ANALISIS UNSUR BUDAYA TIONGKOK DALAM FILM THE ROAD HOME KARYA ZHANG YIMOU Monica Wilijaya, Sri Haryanti Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730
[email protected];
[email protected]
ABSTRACT The Road Home directed by Zhang Yimou is a movie that illustrates clearly the memories of youth romance fathers and mothers in rural Shanhedun located in northern China. This study analyzed the cultural elements contained in the The Road Home with the aim to understand the customs, life, the circumstances or the real conditions in remote rural areas of China at that time. The qualitative method is a method used by the author in this study and then apply the theory C.Kluckhohn. Analysis begins with elements of Chinese culture, in which elements of the film culture is closely linked with the main character-Zhaodi figures. The Road Home movie raised many cultural elements such as the porcelain bowl, a red jacket, dumplings, paper cut, construction of schools and funeral traditions.(M). Keywords : The Road Home, Elements, Culture, Indigenous
ABSTRAK The Road Home karya Zhang Yimou merupakan sebuah film yang menggambarkan secara jelas kenangan kisah percintaan masa muda ayah dan ibu di pedesaan Shanhedun yang terletak di Tiongkok utara. Penelitian ini menganalisis tentang unsur-unsur budaya yang terdapat dalam film The Road Home dengan tujuan untuk memahami adat istiadat, kehidupan, keadaan atau kondisi nyata di pedesaan terpencil Tiongkok pada masa itu. Metode kualitatif merupakan metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini dan kemudian menerapkannya dengan teori C.Kluckhohn. Analisa diawali dengan unsur-unsur budaya Tiongkok, dimana unsur budaya film ini memiliki kaitan erat dengan tokoh pemeran utama-Zhaodi Film The Road Home banyak mengangkat unsur budaya seperti: mangkuk porselen, jaket merah, dumpling, paper cut, pembangunan sekolah dan tradisi pemakaman.(M). Kata Kunci : The Road Home, Unsur, Budaya, Adat
1
2
PENDAHULUAN Zhang Yimou adalah salah satu sutradara terkenal pada generasi kelima di Tiongkok dan di dunia perfilman. Hampir seluruh karyanya, mengutamakan keindahan pada film, mengangkat perhatian terhadap perbedaan antara kota dan desa, mendiskripsikan dediksi tokoh dan membuka
邹广胜,陈运永,
terobosan baru pada dunia perfilman Tiongkok( 2005:22). Salah satu karyanya yang terkenal yaitu film The Road Home, yang merupakan karya ke-10 nya yang diangkat dari cerita novel berjudul Jinian atau Remembrance karya Baoshi, dirilis pada 16 0ktober 1999 dan dikenalkan sebagai film kisah percintaan oleh sutradara Zhang Yimou. Secara garis besar, The Road Home adalah sebuah film yang diangkat dari sudut pandang seorang anak yang menceritakan kembali kenangan kisah percintaan masa muda ayah dan ibunya di pedesaaan Tiongkok bagian utara yang bernama Shanhedun. Kisah film ini sederhana tetapi menyentuh karena diperkuat dengan adanya unsur kebudayaan oriental Tiongkok. Unsur budaya yang diangkat pada film ini terdapat pada salah satu adegan seperti adegan kain merah yang terlihat pada bubungan sekolah, menggotong jenazah, teknik memperbaiki mangkuk porselen. Selain itu juga menampilkan unsur kebudayaan Tiongkok lainnya seperti paper cut dan dumpling. Unsur budaya Tiongkok yang diangkat oleh sutradara Zhang Yimou dalam film The Road Home dikemas dengan baik, bervariasi dan disajikan baik melalui segi tampilan warna film yang bertentangan dengan realita menggunakan tampilan hitam putih sebagai masa kini dan tampilan berwarna sebagai kenangan serta dipadukan dengan musik yang merdu, guna memenuhi asas kesesuaian dalam kualitas sinematografi yang bertujuan untuk pencapaian nilai estetika yang tinggi dalam film. Film The Road Home karya Zhang Yimou dinilai berkualitas serta mendapat berbagai apresiasi internasional dengan beberapa penghargaan seperti 50th Berlin International Film Festival Awards Golden Bear Silver Bear, 23th Hundred Flowers Award for Best Feature Film Award, 2001 Sundance Film Festival: Audience World Cinema Award dan Golden Bauhinia Awards dan 20th Golden Rooster Award for Best Feature Film, Best Director Award (Zhang Yimou), Best Cinematography (Houyong), Best Art Award (Cao Jiuping). Penulis memilih film The Road Home karya Zhang Yimou sebagai objek penelitian karena ketertarikan penulis terhadap budaya asing, terutama pada budaya Tiongkok yang terdapat pada film The Road Home karya Zhang Yimou. Pengetahuan budaya dalam proses pembelajaran bahasa asing sangatlah penting, seperti yang di ungkapkan oleh Abdul Chaer bahwa “bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.” Hal ini membuktikan bahwa budaya itu dipelajari dan diwariskan melalui sarana bahasa dari generasi kegenerasi, tanpa menguasai bahasa terlebih dahulu maka seseorang tidak mungkin dapat mempelajari budaya dari masyarakat pemakai bahasa tersebut. Berdasarkan pada uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis unsur-unsur budaya yang terdapat dalam film The Road Home dengan judul penelitian: “Analisis Unsur Budaya Tiongkok dalam Film The Road Home Karya Zhang Yimou”.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu dengan studi pustaka berupa artikel, jurnal, buku, referensi dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian penulis untuk pendukung dan pembanding terhadap analisis yang dilakukan. Kemudian melalui dialog-dialog dan adegan-adegan film The Road Home yang mencerminkan unsur–unsur budaya Tiongkok dengan menerapkan teori C.Kluckhohn. Objek penelitian fokus pada unsur-unsur budaya yang terdapat pada film The Road Home Karya Zhang Yimou.
HASIL DAN BAHASAN Film The Road Home adalah sebuah cerita tentang kisah percintaan masa muda ayah dan ibu, pada film ini terdapat banyak unsur-unsur budaya Tiongkok dan tersebar dalam adegan film ini. Unsur-unsur budaya yang terdapat dalam film The Road Home, antara lain peralatan dan perlengkapan hidup manusia, kesenian dan religi.
3
1. Peralatan dan Perlengkapan Hidup Manusia 1.1 Mangkuk porselen Kata “China” dalam bahasa inggris memiliki dua makna yaitu Tiongkok, di sisi lain dapat juga bermakna sebagai porselen. Dikarenakan sebab penemuan teknik produksi porselen berasal dari Tiongkok sehingga orang barat sering mengkaitkan porselen dengan Tiongkok(
彭,2007:192
泽
). Mangkuk porselen adalah salah satu varietas utama porselen Tiongkok yang memiliki sejarah peradaban kuno yang panjang. Mangkuk porselen dalam film The Road Home, tidak hanya memiliki peranan yang penting sebagai peralatan makan dalam kehidupan seharihari, tidak hanya sebuah karya seni berharga, tetapi juga dijadikan sebagai salah satu alat untuk mengekspresikan isi hati. Dalam film ini, tokoh utama wanita (ibu) yang bernama Zhaodi diam-diam mengkagumi seorang Guru yang berasal dari kota (ayah) yang bernama Luo Changyu, warga desa Shanhedun memanggilnya dengan sebutan “Xiansheng”(Sebutan hormat bagi Guru pada zaman itu). Pada saat itu, kepala desa merangkul kaum pria warga setempat bergegas untuk membangun gedung sekolah baru, Xiansheng juga terlibat dalam rangka pembangunan sekolah baru sedangkan kaum wanita ditugaskan untuk membuat dan mengantarkan makan siang untuk kaum pria yang sedang membangun sekolah, makanan ini disebut “Gongfan”. Setiap mengantarkan “Gongfan”, Zhaodi selalu menggunakan mangkuk porselen yang sama untuk mengungkapkan isi hatinya kepada Xiansheng, dari kejauhan Zhaodi memata-matainya dan berharap Xiansheng dapat mengambil makanan yang telah dia buat khusus untuknya. Suatu hari, Zhaodi mendengar sebuah isu bahwa orang desa selalu mengutamakan Xiansheng mengambil makanan terlebih dahulu dimaksudkan untuk menghormati Xiansheng. Sejak saat itu, Zhaodi sengaja menempatkan mangkuk porselen miliknya dibagian terdepan. Screen mangkuk porselen berulang kali ditampilkan dalam film ini, adegan ini dengan jelas mengekspresikan kesungguhan, kegigihan dan keseriusan seorang gadis dalam perjuangan untuk mendapatkan cinta sejati yang diinginkannya. Film ini disyuting di daerah pedesaan bagian utara Tiongkok dengan mengambil momen musim gugur dan musim dingin. Semasa peralihan dari musim gugur ke musim dingin, dimana cuaca berubah menjadi dingin, secara perlahan-lahan tubuh menghasilkan reaksi dingin, energi yang dibutuhkan tubuh juga akan meningkat, sehingga nafsu makan menjadi bertambah, orangorang perlu mengkosumsi lebih banyak makanan untuk menahan hawa dingin. Alasan Zhaodi memilih mangkuk porselen yang berukuran besar dan kelihatan menarik dimata dikarenakan sebenarnya Zhaodi ingin Xiansheng dapat makan dengan kenyang, alasan kedua kerena ingin menarik perhatian Xiansheng dengan mangkuk tersebut, sekaligus ingin Xiansheng dapat merasakan ketulusan isi hatinya melalui makanan yang dia buat. Dikarenakan Xiansheng adalah kaum pendatang yang berasal dari kota, sesuai dengan ketentuan pedesaan, setiap hari Xiansheng bergiliran makan “Paifan” di rumah warga pedasaan Shanhedun. Suatu hari, Xiansheng mendapat giliran makan “Paifan” di rumah Zhaodi. Hari itu, Zhaodi sengaja bangun lebih pagi, dengan serius membuat makanan lezat dan meletakan makanannya di mangkuk porselen tersebut, dengan harapan agar Xiansheng dapat mengenal mangkuk porselen ini. Setelah Xiansheng selesai makan, Zhaodi sangat penasaran apakah Xiansheng mengenal mangkuk porselen tersebut. Zhaodi
: "Apakah kamu mengenal mangkuk saya? mangkuk porselen ini." Xiansheng : "Maaf, saya tidak tahu" . (Memegang mangkuk porselen dan melihat dengan teliti) Zhaodi : "Apakah kamu pernah memakan makanan yang disajikan ketika pembangunan sekolah?” Xiansheng : "Iya, saya pernah memakannya". (menjawab dengan lembut) (
《The Road Home 》 37:09 – 37:18)
Dari adegan dan dialog di atas, dapat diketahui bahwa sebenarnya Zhaodi secara terangterangan bermaksud menunjukkan kepada Xiansheng, maksud dan tujuan dia membuat “Gongfan” dengan menggunakan mangkuk porselen, mangkuk tersebut mengisyaratkan kekagumannya kepada Xiansheng selama ini. Selain itu, Zhaodi juga ingin mendapatkan respon positif dari jawaban Xiansheng. Adegan ini sekali lagi menunjukan kesederhanaan dan kepolosan Zhaodi dalam mengungkapkan isi hatinya.
4 Setelah makan siang di rumah Zhaodi, ada suatu kejadian dimana Xiansheng dituduh sebagai “orang yang menentang reformasi” dan dibawa pergi, dumpling jamur yang khusus dibuat oleh Zhaodi tidak sempat dimakan oleh Xiansheng. Zhaodi memegang pangsit tersebut sambil berlari dan berusaha mengejar kereta Xiansheng yang menjauh darinya. Beberapa kali dia melihat kereta berada didepan mata, akan tetapi tidak dapat menyusulnya, Zhaodi terjatuh dan mangkuk porselen pun pecah, dumpling yang dibuatnya pun berserakan di tanah. Bagi Zhaodi mangkuk porselen tersebut bukanlah sekedar mangkuk biasa. Pecahnya mangkuk ini seakan-akan melambangkan berbagai perasaan seperti kesedihan, keputusasaan, kekecewaan, kehilangan yang dia rasakan ketika melihat kepergian Xiansheng. Sebuah mangkuk yang pecah tidak akan dapat kembali kebentuk semula, tetapi dengan kerajinan rakyat tradisional Tiongkok yaitu “teknik memperbaiki mangkuk”, mangkuk yang pecah pun dapat diperbaiki hingga kebentuk semula. Di era modern sekarang, “teknik memperbaiki mangkuk” tersebut jaranglah ditemukan. Tetapi melalui Film The Road Home ini secara menyeluruh menunjukkan proses penyatuan mangkuk yang telah pecah, kerajinan ini tidak hanya mencerminkan nilai seni yang luar biasa, tetapi sekaligus mencerminkan warisan budaya yang kental. Pertama-tama perajin mengikat empat sisi mangkuk dengan mengunakan tali tipis, sehingga bentuk mangkuk seperti kembali kebentuk asalnya. Kemudian dengan menggunakan sebuah pahat bor dan tali busur yang ditarik berulang-ulang, pahat bor akan berputar cepat sehingga menghasilkan lubang kecil pada mangkuk, setelah menghasilkan lubang, pada dua sisi lubang tersebut diberi sebuah kawat besi, kemudian menggunakan palu untuk mempererat kawat besi pada mangkuk tersebut. Kerajinan ini tampak tidak sulit, namun juga tidak mudah. Kerajinan ini jelas membutuhkan keterampilan dan keahlian yang khusus, jika tidak ada keterampilan dan keahlian maka akan sulit bagi seseorang untuk
(无风无浪,
)
2014 . Teknik memperbaiki mangkuk yang diperlihatkan memperbaikinya dalam film ini merupakan perkenalkan budaya Tiongkok kepada penonton. Teknik memperbaiki mangkuk tersebut dimasa kini sudah jarang terlihat dikarenakan mudah didapatnya mangkuk baru pada zaman sekarang, sehingga mengakibatkan teknik perbaikan mangkuk menjadi tontonan menarik pada film ini. Dalam film ini ibu Zhaodi tidak hanya memperbaiki sebuah mangkuk porselen, tetapi sekaligus mengobati hati putrinya yang terluka. Mangkuk tersebut menjadi salah satu cara ibu untuk menghibur putrinya dan mencerminkan aspirasi ibunya mendukung cinta putrinya dan Xiansheng. Ibu Zhaodi mengatakan: “Berapa pun harganya akan saya bayar.” membuktikan bahwa pada zaman itu memperbaiki sebuah mangkuk benar-benar lebih mahal dari pada membeli sebuah mangkuk yang baru. Sedangkan kondisi keluarga Zhaodi bukanlah sebuah keluarga yang mampu, tetapi ibu Zhaodi berusaha memperbaiki mangkuk tersebut demi kebahagiaan putrinya. Setiap ibu didunia ini menginginkan anak mereka hidup bahagia, hanya saja tidak ingin mengungkapkannya pada anak-anaknya. Seperti kata pepatah tentang ibu adalah salah satu orang yang paling mulia di dunia ini. Ibu Zhaodi dalam film The Road Home sekali lagi melalui tindakan membuktikan kebenaran akan pepatah ini. Mangkuk porselen merupakan saksi terbaik pada kisah cinta Zhaodi dan Xiansheng, mangkuk ini kemudian menjadi peralatan Zhaodi untuk mengenang Xiansheng. Keberadaan mangkuk porselen mampu dan dapat mengembangan plot, memperindah efek seni dalam film, sekaligus menjadi daya tarik dalam film The Road Home. 1.2 Jaket Merah Sutradara Zhang Yimou pernah mengatakan: “Dari berbagai variasi warna, merah menyala seperti darah adalah warna favorit saya”. Setelah menonton film The Road Home karya Zhang Yimou, terbukti bahwa sutradara Zhang Yimou memang memiliki pandangan khusus terhadap warna merah. Di Tiongkok warna merah melambangkan keberuntungan,
何建华
meriah, antusias, berani, kegairahan dan semangat juang( , 2012). Titik terang awal hingga akhir film The Road Home sebagian besar di awali dengan warna merah. Salah satunya jaket merah dan pink serta syal merah yang dipakai oleh Zhaodi adalah sorot utama dari film dan ditampilkan di beberapa adegan penting dalam film. Pertama kali, ketika Zhaodi dan warga desa menyambut kedatangan Xiansheng, saat itu Zhaodi mengenakan jaket merah, syal merah dan rambut berkepang dua dengan pita berwarna hijau. Jaket merah yang dikenakan oleh Zhaodi memberikan dampak visual yang kuat dibandingkan baju-baju cerah yang di pakai wanita desa lainnya. Merah adalah warna yang paling menarik perhatian dan mudah ditangkap visual, sehingga mengakibatkan perbedaan yang jelas
5 walaupun pada saat itu Zhaodi berada dikerumunan para wanita. Perbedaan tersebut mengakibatkan Zhaodi menjadi pusat perhatian, Xiansheng dapat secara lansung melihat
5
Zhaodi yang mengenakan jaket merah, karena penasaran Xiansheng bahkan melihat dia beberapa kali dan mengingatnya didalam hati. Jaket merah pada momen ini melambangkan citra semangat muda Zhaodi, semangat untuk cinta, sekaligus melambangkan simbol harapan. Kedua kali, ketika Xiansheng makan di rumah Zhaodi. Pada saat itu, Zhaodi berdiri di samping pintu dan mengenakan jaket berwarna merah muda, pita rambut yang berwarna hijau, Zhaodi dengan malu-malu mencengkram kancing pakaian dan mengekspesikan sifat pemalu, sifat pandai menahan diri, sifat semangat dan juga mengekspresikan jiwa tidak tertahankan seorang gadis muda untuk mengejar cinta yang indah. Zhaodi dengan sengaja mengeluarkan jaket merah dan meletakkannya di atas lipatan selimut, sebenarnya dia ingin menarik perhatian Xiansheng dan diam-diam memberikan isyarat kepadanya bahwa dia adalah wanita yang berpakaian merah ketika pertama kali menyambut Xiansheng datang. Tidak hanya itu, Xiansheng juga secara langsung mengutarakannya kepada Zhaodi bahwa dia terlihat cantik ketika memakai jaket itu dan memberinya sebuah jepitan rambut berwarna merah. Zhaodi kelihatan sangat bersemangat dan langsung mengenakan jaket merah dan jepit merah tersebut. Jaket merah pada momen ini melambangkan kegairahan dan keberanian. Hari ketika Xiansheng berjanji untuk pulang ke desa, Zhaodi sengaja memakai jaket merahyang paling disukai Xiansheng dan menunggunya sepanjang hari di samping jalan menuju kota. Jaket merah pada adegan ini mencerminkan penantian dengan semangat juang yang tinggi, tidak mudah menyerah pada keadaan apapun. Sebuah foto pernikahan Zhaodi dan Xiansheng, saat itu Zhaodi juga mengenakan baju merah. Jaket merah pada adegan ini melambangkan kemeriahan dan keindahan dalam acara pernikahan. Jaket merah dalam film ini menempati posisi penting dalam ekspektasi kinerja dalam hal mengekspresikan cinta Zhaodi kepada Xiansheng dan penantian Zhaodi dalam jangka waktu yang lama, menonjolkan cinta bagaikan kobaran api, sekaligus sebagai petunjuk dari perkembangan cinta Zhaodi dan Xiangsheng dari pertemuan, pendekatan, saling mencintai, hingga menikah. 1.3 Dumpling Seperti yang kita ketahui, Tiongkok adalah salah satu negara yang memiliki banyak budaya makanan, sehingga mengakibatkan budaya makanan setiap daerah berbeda-beda. Dalam kisah cinta antara Zhaodi dan Xiansheng, dumpling juga memiliki peran paling penting dalam film ini. Dumpling adalah salah satu karakteristik dari makanan khas tradisional Tiongkok, sekaligus merupakan makanan pokok di daerah utara. Orang utara memiliki ketertarikan khusus terhadap dumpling, sebuah pepatah mengatakan: "Shufu Buru Daozhe, Haochi Buru Jiaozi", Maksud dari pepatah tersebut adalah setelah memakan dumpling enaknya bagaikan berbaring di atas ranjang, pepatah ini jelasnya menunjukkan kegemaran orang utara akan dumpling. Hingga hari ini pernyataan “Orang utara suka makan dumpling” masih tersebar luas. Dalam film The Road Home, Xiansheng pernah mengatakan : “dumpling berisi jamur adalah makanan favorite saya”, peryataan Xiansheng menegaskan bahwa orang utara memang memiliki ketertarikan khusus terhadap dumpling. Dalam benak orang utara, makna dumpling lebih dari sekedar makan. Ketika bertamu ke rumah orang utara, untuk menunjukan keramahan tuan rumah kepada tamu, orang utara akan menyajikan makanan terbaik mereka yaitu dumpling. Jika tuan rumah bersedia membuatkan dumpling untuk tamu yang datang bertamu, itu menandakan bahwa tuan rumah tidak mengganggap orang yang bertamu tersebut sebagai orang asing. Dumpling yang disajikan oleh tuan rumah menunjukan rasa hormat, antusiasme kepada tamu yang datang berkunjung, sekaligus mempererat hubungan antara kedua belah pihak. Dari uraian adegan di atas, selain ingin menunjukkan kebiasaan makanan khas Tiongkok bagian utara, bersamaan dengan itu film ini ingin kita juga memahami, diantara begitu banyak hidangan utara, mengapa film ini sengaja memilih dumpling. Sebenarnya prinsip ini sangat sederhana, ketika kita membicarakan masakan Italia, orang akan mengasosiasikan dengan spaghetti. Didasarkan pada konsep ini, dengan melihat dumpling orang-orang akan dengan mudah mengasosiasikannya dengan Tiongkok, dengan cara ini Tiongkok dapat memperkenalkan budaya akan makanan khasnya kepada dunia.
6
2. Paper cut The Road Home juga mengangkat salah satu bentuk kesenian tradisional Tiongkok yaitu Paper cut(seni gunting kertas Tiongkok). Paper cut kebanyakan ditempelkan di jendela, oleh karena itu umumnya paper cut mendapat sebutan “Chuanghua” yang melambangkan keberuntungan dan kebahagiaan. Paper cut merupakan kerajinan Tiongkok yang digunakan untuk mengekspresikan impian, harapan, perasaan serta untuk tujuan dekorasi. Kerajinan ini adalah bentuk kerajinan yang paling cocok sebagai pengisi waktu bagi kaum perempuan di pedesaan, jadi hampir setiap wanita desa menguasai keahlian membuat paper cut. Dalam film ini, Zhaodi adalah tokoh wanita desa yang menguasai paper cut. Kerajinan tangan ini tidak hanya populer di berbagai daerah Tiongkok, bahkan berkembang di seluruh dunia dan diadopsi dengan gaya budaya yang berbeda-beda. Paper cut populer dan terkenal di seluruh dunia, tetapi hanya paper cut Tiongkok yang terdaftar dalam Warisan Budaya Tak-benda (WBTB) UNESCO pada tahun 2010. Paper cut mencerminkan karakteristik sekaligus mencerminkan nilai-nilai budaya seluruh rakyat Tiongkok. Film The Road Home mempertunjukan tiga scene paper cut. Pertama kali, ketika Zhaodi terbangun dipagi hari dari tempat tidurnya, paper cut terlihat di jendela kamarnya. Kedua kali, ketika Xiansheng datang makan dirumah Zhaodi, paper cut sekilas terlihat di jendela rumah Zhaodi. Ketiga kali, karena Zhaodi keliru mendengar suara Xiansheng yang sedang mengajar, Zhaodi berlari dari rumahnya menuju sekolah. Tanpa sengaja dia menemukan kertas jendela kelas telah robek akibat angin besar dari musim dingin. Zhaodi dengan segenap hati mengganti kertas jendela yang robek tersebut dan menggantikannya dengan kertas jendela yang baru, membersihkan ruang kelas, menghapus papan tulis dan hanya meninggalkan tulisan Xiansheng di papan tulis. Terakhir, Zhaodi dengan lembut mengambil sudut paper cut berwarna merah dengan berpola bunga “Meihua”, dari atas dengan rata menempelkan dan kemudian dengan hati-hati untuk merapikan paper cut di jendela. Tujuan utama kerajian paper cut adalah untuk dekorasi ruang, simbol bunga “Meihua”. Meihua merupakan simbol semangat orang Tionghua, yang melambangkan ketabahan, kegigihan, berani serta
(成功大师,
)
semangat pantang menyerah 2013 . Melalui adegan paper cut ini dapat mengetahui bahwa tata cara dalam menempelkan paper cut juga sangat penting. Ketika ingin menempelkan paper cut harus mengetahui tata caranya, pertama-tama dengan hati-hati membuka paper cut, perlahan-lahan digerakkan agar setiap lipatan paper cut nya terbuka, ditempelkan sedikit demi sedikit dari atas hingga bawah, jika tidak paper cut akan robek dan mengakibatkan keindahan paper cut pun menjadi rusak. 3. Religi 3.1 Pembangunan sekolah Dalam film The Road Home terlihat jelas adegan pembangunan sekolah. Ketika Xiansheng datang ke desa Shanhedun sekolah masih belum selesai dibangun, pada saat itu kepala desa bersama para pria yang ada di desa bergegas menyelesaikan pembangunan sekolah. Kemudian Xiansheng pun ikut serta dalam proses pembangunan sekolah tersebut. Untuk membangun sebuah sekolah di pedesaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dalam film The Road Home terlihat jelas hal-hal yang harus dilakukan dan pantangan yang harus dihindari pada saat proses pembangunan itu terjadi. Pantangan merupakan suatu larangan pada kata-kata atau prilaku yang dapat menimbulkan konsekuensi yang merugikan orang banyak. Salah satu pantangannya adalah “Seorang wanita tidak boleh mendekati lokasi ketika proses pembangunan dilakukan” . Shengzi
: “Dulu, Ibu pernah mengatakan bahwa dahulu banyak hal yang tidak boleh wanita lakukan, contohnya masalah besar seperti pembangunan rumah dan menggali sumur, karena takut akan membawa pengaruh buruk.Jadi, pada saat proses pembangunan sekolah, wanita-wanitadi desa hanya boleh melihat dari kejauhan.”
《The Road Home》 19:00-19:16)
(
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa dalam pandangan masyarakat tradisional Tiongkok, wanita dianggap sebagai simbol yang dapat membawa hal yang buruk. Karena wanita mengalami menstruasi, dimana menstruasi merupakan sesuatu unsur yang dapat menimbulkan hal negatif. Wanita dapat membuat hal-hal yang sakral menjadi terkontaminasi pengaruh buruk. Didasarkan pada konsep ini, wanita tidak bisa bebas bergerak,
7
tidak diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam membangun rumah. Walaupun pedesaan dalam film ini memiliki kepercayaan bahwa “takut terkontaminasi pengaruh buruk”, tetapi dalam proses pembangunan sekolah, semua masyarakat desa ikut berpartisipasi dalam mensukseskan pembangunan sekolah. Para pria ditugaskan membangun sekolah dan para wanita ditugaskan menyiapkan kosumsi untuk para pria yang bekerja di lokasi pembangunan. Ketika makan siang, para wanita desa akan meletakan makanan pada sebuah meja kayu panjang(kurang lebih sepanjang tiga meter). Meja kayu panjang tersebut diletakan beberapa meter dari lokasi pembangunan. Setelah meletakan makanan, para wanita desa duduk di mulut sumur yang letaknya agak jauh di seberang sekolah, dari kejauhan melihat para pria yang sedang makan. Meskipun terdapat kepercayaan diantara kaum perempuan dan kaum laki-laki pada desa Shanhedun, tetapi pada kenyataannya mereka saling menghormati adat istiadat setempat, mempertahankan hubungan bilateral yang baik, dedikasi untuk membantu satu sama lain, saling percaya dan saling memahami, sehingga menciptakan suasana yang harmonis. Adat balok diatas (bangunan) sudah ada sejak lama, di desa ada sebuah pepatah yang mengatakan : “atap rumah terdapat balok penyangga atap, dalam rumah ada bahan pangan, apabila tidak ada balok penyangga atap, maka hewan pelihara pun tidak akan makmur. Orangorang meyakini bahwa apabila penyangga atap dipasang dengan benar, maka akan
査鸿林
menstabilkan bangunan, dengan demikian bisnis keluarga baru dapat berkembang” ( , 2015). Menurut kebiasaan setempat, ketika bangunan mencapai tahap penyelesaian, tiga sampai empat pekerja harus menjaga kestabilan dalam mengangkat balok kayu, kedua sisi balok kayu diangkat secara bersamaan, setelah balok dibungkus dengan kain merah. Kain ini disebut “Hong atau merah”, biasanya ditenun oleh gadis paling cantik di desa dan harus gadis yang berstatus belum menikah, masalah menenun kain merah ini otomatis ditugaskan kepada Zhaodi. Masyarakat desa melarang para wanita mendekati lokasi pembangunan, tetapi untuk masalah menenun “hong” di tugaskan untuk gadis paling cantik di desa dan harus gadis yang berstatus belum menikah. Hal ini berkaitan dengan dongeng indah Tiongkok
》
《
》
《The story of
the cowherd and the weaver girl dan Fairy Couple . Dalam cerita dongeng ini wanita yang bisa menenun mendapat julukan sebagai peri atau bidadari, menurut cerita pelangi dan awan kemerah-merahan merupakan hasil tenunan dari peri-peri di langit dan digunakan ibu
太行一
,2015). Jadi, dimata orang banyak, wanita ratu sebagai kompetisi pertunjukan di langit ( yang masih suci, berpenampilan menawan dan ahli dalam soal menenun dijuluki sebagai peri, hanya seorang gadis yang mirip dengan peri yang dapat menenun kain terbaik. Kain “Hong” yang berada diatas bubungan melambangkan keberuntungan, kegembiraan, doa masyarakat agar bangunan tetap kokoh dan awet, doa agar orang yang menempati bangunan tersebut selalu aman, selamat serta hal-hal positif lainnya. Selain itu kain “hong” ini juga bisa digunakan untuk mengusir roh jahat, menjauhkan bangunan dari bencana, menghalang segala penyebab dari nasib buruk.
传统葬礼
3.2 Pemakaman tradisional ( ) Film The Road Home bukanlah hanya sebuah kisah yang menceritakan tentang percintaan. Plot bagian nyata dari film ini menggunakan jenis tampilan hitam putih yang menceritakan kisah tentang pemakaman ayah. Latar belakang plot ini terjadi pada musim dingin, cinta ayah dan ibu sekali lagi menghadapi perpisahan selamanya yaitu perpisahan hidup dan mati. Karena membutuhkan dana untuk merenovasi sekolah, ayah pergi untuk mencari dana dan tidak disangka karena penyakit jantung menyebabkan ayah meninggal dunia, sedangkan ibu bersikeras menggotong peti mati ayah dari rumah sakit kabupaten yang letaknya puluhan kilometer dari desa kembali ke desa Shanhedun. Kepala desa
:“Menggotong merupakan kepercayaan sejak lama, maksud menggotong ini agar almarhum dapat kembali berjalan di jalan lama, pulang untuk melihat jalan lama ini, maksudnya agar almarhum tidak melupakan jalan ini, ini adalah sebuah kepercayaan.”
《The Road Home》 05:09-05:19)
(
7
8
Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa sebenarnya ini adalah gambaran kepercayaan yang terjadi di pedesaan utara Tiongkok. Kepercayaan ini berada pada pikiran warga desa pada jangka waktu yang lama dan mendarah daging sehingga menyebabkan ibu masih bersikeras menggunakan tradisi tersebut. Selain itu dikarenakan jalan ini bukanlah hanya sekedar jalan biasa yang menghubungkan desa ke kota, proses pengenalan ibu dan ayah hingga suka satu sama lain berkaitan dengan jalan ini, jalan ini melambangkan jalan hidup percintaan ayah dan ibu untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, ibu ingin menemani ayah berjalan dan kembali melewati jalan ini. Demi mengekspresikan cinta terakhir untuk ayah, ibu menyuruh anaknya-Shengzi mengeluarkan mesin menenun, bersikeras menenun kain putih“dangguanbu”(kain penutup luar peti). Ibu Shengzi Ibu Shengzi Ibu Shengzi Ibu Shengzi
Ibu Shengzi Ibu Shengzi Ibu
: “Shengzi, keluarkan alat mesin tenun.” : “Mesin tenun, untuk apa mengeluarkannya?” : “Saya ingin menenun kain.” : “Kain buat apa?” : “Kain “dangguan” untuk ayahmu.” : “Ibu, bagaimana jika ibu jangan menenun, saya akan membelinya di pasar.” : “Saya tidak ingin kain yang dibeli.” : “Mesin tenun itu sudah bertahun-tahun lamanya, sejak lama sudah rusak, lagi pula zaman sekarang siapa yang mau menenun sendiri.” : “Kamu bisa meminta paman Xia buat memperbaikinya.” : “Ibu, beberapa hari ini engkau juga sudah sangat lelah.” : “Saya harus menenun kain “dangguan” dengan tangan saya sendiri”. : “Saya boleh pergi membelinya.” : “Saya tidak mau kain yang dibeli, saya menyuruh kamu memindahkan mesin tenun, kamu pindahkan saja.suruh memindahkan nya, kamu pindahkan saja”.
(《The Road Home》07:40-08:21) “Dangguanbu”adalah sebuah kain yang digunakan untuk menutupi luar peti, kain ini mengandung makna melindungi jasad agar terhindar dari hal-hal buruk. Hal ini menyebabkan kenapa ibu begitu bersikeras ingin menenun kain itu dengan tangannya sendiri, karena ibu ingin selalu melindungi ayah dengan kain “dangguanbu” ini. Sama halnya ketika ibu masih muda, ibu pernah menenun kain “hong” untuk melindungi bangunan sekaligus melindungi ayah. Sepanjang malam ibu duduk di depan mesin tenun, ibu hanya fokus dengan kain tenunannya, beliau tampak lelah, seolah-olah semua kepedihannya ditenun kedalam kain tersebut. Sebuah mesin menenun tradisional merupakan alat peraga penting dalam film ini, alat ini menjadi lintang emosional untuk mengekspresikan kesedihan dalam hati ibu. Sejak revolusi budaya, perkembangan teknologi perlahan-lahan mengalami peningkatan, namun masih gagal dalam hal menghilangkan kepercayaan di pedesaan. Film ini cukup membuktikan bahwa hingga sekarang di pedesaan masih mempertahankan beberapa kepercayaan dan adat istiadat lama. Dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, kepercayaan tersebut sangat lazim dilaksanakan. Di hari badai salju, tidak disangka siswa-siswa ayah datang menghadiri prosesi acara pemakaman ayah. Mereka yang datang pada hari itu berjumlah ratusan orang, siswa ayah dan orang yang disewa oleh kepala desa untuk menggotong peti ayah bergilliran menggotong peti ayah. Langkah demi langkah menemani ayah dari rumah sakit kota hingga desa Shanhedun dan ayah dimakamkan di seberang sumur yang berdekatan dengan sekolah, dengan begini setiap hari ayah dapat melihat sekolah. Plot ini menunjukkan aksi rasa berterima kasih atas jasa Xiansheng yang pernah membimbing mereka, rasa hormat kepada Xiansheng, nostalgia akan semasa Xiansheng mengajar dan juga rasa berat akan perpisahan. Plot ini adalah rangkaian terpenting dari perjalanan film ini dan juga merupakan adegan budaya yang paling penting dan menonjol
9
SIMPULAN DAN SARAN Film The Road Home tidak hanya sebuah film percintaan yang mengangkat sebuah kisah percintaan yang sederhana, tetapi film ini juga banyak mengandung unsur budaya, dimana unsurunsur tersebut erat hubungannya dengan masyarakat Tiongkok. Berdasarkan pada Teori Kluckhohn, unsur budaya yang terkandung dalam film ini terlihat jelas dalam tiga unsur budaya yaitu peralatan dan perlengkapan hidup manusia, kesenian dan religi. Unsur-unsur budaya yang terlihat berkaitan erat dengan tokoh utama wanita-Zhaodi. Budaya yang terlihat dalam film The Road Home diantaranya mangkuk porselen, jaket merah, dumpling, paper cut, pembangunan sekolah dan tradisi pemakaman. Film ini tidak hanya sebuah tontonan yang menarik, tetapi juga sebuah pembelajaran budaya. Dari film ini kita dapat melihat teknik memperbaiki mangkuk yang pecah, teknik menenun, paper cut serta tradisi pembangunan dan pemakaman tradisional. Oleh karena itu, penulis berharap melalui tulisan ini, dapat membantu pembaca agar mempunyai pemahaman mendalam terhadap budaya Tiongkok, serta dapat menjadi referensi bagi penelitian karya ilmiah sejenis. Film ini tidak hanya menjadi sebuah tontonan saja, tetapi dapat menjadi salah satu bahan pembelajaran budaya Tiongkok yang akan memberikan pengetahuan yang lebih mengenai budaya Tiongkok.
REFERENSI
中文文献 [1]成功大师.梅花[N].励志网,2013-06-09 [2]何建华.红色魅力大放光彩----伴随桂兴华的正能量诗歌[N].中国作家网,2012-07 [3]黄莺.(2014).析《我的父亲母亲》色彩元素意境之美[J].电影文学. [4]刘谦功.(2014).中国文化欣赏读本.上.汉英对照.北京:北京中科印刷有限公司. [5]刘泽彭.中国文化常识(中英对照).(2007).北京.高等教育出版社;第1版 [6]路海波.(2003).中国电影名片快读.四川:四川文艺出版. [7]太行一.那消失在农村夜空的织布声[N].金华市新闻网, 2015-6-17 [8]魏超杰.(2013).《我的父亲母亲》电影美术分析.黄河科技学院. [9]无风无浪.久别了,“锔锅锔碗锔大缸”的小炉匠[N].秋水情感文学网,2014-07-14 [10]査鸿林.上梁[N].合肥晚报,2015-1-15 [11]张凤铸.(2006)中国电影电视剧理论纵览.北京:北京广播学院出版社. [12]邹广胜,陈运永.(2005).张艺谋电影的三个基本主题及其对当代中国电影 的意义[J]. 浙江大学中文系.云南艺术学院学报.2005(2): 22-26. 英文文献
Kluckhohn,C.(1953). Universal Categories of Culture. In Anthropology Today: An Encyclopedic Inventory. Chicago: University of Chicago Press. Tylor, E. B.(1920). Primitive culture. London: Murray.
印尼文献
Azizah,E.M.(2014).Budaya Jawa Dalam Film Java Heat (Analisis Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki). S1 thesis. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Koentjaraningrat.(2000). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Radar Jaya Offset. Samovar.L.A. and Porter, R.E.(2004). Communication Between Cultures (5th Edition) Belmont, CA:Wadsworth/Thomson Learning. Trisna, Indah Nevira.(2013).Analisis Unsur-Unsur Budaya Dalam Film Dokumenter Regards Vi Sebagai Bahan Pembelajaran Budaya Pada Mata Kuliah Civilisation Française. S1 thesis. Universitas Pendidikan Indonesia.
RIWAYAT PENULIS Monica Wilijaya lahir di kota Tembilahan pada 29 Mei 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di BinusUniversity jurusan Sastra China pada 2015.
10
Sri Haryanti, S.S., MTCSOL lahir di kota Semarang pada 11 Juli 1973. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Darma Persada pada tahun 1998 dan menamatkan S2 di Sichuan Normal University pada tahun 2014. Saat ini bekerja sebagai SCC Skill umum pada jurusan Sastra China di Universitas Bina Nusantara dan aktif di Jurnal Lingua Cultura Universitas Bina Nusantara sebagai penyunting pelaksana.