AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Analisis Usahatani dan Pemasaran Lada (Piper Nisrum L.) Di Desa Tanjung Durian Kec. Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan Oleh: Yetty Oktarina Abstract Analysing factors influencing production of usahatani peppercorn in Countryside Foreland Durian District Of Buay Pemaca Sub-Province of OKU South 2. Knowing storey level of marjin marketing of peppercorn which in Countryside Durian Sub-Province foreland of OKU South 3. Analysing storey level advantage of peppercorn usahatani in Countryside Durian Sub-Province foreland of OKU South In line with above target, usefulness of this research result is expected can give consideration or information in the plan peppercorn usahatani for the shake of improving level live farmer of peppercorn. Pursuant to done research result hence can be pulled by a conclusion as following 1. wide of Factors of production farm, seed, and manure of urea have an effect on reality while herbicide and labour have an effect on real do not to peppercorn production 2. told Marketing Marjin profit is channel of III where price sell is higher the than other channel with storey;level of marjin marketing equal to Rp 3.500 the mentioned because of channel of III compared to shorter other channel 3. Advantage storey;level obtained by farmer with peppercorn usahatani equal to 38,15 times; rill of expense which in releasing for the usahatani of peppercorn. Key words: Usahatani, influencing production, peppercorn
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan salah satu proses yang dinamis untuk meningkatkan sektor pertanian guna untuk menghasilkan bahan pangan yang cukup guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu kita perlu menggunakan sumber daya yang ada seperti manusia, modal, organisasi, teknologi dan pengetahuan untuk memanfaatkan dan sekaligus melestarikan sumber daya alam guna menjamin kesejahteraan dalam kelangsungan hidup petani dan bangsa (Soekartawi, 1995). Sektor pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling vital. Begitupun dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun, di mana dominan penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian, maka wajar kalau dalam beberapa Pelita, sektor pertanian selalu didudukkan pada prioritas yang utama. Peranan sektor pertanian, di samping tercatat sebagai sumber devisa yang cukup besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduknya (Sastraatmadja, 1999). Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga perspektif tanaman lada terhadap ekonomi daerah maupun nasional sangat besar. Di samping sebagai sumber devisa juga sebagai penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri. Dalam kelompok rempah, lada merupakan komoditas primadona sebagai penghasil devisa tertinggi sehingga prospek lada masih cukup cerah. Prospek suatu komoditas akan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran pada tahun-tahun yang akan datang.
Dosen Tetap Program Studi Agribisnis FP Universitas Baturaja
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
41
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Kemala (1996), mengemukakan bahwa analisa prospek lada berdasarkan proyeksi permintaan dan penawaran akan terjadi trend permintaan sebesar 5,44% yang terbagi atas trend konsumsi 2% dan trend ekspor 3,44%, sedangkan trend penawaran hanya 4,69%. Trend permintaan yang lebih besar daripada trend penawaran menggambarkan bahwa pada tahuntahun yang akan datang jumlah permintaan lada akan melebihi jumlah persediaan karena konsumsi lada dunia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Lada (Piper Nisrum L.) merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian yang menjadi andalan penghasil devisa Indonesia. Sentra-sentra penghasil utama lada di Indonesia adalah Bangka, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Penggunaan lada selama ini baik dalam maupun luar negeri, terutama untuk industri makanan khususnya pengawetan daging dan sebagai bumbu masakan. Penggunaan lada lainnya adalah untuk industri farmasi dan sebagai salah satu bahan wewangian. (www.lampung.go.id). Pada tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371 ton atau menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam dengan produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir Lada Indonesia 2004; International Pepper Community 2004). Luas areal dan produksi lada selama tahun 2000-2005 cenderung meningkat, yaitu dari 150.531 ha pada tahun 2000 menjadi 211.729 ha pada tahun 2005, dan produksi dari 69.087 ton pada tahun 2000 menjadi 99.141 ton pada tahun 2005. Namun ekspor cenderung menurun rata-rata 9,60% per tahun. (http.Litbang.deptan.go.id). Tabel 1. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada Indonesia Tahun 2000 – 2005 Tahun
Luas Areal (Ha)
2000 150.213 2001 186.022 2002 204.068 2003 204.362 2004 209.572 2005 211.730 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006
Produksi (Ton) 69.087 82.078 90.181 90.740 94.371 99.141
Produktivitas (Ton /Ha) 0,801 0,836 0,822 0,820 0,824 0,839
Pada tahun 2000 dengan peningkatan rata-rata 1,80% per tahun. Mulai tahun 2001 sampai dengan tahun 2005, peningkatan areal lada rata-rata mencapai 2,76% per tahun, sehingga menempatkan Indonesia pada posisi nomor dua sebagai negara yang mempunyai areal lada terluas di dunia setelah India. Total ekspor lada dari negara-negara produsen pada tahun 2004 mencapai 230.625 ton. Dari total ekspor tersebut, Indonesia mengekspor 45.760 ton atau sekitar 19,80%. Dilihat dari volume ekspor, masih terbuka peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor lada. Devisa negara dari ekspor lada sekitar US$49,566 juta (International Pepper Community 2005). Selain sebagai sumber devisa, usaha tani lada juga merupakan penyedia lapangan kerja dan sumber bahan baku industri dalam negeri dengan melibatkan sekitar 312.619 kepala keluarga petani (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006). Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual tersendiri karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama Muntok white pepper untuk lada putih dan Lampong black pepper untuk lada hitam. (www.bangka.go.id).
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
42
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumberdaya alam (natural resources) yang melimpah dan lahan pertanian yang cukup luas yang dapat dimanfaatkan bagi budidaya pertanian. Tujuan pembangunan pertanian di Sumatera Selatan adalah untuk mewujudkan pertanian yang modern, tangguh dan efisien serta berbasis pada sumberdaya lokal kemajuan masyarakat Sumatera Selatan yang sejahtera. (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Selatan, 2000). Sebagian besar (99%) pertanaman lada diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat dengan pengelolaan yang tradisional, antara lain penggunaan pupuk dan obat-obatan terbatas atau tidak sesuai anjuran, penggunaan bibit asalan, dan pengelolaan hasil tidak higienis. Akibatnya, produksi dan produktivitas yang dicapai rendah, rata-rata 468 kg/ha. (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006). Diberbagai daerah propinsi Sumatera Selatan tanaman lada telah dikembangkan dan diusahakan oleh masyarakat sejak lama, salah satu sentra tanaman lada berada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan khususnya di desa Tanjung Durian. Usahatani lada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan khususnya oleh masyarakat di Desa Tanjung Durian Kecamatan Buay Pemaca dalam skala luas lahan yang relatif kecil dan dengan penggunaan teknologi yang masih sederhana padahal topografi dan kelembaban yang dikehendaki tanaman tersebut terpenuhi serta memiliki lahan cukup subur. Dalam perkembangannya, harga lada belum pernah mengalami penurunan. Sebaliknya setiap tahun selalu meningkat, seiring dengan kenaikan kurs dolar terhadap nilai rupiah dan bertambahnya permintaan pasar (demand). Bahkan memasuki tahun 2007 hingga sekarang, harga lada mengalami kenaikan yang sangat tajam, mencapai 200% sampai 350% atau 400% bila petani langsung menjual ke eksportir. Kenaikan harga yang cukup tinggi ini merupakan suatu bukti nyata bahwa agribisnis lada menguntungkan karena akan memberikan penghasilan antara 200 sampai 530% dari keseluruhan modal yang diinvestasikan, Produk lada hitam dari Lampung pada umumnya lebih murah dibanding dengan lada putih yang diproduksi di Bangka dan Belitung. Tinggi rendahnya harga lada juga sangat tergantung pada mata rantai pemasarannya, dimana jika lada dijual langsung ke eksportir secara langsung maka akan menadapat harga jual yang lebih tinggi. Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan: Pertama; menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani lada di Desa Tanjung Durian Kecamatan Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan. Kedua; mengetahui tingkat marjin pemasaran lada yang ada di Desa tanjung Durian Kabupaten OKU Selatan. Dan, ketiga; menganalisis tingkat keuntungan usahatani lada di Desa tanjung Durian Kabupaten OKU Selatan. Sejalan dengan tujuan di atas, kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau bahan pertimbangan dalam perencanaan usahatani lada demi meningkatkan taraf hidup petani lada. Selain itu juga untuk tambahan kepustakaan bagi peneliti selanjutnya.
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
43
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
METODE PELAKSANAAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Durian Kecamatan Buay Pemaca Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Propinsi Sumatera Selatan. Penentuan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa di daerah tersebut sebagian besar penduduknya mengusahakan usahatani lada. Pengumpulan data di lapangan dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2008. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study), dimana seluruh petani lada yang menjadi satuan kasusnya. Dengan menggunakan metode ini, peneliti mengharapkan dapat memperoleh informasi yang lengkap dari ke khasan penelitian yang ada. C. Metode Penarikan Contoh dan Pengumpulan Data Metode penarikan contoh dalam penelitian ini digunakan acak sederhana (simple random sampling), yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang diharapkan dapat mewakili seluruh petani yang ada di desa tersebut (Singarimbun dan Effendi, 1994). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer di peroleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan petani contoh dengan tuntunan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini. D. Metode Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh dilapangan terlebih dahulu dikelompokkan, kemudian di olah secara tabulasi, untuk menguji hipotesis pertama menggunakan faktor produksi Coob Douglass, secara matematis rumus sebagai berikut : Y = Lnα + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 Di mana : Y X1 X2 X3 X4 X5 βi α
= Produksi (kg/tahun) = Luas lahan (lg) = Tenaga Kerja (HOK) = Bibit (batang) = Pupuk Urea (kg/tahun) = Herbisida (ltr/tahun) = Koefisien regresi masing-masing faktor produksi = Intersep (konstanta)
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X1, X2, ..., X5) secara bersama-sama terhadap variabel variabel terikat (Y)dilakukan uji F dengan rumus:
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
44
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
Fhitung
ISSN: 1979 – 8245X
KTP KTT
Di mana : KTP = Kuadrat tengah parameter KTT = Kuadrat tengah total k = Jumlah Parameter n = Jumlah Sampel Kaidah pengambilan keputusan adalah : ≤ Ftabel (k – 1 : n-k), terima Ho Jika Fhitung = > Ftabel (k – 1 : n-k), tolak Ho Untuk mengetahui simpangan-simpangan yang terjadi pada variabel terikat diterangkan oleh variabel bebas sekaligus dengan mempergunakan koefisien determinasi (R2).
R2
KTP (Y - Y) 2 KTT (Y Y) 2
Di mana : R2 = Koefisien Determinasi KTP = Kuadrat tengah parameter KTT = Kuadrat tengah total Selanjutnya untuk melihat pengaruh dari variabel bebas secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikat digunakan uji-t dengan rumus sebagai berikut : thitung =
βi Se ( i)
Dimana : βi = Koefisien regresi ke i Se (βi) = Standar error independent ke i ≤ ttabel (n-k-1), Ho di terima Jika thitung = > ttabel (n-k-1), H1 di tolak . Untuk menghitung penerimaan yang diterima oleh petani digunakan rumus sebagai berikut : Pn = P x H Bp = Bt + Bv Dimana : Pn : Penerimaan (Rp/ha) Bp : Biaya Produksi (Rp/ha) P : Produksi (kg/ha) H : Harga Jual (Rp/kg) B : Biaya tetap (Rp/ha) Bv : Biaya Variabel
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
45
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Untuk menghitung keuntungan lembaga pemasaran dan margin pemasaran digunakan rumus : MP = HJ – HB MP = KP + BP PMP = (HJ – HB) X 100% Keterangan : MP = Margin Pemasaran (Rp/Kg) HB = Harga beli di tingkat petani (Rp/Kg) HJ = Harga jual di tingkat konsumen (Rp/kg) PMP = Persentase margin pemasaran (Rp/kg) Selanjutnya untuk menghitung tingkat keuntungan dari usahatani lada dapat dilihat dari perbandingan antara penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut Soekartawi (1995), untuk menghitung tingkat keuntungan dapat digunakan rumus sebagai berikut :
R
C
Penerimaan Biaya Produksi
Dimana : R > 1, usahatani menguntungkan C R = 1, usahatani tidak mengalami keuntungan dan kerugian (BEP) C R < 1, usahatani mengalami kerugian (Rp/ha) C
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Usahatani Petani contoh adalah petani yang mengusahakan usahatani lada sebagai usaha pokok sedangkan usahatani sampingan yakni kopi dan holtikultura. Hasil penelitian yang dilakukan petani mengusahakan usahatani lada di latar belakangi oleh karena usahatani lada merupakan salah satu tanaman yang dapat diandalkan untuk meningkatkan taraf hidup petani, dikarenakan harga lada cukup tinggi, serta itu menanam lada tidak terlalu sulit memeliharanya. Disamping itu petani memiliki waktu luang untuk mengerjakan usahatani lain seperti menanam tanaman palawija atau holtikultura seperti buah-buahan dan sayuran selama menunggu lada menghasilkan. Tanaman lada di Desa Tanjung Durian diusahakan pada areal perkebunan. Bibit yang mereka gunakan sebagian besar varitas petaling. Pengolahan lahan dilakukan dengan cara membersihkan tanaman gulma kemudian dilakukan pemancangan. Pemancangan dilakukan sesuai dengan jarak tanamnya (sistem segitiga sama sisi) dimana jarak tanam 2 m x 2 m. Setelah lahan siap dilanjutkan dengan melakukan kegiatan penanaman dengan cara pembuatan lubang tanam berbentuk bujur sangkar yang berujuran 50 x 50 cm dapat dilakukan saat musim
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
46
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
hujan. Penanaman bibit tanaman lada ditanam 2/3 bagian bibit di benamkan kedalam tanah, setelah ditanam baik bibit asal stek maupun bibit asal biji di beri peneduh agar tidak terkena terik sinar matahari secara langsung. Penyulaman atau menggantikan tanaman yang tidak tumbuh dilakukan dengan cara yang sama pada saat penanaman bibit terdahulu. Setelah berumur 2 sampai 3 bulan, tanaman lada diberi tajar atau tiang panjar agar sulur-sulur yang telah tumbuh dapat merambat dengan baik agar tanaman dapat tumbuh secara sempurna dan pertumbuhan vegetatif berlangsung cepat. Untuk mengatasi gulma pembersihan lahan dilakukan dengan menggunakan zat kimiawi yaitu herbisida Round Up untuk memberantas ilalang dan untuk memberantas rumput liar dengan penyemprotan tidak mengenai tanaman lada sebab bila terkena tanaman lada rentan layu dan mati. Pemberian pupuk urea dilakukan pada usia tanaman lada 3 sampai 4 bulan, biasanya pada pertumbujan sulur tanaman lada sudah mencapai ketinggian 10 cm sampai 20 cm dan telah ditumbuhi beberapa helai daun. Pemanenan dilakukan dengan memetik buah yang masak beserta tangkainya dengan cri-ciri buah masak berwarna kuning dan merah. B. Faktor Produksi 1. Luas Lahan Berdasarkan dari hasil penelitian diketahui bahwa luas rata-rata lahan petani contoh pada usahatani lada di Desa Tanjung Durian berkisar antara 2 sampai3 hektar. Adapun mengenai luas lahan usahatani lada yang dimiliki oleh petani contoh di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Luas Lahan Usahatani yang Dimiliki Petani Contoh di Desa Tanjung Durian, 2008 Luas lahan (ha)
NO 1 2 3
1,00 – 1,75 1,76 – 2,50 2,56 – 3,50 Jumlah
Jumlah (Org)
Persentase (%)
11 10 9 30
36,67 33,33 30,00 100,00
Pada tabel 2 tersebut diketahui bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani untuk kegiatan usahatani lada sebagian besar adalah 1,00 sampai1,75 ha yaitu sebanyak 11 orang atau 36,67 persen, yang memiliki luas lahan 1,76 sampai 2,50 ha sebanyak 10 orang atau 33,33 dan yang memiliki luas lahan 2,56-3,50 ha sebanyak 9 orang atau 30,00 persen. Sedangkan status kepemilikan tanah adalah milik sendiri. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan petani contoh untuk kegiatan usahatani lada menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga dan tenaga dari luar keluarga. Tenaga kerja tersebut digunakan untuk kegiatan pengolahan lahan, pemupukan, penyemprotan dan panen. Untuk mengetahui curahan tenaga kerja yang digunakan oleh petani contoh per luas garapan permusim tanam dapat dilihat pada Tabel 3.
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
47
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X Tabel 3.
Rata-rata Curahan Tenaga Kerja oleh Petani Contoh Per Luas Garapan di Desa Tanjung Durian, 2008 NO
Rata-rata curahan tenaga kerja (HKP)
Uraian Pekerjaan
Dalam Keluarga 5,22
Luar Keluarga 4,37
Pemupukan
4,50
4,46
3
Penyemprotan
4,33
3,23
4
Panen
20,79
17,58
35,34
29,64
1
Pengolahan lahan
2
Jumlah
Berdasarkan pada tabel di atas diketahui bahwa kegiatan usahatani lada membutuhkan tenaga yang banyak, hal ini disebabkan usahatani lada diterapkan pola pertanian yang baik tidak lagi secara tradisional. Bibit secara umum di daerah penelitian bibit yang digunakan adalah bibit stek dan berdasarkan hasil penelitian petani contoh yang diamati menggunakan bibit stek dengan mengambil dari pohon induk yang telah berumur sekurangnya 8-12 bulan dan dialakukan pada musim hujan. Pupuk Urea merupakan pupuk anorganik yang digunakan oleh petani contoh pada usahatani lada. Mengenai dosis penggunaan pupuk petani contoh menghabiskan pupuk dalam satu hektar rata-rata 200 kg pada masa tanam dengan harga rata-rata perkilogramnya Rp 1.700,-. Penggunaan herbisida bertujuan untuk mengendalikan gulma dan penyakit yang mungkin menyerang pada tanaman lada. Pemberian herbisida dilakukan petani sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa herbisida yang digunakan oleh petani contoh adalah herbisida Round Up. C. Analisis Penggunaan Faktor Produksi dan Produksi Faktor-faktor produksi yang diidentifikasi dapat mempengaruhi produksi usahatani lada adalah luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), bibit (X3), Pupuk Urea (X4), dan Herbisida (X5). Untuk menganalisa pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap produksi lada digunakan fungsi produksi Cobb Douglas yang digunakan untuk mengestimasi pengaruh faktor-faktor variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis regresi linier berganda dari fungsi produksi diperoleh model persamaan estimasi dalam bentuk regresi linier sebagai berikut : 11,461 + 0,732X1 – 0,254 X2 + 0,187 X3 + 0,921 X4 - 0,169 X5
Y
=
Se
=
(3,170)
Thitung
=
(1,672)* (-0,105)tn
(4,725)
(0,284) (1,245)*
(,360)
(2,584)
(1,412)* (-0,321)tn
Keterangan : ** Sangat Nyata pada taraf uji 0,10 *
Nyata pada taraf uji 0,10
tn
= tidak nyata
n
= 30 Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
48
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
R2
ISSN: 1979 – 8245X
= 0,957
Fhitung = 128,542 Analisis fungsi produksi tersebut memperlihatkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) tinggi yaitu 0,957 menunjukkan bahwa sekitar 95,70 persen variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independ, sedangkan F hitung sebesar 128,542 artinya secara bersamaan faktor-faktor dari beberapa variabel independen yang diikutsertakan dalam model mempengaruhi variabel dependent. Berdasarkan hasil analisa ada tiga variabel yang berpengaruh nyata yaitu luas lahan, bibit, dan pupuk urea sedangkan tenaga kerja sedangkan herbisida berpengaruh tidak nyata. Untuk lebih jelasnya pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap produksi lada dapat di interprestasikan sebagai berikut a. Luas lahan ( X1 ) Faktor produksi ini berpengaruh nyata terhadap produksi dengan koefisien regresi produksi sebesar 0,732 signifikan pada taraf 0,10 yang berarti bahwa setiap penambahan satu satuan luas lahan maka akan meningkatkan produksi perhektar sebesar 0,732 kg . Peningkatan produksi lada dari peningkatan variabel luas lahan di tunjang oleh pembuktian di lapangan yang memperlihatkan kondisi lahan yang masih subur dengan kondisi topografi wilayah yang sesuai untuk bertani lada. b. Tenaga Kerja ( X2 ) Untuk tenaga kerja ( X2 ) diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,254 yang berarti bila ditambahkan satu HKP maka produksi per hektar akan berkurang sebanyak 0,254 kg lada . Faktor produksi ini berpengaruh tidak nyata terhadap produksi pada taraf signifikan 0,10. Di daerah penelitian tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga dengan curahan tenaga kerja sebesar 35,34 HKP. Jika dilihat dari efesiensi penggunaan tenaga kerja dalam usahatani lada dalam pengelolaan usahatani lada cukup sebatas tenaga kerja dari lingkungan keluarga saja, dengan demikian untuk meningkatkan produksi maka penggunaan faktor produksi tenaga kerja di luar keluarga tidak perlu ditambah. c. Bibit ( X3 ) Faktor produksi bibit berpengaruh nyata terhadap produksi dengan koefisien regresi produksi sebesar 0,187 dengan signifikan pada taraf 0,10 berarti penambahan satu satuan bibit akan meningkatkan produksi sebesar 0,187 kg, maka asumsi penggunaan faktor produksi bibit perlu ditambah untuk meningkatan hasil produksi. Pada pengamatan dilapangan petani contoh rata-rata dalam penanaman lada dalam setiap lubang tanam ditanam 2- 3 rumpun bibit lada dan menggunakan jenis lada yang unggul. d. Pupuk Urea ( X4 ) Faktor produksi pupuk urea terbukti berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi lada dengan koefisien regresi produksi sebesar 0,921 signifikan pada taraf uji 0,10 berarti setiap penambahan satu satuan pupuk urea akan menaikkan produksi lada sebesar 0,921 kg, maka asumsi penggunaan faktor produksi pupuk perlu di tambah untuk menaikkan produksi lada. Alasan penambahan Pupuk urea untuk menaikkan kesuburan tanah dapat mencukupi unsur hara yang dibutuhkan tanaman lada dan pupuk jenis ini mendapat subsidi pemerintah dan mudah didapatkan.
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
49
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
e. Herbisida ( X5 ) Koefisien regresi dari faktor produksi herbisida sebesar 0,169 menunjukkan tidak ada pengaruh herbisida pada peningkatan produksi lada pada taraf signifikan 0,10 berarti penambahan satu satuan liter input herbisida mengurangi produksi lada sebesar 0,169 kg. Faktor produksi ini berpengaruh tidak nyata terhadap produksi, maka asumsi untuk faktor produksi Herbisida tidak perlu di tambah. D. Analisis Marjin Pemasaran dan Tingkat Keuntungan Usahatani Lada A. Produksi Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Tanjung Durian diketahui rata-rata produksi usahatani lada petani contoh adalah 4.034,17 Kg per hektar, ini berarti setiap petani contoh rata-rata mendapatkan hasil produksi dalam setiap bulannya mendapat lebih kurang 336,18 kg. B. Penerimaan Dari hasil penelitian dapat diketahui besarnya rata-rata penerimaan pada petani contoh adalah Rp 169.435.000 dalam tiap satu hektar per tahun atau penerimaan petani setiap bulannya Rp 14.119.583,33,- dengan harga jual Rp 42.000 Kg. Tabel 4. Hasil Penerimaan Usahatani Lada Petani Contoh di Desa Tanjung Durian Perhektar Pertahun 2008 Penerimaan (ha)
NO 1 2
Jumlah (Rp/ha) Rp 169.435.000 Rp 14.119.583,33,-
Pertahun Perbulan
C. Biaya Produksi Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani contoh pada usahatani lada terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan alat, sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya penggunaan benih, pupuk, herbisida dan upah untuk membayar tenaga kerja. Tabel 5. Total Biaya Produksi Petani Contoh Usahatani Lada di Desa Tanjung Durian Perhektar Pertahun 2008 No
Uraian
1
Biaya Tetap
2
Biaya Variabel a. b. c.
Jumlah (Rp) Rp. 2.057.067,00
Tenaga kerja Pupuk Urea Herbisida
Jumlah Biaya Produksi
Rp
976.010,00
Rp
744.316,67
Rp
592.500,00
Rp 4.369.893,67
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
50
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
D. Saluran Pemasaran Setiap proses pemasaran mempunyai saluran pemasaran yang berbeda satu sama lain yang tergantung pada keadaan daerah, waktu dan kemajuan teknologi (Saefudin,1999). Selanjutnya Soekartawi (1987) menyatakan bahwa pemasaran pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen, aliran ini terjadi karena adanya pemasaran, dimana pemasaran tersebut tergantung dari sistem pasar yang berlaku. Menurut Mubyarto (1998), makin banyak fungsi pemasaran yang dipergunakan hingga suatu barang sampai ke konsumen akan semakin kecil bagian harga yang diterima petani (produsen), berarti cendrung untuk tidak tercapainya efesiensi pemasaran. Untuk lebih jelasnya saluran pemasaran lada yang terjadi di Desa Tanjung Durian dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Saluran Pemasaran I
Saluran Pemasaran II
Saluran Pemasaran III
Petani
Pedagang pengumpul Kelurahan
Pedagang Pengumpul Kecamatan
Pedagang Besar
Pedagang Pengumpul Kecamatan
Pedagang Besar
Pedagang Eksportir
Pedagang Besar
Pedagang Eksportir
Pedagang Eksportir Gambar 2 . Saluran Pemasaran Lada di Desa Tanjung Durian, 2008
Dari gambar tersebut diketahui bahwa saluran pemasaran lada yang terjadi di Desa Tanjung Durian ada 3 macam. Hal ini disebabkan karena daerah produksinya tidak terlalu jauh dari pusat kota sehingga jumlah saluran pemasaran yang ada di desa Tanjung durian tidak banyak. Pada saluran I terjadi dari petani (produsen) yang Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
51
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
menjual ladanya kepada pedagang pengumpul yang ada di kelurahan, kemudian pedagang pengumpul kelurahan ini menjual kembali lada itu kepada pedagang pengumpul yang berada di kecamatan menjual lada ke pedagang besar dan terakhir dijual pada pedagang eksportir. Pada saluran II petani (produsen) menjual ladanya kepada pedagang pengumpul yang ada di Kecamatan lalu menjualnya ke pedagang besar di Kabupaten. Pada saluran III petani (produsen) menjual ladanya kepada pedagang besar di Kabupaten dan pedagang besar Kabupaten menjual pada pedagang eksportir. Petani yang ada di Desa Tanjung Durian sebagian besar menggunakan saluran Pemasaran II di mana hampir sebagian besar petani menjual ke pedagang pengumpul yang ada di Kecamatan, selain itu selisih harga pada saluran I dan II hanya Rp 2.000 Saluran II dan III hanya Rp 1000. sehingga mengakibatkan petani tidak mungkin menggunakan saluran III yang jarak tempuh ke tingkat eksportir yang berada di Propinsi Lampung cukup jauh dan tidak memungkinkan para petani untuk menjual hasilnya sendiri-sendiri karena dapat mengakibatkan pengeluaran biaya menjadi tinggi sebab ongkos sewa kendaraan menjadi lebih mahal. E. Marjin Pemasaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa marjin pemasaran berkisar antara Rp.500 perkilogram sampai dengan Rp 2000 perkilogramnya, bila dibandingkan antara saluran pemasaran maka dapat dilihat bahwa marjin pemasaran yang terbesar terdapat pada pengumpul desa sebesar Rp 2000 per kilogramnya atau sebesar 36,36 persen, lalu saluran pemasaran pada pengumpul kecamatan dan Pengumpul Kabupaten yaitu sebesar Rp 1.500 perkilogramnya atau 27,27 persen kemudian pada eksportir hanya mempunyai selisih sebesar Rp 500 perkilogramnya atau 9,10 persen dibandingkan dengan pengumpul Kecamatan dan pengumpul Kabupaten tetapi memiliki marjin yang besar bila dibandingkan dengan harga di tingkat pengumpul desa sebesar Rp 3.500. Untuk lebih jelasnya mengenai marjin pemasaran ini dapat dilihat pada Tabel. 5 Tabel 5. Perhitungan Marjin Pemasaran dan Persentase Marjin Pemasaran untuk Saluran Pemasaran di Desa Tanjung Durian 2008 Harga Beli
Harga jual
Marjin
Persentase Marjin
(Rp/kg)
(Rp/kg)
Pemasaran
pemsaran
Pengumpul Desa
40.000
42.000
2.000
36,36
Pengumpul Kecamatan
42.000
43.500
1.500
27,27
Pengumpul Kabupaten
43.500
45.000
1.500
27,27
Ekportir
45.000
45.500
500
9,10
Saluran
Untuk mengetahui berapa banyak petani contoh yang menggunakan saluran pemasaran pada tingkat pengumpul maka dapat dilihat pada Tabel 6.
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
52
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Tabel 6. Harga Jual Tiap Saluran Pemasaran dan Jumlah Petani Contoh yang Menggunakan Saluran Pemasaran
Saluran
Harga Jual
Jumlah Pemakai Saluran
I
40.000
8
II
42.000
19
II
43.500
3
Pada Tabel 6 dijelaskan saluran yang paling banyak dipakai petani contoh lada Desa Tanjung Durian ada pada saluran II sebesar 19 orang, pengguna saluran I sebanyak 8 orang dan yang paling sedikit digunakan adalah saluran III sebanyak 3 orang. 6. Tingkat Keuntungan Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata harga pokok lada sebesar Rp 1.240 per Kg sedangkan rata-rata harga jualnya serbesar Rp 42.000 per kg ini berarti bahwa usahatani lada di Desa Tanjung Durian memberikan keuntungan yang layak pada petani dengan RC ratio sebesar 38,15 artinya satu rupiah yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 38,15.
R
R R
C
C C
Penerimaan Biaya Produksi
91.128.333,33 2.433.443,056
38,15
Berdasarkan perhitungan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai R/C sebesar 38,15 yang artinya bahwa setiap Rp 1,- pengeluaran biaya produksi akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 38,15 Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa usahatani lada yang dilakukan oleh petani di Desa Tanjung Durian menguntungkan. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh petani pada usahatani lada maka semakin besar minat petani untuk mengusahakan lada.
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
53
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor produksi luas lahan, bibit, dan pupuk urea berpengaruh nyata sedangkan tenaga kerja dan herbisida berpengaruh tidak nyata terhadap produksi lada; 2. Marjin pemasaran yang dikatakan menguntungkan adalah saluran III dimana harga jual lebih tinggi dari saluran lainnya dengan tingkat marjin pemasaran sebesar Rp 3.500 hal tersebut dikarenakan pada saluran III lebih pendek dibandingkan dengan saluran lainnya, dan; 3. Tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani dengan usahatani lada sebesar 38,15 kali dari biaya yang di keluarkan untuk usahatani lada. B. Saran Untuk lebih meningkatkan hasil produksi lada maka perlu meningkatkan penggunaan faktor faktor produksi seperti luas lahan, bibit, pupuk urea dan mengurangi penggunaan herbisida dan tenaga kerja dalam mengusahakan usahatani agar lebih maksimal. DAFTAR PUSTAKA Azzaino, 1992. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institusi Pertanian Bogor Swastha,Basu. 1995. Manajemen Pemasaran. BPFE.Yogyakarta Boediono. 1990. Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pagan Sumatera Selatan. 2007. Laporan Tahunan Kabupaten OKU. Fauzi,Ahmad.2002. Usahatani Lada. Jakarta: Rieneka Cipta Hadisapoetra.1983. Biaya dan Pendapatan dalam Usahatani. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Hernanto Fadoli. 1994. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya Kartasapoetra. 1990. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Jakarta: Bina Aksara Kartasoeputra, G. 1993. Marketing Produksi Pertanian dan Industri. Jakarta: Bina Aksara. Kasryno, F. 1990. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Manullang, M. 1998. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Liberty Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasaguna Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
54
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Sastraatmaja. 1999. Ekonomi Pertanian Indonesia. Angkasa: Bandung. Singaribuan dan Efendi. 1994. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Soekartawi. 1995. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soemarso. 1990. Peranan Harga Pokok dari Pengendalian Biaya. Yogyakarta: BPFE Sumodiningrat.2000. Pembangunan Ekonomi melalui Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara Tohir, A. Kaslan. 1991. Seuntai Pengetahuan Ilmu Usahatani Indonesia. Jilid I. Jakarta: Rineka Cipta. Internet: Ahmad, Iman. 2007. Prospek Usahatani Lada. http://Bangka.go.id// diambil tanggal 19 September 2008 Asosiasi Eksportir Lada Indonesia: Internasional Pepper Community 2004. www.aeli.co.id diambil tanggal 16 Juli 2008. Masanto, 2008. Harapan Petani Setia Lada di Bangka Belitung. www.deptan.co.id.
Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55
55