ANALISIS SKALA EKONOMIS PADA INDUSTRI PEBANKAN SYARIAH DI INDONESIA Oleh : Suhel
PENDAHULUAN
Perbankan syariah sebagai industri keuangan modern bermula di Mesir pada tahun 1963, sebagai proyek percontohan dalam bentuk bank tabungan. Kemudian pada tahun 1974 berdiri Islamic Development Bank (IDB) dengan dukungan dari pemerintah Arab Saudi dan Organisasi Konferensi Islam
Di Indonesia perbankan syariah mulai berkembang sejak tahun 1992, dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia.
Walaupun terkesan lamban dalam perkembangannya, namun selama periode krisis ekonomi tahun 1997/1998, bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional.
Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya pembiayaan yang bermasalah (non performing finances) pada bank syariah dan tidak terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya.
Makalah ini akan mengkaji faktor penentu efisiensi dan skala ekonomis pada industri perbankan syariah di Indonsia Perhitungan
efisiensi dengan menggunakan metode
SFA. Variabel
yang digunakan seperti biaya staf, aktiva tetap, total simpanan, total pembiayaan, pendapatan, aktiva lancar
TEMUAN-TEMUAN
Aset.
laju pertumbuhan aset perbankan syariah pada tahun 2012 masih tetap relative lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset perbankan secara nasional, sehingga pangsa perbankan syariah terhadap industri perbankan nasional meningkat dari 4,0% menjadi 4,6%.
pertumbuhan aset tersebut tetap diikuti pelaksanaan intermediasi dana pihak ketiga yang dihimpun yang mencapai Rp150,5 triliun, ke berbagai segmen pembiayaan secara optimal. Hal ini tercermin dari besarnya pembiayaan yang mencapai Rp151,1 triliun yang mendorong kenaikan financing to deposit ratio perbankan syariah,
Sumber : Bank Indonesia 2012
a.
Penghimpunan Dana
Sumber-sumber
penghimpunan dana perbankan syariah secara umum didominasi oleh dana pihak ketiga (DPK). Pada kelompok BUS kontribusi DPK mencapai 87,2%, sedangkan pada UUS dan BPRS kontribusi DPK masing-masing sebesar 77,3% dan 73,7%.
Kontribusi
DPK pada BUS secara umum sedikit menurun dari tahun 2012 yang mencapai 90,6%. Penurunan tersebut dikompensasi oleh peningkatan dana antar bank, diantaranya dalam bentuk sertifikat investasi mudharabah antar bank , yang meningkat hingga 84,4% pada BUS
Dana pihak ketiga yang dihimpun BUS dan UUS sepanjang tahun 2012 tercatat tumbuh sebesar 27,8%.
Berdasarkan jenis instrumen, pertumbuhan terendah dialami deposito ,19,7% yang terjadi pada kelompok BUS.
Sementara pertumbuhan tabungan sedikit menurun dari dari 42,3% menjadi 38,2%, sedangkan pertumbuhan giro justru meningkat dari 32,6% menjadi 47,5% dalam periode yang sama.
Tabel 1
Perkembangan DPK (2012
a.
Penyaluran Dana
Pembiayaan
merupakan pilihan utama penempatan dana perbankan syariah dibandingkan penempatan lainnya seperti penempatan pada bank lain ataupun surat-surat berharga Hal itu terlihat dari pangsa pembiayaan yang mencapai 75,6% dari total aset BUS dan UUS. Pangsa pembiayaan tersebut meningkat dari posisi tahun 2011 sebesar 70,6% pada BUS dan UUS
Dilihat dari jenis akadnya, secara umum penyaluran pembiayaan perbankan syariah masih didominasi oleh akad murabahah
Pada
periode laporan pembiayaan murabahah tumbuh 56,1% (yoy), sehingga menempati pangsa 59,7% dari total pembiayaan BUS dan UUS. Pada periode laporan, penggunaan akad ijarah dalam pembiayaan BUS dan UUS tercatat tumbuh 91,3% (yoy) sehingga pangsa pembiayaan ijarah meningkat dari 3,7% pada tahun 2011 menjadi 5,0% pada tahun 2012.
Nilai Efisiensi Industri Perbankan Syariah di Indonesia Tabel 1 Tingkat Efisiensi Pada Industri Perbankan Syariah di Indonesia (dalam peresen) Tahun/TWN EFISIENSI RATARATA I II III IV 2005 97.26 97.13 96.30 98.75 97,36 2006 94.11 100.00 96.09 97.61 96,95 2007 94.77 95.11 99.17 99.58 97,18 2008 93.75 94.26 95.70 96.40 95,03 2009 95.13 92.57 99.20 95.31 95,55 Sumber : diolah dari hasil peneliti
Dari
hasil perhitungan ditemukan bahwa selama periode 2005 – 2009 industri perbankan syariah, rata-rata tingkat efisiensi pada industri perbankan syariah pada periode tersebut sebesar 96.41 persen, masih di bawah nilai maksimal 100 persen. Artinya industri perbankan syariah dalam beroperasi hanya mampu mengoptimalkan sumberdaya yang ada sebesar 96,41 persen dengan demikian masih terdapat sumberdaya yang belum dapat dioptimalkan sebesar 3,59 persen Namun trendnya semakin efisien.
Analisis Skala Ekonomis Industri Perbankan Syariah di Indonesia
Dari hasil perhitungan secara keseluruhan ditemukan skala ekonomis lebih besar dari 1 (satu). Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai skala ekonomsi industri perbankan syariah sebesar 1,92.
Hal ini menunjukan bahwa skala ekonomi industri perbankan syariah pada posisi skala ekonomis. hal ini berarti bahwa industri perbankan syariah menunjukan skala ekonomis.
Angka
tersebut menjelaskan bahwa keberadaan industri perbankan syariah menunjukan kinerja yang relatif baik. Dengan kata lain skala ekonomis industri perbankan syariah pada posisi skala hasil balik yang semakin menaik. Hal ini berarti kombinasi dan kualitas input yang dipakai oleh industri perbankan syariah dapat menghasilkan output yang efisien. Angka elastisitas dari input biaya staf, aktiva tetap dan total simpanan juga positif.
SARAN. Penerapan prinsip kehati-hatian tidak menjadikan jumlah pembiayaan terhambat, namun perlunya pengawasan yang lebih ketat sehingga output pembiayaan dapat lebih optimal. Variasi bentuk produk pembiayaan yang diinginkan masyarakat perlu ditambah dengan tidak melanggar prinsip-prinsip syariah yang ada.
Perbankan syariah terus berinovasi dalam pengembangan produk dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat selain itu penggunaan teknologi perbankan juga harus mendapat perhatian lebih, sehingga industri perbankan syariah mampu bersaing
Kerjasama dengan perguruan tinggi, dalam bentuk seminar, penelitian dan pelatihan yang melibatkan karyawan dan pimpinan perbankan syariah, sehingga ada peningkatan dalam produktivitas.
Pengembangan kurikulum ekonomi Islam dan perbankan syariah, sehingga perguruan tinggi dapat menghasilkan lulusan yang mampu mengetahui seluk beluk perbankan syariah
Perbankan syariah perlu terus memperbesar aset yang produktif dalam rangka optimalisasi pembiayaan, sehingga pendapatan operasional terus meningkat. Sosialisasi kepada masyarakat sebagai calan nasabah juga perlu , mengingat persepsi masyarakat terhadap bank syariah berbeda-beda
Kebijakan Bank Indonesia, terus diperbaharui sesuai dengan perkembangan sistem keuangan, serta pengawasan secara rutin terhadap prinsip kehati-hatian sesuai dengan prinsip syariah.
Selain itu MUI, khususnya Dewan Syariah Nasional terus mengupayakan fatwa-fatwa sesuai dengan perkembangan dunia perbankan.