JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Analisis Stabilitas Transien dan Pelepasan Beban di Perusahaan Minyak Nabati Wijaya Khisbulloh, Ardyono Priyadi, dan Ontoseno Penangsang Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak— Penambahan beban listrik pada Perusahaan Minyak Nabati mengakibatkan adanya penambahan pembangkit 6.4 MW dan 10 MW, serta penambahan suplai dari grid. Total beban pada kondisi beban puncak sebesar 40,852 MW dan pada kondisi ekstrim sebesar 60,088 MW. Sehingga perlu dilakukan simulasi dan analisis ulang pada sistem kelistrikan yang ada. Pada tugas akhir ini simulasi dilakukan pada kedua kondisi pembebanan yakni peak load Condition dan Extreme condition pada sistem kelistrikan tersebut. Studi dan analisis yang dilakukan adalah studi lepasnya generator, motor starting, hubung singkat, dan suplai grid lepas dari sistem. Dari hasil simulasi dan analisa, didapatkan kesimpulan bahwa pada kasus lepas generator , apabila grid masih terhubung dengan sistem, maka frekuensi sistem akan bagus, dikarenakan daya yang hilang dari lepasnya generator tersebut, disubstitusi oleh grid. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan lebih lanjut seperti pelepasan beban, agar trafo daya yang dilalui daya dari grid tidak kelebihan beban. Selain itu, apabila sistem tidak terhubung dengan grid, ketika terjadi lepas generator, frekuensi sistem akan turun, sehingga perlu dilakukan pelepasan beban untuk menjaga frekuensi sistem agar kembali normal. Seperti kasus lepasnya generator 15 MW pada kondisi beban puncak, maka agar frekuensi sistem kembali stabil, dilakukan pelepasan beban sebesar 9,398 MW dalam dua tahap berdasarkan standar ANSI/IEEE Std C37.106-1987. Kata Kunci— Frekuensi, Kestabilan Transien, Lepas Generator, Pelepasan Beban.
I. PENDAHULUAN
A
danya rencana pengembangan sistem kelistrikan fase 2, mengakibatkan adanya penambahan beban dan penambahan pembangkit listrik berupa Gas Turbine Generator (GTG) dengan kapasitas 10 MW dan 6.4 MW serta suplai tambahan dari grid sebesar 13 MVA. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis ulang tentang kestabilan, keandalan sistem kelistrikan dan kontinuitas suplai daya listrik untuk mendukung proses produksinya. Dalam sistem tenaga listrik, dibutuhkan keseimbangan antara daya mekanik dan daya elektrik [6]. Daya mekanik berupa penggerak awal generator (Prime Mover) sedangkan daya elektrik dipengaruhi oleh beban listrik. Setiap perubahan beban listrik harus diikuti dengan perubahan daya mekanik berupa perubahan daya pada penggerak awal generator. Jika daya mekanik pada poros penggerak tidak dengan segera menyesuaikan daya elektrik pada beban listrik, maka frekuensi dan tegangan akan bergeser dari posisi normal dan menyebabkan sistem tidak stabil. Beberapa kondisi yang menyebabkan sistem menjadi tidak stabil antara lain gangguan hubung singkat pada saluran transmisi, generator lepas, perubahan beban secara tiba-tiba
atau switching saluran [3]. Untuk jenis gangguan seperti disebutkan di atas, terkadang memerlukan tindakan lebih lanjut agar sistem kembali stabil dan bekerja optimal. Salah satu tindakan yang harus dilakukan adalah melakukan pelepasan beban (load shedding). II. KESTABILAN SISTEM TENAGA LISTRIK A. Definisi Kestabilan Stabilitas sistem tenaga dapat secara luas didefinisikan sebagai properti dari sistem tenaga yang memungkinkan untuk tetap berada dalam keadaan seimbang dalam kondisi operasi dibawah normal dan dapat kembali mencapai keadaan yang seimbang lagi setelah mengalami gangguan [1]. B. Analisis Kestabilan Sistem Tenaga Listrik Dalam keadaan operasi yang stabil dari sistem tenaga listrik, terdapat keseimbangan antara daya input mekanis pada prime mover dengan daya output listrik (beban listrik) pada sistem. Dalam keadaan ini semua generator berputar pada kecepatan sinkron.[1] Namun sistem tidak selalu berjalan dengan stabil, dimana sistem selalu mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat diakibatkan oleh gangguan kecil maupun besar. Gangguan kecil terjadi akibat perubahan beban secara kontinyu, dan sistem selalu berusaha untuk bertahan pada kondisi tersebut. Sedangkan yang termasuk gangguan besar adalah hubung singkat, hilangnya daya dari generator atau beban secara tiba–tiba dengan kapasitas besar. Bila sistem tidak dapat mengatasi gangguan besar maka sistem akan kehilangan posisi sinkronnya. Dan hal ini yang akan menyebabkan rotor dari mesin sinkron berayun karena adanya torsi yang mengakibatkan percepatan atau perlambatan pada rotor tersebut [1]. Kestabilan dibagi menjadi tiga yaitu : 1. Rotor angle stability. 2. Voltage stability and Voltage Collapse. 3. Frequency stability. C. Persamaan Ayunan [3] Persamaan yang mengatur gerakan rotor suatu mesin serempak didasarkan pada prinsip dasar dinamika yang menyatakan bahwa momen putar percepatan (accelerating torque) adalah hasil kali dari momen-momen kelembaman (moment of inertia) rotor dan percepatan sudutnya. Dalam sistem unit MKS dan untuk generator serempak persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk [3]:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
J
d 2θ m
= Ta = Tm − Te
2
(1)
dt 2 Penjelasan simbol-simbol dari rumus diatas antara lain: J = Momen kelembaman total dari massa rotor dalam kg-m2 θ m = Pergeseran sudut dari rotor terhadap suatu sumbu yang diam (stationary), dalam radian mekanis. = Waktu (detik) = Momen putar percepatan bersih (Nm) = Momen putar mekanis atau poros (penggerak) yang diberikan oleh penggerak mula dikurangi dengan momen putar perlambatan (retarding) yang disebabkan oleh rugi-rugi perputaran (Nm). = Momen putar elektris atau elektromagnetis bersih Te (Nm) Momen putar mekanis Tm dan momen putaran elektris Te dianggap positif untuk mesin sinkron. Ini berarti bahwa Tm adalah resultan momen putar poros yang mempunyai kecenderungan untuk mempercepat rotor dalam arah putaran yang positif. Untuk generator yang bekerja dalam keadaan tetap Tm dan Te adalah sama sehingga momen putar Ta bernilai sama dengan nol. Dalam keadaan ini tidak ada percepatan atau perlambatan yang terjadi terhadap massa rotor dan kecepatan tetap resultan merupakan kecepatan sinkron. Massa yang berputar, meliputi rotor dari generator dan prime mover, dikatakan bekerja dalam keadaan serempak dengan mesin-mesin lainnya yang bekerja pada kecepatan sinkron dalam sistem daya tersebut. Dalam data mesin untuk kestabilan transien terdapat suatu konstanta yang sering dijumpai yang inersia mesin (H) yang satunya adalah kW.s/kVA. Konstanta H dapat didefinisikan sebagai. 1 Jω 2 × 10 −3 2 (2) H= kVA dimana ω = 2πn dan n adalah kecepatan dari mesin
t Ta T
D. Gangguan yang Dapat Mempengaruhi Kestabilan Sistem Terdapat beberapa gangguan yang dapat mempengaruhi suatu sistem tenaga listrik. Gangguan tersebut antara lain: 1. Gangguan Hubung Singkat. 2. Starting Motor 3. Penambahan beban secara tiba-tiba. 4. Lepas Generator.
III. SISTEM KELISTRIKAN PERUSAHAAN MINYAK NABATI PWS-STG-01 (15 MW)
PWS-STG-02 (15 MW) LOAD
LOAD
LOAD
PWS-NGT-01
Future Gen
LOAD LOAD
PWS-DG-01
LOAD
PWS-DG-02
LOAD LOAD
GRID (13 MVA) LOAD
Gambar. 1. Diagram Satu Garis (Single Line Diagram)
Gambar 1 diatas menunjukkan diagram satu garis (Single Line Diagram) sistem kelistrikan di Perusahaan Minyak Nabati. Pada sistem kelistrikan di Perusahaan Minyak Nabati, terdapat 7 sumber utama suplai daya listrik. Adapun ketujuh suplai tersebut dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Data generator dan GRID ID BKR-GRID PWS-STG-01 PWS-STG-02 PWS-NGT-01 Future Generator PWS-DG-01 PWS-DG-02
Jenis
Rating Daya
Grid GRID STG STG GTG GTG DG DG
13 MVA 15 MW 15 MW 6.4 MW 10 MW 1.5 MW 1.5 MW
IV. SIMULASI DAN ANALISIS Sistem kelistrikan di Perusahaan minyak Nabati dimodelkan dengan menggunakan software dan dibuat menyerupai kondisi riil di lapangan. Hal ini dilakukan agar hasil perhitungan dan analisis dapat memberikan nilai yang sesungguhnya agar bisa dijadikan rekomendasi di lapangan. Setelah didapatkan pemodelan sistem kelistrikannya dengan menggunakan software, maka selanjutnya akan dilakukan simulasi stabilitas transien pada sistem kelistrikan di Perusahaan Minyak Nabati sesuai dengan studi kasus yang ada. Adapun untuk studi kelistrikan di Perusahaan minyak nabati akan disimulasikan dalam dua kondisi. Kedua kondisi tersebut antara lain: 1. Kondisi Beban ekstrim (Extreme Load Condition ) 2. Kondisi Beban puncak (Peak Load Condition) Pada setiap kondisi pembebanan dilakukan simulasi dengan kasus yang berbeda beda. A. Kondisi Pembebanan Ekstrim Kasus yang terdapat pada kondisi pembebanan ekstrim dijelaskan pada tabel 2 dibawah ini.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
Tabel 2. Studi kasus Analisis Stabilitas Transien pada Kondisi Pembebanan Ekstrim Nama Kasus Gen_Trip_15 Gen_15_LS Gen_Trip_10 Gen_10_LS Gen_Trip_6.4 Gen_6.4_LS GRID_Trip GRID_Trip_LS1 GRID_Trip_LS2 SC_10.5_kV SC_10.5_LS SC_3.3_kV MS_1 MS_2
3 98.7 %
Keterangan Generator PWS-STG-02 (15 MW) Trip Gen_Trip_15 dan Pelepasan beban Generator Future Generator (10 MW) Trip Gen_Trip_10 dan Pelepasan beban Generator PWS-NGT-01 (6.4 MW) Trip Gen_Trip_6.4 dan Pelepasan beban Suplai GRID (13 MVA) Trip GRID_Trip dan Pelepasan beban Tahap 1 GRID_Trip_LS1 dan Pelepasan beban Tahap 2 Hubung Singkat di Bus 10.5 kV Open CB Proteksi arus Lebih Hubung Singkat di Bus 3.3 kV Motor Starting 1600 kw dengan starter Motor Starting 355 kw secara DOL
Sedangkan berdasarkan studi aliran daya yang dilakukan pada kondisi pembebanan ekstrim didapatkan data seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 3. Total pembangkitan, pembebanan dan kebutuhan beban kondisi beban ekstrim MW Mvar MVA % PF Source (Swing 14.388 9.998 17.520 82.12 Lagging Buses): Source (Non45.700 20.101 49.926 91.54 Lagging Swing Buses): Total Demand: 60.088 30.099 67.205 89.41 Lagging Total Motor Load:
49.696
33.050
59.683
83.27
Lagging
Total Static Load:
9.656
-8.239
12.694
76.07
Leading
Studi kasus Gen_Trip_15 Pada saat dilakukan studi kasus Gen_Trip_15 dengan software ETAP didapatkan respon frekuensi seperti pada gambar 2 dan respon tegangan seperti yang terlihat pada gambar 3. Dari kedua gambar dapat dilihat bahwa frekuensi sistem masih stabil dan memenuhi standar. Namun ketika dilihat arus dan daya yang diserap dari GRID, ternyata melebihi batas daya dan arus yang diizinkan atau melebihi kontrak. Sehingga perlu dilakukan tindakan lebih lanjut agar kelebihan arus dan daya ini dapat ditanggulangi dan diatasi.
100 %
88.3 %
Gambar. 3. Respon Tegangan beberapa bus saat kasus Gen_Trip_15
212.5 %
Gambar. 4. Arus yang diserap sistem dari GRID
Berikut ini adalah spesifikasi setting rele overload yang dimiliki oleh Grid. 1. 1.05 x In (Trip dalam waktu : > 60 menit) 2. 1.20 x In (Trip dalam waktu : < 20 menit) 3. 1.50 x In (Trip dalam waktu : < 10 menit) 4. 4.00 x In (Trip dalam waktu : koord dengan setting OCR trafo). Dari grafik diatas didapatkan data arus yang mengalir di kabel sgr.madu-wilmar naik dari 382 A menjadi 812 A atau naik sebesar 212.5 %. Jika ini terus dibiarkan maka GRID akan Trip. Sehingga sistem kelistrikan akan kehilangan daya lebih besar lagi. Selain itu yang perlu diperhatikan juga adalah kapasitas daya trafo. Trafo SP-TRF-32001 dan SP-TRF-34002 milik perusahaan yang berhubungan langsung dengan kabel dari Grid GRID mengalami overload. Gambar 5 dibawah ini menunjukkan grafik daya yang mealui kedua trafo tersebut.
145 %
152 %
Gambar. 2. Respon Frekuensi saat kasus Gen_Trip_15
Gambar 5. Grafik daya yang melalui Trafo saat case Gen_Trip_15
Dari grafik diatas didapat keterangan bahwa, trafo SPTRF-32001 yang berkapasitas 6.5 MVA mengalami overload sebesar 152 % menjadi 9.92 MVA, sedangkan trafo SP-TRF-34002 mengalami overload sebesar 145 %
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
dari 12 MVA menjadi 17.46 MVA. Jika overload ini dibiarkan maka akan menyebabkan kerusakan pada trafo. Oleh karena itu perlu dilakukan pelepasan beban agar halhal yang tidak diinginkan seperti grid Trip atau Trafo SPTRF-32001 dan SP-TRF-34002 rusak.
Dari grafik pada gambar 8 dapat dilihat bahwa pembebanan pada kedua trafo telah kembali normal lagi dan tidak terjadi overload, sehingga dapt diambil kesimpulan bahwa sistem kembali stabil dan keadalan sistem juga terjaga.
Studi kasus Gen_15_LS Pada kasus ini, dilakukan load shedding sebesar 12.31 MW saat t=1.3 detik atau 0.3 detik setelah generator trip. Berikut ini adalah respon frekuensi dan tegangan setelah terjadi pelepasan beban.
B. Kondisi Pembebanan Puncak Kasus yang terdapat pada kondisi pembebanan puncak dijelaskan pada tabel 4 dibawah ini. Sedangkan berdasarkan studi aliran daya yang dilakukan pada kondisi pembebanan ekstrim didapatkan data seperti pada tabel 5.
100 %
Tabel 5. Total pembangkitan, pembebanan dan kebutuhan beban kondisi beban puncak MW Mvar MVA % PF Source (Swing 25.752 5.683 26.371 97.65 Lagging Buses): Source (Non15.100 6.911 16.606 90.93 Lagging Swing Buses): Total Demand: 40.852 12.594 42.749 95.56 Lagging Total Motor Load:
Gambar 6. Frekuensi sistem setelah Load Shedding (kasus Gen_15_LS)
Sedangkan tegangan bus setelah pelepasan beban dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini 97.8 %
97.8 %
Gambar 7. Tegangan sistem setelah Load Shedding (kasus Gen_15_LS)
Setelah dilakukan pelepasan beban maka tegangan bus telah kembali ke standar yang diizinkan. Sehingga dapat dikatakan tegangan telah stabil dan memenuhi standar. Sedangkan untuk pembebanan trafo SP-TRF-32001 dan SP-TRF-34002 yang mengalami overload, setelah dilakukan pelepasan beban maka grafik pembebanannya setelah pelepasan beban dapat dilihat di Gambar 8 dibawah ini.
8.3 MW
4.58MW
Gambar 8. Grafik daya yang melalui Trafo saat case Gen_15_LS
22.354 40.713 83.58 Lagging Total Static Load: 6.534 12.777 51.14 Leading 10.980 Tabel 4. Studi kasus Analisis Stabilitas Transien pada Kondisi Pembebanan Puncak Nama Kasus Gen _15 Gen_15+LS1 Gen_15+LS2 Gen _10 Gen_10+LS1 Gen_6.4 Gen_6.4+LS SC_10.5kV SC_10.5+LS SC_3.3kV MS_1 MS_2
34.027
Keterangan Generator PWS-STG-02 (15 MW) Trip Gen_Trip_15 dan Pelepasan beban tahap 1 Gen_Trip_15 dan Pelepasan beban tahap 2 Generator Future Generator (10 MW) Trip Gen_Trip_10 dan Pelepasan beban Generator PWS-NGT-01 (6.4 MW) Trip Gen_Trip_6.4 dan Pelepasan beban Hubung Singkat di Bus 10.5 kV Open CB Proteksi arus Lebih Hubung Singkat di Bus 3.3 kV Motor Starting 1600 kw dengan starter Motor Starting 355 kw secara DOL
Studi kasus Gen _15 Pada studi kasus ini, dilakukan simulasi lepasnya generator PWS-STG-02 sebesar 15 MW dari sistem. Akibat adanya gangguan tersebut, maka frekuensi dan tegangan sistem terganggu. Pada gambar 9 dan 10 di bawah ini dapat dilihat gambar respon frekuensi dan tegangan sistem saat terjadi gangguan.
26.5%
Gambar 9. Grafik frekuensi saat kasus Gen_15
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5 C37.106-1987 maka rele underfrequency bekerja saat t = 1,662 sekon saat frekuensi menyentuh angka 98.16 % atau kurang. Setelah dilakukan pelepasan beban tahap dua, maka frekuensi sistem menjadi seperti pada gambar 12 di bawah ini.
79.4% 99.57% Gambar 10. Grafik Tegangan saat kasus Gen_15
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa frekuensi tegangan dan sistem mengalami kondisi tidak stabil. Frekuensi sistem mengalami penurunan terus menerus dan tidak stabil, bahkan frekuensi sempat menyentuh angka 26.5 %. Begitu juga tegangan mengalami penurunan sampai menyentuh angka 78.5 %. Berdasarkan hasil simulasi, dapat diketahui bahwa sistem mengalami ketidakstabilan, sehingga perlu dilakukan tindakan lebih lanjut agar sistem dapat stabil kembali. Perlu diketahui bahwa pada kondisi pembebanan puncak, suplai hanya dari STG dan NGT saja, tanpa adanya suplai grid dan DG. Studi kasus Gen_15+LS1 Berdasarkan hasil simulasi saat generator PWS-STG-02 trip, maka terjadi penurunan frekuensi seperti yang ada pada gambar 4.43. Berdasarkan standar ANSI/IEEE Std C37.1061987, maka apabila terjadi penurunan frekuensi, maka rele underfreuency akan bekerja dan melakukan pelepasan beban agar frekuensi kembali stabil. Pada tahap pertama, dilakukan pelepasan beban saat frekuensi sistem menyentuh 98.8 % atau kurang pada saat t = 1.321 sekon. Dilakukan pelepasan beban tahap satu yakni sebesar 4,461 MW. Sehingga didapatkan respon frekuensi seperti yang terlihat pada gambar 4.45 di bawah ini.
Gambar 12. Grafik Frekuensi saat kasus Gen_15+LS 2
Setelah dilakukan pelepasan beban tahap dua, frekuensi sistem kembali ke kondisi yang diizinkan, yakni pada frekuensi 99.57 %. Kemudian ditinjau tegangan sistem. Berdasarkan gambar 13, teganagn pada setiap sistem masih dalam kondisi yang diizinkan dan masih memenuhi standart yang diizinkan di Perusahaan Minyak Nabati. Dapat dilihat bahwa tegangan stabil di titik 100.18 % pada bus Future Flour Mill, bus SP-BUS-12000 pada titik 99.56 % dan 101.33 % pada bus SP-BUS-56003.
101%
100%
Gambar 12. Grafik Tegangan saat kasus Gen_15+LS 2
V. KESIMPULAN/RINGKASAN
Gambar 11. Grafik frekuensi saat kasus Gen_15
Ternyata, setelah dilakukan pelepasan beban tahap satu, frekuensi sistem masih belum stabil dan terus menerus turun. Oleh karena perlu dilakukan pelepasan beban tahap dua agar sistem kembali stabil. Studi kasus Gen_15+LS2 Dikarenakan pelepasan beban tahap satu tidak dapat mengembalikan frekuensi sistem kembali ke kondisi yang diizinkan, maka dilakukanlah pelepasan tahap dua. Pada pelepasan beban tahap dua, dilakukan pelepasan beban sebesar 4,937 MW. Berdasarkan standar ANSI/IEEE Std
Kesimpulan yang bisa diambil dari simulasi dan analisis pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Pada kasus generator 15 MW lepas dari sistem pada saat kondisi pembebanan ekstrim, perlu dilakukan pelepasan beban sebesar 12.31 MW dan pada saat kondisi beban puncak (tanpa grid), rele under frequency melakukan pelepasan beban dalam dua tahap sebesar 9,398 MW. 2. Pada saat terjadi kasus hubung singkat tegangan di SPBUS-56003 jatuh sampai dengan 0.2%. 3. Pada kasus motor start, tegangan jatuh menjadi 88.04 % selama 3 detik.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada pihak Laboratorium simulasi sistem tenaga listrik kepada penulis dalam mengerjakan riset ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Kundur, Prabha. “Power System Stability and Control”, McGraw-Hill, Inc, 1994. [2] Nugroho, Aryo, “Analisa Transient Stability dan Pelepasan Beban Pengembangan Sistem Integrasi 33 kV di PT. Pertamina RU IV Cilacap”, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Bab II,2011 [3] John J. Grainger and Stevenson, William D, Jr.,” Power System Analysis”, McGraw Hill, Inc, 1990. [4] Harwati, Ririn, “Analisis Stabilitas Transien Dan Perancangan Pelepasan Beban Pada Sistem Kelistrikkan Pabrik 1 Pt. Petrokimia Gresik”, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Bab II, 2010. [5] Saadat, Hadi, “Power System Analysis (Second Edition)”, McGraw-Hill Education (Asia), Singapore, 2004. [6] Penangsang, Ontoseno. “Diktat Kuliah Analisis Sistem Tenaga Listrik 2”, Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2006 [7] Kartika, Dewi. “Analisis Stabilitas Transien dan Pelepasan Beban pada Sistem Kelistrikan PT Wilmar Gresik dengan Pembangkit Listrik Steam Turbine Generator (STG) 2x15 MW” Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2012. [8] Penangsang, Ontoseno. “Diktat Mata Kuliah Peningkatan Kualitas Daya Listrik”, Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya, 2008. [9] ANSI/IEEE C37.106-1987, “IEEE Guide for Abnormal Frequency Protection for Power Generating Plants”. [10] ANSI/IEEE C37.106-2003, “IEEE Guide for Abnormal Frequency Protection for Power Generating Plants”. [11] IEEE Std. 1250-1995, “IEEE Guide for Service to Equipment Sensitive to Momentary Voltage Disturbances”. [12] IEEE Std. C.37.117-2007, “IEEE Guide for The Application of Protective Relays Used for Abnormal Frequency Load Shedding and Restoration”. [13] Patriandari, “Analisis Pengoperasian Speed Droop Governor Sebagai Pengaturan Frekuensi Pada Sistem Kelistrikan PLTU Gresik”, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 2010. [14] SEMI F47-0200, “Specification for Semiconductor Processing Equipment Voltage Sag Immunity”. 2007
6