ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR) SKRIPSI
GUSTANI NIM 40109048
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI 1434 H / 2013 M
ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam
GUSTANI NIM 40109048
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM SEBI 1434 H / 2013 M i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Dengan nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI. Jika di kemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI kepada saya. Depok, 05 Februari 2015
Materai Rp. 6000,+ Tanda Tangan
Gustani NIM. 40109048
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama
: Gustani
NIM
: 40109048
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 05 Februari 2015
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang diajukan oleh: Nama : Gustani NIM : 40109048 Program Studi : Akuntansi Syariah Judul : ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR) Ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam pada Program Studi Akuntansi Syariah, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI.
PANITIA UJIAN Ketua Penguji
Pembimbing
(Dadang Romansyah, SE., Ak., MM., SAS)
(Sigit Pramono, SE., Ak., MSACC)
Disahkan pada hari......................, tanggal ... oleh: Wakil Ketua I
(Azis Budi Setiawan, SEI., MM)
Ketua Program Studi
(Sepky Mardian, SEI., MM)
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah atas baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan mudah-mudahan kita termasuk umat yang senantiasa istiqamah dalam menjalankan syariatnya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak baik sacara langsung maupun tidak langsung. Maka dalam
kesempatan
ini,
dengan
segala
kerendahan
hati penulis
ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Bapak Sigit Pramono, SE., Ak., MSACC dan Ibu Ai Nur Bayinah., SEI., MM selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, bimbingan, motivasi, serta arahan selama penulisan skripsi ini.
2.
Bapak Sigit Pramono, SE., Ak., MSACC selaku ketua STEI SEBI
3.
Bapak Azis Budi Setiawan, SEI., MM selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik STEI SEBI.
4.
Bapak Sepky Mardian, SEI., MM selaku Ketua Prodi Akuntansi Syariah STEI SEBI.
5.
Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di STEI SEBI serta staf Akademik, Perpustakaan, dan kemahasiswaan.
6.
Kedua orang tuaku tercinta, Ayah Fauzi (alm) dan Ibu Fatimah yang telah memberikan segala kasih sayang, do‘a, semangat, dukungan, dan nasihat yang tak pernah usai. Kedua orang tua asuhku, Abi Udjang Kurnia v
Zaenudin, S.Pd, M.Pd dan Ummi Yeni Nuraeni (almh), terima kasih atas bimbingannya. 7.
Adikku tersayang Eko Demi Anto dan kakak-kakakku: long Syamsuri, ngah Tebam, bang Ramli, bang Pian, mok Udang, kak Santi, kak Ijah, dan kak Intan.
8.
Sahabat-sahabat seperjuangan kelas AS A 09: Faiq, Jamil, Malik, Topik, Suhada, Fikriyan, Azizah, Lili, Dini, Nurdini, Eliza, Ummu, Khonsa, Rachmah, Pupu, Alfik, Summi, Cici, Uus, Uswah, Elva, Dalili. Terima kasih atas kebersamaannya dan tetap semangat untuk menggapai cita-cita.
9.
Temen-temen sekosan sekaligus adik tingkat di STEI SEBI: Mukmin, Hafiz, Alif, dan Hendri.
10.
Teman-teman MMM STEI SEBI masa amanah 2012-2013: Bayu, Apriadi, Mumtaz, Iswahyudi, Nita, Elly, Devi, Farida, Fitri, Dini S, dan Galuh. Adikadik di ORMAWA STEI SEBI dan teman-teman HIMAPAS.
11.
Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih banyak. Besar harapan saya agar penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang ekonomi syariah. Depok, 05 Februari 2015
Gustani
vi
PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Gustani
NIM
: 40109048
Program Studi
: Akuntansi Syariah
Jenis Karya
: Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (NonExlusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR) Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEkslusif ini Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI berhak menyimpan, mengalihmediakan/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilih Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Depok Pada tanggal 05 Februari 2015 Yang menyatakan,
Gustani vii
ABSTRAK
Gustani, Analisis Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial Bank Syariah Berdasarkan Islamic Social Reporting Index (Indeks ISR), Jurusan Muamalat, Program Studi Akuntasi Syariah, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, 2013. Salah satu upaya meningkatkan kepercayaan stakeholder bank syariah adalah dengan melaporkan informasi yang berkaitan dengan kinerja sosial dalam perspektif syariah. Format pelaporan kinerja sosial dalam perspektif Islam yang saat mulai banyak dikembangkan adalah Islamic Social Reporting Index (Indeks ISR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia berdasarkan indeks ISR. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia, sedangkan sampel adalah BUS yang telah mempublikasi annual report periode 2009-2011 pada website resmi masing-masing. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sample. Analisis data menggunakan content analysis. Dari hasil perhitungan dan analisis indeks ISR pada BUS, bahwa tingkat pengungkapan kinerja sosial tertinggi periode 2009-2011 adalah BSM. Secara keseluruhan, tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS di Indonesia dalam periode 2009-2011 terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedang secara rata-rata dalam periode tersebut predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS di Indonesia masih Kurang Informatif. Kata Kunci: Indeks ISR, BUS, annual report, tingkat pengungkapan kinerja sosial, content analysis.
viii
ABSTRACT
Gustani, Analysis Rank of Revelation Social Performance of Islamic Bank Based on Islamic Social Reporting Index (Index ISR), Muamalat Major, Islamic Accounting Study, Higher Education of Islamic Economic SEBI, 2013. One of the effort to increase the trust of shariah banks stakeholder is by reporting the information relating with the social performance ability in shariah view. The reporting social performance format in Islam view that nowdays is more developed is Islamic Social Reporting Indexs (Indeks ISR). ISR Index is an index reveals social performance of Islamic company which consists of revelation items based on Islamic principles. The aim of this research is to find out the rank of revelation social performance of Islamic bank in Indonesia based on ISR index. The taken population of this research is the whole Islamic Commercial Bank (BUS) in Indonesia, and the taken sample is the BUS that has published its annual report of 2009 – 2011 periods on its official website. The taken sample is done by using purpose sample method. The analysis data is done by using content analysis method. The result of analysis ISR index on BUS shows that BSM is for the highest rank of revelation social performance in 2009 – 2011 periods. As the whole banks, the rank of revelation social performance of BUS in Indonesia in 2009 – 2011 periods had continuously increased each year. As the average in the periods, the predicate of rank revelation social performance BUS in Indonesia is still less than informative. Keywords: Index ISR, BUS, Annual Report, Rank of Revelation Social
Performance, Content Analysis.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................................... ii PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR ...................................................................................... v PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................................................ vii ABSTRAK .................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix DAFTAR ISI.................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiii DAFTAR GRAFIK ....................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 9 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 9 1.5 Batasan Penelitian ............................................................................ 10 1.6 Sistematika Penulisan....................................................................... 10 BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 12 2.1 Pengungkapan (Disclosure) .............................................................. 12 2.2 Corporate Social Responsibility ......................................................... 13 2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility ..................................... 13 2.2.2 Motif dan Manfaat Pelaksanaan Corporate Social Responsibility15 2.2.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility.......................... 16 2.2.4 Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Islam ............ 20 x
2.3 Bank Syariah .................................................................................... 24 2.3.1 Pengertian Bank Syariah ........................................................... 24 2.3.2 Landasan Hukum Perbankan Syariah ...................................... 25 2.3.3 Fungsi Bank Syariah ................................................................. 26 2.3.4 Karakteristik Bank Syariah ...................................................... 28 2.3.5 Stakeholder Bank Syariah .......................................................... 30 2.4 Islamic Social Reporting (ISR) .......................................................... 32 2.4.1 ISR Bagian dari Kerangka Syariah ........................................... 32 2.4.2 Indeks ISR ................................................................................. 35 2.5 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 42 2.6 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 47 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 48 3.1 Metode Penelitian ............................................................................. 48 3.2 Jenis Data Penelitian ........................................................................ 49 3.3 Pemilihan Sampel ............................................................................. 49 3.4 Analisis Data..................................................................................... 51 3.5 Alur Penelitian ................................................................................. 55 BAB IV ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR) ............................... 56 4.1 Gambaran Umum Perusahaan......................................................... 56 4.1.1 PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) ....................................... 56 4.1.2 PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) ............................................. 57 4.1.3 PT. Bank Mega Syariah Indonesia (BMSI) ............................... 57 4.1.4 PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) ............................. 58 4.1.5 PT. Bank Syariah Bukopin (BSB) ............................................. 59 4.2 Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Berdasarkan Tema Indeks ISR ........................................................................................ 60 4.2.1 Tema Pendanaan dan Investasi (Finance and Investment Theme)61 4.2.2 Tema Produk dan Jasa (Product and Service Theme) ................ 65 4.2.3 Tema Karyawan (Employess Theme) ......................................... 70 xi
4.2.4 Tema Masyarakat (Society Theme) ............................................ 75 4.2.5 Tema Lingkungan (Environment Theme) .................................. 80 4.2.6 Tema Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance Theme) ....................................................................................... 84 4.3 Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Kumulatif Berdasarkan Indeks ISR .................................................................. 89 BAB V PENUTUP ......................................................................................... 95 5.1 Kesimpulan....................................................................................... 95 5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................... 95 5.3 Saran ................................................................................................ 96 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 97 LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Stakeholder Bank Syariah Dalam Perspektif Agency Theory ........... 31 Gambar 2.2 The Shariah Framework ................................................................ 33 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran...................................................................... 47 Gambar 3.1 Alur Penelitian .............................................................................. 55
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Indikator Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia (dalam triliun rupiah)................................................................................. 5 Grafik 4.1 Perbandingan Jumlah Aset Objek Penelitian
(dalam miliar
rupiah) .......................................................................................... 60 Grafik 4.2 Nilai Indeks ISR Tema Pendanaan dan Investasi Pada BUS Tahun 2009 – 2011........................................................................ 61 Grafik 4.3 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Pendanaan dan Investasi Tahun 2009-2011 ............................................................ 65 Grafik 4.4 Nilai Indeks ISR Tema Produk dan Jasa Pada BUS Tahun 2009 - 2011 ........................................................................................... 66 Grafik 4.5 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Produk dan Jasa Tahun 2009-2011 .......................................................................... 69 Grafik 4.6 Nilai Indeks ISR Tema Karyawan Pada BUS Tahun 2009 2011 ............................................................................................. 70 Grafik 4.7 Rata-Rata Nilai Indeks ISR Tema Karyawan Pada BUS Tahun 2009-2011 ..................................................................................... 74 Grafik 4.8 Nilai Indeks ISR Tema Masyarakat Pada BUS Tahun 2009 2011 ............................................................................................. 75 Grafik 4.9 Rata-Rata Nilai Indeks ISR Tema Masyarakat Pada BUS Tahun 2009-2011 ..................................................................................... 80 Grafik 4.10 Nilai Indeks ISR Tema Lingkungan Pada BUS Tahun 2009 2011 ............................................................................................. 81 Grafik 4.11 Rata-Rata Nilai ISR BUS pada Tema Lingkungan Tahun 20092011 ............................................................................................. 83 Grafik 4.12 Nilai Indeks ISR Tema Tata Kelola Perusahaan Pada BUS Tahun 2009 - 2011 ..................................................................... 84 xiv
Grafik 4.13 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Tata Kelola Perusahaan Tahun 2009-2011 ..................................................... 88 Grafik 4.14 Perbandingan Tingkat kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 Berdasarkan Indeks ISR.............................................................. 90 Grafik 4.15 Perbandingan Nilai Rata-Rata Indeks ISR Pada BUS Tahun 2009-2011 .................................................................................. 93 Grafik 4.16 Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 ....... 94
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kepentingan dan Harapan Stakeholder Bank Syariah ........................ 31 Tabel 2.2 Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam ISR ............................ 35 Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu ....................................................... 45 Tabel 3.1 Jumlah Sampel Penelitian ................................................................ 50 Tabel 3.2 Bank Umum Syariah (BUS) yang Dijadikan Sampel......................... 51 Tabel 3.3 Rincian Indeks ISR .......................................................................... 51 Tabel 3.4 Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial bank Syariah ............ 55 Tabel 4.1 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BMI Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ..................................................................... 56 Tabel 4.2 Jumlah Aset,DPK, dan Pembiayaan BSM Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ..................................................................... 57 Tabel 4.3 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BMSI Tahun 2009 -2011 (dalam miliar rupiah) ..................................................................... 58 Tabel 4.4 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BRIS Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ..................................................................... 59 Tabel 4.5 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BSB Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) ..................................................................... 60 Tabel 4.6 Tingkat Kinerja Sosial BUS Kumulatif Berdasarkan Indeks ISR Tahun 2009-2011 .......................................................................... 89 Tabel 4.7 Perbandingan Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 Berdasarkan Indeks ISR............................. 92 Tabel 4.8 Perbandingan Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS di Indonesia Berdasarkan Indeks ISR ..................................... 94
xvi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sebuah kenyataan bahwa hadirnya perusahaan di suatu lingkungan akan
membawa dampak positif dan negatif bagi lingkungan tersebut. Beberapa dampak positif, seperti: memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat untuk dikonsumsi, membayar pajak, memberi sumbangan, dan lain-lain. Namun, beberapa kasus berskala nasional maupun internasional, seperti: global warming, polusi udara, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan, produksi makanan haram, radiasi serta munculnya berbagai penyakit mematikan akibat infeksi bahan kimia dari industrialisasi adalah sederetan exess negative externalities industrialisasi (Harahap,2001). Mencermati sisi negatif dari industrialisasi tersebut, maka tidak adil jika masyarakat yang harus menanggung beban sosial. Mengingat masyarakat adalah pihak yang tidak memperoleh kontra prestasi langsung dari industrialisasi. Gema corporate social responsibility (CSR) nampaknya menjadi salah satu alternatif yang banyak dikembangkan perusahaan untuk membagi tanggung jawab perusahaan terhadap berbagai exess negative externalities industrialisasi (Hadi,2011). CSR juga dapat dijadikan sebagai strategi keberpihakan perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan, serta wahana menjaga dan melakukan upaya-upaya prefentif dan represif terhadap kemungkinan munculnya dampak negatif industrialisasi. Saat ini CSR bukan lagi wacana baru dalam dunia bisnis saat ini. Kinerja sosial sebuah perusahaan telah menjadi perhatian dari kalangan pemerintah, aktivis, media, pemimpin masyarakat, karyawan perusahaan hingga para akademisi. Fenomena ini menandakan bahwa CSR merupakan hal penting dalam aktivitas perusahaan. Dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan 1
2
keuangan semata (single bottom line), melainkan juga menjadikan aspek sosial dan lingkungan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari agenda perusahaan. Sinergi antara aspek keuangan, sosial, dan lingkungan yang biasa disebut triple bottom line 1 adalah kunci dari konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Wibisono, 2007). Dengan adanya konsep triple bottom line, maka sebuah perusahaan memiliki peran dan tanggungjawab yang lebih luas, tidak hanya kepada investor dan manajemen tetapi juga pada masyarakat yang lebih luas lagi. Menurut Ekkyanshah (2008) CSR merupakan tanggung jawab sosial perusahaan kepada stakeholdernya. Stakeholder perusahaan meliputi karyawan, kreditur, pelanggan, pemasok, maupun masyarakat sekitar wilayah operasi perusahaan tersebut. Tanggung jawab ini tidak hanya menyangkut tanggung jawab perusahaan atas eksternalitas negatif yang ditimbulkan kepada warga di sekitar operasinya saja, tetapi juga menyangkut kesejahteraan karyawan, pelanggan, dan pemasok. Perusahaan yang mampu mengimplementasikan CSR dengan baik, maka akan memberikan imbal balik bagi perusahaan tersebut, yaitu dalam bentuk dukungan publik dan penguatan faktor sosial terhadap pengelolaan dan pembangunan yang berkelanjutan (Karimi, 2009, dalam Nurul, 2010). Bahkan keberhasilan komersial perusahaan juga akan sangat ditentukan dari bagaimana perusahaan mengelola tanggungjawab sosial terhadap komunitas di sekitar daerah operasinya (Budimanta et al, 2008). Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan keinginan perusahaan untuk menerbitkan pengungkapan atas kegiatan sosial dan kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa faktor yang mendorong perusahaan menerbitkan laporan kinerja sosialnya, yaitu karena tuntutan para pemangku kepentingan (stakeholder), penghargaan dari pemerintah dan organisasi masyarakat madani CSR, tersedianya
1
Prinsip triple bottom lines terdiri dari 3 P yaitu Profit, people, dan planet. Konsep ini pertama kali digagas oleh John Eklington tahun 1997.
3
panduan pengungkapan dan standar audit CSR, dan terlaksananya pelatihan sumber daya manusia dalam bidang CSR (Indonesia Economic Outlook ,2011). Di Indonesia, pelaksanaan program CSR sudah terdapat beberapa regulasi yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaanya. Beberapa regulasi dan aturan yang dapat dijadikan sebagai acuan pelaksanaan CSR, antara lain adalah: UUD Pasal 33 UUD 1945, UU No.23/1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.22/2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.40/2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No.25/2007 Tentang Penanaman Modal, UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan Peraturan Mentri BUMN no 5 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Bila ditinjau dari perspektif syariah, Sebenarnya konsep CSR sudah ada dalam ajaran Islam. Sofyani, et. al (2012) menyebutkan bahwa manusia selaku khalifah dimuka bumi memiliki kewajiban untuk memakmurkannya. Oleh karena itu, kesempurnaan iman seseorang tidak akan tercapai jika hanya membangun hubungan vertikal dengan Allah semata (Hablumminallah) –keshalehan individu, tetapi juga harus diikuti dengan hubungan yang baik secara horizontal dengan sesama makhluk-Nya (Hablumminannas)- keshalehan sosial. Yuslam (2012:67) menyebutkan bahwa sumber-sumber ajaran Islam, baik Al Qur‘an maupun hadist, lebih banyak mengandung ajaran sosial dan kemanusian dibandingkan dengan ajaran ritual keagamaan. Hal yang sama juga dapat kita lihat pada teks-teks fiqih klasik bahwa bab yang membahas ibadah individu lebih sedikit dibanding bab yang membahas ibadah sosial. Sebagai contoh kitab Fath Al Bari, sebuah kitab hadis yang cukup terkenal, hanya mengupas persoalan ibadah individu dalam empat jilid dari dua puluh jilid kitab tersebut. Antonio (2001:13-17) menjelaskan bahwa salah satu prinsip dasar perekonomian Islam adalah keadilan dan persaudaraan menyeluruh. Keadilan yang dimaksud adalah yang memiliki implikasi pada keadilan sosial, keadilan ekonomi, keadilan distribusi pendapatan, dan kebebasan individu dalam konteks
4
kesejahteraan sosial. Dari prinsip ini menunjukan bahwa fungsi sosial tidak akan terlepas dari bisnis syariah. Menurut Hendri dan Astuti (2008) bahwa fungsi sosial akan melekat secara inhern pada institusi binis syariah sebagai konsekuensi kebersandaran institusi syariah pada ajaran Islam. Institusi bisnis syariah tidak dapat memisahkan secara dikotomis antara orientasi bisnisnya dengan orientasi sosialnya atau setidaknya tidak kontradiktif. Bahkan menurut Sofyan (2011) prinsip maslahah dalam bisnis syariah akan memposisikan sebuah perusahaan dalam ranah 3P, yaitu People, Profit, dan Planet. Artinya pada dasarnya bumi diciptakan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia, namun bukan untuk memenuhi keserakahan manusia. Disamping menghasilkan profit, sebuah perusahaan dituntut untuk tetap mempertahankan keseimbangan antara people dan planet. Salah satu jenis bisnis yang menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam adalah bank syariah. Secara umum, bank syariah memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi bisnis dan fungsi sosial. Wiroso (2009) menjelaskan bahwa bank syariah memiliki empat fungsi dan peran sebagai berikut: (1) Manajer investasi; (2) Investor; (3) Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran; dan (4) pengemban fungsi sosial. Tiga fungsi pertama merupakan fungsi bisnis, sedang fungsi ke empat adalah fungsi sosial bank syariah. Fungsi sosial bank syariah yang dimaksud berupa pengelola dana zakat, infaq, shadaqah, wakaf, serta pinjaman kebajikan (qardhul hasan). Fungsi sosial bank syariah makin dipertegas dalam UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Pada pasal 4 dinyatakan, bahwa selain berkewajiban menjalankan fungsi intermediasi keuangan, bank syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menghimpun dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya serta menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. selain itu, bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif).
5
Berbicara masalah fungsi sosial sebuah perusahaan maka harus dilihat juga dari sisi volume industri tersebut. Karena, semakin besar volume suatu industri maka akan semakin bertambah pula interaksinya dengan para pemegang kepentingan. Bila dilihat dari segi perkembangan, bank syariah di Indonesia menunjukan geliat perkembangan yang cukup tinggi. Sejak pertama kali lahir pada tahun 1990-an perbankan syariah di Indonesia menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data Bank Indonesia dalam Statistik Perbankan Syariah (SPS) sampai bulan Februari 2012, Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia berjumlah 11, Unit Usaha Syariah (UUS) berjumlah 24, dan Bank Pembiayaan Syariah (BPRS) berjumlah 155. Volume usaha perbankan syariah dalam waktu satu tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Total aset BUS dan UUS per Februari 2012 telah mencapai Rp 145,62 triliun dengan jumlah DPK sebesar Rp114,16 triliun dan pembiayaan yang diberikan sebesar Rp103,71 triliun. Marketshare perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah mencapai sekitar 3,8%. Sedangkan secara geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah dapat menjangkau masyarakat di lebih dari 120 kabupaten/kota di 33 provinsi di Indonesia. Perbankan syariah pun sudah memperkerjakan 28.574 pekerja, dengan rincian BUS 21.839 pekerja, UUS 2.309 pekerja, dan BPRS 4.075 pekerja. Grafik 1.1 Indikator Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia (dalam triliun rupiah) 200 150 100
50 0 2006
2007
2008 ASET
2009
2010 DPK
Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Syariah,BI, 2012
2011
2012(feb)
6
Jika dibandingkan dengan perbankan secara nasional, skala perbankan syariah memang masih relatif kecil, namun jika melihat dari segi pertumbuhannya maka perbankan syariah memiliki potensi untuk menjadi lebih besar. Oleh karena itu berbagai usaha dilakukan oleh beberapa kalangan untuk mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Berdasarkan Outlook Perbankan Syariah Tahun 2012, dalam rangka menumbuh-kembangkan
perbankan
syariah,
Bank
Indonesia
(BI)
akan
memfokuskan kebijakan pengembangan perbankan syariah tahun 2012 pada halhal sebagai berikut: (i) penguatan intermediasi perbankan syariah kepada sektor produktif, (ii) pengembangan dan pengayaan produk perbankan syariah yang lebih terarah,
(iii)
peningkatan
sinergi
dengan
bank
induk
dengan
tetap
mengembangkan infrastruktur kelembagaan bisnis syariah, (iv) peningkatan edukasi dan
komunikasi dengan
fokus
pada
kesetaraan
(parity)
dan
distinctiveness, dan (v) peningkatan good governance dan pengelolaan resiko kegiatan usaha perbankan syariah, serta (vi) penguatan sistem pengawasan. Sedang menurut Setiawan (2009), tantangan utama bank syariah saat ini adalah mewujudkan kepercayaan dari para stakeholder, karena kepercayaan stakeholder akan mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan bank itu sendiri. Tentunya
ekpektasi stakeholder terhadap bank syariah berbeda
dengan bank konvensional. Hal ini karena bank syariah adalah lembaga keuangan syariah yang menjalankan kegiatan usahanya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, bank syariah dituntut tidak hanya fokus pada tujuan komersial untuk pencapaian keuntungan maksimal semata, tapi juga harus mempertimbangkan aspek sosial sebagai wujud upaya untuk memberikan kesejahteraan secara luas bagi masyarakat. Salah satu upaya bank syariah untuk meningkatkan kepercayaan stakeholdernya
adalah
dengan
menginformasikan
aspek
sosial
yang
dilaksanakanya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa perkembangan perbankan syariah saat ini mendorong kesadaran stakeholder akan pentingnya implementasi
7
pelaporan, dan pengungkapan kinerja sosial perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. Saat ini belum ada standar pelaporan dan pengukuran CSR baku yang diperuntukkan untuk institusi bisnis syariah. Hal ini menyebabkan pelaporan CSR perusahaan syariah masih menggunakan standar pelaporan CSR konvensional. Padahal menurut Muhammad (2009) stakeholder memiliki pandangan positif dan menganggap relevan praktik pelaporan sosial dalam perspektif Islam. Beberapa tahun terakhir ini sejumlah ahli ekonomi Islam mulai menggagas bentuk pelaporan kinerja sosial institusi bisnis syariah. Beberapa bentuk pelaporan tersebut diantaranya adalah Islamic Social Reporting (selanjutnya ISR), Shariah Enterprise Theory (SET), dan Islamicity Performance Index. Dari ketiga bentuk pelaporan kinerja sosial yang disebutkan diatas, ISR adalah bentuk pelaporan yang banyak diperbincangkan saat ini, hal ini terlihat dari banyaknya penelitian-penelitian terkini yang berkaitan dengan ISR. Beberapa peneliti sebelumnya yang meneliti tentang ISR diantaranya adalah Haniffa (2002), Haniffa dan Hudaib (2007), Othman et al (2009), Othman dan Thani (2010), Fitria dan Hartanti (2010), Sofyani et al (2012), dan beberapa penelitian dalam bentuk skripsi juga telah ada dibeberapa universitas di Indonesia. Menurut Haniffa (2002), ISR adalah upaya pelaporan aspek-aspek sosial dalam aktivitas lembaga keuangan syariah dalam perspektif Islam sebagai sebuah alternatif untuk mereduksi kelemahan dalam praktik di lembaga keuangan syariah. Pelaporan
sosial
dalam
perspektif
Islam
merupakan
suatu
proses
pengidentifikasian, penyediaan, dan upaya mengkomunikasikan informasiinformasi sosial dan aktivitas lain yang terkait yang sejalan dengan kebutuhan informasi bagi pengambil keputusan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Allah dan umat dalam arti yang luas, untuk meningkatkan transparansi pengelolaan bisnis dihadapan umat Muslim, dan untuk mencapai keridhaan Allah. ISR merupakan tolak ukur pelaksanakaan kinerja sosial perbankan syariah dan bisnis syariah lainnya yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang
8
ditetapkan oleh AAOIFI yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam. Item-item ISR yang dikembangkan kemudian disebut dengan Indeks ISR. Secara khusus indeks ini adalah perluasan dari social reporting yang meliputi harapan masyarakat mengenai peran perusahaan dalam ekonomi dan peran perusahaan dalam perspektif spiritual. Indeks ISR diyakini dapat menjadi pijakan awal dalam hal standar pengungkapan CSR yang sesuai dengan perspektif Islam (Fitria dan Hartati, 2010). Penelitian terkait implementasi Indeks ISR di Indonesia masih tergolong sedikit. Fitria dan Hartati (2010) menyebutkan bahwa perkembangan indeks ISR di Indonesia masih sangat lambat dibandingkan perkembangan indeks ISR di negara-negara Islam lainya, hal ini berbeda dengan perkembangan indeks ISR di negara-negara Islam seperti Malaysia, Sudan, Bahrain, Uni Emirat Arab, Iran, Palestina, Kuwait, Bangladesh, dan Qatar
dimana indeks ISR telah menjadi
bagian dari pelaporan organisasi syariah di negara-negara yang bersangkutan. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian-penelitian mengenai indeks ISR di negaranegara tersebut. Sedang menurut Sofyani et.al (2012) bahwa berdasarkan Indeks ISR kinerja sosial bank syariah di Malaysia lebih baik dari pada bank syariah di Indonesia. Penelitian terkait Indeks ISR dinilai sangat penting untuk mendukung praktek kinerja sosial perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengukuran tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah dengan menggunakan Indeks ISR. Penelitian ini, dituangkan dalam skripsi, dengan SOSIAL
judul “ANALISIS BANK
TINGKAT
SYARIAH
PENGUNGKAPAN
BERDASARKAN
REPORTING INDEX (INDEKS ISR)”.
ISLAMIC
KINERJA SOCIAL
9
1.2
Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengungkapan kinerja
sosial bank syariah dengan menggunakan model indeks ISR guna menjawab pertanyaan: bagaimanakah tingkat pengungkapan kinerja sosial Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia jika diukur dengan Indeks ISR ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengungkapan kinerja
sosial Bank Umum Syariah (BUS) dengan menggunakan model Indeks ISR yang meliputi enam tema pengungkapan berikut ini yaitu investasi dan keuangan, tata kelola organisasi, produk dan jasa, tenaga kerja, sosial, dan lingkungan.
1.4
Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak berikut ini: 1.
Manfaat bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia dan pengetahuan mengenai Indeks ISR lebih dalam.
2.
Manfaat bagi bank syariah Penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan bagi bank syariah dalam pengungkapan kinerja sosial yang dilakukan.
3.
Manfaat bagi regulator Bagi regulator, terutama Bank Indonesia penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat standar pelaporan kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia.
4.
Manfaat bagi masyarakat
10
Penelitian ini diharapkan akan menjadi pengetahuan bagi masyarakat tentang tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia. 5.
Manfaat bagi akademisi Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan akademisi dalam upaya mengembangkan model pengukuran dan pelaporan kinerja sosial bank syariah yang saat ini masih menggunakan standar konvensional.
1.5
Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada Bank Umum Syariah (BUS) yang telah
mempublikasi annual report untuk periode tahun 2009 sampai tahun 2011 pada website resmi masing-masing.
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
LANDASAN TEORI
Memuat kajian teori yang relevan dengan masalah yang diteliti, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran. BAB
METODE PENELITIAN Berisikan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini,
yang berisi jenis penelitian, data dan pemilihan sampel, metode analisis data, dan alur penelitian.
11
BAB IV
ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK
SYARIAH
BERDASARKAN
ISLAMIC
SOCIAL
REPORTING INDEX (INDEKS ISR) Menyajikan gambaran umum perusahaan yang dijadikan sebagai objek penelitian ini dan hasil analisis tingkat pengungkapan kinerja sosial Bank Umum Syariah (BUS) berdasarkan indeks ISR. BAB V
PENUTUP
Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan, keterbatasan dalam penelitian, dan saran-saran yang berguna bagi penelitian serupa di masa yang akan datang.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengungkapan (Disclosure) Menurut Haniffa (2002) pengungkapan adalah membuat sesuatu menjadi
diketahui atau mengungkapkan sesuatu. Dalam akuntansi, istilah pengungkapan lebih mengacu pada penyajian dan pengungkapan laporan keuangan perusahaan. Baridwan (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud pengungkapan dalam prinsip akuntansi adalah menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan. Laporan tahunan (Annual Report) merupakan media utama penyampaian informasi oleh manajemen kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Laporan tahunan mengkomunikasikan kondisi keuangan dan informasi lainnya kepada pemegang saham, kreditor, dan stakeholders lainnya.
Laporan tahunan
merupakan mencakup hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan laporan pelengkap. Sehingga dalam laporan tahunan diketahui seberapa kuat informasi pengungkapan yang diajukan oleh perusahaan. Secara umum, menurut Hendriksen dan Breda (1992) dalam Raditya (2012) terdapat tiga konsep pengungkapan. Konsep tersebut antara lain: 1.
Pengungkapan Cukup (Adequate Disclosure) Pengungkapan cukup adalah pengungkapan minimum yang harus dipenuhi agar laporan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan keputusan.
2.
Pengungkapan Wajar (Fair Disclosure) Pengungkapan wajar adalah pengungkapan yang harus dicapai agar semua pihak mendapat informasi yang sama.
12
13
3.
Pengungkapan Penuh (Full Disclosure) Pengungkapan penuh adalah pengungkapan yang menuntut penyajian dan pengungkapan secara penuh atas seluruh informasi yang relevan dengan pengambilan keputusan. Dari paparan tentang pengungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa
pengungkapan adalah menyampaikan informasi-informasi yang dianggap penting oleh perusahaan bagi stakeholder guna pengambilan keputusan. Media yang digunakan dalam pengungkapan adalah laporan tahunan perusahaan. Adapun pengungkapan dibedakan dalam tiga konsep yaitu cukup, wajar, dan penuh yang membedakan antara ketiga konsep tersebut adalah kelengkapan informasi yang disampaikan. Selain tentang pengungkapan, teori tentang Corporate Social Responsibility (SR) juga memegang peranan penting dalam penelitian ini. Berikut akan dipaparkan teori CSR.
2.2
Corporate Social Responsibility
2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility Definisi kinerja sosial perusahaan atau yang biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR) telah banyak dikemukakan oleh pakar, ahli, praktisi, dan lembaga. Namun sampai saat ini belum ada defenisi CSR yang disepakati, meskipun dalam banyak hal memilki kesamaan esensi. Beberapa pakar seperti Magnan dan Farel (2004), dalam Susanto mendefinisikan CSR sebagai “A business acts in socially responsible manner when its decision and account for and balance diverse stake holder interest”. Defenisi ini menekankan kepada perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggungjawab. Sedang Ghana (2006) dalam Hadi (2011) mendefinisikan CSR dengan “CSR is about capacity building for sustainable likelihoods. It respect cultural
14
differences and finds the business opportunities in building the skills of employees the community and the government”. Lebih lanjut dinyatakan,....”corporate social responsibility is about business giving back to society”. Definisi yang diberikan Ghana tersebut memberikan penjelasan secara lebih dalam, bahwa sesungguhnya tanggungjawab sosial perusahaan memberikan kapasitas dalam membangun corporate building menuju terjaminnya going concern perusahaan. Beberapa lembaga juga memberikan defenisi tersendiri tentang CSR. Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) in Fox, et al (2002) dalam Budimanta et.al (2008;76), defenisi CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti-komuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Dalam Undang-Undang yang terdapat di Indonesia, makna CSR memiliki arti yang berbeda-beda. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yang dimaksud dengan ―tanggungjawab sosial perusahaan‖ adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Sedang UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengartikan tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa CSR adalah sebuah bentuk komitmen perusahaan terhadap kelangsungan pembangunan ekonomi dalam usaha meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan. CSR juga merupakan komitmen perusahaan terhadap kepentingan stakeholder dalam arti yang luas selain kepentingan perusahaan. Dengan kata lain CSR adalah bentuk tanggungjawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dilingkungannya
15
yang merupakan serangkaian kegiatan aktif perusahaan di tengah-tengah masyarakat dan semua stakeholder untuk pemerataan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat. Setiap perusahaan memiliki motif yang berbeda-beda dalam pelaksanaan CSR. Motif pelaksanaan CSR setidaknya mengacu pada manfaat yang akan diterima oleh perusahaan dari pelaksanaan CSR. Berikut ini akan dibahasa motif dan manfaat dari pelaksanaan CSR. 2.2.2 Motif dan Manfaat Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Menurut saidi dan abidin (2004) dalam Suharto (2006) ada tiga tahap atau paradigma yang berbeda yang mendorong perusahaan melakukan CSR. 1.
Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan.
2.
Tahap yang kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.
3.
Tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial. Pelaksanaan CSR akan berdampak positif bagi perusahaan tersebut.
Menurut Susanto (2007:26-33) CSR memiliki beberapa manfaat bagi perusahaan sebagai berikut : 1.
CSR akan mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima oleh perusahaan. perusahaan yang konsisten melaksanakan CSR akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankan.
2.
CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memaafkan.
16
3.
Keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi baik, yang secara konsisten melakukan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
4.
CSR akan memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya.
5.
CSR akan meningkatkan penjualan produk. Dalam riset Roper Search Worldwide mengungkapkan bahwa konsumen akan lebih menyukai produkproduk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan CSR. Dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga motif yang mendorong
perusahaan melaksanakan CSR. Ketiga motif tersebut setidaknya akan dipengaruhi oleh jenis perusahaan yang dijalankan. Bagi perusahaan yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah maka motif yang paling berpengaruh adalah motif keagamaan. Pelaksanaan CSR juga akan membawa dampak positif bagi keberlanjutan sebuah perusahaan, hal ini juga akan meminimalisir dampak negatif dari hadirnya perusahaan bagi masyarakat dan lingkungan. Setelah melaksanakan CSR, maka perusahaan juga dituntut untuk mengungkapakan informasi CSR yang telah dilaksanakan. Berikut ini akan dibahas teori tentang pengungkapan CSR. 2.2.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Menurut Martin Freedman, dalam Henny dan Murtanto (2001) dalam Kuntari dan Sulistyani (2007), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja sosial, yaitu: 1.
Pemeriksaan Sosial (Social Audit) Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari operasioperasi yang dilakukan perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba mengestimasi dan
17
mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas tersebut. 2.
Laporan Sosial (Social Report) Terdapat beberapa alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial telah oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya ini dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi empat kelompok sebagai berikut : a. Inventory
Approach.
Perusahaan
mengkompilasikan
dan
mengungkapkan sebuah daftar yang komprehensif dari aktivitasaktivitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif. b. Cost Approach. Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masingmasing aktivitas tersebut. c. Program
Management
Approach.
Perusahaan
tidak
hanya
mengungkapkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan itu. d. Cost Benefit Approach. Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap masyarakat. 3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual Report). Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan. Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain laporan
tahunan,
laporan
interim/laporan
sementara,
prospektus,
pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa. Perusahaan
18
cenderung untuk mengungkapkan informasi
yang berkaitan dengan
aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray et al., dalam Florence, et al., (2004) menyebutkan ada tiga studi, yaitu : a. Decision Usefulness Studies. Perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan pendapat ini menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan. Para analis, banker dan pihak lain yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diminta untuk melakukan pemeringkatan terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada informasi akuntansi tradisional yang telah dinilai selama ini, namun juga informasi yang lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi. Mereka menempatkan informasi aktivitas sosial perusahaan pada posisi yang moderately important (Belkaoui, 1989 dalam Anggraini, 2006). b. Economic Theory Studies. Studi ini menggunakan
agency theory
dimana menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Lazimnya, prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional users lain. Namun, pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik. c. Social and Political Theory Studies. Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori stakeholder
mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan
ditentukan oleh para stakeholder. Saat ini terdapat banyak model pengungkapan CSR yang digagas oleh berbagai forum berskala nasional maupun internasional. Equator Principles yang diadopsi oleh beberapa negara merumuskan beberapa prinsip, antara lain (Wibisono,2007):
19
1.
Accountability‟s standart (AA 1000), yang mengacu pada prinsip ―triple botton line‖ dari John Elkington.
2.
Global Reporting Initiative (GRI), yang merupakan panduan pelaporan perusahaan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for Envoironmental Economic (CERES) dan UNEP pada tahun 1997.
3.
Social Accountability International SA8000 Standard
4.
ISO 14000 environmental management standard
5.
ISO 26000 Seiring dengan pesatnya perkembangan bisnis syariah saat ini, beberapa ahli
mulai menggagas bentuk pengungkapan CSR khusus untuk institusi bisnis syariah. Beberapa bentuk pengungkapan CSR yang telah digagas diantaranya adalah: 1.
Islamic Social Reporting Indeks (Indeks ISR), digagas oleh Haniffa (2002) dan dikembangkan oleh Othman et al (2009).
2.
Shariah Enterprise Theory (SET), merupakan enterprise theory
yang
telah diinternalisasi dengan nilai-nilai Islam guna menghasilkan teori yang transendental dan lebih humanis. Salah satu peneliti yang pernah membahas SET adalah Iwan Triyuwono (2007) 3.
Islamicity Performance Index (IPI), sebuah metode pengukuran kinerja bank syariah yang berisi rasio-rasio keuangan dan sosial. Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengukur tingkat
pengungkapan kinerja sosial bank syariah adalah Indeks ISR. Lahirnya format pelaporan CSR secara syariah tidak lepas dari penekanan aspek sosial dalam agama Islam. Oleh karena itu konsep CSR dalam Islam juga akan menjadi bagian dari penelitian ini. Berikut ini akan dibahas teori CSR dalam perspektif Islam.
20
2.2.4 Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Islam Allah berfirman : “bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Baqarah:177) Dari ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan pentingnya nilai-nilai sosial di masyarakat ketimbang hanya sekedar menghadapkan wajah kita ke barat dan ke timur dalam shalat. Tanpa mengesampingkan
akan
pentingnya
shalat
dalam
Islam,
Al
Quran
mengintegrasikan makna dan tujuan shalat dengan nilai-nilai sosial. Di samping memberikan nilai keimanan berupa iman kepada Allah SWT, Kitab-Nya, dan Hari Kiamat, Al Quran menegaskan bahwa keimanan tersebut tidak sempurna jika tidak disertai dengan amalan-amalan sosial berupa kepedulian dan pelayanan
21
kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan musafir serta menjamin kesejahteraan mereka yang membutuhkan. Dalam konteks ini, maka CSR dalam perspektif Islam adalah praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara islami. Perusahaan memasukan normanorma agama islam yang ditandai dengan adanya komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial di dalam operasinya. Dengan demikian, praktik bisnis dalam kerangka CSR Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya. Meskipun tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya dibatasi oleh aturan halal dan haram oleh syariah (Suharto,2010). CSR dalam perspektif Islam menurut AAOIFI yaitu segala kegiatan yang dilakukan institusi finansial Islam untuk memenuhi kepentingan religius, ekonomi, hukum, etika, dan discretionary responsibilities sebagai lembaga fianansial intermediari baik bagi individu maupun institusi (Rizkiningsing,2012). Menurut Islam, CSR yang dilakukan harus bertujuan untuk menciptakan kebajikan yang dilakukan bukan melalui aktivitas-aktivitas yang mengandung unsur riba, melainkan dengan praktik yang diperintahkan Allah berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf. CSR juga harus mengedepankan nilai kedermawanan dan ketulusan hati (Suharto,2010). Perbuatan ini lebih Allah cintai dari ibadahibadah mahdhah. Rasulullah SAW bersabda, “Memenuhi keperluan seorang mukmin lebih Allah cintai dari pada melakukan dua puluh kali haji dan pada setiap hajinya menginfakan ratusan ribu dirham dan dinar”. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda, “Jika seorang muslim berjalan memenuhi keperluan sesama muslim, itu lebih baik baginya daripada melakukan tujuh puluh kali thawaf di Baitullah.” Selain itu, pelaksanaan CSR dalam Islam juga merupakan salah satu upaya mereduksi permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan mendorong produktivitas masyarakat dan menjaga keseimbangan distribusi kekayaan di masyarakat. Islam mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua
22
anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang (Yusanto dan Yunus, 2009:165-169). Allah Berfirman :
“....supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu...” (QS. Al hasyr: 7). Praktik CSR dalam Islam menekankan pada etika bisnis islami. Operasional perusahaan harus terbebas dari berbagai modus praktik korupsi (fight agains corruption)
dan memberi jaminan
layanan maksimal sepanjang ranah
operasionalnya, termasuk layanan terpercaya bagi setiap produknya (provision and development of safe and reliable products).
Hal ini yang secara tegas
tercantum dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman: “Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (QS. al-A‘raf ayat 85). Selain menekankan pada aktivitas sosial di masyarkat, Islam juga memerintahkan praktik CSR pada lingkungan. Lingkungan dan pelestarianya merupakan salah satu inti ajaran Islam. Prinsip-prinsip mendasar yang membentuk filosofi kebajikan lingkungan yang dilakukan secara holistik oleh Nabi Muhamad SAW adalah keyakinan akan adanya saling ketergantungan di antara makhluk ciptaan Allah. Karena Allah SWT menciptakan alam semesta ini secara terukur, baik kuantitatif maupun kualitatif (lihat QS. Al Qamar: 49) dan dalam kondisi yang seimbang (QS. Al Hadid:7). Sifat saling ketergantungan antara makhluk hidup adalah sebuah fitrah dari Allah SWT. Dari prinsip ini maka konsekuensinya
23
adalah jika manusia merusak atau mengabaikan salah satu bagian dari ciptaan Allah SWT, maka alam secara keseluruhan akan mengalami penderitaan yang pada akhirnya juga akan merugikan manusia (Sharing,2010). Allah SWT berfirman: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar.” (QS. Ar Rum:41) Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa Islam telah mengatur dengan begitu jelas tentang prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam CSR, padahal isu CSR baru dimulai pada abad ke-20. Bahkan dalam berbagai code of conduct yang dibuat oleh beberapa lembaga, Islam telah memberikan penjelasan terlebih dahulu. Misalnya, dalam draft ISO 26000, Global Reporting Initiatives (GRI), UN Global Compact, International Finance Corporation (IFC), dan lainnya telah menegaskan
berbagai instrumen indikator bagi pelaksanaan komitmen CSR
perusahaan
demi pemenuhan target pembangunan berkelanjutan—seperti isu
lingkungan
hidup, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, perlindungan
konsumen, tata kelola perusahaan, praktik operasional yang adil, dan pengembangan masyarakat.
Dan bila ditilik lebih lanjut, sebenarnya prinsip-
prinsip tersebut merupakan representasi berbagai komitmen yang dapat bersinergi dengan pengamalan prinsip kehidupan Islami (Sampurna,2007). Dalam bangunan ekonomi Islam, aktivitas sosial juga menjadi salah satu elemen yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam mekanisme perekonomian.
Sektor
sosial dalam
sebuah
sistem perekonomia dapat
diklasifikasikan kedalam sektor sukarela (voluntary sector) atau lebih dikenal dengan sektor ketiga. Sektor ini menjadi pelengkap dari dua sektor utama yaitu sektor publik dan sektor swasta (Faridi,1995 dalam Sakti, 2007).
24
Teori CSR saat ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini ditunjukan dengan banyaknya penelitian yang berkaitan dengan CSR. Selain itu, perkembangan teori CSR juga merupakan jawaban dari kebutuhan para stakeholder. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri syariah, maka CSR dalam perspektif syariah juga mulai dikembangkan. Salah satu industri syariah yang mengalami perkembangan yang sangat pesat adalah bank syariah. Berikut ini akan dibahas teori tentang bank syariah.
2.3
Bank Syariah
2.3.1 Pengertian Bank Syariah Dalam Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 pasal 1 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 7 tahun 1992, memberikan pengertian bank dengan: Bank badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-Undang No 7 Tahun 1998 dengan: Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jula-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Jadi, dapat disimpulkan Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainya dalam lalu lintas
25
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam (Muhammad,2005). Di Indonesia Perbankan Syariah terbagi kedalam tiga jenis yaitu Bank Umum Syariah (BUS), Usaha Unit Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Dalam UU No.21 Tahun 20008 dijelaskan bahwa yang dimaksud BUS adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, UUS adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. Sedang yang dimaksud BPRS adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perkembangan perbankan syariah tidak lepas dari aspek regulator yang mengaturnya. Berikut ini akan dibahas periodesasi landasan hokum yang memayungi perbankan syariah di Indonesia. 2.3.2 Landasan Hukum Perbankan Syariah Menurut Wiroso (2009;44-47) untuk membahas landasan hukum perbankan syariah di Indonesia tidak lepas dari sejarah perkembangan perbankan di Indonesia itu sendiri. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia melalui beberapa tahap periode berikut ini: 1.
Periode sebelum tahun 1992 Sebelum tahun 1992 di Indonesia telah berdiri bank syariah dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Pada periode ini BPRS didirikan sesuai dengan perundang-undangan perbankan yang berlaku saat itu dan tidak ada ketentuan yang mengatur tentang bank syariah.
2.
Periode tahun 1992 sampai dengan tahun 1998
26
Pada periode ini telah lahir beberapa BPRS dan satu bank syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia. Pada periode ini bank syariah didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 yang tidak membahas secara langsung tentang bank syariah. Dalam Undang-undang tersebut tidak dibahas secara jelas tentang bank syariah, kecuali hanya dalam pasal 6 huruf m dan pasal 13 huruf c yang menjadi landasan bank syariah. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa usaha bank umum dapat menyediakan pembiayaan bagi hasil nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. 3.
Periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2008 Pada tahun 1998 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan. Undang-Undang ini merupakan amandemen dari Undnag-Undang nomor 7 tahun 1992. Dalam Undang-Undang ini telah dibahas ketentuan-ketentuan bank syariah. undang-undang ini cukup menjadi landasan hukum yang kuat bagi bank syariah, sehingga setelah undang-undang ini muncul, berdiri beberapa bank umum syariah.
4.
Periode setelah tahun 2008 Mulai tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah. Sejak tahun 2008, bank syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan undang-undang tersebut, dan ketentuan-ketentuan pada undangundang nomor 7 tahun 1998 tetap diberlakukan selama tidak bertentangan dengan undang-undang nomor 21 tahun 2008.
2.3.3 Fungsi Bank Syariah Dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, pasal 4 dijelaskan fungsi bank syariah sebagai berikut: 1. 2.
Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak,
27
3.
4.
sedekah, hibah, atau dana sosial lainya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari dana wakaf uang dan menyalurkanya kepada pengelola wakaf (nadzir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih rinci Wiroso (2009;82-87) membagi fungsi bank syariah ke dalam
empat fungsi utama yaitu: 1.
Fungsi Manajer Investasi. Bank syariah merupakan manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah, karena besarkecilnya imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana, sangat tergantung pada hasil usaha yang diperoleh (dihasilkan) oleh bank syariah dalam mengelola dana.
2.
Fungsi Investor. Dalam penyaluran dana, baik dalam prinsip bagi-hasil atau prinsip jual-beli, bank syariah berfungsi sebagai investor (sebagai pemilik dana). Oleh karena itu sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah, ditanamkan pada sektor sektor produktif dan memiliki resiko yang minim.
3.
Fungsi Jasa Perbankan. Dalam operasionalnya, bank syariah juga memiliki fungsi jasa perbankan berupa layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan lainya yang tidak melanggar prinsip syariah.
4.
Fungsi Sosial. Dalam konsep perbankan syariah mewajibkan bank syariah memberikan layanan sosial melalui dana qard, zakat, dan dana sumbangan lainya yang sesuai
dengan
prinsip
syariah.
Konsep
perbankan
syariah
juga
mengharuskan bank-bank syariah untuk memainkan dan memberikan kontribusi bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan. Fungsi ini juga merupakan yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional,
28
dalam bank syariah fungsi sosial tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi lainya dan merupakan identitas khas bank syariah. Bahkan dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) yang dikeluarkan IAI, bahwa salah satu unsur laporan keuangan bank syaria adalah komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan syariah , berupa Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, dan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan bank syariah memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi komersial dan fungsi sosial. Hal ini menunjukan akan pentingnya fungsi sosial di bank syariah. Selanjutnya bank syariah juga memiliki karakteristik yang unik dari industri yang lainnya. Berikut ini akan dijelaskan karakteristik bank syariah. 2.3.4 Karakteristik Bank Syariah Bank Syariah memiliki karakteristik khas yang membedanya dengan lembaga keuangan konvensional. Karakteristik bank syariah adalah: 1.
Menghindari MAGHRIB. Dalam UU No 21 tahun 2008 dijelaskan bahwa bank syariah dalam melaksanakan kegiatannya harus menghindari MAGHRIB, yaitu Maysir, Gharar, Riba, dan Bathil.
2.
Paradigma Transaksi Syariah. Dalam KDPPLKS dijelaskan bahwa dalam melaksanakan transaksi syariah, hendaknya mempergunakan transaksi sebagai berikut: a.
Transaksi syariah berdasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual.
b.
Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, bener dan
29
salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good gavernance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik. c.
Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai moral dalam interaksi sesama makhluk agar hubungan tersebut menjadi saling menguntungkan, sinergi dan harmonisasi.
3.
Asas Transaksi Syariah. Asas-asas transaksi syariah yang harus dipenuhi oleh bank Syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah sebagai berikut: a.
Persaudaraan (ukhuwah)
b.
Keadilan („adalah)
c.
Kemashlahatan (mashlahah)
d.
Keseimbangan (tawazun); dan
e.
Universalisme (syumuliyah).
4. Karakteristik Transaksi Syariah. Transaksi atau kegiatan usaha yang dilakukan bank syariah harus memenuhi karakteristik syariah sebagai berikut: 1.
Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memnuhi karakteristik transaksi syariah sebagai berikut: a. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan perinsip saling paham dan saling ridho; b. Perisip kebebasan bertansaksi diakui seanjang objeknya halal dan baik (thayib);
30
c. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas; d. Tidak mengandung unsur riba; khezaliman; masyir; gharar; haram; e. Tidak menganut perinsip nilai waktu dari uang (time value is money) karena keuntunganyang didapat dalam kegiatan usaha tekait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan perinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk); f. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehinggaa tidak diperkenankan menggunakan dua transaksi bersama yang berkaitan (ta‟alluq) dalam satu akad; g. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan h. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah). 2.
Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersiifat komersial dilakukan antara lain berupa: investasi untu mendapatkan bagihasi; jual beli barang untuk mendapatkan laba; dan atau pembeerian laanan jasa untuk mendapat imbalan.
3.
Transaksi syariah nonkomersial dilakukan antara lain berupa; pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh); penghimpunan dana penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf dan hibah.
Karakteristik bank syariah yang unik tersebut tidak lepas dari kebersandaran bank syariah pada prinsip-prinsip syariah. Selain karakteristiknya yang unik, bank syariah juga memiliki stakeholder yang beragam dari industri konvensional. Berikut ini akan dibahas stakeholder bank syariah. 2.3.5 Stakeholder Bank Syariah Menurut Setiawan (2009) dalam struktur tata kelola perbankan syariah akan melibatkan lebih banyak pihak dari pada perbankan konvensional, karena
31
perbankan syariah memiliki karakteristik khas yang tidak dimiliki perbankan konvensional.
Gambar 2.1 Stakeholder Bank Syariah Dalam Perspektif Agency Theory
Agent
Principals
Manajement of islamic bank
Stakeholders Governance (Law and regulations for Islamic bank Supervisors Employees Shareholder Depositors Investment Account Holders (restricted and unristricted) Current Account Holders The Community (ummmah)
Based on: Law and regulations
Explicit and implicit contract
Ethics and moral obligations Sumber: Ilyas (2004), dan Fatima & Pramono (2007), dalam Setiawan (2009)
Beragamnya stakeholder bank syariah merupakan karakter khas dari bank syariah itu sendiri. Hal ini menuntut pengaturan yang jelas tentang batasan hak, kewenagan, dan kewajiban dari setiap unsur tersebut untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan serta menjamin keadilan untuk masing-masing pihak. Islam sangat menekankan perlindungan semua stakeholder dengan adil. Dalam konsep Islam sangat memprioritaskan pada realisasi keadilan dan kewajaran. Dengan ini diharapkan seluruh kepentingan stakeholder dapat terakomodasi dengan adil dan wajar (Setiawan, 2009). Adapun kepentingan dan harapan dari seluruh stakeholder bank syariah dapat diidentifikasi sebagai berikut. Tabel 2.1 Kepentingan dan Harapan Stakeholder Bank Syariah
32
No Stakeholder 1 Manajemen
2
3
4 5 6
7
Kepentingan dan Harapan - Profitabilitas, likuiditas, dan kualitas aset yang baik - Gaji, tunjangan, dan fasilitas yang baik. Pegawai - Gaji dan tunjangan yang baik - Fasilitas peningkatan kompetensi SDM - Penghargaan atas inovasi dan krestifitas Pemegang Saham - Profitabilitas, likuiditas, dan kualitas aset yang baik - Deviden yang baik dan peningkatan harga saham Pemegang Investasi - Bagi hasil (profit sharing) yang tinggi Mudharabah - Investasi yang aman Pemegang Giro Wadiah - Fasilitas jasa bank yang baik - Bonus yang memadai Pemerintah - Kontribusi pada pembangunan ekonomi nasional - Kontribusi pembayaran pajak Masyarakat - Kontribusi kepada masyarakat dalam bentuk zakat perusahaan, pembiayaan qard, dan peran edukasi publik - Kontribusi dalam pembangunan ekonomi berupa dorongan pertumbuhan dunia usaha dan realisasi investasi - Kontribusi dalam redistribusi pembangunan ekonomi.
Sumber: dikembangkan oleh Setiawan (2009) dari Chapra & Ahmad (2002), Ilyas (2004), dan Fatima & Pramono (2007)
2.4
Islamic Social Reporting (ISR)
2.4.1 ISR Bagian dari Kerangka Syariah Sebelum membahas Islamic Social Reporting (selanjutnya ISR), akan dibahas tentang kerangka syariah (the sharia framework) terlebih dahulu. Kerangka syariah pertama kali digagas oleh Haniffa dan Hudaib (2000), lalu dikembangkan oleh Haniffa (2002) menjadi landasan dasar atas terbentuknya ISR yang komprehensif. Kerangka syariah ini akan menghasilkan aspek-aspek material, moral, dan spiritual dalam pelaporan ISR perusahaan (Raditya,2012).
33
Gambar 2.2 The Shariah Framework
Sumber: Haniffa, 2002
Dalam kerangka syariah, tauhid merupakan pondasi dari ajaran Islam. Secara bahasa, tauhid berasal dari kata Ahad, yang artinya satu, tunggal, esa. Sedang secara istilah, tauhid memiliki makna yakin bahwa Allah SWT adalah esa dan tdak ada sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (Ibadah), asma‟ (nama-nama), dan sifat-sifat-Nya. Dengan tauhid menunjukan bahwa alam semesta ini satu dan bahwa kesatuan seluruh isi dan tatanannya ekonomi, politik, sosial, maupun lingkungan di alam semesta ini diikat oleh sebuah inti. Inti itu adalah Tauhid (QS. Thaha: 53-54). Wujud dari tauhid adalah syahadat. Yaitu pengakuan akan keesaan Allah SWT yang diyakini dalam hati, dibenarkan dengan lisannya, dan dibuktikan dengan amal perbuatan nyata. Syahadat menjadi salah satu rukun Islam dan merupakan syarat utama seseorang masuk agama Islam (Sharing,2010). Orang yang mengucapkan syahadat akan menerima konsekwensi dari tauhid berupa kewajiban untuk tunduk terhadap segala hukum Allah SWT yang bersumber dari Al Quran, hadist, fikih, dan sumber lainya seperti Qias, Ijtihad, dan Ijma. Tujuan dari hukum syariah ini adalah untuk menegakkan
34
keadilan sosial dan mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat (al falah) (Haniffa,2002). Kemudian hukum syariah ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep etika dalam Islam. Secara umum, etika dalam Islam terdiri dari sepuluh etika yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Kesepuluh konsep etika tersebut adalah iman (faith), taqwa (piety), amanah (trust), ibadah (workship), khilafah (vicegerent), ummah (community), keyakinan akan datangnya hari kiamat (akhirah day of reckoning), adl (justice) dan zulm (tyrnny), halal (allowable) dan haram (forbidden), serta i‟tidal (moderation) dan israf (extravagance). Etika ini akan menjadi landasan manusia dalam melakukan aktivitas politik, ekonomi, dan sosial. ISR berada pada lingkup aktivitas ekonomi, khususnya aspek akuntansi. Dengan demikian, ISR merupakan bagian dari kerangka syariah. ISR pertama kali digagas oleh Ross Haniffa pada tahun 2002 dalam tulisannya yang berjudul “Social Reporting Disclosure: An Islamic Perspective”. ISR lebih lanjut dikembangkan secara lebih ekstensif oleh Rohana Othman, Azlan Md Thani, dan Erlane K Ghani pada tahun 2009 di Malaysia dan saat ini ISR masih terus dikembangkan oleh peneliti-peneliti selanjutnya. Menurut Haniffa (2002) terdapat banyak keterbatasan dalam pelaporan sosial konvensional, sehingga ia mengemukakan kerangka konseptual ISR yang berdasarkan ketentuan syariah. ISR tidak hanya membantu pengambilan keputusan bagi pihak muslim melainkan juga untuk membantu perusahaan dalam melakukan pemenuhan kewajiban terhadap Allah dan masyarakat. ISR adalah standar pelaporan kinerja sosial perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah. Indeks ini lahir dikembangkan dengan dasar dari standar pelaporan berdasarkan AAOIFI yang kemudian dikembangkan oleh masingmasing peneliti berikutnya. Secara khusus indeks ini adalah perluasan dari standar pelaporan kinerja sosial yang meliputi harapan masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian, tetapi juga peran perusahaan dalam
35
perspektif spiritual. Selain itu indeks ini juga menekankan pada keadilan sosial terkait mengenai lingkungan, hak minoritas, dan karyawan (Fitria dan Hartati, 2010). Tabel 2.2 Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam ISR Tujuan ISR: - Sebagai bentuk akuntablitas kepada Allah SWT dan masyarakat - Meningkatkan transparansi kegiatan bisnis dengan menyajikan informasi yang relevan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual investor muslim atau kepatuhan syariah dalam pengambilan keputusan. Bentuk Akuntabilitas: Bentuk Transparansi: 1. Menyediakan prduk yang halal 1. Memberikan informasi mengenai dan baik semua kegiatan halal dan haram 2. Memenuhi hak-hak Allah dan dilakukan masyarakat 2. Memberikan informasi yang relevan 3. Mengejar keuntungan yang wajar mengenai pembiayaan dan sesuai dengan prinsip Islam kebijakan investas 4. Mencapai tujuan usaha bisnis 3. Memberikan informasi yang relevan 5. Menjadi karyawan dan mengenai kebijakan karyawan masyarakat 4. Memberikan informasi yang relevan 6. Memastikan kegiatan usaha yang mengenai hubungan dengan berkelanjutan secara ekologis masyarakat 7. Menjadikan pekerjaan sebagai 5. Memberikan informasi yang relevan bentuk ibadah mengenai penggunaan sumber daya dan perlindungan lingkungan Sumber: diolah dari Haniffa (2002), 2013
2.4.2 Indeks ISR Indeks ISR adalah item-item pengungkapan yang digunakan sebagai indikator dalam pelaporan kinerja sosial institusi bisnis syariah. Haniffa (2002) membuat lima tema pengungkapan Indeks ISR, yaitu Tema Pendanaan dan Investasi, Tema Produk dan Jasa, Tema Karyawa, Tema Masyarakat, dan Tema Lingkungan Hidup. Kemudian dikembangkan oleh Othman et al (2009) dengan menambahkan satu tema pengungkapan yaitu tema Tata Kelola Perusahaan. Setiap
tema
pengungkapan
memiliki
sub-tema
sebagai
indikator
pengungkapan tema tersebut. Beberapa peneliti Indeks ISR sebelumnya memiliki
36
perbedaan dalam hal jumlah sub-tema yang digunakan, tergantung objek penelitian yang digunakan. 2.4.2.1 Tema Pendanaan dan Investasi (Finance & Investment Theme) Konsep dasar pada tema ini adalah tauhid, halal & haram, dan wajib. Beberapa informasi yang diungkapkan pada tema ini menurut Haniffa (2002) adalah praktik operasional yang mengandung riba, gharar, dan aktivitas pengelolaan zakat. Sakti (2007) menjelaskan bahwa secara literatur riba adalah tambahan, artinya setiap tambahan atas suatu pinjaman baik yang terjadi dalam transaksi utang-piutang maupun perdagangan adalah riba. Kegiatan yang mengandung riba dilarang dalam Islam, sebagaimana ditegaskan Allah dalam AlQuran surat Al-Baqarah ayat 278-279. Salah satu bentuk riba di dunia perbankan adalah pendapatan dan beban bunga. Kegiatan yang mengandung gharar pun merupakan yang terlarang dalam Islam. Gharar adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya uncertainty to both parties. Praktik gharar dapat terjadi dalam empat hal, yaitu kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Contoh transaksi modern yang mengandung riba adalah transaksi lease and purchace, karena adanya ketidak jelasan antara transaksi sewa atau beli yang berlaku (Karim, 2004). Bentuk lain dari gharar adalah future on delivery trading atau margin trading, jual-beli valuta asing bukan transaksi komersial (arbitage baik spot maupun forward, melakukan penjualan melebihi jumlah yang dimiliki atau dibeli (short selling), melakukan transaksi pure swap, capital lease, future, warrant, option, dan transaksi derivatif lainnya (Arifin,2009). Aspek lain yang harus diungkapkan oleh entitas syariah adalah praktik pembayaran dan pengelolaan zakat. Entitas syariah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat dari laba yang diperoleh, dalam fikh kontemporer di kenal dengan istilah zakat perusahaan. Berdasarkan AAOIFI, perhitungan zakat bagi entitas syariah dapat menggunakan dua metode. Metode pertama, dasar perhitungan zakat perusahaan dengan menggunakan metode net worth (kekayaan bersih). Artinya seluruh kekayaan perusahaan, termasuk modal dan keuntungan
37
harus dihitung sebagai sumber yang harus dizakatkan. Metode kedua, dasar perhitungan zakat adalah keuntungan dalam setahun (Hakim,2011). Selain itu bagi bank syariah berkewajiban untuk melaporkan laporan sumber dan penggunaan dana zakat selama periode dalam laporan keuangan. Bahkan jika bank syariah belum melakukan fungsi zakat secara penuh, bank syariah tetap menyajikan laporan zakat (PSAK 101, 2011). Pengungkapan selanjutnya yang merupakan penambahan dari Othman et al (2009)
adalah
kebijakan
atas
keterlambatan
pembayaran
piutang
dan
kebangkrutan klien, neraca dengan nilai saat ini (Current Value Balance Sheet ), dan laporan nilai tambah (Value added statement). Terkait dengan kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan kebangkrutan klien Untuk meminimalisir resiko pembiayaan, Bank Indonesia mengharuskan bank untuk mencadangkan penghapusan bagi aktiva-aktiva produktif yang mungkin bermasalah, praktik ini disebut pencadangan penghapusan piutang tak tertagih (PPAP). Dalam fatwa DSN MUI ditetapkan bahwa pencadangan harus diambil dari dana (modal/keuntungan) bank. Sedang menurut AAOIFI, pencadangan disisihkan dari keuntungan yang diperoleh bank sebelum dibagikan ke nasabah. Ketentuan PPAP bagi bank syariah juga telah diatur dalam PBI No.5 Tahun 2003. Pengungkapan lainya adalah Neraca menggunakan nilai saat ini (current value
balance
sheet/CVBS)
dan
laporan
nilai
tambah
(value
added
statement/VAS). Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009) metode CVBS digunakan untuk mengatasi kelemahan dari metode historical cost yang kurang cocok dengan perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan kekayaan dengan nilai sekarang. Sedang VAS menurut Harahap (2008) adalah berfungsi untuk memberikan informasi tentang nilai tambah yang diperoleh perusahaan dalam periode tertentu dan kepada pihak mana nilai tambah itu disalurkan. Dua sub-tema ini tidak digunakan dalam penelitian ini, karena belum diterapkan di Indonesia.
38
Menurut Haniffa dan Hudaib (2007) aspek lain yang perlu diungkapkan pada tema ini adalah jenis investasi yang dilakukan oleh bank syariah dan proyek pembiayaan yang dijalankan. Aspek ini cukup diungkapkan secara umum. 2.4.2.2 Tema Produk dan Jasa (Products and Services Theme) Menurut Othman et al (2009) beberapa aspek yang perlu diungkapkan pada tema ini adalah status kehalalan produk yang digunakan dan pelayanan atas keluhan konsumen. Dalam konteks perbankan syariah, maka status kehalalan produk dan jasa baru yang digunakan adalah melalui opini yang disampaikan oleh DPS untuk setiap produk dan jasa baru. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank syariah. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah dan pengetahuan umum bidang perbankan. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. DPS juga memiliki fungsi sebagai mediator antara bank dan DSN dalam pengkomunikasian dalam pengembangan produk baru bank syariah. oleh karena itu, setiap produk baru bank syariah harus mendapat persetujuan dari DPS (Wiroso,2009). Hal ini penting bagi pemangku kepentingan Muslim untuk mengetahui apakah produk bank syariah terhindar dari hal-hal yang dilarang syariat. Selain itu pelayanan atas keluhan nasabah harus juga menjadi prioritas bank syariah dalam rangka menjaga kepercayaan nasabah. Saat ini hampir seluruh bisnis mengedepankan aspek pelayanan bagi konsumen atau nasabah mereka. Karena pelayanan yang baik akan berdampak pada tingkat loyalitas nasabah. Hal lain yang harus diungkapkan oleh bank syariah menurut Haniffa dan Hudaib (2007) adalah glossary atau definisi setiap produk serta akad yang melandasi produk tersebut. Hal ini mengingat akad-akad di bank syariah menggunakan istilah-istilah yang masih asing bagi masyarakat, sehingga perlu
39
informasi terkait definisi akad-akad tersebut agar mudah dipahami oleh pengguna informasi. 2.4.2.3 Tema Karyawan (Employees Theme) Dalam ISR, segala sesuatu yang berkaitan dengan karyawan barasal dari konsep etika amanah dan keadilan. Menurut Haniffa (2002) dan Othman dan Thani (2010) memaparkan bahwa masyarakat Muslim ingin mengetahui apakah karyawan-karyawan perusahaan diperlakukan secara adil dan wajar melalui informasi-informasi yang diungkapkan. Beberapa informasi yang berkaitan dengan karyawan menurut Haniffa (2002) dan Othman et al (2009) diantaranya jam kerja, hari libur, tunjangan untuk karyawan, dan pendidikan dan pelatihan karyawan. Beberapa aspek lainya yang ditambahkan oleh Othman et al (2009) adalah kebijakan remunerasi untuk karyawan, kesamaan peluang karir bagi seluruh karyawan baik pria maupun wanita, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, keterlibatan karyawan dalam beberapa kebijakan perusahaan, karyawan dari kelompok khusus seperti cacat fisik atau korban narkoba, tempat ibadah yang memadai, serta waktu atau kegiatan keagamaan untuk karyawan. Selain itu, Haniffa dan Hudaib (2007) juga menambahkan beberapa aspek pengungkapan berupa kesejahteraan karyawan dan jumlah karyawan yang dipekerjakan. 2.4.2.4 Tema Masyarakat (Community Involvement Theme) Konsep dasar yang mendasari tema ini adalah ummah, amanah, dan ‗adl. Konsep tersebut menekankan pada pentingnya saling berbagi dan saling meringankan beban masyarakat. Islam menekankan kepada umatnya untuk saling tolong-menolong antar sesama. Bentuk saling berbagi dan tolong-menolong bagi bank syariah dapat dilakukan dengan sedekah, wakaf, dan qard. Jumlah dan pihak yang menerima bantuan harus diungkapkan dalam laporan tahuanan bank syariah. Hal ini merupakan salah satu fungsi bank syariah yang diamanahkan oleh Syariat dan Undang-Undang.
40
Beberapa aspek pengungkapan tema masyarakat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sedekah, wakaf, dan pinjaman kebajikan (Haniffa,2002). Sedang beberapa aspek lainya yang dikembangkan oleh Othman et al (2009) diantaranya adalah sukarelawan dari kalangan karyawan, pemberian beasiswa pendidikan, pemberdayaan kerja para lulusan sekolah atau mahasiswa berupa magang, pengembangan generasi muda, peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat miskin, kepedulian terhadap anak-anak, kegiatan amal atau sosial, dan dukunga terhadap kegiatan-kegiatan kesehatan, hiburan, olahraga, budaya, pendidikan dan agama. 2.4.2.5 Tema Lingkungan Hidup (Environment Theme) Konsep yang mendasari tema ini adalah mizan, i‟tidal, khilafah, dan akhirah. Konsep-konsep tersebut menekankan pada prinsip keseimbangan, kesederhanaan, dan tanggung jawab dalam menjaga lingkungan. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menjaga, memelihara, dan melestasikan bumi. Allah menyediakan bumi dan seluruh isinya termasuk lingkungan adalah untuk manusia kelola tanpa harus merusaknya. Namun watak dasar manusia yang rakus telah merusak lingkungan ini. Hal ini telah Allah isyaratkan dalam firmannya: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S Ar Ruum: 41) Informasi yang diungkapkan dalam tema lingkungan diantaranya adalah konservasi lingkungan hidup, tidak membuat polusi lingkungan hidup, pendidikan mengenai lingkungan hidup, penghargaan di bidang lingkungan hidup, dan sistem
41
manajemen lingkungan (Haniffa, 2002; Othman et al, 2009; Haniffa dan Hudaib, 2007). 2.4.2.6 Tema Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance Theme) Konsep yang mendasari tema ini adalah konsep khilafah. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S Al Baqarah:30). Tema tata kelola perusahaan dalam ISR merupakan penambahan dari Othman et al (2009) dimana tema ini tidak bisa dipisahkan dari perusahaan guna memastikan pengawasan pada aspek syaraiah perusahaan. Secara formal corporate governance dapat didefinisikan sebagai sistem hak, proses, dan kontrol secara keseluruhan yang ditetapkan secara internal dan eksternal atas manajemen sebuah entitas bisnis dengan tujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan stakeholder. Menurut Muhammad (2005) Corporate governance bagi perbankan syariah memiliki cakupan yang lebih luas, karena memiliki kewajiban untuk mentaati seperangkat peraturan yang khas yaitu hukum syariat dan harapan kaum muslim. Informasi yang diungkapkan dalam tema tata kelola perusahaan adalah status kepatuhan terhadap syariah, rincian nama dan profil direksi, DPS dan komisaris, laporan kinerja komisrais, DPS, dan direksi, kebijakan remunerasi komisaris, DPS, dan direksi, laporan pendapatan dan penggunaan dana non halal,
42
laporan perkara hukum, struktur kepemilikan saham, kebijakan anti korupsi, dan anti terorisme. Dalam implementasinya di Indonesia prinsip GCG di dunia perbankan telah diatur dalam PBI No. 8 Tahun 2006 mengenai Implementasi Tata Kelola Perusahaan oleh Bank Komersial termasuk bank berbasis syariah. Penjelasan Indeks ISR diatas merupakan penyesuaian dengan tema penelitan ini, yaitu Bank Syariah. Implementasi Indeks ISR pada bank syariah memiliki perbedaan dengan implementasi pada industri syariah lainnya, karena karakteristik industri yang berbeda. Pengembangan Indeks ISR sangat dipengaruhi oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penerapan CSR pada bank syariah dan implementasi Indeks ISR.
2.5
Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan kinerja sosial bank syariah di Indoensia
masih tergolong sedikit. Beberapa penelitian sebelumnya lebih banyak meneliti aspek keuangan bank syariah. Begitu halnya dengan penelitian tentang indeks ISR juga masih sangat sedikit dilakukan. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang indeks ISR lebih banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti Malaysia. Oleh karena itu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis untuk lebih giat dalam mencari sumber-sumber referensi tentang indeks ISR dalam penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut. Setiawan (2009) mengukur kesehantan dan kinerja sosial bank umum syariah di Indonesia. Pengukuran kinerja sosial bank syariah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang pernah dibuat oleh Samad dan Hasan (2000), Hameed, et., al (2004), serta menggabungkan dengan rasio-rasio yang berdimensi sosial dan telah ada dalam penilaian kesehatan bank syariah yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia (2007). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa selama
43
periode 2003-2007 kinerja sosial BSM lebih baik dari BMI. Sedang kinerja finansial BMI lebih baik dari BSM dalam periode yang sama. Othman et al (2009) menganalisis pengaruh size, profitabilitas, komposisi dewan, dan tipe perusahaan terhadap tingkat ISR pada perusahaan di Bursa Malaysia. Hasilnya menunjukan bahwa seluruh variabel berpengaruh terhadap tingkat ISR, kecuali Tipe Perusahaan yang tidak berpengaruh terhadap tingkat ISR. Fitria dan Hartati (2010) membandingkan pengungkapan kinerja sosial berdasarkan Global Reporting Initiative (GRI) dan Islamic Social Reporting Index (ISRI), studi komparatif antara bank konvensional dan bank syariah di Indonesia. Penelitian tersebut membandingkan kinerja sosial tiga bank konvensional dan tiga bank syariah, dengan menggunakan GRI dan ISR. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bank konvensional memiliki pengungkapan yang lebih baik dibandingkan bank syariah dan pengungkapan berdasarkan indeks GRI memiliki skor yang lebih baik dibandingkan indeks ISR Sofyani et.al (2012) mengukur kinerja sosial perbankan syariah dengan model indeks ISR, studi komparasi bank syariah di Indonesia dan Malaysia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara keseluruhan kinerja sosial train-average perbankan syariah di Malaysia lebih tinggi daripada di Indonesia. Kinerja sosial perbankan syariah di Indonesia mengalami peningkatan, sedang di Malaysia stabil, tidak meningkat ataupun turun. Rizkiningsing. (2012) menganalisis pengungkapan ISR serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada bank-Bank Islam di Indonesia, Malaysia, dan Negara-negara GCC. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa empat faktor: tekanan politik dan pemerintah, jumlah penduduk muslim, leverage dan profitabilitas secara signifikan mempengaruhi bank-bank syariah untuk mengungkapkan ISR. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu terkait kinerja sosial bank syariah dan indeks ISR diatas, penulis tertarik untuk meneliti tingkat
44
pengungkapan kinerja sosial bank syariah berdasarkan indeks ISR. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan indeks ISR sebagai alat ukur pengungkapan kinerja sosial bank syariah dan penggunaan content analysis sebagai alat analisis data. Sedang perbedaannya denga penelitian sebelumnya terdapat pada objek penelitian, periode penelitian, dan tujuan utama penelitian.
45
Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul
Tujuan
Setiawan (2009)
Analisis Kesehatan Finansial dan Kinerja Sosial Bank Umum syariah di Indonesia
Membandingkan kinerja finansial dan kinerja sosial Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah mandiri (BSM)
Orthman et, al (2009)
Determinants of Islamic Social Reporting Among Top Shariah-Approved Companies in Bursa Malaysia
Fitria dan Hartanti (2010)
Islam dan Tanggung Jawab Sosial: Studi Perbandingan Pengungkapan Berdasarkan Global Reporting Initiative
Metodologi
Analisis kinerja finansial dilakukan dengan berbasiskan analisis terhadap beberapa kelompok rasio keuangan yang berkaitan dengan kualitas aset, Rentabilitas, dan Likuiditas. Sedangkan analisis kinerja sosial dilakukan terhadap rasio Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE), Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM), Kontribusi Untuk Stakeholder (KUS), Peningkatan SDI dan Riset (PKSR), dan Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE) Mengetahui pengaruh size, Independen: Size,Profitabilitas, profitabilitas, komposisi Komposisi Dewan dan Tipe dewan dan tipe industri Industri terhadap pengungkapan ISR Dependen ; Islamic Social pada perusahaan di Bursa Reporting (ISR). Malaysia Dalam perhitungan indeks ISR menggunakan content analysis. Membandingkan kinerja sosial Penelitian ini menggunakan tiga bank syariah dan tiga bank sampel yang berasal dari tiga konvensional berdasarkan GRI bank umum syariah dan tiga bank dan ISR konvensional. Metode yang
Hasil Secara keseluruhan dalam periode 2003-2007, kesehatan finansial BMI lebih baik dari BSM, sedang kinerja sosial BSM lebih dari BMI.
Semua variabel independen berpengruh terhadap tingkat ISR, kecuali variabel tipe industri.
bank konvensional memiliki pengungkapan yang lebih baik dibandingkan bank
46
Indeks (GRI Indeks) dan Islamic Social Reporting (ISR Indeks) Indeks
Sofyani et.al (2012)
Islamic Social Reporting Indeks sebagai Model Pengukuran Kinerja Sosial Perbankan Syariah (Studi Komparasi Indonesia dan Malaysia)
Rizkiningsing (2012)
Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengungkapan ISR: Studi Empiris Pada Bank Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Negara-Negara GCC
Sumber: diolah oleh peneliti,2011
digunakan adalah metode skoring GRI Indeks dan ISR Indeks.
Membandingkan kinerja sosial bank syariah di Indonesia dan Malaysia menggunakan model ISR Indeks.
Objek penelitian ini adalah tiga bank syariah di Indonesia dan tiga bank syariah di Malyasia. Tiga bank Syariah di Indonesia yaitu BMI, BSM, dan BMSI, sedang tiga bank syariah di malaysia yaitu BMM, BIM, dan HLIB. Jenis penelitian komparatif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan content analysis. Menganalisispengungkapan Penelitian ini merupakan studi ISR serta faktor-faktor kausal. Dalam perhitungan yang mempengaruhinya indeks ISR pada laporan tahunan pada bank-Bank Islam di menggunakan teknik content Indonesia, Malaysia, dan analysis. Untuk melihat hubungan variabel bebas dan Negara-negara GCC. terikat menggunakan regresi ordinary least square.
syariah dan pengungkapan berdasarkan indeks GRI memiliki skor yang lebih baik dibandingkan indeks ISR Secara keseluruhan kinerja sosial perbankan syariah di Malaysia lebih tinggi daripada di Indonesia. Namun dari semua bank-bank syariah tidak ada satupun yang mencapai tingkat kinerja sosial yang sangat bagus.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa empat faktor: tekanan politik dan pemerintah, jumlah penduduk muslim, leverage dan profitabilitas secara signifikan mempengaruhi bankbank syariah untuk mengungkapkan ISR.
47
2.6 Kerangka Pemikiran Berdasarkan landasan teori di atas, penulis menggunakan model kerangka berpikir di bawah ini untuk menjelaskan fenomena masalah yang terjadi. Berikut ini visualisasi kerangka pemikiran penelitian ini. Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Islamic Social Reporting Index (Indeks ISR)
Kinerja Sosial Bank Umum Syariah
Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial Bank Umum Syariah
Sumber: diolah oleh peneliti, 2013
Salah satu media yang digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai kinerja sosial BUS adalah melalui Laporan Tahunan (Annual Report). Informasi kinerja sosial BUS yang diungkapkan dalam laporan tahunan dianalasis dengan Indeks ISR untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengungkapan kinerja sosial yang diungkapkan. Dari hasil analisis tersebut didapatkan hasil tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan Indeks ISR. Demikian penjelasan Bab II yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Pembahasan Bab II dibagi kedalam tiga pembahsan yaitu lantasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran. Pembahasan landasan teori meliputi penjelasan teori tentang pengungkapan, CSR, Bank Syariah, dan ISR. Selanjutnya akan dibahas Bab III mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi
media kualitatif atau Ethnographic Content Analysis/ECA, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia berdasarkan Indeks ISR melalui analisis isi laporan tahunan Bank Umum Syariah (BUS). Content analysis adalah suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Content analysis dapat digunakan untuk menganalisis surat kabar, situs web, iklan, rekaman wawancara, dan juga laporan tahunan perusahaan. Dengan metode content analysis memungkinkan peneliti untuk menganalisis berapa besar jumlah informasi yang disampaikan oleh objek penelitian dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara sistematis terkait sifat-sifatnya, seperti ada atau tidaknya kata-kata, konsep, karakter, tema, atau kalimat-kalimat (Budd,1967 dalam Subiakto,2004). Sedang ECA menurut Ida (2004), adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar, simbol, dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks sosial tertentu. Kelebihan dari metode contenst analysis adalah tidak digunakannnya manusia sebagai subjek penelitian. Menyebabkan penelitian relatif mudah, tidak ada reaksi dari populasi ataupun sampel yang diteliti karena tidak ada orang yang diwawancarai,
diminta
mengisi
kuesioner,
ataupun
diminta
datang di
laboratorium. Metode ini juga relatif murah, karena tidak terbentuk masalah perizinan penelitian. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah hanya dapat meneliti pesan yang tampak, sesuatu yang disembunyikan dalam pesan bisa luput 48
49
dari metode ini (Subiakto,2004). Kelemahan lain dari metode ini adalah subjektifitas peneliti dalam penilaian komponen indeks ISR dalam proses skoring. Namun, metode ini merupakan metode yang paling cocok untuk mengetahui tingkat
pengungkapan
kinerja
sosial
yang
dilakukan
oleh
perusahaan
(Raditya,2012).
3.2
Jenis Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Menurut Umar (2007) data sekunder merupakan data primer yang diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain. Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Laporan Tahunan (annual report) Bank Umum Syariah (BUS) periode 2009-2011 yang telah dipublikasi di website resmi masing-masing BUS. Sedangkan Laporan tahunan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup laporan keuangan, laporan manajemen, dan laporan pelaksanaan GCG baik yang menjadi satu kesatuan dalam sebuah laporan atau yang berdiri sendiri. Data penelitian yang mencakup periode 2009-2011 dipilih karena cukup menggambarkan kondisi yang relatif baru. Dengan menggunakan sampel yang relatif baru diharapkan hasil penelitian akan lebih relevan untuk memahami kondisi aktual perbankan syariah di Indonesia. Sedangkan pemilihan laporan tahunan sebagai objek data yang dianalisis karena laporan tahunan merupakan sumber utama komunikasi perusahaan kepada para stakeholder dan banyak digunakan oleh perusahanan untuk mengungkapkan laporan sosialnya.
3.3
Pemilihan Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono,2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia. Sedang perusahaan yang menjadi sampel
50
dalam penelitian ini adalah perusahaan yang dipilih berdasarkan metode purposive
sampling
dengan
tujuan
untuk
mendapatkan
sampel
yang
representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Menurut Arikunto (2010), pengambilan sampel dengan metode ini cukup baik karena sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga dapat mewakili populasi. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bank Umum Syariah (BUS) yang beroperasi di Indonesia hingga tahun 2011
2.
Bank Umum Syariah (BUS) yang telah mempublikasi laporan tahunan periode 2009 sampai 2011 di website resmi masing-masing. Berdasarkan penilaian peneliti, maka jumlah sampel yang sesuai dengan
kriteria sampel diatas adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Jumlah Sampel Penelitian No
Sampel
Jumlah
1
BUS yang beroperasi di Indonesia hingga tahun 2011
11
2
Bank Umum Syariah (BUS) yang tidak mempublikasi laporan (6) tahunan periode 2009 sampai 2011 di website masing-masing
3
Total sampel yang memenuhi kriteria
5
Sumber: diolah oleh peneliti, 2013
Lima Bank Umum Syariah (BUS) yang menjadi sampel dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut ini:
51
Tabel 3.2 Bank Umum Syariah (BUS) yang Dijadikan Sampel No
Nama Bank Umum Syariah (BUS)
Alamat Website
1
PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI)
www.muamalatbank.com
2
PT. Bank Syariah Mandiri (BSM)
www.syariahmandiri.co.id
3
PT. Bank Mega Syariah (BMS)
www.bsmi.co.id
4
PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS)
www.brisyariah.co.id
5
PT. Bank Syariah Bukopin (BSB)
www.syariahbukopin.co.id
Sumber: diolah peneliti,2013
3.4 Analisis Data Komponen Indeks ISR yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyesuaian dari penelitian-penelitian sebelumnya yang menurut peneliti relevan untuk diterapkan pada bank syariah. Mengacu pada Othman et al (2009), indeks ISR dalam penelitian ini berisi 6 (enam) tema pengungkapan, yaitu Tema Pendanaan dan Investasi, Tema Produk dan Jasa, Tema Karyawan, Tema Masyarakat, Tema Lingkungan Hidup, dan Tema Tata Kelola Perusahaan. Dari setiap tema terdapat sub-tema pengungkapan yang secara keseluruhan berjumlah 53 (lima puluh tiga) sub-tema. Berikut ini disajikan rincian indeks ISR yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.3 Rincian Indeks ISR NO ITEM PENGUNGKAPAN ISR
SKOR SUMBER
A 1
1
3
Pendanaan Dan Investasi Aktivitas yang mengandung riba (beban bunga dan pendapatan bunga) Kegiatan yang mengandung Gharar (hegding, future on delivery trading/margin trading, arbitrage baikspot maupun forward, short selling, pure swap, warrant ) Zakat ( jumlah, dan penyaluran)
4
Kebijakan atas keterlambatan pembayaran
2
1
1 1
Haniffa (2002) Othman et al (2009) Haniffa (2002) Othman et al (2009)
Haniffa (2002) Othman et al (2009) Othman et al (2009)
52
5
piutang dan penghapusan piutang tak tertagih Kegiatan Investasi (secara umum)
1
6
Proyek Pembiayaan (secara umum)
1
B 7
Produk Dan Jasa Pernyataan DPS terhadap kehalalan produk dan jasa baru Jenis dan definisi setiap produk
8 9
1 1
C 10
Pelayanan atas keluhan nasabah (bentuk, jumlah keluhan,dan penyelesaian) Karyawan Jumlah karyawan
11
Jam Kerja
12
Hari libur
1
13
Tunjangan Karyawan
1
14 15
Kebijakan Remunerasi Pendidikan dan Pelatihan Karyawan
1 1
16 17
Kesamaan peluang bagi seluruh karyawan Apresiasi terhadap karyawan berprestasi
1 1
18 19 20 21 22
Kesehatan dan keselamatan karyawan Keterlibatan karyawan di perusahaan Tempat ibadah yang memadai Waktu ibadah / kegiatan religius Kesejahteraan Karyawan
1 1 1 1 1
D 23
Masyarakat Sedekah/Donasi (Jumlah dan penyalurannya) Wakaf (Jenis dan penyaluran) Qard Hasan/pinjaman kebajikan (Jumlah dan penyaluran) Sukarelawan dari kalangan karyawan Pemberian beasiswa sekolah Pemberdayaan kerja para lulusan sekolah/kuliah (magang atau praktik kerja lapangan)
24 25 26 27 28
1
1
1
Haniffa dan Hudaib (2007) Haniffa dan Hudaib (2007) Haniffa dan Hudaib (2007) Haniffa dan Hudaib (2007) Haniffa dan Hudaib (2007) Haniffa dan Hudaib (2007) Hanifa (2002) Othman et al (2009) Haniffa (2002) Othman et al (2009) Haniffa (2002) Othman et al (2009) Othman et al (2009) Haniffa (2002) Othman et al (2009) Othman et al (2009) Haniffa dan Hudaib (2007) Othman et al (2009) Othman et al (2009) Othman et al (2009) Othman et al (2009) Haniffa dan Hudaib (2007)
1 1
Haniffa (2002) Othman et al (2009) Haniffa (2002) Haniffa (2002)
1 1 1
Othman et al (2009) Othman et al (2009) Othman et al (2009)
53
29 30 31 32
33
E 34 35
36 37 38 F 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Pengembangan generasi muda Peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin Kepedulian terhadap anak-anak Kegiatan amal atau sosial (bantuan bencana alam, donor darah, sunatan masal, pembangunan infrastruktur, dll)
1 1
Othman et al (2009) Othman et al (2009)
1 1
Othman et al (2009) Haniffa dan Hudaib (2007) Othman et al (2009)
Menyokong kegiatan-kegiatan kesehatan, hiburan, olahraga, budaya, pendidikan, dan keagamaan) LINGKUNGAN Konservasi lingkungan hidup
1
Othman et al (2009)
1
Kegiatan mengurangi efek pemanasan global (minimalisasi polusi, pengelolaan limbah, pengelolaan airbersih, dll) Pendidikan terhadap lingkungan hidup Penghargaan dibidang Lingkungan Hidup
1
Haniffa (2002) Othman et al (2009) Othman et al (2009)
Sistem manajemen lingkungan hidup TATA KELOLA PERUSAHAAN Status kepatuhan terhadap syariah (opini DPS) Pendapatan dan penggunaan dana nonhalal Struktur kepemilikan saham Kebijakan anti korupsi Kebijakan anti penyaluran dana kegiatan terorisme Perkara Hukum Rincian nama dan profil dewan komisaris Kinerja komisaris (pelaksanaan tanggung jawab dan jumlah rapat) Remunerasi dewan komisaris Rincian nama dan profil dewan direksi Kinerja direksi (pelaksanaan tanggung jawab dan jumlah rapat) Remunerasi dewan direksi Rincian nama dan profil DPS Kinerja DPS (pelaksanaan tanggung jawab dan jumlah rapat) Remunerasi DPS TOTAL
1
Othman et al (2009) Haniffa dan Hudaib (2007) Othman et al (2009)
1
Othman et al (2009)
1 1 1 1
SEBINo.12/13/DPbS (2010) Othman et al (2009) Othman et al (2009) UU no 8 tahun 2010
1 1 1
Othman et al (2009) Othman et al (2009) Othman et al (2009)
1 1 1
Othman et al (2009) Othman et al (2009) Othman et al (2009)
1 1 1
Othman et al (2009) Othman et al (2009) Othman et al (2009)
1 53
Othman et al (2009)
Sumber: diolah oleh peneliti,2013
1
54
Selanjutnya setelah ditentukan komponen indeks ISR, dilakukan skoring indeks ISR pada BUS, yaitu dengan memberikan skor pada setiap indeks ISR yang diungkapkan pada laporan
tahunan BUS. Jika terdapat sub-tema yang
diungkapkan maka akan mendapat skor ―1‖, dan jika tidak maka akan mendapat skor ―0‖. Jika seluruh sub-tema diungkapkan akan memperoleh skor ―53‖. Setelah dilakukan proses skoring indeks ISR pada tiap-tiap BUS, pada bagian pertama akan dilakukan analisis terhadap tiap-tiap tema indeks ISR pada setiap BUS untuk mengetahui tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS. Selanjutnya dilakukan penilaian secara kumulatif indeks ISR pada Bank Umum Syariah (BUS) yang akan menentukan tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS. Dalam penelitian ini content analysis digunakan untuk mengidentifikasi pengungkapan indeks ISR pada BUS dengan cara membaca dan menganalisis laporan tahunan perusahaan. Analisis tidak menghitung berapa banyak jumlah kemunculan dari pokok yang diungkapkan dalam setiap laporan tahunan perusahaan, sepanjang terdapat minimal satu pokok yang diungkapkan dalam bentuk apapun, pokok pengungkapan tersebut dinyatakan tersedia. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengungkapan Indeks ISR pada setiap tema ISR atau secara kumulatif digunakan rumus sebagai berikut: Indeks ISR :
. 100%
Setelah diketahui nilai indeks ISR pada tiap-tiap tema atau secara kumulatif, akan ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial masing-masing BUS. Dalam penilaian tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS, penulis menggunakan pendekatan yang digunakan oleh Irwanto dalam Pramono (2005) dalam Munawaroh (2007) dimana skor pengungkapan diklasifkasikan dalam 4 kategori: Sangat Informatif (81-100), cukup Informatif (66-<81), Kurang informatif (51-<66) dan tidak informatif (0-<51).
55
Tabel 3.4 Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial bank Syariah Predikat
Nilai Indeks (%)
Sangat Informatif
81 s/d 100
Informatif
66 s/d <81
Kurang Informatif
51 s/d <66
Tidak Informatif
0 s/d <51
Sumber: diolah oleh peneliti,(2013) mengacu pada Irwanto, dalam Pramono (2005) dalam Munawaroh (2007)
3.5 Alur Penelitian Alur penelitian yang digunakan dalam skripsi ini digambarkan dalam gambar berikut. Gambar 3.1 Alur Penelitian Pengungkapan Kinerja Sosial Bank Syariah
Indeks ISR
Tingkat Pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan Indeks ISR
Annual Report BUS periode 2009-2011
Analisis Data
Purposive sampling
Content Analysis
Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS
Kesimpulan
Sumber: diolah oleh peneliti (2012) mengacu pada Arikunto (2010)
BAB IV ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN KINERJA SOSIAL BANK SYARIAH BERDASARKAN ISLAMIC SOCIAL REPORTING INDEX (INDEKS ISR)
4.1
Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) BMI adalah bank syariah pertama di Indonesia. Didirikan pada tanggal 24 Rabiuts Tsani 1412H / 1 November 1991 dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Pendirian digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dengan dukungan Pemerintah Republik Indonesia. Hingga saat ini BMI memiliki beberapa anak perusahaan diantaranya adalah Baitulmaal Muamalat (BMM), Dana Pensiun Lembaga Keuangan Muamalat (DPLK Muamalat), Muamalat Institute, dan Al Ijarah Indonesia Finance. Dari segi jumlah jaringan layanan, hingga tahun 2011 jaringan layanan BMI telah tersebar cukup luas dengan: 75 kantor cabang; 140 kantor cabang pembantu; 145 kantor kas; 475 ATM Muamalat; dan 32.000 jaringan ATM Bersama dan BCA prima. BMI juga telah memiliki jaringan kantor cabang di Kuala Lumpur, Malaysia. Dari segi asset, DPK, dan pembiayaan, berikut ini disajikan pertumbuhannya dari tahun 2009 sampai 2011. Tabel 4.1 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BMI Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) Uraian
2009
2010
2011
Aset
16.027
21.401
32.480
DPK
13.317
17.393
26.658
Pembiayaan
11.428
16.918
22.487
Sumber: diolah dari laporan keuangan BMI, 2009-2011
56
57
4.1.2 PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) BSM adalah bank syariah ke dua di Indonesia. Berdiri sejak tanggal 25 Oktober 1999 dan secara resmi mulai beroperasi sejak tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999. BSM merupakan hasil konversi dari bank kovensional yaitu PT Bank Susila Bakti. Hingga tahun 2011, jumlah kantor layanan berjumlah 669 kantor. Jumlah jaringan ATM sebanyak 65.118 jaringan yang meliputi ATM Syariah Mandiri, ATM Mandiri unit, ATM Bersama, ATM Prima, dan Malaysia Electronic Payment System (MEPS). Sedang jumlah pegawai sebanyak 11.788 orang. Dari segi keuangan, per Desember 2011 jumlah aset sebesar Rp 48.672 miliar, jumlah DPK Rp 42.618 miliar, dan jumlah Pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 36.727 miliar. Berikut ini disajikan jumlah aset, DPK, dan pembiayaan BMI dari tahun 2009 sampai 2011. Tabel 4.2 Jumlah Aset,DPK, dan Pembiayaan BSM Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) Uraian
2010
2011
Aset
22.037
32.482
48.672
DPK
19.338
28.998
42.618
Pembiayaan
16.063
23.968
36.727
Sumber: diolah dari laporan keuangan BSM, 2009-2011
4.1.3 PT. Bank Mega Syariah Indonesia (BMSI) Kehadiran PT Bank Mega Syariah berawal dari PT Bank Umum Tugu (Bank Tugu). Bank umum yang didirikan pada 14 Juli 1990 tersebut diakuisisi CT Corpora — dahulu bernama Para Group — melalui PT Para Global Investindo dan PT Para Rekan Investama pada 2001. Pada tanggal 27 Juli 2004 Bank Tugu dikonversi menjadi PT Bank Mega Syariah Indonesia. Pengonversian tersebut dicatat dalam sejarah perbankan Indonesia sebagai upaya pertama pengonversian bank umum konvensional menjadi bank umum syariah. Pada 25 Agustus 2004, BMSI resmi beroperasi. Saat ini BMSI telah memiliki sekitar 395 jaringan di seluruh Indonesia. Dari aspek keuangan, per Desember 2011 jumlah aset sebesar Rp5.565 miliar, DPK
58
sebesar Rp4.934 miliar, dan pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 4.095 miliar. Berikut ini disajikan jumlah aset, DPK, dan pembiayaan BMSI dari tahun 2009 sampai 2011. Tabel 4.3 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BMSI Tahun 2009 -2011 (dalam miliar rupiah) Uraian
2009
2010
2011
Aset
4.382
4.638
5.565
DPK
3.947
4.041
4.934
Pembiayaan
3.195
3.154
4.095
Sumber: diolah dari laporan keuangan BMSI, 2009-2011
4.1.4 PT. Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) Berawal dari akuisisi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya No.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT Bank BRISyariah secara resmi beroperasi. Kemudian PT Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional kemudian diubah menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip Syariah Islam. Aktivitas PT Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., untuk melebur ke dalam PT Bank BRISyariah (Proses Spin Off) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama PT Bank BRISyariah. Saat ini jumlah jaringan PT Bank BRISyariah adalah 103 Kantor di 19 propinsi termasuk 105 jaringan unit mikro. Dari segi keuangan, per Desember 2011 jumlah aset sebesar Rp 11.201 miliar, DPK sebesar Rp 9.906 miliar, dan pembiayaan sebesar Rp 9.170 miliar. Berikut disajikan jumlah aset, DPK, dan pembiayaan BRIS dari tahun 2009 sampai 2011.
59
Tabel 4.4 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BRIS Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) Uraian
2009
2010
2011
Aset
3.178
6.856
11.201
DPK
1.810
5.097
9.906
Pembiayaan
2.600
5.527
9.170
Sumber: diolah dari laporan keuangan BRIS, 2009-2011
4.1.5 PT. Bank Syariah Bukopin (BSB) Perjalanan BSB bermula dari sebuah bank umum, yakni PT Bank Persyarikatan Indonesia yang diakuisisi oleh PT Bank Bukopin, Tbk, yang selanjutnya dikembangkan dan dikonversikan menjadi bank syariah. PT Bank Persyarikatan Indonesia didirikan berdasarkan Akta Nomor 102 Tanggal 29 Juli 1990 di hadapan notaris Dr. Widjojo Wilami, S.H., di Samarinda, Kalimantan Timur, dengan nama PT Bank Swansarindo Internasional. Setelah memperoleh izin operasi syariah dari Bank Indonesia (BI) pada 27 Oktober 2008, pada 9 Desember 2008 Perseroan resmi menjalankan kegiatan operasional perbankan berdasarkan prinsip syariah. Selanjutnya, pada 11 Desember 2008 Perseroan diresmikan oleh M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004-2009. Hingga saat ini, Perseroan telah memiliki kantor pusat yang beralamat di Jalan Salemba Raya Nomor 55, Jakarta Pusat; 9 kantor cabang; 5 kantor cabang pembantu; 2 kantor kas; dan 29 kantor layanan syariah, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari segi keuangan, per Desember 2011 jumlah aset sebesar Rp 2.730 miliar, DPK sebesar 2.292 miliar, dan pembiayaan sebesar Rp 1.917 miliar. Berikut disajikan jumlah aset, DPK, dan pembiayaan BSB dari tahun 2009 sampai 2011.
60
Tabel 4.5 Jumlah Aset, DPK, dan Pembiayaan BSB Tahun 2009-2011 (dalam miliar rupiah) Uraian
2009
2010
2011
Aset
1.975
2.194
2.730
DPK
1.272
1.622
2.292
Pembiayaan
1.280
1.612
1.917
Sumber: diolah dari laporan keuangan BSB, 2009-2011
Berikut ini disajikan grafik perbandingan jumlah aset objek penelitian. Grafik 4.1 Perbandingan Jumlah Aset Objek Penelitian (dalam miliar rupiah) 60,000
50,000 BMI BSM BMSI BRIS BSB
40,000 30,000 20,000 10,000
0 2009
2010
2011
Sumber: diolah dari laporan keuangan BUS, 2009-2011
4.2
Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Berdasarkan Tema Indeks ISR Pada bagian ini akan dilakukan analisis dari hasil perhitungan indeks ISR
pada lima BUS dari tahun 2009 sampai 2011. Analisis akan dilakukan terhadap setiap tema indeks ISR pada tiap-tiap BUS. Tema pengungkapan Indeks ISR yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 6 (enam) tema: Tema Pendanaan dan Investasi, Tema Produk dan Jasa, Tema Karyawan, Tema Masyarakat, Tema Lingkungan, dan Tema Tata Kelola Perusahaan. Dari setiap tema terdiri dari beberapa sub-tema. Seluruh sub-tema dari masing-masing tema dalam penelitian ini berjumlah 53 (lima puluh tiga) sub-tema. Penentuan tingkat pengungkapan kinerja sosial pada setiap tema berdasarkan ketentuan predikat kinerja sosial
61
sebagaimana dijelaskan pada Bab III. Hasil skoring indeks ISR pada BUS dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran. 4.2.1 Tema Pendanaan dan Investasi (Finance and Investment Theme) Penilaian kuantitatif pada tema pendanaan dan investasi BUS dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian terhadap 6 (enam) sub-tema pengungkapan. Enam sub-tema pada tema ini adalah aktivitas yang mengandung riba, aktivitas yang mengandung gharar, rincian laporan pengelolaan zakat, kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih, jenis investasi, dan proyek pembiayaan. Berikut ini disajikan presentase tingkat pengungkapan indeks ISR tema pendanaan dan investasi pada BUS. Grafik 4.2 Nilai Indeks ISR Tema Pendanaan dan Investasi Pada BUS Tahun 2009 – 2011 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
83.3%
83.3%
83,3% 83.3% 66.7%
2009
2010
BMI BSM BMSI BRIS BSB
2011
Sumber: data sekunder diolah
Hasil Skoring Indeks ISR tema pendanaan dan investasi pada BMI menunjukan nilai indeks ISR BMI pada tahun 2009 dan 2010 yaitu 66,7%, kemudian terjadi peningkatan menjadi 83,3% pada tahun 2011. Tahun 2009 dan 2010, BMI mengungkapkan 4 (empat) sub-tema dari delapan sub-tema pengungkapan tema pendanaan dan investasi. 4 (Empat) sub-tema yang diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung riba, kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih, kegiatan investasi, dan proyek pembiayaan. Sedang sub-item yang tidak diungkapkan yaitu aktivitas yang
62
mengandung gharar dan zakat. BMI tidak mengungkapkan laporan sumber dan penggunaan zakat karena Bank tidak secara Iangsung menjalankan fungsi penyaluran dana zakat. Pengelolaan zakat BMI dilakukan oleh anak perusahaan BMI yaitu Baitul Mal Muamalat (BMM). BMI mengungkapkan aktiviatas yang mengandung riba, karena dalam laporan laba rugi terdapat beban bunga yang merupakan perhitungan beban manfaat karyawan. Dengan nilai indeks ISR sebesar 66,7%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI pada tema ini adalah Informatif. Pada tahun 2011, BMI mengungkapkan rincian sumber dan penyaluran dana zakat pada laporan tahunan. Dalam laporan tahunan 2011 BMI dilaporkan secara rinci aktivitas BMM, termasuk sumber dan pengelolaan zakat. Hal ini menyebabkan peningkatan pada indeks ISR tema pendanaan dan investasi menjadi 83,3% dan predikat BMI menjadi Sangat Informatif. Hasil skoring indeks ISR tema pendanaan dan investasi pada BSM menunjukan nilai indeks ISR BSM dari tahun 2009 sampai tahun 2011, yaitu 83,3%. Dari 6 (enam) sub-tema pengungkapan, BSM mengungkapkan 5 (lima) sub-tema. 5 (Lima) sub-tema yang diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung riba, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, Kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih, jenis investasi, dan proyek pembiayaan. Dua sub-tema pengungkapan yang tidak diungkapkan adalah aktivitas yang mengandung riba dan aktivitas yang mengandung gharar. Pengelolaan zakat BSM dan dana sosial lainya dikelola oleh LAZNAS BSM, namun untuk pelaporannya, BSM juga melaporkan pengelolaan zakat pada laporan sumber dan pengelolaan zakat pada laporan keuangan. Aktivitas yang mengandung riba diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CLK) dalam bentuk biaya bunga yang merupakan bagian dari beban imbalan pasca-kerja yang dibebankan dalam Laporan Laba Rugi. Dengan nilai indeks ISR sebesar 66,7%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM pada tema pendanaan dan investasi dari tahun 2000 sampai 2011 adalah Informatif.
63
Hasil skoring indeks ISR tema pendanaan dan investasi pada BMSI menunjukan nilai indeks ISR BMSI dari tahun 2009 sampai tahun 2011, yaitu sebesar 83,3%. Dari 6 (enam) sub-tema pengungkapan pada tema pendanaan dan investai, BMSI mengungkapkan 5 (lima) sub-tema. 5 (Lima) sub tema yang diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung riba, pengelolaan zakat, kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih, jenis investasi, dan proyek pembiayaan. Satu sub-tema yang tidak diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung gharar. Dalam laporan keuangan BMSI masih terdapat beban bunga yang merupakan bagian dari kewajiban imbalan paska kerja. Sedang untuk zakat, dalam laporan keuangan BMSI terdapat laporan sumber dan penggunaan dana zakat. Dengan nilai Indeks ISR sebesar 83,3% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM pada tema pendanaan dan investasi pada tahun 2009 sampai 2011 adalah Sangat Informatif. Hasil skoring Indeks ISR tema pendanaan dan investasi pada BRIS juga menunjukan nilai indeks ISR BRIS dari tahun 2009 sampai 2011, yaitu sebesar 83,3%. Dari enam sub-tema pengungkapan pada tema pendanaan dan investasi, BRIS mengungkapkan lima sub-tema. Lima sub tema yang diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung riba, pengelolaan zakat, kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih, jenis investasi, dan proyek pembiayaan. 1 (Satu) sub-tema yang tidak diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung gharar. Pada tahun 2009 masih terdapat pendapatan dan beban bunga dari kegiatan konvensional yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi. Sedang pada tahun 2010 dan 2011 hanya terdapat beban bunga dari kewajiban imbalan kerja. Dengan nilai indeks ISR 83,3%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS pada tema pendanaan dan investasi pada tahun 2009 sampai 2011 adalah Sangat Informatif. Hasil skoring Indeks ISR tema pendanaan dan investasi pada BSB menunjukan nilai indeks ISR BSB dari tahun 2009 sampai 2011, yaitu sebesar
64
66,7%. Dari 6 (enam) sub-tema pengungkapan pada tema pendanaan dan investai, BSB mengungkapkan 4 (empat) sub-tema. 4 (empat) sub-tema yang diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung riba, kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih, jenis investasi, dan proyek pembiayaan. 2 (dua) sub-tema yang tidak diungkapkan yaitu aktivitas yang mengandung Gharar. Pada tahun 2009 masih terdapat pendapatan bunga dari kredit yang diberikan dan beban bunga dari pinjaman yang diterima. Sedang pada tahun 2010 dan 2011 terdapat pendapatan bunga dari jasa giro bank lain, dan kredit yang dipinjamkan. BSB juga tidak melaporkan secara rinci pengelolaan zakat karena bank tidak secara langsung melakukan fungsi pengelolaan zakat. Dengan nilai indeks ISR sebesar 66,7%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB pada tema pendanaan dan jasa adalah Informatif. Secara keseluruhan, sub-tema yang paling banyak diungkapkan oleh semua BUS pada tema ini adalah aktivitas yang mengandung riba, Kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih, jenis investasi, dan proyek pembiayaan. Kebijakan atas keterlambatan pembayaran piutang dan penghapusan piutang tak tertagih diungkapkan oleh seluruh BUS melalui kebijakan PPAP.
Hampir seluruh BUS masih terdapat aktivitas riba
berupa beban bunga atau pendapatan bunga dalam jumlah yang berbeda-beda. Sedangkan sub-tema yang tidak pernah diungkapkan adalah aktivitas yang mengandung gharar. Berdasarkan hasil skoring Indeks ISR tema pendanaan dan investasi dari tahun 2009 sampai 2011 diperoleh rata-rata nilai indeks ISR setiap BUS sebagaimana ditunjukan dalam grafik berikut ini.
65
Grafik 4.3 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Pendanaan dan Investasi Tahun 2009-2011 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
83.3%
83.3%
83.3%
72.2%
BMI
66.7%
BSM
BMSI
BRIS
BSB
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari grafik 4.3 dapat ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan indeks ISR tema pendanaan dan investasi secara rata-rata dari tahun 2009 sampai 2011. BMI, dan BSB memperoleh predikat Informatif, karena nilainya berada diantara 66% sampai 81%. SedangBSM, BRIS dan BMSI memperoleh predikat Sangat Informatif, karena nilai berada diantara 81% sampai 100%. Dapat disimpulkan pada tema ini BUS yang memiliki tingkat pengungkapan kinerja sosial yang paling baik adalah BSM, BMSI dan BRIS, disusul BMI dan BSB. 4.2.2 Tema Produk dan Jasa (Product and Service Theme) Penilaian kuantitatif pada tema produk dan jasa dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian terhadap 3 (tiga) sub-tema pengungkapan. 3 (tiga) sub-tema pengungkapan pada tema ini yaitu persetujuan dari DPS terhadap produk dan jasa baru yang digunakan, jenis dan definisi pada semua produk dan jasa yang digunakan, dan pelayanan atas keluhan dari nasabah. Berikut ini disajikan nilai indeks ISR tema pendanaan dan investasi pada BUS.
66
Grafik 4.4 Nilai Indeks ISR Tema Produk dan Jasa Pada BUS Tahun 2009 - 2011 120.0%
100%
100.0%
80.0%
BMI 66.7%
66.7%
60.0% 40.0%
66.7%
BSM BMSI
33.3%
33.3%
33.3%
20.0%
BRIS BSB
0.0% 2009
2010
2011
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil skoring indeks ISR tema produk dan jasa pada BMI menunjukan nilai indeks ISR pada tahun 2009 sebesar 33,3%, tahun 2010 sebesar 66,7%, dan meningkat menjadi 100%. Tahun 2009 BMI mengungkapkan 1 (satu) sub-tema, yaitu jenis dan definisi pada produk dan jasa yang digunakan oleh BMI. Sedang 2 (dua) sub-tema yang tidak diungkapkan adalah persetujuan dari DPS terhadap produk dan jasa yang dipakai dan pelayanan atas keluhan nasabah. Dengan nilai indeks ISR 33,3%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2009 pada tema produk dan jasa adalah Tidak Informatif. Pada tahun 2010 BMI mengungkapkan 2 (dua) sub-tema. 1 (Satu) sub-tema tambahan yang diungkapkan adalah persetujuan DPS terhadap produk dan jasa yang digunakan BMI. Secara rinci persetujuan DPS diungkapkan dalam pelaksanaan prinsip syariah pada produk penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa pada laporan pelaksanaan GCG BMI tahun 2010. Dengan nilai indeks ISR 66,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2010 pada tema produk dan jasa adalah Informatif. Kemudian pada tahun 2011, BMI mengungkapkan semua sub- tema. 1 (satu) sub-tema tambahan yang diungkapkan yaitu layanan atas keluhan nasabah. Pada tahun 2011 BMI telah memiliki sistem Aplikasi Penanganan Pengaduan Nasabah (APPN) yang terintegrasi dengan core banking system yang dapat
67
diakses secara on-line oleh petugas bank penerima pengaduan. Pengadaan sistem ini, semata-mata bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah dan masyarakat khususnya dalam hal perlindungan nasabah dan penanganan pengaduan, serta untuk mengukur kecepatan penyelesaian. Dengan nilai indeks ISR 100%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2011 pada tema produk dan jasa adalah Sangat Informatif. Berdasarkan hasil skoring indeks ISR tema produk dan jasa pada BSM menunjukan nilai indeks pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 66,7%, kemudian meningkat menjadi 100% pada tahun 2011. Pada tahun 2009 dan 2010 BSM mengungkapkan 2 (dua) sub-tema. Dua sub-tema yang diungkapkan adalah persetujuan DPS terhadap produk dan jasa baru yang digunakan, serta jenis dan definisi pada produk dan jasa. DPS BSM melaporkan hasil pengawasan dan persetujuan terhadap produk dan jasa baru BSM melalui laporan pelaksanaan GCG. Sedangkan definisi produk dan jasa disampaikan pada produk pendanaan, produk pembiayaan, dan layanan. Dengan nilai indeks ISR 66,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM tahun 2009 dan 2011 pada tema produk dan jasa adalah Informatif. Kemudian pada tahun 2011 BSM mengungkapkan seluruh sub-tema. Satu sub-tema tambahan yang diungkapkan adalah pelayanan terhadap keluhan nasabah. Tahun 2011 BSM telah membentuk bagian Service Quality Management (SQM) yang berada di bawah Divisi Operasi yang fokus untuk menangani dan menindaklanjuti pengaduan atau keluhan nasabah. Program ini merupakan bentuk komitmen bank terhadap perlindungan konsumen yang memuat tiga program yaitu jaminan perlindungan simpanan nasabah, pusat pengaduan konsumen, dan program peningkatan layanan konsumen. Dengan nilai indeks ISR 100% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM tahun 2011 pada tema produk dan jasa adalah Sangat Informatif. Hasil skoring indeks ISR tema produk dan jasa pada BMSI menunjukan nilai indeks ISR tahun 2009 sebesar 33,3%, dan meningkat menjadi 66,7% pada
68
tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2009 BMSI mengungkapkan 1 (satu) sub-tema yaitu jenis dan definisi pada produk dan jasa yang diungkapkan adalah produkproduk penghimpunan, pembiayaan, dan layanan. Dengan nilai indeks ISR 33,3% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI tahun 2009 pada tema produk dan jasa adalah Tidak Informatif. Sedang pada tahun 2010 dan 2011, BMSI mengungkapkan 2 (dua) sub-tema. Satu tambahan sub-tema yang diungkapkan adalah persetujuan DPS terhadap produk dan jasa baru yang diungkapkan dalam laporan GCG pada bagian DPS. Dengan nilai indeks ISR 66,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI tahun 2010 dan 2011 pada tema produk dan jasa adalah Informatif. Hasil yang sama juga terjadi pada BRIS, berdasarkan hasil skoring Indeks ISR tema produk dan jasa pada BRIS menunjukan nilai indeks ISR tahun 2009 sebesar 33,3%, dan meningkat menjadi 66,7% pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2009, BRIS mengungkapkan 1 (satu) indeks ISR tema produk dan jasa yaitu jenis dan definisi pada produk dan jasa. Dengan nilai indeks ISR 33,3% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS tahun 2009 pada tema produk dan jasa adalah Tidak Informatif. Sedang pada tahun 2010 dan 2011, BRIS mengungkapkan 2 (dua) sub tema indeks ISR, yaitu definisi produk dan persetujuan DPS terhadap produk dan jasa. BRIS tidak mengungkapkan bentuk pelayanan atas keluhan nasabah. Dengan nilai indeks ISR 66,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS tahun 2010 dan 2011 pada tema produk dan jasa adalah Informatif. Yang terakhir hasil skoring indeks ISR tema produk dan jasa pada BSB menunjukan nilai indeks ISR dari tahun 2009 sampai 2011, yaitu sebesar 33,3%. BSB hanya mengungkap 1 (satu) sub-tema, yaitu jenis dan definisi pada produk dan jasa yang digunakan, sedang persetujuan DPS terhadap produk dan jasa dan layanan atas keluhan nasabah tidak diungkapkan. BSB menyampaikan jenis dan definisi produk dan jasa yang digunakan berupa produk penghimpunan, produk jasa, dan produk pembiayaan. Dengan nilai indeks ISR 33,3% maka predikat
69
tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB tahun 2009 sampai 2011 pada tema produk dan jasa adalah Tidak Informatif. Secara keseluruhan, sub tema yang paling banyak diungkapkan oleh BUS pada tema ini adalah jenis dan definisi produk dan jasa. Sedangkan sub-tema paling sedikit diungkapkan adalah pelayanan atas keluhan atau pengaduan nasabah yang hanya diungkapkan oleh BMI dan BSM pada tahun 2011. Berdasarkan hasil skoring Indeks ISR tema produk dan jasa dari tahun 2009 sampai 2011 diperoleh rata-rata nilai indeks ISR setiap BUS sebagaimana ditunjukan dalam diagram berikut ini. Grafik 4.5 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Produk dan Jasa Tahun 2009-2011 100.0% 80.0%
77.8% 66.7% 55.6%
60.0%
55.6%
33.3%
40.0% 20.0% 0.0% BMI
BSM
BMSI
BRIS
BSB
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari grafik 4.5 dapat ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan indeks ISR tema produk dan jasa secara rata-rata dari tahun 2009 sampai 2011. BSM dan BMI memperoleh predikat Informatif, karena nilai berada diantara 66% sampai 81%. BRIS dan BMSI memperoleh predikat Kurang Informatif, karena nilai berada diantara 51% sampai 65%. Sedang BSB memperoleh predikat Tidak Informatif, karena nilai berada dibawah 51%. Dapat disimpulkan pada tema ini BUS yang memiliki tingkat pengungkapan kinerja sosial yang paling baik adalah BSM, disusul BMI, BMSI, dan BRIS. Sedang BSB adalah BUS yang memiliki tingkat pengungkapan kinerja sosial yang paling rendah diantara BUS yang lainnya.
70
4.2.3 Tema Karyawan (Employess Theme) Penilaian kuantitatif pada tema karyawan dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian terhadap 13 (tiga belas) sub-tema pengungkapan. Tiga belas sub-tema pada Tema Karyawan yaitu jumlah karyawan, jumlah jam kerja karyawan, jumlah hari libur karyawan, biaya tunjangan karyawan, biaya kesejahteraan karyawan, kebijakan remunerasi, pendidikan dan pelatihan karyawan, kesamaan peluang bagi seluruh karyawan, apresiasi terhadap karyawan berprestasi, kebijakan kesehatan dan keselamatan karyawan, keterlibatan karyawan di perusahaan, tempat ibadah yang memadai, dan waktu ibadah atau kegiatan keagamaan. Berikut ini disajikan tingkat pengungkapan indeks ISR tema karyawan pada BUS. Grafik 4.6 Nilai Indeks ISR Tema Karyawan Pada BUS Tahun 2009 - 2011 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
69.2%
69.2%
76.9% 61.5%
46.2% 30.8% 23.1%
2009
46.2%
23.1%
2010
46.2% 23.1%
BMI BSM BMSI BRIS BSB
2011
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema karyawan pada BMI menunjukan nilai indeks ISR BMI pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 46,2%, dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 61,5%. Pada tahun 2009 dan 2010, BMI mengungkapkan 6 (enam) sub-tema dari 13 (tiga belas) sub-tema indeks ISR tema karyawan. Enam sub-tema yang diungkapkan adalah jumlah karyawan, biaya tunjangan karyawan, biaya kesejahteraan karyawan, pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada karyawan, komunikasi karyawan dengan pihak manajemen, dan apresiasi kepada karyawan berprestasi.
71
Divisi yang khusus bertugas merekrut dan mengelola serta mengembangkan karyawan adalah divisi SDM atau HRD. Dalam menjalankan tugasnya, divisi HRD dibagi menjadi 4 bagian yaitu Recruitment, Training and Development, Compensation&Benefit and Central Administration, Industrial/Internal Relations and Policy Development. Bagian training dan development mengurus masalah pendidikan dan pengembangan karyawan. Bagian Compensation&Benefit and Central Administration mengurus masalah kompensasi, benefit/apresiasi, serta administrasi
karyawan.
Bagian
Industrial/Internal
Relationsand
Policy
Development mengurus hubungan antara karyawan dan pihak manajemen. Sedangkan jumlah gaji, upah, tunjangan, dan kesejahteraan karyawan terdapat dalam laporan keuangan. Dengan nilai indeks ISR 46,2% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2009 dan 2010 pada tema karyawan adalah Tidak Informatif. Tahun 2011, Indeks ISR BMI meningkat karena mengungkapkan 8 (delapan) sub-tema. Dua sub-tema tambahan yang diungkapkan yaitu waktu atau kegiatan ibadah untuk karyawan dan kebijakan remunerasi karyawan. Tahun 2011, BMI menyampaikan beberapa kegiatan keagamaan untuk karyawan sebagai bentuk komunikasi internal karyawan dengan pihak manajemen. Pada tahun 2011 BMI juga mulai menerapkan kebijakan remunerasi untuk karyawan. Secara umum sub tema karyawan diungkapkan oleh BMI pada laporan SDM. Dengan nilai indeks ISR 61,9% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2011 tema karyawan adalah Kurang Informatif. Hasil perhitungan indeks ISR tema karyawan pada BSM menunjukan nilai indeks ISR BSM pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 69,2%, dan meningkat menjadi 76,9% pada tahun 2011. Tahun 2009 dan 2010, BSM mengungkapkan 9 (sembilan) sub-tema indeks ISR tema karyawan. Sembilan sub-tema yang diungkapkan yaitu jumlah karyawan, biaya tunjangan karyawan, biaya kesejahteraan karyawan, kebijakan remunerasi karyawan, kebijakan kesamaan peluang karir bagi seluruh karyawan, pendidikan dan pelatihan karyawan,
72
apresiasi terhadap karyawan berprestasi, keterlibatan karyawan atau komunikasi karyawan dengan pihak manajemen, dan kegiatan keagamaan untuk karyawan. Pemberian apresiasi terhadap karyawan berprestasi diberikan dalam bentuk reward, promosi jabatan, beasiswa, dan Tunjangan Pegawai Unit Kerja (TPUK). Untuk pengembangan dan pendidikan karyawan yang dilakukan BSM cukup baik sehingga pada tahun 2010 dan 2011 BSM mendapat penghargaan dibidang pengembangan karyawan. Laporan mengenai karyawan BSM dilaporkan dalam laporan SDM yang merupakan bagian dari annual report. Dengan nilai indeks ISR sebesar 69,2% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM pada tahun 2009 dan 2010 adalah Informatif. Pada tahun 2011, indeks ISR BSM meningkat karena BSM mengungkapkan 10 (sepuluh) indeks ISR. Satu indeks ISR yang diungkapkan adalah kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Pada tahun 2011, BSM melaporkan kebijakan Ketenagakerjaan, Kesehatan, dan Keselamatan (K3) dalam laporan CSR BSM. Dengan nilai indeks ISR 76,9% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM tahun 2011 tema karyawan adalah Informatif. Hasil perhitungan indeks ISR tema karyawan pada BMSI menunjukan hasil yang sama pada tahun 2009, 2010, dan 2011 yaitu sebesar 46,2%. BSMI mengungkapkan 6 (enam) sub-tema indeks ISR tema karyawan. Enam sub-tema yang diungkapkan adalah jumlah karyawan, tunjangan karyawan, kesejahteraan karyawan, kebijakan remunerasi untuk karyawan, dan pemberian apresiasi terhadap karyawan berprestasi. Secara khusus laporan mengenai SDM dilaporkan dalam laporan SDM. Beberapa hal yang disampaikan dalam laporan SDM diantaranya adalah bentuk pelatihan dan pengembangan karyawan dan kebijakan remunerasi. Sedang biaya tunjangan dan kesejahteraan karyawan dilaporkan dalam laporan keuangan. Tidak terdapat pengembangan informasi yang berarti pada laporan SDM dari tahun 2009 sampai 2011, sehingga nilai indeks ISR BMSI pada tema karyawan sama. Dengan nilai indeks ISR 46,2% maka predikat tingkat
73
pengungkapan kinerja sosial BMSI tahun 2009-2011 pada tema karyawan adalah Tidak Informatif. Hasil perhitungan indeks ISR tema karyawan pada BRIS menunjukan adanya penurunan nilai indeks ISR dari tahun 2009 sebesar 30,8% turun menjadi 23,1% pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2009 BRIS mengungkapkan 4 (empat) sub-tema indeks ISR tema karyawan. Empat sub-tema yang diungkapkan adalah jumlah karyawan, pendidikan dan pelatihan karyawan, biaya tunjangan, dan biaya kesejahteraan karyawan. Dengan nilai indeks ISR 30,8% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS tahun 2009 tema karyawan adalah Tidak Informatif. Sedang pada tahun 2010 dan 2011, BRIS hanya mengungkapkan 3 (tiga) sub tema. Satu Sub-tema yang tidak diungkapkan adalah pendidikan dan pelatihan untuk karyawan. Laporan mengenai karyawan dilaporkan oleh BRIS dalam laporan SDM didalam annual report. Laporan SDM BRIS cenderung mengalami penurunan informasi yang disampai dari tahun 2009 dengan tahun 2010 dan 2011 sehingga nilai indeks ISR tema karyawan pun mengalami penurunan. Dengan nilai indeks ISR 23,1% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS tahun 2010 dan 2011 tema karyawan adalah Tidak Informatif. Berdasarkan perhitungan indeks ISR tema karyawan pada BSB menunjukan nilai indeks ISR BSB pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 23,1%, kemudian meningkat menjadi 30,8% pada tahun 2011. Pada tahun 2009 dan 2010, BSB mengungkapkan 3 (tiga) sub-tema indeks ISR tema karyawan. Tiga sub-tema yang diungkapkan yaitu pendidikan dan pelatihan karyawan, biaya tunjangan, dan biaya kesejahteraan karyawan. BSB secara khusus melaporkan hal yang berkaitan dengan karyawan dalam laporan SDI. Dengan nilai indeks ISR 23,1% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB tahun 2009 dan 2010 adalah Tidak Informatif. Pada tahun 2011 BSB mengungkapkan 4 (empat) sub-tema. Satu sub-tema tambahan yang diungkapkan adalah jumlah karyawan. Namun
74
dengan tambahan pengungkapan sub-tema ini tidak merubah predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB tema karyawan yaitu Tidak Informatif. Seluruh BUS dalam penelitian ini telah melaporkan kondisi dan kebijakan terhadap karyawan dalam bagian tersendiri pada annual report, yaitu laporan SDM. Namun tingkat kelengkapan laporan yang disampaikan masih berbedabeda. Sedang sub-tema indeks ISR tema ini yang tidak pernah diungkapkan oleh seluruh BUS adalah jumlah jam kerja karyawan, jumlah hari libur karyawan, karyawan dari kelompok khusus, dan tempat ibadah yang memadai untuk karyawan. Kemudian sub-tema lainya yang sedikit diungkapkan oleh oleh BUS adalah kebijakan kesehatan dan keselamatan karyawan yang hanya diungkapkan oleh BSM dan keterlibatan karyawan dalam manajemen yang hanya diungkapkan oleh BMI dan BSM. Sedangkan sub-tema yang diungkapkan semua oleh BUS adalah biaya tunjangan, biaya kesejahteraan, dan apresiasi untuk karyawan berprestasi. Dari perhitungan indeks ISR tema produk dan jasa pada BUS tahun 2009 sampai tahun 2011 diperoleh rata-rata nilai indeks ISR BUS. Berikut nilai ratarata indeks ISR tema karyawan : BMI sebesar 51,3%, BSM sebesar 71,8%, BMSI sebesar 46,2%, BRIS sebesar 25,6%, dan BSB sebesar 25,6%. Grafik 4.7 Rata-Rata Nilai Indeks ISR Tema Karyawan Pada BUS Tahun 2009-2011 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
71.8% 51.3%
BMI
46.2%
BSM
Sumber: Data sekunder yang diolah
BMSI
25.6%
25.6%
BRIS
BSB
75
Dari grafik 4.7 dapat ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan tema produk dan jasa. BSM memperoleh predikat Informatif, karena berada diantara 66% sampai 81%. BMI memperoleh predikat Kurang Informatif karena nilai indeks berada diantara 51% sampai 65%. Sedang BMSI, BRIS, dan BSB memperoleh predikat Tidak Informatif, karena berada dibawah 51%. Dapat disimpulkan pada tema ini tingkat pengungkapan kinerja sosial yang paling baik adalah BSM, kemudian disusul oleh BMI dan BMSI. Sedang kinerja sosial yang paling rendah adalah BRIS dan BSB. 4.2.4 Tema Masyarakat (Society Theme) Penilaian kuantitatif pada Tema Masyarakat dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian terhadap 11 (sebelas) sub-tema pengungkapan. Sebelas subtema pada Tema Masyarakat yaitu donasi atau sedekah, wakaf, qard hasan atau pinjaman
kebajikan,
sukarelawan
dari
kalangan
karyawan,
beasiswa,
pemberdayaan kepada lulusan sekolah atau magang, pengembangan generasi muda, peningkatan hidup masyarakat miskin, kepedulian terhadap anak-anak, kegiatan amal atau sosial, dan sokongan terhadap kegiatan-kegiatan sosial. Berikut ini disajika grafik nilai indeks ISR Tema Masyarakat pada masing-masing BUS. Grafik 4.8 Nilai Indeks ISR Tema Masyarakat Pada BUS Tahun 2009 - 2011 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
72.7% 63.6% 54.6%
81.8% 72.7% 54.6%
81.8% 72.7% 63.6%
BMI BSM
27.3%
27.3%
BMSI
27.3%
BRIS BSB
2009
Sumber: Data sekunder yang diolah
2010
2011
76
Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema masyarakat pada BMI menunjukan nilai indeks ISR BMI pada tahun 2009 sebesar 72,7%, kemudian meningkat menjadi 81,8% pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2009 BMI mengungkapkan 8 (delapan) sub-tema indeks ISR tema masyarakat. Delapan subtema yang diungkapkan adalah donasi, pinjaman kebajikan, beasiswa pendidikan, peningkatan masyarakat miskin, kepedulian terhadap anak-anak, kegiatan amal atau sosial, dan menyokong kegiatan-kegiatan sosial. Dalam menjalankan fungsi sosial untuk masyarakat, BMI mendirikan Baitul Mal Muamalat (BMM). Pada tahun 2009 BMM memiliki beberapa program pemberdayaan ekonomi,
pendidikan,
sosial,
kesehatan,
dan
kemanusiaan.
Dibidang
pemberdayaan ekonomi masyarakat, BMM memiliki program KUM3 (Komunitas Usaha Mikro Muamalat Berbasis masjid). Dibidang kemanusiaan, BMI memiliki program Aksi Tanggap Muamalat (ATM). Dibidang pendidikan, BMI memiliki program beasiswa untuk anak-anak fakir miskin, program jaminan anak yatim, dan sekolah anak yatim. Dengan nilai indeks ISR 72,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI pada tema ini adalah Informatif. Pada tahun 2010 dan 2011, BMI melaporkan 9 (sembilan) sub-tema indeks ISR tema masyarakat. satu sub-tema tambahan yang dilaporkan oleh BMI adalah aktivitas wakaf. Tahun 2010 dan 2011 BMI menggulirkan program Wakaf Tunai Muamalah (WTM). Secara keseluruhan Laporan mengenai kegiatan sosial BMI dilaporkan pada laporan tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan nilai indeks ISR 81,8% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2010 dan 2011 pada tema ini adalah Sangat Informatif. Hasil perhitungan indeks ISR tema masyarakat pada BSM menunjukan nilai indeks ISR BSM pada tahun 2009 sebesar 63,6%, kemudian meningkat menjadi 72,7% pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2009, BSM mengungkapkan 7 (tujuh) sub-tema indek ISR tema masyarakat. Tujuh sub-tema yang diungkapkan adalah donasi, pinjaman kebajikan, pemberian beasiswa, peningkatan masyarakat miskin, kepedulian terhadap anak-anak, kegiatan amal atau sosial, dan sokongan
77
terhadap kegiatan-kegiatan sosial. Beberapa program sosial BSM bersinergi dengan LAZNAS BSM. Program tersebut diantaranya adalah program pengembangan ekonomi umat yang diberi nama Mitra Umat, program pengembangan pendidikan yang diberi nama Didik Umat, program perbaikan kesehatan, dan program sosial/budaya. Dengan nilai Indeks ISR 63,6% maka predikat tingkat pengingkapan kinerja sosial BSM tahun 2009 pada tema masyarakat adalah Kurang Informatif. Pada tahun 2010 dan 2011, BSM mengungkapkan 8 (delapan) sub-tema indeks ISR. Satu sub-tema tambahan yang diungkapkan oleh BSM adalah wakaf. Aktivitas wakaf BSM ditunjukan dengan kegiatan distribusi wakaf Qur‘an Nasional. Dengan pengungkapan satu sub-tema tambahan maka nilai indeks ISR menjadi 72,7% dan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM tahun 2010 dan 2011 pada tema ini adalah Informatif. Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema masyarakat pada BMSI menunjukan nilai indeks ISR BMSI pada tahun 2009 sebesar 63,4%, kemudian terjadi penurunan pada 2010 menjadi 54,6% dan meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 63,4%. Pada tahun 2009 BMSI mengungkapkan 7 (tujuh) sub-tema indeks ISR tema masyarakat. Tujuh sub-tema yang diungkapkan adalah pemberian donasi kepada masyarakat, pinjaman kebajikan untuk masyarakat, peningkatan hidup masyarakat miskin, kepedulian terhadap anak-anak, wakaf, kegiatan amal atau sosial, dan menyokong kegiatan-kegiatan sosial. Beberapa program kegiatan sosial BMSI diantaranya adalah Bank Mega Syariah dan CT Foundation menyerahan bantuan dua unit mobil kepada Yayasan Islam Al- Muawanah pimpinan Prof. Dr. Umar Shihab, sumbangan anak yatim dan panti asuhan, bantuan untuk korban gempa bumi Padang, dan program donor darah bekerja sama dengan PMI. Selain itu, pada tahun 2009 BMSI dipercaya oleh Departemen Agama untuk menerima wakaf tunai. Dengan nilai indeks ISR 63,4% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI tahun 2009 pada tema masyarakat adalah Kurang Informatif.
78
Pada tahun 2010, nilai indeks ISR BMSI pada tema ini turun karena hanya mengungkapkan 6 (enam) sub-tema. Satu sub-tema yang tidak diungkapkan adalah program wakaf, padahal program wakaf tunai telah digulirkan oleh BMSI pada tahun 2009. Dengan nilai indeks ISR sebesar 54,6% maka predikat kinerja sosial BMSI tahun 2010 pada tema ini adalah Tidak Informatif. Namun pada tahun 2011, BMSI kembali mengungkapkan tujuh sub-tema, tapi penambahan satu sub-tema bukan dari pengungkapan program wakaf melainkan dari program beasiswa. Dengan ini maka predikat kinerja sosial BMSI tahun 2011 pada tema masyarakat adalah Kurang Informatif karena nilai Indeks ISR sebesar 63,4%. Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema masyarakat pada BRIS menunjukan nilai indeks ISR BRIS tahun 2009 sampai tahun 2011 yaitu sebesar 27,3%. BRIS
hanya mengungkapkan 3 (tiga) sub-tema indeks ISR tema
masyarakat. Tiga sub-tema yang diungkapkan yaitu pemberian donasi kepada masyarakat, pinjaman kebajikan, dan kegiatan amal untuk masyarakat. Pelaksanaan tanggung jawab sosial BRIS dilakukan dengan penyaluran dana sosial melalui BAZNAS. BRIS tidak melaporkan secara khusus laporan tanggung jawab sosial perusahaan dalam annual report. Laporan tanggung jawab sosial perusahaan hanya bagian dari laporan dari dewan direksi. Hal inilah yang membuat nilai Indeks ISR BRIS tema masyarakat sangat kecil yaitu 27,3%. Dengan nilai ini maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS tahun 2009 sampai tahun 2011 pada tema ini adalah Tidak Informatif. Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema masyarakat pada BSB menunjukan nilai indeks ISR BSB pada tahun 2009 dan 2010 sebesar 54,6% kemudian meningkat menjadi 63,6% pada tahun 2011. Pada tahun 2009 dan 2010 BSB mengungkapkan 6 (enam) sub-tema. Enam sub-tema yang diungkapkan adalah pemberian donasi kepada masyarakat, pinjaman kebajikan, peningkatan taraf hidup masyarakat miskin, kepedulian terhadap anak-anak, kegiatan-kegiatan amal atau sosial, dan menyokong kegiatan sosial. Beberapa bentuk kegiatan sosial untuk masyarakat diantaranya adalah membantu korban bencana alam, membangun sarana ibadah, berkurban, donor darah, dan membantu pembangunan
79
sarana umum untuk masyarakat. Kegiatan ini secara konsisten terus dilakukan oleh BSB setiap tahunnya. Dengan nilai indeks ISR sebesar 54,6% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB tahun 2009 dan 2010 pada tema ini adalah Kurang Informatif. Pada tahun 2011, BSB mengungkapkan 7 (tujuh) sub-tema, dengan mengungkapkan program wakaf sebagai sub-tema tambahan. Program wakaf yang digulirkan oleh BSB adalah sebagai peserta Lembaga Keuangan SyariahPeserta Wakaf Uang (LKS-PWU). Dengan nilai indeks ISR sebesar 63,6% maka predikat kinerja sosial BSB tahun 2011 pada tema ini adalah sama dengan tahun 2009 dan 2010 yaitu Kurang Informatif. Semua BUS melaporkan fungsi sosial untuk masyarakat pada laporan tanggung jawab sosial perusahaan atau laporan corporate social responsibility (CSR) dalam laporan tahunan, kecuali BRIS yang tidak melaporkan tanggung jawab sosial perusahaan secara khusus. Sub-tema yang tidak pernah diungkapkan oleh seluruh BUS adalah pemberdayaan lulusan sekolah dan pengembangan generasi muda. Sedang sub-tema yang paling banyak diungkapkan oleh semua BUS adalah donasi, pinjaman kebajikan, dan kegiatan amal atau sosial. Untuk pinjaman kebajikan oleh BUS diungkapkan pada laporan keuangan. Dari perhitungan indeks ISR tema masyarakat pada BUS tahun 2009 sampai tahun 2011 diperoleh nilai rata-rata indeks ISR tema masyarakat pada setiap BUS. Berikut nilai rata-rata indeks ISR tema masyarakat: BMI sebesar 78,8%, BSM sebesar 69,7%, BMSI sebesar 60,6%, BRIS sebesar 27,3%, dan BSB sebesar 57,6%. Nilai rata-rata indeks ISR tema masyarakat pada BUS digambarkan pada diagram berikut.
80
Grafik 4.9 Rata-Rata Nilai Indeks ISR Tema Masyarakat Pada BUS Tahun 2009-2011 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
78.8%
69.7% 60.6%
57.6%
27.3%
BMI
BSM
BMSI
BRIS
BSB
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari grafik 4.9 dapat ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan indeks ISR tema masyarakat. BMI dan BSM memperoleh predikat Informatif, karena nilai indeks berada diantara 66% sampai 81%. BSB dan BMSI memperoleh predikat Kurang Informatif, karena nilai indeks berada diantara 51% sampai 65%. Sedang BRIS memperoleh predikat Tidak Informatif, karena nilai indeks berada dibawah 51%. Dapat disimpulkan
tingkat
pengungkapan kinerja sosial yang paling baik pada tema ini adalah BMI, disusul oleh BSM, BMSI, dan BSB. Sedang BRIS adalah BUS yang paling buruk tingkat pengungkapan kinerja sosialnya. 4.2.5 Tema Lingkungan (Environment Theme) Penilaian kuantitatif pada Tema Lingkungan dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian terhadap 5 (lima) sub-tema pengungkapan. Lima sub-tema yang digunakan dalam penelitian ini adalah konservasi lingkungan hidup, kebijakan mengurangi polusi, pendidikan lingkungan hidup, penghargaan dibidang lingkungan hidup, dan sistem manajemen lingkungan hidup. Berikut ini disajikan grafik nilai indeks ISR Tema Lingkungan pada setiap BUS.
81
Grafik 4.10 Nilai Indeks ISR Tema Lingkungan Pada BUS Tahun 2009 - 2011 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
80% BMI
BSM 40%
40%
40%
BMSI BRIS
20%
BSB
0%
0%
2009
2010
0% 2011
Sumber: Data sekunder yang diolah
Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR Tema Lingkungan pada BMI menunjukan bahwa tidak adalah pengungkapan sub-tema pada tahun 2009, kemudian pada tahun 2010 nilai indeks ISR BMI sebesar 20% dan meningkat menjadi 40% pada tahun 2011. Pada tahun 2009, BMI tidak mengungkapkan satu pun aktivitas untuk lingkungan hidup. Dengan nilai indeks ISR sebesar 0%, maka kinerja sosial BMI tahun 2009 pada tema lingkungan adalah Tidak Informatif. Pada tahun 2010, BMI mengungkapkan 1 (satu) sub-tema indeks ISR tema lingkungan. Satu sub-tema yang diungkapkan yaitu konservasi lingkungan hidup. Konservasi lingkungan hidup dilaksanakan melalui program CSR BMI non-ZIS, yaitu program Go-Green penanaman pohon dan pengadaan tempat sampah. Dengan peningkatan ini predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2010 pada tema ini tetap sama dengan tahun 2009 yaitu Tidak Informatif. Kemudian pada tahun 2011, BMI mengungkapkan 2 (dua) sub-tema indeks ISR tema lingkungan. Satu tambahan sub-tema yang diungkapkan adalah pendidikan atau kampanye lingkungan hidup. Program pendidikan lingkungan hidup dilakukan oleh BMI melalui program kampanye Go Green kepada masyarakat luas. Dengan nilai indeks ISR sebesar 40% ini tidak merubah predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial pada tema ini. Predikat kinerja sosial BMI tahun 2011 pada tema lingkungan adalah Tidak Informatif.
82
Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema lingkungan pada BSM menunjukan nilai indeks ISR BSM dari tahun 2009 dan 2010 sebesar 40%, kemudian meningkat menjadi 80% pada tahun 2011. Pada tahun 2009 dan 2010, BSM mengungkapkan 2 (dua) sub-tema indeks ISR tema lingkungan. Dua subtema yang diungkapkan yaitu konservasi lingkungan hidup dan pendidikan lingkungan hidup. Konservasi lingkungan hidup dilaksanakan melalui program BSM peduli penghijauan. Sedang pendidikan lingkungan hidup dilakukan melalui kampanye gerakan hemat listrik, hemat kertas, hemat air, dan hemat bahan bakar minyak. Selain itu BSM juga mengikut sertakan beberapa karyawannya dalam pelatihan the climate project dalam mengatasi global warming di Australia, AS, dan Jakarta.
Dengan nilai indeks ISR sebesar 40%, maka predikat tingkat
pengungkapan kinerja sosial BSM tahun 2009 dan 2010 pada tema ini adalah Tidak Informatif. Pada tahun 2011, BSM mengungkapkan 4 (empat) sub-tema indeks ISR tema lingkungan. Dua sub-tema tambahan sub-tema yang diungkapkan adalah kebijakan mengurangi polusi dilingkungan kerja perusahaan dan manajemen lingkungan hidup. BSM memiliki kebijakan CSR terkait sosial kemasyarakatan dan pro lingkungan hidup. Kebijakan ini dituangkan melalui ketentuan tentang kewajiban pengelolaan lingkungan untuk nasabah pembiayaan dan penilaian aspek teknis/produksi Bank yang dipersyaratkan untuk melakukan analisa mengenai dampak lingkungan. Pada tahun 2011, BSM juga menggulirkan program BSM clean dan go green untuk mewujudkan Green Banking dalam wujud nyata. Dengan nilai indeks ISR sebesar 80%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM tahun 2011 pada tema lingkungan adalah Informatif. Pada tema lingkungan ini, hanya BMI dan BSM yang mengungkapkan subtema indeks ISR tema lingkungan. Sedangkan BMSI, BRIS, dan BSB tidak melakukan satu pun aktivitas lingkungan hidup dan tidak ada laporan mengenai aktivitas lingkungan hidup dalam laporan tahunan masing-masing BUS.
83
BMI dan BSM mengungkapkan kinerja sosial untuk lingkungan pada laporan tanggung jawab sosial perusahaan. sub-tema yang paling banyak diungkapkan adalah konservasi lingkungan hidup. sedangkan sub tema yang tidak pernah diungkapkan oleh BUS adalah penghargaan dibidang lingkungan hidup yang diperoleh. Dari nilai indeks ISR tema masyarakat pada BUS dari tahun 2009 sampai tahun 2011 diperoleh nilai rata-rata indeks ISR BUS. Berikut nilai rata-rata indeks ISR BUS: BMI sebesar 20%, BSM sebesar 53,3%, dan BMSI, BRIS, dan BSB sebesar 0 %. Nilai rata-rata indeks ISR tema lingkungan pada BUS digambarkan pada diagram berikut. Grafik 4.11 Rata-Rata Nilai ISR BUS pada Tema Lingkungan Tahun 2009-2011 60%
53.3%
50% 40% 30%
20%
20% 10%
0%
0%
0%
BMSI
BRIS
BSB
0% BMI
BSM
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari grafik 4.11 dapat ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan indeks ISR tema masyarakat. BSM memperoleh predikat Kurang Informatif, karena nilai indeks berada diantara 51% sampai 65%. Sedang BMI, BMSI, BRIS, dan BSB memperoleh predikat Tidak Informatif, karena nilai indeks berada dibawah 51%. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengungakpan kinerja sosial paling baik pada tema ini adalah BSM, disusul oleh BMI. Sedang BMSI, BRIS, dan BSB adalah BUS yang memiliki tingkat pengungkapan kinerja sosial paling rendah.
84
4.2.6 Tema Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance Theme) Penilaian kuantitatif pada Tema Tata Kelola Perusahaan dalam penelitian ini dilakukan dengan penilaian terhadap 15 (lima belas) sub-tema pengungkapan. Lima belas sub-tema pada indeks ISR tema tata kelola perusahaan adalah status kepatuhan operasional terhadap syariah, pendapatan dan penggunaan dana sosial, nama dan profil komisaris, laporan kinerja komisaris, remunerasi komisaris, nama dan profil DPS, laporan kinerja DPS, remunerasi DPS, nama dan profil direksi, laporan kinerja direksi, remunerasi direksi, struktur kepemilikan saham perusahaan, laporan perkara hukum, kebijakan anti korupsi, dan kebijakan antiterorisme. Berikut ini disajikan grafik nilai indeks ISR tema tata kelola perusahaan pada BUS. Grafik 4.12 Nilai Indeks ISR Tema Tata Kelola Perusahaan Pada BUS Tahun 2009 - 2011 120.0%
100.0% 80.0% 60.0%
100% 86.7% 73.3% 66.7%
100% 93.3%
100% 86.7%
BMI BSM
66.7%
BMSI
40.0%
BRIS
20.0%
BSB
0.0% 2009
2010
2011
Sumber: Data sekunder yang diolah,2012
Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema tata kelola perusahaan pada BMI menunjukan nilai indeks ISR BMI pada tahun 2009 sebesar 86,7%, kemudian pada tahun 2010 meningkat menjadi 93,3% dan meningkat menjadi 100% pada tahun 2011. Pada tahun 2009, BMI mengungkapkan 13 (tiga belas) sub-tema indeks ISR tema tata kelola perusahaan dan hanya dua sub-tema yang tidak diungkapkan. Tiga belas sub tema yang diungkapkan adalah status kepatuhan syariah, struktur kepemilikan saham, laporan perkara hukum, kebijakan anti korupsi, kebijakan anti-terorisme nama, serta sub tema yang berkaitan dengan komisaris, DPS, dan direksi berupa nama, profil, kinerja, dan jumlah remunerasi.
85
Sedangkan dua sub tema yang tidak diungkapkan adalah rincian pendapatan dan penggunaan dana non halal yang tidak diungkapkan pada keuangan, dimana BMI tidak melaporkan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan. Sedang laporan kinerja DPS yang tidak dilaporkan pada laporan GCG. Kebijakan anti-korupsi dan anti-terorisme dilakukan melalui kebijakan AntiPencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) yang merupakan implementasi Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU& PPT) bagi Bank Umum. Dengan nilai indeks ISR 86,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2009 pada tema tata kelola perusahaan adalah Sangat Informatif. Pada tahun 2010 BMI mengungkapkan 14 (empat belas) sub-tema. Satu sub-tema tambahan yang diungkapkan adalah laporan kinerja DPS berupa laporan pelaksanaan tanggung jawab dan jumlah rapat yang diungkapkan pada laporan pelaksanaan GCG. Sedang pada tahun 2011, BMI menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana BMM, dimana pada salah satu pos penerimaan dana terdapat dana non halal. Dengan diungkapkannya sub tema sumber dan penggunaan dana non halal maka tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI tahun 2011 pada tema tata kelola perusahaan adalah 100% dengan predikat Sangat Informatif. Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema tata kelola perusahaan pada BSM menunjukan nilai indeks ISR BSM pada tahun 2009 dan 2011 sebesar 100%. Dari tahun 2009 sampai 2011, BSM secara konsisten mengungkapkan seluruh sub tema tata kelola perusahaan. BSM secara khusus melaporkan laporan pelaksanaan GCG yang merupakan bagian dari annual report. Dalam laporan pelaksanaan GCG BSM dilaporkan secara rinci terkait laporan kinerja dewan komisari, DPS, dan direksi yang merupakan bagian dari struktur GCG. Selain itu hampir semua sub-tema pada tema ini juga dilaporkan dalam laporan pelaksanaan GCG, kecuali sub-tema status kepatuhan syariah yang mengacu pada laporan DPS. Kemudian untuk kebijakan
86
anti-korupsi, selain menerapkan kebijakan APU, BSM juga menerapkan kebijakan Penggunaan dan Output Whistleblowing System. Untuk sub tema sumber dan penggunaan dana non halal diungkapkan pada Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan. Dengan nilai indeks ISR 100% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM pada tema ini adalah Sangat Informatif. Hasil perhitungan indeks ISR tema tata kelola perusahaan pada BMSI menunjukan nilai indeks ISR BMSI pada tahun 2009 adalah
86,7%, dan
meningkat menjadi 100% pada tahun 2010 sampai 2011. Pada tahun 2009 BMSI mengungkapkan 13 (tiga belas) sub-tema indeks ISR tema tata kelola perusahaan dan tiga sub tema tidak diungkapkan. Dua sub tema yang tidak diungkapkan yaitu laporan kinerja DPS dan jumlah remunerasi DPS. BMSI membuat laporan pelaksanaan GCG yang terpisah dari annual report. Pada tahun 2009, dalam laporan pelaksanaan GCG BMSI melaporkan kinerja dewan komisaris dan direksi, sedang kinerja DPS tidak dilaporkan. BMSI menerapkan kebijakan APU dan PPT sebagai bentuk kebijakan anti-korupsi dan anti-terorisme. Kebijakan ini disampaikan pada laporan fungsi kepatuhan dalam annual report. BMSI juga mengungkapakan sumber dan pendapatan dana non halal yang merupakan bagian dari laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan. Dengan nilai indeks ISR sebesar 86,7% maka pada tahun
2009
predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM pada tema tata kelola perusahaan adalah Sangat Informatif. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011 indeks ISR BMSI meningkat menjadi 100%. Peningkatan ini disebabkan BMSI mengungkapkan seluruh sub-tema. Dua tambahan sub-tema yang diungkapkan adalah laporan kinerja DPS dan jumlah remunerasi DPS yang dilaporkan dalam laporan pelaksanaan GCG. Dengan nilai indeks ISR sebesar 93,3% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI tahun 2010 dan 2011 pada tema ini adalah Sangat Informatif. Berdasarkan hasil perhitungan indeks ISR tema tata kelola perusahaan pada BRIS menunjukan nilai indeks ISR BRIS pada tahun 2009 sebesar 66,7%,
87
kemudian meningkat menjadi 100% pada tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2009, BRIS mengungkapkan 10 (sepuluh) dari 15 (lima belas) sub-tema indeks ISR tema tata kelola perusahaan. Lima sub-tema yang tidak diungkapkan oleh BRIS adalah remunerasi komisaris, kinerja DPS, remunerasi DPS, dan perkara hukum yang dihadapi. Dengan nilai indeks ISR sebesar 66,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS tahun 2009 pada tema ini adalah Informatif. Nilai indeks ISR BRIS meningkat sangat signifikan pada tahun 2010 dan 2011 menjadi 100%. Peningkatan ini tidak terlepas dari tingkat kelengkapan informasi yang dilaporkan BRIS pada laporan pelaksanaan GCG. Dengan nilai indeks ISR sebesar 100% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS tahun 2010 dan 2011 pada tema tata kelola perusahaan adalah Sangat Informatif. Hasil perhitungan indeks ISR tema tata kelola perusahaan pada BSB tahun 2009 menunjukan nilai indeks ISR BSB pada tahun 2009 sebesar 73,3%, kemudian turun menjadi 66,7% pada tahun 2010 dan meningkat kembali menjadi 86,7% pada tahun 2011. Pada tahun 2009, BSB mengungkapkan 11 (sebelas) dari lima belas sub-tema pengungkapan indeks ISR tema tata kelola perusahaan. Empat sub-tema yang tidak diungkapkan adalah remunerasi komisaris, DPS, direksi, dan kebijakan anti-terorisme. Dengan nilai indeks ISR sebesar 73,3%, maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB tahun 2009 pada tema tata kelola perusahaan adalah Informatif. Kemudian pada tahun 2010 nilai indeks ISR BSB pada tema ini turun menjadi 66,7%. Penurunan ini karena BSB tidak menungkapkan satu sub-tema yaitu pendapatan dan penggunaan dana non-halal. Namun penurunan ini tidak mempengaruhi predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB pada tema ini yaitu Informatif. Pada tahun 2011, terjadi peningkatan nilai indeks ISR BSB yang cukup signifikan yang mempengaruhi predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB pada tema ini menjadi Sangat Informatif. Peningkatan ini disebabkan pengungkapan tiga sub-tema tambahan yaitu jumlah remunerasi komisaris, DPS,
88
dan direksi, sedang pendapatan dan penggunan dana non-halal tetap tidak diungkapkan. Secara keseluruhan sub-tema yang paling banyak diungkapkan oleh semua BUS adalah status kepatuhan syariah, nama dan profil komisaris, DPS, dan Direksi, serta kebijakan anti-korupsi dan laporan perkara hukum. Sedang subtema yang paling sedikit diungkapkan adalah rincian pendapatan dan penggunaan dana non-halal yang hanya diungkapkan oleh BSM, BRIS, dan BSB. Dari nilai indeks ISR tema tata kelola perusahaan pada BUS dari tahun 2009 sampai tahun 2011 diperoleh nilai rata-rata indeks ISR BUS pada tema ini. Berikut nilai rata-rata indeks ISR BUS pada tema tata kelola perusahaan: BMI sebesar 93,3%, BSM sebesar 100%, BMSI sebesar 95,6%, BRIS sebesar 88,9%, dan BSB sebesar 75,6%. Berikut ini disajikan diagram nilai rata-rata indeks ISR BUS pada tema tata kelola perusahaan. Grafik 4.13 Rata-Rata Nilai Indeks ISR BUS pada Tema Tata Kelola Perusahaan Tahun 2009-2011 120.0%
100.0%
93.3%
100%
95.6%
88.9% 75.6%
80.0% 60.0%
40.0% 20.0% 0.0% BMI
BSM
BMSI
BRIS
BSB
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari grafik 4.13 dapat ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS berdasarkan indeks ISR tema tata kelola perusahaan. BMI, BSM, BMSI, dan BRIS memperoleh predikat Sangat Informatif, karena nilai indeks berada diantara 81% sampai 100%, sedang BSB memproleh predikat Informatif, karena nilai indeks berada diantara 66% sampai 81%. Dapat disimpulkan tingkat pengungkapan kinerja sosial pada tema ini yang paling baik adalah BSM, disusul
89
BMI, BMSI, dan BRIS, sedang BSB adalah BUS yang kinerja sosialnya paling rendanh diantara BUS yang lainnya. Namun secara keseluruhan kinerja sosial BUS pada tema ini cukup baik, karena tidak ada BUS yang memiliki predikat Kurang Baik atau Tidak Baik. Hal ini tidak lepas dari kelengkapan informasi yang disampaikan dalam laporan pelaksanaan GCG yang merupakan kewajiban bagi lembaga keuangan untuk melaporkannya. 4.3
Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Kumulatif Berdasarkan Indeks ISR Pada bagian ini akan ditentukan pengungkapan tingkat kinerja sosial BUS
berdasarkan Indeks ISR secara kumulatif pada setiap tahun. Kemudian akan diperbandingkan tingkat pengungkapan kinerja sosial antar BUS secara rata-rata dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Untuk menentukan tingkat kinerja sosial BUS berdasarkan ISR mengikuti ketentuan yang telah dijelaskan pada Bab III yaitu: Sangat Informatif memiliki nilai indeks 81% s/d 100%, Informatif memiliki nilai indeks 66% s/d <81%, Kurang Informatif nilai indeks 51% s/d <66% dan Tidak Informatif memiliki nilai indeks 0% s/d <51%. Berdasarkan hasil skoring indeks ISR pada BUS dari tahun 2009 sampai 2011 diperoleh poin dan nilai indeks kinerja sosial masing-masing BUS, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Tingkat Kinerja Sosial BUS Kumulatif Berdasarkan Indeks ISR Tahun 2009-2011 NO 1 2 3 4 5
Nama BUS BMI BSM BMSI BRIS BSB
2009 2010 2011 Poin Nilai Poin Nilai Poin Nilai 32 60,4% 36 67,9% 41 77,4% 39 73,6% 40 75,5% 45 84,9% 32 60,4% 34 64,2% 35 66% 22 41,5% 28 52,8% 28 52,8% 25 47,2% 24 45,3% 29 54,7%
Sumber: Data sekunder yang diolah
90
Grafik 4.14 Perbandingan Tingkat kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 Berdasarkan Indeks ISR 100.0% 80.0%
BMI
60.0%
BSM
40.0%
BMSI
20.0%
BRIS BSB
0.0% 2009
2010
2011
Sumber: Data sekunder yang diolah
Nilai indeks ISR BMI pada tahun 2009 menunjukan angka 32 (tiga puluh dua) poin dari 53 (lima puluh tiga) poin indeks ISR atau sebesar 60,4%. Berdasarkan kriteria pemberian predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial, maka predikat BMI pada tahun 2009 berdasarkan indeks ISR adalah Kurang Informatif. Pada tahun 2010, nilai indeks BMI meningkat 4 (empat) poin menjadi 36 (tiga puluh enam) poin atau sebesar 67,9%. Peningkatan ini karena BMI mengungkapkan 1 (satu) poin tambahan dari tema produk dan jasa, 1 (satu) poin dari tema masyarakat, 1 (satu) poin dari tema lingkungan, dan 1 (satu) poin dari tema tata kelola perusahaan. Dengan nilai sebesar 67,9% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI pada tahun 2010 yaitu Informatif. Kemudian pada tahun 2011, nilai kinerja sosial BMI meningkat kembali menjadi 41 (empat puluh satu) poin atau sebesar 77,4%. 5 (lima) poin tambahan diperoleh dari pengungkapan 1 (satu) poin dari tema pendanaan dan investasi, 1 (satu) poin dari tema produk dan jasa, 2 (satu) poin dari tema karyawan, dan 1 (satu) poin lagi dari tema lingkungan. Dengan nilai indeks ISR sebesar 77,4% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMI pada tahun 2011 adalah Informatif. Nilai indeks ISR BSM pada tahun 2009 menunjukan angka 40 (empat puluh) poin atau sebesar 75,5%. Dengan nilai indeks ini maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM adalah Informatif. Pada tahun 2010, nilai indeks ISR BSM mengalami peningkatan yang tidak signifikan yaitu meningkat 1
91
(satu) poin menjadi 40 poin atau dengan nilai indeks sebesar 77,4%. Peningkatan 1 (satu) poin ini diperoleh dari tema masyarakat. Dengan nilai ini maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM pada tahun 2010 sama dengan tahun 2009 yaitu Informatif. Kemudian pada tahun 2011 nilai indeks ISR BSM mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan penambahan 4 (empat) poin menjadi 45 (empat puluh lima) poin atau dengan nilai indeks sebesar 84,9%. Peningkatan 4 (empat) poin ini diperoleh dari 1 (satu) poin tema produk dan jasa, 1 (satu) poin tema karyawan, dan 2 (dua) poin tema lingkungan. Dengan nilai indeks ISR sebesar 84,9% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSM pada tahun 2011 adalah Sangat Informatif. Nilai indeks ISR BMSI pada tahun 2009 menunjukan angka 32 (tiga puluh dua) poin atau dengan nilai indeks sebesar 60,4%. Dengan nilai ini maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI pada tahun 2009 adalah Kurang Informatif. Kemudian pada tahun 2010 terjadi peningkatan sebesar 2 (dua) poin menjadi 34 (tiga puluh empat) poin atau dengan nilai indeks sebesar 64,2%. Peningkatan 2 (dua) poin ini diperoleh dari tema tata kelola perusahaan. Dengan nilai indeks ISR sebesar 64,2% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI pada tahun 2010 sama dengan tahun 2009 yaitu Kurang Informatif. Dan pada tahun 2011 terjadi peningkatan 1 (satu) poin indeks ISR menjadi 34 (tiga puluh empat) poin atau nilai indeks ISR sebesar 66%. Peningkatan ini cukup signifikan mempengaruhi tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI tahun 2011, sebab dengan nilai indeks sebesar ini predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BMSI menjadi Informatif. Nilai indeks ISR BRIS pada tahun 2009 menunjukan angka 23 (dua puluh tiga) poin atau dengan nilai indeks ISR sebesar 43,4%. Dengan nilai ini maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS pada tahun 2009 adalah Tidak Informatif. Kemudian pada tahun 2010 dan 2011 terdapat peningkatan yang sama yaitu sebesar 5 (lima) poin menjadi 28 (dua puluh delapan) poin atau dengan nilai
92
indeks ISR sebesar 52,8%. Peningkatan 5 (lima) poin seluruhnya diperoleh dari tema tata kelola perusahaan. Peningkatan ini cukup signifikan sehingga predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BRIS pada tahun 2010 dan 2011 menjadi Kurang Informatif. Nilai indeks ISR BSB pada tahun 2009 menunjukan angka 25 (dua puluh lima) poin atau dengan nilai indeks sebesar 47,2%. Dengan nilai ini maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB pada tahun 2009 adalah Tidak Informatif. Pada tahun 2010, tidak terdapat perubahan yang signifikan bahkan menurun 1 (satu) poin menjadi 24 (dua puluh empat) poin atau dengan nilai indeks sebesar 45,3%. Penurunan 1 (satu) poin ini terjadi pada tema tata kelola perusahaan. Dengan nilai ini maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB tahun 2010 sama dengan tahun 2009 yaitu Tidak Informatif. Kemudian pada tahun 2011 terdapat peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 5 (lima) poin menjadi 29 (dua puluh sembilan) poin atau nilai indeks sebesar 54,7%. Peningkatan 5 (lima) poin ini diperoleh dari 1 (satu) poin tema karyawan, 1 (satu) poin dari tema masyarakat, dan 3 (tiga) poin tema tata kelola perusahaan. Dengan nilai indeks ISR sebesar 54,7% maka predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BSB pada tahun 2011 menjadi Kurang Informatif. Tabel 4.7 Perbandingan Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 Berdasarkan Indeks ISR Predikat No
BUS 2009
2010
2011
1
BMI
Kurang Informatif Informatif
Informatif
2
BSM
Informatif
Sangat Informatif
3
BMSI
Kurang Informatif Kurang Informatif Informatif
4
BRIS
Tidak Informatif
Kurang Informatif Kurang Informatif
5
BSB
Tidak Informatif
Tidak Informatif
Sumber: Diolah oleh peneliti, 2013
Informatif
Kurang Informatif
93
Dari nilai indeks ISR secara kumulatif setiap tahun pada BUS diperoleh nilai rata-rata indeks ISR BUS Kumulatif. Nilai rata-rata indeks ISR BUS ini untuk mengetahui tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS dari tahun 2009 sampai 2011. Nilai rata-rata indeks ISR pada BUS adalah BMI sebesar 69,2%; BSM sebesar 79,2%; BMSI sebesar 63,5%; BRIS sebesar 49,7%; dan BSB sebesar 49,1%. Berikut ini disajikan diagram nilai rata-rata indeks ISR pada BUS. Grafik 4.15 Perbandingan Nilai Rata-Rata Indeks ISR Pada BUS Tahun 2009-2011 90.0% 80.0% 70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
79.2% 69.2%
BMI
63.5%
BSM
BMSI
49.7%
49.1%
BRIS
BSB
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari nilai rata-rata indeks ISR pada BUS ini dapat ditentukan predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial pada BUS dari tahun 2009 sampai 2011. Predikat tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS secara kumulatif dari tahun 2009 sampai 2011 adalah BMI memperoleh predikat Informatif; BSM memperoleh predikat Informatif; BMSI memperoleh predikat Kurang Informatif; BRIS dan BSB memperoleh predikat Tidak Informatif.
94
Tabel 4.8 Perbandingan Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS di Indonesia Berdasarkan Indeks ISR No Nama BUS
Predikat
1
BMI
Informatif
2
BSM
Informatif
3
BMSI
Kurang Informatif
4
BRIS
Tidak Informatif
5
BSB
Tidak Informatif
Sumber: diolah oleh peneliti,2013
Dari predikat kinerja sosial diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pengungkapan kinerja sosial yang paling baik diantara lima BUS yang jadi sampel adalah BSM disusul BMI, BMSI, BRIS dan BSB. Grafik 4.16 Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Tahun 2009-2011 70.0% 68.0% 66.0% 64.0% 62.0% 60.0% 58.0% 56.0% 54.0% 52.0%
67.5%
61.5% 57.4%
2009
2010
2011
Sumber: diolah oleh peneliti,2013
Dari grafik 4.16 menunjukan bahwa secara keseluruhan tingkat pengungkapan kinerja sosial seluruh BUS dari tahun 2009 sampai 2011 terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2009 dan 2010 tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS Kurang Informatif dan pada tahun 2011 meningkat menjadi Informatif. Sedang secara rata-rata dari tahun 2009 sampai 2011, tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS di Indonesaia adalah Kurang Informatif.
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Penelitian ini mencoba untuk menganalisis tingkat pengungkapan kinerja
sosial Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia berdasarkan Islamic Social Reporting Index (Indeks ISR). Berdasarkan hasil analisis perhitungan indeks ISR pada BUS dari tahun 2009-2011 menunjukan bahwa secara keseluruhan tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS di Indonesia masih Kurang Informatif, namun terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sedangkan diantara lima BUS yang memiliki tingkat pengungkapan kinerja sosial tertinggi adalah BSM. Walau secara kumulatif tingkat pengungkapan kinerja sosial BUS di Indonesia masih kurang informatif, tapi pada setiap tema Indeks ISR menunjukan hasil yang berbeda-beda. Secara rata-rata tingkat pengungkapan kinerja sosial tertinggi pada tema pendanaan dan investasi adalah BMSI dan BRIS. BSM memiliki tingkat pengungkapan kinerja sosial tertinggi pada tema produk dan jasa, tema karyawan, tema lingkungan, dan tema tata kelola perusahaan. Sedang BMI memiliki tingkat pengungkapan kinerja sosial tertinggi pada tema masyarakat.
5.2 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin akan mempengaruhi hasil penelitian. Adapun beberapa keterbatasan tersebut adalah: 1.
Jumlah sampel masih terlalu sedikit dan Jumlah periode pengamatan yang digunakan masih terlalu pendek, yakni lima BUS dari sebelas BUS di Indonesia dan hanya tiga periode dari tahun 2009 sampai 2011. Sehingga 95
96
hasil generalisir dalam penelitian ini tidak terlalu menggambarkan keseluruhan bank syariah di Indonesia. 2.
Model Indeks ISR masih merupakan wacana dari para peneliti-peneliti dan bukan model pengukuran kinerja sosial bank syariah yang dijadikan standar resmi saat ini. Sehingga hasil penelitian ini tidak dapat dijadikan acuan resmi dalam menilai tingkat pengungkapan kinerja sosial bank syariah di Indonesia. Selain itu, model indeks ISR masih dalam tahap pengembangan sehingga ada kemungkinan beberapa item pengungkapan dalam penelitian ini tidak relevan diterapkan pada bank syariah.
5.3 Saran 1.
Bagi regulator Bagi regulator yang mengatur perbankan syariah di Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia agar membuat standar pelaporan kinerja sosial untuk perbankan syariah. Dalam pembuatan standar pelaporan tersebut dapat mengacu pada Indeks ISR.
2.
Bagi bank syariah. Bagi bank syariah agar terus meningkatkan tingkat pengungkapan kinerja sosialnya melalui annual report atau media komunikasi lainnya. Selain isuisu sosial sudah menjadi isu global saat ini, aspek sosial juga merupakan amanah dari agama Islam itu sendiri. Pengungkapan kinerja sosial juga sebagai bentuk upaya meningkatkan kepercayaan stakeholder.
3.
Bagi peneliti selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya
yang berminat untuk mengkaji tingkat
pengungkapan kinerja sosial bank syariah dengan indeks ISR hendaknya terus mengembangkan indeks ISR sehingga benar-benar relevan untuk diamplikasikan pada bank syariah. Selain itu, peneliti menyarankan sampel dan jumlah periode yang digunakan agar lebih diperbanyak agar hasil penelitian dapat digeneralisir dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, R. R. (2006, Agustus 23-26). Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan. Simposium Nasional Akuntansi IX . Antonio, S. M. (2001). Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. Arifin, Z. (2009). Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (7 ed.). Tangerang: Azkia Publisher. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (14 ed.). Jakarta: PT Rineka Cipta. Bank Indonesia. (2012). Outlook Perbankan Syariah 2012. Dipetik 10 12, 2012, dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/BA0429EA-EF4E-4ADB-B32AE6A83B1C4505/25052/outlook_perbankan_syariah_2012.pdf Bank Indonesia. (2003). Peraturan Bank Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah. Dipetik 12 20, 2012, dari http://www.bi.go.id/biweb/utama/peraturan/pbi-5-9-2003.pdf Bank Indonesia. (2006). Peraturan Bank Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Dipetik 12 20, 2012, dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/B1BD8DF5-3DBD-44FCB649-969F874FB7E8/11939/pbi_81407.pdf Bank Indonesia. (2012). Statistik Perbankan Syariah Februari 2012. Dipetik 10 20, 2012, dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/BF07D645-8F73-478D8967-19EC1022B5A7/25922/SPSFeb2013.pdf Bank Indonesia. (2010). Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/13/DPbS Perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum 97
98
Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dipetik 01 12, 2013, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/AEA3A15E-F508-477E-AD3AB00935096EFA/19921/se_121312.pdf
dari
Baridwan, Z. (2008). Intermediate Accounting (2 ed.). Yogyakarta: BPFEYOGYAKARTA. Budimanta, A., Prasetijo, A., & Rudito, B. (2008). CSR Alternatif Bagi Pembangunan Indonesia (2 ed.). Jakarta: ICSD. DSN-MUI. (2010). Fatwa DSN-MUI Nomor 18 Tahun 2010 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Lembaga Keuangan Syariah. Dipetik 01 13, 2013, dari www.mui.or.id/ Ekkyanshah. (2008, Oktober). Membangun Program CSR yang Seimbang. Akuntan Indonesia , Vol. 12 No. 28, hal. 33-35. Fauzi, Y. (2012). Memaknai Kerja. Jakarta: PT Mizan Pustaka. Fitria, S., & Hartanti, D. (2010). Islam dan Tanggung Jawab Social: Studi Perbandingan Pengungkapan Berdasarkan Global Reporting Initiative Indeks dan Islamic Social Reporting Indeks. Purwokerto: SNA XIII. Florence, D., Suryanto, L., & Zulaikha. (2004, Agustus). Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan Go Public di Bursa Efek Jakarta (BEI). Jurnal MAKSI , Vol. 4, hal. 161-177. Hadi, N. (2011). Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hakim, C. M. (2011). Belajar Mudah Ekonomi Islam. Tangerang Selatan: Shuhuf Media Insani. Haniffa, R. (2002, July). Social Reporting Disclosure: An Islamic Perspective. Indonesia Management & Accounting Research , 3, hal. 128-146.
99
Haniffa, R., & Hudaib, M. (2007). Exploring the Ethical Identity of Islamic Bank Via Communication in Annual Reporting. Journal of Business Ethic , hal. 97-116. Harahap, S. S. (2008). Kerangka Teori dan Tujuan Akuntansi Syariah. Jakarta: Pustaka Quantum. Harahap, S. S. (2001). Menuju Perumusan Akuntansi Islam. Jakarta: Pustaka Quantum. Hendrie, A., & Astuti, D. R. (2008, Januari). Persepsi Stakeholder Terhadap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility: Kasus Pada Bank Syariah di DIY. SINERGI , Vol. 10 No. 1. IAI. (2007). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Jakarta: IAI. IAI. (2011). PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Jakarta: IAI. Ida, R. (2004). Ragam Penelitian Isi Media Kuantitatif dan Kualitatif. (B. Bungin, Penyunt.) 2004: PT RajaGrafindo Persada. Ida, R. (2004). Ragam Penelitian Isi Media Kuantitatif dan Kualitatif. Dalam B. Bungin (Penyunt.), Metodologi Penelitian Kualitatif (3 ed., hal. 144-152). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Karim, A. (2004). Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kuntari, Y., & Sulistiyani, A. (2007, Agustus). Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Social dalam Laporan Tahunan Perusahaan Indeks Letter Quality (LQ 45) Tahun 2005. ASET , Vol. 9 No. 2, hal. 494-515. Mengusung Gagasan ECO-Tawhidi. (2010, Juni). Majalah Sharing , Edisi 42 Thn. IV. Muhammad. (2005). Manajemen Bank Syariah . Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
100
Muhammad, R. (t.thn.). Persepsi User dan Preparer Laporan Keuangan Terhadap Pelaporan Sosial Perbankan Islam di Malaysia. Munawaroh. (2007). Analisa Kecukupan Informasi Atas Penyajian Dan Pengungkapan Laporan Tahunan BAZNAS Periode Tahun 2003-2005. Skripsi tidak dipublikasi. Ciputat: Prodi Akuntansi Syariah STEI SEBI. Nurhayati, S., & Wasilah. (2009). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Nurul, F. S. (2010). Kinerja Sosial Perusahaan Pada BUMN dan BUMS. Skripsi. Semarang: Universitas Diponogoro. Othman, R., & Thani, A. M. (2010, April 12). Islamic Social Reporting of Listed Companies in Malaysia. International Business & Economic Research Journal , 3, hal. 135-144. Othman, R., & Thani, A. M. (2010). Islamic Social Reporting Of Listed Companies In Malaysia. International Business & Economics Research Journal , 3, 135-144. Othman, R., Thani, A. M., & Ghani, E. K. (2009, October 12). Determinants of Islamic Social Reporting Top Shariah-Approved Companies in Bursa Malaysia. Research Journal of International Studies . Othman, R., Thani, A. M., & Ghani, E. K. (2009, October 12). Determinants of Islamic Social Reporting Top Shariah-Approved Companies in Bursa Malaysia. Resarch Journal of International Studies . PT. Bank Mega Syariah Indonesia. (t.thn.). Laporan Tahunan Periode 2009-2011. Dipetik 11 10, 2012, dari www.bsmi.co.id PT. Bank Muamalat Indonesia. (t.thn.). Laporan Tahunan Priode 2009-2011. Dipetik 11 10, 2012, dari www.muamalatbank.com PT. Bank Syariah Bukopin. (t.thn.). Laporan Tahunan Periode 2009-2011. Dipetik 11 10, 2012, dari www.syariahbukopin.co.id
101
PT. Bank Syariah Mandiri. (t.thn.). Laporan Tahunan Periode 2009-2011. Dipetik 11 10, 2012, dari www.syariahmandiri.co.id PT.BRISyariah. (t.thn.). Laporan Tahunan Periode 2009-2011. Dipetik 11 10, 2012, dari www.brisyariah.co.id Raditya, A. N. (2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) Pada Perusahaan Yang Masuk Daftar Efek Syariah (DES). Skripsi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Rizkiningsing, P. (2012). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR). Studi Kasus Pada Bank Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Negara-Negara Gulf Cooperation Council. Skripsi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sakti, A. (2007). Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern. Tangerang: AQSA-publishing. Sampurna, M. E. (2007). Sinergi CSR dalam Perspektif Islam. Dipetik 11 15, 2012, dari www.csrindonesia.com/data/articles/20080310083332-a.pdf Setiawan, A. B. (2009). Analisis Kesehatan Financial dan Kinerja Sosial Bank Syariah di Indonesia. Tesis tidak dipublikasi. Jakarta: Program Magister Bisnis & Keuangan Islam Universitas Paramadina. Sofyan, R. (2011). Bisnis Syariah Mengapa Tidak? Pengalaman Penerapan Pada Bisnis Hotel. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sofyani, H., Ulum, I., Syam, D., & Wahyuni, S. (2012, Maret). Islamic Social Reporting Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sosial Perbankan Syariah (Studi Komparasi Indonesia dan Melayu). JDA , Vol. 4 No. 1, hal. 36-46. Subiakto, H. (2004). Analisis Isi Media Metode dan Pemanfaatannya. Dalam B. Bungin (Penyunt.), Metodologi Penelitian Kualitatif (3 ed., hal. 133-143). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (13 ed.). Bandung: ALFABEDA.
102
Suharto, E. (2007). Corporate Social Responsibility: What is and Benefit for Corporate. Dipetik 12 17, 2012, dari http://www.policy.hu/suharto Suharto, E. (2010, Agustus). CSR Syariah. Majalah Bisnis & CSR , Vol. 3 No. 16, hal. 204-221. Susanto, A. B. (2007). A Strategic Management Approach CSR. Jakarta: The Jakarta Consulting Group. Tomo, H. (2008, Oktober). CSR Versus PKBL. Akuntan Indonesia , Vol. 12 No.28, hal. 28-32. Umar, H. (2007). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT RajaGrapindo Persada. Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. (1998). Dipetik 12 12, 2012, dari http://www.komisiinformasi.go.id/assets/data/arsip/uu-bank-10-1998.pdf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. (2008). Dipetik 12 5, 2012, dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4-6CF9-4DF5-A6740073B0A6168A/14396/UU_21_08_Syariah.pdf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. (2007). Dipetik 12 11, 2012, dari www.bi.go.id/.../UU25Tahun2007PenanamanModal.pdf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. (2007). Dipetik 12 11, 2012, dari http://prokum.esdm.go.id/uu/2007/uu-40-2007.pdf Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (2010). Dipetik 12 12, 2012, dari http://dki.perbarindo.org/arsipfile/dpddkiarsip51.pdf Universitas Indonesia. (2011). Indonesia Economic Outlook 2011. Jakarta: LPFE UI.
103
Wibisono, Y. (2007). Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Jakarta: Fasco Publising. Widiawati, S. (2012). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Islamic Social Reporting Perusahaan-Perusahaan Yang Terdapat Pada Daftar Efek Syariah Tahun 2009-2010. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponogoro. Wiroso. (2009). Produk Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti. Yusanto, S. M., & Yunus, A. M. (2009). Pengantar Ekonomi Islam. Jakarta: Al Azhar Press.
104