ANALISIS SISTEM PEMASARAN BERAS CIHERANG di KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR
ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Juni 2014
Alexandro Ephannuel Saragih NRP. H34100157
ABSTRAK ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH. Analisis Sistem Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA. Beras merupakan komoditi utama yang menjadi pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Tujuan penelitian adalah menganalisis saluran pemasaran, fungsi, struktur, dan perilaku lembaga-lembaga pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber. Selain itu, penelitian bertujuan menganalisis efisiensi saluran pemasaran berdasarkan pendekatan marjin, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Berdasarkan penelitian di 3 desa sampel yakni Cisalak, Karangnunggal dan Salamnunggal dengan jumlah responden sebanyak 30 petani sampel, terdapat 7 lembaga pemasaran di kecamatan ini. Secara umum, struktur pasar beras di kecamatan ini adalah oligopsoni. Berdasarkan fungsi pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, saluran yang melalui petani-tengkulak-pengumpul besar dan pabrik beras-pengecer-konsumen di Jakarta merupakan saluran paling efisien secara keseluruhan. Petani sebaiknya menjadikan kelompok tani atau koperasi tani sebagai bagian dari sistem pemasaran untuk meningkatkan posisi tawar dan mempermudah pemodalan seperti melalui sistem resi gudang yang berada di Cianjur Kata kunci: Efisiensi, Beras, Farmer’s Share, Marjin Pemasaran ABSTRACT ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH. The Analyze Marketing System of Ciherang Variety in Cibeber Subdistrict, Cianjur. Supervised by NETTI TINAPRILLA. Rice is the basic commodity that became the staple food for the Indonesian. The purposes of this research were analyzing marketing channels, function, structure and marketing institutions of farmer Ciherang Variety in Cibeber Subdistrict. Beside that, the purposes of this research were analyzing the marketing efficiency by marketing margin, farmer’s share and benefit cost ratio approaching. The research was conducted in 3 villages that are Cisalak, Karangnunggal, Salamnunggal with 30 farmers as the respondents and there are 7 marketing institutions in the subdistrict. Generally, the market structure in this subdistrict is oligopsonistic . Based on the marketing function and the profitable ratio about marketing cost, the channels that through farmers-middlemen-major collector and rice mills in village-retailer-consumer rice in Jakarta is the most efficient channels. The farmer should have made farmer groups or cooperation as part of the marketing system to improve the bargaining position and easier capitalization like through the warehouse system in Cianjur. Keywords : Efficiency, Farmer’ Share , Marketing Margin, Rice
ANALISIS SISTEM PEMASARAN BERAS CIHERANG di KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR
ALEXANDRO EPHANNUEL SARAGIH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
:
Nama NRP
: :
Analisis Sistem Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur Alexandro Ephannuel Saragih H34100157
Disetujui Oleh
Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Pembimbing
Diketahui Oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang kudus atas segala anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak Januari 2014 ini ialah pemasaran, dengan judul Analisis Sistem Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing skripsi, Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing akademik selama perkuliahan dan Bapak Irwan, SP sebagai pembimbing di lapangan dalam penelitian ini. Terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS sebagai dosen penguji utama dan Bapak Rahmat Yanuar, SP, MSi sebagai dosen penguji dari Departemen Agribisnis yang memberi kritik dan saran dalam skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas seluruh doa, dukungan dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor,
Juni 2014
Alexandro Ephannuel Saragih NRP. H34100157
DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Komoditi Beras Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran Struktur dan Perilaku Pasar Marjin Pemasaran, Farmer's Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Pemasaran Konsep Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya Konsep Marjin Pemasaran Konsep Perilaku Pasar Konsep Struktur Pasar Konsep Efisiensi Pemasaran Konsep Farmer’s Share Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode dan Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Analisis Saluran Pemasaran Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Analisis Struktur Pasar Analisis Perilaku Pasar Analisis Efisiensi Pemasaran Analisis Marjin Pemasaran Analisis Farmer’s Share Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Defenisi Operasional GAMBARAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Wilayah Kecamatan Cibeber Karakteristik Petani Responden HASIL dan PEMBAHASAN Identifikasi Lembaga dalam Sistem Pemasaran Analisis Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Tataniaga Identifikasi Saluran Pemasaran Analisis Struktur Pasar Analisis Perilaku Pasar Analisis Marjin Pemasaran
1 1 3 5 5 6 6 6 7 8 9 11 11 11 11 14 14 16 17 18 18 19 21 21 21 21 22 22 22 23 23 23 23 24 24 25 25 25 26 29 29 30 35 41 45 48
Analisis Farmer's Share Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Analisis Efisiensi Operasional Pemasaran SIMPULAN dan SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
51 51 55 56 56 57 58
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita pada Bulan September 2013 Menurut Kelompok Makanan Konsumsi Komoditas Pangan setiap Kapita/Tahun di Beberapa Negara Tahun 2012 Karakteristik dan Struktur Pasar Pencapaian Target Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, Produksi Komoditi Padi Kabupaten Cianjur Tahun 2013 Luas Areal Sawah (Ha) Berdasarkan Jenis Irigasi di Kecamatan Cibeber Tahun 2011 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Usahatani Padi Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Padi Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Usahatani Padi Fungsi Pemasaran di Setiap Lembaga Pemasaran Marjin Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran pada Seluruh Saluran Nilai Farmer’s Share pada Setiap Saluran Pemasaran Total Rasio Keuntungan pada Setiap Saluran Pemasaran Nilai Marjin, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran pada Setiap Saluran
1 2 17 19 26 27 27 28 28 29 31 48 51 52 56
DAFTAR GAMBAR 1 Kurva Marjin Pemasaran 2 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 3 Saluran Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan Konsumen Akhir di Cianjur 4 Saluran Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan dengan Konsumen Akhir di Jakarta
15 20 35 36
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 1 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 2 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 3 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 4 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 5 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 6 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 7 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 8 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 9 Biaya dan Marjin Pemasaran pada saluran 10
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu dari sumber hayati, baik yang diolah maupun tidak, diperuntukkan sebagai konsumsi dalam bentuk makanan atau minuman. Sumber hayati tersebut dapat berasal dari produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air. Bahan tambahan, bahan baku dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, pembuatan makanan atau minuman juga termasuk pangan. Universal Declaration of Human Right tahun 1948 dan Rome Declaration on World Food Security tahun 1996 menyepakati bahwa setiap individu berhak memperoleh pangan yang cukup. Itulah sebabnya setiap negara di dunia menjadikan pertanian pangan sebagai hal yang sangat penting. Dalam UUD 1945 pasal 34 disebutkan bahwa negara bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan. Terpilihnya padi sebagai sumber karbohidrat utama adalah karena padi memiliki kelebihan sifat tanaman bila dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lainnya, antara lain: (1) memiliki produktivitas tinggi, (2) dapat disimpan lama, dan (3) lahan sawah relatif tidak mengalami erosi (Taslim dan Fagi dalam Sudiyono 2001). Menurut Mears dalam Sudiyono (2001), padi menempati prioritas penting di Indonesia karena alasan-alasan berikut : (1) padi adalah bahan konsumsi penting baik dari segi pengeluaran rumah tangga, sebagai sumber kalori maupun sumber protein, (2) padi sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi sebagian besar penduduk, (3) padi merupakan komoditas politis. Menurut Khumaidi dalam Hata (2011), beras (padi-padian) telah mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan menjadi sumber energi terbesar bagi penduduk Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui Tabel 1 yang menunjukkan pengeluaran penduduk Indonesia untuk konsumsi beras (padi-padian) mencapai 7.46 persen dari total pengeluaran pada September 2013. Hal ini berarti penduduk Indonesia masih bergantung pada beras sebagai pemenuhan pangan pokoknya.
Tabel 1 Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Penduduk Indonesia pada Bulan September 2013 Menurut Kelompok Makanan Kelompok Makanan Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Makanan lain Jumlah makanan Sumber: Badan Pusat Statistika 2013
Persentase Pengeluaran 7.46 0.47 3.98 1.80 2.85 3.91 1.24 1.84 23.64 47.19
Bagi konsumen, beras tidak dapat dipungkiri merupakan makanan pokok di Indonesia. Tingkat partisipasi konsumen beras mencapai 95 persen meskipun tingkat tersebut bervariasi di setiap daerah di Indonesia. Hal ini disebabkan hasil olahan beras yang dimasak, yakni nasi, memiliki rasa yang sesuai selera masyarakat Indonesia. Selain itu, beras juga mengandung gizi yang sangat baik. Setiap 100gr, beras giling memiliki energi 360 Kkal. Pemerintah juga amat bekepentingan dengan komoditas beras tidak saja sebagai komoditas upah (wage goods) tetapi juga komoditas politik (political goods). Tersedianya beras yang cukup di pasar dan harganya yang stabil dapat mendorong berkembangnya industri dan sektor lainnya. Apabila terjadi gejolak harga dan persediannya berkurang di pasar maka akan meningkatkan keresahan sosial dan berbagai tuntutan. Menurut proyeksi Badan Pusat Statistik Indonesia (2010), total penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 239 juta jiwa. Indonesia adalah pengkonsumsi beras tertinggi di dunia dengan tingkat rata-rata konsumsi per kapita penduduk mencapai 139 kg/tahun pada tahun 2012 (FAOSTAT 2012). Berikut Tabel 2 dimana konsumsi beras merupakan komoditas pangan yang paling banyak dikonsumsi penduduk Indonesia dibandingkan penduduk negaranegara lain, seperti Malaysia, RRC, Jepang. Amerika Serikat (AS) dan dunia pada tahun 2012.
Tabel 2 Konsumsi Komoditas Pangan setiap Kapita/Tahun di Beberapa Negara Tahun 2012 Komoditas Pangan Beras Daging Susu Telur Ikan Sayur Buah
Indonesia 139.50 4.90 11.48 9.60 31.64 54.30 30.20
Konsumsi (Kg/Kapita/Tahun) Malaysia RRC Jepang AS 76.52 76.80 56.63 8.26 48.99 53.45 46.13 122.79 36.89 28.70 76.45 253.8 12.24 17.41 19.59 14.29 50.08 26.46 60.78 24.05 45.21 279.89 106.18 127.61 57.40 64.42 58.20 110.96
Dunia 52.96 40.09 84.93 8.57 16.69 119.53 69.09
Sumber : FAOSTAT, untuk data Indonesia diolah BPS, Kementan, dan KK dalam Investor Daily (2012)
Menurut Direktorat Perbenihan dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, varietas Ciherang mendominasi areal pertanaman padi di Indonesia. Pada tahun 2008, proporsi penyebarannya mendominasi di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan persentase masing-masing sebesar 56.19%, 44.87%, 50.72%. Varietas unggul lainnya yang cukup populer di ketiga propinsi penghasil beras ini adalah IR64, Cigeulis, Way Apoburu, Memberamo dan Cibogo. Luas tanam padi di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 12.8 juta hektar dengan dominasi tanaman padi Ciherang 47 persen dan sisanya diisi IR64 dan puluhan padi varietas lain (Haryono 2011). Menurut Darajat (2012), varietas Ciherang mampu mendominasi preferensi masyarakat Indonesia karena rasa nasi yang enak, memiliki potensi hasil tinggi dan tahan terhadap hama/penyakit serta sangat laku di pasaran dalam negeri karena memiliki rendemen yang tinggi.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi di Indonesia. Pada tahun 2013 produksi padi di Jawa Barat mencapai 12 083 162 ton dari 71 291 494 ton total produksi nasional (Badan Pusat Statistika 2013). Kabupaten Cianjur sendiri menjadi penyumbang yang cukup besar dibandingkan 25 kota dan kabupaten lainnya untuk jumlah produksi padi di Provinsi Jawa Barat tersebut yakni mencapai 868 538 ton pada tahun 2012 (Dinas Pertanian Jawa Barat 2012). Hal ini menjadi suatu keunggulan bagi daerah tersebut dan seharusnya hasil produksi yang cukup tinggi mendapatkan penanganan pasca produksi yang baik dan efisien sehingga harga beli oleh konsumen tidak memberatkan mereka dan di sisi lain petani tetap mendapatkan keuntungan yang mampu mendorongnya meningkatkan skala usahanya. Hal ini juga dasar untuk mencapai ketahanan pangan di Indonesia. Kecamatan Cibeber merupakan salah satu daerah unggulan tanaman pangan komoditas padi dengan menggunakan sistem irigasi pedesaan di Kabupaten Cianjur menurut Surat Keputusan Bupati Nomor 520/KEP.240-DISTAN/2012 tentang perwilayahan tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini ditunjukkan dari jumlah gabah kering panen (GKP) pada tahun 2013 mencapai 52 582 ton dengan produktivitas 7.22 ton/ha. Produktivitas yang ditunjukkan juga cukup baik karena berada diatas produktivitas nasional tahun 2013 yakni 5.15 ton/ha. Produksi yang besar ini juga menjadikannya salah satu kecamatan surplus beras yang membutuhkan penanganan pasca produksi melalui proses tataniaga yang efisien. Perumusan Masalah Menurut Mardiyanto (2005), lembaga di tingkat petani masih belum banyak berfungsi sebagai lembaga pemasaran. Keberadaan gabungan kelompok tani maupun koperasi tani pada umumnya masih memiliki keterbatasan dalam mengolah maupun mengevaluasi manajemen pemasaran sehingga kajian dalam menganalisis pemasaran beras diperlukan untuk meningkatkan efisensi dan efektivitas rantai pemasaran beras dari hasil produksi padi di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Di kecamatan ini petani umumnya memanfaatkan sebagian dari hasil usahataninya untuk dikonsumsi sendiri (motif subsisten). Harga gabah kering panen (GKP) padi Ciherang di tingkat petani berfluktuasi sekitar Rp 3.000-Rp 4 000/kg (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur 2013) dan masih cukup jauh dari rata-rata harga berasnya di pasar yakni Rp 8.533/kg sehingga diperlukan analisis untuk memeriksa manfaat dan biaya yang dikeluarkan setiap lembaga yang terlibat. Saat panen raya, harga gabah di tingkat petani juga sering anjlok karena pada saat panen raya penawaran gabah dari petani meningkat melebihi peningkatan permintaan dari lembaga pemasaran. Pemerintah telah berupaya mengurangi dampak tertekannya harga saat panen raya tersebut melalui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Namun demikian, program pemerintah ini tetap memiliki keterbatasan baik dari segi kemampuan maupun jangkauan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan terobosan skim pemasaran yang diharapkan mampu mengatasi rendahnya harga gabah saat panen raya dan diharapkan petani mendapatkan keuntungan yang layak.
Kerugian akibat anjloknya harga gabah saat panen raya dapat diatasi dengan melakukan tunda jual. Namun, sebagian besar petani tidak mempunyai posisi tawar yang kuat. Hal ini disebabkan skala usaha petani yang kecil dan sebagian besar petani memberlakukan hasil panennya sebagai cash crop. Hal ini mengartikan bahwa petani membutuhkan segera uang tunai guna memenuhi kebutuhan hidupnya serta untuk melakukan usahatani di musim berikutnya. DPR RI telah menyahkan UU No 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang (SRG) yang kemudian diamandemen dengan UU No 9 tahun 2011. SRG merupakan bukti kepemilikan atas barang atau gabah yang disimpan oleh para petani di gudang (Documen of Title) yang dapat dialihkan, diperjualbelikan bahkan dijadikan agunan tanpa perlu persyaratan agunan yang lain. Resi gudnag sebagai instrumen surat berharga dapat diperdagangkan, diperjualbelikan, dipertukarkan, ataupun digunakan sebagai jaminan saat peminjaman. Resi gudang dapat juga digunakan untuk pengiriman barang dalam transaksi derivatif seperti halnya kontrak serah (futures contract). Di Cianjur sendiri telah terdapat Sistem Resi Gudang di Kecamatan Warungkondang sejak tahun 2011. Kementerian Perdagangan yang menginisiasi SRG mengarapkan skim ini menjadi salah satu solusi dalam rangka stabilisasi harga komoditas pertanian sekaligus untuk menjadi stok komoditas seperti gabah. Secara mendalam, melalui penerapan SRG ini, petani dapat menunda waktu penjualan hasil panen saat panen raya serta menunggu saat yang tepat untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Menurut Sadaristuwati (2008), RG memiliki posisi penting dalam meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha di sektor pertanian dengan argumen sebagai berikut (a) RG merupakan salah satu bentuk sistem tunda jual yang menjadi alternatif dalam meningkatkan nilai tukar petani, (b) Di era perdagangan bebas, RG sangat diperlukan untuk membentuk petani menjadi pengusaha yang mandiri dan (c) SRG bisa memangkas pola perdagangan komoditas pertanian sehingga petani bisa mendapatkan peningkatan harga jual. Namun dalam implementasinya di lapangan, SRG memiliki banyak kendala di lapangan. Hal ini karena sikap petani yang tidak sabar dengan sistem tunda jual produk yang diagunkan dan terbatasnya sosialisasi mengenai SRG terutama di daerah-daerah sentra pertanian seperti Kecamatan Cibeber ini. Selain itu, kualitas gabah atau rendemen juga belum bisa konsisten baik dan kelompok tani yang seharusnya dapat menghimpun hasil petani belum berjalan dengan baik. Hal ini sering menjadi kendala karena pihak gudang baru mau menerima hasil panen petani dengan syarat GKP minimal 10 ton. Di Kecamatan Cibeber, SRG sering dimanfaatkan oleh pabrik beras yang memiliki persediaan gabah yang besar. Kelompok tani merupakan hal penting yang diperlukan untuk meningkat posisi tawar petani. Di Kabupaten Subang terdapat Gapoktan Panca Sari yang terdiri dari petani padi Ciherang yang termasuk binaan program PMI (Peningkatan Mutu Intensifikasi). Dalam kelompok terdapat kerjasama dan pembinaan teknik budidaya tanaman padi yang baik (GAP) untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas gabahnya. Terdapat pula pembinaan efisiensi biaya usahatani menggunakan teknologi spesifikasi lokasi yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Subang. Selain itu, terdapat pembinanan teknologi penggilingan yang baik (GMP), penyusunan dokumen mutu, standar operasional (SOP) GAP dan GMP serta uji preferensi konsumen produk beras dari Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Litbang Deptan. Gapoktan Panca Sari merupakan gapoktan
yang berusaha meningkatkan produktivitas, mutu gabah/beras, efisiensi usahatani dan konsistensi produksi. Melalui aktivitas tersebut dapat dijalin kemitraan antara petani dengan penggilingan dengan tujuan jaminan harga dan pasar. Pemasaran padi yang kemudian diolah menjadi beras merupakan hal yang sangat penting dibahas karena merupakan kebutuhan pokok orang banyak. Beras adalah komoditi pangan yang harus disediakan dengan jumlah, waktu, dan harga yang tepat. Penjelasan ini akan mendasari rumusan permasalahan yang akan dibahas untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan analisis pemasaran beras, yaitu: 1. Bagaimana saluran pemasaran beras Ciherang dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat? Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga yang 2. terlibat dalam pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat? 3. Bagaimana tingkat efisiensi saluran pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan pendekatan marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya? Tujuan Penelitian 1.
2.
Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: Menganalisis saluran pemasaran, fungsi, struktur dan perilaku pasar oleh lembaga-lembaga pemasaran pada komoditas beras Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Menganalisis efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan pendekatan marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya pemasaran. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, yaitu: 1. Bagi Penulis Sebagai sarana dalam meningkatkan kemampuan menulis dalam mengidentifikasi rantai pemasaran sebagai wujud aplikasi ilmu yang telah diperoleh 2. Bagi Petani Sebagai referensi dalam memutuskan saluran pemasaran yang efektif dan efisien sehingga dapat melakukan kebijakan yang lebih tepat dalam menyalurkan hasil produksi padi Bagi Pemerintah 3. Sebagai bahan dalam mengidentifikasi kondisi lapang sistem pemasaran padi Ciherang hingga menjadi beras. Hal ini membantu pemerintah dalam mengontrol dan membentuk program-program yang turut mencapai sistem pemasaran yang efektif dan efisien yang bertujuan meratakan keuntungan
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian fokus membahas analisis pemasaran beras Ciherang. Lembaga pemasaran yang menjadi responden adalah lembaga yang terlibat langsung dalam proses pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dan lembaga-lembaga yang berkaitan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan efisiensi operasional saja. Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan rasio output-input. Dalam penelitian ini efisiensi diukur melalui analisis marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio biaya dan keuntungan untuk melihat tingkat efisiensi pemasaran beras Ciherang hasil produksi petani di Kecamatan Cibeber. Peneliti menganalisis sistem pemasaran beras dengan menelusuri saluran distribusi dan mengevaluasi rantai-rantai pemasaran untuk meningkatkan efisiensi saluran pemasaran.
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Komoditi Beras Tanaman padi termasuk ke bangsa Oryza Sativa dan terdiri dari ribuan varietas. Setiap varietas mempunyai ciri-ciri khas tersendiri sehingga berdasarkan sudut bentuk tubuh (morphologic) tidak terdapat dua varietas padi yang mempunyai bentuk tubuh (morphologie) yang sama. Antar varietas senantiasa terdapat perbedaaan meskipun mungkin perbedaannya hanya sedikit. Perbedaanperbedaan yang nampak antara varietas yang satu dengan yang lain disebabkan oleh perbedaaan dalam pembawaan atau sifat varietas. Namun demikian, diantara ribuan varietas dari tanaman padi itu ada beberapa sifat yang sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan sifat-sifat yang sama, varietas padi dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Golongan Indica, pada umumnya terdapat di negara-negara yang termasuk daerah tropis 2. Golongan Yaponica/sub-Yaponica, pada umumnya terdapat di negaranegara di luar daerah tropis. Padi varietas Ciherang merupakan hasil persilangan IR 64 terhadap beberapa galur IR lainnya. Padi Ciherang dikenal tahan terhadap hama dan penyakit terutama hama wereng Coklat biotipe 2 dan 3 serta penyakit Hawar Daun Bakteri strain III dan IV. Varietas Ciherang memiliki umur tanaman 116125 hari dan cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 meter dari permukaan laut (dpl) (Badan Litbang Pertanian 2013). Komoditi beras berasal dari tumbuhan padi (Oryza sativa L.). Beras adalah bagian biji yang terdiri dari aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit. Selain itu terdapat endospermia, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada. Berikutnya terdapat embrio yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Beras mengandung pati (sekitar 80-85 persen), protein, vitamin (terutama pada aleuron), mineral dan air. Pati beras tersusun dari dua
polimer karbohidrat : amilosa, pati dengan struktur tidak bercabang dan disusun oleh amilopektin, pati dengan stuktur bercabang dan bersifat lengket. Perbandingan komposisi kedua golongan ini sangat mempengaruhi warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras atau pera). Berikut ini beberapa ciri yang sering menjadi dasar pengelompokan beras, yaitu (Haryadi 2006): 1. Asal daerah, seperti beras Cianjur, beras Solok, beras Delanggu dan beras Banyuwangi 2. Varietas padi, misalnya beras Rojolele, beras Bulu dan beras IR 3. Cara pengolahan, dikenal beras tumbuk dan beras giling 4. Gabungan antara varietas dengan hasil penyosohan pada derajat yang berbeda, yang berlaku untuk suatu daerah. Misalnya di Jawa Tengah dikenal beras TP, SP dan BP; di Jawa Barat dikenal beras TA, BGA, dan TC. Terdapat beberapa patokan dalam memilih beras yang baik, yakni (Moehyi 1992): 1. Beras berwarna keputih-putihan dan sedikit mengkilat. Beras yang warnanya agak keabu-abuan tanda bahwa beras disimpan di tempat yang lembab atau pernah basah. Warna beras yang agak kehijauan merupakan tanda bahwa beras itu berasal dari padi yang belum masak benar waktu digiling 2. Butir-butiran biji beras tampak utuh atau tidak banyak yang patah Beras tidak mengeluarkan bau yang tidak wajar, seperti bau apek dan bau 3. karung 4. Beras tampak bersih dari kotoran seperti debu, ulat atau kutu beras dan pasir. Nasi adalah beras (atau kadang-kadang serelia lain) yang telah direbus dan ditanak. Walaupun belum ada ketentuan untuk menetapkan ciri-ciri mutu nasi, namun pada tingkat pasar, mutu rasa mempunyai kaitan langsung dengan selera dan tingkat kesukaaan atau penerimaan konsumen dan dengan harga beras (Juliana 1994). Rasa merupakan selera pribadi sehingga tidak termasuk dalam syarat penetuan mutu beras secara baku. Namun, mutu rasa secara tidak langsung sudah termasuk dalam pengelompokan jenis beras atau varietas padi. Penentuan mutu rasa, nasi dapat digolongkan sebagai nasi pera dan nasi pulen. Nasi pera merupakan nasi keras dan kering setelah dingin, tidak lekat satu sama lain dan lebih mengembang daripada nasi pulen. Nasi pulen merupakan nasi yang cukup lunak walaupun sudah dingin, bersifat lengket namun tidak sampai seperti ketan. Selain itu, nasi pulen juga memiliki jarak antar biji yang lebih berlekatan satu sama lain dan mengkilat. Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran Hata (2011) dengan judul penelitian “Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan)” menunjukkan bahwa sistem pemasaran beras varietas unggul baru berbeda di setiap lokasi penelitian termasuk mengenai lembaga yang terlibat dan saluran yang terbentuk. Sistem pemasaran beras di Kabupaten Karawang terdiri dari sepuluh saluran tataniaga yang terdiri dari makelar/komisioner, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel, Subdivre Bulog Karawang dan pedagang grosir luar daerah. Sistem pemasaran beras di
Kabupaten Cianjur terdiri dari tujuh saluran pemasaran yang terdiri dari tengkulak, pedagang grosir, pedagang ritel dan pedagang grosir luar daerah. Sistem pemasaran beras di Kabupaten Soppeng terdiri dari tiga belas saluran pemasaran yang disusun oleh lembaga seperti tengkulak, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel, pengumpul luar daerah, Subdivre Bulog Sidrap dan pedagang grosir luar daerah. Sedangkan di Kabupaten Wajo, saluran pemasaran terdiri dari tengkulak, penggilingan, pedagang grosir, pedagang ritel, pengumpul luar daerah, perusahaan benih, Subdivre Bulog Wajo dan pedagang grosir luar daerah. Fungsi pemasaran di keempat lokasi penelitian tersebut relatif sama hanya berbeda sebaran di setiap saluran. Fungsi pemasaran secara umum meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran di empat daerah tersebut. Namun, tidak semua aktivitas dan fungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh masing-masing lembaga-lembaga. Murdani (2008) dengan judul penelitian “Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” menunjukkan pemasaran beras Pandan Wangi di Warungkondang terdiri dari dua saluran, yakni (1) petanipedagang besar di Pasar Tani Deptan-konsumen dan (2) petani-Gapoktan Citra Sawargi-CV, Quasindo-retail-konsumen. Pemasaran beras varietas unggul baru terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani-pedagang-pengumpul-konsumen ; (2) petani-pedagang pengumpul-pedagang besar (grosir)- konsumen dan (3) petanipedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen. Lembaga-lembaga tersebut juga melakukan fungsi-fungsi pemasaran seperti fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Gandhi (2008) menganalisis usahatani dan tataniaga padi varietas unggul, yakni padi Pandan Wangi di Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur. Hasil analisis pemasaran yang dilakukan adalah (1) Saluran pemasaran yang terbentuk di lokasi penelitian memasarkan beras pandanwangi murni dan beras pandawangi campuran. Jumlah saluran yang memasarkan beras pandanwangi campuran (10 saluran) lebih banyak dibandingkan dengan yang murni (6 saluran). (2) Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran beras dari tingkat petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar swalayan, pedagang pengecer daerah dan luar daerah. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan grading). Secara umum, fungsi-fungsi pemasaran telah dijalankan oleh lembagalembaga pemasaran. Pada pemasaran beras di Cianjur, pada umumnya melibatkan pedagang diluar daerah seperti pada penelitian Hata (2011) dan Gandhi (2008) Struktur dan Perilaku Pasar Hata (2011) dengan judul penelitian “Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) menunjukkan bahwa struktur pasar yang terbentuk pada sistem pemasaran beras di Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Wajo mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna yaitu pasar oligopolistik. Pada umumnya pasar
dikuasai dan dipengaruhi oleh lembaga penggilingan dan pedagang grosir. Hal ini dikarenakan jumlah penggilingan dan pedagang grosir yang sedikit dan memiliki kemampuan modal yang besar untuk menyerap gabah dan beras dalam jumlah banyak. Struktur pasar tesebut berpengaruh kepada perilaku lembaga pemasaran dalam pasar beras. Praktek jual beli yang dilakukan pada umumnya dilakukan dengan jual beli putus namun ada juga menggunakan praktek jual beli tebasan. Jual beli tebasan umumnya dilakukan tengkulak atau penggilingan. Struktur pasar menjadikan tengkulak dan penggilingan memiliki posisi tawar yang kuat dalam penentuan harga ketika berhadapan dengan petani. Penentuan harga yang dilakukan antara penggilingan dengan grosir adalah melalui proses tawar menawar. Sedangkan penentuan harga antara pedagang ritel dengan konsumen menjadikan pedagang ritel sebagai penetap harga. Perilaku pasar pada sistem tataniaga di empat lokasi penelitian menunjukkan adanya perilaku sistem pembayaran tunai dan sistem tunda bayar. Adapun sistem tunda bayar menunjukkan rendahnya posisi tawar petani terhadap lembaga pemasaran lainnya pada musim panen raya. Umumnya, kerjasama antar lembaga tataniaga belum terkoordinasi dengan baik. Petani merupakan lembaga pemasaran yang paling rendah posisi tawarnya. Perilaku pasar hasil penelitian Hata (2011) memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2011) yang berjudul “Analisis Tataniaga Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak” Lembagalembaga yang terlibat dalam alur pemasaran tersebut yaitu petani, tengkulak, RMU, grosir dan ritel. Tengkulak masih menjadi pihak yang dominan menerima penjualan gabah hasil panen petani. Sebagian besar tengkulak membeli hasil panen dengan sistem tebas. Sistem tebas banyak dipilih karena petani membutuhkan uang cepat dan kemudahan fasilitas untuk panen. Karena petani dengan skala kecil dalam jumlah banyak dan petani tidak melakukan tunda bayar, hal ini mempengaruhi struktur pasar di tingkat petani. Berdasarkan fungsi, Bulog sebagai lembaga yang memberikan jaminan harga dan pasar bagi produsen dan petani dinilai belum berfungsi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas Bulog yang hanya menyerap beras dari grosir dan RMU. Struktur pasar pada sistem tataniaga penelitian Hata (2011) memiliki perbedaan dengan penelitian Fitriani (2012) berjudul “Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa pelaku dan lembaga pemasaran seperti petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer hingga sampai ke konsumen akhir. Struktur pasar pada setiap lembaga cenderung merupakan pasar persaingan sempurna yang ditandai dengan karakteristik komoditi yang homogen dan penjual pembeli banyak disertai hambatan keluar-masuk pasar kecil. Marjin Pemasaran, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran Hata (2011) dengan judul penelitian “Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus : Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) menunjukkan secara umum pemasaran beras di Kabupaten Karawang dan Cianjur memiliki nilai marjin yang lebih tinggi dari pemasaran beras di Kabupaten Soppeng dan Wajo. Lembaga pemasaran di
Kabupaten Karawang dan Cianjur lebih sedikit dari Kabupaten Soppeng dan Wajo tetapi teknologi yang digunakan lebih modern serta citra dan kualitas beras Jawa Barat telah dianggap lebih baik oleh konsumen. Hal ini menyebabkan lembagalembaga pemasaran beras di Karawang dan Cianjur dapat menetapkan keuntungan per kilogram yang lebih besar daripada lembaga pemasaran beras di Kabupaten Soppeng dan Wajo. Hal ini ditunjukkan oleh nilai farmer’s share di Kabupaten Karawang dan Cianjur lebih rendah daripada di Kabupaten Soppeng dan Wajo. Alasan ini menyebabkan rasio keuntungan dan biaya Kabupaten Karawang dan Cianjur lebih merata dibandingkan di kabupaten Soppeng dan Wajo. Hal ini menunjukkan bahwa dengan fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar yang sama, sistem pemasaran beras Provinsi Jawa Barat lebih efisien dibandingan tataniaga beras di Provinsi Sulawesi Selatan. Murdani (2008) dengan judul penelitian “Analisis Usahatani dan Pemasaran Beras Varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” menunjukkan pemasaran beras Pandan Wangi di Warungkondang terdiri dari dua saluran, yakni (1) petanipedagang besar di Pasar Tani Deptan-konsumen dan (2) petani Gapoktan Citra Sawargi-CV Quasindo-retail-konsumen. Pemasaran beras varietas unggul baru terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani-pedagang-pengumpul-konsumen (2) petani-pedagang pengumpul-pedagang besar (grosir)- konsumen dan (3) petanipedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen. Saluran pemasaran beras Pandan Wangi yang dapat dikatakan efisien adalah saluran (2c) karena memiliki total marjin yang terkecil, nilai farmer’s share terbesar jika dibandingkan dengan saluran (2a) dan (2b) serta rasio lembaga pemasaran salurannya juga paling merata. Saluran pemasaran beras varietas unggul baru yang dapat dikatakan efisien adalah saluran pemasaran (2) karena memiliki total marjin terkecil, nilai farmer’s share terbesar dan penyebaran rasio pada setiap lembaga pemasaran di saluran (2) lebih merata dibandingkan dengan saluran lainnya. Disamping itu, saluran pemasaran (2) lebih banyak digunakan sehingga volume penjualan lebih banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2011) yang berjudul “Analisis Tataniaga Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak”. Saluran dengan total marjin terkecil yakni Rp 1 464. Berdasarkan farmer’s share, terdapat saluran terbesar dengan nilai farmer’s share yakni 71 persen. Melalui analisis rasio keuntungan dan biaya, terdapat saluran dengan rata-rata rasio sebesar 3.64 yang dinilai paling efisien dibandingkan saluran lain. Terdapat juga saluran dengan volume perdagangan terbesar yakni 2 581.9 ton atau 21.22 persen dari total pangsa pasar perdagangan bebas yang berarti memberikan prospek terbaik kepada petani dan seluruh lembaga untuk memasarkan produknya. Judul penelitian Fitriani (2012) adalah “Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat”. Analisis menggunakan pendekatan marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio kuntungan dan biaya yang menunjukkan bahwa tingkat efisiensi oleh masingmasing lembaga tataniaga setiap saluran berbeda-beda. Berikut tingkat efisiensi setiap saluran pemasaran padi varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan tahun 2012 : saluran pemasaran I total marjinnya Rp 6 200, rasio Li/Ci 1,61, farmer’s share 40.95 persen ; saluran pemasaran II total marjinnya Rp 4 000, rasio Li/Ci
1.50, farmer’s share 48.72 persen ; saluran pemasaran III total marjinnya Rp 4 240, rasio sebesar Li/Ci 1.46, farmer’s share 44.21 persen. Terdapat perbedaan antara penelitian Murdani (2008) dengan Fitriani (2012). Murdani (2008) menemukan saluran yang paling efisien adalah saluran yang semua indikator efisiennya berada pada saluran yang sama. Namun, Fitriani (2012) menemukan bahwa indikator marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya yang efisien secara teori pemasaran tidak berada dalam satu saluran yang sama.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan batasan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. Kerangka pemikiran teoritis menggambarkan variabel yang akan diteliti. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari sistem dan pola saluran pemasaran, fungsi lembaga pemasaran, struktur dan perilaku pasar serta efisiensi pemasaran berdasarkan marjin pemasaran, farmer's share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Konsep Pemasaran Menurut Asmarantaka (2012), pemasaran atau tataniaga dari perspektif makro merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir. John Philips (1968) mendefenisikan pemasaran pertanian semua aktivitas perdagangan yang meliputi aliran barang-barang dan jasa-jasa secara fisik dari pusat produksi pertanian ke pusat konsumsi pertanian. Defenisi tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen ke tangan konsumen, temasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dan dari barang yang dimaksud untuk lebih memudahkan penyalurannya dan memberikan kepuasan lainnya kepada konsumennya. Oleh karena itu, dalam tataniaga pertanian terdapat perpindahan kepemilikan yang menciptakan kegunaan waktu (time utility), tempat (place utility), bentuk (form utility) terhadap komoditi-komoditi pertanian. Konsep Lembaga, Saluran dan Fungsi Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang
diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsifungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran berupa marjin pemasaran. Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjualbelikan, lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Lembaga yang tidak memiliki tapi menguasai benda seperti agen perantara, makelar (broker, selling broker, dan buying broker) 2. Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang diperjualbelikan seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan importir 3. Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan menguasai komoditi-komoditi pertanian yang diperjualbelikan seperti perusahaan-perusahaan penyediaan fasilitas-fasilitas transportasi, asuransi pemasaran dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian. Khols dan Uhls dalam Asmarantaka (2012) menjelaskan bahwa lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi fungsi pemasaran dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa. Lembaga pemasaran merupakan lembaga perantara yang melakukan aktivitas bisnis dalam suatu sistem pemasaran. Menurut Khols dan Uhls (1990), lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya: 1. Pedagang perantara (merchant middlemen) adalah individu pedagang yang melakukan penanganan berbagai fungsi tataniaga dalam pembelian dan penjualan produk dari produsen ke konsumen. Pedagang ini memiliki dan menguasai produk. Pedagang pengumpul, pedagang eceran, dan pedagang grosir termasuk pedagang perantara. Pedagang grosir merupakan pedagang yang menjual produknya kepada pedagang eceran dan pedagang lainnya. Volume usahanya relatif lebih besar daripada pedagang eceran. Sedangkan pedagang eceran sendiri merupakan pedagang yang menjual produknya langsung ke konsumen akhir. 2. Agen perantara (agent middlemen), hanya mewakili klien yang disebut principlas dalam melakukan penanganan produk /jasa. Kelompok ini hanya menguasai produk. Komisioner, juru lelang, dan komisioner merupakan bagian yang termasuk dalam kelompok ini. Komisioner memiliki kekuasaan yang lebih luas dalam penanganan fisik dan penetapan harga produk dibandingkan komisioner. 3. Spekulator (speculative middlemen) adalah pedagang perantara yang membeli-menjual produk untuk mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga. Biasanya spekulator bekerja dalam jangka pendek dengan memanfaatkan fluktuasi harga. Dalam kondisi tetentu, pedagang grosir dan eceran menjadi spekulator melalui penanganan dan beli-jual yang meminumkan risiko. 4. Pengolah dan Pabrikan (processors and manufactures) adalah kelompok pebisnis yang aktivitasnya menangani produk dan merubah bentuk menjadi
bahan setengah jadi atau produk akhir. Aktivitasnya meningkatkan nilai tambah waktu, bentuk, tempat, maupun kepemilikan dari bahan baku. 5. Organisasi (facilitative organization) yang membantu memperlancar aktivitas pemasaran misal membuat peraturan-peraturan, kebijakan, pelelangan, dan asosiasi importir maupun eksportir Saluran pemasaran atau saluran distribusi adalah saluran yang digunakan produsen dan lembaga pemasaran lainnya untuk menyalurkan produknya dari produsen sampai konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus dalam Sudiyono (2001), saluran pemasaran merupakan himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu mengalihkan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tertentu berpindah dari produsen hingga ke konsumen. Jumlah pihak yang terlibat dalam proses pengalihan barang atau jasa tersebut akan mempengaruhi panjangnya saluran pemasaran. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran (Limbong dan Sitorus dalam Sudiyono 2001), yaitu : Pertimbangan pasar : siapa konsumen (rumah tangga atau industri), 1. besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli 2. Pertimbangan produk : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berapa barang atau standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk yang bersangkutan Pertimbangan dari segi perusahaan : sumber permodalan, kemampuan dan 3. pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi : pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume dan pertimbangan biaya. Menurut Sa'id dan Intan (2001), fungsi pemasaran didefenisikan sebagai serangkaian aktivitas fungsional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, baik proses aktivitas fisik maupun proses jasa, yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya melalui penciptaan atau penambahan kegunaan bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan terhadap suatu produk. Fungsi pemasaran dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama, yaitu : 1. Fungsi Pertukaran, meliputi : a) Fungsi Pembelian Sebagian besar adalah pencarian sumber persediaan bahan baku, penetapan jumlah dan kualitas barang dibeli, penetapan harga dan syarat pembelian b) Fungsi Penjualan Produk Aktivitas yang berhubungan dengan penciptaan permintaan terhadap produk, pencarian pasar, penentuan jumlah, kualitas serta saluran tataniaga produk. 2. Fungsi Fisik, meliputi : a) Fungsi Penyimpanan Fungsi utama untuk membuat kondisi barang tetap baik sampai saat konsumen menginginkannya b) Fungsi Pengangkutan
3.
Fokus utama membuat komoditi berada pada tempat yang tepat diinginkan c) Fungsi Pengolahan Produk Aktivitas yang berhubungan dengan manufaktur yang mengubahss bahan mentah menjadi produk yang diinginkan d) Fungsi Pengemasan Fokus membungkus barang dengan tampilan ukuran yang diinginkan Fungsi Fasilitas, meliputi : a) Fungsi Permodalan Melibatkan aktivitas pengadaan uang atau modal lain dalam proses pemasaran b) Fungsi Penanggulangan Risiko Penerimaan kemungkinan kerugian dalam pemasaran produk karena risiko fisik dan pasar. c) Fungsi Informasi Pasar Aktivitas mengumpulkan dan menginterpretasikan data yang penting dalam pelaksanaan proses pemasaran. a) Fungsi Standarisasi Keseragaman ukuran dalam penentuan dan perawatan produk. Ukuran termasuk dalam kuantitas maupun kualitas. Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya
Tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur melalui besarnya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya yang semakin merata serta semakin rendahnya marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran menunjukkan bahwa sistem pemasaran tersebut semakin efisien secara operasional. Konsep Marjin Pemasaran Marjin pemasaran dapat didefenisikan dengan dua cara, yaitu : Pertama, marjin pemasaran merupakan perbedaaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani (Daly dalam Asmarantaka 2012). Kedua, marjin pemasaran merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran (Waite dan Trelogan dalam Asmarantaka 2012). Komponen-komponen marjin pemasaran ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional. Selain itu, terdapat pula keuntungan lembaga pemasaran sebagai komponen marjin pemasaran. Apabila dalam pemasaran suatu produk pertanian, terdapat lembaga-lembaga yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran, maka marjin pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai : M= dimana : M = marjin pemasaran
Cij+∑ j
Cij = biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j j = keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j m = jumlah jenis biaya pemasaran n = jumlah lembaga pemasaran Marjin pemasaran dapat dianalisis melalui pendekatan kurva berikut : Value of the marketing margin (VMM= (Pr-Pf). Q)
Marketing margin (Pr-Pf)
VMM
Gambar 1 Kurva Marjin Pemasaran Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Keterangan : Q = jumlah barang Pr = harga tingkat eceran Pf = harga tingkat petani Sr = kurva penawaran tingkat pasar eceran Sf = kurva penawaran tingkat petani Dr = kurva permintaan tingkat pasar eceran Df = kurva permintaan tingkat petani Permintaan konsumen atas suatu produk di tingkat pengecer disebut permintaan primer. Permintaan suatu produk di tingkat petani disebut permintaan turunan sebab permintaan ini diturunkan dari permintaan konsumen di tingkat pengecer. Berdasarkan sisi penawaran, penawaran primer adalah penawaran komoditi pertanian di tingkat petani. Penawaran primer ini biasanya berupa penawaran bahan mentah ataupun bahan baku sedangkan penawaran turunan adalah penawaran di tingkat pengecer. Menurut Daly (1958), harga yang dibayarkan kosumen merupakan harga di tingkat pengecer, yaitu merupakan perpotongan antara kurva permintaan primer (primary demand curve) dengan kurva penawaran turunan (derived supply curve). Harga di tingkat petani merupakan potongan antara kurva permintaan turunan (derived demand curve) dengan kurva penawaran primer (primary supply curve). Gambar 1 menginformasikan kurva permintaan primer yang berpotongan dengan kurva penawaran turunan membentuk harga di tingkat pengecer (pr). Sedangkan kurva permintaan turunan berpotongan dengan kurva penawaran
primer membentuk harga di tingkat petani (pf). Marjin pemasaran sama dengan selisih harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani (M= Pr-Pf). Berdasarkan gambar 1 dapat diukur nilai marjin pemasaran atau value of the marketing margin (VMM) yang dinikmati oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran komoditi pertanian. Nilai marjin pemasaran merupakan hasil kali antara perbedaaan harga di tingkat pengecer dengan harga di tingkat petani dengan jumlah yang ditransaksikan (VMM= (Pr-Pf). Q) Marjin pemasaran yang semakin besar belum tentu menunjukkan suatu pemasaran semakin tidak efisien. Apabila marjin pemasaran besar dan biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran juga besar, agar komoditi pertanian yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen maka keuntungan pemasaran menjadi kecil. Untuk menentukan apakah tingginya marjin pemasaran menyebabkan ketidakefisienan pemasaran maka dalam menganalisis pemasaran harus mempertimbangkan aspek-aspek berikut : Penggunaan teknologi baru dalam proses produksi dapat menekan biaya 1. produksi sehingga marjin pemasaran tampak cukup besar 2. Adanya kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi produk jadi, walaupun harganya lebih mahal 3. Adanya spesialisasi produksi yang pada akhirnya dapat menaikkan biaya pemasaran terutama biaya transfer 4. Adanya tambahan biaya pengolahan dan penyimpanan untuk meningkatkan kegunaan bentuk 5. Meningkatnya upah buruh dan tenaga kerja, terutama di sub sektor pemasaran eceran. Konsep Perilaku Pasar Analisis efisiensi pemasaran berdasarkan tingkah laku pasar adalah bagaimana peserta pasar, yaitu produsen, konsumen dan lembaga pemasaran menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. Dalam menganalisis tingkah laku pasar ini maka terdapat tiga pihak peserta pasar yang mempunyai kepentingan berbeda. Produsen menginginkan harga yang tinggi, pasar output secara lokal, terdapat pilihan pembeli (tidak terjadi struktur monopsonis maupun oligopsonistik), tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup dan adanya kekuatan tawar-menawar yang lebih kuat. Lembaga pemasaran menginginkan keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin pemasaran dengan biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran relatif besar. Konsumen menginginkan tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan konsumen dengan harga yang wajar. Tingkah laku pasar dapat semakin efisien dengan adanya : 1. Praktek-praktek penentuan harga harus memungkinkan adanya grading dan standarisasi komoditi pertanian 2. Biaya pemasaran harus seragam 3. Penentuan harga harus bebas dari praktek-praktek kerjasama yang tidak jujur 4. Intervensi pemerintah dalam bentuk kebijakan harga harus dapat memperbaiki mutu produk dan peningkatan keputusan konsumen.
Konsep Struktur Pasar Struktur pasar merupakan salah satu elemen penting dalam melakukan analisis tataniaga. Teknologi produksi, skala produksi, intervensi pemerintah, dan penguasaan sumberdaya tertentu menyebabkan suatu perusahaan memiliki kuasa pasar yang sangat menentukan struktur pasar tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), terdapat tiga indikator dalam menganalisis struktur pasar, yaitu, : (1) konsentrasi pasar dan jumlah produsen, (2) sistem keluar masuk barang yang terjadi di pasar dan (3) difrensiasi produk. Menurut Dahl dan Hammond (1977), terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah dan ukuran penjual dan pembeli, (2) keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) Kemudahan masuk dan keluar pasar, (4) pengetahuan konsumen terhadap harga dan struktur biaya produksi. Ditinjau dari sisi penjualan, maka struktur pasar dibedakan menjadi : (1) pasar persaingan sempurna, (2) persaingan monopolistik, (3) oligopoli, (4) monopoli. Sedangkan dari sisi pembeli, maka struktur pasar dapat dibedakan menjadi : (1) pasar persaingan sempurna, (2) olipgosonistik, (3) olipgosoni, (4) monopsoni. Karakteristik masing-masing struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik dan Struktur Pasar No
Jumlah Pembeli
Karakteristik Pasar Jumlah Sifat Pengetahuan Penjual Produk Informasi Pasar
1
Banyak
Banyak
Homogen
Rendah
Hambatan Keluar Masuk Pasar Rendah
2
Banyak
Banyak
Difrensiasi
Tinggi
Tinggi
3
Sedikit
Sedikit
Homogen
Tinggi
Tinggi
4
Sedikit
Sedikit
Difrensiasi
Tinggi
Tinggi
5
Satu
Satu
Unik
Tinggi
Tinggi
Struktur Pasar Sisi Sisi Pembeli Penjual
Persaingan murni Persaingan monopolistik Oligopsoni murni Oligopsoni difrensiasi Monopsoni
Persaingan murni Persaingan monopolistik Oligopoli murni Oligopoli difrensiasi Monopoli
Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Pengoptimuman efisiensi pemasaran pertanian di negara berkembang dapat dilakukan dengan kriteria struktur pasar sebagai berikut : (1) ukuran jumlah pembeli dan penjual harus banyak sehingga menjamin adanya suatu intensitas persaingan yang memadai dalam hal harga dan kualitas produk, (2) adanya kebebasan masuk dan keluar pasar bagi lembaga-lembaga pemasaran, (3) jumlah pembeli harus memadai sehingga mendorong peningkatan efisiensi investasi dalam usaha pemasaran komoditi pertanian.
Konsep Efisiensi Pemasaran Efisiensi sistem pemasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat produsen, konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem pemasaran yang efisien akan tercapai apabila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus dalam Sudiyono 2011). Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan output barang dan jasa menunjukkan efisiensi. Pengukuran efisensi pemasaran dapat menggunakan pendekatan efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Efisiensi operasional digunakan untuk mendekati efisensi produksi sedangkan penetapan harga digunakan untuk medekati efisiensi distribusi dan kombinasi produk optimum. Efisiensi operasional diukur dengan membandingkan output pemasaran terhadap input pemasaran. Output berupa kepuasan konsumen bukan hanya terhadap fisik produk, namun termasuk atribut lain dan nilai tambah produk. Input didekati melalui biaya pemasaran yang dikeluarkan. Efisiensi penetapan harga berhubungan dengan keefektifan pemasaran sehingga harga dapat digunakan untuk menilai hasil kerja proses pemasaran dalam menyampaikan ouput pertanian dari daerah produsen ke konsumen. Usaha peningkatan efisiensi penetapan harga ini juga harus memungkinkan adanya perbaikan dalam tata cara pelaksanaan pembelian, penjualan, dan harga dalam proses pemasaran sehingga terdapat keuntungan yang layak bagi lembaga pemasaran untuk mengantarkan output pertanian dari daerah produksi ke daerah konsumsi. Menurut A.M. Saefildin (1969), dalam membangun efisiensi penetapan harga, diperlukan : (1) terjaminnya banyak alternatif pilihan bagi konsumen, artinya konsumen tidak berhadapan dengan pasar output yang bersaing tidak sempurna, (2) perbedaan harga tingkat produsen dengan harga tingkat konsumen, harus cukup mencerminkan biaya pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, (3) adanya kebebasan bagi lembaga pemasaran untuk masuk-keluar pasar, artinya apabila tercapai keuntungan ekonomi, lembaga pemasaran baru boleh masuk dalam pasar dan apabila tidak tercapai keuntungan normal, lembaga pemasaran boleh keluar pasar. Konsep Farmer’s Share Menurut Khols dan Uhls (1990), farmer’s share adalah persentase harga yang diterima petani sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan suatu komoditas. Nilai farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima oleh produsen terhadap harga yang yang dibayarkan oleh konsumen. Secara matematik dapat dirumuskan :
Keterangan : Fs = farmer’s share Pf = harga di tingkat petani
Pr = harga di tingkat konsumen Farmer’s share dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi pemasaran dari sisi pendapatan petani. Saluran yang efisien pada umumnya saat farmer’s share saluran tersebut bernilai paling besar diantara saluran lain dan total marjin pemasarannya bernilai paling kecil. Ketentuan ini tidak selalu dapat diandalkan dengan mempertimbangkan fungsi-fungsi dan manfaat yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam saluran tersebut. Kerangka Pemikiran Operasional Kabupaten Cianjur merupakan salah satu lumbung padi di Jawa Barat meski laju alih fungsi lahan meningkat setiap tahun. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai pencapaian target produksi padi yang ditetapkan setiap tahun, seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 Pencapaian Target Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, Produksi Komoditi Padi Kabupaten Cianjur Tahun 2013 Uraian 1.Luas Tanam (Ha) 2.Luas panen (Ha) 3.Produktivitas (Ton/Ha) 4.Produksi GKG (Ton)
Padi Sawah Target Realisasi 133 177 138 852
Padi Ladang Target Realisasi 20 756 18 787
Target 154 533
Jumlah Realisasi 157 639
Persentase 102.01
126 832
139 910
20 612
18 636
147 444
158 546
107.53
6.557
6.176
3.76
3.19
6.158
5.840
94.84
831 637
864 117
76 88
61 849
908 025
925 996
101.98
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2013)
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati No. 520/Kep.168-Distan/2013, Kecamatan Cibeber merupakan salah satu daerah unggulan tanaman padi di Kecamatan Cibeber dengan total produksi gabah kering giling (GKG) pada tahun 2013 mencapai 45 231 ton GKG dengan persentase pencapaian target oleh Dinas Pertanian Cianjur 107.19 persen di wilayah tersebut. Produksi padi yang besar ini seharusnya dapat menghasilkan beras yang dengan mudah dibeli dan dikonsumsi masyarakat, termasuk penduduk Kecamatan Cibeber yang berjumlah 118 813 jiwa (Badan Pusat Statistika Kabupaten Cianjur 2012). Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang berfluktuasi sekitar Rp 3 000-Rp 4000 masih cukup jauh dari rata-rata harga berasnya di pasar yakni Rp 8 533 (Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur 2013). Penurunan harga gabah akibat panen raya juga sering membuat pendapatan petani tidak maksimal padahal petani sebagai salah satu bagian dalam tataniaga perlu mendapatkan insentif yang merata untuk meningkatkan pertumbuhan di sektor ini. Analisis pemasaran perlu dilakukan pada perdagangan beras yang ada untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah pemasaran pada komoditi ini. Analisis
yang dilakukan mengidentitikasi tentang lembaga dan saluran pemasaran beras, marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran dan struktur serta perilaku pasar pada setiap saluran pemasaran. Melalui penelitian ini diharapkan dapat tercipta dan dipilih pola pemasaran beras yang semakin efisien. 1. Kecamatan Cibeber merupakan daerah unggulan produksi tanaman pangan padi di Kabupaten Cianjur menurut Surat Keputusan Bupati No. 520/Kep.168-Distan/2013 2. Harga gabah di tingkat petani mengalami perbedaan harga pembelian dengan pola pemasaran yang berbeda Aktivitas pembelian dan penjualan, penentuan harga, sistem pembayaran, kerjasama lembaga pemasaran
Harga di tingkat petani dan harga di tingkat konsumen akhir
Farmer’s share
Perilaku pasar Fungsi pemasaran
Sistem pemasaran beras (Produksi padi Ciherang di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)
Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran
Lembaga dan saluran pemasaran Struktur pasar
Jumlah serta ukuran penjual dan pembeli , sifat produk, hambatan keluar masuk-pasar, informasi pasar
Marjin pemasaran
Harga penjualan dan pembelian di setiap lembaga
Identifikasi efisiensi operasional pemasaran beras di Kecamatan Cibeber Saran kepada petani dan lembaga terlibat pemasaran beras di Kecamatan Cibeber Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan tempat penelitian memiliki kesesuaian dengan topik yang akan dianalisis yakni pemasaran beras dari hasil produksi padi yang sangat besar dari Kecamatan Cibeber. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan di 3 desa sampel yang mewakili 18 desa di Kecamatan tersebut. Ketiga desa yang dipilih yakni Desa Salamnunggal, Karangnunggal dan Cisalak. Ketiga desa dengan hasil produksi padi yang besar di Kecamatan Cibeber ini diharapkan mampu menggambarkan keadaaan umum tataniaga padi di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil wawancara dan observasi. Data sekunder dari studi literatur buku-buku dan hasil penelitian yang relevan, artikel terkait topik penelitian, data dan informasi dari Dinas Pertanian Jawa Barat dan Cianjur, Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Cibeber, Badan Pusat Statistik Indonesia dan lain sebagainya. Pengambilan data menggunakan metode snowball sampling dengan mengikuti alur pemasaran mulai dari petani sebagai produsen sampai ke tingkat konsumen. Dari tingkat petani akan diketahui aliran produk dan lembaga apa saja yang terlibat dalam proses pemasaran. Metode ini menggunakan informasi dari responden sebelumnya sehingga responden yang terpilih di saluran pemasaran akan disesuaikan dengan pola pemasaran yang terdapat di lokasi penelitian. Tahap awal melibatkan masing-masing 10 orang petani dari desa sampel yang menjadi lokasi pengambilan sampel sehingga terdapat 30 petani yang terlibat secara keseluruhan sebagai responden awal. Berikutnya proses wawancara melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yakni 4 orang tengkulak, 1 penggiling, 2 pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa, 1 pabrik beras dengan skala lebih besar diluar desa, 3 distributor di Cianjur, 3 distributor di Jakarta, 3 pengecer di Cianjur dan 3 pengecer di Jakarta. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sejak Januari hingga Maret 2014. Metode digunakan untuk pengumpulan data adalah metode obsevasi langsung, wawancara, pembagian kuisioner, akses internet dan informasi dari skripsi, buku, literatur. Observasi merupakan pengamatan langsung untuk mengamati dan menganalisis kondisi petani, tengkulak, pabrik beras dan lembaga lain yang terlibat dalam saluran pemasaran. Wawancara dilakukan dengan menyiapkan daftar dan kerangka pertanyaan serta membagi kuisioner. Akses data sekunder
juga dilakukan dengan browsing di internet terkait artikel, jurnal dan tulisan ilmiah yang terkait dengan topik penelitian. Responden petani dipilih secara purposive sampling dengan kriteria yang telah ditetapkan, yakni petani padi Ciherang. Informasi dari lembaga pemasaran didapatkan dengan menggunakan teknik snowball sampling dari petani hingga konsumen akhir. Dalam pengumpulan data, peneliti didampingi oleh penyuluh dari Dinas Pertanian Cianjur. Metode Pengolahan Data Metode pengolahan data dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis saluran tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. Dalam pengolahan data padi di setiap lembaga pemasaran dikonversi menjadi gabah kering giling (GKG). Hal ini berdasarkan nilai konversi GKP ke GKG sebesar 86.02 persen dan GKG ke beras sekitar 62.74 persen (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur 2013). Analisis Saluran Pemasaran Saluran pemasaran merupakan organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam penyampaian atau pengaliran produk dari produsen hingga konsumen akhir. Analisis saluran tataniaga beras di Kecamatan Cibeber dapat dilakukan dengan pendekatan terhadap setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran. Peneliti mengambil sampel sebanyak 30 petani dari 3 desa berbeda untuk diwawancarai secara langsung termasuk menggunakan kuisioner. Berikutnya peneliti mewawancarai lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat sesuai dengan informasi dari petani atau lembaga pemasaran sebelumnya. Apabila harga yang berlaku berbeda pada lembaga dalam saluran yang sama, peneliti akan mengambil rata-rata dari harga jual atau harga beli oleh para pelaku pemasaran tersebut. Perbedaan saluran pemasaran berpengaruh terhadap pembagian pendapatan yang diterima oleh masing –masing lembaga dalam saluran. Analisis Lembaga dan Fungsi Pemasaran Analisis lembaga pemasaran bertujuan untuk mengetahui fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam menyalurkan produk. Fungsi-fungsi secara umum dibagi menjadi fungsi pertukaran, fungsi fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Aktivitas yang dijalankan oleh setiap lembaga dan saluran pemasaran diamati oleh peneliti dan ditentukan apakah memenuhi ketiga fungsi pemasaran secara umum. Fungsi pertukaran terdiri dari aktivitas penjualan dan pembelian. Fungsi fisik meliputi aktivitas penyimpanan, pengolahan, pengangkutan, pengemasan. Fungsi fasilitas meliputi aktivitas penanggungan risiko, informasi pasar, permodalan dan standarisasi. Setiap aktivitas dalam fungsi tersebut diperiksa oleh peneliti dan diberi tanda centang apabila memenuhi dan hasilnya ditunjukkan oleh tabel fungsi
tataniaga di setiap lembaga. Analisis diperlukan untuk mengetahui aktivitas, biaya yang dikeluarkan dan fasilitas yang dibutuhkan dari setiap lembaga. Selanjutnya berdasarkan analisis lembaga dan fungsi pemasaran ini akan dapat dihitung besar marjin tataniaga. Analisis Stuktur Pasar Analisis struktur pasar dianalisis secara kulititatif yakni berdasarkan jumlah penjual dan pembeli, sifat difrensiasi produk, pengetahuan dan informasi pasar serta hambatan untuk masuk-keluar pasar. Peneliti menentukan nilai dari masingmasing kriteria tersebut berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Struktur pasar yang mungkin dihadapi oleh pelaku pemasaran adalah pasar persaingan sempurna, persaingan monopolistik, oligopoli dan monopoli. Secara normatif, pemasaran yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna, namun secara realita struktur pasar ini hampir tidak dapat ditemukan. Analisis Perilaku Pasar Usaha dan aktivitas dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam pemasaran sangat dibutuhkan. Kegiatan pembelian, penjualan, penetapan harga, cara pembayaran dan kerjasama yang dilakukan setiap lembaga pemasaran merupakan perilaku yang berhubungan struktur pasar yang dihadapi. Analisis perilaku pasar bermanfaat untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan konsumen yang berkarakter. Analisis Efisiensi Pemasaran Efisiensi pemasaran pada penelilitian ini diukur berdasarkan efisiensi operasional atau teknis yang berhubungan dengan aktivitas pemasaran yang meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input pemasaran. Nilai output merupakan penilaian konsumen terhadap barang yang dikonsumsi dimana tidak hanya penilaian fisik saja, namun termasuk atribut yang dapat memberikan kepuasan bagi konsumen. Nilai input adalah semua biaya pemasaran yang timbul karena adanya sistem pemasaran, namun termasuk keuntungan yang diterima lembaga-lembaga pemasaran. Efisiensi operasional pemasaran padi pada penelitian ini diukur berdasarkan marjin pemasaran, farmer’s share serta analisis keuntungan dan biaya. Selain itu, dilihat juga saluran pemasarannya, fungsi-fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar. Analisis Marjin Pemasaran Marjin pemasaran berguna untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran padi di Kecamatan Cibeber. Marjin dihitung dari selisih antara harga penjualan dengan harga pembelian di setiap lembaga. Marjin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Secara luas, marjin merupakan cerminan dari aktivitas-
aktivitas bisnis atau fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dalam sistem pemasaran tersebut. Artinya, marjin merupakan kumpulan balas jasa karena kegiatan produktif dalam mengalirnya produk dari petani sampai ke konsumen akhir. Secara sistematis, marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: MT = ∑Mi ..................................................................................................... 1 Mi = Psi-Pbi .................................................................................................. 2 Mi = Ci + ................................................................................................... 3 Psi-Pbi= Ci + ............................................................................................. 4 Sehingga keuntungan lembaga di tingkat ke-i i = Psi – Pbi – Ci ........................................................................................ 5 Keterangan : Mi : Marjin pemasaran tingkat ke-i Psi : Harga jual pasar tingkat ke-i Pbi : Harga beli pasar tingkat ke-i Ci : Biaya lembaga pemasaran tingkat ke-i i : Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i MT : Marjin total Analisis Farmer’s Share Analisis farmer’s share digunakan untuk mengetahui persentase harga yang diterima oleh petani padi terhadap harga di konsumen akhir. Farmer’s share menjadi salah satu indikator efisiensi pemasaran. Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran. Artinya, semakin tinggi marjin pemasaran maka semakin kecil bagian yang diperoleh oleh petani. Secara sistematis farmer’s share dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan : Fs = farmer’s share Pf = harga di tingkat petani Pr = harga di tingkat konsumen Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Indikator efisiensi pemasaran dapat juga dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Rasio keuntungan terhadap biaya yang semakin merata menunjukkan sistem efisien secara operasional. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut (Dahl dan Hammond 1977): Keterangan : = keuntungan lembaga tataniaga Ci = biaya tataniaga
Definisi Operasional Defenisi operasional bertujuan membatasi ruang lingkup penelitian yang dilakukan. Selain itu, defenisi operasional ini digunakan untuk menjelaskan variabel yang dianalisis dalam penelitian. 1. Sistem merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari beberapa elemen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan; Pemasaran produk agribisnis merupakan keragaaan dari semua aktivitas 2. bisnis dalam mengalirkan barang/jasa dari petani produsen (usahatani) sampai ke konsumen akhir; 3. Padi merupakan golongan tumbuhan Graminae yang memiliki ciri khusus yakni berupa batang yang tersusun dari beberapa ruas yang dapat menghasilkan gabah sebagai bahan dasar mengahasilkan beras; Beras merupakan produk hasil pengolahan gabah yang menjadi hasil utama 4. tanaman padi; Hasil produksi adalah hasil produksi fisik berupa gabah kering panen (GKP) 5. dalam satuan kg/ha/musim atau kg/ha/tahun; 6. Harga jual petani dalam analisis tataniaga adalah harga gabah yang diproses untuk menghasilkan beras dalam satuan Rp/kg;. 7. Farmer’s share merupakan proporsi atau persentase harga yang diperoleh petani terhadap harga produk yang mengalir ke konsumen akhir 8. Marjin pemasaran merupakan selisih harga jual dan harga beli oleh suatu lembaga tataniaga sedangkan marjin total adalah perbedaan harga di tingkat petani sebagai produsen terhadap harga di konsumen akhir.
GAMBARAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Wilayah Kecamatan Cibeber Kecamatan Cibeber merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cibeber secara geografis terletak di 6°52’ Lintang Selatan dan 107°02’-107°13’ Bujur Timur dengan batas wilayah : Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Warungkondang, Kecamatan Cilaku, Kecamatan Sukaluyu dan Kecamatan Bojongpicung Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Campaka Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Kecamatan Cibeber memiliki ketinggian rata-rata 490 meter dari permukaan laut (mdpl). Desa dengan lokasi tertinggi ialah Karangnunggal dengan tinggi 714 mdpl dan terendah ialah Girimulya dengan tinggi 400 mdpl. Luas Kecamatan Cibeber adalah 108.3 km² dengan jumlah penduduk 117 410 jiwa pada tahun 2013. Kecamatan Cibeber terdiri dari 18 desa, 164 RW dan 548 RT. Laju pertumbuhan penduduknya 0.88 dan kepadatan penduduk lebih dari 892 orang per km². Nilai sex ratio atau perbandingan penduduk laki-laki dibandingkan dengan perempuan adalah sebesar 107.97. Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Penduduk Kabupaten Cianjur pada umumnya bekerja sebagai petani, begitu pula di Kecamatan Cibeber. Di kecamatan ini, terdapat 41% keluarga yang berusaha di sektor pertanian dan 59 persen tersebar di berbagai sektor nonpertanian ( Statisika Daerah Kecamatan Cibeber Tahun 2012). Padi merupakan salah satu komoditi yang paling banyak diusahakan di Kecamatan Cibeber sehingga menjadikan kecamatan ini termasuk produsen padi terbesar dibandingkan 31 kecamatan lainnya di Kabupaten Cianjur. Pada tahun 2013 kecamatan ini menghasilkan 51 072 ton GKP dari total GKP yakni 1 004 554 di Kabupaten Cianjur. Padi menjadi komoditi yang diusahakan di 18 desa di Kecamatan Cibeber seperti ditunjukkan oleh Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Luas Areal Sawah (Ha) Berdasarkan Jenis Irigasi di Kecamatan Cibeber Tahun 2011 Irigasi Tadah Desa Jumlah Teknis Setengah Sederhana Hujan Teknis 1.Cibokor 64.64 67.64 22 154.28 2.Kanoman 18.00 140.00 21 179.00 3.Cipetir 25 29.69 36.93 18 109.62 4.Cikondang 70 42.50 112.50 5.Cihaur 55 34.76 89.76 6.Sukamanah 118.80 18 136.80 7.Salagedang 119.00 32 151.00 8.Cibadak 23 40.00 16 79.00 9.Girimulya 83.98 25 108.98 10.Cimanggu 30.00 19.83 49.83 11.Cisalak 37 42.14 50.66 3 132.80 12.Mayak 15 90.00 39.51 22 166.51 13.Peuteuycondong 27.00 260.18 8 295.18 14.Sukaraharja 68 80.87 84.00 232.87 15.Sukamaju 62 40.00 60.19 162.19 16.Cibaregbeg 40.22 26.31 16 82..53 17.Karangnunggal 173.65 22 195.65 18.Salamnunggal 168.00 27 195.00 Jumlah 335 540 1 448.68 250 2 663.50 Sumber : Balai Pertanian Kecamatan Cibeber Tahun 2012
Karakteristik Petani Responden Petani sebagai responden penelitian ini berjumlah 30 orang dan ditentukan syarat petani tersebut merupakan petani yang mengusahakan padi varietas Ciherang dan melakukan penjualan hasil panennya pada bulan Januari-Maret 2014. Sebanyak 10 petani diambil dari setiap desa sampel, yakni Cisalak, Karangnunggal dan Salamnunggal. Sistem pengairan sawah petani responden Cisalak adalah menggunakan irigasi sederhana sedangkan di Karangnunggal dan Salamnunggal menggunakan sistem tadah hujan. Selain itu petani di Cisalak telah
dapat melakukan pemanenan 3 kali dalam setahun sedangkan di Desa Karangnunggal dan Salamnunggal memiliki rata-rata 2 kali musim panen dalam setahun. Secara umum, petani responden dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, tingkat pendidikan terakhir, pengalaman usaha padi, luas lahan dan status lahan yang diusahakan. Petani responden di 3 desa sampel di Kecamatan Cibeber didominasi oleh petani yang berusia lebih dari 40 tahun dimana totalnya mencapai 26 orang (86.6%). Angkatan kerja yang usianya kurang dari 40 tahun pada umumnya lebih memilih bekerja di sektor non pertanian termasuk menjadi buruh/karyawan. Hal ini disebabkan luas lahan yang diusahakan terbatas dan minat terhadap usaha pertanian semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena penghasilan tetap apabila menjadi buruh/karyawan membuat mereka lebih meminati pekerjaan tersebut. Berikut Tabel 6 yang menunjukkan sebaran petani responden berdasarkan usia.
Tabel 6 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia Usia Petani (Tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 >60 Total
Jumlah Responden (Orang) 2 2 9 8 9 30
Persentase(%) 6.7 6.7 30.0 26.6 30.0 100.0
Petani yang menjadi responden dalam penelitian didominasi oleh petani yang berpendidikan terakhir sekolah dasar atau sederajat, yakni 27 orang (90%). Hal ini dapat mempengaruhi sumber daya di sektor pertanian padi tersebut menjadi rendah. Informasi pasar dan peluang menjadi lebih sulit dimanfaatkan. Petani cenderung berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (subsisten). Sebaran petani berdasarkan tingkat pendidikan terakhirnya ditunjukkan oleh Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir SD/Sederajat SMP/Sederajat SMA/Sederajat Total
Jumlah Responden (Orang) 27 2 1 30
Persentase (%) 90.0 6.7 3.3 100.0
Sebaran petani berdasarkan lama pengalaman usahatani pada Tabel 8 menunjukkan bahwa mereka telah menekuni usaha tersebut dalam waktu yang panjang. Petani yang pengalamannya lebih dari 20 tahun berjumlah 25 (86.7%). Hal ini seharusnya mendorong kemampuan mereka terutama dalam teknik budidaya dan pemasaran produk mereka. Namun, pada umumnya usaha dipilih
dan tetap bertahan pada usahatani tersebut justru karena kesulitan untuk mencari pekerjaan lain karena pendidikan rendah.
Tabel 8 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Usahatani Padi Pengalaman Usahatani Padi (Tahun) 5-10 11-20 21-30 >30 Total
Jumlah Responden (Orang) 1 3 9 17 30
Persentase (%) 3.3 10.0 30.0 56.7 100.0
Umumnya luas lahan yang diusahakan oleh petani responden kurang dari 0.59 ha. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 9. Di sisi lain, hal ini juga dapat mempengaruhi lemahnya posisi tawar petani sebagai individu dalam sistem tataniaga akibat ukuran usaha yang rendah. Petani yang luas lahannya kurang dari 0.59 ha berjumlah 26 orang (86.7%).
Tabel 9 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Padi Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Luas Lahan (Hektar) 0.10-0.59 0.60-1.00 >1.00 Total
26 1 3 30
86.7 3.3 10.0 100.0
Berdasarkan status kepemilikan lahan usahatani padi, terdapat petani yang memiliki lahan secara pribadi sejumlah 14 orang (46.7%). Petani yang menggarap lahan berjumlah 5 orang (16.7%). Sistem garap yang dimaksud adalah petani berusaha di lahan orang lain dimana hanya biaya pupuk dan tenaga kerja pemanenan yang ditanggung bersama oleh petani dan pemilik lahan, selebihnya ditanggung oleh petani. Sistem sewa yang berlaku adalah petani menanggung seluruh biaya budidaya dan pemanenan dimana lahan yang diusahakannya adalah milik orang lain. Sebagai biaya sewa, petani harus memberikan 300 kg GKP kepada pemilik lahan untuk setiap hektar lahan yang disewanya. Petani yang menggunakan sistem sewa adalah 4 orang (13.3%). Selengkapnya mengenai status kepemilikan lahan responden ditunjukkan oleh Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran Petani Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan Usahatani Padi Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) Status Kepemilikan Lahan Milik Pribadi Garap Sewa Milik Pribadi dan Garap Milik Pribadi dan Sewa Total
14 5 4 6 1 30
46.7 16.7 13.3 20.0 3.3 100.0
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Lembaga dalam Sistem Pemasaran Lembaga pemasaran dalam penelitian ini merupakan individu atau kelompok yang terlibat dalam menyalurkan barang dari produsen atau petani padi varietas Ciherang sampai ke konsumen akhir. Sistem pemasaran dalam penelitian ini melibatkan beberapa lembaga seperti petani, tengkulak, penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa, pabrik beras luar desa, distributor dan pengecer. Berikut pengertian dari lembaga tataniaga yang dimaksud : 1. Petani adalah produsen yang melakukan usahatani atau budidaya padi yang menghasilkan gabah kering panen (GKP) yang kemudian dijual kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Tengkulak adalah lembaga perantara yang menyalurkan GKP dari petani 2. kepada lembaga pemasaran selanjutnya. Pada umumnya tengkulak menjemput hasil panen langsung dari petani sehingga lembaga ini banyak dipilih petani karena membantu padi yang sering kesulitan dalam memasarkan hasil panennya terutama karena terkendala alat pengangkutan. Terdapat 4 tengkulak dari 3 desa sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini. 3. Penggiling merupakan lembaga pemasaran yang melakukan pengolahan GKP menjadi beras. Beras kemudian dijual ke lembaga tataniaga selanjutnya tanpa menggunakan merek pabrik. Penggiling pada umumnya berskala kecil dan kapasitas penggilingan kurang dari 1 ton. Penggiling juga lebih banyak melakukan aktivitas jasa penggilingan gabah milik petani dan kemudian beras kembali diperoleh petani untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Pada penelitian ini, terdapat 1 responden penggilingan di Desa Karangnunggal milik Bapak Fahruddin. 4. Pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa adalah lembaga yang membeli GKP dimana terdapat GKP yang tanpa diolah dan dijual lagi kepada lembaga lain atau pabrik beras lain. Sebagian GKP diolah menjadi beras dan dikemas dengan menggunakan merek dari pabrik. Kapasitas penggilingan pabrik dalam desa ini adalah 3-6 ton padahal lembaga ini dapat memperoleh gabah dalam jumlah besar dari petani karena lokasinya berada di sekitar lahan usaha dan tempat tinggal petani. Dalam penelitian ini terdapat 2 responden di Desa Cisalak dan Salamnunggal masing-masing milik Pak Rohidin dan Pak Effendi.
5.
6.
7.
Pabrik beras luar desa adalah lembaga yang mengolah GKP menjadi beras dan dikemas dengan menggunakan merek pabrik tersebut. Kapasitas penggilingan pabrik mencapai 20 ton seperti yang terdapat pada PB Jayasa yakni responden dalam penelitian ini. Lokasinya berada dalam Kecamatan Cibeber, namun berada diluar desa sampel. Pabrik beras ini jugalah yang membeli gabah dari pengumpul besar di desa sampel. Distributor adalah lembaga tataniaga yang melakukan penjualan dan pembelian beras dalam skala besar dan pada umumnya menjual kembali beras tersebut kepada pengecer. Terdapat 3 distributor di Cianjur yang menjadi responden dengan kapasitas penyimpanan rata-rata mencapai 5-10 ton. Di Cipinang Jakarta, terdapat 3 distributor besar yang kapasitas penyimpanannya mencapai 600 ton beras per gudang meskipun beras dari Cianjur yang masuk rata-rata kurang dari 10 persen kapasitas penyimpanan tersebut. Pengecer adalah lembaga pemasaran yang melakukan pembelian dan penjualan beras dalam skala lebih kecil dibandingkan distributor dan beras tersebut kemudian dijual kepada konsumen akhir. Pada penelitian ini terdapat 3 responden pengecer di Pasar Induk Cianjur dan 3 responden pengecer di Pasar Cipinang. Analisis Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Tataniaga
Fungsi pemasaran secara umum merupakan aktivitas bisnis yang terjadi atau proses dalam sistem pemasaran yang akan meningkatkan dan atau menciptakan nilai untuk memenuhi kepuasan konsumen. Berdasarkan pendekatan fungsi, terdapat beberapa fungsi dalam pemasaran yakni fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian yang merupakan aktivitas perpindahan hak milik barang/jasa. Fungsi fisik terdiri dari fungsi penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan pengemasan sebagai aktivitas penanganan, pergerakan dan perubahan fisik dari produk/jasa dan turunannya. Fungsi fasilitas merupakan aktivitas yang memperlancar fungsi pertukaran dan fisik yang terdiri dari fungsi penanggungan risiko, pembiayaan, standarisasi dan informasi pasar. Pada penelitian ini, lembaga pemasaran yang terlibat secara umum menjalankan fungsi pemasaran seperti yang terdapat pada Tabel 11.
Tabel 11 Fungsi Pemasaran di Setiap Lembaga Pemasaran Lembaga Pemasaran Fungsi Petani Tengkulak RMU Pengumpul Pabrik Pemasaran Besar Beras Fungsi Pertukaran Beli Jual Fungsi Fisik Simpan Angkut Olah Kemas Fungsi Fasilitas Risiko Modal Standarisasi Informasi Pasar
Distributor
Pengecer
Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat setiap lembaga menjalankan fungsifungsi pemasaran dan hal tersebut dapat bermanfaat dalam menganalisis biayabiaya pemasaran berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Berikut merupakan penjelasan aktivitas yang dijalankan setiap lembaga sebagai fungsi pemasaran. 1. Fungsi Pemasaran di Tingkat Petani Seluruh petani responden dalam penelitian ini melakukan fungsi pertukaran yakni aktivitas penjualan gabah kering panen (GKP). Beberapa petani memang sengaja menyimpan hasil panennya dan tidak untuk dijual, namun aktivitas tersebut tidak termasuk dalam volume yang menjadi bagian sistem pemasaran dalam penelitian ini. Penyimpanan tersebut dilakukan oleh petani untuk menjaga persediaan pangan dalam rumah tangga mereka dengan cara membayar biaya penggilingan gabah kering giling (GKG) ke pabrik sebesar Rp 15/kg. Proses penjemuran dilakukan sendiri oleh petani yang memang dapat memakan waktu 34 hari. Petani yang terlibat dalam sistem pemasaran ini pada umumnya menjual GKP karena minimnya lahan untuk penjemuran dan ingin mendapatkan uang dalam waktu singkat. Fungsi fisik berupa pengemasan biasanya dilakukan oleh petani yang menjual hasil panennya kepada penggiling atau pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa. Dengan melakukan pengemasan, petani mengeluarkan biaya pengemasan Rp 300/karung yang berkapasitas 50 kg atau Rp 6/kg. Biaya tersebut sebagai upah pengemasan tenaga kerja pemanenan. Karung sebagai kemasan secara terus menerus digunakan apabila masih bagus. Setiap petani mengantarkan GKP dalam karung, lembaga pemasaran selanjutnya sebagai pembeli GKP akan mengganti atau mengembalikan karung yang digunakan oleh petani tersebut. Fungsi fisik lain seperti pengangkutan juga dilakukan oleh petani saat ingin menjual langsung hasil panennya kepada penggiling atau pengumpul besar dan
pabrik beras. Biaya pengangkutan adalah sebesar Rp 50/kg dengan menggunakan motor atau ojek. Fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko produksi dan harga ditanggung oleh petani. Kualilatas gabah sering menjadi penyebab risiko harga ditambah lagi mekanisme pasar yakni dari sistem penawaran dan permintaan beras yang mengakibatkan fluktuasi harga. Fungsi pemodalan atau pembiayaan dilakukan petani dengan modal sendiri dan peminjaman dari petani lain ataupun lembaga pemasaran seperti pabrik beras dan pengumpul besar. Informasi pasar diperoleh petani dari penyuluh, sesama petani, tengkulak atau pabrik bahkan informasi dari lokasi pasar secara langsung seperti pasar tingkat kecamatan. 2. Fungsi Pemasaran di Tingkat Tengkulak Fungsi pertukaran dilakukan oleh oleh tengkulak dengan membeli GKP dari petani dan kemudian dijual kepada lembaga pemasaran selanjutnya seperti penggiling atau pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa. Umumnya, tengkulak menjemput langsung hasil panen petani langsung dari sawah pasca panen. Tengkulak dengan tujuan penjualan ke penggiling mengeluarkan biaya pengangkutan sebesar Rp 50/kg dan biaya pengemasan sama seperti di tingkat petani yakni Rp 6/kg. Tengkulak yang melakukan pembelian hasil panen cukup besar yakni 2 000-4 000kg menjual hasil panennya ke pengumpul besar dan pabrik beras. Biaya pengangkutan pada aktivitas ini sekitar Rp 150 000 dengan menggunakan mobil. Hal ini tentu lebih efisien karena biaya pengangkutan menjadi Rp 37.5/kg, namun tengkulak harus mengeluarkan biaya pemuatan dan bongkar muatan masing-masing sebesar Rp 10/kg. Fungsi lain seperti penyimpanan juga sering dilakukan oleh tengkulak untuk mengumpulkan hasil panen dari petani lainnya. Risiko fluktuasi harga juga ditanggung oleh tengkulak mengikuti mekanisme pasar. Harga beras di tingkat pasar sering menjadi indikator dalam fluktuasi harga gabah di tingkat petani. Risiko penyusutan juga dialami oleh tengkulak terutama saat meyimpan gabah dalam waktu lebih dari 2 hari. Fungsi pemodalan dilakukan oleh tengkulak dengan mencari pinjaman dari pengumpul besar dan pabrik beras. Fungsi informasi pasar didapat petani dari pabrik beras yang menjual beras ke pasar, namun tengkulak juga dengan mudah memperoleh informasi pasar termasuk dari pasar induk yang berada di Cianjur. 3. Fungsi Pemasaran di Tingkat Penggiling Penggiling melakukan fungsi pertukaran berupa pembelian GKP dari petani dan atau tengkulak. Penjualan beras, hasil olahan gabah tersebut, dilakukan ke pengecer dan konsumen. Fungsi fisik berupa penyimpanan dilakukan oleh penggiling baik penyimpanan gabah sebelum digiling maupun penyimpanan beras sebelum dijual. Fungsi fisik berupa pengolahan juga dilakukan oleh penggiling dimulai dari penjemuran dengan biaya Rp 50/kg, penggilingan sebesar Rp 15/kg dan sortasi menir dari beras yang digiling kemudian dikemas sebesar Rp 250/kg. Kemasan yang digunakan penggiling adalah karung yang harganya Rp 1 100 untuk ukuran 50 kg atau senilai dengan Rp 22/kg beras. Penggilingan sendiri menggunakan mesin ichi dan molen yang harganya berkisar Rp 7 juta dan Rp 4 juta. Selain itu, proses penggilingan dibantu mesin penggerak yang dibeli dengan harga Rp 4.5 juta dengan penggunaan bahan bakar Rp 130/kg beras. Transportasi penjualan menambah biaya saat penggiling yang skalanya kecil tersebut ingin menjual
berasnya ke pengecer. Biaya tersebut sebesar Rp 50/kg beras sebagai ongkos sepeda motor atau ojek. Risiko harga ditanggung oleh penggiling mengikuti fluktuasi harga beras. Selain itu kualitas gabah yang tidak stabil juga sering menjadi risiko di tingkat penggiling. Rendemen gabah menjadi beras terkadang hanya mencapai 40 persen saat digiling apabila kualitas gabah tersebut rendah. Fungsi pembiayaan atau pemodalan dilakukan dengan pinjaman atau hasil keuntungan dari proses penggilingan. Sebagai fungsi informasi pasar, penggiling selalu mengikuti informasi harga di tingkat pasar induk dan melakukan penjualan kepada pengecernya dengan selisih harga lebih murah Rp 200. 4. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa Fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian dilakukan oleh pengumpul besar, yakni dengan membeli GKP dan menjual kembali GKP atau GKG ke pabrik dengan skala yang biasanya lebih besar. Sebagai pabrik beras, pabrik juga membeli GKP dan kemudian melakukan penjualan dalam bentuk beras. Fungsi fisik sebagai pengumpul besar adalah aktivitas penyimpanan sebelum dijual kembali ke pabrik yang skalanya lebih besar. Selain itu, terdapat juga proses perubahan fisik GKP menjadi GKG dengan cara dijemur dengan biaya Rp 40/kg. Proses pengolahan sebagai pabrik beras membutuhkan biaya lain selain biaya penjemuran diantaranya biaya penggilingan Rp 15/kg, sortir Rp 150/kg dan pengemasan Rp 0.3/kg beras. Pabrik beras juga menggunakan kemasan yang harganya Rp 1 300/karung dengan kapasitas 50 kg atau biaya karung adalah Rp 26/kg. Karung tersebut dibuat dan dibeli di Kabupaten Cianjur. Karung sebagai kemasan juga disertai merek dari pabrik tersebut. Beras yang dijual juga mengalami proses pemindahan tempat sehingga membutuhkan biaya pemuatan ,bongkar muatan dan biaya pengangkutan. Biaya pemuatan dan bongkar muatan masing-masing sebesar Rp 10/kg. Untuk penjualan ke pabrik beras dan distributor yang berada di Cianjur biaya transportasi sekitar Rp 37.5/kg sedangkan yang berada di kota lain seperti Jakarta, yakni Pasar Cipinang, membutuhkan biaya transportasi Rp 125/kg. Untuk penjualan ke kota lain seperti Jakarta, pabrik beras tersebut juga harus menyiapkan biaya retribusi sekitar Rp 10/kg. Selain itu, pengumpul besar dan pabrik beras juga harus menyiapkan biaya penimbangan sebesar Rp 10/kg apabila ingin menjual GKP dan GKG ke pabrik beras yang skalanya umumnya lebih besar. Risiko produksi yang dialami oleh pengumpul besar dan pabrik beras adalah penyusutan gabah tersebut terutama saat digiling karena hanya sekitar 54 persen GKP yang nantinya menjadi beras. Apabila kondisi gabah buruk, nilai itu bisa menurun menjadi 40 persen. Risiko harga di pasar terutama saat penawaran beras di tingkat pasar tinggi dengan masuknya beras impor juga dirasakan oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut. Fungsi pembiayaan di tingkat lembaga ini juga sering melalui pinjaman ke perbankan. Selain itu, terdapat fungsi pembiayaan dengan cara mengagunkan atau menggadaikan gabah yang dimiliki pengumpul besar tersebut dengan sistem resi gudang. Dalam sistem resi gudang tersebut, sebelumnya gabah mengikuti prosedur registrasi sehingga nantinya mendapatkan pelayanan asuransi, uji mutu, dan bongkar muat. Bukti penyimpanan dengan sistem resi gudang dapat menjadi alat bantu bagi pengumpul
besar mendapatkan pinjaman ke perbankan. Meskipun pemilik gabah harus mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar Rp 100/kg pada bulan pertama dan Rp 25 pada bulan selanjutnya dan minimum penyimpanan 10 000 kg, sistem resi gudang ini dimanfaatkan oleh pengumpul besar terutama saat panen raya dan harga gabah sedang rendah. Standarisasi dilakukan oleh pabrik beras setelah beras digiling dan diperhatikan beberapa kriteria seperti jumlah patahan beras, menir, aroma dan warna beras tersebut. Fungsi informasi pasar sendiri dilakukan oleh pengumpul besar dan pabrik beras seperti dengan mengikuti dan mempelajari fluktuasi harga di tingkat distributor dan pasar induk. 5. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pabrik Beras luar Desa Pabrik beras melakukan fungsi pertukaran yakni pembelian GKP dan GKG dan menjual beras ke distributor. Fungsi fisik dilakukan oleh pabrik beras dengan meningkatkan nilai tambah tempat dengan biaya Rp 37.5 untuk daerah Cianjur dan Rp 125 untuk daerah Jakarta. Dalam hal ini juga muncul biaya pemuatan dan bongkar muat masingmasing Rp 10/kg. Biaya retribusi saat menjual ke Jakarta ditanggung oleh pabrik beras, yakni sebesar Rp 10/kg. Selain itu, untuk mengubah fisik gabah dilakukan pengolahan yang menimbulkan beberapa biaya, yakni biaya pengeringan Rp 10/kg, penjemuran Rp 40/kg, penggilingan Rp 15/kg, pemolesan Rp 12/kg, penyortiran Rp 150/kg, pengemasan 0.3/kg dan harga kemasan Rp 2 500 untuk kapasitas Rp 25 kg atau biaya kemasan senilai Rp 100/kg beras. Kemasan disertai merek dan cap halal. Mesin mesin yang digunakan adalah pemoles seharga Rp 610 juta, tungku seharga 160 juta, pengering Rp 800 juta, penggerak Rp 800 juta, penggiling Rp 800 juta dan pengering berkisar Rp 500 juta. Sumber energi di pabrik menggunakan energi listrik yang biayanya Rp 15 juta-16 juta untuk menghasilkan beras 600 ton. Fungsi penyimpanan juga dilakukan oleh pabrik beras, baik penyimpanan gabah maupun beras. Fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko yang bersumber dari kualitas dan persediaan gabah, fluktuasi harga beras, kualitas sumber daya dimilki merupakan risiko yang dihadapi oleh pabrik beras. Aktivitas standarisasi terutama saat penjualan beras dilakukan oleh pabrik beras untuk menjaga kerjasama dan harga jual kepada distributor. Informasi pasar diperoleh dan digunakan oleh pabrik beras termasuk mengenai kebijakan pemerintah dari media cetak, informasi harga di tingkat distributor dan pasar induk. Fungsi Pemasaran di Tingkat Distributor 6. Fungsi pertukaran di tingkat distributor adalah melalui aktivitas pembelian dan penjualan beras baik ke pengecer maupun konsumen akhir. Fungsi fisik berupa pemuatan, bongkar muat dan pengangkutan dilakukan untuk penjualan ke tingkat pengecer yang masing-masing biayanya sebesar Rp 10/kg, Rp 10/kg dan Rp 37.5/kg. Fungsi fisik lain seperti penyimpanan juga dilakukan oleh distributor, bahkan harga sewa per gudang di Cipinang mencapai Rp 180 per gudang setiap tahun dengan kapasitas penyimpanan 600 ton. Fungsi fasilitas seperti penanggungan risiko terutama dihadapi oleh distributor yang bersumber dari fluktuasi harga. Aktivitas standarisasi dilakukan oleh distributor untuk menetapkan harga jual. Fungsi pemodalan sendiri banyak menggunakan pinjaman kepada perbankan. Informasi pasar sendiri sebagai bagian dari fungsi fasilitas diperoleh dengan mempertimbangkan penawaran dari beras dari tingkat pabrik dan permintaan dari pengecer atau konsumen. Informasi pasar
dari sesama distributor juga menjadi hal yang penting diperoleh oleh distributor tersebut. 7. Fungsi Pemasaran di Tingkat Pengecer Pengecer melakukan penjualan dan pembelian beras. Pembelian berasal dari penggiling atau pabrik beras dan kemudian dijual kepada konsumen akhir. Pengecer menggunakan tenaga kerja dalam membantu penjualan kepada konsumen akhir yang upahnya menjadi biaya yang ditanggung oleh pengecer, yakni Rp 50/kg beras. Fungsi fisik berupa penyimpanan beras dilakukan oleh pengecer meskipun pada umumnya dalam waktu sangat pendek. Fungsi pengemasan menyesuaikan pembelian konsumen apakah menggunakan kemasan kecil karena pembelian sedikit atau bahkan pengecer tidak melakukan pengemasan lagi karena konsumen langsung membeli beras sesuai dengan jumlah yang dimuat karung beras. Fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko harga ditanggung oleh pengecer apabila beras telah dibelinya dari distributor atau pabrik beras. Fungsi standarisasi dilakukan oleh pengecer, yakni berdasarkan kualitas beras. Fungsi pembiayaan dapat berasal dari milik sendiri maupun pinjaman ke orang lain atau perbankan. Identifikasi Saluran Pemasaran Saluran pemasaran secara umum merupakan serangkaian lembaga penggiling yang mengambil alih hak atas barang dan jasa, dalam hal ini hasil panen padi varietas Ciherang, dimulai dari petani sebagai produsen sampai ke konsumen akhir.
Keterangan : : Saluran 1 : Saluran 2 : Saluran 3 : Saluran 4 : Saluran 5 : Saluran 6 : Saluran 7
Gambar 3 Saluran Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan Konsumen Akhir di Cianjur
Keterangan : : Saluran 8 : Saluran 9 : Saluran 10
Gambar 4 Saluran Pemasaran Beras Ciherang di Kecamatan Cibeber dengan Konsumen Akhir di Jakarta
Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat 10 pola saluran pemasaran beras Ciherang, yakni : 1. Petani-Tengkulak-Penggiling-Pengecer-Konsumen (di Cianjur) 2. Petani-Penggiling-Pengecer-Konsumen (di Cianjur) 3. Petani-Tengkulak-Penggiling-Konsumen (di Cianjur) 4. Petani-Tengkulak-Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam DesaDistributor-Pengecer-Konsumen (di Cianjur) 5. Petani-Tengkulak-Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam DesaDistributor-Konsumen (di Cianjur) 6. Petani-Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa-DistributorPengecer-Konsumen (di Cianjur) 7. Petani-Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa-DistributorKonsumen (di Cianjur) 8. Petani-Tengkulak-Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam DesaPengecer-Konsumen (di Jakarta) 9. Petani-Tengkulak-Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa-Pabrik Beras luar Desa-Distributor-Pengecer-Konsumen (di Jakarta) 10. Petani-Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa-Pabrik Beras luar Desa-Distributor-Pengecer-Konsumen (di Jakarta) Seluruh saluran dimulai dari tingkat petani yang kemudian melakukan penjualan ke 3 lembaga yang berbeda, yakni tengkulak, penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa. Berdasarkan volume penjualan, penjualan petani ke 3 setiap lembaga tersebut adalah 51.98 ton beras (96.47%), 0.78 ton beras (1.45%) dan 2.08 ton beras (2.08%). Terdapat 24 orang petani yang menjual
hasil panennya melalui tengkulak, 3 orang petani langsung ke penggiling dan 3 orang langsung ke pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa. Pada identifikasi saluran tataniaga ini, volume produk yang mengalir pada seluruh lembaga merupakan volume beras. Petani pada saluran 1 menjual hasil panennya ke tengkulak. Hal ini dikarenakan keinginan petani untuk mendapatkan uang tunai secara cepat. Petani pada saluran 1 pada umumnya memiliki hasil panen kurang dari 1 ton sehingga tengkulak menjemput hasil panen petani langsung dari sawah dengan menggunakan jasa ojek dengan biaya Rp 50/kg. Kemudian tengkulak membayar tenaga kerja yang sebelumnya melakukan pemanenan untuk mengemas hasil panen petani dengan karung yang telah dimiliki oleh tengkulak. Biaya tersebut sebesar Rp 6/kg. Tengkulak pun menjual GKP tersebut ke penggiling dengan harga Rp 3 600 atau Rp 100 lebih mahal daripada harga pembeliannya di tingkat petani. Kapasitas penggiling pada umumnya masih kecil, yakni dengan kapasitas maksimum penggilingan 100 kg/ hari. Penggiling yang menerima GKP terlebih dahulu menjemurnya sehingga menjadi GKG dengan biaya Rp 50/kg. Kemudian dihasilkanlah GKG yang siap digiling dengn biaya Rp 15/kg. Dalam penggilingan Penggiling memiliki mesin molen dan ichi yang harganya Rp 7 juta dan 15 juta. Mesin tersebut digerakkan oleh mesin penggerak yang harganya sekitar Rp 4.5 juta. Dalam pengolahan tersebut, penggiling sebenarnya mengeluarkan biaya penyusutan Rp 1 656 karena hanya sekitar 54% GKP menjadi beras. Pada kondisi buruk, rendemen gabah tersebut bahkan bisa menjadi hanya 40%. Beras yang dimiliki oleh penggiling kemudian disortir dan dikemas dengan biaya tenaga kerja Rp 250/kg. Penyortiran dilakukan untuk mengikuti standarisasi dimana menir dan derajat patahan beras sering menjadi kriteria utama. Karung yang digunakan seharga Rp 1 100 dengan kapasitas 50 kg. Beras kemudian diantar dan dijual oleh pemilik penggiling menggunakan motor atau jasa ojek dengan biaya Rp 50/kg. Beras dijual ke pengecer dengan harga Rp 8 300 atau biasanya lebih rendah Rp 200 dengan harga di tingkat konsumen yang membeli beras di pasar kecamatan. Pengecer pun kemudian menjual berasnya kepada konsumen dengan harga Rp 8 500. Pengecer yang menggunakan tenaga kerja dalam membantu penjualan harus mengeluarkan biaya Rp 100/kg beras yang dikelola oleh tenaga kerja. Volume beras yang masuk melalui tengkulak ke penggiling pada saluran ini adalah 2.59 ton, namun yang dijual RMU ke penggiling adalah 80% dari total beras yang dihasilkan yakni 2.696 ton dan pengecer di Cianjur menjual 100% dari total beras yang masuk yakni 11.786 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 17.072 ton. Pola dalam saluran 2 dimulai dari petani, kemudian ke penggiling, pengecer sampai ke konsumen. Pada pola ini, petani langsung menjual hasil panennya ke penggiling karena jarak penggiling yang dianggap dekat dan petani juga ingin menginginkan uang tunai secara cepat. Selain itu, motivasi utama yang mendorong petani ingin langsung menjual hasil panennya ke penggiling adalah penerimaan yang akan lebih tinggi karena harga jual oleh petani menjadi Rp 100 lebih tinggi dibandingkan apabila menjual ke tengkulak. Harga jual GKPnya menjadi Rp 3 600. Sebenarnya pada pola ini, petani menanggung biaya pemasaran seperti pengemasan dan pengangkutan yang besarnya sama dengan biaya pemasaran yang ditanggung oleh tengkulak pada saluran pertama. penggiling yang membeli hasil panen padi juga mengembalikan karung yang telah digunakan
oleh petani dalam proses penjualan. GKP yang kemudian diolah penggiling menjadi beras kembali dijual oleh penggiling ke pengecer. Pengecer pada saluran 2 ini sama seperti saluran 1 yang juga menjual beras dengan harga Rp 8 500. Volume beras petani responden yang dijual langsung ke RMU adalah 0.78 ton, volume beras RMU yang dijual kepada pengecer adalah 80% dari total beras yang dihasilkan yakni 2.696 ton dan pengecer di Cianjur menjual 100% dari total beras yang masuk yakni 11.786 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 15.262 ton. Pola saluran 3 adalah kondisi dimana petani menjual hasil panennya melalui tengkulak lalu ke penggiling, hampir sama dengan saluran 1, namun pada saluran ini penggiling langsung menjual berasnya pada konsumen. Pada umumnya konsumen yang membeli ke penggiling langsung adalah konsumen yang jarak tempat tinggalnya berada di dekat penggiling. Harga jual penggiling kepada konsumen sama dengan harga di tingkat pengecer yakni Rp 8 500. Volume beras yang masuk melalui tengkulak ke RMU pada saluran ini adalah 2.59 ton atau 5% dari total beras di tengkulak, namun yang dijual RMU ke konsumen adalah 20% dari total beras yang dihasilkan yakni 0.674 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 3.264 ton. Petani pada saluran 4 menjual hasil panennya kepada tengkulak. Tengkulak menjemput langsung hasil panen petani untuk memberi kemudahan kepada petani. Hasil panen petani dibeli oleh tengkulak dengan harga Rp 3 700/kg. Namun, tengkulak pun harus mengeluarkan biaya pemasaran yakni pengangkutan menggunakan mobil Rp 150 000 untuk kapasitas 4 000 kg, tenaga kerja pemuatan dan bongkar muat masing-masing Rp 10/kg dan biaya kemasan Rp 6/kg sama seperti biaya kemasan pada saluran 1. Tengkulak pada umumnya merupakan lembaga yang disukai oleh pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa sehingga pengumpul besar dan pabrik beras membayar tengkulak dengan harga beli Rp 3 800 atau Rp 100 lebih tinggi daripada pembelian pabrik tersebut terhadap petani. Hal ini disebabkan pembelian melalui tengkulak dianggap lebih mudah karena volume di tingkat tengkulak lebih besar. Pengumpul besar dan pabrik beras pun kemudian melakukan pengolahan dengan cara dijemur dengan biaya Rp 40/kg. Proses pengolahan sebagai pabrik beras membutuhkan biaya lain selain biaya penjemuran diantaranya biaya penggilingan Rp 15/kg, sortir Rp 150/kg dan pengemasan Rp 0.3/kg beras. Pabrik beras menggunakan kemasan yang harganya Rp 1 300/karung dengan kapasitas 50 kg atau biaya karung adalah Rp 26/kg. Karung tersebut dibuat dan dibeli di Kabupaten Cianjur. Karung sebagai kemasan disertai merek dari pabrik tersebut. Beras yang dijual juga mengalami proses pemindahan tempat sehingga membutuhkan biaya pemuatan ,bongkar muatan dan biaya pengangkutan. Biaya pemuatan dan bongkar muatan masing-masing sebesar Rp 10/kg. Untuk penjualan ke distributor yang berada di Cianjur biaya transportasi sekitar Rp 37.5. Distributor kemudian menjual berasnya kepada pengecer dengan menanggung biaya transportasi penjualan dan bongkar muatnya. Biaya pemuatan dan transportasi sama dengan tingkat pemuatan dan transportasi di tingkat pengumpul besar dan pabrik besar. Selanjutnya, pengecer menjual berasnya ke konsumen akhir dengan harga Rp 8 500. Volume penjualan beras yang masuk ke pengumpul besar dan pabrik beras ialah 95% dari total beras yang ada di tengkulak yakni 49.381 ton. Beras yang dijual oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut ke distributor di Cianjur sebesar 20% dari total beras
dihasilkan yakni 10.10 ton. Beras yang dijual distributor ke pengecer 90% dari total beras dimilikinya yakni 9.09 ton dan dari pengecer ke konsumen akhir di Cianjur adalah 100% atau 11.786 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 80.357 ton. Saluran 5 memiliki pola yang hampir sama dengan saluran 4. Harga pembelian di tingkat petani sampai harga penjualan di tingkat pengumpul besar dan pabrik beras sama seperti saluran 4. Dimulai dari petani kemudian tengkulak, pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa, distributor namun berikutnya beras dijual langsung ke konsumen akhir. Distributor yang membeli beras dari pengumpul besar dan pabrik beras seharga Rp 7 800 menjual beras tersebut ke konsumen akhir dengan Rp 8 200. Dalam hal ini, konsumen akhir diuntungkan karena memperoleh harga lebih rendah Rp 300 apabila dibandingkan membeli di pengecer seperti pada saluran 4. Volume penjualan beras yang masuk ke pengumpul besar dan pabrik beras ialah 95% dari total beras yang ada di tengkulak yakni 49.381 ton. Beras yang dijual oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut ke distributor di Cianjur sebesar 20% dari total beras dihasilkan yakni 10.10 ton. Beras yang dijual distributor ke konsumen akhir 10% dari total beras dimilikinya yakni 1.01 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 72.277 ton. Petani pada saluran 6 langsung menjual hasil panennya kepada pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa. Harga jual petani ke pengumpul besar dan pabrik beras tersebut sebenarnya sama dengan harga jual kepada tengkulak. Namun, jarak yang dianggap dekat dan kebutuhan uang tunai secepatnya menjadi alasan petani menjual ke pengumpul besar dan pabrik beras. Selain itu, hal ini bisa saja disebabkan tengkulak juga merasa kurang tertarik melakukan pembelian kepada petani tersebut karena hasil panen yang sedikit atau jarak menuju lokasi pembelian dirasakan jauh oleh tengkulak. Harga beli pengumpul besar dan pabrik beras dalm desa adalah Rp 3 700. GKP yang selanjutnya diolah oleh pengumpul besar dan pabrik beras disalurkan melalui distributor, pengecer sampai ke konsumen akhir dimana polanya sssshampir sama dengan saluran 4. Harga jual di pengecer adalah Rp 8 500. Volume penjualan beras yang masuk ke pengumpul besar dan pabrik beras ialah 1.12 ton secara langsung dari petani responden. Beras yang dijual oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut ke distributor di Cianjur sebesar 20% dari total beras dihasilkan yakni 10.10 ton. Beras yang dijual distributor ke pengecer 90% dari total beras dimilikinya dan dari pengecer ke konsumen akhir di Cianjur adalah 100% atau 11.786 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 32.096 ton. Saluran 7 melalui petani, pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa, distributor langsung ke konsumen akhir. Perbedaan saluran ini ke saluran 5 adalah petani menjual langsung GKP ke pengumpul besar dan pabrik beras, namun harga beli pengumpul besar dan pabrik beras kepada petani berbeda dengan harga beli kepada tengkulak, harga beli petani kepada sebesar Rp 3 700. Pengumpul besar dan pabrik beras selanjutnya mengolah dan menjual beras kepada distributor dan kemudian dijual ke konsumen akhir. Harga jual di konsumen akhir oleh distributor adalah Rp 8 200. Volume penjualan beras yang masuk ke pengumpul besar dan pabrik beras ialah 1.12 ton secara langsung dari petani responden. Beras yang dijual oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut ke distributor di Cianjur sebesar 20% dari total beras dihasilkan yakni 10.10 ton. Beras yang dijual
distributor ke konsumen akhir 10% dari total beras dimilikinya yakni 1.01 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 12.23 ton. Saluran 8 dimulai dari petani yang menjual hasil panennya melalui tengkulak. Harga GKP biasanya Rp 3 700. Hasil panen tersebut kemudian mengalir ke pengumpul besar dan dan pabrik beras dalam desa. Setelah itu, GKP diolah oleh pengumpul besar dan pabrik beras menjadi beras dengan biaya pengolahan sama seperti saluran 4. Beras kemudian dijual ke pengecer di Jakarta terutama yang berada di pasar Induk Cipinang. Biaya transportasi yang harus ditanggung oleh pengumpul besar dan pabrik beras adalah Rp 125/kg. Biaya bongkar muat juga ditanggung oleh pengumpul besar dan pabrik beras. Pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon. Setiap pengantaran pada umumnya berkisar 2-10 ton beras untuk beberapa orang pengecer. Pengecer kemudian menjual berasnya kepada konsumen akhir dengan harga Rp 9 500. Volume penjualan beras yang masuk ke pengumpul besar dan pabrik beras ialah 95% dari total beras yang ada di tengkulak yakni 49.381 ton. Beras yang dijual oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut ke pengecer adalah 40% dari total beras yang dimilikinya, yakni 20.20 ton. Pengecer kemudian 100% menjual berasnya, yakni 40.40 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 109.981 ton. Saluran 9 dimulai dari petani yang menjual hasil panennya kepada tengkulak dengan harga Rp 3 700 dimana tengkulak mengeluarkan biaya-biaya pemasaran seperti pada saluran 4. Lalu dari tengkulak, GKP dijual kepada pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa. Namun, pada lembaga ini gabah tidak diolah menjadi beras melainkan tetap menjadi GKP atau hanya dijemur menjadi GKG. Proses tersebut membutuhkan aktivitas penyimpanan. Risiko GKP menyusut dapat mencapai 3%. GKP atau GKG kemudian dijual kepada pabrik beras luar desa yang skalanya lebih besar bahkan kapasitas penggilingan pabrik tersebut dapat mencapai 20 000 kg/hari. Harga GKP yang dibayarkan oleh pabrik beras lebih besar Rp 200/kg daripada harga pembelian pengumpul besar terhadap tengkulak desa. Biaya transportasi dan pemuatan seluruhnya ditanggung oleh pengumpul besar. Apabila yang menjemput GKP adalah pabrik beras maka harga pembelian pabrik lebih besar Rp 100 terhadap harga pembelian pengumpul besar di tengkulak desa. Pabrik beras dengan skala besar telah dapat memanfaatkan semua bagian dari proses ini menjadi lebih efektif. Dedak yang menjadi hasil sampingan penggilingan GKP dijual seharga Rp 2 300-2 700/kg. Rata-rata dedak yang dihasilkan adalah 20% dari total gabah yang digiling. Selain itu, abu hasil penggilingan dijual Rp 5 000/karung. Penggilingan yang menghasilkan beras 20 ton bisa menghasilkan 50 karung abu. Selain itu, sekam sebagai bahan bakar penggilingan, diperoleh kembali oleh pabrik beras sebanyak 50 karung dalam setiap penggilingan gabah yang menghasilkan beras 20 ton. Mesin-mesin yang digunakan antara lain mesin penggerak, pengering, pemoles, penggiling dan pengering. Beras yang dihasilkan oleh pabrik beras kemudian dijual ke distributor di Cipinang yang kapasitas gudangnya mencapai 600 ton untuk setiap gudang. Harga jual beras oleh pabrik beras ialah Rp 8 700. Pabrik beras bertanggungjawab dalam bongkar muat dan transportasi penjualan yang mencapai Rp 125/kg. Retribusi di jalan juga ditanggung oleh pabrik beras yang besarnya Rp 10/kg. Distributor yang kapasitasnya sangat besar tersebut memang tidak hanya membeli dari Cianjur saja, namun beras dari beberapa daerah di Indonesia seperti Demak,
Karawang, Kabupaten Bandung dan beberapa daerah lain. Pabrik beras yang menjadi mitra distributor telah bekerjasama dengan waktu yang lama secara berlanjut. Hal ini untuk memudahkan standar beras yang diterapkan distributor berjalan dengan baik, meskipun sebenarnya tetap selalu terdapat pemeriksaan produk saat beras sampai di distributor. Beras yang diperoleh distributor kemudian dijual ke pengecer dimana biaya bongkar muat dan transportasi kini menjadi tanggung jawab distributor. Retribusi melintasi lokasi gudang Cipinang yakni Rp 10/kg kini ditanggung oleh distributor. Hal ini tentu biaya tambahan selain biaya sewa gudang mencapai Rp 180 juta/gudang dan pajak usaha. Setelah beras dijual ke tingkat pengecer, beras kemudian seluruhnya dijual oleh pengecer ke konsumen dengan harga Rp 9 700. Volume penjualan beras yang masuk ke pengumpul besar dan pabrik beras ialah 95% dari total beras yang ada di tengkulak yakni 49.381 ton. Beras yang dijual oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut ke pabrik beras yang skalanya lebih besar di Cianjur sebesar 40% dari total beras dihasilkan yakni 20.20 ton. Beras yang dijual oleh pabrik beras tersebut ke distributor adalah 100% dari total beras dimilikinya yakni 20.20 ton. Beras yang dijual oleh distributor ke pengecer adalah 100% dari beras yang dimilikinya yakni 20.20 ton. Pengecer pun secara langsung menjual 100% beras yang dibelinya, yakni 40.40 ton. Total beras yang diperdagangkan pada saluran ini adalah 150.381 ton. Saluran 10 memiliki kesamaan dengan saluran 9, namun pada saluran ini hasil panen petani langsung dijual kepada pengumpul besar dan pabrik beras. Berikutnya GKP atau GKG disalurkan melaui pabrik beras, distributor, pengecer sampai ke konsumen. Volume penjualan beras yang masuk ke pengumpul besar dan pabrik beras melalui responden petani secara langsung adalah 1.12 ton. Beras yang dijual oleh pengumpul besar dan pabrik beras tersebut ke pabrik beras yang skalanya lebih besar di Cianjur sebesar 40% dari total beras dihasilkan yakni 20.20 ton. Beras yang dijual oleh pabrik beras tersebut ke distributor adalah 100% dari total beras dimilikinya yakni 20.20 ton. Beras yang dijual oleh distributor ke pengecer adalah 100% dari beras yang dimilikinya yakni 20.20 ton. Pengecer pun secara langsung menjual 100% beras yang dibelinya, yakni 40.40 ton. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar secara umum merupakan karakteristik yang mempengaruhi keputusan pelaku pasar. Struktur pasar dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, struktur pasar dianalisis berdasarkan konsentrasi rasio, namun penelitian ini hanya membahas hasil analisis kualitatif yakni dengan menganalisis menggunakan beberapa indikator. Indikator tersebut antara lain jumlah pembeli dan penjual, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar pasar serta informasi mengenai harga dan kualitas produk. Berikut merupakan analisis struktur pasar di setiap lembaga tataniaga dalam penelitian ini. Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur pasar di tingkat petani cenderung mendekati struktur pasar persaingan sempurna. Hal ini dilihat dari jumlah petani sebagai penjual GKP berjumlah banyak begitu juga jumlah pembeli. Beras sebagai kebutuhan pokok di
Indonesia menjadikan permintaan akan hasil panen padi di tingkat petani juga tinggi. Selain itu, pangsa pasar masing-masing petani juga masih kecil terutama karena belum bekerjanya kelompok tani di tingkat petani sebagai lembaga tataniaga sehingga petani juga belum dapat mempengaruhi harga pasar. GKP sebenarnya produk subsitusinya masih sangat sulit, namun petani sebagai individu tidak mampu mempengaruhi harga pasar karena ukuran dan skala usaha petani sebagai individu kecil dan petani tidak melakukan perubahan produk sehingga pembeli GKP dapat berpindah secara mudah apabila petani menaikkan harga jual mereka. Untuk memasuki pasar juga cenderung mudah, artinya petani baru baik sebagai penggarap, penyewa, atau pemilik lahan dapat memperoleh keuntungan dalam setiap musim panen. Hambatan keluar pasar juga tidak begitu sulit, artinya petani dapat beralih profesi karena faktor produksi utama yang dimanfaatkan oleh petani adalah lahan yang dapat dimanfaatkan dalam bentuk usaha lain. Petani juga tidak perlu mengeluarkan biaya lain apabila ingin beralih profesi apalagi petani di Cibeber belum menggunakan alat atau mesin pertanian modern yang mahal. Informasi pasar mengenai persediaan dan harga GKP di Kecamatan Cibeber juga relatif mudah didapat oleh petani karena lokasi lahan dan tempat tinggal petani saling berdekatan, namun informasi harga terutama di konsumen akhir yang berada di Cianjur masih cukup sulit didapatkan petani. Petani melalui kelompok tani juga sering berkumpul dan mengadakan kegiatan berbagi informasi harga, teknik budidaya serta program pemerintah yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi petani padi di Cibeber tersebut. Struktur Pasar di Tingkat Tengkulak Dilihat sebagai pembeli, tengkulak cenderung oligopsoni terhadap petani. Hal ini berdasarkan jumlah tengkulak yang relatif lebih sedikit dibandingkan jumlah petani sebagai penjual hasil panen. GKP tetap merupakan produk yang belum terdifrensiasi secara baik. Sebagai pembeli juga terdapat hambatan yang cukup sulit terutama bagi tengkulak baru. Jaringan yang dibangun oleh tengkulak terhadap petani pada umumnya telah terbentuk dalam waktu yang sangat lama, bahkan berpuluhan tahun. Petani bahkan sering merasa tidak nyaman saat melakukan penjualan melalui tengkulak lain atau lembaga lain karena telah lama melakukan kerjasama dengan tengkulak yang tujuan penjualannya saat ini. Informasi mengenai harga pembelian GKP oleh tengkulak kebanyakan hanya dipengaruhi informasi harga yang ditawarkan pengumpul besar atau penggiling yang menjadi tujuan penjualan tengkulak tersebut selanjutnya. Dilihat sebagai penjual, tengkulak cenderung mendekati pasar persaingan sempurna. Jumlah tengkulak memang lebih sedikit daripada petani, namun sebenarnya jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan jumlah lembaga tujuan penjualan tengkulak berikutnya. Tengkulak sebenarnya hanya sebagai pengambil harga yang menjadi tujuan penjualannya selama ini. GKP yang disalurkan merupakan produk yang belum terdefrensiasi sehingga tengkulak masih sebagai penerima harga. Hambatan masuk pasar cukup sulit karena pada umumnya tengkulak juga merupakan orang kepercayaan yang telah lama bekerjasama dengan pengumpul besar atau pabrik beras. Kepercayaan terhadap tengkulak untuk menyediakan gabah secara berlanjut menyebabkan tengkulak mendapatkan harga pembelian yang lebih tinggi oleh pengumpul besar dan pabrik beras jika dibandingkan harga pembelian GKP oleh pengumpul besar atau pabrik beras di
tingkat petani. Informasi pasar oleh tengkulak juga cenderung terbatas dari pengumpul besar dan pabrik beras atau dari penggiling saja. Struktur Pasar di Tingkat Penggiling Struktur pasar di tingkat penggiling baik sebagai pembeli maupun penjual berada pada pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini berdasarkan jumlah penggiling yang cukup banyak namun pangsa pasar setiap penggiling relatif kecil. Produk yang disalurkan belum terdifrensiasi. Hambatan menjadi penggiling sebenarnya tidak begitu sulit apabila dilihat dari jumlah pembiayaan yang dijalankan atau mesin yang dimiliki. Namun, jaringan petani yang menjual hasil panennya kepada penggiling cukup kuat meskipun harga pembelian yang dilakukan penggiling lebih rendah daripada harga pembelian di tingkat pabrik yang lebih efisien. Informasi mengenai harga banyak dipengaruhi oleh harga di tingkat pengecer di pasar kecamatan maupun di pasar induk. Informasi untuk memperluas pangsa pasar oleh penggiling sangat sulit diraihnya karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Struktur Pasar Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa Sebagai pengumpul besar, struktur pasar yang dihadapi dari sisi pembeli maupun penjual adalah cenderung pasar persaingan tidak sempurna. Cukup banyak jumlah pengumpul besar yang membeli GKP dari petani dan menjualnya kembali ke pabrik beras yang skalanya lebih besar. Pengumpul besar memperoleh posisi tawar yang lebih baik ketika berhadapan dengan pabrik besar yang skalanya kecil karena pengumpul besar tersebut juga sebenarnya memiliki mesin pengolahan sendiri. Harga pembelian GKP oleh pabrik beras yang skalanya lebih besar juga lebih tinggi terhadap pengumpul besar dibandingkan dengan harga pembelian di tingkat petani. Informasi pasar mengenai harga gabah dan beras di tingkat pasar sebenarnya juga didapatkan oleh pengumpul besar meskipun pada kenyataannya pengumpul tersebut tidak dapat mengolah dan memanfaatkan data tersebut karena ukuran dan pangsa pasar pengumpul besar yang masih rendah. Hambatan masuk sebagai pengumpul besar cukup sulit karena harus memiliki pembiayaan atau modal seperti alat transportasi sebagai alat pengangkutan hasil panen padi. Pabrik beras yang sebelumnya merangkap sebagai pengumpul besar disini cenderung berada pada struktur pasar oligopsoni jika dilihat dari sisi pembeli. Hal ini disebabkan pabrik beras sekaligus pengumpul besar ini jumlahnya sebenarnya sedikit di setiap desa di Kecamatan Cibeber apalagi jika dibandingkan dengan jumlah tengkulak dan petani di desa tersebut. Hal tersebut menjadikan posisi tawar pabrik beras ketika membeli lebih kuat dan bahkan harga pesaing sesama pabrik yang paling besar mempengaruhi harga pembelian hasil panen oleh pabrik beras. Hambatan menjadi pabrik beras juga cukup besar karena harus memiliki jaringan tengkulak, mesin pengolahan dan transportasi serta pembiayaan yang cukup dalam operasional pabrik. Informasi mengenai kesediaan gabah juga relatif baik dikuasai oleh pabrik beras karena memiliki jaringan tengkulak dan sesama pabrik beras. Dari sisi penjual, pabrik beras berada pada struktur pasar monopolistik. Hal ini disebabkan pabrik beras mempunyai alternatif saluran penjualan yakni ke grosir, pengecer atau bahkan hanya menjual gabah ke pabrik yang skalanya lebih besar dan lebih efisien. Meskipun memang setiap pabrik
beras yang berada pada tingkat desa tidak dapat mempengaruhi harga keseimbangan pasar secara langsung, namun posisi tawarnya lebih baik dibandingkan dengan petani. Jumlah beras yang ditahan dan dijual oleh pabrik beras secara agregat dapat mempengaruhi tingkat harga. Struktur Pasar di Tingkat Pabrik Beras luar Desa Sebagai pembeli maupun penjual pabrik beras cenderung menghadapi struktur pasar oligopsoni dan oligopoli. Sebagai pembeli, jumlah pabrik beras yang asetnya mencapai Rp 7 milyar dalam penelitian sangat sedikit dibandingkan tujuan pembeliannya seperti petani, tengkulak, bahkan pengumpul besar dan pabrik beras yang dijelaskan sebelumnya. Hal ini mengakibatkan posisi tawarnya cukup kuat ketika berhadapan dengan penjual. Selain itu, pabrik beras juga mampu berproduksi dengan lebih efisien sehingga harga pembeliannya cukup tinggi. Sebagai penjual, jumlah pabrik beras juga sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah distributor. Pangsa pasarnya cukup baik dan mencapai distributor diluar Cianjur. Gudang penyimpanan yang dimiliki cukup besar sehingga mampu mengatur tingkat penawaran ke tingkat distributor yang secara langsung akan mempengaruhi harga beras meskipun secara agregat nilai pengaruhnya masih sangat kecil. Pabrik beras juga dengan skala besar juga sangat mempertimbangkan keputusan harga yang ditetapkan oleh pabrik beras dengan ukuran besar di tempat lain. Hambatan menjadi pabrik beras dalam penelitian ini sangat besar karena membutuhkan pembiayaan yang besar. Hambatan keluar juga cukup besar karena mesin yang harganya sangat mahal dan memiliki umur ekonomis rata-rata diatas 10 tahun. Struktur Pasar di Tingkat Distributor Distributor di Cianjur cenderung menghadapi struktur pasar persaingan tidak sempurna oligopoli. Jumlahnya cukup banyak jika dibandingkan dengan dengan jumlah pabrik beras, namun, jika dibandingkan dengan pengecer jumlahnya memang lebih sedikit. Produk yang disalurkan merupakan beras yang subsitusinya masih dirasakan sulit di Indonesia, namun tetap saja karena beras yang dijual oleh distributor tidak mengalami perlakukan khusus sehingga pembeli dapat dengan mudah berpindah ke distributor lain apabila harga beras tidak mengikuti harga pasar. Hambatan masuk adalah pembiayaan yang cukup besar ditambah modal lain seperti alat pengangkutan atau transportasi dan lokasi penyimpanan yang strategis. Hambatan keluar relatif lebih mudah karena tidak ada keterikatan usaha dan penggunaan mesin pengolahan. Informasi pasar didapat dari sesama distributor maupun kondisi di pengecer. Distributor di Cipinang cenderung pada oligopoli. Hal ini disebabkan fungsinya sebagai penyalur beras memiliki kapasitas besar bahkan penyimpanan mencapai ratusan ton. Hal ini meyebabkan terdapat kemampuan distributor ini mempengaruhi pasar dengan penentuan beras yang akan ditawarkannya ke pasar. Informasi pasar dapat dengan mudah didapat dari pengecer di pasar. Selain itu, distributor disini juga banyak dipengaruhi kebijakan pemerintah dalam penentuan harga jual meskipun secara tidak langsung.
Struktur Pasar di Tingkat Pengecer
Struktur pasar di tingkat pengecer cenderung mendekati pasar persaingan sempurna. Jumlah pengecer cukup banyak ketika berhadapan dengan distributor. Produk yang disalurkan adalah beras yang sebenarnya masih menjadi kebutuhan pokok di Indonesia, namun beras di masing-masing pengecer belum terdifrensiasi dengan baik. Hambatan masuk dan keluar cenderung mudah. Informasi pasar terutama berasal dari sesama pengecer atau dari pemasok beras kepadanya seperti distributor. Pengecer dengan pangsa pasar kecil adalah sebagai penerima harga keseimbangan dan pengecer tentunya berusaha menjual di harga keseimbangan yang berlaku di pasar. Apabila pengecer menjual dibawah harga keseimbangan, tentu membuat usahanya memperoleh keuntungan yang semakin kecil padahal beras yang dijual juga sedikit. Apabila pengecer menjual diatas harga keseimbangan, konsumen yang membeli kepadanya akan berkurang atau bahkan beralih ke penjual lain. Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat digambarkan sebagai aktivitas yang dilakukan menghadapi dan menyesuaikan kondisi pasar atau struktur pasar. Pada penelitian ini akan dibahas aktivitas pembelian dan penjualan, penentuan harga dan sistem pembayaran, kerjasama lembaga pemasaran. Berikut pembahasan mengenai aktivitas tersebut yang terjadi pada setiap lembaga. Aktivitas Pembelian dan Penjualan Petani pada umumnya menjual gabah kering panen setelah melakukan pemanenan. Petani cenderung lebih menyukai menjual GKP dibandingkan GKG karena menginginkan uang tunai secepatnya. Tujuan penjualan petani adalah ke penggiling, tengkulak, maupun pengumpul besar dan pabrik beras. Saat penjualan ke tengkulak, petani biasanya telah melakukan perjanjian ke tengkulak beberapa minggu sebelum masa panen agar tengkulak menjemput hasil panennya. Biaya pengemasan dan transportasi menjadi tanggung jawab tengkulak. Sistem tebas atau borongan juga sering dilakukan antara petani dan tengkulak. Antara petani petani dan tengkulak telah menyepakati harga pembelian hasil panen padi petani dimana aktivitas ini dilakukan sebelum masa panen. Biaya pemanenan biasanya menjadi tanggung jawab pemborong atau tengkulak. Hal ini sebenarnya dapat menyebabkan kerugian bagi petani atau tengkulak karena risiko produksi dan harga nantinya. Saat penjualan ke penggiling atau pengumpul besar dan pabrik beras, petani dapat mendatangi langsung lembaga tersebut dan biaya taransportasi kini menjadi tanggung jawab petani. Aktivitas penjualan tengkulak sendiri dilakukan ke penggiling atau pengumpul besar dan pabrik beras. Pada umumnya, tengkulak telah melakukan kesepakatan harga beli oleh penggiling atau pengumpul besar dan pabrik beras tersebut. Biaya transportasi, tenaga bongkar muat ke lembaga tujuan menjadi tanggung jawab tengkulak. Tengkulak pada umumnya telah menjadi mitra penggiling atau pengumpul besar dan pabrik beras. Pada saat panen raya, biasanya tengkulak diberikan pinjaman modal untuk membeli hasil pembelian dari petani
Pembelian penggiling sendiri biasanya berasal tengkulak, meskipun tetap ada yang berasal dari petani. Tujuan penjualannya adalah ke pengecer dan konsumen. Saat mengantarkan ke pengecer, biaya transportasi ditanggung oleh penggiling sehingga harga jualnya lebih mahal dibandingkan ke konsumen yang langsung membeli ke lokasi penggiling. Penggiling sendiri biasanya masih memiliki skala kecil dan hanya melakukan pembelian dan penjualan kepada lembaga yang jaraknya tidak begitu jauh dari lokasi penggiling. Pengumpul besar dan pabrik beras melakukan pembelian gabah dari petani dan tengkulak kemudian beras hasil olahan dijual ke pengecer atau distributor. Pada kondisi ini, semua biaya pengolahan dan pemasaran beras sampai ke pengecer atau distributor ditanggung oleh pengumpul besar dan pabrik beras. Pengecer atau distributor juga diberikan penawaran apabila ingin menjemput beras secara langsung. Biasanya terdapat kesepakatan harga yang berbeda apabila dijemput langsung oleh pengecer dan distributor. Sebagai pengumpul besar, GKP atau kadang diolah menjadi GKG oleh pengumpul besar, juga dijual ke pabrik beras yang skalanya lebih besar. Hal ini dilakukan karena kapasitas penggilingan pengumpul besar dan pabrik beras yang terbatas padahal lembaga ini biasanya mampu memperoleh gabah yang banyak karena lokasinya berada dekat dengan daerah atau lokasi petani. Pabrik beras yang skalanya lebih efisien biasanya memiliki jaringan yang kuat. Sebagai pembeli, pabrik mampu membeli dengan harga lebih tinggi karena skala ekonominya yang lebih baik. Pembelian gabah bukan hanya dilakukan dari petani atau tengkulak sekitarnya, bahkan dari pengumpul besar dan pabrik beras yang berada di daerah tersebut dan daerah lain seperti Karawang. Tujuan penjualannya biasanya didominasi oleh distributor besar terutama yang berada di kota. Kualitas beras yang baik menjadi kekuatan pabrik beras dalam meyakinkan pembeli di kota-kota besar termasuk Jakarta. Distributor melakukan pembelian dari pabrik beras dan melakukan penjualan ke konsumen termasuk pengecer. Distributor biasanya cukup selektif dalam memilih pabrik beras karena kualitas beras akan mempengaruhi penjualan distributor selanjutnya. Distributor yang semakin besar biasanya mampu melakukan penjualan dengan harga lebih rendah sehingga lebih disukai oleh pengecer. Aktivitas pembelian pengecer berasal dari RMU, pengecer, pengumpul besar dan pabrik beras. Seluruh biaya pemasaran dan pengolahan sampai ke lokasi pengecer adalah tanggung jawab lembaga tataniaga sebelumnya. Pengecer biasanya berfokus pada penjualan ke konsumen langsung dan kebanyakan pengecer tidak hanya melakukan penjualan beras di kios atau lokas penjualannya. Terdapat juga pengecer yang menjemput langsung beras ke RMU dengan mempertimbangkan harga beli lebih murah padahal biaya transportasi sebenarnya tidak terlalu mahal. Aktivitas Penentuan Harga dan Sistem Pembayaran Penentuan harga pada sistem tataniaga penelitian ini pada umumnya bersifat tawar menawar namun posisi tawar-menawar setiap lembaga tataniaga berbeda. Petani cenderung sebagai pengambil harga dari harga yang ditetapkan oleh tengkulak. Petani hanya dapat menawar sangat sedikit dari harga yang ditawarkan
tengkulak dan harga tersebut memang hampir sama di setiap tengkulak. Tengkulak juga menjadi pengambil harga ketika menjual gabah ke penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras dimana harga yang ditetapkan oleh lembaga ini biasanya telah memperhitungkan biaya pemasaran yang dilakukan oleh tengkulak. Tengkulak sebagai pengambil harga karena tengkulak tidak memiliki mesin pengolahan dan sumber daya yang memadai sehingga harus melakukan penjualan dalam waktu cepat. Penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras memiliki kekuatan yang cukup baik ketika berhadapan dengan pengecer. Hal tersebut karena pengecer jumlahnya sangat banyak. Semakin besar ukuran dan skala penggilingan, posisi tawarnya semakin baik karena kualitas beras biasanya semakin baik. Namun, ketika berhadapan dengan distributor, setiap pabrik beras umumnya sangat mempertimbangkan harga yang ditetapkan oleh distributor apalagi jika kapasitas distributor semakin besar. Hal ini didasari anggapan bahwa distributor lebih memahami dan yang akan menaggung risiko harga beras yang cukup berfluktuatif. Pabrik beras pada umumnya lebih mempertimbangkan jumlah permintaan saat ingin menjual ke distributor. Distributor cenderung sangat kuat dalam menentukan harga kepada pengecer. Pengecer hanya dapat mengikuti harga yang ditetapkan oleh distributor. Pengecer kemudian menjual beras dengan menetapkan harga penjualan ke konsumen dimana setiap harga jual yang ditetapkan oleh pengecer selalu memasukkan besarnya keuntungan yang diharapkan pengecer dan besarnya itu hampir selalu sama setiap waktunya di tingkat pengecer. Secara umum, fokus penetapan harga adalah untuk memaksimumkan volume transaksi lembaga-lembaga tataniaga mengingat banyaknya pelaku tataniaga lain yang menjadi saingan. Sistem pembayaran yang paling mendominasi adalah sistem pembayaran tunai. Jumlah tengkulak yang banyak membuatnya berusaha meningkatkan kepuasan petani saat menjual kepadanya terutama karena petani sangat menginginkan uang tunai. Hampir di setiap lembaga menerapkan sistem pembayaran tunai untuk memberikan kepuasan, namun pembayaran distributor kepada pabrik beras sering menggunakan sistem tunda bayar yang membutuhkan waktu 3-7 hari. Pada musim panen raya, sistem tunda bayar juga sering terjadi di seluruh saluran karena penawaran yang tinggi sedangkan pembiayaan untuk pembelian dari lembaga tujuan penjualan tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Kerjasama Lembaga Pemasaran Kerjasama sesama petani melalui kelompok tani masih hanya sebatas kerja bakti seperti pengadaan irigasi. Kelompok tani sendiri belum menjadi lembaga tataniaga yang dapat meningkatkan posisi tawar petani dengan skala usaha yang kecil. Kerjasama petani dengan tengkulak telah berlangsung cukup lama dan terdapat kebiasaaan hanya akan menjual melalui tengkulak. Kerjasama tengkulak dengan penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras dapat dilihat dari pinjaman yang digunakan tengkulak juga sebagai modal pembelian dari petani. Hal tersebut mengikat tengkulak untuk menjual hasil pembeliannya seluruhnya kepada penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras yang juga telah membantunya selama ini. Kerjasama di tingkat penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras dilihat bagaimana dari pengumpul besar gabah dijual lagi ke pabrik beras lain padahal pengumpul tersebut memiliki penggilingan. Sesama penggiling saling
berbagi informasi dan jual-beli gabah juga sehingga dapat terus berproduksi. Lebih jauh lagi, penggiling atau pabrik beras saling berbagi informasi dan menyepakati harga pembelian gabah yang akan mereka lakukan. Pabrik beras juga sering memanfaatkan resi gudang sebagai bagian dari tataniaga untuk pengadaan modal dan penundaan penjualan dengan harapan harga penjualan yang akan lebih tinggi. Distributor yang juga melakukan penyimpanan dan mengahadapi risiko harga juga sering bekerjasama dalam pengadaan beras dan informasi pasar. Distributor dengan kapasitas besar saling bekerjasama untuk menentukan harga pembelian dan penjualan. Dari bentuk kerjasama yang disampaikan belum terlihat secara signifikan pemerintah melalui Bulog untuk bekerjasama menjadi bagian tataniaga beras. Analisis Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan salah satu indikator dalam mengukur efisiensi operasional sistem pemasaran. Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga jual dan harga beli pada masing-masing lembaga pemasaran dan marjin tersebut memperhitungkan komponen biaya pemasaran dan keuntungan. Berikut Tabel 12 merupakan perhitungan marjin pemasaran pada masing-masing lembaga tataniaga pada setiap saluran, namun marjin pemasaran tidak dihitung pada tingkat petani karena selisih harga jual dan harga beli di tingkat petani sebenarnya mengandung juga biaya produksi oleh petani.
Tabel 12 Marjin Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran pada Seluruh Saluran Lembaga Pemasaran
Saluran 1
2
Tengkulak
100
Penggiling
4 700
3
4 100
4 700
5 100
6
7
100
4 000
4 100
Pabrik Beras
Pengecer Total Marjin
400 200
200
300
5 000
4 900
4800
10
4 100 4 000
Distributor
9
100
4 700
Pengumpul Besar dan Pabrik Beras
8
400
400
4 500
4 800
200
300
5 400
4 700
4 700
700
4 700
300
300
300
5 800
6 000
6 000
400
300 4 800
100
4 500
Analisis Marjin Pemasaran Saluran 1 Total marjin pemasaran pada saluran 1 adalah Rp 5 000/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari tengkulak Rp 100, penggiling sebesar Rp 4 700/kg, pengecer sebesar Rp 200/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 329/kg. Total biaya tersebut berasal dari tengkulak Rp 56, penggiling sebesar Rp 2173, pengecer sebesar Rp 100/kg. Lampiran 1 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 2 Total marjin pemasaran pada saluran 2 adalah Rp 4 900/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari penggiling sebesar Rp 4 700/kg, pengecer sebesar Rp 200/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 273/kg. Total biaya tersebut berasal dari penggiling sebesar Rp 2173, pengecer sebesar Rp 100/kg. Lampiran 2 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 3 Total marjin pemasaran pada saluran 3 adalah Rp 4 800/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari tengkulak Rp 100, RMU sebesar Rp 4 700/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 229/kg. Total biaya tersebut berasal dari tengkulak Rp 56, RMU sebesar Rp 2173/kg. Berikut merupakan tabel 15 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 4 Total marjin pemasaran pada saluran 4 adalah Rp 4 800/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari tengkulak Rp 100, pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa sebesar Rp 4 000/kg, distributor sebesar Rp 400/kg, pengecer sebesar Rp 300/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 387.53/kg. Total biaya tersebut berasal dari tengkulak Rp 63.5, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 2 166.53, distributor sebesar Rp 57.5, pengecer sebesar Rp 100/kg. Lampiran 4 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 5 Total marjin pemasaran pada saluran 5 adalah Rp 4 500/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari tengkulak Rp 100, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 4 000/kg, distributor sebesar Rp 400/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 330.03/kg. Total biaya tersebut berasal dari tengkulak Rp 63.5, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 2 166.53, distributor sebesar Rp 100. Lampiran 5 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 6 Total marjin pemasaran pada saluran 6 adalah Rp 4 800/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 4 100/kg, distributor sebesar Rp 400/kg, pengecer sebesar Rp 300/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 324.03/kg. Total biaya tersebut berasal dari pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 2 166.53, distributor sebesar
Rp 57.5, pengecer sebesar Rp 100/kg. Lampiran 6 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 7 Total marjin pemasaran pada saluran 7 adalah Rp 4 500/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 4 100/kg, distributor sebesar Rp 400/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 266.53/kg. Total biaya tersebut berasal dari pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 2 166.53, distributor sebesar Rp 100. Lampiran 7 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 8 Total marjin pemasaran pada saluran 8 adalah Rp 5 800/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari tengkulak Rp 100, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 5 400/kg, pengecer sebesar Rp 300/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 427.53/kg. Total biaya tersebut berasal dari tengkulak Rp 63.5, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 2 264.03, pengecer sebesar Rp 100. Lampiran 8 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 9 Total marjin pemasaran pada saluran 9 adalah Rp 6 000/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari tengkulak Rp 100, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 200/kg, pabrik beras sebesar Rp 4 700, distributor sebesar Rp 700/kg, pengecer sebesar Rp 300/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 568.53/kg. Total biaya tersebut berasal dari tengkulak Rp 63.5, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 67.5, pabrik beras sebesar Rp 2255.03 distributor sebesar Rp 82.5, pengecer sebesar Rp 100/kg. Lampiran 9 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Marjin Pemasaran Saluran 10 Total marjin pemasaran pada saluran 10 adalah Rp 6 000/kg beras. Total marjin tersebut berasal dari pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 300/kg, pabrik beras sebesar Rp 4 700, distributor sebesar Rp 700/kg, pengecer sebesar Rp 300/kg. Total biaya pemasaran adalah Rp 2 505.03/kg. Total biaya tersebut berasal pengumpul besar dan pabrik beras sebesar Rp 67.5, pabrik beras sebesar Rp 2255.03 distributor sebesar Rp 82.5, pengecer sebesar Rp 100/kg. Lampiran 10 yang menunjukkan uraian dari total biaya tersebut. Analisis Farmer’s Share Farmer’s share merupakan salah satu indikator yang menunjukkan efisiensi operasional di tingkat petani berdasarkan perbandingan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir. Berikut Tabel 13 yang menunjukkan farmer’ share di setiap saluran tataniaga.
Tabel 13 Nilai Farmer’s Share pada Setiap Saluran Pemasaran
Saluran Tataniaga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Harga Gabah di Harga Beras di Tingkat Farmer’s Share Tingkat Petani(Rp/Kg) Konsumen Akhir(Rp/Kg) (%) 3 500 8 500 41.17 3 600 8 500 42.35 3 500 8 500 41.17 3 700 8 500 43.52 3 700 8 200 45.12 3 700 8 500 43.52 3 700 8 200 45.12 3 700 9 500 38.94 3 700 9 700 38.14 3 700 9 700 38.14
Nilai farmer’ share pada saluran yang terbesar adalah pada saluran 5 dan 7, yakni 45.12 % dimana marjin pemasaran pada saluran tersebut adalah yang paling kecil, yakni Rp 4 500. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa semakin kecil marjin pemasaran maka semakin besar farmer’s share. Hal ini juga menggambarkan secara tidak langsung petani lebih diuntungkan dengan proporsi harga terhadap konsumen akhir apabila menjual ke pengumpul besar dan pabrik beras yang mengolah dan menjual beras ke distributor yang secara langsung menjual ke konsumen akhir. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya yang menggambarkan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga tataniaga pada setiap satuan rupiah biaya pemasaran yang dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 14
Tabel 14 Total Rasio Keuntungan pada Setiap Saluran Pemasaran Lembaga Tataniaga 1 2 3 Petani Marjin Pemasaran Biaya 56 56 Pemasaran (c) Keuntungan ( Rasio ( Tengkulak Marjin 100 100 Pemasaran Biaya 56 56 Pemasaran(c) 44 44 Keuntungan( 0.78 0.78 Rasio( RMU Marjin 4700 4700 4700 Pemasaran Biaya 2173 2173 2173 Pemasaran(c) 2527 2527 2527 Keuntungan( 1.16 1.16 1.16 Rasio( Pengumpul Besar dan Pabrik Beras Marjin Pemasaran Biaya Pemasaran(c) Keuntungan( Rasio( Pabrik Beras Marjin Pemasaran Biaya Pemasaran(c) Keuntungan( Rasio( Distributor Marjin Pemasaran Biaya Pemasaran(c) Keuntungan( Rasio( Pengecer Marjin 200 200 Pemasaran Biaya 100 100 Pemasaran(c) 100 100 Keuntungan( 1.0 1.0 Rasio( Total Marjin 5000 4900 4800 Pemasaran Biaya 2329 2273 2229 Pemasaran(c) 2671 2627 2571 Keuntungan( 1.14 1.15 1.15 Rasio(
4
5
Saluran Pemasaran 6 7
56
8
9
56
10
56
100
100
100
100
63.5
63.5
63.5
63.5
36.5 0.57
36.5 0.57
36.5 0.57
36.5 0.57
4000
4000
4100
4100
5400
200
300
2166.53
2166.53
2166.53
2166.53
2264.03
67.5
67.5
1833.47 0.84
1833.47 0.84
1933.47 0.89
1933.47 0.89
3135.97 1.38
132.5 1.96
232.5 3.44
4700
4700
2255.03
2255.03
2444.97 1.08
2444.97 1.08
400
400
400
400
700
700
57.5
100
57.5
100
82.5
82.5
342.5 5.95
300 3.0
342.5 5.95
300 3.0
617.5 7.48
617.5 7.48
300
300
300
300
300
100
100
100
100
100
200 2.0
200 2.0
200 2.0
200 2.0
200 2.0
4800
4500
4800
4500
5800
6000
6000
2387.53
2330.03
2324.03
2266.53
2427.53
2568.53
2505.03
2412.47 1.01
2169.97 0.93
2475.97 1.06
2233.47 0.98
3372.47 1.38
3431.47 1.33
3494.97 1.39
Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 1 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 1 adalah 1.14 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.14. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah tengkulak sebesar 0.78, penggilingsebesar 1.16 dan pengecer sebesar 1.0. Pada saluran ini, rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga relatif merata. Tengkulak memang mendapatkan rasio keuntungan dan biaya yang paling kecil padahal peranannya dan manfaatnya cukup dirasakan oleh petani karena memberikan kemudahan pengangkutan. Rasio keuntungan dan biaya paling besar adalah di tingkat penggiling. Harga pembelian hasil panen oleh penggiling dibandingkan pabrik beras lebih rendah di tingkat petani padahal harga penjualannya mendekati harga yang berlaku di pasar. Hal tersebut mengakibatkan secara satuan penjualan penggiling lebih diuntungkan, namun volume penjualan dan pangsa pasarnya kecil dan sulit untuk bersaing. Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 2 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 2 adalah 1.15 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.15. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah penggiling sebesar 1.16 dan pengecer sebesar 1.0. Dengan semakin pendeknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam penelitian ini, yakni tidak melibatkan tengkulak, mengakibatkan total rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya meningkat. Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 3 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 3 adalah 1.15 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.15. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah tengkulak sebesar 0.78, penggiling sebesar 1.16. Pada saluran ini, rasio keuntungan tengkulak terhadap biaya di tingkat tengkulak dibandingkan penggiling tetap lebih kecil karena peranan penggiling sebagai pengolah dan penjual memberikan manfaat yang lebih besar sehingga mampu menetapkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan di tingkat tengkulak. Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 4 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 4 adalah 1.01 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.01. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah tengkulak sebesar 0.57, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar 0.84, distributor 5.95 dan pengecer sebesar 2.0. Pada saluran ini, tengkulak mendapatkan rasio keuntungan dan biaya yang semakin kecil dibandingkan saluran sebelumnya, namun volume pembelian dan penjualan yang dilakukan lebih besar. Pengumpul besar dan pabrik beras juga mendapatkan rasio keuntungan dan biaya lebih kecil dibandingkan penggiling pada saluran sebelumnya, namun ukuran usaha yang lebih besar membuat lembaga ini lebih mampu bersaing apalagi persaingan persaingan harga pembelian di tingkat petani dapat dilakukannya dengan lebih baik. Pada saluran ini, distributor mendapatkan rasio keuntungan terhadap biaya yang paling besar.
Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 5 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 5 adalah 0.93 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 0.93. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah tengkulak sebesar 0.57, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar 0.84, distributor 3.0. Tengkulak pada saluran ini mendapatkan rasio keuntungan terhadap biaya paling kecil sama seperti saluran sebelumnya. Rasio paling besar di distributor adalah paling besar meskipun sebenarnya nilainya mengecil dibandingkan pada saluran 4. Hal ini disebabkan distributor harus mengeluarkan tenaga kerja tambahan untuk secara khusus melayani pembelian konsumen. Pada praktiknya sebenarnya hal ini lebih memudahkan distributor dalam proses penjualan karena konsumen datang langsung ke lokasi penjualan distributor. Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 6 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 6 adalah 1.06 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.06. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah pengumpul besar dan pabrik beras sebesar 0.89, distributor 5.95 dan pengecer sebesar 2.0. Rasio keuntungan terhadap biaya di tingkat pengumpul besar dan pabrik beras pada saluran ini paling kecil, namun mengalami peningkatan dibandingkan saluran sebelumnya. Hal ini disebabkan karena petani mau menjual dan mengantarkan sendiri hasil panennya kepada pengumpul besar dan pabrik beras padahal harga pembelian lembaga ini sama dengan harga pembelian di tingkat tengkulak. Rasio keuntungan dan Biaya Saluran 7 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 7 adalah 0.98 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 0.98. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah pengumpul besar dan pabrik beras sebesar 0.89, distributor 3.0. Rasio keuntungan dan Biaya Saluran 8 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 8 adalah 1.38 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.38. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah tengkulak sebesar 0.57, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar 1.38, pengecer 2.0. Pada saluran ini, tengkulak tetap mendapatkan rasio keuntungan terhadap biaya yang paling kecil. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya pengumpul besar dan pabrik beras pada saluran ini mengalami peningkatan dibandingkan saluran sebelumnya karena lembaga ini mampu mengakses pasar diluar Cianjur yang mau membeli dengan harga lebih tinggi meskipun sebenarnya tenaga atau biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengumpul besar dan pabrik beras juga mengalami peningkatan. Pengecer mendapatkan rasio keuntungan terhadap biaya yang sama dengan saluran sebelumnya, namun pada saluran ini nilai rasio yang diperoleh oleh lembaga tersebut adalah terbesar dibandingkan lembaga lain.
Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 9 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 9 adalah 1.33 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.33. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah tengkulak sebesar 0.57, pengumpul besar dan pabrik beras sebesar 1.96, pabrik beras 1.08, distributor 7.48, pengecer 2.0. Tengkulak adalah lembaga dengan rasio keuntungan terhadap biaya terkecil. Pengumpul besar dan pabrik beras pada saluran ini hanya menjual gabah kepada pabrik beras yang skalanya lebih besar. Secara rasio, penjualan gabah ini justru lebih tinggi dibandingkan aktivitas penjualan beras, namun secara nominal penerimaan melalui penjualan beras lebih besar dibandingkan penjualan gabah. Pabrik beras, sebagai pengolah dan lembaga yang melakukan penjualan ke Jakarta, mendapatkan rasio keuntungan terhadap biaya yang lebih kecil dibandingkan saat pengumpul besar dan pabrik beras melakukan penjualan ke pengecer di Cianjur pada saluran sebelumnya tetapi volume penjualan ke distributor seperti yang dilakukan pabrik beras lebih besar. Distributor di Jakarta memiliki posisi tawar yang kuat dan memahami cukup memahami fluktuasi harga di pasar. Distributor yang menghadapi risiko harga memiliki posisi tawar yang kuat dan mampu melakukan pembelian dan penjualan dalam jumlah sangat besar karena memiliki informasi pasar dan sumber daya yang baik, terutama pada sektor pembiayaan. Rasio Keuntungan dan Biaya Saluran 10 Rata-rata rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran 10 adalah 1.39 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1.39. Rasio pada masing-masing lembaga di saluran ini adalah pengumpul besar dan pabrik beras sebesar 3.44, pabrik beras 1.08, distributor 7.48, pengecer 2.0. Pada saluran ini hampir sama dengan saluran 9 dimana tengkulak memperoleh rasio keuntungan terhadap biaya terkecil dan distributor memperoleh rasio terbesar. Pada saluran ini, petani menanggung biaya dan mau mengantarkan hasil panennya langsung ke pengumpul besar dan pabrik beras dengan harga pembelian sebenarnya sama dengan harga di tingkat tengkulak. Hal ini mengakibatkan pengumpul besar dan pabrik beras memperoleh rasio keuntungan terhadap biaya yang semakin besar apabila dibandingkan saluran 9. Analisis Efisiensi Operasional Pemasaran Efisiensi pemasaran merupakan ukuran kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan barang mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir. Pada penelitian ini digunakan indikator ukuran efisiensi operasional untuk mengukur efisiensi sistem pemasaran. Efisiensi ini menggambarkan rasio output dengan input tataniaga. Output merupakan penilaian konsumen terhadap beras baik secara fisik maupun atribut lain dalam pemasaran yang menciptakan kepuasan bagi konsumen. Input merupakan biaya pemasaran termasuk keuntungan yang diterima lembaga tataniaga. Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat berdasarkan nilai marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Nilai-nilai indikator tersebut pada setiap saluran dirangkum dalam Tabel 15 berikut.
Tabel 15 Nilai Marjin, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran pada Setiap Saluran Saluran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Marjin Tataniaga (Rp)
Farmer’s Share (%)
5 000 4 900 4 800 4 800 4 500 4 800 4 500 5 800 6 000 6 000
Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Tataniaga ( )
41.17 42.35 41.17 43.52 45.12 43.52 45.12 38.94 38.14 38.14
1.14 1.15 1.15 1.01 0.93 1.06 0.98 1.38 1.33 1.39
Berdasarkan nilai marjin terkecil dan farmer’s share terbesar pada saluran 7 yang melalui lembaga petani, pengumpul besar dan pabrik beras, distributor sampai ke konsumen. Secara tidak langsung, pada kondisi ini petani lebih diuntungkan karena proporsi harga yang diterimanya dibandingkan harga di tingkat konsumen lebih besar yakni 45.12%. Hal ini karena distributor tidak melakukan diskriminasi harga terhadap pengecer maupun konsumen yang mau membeli beras di lokasi penjualan distributor. Namun berdasarkan volume yang mengalir, hanya sekitar 10% dari beras distributor yang dijual langsung ke konsumen akhir karena konsumen lebih sering melakukan pembelian di pengecer yang tidak hanya menjual beras saja. Total perdagangan beras melalui saluran 7 juga hanya 2.05 persen dari total perdagangan seluruh saluran. Distributor di Jakarta dalam penelitian juga ini tidak ada yang menjual ke konsumen akhir. Berdasarkan rasio keuntungan terhadap biaya, saluran 8 yang melalui petani, pengumpul besar dan pabrik beras, pengecer sampai ke konsumen memiliki rasio yang cukup besar yakni 1.38. Rasio keuntungan terhadap biaya di setiap lembaga juga cukup merata. Hal ini menunjukkan lembaga pemasaran pada saluran ini paling efisien berdasarkan tingkat rasio. Lembaga pemasaran pada saluran ini berusaha menyediakan dan menawarkan beras ke lokasi perkotaan yang berada cukup jauh dari lokasi pertanian dan pengolahan di Cianjur. Total perdagangan beras melalui saluran 8 adalah 18. 48 persen dari total perdagangan seluruh saluran. Saluran ini paling efisien dari seluruh saluran.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sistem pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber melibatkan 7 lembaga pemasaran diantaranya petani, tengkulak, penggiling, pengumpul besar dan pabrik beras dalam desa, pabrik beras dengan skala lebih besar luar desa, distributor dan pengecer. Setiap lembaga menjalankan fungsi pertukaran, fisik
dan fasilitas meskipun fungsi dijalankan dengan berbeda cara dan biaya. Lembaga-lembaga tersebut membentuk pola pengaliran gabah di tingkat petani menjadi beras di tingkat konsumen. Pola aliran itu menjadi saluran pemasaran yang terdiri dari 10 saluran. Struktur pasar sistem pemasaran beras Ciherang di Kecamatan Cibeber secara umum pada struktur oligopsoni. Jumlah lembaga pemasaran yang membeli hasil panen di tingkat petani lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah petani sebagai penjual. Padi yang berikutnya diolah menjadi beras dengan standar tertentu menjadikan produk semakin terdifrensiasi. Berdasarkan rasio keuntungan dan biaya, saluran 8 memiliki nilai rasio yang besar yakni 1.38 dan rasio pada setiap lembaga juga cukup merata. Saluran 8 secara kualitatif juga menerapkan fungsi dan manfaat bagi masyarakat di kota lain yang membutuhkan beras. Dalam hal ini, saluran 8 menjadi saluran paling efisien dibandingkan seluruh saluran termasuk saluran 7 yang nilai marjin dan farmer’s sharenya lebih efisien karena mempertimbangkan nilai output yang dihasilkan terhadap biaya dan proses pemasaran yang dilakukan dalam saluran 8 ini. Saluran 8 juga merupakan saluran yang dilalui perdagangan beras yang besar diabndingkan saluran yang lain yakni 109.981 atau 18.48 persen dari total perdagangan seluruh saluran Saran Petani dalam memasarkan hasil panennya seharusnya memanfaatkan pembentukan kelompok tani atau koperasi dalam meningkatkan posisi tawarnya terutama karena petani dengan pangsa pasar kecil berada pada struktur pasar mendekati persaingan sempurna. Kelompok tani atau koperasi di tingkat petani diharapkan bukan hanya dapat membantu petani dalam aktivitas on-farm, namun juga mampu menjadi bagian yang kuat dalam sistem tataniaga hasil panen petani tersebut. Adanya kelompok tani dan atau koperasi di tingkat petani yang terlibat dalam saluran tataniaga dapat menghimpun hasil panen sehingga tingkat penawaran ketika berhadapan dengan lembaga tataniaga lain dapat lebih baik. Selain itu, dengan adanya kelompok tani atau koperasi di tingkat petani akan memudahkan petani dalam proses pembiayaan tanpa harus menjual hasil panen secepatnya dalam bentuk GKP. Kelompok tani atau koperasi diharapkan juga mampu bekerjasama dengan lembaga pembiayaan formal melalui resi gudang yang berada di Cianjur terutama saat panen raya dan harga gabah turun. Melalui resi gudang, pembiayaan dapat diperoleh melalui bank bahkan surat tanda kepemilikan dapat dijual kepada pihak lain kapanpun sehingga petani tetap mendapatkan modal dengan mudah. Dalam proses penjualan, petani juga disarankan melakukan penjualan kepada pabrik dengan ukuran dan skala usaha besar dan jaringan pelanggannya bukan hanya di Cianjur karena harga beli oleh pabrik akan semakin tinggi karena pabrik memiliki efisiensi dan fungsi yang semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA Aditama P. 2011. Analisis Tataniaga Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ammang B, Sawit MH. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Era Reformasi. Bogor (ID): IPB Press Antara. 2007. Resi Gudang perkuat Posisi Tawar Petani. [internet]. [diunduh 2014 Juni 8]. Tersedia pada http://id.berita. Yahoo.com/dpr-resi-gudang-perkuatposisi-tawar-petani-000815023.html Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Badan Litbang Pertanian. 2013. Varietas Ciherang. [internet]. [dinduh 2014 Mei 17]. Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/130 [BPS] Badan dan Pusat Statistik. 2011. Kecamatan Cibeber dalam Angka. Cianjur (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan dan Pusat Statistik. 2012. FAOSTAT, untuk data Indonesia diolah BPS, Kementan, dan KK dalam Investor Daily. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan dan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan dan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Cianjur dalam Angka. Cianjur (ID): Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan dan Pusat Statistik. 2013. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Seluruh Provinsi. [internet]. [diunduh 2014 Mei 17]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Bupati Cianjur. 2012. Perwilayahan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Cianjur (ID): Pemerintah Daerah Cianjur. Dahl, D.C, Hammond, I. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industry. United States (US): Mc. Draw-Hill, Inc. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur. 2013. Hasil Laporan Produksi, Luas Lahan, Produktivitas, Harga Komoditi Padi. Cianjur (ID): Disperta Cianjur. Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur. 2013. Profil Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur. Cianjur (ID): Disperta Cianjur. Fitriani. 2013. Analisis Tataniaga Padi Varietas Ciherang di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gandhi P. 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Varietas Unggul (Studi kasus Padi Pandan Wangi di Kecamatan Warung Kondang, Kabupaten Cianjur) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hanafiah, AM. 1983. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta (ID): UI Press. Kementrian Pertanian Indonesia. 28 Januari 2014. Basis Data Pertanian. Indonesia (ID). Kohls, R.L, Uhl, J.N. 2002. Marketing of Agricultural Products. New York (US): Prentice-Hall, Inc.
Kusumah, HM. 2011. Analisis Tataniaga Beras di Indonesia (Kasus: Jawa Barat dan Sulawesi Selatan) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Murdani D. 2008. Analisis Usahatani Padi dan Pemasaran Beras varietas Pandan Wangi dan Varietas Unggul Baru (Kasus Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sadarestuwati. 2008. Pentingnya Sistem Resi Gudang bagi Petani. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Resi Gudang. Pengembangan Alternatif Pembiayaan melalui Sistem Resi Gudang. Hotel Borobudur, tanggal 4 November 2008. Sekretariat Jenderal Pertanian. 2012. Undang-Undang Pangan. [internet]. [diunduh 2014 Mei 17]. Tersedia pada: www.hukumonline.com. Siregar H. 1987. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta (ID): Sastra Hudaya. Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang (ID): UMM Press Suryana A, Mardianto S. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Jakarta (ID): LPEM-FEUI. Wikipedia Bahasa Indonesia. 2014. Beras. [internet]. [diunduh 2014 Januari 3]. Tersedia pada: http://id.wikipedia.org/wiki/Beras.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 1 Petani Harga Jual
3 500 Tengkulak
Harga Beli Transportasi Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 500 50 6 56 100 3 600 Penggilingan
Harga Beli Penjemuran Penggilingan Bahan Bakar Pengolahan Pengemasan dan Sortasi Kemasan Transportasi Penjualan Penyusutan gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 600 50 15 130 250 22 50 1 656 2 173 4 700 8 300 Pengecer
Harga Beli Tenaga Kerja Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
8 300 100 100 200 8 500 Konsumen
Lampiran 2 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 2 Petani Transportasi Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Harga Jual
50 6 56 3 600 Penggilingan
Harga Beli Penjemuran Penggilingan Bahan Bakar Pengolahan Pengemasan dan Sortasi Kemasan Transportasi Penjualan Penyusutan gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 600 50 15 130 250 22 50 1 656 2 173 4 700 8 300 Pengecer
Harga Beli Tenaga Kerja Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
8 300 100 100 200 8 500 Konsumen
Lampiran 3 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 3 Petani Harga Jual
3 500 Tengkulak
Harga Beli Transportasi Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Marjin Harga Jual
3 500 50 6 56 100 3 600 Penggilingan
Harga Beli Penjemuran Penggilingan Bahan Bakar Pengolahan Pengemasan dan Sortasi Kemasan Transportasi Penjualan Penyusutan gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 600 50 15 130 250 22 50 1 656 2 173 4 900 8 500 Konsumen
Lampiran 4 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 4 Petani Harga Jual
3 700 Tengkulak
Harga Beli Transportasi Penjualan Bongkar Muat Pembelian Bongkar Muat Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual Harga Beli Penjemuran Bahan Bakar Pengolahan Penggilingan Pengemasan dan Sortasi Kemasan Transportasi Penjualan Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Penyusutan Gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 700 37.5 10 10 6 63.5 100 3 800 Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa 3 800 40 130 15 150.03 26 37.5 10 10 1 748 2 166.53 4 000 7 800 Distributor
Harga Beli Transportasi Penjualan Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Penjualan
7 800 37.5 10 10 57.5 400 8 200 Pengecer
Harga Beli Tenaga Kerja Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Penjualan
8 200 100 100 300 8 500 Konsumen
Lampiran 5 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 5 Petani Harga Jual
3 700 Tengkulak
Harga Beli Transportasi Penjualan Bongkar Muat Pembelian Bongkar Muat Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual Harga Beli Penjemuran Bahan Bakar Pengolahan Penggilingan Pengemasan dan Sortasi Kemasan Transportasi Penjualan Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Penyusutan Gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 700 37.5 10 10 6 63.5 100 3 800 Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa 3 800 40 130 15 150.03 26 37.5 10 10 1 748 2 166.53 4 000 7 800 Distributor
Harga Beli Tenaga Kerja Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Penjualan
7 800 100 100 400 8 200 Konsumen
Lampiran 6 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 6 Petani Transportasi Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Harga Jual
50 6 56
Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa Harga Beli 3 700 Penjemuran 40 Bahan Bakar Pengolahan 130 Penggilingan 15 Pengemasan dan Sortasi 150.03 Kemasan 26 Transportasi Penjualan 37.5 Pemuatan 10 Bongkar Muat Penjualan 10 Penyusutan Gabah 1 748 Biaya Pemasaran 2 166.53 Marjin Pemasaran Harga Jual Distributor Harga Beli 7 800 Transportasi Penjualan 37.5 Pemuatan 10 Bongkar Muat Penjualan 10 Biaya Pemasaran 57.5 Marjin Pemasaran Harga Penjualan Pengecer Harga Beli 8 200 Tenaga Kerja Penjualan 100 Biaya Pemasaran 100 Marjin Pemasaran Harga Penjualan Konsumen
3 700
4 100 7 800
400 8 200
300 8 500
Lampiran 7 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 7 Petani Transportasi Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual Harga Beli Penjemuran Bahan Bakar Pengolahan Penggilingan Pengemasan dan Sortasi Kemasan Transportasi Penjualan Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Penyusutan Gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
50 6 56 100 3 700 Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa 3 700 40 130 15 150.03 26 37.5 10 10 1748 2 166.53 4 100 7 800 Distributor
Harga Beli Tenaga Kerja Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Penjualan
7 800 100 100 400 8 200 Konsumen
Lampiran 8 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 8 Petani Harga Jual
3 700 Tengkulak
Harga Beli Transportasi Penjualan Bongkar Muat Pembelian Bongkar Muat Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual Harga Beli Penjemuran Bahan Bakar Pengolahan Penggilingan Pengemasan dan Sortasi Kemasan Transportasi Penjualan Retribusi Pemasaran Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Penyusutan Gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 700 37.5 10 10 6 63.5 100 3 800 Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa 3 800 40 130 15 150.03 26 125 10 10 10 1 748 2 264.03 5 400 9 200 Pengecer
Harga Beli Tenaga Kerja Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Penjualan
9 200 100 100 300 9 500 Konsumen
Lampiran 9 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 9 Petani Harga Jual
3 700 Tengkulak
Harga Beli Pengangkutan Bongkar Muat Pembelian Bongkar Muat Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual Harga Beli Transportasi Penjualan Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Biaya Penimbangan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual Harga Beli Penjemuran Pengeringan Bahan Bakar Pengolahan Penggilingan Pengemasan dan Sortasi Pemolesan Kemasan Transportasi Penjualan Retribusi Pemasaran Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Penyusutan Gabah Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
3 700 37.5 10 10 6 63.5 100 3 800 Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa 3 800 37.5 10 10 10 67.5 200 4 000 Pabrik Beras luar Desa 4 000 40 10 25 15 150.03 12 100 125 10 10 10 1 748 2 255.03 4 700 8 700 Distributor
Harga Beli Retribusi pemasaran Transportasi Penjualan Pemuatan Bongkar Muat Penjualan Biaya Pemasaran Marjin Pemasaran Harga Jual
8 700 25 37.5 10 10 82.5 700 9 400 Pengecer
Harga Beli Tenaga Kerja Penjualan Biaya pemasaran Marjin Pemasaran Harga Penjualan
9 400 100 100 300 9 700 Konsumen
Lampiran 10 Biaya dan Marjin Pemasaran pada Saluran 10 Petani Transportasi Penjualan Pengemasan Biaya Pemasaran Harga Jual
50 6 56
Pengumpul Besar dan Pabrik Beras dalam Desa Harga Beli 3700 Transportasi Penjualan 37.5 Pengangkutan 10 Bongkar Muat Penjualan 10 Biaya Penimbangan 10 Biaya Pemasaran 67.5 Marjin Pemasaran Harga Jual Pabrik Beras luar Desa Harga Beli 4 000 Penjemuran 40 Pengeringan 10 Bahan Bakar Pengolahan 25 Penggilingan 15 Pengemasan dan Sortasi 150.03 Pemolesan 12 Kemasan 100 Transportasi Penjualan 125 Retribusi Pemasaran 10 Pemuatan 10 Bongkar Muat Penjualan 10 Penyusutan Gabah 1748 Biaya Pemasaran 2 255.03 Marjin Pemasaran Harga Jual Distributor Harga Beli 8 700 Retribusi pemasaran 25 Transportasi Penjualan 37.5 Pemuatan 10 Bongkar Muat Penjualan 10 Biaya Pemasaran 82.5 Marjin Pemasaran Harga Jual Pengecer Harga Beli 9 400 Tenaga Kerja Penjualan 100 Biaya pemasaran 100 Marjin Pemasaran Harga Penjualan Konsumen
3 700
300 4 000
4 700 8 700
700 9 400
300 9 700
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, 1 Januari 1993 dari ayah Harmedin Saragih dan ibu Emelia Damaiana Sihombing. Penulis adalah putera pertama dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Santo Thomas 1 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Agribisnis , Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai staf Departemen Bureau of External Relationship (B’Extion) di Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) IPB pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2012-2013, penulis menjadi Kepala Departemen di B’Extion HIPMA tersebut. Pada tahun 2012, penulis juga menjadi anggota Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI). Sejak tahun 2011, penulis mendapatkan beasiswa PPA-DIKTI dalam perkuliahan. Saat ini, penulis sedang menempuh pendidikan pascasarjana melalui jalur fast track Magister Sains Agribisnis.