perlu ditunjang dengan pelayanan fasilitas-fasilitas lalulintas yang memadai, terutama pada persimpangan jalan yang potensial menimbulkan hambatan bila tidak ditangani secara teknis. Daerah di sekitar persimpangan Jl. Pertempuran Helvetia By Pass dan Jl. Veteran Helvetia Medan termasuk kawasan bisnis, perumahan dan pendidikan, sehingga memiliki lalulintas yang kompleks dan tingkat pertumbuhan lalulintas yang cepat. Hal ini dipengaruhi dengan kurangnya fasilitas yang memadai seperti tidak adanya lampu isyarat lalulintas, tidak adanya rambu-rambu lalulintas pada simpang sehingga mengakibatkan kapasitas persimpangan tersebut kurang mampu menampung arus lalulintas yang lewat. Kondisi yang terjadi di atas menyebabkan terjadinya kemacetan pada persimpangan Jl. Veteran Helvetia, yaitu terjadi antrian yang cukup panjang di lengan simpang. Hal ini mengakibatkan terjadinya tundaan pada kendaraan, yang berakibat bertambahnya biaya operasional dan waktu tempuh kendaraan. Masalah ini sangat terasa terutama pada jam-jam sibuk, sehingga perlu dianalisis untuk kemudian dicari pemecahannya. Permasalahan Menganalisa konflik arus lalu lintas yang terjadi di persimpangan Jalan Pertempuran Helvetia By Pass dan Jalan Veteran Helvetia Medan. Serta mengevaluasi pergerakan yang terjadi akibat dari gerak kendaraan yang melewati persimpangan tersebut dan mencari derajat kejenuhan, tundaan dan peluang antrian pada simpang serta cara meminimalisir konflik.. VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
80
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persimpangan Jalan Persimpangan merupakan bagian yang kritis dalam pergerakan lalu lintas kendaraan. Persimpangan merupakan suatu tempat dimana dua atau lebih ruas jalan bertemu atau bersilang. Persimpangan dapat juga didefenisikan sebagai suatu daerah umum dimana dua atau lebih ruas jalan akan bertemu atau berpotongan, mencakup fasilitas jalur jalan dan tepi jalan dimana lalu lintas dapat bergerak di dalamnya. Persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan dimana jalan-jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan ( MKJI 1997 ) Jenis-jenis Persimpangan Berdasarkan geometriknya, persimpangan dapat dibedakan atas dua jenis, antara lain : 1. Persimpangan Sebidang Merupakan pertemuan atau perpotong-an dari beberapa ruas jalan pada suatu bidang yang sama. Persimpangan sebidang ini terdiri dari beberapa tipe yaitu : o Persimpangan tanpa kanalisasi dan tidak ada pelebaran o Persimpangan tanpa kanalisasi dengan pelebaran o Persimpangan dengan kanalisasi 2. Persimpangan Tidak Sebidang Merupakan pertemuan dua atau lebih ruas jalan dan terdapat satu atau lebih jalan Berdasarkan bentuknya, persimpangan tidak sebidang dapat dilihat sebagai berikut :
lain.
a. Persimpangan Bersinyal Yaitu persimpangan dengan isyarat lampu, rambu dan marka pelengkap sebagai pengatur lalu lintas. Adapun tujuannya adalah untuk memisahkan lintasan dari gerakan lalu lintas yang bertentangan dalam dimensi waktu. b.Persimpangan Tanpa Sinyal Yaitu persimpangan tanpa lampu lalu lintas dimana pengaturan yang dilakukan adalah prioritas arus yang diutamakan adalah dari sebelah kiri. Persimpangan ini dibagi menjadi : 1. Persimpangan tanpa pengendalian 2. Persimpangan dengan pengendalian ruang 3. Persimpangan dengan prioritas (Priority Intersection) Dari hasil perhitungan diperoleh nilai ketinggian : LU = + 2,30 cm, LS = - 3,30 cm, LT = + 1,2 cm dan LB = - 0,70 cm. Kemiringan masing-masing lengan diperoleh dengan membagi nilai vertikal ini dengan nilai horisontal 10 meter. Diperoleh nilai kemiringan : LU = 0,23 %, LS = 0,33 %, LT = 0,12 % dan LB = 0,07 %.
Gambar 6 : Kondisi geometrik simpang
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
85
SEMAI TEKNOLOGI
Tabel 3. Penentuan Golongan Median Jalan % Grade Datar (D) 0,23 Perbukitan (B) 0,33 Pegunungan (g) 0,12 Sumber: Data Lapangan Simpang Jl. Pertempuran – Jl. Veteran
Tabel 4. Persentase Kemiringan Jalan Jalan % Grade Jl. Pertempuran (Utara) 0,23 Jl. Pertempuran (Selatan) 0,33 Jl. Veteran 0,12 Sumber: Data Lapangan Simpang Jl. Pertempuran – Jl. Veteran
Kondisi Lingkungan Tiga faktor yang ditinjau untuk menentukan kondisi lingkungan simpang Jl. Pertempuran – Jl. Veteran yaitu tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan ukuran kota. 1.Tipe Lingkungan Jalan Dilihat dari tata letak simpang, simpang ini berada pada kawasan bisnis,pendidikan dan perumahan. Lengan timur merupakan kawasan perumahan, pendidikan. Berdasarkan MKJI 1997 tipe lingkungan jalan ini digolongkan tipe lingkungan jalan minor, Lengan Selatan dan Utara adalah merupakan daerah pendidikan yang memiliki tingkat lalulintas yang tinggi, juga terdapat Gudang, serta perumahan dan toko-toko permanen yang juga memiliki tingkat lalulintas yang tinggi. Berdasarkan MKJI 1997 tipe lingkungan jalan ini digolongkan tipe lingkungan jalan komersial. 2. Hambatan Samping Hambatan samping terbesar terjadi pada jalan utama yang merupakan jalur yang dilalui lalulintas dengan kondisi yang komplek. Hambatan samping ini berupa : a. Kendaraan parkir pada badan jalan.
ISSN : 1907 - 3259 b. Kendaraan yang keluar masuk area parkir. c. Calon penumpang yang menggunakan angkutan umum. d. Angkutan umum yang menaikan dan menurunkan penunpang pada daerah simpang. Berdasarkan MKJI 1997 tipe hambatan samping digolongkan tipe hambatan samping tinggi.
3. Ukuran Kota Data jumlah penduduk Kota Medan Pada Tahun 2007 yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik adalah 2.270.970 jiwa. Berdasarkan MKJI 1997 untuk ukuran kota dengan jumlah penduduk sebanyak ini digolongkan kedalam ukuran kelas kota besar. Volume Arus Lalulintas Survei lalulintas dilakukan pada jamjam sibuk dengan menggunakan lembar kerja. Pencacahan kendaraan dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada hari Senin, Selasa, dan Rabu tanggal 31 Agustus, 01, 02 - September 2009 untuk periode jam sibuk Pagi pukul 07.00 – 09.00 WIB, periode jam sibuk Siang pukul 12.00 – 14.00 WIB, periode jam sibuk Sore Pukul 16.00 – 18.00 WIB. Komposisi lalulintas kendaraan yang disurvei pada simpang dikelompokan atas 4 jenis, yaitu: 1. Kendaraan Berat (Heavy Vehicles, HV) antara lain : Bus besar, Truk Minyak, Truk Angkutan. 2. Kendaraan Ringan (Light vehicles, LV) antara lain: Bus Angkutan, Pick up, colt, kijang, sedan, jeep. 3. Sepeda Motor (Motor cycles, MC) 4. Kendaraan Tak Bermotor (Unmototorized, UM) adalah sepeda, gerobak dorong dan becak.
Tabel 5. Volume Jam Puncak Simpang Periode Waktu (WIB) Jumlah Volume Simpang (smp/jam)
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
85
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
07.00 – 08.00 07.15 – 08.15 07.30 – 08.30 07.45 – 08.45 08.00 – 09.00
Senin, 31/08/2009 1766 1730 1627 1541 1610
Selasa, 01/09/2009 1210 1223 1064 949 1006
Rabu, 02/09/2009 1362 1383 1258 1248 1360
12.00 – 13.00 12.15 – 13.15 12.30 – 13.30 12.45 – 13.45 13.00 – 14.00
946 1045 1059 1078 1173
1086 1210 1199 1233 1331
1274 1363 1365 1336 1454
16.00 – 17.00 1168 1480 1521 16.15 – 17.15 1046 1283 1374 16.30 – 17.30 1298 1215 1105 16.45 – 17.45 1118 1323 1056 17.00 – 18.00 1650 1302 1273 PUNCAK 1766 1480 1521 Sumber: Perhitungan Data Lapangan Simpang Jl. Pertempuran – Jl. Veteran
Dari hasil survei yang dilakukan, didapatkan volume kendaraan pada simpang Jl. Pertempuran – Jl. Veteran yang tertinggi adalah pada pukul 07.00 – 08.00 WIB pagi, yaitu 1766 smp/jam. Data volume ini akan menjadi acuan yang dipakai dalam melakukan analisis simpang Jl. Pertempuran – Jl. Veteran. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Persimpangan Jl. Pertempuran Helvetia By Pass dan Jl. Veteran Helvetia Medan Terletak di Kota Medan (Medan Helvetia), dengan lengan-lengan pertemuan.
Gambar 7. Peta Kota Medan
Lokasi Penelitian Gambar 8. Peta Kecamatan Medan Barat
Survei Pendahuluan dan Pemilihan Lokasi 1 Pengumpulan Data Data primer didapat dengan cara observasi atau pengamatan di lokasi penelitian sedangkan Data sekunder didapat dengan menginventarisasi data yang merujuk pada data dari instansi terkait meliputi data VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
82
SEMAI TEKNOLOGI
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diambil kesimpulan: 1. Berdasarkan geometrik, simpang tersebut terletak pada daerah padat penduduk, yang mana daerah tersebut merupakan wilayah Pendidikan, Permukiman Penduduk, Perdagangan dan Bisnis dan simpang tersebut merupakan salah satu akses jalan utama Medan – Aceh. Sehingga Simpang tersebut pada jam puncak sering mengalami Arus jenuh. 2. Alternatif I : Kinerja simpang untuk kondisi simpang tak bersinyal pada keadaan eksisting menunjukan nilai derajat kejenuhan DS = 0,9556, setelah dilakukan kombinasi Pemasangan Rambu larangan berhenti pada simpang tak bersinyal ini menghasilkan DS = 0,89, serta menghasilkan antrian dan tundaan yang tinggi. 3. Alternatif II : Kinerja simpang untuk kondisi simpang tak bersinyal pada keadaan eksisting menunjukan nilai derajat kejenuhan DS = 0,9556, setelah dilakukan kombinasi Kombinasi pelebaran jalan utama dan pemasangan rambu larangan berhenti pada simpang tak bersinyal ini menghasilkan DS = 0,901, serta menghasilkan antrian dan tundaan yang tinggi. 4. Alternatif III : Kinerja simpang untuk kondisi simpang tak bersinyal pada keadaan eksisting menunjukan nilai derajat kejenuhan DS = 0,9556, setelah dilakukan kombinasi pelebaran jalan utama, pelebaran jalan minor dan pemasangan rambu larangan berhenti pada simpang tak bersinyal ini menghasilkan DS = 0,9164, serta menghasilkan antrian dan tundaan yang tinggi. Nilai ketiga Alternatif ini lebih besar dari nilai yang disarankan oleh MKJI 1997 104 yaitu DS = 0,85, sehingga alternatif pemecahan masalah dengan analisa konflik simpang tak bersinyal yang dilaksanakan VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 pada tugas/penelitian ini untuk mendapatkan kapasitas yang memadai bagi arus lalulintas pada jam puncak belum optimal. Saran Dari penelitian dapat diberikan beberapa saran: 1. Penambahan lebar pada pendekat Jl. Pertempuran Utara – Jl. Veteran Helvetia harus direncanakan ulang agar dapat menampung jumlah kendaraan. 2. Simpang tersebut lewat jenuh, perlu pertimbangan dalam merencanakan, mendesaian atau melakukan perubahan pada simpangan tersebut. 3. Perlu adanya analisis simpang bersinyal yang tepat sesuai dengan MKJI 1997. 4. Perlu adanya studi lanjutan analisis yang lebih luas dengan mengkoordinasikan simpang yang diteliti ini dengan simpang lain yang ada di sekitar simpang yang diteliti. 5. Pemasangan lampu lalulintas sesuai dengan yang direncanakan. 6. Pemasangan Rambu Lalu lintas dan marka jalan ditempatkan pada tempat yang dapat terlihat oleh pengemudi atau pengguna jalan. 7. Diharapkan analisis-analisis simpang tak bersinyal dan bersinyal dapat dilakukan secara bertahap, agar dapat mengetahui apakah keadaan eksisting pada Simpang tersebut masih dalam kondisi yang aman. DAFTAR PUSTAKA Al Muntadar, 2008, Analisa Konflik Arus Lalu Lintas Di Persimpangan Tanpa Sinyal Pada Jam Puncak, Tugas Akhir, PSTS, FT, UMA, Medan BPS Medan, 2007, Jumlah Pertumbuhan Penduduk Kota Medan, Sumatera Utara. Departemen Pekerjaan Umum, 1997, Standard Geometrik Jalan Perkotaan, RSNI T – 14 - 2004, Direktorat Jendral Bina Marga Indonesia. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota, 1999, Rekayasa Lalu Lintas : 83
SEMAI TEKNOLOGI Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Lalu Lintas di Wilayah Perkotaan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.Dirjend Bina Marga Indonesia, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum Fatimah Nurul Binti Abdul Latif, 2008, Analisis Persimpangan Tanpa Lampu Isyarat Bagi Simpang Tiga, Tugas Akhir, Fakulty Kejuruan Awam, UTM, Malaysia. Hobbs, F. D., 1995, Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Edisi ke-2 (Terjemahan), Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta. Jotin Khisty, C., dan Kent Lall, B., 2005, Dasar-dasar Rekayasa Transportasi (jilid 1), Edisi Ketiga (terjemahan), Erlangga, Jakarta. Ma’soem Dadang Muhammad, 2008, Persimpangan Jalan Pada Persimpangan Jalan, Makalah Jurnal, Pusat Penelitian Jalan dan Jembatan. Morlok Edward K, 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta. Oglesby, C. H., Hicks, R. G. 1982. Teknik Jalan Raya, Edisi ke-4 (terjemahan), Erlangga, Jakarta. Setiawan Rudi, ST. MT, 2008, Simulasi Manajemen Lalu Lintas Untuk
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 Mengurangi Kemacetan di Perumahan Jemur Andayani, Makalah Simposium XI, JTS, FTSP, Universitas Kristen Petra, Surabaya. Setiawan Rudy, Tedjokusuma Sukanto, Hengky dan Harjono Tonni, 2008, Program Perhitungan Persimpangan Bersinyal Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, Makalah, JTS, FTSP, Universitas Kristen Petra, Surabaya. Wisnhukoro, 2008, Analisis Simpang Empat Tak Bersinyal Dengan Menggunakan Manajemen Lalu Lintas, Tugas Akhir, JTS, FTSP, UII, Yogyakarta.
84
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
PEMUKIMAN KUMUH DI PERKOTAAN (Studi Kasus di Kecamatan Medan Denai) Nurmaidah Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Medan Area ABSTRACT A house perhaps is a dream for everybody. Whatever the condition, one’s live mostly is started, enjoyed and finished in a house. However, not everybody can afford their dreaming house. Most poor people in urban areas have to live in substandard housing. Although hundreds of experts have been sent and millions $US have been spent to solve this problem, however, housing problems in the Third World is still acute. In fact, part of Indonesia people specially some of urban Medan should live in slum settlement. For some people, slum is perceived as a problem. However, from different perspective, slum can be regarded as a solution especially for the marginal groups in urban areas. What is our opinion? What cause of slum? And what is appropriate solution to improve it? Keywords: slum settlement and problem
PENDAHULUAN Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan besar dan komplek dalam perkembangan kota-kotanya. Salah satu aspek dari pembangunan nasional adalah mengusahakan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang layak di lingkungan yang sehat. Sebagai salah satu ciri negara berkembang adalah sangat pesatnya perkembangan penduduk perkotaan terutama kota-kota besar dari negara tersebut, sebagai akibat dari tingginya angka pertumbuhan penduduk.Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia serta mutu kehidupan yang sejahtera dalam masyarakat yang adil dan makmur. Perumahan dan permukiman juga merupakan bagian dari pembangunan nasional yang perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, terencana, dan berkesinambungan. Masalah yang timbul kemudian berkembang kearah pemukiman juga lingkungannya sehingga kebutuhan penduduk akan tempat tinggal atau perumahan menjadi tinggi. Sebab dari tingkat pendapatan, pendidikan, juga pekerjaan masing-masing penduduk yang berbeda akan menyebabkan berbeda pula daya beli mereka VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
terhadap suatu tempat tinggal (rumah). Penghuni kawasan pemukiman kumuh ini sebagian besar adalah penduduk yang menggantungkan matapencaharian dari sektor informal (berdagang dan buruh). Tingkat kemampuan ekonomi yang sangat rendah dari masyarakat dan keterkaitan yang tinggi dengan tempat memperoleh mata pencaharian, menyebabkan berdirinya permukiman–permukiman yang dipaksakan untuk berada berdekatan dengan lokasi pekerjaan. Secara umum tingkat kesadaran masyarakat belum mencerminkan keinginan yang mendalam untuk menciptakan kondisi lingkungan disekitarnya menjadi lebih sehat, perumahan yang berdempet dan tidak teratur, banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan, saluran air yang tidak lancar alirannya karena penumpukan sampah di badan saluran, proses pengumpulan sampah yang tidak lancar disebabkan kurangnya pembiayaan, pewadahan sampah yang belum ada, sehingga akan timbul permasalahan terhadap kawasan permukiman kumuh berupa bahaya kebakaran, banjir, masalah kesehatan dan lingkungan.Pemasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: karakteristik pemukiman kumuh di Lingkungan III, V dan VII Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai dan apakah pekerjaan, pendapatan, dan 85
SEMAI TEKNOLOGI pendidikan berpengaruh terhadap alasan pemilihan lokasi tempat tinggal pada pemukiman kumuh. TINJAUAN PUSTAKA Pada umumnya masalah pemukiman di kawasan perkotaan terjadi karena: a. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi baik berasal dari pertumbuhan alamiah maupun terjadi akibat arus urbanisasi. b. Mahalnya pembangunan rumah di kota ditunjang dengan keterbatasan lahan. c. Rendahnya kemampuan penduduk untuk tinggal di kawasan pemukiman layak huni karena keterbatasan kondisi ekonomi. d. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat terutama masyarakat ekonomi bawah. UU Perumahan dan Pemukiman No.4 tahun1992 disebutkan beberapa pengertian tentang shelter, rumah, perumahan dan pemukiman antara lain: a. Shelter, yang artinya sebagai suatu bangunan yang berfungsi sebagai tempat berlindung dari sesuatu. b. Rumah, yaitu diartikan sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. c. Perumahan, yaitu didefinisikan sebagai kelompok rumah-rumah yang berfungsi sebagi lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian, yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Kelompok masyarakat yang bermukim pada suatu tempat atau ruang bukanlah merupakan komunitas jika tidak ada keterkaitan hubungan diantara mereka yang bisa terjadi secara sosial, budaya maupun ekonomi, menurut Tetuko dalam Sativa (2001) mengatakan bahwa komunitas memiliki makna dalam tiga hal yaitu : a. Suatu kelompok yang memiliki ruang tertentu. b. Suatu kelompok yang mempunyai sifat sama.
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 Suatu kelompok yang dibatasi oleh identitas budaya yang sama dan dibentuk dengan hubungan sosial yang sama. Secara garis besar, rumah memiliki empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia, dalam Sri Kurniasih (2007),adalah: a. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia. b. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusi. c. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit. d. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan Menurut UU Pemukiman dan Perumahan pasal 22 UU No.4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman tidak layak huni antara lain : a. Berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan / tata ruang. b. Kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas. c. Rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan. d. Kualitas umum bangunan sangat rendah. e. Tidak melayani prasarana lingkungan yang memadai. f. Membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya. Menurut Santoso J, (2002) pemukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan pemukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio pemukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Yang menjadi penyebabnya adalah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan. Pada umumnya ciri-ciri kawasan kumuh dapat dilihat dari: 86
SEMAI TEKNOLOGI a.
ISSN : 1907 - 3259
Kondisi rawan lingkungan fisik, yaitu rawan banjir, kebakaran, sarana prasarana kurang memadai, sanitasi lingkungan buruk, tidak ada sumber air bersih, perumahan padat dan kurang layak huni. b. Kondisi ekonomi rendah, dimana penduduknya berpenghasilan rendah dan sangat rendah dengan tingkat pengangguran tinggi. c. Kondisi sosial rendah, dimana tingkat pendidikan rendah, tempat sumber kriminalitas dan tingkat kesehatan rendah. d. Aspek hukum, dimana terdapat hunian tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Faktor ekonomi meliputi kemampuan seseorang untuk memperoleh hunian yang memenui syarat. Kemampuan itu berupa pendapatan atau penghasilan yang diperoleh untuk menentukan jenis hunian yang diinginkan. Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin baik pula kualitas huniannya. Faktor sosial dan budaya adalah kemampuan seseorang beradaptasi atau berintraksi dengan lingkungan tempat tinggalnya dengan bermacam latar belakang sosial budaya yang ada sehingga dapat menjalankan kehidupan bermasyarakat. Yang penting bagi mereka adalah mereka tidak diusir atau digusur, sesuai
dengan cara berpikir mereka bahwa rumah adalah sebuah fasilitas. Faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan mata pencaharian berpengaruh terhadap sosial ekonomi masyarakat menjadikan peningkatan kualitas pemukiman kumuh di perkotan adalah: a. Pendapatan keluarga berpengaruh terhadap peningkatan kualitas rumah dimana semakin besar pendapatan keluarga semakin tinggi kualitas rumahnya. b. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan kondisi lingkungan rumah, hal ini menunjukkan bahwa dengan pengetahuan yang tinggi, lingkungan rumah akan dapat ditata dan diatur sedemikian rupa sehingga memiliki kualitas rumah yang baik. c. Sedangkan faktor mata pencaharian merupakan salah satu faktor yang sangat dominan dalam suatu lingkungan pemukiman (rumah khususnya). Lokasi Penelitian dan Metodologi Penelitian karakterisstik pemukiman kumuh di perkotaan mengambil lokasi di Kota Medan tepatnya pada Kecamatan Medan Denai Kelurahan Tegal Sari II pada Lingkungan III, V dan VII. Lokasi penelitian ini mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi.
Gambar Peta Kecamatan Medan Denai
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
87
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
Populasi target penelitian ini adalah seluruh warga yang bertempat tinggal di Kelurahan Tegal Sari II, sedangkan populasi jangkauannya adalah lingkungan III, V dan VII (table 1). Teknik Sampling yang digunakan adalah ClusterRandom Sampling. Penelitian ini merupakan penelitian survey, yang dilaksanakan untuk melihat banyaknya pemukiman kumuh di perkotaan. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas terdiri dari (gambar 2):
Tabel 1. Distribusi Sampel dalam Penelitian No Lokasi Jumlah KK 1 Lingkungan III 301 2 Lingkungan V 285 3 Lingkungan VII 280 866 Sumber: Data Penelitian 2010
1. Faktor internal, informasi responden (X1) yang meliputi: jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan terakhir, agama yang dianut, suku, status kepala keluarga, jumlah anak, keluarga lain. 2. Faktor ekstemal kelompok (X2) adalah pekerjaan, pendapatan, status rumah, luas rumah, jarak rumah, tata letak rumah, jumlah kamar tidur, letak kamar mandi, saluran pembuang, tempat sampah, jenis konstruksi. Variabel tidak bebas (Y1) adalah alasan memilih tinggal di pemukiman kumuh
Jumlah Responden 31 30 29 90
PEKERJAAN (X2) PENDAPATAN (X2)
ALASAN MEMILIH TINGGAL DI LOKASI (Y1)
PENDIDIKAN (X1)
Gambar 2 : Desain Penelitian 2010
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekakatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah melakukan analisis deskriptif terhadap data dan hasil pengamatan. Sedangkan untuk melihat hubungan-hubungan variabelvariabel yang diamati, dianalisis dengan menggunakan tehnik korelasi Pengujian Spearman's rho menggunakan tingkat singnifikasi pada taraf kepercayaan 0.05 dan 0.01. Untuk memudahkan pengolahan data digunakan program SPSS. Metode ini dipakai untuk menganalisa ada tidaknya VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
korelasi antara dua variabel yang akan dianalisa yaitu variabel terikat (defenden) adalah alasan memilih tinggal di lokasi dan variabel bebas (indefenden) adalah pekerjaan keluarga, pendapatan keluarga dan pendidikan keluarga.
88
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
Pada tabel 4, Model Summary di atas dapat dilihat nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,969 menunjukkan hubungan yang sangat kuat. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,939 berarti alasan memilih tinggal di lokasi penelitian pada Kelurahan Tegal Sari II sebesar 93,9 persen disebabkan karena tingkat pekerjaan responden, tingkat pendapatan responden dan tingkat pendidikan responden. Sedangkan 0,061 persen pengaruh faktor lain. Persamaan Regresi Sederhana Y = a + b X1, ber-dasarkan hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 0,357 + 0,685 X1, dimana harga a = 0,357 dan harga b = 0,685. Persamaan regresi digunakan untuk melakukan ramalan
(forecasting/estimasi) bagaimana pengaruh variable independent (pekerjaan) terhadap besarnya perubahan variable dependent (alasan memilih tinggal di lokasi). Apabila nilai X1 naik sebesar satu satuan, maka nilai Y akan bertambah sebesar 0,685 satuan. Artinya apabila nilai pekerjaan naik dari skor 1 ke skor 2 maka alasan memilih tinggal di lokasi akan naik sebesar 0,685.t hitung (12.213) > t tabel (1,980), maka Ho ditolak, jadi koefisien regresi signifikan berarti pekerjaan sangat erat berpengaruh dengan alasan memilih tinggal di lokasi. Atau Asymp Sig (0,000) < α (0,05), maka Ho ditolak, jadi koefisien regresi signifikan.
Tabel 6. Hubungan Pendapatan Dengan Alasan Memilih Tinggal Di Lokasi Model 1
Variables Entered
Method
Variables Removed
pendapatan(a)
.
a All requested variables entered.
Enter
b Dependent Variable: alasan
Tabel 7.Model Summary Model
R
R Square
1
.969(a)
.939
Adjusted R Square .938
Std. Error of the Estimate .295
a Predictors: (Constant), pendapatan Tabel 8.Coefficients(a) Unstandardized Coefficients
Model
1
(Constant) pendapatan
B
Std. Error
-.178 1.112
.071 .030
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
B
Std. Error
.969
-2.508 36.603
.014 .000
a Dependent Variable: alasan Pada Tabel 7 Model Summary diatas dapat dilihat nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,969 menunjukkan hubungan yang sangat kuat. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,939 berarti alasan memilih tinggal di lokasi penelitian pada Kelurahan Tegal Sari II sebesar 96,9 persen disebabkan karena tingkat pekerjaan responden, tingkat pendapatan responden dan tingkat pendidikan responden. Hanya 3,1 persen penyebab variasi yang tidak diketahui atau dipengaruhi faktor lain. VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Persamaan Regresi Sederhana Y = a + b X2, berdasarkan hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = -0,178 + 1,112 X2, dimana harga a = - 0,178 dan harga b = 1,112. Persamaan regresi digunakan untuk melakukan ramalan (forecasting/estimasi) bagimana pengaruh variable independent (pendapatan) terhadap besarnya perubahan variable dependent (alasan memilih tinggal di lokasi). Apabila nilai X2 naik sebesar satu satuan, maka nilai Y akan bertambah sebesar 1,112 satuan. 89
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
Yang artinya apabila nilai pekerjaan naik dari skor 1 ke skor 2 maka alasan memilih tinggal di lokasi akan naik sebesar 1,112. Sedangkan a = - 0,178 , artinya walaupun responden tidak mempunyai pendapatan, alasan memilih tempat tinggal tetap ada. t hitung
(36,603) > t tabel (1,980), maka Ho ditolak, jadi koefisien regresi siknifikan berarti pendapatan sangat erat berpengaruh dengan alasan memilih tinggal di lokasi.. Atau Asymp Sig (0,000) < α (0,05), maka Ho ditolak, jadi koefisien regresi siknifikan.
Tabel 9 :Hubungan Pendidikan dengan Alasan Memilih Tinggal di Lokasi Model 1
Variables Entered
Variables Removed
pendidikan(a)
.
a All requested variables entered.
Method Enter
b Dependent Variable: alasan
Tabel 10 :Model Summary Model
R
R Square
1
.894(a)
.799
Adjusted R Square .797
Std. Error of the Estimate .534
a Predictors: (Constant), pendidikan
Tabel 11.Coefficients(a) Unstandardized Coefficients
Model
1
(Constant) pendidikan
B
Std. Error
-.291 1.033
.143 .055
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
B
Std. Error
.894
-2.034 18.615
.045 .000
a Dependent Variable: alasan Pada Tabel 10, 5.24 Model Summary diatas dapat dilihat nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,894 menunjukkan hubungan yang sangat kuat. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,799 berarti alasan memilih tinggal di lokasi penelitian pada Kelurahan Tegal Sari II sebesar 79,9 persen disebabkan karena tingkat pekerjaan responden, tingkat pendapatan responden dan tingkat pendidikan responden. Hanya 20,1 persen penyebab variasi yang tidak diketahui atau dipengaruhi faktor lain. Persamaan Regresi Sederhana Y = a + b X3, berdasarkan hasil perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = -0,291 + 1,112 X3, dimana harga a = - 0,291 dan harga b = 1,033. Persamaan regresi digunakan untuk melakukan ramalan (forecasting/estimasi) bagimana pengaruh variable independent (pendidikan) terhadap VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
besarnya perubahan variable dependent (alasan memilih tinggal di lokasi). Apabila nilai X3 naik sebesar satu satuan, maka nilai Y akan bertambah sebesar 1,033 satuan. Yang artinya apabila nilai pekerjaan naik dari skor 1 ke skor 2 maka alasan memilih tinggal di lokasi akan naik sebesar 1,033. Sedangkan a = - 0,291 , artinya walaupun responden tidak mempunyai pendidikan, alasan memilih tempat tinggal tetap ada. t hitung (18,615) > t tabel (1,980), maka Ho ditolak, jadi koefisien regresi siknifikan berarti pendidikan sangat erat berpengaruh dengan alasan memilih tinggal di lokasi.. Atau Asymp Sig (0,000) < α (0,05), maka Ho ditolak, jadi koefisien regresi siknifikan. Pekerjaan, pendapatan, pendidikan berhubungan dan berpengaruh dengan alasan memilih tinggal dilokasi pemukiman kumuh 90
SEMAI TEKNOLOGI SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, rumah merupakan asset dalam rangka pengembangan kehidupan sosial dan ekonomi bagi pemiliknya, walaupun tinggal di kerapatan bangunan yang berada di gang sempit, sehingga mendorong munculnya kawasan kumuh di daerah penelitian Berdasarkan berbagai uraian dan pengkajian analisa disimpulkan bahwa: 1. Kehidupan sosial masyarakat di Kelurahan Tegal Sari II pada Lingkungan III,V dan VII dilihat dari tingkat (pekerjaan, pendapatan dan pendidikan) homogen. Pekerjaan yang dominan yaitu 42 persen responden bekerja sebagai pedagang/wiraswasta dan 32 persen responden bekerja sebagai buruh, walaupun ada mempunyai pekerjaan pegawai swasta dan juga pegawai negeri. Mempunyai pendapatan Rp 500.000,- – Rp 700.000,sebanyak 32 persen responden dan sebanyak 30 persen responden sebesar Rp 700.000,- – Rp 1.000.000,- tetapi masih ada yang pendapatan responden lebih dari Rp1.500.000,-. Untuk pendidikan responden diperoleh bahwa tamat SD sebanyak 30 persen dan tamat SMP/sederajat sebanyak 27 persen responden, sedangkan tamat perguruan tinggi sebanyak 2 persen responden. 2. Faktor sosial ekonomi (pekerjaan, pendapatan dan pendidikan) sangat berpengaruh signifikan dengan alasan memilih tinggal dilokasi penelitian di Kelurahan Tegal Sari II Kecamatan Medan Denai. Saran Untuk meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman di Kelurahan Tegal Sari II Kecamatan Medan Denai. 1. Untuk Pemerintah Kota beserta instansi yang terkait, mengontrol masyarakat menerapkan sangsi yang tegas berkaitan dengan pelanggaran pemenfaatan tata VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 ruang agar pemukiman kumuh dapat di kurangi 2. Bagi Akademik, dapat menjadi bahan perbandingan juga membuat penelitan lebih lanjut tentang pemukiman kumuh di perkotaan. DAFTAR PUSTAKA ArikuSuharsimi (1995), Manajemen Penelitian,Penerbit Rineka Cipta,Jakarta Blaang, Djemabut (ed.), 1986 : Perumahan dan Permukiman: Sebagai Suatu Kebutuhan, Yayasan Obor, Jakarta. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002..Kebijakan dan Strategi Nasional Bidang Perumahan dan Permukiman di Indonesia. Direktorat Jendral Perumahan dan Permukiman.Jakarta Ditjen Bangda Depdagri http//www. damandiri.or.id/file/sitiumajahmasjkuri unair/ donwload 19 April 2010 Drakakis-Smith,David (1980); (terjemahan) Perencanaan Kota, Jakarta: Erlangga. Drakakis-Smith, David (1980); Urbanisation, housing, and the Development Process, New York:ST.Martin’s Press Harisabari Yunus,(1994) Teori Dan Model Struktur Keruangan Kota, Fakultas Geografi UGM.Yogyakarta. Jo Santoso, Budi PI, Parwoto, (2002) Sistem Perumahan Sosial di Indonesia, Centre for Urban Studies. Menteri Perumahan Rakyat. 1993.Surat Edaran No.04/SE/M/I/1993 Jakarta Sri Kurniasih,(2007).Usaha Perbaikan Pemukiman Kumuh Di Pertukangan Utara-Jakarta Selatan (http://peneliti. bl.ac/wp-content/uploads/2007/05/ Parsudi S., Segi Sosial Dan Ekonomi PermukimanKumuh,htt://www.pu.go.id Silas, J., (1990) Kampung Surabaya Menuju Metropolitan , Gramedia, Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman.
91
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
ANALISIS ADAPTASI DESAIN BANGUNAN FASILITAS WISATA TERHADAP ELEMEN-ELEMEN REGIONAL MENGGUNAKAN TEORI REGIONALISME KRITIS UNTUK MENINGKATKAN SENSE OF PLACE KAWASAN (Studi Kasus: Kawasan Wisata Danau Toba) Sherlly Maulana Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Medan Area Jl.Kolam No.1 Medan Estate ABSTRACT North Sumatera has been declared as the Superior Tourism Destination (DPU) together with the other four tourism spots, since the Regulation of Culture and Tourism Minister No.PM.03/UM.001/MPK/2008 has been released. Unfortunately, the awareness of these potential, aspect, and this benefit has not been fully excavated. Tourism around Toba Lake is one example of the unorganized regulation. For these few years, the number of tourists who come to Toba Lake tend to decrease. It is caused by the factor og comfort, disorder, and damage the lake ecosystem. The higher globalization flow tends the city development to the homogeneity that gives the bad effect towards the identity/sense of place an area. Tourism sector development needs to keep the history, culture, and nature environment development of one place. Critical regionalism is a regionalism contemporary trend shown up as the reaction of a problem caused b globalization in the architecture concept. Critical regionalism concept is used to analyze the quality of building design of the tourist facility adapted to the exist regional element, especially the local context and place. The result shows that the building adaptation towards te exist regional element is low. The local culture is expressed in the form of traditional architecture without the exploration the uniqueness of one place. Thus, the local potential owned by the area can be geography condition, culture environment and its society, nature wealth, and the others. It is used and explored positively and significantly in planning and designing the building to increase the sense of image of the area which eventually create the area sense of place. Keywords: Toba Lake Tourist Spot, local potential, critical regionalism, sense of place
PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang potensial untuk Indonesia. Hal ini didukung oleh potensi wisata unik dan menarik yang dimiliki oleh Indonesia. Sumber daya alam dan lingkungan disekitarnya dengan berbagai keragaman yang tinggi, berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan bagi kesejahteraan manusia. Sumatera Utara telah ditetapkan sebagai destinasi pariwisata unggulan (DPU) bersama empat daerah wisata lainnya, sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI No. PM.03/UM.0001/MPK/2008. VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Pariwisata di Sumatera Utara banyak mengandalkan potensi alam dan budaya. Sumut memiliki deretan pegunungan dan perbukitan memukau di jalur Bukit Barisan, hutan hujan tropis yang khas, Orangutan sebagai satwa endemik yang hanya terdapat di Indonesia dan Malaysia, markisa yang terkenal sebagai buah tropis khas Berastagi, Pulau Nias yang eksotis, Danau Toba sebagai sisa aktivitas super vulkano di masa purba, tanah yang subur, ragam adat budaya (terutama Batak, Nias dan Melayu), potensi pantai Timur (ke Selat Malaka) dan barat (ke Samudra Hindia), sungai-sungai dan jeram92
SEMAI TEKNOLOGI jeram menantang, air terjun, bahkan punya setidaknya 419 pulau-pulau besar dan kecil. Namun sayangnya kesadaran akan semua potensi, aspek, dan manfaat ini belum tergali seutuhnya. Masih banyak hal yang terabaikan seperti penataan yang seadanya, ketiadaan perawatan yang berkelanjutan, ketidakpedulian pada potensi yang sudah tergali, dan tindakan setengah hati untuk pengembangan, pemeliharaan, dan membangkitkan semua aset potensial tersebut (Bhakara, 2008). Wisata di sekitar Danau Toba adalah salah satu contoh penataan yang tidak terkelola dengan baik, padahal Danau Toba adalah salah satu wisata unggulan utama Sumatera Utara. Selama beberapa tahun terakhir, kunjungan wisatawan ke Danau Toba cenderung menurun. Hal ini disebabkan karena banyaknya lahan gundul disekeliling danau, tidak teraturnya pembangunan fisik (seperti hotel, restauran, dan lain-lain) yang telah melalui batas tepi danau dan masuknya sampah dan limbah ke dalam danau yang mengakibatkan penurunan kualitas air. Sampah dan limbah yang masuk ke danau berasal dari limbah domestik/perhotelan, limbah pertanian, limbah budidaya perikanan (jaring apung) dan limbah minyak yang berasal dari aktivitas transportasi air. Kondisi ini mengakibatkan beban ekosistem Danau Toba akan semakin berat dan pada akhirnya akan merugikan semua pihak yang berkepentingan (Barus 2007). Pembangunan sektor pariwisata perlu memperhatikan perkembangan sejarah, budaya, dan alam lingkungan setempat, agar sense of place suatu tempat tetap terjaga. Arus Globalisasi yang semakin tinggi mengarahkan perkembangan kota ke arah homogenitas yang memberikan dampak negatif terhadap identitas/sense of place suatu tempat. Budaya dan alam adalah salah satu elemen pariwisata Danau Toba yang mendapat tanggapan positif dan masih dianggap bermutu baik oleh wisatawan terutama wisatawan mancanegara (Nasution, 2008), sehingga perlu dipertahankan dan dijaga karena merupakan potensi utama pariwisata Sumatera Utara. Identitas timbul VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 melalui persepsi dan diidentifikasi oleh karakter masyarakat setempat, deretan objekobjek alam, bangunan, kota, dan sebagainya (Zarzar, 2007). Regionalisme kritis adalah trend kontemporer regionalisme yang muncul sebagai reaksi terhadap masalah yang disebabkan oleh globalisasi dalam konsep arsitektur. Frampton, 1983, mendefinisikan regionalisme kritis sebagai bentuk ekspresi dialektikal yang berusaha melakukan suatu dekonstruksi modern dalam terminologi nilai dan image. Regionalisme kritis melibatkan suatu sintesis kritis terhadap sejarah tempat dan tradisi, reinterpretasi, dan akhirnya merupakan suatu bentuk ekspresi dalam terminologi modern. Dengan demikian, strategi yang paling mendasar dari regionalisme kritis adalah untuk menjadi penengah dalam menghadapi dampak globalisasi, terutama terhadap arsitektur dan kota. Perumusan Masalah Budaya dan alam adalah salah satu elemen pariwisata Danau Toba yang mendapat tanggapan positif dan masih dianggap bermutu baik oleh wisatawan terutama wisatawan mancanegara (Nasution, 2008). Berdasarkan hal tersebut, identitas Kawasan Wisata Danau Toba terbentuk oleh persepsi yang diidentifikasi oleh budaya dan karakter masyarakat setempat dan kualitas kondisi alamnya. Pengelolaan dan pengembangan fasilitas akomodasi wisata terutama untuk hotel dan restoran, selayaknya perlu mempertimbangkan faktorfaktor identitas tersebut. Konsep regionalisme kritis digunakan untuk menganalisis sejauh mana kualitas desain bangunan fasilitas akomodasi wisata tersebut beradaptasi terhadap elemen-elemen regional yang ada, terutama tempat dan konteks lokal. Tujuan Penelitian Menjadi referensi atau acuan dalam pengembangan perancangan bangunan fasilitas akomodasi di masa yang akan datang, terutama dalam kerangka 93
SEMAI TEKNOLOGI pengembangan kawasan wisata Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Sumatera Utara dan Indonesia pada umumnya. Kontribusi Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat diterapkan dalam perencanaan dan perancangan fasilitas wisata dan menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan strategis pengembangan sektor pariwisata di Sumatera Utara. Penelitian ini perlu dikembangkan lebih jauh karena peningkatan pendapatan daerah melalui sektor pariwisata perlu diikuti oleh kebijakan-kebijakan strategis dalam hal perbaikan kualitas pelayanan kepariwisataan. TINJAUAN PUSTAKA Regionalisme kritis pertama kali diperkenalkan sebagai sebuah konsep arsitektur pada awal tahun 1980 melalui tulisan essay Alexander Tzonis, Liane Lefaivre, dan Kenneth Frampton. Frampton, 1983, mendefinisikan regionalisme kritis sebagai suatu bentuk arsitektur resistan, reaksi, untuk menghadapi standar universal, culture homogenation, dan placeless modernism akibat dari globalisasi. Di saat yang bersamaan, regionalisme kritis juga merupakan alat evaluasi diri tidak hanya terhadap dunia, tetapi terhadap arsitektur itu sendiri. Frampton, 1983, juga mendefinisikan regionalisme kritis sebagai suatu bentuk ekspresi dialektikal yang berusaha melakukan suatu dekonstruksi modern terhadap arsitektur, terutama dalam terminogi nilai dan image, dengan menggunakan elemen-elemen yang langsung berasal dari keunikan/kekhasan lokal. Potensi lokal sesungguhnya tidak terbatas pada arsitektur tradisional yang secara fisik berupa bangunan berarsitektur tradisional saja. Dalam masyarakat yang heterogen, potensi lokal mencakup seluruh kekayaan yang memiliki kekhasan, keunikan, kesejarahan, ataupun sebagai penanda di kawasan, kota, dan daerahnya (Roesmanto, 2007). Tzonis and Lefaivre, 1990, melakukan fungsi evaluasi diri tersebut melalui metode VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 ’defamiliarization’ yang berbeda dengan konsep regionalisme romantik tentang familiarization, dimana menggunakan elemen-elemen estetika nostalgia tempelan masa lalu pada arsitektur. Regionalisme kritis memilih elemen-elemen regional dan mengolahnya untuk mencari hubungan sentimental antara bangunan dan tempat. Frampton, 1983, menyimpulkan bahwa regionalisme kritis memandang arsitektur sebagai satu kesatuan dan tidak menitikberatkan bangunan sebagai objek yang berdiri sendiri. Umari, 2007, melakukan analisis karya arsitektur Geoffrey Bawa dengan menggunakan variabel-variabel berikut, yaitu: Tempat dan Konteks lokal (Site and Local Context) Regionalisme kritis memandang pentingnya tempat dan konteks dalam arsitektur. Dengan demikian, dalam perencanaan sebuah bentuk bengunan perlu dianalisa dengan menghargai site, seperti bentuk, orientasi, elemen-elemen alam, topografi, view, serta konteks, seperti alam dan bentuk bangunan disekitarnya, skyline, dsb. Reaksi bangunan terhadap arsitektur lokal atau region, serta penghargaan terhadap waktu dan sejarah, perlu untuk diperhatikan. 1.Iklim Bentuk dan perencanaan bangunan perlu menghargai iklim setempat, terutama elemen arsitektur dan material bangunan. 2.Ruang (Spaces) Arsitektur mendapatkan pengalaman terbaik melalui ruang, ruang dibedakan dan dianalisa sebagai suatu pengalaman yang terbentuk oleh bentuk bangunan dan lingkungan alamnya. 3.Elemen Arsitektur (Architecture Element) Regionalisme kritis adalah sintesis kritis terhadap sejarah dan tradisi tempat yang diinterpretasi kembali dan diekspresikan dalam terminologi modern. Dengan demikian, elemen arsitektur perlu 94
SEMAI TEKNOLOGI dianalisa dengan melacak penerapannya pada bentuk bangunan dan ruang. 4. Pencahayaan dan tekstur (Light and Texture) Cahaya adalah agen utama yang dapat mendefinisikan volume dan nilai sebuah karya. Sensitivitas dalam menganalisa persepsi terhadap level iluminasi cahaya, sensasi panas, dingin, dan kelembaban, aroma dan suara yang dikeluarkan oleh material berbeda dalam volume yang berbeda akan mempengaruhi pengalaman tubuh dalam berinteraksi dengan ruang.
ISSN : 1907 - 3259 digunakan untuk menarik kesimpulan tentang sejauh mana kualitas desain bangunan fasilitas akomodasi wisata tersebut berdampak terhadap elemen-elemen regional yang ada, terutama tempat dan konteks lokal.
5. Teknologi dan material Analisa terhadap teknologi yang akan diadaptasi dan matrial yang digunakan dalam bangunan untuk mencapai regionalisme yang sehat, bebas dalam simbolitas, aman dan nyaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil analisis terhadap beberapa sampel bangunan fasilitas wisata, seperti hotel dan kios/kedai di beberapa area di sekitar Kawasan Wisata Danau Toba menunjukkan bahwa tingkat adaptasi bangunan terhadap tempat atau lokal konteks dan peneran konteks lokal pada elemen arsitektur yang masih rendah (masing-maisng 41,18%). Namun, adaptasi bangunan terhadap elemen iklim iklim cukup tinggi (73,53%).
METODE PENELITIAN Studi literatur merupakan metode penelitian yang pertama kali dilaksanakan, untuk menentukan variabel yang akan digunakan dan menyusun tabel evaluasi bangunan sesuai dengan teori regionalisme kritis. Variabel yang digunakan adalah tempat dan konteks lokal, iklim, dan elemen arsitektur. Survey pengumpulan data di daerah sekitar Kawasan Wisata Danau Toba, sebagai sampel data. Kriteria lokasi adalah daerah yang jumlah wisatawannya menurun dan yang berpotensi karena peningkatan jumlah wisatawannya. Indikasi memperlihatkan bahwa kondisi fasilitas wisata yang ada banyak yang kualitasnya masih rendah. Objek data yang akan dianalisis adalah bangunan yang menyediakan fasilitas akomodasi wisata, seperti hotel dan restoran. Data yang diperoleh berupa data dokumentasi visual yang memperlihatkan faktor-faktor yang terdapat dalam tabel evaluasi bangunan. Hasil survey dianalisis dengan teori regionalisme kritis dan diatur dalam tabel evaluasi bangunan yang kemudian dihitung persentasinya. Hasil analisis tersebut
Pembahasan Tingkat adaptasi bangunan terhadap tempat atau lokal konteks yang masih rendah ditandai dengan lokasi bangunan yang berada di area sepadan danau, sehingga menyalahi aturan standar persyaratan ekologis dan penataan ruang. Bangunan-bangunan tersebut juga menjadikan danau sebagai area pembuangan limbah domestik. Budaya lokal yang merupakan kekhasan/keunikan suatu tempat hanya diekspresikan dalam arsitektur tradisional yang secara fisik berupa bangunan berarsitektur tradisional saja. Elemen arsitektur tradisional yang diadopsipun hanya pada elemen atap. Konsep yang diterapkan pada fasilitas wisata tidak secara menyeluruh, seperti mengeksplorasi aktivitas penduduk yang berbasis pada budaya. Namun, hampir seluruh bangunan yang dianalisis memiliki orientasi visual ke arah danau yang merupakan potensi alam yang sangat tinggi nilainya. Orientasi visual bangunan diarahkan ke arah danau yang berkualitas visual baik. Tingkat adaptasi bangunan terhadap iklim cukup tinggi. Adaptasi bangunan terhadap kondisi geografis site yang memiliki curah hujan tinggi diadaptasi dengan bentuk
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
95
SEMAI TEKNOLOGI atap yang curam dan tritisan lebar. Balkon, teras/verandah adalah bagian dari bangunan yang digunakan sebagai area penyangga untuk mengatasi kesilauan dan radiasi panas. Tingkat adaptasi bangunan masih rendah dalam menerapkan lokal konteks. Elemen budaya tradisional lokal diperlihatkan pada elemen atap yang berasal dari arsitektur vernakular Batak dan ornamen-ornamen khas tradisional pada interior bangunan seperti kolom, hiasan dinding dan atap. Kontekstual bangunan terhadap budaya hanya diterjemahkan melalui sebagian kecil elemen bangunan yang terlihat hanya sekedar tempelan, dan tidak mengeksplorasi lebih jauh makna yang terkandung dalam elemen-elemen tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Ruang adalah suatu sistem yang kompleks yang terintegrasi antara elemen alam dan arsitekturnya. Integrasi total antara kedua elemen tersebut membentuk ‘spirit of place’ atau ‘genius loci’. Regionalisme kritis adalah trend kontemporer regionalisme yang muncul sebagai reaksi terhadap masalah yang disebabkan oleh globalisasi dalam konsep arsitektur. Elemen-elemen yang digunakan dalam regionalisme kritis berasal dari keunikan/kekhasan lokal yang tidak terbatas pada bangunan berarsitektur tradisional saja. Dalam masyarakat yang heterogen, potensi lokal mencakup seluruh kekayaan yang memiliki kekhasan, keunikan, kesejarahan, ataupun sebagai penanda di kawasan, kota, dan daerahnya. Kawasan Wisata Danau Toba adalah salah satu tujuan wisata utama di Sumatera Utara, dan Indonesia pada khususnya. Sebagai salah satu tujuan wisata, Kawasan Wisata Danau Toba perlu didukung oleh infrastruktur yang maksimal dan penyediaan fasilitas wisata yang berkualitas yang mampu meningkatkan nilai image kawasan. Keunikan/kekhasan yang dimiliki oleh lokal dapat dieksplorasi secara maksimal dan dijadikan bagian penting dalam perencanaan dan perancangan fasilitas swasta. Potensi lokal yang dimiliki kawasan berupa kondisi VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 geografis, lingkungan budaya dan masyarakatnya, kekayaan alam, dsb. Pemanfaatan potensi lokal secara positif dan signifikan dapat meningkatkan nilai image kawasan yang pada akhirnya membentuk sense of place kawasan.
DAFTAR PUSTAKA Bhakara, Evin, H, 2008, Membangkitkan Pariwisata Sumut, Harian Global, diakses dari www.harian-global.com, tanggal 13 Maret 2008 Frampton, Kenneth, 1983, Towards a Critical Regionalism: Six Point for an Architecture of Resistance, Bay Press Nasution, Solahuddin, 2008, Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Objek dan Daya Tarik Wisata Sumatera Utara, Master Tesis, diakses dari library.usu.ac.id, tanggal 13 Maret 2008 Tzonis, Alezander and Liane Lefaivre, 2003, Critic Regionalism: Architecture and Identity in a Globalised World, Prestel Verlag, New York. Zarzar, Moraes, 2007, Identity in the work of Tadao Ando An Exploitary essay on The Problems of How To Model Identity, Generative Art Conference Roesmanto, Totok, 2007, Pemanfaatan Potensi Lokal dalam Arsitektur Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
96
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS ASAM KHLORIDA Zulkarnain Teknik Kimia Institut Teknologi Medan. Jl.Gedung Arca, Teladan Medan ABSTRACT To produce biodiesel from ex-cooking edible oil by using catalyst (Cloride Acid) and to know the amount and quality of biodiesel are the aims of this research. The process of making biodiesel is by precipitating or frying the ex-cooking edible oil about 2,3,4,5 or 6 times, to rill in pail during 1 hour, then put into the flake using paper filter. After being condensed, it may consist of: - the metokside in chloride acid of 5% from raw material and - volume with methanol of 1:6 (raw material of 50 ml), - input metokside to neck gourd with stirrer magnetic by accelerating 400 rpm and, - beat the condensation so at 60°C, letting the process transesterification for several hours (2,3, or 4 hours). After a complete mixture, it can be put into the rest for 24 hours, then it must be dissociated among biodiesel and glycerol. The remains of catalyst must be washed by using separator funnel. The volume of biodiesel quality is analysed (such as the Density, Viscosity, Acid Number and Gas Chromatography). Research result obtained the volume biodiesel maximum 41 ml when the reaction of 4 hours with raw material of 4 frying times. The quality of biodiesel is close to Standard Nasional Indonesia (SNI) when the reaction of 2 hours with the density of 0.8907 – 0.8919 gr/cm3, viscosity 2.33-3.03 CP and acid number 0.74 – 1.31 mg-KOH/g. formed of Methyl Ester Content analysis gas chromatographyEster Methyl Palmitat 33.0188% and Ester Methyl Oleat 46.3951% weight. Keywords : Biodiesel, ex-cooking oil, catalyst acid, stirrer magnetic, transesterification.
PENDAHULUAN Minyak diesel/solar adalah salah satu produk minyak bumi yang digunakan sebagai bahan bakar mesin, yaitu mesin diesel. Mesin diesel dipakai secara luas, baik di industri maupun dalam bidang transportasi. Oleh karena itu konsumsi minyak diesel di Indonesia cukup besar dan diperkirakan akan terus meningkat padahal miyak diesel sebagai produk minyak bumi merupakan sumber daya alam tak terbaharukan. Seiring dengan menipisnya cadangan minyak bumi, perlu dicari alternative baru untuk diversifikasi energi di masa depan. Ketika harga bahan baku minyak bumi menjadi 62 USD, maka problem energi telah berada didepan mata. Walaupun harga tersebut sangat mahal tampaknya para konsumen tidak keberatan, namun kekhawatiran akan habisnya bahan bakar fosil ini menjadi perhatian dimasa depan. VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Pengganti minyak masih mahal dan tidak mudah untuk digunakan sebagai bahan baker alat transport. Bahan bakar yang mungkin dapat menggantikan minyak bumi adalah : listrik, gas, matahari, nuklir, air, batubara, produk tanaman, angin, namun semuanya mempunyai kekurangan untuk dipergunakan pada alat transportasi. Penggunaan minyak goreng sebagai bahan bakar mesin diesel akan mengingatkan kita pada Dr. Rudolf Diesel. Pada pameran internasional tahun 1900 di Paris dia memamerkan mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar minyak nabati, pada waktu itu digunakan minyak kacang. Minyak goreng berasal dari tanaman, merupakan bahan yang terbarukan, ramah lingkungan dan ada dimana-mana. Namun sayangnya dalam perkembangannya minyak bumi ternyata masih lebih murah dan mudah didapat. Minyak goreng yang dipergunakan 97
SEMAI TEKNOLOGI dapat dalam berbagai bentuk minyak goreng biasa, minyak goreng bekas, ester yang mempunyai berat molekul lebih kecil dan minyak goreng padat. Minyak goreng bekas biasanya dari tumbuhan dan tercampur dengan lemak hewani, karena merupakan sisa penggorengan. Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Minyak goreng nabati biasa di produksi dari kelapa sawit, kelapa atau jagung. Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membayakan kesehatan. Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang digoreng. Kerusakan minyak atau lemak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250°C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak namun kerusakan minyak juga bias terjadi selama penyimpanan. Penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan pencahnya ikatan trigliserida. Oleh karena hal terserbut, maka dibuat suatu proses pengolahan lebih lanjut terhadap minyak goreng bekas, agar dapat dimanfaatkan kembali. Minyak goreng tersebut diproses melalui reaksi transesterikasi yang menghasilkan metil ester (biodiesel). Biodiesel merupakan bahan baker yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi dengan alkohol, disamping itu merupakan bahan bakar terbaharui, dan tak beracun. Biodiesel merupakan nama lain untuk berbagai bahan bakar berbahan dasar dari senyawa Ester. Biasanya digambarkan sebagai monoalkil ester terbuat dari minyak nabati melalu reaksi transesterifikasi. Zulaikah dkk (2005), dengan katalis asam yang sama (Asam Clorida), dalam paper penelitannya dengan bahan dasar pembuatan VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259 Biodiesel adalah minyak mentah dedak padi, diketahui bahwa konversi biodiesel optimal sebesar 96%. Menurut firdaus didalam usulan teknisnya yang menggunakan katalis basa (NaOH), ditemukan bahwa pada kondisi variasi 20% volume alkohol (perbandingan mol methanol dan minyak jelantah =4,95 : 1) didapat koversi reaksi paling optimal yakni 93% metal ester. Dari penelitian inilah didapat bahwa setelah membandingkan hasil yang mereka peroleh, disimpulkan bahwa pembuatan biodiesel dari minya jelantah dengan berkatalis asam sangat mungkin untuk dilakukan. Hasil disamping dari reaksi ini ada gliserol yang merupakan senyawa yang dapat potensial karena memeiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bahan ini berguna terutama sebagai bahan baku industria kimia lain seperti pelarut dalam obat-obatan, pemanis makanan, kosmetika, pembuatan plastic, dan lain-lain. Perumusan Masalah Pemakaian minyak goreng bekas yang berkelanjutan, dapat merusak kesehatan manusia, sementara pembuangannya ke lingkungan secara langsung, dapat merusak lingkungan karena tidak dapat terurai secara biologis (Unbiodegradable). Oleh karena itu perlu dilakukan untuk mempelajari bagaimana kemungkinan pemanfaatan minyak goreng bekas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses pembuatan biodiesel dari minyak goring bekas dengan menggunakan katalis asam. TINJAUAN PUSTAKA Biodiesel (Metil Ester) Metil ester asam lemak adalah senyawa yang berumusan molekul Cn-1H2(n-r)-1 COOCH3 dengan nilai r (jumlah ikatan rangkap) lazimnya 0,1,2, atau 3. Metil Ester dan turunannya dapat digunakan sebagai surfaktan untuk bahan 98
SEMAI TEKNOLOGI makanan dan non makanan. Beberapa industri hilir menggunakan metil ester sebagai bahan kosmetik, deterjen, sabun mandi, farmasi, plastic dan barang jadi karet. Golongan mono alkyl ester atau metil ester dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 20 yang mengandung alkohol sering disebut biodiesel. Dalam dua dekade terakhir, Metil Ester banyak direkomendasikan sebagai komponen minyak diesel alternative karena memiliki bilangan oktan yang tinggi. Disisi lain biodiesel dapat bermanfaat untuk ;
ISSN : 1907 - 3259 a. Meningkatkan kualitas udara dengan jalan mereduksi emisi gas berbahaya seperti Karbon Monoksida (CO), Ozon (O3), Oksida Nitrogen (NOx), dan Sulfur Dioksida (SO2). b. Mereduksi polusi tanah serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum. Kelebihan – kelebihan yang dimiliki biodiesel ini ditunjang oleh sifat – sifatnya yang dapat teroksidasi sempurna, tidak beracun dan dapat terurai secara alami (Biodegradable).
Tabel.1 Syarat utama biodiesel menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-04-7182-2006) No Parameter Unit Value 3 1 Density (40°C) Kg/m 850-890 2 Viscosity (40°C) mm2/s (cSt) 2,3-60 3 Cetane Number Min. 51 4 Flash point (close cup) °C Min.100 5 Could point °C Max.18 6 Copper Strip Corrosion (3hr, 50°C) Max.no3 7 Carbon residu % mass Max 0.05 - sample (max 0.3) -10% dist. residu 8 Water & Sediment %-vol Max. 0.05* 9 Destillation temperature, 90% recovered °C Max. 360 10 Sulfated Ash %-mass Max. 0.02 11 Sulfur ppm (mg/kg) Max. 100 12 Phosphorus Content Ppm (mg/kg) Max. 10 13 Acid Number (NA) Mg-KOH/g Max. 0.8 14 Free Gliyerin % mass Max 0.02 15 Total Gliyerin % mass Max. 0.24 16 Ester Content % mass Max. 96.5 17 Lodine Number % mass 9 g 12/100g) Max. 115 (sumber : Balai Rekayasa Desain dan Sistim Teknologi, 2004)
Minyak Goreng Minyak atau trigliserida merupakan dalam bentuk cair dan berupa ester yang tersusun atas asam lemak dan gliserin, dimana ketiga radikal trihidroksil dari gliserol diganti dengan gugus ester, seperti yang digambarkan pada gambar 1 berikut ini. CH2O-OCR1
Gambar 1. Struktur kimia trigliserida
CH2O-OCR3
Perkembangan industri minyak goreng pada dasawarsa terakhir mengalami peningkatan konsumsi per kapita minyak goreng Indonesia mencapai 16.5kg per tahun. Berdasarkan perkembangan berbagai variable terkait seperti peningkatan konsumsi minyak goreng untuk keperluan rumah tangga maupun industri diperkirakan total konsumsi minyak goreng dalam negeri tahun 2006 mencapai 6 juta ton (BPS,2005). Bahan dasar minyak goreng dapat bermacam-macam, seperti kelapa, kelapa sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Secara
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
99
CHO-OCR2
SEMAI TEKNOLOGI
ISSN : 1907 - 3259
kimia, kandungan minyak goreng yang beragam ini Asam Lemak Tidak Jenuh (ALTJ), dan dalam jumlah kecil terdapat juga lesithin, sepalin, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut, lemak dan hidrokarbon. Penggorengan minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah rasa gurih, serta penambah nilai gisi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak yang baik digunakan adalah minyak hewani, Oleo Stearin atau minyak nabati yang di hidrogenasi dengan temperature titik cair dari 35oC hingga 40oC, minyak kelapa dan kelapa sawit (Ketaren,1986). Minyak yang kandungan ALTJ-nya memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi Asam Lemak Jenuh (ALJ)-nya bisa lebih lama lagi, mesti pada akhirnya akan rusak juga. Pemanasan minyak goreng pada suhu tinggi secara berulang ulang dan selang waktu yang lama, dapat menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk pada dalam minyak dan juga merusak tekstur dan nilai rasa (Flavour) dari bahan pangan yang digoreng. Pada table 2.2 di bawah ini tertera sifat-sifat minyak goreng bekas.
Tabel 2. Sifat-sifat minyak goreng bekas
Parameter Specific gravity Kandungan Air (% w/w) Titik nyala (oC) Viskositas (40oC) Abu Sulfat (% w/w) Pentan tak terlarut (% w/w)
Nilai 0,850-0,900 190-200 70-110 9,5-12,5 1,0 1,0
(Sbr.www.google.co.id/thermopac_technology/used_ oil_refinery )
Reaksi Esterifikasi, Interesterifikasi dan Transesterifikasi Esterifikasi dalam pengertian sederhana berarti pembentukan ester dari asam organik. Ester merupakan senyawa hidrokarbon yang tersusun atas dua molekul Alkyl yang terikat pada gugus karboksil. Ester dapat dibentuk dari reaksi esterifikasi antara asam karbosilat dengan alkohol yang menggunakan H2SO4 (Asam Sulfat) pekat sebagai katalis mekanisme reaksi terlihat pada persamaan 1 dibawah ini :
Reaksi kimia yang terjadi adalah : R’COOH + Asam karbosilat
R’OH Alkohol
RCOOR’’ + Ester
H2O…………1 Air
Gambar 2 : Reaksi Kimia pembentukan ester
Bila Asam Karboksilat diesterifikasi, digunakan alkohol berlebih, sebaliknya bila ester di hidrolisa digunakan air berlebihan.Reaksi interesterifikasi (penukaran ester) menyangkut pertukaran gugus alkyl antara trigliserida. Karena trigliserida mengandung 2 gugus ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran itu cukup banyak. Gugus alkyl dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida atau diantara trigliserida. Interesterifikasi melibatkan pertukaran dan redistribusi gugus alkyl diantara trigliserida dan dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan jenisnya : asidolisis, alkoholisis, dan pertukaran ester. VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Interesterifikasi dapat dilakukan secara kimia maupun secara enzimatik. Interesterifikasi dapat terjadi tanpa bantuan katalis, tetapi dipergunakan temperatur yang sangat tinggi dan reaksi berjalan sangat lambat. Reaksi transesterifikasi adalah reaksi antara alkohol dengan ester untuk membentuk suatu ester baru dan alkohol baru. Pada prinsipnya, transesterifikasi merupakan proses mengeluarkan gliserin dari ester dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol membentuk alkohol ester. Bentuk umum reaksi transesterifikasi terlihat pada persamaan / gambar 3 dibawah ini :
100
SEMAI TEKNOLOGI Pembahasan Analisa Bahan Baku Analisa pada bahan baku meliputi analisa densitas, bilangan asam, kadar air dan viskositas. Analisa bilangan asam dan kadar air menunjukan bahwa semakin lama proses penggorengan maka bilangan asam dan kadar air mengalami kenaikan hal ini disebabkan kandungan asam maupun air yang terdapat pada ikan akan tertinggal pada minyak goreng sehingga minyak goreng bekas semakin jenuh. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar grafik 5 dibawah ini
ISSN : 1907 - 3259 Penurunan nilai densitas dan viskositas dari b Gambar 6. Grafik Hubungan Densitas, Viskositas terhadap Bahan Baku
Bahan baku disebabkan minyak goreng telah bercampur dengan air sehingga viskositas dan densitas semakin kecil, Analisa Kuantitas dan Kualitas Biodiesel Analisa Kuantitas Biodiesel Proses pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak goreng bekas dengan menggunakan katalis asam klorida dengan reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain waktu operasi dan kejenuhan dari bahan baku. Pada gambar grafik 7 dibawah ini terlihat semakin lama waktu reaksi volume biodiesel yang dihasilkan semakin besar.
Gambar 5. Grafik Hubungan Mutu Terhadap Bahan Baku
Analisa densitas dan viskositas bahan baku menunjukkan bahwa semakin lama proses penggorengan maka densitas dan viskositas mengalami penurunan yang dapat dilihat pada gambar grafik 6 dibawah ini Gambar 7. Grafik Hubungan Volume Biodiesel Terhadap Bahan Baku
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Hasil yang diperoleh pada waktu reaksi 2 jam yakni 22-30 ml, waktu reaksi 3 jam volume biodiesel 27-30 ml dan pada waktu reaksi 4 jam volume biodiesel 35-40 ml. Hal ini menunjukkan bahwa makin panjang waktu reaksi, maka kesempatan molekul101
SEMAI TEKNOLOGI molekul reaktan bertumbukan makin banyak sehingga konversi makin besar. Jika kesetimbangan reaksi telah tercapai, bertambahnya waktu reaksi tidak akan memperbesar hasil konversi. Kejenuhan dari bahan baku juga mempengaruhi biodiesel yang dihasilkan akan semakin kecil, pada grafik 7 diperoleh titik optimum dari proses pembuatan biodiesel adalah pada 4 kali proses penggorengan bahan baku. Hal ini disebabkan kandungan bilangan asam dari minyak goreng bekas yang tinggi, semakin tinggi bilangan asam maka konversi reaksi semakin rendah, efektefitas reaksi pembentukan metil ester (biodiesel) pada bilangan asam >3% dan kadar air > 0,9% maka konversi reaksi dapat diperoleh 72 s/d 92% (Choo Yuen May, 2004). Analisa Kualitas Biodiesel Analisa Densitas Biodiesel Hasil analisa densitas biodiesel yang diperoleh pada proses pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak goreng bekas dengan menggunakan katalis asam klorida dengan reaksi transesterifikasi terlihat pada grafik 8 dibawah ini
ISSN : 1907 - 3259 Gambar 8 diatas memberikan nilai densitas yang bervariasi terhadap waktu operasi. Densitas biodiesel pada waktu reaksi 2 jam lebih tinggi yakni 0,8907, 0,8859, 0,8906, 0,8917, 0,8919 gr/cm3 dan 4 jam yakni 0,7822, 0,18245, 0,7956, 0,7941 gr/cm3. Dari data tersebut semakin lama waktu operasi yang digunakan harga densitas yang dihasilkan semakin kecil, hal ini menunjukkan bahwa densitas berbanding terbalik terhadap waktu operasi. Bila dibandingkan dengan spesifik biodiesel yang ditetapkan oleh SNI 04-7182-2006 maka biodiesel hasil penelitian ini masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan tersebut yakni berkisar antara 0,8500 – 0,8900 gr/ml. Analisa Viskositas Biodiesel Hasil analisa viskositas biodiesel yang diperoleh pada proses pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak goreng bekas dengan menggunakan katalis asam klorida dengan reaksi transessterifikasi terlihat pada grafik 9 di bawah ini.
Gambar 9. Grafik Hubungan Densitas Terhadap Bahan Baku
Gambar 8. Grafik Hubungan Densitas Terhadap Bahan Baku
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
Gambar 9 di atas menunjukkan nilai viscositas yang tidak konstan terhadap waktu. Viskositas biodiesel pada waktu reaksi 2 jam lebih tinggi yakni 3,54, 2,61, 3,49, 4,07, 3,68 cp, dari pada biodiesel pada waktu reaksi 3 jam yakni 2,72, 2,87, 2,54, 102
SEMAI TEKNOLOGI 2,46, 2,40, cp dan waktu reaksi 4 jam yakni 1,41, 1,76, 2,23, 2,07, 1,86 cp. Hasil diatas menunjukkan bahwa viscositas cenderung mengalami kenaikan, yang menunjukkan bahwa semakin lama waktu operasi maka semakin besar pula viscositas yang di peroleh. Secara teori viscositas berbanding lurus terhadap waktu dan tekanan dimana nilai viscositas akan bertambah dengan naiknya tekanan dan waktu sesuai persamaan. ( ) R 2t 8VI Hasil yang diperoleh untuk analisa viscositas metil ester table 4.5 berkisar antara 1,4cp3,54cp. Berdasarkan standar biodiesel ASTM D – 6751 harga viscositas berkisar antara 1,96 – 6,0 cp, Bila dibandingkan hasil yang diperoleh dengan standart biodiesel maka biodiesel yang diperoleh sudah memenuhi syarat biodiesel. Analisa Bilangan Asam Biodiesel Hasil analisa bilangan asam biodiesel yang diperoleh pada proses pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak goreng bekas dengan menggunakan katalis asam klorida dengan reaksi transesterifikasi terlihat pada grafik 10 di bawah ini
ISSN : 1907 - 3259
Gambar 9. Grafik Hubungan Bilangan Asam Biodesel Terhadap Bahan Baku
Gambar 10 menunjukkan bilangan asam biodiesel mengalami kenaikan dimana pada waktu reaksi 2 jam bilangan asam 1,11 hingga 1,85, waktu reaksi 3 jam bilangan asam 0,89 hingga 1,61 dan waktu reaksi 4 jam bilangan asam 0,74 hingga 1,11. Bilangan asam yang optimum pada bahan baku 1 dan 2 kali penggorengan waktu reaksi 4 jam yakni 0,76 dan 0,70, kenaikan bilangan asam pada biodiesel disebabkan kandungan bilangan asam pada bahan baku masih tinggi > 2%. Menurut Standar Nasional Indonesia bilangan asam biodiesel adalah Max 0,8 MgKOH/gr. Analisa Gas Kromatografi Hasil analisa Gas Kromotografi yang dilakukan pada bahan baku yang tertera pada tabel 10 berikut Tabel
10.Komposisi Asam Lemak Dalam Minyak Goreng Bekas Jenis Asam Lemak Bebas Konsentrasi (% berat) Asam Miristat (C14:0) 1,0723 Asam Palmitat (C16:0) 38,5569 Asam Stearat (C18:0) 4,3102 Asam Oleat (C18:1) 43,2773 Asam Linoleat (C18:2) 11,4763 Asam Arachidik (C20:0) 0,3861
Dari tabel 10 kandungan asam palmitat dan asam oleat merupakan jenis asam lemak yang banyak terkandung dalam minyak goreng bekas sehingga bisa dikatakan bahwa metil ester yang akan terbentuk sebagian besar berupa metil palmitat dan metil oleat. Hasil analisa gas kromatografi terhadap biodiesel yang dihasilkan tertera pada gambar 11 di bawah ini
Gambar 10. Grafik Viskositas Biodiesel
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
103
SEMAI TEKNOLOGI
Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang bertitik didih rendah, yakni 16oC dan -7oC. Sedangkan titik leleh dari metil -20oC dan 35oC menurut Klopfenstien dan Walker (1983) meneliti panas pembakaran, kosumsi bahan bakar dan efisiensi thermal untuk berbagai jenis metil ester minyak makan yang berkandungan asam palmitat dan asam oleat yang cukup tinggi atau kandungan asam lemak jenuh rendah akan menghasilkan biodiesel berkarakteristik baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Biodiesel dapat diperoleh dengan proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis asam (Asam Klorida). 2. Volume Biodiesel yang optimal diperoleh pada waktu reaksi 4 jam dan bahan baku 3 kali penggorengan yakni 41ml 3. Kualitas biodiesel yang mendekati Standart Nasional Indonesia adalah pada waktu reaksi 4 jam dimana densitas 0,8245 gr/cm3, viskositas 2.23 cp dan bilangan asam 0,74 mg-KOH/g. 4. Konsentrasi biodiesel yang dihasilkan mengandung asam palmitat 33,0188% berat dan Asam Oleat 46,3951% berat yang merupakan metil ester yang berkarakteristik baik. 5. Bilangan asam dan kadar air sangat mempengaruhi hasi dari biodiesel baik kuantitas maupun kualitas, dimana bilangan asam bahan baku harus <2% dan kadar air <0,9%. Saran 1. Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk bahan baku dari lemak nabati dan hewan 2. Perlu dilakukan penelitian kinetika reaksi pada pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak goreng bekas.
VOLUME 4, NOMOR 2,DESEMBER 2010
ISSN : 1907 - 3259
DAFTAR PUSTAKA Choo, YM,. 2004. Transesterification of Palm Oil Effect of Reaction Paramaters, Jurnal Of Oil Palm Research Vol. 16 No2, Desember 2004 Fessenden, Relph J. dan Joan S. Fessenden. 1989. Kimia Organik. Terjemahan. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta, Penerbit Erlangga. Firdaus, Ihwan Ulul. Usulan Teknis Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah. Nawapanca Engineering, Ketaren, S,. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Meher, L.C ,dkk. 2004. Technical Aspects Of Biodiesel Production By Transesterification, Center for Rural Devolpoment and Teknologi Indian Institute of Teknologi, Delhi. Mardiah, dkk., (Tanpa Tahun). Pengaruh asam lemak dan konsentrasi katalis asam terhadap karakteristik dan konversi biodiesel pada transesterifikasi minyak mentah dedak padi. Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Melean, D.D, dkk. 2002. Biodiesel Production From Waste Cookin Oil : 1. Process Design And Technological Assessment. Departement of Chemical Engineering, University if Ottawa, Ottawa, Kanada. www.google.co.id/bapelda_kota_makasar/pe ngembangan_industri_biodiesel_sawit www.google.co.id./kompas/iptek/biodiesel dari minyak jelanta
104