ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK BAKERY TRADISIONAL KARTIKA SARI BAKERY BANDUNG
Oleh : HERI SETYAWAN A14102083
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK BAKERY TRADISIONAL KARTIKA SARI BAKERY BANDUNG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
BOGOR, JULI 2006
HERI SETYAWAN A14102083
RINGKASAN HERI SETYAWAN. Analisis Sikap dan Preferensi Konsumen dalam Pembelian Produk Bakery Tradisional Kartika Sari Bakery Bandung. Di bawah bimbingan BAYU KRISNAMURTHI.
Salah satu sektor industri yang menjadi sorotan pada saat ini adalah sektor agroindustri pangan. Agroindustri pangan merupakan salah satu industri pengolahan hasil pertanian yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan dan penganekaragaman pangan. Industri roti (bakery) merupakan salah satu agroindustri pangan yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasar utamanya. Industri roti merupakan salah satu industri pemakai tepung terigu yang cukup besar yaitu mencapai 35 persen dari total penyerapan pasar terhadap tepung terigu. Industri bakery di Indonesia telah menghasilkan beragam jenis produk roti. Hal ini disebabkan cukup stabilnya perkembangan industri bakery di Indonesia. Selain itu persaingan yang ketat menyebabkan produsen menghasilkan beragam produk yang semakin bervariasi. Dilihat dari sisi konsumsi, perubahan pola konsumsi masyarakat mengarah pada pola konsumsi makanan cepat saji dan praktis. Roti merupakan makanan yang menjadi pilihan masyarakat seiring dengan perubahan pola konsumsi. Roti digemari masyarakat karena memiliki cita rasa dan tekstur yang khas serta mudah dikombinasikan dengan bahan makanan yang lain. Kartika Sari Bakery merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi berbagai jenis produk bakery baik modern maupun tradisional. Tingkat penjualan produk Kartika Sari Bakery cukup baik. Hal ini terlihat dari jumlah produk yang tidak terjual setiap hari hanya sekitar 5 persen dari keseluruhan produksi dalam satu hari. Tingkat penjualan produk Kartika Sari sebagian besar merupakan penjualan dari jenis bakery modern yang berbahan dasar tepung terigu. Sementara itu nilai penjualan produk bakery tradisional hanya sebesar 10 persen dari nilai penjualan produk bakery modern. Selain itu jumlah produk tidak terjual setiap harinya sebagian besar merupakan produk bakery tradisional. Salah satu hal yang penting untuk dipahami oleh produsen adalah mengenai preferensi konsumen terhadap produk bakery baik modern maupun tradisional. Dengan pemahaman terhadap preferensi konsumen akan dapat diketahui mengapa konsumen lebih senang memilih dan membeli produk bakery tertentu untuk memenuhi seleranya. Selain itu, melalui pemahaman terhadap preferensi konsumen akan diperoleh berbagai informasi yang bermanfaat untuk pengembangan strategi pemasaran atau pengembangan produk. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisis karakteristik konsumen Kartika Sari Bakery, menganalisis sikap dan preferensi konsumen terhadap atribut produk Kartika Sari Bakery, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery modern dan tradisional. Penelitian dilakukan di Kartika Sari Bakery Jalan Buah Batu dan Jalan Terusan Jakarta (Antapani) Bandung. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara convenience sampling. Sampel dipilih secara accidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 100 orang. Untuk analisis data digunakan (1) Analisis Deskriptif untuk menganalisis karakteristik responden dan proses keputusan pembelian, (2) Analisis Model Sikap Multiatribut Fishbein untuk menganalisis sikap dan preferensi konsumen, dan (3) Model logit untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery modern atau produk bakery tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden Kartika Sari Bakery sebagian besar adalah wanita dengan usia antara 20 – 29 tahun. Sebagian besar responden sudah menikah dan berpendidikan Sarjana (S1). Sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta serta memiliki tempat tinggal di daerah perumahan. Pendapatan responden sebagian besar berada di antara Rp 1.000.000,00 sampai Rp 2.999.999,00. Proses keputusan pembelian yang dilakukan pada tahap pengenalan kebutuhan yaitu motivasi membeli produk bakery karena praktis dan mencari manfaat sebagai makanan selingan (kudapan) dengan frekuensi pembelian ratarata 3 kali per bulan. Pada tahap pencarian informasi, sebagian besar responden memperoleh informasi tentang produk bakery dari tempat berbelanja. Dalam tahap evaluasi alternatif, responden mempertimbangkan lokasi toko yang dekat dengan tempat tinggal dan mempertimbangkan atribut rasa. Pada tahap keputusan pembelian, responden menyatakan membeli produk secara mendadak dan akan mencari produk ke toko lain jika produk yang dicari tidak tersedia. Responden menyatakan puas dengan hasil pembelian terhadap produk Kartika Sari Bakery. Atribut yang dinilai paling penting dengan nilai evaluasi paling tinggi menurut konsumen adalah rasa (1,79), sementara atribut produk yang memiliki nilai evaluasi paling rendah adalah warna (0,81). Produk yang paling disukai oleh konsumen adalah produk pisang bolen dengan nilai total rata-rata sikap terhadap produk sebesar 8,714. Produk cheese roll berada di urutan kedua dengan nilai sikap total rata-rata sebesar 8,539. Selanjutnya produk brownies disukai konsumen di urutan ketiga dengan nilai total rata-rata sikap terhadap produk sebesar 8,352. Produk kelepon merupakan produk yang paling tidak disukai konsumen dengan nilai total rata-rata sikap sebesar 4,871. Sehingga pada umumnya konsumen menyukai produk-produk bakery modern dan kurang menyukai produk bakery tradisional yang berupa kue basah. Keputusan pembelian produk bakery dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan (sumber pengaruh, bentuk pengaruh, pencetus keinginan, dan pengambil keputusan), perbedaan individu (pendapatan, frekuensi pembelian ratarata per bulan, dan pengetahuan konsumen), dan proses psikologis (pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku). Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang pembelian produk bakery tradisional adalah pendapatan rata-rata per bulan. Semakin tinggi pendapatan, peluang konsumen untuk membeli produk bakery tradisional semakin rendah. Faktor kedua adalah pekerjaan; konsumen yang tidak memiliki pekerjaan cenderung untuk membeli produk bakery tradisional. Faktor ketiga adalah umur; semakin dewasa usia konsumen maka peluang pembelian produk bakery tradisional semakin rendah. Faktor keempat adalah status perkawinan; konsumen yang sudah menikah lebih
cenderung untuk melakukan pembelian produk bakery tradisional. Faktor kelima adalah frekuensi pembelian rata-rata per bulan; konsumen yang semakin sering melakukan pembelian akan cenderung untuk membeli produk bakery tradisional. Untuk meningkatkan penjualan produk bakery tradisional, khususnya kue basah, produsen dapat menerapkan promosi. Promosi yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan bonus satu buah produk setiap pembelian 10 buah produk bakery tradisional. Selain itu produsen dapat melakukan promosi dengan menyebarkan brosur tentang produk-produk Kartika Sari di lokasi perkantoran. Daya tahan simpan produk kelepon dinilai kurang baik. Sehingga sebaiknya produsen melakukan produksi dalam dua kali produksi yaitu pagi dan siang hari untuk produk kue basah. Produksi pada pagi hari digunakan untuk memenuhi kebutuhan pagi dan siang hari. Sementara produksi pada siang hari dilakukan untuk memenuhi kebutuhan siang dan sore hari.
ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK BAKERY TRADISIONAL KARTIKA SARI BAKERY BANDUNG
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : HERI SETYAWAN A14102083
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
: ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK BAKERY TRADISIONAL KARTIKA SARI BAKERY BANDUNG
Nama
: HERI SETYAWAN
NRP
: A14102083
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS. NIP. 131 846 869
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Kelulusan : 31 Juli 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pati, 13 September 1984 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Suci Raharjo dan Rr. Premi Wahyudiningsih. Penulis memasuki pendidikan dasar di SD Negeri Margahayu Raya I Bandung pada tahun 1990 dan melanjutkan di SD Negeri Margahayu Raya Blok i/II – I Bandung pada tahun 1992 dan berhasil menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 14 Bandung pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1999, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 20 Bandung pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Pertanian, Program Studi Manajemen Agribisnis melalui jalur SPMB.
Bogor, Juli 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih karunia, berkat, dan anugerah yang penulis terima. 2. Bapak, Ibu, dan Adikku Noviana serta seluruh keluarga yang selalu memberikan doa, perhatian, dan dukungan baik moral maupun material bagi penulis. 3. Bapak Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, saran, kritik, bantuan, perhatian, doa, serta dorongan semangat kepada penulis. 4. Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryantono, M.Sc, selaku dosen penguji utama. 5. Bapak Arif Karyadi, SP, selaku dosen penguji wakil departemen. 6. Bapak Amzul Rifin, SP, MA atas saran dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Irwan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kartika Sari Bakery, serta karyawan perusahaan yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan informasi dan data-data yang diperlukan selama penelitian. 8. Mbak Dinda, Mbak Muti, dan Staf PSP3, terima kasih atas bantuan, informasi, serta dorongan semangat yang telah diberikan. 9. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Manajemen Agribisnis (Teh Ida, Mbak Dian, Mbak Dewi, Mas Supre). Terima kasih atas bantuannya. 10. Teman dan sahabatku (Wiwie, Nisa Bungsu, Winda, Lala, Hesthy, Anna, Andrie, Ibhe, J-free). Terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, serta dukungan dan bantuannya. 11. Windi Zone (Jaka, J-Free, Hana). Terima kasih atas bantuan, saran, kritik, dan dukungannya. 12. Teman-teman AGB’39 : Diki, Ivan, Salmon, Ejza, Barak, Bayu, Bagus “Bugs”, Tinton, Dewa, Dudung, Step, Bagus W, Luthfi, Abo, Ganjar, Yodhy, Harris, Yugo, Eko, Imran, Mungkas, Ricky, Maer, Putu, Lady, Ata, Rian,
Uphie, Katty, Wulan, Putri, Indri, Erna, Emma, Silvi, Adisti, Suci, Islam, Dian, Ninda, Mia, Lita, Tiya, Disney, dst.) 13. Teman-teman Asrama Putra TPB : Hananto (MNJ’39), Ade (MTK’39), Yoga (TIN’39), Eprim (AGR’39), Hastyo (FIS’39), Willy (EKBANG’39), Yoshika (EKBANG’39). 14. Teman-teman KKP Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor (Wijayanti, Retno, Lusi, Jessica, Dikfa). 15. Seluruh masyarakat Desa Sukaluyu, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Khususnya keluarga Bu Mimin, Teh Ani – A’ Dedi, terima kasih banyak atas bantuan dan dukungannya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Sikap dan Preferensi Konsumen dalam Pembelian Produk Bakery Tradisional Kartika Sari Bakery Bandung. Skripsi ini menganalisis sikap konsumen terhadap produk bakery modern dan tradisional yang dijual oleh Kartika Sari Bakery. Produk bakery modern yang dianalisis yaitu cheese roll dan brownies, sementara itu produk bakery tradisional yang dianalisis adalah pisang bolen dan kelepon. Selain itu dianalisis faktor- faktor yang mempengaruhi peluang pembelian konsumen terhadap produk bakery tradisional. Seperti pepatah mengatakan, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2006
Penulis
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ BAB I
Hal vii x xv xv
PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................ 1.5. Keterbatasan Penelitian ...........................................................
1 1 7 9 9 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ..... 2.1. Produk ...................................................................................... 2.1.1. Definisi Roti .................................................................. 2.1.2. Standar Mutu Roti ......................................................... 2.1.3. Jenis Roti ....................................................................... 2.1.4. Proses Pembuatan Roti .................................................. 2.1.5. Metode Pembuatan Adonan Roti ................................... 2.2. Perilaku Konsumen .................................................................. 2.2.1. Proses Pengambilan Keputusan ..................................... 2.2.2. Fakor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Konsumen ...................................................................... 2.2.3. Sikap .............................................................................. 2.2.4. Preferensi ....................................................................... 2.3. Model Logit ............................................................................. 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ...................................................... 2.5. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
11 11 11 11 12 15 19 21 22
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 3.3. Metode Pengambilan Sampel .................................................. 3.4. Uji Validitas ............................................................................. 3.4.1. Validitas .......................................................................... 3.4.2. Reliabilitas ...................................................................... 3.5. Metode Analisis Data .............................................................. 3.5.1. Analisis Deskriptif ......................................................... 3.5.2. Model Sikap Multiatribut Fishbein ............................... 3.5.3. Analisis Model Logit ..................................................... 3.6. Definisi Operasional ................................................................
46 46 46 47 48 48 49 50 50 51 52 59
25 32 34 35 37 42
viii
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................ 4.1. Gambaran Umum Kota Bandung ............................................ 4.1.1. Kondisi Geografis .......................................................... 4.1.2. Penduduk ....................................................................... 4.2. Gambaran Umum Perusahaan ................................................. 4.2.1. Sejarah Singkat Perusahaan ........................................... 4.2.2. Struktur Organisasi ........................................................ 4.2.3. Produk ............................................................................ 4.2.4. Lokasi Toko ...................................................................
62 62 62 63 63 63 64 66 67
BAB V KARAKTERISIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK BAKERY ... 5.1. Karakteristik Umum Responden ............................................. 5.1.1. Jenis Kelamin ................................................................ 5.1.2. Usia ................................................................................ 5.1.3. Status Perkawinan ......................................................... 5.1.4. Pendidikan Terakhir ...................................................... 5.1.5. Pekerjaan ....................................................................... 5.1.6. Jenis Lokasi Tempat Tinggal ......................................... 5.1.7. Pendapatan ..................................................................... 5.2. Tahapan Proses Keputusan Pembelian Produk Bakery ........... 5.2.1. Pengenalan Kebutuhan .................................................. 5.2.2. Pencarian Informasi ....................................................... 5.2.3. Evaluasi Alternatif ......................................................... 5.2.4. Keputusan Pembelian .................................................... 5.2.5. Evaluasi Hasil Pembelian ..............................................
69 69 69 72 76 78 82 86 89 93 93 95 97 98 101
BAB VI ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN ............ 6.1. Analisis Atribut Produk ........................................................... 6.2. Komponen Evaluasi (ei) .......................................................... 6.3. Komponen Kepercayaan (bi) ................................................... 6.3.1. Kepercayaan Produk Pisang Bolen ............................... 6.3.2. Kepercayaan Produk Cheese Roll ................................. 6.3.3. Kepercayaan Produk Kelepon ....................................... 6.3.4. Kepercayaan Produk Brownies ..................................... 6.4. Penilaian Sikap dan Preferensi Konsumen Terhadap Produk Kartika Sari Bakery ................................................................. 6.5. Sikap Terhadap Atribut Produk ............................................... 6.5.1. Rasa ............................................................................... 6.5.2. Warna ............................................................................ 6.5.3. Aroma ............................................................................ 6.5.4. Penampilan .................................................................... 6.5.5. Kemasan ........................................................................ 6.5.6. Daya Tahan Simpan ...................................................... 6.5.7. Tekstur ........................................................................... 6.5.8. Harga .............................................................................
103 103 103 105 106 108 110 112 115 118 119 119 120 121 122 123 124 125
ix
BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK BAKERY ................ 7.1. Pengaruh Lingkungan ........................................................... 7.2. Perbedaan Individu ............................................................... 7.3. Proses Psikologis .................................................................. 7.4. Analisis Peluang Pembelian Produk Bakery Tradisional ..... 7.4.1. Pengujian Model ........................................................ 7.4.2. Interpretasi Hasil ........................................................
126 126 128 129 130 131 133
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 8.1. Kesimpulan ........................................................................... 8.2. Saran .....................................................................................
138 138 140
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................
141 144
x
DAFTAR TABEL No. 1.
Hal. Pemakaian Tepung Terigu Pada Industri Bakery di Indonesia Tahun 2000 – 2003 ………………………………………………..................................
2
Jumlah Industri Bakery di Indonesia Berskala Sedang dan Besar Tahun 1997 – 2003 ……………………………………………….........................
3
Jumlah Industri Kue-kue Basah di Indonesia Berskala Sedang dan Besar Tahun 2000 – 2003 ………………………………………………………..
4
Jumlah Produksi Roti Kering, Roti Manis, dan Roti Tawar di Indonesia Tahun 2000 – 2003 ……………………………………..............................
5
5.
Jumlah Produksi Kue-kue Basah di Indonesia Tahun 2000 – 2003 ………
5
6.
Konsumsi Rata-rata Produk Bakery Per Kapita Dalam Seminggu Pada Masyarakat Perkotaan Tahun 2002 – 2003 ……………….........................
6
7.
Syarat Mutu Roti Berdasarkan SII 0031-74 ……………………................
12
8.
Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha ……………………………
50
9.
Sebaran Jenis Kelamin Responden ……………………………….............
70
10.
Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan ………………………………………………………………….
70
Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery ……………………………………………………………………..
71
12.
Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Manfaat Produk Bakery ………
71
13.
Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery ……………………………………………………………………..
71
Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery …………………………………………………………….
72
15.
Sebaran Usia Responden ………………………………………………….
72
16.
Hubungan Antara Usia Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan
73
17.
Hubungan Antara Usia Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery …….
74
18.
Hubungan Antara Usia Dengan Manfaat Produk Bakery ………………...
74
2.
3.
4.
11.
14.
xi
19.
Hubungan Antara Usia Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery …..
75
20.
Hubungan Antara Usia Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery ……………………………………………………………………..
75
21.
Sebaran Status Perkawinan Responden …………………………………...
76
22.
Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Frekuensi Pembelian Ratarata Per Bulan ……………………………………………………………..
76
Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery ……………………………………………………………………..
77
24.
Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Manfaat Produk Bakery ….
77
25.
Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery …………………………………………………………….
78
Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery ………………………………………………...
78
27.
Sebaran Pendidikan Terakhir Responden ………………………………...
79
28.
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan ……………………………………………………………………...
79
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery ……………………………………………………………………..
80
30.
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Manfaat Produk Bakery ………….
81
31.
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery ……………………………………………………………………..
81
Hubungan Antara Pendidikan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery …………………………………………………………….
82
33.
Sebaran Pekerjaan Responden ……………………………………………
82
34.
Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan ……………………………………………………………………...
83
35.
Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery
84
36.
Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Manfaat Produk Bakery …………...
84
37.
Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery ……………………………………………………………………..
85
23.
26.
29.
32.
xii
38.
Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery …………………………………………………………….
85
39.
Sebaran Lokasi Tempat Tinggal Responden ……………………………...
86
40.
Sebaran Asal Kota Responden ……………………………………………
86
41.
Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan …………………………………………...
87
Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery ………………………………………………...
87
Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Manfaat Produk Bakery ……………………………………………………………………..
88
Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery ……………………………………………………
88
Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery ………………………………….
89
46.
Sebaran Pendapatan per Bulan Responden ……………………….............
89
47.
Hubungan Antara Pendapatan Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan ……………………………………………………………………...
90
Hubungan Antara Pendapatan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery ……………………………………………………………………..
91
49.
Hubungan Antara Pendapatan Dengan Manfaat Produk Bakery …………
91
50.
Hubungan Antara Pendapatan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery ……………………………………………………………………..
92
Hubungan Antara Pendapatan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery …………………………………………………………….
93
52.
Sebaran Motivasi Responden dalam Pembelian Produk Bakery …………
94
53.
Sebaran Manfaat Produk Bakery ………………………………………….
95
54.
Sebaran Frekuensi Rata-rata Pembelian Produk Kartika Sari Bakery ……
95
55.
Sebaran Sumber Informasi Responden …………………………………...
96
56.
Sebaran Pertimbangan Pemilihan Toko …………………………………..
97
42.
43.
44.
45.
48.
51.
xiii
57.
Sebaran Pertimbangan Atribut Produk ……………………………………
98
58.
Sebaran Lokasi Toko yang Dik unjungi Responden ………………………
99
59.
Sebaran Cara Pembelian Produk ………………………………………….
100
60.
Sebaran Alternatif Jika Produk Tidak Tersedia …………………………..
100
61.
Sebaran Kepuasan Responden Terhadap Produk Kartika Sari Bakery …...
101
62.
Kategori Tingkat Kepentingan Atribut Produk Bakery …………………...
104
63.
Nilai Kepentingan dan Kategori Tingkat Kepentingan Atribut Produk Bakery ……………………………………………………………………..
104
64.
Kategori Tingkat Kepercayaan Atribut Produk Bakery …………………..
105
65.
Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Pisang Bolen ……………………………………………………...
107
Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Cheese Roll ……………………………………………………….
109
Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Kelepon …………………………………………………………...
110
Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Brownies ………………………………………………………….
113
Nilai Maksimum dan Minimum Sikap (Ao) Terhadap Atribut Produk Bakery ……………………………………………………………………..
116
Kategori Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan Nilai Maksimum dan Minimum Sikap ………………………………………………………
116
Nilai Sikap (Ao) Responden Terhadap Produk Pisang Bolen, Cheese Roll, Kelepon, dan Brownies ……………………………...........................
117
72.
Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Rasa ………………………...
119
73.
Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Warna ……………………….
120
74. 75.
Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Aroma ……………………… Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Penampilan …………………
120 121
76.
Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Kemasan ……………………
122
77.
Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Daya Tahan Simpan ………...
123
66.
67.
68.
69.
70.
71.
xiv
78.
Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Tekstur ……………………...
124
79.
Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Harga ……………….............
125
80.
Sebaran Sumber Pengaruh dalam Keputusan Pembelian …………………
127
81.
Sebaran Pengaruh dalam Keputusan Pembelian ………………….............
127
82.
Sebaran Pencetus Keinginan dalam Proses Pembelian …………………...
128
83.
Sebaran Pengambil Keputusan dalam Proses Pembelian …………………
128
84.
Sebaran Pengetahuan Responden Terhadap Produk Kartika Sari Bakery ..
129
85.
Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Pembelian Produk Bakery Tradisional …....................................................
133
xv
DAFTAR GAMBAR No.
Hal.
1.
Proses Pembuatan Roti Berdasarkan Metode Pembuatan Adonan ………
19
2.
Tiga Elemen Perilaku Konsumen ……………………………..................
21
3.
Tahapan Proses Keputusan Pembelian ………………………..................
23
4.
Model Perilaku Konsumen ………………………………………………
26
5.
Kerangka Pemikiran Operasional …………………………......................
45
6.
Struktur Organisasi Perusahaan ………………………………………….
65
DAFTAR LAMPIRAN No.
Hal.
1.
Daftar Produk Kartika Sari Bakery ………………………………………
145
2.
Output SPSS 13.0 Model Regresi Logistik ………………………………
147
3.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner …………………………..
150
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pengembangan agroindustri kedepan perlu diarahkan pada pendalaman
struktur agroindustri yang lebih ke hilir, dengan tujuan menciptakan dan meningkatkan nilai tambah (added value) sebesar mungkin di dalam negeri, mendiversifikasi produk yang dapat mengakomodasi preferensi konsumen untuk memanfaatkan segmen-segmen pasar yang berkembang, baik di dalam negeri maupun pasar internasional (Saragih, 1998). Salah satu sektor industri yang menjadi sorotan pada saat ini adalah sektor agroindustri pangan. Agroindustri pangan merupakan salah satu industri pengolahan hasil pertanian yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan dan penganekaragaman pangan. Industri pengolahan itu sendiri didefinisikan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi, barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (Badan Pusat Statistik, 2002). Industri roti (bakery) merupakan salah satu agroindustri pangan yang menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasar utamanya. Industri roti merupakan salah satu industri pemakai tepung terigu yang cukup besar yaitu mencapai 35 persen dari total penyerapan pasar terhadap tepung terigu. 1 Tabel 1
1
http:/www.wartaekonomi.com/indikator.asp?aid=6388&cid=25. Diakses tanggal 5 Maret 2006
2
menunjukkan besarnya pemakaian tepung terigu pada industri bakery di Indonesia.
Tabel 1. Pemakaian Tepung Terigu Pada Industri Bakery di Indonesia Tahun 2000 – 2003. Impor
Total Tahun Volume Nilai Volume (kg) Nilai (kg) (Rp. 000) (Rp. 000) 2000 20.870.831 45.813.426 168.052.313 245.730.329 2001 13.247.170 32.395.510 325.239.214 862.277.438 2002 27.237.426 57.324.246 617.709.646 1.492.516.822 2003 31.131.422 34.556.151 248.025.425 441.844.411 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2002 – 2005 diolah
% Terigu Impor 12.42 4.07 4.41 12.55
Penggunaan terigu impor pada industri bakery semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Penggunaan terigu impor pada industri bakery di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 31.131.422 kg. Meskipun pada tahun 2001 penggunaan terigu impor oleh industri bakery menurun, namun pada tahun 2002 dan 2003 penggunaan terigu impor meningkat kembali. Pada tahun 2001 dan 2002 penggunaan terigu impor hanya sekitar empat persen dari total kebutuhan industri bakery. Namun pada tahun 2003 penggunaan terigu impor mencapai 12,55 persen dari total penggunaan tepung terigu pada industri bakery di Indonesia. Sehingga industri bakery di Indonesia menggunakan terigu lokal sebesar 87,45 persen. Data Apegti (Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu) menunjukkan bahwa kebutuhan terigu nasional berkisar antara tiga sampai empat juta ton per tahun. Dari tingkat konsumsi tersebut, produksi domestik hanya mengalokasikan sebanyak 70 persen dan sisanya sebesar 30 persen diimpor dari 12 negara. Total impor terigu pada tahun 2004 mencapai 307.380 ton. Impor terigu Indonesia yang
3
terbesar berasal dari Australia, sementara itu China merupakan negara urutan kedua sebagai pengekspor terigu ke Indonesia. 2
Tabel 2. Jumlah Industri Bakery di Indonesia Berskala Sedang dan Besar Tahun 1997 – 2003. Tahun
Jumlah Perusahaan
1997 331 1998 490 1999 489 2000 489 2001 494 2002 499 2003 498 Perkembangan Rata-rata Sumber : Badan Pusat Statistik, 1999 – 2005 diolah
Perkembangan (%) 48,04 -0,20 0 1,02 1,02 -0,20 8,28
Pada Tabel 2 dapat dilihat perkembangan jumlah industri bakery berskala sedang dan besar di Indonesia dari tahun 1997 sampai tahun 2003. Perkembangan industri bakery pada tahun 1998 mencapai 48,04 persen. Namun pada tahun-tahun selanjutnya, perkembangan industri bakery di Indonesia sangat kecil yaitu sekitar satu persen. Kondisi ini dapat disebabkan karena persaingan dalam industri ini sangat ketat. Namun meskipun demikian dalam kurun waktu tahun 1999 sampai tahun 2003 perkembangan industri ini cukup stabil. Secara keseluruhan, perkembangan industri bakery di Indonesia dari tahun 1998 – 2003 sebesar 8,28 persen. Jumlah industri kue basah berskala sedang dan besar sejak tahun 2000 sampai tahun 2003 mengalami penurunan. Penurunan rata-rata sejak tahun 2000 sampai tahun 2003 sebesar 4,69 persen. Penurunan terbesar terjadi pada tahun
2
http:/www.beacukai.go.id/news/readNews.php?ID=1175&Ch=01. Diakses tanggal : 15 Maret 2006
4
2002 yang mencapai 15,94 persen. Perkembangan industri kue-kue basah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Industri Kue-kue Basah di Indonesia Berskala Sedang dan Besar Tahun 2000 – 2003. Tahun
Jumlah Perusahaan
2000 74 2001 69 2002 58 2003 63 Perkembangan Rata-rata Sumber : Badan Pusat Statistik, 2002 – 2005 diolah
Perkembangan (%) -6,76 -15,94 8,62 -4,69
Industri bakery di Indonesia telah menghasilkan beragam jenis produk roti. Hal ini disebabkan cukup stabilnya perkembangan industri bakery di Indonesia. Selain itu persaingan yang ketat menyebabkan produsen menghasilkan beragam produk yang semakin bervariasi. Berbagai jenis dan jumlah roti yang dihasilkan oleh industri bakery di Indonesia terdapat pada Tabel 4. Produksi roti tawar berdasarkan data pada Tabel 4 terlihat semakin meningkat dari tahun 2000 sampai tahun 2003. Meskipun pada tahun 2002 produksi roti tawar menurun, namun pada tahun 2003 produksi roti tawar mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu mencapai 68,47 persen dengan tingkat produksi 25.106.495 buah. Hal ini disebabkan karena kecenderungan pola konsumsi pangan yang mengarah ke pola cepat saji dan praktis. Sehingga roti tawar sering disajikan pada waktu sarapan pada masyarakat perkotaan yang memiliki keterbatasan waktu. Sementara itu, produk roti manis pada tahun 2001 dan 2002 mengalami peningkatan jumlah produksi. Pada tahun 2001 produksi roti manis di Indonesia mencapai 617.890.987 buah dan pada tahun 2002 produksinya mencapai
5
866.957.012 buah. Namun, pada tahun 2003 produksi roti manis turun sebesar 63,51 persen dengan tingkat produksi 316.351.845 buah. Penurunan ini terjadi karena perubahan tren di kalangan konsumen. Pada tahun 2003 berdasarkan data pada Tabel 4 konsumen cenderung memilih produk roti tawar sehingga jumlah produksi roti manis menurun. Hal serupa juga terjadi pada produk roti kering. Pada tahun 2002 produksi roti kering mencapai 4.362.737 buah namun pada tahun 2003 produksinya menurun menjadi 3.513.041 buah.
Tabel 4. Jumlah Produksi Roti Kering, Roti Manis, dan Roti Tawar di Indonesia Tahun 2000 – 2003. Jumlah Produksi (Buah) Roti Kering Roti Manis 2000 7.217.527 40.644.338 2001 259.240 617.890.987 2002 4.362.737 866.957.012 2003 3.513.041 316.351.845 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2002 – 2005 Tahun
Roti Tawar 2.117.657 19.465.102 14.902.328 25.106.495
Produksi kue-kue basah disajikan pada Tabel 5. Sejak tahun 2000 sampai tahun 2003 produksi kue-kue basah di Indonesia semakin menurun. Meskipun sempat terjadi peningkatan pada tahun 2003, namun secara rata-rata produksi kuekue basah dari tahun 2000 sampai tahun 2003 mengalami penurunan. Penurunan produksi ini terjadi karena adanya perubahan preferensi konsumen terhadap produk kue-kue basah. Konsumen saat ini beralih untuk mengkonsumsi berbagai produk bakery modern.
Tabel 5. Jumlah Produksi Kue -kue Basah di Indonesia Tahun 2000 – 2003. Tahun 2000 2001 2002 2003 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2002 – 2005
Jumlah Produksi (Buah) 13.437.410 9.844.544 9.211.537 10.346207
6
Dilihat dari sisi konsumsi, perubahan pola konsumsi masyarakat mengarah pada pola konsumsi makanan yang cepat saji dan praktis. Roti merupakan makanan yang menjadi pilihan masyarakat seiring dengan perubahan pola konsumsi (Mudjajanto dan Yulianti, 2005). Roti digemari masyarakat karena memiliki cita rasa dan tekstur yang khas serta mudah dikombinasikan dengan bahan makanan yang lain. Konsumsi roti tawar rata-rata per kapita dalam seminggu pada masyarakat perkotaan tahun 2002 sebesar 0,071 boks kecil dan pada tahun 2003 konsumsi roti tawar sebesar 0,060 boks kecil. Sementara itu untuk produk roti manis, konsumsi rata-rata per kapita dalam seminggu pada masyarakat perkotaan tahun 2002 sebesar 0,348 potong dan pada tahun 2003 mengalami peningkatan menjadi 0,428 potong. Hal serupa juga terjadi pada produk kue basah. Pada tahun 2002 konsumsi rata-rata per kapita dalam seminggu pada masyarakat perkotaan sebesar 1,060 buah dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 1,157 buah. Peningkatan konsumsi tersebut terjadi karena produk-produk bakery dijadikan sebagai pilihan makanan kudapan yang praktis namun tetap mengandung nilai gizi yang tinggi. Konsumsi beberapa produk bakery dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Konsumsi Rata-rata Produk Bakery Per Kapita Dalam Seminggu Pada Masyarakat Perkotaan Tahun 2002 – 2003. Jenis Produk
Satuan
Roti tawar Boks kecil Roti manis Potong Kue Basah Buah Kue kering/biskuit Ons Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003
Tahun 2002 0,071 0,348 1,157 0,125
2003 0,060 0,428 1,060 0,103
Produk bakery memiliki potensi pasar yang baik untuk dikembangkan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya konsumsi rata-rata per kapita masyarakat perkotaan
7
yang cenderung meningkat (Badan Pusat Statistik, 2003). Selain itu potensi pasar yang baik untuk berbagai produk bakery didukung oleh perubahan gaya hidup dalam pola konsumsi pangan yang mengarah pada pola konsumsi yang praktis, cepat saji, namun bergizi tinggi. Potensi pasar yang baik ini dapat menjadi daya tarik bagi perusahaan baik lokal maupun asing untuk masuk dan bersaing dalam industri bakery.
1.2.
Perumusan Masalah Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia diperkirakan meningkat sebesar
enam persen setiap tahunnya (CIC dalam Dalimunthe, 2003). Kondisi ini memberikan peluang yang baik bagi pasar produk bakery. Namun dengan semakin bertambahnya perusahaan yang memproduksi dan menjual berbagai macam produk bakery menyebabkan meningkatnya persaingan dalam merebut pangsa pasar. Kartika Sari Bakery merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi berbagai jenis produk bakery baik modern maupun tradisional. Menurut pihak manajemen, Kartika Sari Bakery menjual sekitar 200 macam produk bakery yang terdiri dari produk bakery modern maupun tradisional. Tingkat penjualan produk Kartika Sari Bakery cukup baik. Hal ini terlihat dari jumlah produk yang tidak terjual setiap hari hanya sekitar lima persen dari keseluruhan produksi dalam satu hari. Tingkat penjualan produk Kartika Sari sebagian besar merupakan penjualan dari jenis bakery modern yang berbahan dasar tepung terigu. Sementara itu nilai penjualan produk bakery tradisional, terutama untuk jenis kue basah,
8
hanya sebesar 10 persen dari nilai penjualan produk bakery modern. Selain itu jumlah produk tidak terjual setiap harinya sebagian besar merupakan produk bakery tradisional terutama produk kue basah. Menurut pihak manajemen, penjualan produk bakery modern lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan penjualan produk bakery tradisional. Konsumen, terutama yang berasal dari luar kota lebih sering melakukan pembelian produk bakery modern. Permasalahan yang dihadapi oleh Kartika Sari Bakery tersebut merupakan hambatan dalam pengembangan produk bakery tradisional. Tingkat penjualan produk bakery tradisional yang rendah menimbulkan pertanyaan bagi produsen, apakah ada suatu faktor yang berhubungan langsung dengan produk yang menyebabkan produk belum dapat diterima oleh konsumen. Salah satu hal yang penting untuk dipahami oleh produsen adalah mengenai preferensi konsumen terhadap produk bakery baik modern maupun tradisional. Dengan pemahaman terhadap preferensi konsumen akan dapat diketahui mengapa konsumen lebih senang memilih dan membeli produk bakery tertentu untuk memenuhi seleranya. Selain itu, melalui pemahaman terhadap preferensi konsumen akan diperoleh berbagai informasi yang bermanfaat untuk pengembangan strategi pemasaran atau pengembangan produk. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimanakah karakteristik konsumen Kartika Sari Bakery? 2. Bagaimana sikap dan preferensi konsumen terhadap atribut produk Kartika Sari Bakery?
9
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery tradisio nal?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menganalisis karakteristik konsumen Kartika Sari Bakery. 2. Menganalisis sikap dan preferensi konsumen terhadap atribut produk Kartika Sari Bakery. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery tradisional.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi mengenai karakteristik konsumen kepada para peneliti dan pemasar produk bakery dalam perencanaan pemasaran. 2. Memberikan
masukan
mengembangkan
kepada
produknya
pihak dalam
produsen rangka
dan
pemasar
mempertahankan
untuk dan
meningkatkan kualitas produk bakery. 3. Memberikan masukan dan perbandingan mengenai preferensi konsumen untuk suatu penelitian lanjutan. 4. Bermanfaat bagi penulis sebagai bahan pembelajaran dalam memahami konsep perilaku konsumen.
10
1.5.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu tidak semua produk bakery
dianalisis. Dala m penelitian ini akan dipilih masing- masing dua produk bakery yang mewakili produk bakery modern dan tradisional.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Produk
2.1.1. Definisi Roti Roti adalah produk makanan yang terbuat dari fermentasi tepung terigu dengan ragi atau bahan pengembang lainnya, kemudian dipanggang (Mudjajanto dan Yulianti, 2005). Sementara menurut Standar Industri Indonesia (SII) 001-74, roti didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang. Menurut CIC dalam Pustakawati, di dalam proses pembuatan roti dapat ditambahkan garam, gula, susu, lemak, dan bahan pelezat seperti coklat, kismis, sukade dan sebagainya dengan kadar air biasanya tidak lebih dari 40 persen. Roti banyak dikonsumsi di berbagai negara seperti Cina, India, Pakistan, Mesir, dan negara-negara Eropa. Jenis, ukuran, bentuk, dan susunan roti berbeda di setiap negara yang disebabkan oleh kebiasaan makan di masing- masing negara. Bahkan di beberapa negara roti dijadikan makanan pokok oleh masyarakatnya.
2.1.2. Standar Mutu Roti Roti yang diperdagangkan harus memiliki standar mutu. Standar yang dibuat tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen dari segi keamanan dalam konsumsi, kesehatan, dan keselamatan. 3 Syarat mutu roti untuk jenis roti tawar dan roti manis menurut Standar Industri Indonesia (SII) 0031-74
3
Undang-undang No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
12
terdapat pada Tabel 7. Informasi pada Tabel 7 jelas menunjukkan bahwa di dalam produk roti harus terbebas dari logam berbahaya, serangga atau belatung, serta tidak menggunakan bahan pengawet.
Tabel 7. Syarat Mutu Roti Berdasarkan SII 0031-74 No. Parameter 1. Kadar air 2. Kadar abu 3. Kadar garam (NaCl) 4. Kadar silikat 5. Kadar logam berbahaya 6. Serangga/belatung 7. Bau dan rasa 8. Bahan pengawet Sumber : Depperindag, 1999
Roti Tawar Maksimal 40% Maksimal 1% Maksimal 2.5% Maksimal 0.1% Negatif Negatif Normal Tidak ada
Roti Manis Maksimal 40% Maksimal 2.5% Maksimal 0.1% Negatif Negatif Normal Tidak ada
2.1.3. Jenis Roti Roti memiliki beragam jenis serta bentuk. Menurut Mudjajanto dan Yulianti (2005), roti dapat digolongkan berdasarkan rasa, warna, nama daerah atau negara asal, nama bahan penyusun, dan cara pengembangan. a. Roti berdasarkan rasa Roti dapat dibedakan menjadi roti manis dan roti tawar. Roti manis adalah roti yang mempunyai cita rasa manis yang menonjol, bertekstur empuk, dan memiliki beragam isi. Selain rasa, daya tarik roti istimewa tersebut terletak pada bentuk yang menarik. Roti manis pada umumnya disantap sebagai kudapan, hidangan sarapan yang istimewa pada hari raya tertentu, atau disajikan sebagai makanan penutup. Roti tawar adalah roti yang dibuat dari adonan dengan sedikit gula atau tidak sama sekali. Penggunaan gula pada roti tawar hanya digunakan dalam percepatan proses fermentasi.
13
b. Roti berdasarkan warna Roti berdasarkan warna dibedakan menjadi roti putih dan roti cokelat. Semua roti putih umumnya terbuat dari tepung terigu, mempunyai isi atau remah (crumb) berwarna putih cerah dan kulit (crust) berwarna cokelat muda. Sementara roti cokelat pada dasarnya dibuat dari tepung gandum hitam sedang dan gelap. Jenis roti cokelat lebih kaya gizi dan rasa dibandingkan jenis roti putih. c. Roti berdasarkan asal daerah atau negara Penggolongan roti berdasarkan daerah atau negara diantaranya yaitu roti perancis, roti italia, roti wina, dan roti belanda. Roti perancis terbuat dari formula yang tidak mengandung lemak dari adonan asam, berbentuk panjang seperti tongkat, berkerak tebal, keras, bersifat asam, berlubang besar sehingga remahnya kurang. Roti italia terbuat dari adonan dengan formula yang tidak mengandung lemak sama sekali, berbentuk panjang dan runcing, dapat dipatahkan dengan mudah, keraknya tebal dan keras, serta remahnya kering. Roti wina adalah roti yang butirannya lebih terbuka dan berlubang-lubang, remahnya kering, dan susunannya kasar. Sementara roti belanda biasanya berupa roti sup (dinner roll) dengan bentuk permukaan mengerak dan garing, tetapi bagian dalamnya sangat lembut. d. Roti berdasarkan bahan penyusun Penggolongan roti berdasarkan bahan penyusunnya dibedakan menjadi roti kismis, rye bread, egg twist, gandum pecah, dan lain- lain. Roti kismis merupakan jenis roti manis yang diisi dengan kismis sehingga dapat dimakan utuh tanpa pengoles atau bahan tambahan lain. Rye bread terbuat dari tepung gandum hitam, yang pembuatannya ditambahkan asam seperti susu asam. Egg twist dibuat dalam
14
dua bentuk yaitu roti berputar melingkar atau lurus seperti roti biasa. Sementara roti gandum pecah adalah roti yang beraroma kacang-kacangan yang terbuat dari gandum yang direndam selama beberapa jam sebelum digunakan. e. Roti berdasarkan cara pengembangan adonan Penggolongan roti berdasarkan cara pengembangan adonannya yaitu roti tanpa pengasaman (unleavened bread), roti dengan pengasaman ragi atau mikroorganisme, roti cepat, dan roti dengan pengasaman udara atau uap. Roti tanpa pengasaman merupakan roti yang terbuat dari adonan tanpa menggunakan bahan pengembang serta tidak terjadi fermentasi. Sementara roti yang dikembangkan dengan ragi pada umumnya seragam, rasa dan aroma yang khas, serta tekstur yang lembut. Roti cepat adalah roti yang dibuat dalam waktu singkat dengan cara meniadakan proses fermentasi dan menambahkan bahan pengembang kimia seperti baking soda. Menurut Delfani dalam Maurisal (2005), roti dibedakan menjadi lima jenis yaitu bakery, roti tawar, cake, pastry, dan donut. a. Bakery, merupakan jenis roti manis yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, telur, susu dan ragi yang di dalamnya diisi dengan keju, coklat, pisang, selai, srikaya, kelapa, fla, daging ayam, sosis atau yang lainnya. Bentuknya bisa bulat, keong, bajul (buaya), gelung dan lonjong. b. Roti tawar, merupakan jenis roti yang berbahan dasar tepung terigu, susu, telur, mentega, dan air tanpa menggunakan isi. Bentuknya bisa kotak, panjang, dan tabung. c. Cake, merupakan jenis roti yang berasa (manis) dengan tambahan rasa rum, jeruk, atau cokelat yang berbahan dasar tepung terigu, mentega, dan telur
15
tanpa menggunakan isi. Jenis roti ini dibagi menjadi spiku, roll tart (cokelat, pandan, jeruk, dan mocca), cake zebra, cake fruit, brownies, muffin, tart, black forrest, cake siram cokelat dan caramel (sarang semut). d. Pastry, merupakan jenis roti kering yang bisa berupa sus, grem, cum-cum, croissant. Pastry juga dapat menggunakan isi seperti kacang, keju, fla, daging, sosis, dan dapat pula tidak menggunakan isi. e. Donut, merupakan jenis roti tawar atau manis yang digoreng dan berlubang ditengahnya.
2.1.4. Proses Pembuatan Roti Secara prinsip, menurut Mudjajanto dan Yulianti (2005) tahapan pembuatan roti sama untuk pembuatan roti tawar, roti manis, dan roti cepat. Tahapan pembuatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. a. Seleksi bahan Pada tahap seleksi bahan harus diperhatikan beberapa hal, yaitu harga bahan, kualitas bahan, stok yang cukup, dan tempat penyimpanan. Stok disesuaikan dengan daya tahan bahan. Sementara tempat penyimpanan harus dapat mempertahankan kualitas bahan sehingga tidak susut karena hilang atau rusak. b. Penimbangan Semua bahan ditimbang sesuai dengan formula. Penimbangan bahan harus dilakukan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan bahan. Ragi, garam, dan bahan tambahan makanan merupakan bahan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi sangat penting agar dihasilkan roti berkualitas baik
16
sehingga harus diukur dengan teliti. Dalam penimbangan, hindarkan penggunaan sendok atau cangkir sebagai takaran. c. Pengadukan atau pencampuran (mixing) Mixing berfungsi mencampur secara ho mogen semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten (gas retention). Tujuan mixing adalah untuk membuat dan mengembangkan daya rekat. Mixing harus berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari gluten dan penyerapan airnya. Dengan demikian, pengadukan adonan roti harus sampai kalis. Pada kondisi tersebut gluten baru terbentuk secara maksimal. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan. Tanda-tanda adonan roti telah kalis adalah jika adonan roti tidak lagi menempel di wadah atau di tangan saat adonan dilebarkan, akan terbentuk lapisan tipis yang elastis. Adapun tahapan mixing adalah sebagai berikut : 1) Pick up : mencampur semua adonan menjadi satu. 2) Clean up : adonan sudah tidak lengket lagi pada mangkuk adonan. 3) Development : permukaan adonan mulai terlihat licin/halus (elastis). 4) Final atau batas akhir adonan untuk pembuatan roti ditandai dengan permukaan adonan licin, halus, dan kering. 5) Let down : adonan mulai overmix sehingga kelihatan basah, lengket, dan lembek. 6) Break down : adonan sudah overmix dan tidak elastis.
17
d. Peragian (fermentation) Adonan yang telah dicampur hingga kalis dilanjutkan dengan proses peragian, yaitu adonan dibiarkan beberapa saat pada suhu sekitar 35° C. Tahap peragian sangat penting untuk pembentukan rasa dan volume. Pada saat fermentasi berlangsung, selain suhu, pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Suhu ruangan 35° C dan kelembaban udara 75 persen merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses ferme ntasinya. Selama peragian, adonan menjadi lebih besar dan ringan. e. Pengukuran atau penimbangan adonan (dividing) Agar roti sesuai dengan besarnya cetakan atau besarnya bentuk yang diinginkan, adonan perlu ditimbang. Sebelum ditimbang, adonan dipotong-potong dalam beberapa bagian. Proses penimbangan harus dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap berjalan. f. Pembulatan adonan (rounding) Adonan yang telah dipotong selanjutnya dibentuk bulatan-bulatan sesuai dengan keperluan. Tujuannya untuk membentuk lapisan film di permukaan adonan sehingga dapat menahan gas dari hasil peragian dan memberi bentuk agar mudah dalam pengerjaan selanjutnya. g. Pengembangan singkat (intermediate proof) Intermediate proof adalah tahap pengistirahatan adonan untuk beberapa saat pada suhu 35 – 36° C dengan kelembaban 80 – 83 persen selama 6 – 10 menit. Langkah tersebut dilakukan untuk mempermudah adonan di-roll
18
dengan roll pin dan digulung. Selanjutnya adonan yang telah dicampur hingga kalis dilanjutkan dengan proses peragian. h. Pembentukan adonan (moulding) Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang telah diistirahatkan digiling menggunakan roll pin, kemudian digulung atau dibentuk sesuai dengan jenis roti yang diinginkan. Pada saat penggilingan, gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang diinginkan sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk. i.
Peletakan adonan dalam cetakan (panning) Adonan yang sudah digulung dimasukkan ke dalam cetakan dengan cara
bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Selanjutnya, adonan diistirahatkan dalam cetakan (pan proof) sebelum dimasukkan ke dalam pembakaran. Proses ini dilakukan agar roti berkembang sehingga hasil akhir roti diperoleh dengan bentuk dan mutu yang baik. j. Pembakaran (baking) Roti dipanggang atau dibakar dalam oven pada suhu sekitar 205° C. Suhu pemanggangan roti kecil sekitar 220 – 230° C selama 14 – 18 menit. Sebelum pembakaran selesai, pintu oven dibuka sedikit sekitar 2 – 3 menit. Untuk roti lainnya, pembakaran dengan suhu oven 220 – 230° C, lalu menurun hingga 200° C selama 5 – 10 menit dan sebelum selesai, pintu oven dibuka sedikit.
19
Metode Langsung (Straight Dough)
Metode Tidak Langsung (Sponge Dough)
Metode Cepat (No Time Dough)
Penimbangan bahan
Penimbangan bahan
Penimbangan bahan
Pengadukan
Pengadukan
Pengadukan
Fermentasi
Fermentasi
Fermentasi
Sisa bahan
Pengadukan kembali
Pengukuran, penimbangan, dan pembulatan adonan
Pengukuran dan penimbangan
Pembulatan adonan Pembakaran Pengembangan singkat
Pembentukan adonan
Peletakan adonan dalam cetakan
Pengistirahatan adonan dalam cetakan
Pembakaran
Gambar 1. Proses Pembuatan Roti Berdasarkan Metode Pembuatan Adonan Sumber : Mudjajanto dan Yulianti, 2005
2.1.5. Metode Pembuatan Adonan Roti Secara prinsip pembuatan adonan roti dapat dibagi ke dalam tiga metode (Mudjajanto dan Yulianti, 2005), yaitu sebagai berikut.
20
a. Metode tidak langsung (sponge dough) Metode tidak langsung merupakan suatu teknik pembuatan roti melalui dua tahap, yaitu pembuatan sponge/biang dan pembuatan dough/adonan. Dalam pembuatannya, bahan dibagi dua kemudian dicampur kembali menjadi satu. Saat ini metode tidak langsung jarang digunakan. Ciri-ciri metode ini adalah pengadukan dua kali, yaitu pengadukan pertama untuk membuat biang dan pengadukan kedua untuk mencampur biang dan bahan lainnya. Selain itu, fermentasi (peragian) dilakukan selama 3 – 6 jam dengan suhu 26 – 28° C, resep tidak ada penambahan, serta hasilnya cukup bagus dan berdaya tahan sekitar satu minggu. b. Metode langsung (straight dough) Pembuatan roti metode langsung dicirikan dengan pencampuran semua bahan, lalu diaduk menjadi satu. Ciri lainnya adalah penggunaan gula lebih banyak agar fermentasi berlangsung lebih cepat, penggunaan susu bubuk lebih sedikit, waktu fermentasinya 1,5 – 3 jam, hasilnya cukup bagus, dan daya tahan roti sekitar lima hari. c. Metode cepat (no time dough) Cara ini hampir sama dengan metode langsung. Perbedaannya terletak pada komposisi bahan, terutama ragi lebih banyak karena waktu fermentasi lebih singkat. Ciri metode ini diantaranya pengadukan satu kali dan peragian hanya 0 – 45 menit. Selain itu, pada resep metode cepat ada penambahan ragi dan bread improver untuk mempercepat pengembangan, hasilnya cukup bagus, dan daya tahannya hanya tiga hari.
21
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode cepat adalah perlu penambahan pelunak remah roti (crumb softener) karena waktu fermentasi sangat cepat. Jika tidak ditambah, roti yang dihasilkan berpori-pori besar. Hal lainnya yang perlu diperhatikan yaitu pemakaian air dan ragi ditambah, pemakaian gula dikurangi, suhu ruangan cukup tinggi sekitar 31 – 33° C, dan suhu adonan 30° C.
2.2.
Perilaku Konsumen American Marketing Association dalam Peter dan Olson (1999)
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh afeksi dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka.
AFEKSI DAN KOGNISI
LINGKUNGAN
PERILAKU
Gambar 2. Tiga Elemen Perilaku Konsumen Sumber : Peter dan Olson (1999) Gambar 2 menyajikan tiga elemen dari perilaku konsumen. Pertama, afeksi dan kognisi mengacu pada dua tipe tanggapan internal psikologis yang dimiliki konsumen terhadap rangsangan lingkungan dan kejadian yang
22
berlangsung.
Afeksi
melibatkan
perasaan
sementara
kognisi
melibatkan
pemikiran. Kedua, perilaku mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara langsung. Perilaku berhubungan dengan apa yang sebenarnya dilakukan oleh konsumen. Ketiga, lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang kompleks di dunia eksternal konsumen. Engel, et al (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen mencerminkan tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan dari produk dan dari mereka sendiri yang berupa pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis.
2.2.1. Proses Pengambilan Keputusan Realisasi dari keputusan konsumen terlihat dari aktivitas membeli yang berwujud pada pilihan-pilihan konsumen terhadap jenis produk, jumlah pembelian, pilihan tampilan fisik, pilihan tempat pembelian, dan frekuensi pembelian. Konsumen memiliki cara-cara yang berbeda dalam membeli suatu produk. Tahapan yang dilalui konsumen dalam keputusan pembelian adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan hasil (Engel et al, 1994). Tahapan-tahapan tersebut disajikan pada Gambar 3. Proses pembelian suatu produk oleh konsumen dimulai ketika suatu kebutuhan mulai dirasakan. Menurut Engel, et al (1994) pengenalan kebutuhan didefinisikan sebagai suatu persepsi atau perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi aktual yang memadai untuk mengaktifkan keputusan.
23
Pengenalan kebutuhan pada hakekatnya tergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian antara keadaan yang dihadapi konsumen sekarang dan keadaan yang diinginkan konsumen. Ketika ketidaksesuaian yang ada melebihi tingkat atau
ambang
tertentu,
kebutuhan
akan
dikenali.
Namun,
seandainya
ketidaksesuaian tersebut ada di bawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan tidak terjadi.
PENGENALAN KEBUTUHAN PENCARIAN INFORMASI EVALUASI ALTERNATIF PEMBELIAN HASIL
Gambar 3. Tahapan Proses Keputusan Pembelian Sumber : Engel, et al, 1994
Setelah konsumen mengenali suatu kebutuhan, tahap selanjutnya adalah pencarian informasi. Pencarian yang dilakukan oleh seseorang tergantung pada kekuatan dorongan, jumlah informasi yang dimiliki, kemudahan informasi tambahan, nilai yang diberikan pada informasi tambahan, dan kepuasan yang diperoleh dari pencarian tersebut. Menurut Kotler (2002), sumber-sumber informasi digolongkang ke dalam empat kelompok, yaitu (1) sumber pribadi seperti keluarga, teman, tetangga, dan kenalan; (2) sumber komersial seperti iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pajangan di toko; (3) sumber publik seperti
24
media massa dan organisasi penentu peringkat konsumen; serta (4) sumber pengalaman seperti penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk. Menurut Engel, et al (1994), pencarian informasi juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik konsumen yang meliputi pengetahuan, keterlibatan, kepercayaan, sikap, serta karakteristik demografi. Setelah pencarian informasi, konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Untuk memilih alternatif, konsumen menentukan kriteria evaluasi. Beberapa kriteria evaluasi yang sering digunakan antara lain harga, merek, negara asal, dan kriteria hedonik (seperti status, prestise). Penentuan kriteria evaluasi tertentu yang digunakan tergantung pada beberapa faktor seperi pengaruh situasi, kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan, dan pengetahuan (Enge l, et al, 1994). Tahap keempat adalah keputusan pembelian. Pada tahap ini konsumen mengambil keputusan mengenai kapan membeli, dan bagaimana membayar. Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan, dan/atau perbedaan individu. Niat pembelian digolongkan menjadi dua (1) produk dan merek, dan (2) kelas produk. Niat pembelian produk dan merek disebut sebagai pembelian yang terencana penuh, dimana pembelian yang terjadi merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah. Niat pembelian berdasarkan kategori kelas produk disebut sebagai pembelian terencana jika pilihan merek dibuat di tempat pembelian (Engel, et al, 1994). Setelah pembelian terjadi, konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian yang telah dilakukannya. Jika konsumen merasa puas, maka keyakinan dan sikap yang terbentuk akan berpengaruh positif terhadap pembelian selanjutnya.
25
Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif, dan upaya untuk memenuhi ganti rugi melalui sarana hukum. (Engel, et al, 1994). Setelah melalui tahap-tahap tersebut, maka dengan berbagai pertimbangan konsumen harus menentukan pilihan apakah ia akan membeli suatu produk atau tidak. Selanjutnya konsumen akan memberikan penilaian kepuasan terhadap produk yang dikonsumsi.
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Konsumen Proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor. Akibatnya keputusan konsumen yang dimiliki oleh satu konsumen
berbeda
dengan
konsumen
lainnya
dan
juga
bervariasi.
Engel, et al (1994) menggolongkan determinan yang mendasari variasi dalam proses keputusan ke dalam tiga kategori : (1) pengaruh lingkungan, (2) perbedaan individu, dan (3) proses psikologis. Model perilaku konsumen dapat dilihat pada Gambar 4. (1) Pengaruh Lingkungan Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Budaya menuntun keinginan dan perilaku seseorang dari kecil sampai tumbuh dewasa (Kotler, 2002). Menurut Engel, et al (1994), budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran, dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya mempengaruhi konsumsi dalam tiga faktor yaitu: (1) budaya
26
mempengaruhi struktur konsumsi, (2) budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan, (3) budaya adalah variabel utama dalam penciptaan dan komunikasi makna di dalam produk.
PENGARUH LINGKUNGAN Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi
PERBEDAAN INDIVIDU Sumber Daya Konsumen Motivasi & Keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian, Gaya Hidup, Demografi
PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil
PROSES PSIKOLOGIS Pengolahan Informasi Pembelajaran Perubahan Sikap/Perilaku
STRATEGI PEMASARAN Produk Harga Tempat Promosi
Gambar 4. Model Perilaku Konsumen Sumber : Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)
Kelas Sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu- individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama (Engel, et al, 1994). Mereka dibedakan oleh perbedaan status sosioekonomi yang berjajar dari yang rendah hingga yang tinggi. Status kelas sosial seringkali menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen yang berbeda.
27
Pengaruh pribadi memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen. Variabel penentu yang penting di dalam pengaruh pribadi adalah keterlibatan. Keterlibatan produk yang tinggi dan pengaruh sosial berhubungan dalam dua cara. Pertama, keterlibatan meningkat bila pilihan yang dibuat mempengaruhi status sosial seseorang dan penerimaannya. Kedua, keterlibatan yang tinggi kerap mencetuskan pencarian informasi dari orang yang dapat dipercaya (Engel, et al, 1994). Keluarga, merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan ia telah menjadi objek penelitian yang luas. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh (Kotler, 2002). Menurut Engel, et al (1994), keluarga kerap merupakan unit pengambilan keputusan utama dengan pola peranan dan fungsi yang kompleks dan bervariasi. Keputusan konsumsi keluarga melibatkan setidaknya lima peranan. Peranan-peranan tersebut dapat dipegang oleh suami, istri, anak, atau anggota lain dalam rumah tangga. Kelima peranan tersebut yaitu penjaga pintu (gatekeeper), pemberi pengaruh (influencer), pengambil keputusan (decider), pembeli (buyer), dan pemakai (user). Situasi dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam perilaku konsumen. Pengaruh situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik dan lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Pengaruh situasi dapat timbul dari : a. Lingkungan fisik, sifat nyata yang merupakan situasi konsumen. b. Lingkungan sosial, ada atau tidak adanya orang lain di dalam situasi bersangkutan.
28
c. Waktu, sifat sementara dari situasi seperti momen tertentu ketika perilaku terjadi. d. Tugas, tujuan atau sasaran tertentu yang dimiliki konsumen di dalam suatu situasi. e. Keadaan anteseden, suasana hati sementara atau kondisi sementara yang dibawa kons umen ke dalam situasi tersebut. Terdapat tiga jenis situasi yang menyertai pembelian. Pertama, situasi komunikasi. Pada situasi komunikasi, konsumen dihadapkan kepada komunikasi pribadi atau komunikasi nonpribadi. Situasi ini sangat penting dalam menentukan keefektifan iklan. Kedua, situasi pembelian. Situasi pembelian mengacu pada latar di mana konsumen memperoleh produk dan jasa. Situasi ini menyangkut informasi tentang produk dan lingkungan eceran. Ketiga, situasi pemakaian. Pada situasi ini kegiatan konsumsi terjadi. Situasi pemakaian berguna untuk segmentasi pasar dan penempatan produk (Engel, et al, 1994). (2) Perbedaan Individu Sumber daya konsumen, merupakan sumber daya yang dimiliki konsumen atau apa yang akan tersedia di masa datang. Sumber daya konsumen berperan penting dalam keputusan pembelian. Konsumen membawa tiga sumber daya ke dalam situasi pengambilan keputusan, yaitu sumber daya ekonomi (pendapatan dan kekayaan), sumber daya temporal (waktu), dan sumber daya kognitif (kapasitas mental yang tersedia untuk menjalankan berbagai kegiatan pengolahan informasi). Konsumen memiliki keterbatasan pada setiap sumber daya yang dimilikinya, sehingga konsumen harus mampu mengalokasikannya secara bijaksana. Persepsi konsumen mengenai sumber daya yang tersedia mungkin
29
mempengaruhi kesediaan unuk menggunakan uang atau waktu untuk produk (Engel, et al, 1994). Keterlibatan dan motivasi, kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang memadai antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan atau disukai. Bila kebutuhan diaktifkan akan menimbulkan adanya motivasi, yaitu dorongan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang diarahkan pada tujuan memperoleh kepuasan. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian dan konsumsi. Jika keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah informasi dan kemungkinan pemecahan masalah (Engel, et al, 1994). Pengetahuan, merupakan informasi yang disimpan dalam ingatan. Pengetahuan merupakan faktor utama penentu perilaku konsumen. Pengetahuan konsumen
mencakup
susunan
luas
informasi,
seperti
ketersediaan
dan
karakteristik produk dan jasa, di mana dan kapan untuk membeli, dan bagaimana menggunakan produk. Manfaat pengetahuan konsumen dibagi menjadi tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan produk, mencakup kesadaran produk, terminologi produk, atribut produk, kepercayaan tentang kategori produk secara umum dan mengenai merek spesifik; (2) pengetahuan pembelian, seperti di mana membeli dan kapan membeli; dan (3) pengetahuan pemakaian (Engel, et al,1994). Sikap, merupakan evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespons dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap biasanya memainkan peranan utama dalam membentuk perilaku. Sikap bermanfaat untuk menilai keefektifan kegiatan pemasaran, membantu mengevaluasi tindakan
30
pemasaran sebelum dilaksanakan di pasar, membentuk pangsa pasar, dan memilih pangsa pasar (Engel, et al, 1994). Menurut Kotler (2002), sikap merupakan evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap seseorang membentuk pola ya ng konsisten, dan untuk mengubah suatu sikap mungkin mengharuskan penyesuaian sikap-sikap lain secara besar-besaran. Sikap menempatkan konsumen dalam kerangka pemikiran yang menyukai atau tidak menyukai objek tersebut. Kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Menurut Kotler (2002) kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri, dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat menjadi variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen, asalkan jenis kepribadian tersebut dapat diklasifikasikan dengan akurat dan terdapat korelasi yang kuat antara jenis kepribadian tertentu dengan pilihan produk atau merek. Gaya hidup merupakan pola yang digunakan orang untuk hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup adalah fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya, kelas sosial, demografi, dan variabel lain (Engel, et al, 1994). Faktor demografi seperti usia pembeli, tingkat pendidikan,
31
pekerjaan, dan lokasi geografik juga akan mempengaruhi perilaku konsume n (Sumarwan, 2004). (3) Proses Psikologis Proses psikologis merupakan proses sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Menurut Koler (2002), pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama, yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan pendirian. Sementara menurut Engel, et al (1994), proses psikologis terdiri dari pemrosesan informasi, pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku. Pemrosesan informasi, merupakan proses di mana rangsanga n pemasaran diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan, dan diambil kembali. Pemrosesan informasi dirinci menjadi menjadi lima tahap dasar, yaitu pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan retensi. Pemaparan terjadi dari kedekatan fisik terhadap suatu stimulus yang menimbulkan peluang diaktifkannya suatu indera atau lebih. Perhatian didefinisikan sebagai alokasi kapasitas pemrosesan untuk stimulus yang baru masuk. Pemahaman berkaitan dengan penafsiran suatu stimulus. Penerimaan merupakan dampak persuasif stimulus kepada konsumen sedangkan retensi adalah pengalihan makna stimulus ke dalam ingatan jangka panjang (Engel, et al, 1994). Pembelajaran, merupakan proses di mana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan/atau perilaku. Terdapat empat jenis utama pembelajaran, yaitu pembelajaran kognitif, pengkondisian klasik, pengkondisian operant dan pembelajaran vicarious. Pembelajaran kognitif berkenaan
dengan
proses
mental
yang
menentukan
retensi
informasi.
32
Pengkondisian
klasik
berfokus
pada
pembelajaran
melalui
asosiasi
stimulus – respon. Pemasar sering mengandalkan pengkondisian ini khususnya dalam iklan yang bertujuan mempengaruhi preferensi konsumen. Pengkondisian operant mempertimbangkan bagaimana perilaku dimodifikasi oleh pengukuh dan penghukum. Pengkondisian ini menekankan pentingnya pengukuhan sebagai alat untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Tingkat pengukuhan yang dirasakan konsumen selama konsumsi sangat menentukan perilaku pembelian yang mendatang. Sedangkan pembelajaran vicarious adalah suatu proses yang berusaha merubah perilaku, dengan meminta individu mengamati tindakan orang lain (model) dan akibat perilaku yang bersangkutan. Bentuk pembelajaran ini mendasari banyaknya iklan dewasa ini (Engel, et al,1994). Perubahan sikap dan perilaku, merupakan tahapan terakhir dalam proses psikologis. Perubahan sikap dan perilaku merupakan sasaran pemasaran yang umum dilakukan. Mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen merupakan salah satu dari tugas paling mendasar tetapi menantang yang dihadapi perusahaan (Engel, et al, 1994).
2.2.3. Sikap Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan (Umar, 2005). Sehingga sikap akan menempatkan seseorang dalam suatu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Sikap seseorang terhadap suatu produk dapat dipengaruhi oleh berbagai informasi. Informasi yang diberikan ke dalam pemikiran seseorang dapat mengubah sikap atau menggerakkannya untuk melakukan suatu tindakan.
33
Menurut Engel, et al (1994) sikap merupakan suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespons dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Pandangan sikap yang lebih modern adalah dengan memandang sikap secara multidimensi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sikap multiatribut. Pendekatan sikap multiatribut bermanfaat untuk menelusuri atribut apa saja yang menyebabkan konsumen bersikap positif atau negatif terhadap suatu produk atau merek. Manfaat lainnya yaitu pembentukan dan pengubahan sikap dapat
dilakukan
melalui
pembentukan
atau
pengubahan
atribut
yang
bersangkutan. Terdapat dua macam pendekatan sikap multiatribut, Model Sikap Angka Ideal dan Model Sikap Fishbein. Kedua model tersebut memberikan informasi mengenai persepsi konsumen terhadap suatu produk. Selain itu, kedua model tersebut juga dapat menjelaskan sikap konsumen terhadap atribut produk. a. Model Angka Ideal Model angka ideal mencoba mengukur sikap konsumen terhadap keidealan suatu produk atau merek dengan kenyataan. Semakin dekat produk atau merek tersebut dengan idealisme konsumen, maka semakin baik produk tersebut. Komponen angka ideal meliputi tingkat kepentingan suatu produk, performans ideal merek terhadap atribut tertentu, dan keyakinan terhadap performans merek yang diukur pada atribut tertentu.
34
b. Model Sikap Fishbein Penilaian terhadap atribut atau ciri suatu produk salah satunya dapat dilakukan dengan Model Fishbein. Penilaian yang dilakukan menyangkut dua hal, yaitu keyakinan (belief) dan evaluasi (evaluation). Keyakinan adalah penilaian yang diberikan bahwa suatu objek memiliki atribut tertentu. Sedangkan evaluasi menyangkut penilaian tingkat kepentingan terhadap atribut yang dimaksud. Model Fishbein menjelaskan bahwa sikap terhadap suatu objek didasarkan pada seperangkat kepercayaan atribut objek yang telah diberi bobot evaluasi terhadap atributnya. Dengan demikian, melalui Model Fishbein ini dapat diketahui sikap konsumen terhadap suatu produk.
2.2.4. Preferensi Preferensi berasal dari kata preference (Inggris) yang berarti lebih suka. Suatu produk dapat dikatakan lebih disukai oleh konsumen jika ia menempatkan produk tersebut sebagai pilihan yang pertama. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan, sehingga preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Preferensi konsumen adalah suatu pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada (Kotler, 2002). Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derajat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi ini akan berpengaruh terhadap konsumsi makanan. Persepsi yang sudah mengendap dan melekat dalam pikiran
35
akan menjadi preferensi. Derajat kesukaan dapat diperoleh dari pengalaman terhadap makanan tertentu dan dapat berpengaruh kuat terhadap preferensi. Pengalaman seseorang yang menjadi landasan dalam memilih makanan tertentu yang
disukainya
bersumber
pada
beberapa
faktor,
antara
lain
enak,
mengenyangkan, memberi status, tidak membosankan, harga terjangkau, mudah didapat dan diolah (Suharjo dalam Ardi, 2003). Menurut Sanjur dalam Dano (2004), terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan dalam hubungannya dengan preferensi pangan. Ketiga faktor tersebut yaitu : a. Karakteristik individu (umur, jenis kelamin, suku, pendapatan). b. Karakteristik makanan (rasa, harga, rupa, dan tekstur). c. Karakteristik lingkungan (pekerjaan, musim, dan tingkatan sosial dalam masyarakat).
2.3.
Model Logit Model logit atau regresi logistik tidak jauh berbeda dengan regresi linear
biasa, yaitu menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas dengan sejumlah variabel bebas yang mempengaruhinya. Perbedaannya, variabel tak bebas dalam regresi logistik bersifat biner atau dikotomi yakni memiliki nilai yang discontinue 1 dan 0. Model logit adalah salah satu model Binary dalam Qualitative Choice. Model Qualitative Choice merupakan suatu model di mana respon variabel terikat (Y) bersifat memihak kepada satu dan dua atau lebih pilihan yang ada. Model ini juga menggambarkan peluang atau kemungkinan terpilihnya salah satu dari
36
sejumlah pilihan yang tersedia. Variabel terikat (Y) dibuat dalam bentuk dummy (0,1,2,3,…). Untuk model yang terdiri dari dua alternatif pilihan (0, 1) sering disebut dengan Binary Choice Model. Terdapat beberapa model yang dapat digunakan untuk masalah- masalah yang sifatnya binary choice, yaitu Linear Probability Model, Logit Model, Probit Model, dan dengan variabel tersensor yang lebih dikenal dengan Torbit Model. Model
logit
menggunakan
pemodelan
yang
berdasarkan
pada
pendefinisian pi (probabilitas terjadinya suatu peristiwa). Bentuk dari model logit tersebut adalah (Nachrowi dan Usman, 2005): pi = E (Yi = 1 | Xi ) =
1 1+ e
− (β 0 + β1 X i )
Secara matematis, pendefinisian probabilitas terjadinya peristiwa dalam bentuk model logit dapat dituliskan sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2005): pi =
1 ; di mana zi = ß0 + ß1 Xi 1 + e − zi
dan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa (Nachrowi dan Usman, 2005): 1 – pi = 1 −
1 e − zi = 1 + e − zi 1 + e − zi
Rasio antara probabilitas terjadinya suatu peristiwa (pi) dengan probabilitas tidak terjadinya suatu peristiwa (1 – pi) disebut Odd. Odd dirumuskan sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2005):
1 pi 1 + e − zi = 1 − pi e − zi − zi 1+e
= 1 = e zi = e ( β 0 +β 1 Xi ) e − zi
37
Sehingga, pemodelan yang akan digunakan dalam analisis model logit adalah (Nachrowi dan Usman, 2005):
p Li = ln i 1− pi
2.4.
= ß0 + ß1 Xi ; L disebut log odd
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai perilaku konsumen telah banyak dilakukan. Chandra
(2002), meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap roti unyil Venus. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara kebetulan (accidental sampling) yaitu responden yang dipilih merupakan konsumen roti unyil venus yang bersedia diwawancarai oleh penulis. Sampel yang diambil sebanyak 50 responden. Terdapat lima belas variabel yang digunakan untuk meneliti keputusan pembelian roti unyil Venus yaitu bentuk (X1), harga (X2), rasa (X3), kemasan (X4), kemudahan memperoleh (X5), kandungan gizi (X6), tempat pembelian (X7), banyaknya pilihan rasa (X8), promosi (X9), pengaruh keluarga (X10), pengaruh teman (X11), pengaruh penjual (X12), pendapatan (X13), manfaat (X14), dan pelayanan (X15). Metode pengolahan data yang digunakan oleh penulis yaitu melalui Metode Komponen Utama. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu bahwa melalui Metode Komponen Utama diperoleh lima komponen utama dengan lima variabel utama yang paling mempengaruhi proses keputusan pembelian roti unyil Venus yaitu pengaruh keluarga, pengaruh teman, rasa, bentuk, dan tersedianya berbagai pilihan rasa. Pada penelitian tersebut, penulis juga merumuskan strategi bauran
38
pemasaran yang terdiri dari strategi produk, strategi harga, strategi promosi, dan strategi distribusi/tempat. Qomari (2003), meneliti mengenai preferensi konsumen terhadap minuman mengandung serat “Fibervit Baru”. Teknik pengambilan lokasi yang digunakan adalah Multiple Stage Sampling. Jumlah responden adalah 100 orang masing- masing diambil dari setiap kepala keluarga. Kuesioner tentang penilaian atribut
menggunakan
skala
likert.
Dalam
penelitian
tersebut,
penulis
menggunakan Model Angka Ideal untuk menganalisis sikap konsumen terhadap atribut produk. Analisis deskriptif mengenai proses keputusan pembelian minuman berserat menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian dengan menggunakan model angka ideal menunjukkan bahwa atribut yang sudah mendekati atau hampir mendekati ideal adalah kadar keasaman, kemanisan, ukuran kemasan, kandungan bahan alami, macam variasi rasa, harga, tambahan nutrisi, dan pemanis yang digunakan. Sedangkan atribut yang kurang ideal adalah kandungan serat, tampilan kemasan, merek yang terkenal, dan kekentalan. Variabel yang dianggap tidak ideal adalah atribut ketersediaan. Dalimunthe (2003), meneliti mengenai preferensi konsumen terhadap minuman jus buah kemasan bermerek dengan kasus merek Buavita dan Berri. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Teknik penarikan sampel yang digunakan penulis adalah judgement sampling yaitu konsumen supermarket yang sedang membeli produk jus buah kemasan dan sudah pernah mengkonsumsi setidaknya salah satu merek yang diteliti. Untuk mengetahui preferensi atribut
39
digunakan sebanyak tujuh atribut yaitu merek terkenal, harga, tanpa bahan pengawet, diperkaya vitamin C, rasa, kemasan, dan kemudahan memperoleh. Penulis menggunakan tabulasi deskriptif dan Model Multiatribut Fishbein dalam pengolahan data. Analisis tabulasi deskriptif bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses keputusan pembelian konsumen. Sedangkan model multiatribut Fishbein digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap dua merek yang diuji. Hasil penelitian yang diperoleh penulis menunjukkan bahwa atribut yang paling diinginkan atau paling penting bagi konsumen adalah rasa. Rasa yang enak menurut sebagian konsumen adalah yang terasa sari buahnya dan tidak terlalu manis atau asam. Atribut berikutnya secara berurutan adalah diperkaya vitamin C, tidak mengandung bahan pengawet, kemudahan memperoleh, kemasan, merek terkenal, dan terakhir harga. Atribut harga tidak terlalu penting bagi konsumen karena pada umumnya responden adalah kelas menengah ke atas. Selain itu karena banyaknya alternatif pilihan merek dengan berbagai ukuran dan harga serta pilihan jenis rasa buah yang relatif sama. Hasil analisis preferensi konsumen terhadap merek Berri dan Buavita menunjukkan bahwa skor sikap yang diperoleh Buavita sebesar 8,99 lebih besar dari skor yang diperoleh merek Berri sebesar 7,87. Secara keseluruhan merek Buavita lebih disukai konsumen daripada Berri. Jika ditinjau dari masing- masing skor kepercayaan atribut yang dimiliki masing- masing merek, Buavita dinilai lebih unggul pada empat atribut yaitu memiliki rasa yang lebih pas, mudah diperoleh, harga lebih murah, dan merek terkenal. Sedangkan Berri lebih unggul pada atribut diperkaya vitamin C, tidak menggunakan bahan pengawet, dan kemasan yang menarik.
40
Monika (2002), menganalisis perilaku pembelian susu cair kemasan dan implikasinya pada bauran pemasaran. Dalam penelitian tersebut, penulis menggunakan alat analisis Biplot dan hasil yang diperoleh adalah kedekatan suatu merek terhadap atribut yang melekat pada susu cair kemasan. Sementara itu dengan menggunakan analisis Fishbein, hasil yang didapat adalah hanya sematamata penilaian terhadap sikap konsumen mengenai atribut susu cair kemasan. Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 70 orang responden yang dilakukan dengan analisis Fishbein, dapat diketahui bahwa susu cair merek Frisian Flag mendapatkan nilai kepercayaan tertinggi yaitu 5,16 sedangkan Ultra 4,85, Indomilk 2,75, dan Milo -2,08. Hal ini menunjukkan bahwa Frisian Flag adalah produk susu cair kemasan yang dianggap paling memuaskan untuk memenuhi atribut yang diinginkan oleh konsumen dibandingkan dengan merek lain. Ultra di tempat kedua memiliki nilai kekuatan kepercayaan yang hampir sama dengan Frisian Flag juga dianggap memenuhi atribut yang diinginkan konsumen. Sedangkan merek Indomilk dianggap cukup dan Milo dianggap produk yang kurang memenuhi atribut yang dibutuhkan dari suatu produk susu cair kemasan. Analisis Biplot menyajikan kedekatan suatu merek terhadap atribut ya ng melekat pada produk susu cair kemasan berdasarkan penilaian konsumen. Berdasarkan hasil perhitungan jarak diketahui bahwa posisi relatif produk Frisian Flag dan produk Ultra berada dekat dengan atribut ketersediaan, aroma, kekentalan, citarasa, rasa, harga, dan merek. Hal ini menunjukkan produk tersebut memiliki keunggulan pada atribut-atribut tersebut. Namun Frisian Flag lebih dekat dengan atribut ketersediaan dan aroma, sedangkan Ultra dekat dengan citarasa, rasa, kekentalan, harga, dan merek. Selain itu hasil ini menunjukkan
41
bahwa atribut tersebut disukai dan dinilai positif oleh konsumen untuk suatu kategori susu cair kemasan yang berkualitas. Rumanti (2003) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian chicken nugget merek Delfarm. Penulis menggunakan alat analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pembelian chicken nugget. Sementara itu, untuk mengidentifikasi atribut produk chicken nugget yang diinginkan konsumen, penulis menggunakan model sik ap Fishbein. Hasil analisis dengan menggunakan metode regresi logistik menghasilkan empat faktor yang mempengaruhi pembelian chicken nugget, yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Dengan menggunakan model sikap Fishbein, diperoleh atribut chicken nugget yang paling diinginkan konsumen secara berurutan yaitu harga, kemudahan memperoleh, volume, merek, rasa, jenis, kemasan, kandungan bahan, dan bentuk produk. Sementara itu, skor penilaian konsumen terhadap chicken nugget merek Delfarm sebesar 14,26 yang lebih baik dibandingkan dengan merek So Good (1,58) dan Five Star (6,50). Penelitian-penelitian mengenai sikap dan preferensi konsumen sebagian besar menggunakan model multiatribut, baik Model Angka Ideal maupun Model Fishbein. Namun terdapat kele mahan pada penelitian-penelitian yang terdahulu. Pada penelitian terdahulu yang menggunakan Model Sikap Multiatribut Fishbein tidak ada standar jumlah skor yang menunjukkan seberapa baik sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang ada. Penelitian ini difokuskan pada produk bakery. Analisis yang akan dilakukan adalah mengenai sikap dan preferensi konsumen dalam pembelian
42
produk bakery, baik modern maupun tradisional. Sikap dan preferensi konsumen dianalisis dengan Model Sikap Multiatribut Fishbein. Penelitian-penelitian terdahulu sebagian besar hanya menggunakan model sikap multiatribut, baik Fishbein maupun Angka Ideal, untuk menganalisis preferensi konsumen tanpa ada standar skor yang dapat mengiterpretasikan seberapa baik sikap terhadap produk tersebut. Dalam penelitian ini, akan digunakan Model Sikap Multiatribut Fishbein dengan menggunakan standar skor untuk menginterpretasikan sikap terhadap produk. Selain itu dalam penelitian ini digunakan model logit. Model logit digunakan untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery modern dan tradisional. Melalui model logit dapat dilihat peluang perubahan konsumsi karena adanya perubahan karakteristik konsumen dalam memutuskan untuk membeli produk bakery.
2.5.
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ini dimulai dengan permasalahan yang dihadapi oleh Kartika
Sari bakery yaitu rendahnya nilai penjualan produk bakery tradisional dibandingkan dengan nilai penjualan produk bakery modern. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup masyarakat. Di daerah perkotaan, sejalan dengan peningkatan pendapatan dan perubahan gaya hidup akibat pengaruh iklan/promosi di televisi, pola konsumsi pangan umumnya cenderung mengarah ke pola konsumsi cepat saji yang “hemat waktu” dan “lezat nikmat” misalnya ayam goreng, hamburger, atau pizza. 4
4
http://www.kmvi-online.org/v2/viewenvironment.php?id=3. Diakses tanggal : 15 Maret 2006
43
Peningkatan pendapatan, daya beli, dan perubahan gaya hidup yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan mengakibatkan kebutuhan dan selera konsumen semakin bervariasi. Sehingga karakteristik sua tu barang berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen. Karakteristik produk bakery, baik tradisional maupun modern, juga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan konsumen untuk memilih, membeli, dan mengkonsumsinya. Karakteristik produk juga berpengaruh terhadap preferensi konsumen dan sikap konsumsi dari produk bakery. Tingkat kepuasan dalam mengkonsumsi produk bakery tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja. Sikap konsumen dalam membeli produk bakery dipengaruhi secara simultan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi karakteristik konsumen yang melekat pada dirinya. Sementara itu faktor eksternal merupakan faktor- faktor yang berada di luar kendali konsumen. Menurut Kotler (2002), preferensi, keinginan, dan tingkat penggunaan konsumen sering berkaitan dengan karakteristik demografi. Dalam penelitian ini, karakteristik demografi yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian produk bakery yaitu pendapatan, pekerjaan, pendidikan, umur, status perkawinan, frekuensi pembelian, dan domisili. Atribut produk bakery merupakan faktor eksternal dalam penelitian ini. Atribut tersebut meliputi rasa, warna, aroma, penampilan, kemasan, daya tahan simpan, tekstur (keempukan/kerenyahan), dan harga. Faktor eksternal ini merupakan preferensi terhadap karakteristik produk bakery.
44
Tahapan dalam proses pembelian konsumen dianalisis secara deskriptif. Tahapan tersebut yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, proses pembelian, dan hasil pembelian. Selain tahapan dalam proses pembelian, faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian yang meliputi pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis dianalisis secara deskriptif dalam penelitian ini. Sikap dan preferensi konsumen terhadap produk bakery pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan Model Sikap Multiatribut Fishbein. Model Fishbein mengemukakan bahwa sikap terhadap objek tertentu didasarkan pada perangkat kepercayaan terhadap atribut objek yang bersangkutan yang diberi bobot evaluasi terhadap atribut ini. Melalui analisis Model Sikap Multiatribut Fishbein dapat diperoleh nilai sikap konsumen terhadap produk bakery modern dan tradisional. Selain itu, dapat diketahui pula atribut apa saja yang dinilai baik oleh konsumen dan yang dinilai kurang baik oleh konsumen. Model
logit
digunakan
untuk
menganalisis
faktor- faktor
yang
mempengaruhi peluang pembelian produk bakery tradisional dan modern. Melalui analisis model logit dapat diketahui bagaimana peluang pembelian produk bakery dan faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery pada Kartika Sari Bakery. Dari hasil analisis tersebut, dapat diketahui bagaimana produk bakery yang ideal bagi konsumen. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
45
Kartika Sari Bakery • • • •
Persaingan dalam industri bakery yang semakin ketat. Perubahan pola konsumsi mengarah pada pola konsumsi cepat saji. Nilai penjualan produk bakery tradisional lebih rendah dari produk bakery modern. Produk yang tidak terjual sebagian besar merupakan produk bakery tradisional.
Pemahaman perilaku konsumen terhadap produk bakery.
Pengaruh Lingkungan Perbedaan Individu
• Pengenalan Kebutuhan • Pencarian Informasi • Evaluasi Alternatif • Proses Pembelian • Hasil Pembelian
Proses Pengambilan Keputusan
Atribut Produk : • Rasa • Warna • Aroma • Penampilan • Kemasan • Daya Tahan Simpan • Tekstur • Harga
Analisis Deskriptif
Model Sikap Multiatribut Fishbein
Proses Keputusan Pembelian
Sikap dan preferensi konsumen terhadap produk bakery
Proses Psikologis
Faktor Demografi : • Pendapatan • Pekerjaan • Pendidikan • Umur • Status Perkawinan • Frekuensi Pembelian • Domisili
Model Regresi Logistik Peluang Perubahan Konsumsi dan Faktor- faktor yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery tradisional
Atribut ideal yang diinginkan konsumen Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
46
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kartika Sari Bakery Jalan Buah Batu dan Jalan
Terusan Jakarta (Antapani) Bandung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan. Pertama, Kota Bandung memiliki banyak industri makanan dan memiliki pasar yang potensial (BPS, 2005). Kedua, Kartika Sari Bakery memiliki tujuh lokasi toko yang tersebar merata di Kota Bandung. Ketiga, Kartika Sari Bakery memproduksi dan menjual berbagai jenis produk bakery baik modern maupun tradisional. Sementara itu lokasi toko yang dipilih untuk pelaksanaan penelitian berdasarkan rekomendasi pihak manajemen dengan pertimbangan jumlah pengunjung. Kegiatan pengambilan data dilakukan pada bulan April – Mei 2006.
3.2.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan pihak ma najemen dan
responden.
Wawancara
dengan
pihak
manajemen
bertujuan
untuk
mengumpulkan berbagai informasi tentang perusahaan. Data primer yang diperoleh dari responden dikumpulkan melalui kuesioner. Kuesioner yang diberikan berisi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan, sehingga responden hanya memilih salah satu dari alternatif jawaban tersebut. Pertanyaan
47
terbuka adalah pertanyaan yang alternatif jawabannya tidak disediakan, sehingga responden menjawab pertanyaan sesuai dengan kehendak hatinya. Data primer juga diperoleh melalui observasi langsung di tempat penelitian. Data sekunder digunakan untuk mendukung penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik, laporan perusahaan, buku-buku, jurnal, laporan penelitian, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.3.
Metode Pengambilan Sampel Sampel adalah bagian dari populasi. Survei merupakan prosedur di mana
hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi (Nazir, 2003). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan convenience sampling. Pemilihan sampel dilakukan secara accidental sampling. Teknik pengambilan sampel ini dipilih berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Artinya sampel tersebut dipilih karena sampel berada pada tempat dan waktu yang tepat. Sampel yang dipilih adalah konsumen yang sedang membeli dan pernah mengkonsumsi produk-produk Kartika Sari Bakery. Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin. Perhitungan jumlah sampel adalah sebagai berikut (Simamora, 2004): n=
N 1 + Ne 2
48
di mana : n
=
ukuran sampel.
N =
ukuran populasi.
e
persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
=
yang masih dapat ditolerir.
Ukuran populasi konsumen Kartika Sari Bakery tidak diketahui secara pasti. Untuk itu ukuran populasi yang digunakan adalah berdasarkan pendekatan jumlah pengunjung rata-rata per minggu. Jumlah pengunjung rata-rata Kartika Sari Bakery per minggu dari tujuh lokasi toko adalah sebanyak 2450 orang. Persentase kelonggaran yang digunakan adalah 10 persen. Sehingga perhitungan jumlah sampel yang akan digunakan adalah sebagai berikut : n=
2450 1 + ( 2450 x0,12 )
n = 96,08 Hasil perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Slovin adalah 96,08. Namun untuk kemudahan di dalam pengolahan data, maka jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 responden.
3.4.
Uji Validitas dan Reliabilitas
3.4.1. Validitas Uji validitas atau kesahihan digunakan untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur mampu melakukan fungsi penguk uran. Alat ukur yang dapat digunakan dalam pengujian validitas suatu kuesioner adalah angka hasil korelasi antara skor pernyataan dan skor keseluruhan pernyataan responden terhadap informasi dalam kuesioner (Budi, 2006).
49
Pengujian validitas alat ukur menggunakan korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut (Umar, 2005): r=
N (∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
[N ∑ X − (∑ X ) ] [N ∑Y − (∑Y ) ] 2
2
2
2
di mana : r
: Korelasi product moment
N
: Jumlah responden
X
: Skor pertanyaan ke-i
Y
: Skor pertanyaan total
3.4.2. Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan ulang sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya suatu instrumen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang diukur (Budi, 2006). Salah satu metode pengujian reliabilitas adalah dengan me nggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95 persen atau tingkat signifikansi 5 persen. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode AlphaCronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha. Apabila alpha hitung lebih besar dari r tabel dan alpha hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian disebut reliabel (Budi, 2006).
50
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Budi, 2006).
Tabel 8. Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha. Alpha 0,00 s.d. 0,20 >0,20 s.d. 0,40 >0,40 s.d. 0,60 >0,60 s.d. 0,80 >0,80 s.d. 1,00 Sumber : Budi, 2006
Tingkat Reliabilitas Kurang Reliabel Agak Reliabel Cukup Reliabel Reliabel Sangat Reliabel
Uji reliabilitas dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach dihitung berdasarkan rumus berikut (Umar, 2005). σ2 r11 = k 1 − ∑ 2 b σt k − 1
di mana : r11
= Reliabilitas instrumen
k
= Banyak butir pertanyaan
s t2
= Varians total
Ss b2 = Jumlah varians butir
3.5.
Metode Analisis Data
3.5.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis faktor- faktor yang tidak dapat dianalisis secara statistik. Analisis deskriptif dilakukan dengan tabulasi
51
sederhana. Faktor yang akan dianalisis dengan analisis deskriptif adalah karakteristik responden dan proses keputusan pembelian konsumen.
3.5.2. Model Sikap Multiatribut Fishbein Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel 2003 sampai pada tahap menghitung skor sikap terhadap produk. Pengukuran sikap dan preferensi konsumen terhadap produk bakery menggunakan Model Sikap Multiatribut Fishbein. Rumus Model Sikap Multiatribut Fishbein adalah sebagai berikut (Engel, et al, 1994): n
Ao =
∑b e i
i
i =1
di mana : Ao =
sikap terhadap suatu objek.
bi
=
kekuatan kepercayaan bahwa objek memiliki atribut i.
ei
=
evaluasi mengenai atribut i.
n
=
jumlah atribut yang dimiliki objek.
Langkah pertama dalam menggunakan Model Sikap Multiatribut Fishbein adalah menenukan atribut apa saja yang digunakan. Atribut yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak delapan buah. Atribut produk yang digunakan adalah rasa, warna, aroma, penampilan, kemasan, daya tahan simpan, tekstur, dan harga. Langkah selanjutnya adalah menganalisis dimensi evaluatif yang berhubungan dengan setiap atribut (ei). Langkah ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada responden tentang setiap atribut dalam skala lima angka (-2, -1, 0, +1, +2) dari sangat tidak penting sampai sangat penting. Dengan
52
model pertanyaan yang sama, selanjutnya ditanyakan pelaksanaan atribut-atribut yang dimiliki oleh setiap produk (bi). Komponen pelaksanaan ini dilakukan dalam skala lima angka (-2, -1, 0, +1, +2) dari sangat buruk sampai sangat baik. Hasil penelitian akan dianalisis dengan bantuan tabulasi data. Selanjutnya skor sikap yang diperoleh melalui Model Sikap Multiatribut Fishbein
perlu
diinterpretasikan
agar
dapat
memberikan
arti.
Selain
membandingkan skor sikap antara satu produk dengan produk yang lain, perlu diinterpretasikan pula arti skor dari masing- masing produk. Interpretasi skor tersebut akan menggunakan skala interval dengan rumus sebagai berikut (Simamora, 2004): Skala Interva l =
m−n b
di mana : m =
skor tertinggi yang mungkin terjadi.
n
=
skor terendah yang mungkin terjadi.
b
=
jumlah skala penilaian yang ingin dibentuk.
Skala interval tersebut dalam penelitian ini akan diklasifikasikan menjadi lima kategori sikap konsumen terhadap produk. Kategori tersebut yaitu sangat positif, positif, netral, negatif, sangat negatif. Dengan demikian dapat diperoleh kesimpulan mengenai sikap dan preferensi konsumen terhadap produk.
3.5.3. Analisis Model Logit Model logit digunakan untuk melihat peluang perubahan konsumsi karena adanya
perubahan
karakteristik
konsumen
dalam
memutuskan
untuk
mengkonsumsi produk bakery modern dan tradisional. Regresi logistik merupakan persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antara variabel
53
tak bebas dengan sejumlah variabel bebas. Pada model regresi logistik, variabel bebas bersifat biner atau dikotomi yakni memiliki nilai yang diskontinu 1 atau 0 (nol). Dalam penelitian ini, konsumen dihadapkan pada pilihan membeli produk bakery modern atau tradisional di mana keputusan tersebut dianggap sebagai variabel dependen (tak bebas) yang diduga dipengaruhi oleh sejumlah variabel independent (bebas). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS 13.0 for Windows untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery modern dan tradisional. Pembelian merupakan fungsi dari dua determinan yaitu niat dan pengaruh lingkungan dan/atau perbedaan individu (Engel, et al, 1994). Faktor- faktor yang mempengaruhi konsumen pada proses pembelian selalu membawa motivasi, persepsi, dan pilihan pribadi masing- masing. Keadaan ini dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, status dalam keluarga, jumlah keluarga, pendidikan, pendapatan, dan lainnya. Hal- hal tersebut digunakan karena memberi kontribusi yang besar terhadap sikap individu sebagai pribadi yang berperan dalam proses pengambilan keputusan. Faktor-faktor (peubah) yang diduga mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian produk bakery adalah : a. Pendapatan Pendapatan merupakan penghasilan yang diterima konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen. Pendapatan dalam perilaku konsumen sering merupakan pemberi pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu pada proses
54
keputusan untuk membeli produk bakery modern atau tradisional. Apabila harga produk bakery modern lebih mahal dari produk bakery tradisional namun konsumen tetap membeli, hal ini disebabkan karena konsumen mencari kepuasan dan prestise yang didukung oleh besarnya pendapatan konsumen. Sehingga dengan pendapatan yang lebih tinggi, konsumen memiliki peluang yang lebih besar dalam pembelian produk bakery modern. b. Pekerjaan Pekerjaan seringkali terkait dengan pendapatan. Konsumen yang bekerja lebih berpeluang untuk melakukan pembelian produk bakery modern. c. Pendidikan Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi. Hal ini disebabkan karena seseorang akan dipengaruhi oleh nilai- nilai, cara berpikir, dan cara pandang yang dianutnya. Pendidikan juga mempengaruhi selera konsumen dalam pemilihan produk. Konsumen dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diduga memiliki peluang yang lebih besar untuk membeli produk bakery modern. d. Umur Konsumen dengan perbedaan usia akan memiliki perbedaan dalam mengkonsumsi suatu produk. Perbedaan usia juga akan mempengaruhi selera dan kesukaan terhadap produk bakery. Konsumen dengan usia yang lebih dewasa diduga lebih berpeluang untuk membeli produk bakery tradisional. e. Status Perkawinan Status perkawinan sangat penting dalam perilaku konsumen. Karena status perkawinan memberikan pengaruh pada sikap dan perilaku individu pada proses
55
keputusan untuk membeli produk bakery. Konsumen dengan status sudah menikah diduga lebih berpeluang untuk membeli produk bakery tradisional. Hal ini dapat disebabkan karena pada konsumen yang belum menikah sumber daya yang dimiliki hanya untuk kebutuhan pribadinya. f.
Frekuensi Pembelian Frekuensi pembelian merupakan banyaknya pembelian yang dilakukan
konsumen pada periode waktu tertentu. Konsumen yang memiliki frekuensi pembelian lebih sering diduga berpeluang lebih besar untuk melakukan pembelian produk bakery tradisional. g. Domisili Domisili merupakan daerah atau kota tempat tinggal responden. Konsumen yang berasal dari luar Kota Bandung diduga berpeluang lebih besar untuk melakukan pembelian produk bakery modern. Keterkaitan antar peubah di atas dapat dirumuskan dalam model regresi logistik sebagai berikut : Y(x) = ß0 + ß1 X1 + ß2 X2 + … + ß7 X7 di mana : Y
= 1 jika konsumen membeli produk bakery tradisional.
Y
= 0 jika konsumen membeli produk bakery modern.
ß0
= intersep
ß 1 – ß 7 = koefisien variabel bebas X1
= Pendapatan (rupiah per bulan)
X2
= Pekerjaan Variabel pekerjaan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : 0 = Tidak bekerja 1 = Bekerja
X3
= Pendidikan (tahun)
X4
= Umur (tahun)
56
X5
= Status Perkawinan Variabel status pekawinan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : 0 = belum menikah 1 = sudah menikah
X6
= Frekuensi Pembelian (kali per bulan)
X7
= Domisili Variabel status pekawinan dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : 1 = Kota Bandung 2 = Luar Kota Bandung
Pendugaan parameter model logit dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood). Metode ini pada model logit sama dengan metode yang digunakan pada pendugaan regresi biasa. Metode ini lebih umum digunakan dibandingkan dengan metode lainnya, seperti metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) karena metode kemungkinan maksimum dapat digunakan untuk data berukuran besar dan kompleks serta metode ini lebih praktis.
Pengujian Model Pengujian signifikansi model dan parameter dalam analisis fungsi logit perlu dilakukan. Pengujian yang dilakukan yaitu : a. Pengujian seluruh model (Uji – G) Pengujian seluruh model menggunakan Uji Nisbah Kemungkinan (Likelihood Ratio Test) yang merupakan pengujian terhadap parameter ßj secara simultan. Hipotesis : H0 : ß1 = ß2 = … = ßp = 0 H1 : sekurang-kurangnya terdapat satu ßj ? 0
57
Statistik Uji yang digunakan adalah Statistik G yaitu (Nachrowi dan Usman, 2005):
likelihood ( Model B) G = -2 ln likelihood ( Model A)
atau
G = -2 log likelihood
di mana : Model B = model yang hanya terdiri dari konstanta saja Model A = model yang terdiri dari seluruh variabel
G berdistribusi Khi Kuadrat dengan derajat bebas p atau G ~ ?2 p . Kaidah pengujian : H0 ditolak jika G > ?2 a ,p dengan a : tingkat signifikansi. Bila H0 ditolak, artinya Model A signifikan pada tingkat signifikansi a. b. Pengujian secara individu Pengujian parameter ßj secara parsial (individu) dilakukan dengan Uji Wald, yaitu dengan cara merasiokan ßj dengan kesalahan bakunya (standar error). Hipotesis : H0 : ßj = 0 untuk suatu j tertentu; j = 0, 1, … , p H1 : ßj ? 0 Statistik uji (Nachrowi dan Usman, 2005): ∧ βj Wj = ∧ SE ( β j )
2
; j = 0, 1, 2, … , p
Statistik ini berdistribusi Khi Kuadrat dengan derajat bebas 1 atau secara simbolis ditulis Wj ~ ?2 . Kaidah pengujian : H0 ditolak jika Wj > ?2
a ,1
dengan a adalah tingkat signifikansi. Bila H0 ditolak,
artinya parameter tersebut signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi a.
58
Interpretasi Model/Parameter Interpretasi koefisien-koefisien dalam model regresi logistik dilakukan dalam bentuk odds ratio (perbandingan risiko) atau dalam adjusted probability (probabilitas terjadi). Odds didefinisikan sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2005): Odds =
p 1− p
Di mana p menyatakan probabilitas sukses (terjadinya peristiwa Y = 1) dan 1 – p menyatakan probabilitas gagal (terjadinya peristiwa Y = 0). Odds ratio (perbandingan risiko), ? adalah perbandingan nilai odds (risiko pada dua individu; missal individu A dan individu B). Odss ratio dirumuskan sebagai berikut (Nachrowi dan Usman, 2005): p( X A ) 1− p( X A ) ? = p( X B ) 1 − p ( X B ) Adjusted probability merupakan probabilitas terjadinya suatu peristiwa Y = 1 dengan karakteristik yang telah diketahui (Nachrowi dan Usman, 2005). P(Y = 1 | X) =
exp( z ) ; z = ß0 + ß1 X1 + … + ßp Xp 1 + exp( z )
Bila variabel bebas merupakan variabel kategorik dengan dua kategori, interpretasi parameter dilakukan dengan dengan cara membandingkan nilai odds dari salah satu nilai pada variabel tersebut dengan nilai odds dari nilai lainnya (referensi). Misalkan kedua kategori tersebut adalah 1 dan 0 dengan 0 yang digunakan sebagai kategori referensi, maka interpretasi koefisien pada variabel ini
59
adalah rasio dari nilai odds untuk kategori 1 terhadap nilai odds untuk kategori 0; dituliskan sebagai (Nachrowi dan Usman, 2005): p ( X j = 1) 1 − p ( X j = 1) = exp( β j ) ?= p ( X j = 0) 1 − p ( X = 0 ) j Artinya, risiko terjadinya peristiwa Y = 1 pada kategori Xj = 1 adalah sebesar exp (ßj) kali risiko terjadinya peristiwa Y = 1 pada kategori Xj = 0. Jika variabel yang diamati merupakan variabel kategorik dengan lebih dari dua kategori (politomi), maka interpretasi parameter untuk variabel ini menggunakan bantuan variabel dummy. Jika terdapat k kategori, akan digunakan (k-1) variabel dummy dengan satu buah kategori akan dijadikan pembanding. Interpretasi dilakukan dengan cara yang sama dengan interpretasi pada variabel bebas dikotomi, yaitu tiap-tiap kategori dibandingkan dengan kategori rujukannya (Nachrowi dan Usman, 2005). Jika variabel bebas yang digunakan adalah variabel kontinu, maka interpretasi dari koefisien pada model regresi adalah setiap kenaikan C unit satuan pada variabel bebas akan mengakibatkan risiko terjadinya Y = 1 sebesar exp (C.ßj) kali lebih besar (Nachrowi dan Usman, 2005).
3.6.
Definisi Operasional
1. Sikap adalah evaluasi secara keseluruhan terhadap suatu produk yang akan dibeli untuk memuaskan kebutuhan.
60
2. Preferensi adalah tingkat kesukaan pilihan atau sesuatu yang lebih disukai oleh seseorang. kesukaan ini dipengaruhi oleh persepsinya terhadap suatu objek. 3. Responden adalah konsumen produk Kartika Sari Bakery yang sedang membeli produk Kartika Sari Bakery. 4. Bakery adalah jenis roti manis yang berbahan dasar utama tepung terigu. 5. Bakery modern adalah produk bakery yang resep aslinya berasal dari luar negeri dan dilakukan berbagai pengembangan produk. 6. Bakery tradisional adalah produk bakery yang resep aslinya berasal dari Indonesia. 7. Atribut adalah karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki oleh suatu produk yang dalam penelitian ini mencakup rasa, warna, aroma, penampilan, kemasan, daya tahan simpan, dan tekstur. 8. Rasa adalah karakteristik organoleptik yang dirasakan lidah. 9. Warna adalah sifat fisik yang dapat dinilai secara visual oleh konsumen. 10. Aroma adalah bau harum dari produk bakery yang dapat dinilai melalui indera penciuman. 11. Penampilan adalah keragaan bentuk dari produk bakery yang dapat dinilai secara visual. 12. Kemasan adalah bahan yang digunakan sebagai tempat produk dan berfungsi untuk melindungi produk agar tetap aman dan higienis. 13. Daya tahan simpan adalah kemampuan produk untuk disimpan dalam ruangan selama periode waktu tertentu. 14. Tekstur adalah kerenyahan atau keempukan dari produk bakery.
61
15. Harga adalah nilai barang yang harus dibayar konsumen, dihitung dalam satuan rupiah. 16. Pendapatan adalah jumlah nominal uang yang diperoleh konsumen yang diukur dalam rupiah per bulan. Untuk mahasiswa pendapatan yang diperoleh berasal dari orang tua dan untuk ibu rumah tangga pendapatan yang diperoleh berasal dari suami. 17. Pekerjaan adalah status konsumen bekerja atau tidak. Konsumen dinyatakan bekerja jika konsumen tersebut dapat menghasilkan pendapatan dari pekerjaannya, sementara jika tidak dapat menghasilkan pendapatan maka konsumen tersebut dinyatakan tidak bekerja. 18. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti konsumen, dihitung dalam tahun lamanya menyelesaikan pendidikan. 19. Umur adalah usia responden ketika dilakukan pengambilan data. 20. Status perkawinan adalah status responden apakah sudah menikah atau belum. 21. Frekuensi pembelian adalah rata-rata banyaknya (berapa kali) konsumen melakukan pembelian produk Karika Sari Bakery dalam satu bulan. 22. Domisili adalah asal kota dari responden, apakah berasal dari Kota Bandung atau dari luar Kota Bandung.
62
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1.
Gambaran Umum Kota Bandung
4.1.1. Kondisi Geografis Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan ibukota proponsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak diantara 107° 36’ Bujur Timur dan 6° 55’ Lintang Selatan (Badan Pusat Statistik, 2005). Lokasi Kota Bandung cukup strategis dilihat dari segi komunikasi dan perekonomian. Hal tersebut disebabkan karena Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan yaitu : 1) Barat – Timur yang memudahkan hubungan dengan ibukota negara. 2) Utara – Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah perkebunan (Subang dan Pangalengan). Secara topografi Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 meter di atas permukaan laut (dpl). Titik tertinggi berada di daerah utara dengan ketinggian 1.050 meter dpl dan titik terendah di sebelah selatan yaitu 675 meter dpl. Iklim asli Kota Bandung dipengaruhi oleh pegunungan di sekitarnya sehingga cuaca yang terbentuk sejuk dan lembab. Namun, beberapa waktu belakangan ini temperatur rata-rata Kota Bandung meningkat tajam. Suhu tertinggi yang pernah dicapai yaitu 31,4° C pada bulan Oktober 2004. Hal tersebut diduga terutama karena polusi udara yang meningkat. Walaupun demikian, curah hujan di Kota Bandung masih tinggi (Badan Pusat Statistik, 2005).
63
4.1.2. Penduduk Penduduk Kota Bandung berdasarkan hasil Susenas tahun 2004 adalah 2.232.624 jiwa yang terdiri dari penduduk perempuan 1.131.945 jiwa dan penduduk pria 1.100.679 jiwa. Sementara itu laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,20 persen per tahun. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Bandung sebesar 13.346 jiwa/km2 . Daerah terpadat adalah Kecamatan Bojongloa Kaler dengan kepadatan penduduk 38.228 jwa/km2 (Badan Pusat Statistik, 2005).
4.2.
Gambaran Umum Perusahaan
4.2.1. Sejarah Singkat Perusahaan Kartika Sari Bakery pada awalnya merupakan industri rumah tangga. Pada awal dekade tahun 80-an pasangan suami istri Agus Purnomo dan Ratnawati merintis usaha ini. Saat itu usaha yang dirintis adalah membuat kue pisang bolen. Pembuatan kue tersebut disebabkan karena bakat Ibu Ratnawati dalam membuat kue pisang bolen. Kapasitas produksi saat itu masih terbatas. Pembuatan kue hanya dibantu oleh Bapak Agus Purnomo. Penjualan yang dilakukan hanya sebatas ditawarkan kepada teman-teman dekat dan dari mulut ke mulut. Penjualan yang dilakukan dari mulut ke mulut tersebut semakin lama semakin berkembang. Permintaan terhadap produk semakin tinggi. Sehingga proses produksi mulai dikembangkan. Menghadapi meningkatnya permintaan, proses produksi mulai dibantu oleh beberapa orang yang membantu proses produksi mulai dari peracikan adonan, pembentukan kue, dan pemanggangan kue. Saat itu proses produksi yang dilakukan dan peralatan yang digunakan masih sangat sederhana.
64
Permintaan terhadap produk pisang bolen semakin lama semakin meningkat. Pelanggan yang memesan tidak hanya datang dari perorangan, tetapi beberapa perusahaan di Bandung juga mulai memesan. Kualitas cita rasa kue yang membuat produk tersebut semakin diminati. Dengan semakin berkembangnya usaha, pemilik mendirikan tempat usaha yang baru di Jalan H. Akbar No. 4 Bandung. Lokasi ini dijadikan toko dan tempat pembuatan kue. Setelah menempati lokasi baru ini, pemilik mulai menggunakan nama Kartika Sari pada produk-produknya dan mulai memproduksi beragam kue dan roti. Cita rasa kue dan kualitas tetap dipertahankan oleh pemilik, sehingga permintaan semakin meningkat. Semakin lama usaha ini semakin berkembang. Beberapa lokasi toko baru mulai dibuka untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Peralatan produksi mulai menggunakan peralatan modern yang bersifat otomatis. Tujuan utama pembukaan toko baru dan penggantian peralatan produksi adalah untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Saat ini pelanggan Kartika Sari tidak hanya berasal dari Kota Bandung. Pelanggan juga berasal dari luar kota terutama Jakarta. Kartika Sari Bakery saat ini berhasil menjadi toko roti dan kue dengan ciri khas pisang bolen. Selain itu Kartika Sari Bakery menjadi salah satu maskot alternatif belanja di Kota Bandung.
4.2.2. Struktur Organisasi Struktur organisasi Kartika Sari Bakery cukup sederhana. Kedudukan tertinggi terletak pada pemilik yang membawahi Direktur Utama. Struktur organisasi Kartika Sari Bakery disajikan pada Gambar 6.
65
Pemilik Direktur Utama
Direktur Marketing
Direktur Produksi
Pabrik
Tool & Machinery
Logistik dan Pengadaan
Suplier
Konsumen
Direktur Umum dan Personalia
HRD
General Affair
Gambar 6. Struktur Organisasi Perusahaan Sumber : Manajemen Kartika Sari Bakery Bandung, 2006
Gambar 6 merupakan struktur organisasi perusahaan yang dimiliki oleh Kartika Sari Bakery. Direktur Utama membawahi tiga direktur yaitu Direktur Produksi, Direktur Marketing, dan Direktur Umum dan Personalia. Ketiga direktur tersebut berada dalam kedudukan yang sejajar. Direktur Produksi membawahi Manajer Pabrik, Manajer Tool & Machinery, serta Manajer Logistik dan Pengadaan. Manajer Pabrik bertanggung jawab atas berlangsungnya proses produksi. Sementara Manajer Tool & Machinery bertanggung atas pengoperasian serta perawatan peralatan dan mesinmesin yang digunakan dalam proses produksi. Manajer Logistik dan Pengadaan bertanggung jawab atas penyediaan bahan baku dan bahan-bahan penunjang lainnya. Untuk menjaga keberlangsungan proses produksi, diperlukan kerja sama diantara ketiga manajer tersebut. Direktur Marketing bertanggung jawab atas pemasaran produk dan juga kerja sama dengan suplier. Direktur Marketing membawahi Manajer Suplier dan Manajer Pemasaran Konsumen. Manajer Suplier bertanggung jawab atas
66
keberlangsungan kerja sama dengan pihak suplier. Pihak suplier yang berada dalam kewenangan Manajer Suplier adala h para pemasok produk-produk bakery yang menjual produknya di Kartika Sari Bakery. Sementara itu Manajer Pemasaran Konsumen bertanggung jawab atas penjualan produk-produk yang dijual di Kartika Sari. Tugas manajer ini diantaranya melakukan berbagai promosi produk yang dijual. Direktur Umum dan Personalia membawahi Manajer HRD dan General Affair. Manajer HRD bertanggung jawab mengenai berbagai permasalahan yang terkait dengan karyawan perusahaan. Sementara itu General Affair bertugas untuk menyelesaikan berbagai masalah umum perusahaan dan berperan sebagai hubungan masyarakat yang dimiliki perusahaan.
4.2.3. Produk Kartika Sari menjual beragam produk dan kue. Harga produk yang diawarkan relatif murah. Produk yang menjadi unggulan dari Kartika Sari Bakery adalah produk pisang bolen dan cheese roll. Berbagai produk yang dijual Kartika Sari Bakery disajikan pada Lampiran 1. Proses produksi dalam satu hari dilakukan dalam tiga kali produksi. Proses produksi pertama dilakukan pada pagi hari, proses produksi kedua dilakukan siang hari, dan proses produksi ketiga dilakukan menjelang sore. Produksi rata-rata produk pisang bolen dalam satu hari adalah sebanyak 1000 dus kecil dan besar. Masing- masing kemasan berisi 10 buah kue pisang bolen. Sementara itu produksi rata-rata untuk produk cheese roll sebanyak 500 dus kecil dan besar per hari.
67
Produksi tersebut dilakukan dalam tiga kali proses produksi. Produk yang dihasilkan dipasarkan di tujuh lokasi toko yang dimiliki Kartika Sari Bakery.
4.2.4. Lokasi Toko Saat ini Kartika Sari Bakery memiliki tujuh lokasi toko. Lokasi pertama dan merupakan pusat adalah di Jalan H. Akbar No. 4. Lokasi Toko ini berada dekat dengan stasiun kereta api Bandung sehingga merupakan daerah pemasaran yang strategis. Pelanggan yang mengunjungi toko ini umumnya merupakan pelanggan yang datang dari luar kota dan menggunakan sarana transportasi kereta api. Selain pengunjung dari luar kota, pelanggan dari dalam kota juga banyak yang melakukan pembelian di lokasi ini. Lokasi kedua adalah di Jalan Kebon Jukut No. 3 C. Lokasi ini mulai beroperasi pada tahun 1997. Pada tahun 1998 Kartika Sari Bakery membuka cabang ketiga di Jalan Terusan Jakarta No. 77 E (Antapani). Pembukaan lokasi ketiga bertujuan untuk mencapai pelanggan di wilayah Bandung Timur. Sebab wilayah ini merupakan wilayah pemukiman penduduk. Sehingga wilayah Bandung Timur merupakan potensi pasar yang baik. Semakin meningkatnya permintaan produk, pada tahun 1999 Kartika Sari Bakery membuka cabang keempat di Jalan Kopo Sayati No. 111 A. Pembukaan cabang ini bertujuan untuk mencapai pasar di wilayah Bandung Selatan. Satu tahun kemudian cabang kelima dibuka di Jalan Buah Batu No. 165 A. Pembukaan cabang kelima tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang berkembang cukup pesat dan merupakan pasar yang potensial.
68
Kartika Sari Bakery cabang Jalan Ir. H. Juanda No. 85 merupakan cabang keenam yang mulai beroperasi tahun 2003. Pembukaan cabang ini bertujuan menjangkau konsumen di wilayah Bandung Utara. Selain itu pembukaan cabang di daerah Dago ini didasari dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan daerah wisata Kota Bandung. Selain itu banyaknya jumlah hotel di daerah ini menjadikan daerah ini sebagai pangsa pasar yang potensial. Selain bertujuan menjangkau wilayah Bandung Utara, pembukaan cabang ini bertujuan untuk meraih pangsa pasar pelanggan yang datang dari luar kota. Cabang Kartika Sari Bakery ketujuh yang dibuka berlokasi di Jalan Raya Timur No. 518 Cimahi. Lokasi ini mulai beroperasi pada tahun 2005. Pembukaan lokasi ini bertujuan untuk menjangkau konsumen di wilayah Bandung Barat dan Kota Cimahi. Tingkat kunjungan konsumen per hari cukup tinggi. Rata-rata pengunjung pada hari kerja mencapai 50 – 60 orang pengunjung per hari pada masing- masing lokasi toko. Sementara pada akhir pekan dan hari libur tingkat kunjungan mencapai dua kali dari kunjungan pada hari kerja. Jumlah pengunjung yang tinggi mengindikasikan bahwa produk-produk Kartika Sari Bakery cukup dikenal konsumen dan memiliki kualitas yang baik.
69
BAB V KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN DAN PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK BAKERY
5.1.
Karakteristik Umum Responden Responden dipilih secara kebetulan (accidental) yaitu responden yang
sedang berbelanja produk Kartika Sari Bakery. Responden yang dipilih adalah konsumen yang sedang membeli produk pisang bolen, cheese roll, kelepon, atau brownies dan pernah mengkonsumsi keempat produk tersebut. Sehingga menghindari bias yang dapat terjadi dalam penilaian atribut produk. Responden diambil dari dua lokasi toko yaitu di Jalan Buah Batu 165 A dan Jalan Terusan Jakarta 77 E Bandung. Jumlah seluruh responden yang diambil sebanyak 100 orang dan dari masing- masing toko diambil 50 orang responden. Karakteristik responden yang dianalisis meliputi jenis kelamin, usia, status perkawinan, pendidikan terakhir, pekerjaan, jenis lokasi tempat tinggal, dan pendapatan per bulan.
5.1.1. Jenis Kelamin Tabel 9 menunjukkan jumlah responden yang melakukan pembelian terhadap produk Kartika Sari Bakery berdasarkan jenis kelamin. Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah responden terbanyak adalah wanita sebanyak 61 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelian produk bakery lebih banyak dilakukan oleh wanita. Selain itu menurut hasil penelitian Harry L. Davis dan Benny P. Rigaux dalam Engel, et al (1994) mengenai pengaruh suami- istri
70
dalam keputusan pembelian diketahui bahwa istri memiliki peranan yang lebih dominan dalam keputusan pembelian bahan makanan. Faktor budaya juga turut berperan karena adanya nilai- nilai yang menunjukkan bahwa wanita lebih bertanggung jawab dalam keputusan konsumsi.
Tabel 9. Sebaran Jenis Kelamin Responden. Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Jumlah (Orang) 39 61 100
% 39,00 61,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Selanjutnya dilakukan tabulasi silang antara karakteristik responden dengan perilaku pembelian mereka terhadap produk bakery. Tabel 10 menunjukkan hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi pembelian rata-rata per bulan. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan frekuensi pembelian produk bakery rata-rata per bulan antara pria dan wanita. Baik pria maupun wanita melakukan pembelian rata-rata sebanyak tiga kali per bulan.
Tabel 10. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan. Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Rata-rata Frekuensi Pembelian Per Bulan (%) 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali = 5 Kali 6 5 21 5 2 8 18 19 6 10 14 23 40 11 12
Total (%) 39 61 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara jenis kelamin dengan motivasi pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 11. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa antara pria dan wanita tidak terdapat perbedaan dalam motivasi pembelian. Baik pria maupun wanita memiliki motivasi pembelian karena kepraktisan.
71
Tabel 11. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery. Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Praktis 25 46 71
Motivasi Pembelian Produk Bakery (%) Total Melihat Orang Hanya Mencoba Alasan Lain (%) Lain Membeli 7 5 2 39 1 7 7 61 8 12 9 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara jenis kelamin dengan manfaat produk disajikan pada Tabel 12. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita mencari manfaat produk sebagai makanan selingan (kudapan). Hal ini disebabkan karena produk bakery merupakan produk yang mudah disajikan pada berbagai waktu.
Tabel 12. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Manfaat Produk Bakery. Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Manfaat Produk Bakery (%) Sebagai Makanan Simbol Status Alasan Lain Selingan (Kudapan) Sosial 36 2 1 53 3 5 89 5 6
Total (%) 39 61 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara jenis kelamin dengan pertimbangan atribut produk menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam pertimbangan atribut produk. Baik pria maupun wanita lebih mementingkan atribut rasa produk. Tabel 13 menunjukkan hubungan antara jenis kelamin dengan pertimbangan atribut dalam pembelian produk bakery.
Tabel 13. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery. Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Harga 7 17 24
Pertimbangan Atribut Produk (%) Rasa Daya Tahan Simpan Kandungan gizi 29 2 1 33 1 10 62 3 11
Total (%) 39 61 100
72
Hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan cara memutuskan pembelian juga tidak terdapat perbedaan. Baik pria maupun wanita melakukan pembelian produk bakery secara mendadak, yaitu ketika timbul keinginan untuk membeli. Hubungan antara jenis kelamin dengan cara memutuskan pembelian disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery. Jenis Kelamin Pria Wanita Total
Cara Memutuskan Pembelian (%) Tergantung Mendadak Situasi (Saat Terencana (Ketika Timbul Produk Habis) Keinginan) 4 13 22 10 19 31 14 32 53
Alasan Lain 0 1 1
Total (%) 39 61 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
5.1.2. Usia Karakteristik usia responden yang dipilih berkisar antara 20 – 60 tahun. Hal ini bertujuan agar informasi yang diperoleh dapat lebih beragam. Secara keseluruhan, usia responden berkisar antara 20 – 29 tahun. Tabel 15 menunjukkan sebaran usia responden.
Tabel 15. Sebaran Usia Responden. Usia 20 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40 – 49 tahun = 50 tahun Total
Jumlah (Orang) 49 33 16 2 100
% 49,00 33,00 16,00 2,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak berusia antara 20 – 29 tahun sebanyak 49 persen. Kelompok usia ini merupakan kelompok konsumen yang belum menikah atau kelompok keluarga muda yang belum
73
memiliki anak atau memiliki anak yang masih kecil. Selain itu mereka yang ada dalam kelompok ini pada umumnya memiliki waktu yang sedikit karena bekerja. Mereka merupakan orang-orang yang memiliki tingkat kesibukan pekerjaan yang tinggi di dalam lingkungan pekerjaannya. Akibatnya waktu mereka lebih banyak tersita untuk pekerjaan kantor. Sehingga pada umumnya mereka menyukai produk-produk makanan yang praktis dan siap saji. Selain itu kelompok ini merupakan kelompok yang sangat rentan terpenga ruh oleh iklan produk. Golongan usia terbesar kedua adalah usia 30 – 39 tahun. Golongan usia ini merupakan golongan keluarga yang masuk ke dalam kriteria Sarang Lengkap II (Full Nest II). Pada kelompok ini pada umumnya baik suami maupun istri bekerja di luar rumah. Biasanya mereka memiliki anak terkecil berusia enam tahun dan sangat senang mencoba sesuatu yang baru. Pola konsumsi sangat dipengaruhi oleh anak-anak terutama dalam pembelian makanan. Sehingga kelompok ini memiliki peluang yang besar dalam pembelian berbagai produk makanan siap saji termasuk produk-produk bakery.
Tabel 16. Hubungan Antara Usia Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan. Usia (Tahun) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 = 50 Total
Rata-rata Frekuensi Pembelian Per Bulan (%) 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali = 5 Kali 8 9 24 5 3 4 10 11 4 4 1 4 4 2 5 1 0 1 0 0 14 23 40 11 12
Total (%) 49 33 16 2 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara usia dengan rata-rata frekuensi pembelian disajikan pada Tabel 16. Golongan usia 20 – 29 tahun dan 30 – 39 tahun memiliki rata-rata frekuensi pembelian terbesar yaitu tiga kali per bulan. Sementara golongan usia
74
40 – 49 tahun memiliki frekuensi pembelian rata-rata terbesar lebih dari atau sama dengan lima kali per bulan. Hal ini disebabkan karena kesibukan pada golongan usia ini. Sehingga mereka lebih sering melakukan pembelian produk bakery.
Tabel 17. Hubungan Antara Usia Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery. Usia (Tahun) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 = 50 Total
Praktis 36 24 10 1 71
Motivasi Pembelian Produk Bakery (%) Total Melihat Orang Hanya Mencoba Alasan Lain (%) Lain Membeli 5 5 3 49 1 5 3 33 2 2 2 16 0 0 1 2 8 12 9 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara usia dengan motivasi pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 17. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan motivasi pembelian pada berbagai tingkat usia. Motivasi mereka adalah karena kepraktisan. Hasil tabulasi silang antara usia dengan manfaat produk bakery menunjukkan tidak ada perbedaan. Responden dengan berbagai golongan usia menyatakan bahwa manfaat yang mereka cari dalam pembelian produk bakery adalah sebagai makanan selingan (kudapan). Hubungan antara usia dengan manfaat produk disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Hubungan Antara Usia Dengan Manfaat Produk Bakery. Usia (Tahun) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 = 50 Total
Manfaat Produk Bakery (%) Sebagai Makanan Simbol Status Alasan Lain Selingan (Kudapan) Sosial 45 3 1 28 2 3 15 0 1 1 0 1 89 5 6
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Total (%) 49 33 16 2 100
75
Hasil tabulasi silang antara usia dengan pertimbangan atribut produk dalam pembelian produk bakery menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan. Responden pada berbagai golongan us ia mempertimbangkan rasa sebagai atribut yang paling banyak dipertimbangkan dalam pembelian produk bakery. Hubungan antara usia dengan pertimbangan atribut disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Hubungan Antara Usia Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery. Usia (Tahun) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 = 50 Total
Harga 10 9 5 0 24
Pertimbangan Atribut Produk (%) Rasa Daya Tahan Simpan Kandungan gizi 36 2 1 20 0 4 5 1 5 1 0 1 62 3 11
Total (%) 48 33 16 2 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara usia dengan cara memutuskan pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 20. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan cara memutuskan pembelian produk. Untuk usia 20 – 49 tahun mereka memutuskan pembelian produk secara mendadak sementara untuk golongan usia lebih dari atau sama dengan 50 tahun memutuskan untuk membeli secara terencana dan tergantung situasi.
Tabel 20. Hubungan Antara Usia Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery. Usia (Tahun) 20 – 29 30 – 39 40 – 49 = 50 Total
Cara Memutuskan Pembelian (%) Tergantung Mendadak Situasi (Saat Terencana (Ketika Timbul Produk Habis) Keinginan) 4 15 29 5 11 17 4 5 7 1 1 0 14 32 53
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Alasan Lain 1 0 0 0 1
Total (%) 49 33 16 2 100
76
5.1.3. Status Perkawinan Sebaran responden berdasarkan status perkawinan disajikan pada Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21 jumlah responden yang sudah menikah sebanyak 63 orang (63 persen) dan responden yang belum menikah sebanyak 37 orang (37 persen). Responden yang belum menikah pada umumnya memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk membeli produk-produk makanan siap saji. Sedangkan responden yang sudah menikah dan memiliki anak, keputusan pembeliannya sangat dipengaruhi oleh anggota keluarga.
Tabel 21. Sebaran Status Perkawinan Responden. Status Sudah menikah Belum menikah Total
Jumlah (Orang) 63 37 100
% 63,00 37,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara status perkawinan dengan frekuensi rata-rata pembelian produk bakery per bulan disajikan pada Tabel 22. Hasil tabulasi silang menunjukkan tidak adanya perbedaan frekuensi pembelian antara responden yang sudah menikah dengan responden yang belum menikah. Baik responden yang sudah menikah maupun yang belum menikah sebagian besar memiliki frekuensi pembelian rata-rata per bulan sebanyak tiga kali.
Tabel 22. Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan. Status Belum Menikah Sudah Menikah Total
Rata-rata Frekuensi Pembelian Per Bulan (%) 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali = 5 Kali 8 5 21 2 1 6 18 19 9 11 14 23 40 11 12
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Total (%) 37 63 100
77
Hasil tabulasi silang untuk status perkawinan dengan motivasi pembelian produk bakery menunjukkan tidak ada perbedaan. Baik konsumen yang sudah menikah maupun yang belum menikah sebagian besar memiliki motivasi pembelian karena kepraktisan. Hubungan antara status perkawinan dengan motivasi pembelian disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery. Status Belum Menikah Sudah Menikah Total
Motivasi Pembelian Produk Bakery (%) Melihat Orang Lain Hanya Alasan Praktis Membeli Mencoba Lain 29 3 4 1 42 5 8 8 71 8 12 9
Total (%) 37 63 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara status perkawinan dengan manfaat produk yang dicari konsumen disajikan pada Tabel 24. Hasil tabulasi silang menunjukkan tidak terdapat perbedaan dalam manfaat produk yang dicari. Konsumen yang sudah menikah dan belum menikah sebagian besar menyatakan manfaat yang mereka cari adalah sebagai makanan selingan (kudapan).
Tabel 24. Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Manfaat Produk Bakery. Status Perkawinan Belum Menikah Sudah Menikah Total
Manfaat Produk Bakery (%) Sebagai Makanan Simbol Status Alasan Lain Selingan (Kudapan) Sosial 35 2 0 54 3 6 89 5 6
Total (%) 37 63 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara status perkawinan dengan perimbangan atribut produk menunjukkan tidak adanya perbedaan antara konsumen yang sudah menikah dengan konsumen yang belum menikah. Baik konsumen yang sudah
78
menikah maupun yang belum menikah sebagian besar menyatakan bahwa pertimbangan atribut produk yang mereka pilih adalah rasa. Hubungan antara status perkawinan dengan pertimbangan atribut produk disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery. Status Belum Menikah Sudah Menikah Total
Harga 7 17 24
Pertimbangan Atribut Produk (%) Rasa Daya Tahan Simpan Kandungan gizi 28 1 1 34 2 10 62 3 11
Total (%) 37 63 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara status perkawinan dengan cara memutuskan pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 26. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara konsumen yang sudah menikah dengan konsumen yang belum menikah. Baik konsumen yang sudah menikah maupun yang belum menikah sebagian besar menyatakan cara memutuskan pembelian produk adalah secara mendadak.
Tabel 26. Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery. Status Belum Menikah Sudah Menikah Total
Cara Memutuskan Pembelian (%) Tergantung Mendadak Situasi (Saat Terencana (Ketika Timbul Produk Habis) Keinginan) 4 13 22 10 19 31 14 32 53
Alasan Lain 0 1 1
Total (%) 39 61 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
5.1.4. Pendidikan Terakhir Pendidikan merupakan variabel yang cukup berpengaruh dalam keputusan pembelian konsumen. Pendidikan terkait dengan pengetahuan konsumen dalam mengemukakan pendapat dan proses pengambilan keputusan dalam pembelian
79
produk bakery. Tabel 27 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden cukup beragam mulai dari SMP hingga perguruan tinggi. Hal ini dapat menunjukkan bahwa responden memiliki pengetahuan yang beragam terkait dengan keputusan pembelian. Jumlah responden terbanyak berpendidikan sarjana, yaitu sebesar 43 persen. Selanjutnya responden berpendidikan SMA menempati urutan kedua sebesar 33 persen dan responden dengan pendidikan diploma berada di urutan ketiga sebesar 18 persen.
Tabel 27. Sebaran Pendidikan Terakhir Responden. Tingkat Pendidikan SMA Diploma Sarjana (S1) Pascasarjana (S2 & S3) Total
Jumlah (Orang) 33 19 43 5 100
% 33,00 19,00 43,00 5,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara pendidikan dengan frekuensi pembelian rata-rata produk bakery per bulan disajikan pada Tabel 28. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam frekuensi pembelian. Untuk konsumen dengan pendidikan SMA frekuensi pembelian yang terjadi sebagian besar yaitu satu atau dua kali dalam satu bulan.
Tabel 28. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Frekuensi Pembelian Ratarata Per Bulan. Pendidikan SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Total
Rata-rata Frekuensi Pembelian Per B ulan (%) 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali = 5 Kali 1 0 0 0 0 9 9 8 4 3 3 7 3 1 4 1 6 27 6 3 0 1 2 0 2 14 23 40 11 12
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Total (%) 1 33 18 43 5 100
80
Konsumen dengan pendidikan Diploma sebagian besar melakukan pembelian rata-rata sebanyak dua kali dalam satu bulan. Sementara untuk konsumen dengan pendidikan Sarjana dan Pascasarjana memiliki frekuensi pembelian rata-rata tiga kali dalam satu bulan. Hubungan antara pendidikan dengan motivasi pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 29. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan motivasi pembelian pada berbagai tingkat pendidikan. Sebagian besar konsumen pada berbagai tingkat pendidikan menyatakan motivasi pembelian mereka adalah karena kepraktisan. Produk bakery merupakan produk yang praktis dan siap disajikan setiap waktu.
Tabel 29. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery. Pendidikan SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Total
Praktis 1 27 10 29 4 71
Motivasi Pembelian Produk Bakery (%) Total Melihat Orang Hanya Mencoba Alasan Lain (%) Lain Membeli 0 0 0 1 0 5 1 33 2 3 3 18 6 3 5 43 0 1 0 5 8 12 9 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan manfaat produk yang dicari menunjukkan tidak ada perbedaan. Konsumen pada berbagai tingkat pendidikan sebagian besar menyatakan mereka membeli produk bakery karena dijadikan sebagai makanan selingan (kudapan). Hubungan antara pendidikan dengan manfaat produk yang dicari oleh konsumen disajikan pada Tabel 30.
81
Tabel 30. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Manfaat Produk Bakery. Pendidikan SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Total
Manfaat Produk Bakery (%) Sebagai Makanan Simbol Status Alasan Lain Selingan (Kudapan) Sosial 1 0 0 29 2 2 14 1 3 41 1 1 4 1 0 89 5 6
Total (%) 1 33 18 43 5 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan pertimbangan atribut produk dalam pembelian produk bakery menunjukkan tidak ada perbedaan pada setiap tingkat pendidikan. Sebagian besar responden menyatakan pertimbangan utama mereka adalah rasa. Namun untuk responden dengan pendidikan SMP mempertimbangkan
harga
produk. Hubungan antara pendidikan dengan
pertimbangan atribut produk disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery. Pendidikan SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Total
Harga 1 10 4 8 1 24
Pertimbangan Atribut Produk (%) Rasa Daya Tahan Simpan Kandungan gizi 0 0 0 15 1 7 11 1 2 32 1 2 4 0 0 62 3 11
Total (%) 1 33 18 43 5 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara pendidikan dengan cara memutuskan pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 32. Hasil tabulasi silang menunjukkan tidak terdapat perbedaan dalam cara memutuskan pembelian produk bakery. Pada setiap tingkat pendidikan, sebagian besar responden menyatakan pembelian produk yang mereka lakukan adalah secara mendadak. Namun pada tingkat pendidikan SMA
82
dan pascasarjana, selain memutuskan secara mendadak mereka juga memutuskan pembelian secara terencana.
Tabel 32. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery. Pendidikan SMP SMA Diploma Sarjana Pascasarjana Total
Cara Memutuskan Pembelian (%) Tergantung Mendadak Alasan Situasi (Saat Terencana (Ketika Timbul Lain Produk Habis) Keinginan) 0 0 1 0 5 14 14 0 4 3 10 1 4 13 26 0 1 2 2 0 14 32 53 1
Total (%) 1 33 18 43 5 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
5.1.5. Pekerjaan Pekerjaan berkaitan dengan penghasilan seseorang. Penghasilan akan menentukan daya beli konsumen untuk melakukan pembelian produk. Sementara itu pekerjaan juga akan terkait dengan sumber daya waktu yang dimiliki oleh konsumen. Pada akhirnya pekerjaan akan turut berperan dalam pembelian makanan siap saji yang praktis seperti produk bakery.
Tabel 33. Sebaran Pekerjaan Responden. Pekerjaan Pegawai negeri Pegawai swasta Pelajar/mahasiswa Ibu rumah tangga Total
Jumlah (Orang) 31 29 18 22 100
% 31,00 29,00 18,00 22,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Tabel 33 menunjukkan bahwa pekerjaan responden sangat beragam. Pekerjaan responden yang terbanyak adalah sebagai pegawai negeri yaitu 31 persen. Konsumen yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri pada umumnya memiliki penghasilan yang pasti dan daya beli yang cukup baik.
83
Responden yang bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 29 orang (29 persen). Konsumen yang bekerja sebagai pegawai swasta pada umumnya memiliki waktu yang
sangat
terbatas.
Akibatnya
kelompok
pegawai
swasta
memiliki
kecenderungan untuk melakukan pembelian produk-produk makanan yang praktis dan siap saji. Hubungan antara pekerjaan dengan frekuensi pembelian rata-rata produk bakery per bulan disajikan pada Tabel 34. Hasil tabulasi silang menunjukkan adanya perbedaan dalam frekuensi pembelian. Responden yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta sebagian besar melakukan pembelian produk bakery rata-rata tiga kali dalam satu bulan. Pelajar dan mahasiswa rata-rata melakukan pembelian produk bakery sebanyak satu kali dalam satu bulan. Sementara ibu rumah tangga sebagian besar melakukan pembelian rata-rata sebesar dua kali per bulan.
Tabel 34. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Frekuensi Pembelian Ratarata Per Bulan. Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Total
Rata-rata Frekuensi Pembelian Per Bulan (%) 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali = 5 Kali 2 8 15 3 3 1 4 16 3 5 7 2 6 2 1 4 9 3 3 3 14 23 40 11 12
Total (%) 31 29 18 22 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara pekerjaan dengan motivasi pembelian produk bakery menunjukkan tidak terdapat perbedaan motivasi pembelian pada berbagai jenis pekerjaan. Sebagian besar responden dengan berbagai jenis pekerjaan menyatakan bahwa motivasi mereka dalam pembelian produk bakery adalah
84
kepraktisan. Hubungan antara pekerjaan dengan motivasi pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 35.
Tabel 35. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery. Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Total
Motivasi Pembelian Produk Bakery (%) Melihat Orang Hanya Alasan Praktis Lain Membeli Mencoba Lain 22 4 3 2 20 3 2 4 14 1 3 0 15 0 4 3 71 8 12 9
Total (%) 31 29 18 22 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara pekerjaan dengan manfaat produk bakery yang dicari menunjukkan tidak ada perbedaan pada berbagai jenis pekerjaan. Sebagian besar responden dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, pelajar/mahasiswa, maupun ibu rumah tangga menyatakan bahwa manfaat produk yang mereka cari adalah sebagai makanan selingan (kudapan). Hubungan antara pekerjaan dengan manfaat produk disajikan pada Tabel 36.
Tabel 36. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Manfaat Produk Bakery. Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Total
Manfaat Produk Bakery (%) Sebagai Makanan Simbol Alasan Lain Selingan (Kudapan) Status Sosial 29 0 2 26 2 1 16 2 0 18 1 3 89 5 6
Total (%) 31 29 18 22 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara pekerjaan dengan pertimbangan atribut produk bakery disajikan pada tabel 37. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pertimbangan atribut produk pada berbagai jenis pekerjaan. Sebagian
85
besar responden menyatakan bahwa atribut yang mereka pertimbangkan dalam pembelian produk bakery adalah atribut rasa.
Tabel 37. Hubungan Antara Pe kerjaan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery. Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Total
Pertimbangan Atribut Produk (%) Daya Tahan Kandungan Harga Rasa Simpan gizi 8 20 0 3 4 22 1 2 5 12 1 0 7 8 1 6 24 62 3 11
Total (%) 31 29 18 22 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara pekerjaan dengan cara memutuskan pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 38. Hasil tabulasi silang menunjukkan tidak terdapat perbedaan cara memutuskan pembelian pada berbagai pekerjaan. Sebagian besar responden menyatakan mereka melakukan pembelian secara mendadak. Namun pada responden dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri, selain memutuskan pembelian secara mendadak, mereka juga memutuskan pembelian secara terencana.
Tabel 38. Hubungan Antara Pekerjaan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery. Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Total
Cara Memutuskan Pembelian (%) Tergantung Mendadak Situasi (Saat (Ketika Alasan Terencana Produk Timbul Lain Habis) Keinginan) 5 13 13 0 3 8 18 0 5 12 1 0 7 8 1 6 14 32 53 1
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Total (%) 31 29 18 22 100
86
5.1.6. Jenis Lokasi Tempat Tinggal Jenis lokasi tempat tinggal dapat menggambarkan gaya hidup dan pola konsumsi seseorang. Berdasarkan Tabel 39 sebanyak 75 orang responden (75 persen) bermukim di daerah perumahan. Responden yang tinggal di daerah pemukiman umum sebesar 17 persen. Sementara itu responden yang bermukim di daerah real estate hanya sebesar 8 persen. Konsumen yang bermukim di daerah real estate memiliki kecenderungan pola konsumsi terhadap produk-produk makanan siap saji yang praktis.
Tabel 39. Sebaran Lokasi Tempat Tinggal Responden. Lokasi Tempat Tinggal Pemukiman umum Perumahan Real estate Total
Jumlah (Orang) 17 75 8 100
% 17,00 75,00 8,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Sementara itu jika dilihat dari asal daerah tempat tinggal responden, sebagian besar responden berasal dari Kota Bandung (76 %). Sebesar 24 % responden berasal dari luar kota. Sebaran asal kota responden disajikan pada Tabel 40.
Tabel 40. Sebaran Asal Kota Responden. Asal Kota Bandung Jakarta Bogor Yogyakarta Bekasi Tanggerang Semarang Cirebon Total Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Jumlah (Orang) 76 11 5 3 2 1 1 1 100
% 76,00 11,00 5,00 3,00 2,00 1,00 1,00 1,00 100,00
87
Hubungan antara lokasi tempat tinggal dengan frekuensi pembelian ratarata per bulan disajikan pada Tabel 41. Hasil tabulasi silang menunjukkan tidak terdapat perbedaan frekuensi pembelian produk pada berbagai jenis lokasi tempat tinggal. Sebagian besar responden menyatakan memiliki frekuensi pembelian ratarata sebesar tiga kali dalam satu bulan.
Tabel 41. Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Frekuensi Pembelian Rata-rata Per Bulan. Tempat Tinggal Pemukiman umum Perumahan Real estate Total
Rata-rata Frekuensi Pembelian Per Bulan (%) 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali = 5 Kali 5 3 7 2 0 9 20 29 7 10 0 0 4 2 2 14 23 40 11 12
Total (%) 17 75 8 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara jenis lokasi tempat tinggal dengan motivasi pembelian produk bakery menunjukkan tidak terdapat perbedaan motivasi pembelian. Sebagian besar responden menyatakan motivasi mereka dalam pembelian produk bakery adalah kepraktisan dalam konsumsi. Hubungan antara jenis lokasi tempat tinggal dengan motivasi pembelian disajikan pada Tabel 42.
Tabel 42. Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery. Tempat Tinggal Pemukiman Umum Perumahan Real estate Total
Motivasi Pembelian Produk Bakery (%) Melihat Orang Hanya Alasan Praktis Lain Membeli Mencoba Lain 12 2 3 0 52 6 9 8 7 0 0 1 71 8 12 9
Total (%) 17 75 8 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara jenis lokasi tempat tinggal dengan manfaat produk disajikan pada Tabel 43. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak terdapat
88
perbedaan manfaat yang dicari pada responden dengan jenis lokasi tempat tinggal yang berbeda. Sebagian besar responden menyatakan bahwa manfaat produk yang dicari oleh responden adalah sebagai makanan selingan (kudapan).
Tabel 43. Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Manfaat Produk Bakery. Tempat Tinggal Pemukiman Umum Perumahan Real estate Total
Manfaat Produk Bakery (%) Sebagai Makanan Simbol Alasan Lain Selingan (Kudapan) Status Sosial 15 1 1 68 2 5 6 2 0 89 5 6
Total (%) 17 75 8 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara jenis lokasi tempat tinggal dengan pertimbangan atribut produk menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan atribut yang dipertimbangkan konsumen. Konsumen yang tinggal di pemukiman umum, perumahan, maupun real estate mempertimbangkan rasa dalam pembelian produk bakery. Hubungan antara jenis lokasi tempat tinggal dengan pertimbangan atribut produk disajikan pada Tabel 44.
Tabel 44. Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery. Tempat Tinggal Pemukiman Umum Perumahan Real estate Total
Pertimbangan Atribut Produk (%) Daya Tahan Kandungan Harga Rasa Simpan gizi 5 11 0 1 19 44 2 10 0 7 1 0 24 62 3 11
Total (%) 17 75 8 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hubungan antara jenis lokasi tempat tinggal dengan cara memutuskan pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 45. Hasil tabulasi silang
89
menunjukkan tidak terdapat perbedaan dalam memutuskan cara pembelian produk. Sebagian besar responden menyatakan membeli produk secara mendadak.
Tabel 45. Hubungan Antara Jenis Lokasi Tempat Tinggal Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery. Tempat Tinggal Pemukiman Umum Perumahan Real estate Total
Cara Memutuskan Pembelian (%) Tergantung Mendadak Situasi (Saat (Ketika Alasan Terencana Produk Timbul Lain Habis) Keinginan) 2 7 8 0 11 22 41 1 1 3 4 0 14 32 53 1
Total (%) 17 75 8 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
5.1.7. Pendapatan Pembelian sangat dipengaruhi oleh pendapatan konsumen. Karena pendapatan merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki konsumen untuk menentukan produk apa yang dapat dibeli. Pada negara berkembang, sebagian besar pendapatan dikeluarkan untuk pembelian produk makanan. Semakin tinggi pendapatan konsumen, proporsi pendapatan yang dikeluarkan untuk pembelian makanan pokok akan cenderung menurun. Namun proporsi pendapatan tersebut akan digunakan untuk pembelian produk-produk makanan yang bersifat praktis dan siap saji.
Tabel 46. Sebaran Pendapatan per Bulan Responden. Pendapatan per Bulan < Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00 – Rp 2.999.999,00 Rp 3.000.000,00 – Rp 4.999.999,00 = Rp 5.000.000,00 Total Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Jumlah (Orang) 20 51 19 10 100
% 20,00 51,00 19,00 10,00 100,00
90
Tabel 46 menunjukkan bahwa responden rata-rata memiliki pendapatan per bulan Rp 1.000.000,00 – Rp 3.999.999,00 sebanyak 51 orang (51 persen). Konsumen pada tingkat pendapatan ini memiliki daya beli yang cukup baik dalam pembelian produk bakery. Pada urutan kedua, sebesar 20 persen responden memiliki pendapatan per bulan kurang dari Rp 1.000.000,00. Hal ini terkait dengan pekerjaan responden sebagai pelajar atau mahasiswa. Hubungan antara pendapatan dengan frekuensi pembelian produk bakery per bulan disajikan pada Tabel 47. Hasil tabulasi silang menunjukkan terdapat perbedaan dalam frekuensi pembelian produk. Konsumen dengan pendapatan rata-rata kurang dari Rp 1.000.000,00 per bulan sebagian besar melakukan pembelian produk bakery rata-rata satu kali per bulan. Konsumen dengan pendapatan rata-rata per bulan Rp 1.000.000,00 – Rp 4.999.999,00 memiliki frekuensi pembelian produk bakery rata-rata tiga kali per bulan. Sementara itu konsumen dengan pendapatan rata-rata per bulan lebih dari atau sama dengan Rp 5.000.000,00 melakukan pembelian produk bakery lebih dari atau sama dengan lima kali per bulan. Dalam hal ini perbedaan pendapatan mencerminkan daya beli terhadap produk bakery.
Tabel 47. Hubungan Antara Pendapatan Dengan Frekuensi Pembelian Ratarata Per Bulan. Pendapatan (Rp) < 1.000.000,00 1.000.000,00 – 2.999.999,00 3.000.000,00 – 4.999.999,00 = 5.000.000,00 Total
Rata-rata Frekuensi Pembelian Per Bulan (%) 1 Kali 2 Kali 3 Kali 4 Kali = 5 Kali 10 2 7 0 1 4 14 27 2 4 0 4 6 6 3 0 3 0 3 4 14 23 40 11 12
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Total (%) 20 51 19 10 100
91
Hubungan antara tingkat pendapatan rata-rata per bulan dengan moivasi pembelian produk bakery disajikan pada Tabel 48. Hasil tabulasi silang menunjukkan tidak terdapat perbedaan dalam motivasi pembelian produk. Motivasi utama responden dalam pembelian produk bakery adalah karena kepraktisan dalan konsumsi.
Tabel 48. Hubungan Antara Pe ndapatan Dengan Motivasi Pembelian Produk Bakery. Pendapatan (Rp) < 1.000.000,00 1.000.000,00 – 2.999.999,00 3.000.000,00 – 4.999.999,00 = 5.000.000,00 Total
Motivasi Pembelian Produk Bakery (%) Melihat Hanya Alasan Praktis Orang Lain Mencoba Lain Membeli 14 1 4 1 38 6 4 3 13 1 2 3 6 0 2 2 71 8 12 9
Total (%) 20 51 19 10 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara pendapatan rata-rata per bulan dengan manfaat produk yang dicari menunjukkan tidak terdapat perbedaan manfaat yang dicari. Sebagian besar responden menyatakan mencari manfaat sebagai makanan selingan (kudapan) dalam pembelian produk bakery. Hubungan antara pendapatan dengan manfaat produk disajikan pada Tabel 49.
Tabel 49. Hubungan Antara Pendapatan Dengan Manfaat Produk Bakery. Pendapatan (Rp) < 1.000.000,00 1.000.000,00 – 2.999.999,00 3.000.000,00 – 4.999.999,00 = 5.000.000,00 Total
Manfaat Produk Bakery (%) Sebagai Makanan Simbol Alasan Selingan Status Sosial Lain (Kudapan) 17 2 1 48 0 3 16 1 2 8 2 0 89 5 6
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Total (%) 20 51 19 10 100
92
Hubungan antara pendapatan rata-rata per bulan dengan pertimbangan atribut produk bakery disajikan pada Tabel 50. Hasil tabulasi silang menunjukkan tidak terdapat perbedaan dalam pertimbangan atribut produk. Responden dengan berbagai tingkat pendapatan sebagian besar menyatakan bahwa atribut utama yang menjadi pertimbangan dalam pembelian produk bakery adalah rasa. Hal ini menunjukkan bahwa atribut rasa pada produk makanan merupakan pertimbangan utama.
Tabel 50. Hubungan Antara Pendapatan Dengan Pertimbangan Atribut Produk Bakery. Pendapatan (Rp) < 1.000.000,00 1.000.000,00 – 2.999.999,00 3.000.000,00 – 4.999.999,00 = 5.000.000,00 Total
Pertimbangan Atribut Produk (%) Daya Tahan Kandungan Harga Rasa Simpan gizi 5 12 2 1 14 29 0 8 4 13 1 1 1 8 0 1 24 62 3 11
Total (%) 20 51 19 10 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Hasil tabulasi silang antara pendapatan rata-rata per bulan dengan cara memutuskan pembelian menunjukkan adanya perbedaan dalam cara memutuskan pembelian produk bakery. Responden dengan pendapatan kurang dari Rp 1.000.000,00 melakukan pembelian produk secara mendadak yaitu ketika timbul keinginan membeli. Hal yang sama juga terjadi pada responden dengan tingkat pendapatan Rp 1.000.000,00 – Rp 2.999.999,00 dan lebih dari Rp 5.000.000,00. Sementara untuk responden dengan pendapatan rata-rata per bulan Rp 3.000.000,00 – Rp 4.999.999,00 memutuskan pembelian secara terencana. Hubungan antara pendapatan rata-rata per bulan dengan cara memutuskan pembelian disajikan pada Tabel 51.
93
Tabel 51. Hubungan Antara Pendapatan Dengan Cara Memutuskan Pembelian Produk Bakery.
Pendapatan (Rp)
< 1.000.000,00 1.000.000,00 – 2.999.999,00 3.000.000,00 – 4.999.999,00 = 5.000.000,00 Total
Cara Memutuskan Pembelian (%) Tergantung Mendadak Situasi Total Teren(Ketika Alasan (Saat (%) cana Timbul Lain Produk Keinginan) Habis) 2 5 13 0 20 8 16 27 0 51 1 9 8 1 19 3 2 5 0 10 14 32 53 1 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
5.2.
Tahapan Proses Keputusan Pembelian Produk Bakery Proses keputusan pembelian yang dilakukan konsumen melalui beberapa
tahapan. Tahap pertama yaitu pengenalan kebutuhan. Tahapan ini terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara keadaan yang diinginkan konsumen dengan keadaan aktual yang terjadi. Tahap kedua yaitu pencarian informasi yang terkait dengan kebutuhan konsumen. Tahap selanjutnya adalah evaluasi alternatif dan membuat pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan. Setelah itu konsumen memasuki tahap pembelian produk yang dapat memenuhi kebutuhan. Tahap terakhir adalah evaluasi hasil pembelian. Apakah keputusan pembelian yang dilakukan telah dapat memenuhi kebutuha n konsumen.
5.2.1. Pengenalan Kebutuhan Pengenalan kebutuhan terjadi pada saat pembeli memperoleh rangsangan internal dan eksternal. Perbedaan keadaan antara keadaaan aktual dengan keadaaan yang diinginkan menjadi pencetus timbulnya pengenalan kebutuhan. Dari pengalaman yang dimiliki, konsumen akan mengatasi dorongan tersebut dan akan dimotivasi ke arah produk yang ia ketahui dapat memuaskan kebutuhannya.
94
Aktivasi kebutuhan di dalam tahap pengenalan kebutuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keadaan yang berubah, pemerolehan produk, konsumsi produk, pengaruh pemasaran, dan perbedaan individu. Kebutuhan akan sering diaktifkan oleh perubahan dalam kehidupan seseorang. Keterbatasan waktu menyebabkan konsumen beralih ke pola penyediaan makanan siap saji yang praktis. Tabel 52 menunjukkan motivasi konsumen dalam pembelian produk bakery.
Tabel 52. Sebaran Motivasi Responden dalam Pembelian Produk Bakery. Motivasi Praktis Melihat orang lain membeli Hanya mencoba Alasan lain (karena suka) Total
Jumlah (Orang) 71 8 12 9 100
% 71,00 8,00 12,00 9,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan Tabel 52 responden menyatakan bahwa motivasi mereka mengkonsumsi produk bakery adalah karena kepraktisan (71 %). Jumlah ini menunjukkan bahwa produk bakery dinilai sebagai produk makanan yang praktis dan mudah unutk disajikan. Sementara responden yang beralasan hanya mencoba produk adalah sebesar 12 persen. Alasan lain responden membeli produk bakery adalah karena mereka menyukai produk tersebut, yaitu sebesar sembilan persen. Manfaat dalam mengkonsumsi produk juga dapat menjadi pencetus adanya pengenalan kebutuhan. Berdasarkan Tabel 53 sebanyak 89 persen responden menyatakan bahwa produk bakery dijadikan sebagai makanan selingan (kudapan). Sementara yang menyatakan bahwa manfaat produk sebagai simbol status sosial hanya sebesar lima persen.
95
Tabel 53. Sebaran Manfaat Produk Bakery. Manfaat Sebagai makanan selingan (kudapan) Simbol status sosial Alasan lain Total
Jumlah (Orang) 89 5 6 100
% 89,00 5,00 6,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Konsumsi aktual produk dapat memicu pengenalan kebutuhan. Tabel 54 menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi pembelian produk Kartika Sari Bakery yang dilakukan responden adalah tiga kali dalam sebulan (40 %). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen cukup sering mengkonsumsi produk bakery dalam satu bulan. Frekuensi konsumsi produk akan mempengaruhi frekuensi pembelian yang dilakukan konsumen terhadap produk tersebut. Sementara itu responden yang sangat sering mengkonsumsi produk Kartika Sari Bakery dengan frekuensi pembelian lebih dari atau sama dengan lima kali dalam satu bulan sebanyak 12 orang responden (12 %).
Tabel 54. Sebaran Frekuensi Rata-rata Pembelian Produk Kartika Sari Bakery per Bulan. Frekuensi Pembelian 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali = 5 kali Total
Jumlah (Orang) 14 23 40 11 12 100
% 14,00 23,00 40,00 11,00 12,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
5.2.2. Pencarian Informasi Ketika konsumen menyadari akan adanya kebutuhan, selanjutnya mereka akan mencari informasi untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan. Informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti sumber pribadi (keluarga,
96
teman, saudara), sumber komersial (iklan, promosi, pramuniaga), dan sumber publik (media cetak dan elektronik). Menurut responden, informasi mengenai produk bakery tidak hanya berasal dari salah satu sumber informasi tersebut. Namun sumber informasi responden dapat merupakan kombinasi dari ketiga sumber informasi yang ada. Dari kombinasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber informasi produk terdiri dari sumber pribadi yaitu teman dan keluarga, sumber komersial berupa informasi di tempat belanja, dan sumber publik berupa media massa cetak dan elektronik. Tabel 55 menunjukkan bahwa sumber informasi tentang produk bakery sangat beragam. Sebesar 32 persen sumber informasi produk berasal dari tempat belanja. Dalam hal ini penawaran yang dilakukan oleh toko. Sementara itu sumber informasi mengenai produk yang berupa sumber pribadi berasal dari keluarga sebesar 29 persen dan informasi dari teman sebesar 28 persen. Berdasarkan data tersebut, sumber pribadi berupa keluarga dan teman merupakan sumber informasi terbesar yaitu 57 persen. Informasi produk bakery lebih banyak disampaikan dari mulut ke mulut. Menurut Kotler (2002), informasi yang paling efektif adalah informasi yang berasal dari sumber pribadi. Sementara itu informasi dari sumber publik yaitu media cetak dan elektronik diperoleh sebesar 11 persen.
Tabel 55. Sebaran Sumber Informasi Responden. Sumber Informasi Tempat berbelanja Teman Keluarga Media massa (cetak dan elektronik) Total Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Jumlah (Orang) 32 28 29 11 100
% 32,00 28,00 29,00 11,00 100,00
97
5.2.3. Evaluasi Alternatif Setelah memperoleh informasi dari sumber yang ada, selanjutnya konsumen akan melakukan evaluasi alternatif terkait dengan pembelian yang akan dilakukannya. Mereka akan mengevaluasi toko yang akan dikunjungi untuk melakukan pembelian. Selain itu mereka akan mengevaluasi pertimbanganpertimbangan atribut produk. Pertimbangan responden terhadap alternatif pilihan lokasi toko disajikan pada Tabel 56. Pertimbangan pemilihan lokasi toko meliputi kenyamanan toko, lokasi yang dekat dengan tempat tinggal, atau pelayanan yang memuaskan. Berdasarkan data yang diperoleh, sebagian besar responden mempertimbangkan lokasi yang dekat dengan tempat tinggal. Sebanyak 59 persen responden memilih pertimbangan lokasi karena mereka bertujuan untuk menghemat waktu yang mereka miliki untuk membeli produk bakery.
Tabel 56. Sebaran Pertimbangan Pemilihan Toko. Pemilihan Toko Kenyamanan Dekat dengan tempat tinggal Pelayanan memuaskan Alasan lain Total
Jumlah (Orang) 20 59 15 6 100
% 20,00 59,00 15,00 6,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Kenyamanan merupakan pertimbangan toko di urutan kedua sebesar 20 persen. Sementara responden yang mempertimbangkan pelayanan memuaskan dalam pemilihan toko sebesar 15 persen. Menurut responden lokasi toko yang dekat dengan tempat tinggal lebih penting dibandingkan kenyamanan dan pelayanan yang diberikan. Responden yang memberikan alasan la in dalam pertimbangan pemilihan lokasi toko sebesar
enam persen. Mereka beralasan
98
bahwa lokasi toko tertentu yang dipilih karena mereka secara kebetulan melalui toko tersebut atau mereka memiliki kepentingan tertentu di daerah toko tersebut berada. Selain mempertimbangkan lokasi toko yang akan dipilih, responden juga mempertimbangkan atribut produk. Berdasarkan Tabel 57 sebagian besar responden mempertimbangkan atribut rasa. Sebesar 62 persen responden menyatakan bahwa rasa merupakan pertimbangan utama dalam membeli produk bakery. Konsumen memilih membeli produk dengan rasa yang enak dibandingkan produk dengan kemasan atau penampilan yang menarik. Selain pertimbangan mengenai rasa, responden juga mempertimbangan harga sebagai pertimbangan di urutan kedua sebesar 24 persen. Selain rasa, pertimbangan harga juga menjadi variabel penting dalam pembelian produk bakery. Sementara itu pertimbangan konsumen terhadap kandungan gizi sebesar 11 persen dan daya tahan simpan produk sebesar tiga persen.
Tabel 57. Sebaran Pertimbangan Atribut Produk. Atribut Harga Rasa Daya tahan simpan Kandungan gizi Total
Jumlah (Orang) 24 62 3 11 100
% 24,00 62,00 3,00 11,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
5.2.4. Keputusan Pembelian Setelah konsumen melakukan evaluasi terhadap berbagai pertimbangan lokasi toko dan produk, mereka akan membentuk preferensi terhadap toko dan produk tersebut. Sehingga dalam benak konsumen akan timbul niat pembelian
99
produk. Niat pembelian yang direalisasikan akan menimbulkan tindakan pembelian.
Tabel 58. Sebaran Lokasi Toko yang Dikunjungi Responden. Lokasi Toko Jalan Buah Batu Jalan Terusan Jakarta (Antapani) Jalan Ir. H. Juanda (Dago) Jalan Kebon Jukut Jalan H. Akbar Jalan Kopo Sayati Jalan Raya Timur (Cimahi) Total
Jumlah (Orang) 62 24 7 3 4 0 0 100
% 62,00 24,00 7,00 3,00 4,00 0,00 0,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Konsumen melakukan pembelian pada toko Kartika Sari Bakery yang dianggap dapat mewakili preferensi mereka. Toko tersebut dipilih dari tuj uh lokasi toko yang ada. Berdasarkan Tabel 58 dari 100 orang responden, sebesar 62 persen responden memilih untuk mengunjungi lokasi toko di Jalan Buah Batu. Urutan kedua yang dikunjungi responden adalah lokasi toko di Jalan Terusan Jakarta (Antapani) sebesar 24 persen. Sementara responden yang mengunjungi lokasi toko di Jalan Ir. H. Juanda (Dago) sebesar tujuh persen. Lokasi toko di Jalan Kopo Sayati dan Jalan Raya Timur (Cimahi) merupakan lokasi toko yang tidak dikunjungi responden. Hal ini dapat disebabkan karena lokasi di Jalan Kopo Sayati berada di wilayah selatan kota Bandung dan cukup jauh dari pusat kota. Sementara itu lokasi di Jalan Raya Timur (Cimahi) berada di luar kota Bandung yang menyebabkan responden enggan mengunjungi lokasi tersebut. Berdasarkan Tabel 59 sebanyak 53 persen responden menyatakan bahwa cara pembelian yang dilakukan adalah mendadak. Ketika muncul keinginan untuk membeli maka konsumen akan melakukan pembelian secara mendadak. Selain itu produk yang dibeli diputuskan secara mendadak.
100
Tabel 59. Sebaran Cara Pembelian Produk. Cara Pembelian Tergantung situasi (saat produk habis) Terencana (terencana di rumah) Mendadak (ketika timbul keinginan) Alasan lain Total
Jumlah (Orang) 14 32 53 1 100
% 14,00 32,00 53,00 1,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Responden yang sudah merencanakan pembelian produk dari rumah sebesar 32 persen. Mereka sudah merencanakan terlebih dahulu kapan akan melakukan pembelian, lokasi mana yang akan dituju, dan produk apa saja yang akan dibeli. Sementara itu jika dilihat dari jenis produk yang dibeli, sebanyak 33 persen menyatakan membeli produk bakery tradisional dan 67 persen membeli produk bakery modern.
Tabel 60. Sebaran Alternatif Jika Produk Tidak Tersedia. Alternatif Mencari ke toko lain Mencari merek lain Tidak jadi membeli Total
Jumlah (Orang) 48 14 38 100
% 48,00 14,00 38,00 100
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan Tabel 60 jika produk yang dicari oleh konsumen tidak tersedia maka sebanyak 48 persen responden menyatakan akan mencari produk tersebut ke lokasi toko yang lain. Mereka akan tetap mencari produk tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sementara itu sebesar 38 persen responden menyatakan tidak jadi membeli produk yang mereka cari jika produk tersebut tidak tersedia. Mereka tidak jadi membeli produk tersebut atau mereka akan mengganti dengan membeli produk lain yang menurut mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kata lain fungsi produk pengganti harus dapat
101
menggantikan fungsi produk yang tidak tersedia dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
5.2.5. Evaluasi Hasil Pembelian Setelah melakukan tindakan pembelian, konsumen akan mengetahui apakah mereka sudah merasa puas atau belum terhadap produk yang mereka beli. Kepuasan konsumen terhadap produk yang mereka beli akan mempengaruhi perilaku pembelian mereka selanjutnya. Jika konsumen merasa puas atas produk yang mereka beli, maka konsumen memiliki kemungkinan untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk tersebut. Sebaliknya, jika konsumen merasa tidak puas dengan produk yang dibeli, mereka akan mengajukan keluhan bahkan tidak akan membeli produk yang sama atau merek yang sama. Akibat terburuk adalah mereka akan mengingatkan orang lain tentang ketidakpuasan konsumen tersebut. Reaksi negatif tersebut akan lebih berdampak luas terhadap proses pembelian selanjutnya.
Tabel 61. Sebaran Kepuasan Responden Terhadap Produk Kartika Sari Bakery. Kepuasan Puas Biasa saja Tidak puas Total
Jumlah (Orang) 79 21 0 100
% 79,00 21,00 0,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan Tabel 61 sebesar 79 persen responden menyatakan puas atas produk-produk Kartika Sari Bakery. Mereka mungkin akan melakukan pembelian ulang terhadap produk-produk Kartika Sari Bakery. Mereka juga dapat menyampaikan kepada teman, keluarga, atau saudara bahwa produk Kartika Sari
102
Bakery dapat memberikan kepuasan dalam memenuhi kebutuhan. Kondisi ini merupakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak manajemen karena informasi yang akan tersebar adalah informasi yang bersifat positif. Semntara itu responden yang menyatakan biasa saja terhadap produ Kartika Sari Bakery sebesar 21 persen dan tidak ada responden yang menyatakan tidak puas terhadap produk Kartika Sari Bakery.
103
BAB VI ANALISIS SIKAP DAN PREFERENSI KONSUMEN
6.1.
Analisis Atribut Produk Sikap dan preferensi konsumen terhadap produk bakery diukur dengan
menggunakan Model Sikap Multiatribut Fishbein. Atribut produk yang digunakan untuk meneliti sikap dan preferensi konsumen terhadap produk bakery meliputi rasa, warna, aroma, penampilan, kemasan, daya tahan simpan, tekstur, dan harga. Konsumen memberikan penilaian terhadap atribut produk tersebut untuk memperoleh nilai evaluasi dan kepercayaan terhadap produk. Data evaluasi kons umen (ei) dan kepercayaan konsumen (bi) terhadap produk diberi bobot untuk memperoleh penilaian sikap dan preferensi konsumen terhadap produk bakery. Selanjutnya akan diperoleh nilai sikap masing- masing responden terhadap atribut yang telah diberi bobot tersebut. Produk yang dinilai adalah produk Kartika Sari Bakery yaitu pisang bolen, cheese roll, kelepon, dan brownies.
6.2.
Komponen Evaluasi (ei) Nilai kepentingan, disebut juga komponen evaluasi (ei) memperlihatkan
seberapa penting suatu atribut produk bakery di dalam penilaian konsumen. Nilai kepentingan atribut tersebut berkisar antara -2 hingga +2 dengan kategori sangat tidak penting sampai sangat penting. Pada Tabel 62 berikut disajikan kategori tingkat kepentingan atribut yang terdiri dari lima skala penilaian.
104
Tabel 62. Kategori Tingkat Kepentingan Atribut Produk Bakery. Skala Kepentingan Atribut -2,0 = ei < -1,2 -1,2 = ei < -0,4 -0,4 = ei < 0,4 0,4 = ei < 1,2 1,2 = ei = 2,0
Kategori Tingkat Kepentingan Sangat Tidak Penting Tidak Penting Biasa Penting Sangat Penting
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Kategori tingkat kepentingan atribut tersebut diperoleh dari perhitungan berikut : RS =
m−n 2 − (−2) 4 = = = 0,8 b 5 5
Di mana : m = nilai kepentingan maksimum n
= nilai kepeningan minimum
b
= skala penilaian
Nilai kepentingan dan kategori tingkat kepentingan atribut produk yang diberikan konsumen disajikan pada Tabel 63. Berdasarkan Tabel 63 diketahui bahwa semua atribut produk bakery dinilai positif oleh konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen merespon baik terhadap atribut-atribut tersebut dan menilai bahwa atribut tersebut penting dalam suatu produk bakery.
Tabel 63. Nilai Kepentingan dan Kategori Tingkat Kepentingan Atribut Produk Bakery. Atribut Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya Tahan Simpan Tekstur Harga
Frekuensi pada tiap skala nilai -2 -1 0 1 2 0 0 1 19 80 1 9 14 60 16 2 4 15 48 31 0 2 9 39 50 0 0 10 52 38 3 5 8 41 43 2 5 12 64 17 1 6 15 49 29
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Rata-rata
Interpretasi
1,79 0,81 1,02 1,37 1,28 1,16 0,89 0,99
Sangat Penting Penting Penting Sangat Penting Sangat Penting Penting Penting Penting
105
Menurut penilaian responden, atrib ut produk bakery yang dinilai sangat penting secara berurutan adalah rasa, penampilan, dan kemasan. Sementara itu atribut produk yang dinilai penting oleh responden secara berurutan adalah daya tahan simpan, aroma, harga, tekstur, dan warna. Seluruh atribut bernilai positif menunjukkan bahwa atribut-atribut tersebut dipertimbangkan oleh konsumen ketika akan melakukan pembelian produk bakery.
6.3.
Komponen Kepercayaan (bi) Atribut yang diinginkan konsumen dari produk pisang bolen, cheese roll,
kelepon, dan brownies diwakili oleh nilai kepercayaan (bi). Nilai kepercayaan digunakan untuk menggambarkan seberapa kuat konsumen percaya terhadap produk pisang bolen, cheese roll, kelepon, dan brownies. Nilai kepercayaan juga menggambarkan keyakinan konsumen terhadap atribut produk. Nilai kepercayaan diukur dengan menggunakan skala lima angka berkisar antara -2 hingga +2 dengan kategori sangat buruk sampai sangat baik. Tabel 64 menunjukkan kategori tingkat kepentingan atribut yang terdiri dari lima skala penilaian.
Tabel 64. Kategori Tingkat Kepercayaan Atribut Produk Bakery. Skala Kepercayaan Atribut -2,0 = ei < -1,2 -1,2 = ei < -0,4 -0,4 = ei < 0,4 0,4 = ei < 1,2 1,2 = ei = 2,0
Kategori Tingkat Kepercayaan Sangat Buruk Buruk Biasa Baik Sangat Baik
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Kategori tingkat kepentingan atribut tersebut diperoleh dari perhitungan : RS =
m−n 2 − (−2) 4 = = = 0,8 b 5 5
106
Di mana : m = nilai kepentin gan maksimum n
= nilai kepeningan minimum
b
= skala penilaian
Interpretasi kategori kepercayaan disesuaikan dengan atribut yang dianalisis. Sebagai contoh untuk atribut rasa, maka interpretasi yang akan digunakan adalah mulai dari sangat tidak enak, tidak enak, biasa saja, enak, sangat enak. Sehingga untuk atribut-atribut yang lain, maka interpretasi yang akan digunakan akan disesuaikan dengan atribut yang dimaksud.
6.3.1. Kepercayaan Produk Pisang Bolen Nilai kepercayaan rata-rata terhadap produk pisang bolen disajikan pada Tabel 65. Berdasarkan nilai kepercayaan rata-rata yang diperoleh, semua atribut dinilai baik oleh responden. Menurut responden, atribut yang paling menonjol dan dinilai paling baik adalah atribut rasa dengan nilai kepercayaan rata-rata 1,29. Rasa dari produk pisang bolen dinilai sangat enak oleh responden. Hal ini disebabkan karena atribut rasa merupakan atribut yang paling diunggulkan oleh produsen. Produsen mempertahankan atribut rasa pada produk pisang bolen untuk tetap mempertahankan kepuasan pelanggan terhadap produk ini. Atribut rasa menjadi andalan produsen karena produk pisang bolen merupakan produk unggulan dari Kartika Sari Bakery. Atribut kedua yang dinilai baik oleh konsumen adalah atribut aroma dengan nilai kepercayaan rata-rata 1,07. Aroma dari produk pisang bolen dinilai harum oleh responden. Produk pisang bolen memiliki aroma yang khas yang dapat menarik konsumen untuk membeli. Atribut selanjutnya yang dinilai baik
107
adalah tekstur produk. Menurut responden, produk pisang bolen Kartika Sari Bakery memiliki tekstur yang empuk. Tekstur produk yang empuk menyebabkan konsumen menyukai produk pisang bolen, selain rasanya yang enak.
Tabel 65. Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Pisang Bolen. Atribut Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya Tahan Simpan Tekstur Harga
Frekuensi pada tiap skala nilai -2 -1 0 1 2 0 1 16 36 47 0 1 27 45 27 0 2 20 47 31 0 0 33 39 28 0 3 33 53 11 1 0 37 44 18 1 0 20 53 26 5 5 46 25 19
Nilai Kepercayaan Rata-rata 1,29 0,98 1,07 0,95 0,72 0,78 1,03 0,48
Interpretasi Sangat Enak Menarik Harum Menarik Menarik Baik Empuk Murah
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Warna dan penampilan produk pisang bolen dinilai menarik oleh responden dengan nilai kepercayaan rata-rata 0,98 untuk atribut warna dan 0.95 untuk atribut penampilan. Warna dan penampilan produk yang menarik dapat menimbulkan keinginan konsumen untuk membeli produk tersebut. Hal ini terlihat pula dari nilai evaluasi yang menunjukkan bahwa atribut penampilan produk dinilai sangat penting oleh responden dalam pembelian produk bakery. Atribut daya tahan simpan produk pisang bolen Kartika Sari Bakery dinilai baik oleh responden. Begitu pula dengan atribut kemasan yang dinilai menarik oleh responden. Produk ini memiliki daya tahan simpan yang baik karena produsen mempertimbangkan bahwa beberapa konsumen membeli produk ini untuk dibawa ke luar kota, baik sebagai buah tangan (oleh-oleh) maupun untuk dikonsumsi sendiri. Sementara itu atribut harga memperoleh nilai kepercayaan rata-rata yang paling rendah yaitu 0,48 dan responden menilai bahwa harga
108
produk ini murah. Nilai kepercayaan pada atribut harga tersebut tidak menunjukkan bahwa atribut ini tidak baik. Sebab meskipun atribut harga memperoleh nilai kepercayaan rata-rata yang paling rendah, namun interpretasi dari nilai kepercayaan tersebut menunjukkan bahwa atribut harga dinilai murah. Selain itu harga yang murah belum tentu menunjukkan bahwa produk tersebut tidak baik. Produsen menetapkan harga yang murah bertujuan agar jumlah penjualan produk ini tetap tinggi. Selain itu penetapan harga tersebut juga mempertimbangkan bahwa produk ini merupakan produk unggulan dari Kartika Sari Bakery. Produk pisang bolen dijual dengan harga Rp 1.600,00 per buah untuk ukuran kecil dan Rp 2.000,00 per buah untuk ukuran besar.
6.3.2. Kepercayaan Produk Cheese Roll Nilai kepercayaan rata-rata responden terhadap produk cheese roll disajikan pada Tabel 66. Berdasarkan penilaian kepercayaan responden, atribut rasa memiliki nilai kepercayaan rata-rata tertinggi yaitu 1,32 yang menunjukkan bahwa rasa dari produk cheese roll sangat enak. Atribut rasa merupakan perhatian utama produsen untuk menjaga kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk Kartika Sari Bakery. Karena rasa merupakan pertimbangan yang sangat penting bagi konsumen ketika akan melakukan pembelian produk bakery. Atribut warna produk dinilai menarik oleh responden dengan nilai kepercayaan rata-rata 1,04. Menurut responden warna dari produk cheese roll dapat menarik minat pembelian. Hal ini disebabkan karena produsen mampu mempertahankan warna produknya sehingga dapat menarik konsumen untuk melakukan pembelian.
109
Tabel 66. Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Cheese Roll. Atribut Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya Tahan Simpan Tekstur Harga
-2 0 0 2 0 0 0 0 9
Frekuensi pada tiap skala nilai -1 0 1 2 1 17 31 51 2 22 46 30 3 29 53 13 2 26 45 27 2 22 57 19 2 23 59 16 4 27 53 16 11 36 26 18
Nilai Kepercayaan Rata-rata 1,32 1,04 0,72 0,97 0,93 0,89 0,81 0,33
Interpretasi Sangat Enak Menarik Harum Menarik Menarik Baik Empuk Agak Mahal
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Penampilan dan kemasan produk cheese roll dinilai menarik oleh responden dengan nilai kepercayaan rata-rata sebesar 0,97 untuk atribut penampilan dan 0,93 untuk atribut kemasan. Produsen berusaha membuat produk cheese roll terlihat menarik dengan memperhatikan penampilan produk dan kemasan. Penampilan produk terlihat menarik ditunjang oleh desain kemasan yang baik. Sehingga tanpa membuka kemasan, konsumen dapat melihat penampilan produk karena kemasan didesain tembus pandang pada bagian penutupnya. Daya tahan produk cheese roll dinilai menarik oleh responden. Hal ini dapat menunjang fungsi produk sebagai buah tangan (oleh-oleh). Selain itu tekstur produk yang dinilai empuk oleh responden dan aroma yang harum dapat menjadi daya tarik tambahan bagi konsumen untuk melakukan pembelian. Sebab tekstur dan aroma produk merupakan atribut penting yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian produk bakery. Atribut harga mendapat penilaian kepercayaan rata-rata yang paling rendah. Nilai kepercayaan rata-rata untuk atribut harga sebesar 0,33 menunjukkan bahwa harga produk cheese roll dinilai agak mahal oleh responden. Harga yang
110
ditetapkan oleh produsen untuk produk ini adalah Rp 1.500,00 per buah. Produk cheese roll dijual dengan harga Rp 37.500,00 untuk kotak besar berisi 25 buah dan Rp 22.500,00 untuk kotak kecil yang berisi 15 buah. Kesan harga yang agak mahal dalam penilaian responden disebabkan karena penampilan kemasan yang terkesan mewah dan jumlah isi dari masing- masing kemasan.
6.3.3. Kepercayaan Produk Kelepon Produk kelepon dianalisis untuk mewakili produk bakery tradisional selain pisang bolen. Kelepon merupakan salah satu jenis kue basah dan merupakan jajanan pasar yang mudah dijumpai. Nilai kepercayaan rata-rata produk kelepon disajikan pada Tabel 67.
Tabel 67. Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Kelepon. Atribut Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya Tahan Simpan Tekstur Harga
Frekuensi pada tiap skala nilai -2 -1 0 1 2 0 3 23 38 36 0 2 22 56 20 1 5 41 41 12 1 8 44 36 11 2 14 59 20 5 15 41 35 8 1 0 4 21 41 34 1 9 46 20 24
Nilai Kepercayaan Rata-rata 1,07 0,94 0,58 0,48 0,12 -0,61 1,05 0,57
Interpretasi Enak Menarik Harum Menarik Kurang Menarik Tidak Baik Empuk Murah
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Penilaian responden menunjukkan bahwa atribut rasa produk kelepon memiliki nilai kepercayaan rata-rata tertinggi yaitu 1,07 dan rasa produk dinilai enak oleh responden. Atribut rasa merupakan atribut yang paling penting bagi konsumen ketika melakukan pembelian produk bakery. Rasa produk kelepon yang
111
dinilai enak oleh responden menunjukkan bahwa produsen dapat memenuhi keinginan responden pada atribut rasa. Tekstur produk kelepon yang dijual Kartika Sari Bakery dinilai empuk oleh responden dengan nilai kepercayaan rata-rata sebesar 1,05. Pada umumnya karakteristik produk kelepon adalah empuk. Penilaian tekstur tersebut menunjukkan bahwa produsen mampu menghasilkan produk kelepon sesuai dengan karakteristik produk tersebut pada umumnya. Sementara itu atribut warna produk juga dinilai menarik oleh responden dengan nilai kepercayaan rata-rata sebesar 0,94. Warna produk kelepon yang menarik dan cerah serta penggunaan pewarna alami dinilai baik oleh responden. Menurut responden, warna hijau pada produk kelepon yang berasal dari pewarna alami yaitu daun pandan dan daun suji menyebabkan produk menjadi terlihat semakin menarik. Selain itu penggunaan daun pandan menyebabkan aroma produk kelepon dinilai harum oleh responden. Selain dari aroma pandan, aroma kelapa pada produk kelepon juga dinilai harum oleh responden. Atribut harga dinilai murah oleh responden dengan nilai kepercayaan ratarata 0,57. Harga jual produk kelepon yang ditetapkan oleh produsen adalah Rp 900,00 per kemasan. Dalam satu kemasan terdiri dari empat buah kelepon. Harga produk kelepon dinilai murah oleh responden karena pada umumnya produk-produk bakery tradisional seperti jajanan pasar memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk-produk bakery modern. Atribut penampilan dinilai menarik oleh responden, namun nilai kepercayaan yang diperoleh hanya sebesar 0,48 yang berada pada batas bawah kategori menarik. Hal ini dapat disebabkan pula oleh penilaian responden
112
terhadap kemasan yang menilai kemasan produk kelepon kurang menarik. Nilai kepercayaan rata-rata untuk atribut kemasan produk kelepon adalah 0,12. Penampilan produk yang dinilai kurang menarik oleh responden disebabkan karena pada umumnya berbagai produk jajanan pasar tidak dikemas dengan kemasan khusus seperti pada berbagai produk bakery modern. Produk kelepon hanya dikemas dengan menggunakan alas dari daun pisang. Atribut daya tahan simpan produk kelepon memperoleh nilai kepercayaan rata-rata
yang
paling
rendah
yaitu
-0,61.
Penilaian
negatif
tersebut
mengindikasikan bahwa produk kelepon memiliki daya tahan simpan yang tidak baik. Daya tahan simpan produk kelepon hanya sekitar lima jam pada suhu ruangan, sehingga produk ini dinilai tidak baik untuk atribut daya tahan simpan. Daya tahan simpan produk kelepon yang tidak baik disebabkan pula oleh penggunaan kelapa pada produk. Meskipun disimpan dalam lemari pendingin, produk kelepon tidak dapat bertahan lama. Daya tahan simpan yang tidak baik menyebabkan keengganan konsumen untuk membeli produk kelepon. Selain itu konsumen yang datang pada sia ng hari pada umumnya akan kesulitan mendapatkan produk kelepon.
6.3.4. Kepercayaan Produk Brownies Produk brownies yang dianalisis adalah brownies almond panggang. Produk ini mewakili produk bakery modern yang dianalisis dalam penelitian ini. Nilai kepercayaan rata-rata produk brownies disajikan pada Tabel 68. Penilaian yang diberikan responden pada produk brownies menunjukkan nilai yang positif untuk setiap atribut. Hal ini menunjukkan bahwa produk brownies dinilai baik
113
untuk setiap atribut. Penilaian yang baik oleh responden dapat menggambarkan bahwa produk brownies Kartika Sari Bakery dapat memenuhi selera dan keinginan konsumen.
Tabel 68. Frekuensi Nilai Kepercayaan dan Nilai Kepercayaan Rata-rata Terhadap Produk Brownies. Atribut Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya Tahan Simpan Tekstur Harga
Frekuensi pada tiap skala nilai -2 -1 0 1 2 0 3 19 37 41 0 3 24 45 28 1 2 28 50 19 0 2 22 45 31 0 1 27 52 20 1 2 28 53 16 0 0 35 54 11 7 5 47 22 19
Nilai Kepercayaan Rata-rata 1,16 0,98 0,84 1,05 0,91 0,81 0,76 0,41
Interpretasi Enak Menarik Harum Menarik Menarik Baik Empuk Murah
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Atribut rasa memperoleh nilai kepercayaan rata-rata yang tertinggi yaitu 1,16. Menurut responden, rasa dari produk brownies tersebut adalah enak. Meskipun brownies merupakan produk yang diintroduksi dari luar negeri, namun produk ini memiliki rasa yang unik. Rasa yang khas dari produk ini disebabkan karena komposisi bahan dan cara pemanggangan adonan. Penampilan produk brownies juga dinilai menarik oleh responden. Penampilan produk brownies memperoleh nilai kepercayaan rata-rata sebesar 1,05. Cara pemanggangan yang dilakukan oleh produsen menghasilkan penampilan produk yang menarik. Menurut responden, taburan almond di atas brownies menjadikan penampilan produk semakin menarik. Atribut warna juga memperoleh penilaian menarik dengan nilai kepercayaan rata-rata sebesar 0,98. Produk brownies berwarna coklat, agak gelap namun tidak hangus membuat warna produk semakin menarik. Warna produk yang menarik dapat menjadi daya
114
tarik bagi konsumen untuk membeli. Untuk itu warna produk perlu menjadi perhatian bagi produsen agar konsumen tertarik untuk melakukan pembelian terhadap produk tersebut. Atribut kemasan dinilai menarik oleh responden dengan nilai kepercayaan rata-rata sebesar 0,91. Kemasan produk brownies didesain dengan baik. Bagian bawah kemasan berwarna coklat tua dengan bagian penutup berwarna bening yang memungkinkan konsumen dapat melihat penampilan dari produk brownies. Penggunaan warna coklat tua pada kemasan memberikan kesan elegan pada produk sehingga produk semakin terlihat menarik. Aroma produk brownies dinilai harum oleh responden. Menurut responden aroma produk brownies merupakan aroma khas kue yang dipanggang. Selain itu tekstur produk yang empuk merupakan penilaian yang baik bagi produk. Meskipun struktur brownies padat dan kering, namun tekstur produk tetap terasa empuk. Responden juga menilai produk brownies memiliki daya tahan simpan yang baik dengan nilai kepercayaan rata-rata sebesar 0,81. Sehingga produk brownies dapat dijadikan hidangan pada acara-acara tertentu yang dilaksanakan pada malam hari. Atribut harga memperoleh nilai kepercayaan rata-rata sebesar 0,41 dengan penilaian murah oleh responden. Harga produk brownies almond sebesar Rp 26.000,00. Harga produk yang relatif murah dapat menjadi daya tarik bagi konsumen untuk membeli produk tersebut. Responden menilai murah untuk harga produk brownies disebabkan karena ukuran produk yang relatif besar. Sehingga dengan harga yang ditawarkan tersebut dan ukuran yang cukup besar membuat konsumen menilai harga produk tersebut murah.
115
6.4.
Penilaian Sikap dan Preferensi Konsumen Terhadap Produk Kartika Sari Bakery Melalui hasil evaluasi dan kepercayaan responden terhadap atribut produk
bakery, maka selanjutnya akan dihasilkan sikap konsumen terhadap atribut produk bakery. Menurut Model Sikap Multiatribut Fishbein, produk yang memiliki nilai sikap total paling tinggi adalah produk yang dinilai paling baik oleh konsumen. Interpretasi nilai sikap total dilakukan dengan menggunakan skala penilaian yang dibagi ke dalam lima skala. Skala penilaian tersebut dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut (Simamora, 2004). Skala Interval =
m−n b
di mana : m =
skor tertinggi yang mungkin terjadi.
n
=
skor terendah yang mungkin terjadi.
b
=
jumlah skala penilaian yang ingin dibentuk.
Nilai maksimum yang mungkin terjadi dihitung dengan cara mengalikan nilai evaluasi (ei) yang ada dengan nilai kepercayaan (bi) yang ideal yaitu +2. Sementara nilai minimum yang mungkin terjadi dihitung dengan cara mengalikan nilai evaluasi (ei) yang ada dengan nilai kepercayaan (bi) yang paling tidak ideal yaitu -2. Hasil perhitungan nilai sikap maksimum dan minimum yang mungkin terjadi disajikan pada Tabel 69. Hasil perhitungan pada Tabel 69 menunjukkan nilai maksimum sikap yang mungkin terjadi sebesar 18,62 dan nilai minimum sikap yang mungkin terjadi sebesar -18,62. Selanjutnya dihitung rentang skala berdasarkan nilai tersebut dengan perhitungan sebagai berikut. RS =
18,62 − ( −18,62) 37, 24 = = 7,448 5 5
116
Tabel 69. Nilai Maksimum dan Minimum Sikap (Ao) Terhadap Atribut Produk Bakery. Atribut ei bi maks Rasa 1.79 2 Warna 0.81 2 Aroma 1.02 2 Penampilan 1.37 2 Kemasan 1.28 2 Daya Tahan Simpan 1.16 2 Tekstur 0.89 2 Harga 0.99 2 Total Nilai Sikap Konsumen
bi min -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2 -2
ei x bi maks 3.58 1.62 2.04 2.74 2.56 2.32 1.78 1.98 18,62
ei x bi min -3.58 -1.62 -2.04 -2.74 -2.56 -2.32 -1.78 -1.98 -18,62
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Skala penilaian dibentuk berdasarkan nilai sikap total maksimum dan minimum. Setiap interval yang terbentuk memiliki rentang nilai sebesar 7,448. Lima skala penilaian sikap konsumen terhadap atribut produk bakery disajikan pada Tabel 70.
Tabel 70. Kategori Tingkat Kesukaan Konsumen Berdasarkan Nilai Maksimum dan Minimum Sikap. Rentang Nilai -18,620 = Ao < -11,172 -11,172 = Ao < -3,724 -3,724 = Ao < 3,724 3,724 = Ao < 11,172 11,172 = Ao = 18,620
Kategori Sangat Tidak Suka Tidak Suka Biasa saja Suka Sangat Suka
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Perhitungan nilai sikap (Ao) responden terhadap produk pisang bolen, cheese roll, kelepon, dan brownies disajikan pada Tabel 71. Perhitungan nilai sikap total responden dilakukan dengan mengalikan nilai evaluasi (ei) responden terhadap atribut produk bakery dengan nilai kepercayaan (bi) masing- masing produk. Hasil perhitungan nilai sikap total responden terhadap produk yang menghasilkan nilai tertinggi menunjukkan bahwa produk tersebut yang paling disukai.
117
Tabel 71. Nilai Sikap (Ao) Responden Terhadap Produk Pisang Bolen, Cheese Roll, Kelepon, dan Brownies. Nilai Kepercayaan (bi) Atribut
Evaluasi (ei)
Pisang Bolen bi bi*ei 1,29 2,309 0,98 0,794 1,07 1,091 0,95 1,302 0,72 0,922 0,78 0,905 1,03 0,917 0,48 0,475
Rasa 1,79 Warna 0,81 Aroma 1,02 Penampilan 1,37 Kemasan 1,28 Daya Tahan Simpan 1,16 Tekstur 0,89 Harga 0,99 Total Rata-rata 8,714 Nilai Sikap (Ao) Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Cheese Roll bi bi*ei 1,32 2,363 1,04 0,842 0,72 0,734 0,97 1,329 0,93 1,190 0,89 1,032 0,81 0,721 0,33 0,327
Kelepon bi bi*ei 1,07 1,915 0,94 0,761 0,58 0,592 0,48 0,658 0,12 0,154 -0,61 -0,708 1,05 0,935 0,57 0,564
Brownies bi bi*ei 1,16 2,076 0,98 0,794 0,84 0,857 1,05 1,439 0,91 1,165 0,81 0,940 0,76 0,676 0,41 0,406
8,539
4,871
8,352
Hasil pengolahan total rata-rata nilai sikap pada Tabel 71 menunjukkan bahwa total rata-rata nilai sikap konsumen terhadap produk pisang bolen sebesar 8,714 yang menunjukkan bahwa produk ini disukai oleh konsumen. Produk cheese roll memiliki nilai sikap sebesar 8,539 menunjukkan bahwa konsumen juga menyukai produk ini. Untuk produk kelepon, konsumen menyukai produk ini karena nilai sikap yang diperoleh sebesar 4,781. Produk brownies juga disukai oleh konsumen dengan nilai sikap sebesar 8,352. Keempat produk yang dianalisis memperoleh nilai sikap yang menunjukkan bahwa konsumen menyukai keempat produk tersebut. Nila i sikap keempat produk tersebut berada pada rentang nilai 3,724 = Ao < 11,172. Hasil analisis menunjukkan bahwa keempat produk yang dianalisis disukai oleh konsumen. Namun produk yang paling disukai oleh konsumen adalah produk pisang bolen dengan nilai sikap 8,714. Produk kedua yang disukai oleh konsumen adalah produk cheese roll dengan nilai sikap sebesar 8,539. Produk cheese roll memiliki selisih nilai sebesar 0,175 dibandingkan produk pisang bolen. Produk
118
ketiga yang disukai adalah produk brownies dengan nilai 8,352. Produk brownies hanya memiliki selisih 0,187 terhadap produk cheese roll. Sementara produk kelepon merupakan produk yang lebih tidak disukai karena memiliki nilai sikap yang paling rendah. Nilai sikap yang diperoleh produk kelepon hanya sebesar 4,871. Produk kelepon memiliki selisih nilai sebesar 3,843 terhadap produk pisang bolen.
6.5.
Sikap Terhadap Atribut Produk Sikap konsumen terhadap produk menyatakan bahwa keempat produk
yang dianalisis disukai oleh konsumen. Namun produk yang paling disukai adalah produk pisang bolen dan produk yang lebih tidak disukai adalah produk kelepon. Kedua produk tersebut merupakan produk bakery tradisional. Perbedaan nilai sikap yang diperoleh kedua produk tersebut dapat disebabkan karena perbedaan penilaian responden pada masing- masing atribut produk. Interpretasi terhadap nilai sikap pada masing- masing atribut produk menggunakan rentang skala yang terdiri dari lima rentang skala. Perhitungan untuk rentang skala dalam penilaian sikap terhadap masing- masing atrib ut produk sama dengan perhitungan rentang skala pada penilaian sikap terhadap produk. Nilai maksimum dan nilai minimum sikap yang mungkin terjadi dihitung berdasarkan nilai evaluasi terhadap masing- masing atribut dan nilai kepercayaan maksimum yang mungkin terjadi pada atribut yang dianalisis. Sehingga rentang skala yang terjadi pada atribut yang satu akan berbeda dengan rentang skala yang terjadi pada atribut yang lain. Rentang skala tersebut hanya akan digunakan untuk mengiterpretasikan masing- masing atribut.
119
6.5.1. Rasa Atribut rasa merupakan atribut yang paling penting dengan nilai evaluasi (ei) 1,79. Berdasarkan nilai sikap responden terhadap atribut rasa yang ditampilkan pada Tabel 71 menunjukkan bahwa rasa dari produk cheese roll merupakan rasa yang dinilai paling enak oleh responden. Nilai sikap atribut rasa produk cheese roll sebesar 2,363. Sementara itu produk kelepon memperoleh nilai sikap yang paling rendah yaitu sebesar 1,915.
Tabel 72. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Rasa. Rentang Skala -3,580 = A1 < -2,148 -2,148 = A1 < -0,716 -0,716 = A1 < 0,716 0,716 = A1 < 2,148 2,148 = A1 = 3,580
Interpretasi Sangat Tidak Enak Tidak Enak Biasa Saja Enak Sangat Enak
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Produk cheese roll dinilai responden memiliki rasa yang sangat enak. Hal ini disebabkan karena nilai sikap responden terhadap atribut rasa produk cheese roll berada pada rentang skala 2,148 = A1 = 3,580. Sementara itu berdasarkan Tabel 72 atribut rasa produk kelepon dikategorikan enak. Untuk produk pisang bolen dikategorikan sangat enak dan produk brownies dikategorikan enak.
6.5.2. Warna Atribut warna produk menempati urutan tingkat kepentingan kedelapan dengan nilai evaluasi (ei) sebesar 0,81. Atribut warna produk merupakan atribut yang dinilai paling rendah tingkat kepentingannya. Interpretasi nilai sikap terhadap atribut warna disajikan pada Tabel 73.
120
Tabel 73. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Warna. Rentang Skala -1,620 = A2 < -0,972 -0,972 = A2 < -0,324 -0,324 = A2 < 0,324 0,324 = A2 < 0,972 0,972 = A2 = 1,620
Interpretasi Sangat Tidak Menarik Tidak Menarik Kurang menarik Menarik Sangat Menarik
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Nilai sikap atribut warna untuk keempat produk yang disajikan pada Tabel 71 menunjukkan bahwa keempat produk dinilai menarik oleh responden. Menurut responden produk yang memiliki warna yang paling menarik adalah produk cheese roll dengan nilai sikap terhadap atribut warna sebesar 0,842. Atribut warna produk kelepon memiliki nilai sikap yang paling rendah yaitu sebesar 0,761. Sementara itu produk pisang bolen dan brownies memiliki nilai sikap yang sama untuk atribut warna produk.
6.5.3. Aroma Atribut aroma memiliki nilai evaluasi (ei) sebesar 1,02 dan menempati urutan kelima dalam tingkat kepentingan atribut. Menurut responden atribut aroma dinilai penting dalam proses keputusan pembelian produk bakey. Konsumen pada umumnya mempertimbangkan atribut aroma dalam keputusan pembelian produk bakery.
Tabel 74. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Aroma. Rentang Skala -2,040 = A3 < -1,224 -1,224 = A3 < -0,408 -0,408 = A3 < 0,408 0,408 = A3 < 1,224 1,224 = A3 = 2,040 Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Interpretasi Sangat Tidak Harum Tidak Harum Biasa Saja Harum Sangat Harum
121
Nilai sikap terhadap atribut aroma yang disajikan pada Tabel 71 menunjukkan bahwa keempat produk yang dianalisis memiliki aroma yang harum. Produk pisang bolen memiliki nilai sikap sebesar 1,091 yang merupakan penilaian paling tinggi diantara ketiga produk lainnya. Menurut penilaian konsumen, produk pisang bolen memiliki aroma yang paling harum. Sementara itu diantara keempat produk yang dianalisis, produk kelepon merupakan produk yang dinilai paling tidak harum. Nilai sikap atribut aroma produk kelepon hanya sebesar 0,592. Atribut aroma produk brownies dan cheese roll berada di urutan kedua dan ketiga dengan nilai sikap masing- masing sebesar 0,857 dan 0,734.
6.5.4. Penampilan Atribut penampilan merupakan atribut yang memiliki kepentingan kedua yang dinilai oleh responden. Nilai evaluasi (ei) pada atribut penampilan sebesar 1,37. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan sangat penting untuk dijadikan pertimbangan dalam pembelian produk bakery. Kriteria interpretasi penampilan produk disajikan pada Tabel 75.
Tabel 75. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Penampilan. Rentang Skala -2,740 = A4 < -1,644 -1,644 = A4 < -0,548 -0,548 = A4 < 0,548 0,548 = A4 < 1,644 1,644 = A4 = 2,740
Interpretasi Sangat Tidak Menarik Tidak Menarik Kurang menarik Menarik Sangat Menarik
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan nilai sikap atribut penampilan pada Tabel 71 keempat produk yang dianalisis dinilai memiliki penampilan yang menarik. Diantara keempat produk yang dianalisis, responden menilai bahwa produk brownies memiliki
122
penampilan yang paling menarik. Nilai sikap atribut penampilan yang diperoleh produk brownies sebesar 1,439. Produk cheese roll merupakan produk yang menempati urutan kedua untuk atribut penampilan dengan nilai sikap sebesar 1,329. Produk pisang bolen menempati urutan ketiga pada atribut penampilan dengan nilai sikap atribut penampilan sebesar 1,302 yang hanya memiliki selisih nilai sikap sebesar 0,027 dibandingkan dengan produk cheese roll. Hal ini menunjukkan bahwa produk pisang bolen yang merupakan produk bakery tradisional dinilai memiliki penampilan yang hampir sama dengan produk bakery modern. Produk bakery tradisional lainnya, yaitu kelepon dinilai memiliki penampilan yang paling tidak menarik diantara keempat produk. Nilai sikap atribut penampilan produk kelepon hanya sebesar 0,658.
6.5.5. Kemasan Kemasan menempati urutan kepentingan ketiga dengan nilai evaluasi (ei) sebesar 1,28. Kemasan juga dinilai sangat penting oleh konsumen ketika akan melakukan pembelian produk bakery. Kriteria interpretasi atribut kemasan untuk masing- masing produk disajikan pada Tabel 76.
Tabel 76. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Kemasan. Rentang Skala -2,560 = A5 < -1,536 -1,536 = A5 < -0,512 -0,512 = A5 < 0,512 0,512 = A5 < 1,536 1,536 = A5 = 2,560
Interpretasi Sangat Tidak Menarik Tidak Menarik Kurang Menarik Menarik Sangat Menarik
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Nilai sikap atribut kemasan yang pada Tabel 71 menunjukkan bahwa produk pisang bolen, cheese roll, dan brownies dinilai memiliki kemasan yang
123
menarik dengan nilai sikap atribut kemasan masing masing produk yaitu 0,922 untuk produk pisang bolen, 1,190 untuk produk cheese roll, dan 1,165 untuk produk brownies. Sementara itu produk kelepon dinilai memiliki kemasan yang kurang menarik. Nilai sikap atribut kemasan yang diperoleh produk kelepon sebesar 0,154. Kemasan produk-produk bakery tradisional yang tergolong ke dalam kue basah pada umumnya sangat sederhana. Bahkan beberapa produk menggunakan bahan daun pisang sebagai kemasannya. Hal ini yang menyebabkan konsumen menilai kemasan untuk produk ini kurang menarik.
6.5.6. Daya Tahan Simpan Daya tahan simpan merupakan atribut penting yang dipertimbangkan konsumen dalam pembelian produk bakery. Berdasarkan Tabel 71 atribut daya tahan simpan memiliki nilai evaluasi (ei) sebesar 1,16 dan menempati urutan keempat dalam kepentingan atribut.
Tabel 77. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Daya Tahan Simpan. Rentang Skala -2,320 = A6 < -1,392 -1,392 = A6 < -0,464 -0,464 = A6 < 0,464 0,464 = A6 < 1,392 1,392 = A6 = 2,320
Interpretasi Sangat Tidak Baik Tidak Baik Kurang Baik Baik Sangat Baik
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan nilai sikap atribut daya tahan simpan produk yang disajikan pada Tabel 71 produk pisang bolen, cheese roll, dan brownies dinilai memiliki daya tahan simpan yang baik. Sementara itu produk kelepon dinilai memiliki daya tahan simpan yang tidak baik dengan nilai sikap atribut sebesar -0,708. Diantara keempat produk yang dianalisis, produk cheese roll merupakan produk yang
124
dinilai memiliki daya tahan simpan paling baik. Nilai sikap atribut daya tahan simpan yang diperoleh produk cheese roll sebesar 1,032. Produk kelepon dinilai memiliki daya tahan simpan yang tidak baik karena pada umumnya produkproduk kue basah hanya memiliki daya tahan sekitar enam jam.
6.5.7. Tekstur Atribut tekstur merupakan atribut yang berada pada urutan tingkat kepentingan ketujuh dalam pembelian produk bakery. Nilai evaluasi (ei) atribut tekstur produk sebesar 0,89. Interpretasi nilai sikap terhadap atribut tekstur disajikan pada Tabel 78.
Tabel 78. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Tekstur. Rentang Skala -1,780 = A7 < -1,068 -1,068 = A7 < -0,356 -0,356 = A7 < 0,356 0,356 = A7 < 1,068 1,068 = A7 = 1,780
Interpretasi Sangat Keras Keras Agak Empuk Empuk Sangat Empuk
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan nilai sikap terhadap atribut tekstur pada Tabel 71 keempat produk yang dianalisis dinilai memiliki tekstur produk yang empuk. Produk yang dinilai paling empuk adalah kelepon dengan nilai 0,935. Produk kedua yang dinilai empuk adalah produk pisang bolen. Nilai sikap atribut tekstur produk pisang bolen sebesar 0,917. Produk cheese roll merupakan produk urutan ketiga yang dinilai empuk oleh konsumen. Sementara produk brownies berada diurutan terakhir untuk kategori tekstur dengan nilai sikap atribut sebesar 0,676. Produkproduk bakery modern pada umumnya memiliki adonan yang lebih padat dan lebih kering. Hal ini menyebabkan konsumen menilai bahwa produk-produk
125
bakery modern memiliki tekstur yang kurang empuk dibandingkan produk-produk bakery tradisional. Sehingga penilaian atribut tekstur untuk produk cheese roll dan brownies lebih rendah dibandingkan dengan nilai sikap atribut tekstur yang diperoleh produk kelepon dan pisang bolen.
6.5.8. Harga Harga merupakan atribut yang paling sering dipertimbangkan dalam pembelian. Berdasarkan Tabel 71 atribut harga menempati urutan kepentingan keenam dengan nilai evaluasi (ei) 0,99. Dalam pembelian produk bakery, harga merupakan atribut yang dinilai penting oleh konsumen.
Tabel 79. Kategori Penilaian Sikap Terhadap Atribut Harga. Rentang Skala -1,980 = A8 < -1,188 -1,188 = A8 < -0,396 -0,396 = A8 < 0,396 0,396 = A8 < 1,188 1,188 = A8 = 1,980
Interpretasi Sangat Mahal Mahal Agak Mahal Murah Sangat Murah
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Tabel 71 menunjukkan nilai sikap atribut harga keempat produk yang dianalisis. Berdasarkan Tabel 79 produk pisang bolen, kelepon, dan brownies dinilai murah oleh konsumen. Dari ketiga produk tersebut, produk kelepon dinilai memiliki harga yang paling murah dengan nilai sikap 0,564. Sementara itu produk cheese roll dinilai konsumen memiliki harga yang agak mahal. Nilai sikap atribut harga produk ini adalah 0,327. Produk cheese roll dinilai agak mahal karena produk ini menggunakan bahan keju yang menurut responden harga bahan baku tersebut mahal. Selain itu kemasan produk yang terkesan mewah juga menyebabkan konsumen menilai harga produk ini lebih mahal.
126
BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK BAKERY
Perilaku konsumen di dalam proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, perbedaan dan pengaruh individu, serta proses psikologis. Pengaruh
lingkungan
yang
mempengaruhi
proses
keputusan
pembelian
diantaranya budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Sementara itu perbedaan individu yang berpengaruh di dalam proses keputusan pembelian diantaranya sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, serta kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Dalam penelitian ini tidak semua faktor tersebut dianalisis karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki penulis.
7.1.
Pengaruh Lingkungan Pembelian produk bakery yang dilakukan oleh responden berdasarkan
Tabel 80 sebagian besar dipengaruhi keluarga (43 persen). Pengaruh tempat berbelanja terhadap pembelian produk bakery sebesar 21 persen dan pengaruh yang berasal dari teman sebesar 18 persen. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga memberikan peranan yang sangat kuat di dalam pembelian produk bakery. Karena pada umumnya produk bakery dikonsumsi secara bersama-sama oleh anggota keluarga. Produk bakery biasanya disajikan pada saat anggota keluarga berkumpul bersama.
127
Tabel 80. Sebaran Sumber Pengaruh dalam Keputusan Pembelian. Sumber Pengaruh Tempat berbelanja Televisi Surat kabar/majalah Teman Keluarga Lainnya Total
Jumlah (Orang) 21 14 3 18 43 1 100
% 21,00 14,00 3,00 18,00 43,00 1 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan Tabel 81 sebesar 46 persen responden menyatakan bahwa pengaruh yang diberikan oleh sumber pengaruh adalah membuat tertarik. Sementara itu sebesar 41 persen responden menyatakan bahwa pengaruh yang diberikan adalah memberi tahu informasi produk. Pengaruh yang diberikan dari mulut ke mulut akan memiliki dampak yang sangat kuat dibandingkan pengaruh yang bersumber dari iklan. Pengaruh yang diberikan dari mulut ke mulut pada umumnya lebih mudah diterima oleh responden.
Tabel 81. Sebaran Pengaruh dalam Keputusan Pembelian. Pengaruh Memberi tahu informasi produk Membuat tertarik Meminta/menyarankan untuk membeli Tidak berkomentar Total
Jumlah (Orang) 41 46 8 5 100
% 41,00 48,00 8,00 5,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Responden menyatakan bahwa yang mencetuskan keinginan untuk membeli produk bakery sebagian besar adalah istri atau ibu (49 persen). Sementara itu yang menyatakan pencetus keninginan membeli produk bakery adalah anak sebesar 31 persen. Sementara suami atau ayah yang menjadi pencetus pembelian sebesar 20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa istri atau ibu memiliki peranan yang besar dalam keputusan pembelian produk.
128
Tabel 82. Sebaran Pencetus Keinginan dalam Proses Pembelian. Pencetus Keinginan Suami/ayah Istri/ibu Anak Lainnya Total
Jumlah (Orang) 20 49 31 0 100
% 20,00 49,00 31,00 0,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Pengambil keputusan dalam pembelian produk bakery sebagian besar adalah istri atau ibu (57 persen). Responden yang menjawab pengambil keputusan pembelian adalah anak sebesar 38 persen. Sementara itu suami/ayah yang memiliki peranan dalam pengambilan keputusan pembelian sebesar lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa istri/ibu memiliki peranan yang dominan dalam keputusan pembelian produk makanan.
Tabel 83. Sebaran Pengambil Keputusan dalam Proses Pembelian. Pengambil Keputusan Suami/ayah Istri/Ibu Anak Lainnya Total
Jumlah (Orang) 5 57 38 0 100
% 57,00 38,00 5,00 0,00 100,00
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
7.2.
Perbedaan Individu Perbedaan individu dapat dilihat dari sumber daya konsumen, motivasi
dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, serta kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Berdasarkan data pada Tabel 46 pendapatan rata-rata responden berkisar antara Rp 1.000.000,00 – Rp 2.999.999,00. Frekuensi rata-rata pembelian produk Kartika Sari Bakery sebesar tiga kali per bulan. Pengetahuan responden mengenai berbagai produk Kartika Sari Bakery cukup baik. Produk yang paling banyak diketahui oleh responden adalah pisang
129
bolen. Produk kedua yang paling banyak diketahui adalah cheese roll. Produk ketiga yang banyak diketahui adalah produk brownies. Produk pisang bolen dan cheese roll banyak diketahui oleh responden karena kedua produk tersebut merupakan produk unggulan Kartika Sari Bakery. Sementara itu produk brownies banyak diketahui karena produk ini banyak dijual di berbaga i tempat. Semakin baik pengetahuan konsumen terhadap produk, akan semakin berpengaruh dalam keputusan pembelian. Sebab pilihan produk yang diketahui konsumen semakin bervariasi.
Tabel 84. Sebaran Pengetahuan Responden Terhadap Produk Kartika Sari Bakery. Produk Pisang bolen Cheese roll Lapis Legit Tiramisu Brownies Brownies kukus Bika ambon Cheese stick Bagelen Kelepon Cake Risoles Lapis Santan Onde-onde Bolu Ketan Soes Pizza Stick cokelat
Pertama 77 7 3 2 6 1 1 1 2 -
Kedua 12 26 3 3 15 4 1 1 1 3 1 2 -
Ketiga 8 9 4 1 16 1 2 1 1 3 2 1 -
Keempat 10 4 1 9 1 1 5 2 1 1 1 1
Total 97 52 14 7 46 1 5 3 4 7 6 4 2 4 2 2 1 1
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
7.3.
Proses Psikologis Proses psikolo gis terdiri dari tiga tahapan yaitu pengolahan informasi,
pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku. Berdasarkan Tabel 55 sumber informasi yang paling banyak diterima responden adalah tempat berbelanja
130
(32 persen). Keluarga merupakan sumber informasi kedua dengan jumlah 29 persen. Sementara teman dipilih sebagai sumber informasi sebesar 28 persen. berbagai informasi yang diperoleh diolah oleh konsumen untuk membantu proses keputusan pembelian. Proses pembelajaran merupakan proses di mana penga laman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan atau perilaku. Data pada Tabel 61 menunjukkan bahwa responden yang merasa puas setelah melakukan pembelian produk bakery sebesar 79 persen, sementara yang menyatakan biasa saja sebanyak 21 persen. Perasaan puas yang dialami konsumen membentuk sikap yang positif terhadap produk yang dibeli. Pada akhirnya dengan pengalaman yang baik dalam pembelian produk Kartika Sari Bakery, dapat membentuk perilaku konsumen untuk melakukan pembelian ulang di masa datang.
7.4.
Analisis Peluang Pembelian Produk Bakery Tradisional Model
yang
digunakan
dalam
menganalisis
faktor- faktor
yang
mempengaruhi peluang pembelian produk Kartika Sari Bakery adalah model regresi logistik, karena peubah yang digunakan bersifat kategorik. Faktor- faktor yang diduga mempengaruhi yaitu pendapatan, pekerjaan, pendidikan, umur, jenis lokasi tempat tinggal, status perkawinan, dan frekuensi pembelian. Hasil pengolahan model regresi logistik disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan Lampiran 2 jumlah responden yang diambil sebanyak 100 orang. Kode yang digunakan untuk nilai variabel dependen (Pembelian) yaitu 1 untuk bakery tradisional dan 0 untuk bakery modern. Berdasarkan analisis yang diperoleh pada Lampiran 2 sebanyak 67 orang melakukan pembelian bakery
131
modern dan 33 orang melakukan pembelian bakery tradisional. Pembelian yang dijadikan acuan (event) dalam interpretasi adalah pembelian bakery tradisional.
7.4.1. Pengujian Model Pengujian kelayakan model dilakukan dengan Uji Nisbah Kemungkinan (Likelihood Ratio Test) atau Uji – G. Berdasarkan Model Summary pada Lampiran 2 nilai G (- 2 Log likelihood) yang diperoleh sebesar 77,567. Pada tingkat kepercayaan (a = 5%) dan derajat bebas (df) 7 diperoleh nilai Chi-square sebesar 2,167. Karena nilai G lebih besar dari nilai Chi-square tabel berarti ada koefisien model (ßj ) yang secara nyata tidak sama dengan nol. Hal ini berarti salah satu dari variabel pendapatan, pekerjaan, pendidikan, umur, tempat tinggal, status, frekuensi, dan domisili berpengaruh nyata terhadap keputusan pembelian produk bakery. Sehingga karena terdapat sekurang-kurangnya satu koefisien model tidak sama dengan nol (H0 ditolak) maka model yang dihasilkan signifikan (layak) pada selang kepercayaan 95% (a = 5%). Pengujian kelayakan model juga ditunjukkan berdasarkan uji HosmerLemeshow. Pengujian ini dilakukan untuk menguji hipotesis : H0 : tidak ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan yang klasifikasi yang diamati. H1 : ada perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Hasil pengujian Hosmer and Lemeshow pada Lampiran 2 menunjukkan nilai Chi-square sebesar 12,184 dengan nilai Sig. sebesar 0,143. Dari hasil tersebut, karena nilai Sig. lebih besar dari nilai alpha (0,05) maka keputusan yang diambil
132
adalah tidak menolak H0 . Sehingga tidak terdapat perbedaan antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Sehingga model regresi logistik yang dihasilkan dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Atau dapat dikatakan bahwa model yang dihasilkan layak pada alpha (a = 5%) dan dapat digunakan dalam menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi peluang pembelian produk bakery tradisional. Persentase kebenaran model dalam menduga keputusan pembelian produk bakery modern atau produk bakery tradisional adalah sebesar 86,0 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa model yang dihasilkan cukup baik dalam menduga peluang pembelian. Kesalahan kemungkinan menduga peluang pembelian produk bakery modern atau produk bakery tradisional sebesar 14 persen dengan menggunakan variabel pendapatan, pekerjaan, pendidikan, umur, tempat tinggal, status, dan frekuensi pembelian. Besarnya persentase kebenaran model dalam menduga peluang keputusan pembelian bakery disajikan dalam Classification Table Block 1: Method = Enter pada Lampiran 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang pembelian produk bakery tradisional diuji dengan menguj i parameter ßj secara parsial (individu) dengan menggunakan Uji Wald. Suatu variabel dikatakan berpengaruh nyata jika Wj > ?2
a ,df
dengan alpha lima persen atau dengan melihat nilai Sig. yang
dihasilkan. Jika nilai Sig. lebih kecil dari nilai alpha (a = 0,05) maka nilai parameter ßj tidak sama dengan nol (H0 ditolak) yang berarti variabel tersebut berpengaruh nyata pada tingkat signifikansi (alpha) lima persen.
133
Tabel 85. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Pembelian Produk Bakery Tradisional. Variabel Pendapatan Pekerjaan Pendidikan Umur Status Frekuensi Domisili Constant
B -0,003 1,932 0,071 -0,153 3,779 0,636 -1,636 4,623
S.E. 0,001 0,827 0,156 0,056 1,141 0,300 0,912 2,275
Wald 17,162 5,455 0,204 7,424 10,964 4,500 3,214 2,878
df
Sig.
1 1 1 1 1 1 1 1
0,000 0,020 0,652 0,006 0,001 0,034 0,073 0,090
Odds Ratio 0,997 6,901 1,073 0,858 43,775 1,888 0,195 101,756
Sumber : Data Primer. Bandung, Mei 2006. Diolah
Berdasarkan Tabel 85 faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang pembelian produk bakery tradisional yaitu pendapatan, pekerjaan, umur, status perkawinan, dan frekuensi pembelian. Kelima variabel tersebut memiliki nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai alpha (a = 0,05). Sementara itu, variabel yang tidak berpengaruh nyata dalam pembelian produk bakery tradisional adalah pendidikan dan domisili. Variabel tersebut memiliki nilai Sig. yang lebih besar dari nilai alpha (a = 0,05). Sehingga perubahan yang terjadi pada variabel pendidikan dan domisili tidak berpengaruh terhadap peluang pembelian bakery yang dilakukan oleh konsumen.
7.4.2. Interpretasi Hasil Hubungan antara variabel bebas X dengan variabel tak bebas Y dilihat berdasarkan nilai odds ratio. Nilai odds ratio merupakan ukuran asosiasi yang memperkirakan peluang terjadinya respons Y = 1 dalam hal ini konsumen memiliki kecenderungan pembelian produk bakery modern dengan dipengaruhi oleh variabel bebas tertentu. Interpretasi yang dilakukan yaitu risiko terjadinya peristiwa Y = 1 pada kategori Xj = 1 adalah sebesar exp (ßj) kali risiko terjadinya
134
peristiwa Y = 1 pada kategori Xj = 0. Nilai exp (ßj ) merupakan nilai odds ratio dari masing- masing variabel. Sementara itu tanda pada nilai parameter (ßj) menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas X dengan variabel tak bebas Y. Tanda positif menunjukkan hubungan yang searah. Peningkatan pada variabel bebas X akan menyebabkan peningkatan peluang terjadinya Y = 1. Sebaliknya untuk tanda negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan arah. Tabel 85 menunjukkan nilai odds ratio dan intersep parameter untuk masing- masing variabel berdasarkan hasil pengolahan dengan model regresi logistik. Variabel pendapatan merupakan variabel yang berpengaruh nyata terhadap peluang pembelian produk bakery tradisional. Nilai odds ratio untuk variabel pendapatan adalah 0,997 yang berarti jika pendapatan semakin tinggi, peluang konsumen untuk melakukan pembelian produk bakery tradisional menurun sebesar 0,997 kali. Sehingga dengan pendapatan yang lebih tinggi konsumen lebih berpeluang untuk membeli produk bakery modern karena harga produk bakery modern lebih mahal dibandingkan dengan harga produk bakery tradisional. Variabel kedua yang berpengaruh nyata terhadap peluang pembelian produk bakery tradisional adalah pekerjaan. Nilai odds ratio variabel pekerjaan adalah 6,901 dengan intersep 1,932. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen yang memiliki pekerjaan lebih cenderung untuk melakukan pembelian produk bakery tradisional. Dengan kata lain konsumen yang tidak memiliki pekerjaan lebih cenderung membeli produk bakery modern. Hal ini disebabkan karena konsumen yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga membeli produk bakery modern untuk digunakan sebagai makanan selingan dan sebagai makanan pengganti pada saat sarapan pagi.
135
Variabel ketiga yang berpengaruh nyata terhadap peluang pembelian produk bakery tradisional adalah umur. Intersep persamaan untuk variabel umur adalah -0,153 dan nilai odds ratio sebesar 0,858. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambah umur konsumen maka konsumen cenderung untuk melakukan pembelian produk bakery tradisional turun sebesar 0,858 kali dibandingkan pembelian produk bakery modern. Konsumen yang lebih dewasa menilai bahwa produk bakery modern memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan produk bakery tradisiona l. Hal ini turut dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh konsumen yang lebih dewasa. Variabel keempat yang berpengaruh nyata terhadap peluang pembelian produk bakery tradisional adalah variabel status perkawinan. Intersep persamaan variabel status perkawinan adalah 3,779. Hal ini menunjukkan bahwa peluang pembelian produk bakery tradisional pada konsumen yang sudah menikah lebih tinggi dibandingkan dengan peluang pembelian bakery tradisional pada konsumen yang belum menikah. Peluang pembelian produk bakery tradisional pada konsumen yang sudah menikah sebesar 43,775 kali dibandingkan dengan konsumen yang belum menikah. Kondisi ini disebabkan karena konsumen yang belum menikah membelanjakan sumber daya yang mereka miliki untuk kebutuhan pribadinya. Sementara pada konsumen yang sudah menikah, sumber daya yang dimiliki tidak hanya dibelanjakan untuk kepentingan pribadi tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Variabel kelima yang berpengaruh dalam pembelian produk bakery tradisio nal adalah frekuensi pembelian rata-rata produk bakery per bulan. Nilai intersep persamaan variabel ini adalah 0,636. Hal ini menunjukkan bahwa
136
semakin sering konsumen melakukan pembelian produk bakery dalam satu bulan maka peluang pembelian terhadap produk bakery tradisional semakin tinggi. Ketika frekuensi pembelian produk bakery bertambah, maka peluang pembelian produk bakery tradisional akan meningkat sebesar 1,888 kali. Peningkatan tersebut terjadi karena konsumen mempertimbangkan sumber daya ekonomi yang dimilikinya. Semakin sering konsumen melakukan pembelian produk bakery maka proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli kebutuhan lain akan berkurang. Selain itu faktor harga produk bakery modern yang lebih mahal juga menjadi pertimbangan konsumen dalam keputusan pembelian yang dilakukannya. Variabel pendidikan tidak berpengaruh nyata dalam pembelian produk bakery. Karena nilai Sig. variabel pendidikan sebesar 0,652 yang lebih besar dibandingkan dengan nilai a = 0,05. Apapun pendidikan konsumen, peluang pembelian mereka terhadap produk bakery modern atau produk bakery tradisional lebih dipengaruhi oleh preferensi mereka terhadap produk. Meskipun pendidikan mereka lebih tinggi, jika konsumen lebih menyukai produk bakery modern atau produk bakery tradisional maka mereka akan tetap membeli produk tersebut. Variabel domisili tidak berpengaruh nyata dalam pembelian produk bakery karena nilai Sig. variabel ini sebesar 0,073 yang lebih besar dari nilai a = 0,05. Dari mana asal kota responden tidak mempengaruhi peluang pembelian terhadap produk Kartika Sari Bakery. Konsumen yang berasal dari luar kota akan cenderung membeli produk pisang bolen karena produk ini merupakan produk khas dan unggulan dari Kartika Sari Bakery. Tujuan mereka melakukan pembelian produk adalah untuk dijadikan sebagai buah tangan (oleh-oleh) ketika berkunjung ke Kota Bandung. Sehingga variabel domisili yang menunjukkan asal kota
137
konsumen tidak berpengaruh dalam peluang pembelian produk bakery. Pembelian produk pisang bolen yang dilakukan oleh konsumen dari luar Kota Bandung lebih dipengaruhi oleh citra Kartika Sari Bakery sebagai penghasil produk pisang bolen.
138
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1.
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini yaitu :
1. Responden Kartika Sari Bakery sebagian besar adalah wanita dengan usia antara 20 – 29 tahun. Sebagian besar responden sudah menikah dan berpendidikan Sarjana (S1). Sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta serta memiliki tempat tinggal di daerah perumahan. Pendapatan responden sebagian besar berada di antara Rp. 1.000.000,00 sampai Rp. 2.999.999,00. 2. Proses keputusan pembelian yang dilakukan pada tahap pengenalan kebutuhan yaitu motivasi membeli produk bakery karena praktis dan mencari manfaat sebagai makanan selingan (kudapan) dengan frekuensi pembelian rata-rata 3 kali per bulan. Pada tahap pencarian informasi, sebagian besar responden memperoleh informasi tentang produk bakery dari tempat berbelanja. Dalam tahap evaluasi alternatif, responden mempertimbangkan lokasi toko yang dekat dengan tempat tinggal dan mempertimbangkan atribut rasa. Pada tahap keputusan pembelian, responden menyatakan membeli produk secara mendadak dan akan mencari produk ke toko lain jika produk yang dicari tidak tersedia. Responden menyatakan puas dengan hasil pembelian terhadap produk Kartika Sari Bakery. 3. Atribut yang dinilai paling penting dengan nilai evaluasi paling tinggi menurut konsumen adalah rasa, sementara atribut produk yang memiliki nilai evaluasi
139
paling rendah adalah warna. Produk yang paling disukai oleh konsumen adalah pisang bolen dan produk yang paling tidak disukai adalah kelepon. Konsumen menyukai produk-produk bakery modern dan kurang menyukai produk bakery tradisional yang berupa kue basah. 4. Keputusan pembelian produk bakery dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan (sumber pengaruh, bentuk pengaruh, pencetus keinginan, dan pengambil keputusan), perbedaan individu (pendapatan, frekuensi pembelian rata-rata per bulan, dan pengetahuan konsumen), dan proses psikologis (pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku). 5. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap peluang pembelian produk bakery modern atau produk bakery tradisional adalah pendapatan rata-rata per bulan. Semakin tinggi pendapatan, konsumen akan cenderung untuk membeli produk bakery modern. Faktor kedua adalah pekerjaan; konsumen yang tidak memiliki pekerjaan cenderung untuk membeli produk bakery tradisional. Faktor ketiga adalah umur; konsumen yang lebih dewasa lebih cenderung untuk membeli produk bakery modern. Faktor keempat adalah status perkawinan; konsumen yang sudah menikah lebih cenderung untuk melakukan pembelian produk bakery tradisional. Faktor kelima adalah frekuensi pembelian rata-rata per bulan; konsumen yang semakin sering melakukan pembelian akan cenderung untuk membeli produk bakery tradisional.
140
8.2.
Saran Saran yang dapat diberikan kepada produsen terkait dengan hasil
penelitian ini yaitu : 1. Daya tahan simpan produk kelepon dinilai kurang baik. Sehingga sebaiknya produsen melakukan produksi dalam dua kali produksi yaitu pagi dan siang hari untuk produk kue basah. Produksi pada pagi hari digunakan untuk memenuhi kebutuhan pagi dan siang hari. Sementara produksi pada siang hari dilakukan untuk memenuhi kebutuhan siang dan sore hari. 2. Kemasan dan penampilan produk kelepon sebaiknya dibuat lebih menarik, yaitu dengan mengubah bentuk kemasan dan penataan produk. 3. Untuk meningkatkan penjualan produk bakery tradisional, khususnya kue basah, produsen dapat menerapkan promosi. Promosi yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan bonus 1 buah produk setiap pembelian 10 buah produk bakery tradisional. 4. Perusahaan sebaiknya melakukan promosi dengan menyebarkan brosur tentang produk-produk Kartika Sari ke lokasi perkantoran. Karena sebagian besar konsumen Kartika Sari bekerja di kantor.
141
DAFTAR PUSTAKA Ardi, Fitria Laksmi. 2003. Analisis Preferensi Konsumen dan Atribut Ideal Makanan Ciri Khas Belanda (Studi Kasus di Restoran “HEMA”, Kemang Pratama Bekasi). Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bagian Statistik Industri Besar dan Sedang. 2002. Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 2000. Badan Pusat Statistik. Jakarta. ______. 2003. Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 2001. Badan Pusat Statistik. Jakarta. ______. 2004. Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta. ______. 2005. Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 2003. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Budi, Triton Prawira. 2006. SPSS 13.0 Terapan; Riset Statistik Parametrik . ANDI. Yogyakarta. Chandra, Kiky. 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Terhadap Roti Unyil Venus (Studi Kasus di Kotamadya Bogor). Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dalimunthe, Rahmat S. 2003. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Minuman Jus Buah (Fruit Juice) Kemasan Bermerek (Kasus Konsumen Buavita dan Berri di Kotamadya Bogor). Skripsi. Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dano, Agus Hamzah. 2004. Analisis Keputusan Lokasi Pembelian dan Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Daging Sapi Segar (Kasus di Pasar Swalayan Hero Padjajaran dan Pasar Tradisional Citeureup di Bogor). Skripsi. Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Engel, James F., Roger D. Blackwell, dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Edisi Bahasa Indonesia Jilid 1 dan 2. Binarupa Aksara. Jakarta. Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium. Versi Bahasa Indonesia Jilid 1 dan 2. Prenhallindo. Jakarta.
142
Maurizal, Fariz Julinar. 2005. Analisis Strategi Bauran Pemasaran Perusahaan Lyly Bakery, Cake & Donut (Studi Kasus Pada Perusahaan Lyly Bakery, Cake & Donut). Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Monika, A. 2002. Analisis Perilaku Pembelian Susu Cair Kemasan dan Implikasinya Pada Bauran Pemasaran. Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mudjajanto, Eddy Setyo dan Lilik Noor Yulianti. 2005. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Depok. Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2005. Penggunaan Teknik Ekonometri. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. 1999. Consumer Behavior : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Edisi Bahasa Indonesia Jilid 1 dan 2. Erlangga. Jakarta. Pustakawati, Nenden. 2005. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Produk Roti di Ajimas Bakery Jakarta. Skripsi. Departemen Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Qomari, Siti Zulqaidah. 2003. Preferensi Konsumen Terhadap Minuman Mengandung Serat “Fibervit Baru” di Kecamatan Bogor Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rangkuti, Freddy. 2002. Riset Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rumanti, Grahasita. 2003. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Chicken Nugget Merek Delfarm (Studi Kasus Kota Bogor). Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santosa, Purbayu Budi dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. ANDI. Yogyakarta. Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada, PT. Surveyor Indonesia, dan PSP LP – IPB. Jakarta. Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik. 2005. Bandung dalam Angka Tahun 2004/2005. Badan Pusat Statistik Kota Bandung. Bandung.
143
Simamora, Bilson. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sub Direktorat Statistik Rumah Tangga. 2003. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia Tahun 2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta. ______. 2003. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia Tahun 2003. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya. Ghalia Indonesia. Bogor. Supranto, J. 2004. Ekonometri. Buku Kedua. Ghalia Indonesia. Jakarta. Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
144
LAMPIRAN
145
Lampiran 1. Daftar Produk Kartika Sari Bakery No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.
Nama Produk Pisang bolen keju Pisang bolen keju coklat Bolen peuyeum (tape) Bolen nangka Durian bolen keju Blue Berry/Orange Cake Brownies almond Brownies black forest Brownies coco chip Brownies keju Brownies loyang Brownies kukus Brownies mocca Brownies raisint Brownies special/keju special Brownies tiramisu Cheese roll Cheese stick Choco stick keju Chocolate pastry Picnic roll beef Picnic roll chicken Picnic roll ragut Picnic roll sosis Almond pastry Apple pie Apple turn oven Black forest Banana roll Cake cheese Cake coklat Chiffon cake/chiffon choco chip Cake tape Chicken brood Chicken cheese Dennish Fruit cake Fruit tarlet Hamburger Hot dog Lamington cake Lapis legit Lapis mascouvish/prumnes Lapis santan Marmer cake Nougat roll Nougat tart
No. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94.
Nama Produk Ombeycook Pepe panggang Pizza Pudding buah Rhum horn Roll tart mocca Roti abon Roti coklat keju Roti cornet keju Croissant Roti keju cream Roti keset Roti kismis keju Long cheese bread Roti sosis Roti sisir Roti tawar Roti tawar keju Shrimp brood Snow white cake Sus Sosis brood Tart Tiger cake Tiramisu Jajanan pasar nyiru Snack baki Kroket Ager Angku besar Ku ketan Apem Bacang Bapel hati Bapel cokelat Bika ambon Baso goreng Caramel Bolu koja Bolu kukus Cocorot Pisang goreng/gogodoh Bugis Carabikang Cente Combro Krekes goreng
146
95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145.
Cuhcur Dadar gulung Donat Long john mini Gemblong Kanave Ketan bumbu Kelepon Lapis beras Lemper bakar Lemper lapis Lemper rending Leupeut oncom Lolos Lontong Lumpiah goreng Lumpiah pisang Lumpur manis Macroni Martabak Martabak mie Miswa goreng Miswa nougat Nagasari Nagasari nangka Onggol-onggol Onde Otak-otak goreng Panekuk Pastel Pelita Pisang ayam Pukis Putu pisang Resoles Chicken roll Sandwich Serabi pandan Serabi oncom Serabi solo Semar mendem goreng Siomay Batagor Sosis solo Talam suju Talam ubi Wajit Getuk Roti goreng Tahu ayu Kue Thailand
146. 147. 148. 149. 150.
Putu ayu Tahu isi Tanur Bakwan udang Pan cake
147
Lampiran 2. Output SPSS 13.0 Model Regresi Logistik
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N
Unselected Cases
100 0 100 0
Percent 100,0 ,0 100,0 ,0
Total
100
100,0
Included in Analysis Missing Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value Bakery modern 0 Bakery tradisional 1
Block 0: Beginning Block Classification Tablea,b Predicted
Step 0
Observed Pembelian
Bakery modern Bakery tradisional
Pembelian Bakery Bakery modern tradisional 67 0 33 0
Percentage Correct 100,0 ,0
Overall Percentage
67,0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500
Variables in the Equation Step 0
Constant
B -,708
S.E. ,213
Wald 11,089
df 1
Sig. ,001
Exp(B) ,493
148
Variables not in the Equation Step 0
Variables
Score 6,039 ,284 ,014 4,771
Pendapatan Pekerjaan Pendidikan Umur Status Frekuensi Domisili
,121 ,110 ,002 13,329
Overall Statistics
df 1 1 1 1
Sig. ,014 ,594 ,906 ,029
1 1 1 7
,728 ,741 ,968 ,064
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Step Block Model
Chi-square 49,269 49,269 49,269
df 7 7 7
Sig. ,000 ,000 ,000
Model Summary Step 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 77,567a ,389
Nagelkerke R Square ,541
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 12,184
df 8
Sig. ,143
Classification Table a Predicted
Step 1
Observed Pembelian Overall Percentage
a. The cut value is ,500
Bakery modern Bakery tradisional
Pembelian Bakery Bakery modern tradisional 63 4 10 23
Percentage Correct 94,0 69,7 86,0
149
Variables in the Equation Step a 1
Pendapatan Pekerjaan Pendidikan
B -,003 1,932 ,071
S.E. ,001 ,827 ,156
Wald 17,162 5,455 ,204
Umur Status Frekuensi Domisili
-,153 3,779 ,636 -1,636
,056 1,141 ,300 ,912
Constant
4,623
2,725
df 1 1 1
Sig. ,000 ,020 ,652
Exp(B) ,997 6,901 1,073
7,424 10,964 4,500 3,214
1 1 1 1
,006 ,001 ,034 ,073
,858 43,775 1,888 ,195
2,878
1
,090
101,756
a. Variable(s) entered on step 1: Pendapatan, Pekerjaan, Pendidikan, Umur, Status, Frekuensi, Domisili.
150
Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Uji Validitas Evaluasi Produk (Korelasi Product Moment) Correlationsa Rasa Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya_Tahan_Simpan Tekstur Harga Total
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
1 .013 .474 .040 .416 .548** .001 .113 .276 .385* .018 .334* .036 .217 .125 .425** .010
Warna .013 .474 1 .313* .046 .121 .262 .055 .386 -.118 .268 .273 .072 .141 .228 .368* .023
Aroma Penampilan Kemasan .040 .548** .113 .416 .001 .276 .313* .121 .055 .046 .262 .386 1 .387* .236 .017 .105 .387* 1 .517** .017 .002 .236 .517** 1 .105 .002 .657** .505** .171 .000 .002 .183 .800** .513** .215 .000 .002 .127 .050 .208 .301 .397 .135 .053 .811** .724** .490** .000 .000 .003
Daya_Tahan_ Simpan Tekstur .385* .334* .018 .036 -.118 .273 .268 .072 .657** .800** .000 .000 .505** .513** .002 .002 .171 .215 .183 .127 1 .719** .000 .719** 1 .000 -.127 .245 .253 .096 .713** .901** .000 .000
Harga .217 .125 .141 .228 .050 .397 .208 .135 .301 .053 -.127 .253 .245 .096 1 .354* .027
Total .425** .010 .368* .023 .811** .000 .724** .000 .490** .003 .713** .000 .901** .000 .354* .027 1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). a. Listwise N=30
Uji Validitas Kepercayaan Produk Pisang Bolen (Korelasi Product Moment) Correlationsa Rasa Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya_Tahan_Simpan Tekstur Harga Total
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
1 .400* .014 .059 .378 .485** .003 .134 .240 .268 .076 .396* .015 .484** .003 .574** .000
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). a. Listwise N=30
Warna .400* .014 1 .361* .025 .548** .001 .591** .000 .432** .009 .423** .010 .499** .002 .755** .000
Aroma Penampilan Kemasan .059 .485** .134 .378 .003 .240 .361* .548** .591** .025 .001 .000 1 .354* .331* .028 .037 .354* 1 .375* .028 .020 .331* .375* 1 .037 .020 .088 .626** .402* .321 .000 .014 .302 .464** .300 .053 .005 .054 .156 .684** .477** .205 .000 .004 .455** .814** .646** .006 .000 .000
Daya_Tahan_ Simpan Tekstur .268 .396* .076 .015 .432** .423** .009 .010 .088 .302 .321 .053 .626** .464** .000 .005 .402* .300 .014 .054 1 .610** .000 .610** 1 .000 .587** .526** .000 .001 .741** .735** .000 .000
Harga .484** .003 .499** .002 .156 .205 .684** .000 .477** .004 .587** .000 .526** .001 1 .818** .000
Total .574** .000 .755** .000 .455** .006 .814** .000 .646** .000 .741** .000 .735** .000 .818** .000 1
151
Uji Validitas Kepercayaan Produk Cheese Roll (Korelasi Product Moment) Correlationsa Rasa Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya_Tahan_Simpan Tekstur Harga Total
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
1 .709** .000 .401* .014 .593** .000 .305 .050 .206 .138 .344* .031 .567** .001 .762** .000
Warna .709** .000 1 .530** .001 .639** .000 .489** .003 -.020 .458 .530** .001 .420* .010 .791** .000
Aroma Penampilan Kemasan .401* .593** .305 .014 .000 .050 .530** .639** .489** .001 .000 .003 1 .544** .500** .001 .002 .544** 1 .555** .001 .001 .500** .555** 1 .002 .001 .088 .173 .096 .322 .181 .307 .334* .584** .408* .036 .000 .013 .245 .507** .339* .096 .002 .033 .670** .850** .673** .000 .000 .000
Daya_Tahan_ Simpan .206 .138 -.020 .458 .088 .322 .173 .181 .096 .307 1 -.019 .461 .032 .433 .243 .098
Tekstur .344* .031 .530** .001 .334* .036 .584** .000 .408* .013 -.019 .461 1 .397* .015 .671** .000
Harga .567** .001 .420* .010 .245 .096 .507** .002 .339* .033 .032 .433 .397* .015 1 .704** .000
Total .762** .000 .791** .000 .670** .000 .850** .000 .673** .000 .243 .098 .671** .000 .704** .000 1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). a. Listwise N=30
Uji Validitas Kepercayaan Produk Kelepon (Korelasi Product Moment) Correlationsa Rasa Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya_Tahan_Simpan Tekstur Harga Total
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
1 .667** .000 .755** .000 .370* .022 .241 .100 .101 .298 .651** .000 .587** .000 .830** .000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). a. Listwise N=30
Warna .667** .000 1 .582** .000 .229 .112 .202 .143 .070 .356 .640** .000 .460** .005 .722** .000
Aroma Penampilan Kemasan .755** .370* .241 .000 .022 .100 .582** .229 .202 .000 .112 .143 1 .380* .274 .019 .071 .380* 1 .161 .019 .198 .274 .161 1 .071 .198 -.024 .130 .123 .451 .246 .259 .630** .268 .253 .000 .076 .089 .590** .170 .484** .000 .184 .003 .798** .533** .551** .000 .001 .001
Daya_Tahan_ Simpan .101 .298 .070 .356 -.024 .451 .130 .246 .123 .259 1 .084 .330 -.082 .334 .298 .055
Tekstur .651** .000 .640** .000 .630** .000 .268 .076 .253 .089 .084 .330 1 .357* .026 .725** .000
Harga .587** .000 .460** .005 .590** .000 .170 .184 .484** .003 -.082 .334 .357* .026 1 .703** .000
Total .830** .000 .722** .000 .798** .000 .533** .001 .551** .001 .298 .055 .725** .000 .703** .000 1
152
Uji Validitas Kepercayaan Produk Brownies (Korelasi Product Moment) Correlationsa Rasa Rasa Warna Aroma Penampilan Kemasan Daya_Tahan_Simpan Tekstur Harga Total
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed) Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
1 .562** .001 .363* .024 .421* .010 .337* .034 .369* .022 .399* .014 .147 .219 .628** .000
Warna .562** .001 1 .270 .075 .190 .158 .389* .017 .414* .012 .457** .006 .180 .171 .606** .000
Aroma Penampilan Kemasan .363* .421* .337* .024 .010 .034 .270 .190 .389* .075 .158 .017 1 .225 .384* .115 .018 .225 1 .454** .115 .006 .384* .454** 1 .018 .006 .156 .404* .297 .206 .013 .056 .456** .303 .567** .006 .052 .001 .459** .351* .386* .005 .028 .018 .632** .608** .698** .000 .000 .000
Daya_Tahan_ Simpan .369* .022 .414* .012 .156 .206 .404* .013 .297 .056 1
Tekstur .399* .014 .457** .006 .456** .006 .303 .052 .567** .001 .588** .000 .588** 1 .000 .504** .497** .002 .003 .702** .783** .000 .000
Harga .147 .219 .180 .171 .459** .005 .351* .028 .386* .018 .504** .002 .497** .003 1 .713** .000
Total .628** .000 .606** .000 .632** .000 .608** .000 .698** .000 .702** .000 .783** .000 .713** .000 1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). a. Listwise N=30
Uji Validitas Kuesioner (Corrected Item – Total Correlation)
Atribut
Evaluasi
Nilai Korelasi (r) Tingkat Kepercayaan Pisang Bolen Cheese Roll Kelepon 0,450 0,682 0,763 0,667 0,711 0,621 0,309 0,538 0,709 0,751 0,787 0,358 0,531 0,569 0,382 0,629 0,101 0,076
Rasa 0,368 Warna 0,188 Aroma 0,700 Penampilan 0,623 Kemasan 0,346 Daya Tahan 0,548 Simpan Tekstur 0,817 0,629 0,549 0,627 Harga 0,187 0,714 0,522 0,554 Nilai r(a,df) = 0,2407 ; a = 0,05 ; df = jumlah kasus – 2 = 30 – 2 = 28
Brownies 0,514 0,802 0,803 0,802 0,789 0,790 0,777 0,803
Uji Reliabilitas Kuesioner Nilai r Alpha Evaluasi Pisang Bolen Cheese Roll Kelepon 0,763 0,845 0,823 78,2 Nilai r(a,df) = 0,2407 ; a = 0,05 ; df = jumlah kasus – 2 = 30 – 2 = 28
Brownies 0,817