Analisis trend dan pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan (Studi empiris pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, periode 2002 - 2005)
SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Edwin Christian
F.0203068
F A K UL T AS E K O NO MI U NI V E R S I T AS S E B E L A S M A RE T S U R AK AR T A 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengelolaan modal kerja merupakan salah satu tugas manajer keuangan yang utama pada posisinya di dalam suatu perusahaan. Tetapi, masih banyak terdapat kegagalan bisnis yang telah disebabkan ketidakmampuan para manajer keuangan untuk merencanakan dan mengawasi secara tepat aktiva lancar dan hutang lancar dari masing-masing perusahaannya (Smith, 1973). Suatu perusahaan harus mempertahankan keseimbangan antara likuiditas dan profitabilitas ketika perusahaan tersebut melakukan aktivitas operasinya seharihari. Namun untuk mencapai kondisi seperti ini, manajer keuangan dari suatu perusahaan berada di dalam suatu dilema untuk mencapai trade off yang diinginkan antara likuiditas dan profitabilitas guna memaksimalkan nilai perusahaan. Apabila perusahaan terlalu fokus terhadap likuiditas maka akan menjadi beban bagi profitabilitas (Gitman, 1984 dan Bhattacharya, 2001). Perusahaan dengan jumlah persediaan yang besar dan kebijakan penjualan kredit yang lunak mungkin akan mengarah terhadap penjualan yang lebih tinggi. Jumlah persediaan yang besar mengurangi risiko kekurangan persediaan pada saat permintaan melonjak dan juga mencegah penundaaan dan rusaknya jadwal produksi. Penjualan kredit mungkin merangsang penjualan karena memberikan kesempatan bagi konsumen untuk menilai kualitas produk sebelum melakukan pembayaran (Long, Martiz, dan Ravid, 1993; dan Deloff
dan Jeggers, 1996). Dengan melakukan kebijakan kredit yang lunak, maka bagi para konsumen, hal ini bisa menjadi suatu sumber kredit yang tidak mahal (Patterson dan Rajan, 1997). Bagaimanapun juga, satu kelemahan dari pemberian penjualan kredit dan penyimpanan persediaan dalam jumlah yang besar adalah bahwa sebagian besar dana akan terkunci di dalam modal kerja. Ada tiga kebijakan investasi alternatif dalam aktiva lancar, yaitu, pertama, kebijakan investasi aktiva lancar yang longgar. Di dalam kebijakan ini kas, sekuritas, dan persediaan dimiliki dalam jumlah yang relatif besar serta penjualan digalakkan dengan kebijakan penjualan kredit yang longgar sehingga menyebabkan tingkat piutang usaha yang tinggi. Kedua, adalah kebijakan investasi aktiva lancar yang ketat. Kebijakan ini merupakan kebalikan dari kebijakan yang pertama, dimana pada kebijakan ini, jumlah kas, sekuritas, persediaan, dan piutang usaha suatu perusahaan diminimumkan. Ketiga, adalah kebijakan investasi aktiva lancar yang moderat. Kebijakan ini merupakan suatu kebijakan di antara kebijakan investasi aktiva lancar yang longgar dan kebijakan investasi aktiva lancar yang ketat. Selain ketiga kebijakan investasi aktiva lancar di atas, dalam Brigham (2001), terdapat konsep modal kerja nol. Dasar pemikiran dari konsep ini adalah persediaan dan piutang merupakan kunci untuk mengadakan penjualan, tetapi persediaan dapat dibiayai oleh pemasok melalui hutang usaha. Pengurangan modal kerja, dan dengan demikian peningkatan perputaran, memberikan dua manfaat utama. Pertama, setiap rupiah yang dibebaskan dengan mengurangi persediaan atau piutang, atau dengan menambah hutang,
menghasilkan kontribusi pada arus kas. Kedua, suatu gerakan menuju ke arah modal kerja nol secara permanen meningkatkan laba perusahaan. Seperti halnya semua modal, dana yang diinvestasikan ke dalam modal kerja memerlukan biaya, sehingga dengan mengurangi modal kerja akan menghasilkan penghematan yang permanen dalam biaya modal. Penghematan ini dapat ditempuh dengan tidak terdapatnya gudang untuk menyimpan persediaan,
pengurangan
kebutuhan
tenaga
kerja,
dan
berkurangnya
penanganan peralatan, peminimuman persediaan barang yang usang. Sesuai dengan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa working capital management atau manajemen modal kerja merupakan unsur yang penting dari manajemen keuangan bagi kebanyakan perusahaan terutama perusahaan yang berorientasikan laba. Sebagaimana kebanyakan dari perusahaan menginvestasikan dana dalam jumlah yang signifikan di dalam modal kerja. Terlebih lagi, perusahaan-perusahaan ini mempunyai jumlah hutang jangka pendek yang bisa dipertimbangkan sebagai suatu sumber pembiayaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa mempertahankan jumlah investasi modal kerja yang signifikan dan permasalahan jumlah investasi modal kerja yang signifikan mempunyai dampak terhadap profitabilitas suatu perusahaan. Deloof (2003) menemukan hubungan negatif yang signifikan antara gross operating income dengan jumlah hari piutang, persediaan, dan hutang untuk sejumlah besar perusahaan-perusahaan Belgian. Studi yang dilakukan oleh C. R. Satyamoorthi (2000) mengenai modal kerja pada koperasi-koperasi di
Botswana. Studi ini memfokuskan pada bagaimana aset-aset lancar dibiayai dan untuk menemukan kepentingan relatif dari berbagai macam komponenkomponen aset lancar dari data empat tahunan yang telah diambil selama periode 1994-1997. Hasilnya adalah koperasi-koperasi tersebut mempunyai likuiditas yang rendah sehingga mereka dalam posisi yang lemah untuk membayar
kewajiban
jangka
pendeknya.
Dev
Strischek
(2001)
mengungkapkan bahwa ketika memimjam dana, pada banker mengarahkan kinerja dan kemampuan manajemen aliran kas perusahaan, yang mana tentunya mempengaruhi biaya modal. Hal inilah yang menyebabkan kenapa seorang lender mempunyai minat di dalam tiga bidang kunci, yaitu praktek-praktek pengumpulan piutang, pengawasan persediaan, dan kebijakan penjualan kredit. Penelitian ini mengkonfirmasi dugaan-dugaan penelitian-penelitian di atas bahwa manajemen modal kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Kesseven Padachi (2005) pada 58 perusahaan manufaktur kecil Mauritis yang terbagi di dalam lima sektor, yaitu makanan dan minuman, leather garments, produk-produk kertas, produk-produk logam prefabricated, dan mebel kayu, pada periode 1997-98 hingga 2002-03. Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa pengaruh yang positif terhadap profitabilitas perusahaan yang berarti manajemen modal kerja bekerja terhadap profitabilitas perusahaan. Selain berbeda dalam hal objek dan waktu, peneliti juga memodifikasi antara lain variabel dependen yang digunakan di dalam
penelitian kali ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Khan et.al (2004) untuk membedakan dengan penelitian terdahulu.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian kali ini pokok masalah yang diambil adalah: 1. Bagaimana trend di dalam kebutuhan modal kerja perusahaanperusahaan manufaktur? 2. Apakah manajemen modal kerja mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas perusahaan?
C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai: 1. Trend di dalam kebutuhan modal kerja perusahaan-perusahaan manufaktur. 2. Pengaruh
manajemen
modal
kerja
terhadap
profitabilitas
perusahaan.
E. MANFAAT PENELITIAN Adapun hasil yang didapat dari penelitian ini, diharapkan mampu memberikan manfaat bagi:
1. Perusahaan Memberikan pengelolaan
modal
masukan kerja
bagi
sehingga
perusahaan dapat
dalam
menjadi
hal
bahan
pertimbangan perusahaan dalam usahanya untuk memaksimalkan profitabilitasnya. 2. Peneliti Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori dan konsep-konsep yang telah diperoleh terutama yang menyangkut manajemen modal kerja yang dapat memberikan pengaruh positif bagi kemajuan perusahaan. 3. Pihak lain Memberikan
wacana
pengetahuan
dalam
bidang
manajemen modal kerja sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi sebagai bahan penelitian yang akan datang.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Modal Kerja Dalam istilah modal kerja, terdapat dua istilah modal kerja yaitu modal kerja bruto (gross working capital), adalah aktiva lancar yang digunakan dalam operasi, dan modal kerja bersih (net working capital), adalah aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar. Kebijakan modal kerja (working capital policy) mengacu pada kebijakan dasar perusahaan mengenai jumlah yang ditargetkan untuk setiap kategori aktiva lancar dan bagaimana aktiva lancar akan dibiayai. Manajemen modal kerja (working capital management) menyangkut penetapan kebijakan modal kerja maupun pelaksanaan kebijakan tersebut dalam operasi sehari-hari. Modal kerja terdiri dari empat komponen, yaitu kas, surat berharga, persediaan, dan piutang usaha. Siklus yang biasa diikuti oleh suatu perusahaan dimana mereka membeli persediaan, menjual secara kredit, dan kemudian menagih piutang usaha, adalah siklus yang disebut dengan siklus konversi kas. Modal kerja memenuhi kebutuhan-kebutuhan keuangan jangka pendek dari suatu kegiatan bisnis perusahaan. Hal tersebut merupakan modal dagang, tidak tertahan di dalam suatu bentuk khusus untuk jangka waktu lebih dari satu tahun dalam aktivitas bisnis. Dana yang ditanamkan di dalam modal kerja berubah bentuk dan isi sepanjang aliran operasi bisnis yang normal. Terdapat banyak pertanyaan mengebai bagaimana mempertahankan modal kerja yang cukup. Seperti halnya sirkulasi darah di dalam tubuh manusia untuk bertahan
hidup, aliran dana-dana sangatlah penting untuk mempertahankan aktivitas bisnis. Apabila hal tersebut melemah, aktivitas bisnis akan kesulitan untuk berhasil dan bertahan. Kekurangan modal kerja secara umum merupakan penyebab utama kegagalan perusahaan kecil di berbagai negara berkembang dan negara yang sedang berkembang (Rafuse, 1996). Keberhasilan suatu perusahaan pada akhirnya, terdapat pada kemampuannya untuk menghasilkan penerimaan kas yang lebih di atas pengeluaran. Permasalahan aliran kas pada banyak perusahaan kecil diperburuk dengan pengelolaan keuangan yang buruk dan pada khususnya terdapat kekurangan pada perencanaan kebutuhankebutuhan kas (Jarvis et al, 1996). Modal kerja adalah suatu margin atau pengaman untuk memenuhi kewajiban-kewajiban di dalam perputaran aktivitas operasi perusahaan seharihari (Osisioma; 1997). Dengan kata lain, modal kerja mewakili perputaran modal dari suatu organisasi dan terdiri dari: 1. Persediaan-persediaan dari barang yang diperdagangkan, bahan baku, dan barang dalam proses. 2. Piutang. 3. Bank balances dan kas. 4. Marketable securities dan tagihan jangka pendek yang lain pada pihak ketiga. Untuk mendefinisikan modal kerja, tidak lengkap apabila tidak menyebutkan sisi yang lainnya, yaitu kewajiban lancar. Yang mana di dalamnya termasuk tagihan jangka pendek dari pihak ketiga yang terkait di dalam aktivitas bisnis.
Jadi, arti sesungguhnya dari modal kerja adalah selisih bersih antara aset lancar dan kewajiban lancar dari suatu organisasi (Enyi; 2001).
B. Manajemen Modal Kerja Manajemen modal kerja mempunyai dampak yang kuat bagi keterlangsungan dan pertumbuhan perusahaan kecil (Kargar dan Blumenthal, 1994). Manajemen modal kerja merupakan hal yang penting bagi kesehatan keuangan bisnis di semua ukuran. Jumlah dana yang ditanamkan di dalam modal kerja sering kali besar di dalam proporsi total aset yang ditanamkan dan oleh karena itu merupakan hal yang vital bila jumlah dana tersebut digunakan dalam cara yang efisien dan efektif. Bagaimanapun juga, terdapat bukti bahwa perusahaan kecil tidak begitu baik dalam mengelola modal kerjanya. Van Horne (1977) menggambarkan manajemen modal kerja sebagai suatu administrasi aset lancar, seperti kas, marketable securities, piutang, dan persediaan. Dan menurut Osisioma (1997), manajemen modal kerja merupakan regulation, penyesuaian, dan pengawasan keseimbangan dari aset lancar dan kewajiban lancar suatu perusahaan, seperti memenuhi jatuh tempo suatu obligasi, dan aset tetap dipelihara secara tepat. Bagaimanapun juga, untuk mencapai manajemen modal kerja yang baik, terdapat dua elemen yang harus dipenuhi.
Yaitu:
komponen-komponen
yang
diperlukan
(necessary
components) dan jumlah yang diinginkan (desirable quantities). Osisioma (1997) berpendapat bahwa manajemen modal kerja yang baik harus memastikan suatu hubungan yang dapat pantas antara komponen-
komponen yang berbeda-beda dari modal kerja suatu perusahaan guna menghasilkan suatu perpaduan yang efisien, yang mana akan menjamin kecukupan modal. Dengan kata lain manajemen modal kerja harus mampu menyediakan suatu pengelolaan jumlah yang diinginkan dari setiap komponen modal kerja. Sedangkan untuk komponen yang diperlukan dari modal kerja suatu perusahaan pada umumnya mengikuti trend tipe bisnis atau industri. Komponen-komponen modal kerja bagi kebanyakan organisasi pada umumnya adalah kas, debtors, piutang, persediaan, marketable securities, dan redeemable futures. Kecukupan dari masing-masing komponen-komponen ini diukur melalui pengukuran yang ketat berdasarkan kebutuhan, ukuran, dan jangkauan dari kegiatan operasi suatu perusahaan. Ketidakmampuan untuk membayar dan permasalahan finansial buruk yang lain muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan pihak manajemen perusahaan untuk mengidentifikasi kebutuhan, ukuran, dan jangkauan dan kuantitas dari masing-masing komponen modal kerja yang diperlukan bagi mereka ini.
C. Gross Profit Margin Pada penelitian ini, profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan menggunakan Gross Profit Margin. Gross Profit Margin merupakan salah satu rasio yang mengukur profitabilitas suatu perusahaan. Penggunaan rasio ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Khan et.al (2004). Rasio ini dapat diperoleh dengan rumus di bawah ini (Brigham, 2001, p.89):
Gross Profit Margin =
Sales - Cost of Goods Sold Sales
D. Inventories Days Persediaan dapat dikategorikan menjadi pasokan (supplies), bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi, merupakan bagian yang sangat penting bagi hampir semua kegiatan bisnis. Tingkat persediaan tergantung pada penjualan, persediaan harus diperoleh sebelum terjadi penjualan. Oleh karena itu, suatu perusahaan harus bisa memperkirakan penjualan sebelum menentukan jumlah persediaan yang ditargetkan. Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan jumlah persediaan, maka suatu perusahaan akan terbebani dengan biaya persediaan dan kehilangan penjualan. Menghitung periode konversi persediaan, yang mana merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi, dan kemudian menjualnya, yang dapat ditempuh melalui rumus dibawah ini (Brigham, 2002, p. 701): Inventories Days =
Inventory Sales/ 360
E. Accounts Receivables Days Piutang usaha muncul akibat adanya persaingan antara perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dan pada akhirnya, apabila pelanggan membayar piutangnya, maka perusahaan yang memberikan piutang akan menerima kas dan piutang berkurang. Piutang memang mengandung biaya, namun dengan
memberikan piutang maka penjualan dapat ditingkatkan. Menghitung periode pengumpulan piutang, yang mana merupakan lamanya waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah piutang perusahaan menjadi kas, yang dapat ditempuh melalui rumus sebagai berikut (Brigham, 2002, p. 701): Accounts Receivables Days =
Receivables Sales/ 360
F. Accounts Payable Days Hutang yang dimaksud disini merupakan hutang jangka pendek yang diperlukan suatu perusahaan untuk menjalankan aktivitas operasinya. Pada suatu perusahaan terdapat hutang jangka pendek dikarenakan untuk memenuhi beberapa komponen dari modal kerja, misalnya persediaan bahan baku. Menghitung periode penangguhan hutang, yang mana merupakan lamanya waktu rata-rata antara pembelian bahan baku dan tenaga kerja hingga pembayaran kas kepada mereka, yang dapat ditempuh melalui rumus di bawah ini (Brigham, 2002, p. 701): Accounts Payable Days =
Payables Cost of Goods Sold/ 360
G. Cash Conversion Cycle Variabel ini digunakan sebagai suatu pengukur modal kerja yang komprehensif sebagaimana variabel ini menunjukkan time lag antara pembelanjaan untuk pembelian bahan baku hingga pengumpulan dari
penjualan barang jadi. Semakin lama putarannya, semakin besar dana yang terhenti di dalam modal kerja. Untuk merumuskan Cash Conversion Cycle, yang mana berfokus pada lamanya waktu antara ketika perusahaan melakukan pembayaran hingga ketika perusahaan memperoleh cash inflows, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Menghitung periode konversi persediaan, yang mana merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi, dan kemudian menjualnya. 2. Menghitung periode pengumpulan piutang, yang mana merupakan lamanya waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk mengubah piutang perusahaan menjadi kas. 3. Menghitung periode penangguhan hutang, yang mana merupakan lamanya waktu rata-rata antara pembelian bahan baku dan tenaga kerja hingga pembayaran kas kepada mereka. Setelah melalui ketiga rumusan di atas maka, Cash Conversion Cycle dapat diungkap melalui rumus sebagai berikut (Brigham, 2002, p.702): Cash Conversion Cycle = INV_days + AR_days - AP_days
Selain variabel-variabel diatas, terdapat beberapa variabel yang lain yang digunakan untuk memperkuat pengaruh variabel-variabel independen, antara lain adalah:
1. Gearing Ratio Gearing merupakan rasio yang membandingkan antara total hutang dan total aktiva. Rasio ini dapat diperoleh melalui rumus di bawah ini: GEAR =
Total Hutang Total Aktiva
2. Ratio Of Current Assets To Total Assets Ratio of current assets to total asset merupakan rasio yang membandingkan antara aktiva lancar dan total aktiva. Rasio ini dapat diperoleh melalui rumus di bawah ini: CA/TA =
Aktiva Lancar Total Aktiva
H. PENELITIAN TERDAHULU J.C. Imegi, P.U. Augundu, L.U. Onwuli, T.A. Ngerebo (2004) menganalisa dan mengukur arahan manajemen modal kerja pada perusahaanperusahaan negara Rivers, dengan berfokus pada pengoptimalisasian kas, marketable securities, dan piutang. Data primer yang digunakan berasal dari lima belas eksekutif perusahaan dari empat jenis perusahaan. Mereka menetapkan bahwa kemampuan memprediksi aliran kas dan rata-rata pertumbuhan merupakan indikator yang baik modal kerja melalui square statistical technique. Kesimpulannya adalah variasi ukuran dan komposisi current aset perusahaan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh kemampuan
memprediksi aliran kas dan pengantisipasian rata-rata pertumbuhan. Tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sifat-sifat bisnis, penjualan, ukuran perusahaan, dan profitabilitas. Carol Howarth, Paul Westhead (2003) membahas mengenai manajemen modal kerja dari sample acak dalam jumlah yang besar dari perusahaan kecil di Inggris. Principal components analysis dan cluster analysis menegaskan pengidentifikasian empat tipe yang berbeda dari perusahaan dengan maksud untuk memetakan pola dari manajemen modal kerja. Hasil yang bisa disimpulkan dari penelitian mereka adalah perusahaan kecil hanya memfokus manajemen modal kerjanya pada bidang tertentu saja yang mereka harapkan untuk meningkat pengembalian marjinal. Sin dan Soenen (1998) menemukan sebuah hubungan negatif yang kuat antara periode pengumpulan kas dan profitabilitas perusahaan-perusahaan Amerika yang terdaftar pada periode 1978-1994. C.R. Satyamoorthi melakukan suatu penelitian pada pengelolaan modal kerja di dalam koperasikoperasi di Botswana. Penelitiaan tersebut berfokus pada bagaimana aset lancar dibiayai dan untuk mengungkap kepentingan relatif dari berbagai macam komponen aset lancar pada data empat tahunan dari beberapa organisasi yang dipilih. Studi ini mencakup periode 1994-1997. Studi ini menunjukkan bahwa koperasi-koperasi mempunyai likuiditas yang rendah yang mengakibatkan mereka mempunyai posisi yang lemah untuk membayar kewajiban jangka pendek. Dev Strischek (2001) mendiskusikan mengenai pemimjaman dana, para bankir mengarahkan kemampuan pengelolaan modal
kerja dan aliran kas suatu perusahaan, yang mana berdampak pada biaya modal. Hal inilah yang menyebabkan mengapa suatu pemberi pinjaman mempunyai suatu minat tetap di dalam tiga bidang kunci, yaitu praktek-praktek penagihan, pengendalian persediaan, dan kebijakan penjualan kredit. Studi yang dilakukan oleh (Peel et al., 2000) mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan kecil cenderung untuk mempunyai suatu proporsi aset lancar yang relatif tinggi, likuiditas yang relatif rendah, menunjukkan arus kas yang sering berubah-ubah, dan mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap hutang jangka pendek. Bagi bisnis yang kecil dan sedang berkembang, suatu pengelolaan modal kerja yang efisien merupakan suatu komponen vital bagi kesuksesan dan keterlangsungannya, baik dalam hal prifitabilitas dan likuiditas (Peel dan Wilson, 1996). Lebih jauh lagi mereka menegaskan bahwa perusahaan yang lebih kecil seharusnya mengadopsi rutinitas-rutinitas
pengelolaan
modal
kerja
formal
guna
mengurangi
kemungkinan penutupan aktivitas bisnis, seperti halnya untuk meningkatkan kinerja aktivitas bisnis. Studi yang dilakukan oleh Grablowsky (1976) telah menunjukkan suatu hubungan yang signifikan antara berbagai macam pengukuran kesuksesan dan penerapan kebijakan-kebijakan dan prosedur modal kerja yang formal. Mengelola aliran kas dan cash conversion cycle merupakan suatu komponen yang kritis dari keseluruhan pengelolaan keuangan bagi semua perusahaan, terutama pada mereka yang modalnya terbatas dan mempunyai ketergantungan yang lebih pada sumber pembiayaan jangka panjang (Walker dan Petty, 1978; Deakins et al, 2001).
I. KERANGKA PEMIKIRAN
Variabel Independen Inventories Days
Accounts Receivables Days
Accounts Payable Days
Cash Conversion Cycle
Variabel Dependen Gross Profit Margin
Variabel Control Gearing Ratio
Ratio of Current Assets To Total Assets
GAMBAR II. 1 KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan: Dalam
kerangka
pemikiran
di
atas
variabel-variabel
yang
mempengaruhi gross profit margin, yaitu inventories days, accounts receivables days, accounts payable days, dan cash conversion cycle. Inventories days, accounts receivables days, dan cash conversion cycle berpengaruh negatif terhadap gross profit margin. Sehingga bila ada kenaikan dari masing-masing variabel tersebut akan menurunkan gross profit margin. Sedangkan pada variabel accounts payable days mempunyai pengaruh yang positif terhadap gross profit margin, karena bila terdapat kenaikkan pada variabel ini akan menurunkan variabel cash conversion cyle (Brigham, 2002, p.702). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh manajemen modal kerja terhadap kinerja perusahaan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Padachi (2006) menunjukkan bahwa komponen-komponen modal kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Dalam
penelitian
yang dilakukan
oleh
Padachi
(2006) juga
memasukkan beberapa variabel-variabel yang lain yang mempertinggi hasil pengujian hipotesis, yaitu gearing ratio dan ratio of current assets to total assets. Variabel-variabel ini dikategorikan sebagai variabel kontrol.
H. HIPOTESIS 1. Trend di dalam kebutuhan modal kerja perusahaan
Pada studi yang dilakukan oleh Padachi (2006), dengan mengambil sampel sejumlah 58 perusahaan-perusahaan manufaktur kecil Mauritis, mengungkapkan perbandingan komposisi persediaan dari industri-industri selama tahun pengamatan menunjukkan sedikit perbaikan untuk industri makanan dan minuman dan industri produk-produk kertas. Merupakan hal menarik untuk diamati perbaikan yang konsisten di dalam trade debtors share dari aktiva lancar di dalam semua industri, kecuali untuk industri makanan dan minuman, hal tersebut mewakili kurang dari tiga puluh persen dari total aset. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menjaga piutang mereka dalam porsi yang layak dengan baik dan hal ini bisa dikarenakan keinginan mereka untuk menghasilkan dari aktivitas operasi mereka daripada bergantung pada dana dari pihak luar. Kecuali untuk industri produk-produk kertas, empat industri yang lain mempunyai ketergantungan yang lebih besar pada sumber dana-sumber dana jangka pendek dan hal ini meningkat pada tahun 2003. Industri produk-produk logam prefabricated membiayai 85 persen dari aset-asetnya dengan kewajiban lancarnya dan ketergantungan yang berlebihan ini mungkin bisa menjadi suatu ancaman terhadap keberlangsungan industri tersebut. Mengenai likuiditas, industri makanan dan minuman, garments, produk-produk logam, dan kayu dan mebel mempunyai aset-aset likuid yang kurang untuk memenuhi kewajiban lancar mereka dan apabila hal ini menjadi permanen, maka akan mempengaruhi pasokan bahan baku dan kemudian produksinya.
Proporsi dari aset-aset likuid terhadap total aset adalah di atas tujuh puluh persen untuk industri kayu dan logam, hal ini mengindikasikan terdapat dasar aset-aset tetap yang rendah. Hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa dua industri ini dapat beroperasi dengan investasi yang relatif rendah pada aset-aset tetap sebagai mana dibandingkan dengan industri-industri yang lain seperti printing dan garment dimana kegiatan produksi cenderung benarbenar membutuhkan mesin-mesin. Alasan yang masuk akal lainnya adalah bisa jadi
bahwa
perusahaan-perusahaan
manufaktur
kecil
Mauritis
lebih
mementingkan kegiatan operasi yang sekarang daripada permasalahan jangka panjang seperti kapasitas dan teknologi. H1 : Kebutuhan modal kerja perusahaan akan meningkat.
2. Pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan Penelitian yang dilakukan oleh Peel dan Wilson (dalam Padachi, 2006) telah menitikberatkan manajemen modal kerja yang efisien dan praktekpraktek manajemen kredit yang baik sebagai sesuatu yang sangat penting bagi kesehatan dan kinerja bidang usaha kecil. Hal sama juga diungkapkan oleh Berry et al (dalam Padachi, 2006), yang menemukan bahwa small medium entreprises (SMEs) belum mengembangkan praktek manajemen finansial mereka hingga ke tingkatan yang lebih baik. Para pemilik yang juga selaku manajernya seharusnya sadar akan pentingnya dan keuntungan yang bisa diperoleh dari praktek-praktek manajemen keuangan yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh De Chazal Du Mee (dalam Padachi, 2006),
menunjukkan bahwa sekitar enam puluh persen perusahaan-perusahaan mempunyai permasalahan yang berkaitan dengan aliran kas. Narasimhan dan Murty (dalam Padachi, 2006) menekankan pada kebutuhan bagi banyak industri-industri untuk lebih meningkatkan pengembalian modalnya (return on capital employed) dengan memfokuskan pada beberapa bidang-bidang yang vital seperti penahanan biaya, mengurangi penanaman modal pada modal kerja dan lebih meningkatkan keefiensian modal kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Shin dan Soenen dan penelitian yang dilakukan oleh Deloof (dalam Padachi,
2006) telah
menemukan
hubungan
yang signifikan
antara
pengukuran-pengukuran manajemen modal kerja dan profitabilitas suatu perusahaan. H2 : Manajemen modal kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat survey data sekunder. Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian penjelasan (explanatory research) yang menyoroti hubungan variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ini mengambil populasi perusahaan yang listing di BEJ khususnya perusahaan manufaktur tahun 2002 sampai 2005. Teknik pengambilan sampel adalah purposive random sampling. Kriteria yang digunakan untuk penentuan sampel adalah: 1. Merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ sesuai dengan pengklasifikasian Indonesian Capital Market Directory. 2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode 2002 sampai 2005. 3. Perusahaan mempunyai aktiva tetap yang tidak signifikan.
C. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan
metode
dokumentasi terhadap laporan keuangan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode tahun 2002 sampai tahun 2005. Untuk beberapa variabel, data yang ada masih merupakan data mentah yang tertuang dalam laporan keuangan perusahaan sehingga masih harus diolah untuk menjadi data siap pakai. D. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Ada beberapa variabel yang akan diuji. Skala yang digunakan adalah skala rasio. Variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Variabel Dependen Gross Profit Margin
: adalah rasio yang digunakan dalam penelitian
ini
guna
mengukur
profitabilitas suatu perusahaan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
GPM =
Sales - Cost of Goods Sold Sales
2. Variabel Independen a. Inventories Days
:
adalah
rata-rata
waktu
yang
dibutuhkan untuk mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi, dan kemudian menjualnya. Variabel ini dapat dihitung melalui
rumus di bawah ini:
b. Accounts
Receivables
Days
INV_days =
Inventory Sales/ 360
:
rata-rata
adalah
waktu
yang
dibutuhkan untuk mengubah piutang perusahaan menjadi kas. Variabel ini dapat dihitung melalui rumus di bawah ini:
AR_days = c. Accounts Payable Days
Receivables Sales/ 360
: adalah lamanya rata-rata waktu antara pembelian bahan baku dan tenaga kerja hingga
pembayaran
kas
kepada
mereka. Variabel ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: AP_days = d. Cash Conversion Cycle
Payables Cost of Goods Sold/ 360
: adalah variabel yang digunakan sebagai suatu pengukur modal kerja yang
komprehensif
sebagaimana
variabel ini menunjukkan time lag antara pembelanjaan untuk pembelian
bahan baku hingga pengumpulan dari penjualan barang jadi. Variabel ini dihitung dengan rumus di bawah ini: CCC = INV_days + AR_days - AP_days
3. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah variabel yang mempunyai kecenderungan seperti variabel independen dan peneliti berusaha mencari hubungan antara variabel kontrol bersama dengan variabel independen terhadap variabel dependen (Social Science Research and Instructional Council, 2000). Pada penelitian ini, terdapat variabel-variabel kontrol sebagai berikut: a. Gearing Ratio
: adalah rasio yang membandingkan antara total hutang dengan total aktiva. Rasio ini dapat dihitung melalui rumus di bawah ini:
GEAR =
Total Hutang Total Aktiva
b. Ratio of Currents Assets : adalah rasio yang membandingkan to Total Assets
antara aktiva lancar dan total aktiva. Rasio ini dihitung dengan rumus di bawah ini:
CA/TA =
Aktiva Lancar Total Aktiva
E. Metode Analisis Data 1. Perumusan Model Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah hierarchical regression analysis. Analisis ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh signifikan variabel-variabel manajemen modal kerja terhadap gross profit margin dengan menyertakan
variabel-variabel
kontrol.
Adapun
model
yang
digunakan adalah sebagai berikut : GPMit = β0 + β2gearit + β3catait + β6ivndaysit + β7ardaysit + β7apdaysit + β8cccit + εit Keterangan: GPMit
: Gross Profit Margin perusahaan i tahun t.
gearit
: Total Debt/ Total Assets perusahaan i tahun t.
catait
: Current Assets to Total Assets perusahaan i tahun t.
invdaysit
: Jumlah hari persediaan perusahaan i tahun t.
ardaysit
: Jumlah hari piutang perusahaan i tahun t.
apdaysit
: Jumlah hari hutang perusahaan i tahun t.
cccit
: Cash Conversion Cycle perusahaan i tahun t.
β0
: Konstanta
β1 – β8
: Koefisien regresi
εit
: error term
2. Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji normalitas data variabel terikat dan variabel bebas. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan model One Sample Kolmogorov-Smirnov. 3. Uji Asumsi Klasik Selain pengujian-pengujian di atas, dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian asumsi klasik, yang meliputi pengujian autokorelasi, multikolinieritas, dan uji heterokedastisitas. a. Autokorelasi Autokorelasi
adalah
korelasi
antara
anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti data time series) atau ruang (seperti data cross sectional). Uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya autokorelasi ini adalah uji Durbin-Watson. Panduan angka D-W (DurbinWatson) untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat dalam tabel D-W. Namun demikian kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut : a) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
b) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. c) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif b. Multikolinieritas Multikolinieritas
adalah
suatu
hubungan
yang
sempurna antara beberapa variabel bebas dalam model regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF melebihi angka 10, maka disimpulkan telah terjadi multikolinieritas sedangkan bila VIF di bawah 10 disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas. c. Heteroskedastisitas Dalam
penelitian
ini,
uji
heterokedastisitas
dimaksudkan untuk mengetahui dari semua variabel bebas mempunyai varian kesalahan pengganggu yang sama dalam model regresi atau tidak. Uji ini dilakukan dengan metode Glejser. Apabila nilai signifikan t masing-masing variabel independen melebihi nilai alpha yang telah ditetapkan, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 4. Pengujian Hipotesis 1). Hierarchical Regression Analysis Hierarchical Regression Analysis adalah analisis regresi yang dilakukan dengan komposisi variabel yang berbeda yaitu ditambah setiap tingkat. Tujuannya adalah untuk
melihat perbedaan tingkat pengaruh disetiap tingkat (step) pengujian. Menurut Alotaibi (2001) prosedur pengujiaannya adalah sebagai berikut : a).
Variabel kontrol dimasukkan kedalam pengujian
b).
Variabel kontrol dan variabel utama dimasukkan kedalam pengujian, dilihat perubahan koefisien determinasi dan nilai signifikansi F-nya. Dari prosedur pengujian diatas jika ditulis dalam
bentuk persamaan adalah sebagai berikut: a).
Prosedur pertama diperoleh persamaan pertama GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + εit
b).
Prosedur kedua diperoleh persamaan kedua GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β3invdaysit + εit
c).
Prosedur ketiga diperoleh persamaan ketiga GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β6ardaysit + εit
d).
Prosedur keempat diperoleh persamaan keempat GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β6apdaysit + εit
e).
Prosedur kelima diperoleh persamaan keempat GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β3cccit + εit
Kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individu (uji t), uji koefisien regresi secara bersama (uji F), dan uji koefisien determinasi (uji R2).
2). Pengujian Koefisien Regresi secara Parsial (uji t) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel bebas secara parsial atau individu mempunyai pengaruh terhadap variabel bebas lainnya atau tidak (Gujarati, 2003). Pengujiannya adalah sebagai berikut : a).
Ho
diterima
atau
Ha
ditolak
apabila
nilai
signifikansi thitung > 0,05. Ini menunjukkan bahwa variabel
independen
secara
parsial
tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen. b).
Ho
ditolak
atau
Ha
diterima
apabila
nilai
signifikansi thitung < 0,05. Ini menunjukkan bahwa variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen. 3). Pengujian Koefisien Regresi secara Bersama-sama (uji F) Pengujian ini dilakukan untuk menguji variabel independen
secara
bersama-sama
berpengaruh
terhadap
variabel dependen. Pengujiannya adalah sebagai berikut : a). Ho diterima atau Ha ditolak apabila nilai signifikansi Fhitung > 0,05. Ini menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b).
Ho
ditolak
atau
Ha
diterima
apabila
nilai
signifikansi Fhitung < 0,05. Ini menunjukkan bahwa
variabel
independen
secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel dependen. 4). Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji ini digunakan untuk mengetahui persentase variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Nilai R2 besarnya antara 0 dan 1. R2 dikatakan baik jika makin mendekati 1, sedangkan jika R-square 1 berarti variabel independen berpengaruh sempurna pada variabel dependen, sedangkan jika R-square 0, maka tidak ada pengaruh variabel independen pada dependen.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan disajikan analisis terhadap data penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya dengan menggunakan teknik-teknik analisis yang telah ditentukan. Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan dengan menyertakan variabelvariabel kontrol. Variabel kontrol tersebut adalah logaritma murni dari penjualan, rasio perbandingan total hutang dengan total aktiva (GEAR) dan rasio yang membandingkan aktiva lancar dengan total aktiva (CATA). Metode analisis yang digunakan didasarkan pada model hierarchical regression analysis dan diproses dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 13 for windows.
A. Analisis Data Penelitian ini mengambil data dari sampel perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia dari tahun 2002 sampai tahun 2005. Peneliti menggunakan metode purposive random sampling untuk memperoleh sampel yang dianggap mampu mewakili populasi. Sampel tersebut dipilih berdasarkan kriteria: 1. Merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ sesuai dengan pengklasifikasian Indonesian Capital Market Directory.
2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode 2002 sampai 2005. 3. Perusahaan mempunyai aktiva tetap yang tidak signifikan. Dari keseluruhan populasi perusahaan manufaktur di Indonesia, ditentukan secara random 178 unit observasi sebagai sampel dalam penelitian ini. Data populasi dan sample akan ditampilkan secara ringkas dalam tabel IV.1. TABEL IV.1 POPULASI DAN SAMPEL
Tahun
Populasi Perusahaan Manufaktur
2002 178 2003 178 2004 178 2005 178 Jumlah 712 Sumber : Data ICMD 2002-2005
Populasi Perusahaan Manufaktur yang Mempunyai Aktiva Tetap Tidak Signifikan 92 92 92 92 368
Sampel 84 84 84 84 336
B. Deskripsi Data Pada subbab ini akan diberikan gambaran secara umum mengenai data gross profit margin, rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva, rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva, jumlah hari persediaan, jumlah hari piutang, jumlah hari hutang, dan daur konversi kas. Gambaran tersebut dapat dilihat pada tabel IV.2. Tabel dibawah ini memberikan informasi secara ringkas mengenai nilai rata-rata, median, standar deviasi, serta nilai maksimum dan minimum dari data yang menjadi obyek penelitian.
TABEL IV.2 STATISTIK DESKRIPTIF SEBELUM TRANSFORMASI Variabel N Minimum Maximum GPM 336 -0.23 0.67 GEAR 336 0.03 5.16 CATA 336 0.14 4.18 INVdays 336 2.61 622.93 ARdays 336 1.51 533.70 APdays 336 1.05 199.44 CCC 336 -38.55 614.66 Valid N (listwise) 336 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Mean 0.2201 0.6113 0.6126 78.2298 65.0147 46.0041 97.2404
Std. Deviation 0.15995 0.62173 0.24572 66.20657 60.84357 33.01850 83.79291
Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif yang tercantum pada tabel IV.2, diketahui nilai rata-rata variabel gross profit margin (GPM) sebesar 0,2201. Nilai terkecil variabel gross profit margin dimiliki oleh PT Surya Intrindo pada tahun 2003 sebesar -0,23. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Darya Varia Laboratoria Tbk pada tahun 2003 sebesar 0,67. Variabel rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva (GEAR) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,6113. Ini menunjukan bahwa rata-rata lebih dari 50% total aktiva perusahaan-perusahaan manufaktur dibiayai dengan menggunakan total hutang. Nilai terkecil variabel GEAR dimiliki PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk pada tahun 2003 sebesar 0,03. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga Tbk pada tahun 2002 sebesar 5,16. Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (CATA) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,6113. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan-perusahaan manufaktur mempunyai ketergantungan
terhadap aktiva lancar. Nilai terkecil variabel ini dimiliki PT Barito Pasifik Timber Tbk pada tahun 2004 sebesar 0,14. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Ekadharma Internasional Tbk tahun 2003 sebesar 4,18. Variabel jumlah hari persediaan (INVdays) memiliki nilai rata-rata 78,2298. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Aqua Golden Mississippi Tbk pada tahun 2003 sebesar 2,61. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Citatah Industri Marmer Tbk pada tahun 2003 sebesar 622,93. Variabel jumlah hari piutang (ARdays) memiliki nilai rata-rata sebesar 65,0147. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Jaya Pari Steel Tbk tahun 2003 sebesar 1,51. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Resource Alam Indonesia Tbk pada tahun 2005 sebesar 533,70. Variabel jumlah hari hutang (APdays) memiliki rata-rata sebesar 46,0041. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga Tbk pada tahun 2002 sebesar 1,05. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Hexindo Adiperkasa Tbk pada tahun 2002 sebesar 199,44. Variabel siklus konversi kas (CCC) memiliki rata-rata sebesar 97,2404. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Barito Pasifik Timber Tbk pada tahun 2005 sebesar -38,55. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Citatah Industri Marmer Tbk pada tahun 2003 sebesar 614,66. Sedangkan gambaran umum mengenai data variabel gross profit margin, rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva, rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva, rasio perbandingan hutang
lancar terhadap total aktiva, rasio turnover modal kerja kotor, jumlah hari persediaan, jumlah hari piutang, jumlah hari hutang, dan siklus konversi kas setelah transformasi ke dalam model logaritma natural terdapat pada tabel IV.3 dibawah ini. TABEL IV.3 STATISTIK DESKRIPTIF SESUDAH TRANSFORMASI Variabel N Minimum Maximum LNGPM 336 -9.21 -0.40 LNGEAR 336 -3.51 1.64 LNCATA 336 -1.97 1.43 LNINVdays 336 0.96 6.43 LNARdays 336 0.41 6.28 LNAPdays 336 0.05 5.30 LNCCC 336 -1.11 7.30 Valid N (listwise) 336 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Mean -1.8751 -0.7626 -0.5342 4.1180 3.8537 3.5238 4.3721
Std. Deviation 1.21355 0.69955 0.28686 0.71607 0.86607 0.89856 0.92718
Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif yang tercantum pada tabel IV.3, diketahui nilai rata-rata variabel gross profit margin (GPM) sebesar -1,8751. Nilai terkecil variabel gross profit margin dimiliki oleh PT Panasia Filament Inti pada tahun 2004 sebesar -9,21. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Darya Varia Laboratoria Tbk pada tahun 2003 sebesar -0,40. Variabel rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva (GEAR) memiliki nilai rata-rata sebesar -0,7626. Nilai terkecil variabel GEAR dimiliki PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk pada tahun 2003 sebesar -3,51. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga Tbk pada tahun 2002 sebesar 1,64.
Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (CATA) memiliki nilai rata-rata sebesar -0,5342. Nilai terkecil variabel ini dimiliki PT Barito Pasifik Timber Tbk pada tahun 2004 sebesar -1,97. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Ekadharma Internasional Tbk tahun 2003 sebesar 1,43. Variabel jumlah hari persediaan (INVdays) memiliki nilai rata-rata 4,1180. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Aqua Golden Mississippi Tbk pada tahun 2003 sebesar 0,96. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Citatah Industri Marmer Tbk pada tahun 2003 sebesar 6,43. Variabel jumlah hari piutang (ARdays) memiliki nilai rata-rata sebesar 3,8537. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Jaya Pari Steel Tbk tahun 2003 sebesar 0,41. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Resource Alam Indonesia Tbk pada tahun 2005 sebesar 6,28. Variabel jumlah hari hutang (APdays) memiliki rata-rata sebesar 3,5238. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Prasidha Aneka Niaga Tbk pada tahun 2002 sebesar 0,05. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Hexindo Adiperkasa Tbk pada tahun 2002 sebesar 5,30. Variabel siklus konversi kas (CCC) memiliki rata-rata sebesar 4,3721. Nilai terkecil variabel ini dimiliki oleh PT Barito Pasifik Timber Tbk pada tahun 2003 sebesar -1,11. Sedangkan nilai terbesar variabel ini dimiliki oleh PT Barito Pasifik Timber Tbk pada tahun 2005 sebesar 7,30. Setelah melihat gambaran umum di atas, pada bagian ini akan dipaparkan suatu analisis mengenai modal kerja perusahaan-perusahaan
manufaktur yang diikutsertakan di dalam pengujian kali ini. Komponenkomponen utama di dalam modal kerja kotor adalah persediaan (baik bahan mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi), piutang, kas, dan saldo bank. Komposisi modal kerja tergantung pada sejumlah faktor, seperti tingkat kegiatan operasi, tingkat keefisiensian kegiatan operasi, kebijakan persediaan, kebijakan piutang, teknologi yang digunakan, dan sifat-sifat industri. Analisa mengenai masing-masing komponen modal kerja dapat dilihat pada tabel IV.4 berikut ini: TABEL IV.4 KOMPONEN-KOMPONEN ASET LANCAR DAN RASIO LIKUIDITAS No
Industri
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
M&MinS Const F&Bav TbcMnf TexMilPds Ap&OTexPds Lmb&WdPds Che&AlPds Adsv Pl&GlPds Mtl&AlPds Cbl Autm&AlPds PhoEqmt Phmctl ConGd
CR 2002 2005 2,59 2,66 1,73 1,37 2,76 4,24 2,54 1,94 1,82 0,88 1,65 1,65 0,77 0,92 2,76 1,59 6,01 5,27 2,07 2,58 2,13 2,51 2,21 1,27 2,57 1,97 0,80 0,69 2,47 2,88 3,51 4,26
QAR 2002 2005 1,11 1,61 1,50 1,27 2,30 3,21 0,62 0,72 0,84 0,35 0,86 0,73 0,26 0,51 1,96 0,94 5,09 4,21 1,41 1,68 1,28 1,48 1,32 0,83 1,68 1,26 0,30 0,19 1,72 1,91 2,18 2,84
SK/ CA 2002 2005 0,43 0,54 0,14 0,13 0,28 0,26 0,67 0,65 0,54 0,59 0,50 0,51 0,63 0,50 0,33 0,41 0,16 0,22 0,32 0,33 0,43 0,43 0,42 0,34 0,34 0,38 0,66 0,73 0,31 0,30 0,35 0,37
TD/ CA 2002 2005 0,09 0,09 0,15 0,31 0,26 0,17 0,04 0,04 0,12 0,22 0,24 0,30 0,28 0,24 0,17 0,18 0,11 0,14 0,17 0,19 0,24 0,20 0,30 0,34 0,20 0,24 0,35 0,32 0,17 0,18 0,16 0,16
CA/ TA 2002 2005 0,57 0,62 0,74 0,69 0,48 0,56 0,73 0,72 0,51 0,49 0,63 0,63 0,37 0,50 0,55 0,60 0,75 0,75 0,45 0,45 0,55 0,67 0,53 0,69 0,58 0,63 0,57 0,61 0,66 0,68 0,64 0,59
Sumber : Hasil olahan data (terlampir) Pada bidang industri pertambangan dapat dilihat bahwa perusahaanperusahaan manufaktur pada bidang ini meningkatkan jumlah aktiva lancarnya. Hal ini dapat dilihat pada rasio likuiditasnya dan komponen-
CL/ TA 2002 2005 0,26 0,27 1,21 1,36 1,12 0,18 0,33 0,37 0,28 0,75 0,48 0,49 0,50 0,57 0,22 0,39 0,21 0,21 0,24 0,24 0,41 0,41 0,32 0,59 0,30 0,38 1,19 1,09 0,39 0,34 0,20 0,20
komponen modal kerja yang mengalami kenaikkan, walaupun pada komponen hutangnya tidak mengalami kenaikkan. Sedangkan
pada
perusahaan-perusahaan
konstruksi
mengalami
penurunan pada komponen-komponen modal kerja kotornya, namun peningkatan pada hutang lancarnya. Hal ini dapat dilihat pada rasio likuiditasnya, dan pada rasio tersebut menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan konstruksi menambah jumlah hutang lancarnya. Pada perusahaan-perusahaan makanan dan minuman, dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan pada rasio likuiditasnya, namun beberapa komponen modal kerja kotornya mengalami penurunan pada beberapa komponen modal kerja kotornya, yaitu persediaan dan piutangnya. Bersamaan dengan itu pula perusahan berusaha mengurangi jumlah hutang lancarnya. Perusahaan-perusahaan tembakau berusaha mengurangi jumlah modal kerja kotornya. Hal ini bisa dilihat dari menurunnya jumlah komponen modal kerja kotornya dan rasio likuiditasnya, serta melakukan penambahan pada jumlah hutang lancarnya. Perusahaan-perusahaan tekstile berusaha mengurangi jumlah modal kerjanya, ini bisa dilihat pada rasio likuiditas yang mengalami penurunan. Namun beberapa komponen modal kerja kotornya, seperti persediaan dan piutang, mengalami kenaikkan. Dengan adanya penurunan pada rasio likuiditasnya, maka perusahaan-perusahaan tekstile mengalami kenaikkan pada hutang lancarnya.
Sedangkan pada perusahaan-perusahaan pakaian dan produk-produk yang terkait jumlah modal kerjanya stabil. Hal ini bisa dilihat pada rasio likuiditasnya, namun beberapa komponen modal kerja kotornya, seperti persediaan dan piutang, mengalami peningkatan. Serta pada salah satu komponen modal kerja lainnya, yaitu hutang lancarnya mengalami kenaikkan. Pada perusahaan-perusahaan kayu dan hasil hutang, seluruh komponen modal kerjanya mengalami kenaikkan, baik itu piutang, persediaan, dan hutang lancarnya. Sedangkan pada perusahaan-perusahaan kimia dan produk-produk yang terkait, terjadi penurunan pada rasio likuiditasnya. Hal ini terlihat karena perusahaan-perusahaan tersebut berusaha untuk meningkatkan persediaan dan piutangnya, serta mengalami kenaikkan hutang lancarnya. Pada
perusahaan-perusahaan
perekat,
terjadi
penurunan
rasio
likuiditas. Hal ini terjadi karena perusahaan-perusahaan tersebut berusaha untuk meningkatkan persediaan dan piutangnya dengan menjaga hutang lancarnya agar tetap stabil. Perusahaan-perusahaan plastik dan produk-produk gelas berusaha menambah jumlah modal kerja kotornya. Hal ini dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah persediaan dan piutangnya, walaupun dilakukan dalam komposisi aktiva lancar tetap terhadap total aktiva dan jumlah hutang lancar yang tetap. Sedangkan pada perusahaan-perusahaan logam dan produk-produk terkait, peningkatan jumlah modal kerja kotor dilakukan dengan mengurangi
jumlah piutang sehingga meningkatkan komponen kasnya. Hal ini dilihat dengan stabilnya jumlah komponen persediaan dan hutang lancarnya, serta berkurangnya jumlah komponen hutang. Pada perusahaan-perusahaan kabel, terjadi penurunan nilai rasio likuiditasnya. Hal ini terjadi karena perusahaan menambah jumlah hutang lancarnya. Namun pada komponen-komponen modal kerja kotornya mengalami peningkatan, seperti pada persediaan dan piutangnya. Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan-perusahaan otomotif dan produk-produk terkait. Terjadi penurunan nilai rasio likuiditas yang disebabkan peningkatan hutang lancar, namun dibarengi dengan peningkatan jumlah komponen-komponen modal kerja kotornya. Pada
perusahaan-perusahaan
perlengkapan
fotografi,
walaupun
perusahaan-perusahaan ini mempunyai ketergantungan terhadap aktiva lancar. Namun mereka mempunyai jumlah hutang lancar yang cukup signifikan bila komposisinya dibandingkan dengan total aktivanya. Hal ini menyebabkan penurunan nilai rasio likuiditasnya walaupun terjadi peningkatan jumlah persediaan dan kas dari pengurangan piutang. Nilai rasio likuiditas dari perusahaan-perusahaan farmasi mengalami peningkatan.
Hal
ini
terjadi
karena
perusahaan-perusahaan
tersebut
mengurangi jumlah hutang lancarnya, dan meningkatkannya salah satu komponen modal kerja kotornya, yaitu piutang, walaupun persediaannya mengalami penurunan.
Sedangkan nilai rasio likuiditas perusahaan-perusahaan penghasil produk-produk konsumen mengalami peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah salah satu komponen modal kerja kotornya, yaitu persediaan. Peningkatan jumlah persediaan dilakukan dengan menjaga kestabilan jumlah piutang dan hutang lancarnya.
C. Pengujian Data dan Asumsi Klasik 1. Pengujian Normalitas Data Uji yang digunakan untuk melihat normalitas data yaitu uji kolmogorov-smirnov. Jika signifikansi hitung (p-value) lebih besar dari 0,05, maka data dinyatakan berdistribusi normal. Hasil pengujian normalitas dengan menggunakan uji kolmogorovsmirnov dapat ditunjukkan pada tabel IV.5 di bawah ini : TABEL IV.5 HASIL UJI KOLMOGOROV- SMIRNOV SEBELUM TRANSFORMASI Variabel Nilai sig (p-value) Kesimpulan GPM 0.000 Tidak berdistribusi normal GEAR 0.000 Tidak berdistribusi normal CATA 0.000 Tidak berdistribusi normal INVdays 0.000 Tidak berdistribusi normal ARdays 0.000 Tidak berdistribusi normal APdays 0.004 Tidak berdistribusi normal CCC 0.000 Tidak berdistribusi normal Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Dari hasil pengujian dengan Uji Kolmogorov-Smirnov, seluruh nilai signifikansi variabel kurang dari 0,05. Pada praktiknya, jarang bahkan tidak pernah dijumpai kumpulan data yang berdistribusi normal, namun demikian kurva normal dapat digunakan untuk kumpulan data yang distribusinya mendekati normal (Djarwanto PS, 1998). Jika ditemukan data yang tidak berdistribusi normal maka dapat digunakan beberapa cara untuk menormalkan data tersebut. Selain menambah data, dapat juga dilakukan metode trimming dan trasformasi data kedalam bentuk logaritma atau logaritma natural (LN). Metode trimming dapat ditempuh dengan membuang sampel yang memiliki sifat outliers, yaitu sampel yang memiliki nilai diluar batas normal ketika dibandingkan dengan data lain dalam sampel tersebut. Karena pada dasarnya penyebab data tidak berdistribusi normal adalah adanya beberapa item data yang bersifat outliers. Sedangkan dengan mentransformasi sampel kedalam bentuk log, diharapkan sampel awal dapat memenuhi batas nilai yang ditentukan. Pada penelitian ini peneliti memilih menggunakan metode transformasi ke bentuk logaritma natural. Variabel yang diutamakan untuk berdistribusi normal dalam penelitian ini adalah variabel dependen yang diproksikan dengan gross profit margin (GPM). Variabel dependen diutamakan normal karena pada dasarnya nilai dari variabel dependen berasal dari nilai rata-rata variabel independennya.
Variabel GPM dan CCC tidak dapat langsung ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural sebab ada bilangan yang memiliki nilai negatif sehingga tidak dapat ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural. Oleh karena itu, sebelum ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural, variabel GPM dan CCC dikuadratkan dahulu untuk menghilangkan nilai negatifnya. Setelah itu, hasil akar kuadrat variabel GPM ditransformasi dalam bentuk logaritma natural. Hasil transformasi ke bentuk logaritma natural dapat dilihat dalam tabel IV.6.
TABEL IV.6 HASIL UJI KOLMOGOROV- SMIRNOV SETELAH TRANSFORMASI Variabel Nilai sig (p-value) Kesimpulan LNGPM 0.000 Tidak berdistribusi normal LNGEAR 0.040 Tidak berdistribusi normal LNCATA 0.058 Berdistribusi normal LNINVdays 0.012 Tidak berdistribusi normal LNARdays 0.000 Tidak berdistribusi normal LNAPdays 0.001 Tidak berdistribusi normal LNCCC 0.030 Tidak berdistribusi normal Sumber : Hasil olahan data (lampiran) Dari tabel IV.5 diperoleh nilai signifikansi variabel LNCATA lebih besar dari 0,05. Jadi variabel tersebut telah berdistribusi normal. Sedangkan variabel LNGPM, LNGEAR, LNINVdays, LNARdays, LNAPdays, dan LNCCC tetap tidak berdistribusi normal walaupun telah
ditransfomasikan ke bentuk logaritma natural. Akan tetapi bentuk logaritma natural kedua variabel ini tetap dipertahankan dalam pengujian selanjutnya karena berpengaruh dalam model yang digunakan untuk menguji hipotesis. 2. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Untuk mengetahui ada tidaknya mutikolinearitas dengan mendasarkan pada nilai tolerance dan VIF. Apabila nilai tolerance lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terdapat multikolinearitas dalam penelitian ini. Sebaliknya apabila nilai tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih besar dari 10 maka terdapat multikolinearitas. 1) Uji Multikolinearitas pada model regresi pertama Model pertama persamaan regresi digunakan untuk menguji pengaruh variabel kontrol terhadap variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut: TABEL IV.7.1 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL PERTAMA Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.934 1.071 LNCATA 0.934 1.071 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasar tabel IV.7.1, hasil nilai tolerance untuk semua variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas. 2) Uji Multikolinearitas pada model regresi kedua Model kedua persamaan regresi digunakan untuk menguji pengaruh variabel LNINdays dan variabel kontrol terhadap variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut: TABEL IV.7.2 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KEDUA Variabel VIF Tolerance LNGEAR 0.916 1.091 LNCATA 0.933 1.072 LNINVdays 0.982 1.019 Sumber : Hasil olahan data (lampiran) Berdasar tabel IV.7.2, hasil nilai tolerance untuk semua variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas. 3) Uji Multikolinearitas pada model regresi ketiga Model ketiga persamaan regresi digunakan untuk menguji pengaruh variabel LNARdays dan variabel kontrol terhadap
variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut TABEL IV.7.3 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KETIGA Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.898 1.113 LNCATA 0.907 1.103 LNARdays 0.915 1.093 Sumber : Hasil olahan data (lampiran) Berdasar tabel IV.7.3, hasil nilai tolerance untuk semua variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas. 4) Uji Multikolinearitas pada model regresi keempat Model keempat persamaan regresi digunakan untuk menguji pengaruh variabel LNAPdays dan variabel kontrol terhadap variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut: TABEL IV.7.4 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KEEMPAT Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.923 1.083 LNCATA 0.921 1.086 LNAPdays 0.980 1.020 Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
Berdasar tabel IV.7.4, hasil nilai tolerance untuk semua variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas. 5) Uji Multikolinearitas pada model regresi kelima Model ketiga persamaan regresi digunakan untuk menguji pengaruh variabel CCC dan variabel kontrol terhadap variabel GPM. Pada model persamaan ini diperoleh nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) sebagai berikut: TABEL IV.7.5 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS MODEL KELIMA Variabel Tolerance VIF LNGEAR 0.930 1.075 LNCATA 0.931 1.074 LNCCC 0.991 1.009 Sumber : Hasil olahan data (lampiran) Berdasar tabel IV.7.5, hasil nilai tolerance untuk semua variabel independen bernilai lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF untuk semua variabel independen bernilai kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas. b. Uji Autokorelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson. Jika hasil penelitian menunjukkan angka D-W
berada di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi (Santosa, 2001). 1) Uji Autokorelasi model regresi pertama Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W (Durbin-Watson) sebesar 1.784. Maka dapat disimpulkan dalam model regresi pertama tidak terdapat adanya autokorelasi, karena nilai D-W berada diantara -2 sampai +2. 2) Uji Autokorelasi model regresi kedua Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W (Durbin-Watson) sebesar 1.815. Maka dapat disimpulkan dalam model regresi kedua tidak terdapat adanya autokorelasi, karena nilai D-W berada diantara -2 sampai +2. 3) Uji Autokorelasi model regresi ketiga Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W (Durbin-Watson) sebesar 1.800. Maka dapat disimpulkan dalam model regresi ketiga tidak terdapat adanya autokorelasi, karena nilai D-W berada diantara -2 sampai +2. 4) Uji Autokorelasi model regresi keempat Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W (Durbin-Watson) sebesar 1.797. Maka dapat disimpulkan dalam model regresi keempat tidak terdapat adanya autokorelasi, karena nilai D-W berada diantara -2 sampai +2. 5) Uji Autokorelasi model regresi kelima
Berdasar perhitungan SPSS (lampiran) diperoleh nilai D-W (Durbin-Watson) sebesar 1.783. Maka dapat disimpulkan dalam model regresi kelima tidak terdapat adanya autokorelasi, karena nilai D-W berada diantara -2 sampai +2. c. Uji Heteroskedastisitas Pengujian
heteroskedastisitas
dalam
penelitian
ini
dilakukan dengan Uji Glejser. Apabila nilai signifikansinya > 0,05 maka ada homoskedastisitas dan ini yang seharusnya terjadi, namun jika sebaliknya nilai signifikansinya < 0,05 maka terdapat heteroskedastisitas. 1) Uji Heteroskedastisitas model regresi pertama Hasil pengujian dengan Uji Glejser, menunjukkan bahwa variabel-variabel
pada
model
regresi
pertama
mempunyai
signifikansi > 0,05. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel IV.8.1 di bawah ini: TABEL IV.8.1 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL PERTAMA Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.107 Homoskedastisitas LNCATA 0.913 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
2) Uji Heteroskedastisitas model regresi kedua Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.2 menunjukkan bahwa variabel-variabel pada model regresi kedua mempunyai
nilai
signifikan
>
0,05.
Ini
berarti
gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut. TABEL IV.8.2 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL KEDUA Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.138 Homoskedastisitas LNCATA 0.937 Homoskedastisitas LNINVdays 0.667 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran) 3) Uji Heteroskedastisitas model regresi ketiga Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.3 menunjukkan mempunyai
variabel-variabel nilai
signifikan
pada >
model
0,05.
Ini
regresi
ketiga
berarti
gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut tersebut. TABEL IV.8.3 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL KETIGA Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.096 Homoskedastisitas LNCATA 0.887 Homoskedastisitas LNARdays 0.784 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran) 4) Uji Heteroskedastisitas model regresi keempat Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.4 menunjukkan bahwa variabel-variabel pada model regresi keempat
mempunyai
nilai
signifikan
>
0,05.
Ini
berarti
gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut. TABEL IV.8.4 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL KEEMPAT Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.095 Homoskedastisitas LNCATA 0.834 Homoskedastisitas LNAPdays 0.191 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran) 5) Uji Heteroskedastisitas model regresi kelima Hasil pengujian dengan Uji Glejser pada tabel IV.8.5 menunjukkan bahwa variabel-variabel pada model regresi kelima mempunyai
nilai
signifikan
>
0,05.
Ini
berarti
gejala
heteroskedastisitas tidak terjadi pada model tersebut. TABEL IV.8.5 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS MODEL KELIMA Variabel Sig. Kesimpulan LNGEAR 0.109 Homoskedastisitas LNCATA 0.911 Homoskedastisitas LNCCC 0.980 Homoskedastisitas Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
D. Pengujian Hipotesis Penelitian 1. Pengujian Model Tahap Pertama Setelah lolos pengujian asumsi klasik selanjutnya dilakukan pengujian seluruh model persamaan untuk menjawab permasalahan yang
dihipotesiskan.
Langkah
pengujiannya
berdasarkan
hierarchical
regression analysis. Pada tahap pertama ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel kontrol terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan model regresi berikut ini : GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + εit Model pertama yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol yaitu LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM. Pada tahap ini tidak terdapat hipotesis yang perlu diuji sebab tujuan variabel kontrol adalah memperkuat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pada tahap ini akan diketahui besarnya pengaruh simultan variabel kontrol terhadap variabel dependen. Hasil analisis regresi untuk pengujian model pertama, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: TABEL IV.9.1 HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL PERTAMA Variabel Koefisien Std. Error (Konstanta) -1.773 0.166 LNGEAR -.423 0.092 LNCATA .795 0.225 R Square : 0.118 Adjusted R Square : 0.113 Std. Error of The Estimate : 1.14294 F : 22.336 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
t -10.650 -4.575 3.528
Sig. 0.000 0.000 0.000
Dari tabel IV.9.1 diperoleh nilai F statistic sebesar 22.336 dengan tingkat signifikansi 0.000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM, artinya ada pengaruh simultan antara variabel LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM. Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of fit dan koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan bahwa model pertama memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,113 atau 11,3%. Hal ini menunjukkan bahwa 11,3% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM dapat dijelaskan oleh LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu sebesar 88,7% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis. Dari seluruh variabel kontrol yang dimasukkan dalam regresi, LNGEAR dan LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000dan 0,000 pada taraf 5%. Dengan tingkat signifikansi 0,000 dan 0,000 yang lebih kecil dari α (0,05) dapat disimpulkan bahwa secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap total aset dan rasio perbandingan aset lancar terhadap total aset mempengaruhi gross profit margin perusahaan.
2. Pengujian Model Tahap Kedua Pada tahap kedua ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel kontrol dan variabel independen pertama terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan model regresi berikut ini : GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β6invdaysit + εit Model kedua yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen pertama yaitu LNINVdays terhadap LNGPM. Hasil analisis regresi untuk pengujian model kedua, dapat dilihat dalam tabel IV.9.2 berikut ini: TABEL IV.9.2 HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL KEDUA Variabel Koefisien Std. Error (Konstanta) -1.233 0.410 LNGEAR -.405 0.093 LNCATA .805 0.225 LNINVdays -.126 0.088 R Square : 0.124 Adjusted R Square : 0.116 Std. Error of The Estimate : 1.14111 F : 15.629 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
T -3.005 -4.345 3.576 -1.439
Sig. 0.003 0.000 0.000 0.151
Dari tabel IV.9.2 diperoleh nilai F statistic sebesar 15.629 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada
pengaruh simultan antara variabel independen LNINVdays dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM. Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of fit dan
koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,116 atau 11,6%. Hal ini menunjukkan bahwa 11,6% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM dapat dijelaskan oleh variabel independen LNINVdays dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu sebesar 88,4% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis. Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi, variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM pada taraf 5%. Variabel independen LNINVdays tidak berpengaruh signifikan terhadap LNGPM karena tingkat signifikansi 0,151 atau lebih besar dari α (5%). Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α (0,05) maka secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva dan rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva mempengaruhi gross profit margin perusahaan.
3. Pengujian Model Tahap Ketiga Pada tahap kedua ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel kontrol dan variabel independen kedua terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan model regresi berikut ini : GPMit = β0 + β2gearit + β3catait + β6ardaysit + εit Model ketiga yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen kedua yaitu LNARdays terhadap LNGPM. Hasil analisis regresi untuk pengujian model ketiga, dapat dilihat dalam tabel IV.9.3 berikut ini: TABEL IV.9.3 HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL KETIGA Variabel Koefisien Std. Error (Konstanta) -.946 0.337 LNGEAR -.474 0.093 LNCATA .903 0.226 LNARdays -.210 0.075 R Square : 0.139 Adjusted R Square : 0.131 Std. Error of The Estimate : 1.13127 F : 17.834 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
T -2.804 -5.080 3.991 -2.811
Sig. 0.005 0.000 0.000 0.005
Dari tabel IV.9.3 diperoleh nilai F statistic sebesar 17,834 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada
pengaruh simultan antara variabel independen LNARdays dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM. Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of fit dan
koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,131 atau 13,1%. Hal ini menunjukkan bahwa 13,1% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM dapat dijelaskan oleh variabel independen LNARdays dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu sebesar 86,9% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis. Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA yang berpengaruh signifikan terhadap LNGPM pada taraf 5%. Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan variabel independen LNARdays berpengaruh terhadap LNGPM pada taraf 5%. Variabel independen LNARdays berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,005. Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α (0,05) maka secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva, rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva, dan variabel independen LNARdays mempengaruhi gross profit margin perusahaan. Variabel independen LNARdays memiliki tingkat signifikansi
0,005 atau lebih kecil dari α (5%). Artinya variabel independen LNARdays memiliki pengaruh terhadap LNGPM. Koefisien LNARdays bernilai -0,210 yang berarti hubungan LNARdays terhadap LNGPM adalah negatif. 4. Pengujian Model Tahap Keempat Pada tahap keempat ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel kontrol dan variabel independen ketiga terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan model regresi berikut ini : GPMit = β0 + β1gearit + β2catait + β3apdaysit + εit Model ketiga yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen ketiga yaitu LNAPdays terhadap LNGPM. Hasil analisis regresi untuk pengujian model ketiga, dapat dilihat dalam tabel IV.9.4 berikut ini:
TABEL IV.9.4 HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL KEEMPAT Variabel Koefisien Std. Error (Konstanta) -1.513 0.316 LNGEAR -.413 0.093 LNCATA .820 0.227 LNAPdays -.068 0.070 R Square : 0.121 Adjusted R Square : 0.113 Std. Error of The Estimate : 1.14305 F : 15.198 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
T -4.782 -4.447 3.616 -.966
Sig. 0.000 0.000 0.000 0.335
Dari tabel IV.9.4 diperoleh nilai F statistic sebesar 15,198 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada pengaruh simultan antara variabel independen LNAPdays dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM. Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of fit dan
koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,113 atau 11,3%. Hal ini menunjukkan bahwa 11,3% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM dapat dijelaskan oleh variabel independen LNAPdays dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu sebesar 88,7% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis.
Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA yang berpengaruh signifikan terhadap LNGPM pada taraf 5%. Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Sedangkan variabel independen LNAPdays tidak berpengaruh terhadap LNGPM karena variabel independen LNAPdays mempunyai tingkat signifikansi 0,335 atau lebih besar dari taraf signifikansi 5% dan 10%. Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α (0,05) maka secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva dan rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva mempengaruhi gross profit margin perusahaan. Dan variabel independen LNAPdays tidak mempengaruhi gross profit margin perusahaan. 5. Pengujian Model Tahap Kelima Pada tahap kelima ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh variabel kontrol dan variabel independen keempat terhadap variabel dependen. Pengujian terhadap hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan model regresi berikut ini : GPMit = β0 + β2gearit + β3catait + β6cccit + εit Model kelima yang akan diuji adalah pengaruh variabel kontrol yaitu LNGEAR dan LNCATA serta variabel independen keempat yaitu LNCCC terhadap LNGPM.
Hasil analisis regresi untuk pengujian model kelima, dapat dilihat dalam tabel IV.9.5 berikut ini: TABEL IV.9.5 HASIL ANALISIS REGRESI UNTUK PENGUJIAN MODEL KELIMA Variabel Koefisien Std. Error (Konstanta) -1.811 0.342 LNGEAR -.422 0.093 LNCATA .793 0.226 LNCCC .009 0.068 R Square : 0.118 Adjusted R Square : 0.110 Std. Error of The Estimate : 1.14463 F : 14.852 F (Sig.) : 0.000 Variabel Dependen : LNGPM Sumber : Hasil olahan data (lampiran)
T -5.298 -4.553 3.511 .128
Sig. 0.000 0.000 0.001 0.899
Dari tabel IV.9.5 diperoleh nilai F statistic sebesar 14,852 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena nilai signifikansi F lebih kecil dari 0,05 maka disimpulkan model ini layak memprediksi LNGPM. Artinya ada pengaruh simultan antara variabel independen LNCCC dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA terhadap LNGPM. Berdasarkan nilai R 2 dan Adj. R 2 sebagai pengukuran goodness of fit dan
koefisien determinasi model persamaan regresi menunjukkan
bahwa model kedua memiliki nilai Adj. R 2 sebesar 0,110 atau 11,0%. Hal ini menunjukkan bahwa 11,0% dari nilai variabel dependen yaitu LNGPM dapat dijelaskan oleh variabel independen LNCCC dan variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA sedangkan sisa nilai variabel dependen yaitu sebesar 89,0% tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi atau
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model analisis. Dari seluruh variabel yang dimasukkan dalam regresi variabel kontrol LNGEAR dan LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM pada taraf 5%. Variabel kontrol LNGEAR berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat signifikansi 0,000. Variabel kontrol LNCATA berpengaruh signifikan terhadap LNGPM dengan tingkat
signifikansi
0,001.
Variabel
independen
LNCCC
tidak
berpengaruh terhadap LNGPM karena variabel LNCCC mempunyai tingkat signifikansi yang lebih besar dari 5% dan 10%, yaitu 0,899. Dengan tingkat signifikansi yang lebih kecil dari α (0,05) maka secara parsial rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva dan rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva mempengaruhi gross profit margin perusahaan.
E. Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil pengujian dengan uji F dapat disimpulkan bahwa semua model regresi yang diajukan dalam penelitian ini layak digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen serta variabel kontrol. Berdasarkan analisis di atas, penelitian ini menghasilkan temuan-temuan sebagai berikut :
1. Temuan Model Regresi Tahap Pertama Pada model regresi pertama ini akan dibahas pengaruh parsial variabel kontrol terhadap variabel dependen. Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi pertama seperti dibawah ini : GPMit = -1,773 - 0,423gearit + 0,795catait + εit Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,423. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan menurun sebesar 0,423 % dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,795. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin sebesar 0,795% dengan asumsi variabel lainnya konstan. 2. Temuan Model Regresi Tahap Kedua Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi kedua seperti dibawah ini :
GPMit = -1,233 - 0,405gearit + 0,805catait - 0,126invdaysit + εit Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,405. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan menurun sebesar 0,405 % dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,805. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin sebesar 0,805% dengan asumsi variabel lainnya konstan. 3. Temuan Model Regresi Tahap Ketiga Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi ketiga seperti dibawah ini : GPMit = -0,946 – 0,383gearit + 0,903catait – 0,210ardaysit + εit Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil
persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,474. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan menurun sebesar 0,474 % dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,903. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin perusahaan akan mengalami kenaikkan sebesar 0,903% dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel rasio jumlah hari piutang (LNARdays) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi sebesar 0,005. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa LNARdays mempunyai arah koefisien regresi yang negatif sebesar 0,210. Artinya bahwa setiap kenaikan jumlah hari piutang sebesar 1%, maka gross profit margin perusahaan akan mengalami penurunan sebesar 0,210% dengan asumsi variabel yang lain konstan. 4. Temuan Model Regresi Tahap Keempat Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi keempat seperti dibawah ini : GPMit = -1,513 – 0,413gearit + 0,820catait – 0,068apdaysit + εit
Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,413. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan menurun sebesar 0,413 % dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,000. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,820. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin perusahaan akan mengalami kenaikkan sebesar 0,820% dengan asumsi variabel lainnya konstan. 5. Temuan Model Regresi Tahap Kelima Dari hasil perhitungan diperoleh hasil persamaan regresi kelima seperti dibawah ini : GPMit = -1,811 – 0,422gearit + 0,793catait + 0,009cccit + εit Dari hasil perhitungan variabel LNGEAR pada taraf 0,05. Hasil penelitian ini menunjukan variabel LNGEAR pada industri manufaktur mempunyai pengaruh terhadap gross profit margin perusahaan. Hasil
persamaan regresi menunjukan bahwa LNGEAR mempunyai arah koefisien regresi negatif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,422. Artinya setiap kenaikan rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva sebesar 1 % maka gross profit margin perusahaan akan menurun sebesar 0,422% dengan asumsi variabel lainnya konstan. Variabel rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (LNCATA) signifikan pada taraf 5% dengan nilai signifikansi 0,001. Hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa LNCATA mempunyai arah koefisien regresi yang positif dengan gross profit margin perusahaan sebesar 0,793. Artinya setiap kenaikan nilai rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva sebesar 1%, maka gross profit margin perusahaan akan mengalami kenaikkan sebesar 0,793% dengan asumsi variabel lainnya konstan. Dari hasil analisis trend dan temuan dari pengujian persamaanpersamaan regresi diatas, dapat dilihat bahwa: 3. Trend
di
dalam
kebutuhan
modal
kerja
perusahaan-perusahaan
manufaktur. Perusahaan-perusahaan manufaktur yang diikutsertakan dalam penelitian kali ini, secara rata-rata kebutuhan kepada komponenkomponen modal kerja kotornya meningkat. Dan mereka berusaha untuk mengurangi ketergantungan kepada pihak mengurangi jumlah hutang lancarnya.
eksternal dengan cara
Namun hal yang sama tidak terlihat pada perusahaan-perusahaan konstruksi, tekstil, dan
perlengkapan
fotografi
yang mempunyai
ketergantungan yang besar terhadap pembiayaan jangka pendek. Ketergantungan yang besar ini bisa menjadi suatu ancaman bagi keterlangsungan
perusahaan-perusahaan
di
bidang-bidang
tersebut.
Apabila situasi ini terus terjadi, maka situasi tersebut akan mempengaruhi pasokan bahan baku dan kemudian akan mempengaruhi aktivatis produksinya. Sedangkan pada perusahaan-perusahaan konstruksi, tembakau, dan perekat, memperlihatkan dasar aktiva tetap yang rendah. Hal ini bisa dilihat pada proporsi aktiva lancar terhadap total aktiva yang diatas 70%. Mereka bisa beroperasi dengan menggunakan aktiva tetap yang relatif rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan manufaktur pada bidang-bidang yang lain. Kebutuhan modal kerja dari suatu perusahaan dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu sebagaimana hal tersebut berhubungan kas internalnya. Layaknya suatu, perusahaan-perusahaan seharusnya mampu untuk memastikan perpaduan yang baik antara aset-aset dengan kewajibannya. Dari pembahasan di atas telah menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan manufaktur di bidang perekat telah mampu untuk mencapai nilai yang tinggi pada berbagai macam komponen-komponen modal kerja dan hal ini berdampak positif terhadap profitabilitasnya dan
bisa jadi merupakan “best practice” di antara bidang-bidang perusahaan manufaktur yang diikutsertakan dalam penelitian kali ini. 4. Pengaruh manajemen modal kerja terhadap profitabilitas perusahaan. Pengujian persamaan regresi yang pertama menunjukkan bahwa variabel-variabel kontrol yang diikutsertakan, yang mempunyai pengaruh signifikan adalah rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva (GEAR) dan rasio perbandingan aktiva lancar terhadap total aktiva (CATA). Pada rasio perbandingan total hutang terhadap total aktiva memperlihatkan variabel tersebut mempunyai pengaruh yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa profitabilitas perusahaan yang diukur dengan GPM meningkat dengan kepemilikan aktiva lancar yang tinggi dan mempunyai total hutang yang rendah. Sedangkan pada pengujian persamaan regresi kedua hingga kelima dapat diketahui bahwa manajemen modal kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Variabel independen yang dimasukkan ke dalam persamaan regresi yang mempunyai pengaruh signifikan adalah variabel jumlah hari piutang. Pada hasil persamaan regresi yang ketiga, diketahui bahwa variabel jumlah hari piutang mempunyai pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas perusahaan. Hasil pada penelitian kali ini agak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Padachi (2006). Pada penelitian tersebut menyebutkan bahwa dengan tingginya jumlah hari piutang dan persediaan, maka profitabilitas perusahaan menurun.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan dan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dari hasil analisa trend kebutuhan modal kerja perusahaan dengan melihat nilai dari rasio likuiditas dan komponen-komponen modal kerjanya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan modal kerja perusahaan-perusahaan meningkat dan mereka berusaha untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan dari pihak luar. 2. Dari hasil Hierarchical Regression Analysis model kedua hingga kelima dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen modal kerja berpengaruh signifikan terhadap gross profit margin perusahaan.
B. Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis memiliki kekurangan dan keterbatasan-keterbatasan penelitian antara lain : 1. Jumlah sampel pertahun relatif kecil. Keterbatasan jumlah sampel penelitian ini mengakibatkan daya uji (power of test)-nya rendah, sehingga membuka peluang untuk dilakukannya kembali penelitian yang sama di masa mendatang dengan jumlah sampel penelitian yang lebih memadai dalam rangka memperkuat hasil penelitian. Oleh karena
itu sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel yang lebih banyak untuk memperkuat hasil penelitian. 2. Perusahaan yang menjadi sampel merupakan perusahaan manufaktur dengan metode purposive random sampling, sehingga hasil penelitian ini tidak bisa digunakan untuk menggeneralisasi seluruh perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu sebaiknya digunakan juga perusahaan selain dalam kategori perusahaan manufaktur agar dapat lebih menggambarkan keadaan di Indonesia.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian diatas, maka saransaran yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan sebaiknya melakukan perbandingan dengan perusahaan yang telah melakukan perpaduan aktiva lancar dengan kewajiban yang terbaik, yaitu perusahaan-perusahaan manufaktur di bidang perekat. 2. Perusahaan sebaiknya mengurangi jumlah hari piutang untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA Anand, M. 2001. “Working Capital performance of corporate India: An empirical survey”, Management & Accounting Research, Vol. 4(4), pp. 35-65 Brigham, Eugene dan Houston, Joel. 2001. “Manajemen Keuangan”. Edisi Kedelapan, Terjemahan. Jakarta : Penerbit Erlangga. Brigham, Eugene and Davis, Phillip. 2002. “Intermediate Management”. Seventh Edition, Thompson Learning.
Financial
Djarwanto, PS. (1998). Statistik Sosial Ekonomi. Edisi 2. Yogyakarta : BPFE. Enyi, Patrick. 2001. “Applying Relative Solvency To Working Capital Management – The Break Even Approach”. Gujarati, Damodar.2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. New York: MC. Graw-Hill Inc.Jakarta : Erlangga Hijazi, Syed Tahir dan Kamal, Yasir. 2004. “Impact of Working Capital on the profitability of firms; Case of listed Pakistani Companies”. Padachi, Kesseven. 2006. “Trends in Working Capital Management and its Impact on Firms’ Performance: An Analysis of Mauritian Small Manufacturing Firms”. International Reviews of Business Research Papers, Vol. 2, No. 2, pp 45-58 Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE. Social Science Research and Instructional Council. 2000. TRD-Glossary. Available at: www. ssric.com/ssric-trdglossary.htm Triton. 2005. “SPSS 13.0 Terapan (Riset Statistik Parametrik)”.Yogyakarta, Penerbit Andi. Van Horne, James and Wachowicz Jr, John. 1998. “Fundamental of Financial Management”. Tenth Edition, Prentice Hall Inc.