ANALISIS SIFAT FISIK TANAH PADA BEBERAPA TIPE PENUTUPAN LAHAN DI AREA OPERASIONAL TAMBANG BIJIH BESI PT. SILO, KALIMANTAN SELATAN
GUNAWAN RUKMANA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Tipe Penutupan Lahan di Area Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO, Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Gunawan Rukmana NIM E44100026
ABSTRAK GUNAWAN RUKMANA. Analisis Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Tipe Penutupan Lahan di Area Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO, Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh YADI SETIADI dan OMO RUSDIANA. Salah satu fungsi hutan di antaranya berperan dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi yang terjadi di alam. Siklus hidrologi penting kaitannya dengan penyediaan air di tanah. Fungsi ini dapat terganggu karena adanya perubahan lahan hutan menjadi lahan lainnya, salah satunya yaitu lahan pertambangan. Kegiatan pertambangan pada umumnya identik dengan pembukaan lahan. Bukaan lahan dan perubahan tutupan lahan hutan menjadi tutupan lahan lainnya dapat menyebabkan perubahan sifat fisik tanah, sehingga berdampak pada jumlah air yang dapat disimpan dalam tanah. Metode penelitian dalam pengambilan sampel tanah dilakukan berdasarkan metode purposive sampling yang diaplikasikan pada empat tipe penutupan lahan (semak, hutan sekunder, lahan revegetasi, dan permukiman), masingmasing diambil tiga sampel tanah representatif, sehingga setiap sampel dianggap dapat mewakili kondisi fisik tanahnya. Parameter sifat fisik tanah yang diukur adalah bobot isi, porositas, kadar air, pori drainase, permeabilitas, dan laju infiltrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan jenis lahan hutan sekunder meningkatkan bobot isi tanah, menurunkan persentase porositas, persentase kadar air, persentase pori drainase, permeabilitas, dan laju infiltrasinya. Hal ini berdampak pada berkurangnya air yang dapat masuk ke dalam tanah. Kata kunci: bobot isi, kadar air, laju infiltrasi, permeabilitas, pori drainase, porositas
ABSTRACT GUNAWAN RUKMANA. The Analysis of Physical Soil Properties in Several Landuse Type on Operational Ores Mining Area in PT. SILO, South Borneo. Supervised by YADI SETIADI and OMO RUSDIANA. One of the functions of forests play a role in maintaining the stability of the hydrological cycle that occurs in nature. Hydrological cycle is important with the provision of water in the ground. Functions of forests in maintaining the stability of the hydrological cycle can be disrupted by a change of forest land to other land, one of which is land mines. Mining activities are generally synonymous with land clearing. Aperture land and forest land cover change into other land cover can cause changes in the physical properties of the soil, so the impact on the amount of water that can be stored in the soil. The method of soil sampling conducted by purposive sampling method was applied to the four types of land cover (shrubs, secondary forest, land revegetation, and settlements), each representative soil sample taken three so that each sample is considered to represent the physical condition of the soil. Parameters of soil physical properties were measured bulk density, porosity, water content, pore drainage, permeability, dan infiltration. The results showed that the change in the type of secondary forest land increases soil bulk density, porosity lower the percentage, the percentage of water content, percentage of pore drainage, permeability, and infiltration. This has an impact on the water can get into the soil, so that the amount of water that can enter the soil is reduced. Keywords: bulk density, water content, infiltration, permeability, pore drainage, porosity
ANALISIS SIFAT FISIK TANAH PADA BEBERAPA TIPE PENUTUPAN LAHAN DI AREA OPERASIONAL TAMBANG BIJIH BESI PT. SILO, KALIMANTAN SELATAN
GUNAWAN RUKMANA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Analisis Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Tipe Penutupan Lahan di Area Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO, Kalimantan Selatan Nama : Gunawan Rukmana NIM : E44100026
Disetujui oleh
Dr Ir Omo Rusdiana, M Sc Pembimbing II
Dr Ir Yadi Setiadi, M Sc Pembimbing I
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Juli ini berjudul Analisis Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Area Operasional Tambang Bijih Besi PT. SILO, Kalimantan Selatan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yadi Setiadi, M Sc dan Dr Ir Omo Rusdiana, M Sc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015 Gunawan Rukmana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Prosedur Analisis Data
3
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Gambaran Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Keadaan Sifat Fisik Tanah pada Beberapa Penutupan Lahan SIMPULAN DAN SARAN
8 10 20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kelas bobot isi tanah Kelas porositas tanah Kelas pori drainase tanah Kelas permeabilitas tanah Kelas laju infiltrasi Persentase luasan setiap jenis tutupan lahan Bobot isi tanah (gr/cm3) setiap jenis penutupan lahan Porositas tanah (% volume) setiap jenis penutupan lahan Hasil analisis rata-rata kadar air (% volume) Persentase pori drainase sangat cepat (% volume) setiap jenis penutupan lahan Permeabilitas (cm/jam) setiap jenis penutupan lahan Rata-rata laju infiltrasi (cm/jam) setiap jenis penutupan lahan
4 5 6 6 7 10 11 12 13 15 15 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
4 5
6 7 8
Peta pengambilan contoh tanah utuh di berbagai penutupan lahan Pengambilan sampel tanah pada lahan semak (a) pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar pengambilan sampel tanah Pengambilan sampel tanah pada lahan hutan sekunder (a) pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar pengambilan sampel tanah Pengambilan sampel tanah pada lahan revegetasi Pengambilan sampel tanah pada lahan permukiman (a) pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar lokasi pengambilan sampel Grafik kadar air tanah pada berbagai jenis penutupan lahan Laju infiltrasi (cm/menit) pada berbagai jenis penutupan lahan Laju infiltrasi (cm/menit) pada berbagai jenis penutupan lahan berdasarkan model Kostiakov
3 8
9 9
10 14 18 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Hasil Pengkelasan parameter-parameter sifat fisik tanah Rata-rata pengukuran laju infiltrasi observasi Laju infiltrasi model Kostiakov Peta titik pengambilan contoh tanah utuh
22 23 25 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu fungsi hutan di antaranya berperan dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi yang terjadi di alam. Siklus hidrologi penting kaitannya dengan penyediaan air di tanah. Tanah merupakan suatu unsur yang ada di alam yang disusun oleh bahan-bahan padat, cair, dan gas. Ketika musim hujan terjadi, hutan dapat menyimpan air dalam pori tanahnya dan ketika musim kemarau hutan dapat mengalirkan air yang ada di dalam tanah, sehingga kelestarian sumberdaya air dapat terjaga. Fungsi hutan dalam menjaga kestabilan siklus hidrologi dapat terganggu dengan adanya perubahan lahan hutan menjadi lahan lainnya, salah satunya yaitu lahan pertambangan. Kegiatan pertambangan pada umumnya identik dengan pembukaan lahan. Adanya pembukaan lahan ini maka diperlukan suatu tindakan revegetasi pada lahan tersebut. Namun demikian, proses suksesi alami hutan dapat terjadi dengan sendirinya dengan menimbulkan vegetasi baru seperti semak, tetapi prosesnya berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Dengan perbedaan vegetasi dan bukaan lahan yang ada di atas permukaan tanah, maka akan berpengaruh pada sifat fisik tanah. Penutupan lahan yang tidak berdasarkan pada prinsip konservasi tanah dan air akan cenderung mengubah sifat fisik tanah, sehingga tanah tersebut menjadi rentan mengalami erosi yang berlebihan. Jika hal ini terus berlangsung, maka kondisi lahan akan rusak dan persediaan air akan terus berkurang. Sifat fisik tanah dapat menentukan seberapa besar air yang dapat disimpan dalam tanah. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang analisis sifat fisik tanah pada beberapa tipe penutupan lahan, sehingga dapat diketahui dampak perubahan penutupan lahan terhadap sifat fisik tanah. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sifat fisik tanah pada beberapa tipe penutupan lahan di area operasional tambang bijih besi PT. SILO dengan jenis tanah asosiasi tropudults; dystropepts; haplorthox? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisik tanah pada beberapa tipe penutupan lahan di area operasional tambang bijih besi PT. SILO, Kalimantan Selatan.
2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah menyajikan informasi mengenai sifat fisik tanah pada beberapa jenis penutupan lahan di area operasional tambang bijih besi PT. SILO, sehingga dari informasi ini diharapkan dapat membantu dalam pengambilan keputusan untuk penerapan prinsip konservasi tanah dan air.
METODE Bahan Bahan penelitian yang digunakan adalah tanah di setiap jenis penutupan lahan, yaitu lahan permukiman, lahan semak, lahan revegetasi bekas tambang bijih besi, dan lahan hutan sekunder serta peta sistem lahan skala 1 : 250.000.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ring sample, GPS, kamera digital, plastik, cangkul, balok, perangkat lunak Microsoft Excel 2010, perangkat lunak Arc View 3.2, dan alat tulis.
Prosedur Analisis Data Pengambilan sampel tanah diambil dilakukan secara purposive sampling pada kedalaman 1-20 cm dengan pertimbangan jenis tanah dan jenis penutupan lahan dimana dari setiap jenis penutupan lahan diambil 3 titik sampel tanah. Pengambilan sampel tanah menggunakan contoh tanah utuh untuk bobot isi, porositas, kadar air, pori drainase, dan permeabilitas, sedangkan untuk pengukuran infiltrasi menggunakan double ring infiltrometer.
3
Gambar 1 Peta pengambilan contoh tanah utuh di berbagai penutupan lahan di area operasional tambang bijih besi PT. SILO Pengukuran dan pengkelasan parameter sifat fisik tanah Bobot isi Penetapan nilai bobot isi tanah dilakukan dengan menimbang ring tanpa tutupnya untuk mengetahui berat tanah keadaan lapang beserta ringnya yang kemudian diberi kode BB. Contoh tanah dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 105 0C, kemudian menimbangnya untuk mengetahui berat tanah kering oven beserta ringnya yang kemudian diberi kode BK1. Contoh tanah dalam ring sampel dibuang, lalu menimbang berat ring sampelnya saja, diberi kode BR. Berat kering contoh tanah tanpa ring yang kemudian diberi kode BK ditetapkan dengan Persamaan 1: BK = BK1 – BR
(1)
Tinggi dan diameter sisi dalam ring sampel diukur, lalu ditentukan volume tanah dalam ring sampel (Vt) dengan Persamaan 2:
4 Vt = Keterangan:
(2)
= volume tanah dalam ring sampel (cm3) = 3.14 = diameter bagian dalam ring = tinggi ring sampel
Vt π d t
bobot isi (g/cm3) ditetapkan dengan menggunakan Persamaan 3: BI = Keterangan:
BI BK Vt
(3)
= bobot isi tanah (gr/cm3) = berat kering = volume tanah dalam ring sampel (cm3)
Setelah didapatkan nilai bobot isi tanah, kemudian nilai tersebut dimasukkan kedalam kategori seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Kelas bobot isi tanah No. 1 2 3 4
Kelas Rendah (ringan) Sedang (sedang) Tinggi (berat) Sangat tinggi (sangat berat)
Bobot isi (g/cm3) < 0.90 0.90-1.2 1.2-1.4 > 1.4
Porositas Penetapan nilai porositas tanah ditentukan dengan menggunakan metode nisbah bobot isi (BI) : bobot partikel (BP) melalui Persamaan 4: Porositas = (1- (
)) x 100%
(4)
Keterangan: BP = bobot partikel tanah (cm3); biasanya tanah mempunyai bobot partikel sebesar 2.65 g/cm3. Setelah nilai porositas didapatkan, nilai tersebut dimasukkan ke dalam kelas porositas seperti yang terdapat pada Tabel 2.
5 Tabel 2 Kelas porositas tanah No. 1 2 3 4 5 6
Kelas Sangat porous Porous Baik Kurang baik Jelek Sangat jelek
Porositas (%) 100 80-60 60-50 50-40 40-30 <30
Kadar air Kadar air tanah ditetapkan dengan cara menimbang sejumlah contoh dalam cawan timbang dengan berat tertentu, biasanya 10 gram (X = berat kering udara (BKU)), lalu disimpan dalam sebuah oven pada suhu 105 oC sampai beratnya tetap. Kemudian contoh tanah tersebut ditimbang kembali (Y = berat kering mutlak (BKM)). Kadar air dihitung dengan Persamaan 5: Kadar Air =
x 100%
(5)
Pengukuran kadar air dilakukan pada tekanan pF 1 (keadaan jenuh air), pF 2 (air dalam keadaan kapasitas lapang), pF 2.52 (air dalam keadaan kapasitas lapang), dan pF 4.2 (air dalam keadaan titik layu permanen). Tahapan penetapan pF dilakukan dengan menyimpan contoh tanah pada piring. Jenuhi contoh tanah dengan air sampai berlebihan dan didiamkan selama 48 jam. Contoh tanah yang telah jenuh tersebut kemudian dimasukkan ke dalam pressure plate apparatus dan di atur pada tekanan pF 1. Setelah itu menunggu sampai tetesan air apparatus berhenti. Kemudian menimbang contoh tanah secara hati-hati yang ada pada piring. Contoh tanah yang sudah ditimbang dikembalikan ke piring seperti posisi semula. Untuk pengukuran kadar air pada pF 2, 2.52, dan 4.2 dilakukan dengan metode yang sama. Pori drainase Persen pori drainase didapatkan dengan menggunakan selisih antara porositas dengan kadar air. Setelah didapatkan nilainya, kemudian nilai tersebut diklasifikasikan kedalam kelas pori drainase tanah seperti pada Tabel 3 .
6 Tabel 3 Kelas pori drainase tanah No. 1 2 3 4
Kelas Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Pori drainase (%) <5 5 - 10 10 - 15 >15
Permeabilitas Metode yang digunakan dalam pengukuran permeabilitas tanah adalah metode De Boodt. Contoh tanah utuh yang berada dalam ring sampel direndam dalam bak perendaman berisi air 3 cm dari dasar baki selama 24 jam. Setelah perendaman selesai, contoh tanah yang sudah jenuh air dengan ringnya dipindahkan ke alat perngukur permeabilitas atau unit permeameter kemudian dialiri air. Pengukuran jumlah air yang tertampung pertama dilakukan selama 6 jam, selanjutnya setiap hari sampai 4 kali pengukuran. Terakhir diamati volume air yang telah keluar setelah melalui masa tanah selama 1 jam lagi. Setelah itu diambil rata-rata dari keenam pengukuran. Perhitungan permeabilitas tanah diperoleh dari Persamaan 6: Permeabilitas (K) =
x x (cm/jam)
(6)
Keterangan:
Q = banyaknya air yang mengalir pada setiap pengukuran (ml) t = waktu pengukuran (jam) 1 = tebal contoh tanah (cm) h = tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm2) dalam hal ini, 1 = 3.8 cm, h = 5 cm, A = 45.72 cm2 Setelah didapatkan nilai permeabilitasnya, maka nilai tersebut dimasukkan ke dalam kelas permeabilitas seperti yang terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Kelas permeabilitas tanah Kelas Sangat cepat Cepat Agak cepat Sedang Agak lambat Lambat Sangat lambat
Permeabilitas (cm/jam) >25.0 12.5-25.0 6.5-12.5 2.0-6.5 0.5-2.0 0.1-0.5 <0.1
Laju infiltrasi Laju infiltrasi dilakukan dengan membenamkan double ring infiltrometer ke dalam tanah sedalam 10 cm. Setelah itu, pada bagian dalam
7 (inner ring) dimasukkan air hingga penuh. Selama penurunan air ke dalam tanah dilakukan pengukuran tinggi air pada setiap selang waktu 2, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 75, dan 90 menit. Pendekatan model laju infiltrasi pada penelitian ini digunakan model Kostiakov. Adapun model kostiakov berbunyi: f = k tn (7) Keterangan : f = laju infiltrasi (cm/menit) t = waktu (menit) k, n = tetapan Kostiakov Setelah didapatkan nilai rata-rata laju infiltrasi dari setiap penutupan lahan, kemudian nilai tersebut digolongkan ke dalam klasifikasi laju infiltrasi menurut Berryman dalam Arianti (1999) seperti yang disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Kelas laju infiltrasi Kelas Sangat lambat Lambat Sedang lambat Sedang Sedang cepat Cepat Sangat cepat
Rata-rata laju infiltrasi (cm/jam) <0.1 0.1 – 0.5 0.5 – 2.0 2.0 – 6.0 6.0 – 12.5 12.5 – 25.0 >25
Data hasil analisis sifat fisik tanah dari setiap parameter sifat fisik tanah dimasukkan ke dalam kategori kelas-kelas parameter. Kemudian dari nilai rata-rata dari setiap ulangan tersebut juga dimasukkan ke dalam kategori kelas-kelas parameter, lalu dibandingkan antara jenis penutupan satu dengan yang lainnya.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Posisi Geografis Secara geografis, PT. SILO terletak pada 3o30’ LS – 3o35’ LS dan 116 18’ BT 116o25’ BT. Secara administratif terletak di Kecamatan Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Sebelah barat berbatasan dengan pulau Laut. Sebelah timur berbatasan dengan selat Makassar. o
Jenis Tanah Jenis tanah pada lokasi penelitian merupakan asosiasi dari jenis tanah, tropudults; dystropepts; haplorthox.
8 Tipe Hujan Tipe hujan pada lokasi penelitian termasuk kedalam tipe hujan B menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson. Suhu dan Kelembaban Udara Suhu udara berkisar antara 26.3-27.3 oC atau rata-rata 26.9 oC. Suhu udara tertinggi terjadi pada bulan September, yakni 27.3 oC. Jika dibandingkan dengan kisaran suhu udara untuk wilayah tropis yaitu 25-32 o C, kisaran suhu di wilayah penelitian masih tergolong normal. Kelembaban udara relatif bulanan selama tahun 2009 tidak begitu berfluktuasi, yakni berada pada kisaran yang sempit antara 80-87 % atau rata-rata 84.7%. Kelembaban udara terendah yaitu sebesar 81 %, terjadi pada bulan September. Kondisi kelembaban udara dengan kisaran rata-rata demikian juga tergolong normal untuk daerah tropis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Semak belukar Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada kelas penutupan lahan skala 1 : 250.000, definisi semak belukar adalah kawasan lahan kering yang telah ditumbuhi dengan berbagai vegetasi alami heterogen dan homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga tinggi. Kawasan tersebut didominasi vegetasi rendah. Lokasi penelitian untuk penutupan lahan semak didominasi oleh tumbuhan bawah seperti putri malu, alang-alang, babadotan, dan tumbuhan perdu seperti rotan. Luas lahan semak belukar seluas 2383.22 ha. Secara keseluruhan lokasi semak belukar berada di dekat hutan sekunder, namun lahan ini biasa didatangi oleh masyarakat setempat dan sering dilalui oleh alat transportasi berat, sehingga dimungkinkan terjadi pemadatan tanah.
(a)
(b)
Gambar 2 Pengambilan sampel tanah pada lahan semak (a) pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar pengambilan sampel tanah
9 Hutan sekunder Hutan sekunder merupakan hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan kering yang dapat berupa hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi yang telah mengalami intervensi manusia (SNI 2010). Kawasan hutan sekunder merupakan kawasan yang paling dominan di setiap lokasi penelitian. Hutan sekunder ini ditumbuhi oleh beberapa jenis pohon lokal, seperti mahoni, mariambung, dan karet. Luas lahan ini seluas 6519.53 ha. Penutupan lahan pada kawasan ini sangat baik sehingga pukulan air hujan tidak langsung mengenai lantai hutan sehingga sangat baik untuk pengaturan tata air di kawasan tersebut.
(a)
(b)
Gambar 3 Pengambilan sampel tanah pada lahan hutan sekunder (a) pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar pengambilan sampel tanah Lahan revegetasi Daerah bervegetasi adalah daerah dengan liputan vegetasi (minimal 4%) sedikitnya selama dua bulan, atau dengan liputan Lichens/Mosses lebih dari 25% (jika tidak terdapat vegetasi lain) (SNI 2010). Lahan revegetasi yang dijadikan lokasi pengambilan sampel tanah ditumbuhi oleh vegetasi yang berumur 3 bulan. Vegetasi yang dominan adalah Sengon Laut. Luas lahan revegetasi seluas 476.78 ha.
Gambar 4 Pengambilan sampel tanah pada lahan revegetasi Permukiman Permukiman merupakan areal atau lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan orang (SNI 2010). Lokasi pengambilan sampel tanah di lahan sekitar permukiman pada umumnya berdekatan dengan hutan sekunder. Lahan ini merupakan tempat dimana aktivitas manusia berlangsung. Berat manusia dan alat transportasi memungkinkan terjadinya
10 pemadatan tanah di sekitar lahan ini. Luas lahan permukiman seluas 167.63 ha.
(a)
(b)
Gambar 5 Pengambilan sampel tanah pada lahan permukiman (a) pengambilan sampel tanah (b) kondisi sekitar lokasi pengambilan sampel Keadaan Sifat Fisik Tanah pada Berbagai Penutupan Lahan Perubahan sebagian lahan hutan sekunder menjadi jenis penutupan lahan lainnya merubah sifat-sifat fisik tanah yang cenderung menurun. Besarnya penurunan sifat-sifat fisik tanah dijabarkan dalam pembahasan selanjutnya. Luas setiap jenis penutupan lahan disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Persentase luasan setiap jenis tutupan lahan Jenis tutupan lahan Semak Hutan sekunder Lahan revegetasi Permukiman
Luasan (ha) 2383.20 6519.53 476.78 167.63
Persentase (%) 24.96 68.29 4.99 1.76
Bobot isi Bobot isi merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah yang diperoleh dengan ring sample. Dari hasil analisis tanah diperoleh nilai rata-rata bobot isi tanah paling tinggi terdapat pada tanah dengan penutupan semak, yaitu sebebsar 1.40 gr/cm3, sedangkan bobot isi terendah terdapat pada hutan sekunder yaitu sebesar 1.15 gr/cm 3. Untuk lebih jelasnya hasil analisis bobot isi tanah dapat dilihat pada Tabel 7.
11 Tabel 7 Bobot isi tanah (gr/cm3) setiap jenis penutupan lahan Lokasi Semak 1 2 3 Ratarata
Bobot isi (g/cm3) Hutan Lahan revegetasi sekunder
Permukiman
1.32 (T) 1.31 (T) 1.57 (ST)
1.13 (S) 1.03 (S) 1.29 (T)
1.57 (ST) 0.84 (R) 1.64 (ST)
1.28 (T) 1.36 (T) 1.39 (T)
1.40 (T)
1.15 (S)
1.35 (T)
1.34 (T)
Keterangan: (ST) = sangat tinggi, (T) = tinggi, (S) = sedang, (R) = rendah,
Tinggi dan rendahnya bobot isi pada setiap penutupan lahan menunjukkan bahwa kepadatan tanah di setiap penutupan lahan berbedabeda. Tanah dengan bobot isi yang tinggi mempunyai tanah yang lebih padat, sehingga mempunyai pori-pori yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanah remah. Menurut Hardjowigeno (1985), bobot isi tanah merupakan petunjuk suatu kepadatan tanah, semakin tinggi bobot isi tanah maka semakin padat tanah tersebut. Selain itu, menurut Sarief (1986) dalam Mustofa (2007) nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan bobot isi. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah. Jika dilihat dari keseluruhan nilai bobot isi tanah pada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman mempunyai nilai bobot isi yang hampir sama besarnya dibandingkan dengan nilai bobot isi pada lahan hutan sekunder. Begitu pula ketika nilai bobot isi tanah dimasukkan ke dalam kelas bobot isi tanah. Kelas bobot isi tanah pada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman memiliki bobot isi yang tinggi per satuan volume, sedangkan hutan sekunder memiliki bobot isi yang sedang. Besarnya bobot isi tanah pada ketiga lahan tersebut diduga adanya pemadatan tanah oleh pukulan air hujan sehingga tanah sulit untuk merembeskan air. Pada lahan revegetasi terjadi ketidakstabilan struktur tanah akibat proses penambangan sebelumnya, oleh karena itu terjadi pemadatan tanah. Selain itu, pada lahan semak dan lahan permukiman manusia ikut andil dalam proses pemadatan tanah. Hal ini menjadi salah satu penyebab lain dalam pemadatan tanah di kedua lahan tersebut. Bobot isi tanah juga dipengaruhi kandungan bahan organik tanah. Pada lahan hutan sekunder banyak terdapat serasah daun dan ranting serta hasil pelapukan bagian tumbuhan dan hewan yang membentuk bahan organik. Bahan organik merupakan bahan makanan bagi organisme tanah. Lahan hutan mempunyai organisme tanah yang banyak. Lahan hutan mempunyai keanekaragaman jasad tanah yang tinggi baik dilihat dari kekayaan jenis, kelimpahan jenis maupun kemerataannya. Organisme tanah dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih jarang akibat pembuatan lubang oleh serangga dan cacing tanah, sehingga dapat meningkatkan total
12 pori makro dan stabilitas agregat tanah serta menurunkan pori mikro secara nyata sehingga bobot isi tanah menjadi rendah. Porositas Pori-pori tanah adalah bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara dan air). Pori tanah dapat dibedakan menjadi pori kasar (macro pore) dan pori halus (micro pore). Pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang pori halus berisi air kapiler dan udara (Hardjowigeno 2007). Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang pori total terdiri atas ruangan diantara partikel pasir, debu, dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah (Soepardi 1983). Berdasarkan data yang diperoleh, porositas setiap jenis penutupan lahan berbeda-beda dengan nilai porositas terendah adalah pada penutupan lahan semak yaitu sebesar 47.08 % dan nilai porositas yang tertinggi terdapat di penutupan lahan hutan sekunder yaitu sebesar 56.60 %. Rataan nilai porositas tanah di setiap jenis penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Porositas (% volume) setiap jenis penutupan lahan Lokasi Semak 1 2 3 Ratarata
50.06 (B) 50.44 (B) 40.74 (KB) 47.08 (KB)
Porositas (% volume) Hutan sekunder Lahan revegetasi 57.47 (B)
40.82 (KB)
61.18 (P)
68.43 (P)
51.15 (B)
38.00 (J)
56.60 (B)
49.08 (KB)
Permukiman 51.73 (B) 48.51 (KB) 47.47 (KB) 49.23 (KB)
Keterangan: (P) = porous, (B) = baik, (KB) = kurang baik, (J) = jelek
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2007). Berdasarkan Tabel 8, porositas hutan sekunder tergolong baik. Besarnya porositas yang dimiliki oleh hutan sekunder dikarenakan banyaknya kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah. Bahan organik tanah yang tinggi dan banyaknya fauna tanah dalam tanah membuat porositas dalam tanah ini menjadi besar. Menurut Hardjowigeno (2007), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granular mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur pejal. Porositas yang kurang baik (Tabel 8) pada penutupan lahan semak diduga disebabkan berubahnya ukuran pori tanah yang semakin kecil akibat tidak adanya tajuk atau naungan yang dapat menahan pukulan air sehingga air langsung jatuh menyentuh tanah. Selain itu, aktivitas manusia juga diduga dapat menyebabkan pemadatan tanah sehingga pori tanah menjadi
13 berkurang. Begitu pula dengan nilai porositas pada lahan revegetasi dan lahan permukiman. Pada lahan revegetasi yang ditanami sengon yang berumur tiga bulan, sebelumnya mengalami pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat sehingga semakin kecil ruang porinya. Hal ini didukung oleh pernyataan Ghildyal (1978) yang mendukung analisa tersebut yaitu pemadatan tanah adalah peningkatan kerapatan tanah disebabkan muatan atau tekanan dinamik. Selama pemadatan, partikel-partikel tanah bergerak menjadi lebih rapat, sehingga dapat meningkatkan bobot isi, pori mikro, dan konduktivitas termal serta menurunkan pori makro, konduktivitas hidrolik dan laju pengambilan air. Walaupun adanya tumbuhan di lahan revegetasi, tumbuhan ini belum mampu secara signifikan merubah kondisi sifat fisik tanah (bobot isi dan porositas) menjadi lebih baik. Hal ini diduga disebabkan oleh umur tanam tanaman sengon yang baru berumur tiga bulan. Pada lahan permukiman, aktivitas manusia terjadi di atas lahan ini, sehingga pemadatan tanah terjadi. Dengan adanya pemadatan tanah oleh berat manusia, alat transportasi yang ada, dan faktor lainnya menyebabkan bobot isi tanah pada lahan ini menjadi meningkat sehingga menurunkan porositas tanah. Bobot isi tanah dan porositas tanah berhubungan secara terbalik. Semakin besar bobot isi tanah, maka porositas tanahnya semakin rendah. Kadar air Hasil analisis kadar air tanah kadar air tanah tertinggi pada penutupan lahan hutan sekunder. Untuk lebih jelasnya hasil analisis kadar air dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil analisis rata-rata kadar air (% volume) Lokasi pF 1.00 pF 2.00 pF 2.54 pF 4.20
Semak 39.29 34.36 28.75 18.45
Kadar air (% volume) Hutan Lahan sekunder revegetasi 48.95 40.95 31.65 21.38
42.08 35.01 29.10 18.78
Permukiman 42.00 36.89 30.12 21.92
14 60.00
Kadar air (%)
50.00 40.00
semak hutan sekunder
30.00
lahan revegetasi 20.00
permukiman
10.00 0.00 pF 1
pF 2
pF 2.54
pF 4.2
Gambar 6 Grafik kadar air tanah pada berbagai jenis penutupan lahan Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat tanah kering tersebut. Dilihat dari nilai kadar air di setiap pF yang terdapat di setiap jenis penutupan lahan, hutan sekunder mempunyai nilai yang paling tinggi, hal ini dikarenakan pada hutan sekunder tanahnya mempunyai struktur tanah yang remah yang di dalamnya terdapat pori yang besar sehingga memungkinkan tanah menyimpan air yang lebih banyak. Menurut Indranada (1994), faktor yang mempengaruhi kadar air tanah di antaranya yaitu kadar bahan organik. Kadar bahan organik tanah mempunyai pori-pori yang jauh lebih banyak dari pada partikel mineral tanah yang berarti luas permukaan penyerapan juga lebih banyak sehingga makin tinggi kadar bahan organik tanah makin tinggi kadar dan ketersediaan air tanah. Berbeda dengan ketiga jenis penggunaan lahan lainnya, pada umumnya nilai porositas tanah di ketiga jenis penggunaan lahan ini lebih kecil daripada hutan sekunder. Hal ini dikarenakan jumlah pori-pori tanah yang dimiliki oleh masing-masing lahan lebih kecil daripada lahan hutan sekunder, sehingga jumlah air yang dapat disimpan dalam pori-pori tanah pun semakin kecil. Kadar air tanah mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan bobot isi tanah dan mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan porositas. Semakin besar bobot isi tanah maka jumlah pori-pori tanah semakin kecil, sehingga mengakibatkan air yang dapat disimpan dalam tanah menjadi kecil. Berbeda dengan porositas, semakin besar porositas tanah, maka jumlah pori-pori tanah semakin besar, sehingga mengakibatkan air yang dapat disimpan dalam tanah menjadi besar. Pori drainase Terkait dengan pori-pori tanah, parameter lain yang diamati adalah pori drainase sangat cepat. Pori drainase sangat cepat adalah perbandingan volume pori tanah yang berukuran > 100 µm dengan pori total (Koorevaar 1983). Berdasarkan hasil analisis pori drainase tanah menunjukkan bahwa
15 persentase pori drainase sangat cepat hutan sekunder mempunyai persentase yang lebih tinggi, yaitu sebesar 7.65 %. Untuk lahan revegetasi persentase pori drainasenya sebesar 7.00 %, lahan permukiman sebesar 7.32 %, dan lahan semak sebesar 6.79 %. Tabel 10 Persentase pori drainase sangat cepat (% volume) setiap jenis penutupan lahan Lokasi Semak 1 2
Pori drainase sangat cepat (% volume) Hutan Lahan revegetasi Permukiman sekunder 4.56(SR)
6.42 (R)
6.16(R)
10.87(S)
7.86 (R)
8.71(R)
6.09(R)
8.09(R)
1.81(SR)
3.32(SR)
6.79(R)
7.65(R)
7.00(R)
7.23(R)
14.64(S)
7.52(R)
3 Ratarata
Keterangan: (SR) = sangat rendah, (R) = rendah, (S) = sedang
Walaupun lahan hutan sekunder mempunyai persentase pori drainase sangat cepat yang paling besar diantara yang lainnya, nilai ini masuk ke dalam klasifikasi kelas pori drainase rendah, sama halnya dengan ketiga jenis penutupan lahan lainnya. Permeabilitas Berdasarkan hasil analisis permeabilitas tanah diperoleh nilai permeabilitas tertinggi terdapat pada penutupan lahan hutan sekunder yaitu sebesar 10.99 cm/jam, sedangkan nilai permeabilitas terendah terdapat pada penutupan lahan semak, yaitu sebesar 5.79 cm/jam. Hal ini menunjukkan bahwa lahan hutan mempunyai kemampuan permeabilitas lebih baik dibandingkan dengan semak. Untuk lebih jelasnya hasil analisis permeabilitas dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Permeabilitas (cm/jam) setiap jenis penutupan lahan Lokasi Semak
Permeabilitas (cm/jam) Hutan sekunder Lahan revegetasi
Permukiman
1 2
14.25 (C) 2.25 (S)
8.23 (AC) 13.56 (C)
16.23 (C) 12.47 (C)
7.12 (AC) 6.33 (S)
3 Ratarata
0.87 (AL)
11.21 (AC)
3.11 (S)
16.58 (C)
5.79 (S)
11.00 (AC)
10.60 (AC)
10.01 (AC)
Keterangan: (C) = cepat, (AC) = agak cepat, (S) = sedang, (AL) = agak lambat
16 Permeabilitas adalah kecepatan gerak air kolom tanah dan biasanya dinyatakan dalam satuan cm/jam. Permeabilitas erat kaitannya dengan tekstur dan struktur tanah. Adanya lapisan kedap air juga akan mempengaruhi laju gerakan air. Pada dasarnya semakin kasar tekstur tanah maka permeabilitas semakin cepat. Permeabilitas secara kuantitatif dapat diartikan sebagai kesempatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Permeabilitas tanah berkaitan erat dengan laju udara dan air dalam tanah yang tergantung dari jatah dan tipe ruang pori yang ada, struktur, dan tekstur tanah. Tanah yang permeable harus mempunyai pori yang berkesinambungan dan ukurannya cukup besar untuk pergerakan udara dan air. Permeabilitas pada hutan sekunder sebesar 11.00 cm/jam, semak sebesar 5.79 cm/jam, lahan revegetasi sebesar 10.60 cm/jam, dan permukiman sebesar 10.01 cm/jam. Jika dilihat nilai rata-rata permeabilitas dari keseluruhan jenis penutupan lahan nilai permeabilitas jenis penutupan semak jauh lebih kecil dibandingkan dengan keempat jenis penutupan lahan lainnya. Hal ini diduga karena pada semak didominasi oleh kelas tekstur debu atau liat sehingga mempunyai pori yang relatif lebih halus dari fraksi pasir. Pori debu atau liat tersebut menghambat pergerakan air dan udara dalam tanah sehingga permeabilitas yang terjadi rendah. Menurut Syamsudin (2012), koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Menurut Hardjowigeno (2003), permeabilitas adalah kecepatan laju air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Bagi tanah-tanah yang bertekstur halus biasanya mempunyai permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar. Berbeda dengan lahan hutan sekunder, lahan revegetasi, dan lahan permukiman dimana tekstur tanah diduga didominasi oleh tekstur pasir dengan tekstur yang dimiliki relatif kasar sehingga memungkinkan permeabilitas yang terjadi tinggi dimana pergerakan air dan udara dalam tanah terjadi dengan bebas. Berdasarkan kelas permeabilitas tanah yang tertera pada Tabel 4 , lahan semak termasuk kedalam permeabilitas sedang, sedangkan lahan hutan sekunder, lahan revegetasi, dan lahan permukiman termasuk ke dalam permeabilitas agak cepat. Laju infiltrasi Peristiwa masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal disebut infiltrasi. Infiltrasi merupakan salah satu fase dalam hidrologi, jika fase ini terganggu maka fluktuasi antara suplai air pada musim penghujan dan di musim kemarau menjadi besar (Arsyad 1983). Proses terjadinya infiltrasi disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi bumi dan gaya kapiler tanah. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan dibatasi oleh diameter pori tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui profil tanah. Gaya
17 kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke bawah dan ke arah horizontal. Pada tanah dengan pori-pori berdiameter besar gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam yang dipengaruhi gaya gravitasi. Dalam perjalanannya air mengalami penyebaran kearah lateral akibat gaya tarik kapiler tanah, terutama kearah tanah dengan pori-pori yang lebih sempit (Asdak 1995). Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk ke dalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Secara garis besar penetapan infiltrasi tanah dapat dilakukan dengan metode infiltrometer dan analisis hidrograf (Haridjaja et al 1990). Metode infiltrometer ini secara garis besar dapat dibedakan atas metode ring infiltrometer dan curah hujan buatan. Penetapan infiltrasi dengan metode ring infiltrometer dapat dilakukan dengan silinder tunggal, tetapi kebanyakan menggunakan silinder ganda. Schulz dalam Setiawan (1973) menyatakan bahwa pengukuran laju infiltrasi dapat menggunakan ring infiltrometer berupa tube logam berdiameter 30 cm dan panjangnya 60 cm. Infiltrometer ditanamkan ke dalam tanah sedalam 10 cm. Untuk mencegah pengaliran ke samping, digunakan ring penahan (buffer ring atau outter ring), dengan demikian pengaliran air ke samping diusahakan seminimal mungkin. Nilai rata-rata laju infiltrasi yang dilakukan pada lahan semak, lahan hutan sekunder, lahan revegetasi, dan lahan permukiman memberikan nilainilai yang berbeda baik pada masing-masing lokasi maupun antar ulangan seperti yang disajikan pada lampiran 2. Nilai rata-rata laju infiltrasi (cm/jam) dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Rata-rata laju infiltrasi (cm/jam) pada berbagai jenis penutupan lahan Lokasi 1.00 2.00 3.00 Ratarata
Semak 8.67(SdC) 8.00(SdC) 8.00(SdC) 8.22(SdC)
Rata-rata laju infiltrasi (cm/jam) Hutan Sekunder Lahan revegetasi 49.33(SC) 13.33(C) 41.33(SC) 11.33(SdC) 40.67(SC) 9.33(SdC) 43.77(SC)
11.33(SdC)
Permukiman 24.67(C) 9.33(SdC) 16.67(C) 16.89(C)
Keterangan: (SdC) = sedang cepat, (C) = cepat, (SC) = sangat cepat
Hasil analisis pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa pada hutan sekunder mempunyai nilai laju infiltrasi rata-rata terbesar dengan nilai 0.73 cm/menit atau 43.77 cm/jam, sedangkan rata-rata laju infiltrasi terendah sebesar 0.14 cm/menit atau 8.22 cm/jam. Hal ini menunjukkan bahwa lahan hutan sekunder mempunyai laju infiltrasi yang baik dibandingkan dengan lahan semak. Gambaran nilai rata-rata laju infiltrasi keempat lokasi dapat dilihat pada Gambar 8.
18 1.6 laju infitrasi (cm/menit)
1.4 1.2 1
permukiman
0.8
lahan revegetasi
0.6
hutan sekunder
0.4
semak
0.2 0 0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
Gambar 7 Laju infiltrasi observasi (cm/menit) pada berbagai jenis penutupan lahan Hasil analisis laju infiltrasi pada Gambar 8 menunjukkan bahwa laju infiltrasi untuk lahan hutan sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman. Berdasarkan klasifikasi laju infiltrasi menurut Berryman dalam Arianti (1999), seperti yang disajikan pada Tabel 5, setiap jenis penutupan lahan memiliki laju infiltrasi yang beragam. Lahan semak dan lahan revegetasi termasuk kedalam klasifikasi laju infiltrasi yang sedang cepat, lahan permukiman termasuk ke dalam klasifikasi laju infiltrasi cepat, dan lahan hutan sekunder termasuk ke dalam klasifikasi laju infiltrasi sangat cepat. Berdasarkan hasil perhitungan laju infiltrasi menggunakan model kostiakov, hutan sekunder memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman (Gambar 9)
laju infiltrasi (cm/menit)
1.4 1.2 1 0.8
semak
0.6
hutan sekunder
0.4
revegetasi
0.2
permukiman
0 0
20
40
60
80
100
waktu (menit)
Gambar 8 Laju infiltrasi (cm/menit) pada berbagai jenis penutupan lahan berdasarkan model Kostiakov
19 Berdasarkan bentuk grafik laju infiltrasi (Gambar 9) terlihat bahwa dengan makin bertambahnya waktu, berarti tanah makin jenuh air, maka laju infiltrasi makin mendekati laju minimum dan bukannya infiltrasi menjadi berhenti. Dengan kata lain laju infiltrasi tidak pernah sama dengan nol. Hal ini disebabkan pada profil tanah yang telah jenuh air maka kapasitas infiltrasinya akan mendekati nilai permeabilitasnya (rembesan lateral) (Purwanto dan Ngaloken 1989). Tinggi dan rendahnya laju infiltrasi pada masing-masing lokasi pengukuran dapat dijelaskan oleh vegetasi penutup tanah dan kondisi fisik tanah. Laju infiltrasi pada hutan sekunder lebih tinggi daripada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman. Hal ini terlihat dari vegetasi hutannya yang masih penuh dengan pepohonan. Disamping itu, serasa hutan banyak terdapat di lantai hutan, dengan demikian cukup baik dalam mengatur tata air di lahan tersebut. Kartasapoetra (1989) mengemukakan bahwa pada tanah bervegetasi selain aktivitas perakarannya yang membantu membentuk agregat tanah juga melindungi permukaan tanah dari benturan butir-butir air hujan melalui tajuk yang lebar dan rapat serta dengan adanya serasah kasar dari pepohonan juga akan menghambat aliran permukaan sehingga struktur tanah tidak rusak dan pemadatan tanah dapat dihindari serta waktu untuk proses infiltrasi semakin banyak. Pada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman memiliki vegetasi yang sedikit/jarang. Lahan semak didominasi oleh tumbuhan tingkat bawah dengan jumlah yang sedikit dan adanya tumbuhan perdu yang tidak terlalu banyak. Kondisi lahan revegetasi memiliki tegakan Sengon yang baru berumur tiga bulan dimana dengan umur tersebut Sengon belum mampu menutupi/ memiliki tajuk yang lebar. Begitu pula dengan kondisi di lahan permukiman. Lahan ini didominasi oleh tanah yang hanya ditumbuhi oleh rumput-rumputan dan sering terjadi pemadatan tanah akibat injakan kaki manusia yang melakukan aktivitas di lahan tersebut. Tingginya nilai laju infiltrasi pada hutan sekunder juga bisa dilihat dari nilai bulk density yang didapat, dimana nilai bulk density pada hutan alam sebesar 1.15 gr/cm3. Dengan nilai tersebut menunjukkan bahwa kepadatan tanah pada hutan sekunder sedang, sehingga air yang mengalir ke dalam tanah tidak terhambat dan keadaan ini dapat meningkatkan laju infiltrasi. Nilai bulk density pada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman masing-masing sebesar 1.40 gr/cm3, 1.35 gr/cm3, dan 1.34 gr/cm3 dimana ketiga nilai tersebut masuk ke dalam bobot isi yang tinggi. Tingginya nilai bulk density pada lahan-lahan tersebut diduga karena adanya pemadatan tanah dan pemadatan ini dapat terjadi akibat injakkan kaki manusia, pukulan butir-butir hujan, dan pengolahan tanah. Seperti yang dikemukakan oleh Kartasapoetra (1989) bahwa terbentuknya lapisan padat di permukaan tanah akan mempengaruhi laju infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan. Nilai bulk density berbanding terbalik dengan laju infiltrasi, artinya semakin besar nilai bulk density laju infiltrasi akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya semakin rendah bulk density maka semakin tinggi laju infiltrasi. Porositas juga dapat digunakan untuk menggambarkan proses infiltrasi. Pada hutan sekunder diperoleh nilai porositas sebesar 56.60 %
20 dimana nilai ini masuk ke dalam klasifikasi porositas baik. nilai tersebut dapat menggambarkan bahwa kondisi tanah pada kawasan hutan sekunder memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menginfiltrasikan air ke dalam tanah. Lain halnya dengan nilai porositas pada lahan semak, lahan revegetasi, dan lahan permukiman masing-masing sebesar 47.08%, 49.08%, dan 49.23% dimana nilai-nilai tersebut masuk ke dalam klasifikasi porositas kurang baik. Nilai-nilai tersebut dapat menggambarkan bahwa kondisi tanah pada ketiga lahan tersebut memiliki kemampuan yang kurang baik dalam menginfiltrasikan air ke dalam tanah dibandingkan dengan lahan hutan sekunder. Setelah dilakukan analisis berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa nilai dari keenam parameter sifat tanah yang dianalisis, saling berkaitan satu sama lain sehingga jika terjadi perubahan nilai dari masing-masing karakteristik sifat tanah maka akan berpengaruh kepada kestabilan sifat yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nur Hikmah Utami (2009), jika nilai bobot isi meningkat, maka akan terjadi penurunan pada nilai porositas, kadar air, pori drainase, permeabilitas, dan laju infiltrasi. Dari hasil analisis pun menunjukkan bahwa perubahan lahan hutan menjadi lahan selain hutan mengakibatkan perubahan sifat fisik tanah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dengan adanya perubahan lahan hutan sekunder maka terdapat perbedaan sifat-sifat fisik tanah pada berbagai penutupan lahan yang diteliti. Perubahan lahan hutan sekunder menjadi lahan revegetasi, lahan semak, dan lahan permukiman meningkatkan bobot isi tanah, menurunkan persentase porositas, persentase kadar air, persentase pori drainase, permeabilitas tanah, dan laju infiltrasi. Saran Dalam rangka mengurangi aliran permukaan yang disebabkan oleh kurangnya peresapan air ke dalam tanah, maka diperlukan suatu tindakan konservasi tanah dengan teknik sipil teknis yakni pembuatan embung, sehingga air permukaan terkonsentrasi dalam satu tempat dan air ini dapat dimanfaatkan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad. 1983. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press
21 Ghildyal B.P. 1978. Effects of compactions and puddling on soil physical properties and rice growth in soil and rice. Soil and Rice. P.317-336. Gusrina A. 1999. Laju Infiltrasi Lahan Hutan dan Lahan Pertanian [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hanafiah K A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Hardjowigeno S. 1985. Klasifikasi Tanah dan Lahan. Jakarta (ID): Akademika Pressindo Hardjowigeno S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo. Haridjaja O K, Multilaksono, Sudarsono L M, Rachman. 1990. Hidrologi Pertanian. Bogor (ID): IPB Indranada, Henry . 1994 . Pengelolaan Kesuburan Tanah . Semarang (ID): Bumi Aksara Kartasapoetra A G. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merehabilitasinya. Jakarta (ID): Bina Aksara Koorevaar P G. 1983. Elements of Soil Science and Plant Nutrition, Agricultural University of Wageningen, Netherland. Mustofa A. 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Pada Hutan Alam yang Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Purwanto I, Ngalokan. 1995. Pengaruh Berbagai Jenis Vegetasi terhadap Kapasitas Infiltrasi Tanah di Cijambu, Sumedang, Jawa Barat. Bul, Pen. Hutan 573:13-16 Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB Syamsudin. 2012. Fisika Tanah. Makassar (ID): Universitas Hassanudin Setiawan H. 1977. Analisis Laju Infiltrasi pada Tanah Bervegetasi Hutan, Semak, dan Kebun Sekitar Anak Sungai Cinangneng dan Citugu [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Utami N H. 2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia, dan Sifat Biologi Tanah Pasca Tambang Galian C pada Tiga Penutupan Lahan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
22 Lampiran 1 Hasil Pengkelasan parameter-parameter sifat fisik tanah Bobot Isi Tanah Lokasi Semak 1 2 3 Ratarata
Kelas bobot isi tanah Hutan sekunder Lahan revegetasi
Permukiman
Tinggi Tinggi
Sedang Sedang
Sangat tinggi Rendah
Tinggi Tinggi
Sangat tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Porositas Tanah Lokasi Semak 1 2 3 Ratarata
Kelas porositas tanah Hutan sekunder Lahan revegetasi
Baik
Baik
Kurang baik
Baik Kurang baik Kurang baik
Porous
Porous
Baik
Jelek
Baik
Kurang baik
Permukiman Baik Kurang baik Kurang baik Kurang baik
Pori Drainase Tanah Lokasi Semak 1 2 3 Ratarata
Kelas porositas tanah Hutan sekunder Lahan revegetasi
Rendah Rendah Rendah Rendah
Rendah Rendah Rendah Rendah
Sangat Rendah Sedang Sangat Rendah Rendah
Permukiman Sedang Rendah Rendah Rendah
Permeabilitas Tanah Lokasi Semak
Kelas permeabilitas Hutan sekunder Lahan revegetasi
1 2 3 Ratarata
Cepat Sedang Agak lambat
Agak cepat Cepat
Cepat Cepat
Agak cepat
Sedang
Sedang
Agak cepat
Agak cepat
Permukiman Agak cepat Sedang Cepat Agak cepat
23 Laju Infiltrasi pada Berbagai Jenis Penutupan Lahan Semak No
Ulangan
1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 jumlah rata-rata
3.00 0.16 0.33 0.33 0.82 0.27
5.00 0.25 0.25 0.50 1.00 0.33
Laju infiltrasi (cm/menit) pada menit ke10.00 20.00 30.00 45.00 60.00 0.20 0.10 0.20 0.13 0.13 0.10 0.10 0.20 0.07 0.13 0.40 0.10 0.20 0.13 0.07 0.70 0.30 0.60 0.33 0.33 0.23 0.10 0.20 0.11 0.11
75.00 0.13 0.13 0.07 0.33 0.11
90.00 0.13 0.13 0.07 0.33 0.11
3.00 2.00 1.33 1.00 4.33 1.44
5.00 1.50 1.50 0.50 3.50 1.17
Laju infiltrasi (cm/menit) pada menit ke10.00 20.00 30.00 45.00 60.00 1.00 1.00 0.90 0.67 0.73 1.00 0.70 0.70 0.60 0.60 0.80 0.70 0.70 0.60 0.67 2.80 2.40 2.30 1.87 2.00 0.93 0.80 0.77 0.62 0.67
75.00 0.67 0.60 0.67 1.94 0.65
90.00 0.67 0.60 0.67 1.94 0.65
3.00 0.33 0.33 0.33 0.99 0.33
5.00 0.50 1.00 0.50 2.00 0.67
Laju infiltrasi (cm/menit) pada menit ke10.00 20.00 30.00 45.00 60.00 0.40 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.10 0.20 0.13 0.27 0.20 0.10 0.20 0.13 0.13 0.80 0.40 0.60 0.46 0.60 0.27 0.13 0.20 0.15 0.20
75.00 0.20 0.13 0.13 0.46 0.15
90.00 0.20 0.13 0.13 0.46 0.15
3.00 1.33 0.33 0.67 2.33 0.78
5.00 0.50 0.50 0.50 1.50 0.50
Laju infiltrasi (cm/menit) pada menit ke10.00 20.00 30.00 45.00 60.00 0.80 0.60 0.40 0.40 0.27 0.20 0.20 0.10 0.13 0.13 0.40 0.40 0.20 0.27 0.27 1.40 1.20 0.70 0.80 0.67 0.47 0.40 0.23 0.27 0.22
75.00 0.27 0.13 0.20 0.60 0.20
90.00 0.27 0.13 0.20 0.60 0.20
Hutan sekunder No
Ulangan
1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 jumlah rata-rata
Lahan revegetasi No
Ulangan
1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 jumlah rata-rata
Permukiman No
Ulangan
1.00 1.00 2.00 2.00 3.00 3.00 jumlah rata-rata
Lampiran 2 Rata-rata pengukuran laju infiltrasi observasi Semak Waktu pengamatan menit ke-
Δh ulangan 1
3 5 10 20 30
0.50 0.50 1.00 1.00 2.00
Δh Ulangan 2 Δh Ulangan 3 1.00 0.50 0.50 1.00 2.00
1.00 1.00 2.00 1.00 2.00
Rata-rata 0.83 0.67 1.17 1.00 2.00
24 45 60 75 90
2.00 1.00 2.00 1.67 2.00 2.00 1.00 1.67 2.00 2.00 1.00 1.67 2.00 2.00 1.00 1.67 jumlah 13.00 12.00 12.00 12.33 rata-rata 0.14 0.13 0.13 0.14 f (cm/jam) 8.67 8.00 8.00 8.22 Rata-rata laju infiltrasi = total air yang terinfiltrasi/total waktu pengamatan (cm/menit) Hutan sekunder Waktu pengamatan menit ke-
Δh Ulangan 1
Δh Ulangan 2 Δh Ulangan 3
Rata-rata
3 5 10 20 30 45 60 75 90
6.00 4.00 3.00 4.33 3.00 3.00 1.00 2.33 5.00 5.00 4.00 4.67 10.00 7.00 7.00 8.00 9.00 7.00 7.00 7.67 10.00 9.00 9.00 9.33 11.00 9.00 10.00 10.00 10.00 9.00 10.00 9.67 10.00 9.00 10.00 9.67 jumlah 74.00 62.00 61.00 65.67 rata-rata 0.82 0.69 0.68 0.73 f (cm/jam) 49.33 41.33 40.67 43.78 Rata-rata laju infiltrasi = total air yang terinfiltrasi/total waktu pengamatan (cm/menit) Lahan revegetasi Waktu pengamatan menit ke-
Δh Ulangan 1
3 5 10 20 30 45 60
1.00 1.00 2.00 2.00 2.00 3.00 3.00
Δh Ulangan 2 Δh Ulangan 3
1.00 2.00 1.00 1.00 2.00 2.00 4.00
1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00
Rata-rata
1.00 1.33 1.33 1.33 2.00 2.33 3.00
25 75 90
3.00 2.00 2.00 2.33 3.00 2.00 2.00 2.33 jumlah 20.00 17.00 14.00 17.00 rata-rata 0.22 0.19 0.16 0.19 f (cm/jam) 13.33 11.33 9.33 11.33 Rata-rata laju infiltrasi = total air yang terinfiltrasi/total waktu pengamatan (cm/menit) Permukiman Waktu pengamatan Δh Ulangan 1 menit ke3 5 10 20 30 45 60 75 90
Δh Ulangan 2 Δh Ulangan 3 Rata-rata
4.00 1.00 4.00 6.00 4.00 6.00 4.00 4.00 4.00 jumlah 37.00 rata-rata 0.41 f (cm/jam) 24.67 Rata-rata laju infiltrasi = total air yang (cm/menit)
1.00 2.00 2.33 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.33 2.00 4.00 4.00 1.00 2.00 2.33 2.00 4.00 4.00 2.00 4.00 3.33 2.00 3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 14.00 25.00 25.33 0.16 0.28 0.28 9.33 16.67 16.89 terinfiltrasi/total waktu pengamatan
Lampiran 3 Laju infiltrasi model Kostiakov Semak t 3 5 10 20 30 45 60 75 90
f observasi 0.27 0.33 0.23 0.1 0.2 0.11 0.11 0.11 0.11
ln f -1.30933 -1.10866 -1.46968 -2.30259 -1.60944 -2.20727 -2.20727 -2.20727 -2.20727
ln t 1.098612 1.609438 2.302585 2.995732 3.401197 3.806662 4.094345 4.317488 4.49981
f duga 0.342237 0.283351 0.219308 0.169741 0.146116 0.125779 0.113091 0.104137 0.097351
26 Regression Statistics Multiple R 0.832267594 R Square 0.692669347 Adjusted R Square 0.641447572 Standard Error 0.270999771 Observations 8 ANOVA SS MS F Significance F 1 0.99314 0.99314 13.5229 0.01036 6 0.44065 0.07344 7 1.43378
df Regression Residual Total
Intercept 1.09861
Coefficients Standard Errort Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% -0.666171048 0.35284 -1.888 0.10795 -1.5295 0.1972 -1.5295 0.1972 -0.369630284 0.10052 -3.6774 0.01036 -0.6156 -0.1237 -0.6156 -0.1237
k= n=
0.513671641 -0.369630284
f=
k tn
f=
0.513671641021282 t-369630284
Hutan sekunder t 3 5 10 20 30 45 60 75 90
f observasi 1.44 1.17 0.93 0.8 0.77 0.62 0.67 0.65 0.65
ln f 0.364643 0.157004 -0.07257 -0.22314 -0.26136 -0.47804 -0.40048 -0.43078 -0.43078
Regression Statistics Multiple R 0.960013314 R Square 0.921625563 Adjusted R Square 0.908563157 Standard Error 0.066203627 Observations 8
ln t 1.098612 1.609438 2.302585 2.995732 3.401197 3.806662 4.094345 4.317488 4.49981
f duga 1.224713 1.10224 0.955402 0.828126 0.761687 0.700577 0.660217 0.630519 0.607248
27 ANOVA SS MS F Significance F 1 0.30924 0.30924 70.5556 0.00016 6 0.0263 0.00438 7 0.33554
df Regression Residual Total
Coefficients Standard Errort Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% 0.429303562 0.0862 4.98052 0.0025 0.21839 0.64022 0.21839 0.64022 -0.20625781 0.02456 -8.3997 0.00016 -0.2663 -0.1462 -0.2663 -0.1462
Intercept 1.09861 k= n=
1.536187291 -0.20625781
f=
k tn
f=
1.53618729117624 t-20625781
Lahan revegetasi t
f observasi 3 5 10 20 30 45 60 75 90
0.33 0.67 0.27 0.13 0.2 0.15 0.2 0.15 0.15
ln f -1.1087 -0.4005 -1.3093 -2.0402 -1.6094 -1.8971 -1.6094 -1.8971 -1.8971
Regression Statistics Multiple R 0.794148199 R Square 0.630671361 Adjusted R Square 0.569116588 Standard Error 0.349085722 Observations 8
ln t 1.09861 1.60944 2.30259 2.99573 3.4012 3.80666 4.09434 4.31749 4.49981
f duga 0.52851 0.42767 0.32089 0.24076 0.20352 0.17204 0.1527 0.13922 0.12908
28 ANOVA df Regression Residual Total
SS MS F Significance F 1 1.24855 1.24855 10.2457 0.01858 6 0.73117 0.12186 7 1.97971
Intercept 1.09861
CoefficientsStandard Errort Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% -0.182373269 0.45451 -0.4013 0.70213 -1.2945 0.92976 -1.2945 0.92976 -0.414443876 0.12948 -3.2009 0.01858 -0.7313 -0.0976 -0.7313 -0.0976
k= n=
0.833290241 -0.414443876 n
f=
kt
f=
0.833290240776148 t-414443876
Lahan permukiman t
f observasi 3 5 10 20 30 45 60 75 90
0.78 0.5 0.47 0.4 0.23 0.27 0.22 0.2 0.2
ln f -0.2485 -0.6931 -0.755 -0.9163 -1.4697 -1.3093 -1.5141 -1.6094 -1.6094
Regression Statistics Multiple R 0.94555709 R Square 0.89407821 Adjusted R Square 0.876424579 Standard Error 0.13578945 Observations 8
ln t 1.09861 1.60944 2.30259 2.99573 3.4012 3.80666 4.09434 4.31749 4.49981
f duga 0.65874 0.54853 0.42786 0.33374 0.2886 0.24956 0.22511 0.20781 0.19466
29 ANOVA df Regression Residual Total
SS MS F Significance F 1 0.93384 0.93384 50.6456 0.00039 6 0.11063 0.01844 7 1.04447
Intercept 1.09861
CoefficientsStandard Errort Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% -0.023649627 0.1768 -0.1338 0.89796 -0.4563 0.40896 -0.4563 0.40896 -0.358426168 0.05037 -7.1166 0.00039 -0.4817 -0.2352 -0.4817 -0.2352
k= n=
0.976627833 -0.358426168
f=
k tn
f=
0.976627833364057 t-0.358426168
30 Lampiran 4 Peta titik pengambilan contoh tanah utuh
31
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 12 Oktober 1991 dari ayah Herman Setiawan dan ibu Iis Kartika (alm). Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMP Negeri 01 Warungkiara. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 01 Cibadak dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Hutan tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum mata kuliah Silvika tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum mata kuliah Silvikultur tahun ajaran 2013/2014, dan asisten praktikum mata kuliah Pengelolaan Nutrisi Hutan tahun ajaran 2013/2014 dan 2014/2015. Penulis juga pernah terdaftar sebagai mahasiswa berprestasi tingkat Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Penulis juga pernah aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan International Forestry Student Association Local Committee IPB (IFSA LCIPB) dan menjadi Liaison Officer (LO) pada acara South East Asia Forest Youth Meeting pada tahun 2011. Penulis juga pernah menjadi ketua Rehabilitation Group pada Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC) Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga pernah aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda (LISES) Gentra Kaheman IPB masuk ke divisi tari dan sering mengikuti ajang perlombaan, baik tingkat universitas maupun tingkat nasional, seperti perlombaan Gebyar Festival Tari tingkat Nasional yang dilaksanakan di Universitas Brawijaya, Malang. Selain itu, penulis juga sering menjadi pengisi acara dalam bentuk tari tradisional dan modern, yakni dalam acara 8th QS-APPLE BALI pada tahun 2012 dan Farewell Party APhO (Asian Physic Olimpiad) yang dilaksanakan di Cibinong, Bogor pada tahun 2013. Penulis juga pernah menjadi atlit renang dalam perlombaan Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada tahun 2011 dan 2012. Selain aktif di kegiatan intra kampus, penulis juga aktif di kegiatan ekstra kampus mengikuti ajang pemilihan Mojang Jajaka Kota Bogor dan meraih predikat Jajaka Favorit Kota Bogor pada tahun 2013.