Analisis strategi pemanfaatan timbah tanaman pangan sebagai pakan ruminansia di Sutawesi Setatan Jasmal A. Syamsu* dan Agustina Abduttah Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin *email : jasmals@yahoo . com
Abstract This study is amined to find a good strategy to use the crop residues for ruminant feed in South Sulawesi by using primary and secondary data . The pimary data were obtained from interview with animal husbandry stakeholder by using questioner and group discussion foccus. The secondary data were obtained from relevant institution and from refeences . The data collected then analysed using SWOT analysis Analytical Hierarchy Process (AHP) . Based on identification and external factor analysis (opportunity and threat) and internal factor (strength and weakness), it found ways/strategies to use crop residues as ruminant feed in South Sulawesi . There are five priorities in using crop residues include (1) integration area between beef cattle and paddy rice and corn plantation (2) Optimalisation of technology to treat crop residues through increasing farmer capacity with participatory approach (3) build feed industry based on crop residues (4) provide infructures to transpot and store crop residues (5) government and finance institution provide capital to farmer group such as cooperative Key words : strategy, crop residues, feed, ruminants, South Sulawesi
Pendahuluan
Pengembangan peternakan sangat terkait dengan pengembangan suatu wilayah . Sulawesi Selatan sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan peternakan. Daerah ini pernah dikenal sebagai lumbung ternak, dengan kemampuan memasok ternak ke daerah lain dalam rangka pengadaan ternak nasional (Syamsu, et al., 2003). Akan tetapi, berbagai permasalahan dalam pembangunan peternakan di Sulawesi Selatan, antara lain : 1) kecenderungan penurunan populasi, khususnya sapi dan kerbau karena makin tingginya tingkat pemotongan betina produktif serta faktor keamanan yang sangat berpengaruh terhadap penurunan minat sebagian peternak untuk memelihara ternak, 2) umumnya skala usaha kecil yang masih terbatas pada skala usaha sambilan dan hanya sebagian kecil yang menjadikan usaha pokok dan cabang usaha sehingga tidak memiliki daya saing dengan daerah lain yang menjadikan komoditasnya sebagai usaha pokok, 3) kualitas produk peternakan masih rendah, 4) terbatasnya permodalan, 5) lemahnya kelembagaan terutama di tingkat kelompok tani dan peternak, serta 6) sumberdaya pakan yang fluktuatif, khususnya hijauan untuk ternak ruminansia (Syamsu dan Achmad, 2002) .
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
203
Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan peternakan khususnya pengembangan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan adalah ketersediaan sumberdaya pakan . Namun demikian, luas padang penggembalaan sebagai penyedia pakan hijauan cenderung berkurang setiap tahun. Pada tahun 2001, luas padang penggembalaan di Sulawesi Selatan adalah 290.184 ha telah mengalami penurunan dan hanya tinggal 235.542 ha. Salah satu penyebabnya adalah konversi lahan dari lahan penggembalaan menjadi lahan sawah . Disamping itu penyediaan pakan juga memiliki keterbatasan akibat adanya persaingan kebutuhan penyediaan pangan untuk konsumsi manusia . Oleh karena itu, pemanfaatan limbah tanaman merupakan alternatif penyedia bahan pakan . Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 6.248 .254 ha, sekitar 44,5% (2.781 .3 10 ha) merupakan lahan pertanian, dan dari lahan pertanian ini sekitar 598.216 ha adalah lahan persawahan . Peningkatan luas lahan pertanian memberikan implikasi terhadap peningkatan luas areal panen tanaman pangan. Tahun 2006, di Sulawesi Selatan luas areal panen padi seluas 847 305 ha atau 6.85% dari luas areal panen di Indonesia, dan luas areal panen jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar masing-masing 6.91%, 3 .97%, 6 .13%, 3 .53% dan 4.40% dari luas areal panen nasional (BPS Sul Sel, 2007). Meningkatnya intensifikasi tanaman pangan mengakibatkan peningkatan produksi limbah tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai sumber pakan ruminansia . Optimalisasi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ruminansia di Sulawesi Selatan, memerlukan berbagai upaya pendekatan dan program secara holistik . Program yang dilakukan berangkat dari analisis mendalam terhadap berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai bahan pakan . Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk merumuskan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan . Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder baik kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari pakar/unsur pelaku (stakeholder) bidang peternakan yang terkait dengan penelitian ini . Unsur pelaku mewakili berbagai unsur yaitu birokrat/Dinas Peternakan, praktisi (petemak/pengusaha), dan akademisi atau peneliti (dosen perguruan tinggi dan peneliti lembaga litbang) . Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner dan focus group discussion. Disamping itu dilakukan pula wawancara secara mendalam (in depth study) kepada beberapa informan kunci . Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan berbagai sumber kepustakaan yang relevan . Pengolahan Data
Data yang diperoleh untuk perumusan strategi adalah data kualitatif dan kuantitatif yang kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode : a) analisis SWOT, digunakan untuk menganalisis strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, dengan menggunakan matriks sebagai alat analisisnya (David, 2001), b) Analytical Hierarchy Process (AHP) digunakan dalam mengidentifikasi dan melakukan pembobotan terhadap faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait dengan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan temak 20 4
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
ruminansia . Penyelesaian AHP dilakukan dengan menggunakan Criterium Decision Plus (Saaty, 1993 ; Marimin, 1994) Teknik Perumusan Strategi
Metode perumusan strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan mengacu pada tahapan-tahapan teknik perumusan strategi (analisis SWOT) yang dikembangkan oleh David (2001) . Tahapan perumusan strategi sebagai kerangka kerja adalah tahap input (the input stage), tahap pencocokan (the matching stage) dan tahap keputusan (the decision stage) . Tahap input, digunakan matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) dan matriks evaluasi faktor internal (IFE). Matriks EFE dan IFE diolah dengan menggunakan beberapa langkah analisis . a). Identifikasi Faktor-faktor Eksternal dan Internal, langkah awal yang dilakukan adalah menjaring informasi dan mengidentifikasi faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) dan internal (kekuatan dan kelemahan) yang berhubungan dengan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia dengan melakukan diskusi dan wawancara menggunakan kuisioner kepada unsur pelaku atau pakar . Hasil identifikasi dan analisis kedua faktor di atas menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang selanjutnya diberikan bobot dan peringkat (rating) . Penentuan bobot dan peringkat menggunakan kuisioner dengan mengajukan identifikasi faktor eksternal dan internal kepada pakar. Metode yang digunakan dalam pembobotan adalah Analytical Hierarchy Process dengan melakukan penilaian perbandingan berpasangan terhadap faktor eksternal dan internal sesuai dengan judgement menggunakan skala banding secara berpasangan (Saaty 1993) untuk menghasilkan bobot setiap faktor-faktor eksternal dan internal . Setelah tahap input, dilanjutkan tahap pencocokan yang difokuskan untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak dengan memadukan faktor eksternal dan internal hasil dari tahap input (matriks EFE dan IFE) . Alat analisis dalam tahapan ini digunakan Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) . Matriks ini memadukan peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki untuk menghasilkan alternatif strategi, yaitu strategi SO, strategi WO, strategi WT dan strategi ST. Selanjutnya, tahap keputusan adalah tahap untuk menentukan alternatif strategi mana yang layak dan terbaik, dengan alat analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) atau Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif . QSPM menggunakan hasil analisis tahap input dan tahap pencocokan .
Hasil dan Pembahasan Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
Hasil identifikasi faktor internal meliputi faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses), dan faktor eksternal meliputi faktor peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang berpengaruh terhadap upaya pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan, seperti dipaparkan berikut ini .
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
205
Kekuatan (Strengths) .
1 . Sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki produksi yang cukup besar . Syamsu et.al (2005) menyatakan bahwa jumlah produksi limbah tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak ruminansia berdasarkan produksi bahan kering, total digestible nutrient dan protein kasar masing-masing adalah 6 874 105 ton BK, 3 128 339 ton TDN dan 372 261 ton PK, dan berdasrkan produksi bahan kering mampu menyediakan pakan sebanyak 3 014 958 ST, dan jumlah produksi tersebut jauh lebih tinggi dibanding jumlah populasi ternak ruminansia (727 774 ST) . 2. Produksi limbah tanaman pangan, khususnya jerami padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan . Dengan demikian, ketersediaan limbah jerami padi dan jerami jagung memiliki potensi yang cukup besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia . Hal ini disebabkan oleh tanaman padi dan jagung memiliki luas areal panen yang cukup tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya . Jumlah areal panen padi dan jagung adalah 847 306 ha dan 213 820 ha (BPS Sul Sel 2007), dan menghasilkan limbah berupa jerami masing-masing 5 702 369 ton BK dan 1 458 252 ton BK. 3 . Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan temak ruminansia belum optimal . Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 62.12% peternak tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan . Rendahnya penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan disebabkan limbah dibakar setelah panen, sulitnya mengangkut limbah dari lokasi panen, serta tidak tersedianya tempat penyimpanan (Syamsu, 2007). 4. Teknologi pakan limbah tanaman pangan tersedia dan diketahui oleh petemak . Sebanyak 54.80% peternak memiliki pengetahuan tentang teknologi pakan . Berbagai jenis teknologi pengolahan pakan yang dapat diterapkan dan telah diketahui oleh peternak seperti amoniasi, silase, hay, dan fermentasi (Syamsu, 2007). 5. Limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan lain selain sebagai pakan . Kondisi ini menguntungkan bagi pengembangan ternak ruminansia dimana ketersediaan limbah tanaman pangan memilki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan semaksimal mungkin dapat dimanfaatkan sebagai pakan (Syamsu, 2007). Kelemahan (Weaknesses)
1 . Kebiasaan petani peternak membakar limbah tanaman pangan . Petani memiliki kebiasaan membakar limbah tanaman pangan khususnya jerami padi yang terjadi terutama pada pertanian pola intensif. Dengan pola pertanian intensif, petani secepatnya melakukan pengolahan tanah untuk penanaman kembali dengan pola tanam lebih dari sekali dalam setahun (Syamsu, 2007) . 2. Kualitas nutrisi limbah tanaman pangan rendah . Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kualitas nutrisi limbah tanaman pangan dengan karakteristik kandungan serat kasar yang tinggi dan protein kasar yang rendah (Syamsu et al., 2005) . 3 . Sarana dan prasarana pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan tidak tersedia . Diketahui bahwa dengan karekteristik limbah tanaman pangan bersifat kamba, terdapat kesulitkan dalam mengangkut limbah dalam jumlah banyak . Jika limbah tanaman pangan dapat diangkut, peternak tidak memiliki tempat penyimpanan/gudang sehingga jumlah limbah yang dapat diangkut lebih sedikit (Syamsu, 2007).
2 06
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
4. Tingkat penerapan teknologi pengolahan pakan limbah tanaman pangan rendah . Rendahnya tingkat penerapan teknologi pakan bukan disebabkan oleh tidak diketahuinya teknologi pakan tersebut . Beberapa hal yang menyebabkan kurang diterapkannya teknologi pakan antara lain teknologi pakan dianggap kurang efektif, membutuhkan tambahan biaya, dan kurangnya pemahaman bahwa dengan sentuhan teknologi kualitas limbah akan lebih baik yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas ternak jika digunakan sebagai pakan (Syamsu, 2007). 5. Produksi limbah tanaman pangan bersifat musiman . Produksi limbah tanaman pangan sangat terkait dengan musim dan pola tanam tanaman pangan di suatu wilayah . Kondisi ini menyebabkan produksi limbah bersifat musiman, dimana hanya pada saat panen produksi dan ketersediaan limbah melimpah . Peluang (Opportunities)
1 . Jumlah populasi ternak ruminansia cukup tinggi . Saat ini, populasi ternak ruminansia di Sulawesi Selatan adalah 727 774 ST, dan sapi potong adalah jenis ternak ruminansia yang populasinya terbesar mencapai 77.62%. Disamping itu, sapi potong terdapat di seluruh wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan (Dinas Peternakan Sul Sel, 2004). 2. Dukungan kebijakan pembangunan peternakan Sulawesi Selatan . Visi pembangunan peternakan Sulawesi Selatan adalah terwujudnya masyarakat sehat, produktif dan kreatif melalui pembangunan peternakan tangguh berbasis sumberdaya lokal (Dinas Peternakan Sulawesi Selatan 2001) . Dengan demikian, pembangunan peternakan diharapkan lebih mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal yang dimiliki. Limbah tanaman pangan merupakan salah satu sumberdaya pakan lokal yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan ternak ruminansia . 3 . Ternak ruminansia umumnya dipelihara oleh peternak . Ternak ruminansia khususnya sapi potong secara umum dipelihara oleh peternak dengan skala usaha dan tingkat kepemilikan ternak yang rendah dengan status milik sendiri dan gaduhan . Unsur utama yang membedakan status kepemilikan tersebut yaitu dengan milik sendiri, temak yang dipelihara milik peternak dan cara pemeliharaan ditentukan sepenuhnya oleh peternak . Ternak gaduhan adalah ternak milik pihak lain yang pemeliharaannya dipercayakan kepada peternak dengan sistem bagi hasil dengan segala keputusan penggunaan input produksi menjadi tanggung jawab peternak . 4. Pola pemeliharaan ternak masih tradisional . Pola pemeliharaan ternak masih berbasis pada pola usaha peternakan rakyat dengan sistem pemeliharaan tradisional, yaitu masih bertumpu pada pola pemeliharaan dengan ternak dilepas, atau lepas kandang sehingga kualitas pakan yang diperoleh ternak tidak memungkinkan tercapainya pertambahan bobot badan maksimal (Syamsu, 2007). 5 . Pertanian tanaman pangan semakin intensif . Peningkatan intensifikasi tanaman pangan berimplikasi pada meningkatnya jumlah produksi limbah tanaman pangan . Sebagai illustrasi, luas areal panen padi di Sulawesi Selatan tahun 2001 seluas 801 113 ha, dan mengalami peningkatan pada tahun 2006 seluas 847 305 ha (BPS Sul Sel, 2007). Ancaman (Threats)
1 . Populasi ternak ruminansia cenderung menurun . Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2002-2006), populasi sapi potong, kerbau dan domba mengalami penurunan pertahun
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
20 7
sebesar 0.24%, 4 .22%, dan 9.56.%, sementara jumlah populasi kambing mengalami peningkatan sebesar 4.66% pertahun . Penurunan populasi diakibatkan oleh meningkatnya jumlah pemotongan ternak . Tingkat pemotongan ternak sapi potong dan domba dalam kurun waktu yang sama masing-masing 4.15% dan 5 .47% pertahun, serta jumlah pemotongan kambing jauh lebih tinggi dibanding peningkatan populasinya dengan peningkatan jumlah pemotongan sebesar 30.23% pertahun. 2. Impor ternak dan daging semakin meningkat . Untuk memenuhi kebutuhan daging pemerintah mengeluarkan kebijakan impor daging maupun sapi bakalan . Kondisi ini menunjukkan adanya keterbatasan kemampuan pola pengembangan ternak yang berbasis usaha peternakan rakyat dalam menjamin ketersediaan daging untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 3 . Usaha ternak ruminansia masih bersifat sambilan dan kurangnya permodalan . Usaha peternakan masih dianggap sebagai usaha sambilan sehingga curahan waktu peternak yang juga berprofesi sebagai petani tanaman pangan menjadi berkurang . Disamping itu, untuk meningkatkan skala usaha dengan melakukan penambahan jumlah kepemilikan ternak mengalami kendala dalam hal permodalan untuk membeli ternak . 4 . Ancaman penyakit ternak dan pemotongan ternak betina produktif . Adanya wabah penyakit, seperti anthrax dapat mengakibatkan populasi ternak menjadi berkurang . Pemotongan hewan betina produktif masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan dengan baik dalam pengembangan ternak ruminansia khususnya sapi potong . 5 . Keamanan usaha ternak tidak terjamin . Terjadinya pencurian ternak menyebabkan menurunnya animo masyarakat untuk memelihara ternak, dan mendorong peternak untuk menjual ternaknya . Dampak lainnya adalah sistem pemeliharaan ternak dengan melakukan perkandangan kurang berjalan dengan baik, karena peternak menganggap dengan ternak dikandangkan akan lebih mempermudah terjadinya pencurian ternak dikandingkan jika ternak dilepas begitu saja . Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal
Berdasarkan hasil identifikasi faktor-fakior internal dan eksternal, evaluasi dari faktor tersebut dilanjutkan dengan menggunakan matriks evaluasi faktor internal (IFE) dan matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) . Dalam pelaksanaan evaluasi, dilakukan pembobotan dan penentuan peringkat (rating) dari masing-masing faktor yang telah diidentifikasi . Evaluasi Faktor Internal
Matrik evaluasi faktor internal digunakan sebagai alat analisis terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sehubungan dengan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan . Hasil pembobotan, peringkat dan skor setiap faktor internal (kekuatan dan kelemahan) seperti diperlihatkan pada Tabel 1 .
20 8
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Tabel 1
Matriks evaluasi faktor internal (IFE) pemanfaatan lmbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
Faktor-faktor internal Kekuatan 1 . Sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki produksi yang cukup besar. 2 . Produksi limbah tanaman pangan khususnya jerami padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan 3 . Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia belum optimal . 4 . Teknologi pakan limbah tanaman pangan tersedia dan diketahui oleh peternak 5 . Limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan lain selain sebagai pakan Sub total kekuatan Kelemahan 1 . Kebiasaan petani peternak membakar limbah tanaman pangan 2 . Kualitas nutrisi limbah tanaman pangan rendah 3 . Sarana dan prasarana pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan tidak tersedia 4 . Tingkat penerapan teknologi pengolahan pakan limbah tanaman pangan rendah 5 . Produksi limbah tanaman pangan bersifat musiman atau fluktuatif Sub total kelemahan Total
Bobot
Rating
Skor
0 .238
4
0 .952
0 .142
4
0 .568
0 .090
3
0 .270
0 .088
2
0 .176
0 .073
2
0 .146
0 .631
2 .112
0.102 0.082 0 .059
1 3 3
0 .102 0 .246 0 .177
0 .080
2
0 .160
0 .046 0 .369 1 .000
3
0 .138 0 .823 2 .935
Faktor sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki produksi yang cukup besar, memberikan pengaruh yang terbesar (bobot 0.238 dan skor 0.952) dalam menunjang pemanfaatan limbah tanaman sebagai pakan ternak ruminansia . Di samping itu, faktor produksi limbah tanaman pangan khususnya jerami padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan merupakan faktor kedua yang memiliki bobot tertinggi sebesar 0.142 (skor 0.568) . Dengan demikian, pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan lebih dititik beratkan untuk menggunakan jerami padi dan jerami jagung karena kedua jenis limbah tersebut tersedia di sebagian besar wilayah dan memiliki produksi yang tinggi dibandingkan dengan limbah tanaman pangan lainnya. Faktor internal yang memiliki bobot terendah adalah produksi limbah tanaman pangan bersifat musiman atau fluktuatif (bobot 0.046) yang termasuk dalam faktor kelemahan . Diketahui bahwa, limbah tanaman pangan produksinya melimpah saat musim panen sehingga tidak tersedia sepanjang tahun . Walaupun demikian, bobot faktor yang rendah ini mengindikasikan bahwa pengaruh faktor tersebut tidak terlalu dominan . Faktor internal yang merupakan faktor kelemahan utama dalam rangka pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan adalah kebiasaan petani peternak membakar limbah tanaman pangan, dan kualitas nutrisi lmbah tanaman pangan rendah masing-masing dengan bobot 0.102 dan 0.082 . Adanya kebiasaan petani membakar limbah, merupakan faktor penghambat dalam upaya memamfaatkan limbah tanaman pangan sebagai pakan . Disamping itu, dengan kualitas nutrisi limbah yang rendah perlu dilakukan upaya optimalisasi peningkatan kualitas nutrisinya sehingga kelemahan demikian dapat diminimalisasi . Total nilai skor faktor internal sebesar 2 .935 yang nilainya lebih besar dari nilai rata-rata 2.5 . Hal ini menunjukkan kondisi Sulawesi Selatan dalam rangka pemanfaatan lmbah tanaman pangan sebagai pakan temak ruminansia masih relatif memiliki faktor kekuatan yang tinggi .
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
209
Evaluasi Faktor Ekternal
Matriks evaluasi faktor eksternal digunakan untuk mengetahui sejauh mana daerah Sulawesi Selatan mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada pada lingkungan eksternal . Hasil pembobotan, peringkat dan skor setiap faktor ekternal (peluang dan ancaman) seperti diperlihatkan pada Tabel 2. Faktor ekternal yang memiliki bobot tertinggi dan merupakan peluang yang hares dimanfaatkan adalah jumlah populasi ternak ruminansia yang cukup tinggi dengan bobot dan skor adalah 0.219 dan 0.876 . Dengan jumlah populasi ternak ruminansia yang besar, maka limbah tanaman pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan juga akan lebih banyak . Dilain pihak, faktor keamanan berusaha ternak tidak terjamin merupakan faktor ekstemal yang memiliki bobot terendah (0 .059) . Peluang yang dapat digunakan dalam rangka pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan adalah pola pemeliharaan temak yang masih tradisional (bobot 0.078) . Hal ini dianggap sebagai peluang, karena dengan pola pemeliharaan yang masih tradisional dapat diarahkan kepada pengembangan pola pemeliharaan yang intensif. Dengan pola pemeliharaan intensif, pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan akan lebih optimal . Tabel 2
Matriks evaluasi faktor ekstemal (EFE) pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
Faktor-faktor internal Peluang 1 . Jumlah populasi ternak ruminansia cukup tinggi 2 . Dukungan kebijakan pembangunan peternakan Sulawesi Selatan 3 . Terak ruminansia umumnya dipelihara oleh peternak 4 . Pola pemeliharaan ternak masih tradisional 5 . Pertanian tanaman pangan semakin intensif Sub total peluang Ancaman 1 . Populasi ternak ruminansia cenderung menurun 2 . Impor ternak dan daging semakin meningkat 3 . Usaha ternak ruminansia masih bersifat sambilan dan kurangnya permodalan 4. Terjadinya penyakit ternak dan pemotongan ternak betina produktif 5 . Keamanan berusaha ternak tidak terjamin Sub total ancaman Total
Bobot
Rating
Skor
0 .219 0 .066 0 .106 0 .078 0 .075 0.544
4 2 4 2 2
0 .876 0 .132 0 .424 0 .156 0.150 1 .738
0.180 0.072 0.085
3 3 2
0 .540 0 .216 0 .170
0 .060 0 .059 0 .456 1 .000
1 1
0 .060 0 .059 1 .045 2 .783
Ancaman yang mesti dihindari atau diatasi adalah kecenderungan populasi temak ruminansia semakin menurun dengan bobot 0.180 . Penurunan jumlah populasi temak sangat terkait dengan faktor ekstemal yang berupa ancaman yaitu terjadinya pemotongan betina produktif dan penyakit temak (bobot 0.060) dan keamanan berusaha ternak tidak terjamin (bobot 0.059) dengan adanya pencurian ternak di beberapa wilayah kabupaten . Berdasarkan total skor faktor eksternal sebesar 2.783 (di atas rata-rata 2.5) menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan secara umum memiliki kemampuan yang cukup baik dalam merespon peluang dan meminimalkan pengaruh negatif dari ancaman eksternal . Formulasi Strategi Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan
Dalam formulasi strategi digunakan matriks SWOT untuk merumuskan alternatif strategi pemanfaatan Limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan .
21 0
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Dengan matriks SWOT diperoleh empat macam altematif strategi yaitu S-0, W-0, S-T, dan W-T, seperti diperlihatkan pada Tabel 3 . StrategiS-0 . Strategi S-0 adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatan peluang. Beberapa strategi S-0 yang dapat dirumuskan adalah 1 . Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung (S1,S2,S3,S4,01,03,05) . 2 . Sinergi dan keterpaduan antar sektor (petemakan-tanaman pangan) dalam kebijakan pemerintah untuk pengembangan petemakan (02,S5) 3. Membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan (S1,S3,S5,01,03,05) .
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
211
Tabel 3
Matriks SWOT analisis strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan temak ruminansia di Sulawesi Selatan Faktor-faktor Internal
Faktor-faktor Eksternal
PELUANG (opportunities) 1 . Jumlah populasi temak ruminansia cukup tinggi 2 . Dukungan kebijakan pembangunan peternakan Sulawesi Selatan 3 . Temak ruminansia umumnya dipelihara oleh peternak (ternak sapi potong) 4 . Pola pemeliharaan temak masih tradisional 5 . Pertanian tanaman pangan semakin intensif ANCAMAN (threats) 1 . Populasi ternak ruminansia cenderung menurun 2 . Impor ternak dan daging semakin meningkat 3 . Usaha ternak ruminansia masih bersifat sambilan dan kurangnya permodalan 4 . Terjadinya penyakit ternak dan pemotongan betina produktif 5 . Keamanan berusaha ternak tidak terjamin
KEKUATAN (strengths) 1 . Sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki produksi yang cukup besar 2. Produksi limbah tanaman pangan khususnya jerami padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan 3 . Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia belum optimal 4 . Teknologi pakan limbah tanaman pangan tersedia dan diketahui oleh petemak 5 . Limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan lain selain sebagai pakan STRATEGIS-0 1 . Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung (S1,S2,S3,S4,O1,03,05) 2 . Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-tanaman pangan) dalam kebijakan pemerintah untuk pengembangan peternakan (02,S5) 3 . Membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan (S1,S3,S5,O1,03,05)
1.
2.
STRATEGI S-T Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak pola intensif dengan iklim berusaha yang lebih baik dan terjamin (T 1,T2,T3,T5,S 1) Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan yang sesuai dengan keunggulan produksi yang spesifik lokalita (S 1,S5,T1,T3)
KELEMAHAN (weaknesses) 1 . Kebiasaan petani pcternak membakar limbah tanaman pangan 2. Kualitas nutrisi limbah tanaman pangan rendah 3 . Saran dan prasarana pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan tidak tersedia 4 . Tingkat penerapan teknologi pengolahan pakan limbah tanaman pangan rendah 5 . Produksi limbah tanaman pangan bersifat musiman atau fluktuatif
STRATEGI W-0 Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat polapartisipatif (W2,W4,05) 2 . Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan (WI, W3,W5,05) 3 . Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui pengembangan kelembagaan petemak dan peningkatan sumberdaya daya manusia petemak(W 1,W4,04) STRATEGI W-T 1 . Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pengembangan teknologi pakan limbah tanaman pangan dan kesehatan hewan (W2,W4,T4) 2 . Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan petemak (kelompok, koperasi) (W3,Tl,T2,T3) 1.
Strategi W-0 Strategi W-O adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang . Beberapa strategi W-O yang dapat dirumuskan adalah 1 . Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif (W2,W4,05) .
2 . Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan (W1, W3,W5,05) . 3. Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui pengembangan kelembagaan peternak dan peningkatan sumberdaya daya manusia petemak (W1,W4,04) . 212
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
StrategiS-T Strategi S-T adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman . Strategi S-T yang dapat dirumuskan adalah 1 . Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak pola intensif dengan iklim berusaha yang lebih baik dan terjamin (TI,T2,T3,T5,S 1).
2. Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan yang sesuai dengan keunggulan produksi yang spesifik lokalita (S1,S5,T1,T3) Strategi W-T Strategi W-T adalah strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Strategi W-T yang dapat dirumuskan adalah 1. Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pengembangan teknologi pakan limbah tanaman pangan dan kesehatan hewan (W2,W4,T4) . 2 . Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok, koperasi) (W3,T1,T2,T3) . Dari beberapa alternatif strategi yang terbentuk (Tabel 3), diinput untuk menentukan nilai daya tarik setiap set alternatif strategi . Menurut David (2001), nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor eksternal dan internal . Pengambilan keputusan dalam penentuan prioritas dari masing-masing alternatif strategi yang telah diterbentuk, dianalisis dengan menggunakan matriks perencanaan strategi kuantitatif (QSPM) . Hasil penilaian untuk menentukan prioritas strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia (Tabel 4). Kombinasi antara faktor kekuatan dan peluang (SO) yaitu pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung mendapat prioritas pertama atau strategi yang paling menarik di antara alternatif strategi yang lain dengan nilai total daya tarik adalah 6.67 . Strategi pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung menjadi menarik karena menggunakan hampir keseluruhan faktor kekuatan sumberdaya yang dimiliki yaitu a) sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki produksi yang cukup besar, b) produksi limbah tanaman pangan khususnya jerami padi dan jerami jagung tersebar disebagian besar wilayah kabupaten di Sulawesi Selatan, dan c) Penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia belum optimal . Strategi berikutnya yang memiliki nilai tertinggi dan menjadi prioritas kedua adalah optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif dengan nilai 6 .19 . Strategi ini dengan memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan yang ada dalam pemanfataan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia . Strategi ini menghendaki adanya peningkatan kemampuan peternak dalam menerapkan atau melaksanakan teknologi pengolahan limbah tanaman pangan yang dilakukan secara partisipatif yang dilakukan dari, oleh, dan untuk peternak.
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
21 3
Strategi yang menjadi prioritas ketiga adalah membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan dengan nilai total daya tarik adalah 6.06. Strategi ini adalah strategi yang memanfaatkan peluang seperti jumlah populasi ternak ruminansia yang cukup tinggi, ternak ruminansia umumnya dipelihara oleh peternak dan pertanian tanaman pangan semakin intesif, dengan menggunakan kekuatan yang ada seperti sumberdaya pakan limbah tanaman pangan memiliki produksi yang cukup besar, penggunaan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia belum optimal, dan limbah tanaman pangan tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain. Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan merupakan strategi prioritas keempat dengan nilai total daya tarik 6.04 . Pemilihan strategi ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan dalam memanfaatkan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia . Kelemahan tersebut adalah adanya kebiasaan petani membakar limbah tanaman pangan, tidak tersedianya sarana dan prasarana tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan produksi limbah tanaman pangan yang bersifat musiman dan fluktuatif. Strategi yang menjadi prioritas kelima adalah penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok, koperasi) dengan total nilai daya tank adalah 5.46. Strategi ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan modal peternak untuk menambah kepemilikan ternak dan menjadi usaha yang intensif. Tabel 4
Prioritas altematif strategi pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan
Prioritas Alternatif strategi 1 Pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung 2 Optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif 3 Membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan 4 Pengembangan sarana alat pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan 5 Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan peternak (kelompok, koperasi) 6 Peningkatan pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan yang sesuai dengan keunggulan produksi yang spesifik lokalita 7 Peningkatan dan pengembangan sarana dan prasarana pengembangan teknologi pakan limbah tanaman pangan dan kesehatan hewan 8 Menjalin kemitraan antara investor/swasta dan peternak untuk meningkatkan skala usaha ternak pola intensif dengan iklim berusaha yang lebih baik dan terjamin 9 Sinergi dan keterpaduan antar sektor (peternakan-tanaman pangan) dalam kebijakan pemerintah untuk pengembangan petemakan 10 Pengembangan rekayasa sosial dan ekonomi melalui pengembangan kelembagaan peternak dan peningkatan sumberdaya daya manusiapetemak.
Nilai 6.67 6.19 6 .06 6 .04 5 .46 5 .22 5 .16 5 .09 4 .84 3 .86
Kesimpulan dan Saran Strategi yang menjadi prioritas dalam pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan yaitu 1) pengembangan kawasan pola integrasi sapi potong dengan padi dan jagung, 2) optimalisasi penerapan teknologi pakan limbah tanaman pangan melalui pemberdayaan masyarakat pola partisipatif, 3) membangun industri pakan berbasis bahan baku sumberdaya limbah tanaman pangan, 4) pengembangan sarana alat 21 4
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
pengangkutan dan tempat penyimpanan limbah tanaman pangan di pedesaan, dan 5) Penyediaan modal usaha dari pemerintah dan lembaga keuangan melalui kerjasama dengan kelembagaan petemak (kelompok, koperasi) . Lima strategi prioritas seperti disebutkan di atas, disarankan dalam pelaksanaannya diperlukan adanya analisis implikasi strategi yang menjadi arah dan pedoman dalam pelaksanaannya. Implikasi strategi mencakup masalah yang dihadapi, solusi atau pemecahan masalah, program yang harus dilakukan, pelaksana atau unsur yang terlibat dalam rangka mencapai strategi yang dituangkan dalam bentuk program implementasi dalam rangka pengembangan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan . Daftar Pustaka [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia 2006 . Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS SULSEL] Badan Pusat Statistik Sulsel . 2007. Sulawesi Selatan dalam Angka 2006 . Makassar : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. David, F.R . 2001 . Strategic Management : Concepts and Cases . 8 th ed. New Jersey : Prentice-Hall, In. Dinas Peternakan Sulawesi Selatan . 2004 . Statistik Peternakan Tahun 2003 . Makassar: Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan . Dinas Peternakan Sulawesi Selatan . 2001 . Rencana Strategik Pembangunan Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan (2001-2005). Makassar : Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan. Marimin. 2004 . Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk . Jakarta : Grasindo . Saaty, T.L . 1993 . Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin . Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo . Syamsu, J .A . 2007 . Karakteristik Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia pada Peternakan Rakyat di Sulawesi Selatan . Proceeding Seminar Nasional Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia (AINI) VI. Kerjasama Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak Fak . Peternakan UGM Yogyakarta dan AINI . Yokyakarta 26-27 Juli 2007. Syamsu, J.A., L.A . Sofyan, K. Mudikdjo, E .G . Sa'id, dan E .B . Laconi . 2005 . Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan . Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan . Vol 8 (4) : 291-301 Syamsu, J.A ., L.A .Sofyan, K.Mudikdjo dan E .Gumbira Sa'id . 2003 . Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1) : 30-37 Syamsu, J .A dan M . Achmad . 2002 . Keunggulan kompetitif wilayah berdasarkan sumberdaya pakan untuk pengembangan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan . Jurnal Agribisnis 6 (2) :11-19
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
21 5