ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
SKRIPSI
MINDO MORA 050803071
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
2
ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
MINDO MORA 050803071
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
3
PERSETUJUAN
Judul
Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Deparetemen Fakultas
: ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) : SKRIPSI : MINDO MORA : 050803071 : SARJANA (S1) MATEMATIKA : MATEMATIKA : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Diluluskan di Medan , Agustus 2009
Komisi Pembimbing
:
Pembimbing 2
Pembimbing I
Prof. DR. Iryanto, M.Si NIP 130 353 140
Drs. Marwan Harahap, M.Eng NIP 130 422 443
Diketahui/Disetujui oleh Departemen Matematika FMIPA USU Ketua.
Dr. Saib Suwilo, M.Sc NIP 19640109 198803 1004
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
4
PERNYATAAN
ANALISIS SENSITIVITAS DAN PENGARUHNYA TERHADAP URUTAN PRIORITAS DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Agustus 2009
MINDO MORA 050803071
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
5
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia – Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada : 1. Bapak Drs. Marwan Harahap, M.Eng. selaku pembimbing I dan Prof. DR. Iryanto, M.Si. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan. 2. Bapak Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si. dan Drs. Djakaria Sebayang selaku dosen penguji. 3. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc. dan Drs. Henri Rani Sitepu, M.Si. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika. 4. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. 5. Semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU. 6. Seluruh teman – teman kuliah dan junior Matematika khususnya stambuk 2005 dan juga teman saya Irpan Apandi, Muhammad Huda Firdaus, Kiki Winarti, Fitriyanti dan Muhammad Amin yang telah memberikan semangat, dorongan dan saran dalam pengerjaan skripsi ini. 7. Ayahanda Komis Siregar, Ibunda Nur Cahaya Hasibuan dan semua ahli keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
6
ABSTRAK
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif. Metode ini diawali dengan membentuk struktur hirarki dari pernasalahan yang ingin dipecahkan, struktur hirarki ini terdiri dari tujuan yang ingin dicapai atau goal, kriteria dan alternatif pilihan dari kriteria tersebut. Kemudian membuat matriks perbandingan berpasangan (pair-wise comparison matrix) untuk mengetahui hubungan tingkat kepentingan antara elemen yang satu dengan yang lain. Pada matriks tersebut akan dicari bobot dari tiap kriteria dan alternatif dengan cara menormalkan rata – rata geometrik dari penilaian decision maker. Bobot prioritas global diperoleh dengan mengalikan bobot prioritas lokal dari kriteria dengan bobot prioritas lokal dari alternatif keputusan. Analisis sensitivitas dalam AHP dengan mengubah bobot prioritas dari kriteria keputusan. Bobot prioritas kriteria tersebut diubah lebih kecil dan lebih besar dari bobot sebelumnya, sehingga diperoleh hasil terjadinya perubahan urutan prioritas.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
7
SENSITIVITY ANALYSIS AND EFFECT TO-WARD ORDER OF PRIORITY IN ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) METHOD
ABSTRACT
Analytic Hierarchy Process (AHP) method is a decision making method on determining the priority alternative of any alternative. This method is begin by making the hierarchy structure of the studied problem to solve, this hierarchy structur consist of goal, criteria, alternative. Then making pair wise comparison matrix to know how importance element with others. In this matrix, the weight of each criteria is determined by normalization of geometric mean from decision maker opinion. Weight global priority determined of cross weight local priority criteria with weight local priority alternative. Sensitivity analysis in AHP with change weight priority of criteria. Weight priority changed less and more from weight priority before, then result determined the global priority will change.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
8
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar
ii iii iv v vi vii ix x
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tinjauan Pustaka 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Kontribusi Penelitian 1.6 Metodologi Penelitian
1 1 3 3 6 6 7
Bab II Landasan Teori 2.1 Analytic Hierarchy Process 2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process 2.2.1 Penyusunan Prioritas 2.2.2 Eigen Value dan Eigen Vektor 2.2.3 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio 2.3 Analisis Sensitivitas pada Analytic Hierarchy Process (AHP) 2.3.1 Analisis Sensitivitas pada Bobot Prioritas dari Kriteria Keputusan
8 8 10 12 16 21 23
BAB III Pembahasan 3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria 3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar 3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan 3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum 3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah 3.6 Perhitungan Total Rangking/Prioritas Global 3.6.1 Faktor Evaluasi Total 3.6.2 Total Rangking/Prioritas Global
28 29 29 31 33 35 37 40 40 40
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
9
3.7 Analisis Sensitivitas AHP Pada Bobot Prioritas Kriteria Keputusan 3.7.1 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Proses Belajar Mengajar 3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Lingkungan Pergaulan 3.7.3 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum 3.7.4 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah BAB IV Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran
41 41 43 46 48 52 52 55
Daftar Pustaka Lampiran
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
10
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 3.1 Tabel 3.2
Matriks Perbandingan Berpasangan Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Nilai Random Indeks (RI) Matriks perbandingan berpasangan pada level dua Matriks perbandingan berpasangan terhadap PBM Matriks perbandingan berpasangan terhadap LP Matriks perbandingan berpasangan terhadap KS Matriks perbandingan berpasangan terhadap KUA Prioritas Global Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria yang disederhanakan Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria yang dinormalkan Tabel 3.4 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar Tabel 3.5 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar yang disederhanakan Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar yang dinormalkan Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan Tabel 3.8 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan yang disederhanakan Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan yang dinormalkan Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum Tabel 3.11 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara umum yang disederhanakan Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum yang dinormalkan Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah Tabel 3.14 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah yang disederhanakan Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah yang dinormalkan Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Sekolah Terbaik
Halaman 13 14 23 24 25 25 26 26 27 29 30 30 32 32 32 33 34 34 35 36 36 37 38 38 40 41
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Hirarki Gambar 2.2 Struktur Hirarki Pemilihan Sekolah Terbaik
Halaman 8 10
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
12
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan – pilihan yang ada, dengan beragamnya kriteria pemilihan dan jika pembuat keputusan yang lebih dari satu merupakan suatu bentuk penyelesaian masalah yang sangat kompleks. Adapun metode yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan multikriteria tersebut dikenal dengan metode proses analisis hirarki (Analytical Hierarchy Process – AHP)
Untuk pertama kali metode AHP diperkenalkan oleh Thomas L Saaty pada periode 1971 – 1975 ketika di Warston School. Pengembangannnya mendasarkan pada kemampuan “judgment” manusia untuk mengkontruksi persepsi secara hirarkis dari sebuah persoalan keputusan multikriteria. Struktur yang hirarkis ini merepresentasikan tipe hubungan ketergantungan fungsional yang paling sederhana dan berurutan sehingga mempermudah mendekomposisikan persoalan multikriteria yang kompleks menjadi elemen – elemen keputusannya. Hirarki bersifat linear dan distrukturkan mulai dari elemen keputusan yang bersifat umum (misalnya goals, objektif, kriteria dan subkriteria) sampai ke variabel atau faktor yang paling konkrit dan mudah terkontrol pada level hirarki terbawah yaitu alternatif keputusan.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
13
Dalam suatu hirarki yang lengkap, setiap elemen keputusan dihubungkan dengan elemen lain pada level yang lebih atas atau level yang dibawahnya. Pada level hirarki pertama adalah objektif (goal) keputusan yang ingin dicapai. Elemen keputusan pada hirarki di level kedua adalah sejumlah atribut atau kriteria untuk evaluasi preferensi keputusan. Pada level ini kita membuat “judgment” perbandingan “preferensi” mana yang lebih besar tingkat kepentingannya antara kriteria yang satu dengan yang lain untuk mencapai goal yang sudah ditetapkan. Skala perbandingan
“judgment” yang
berpasangan (pairwise comparison matrix) untuk masing – masing elemen dapat diproleh. Pada level hirarki terbawah alternatif keputusan mengacu pada kriteria pada level di atasnya, pengambil keputusan diminta lagi menetapkan perbandingan “judgment”- nya dan preferensi untuk alternatif keseluruhan secara berpasangan. Objektif dari penggunaan metode multikriteria AHP adalah untuk menetapkan bobot kepentingan relatif masing – masing kriteria, kemudian kriteria ini akan digunakan sebagai dasar acuan untuk evaluasi penetapan prioritas relatif pada level hirarki di bawahnya (alternatif keputusan).
Umumnya pada saat pengambil keputusan menetapkan pembobotan relatif antar elemen keputusan dalam metode AHP dilakukan dalam evaluasi lingkungan keputusan yang samar dan subyektif, misalnya saat harus menetapkan intensitas pembobotan kualitatif kriteria seperti “sama” penting, “cukup” penting, “lebih” dan “sangat” penting.
Terdapat banyak usulan pendekatan untuk melakukan estimasi bobot prioritas relatif dalam metode AHP. Pendekatan “least square” diusulkan oleh Jensen (1984), metode “logarithmic least square” diusulkan oleh de Jong (1984), juga penggunaan teknik linear programming dikemukaan oleh Korhonen dan Wallenius (1990). Pada praktiknya metode yang paling umum dipakai untuk melakukan estimasi bobot prioritas relatif dalam AHP adalah pendekatan eigenvector seperti yang dikembangkan pertama kali oleh Saaty (Saaty 1977; Vargas 1990; Saaty 1990).
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
14
Analisisis sensitivitas dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dan kriteria karena adanya perubahan kebijaksanaan. Berubahnya bobot prioritas menyebabkan berubahnya urutan prioritas yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan.
Dengan latar belakang inilah penulis memilih judul “Analisis Sensitivitas dan Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)”.
1.2 Perumusan Masalah
Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis perubahan bobot prioritas kriteria keputusan dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas
1.3 Tinjauan Pustaka
Thomas L. Saaty [6] menguraikan metode AHP dan menjelaskan penggunaan metode AHP ini bagi para pemimpin dan pengambil keputusan dalam situasi yang kompleks. Masalah kompleks dapat diartikan bahwa pemimpin dihadapkan pada situasi untuk secepatnya mengambil keputusan dan kriteria yang begitu banyak.
Udisubakti Ciptomulyono dan DOU Henry [1] menggunakan model Fuzzy Goal Programming untuk menetapkan pembobotan prioritas dalam metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Penggunaan pendekatan fuzzy goal programming sebagai alternatif estimasi pembobotan prioritas dari metode AHP yang lazimnya dipakai, seperti metode eigenvector atau metode lain. Model ini mengambil asumsi dan memperhatikan aspek fuzzy yang hanya pada penetapan level aspirasi toleransi pencapain goal, bukan pada penentuan prioritas fungsi goal – nya.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
15
Darwin Trisna [11] menguraikan tentang pengambilan keputusan investasi jalan tol kota Bandung dengan metode AHP. Hasil analisis menunjukkan bahwa kriteria jaringan merupakan kriteria yang paling dominan dengan bobot 48, 8%, selanjutnya kriteria lalu Lintas 17%, Lingkungan 12,7%, aspek Finansial dan Bisnis 11, 6% dan aspek Manajerial dan kontruksi 9, 9%.
Siti Latifah [5] menjelaskan tentang keputusan dan prinsip – prinsipnya yang terdiri dari : Decomposition, Comporative judgment, Synthesis of Priority, Local Consistency
Kardi Teknomo, Hendro Siswanto dan Sebastinus Ari Yudhanto [10] menggunakan AHP dalam menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan moda ke kampus. Hasil analisa menunjukkan bahwa alternatif Jalan Kaki dari Pondokan merupakan alternatif terbaik dan yang paling diminati oleh responden yaitu sebesar 33, 2 %, kemudian Mobil Pribadi (18, 6%), Carpool (16, 2%), Angkutan Kampus (12, 4%), dan yang terakhir adalah Angkutan Umum (4, 5%).
Haryono Sukarto [7] menguraikan tentang pemilihan transportasi di DKI Jakarta dengan metode AHP. Hasil analisa menunjukkan bahwa pembenahan angkutan umum (biskota) menjadi prioritas utama dalam upaya menurunkan tingkat kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor (22%), kemudian Sistem Angkutan Umum Massal(SAUM) (18, 1%), Pembatasan Mobil Pribadi (16, 7%), Konsep Pembatasan Penumpang 3 in 1 (13, 5%), Penambahan Jaringan Jalan, Fly Over dan underpass (10,6%), dan Pembatasan Kendaraan Umum (5, 9%).
Joko Agus Hariyono dan Udisubakti Ciptomulyono [2] melakukan analisis terhadap pemilihan mitra LSM dan optimasi budgeting dengan menggunakan metode AHP dan Goal Programming. Hasil analisa dengan menggunakan metode AHP yang diintegrasikan dengan Goal Programming diperoleh suatu model keputusan multikriteria. Digunakan untuk menyelesaikan problema dan optimasi dalam memilih mitra yang paling baik untuk diajak bekerja sama.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
16
Supiyono, Wisnu Arya Wardhana dan Sudaryo [8] menggunakan AHP dalam sistem pemilihan Pejabat Struktural. Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub bagian Perlengkapan, urutannya adalah : Semar, SST nilai 0.357741801, Srikandi, SE skor 0.342234743 dan Gareng, A.Md skor 0.342234743. Pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Bagian Persuratan dan Kepegawaian, urutannya adalah : Gareng, A.Md skor 0.400834260, Dewi, SH skor 0.303295196 dan Srikandi, SE skor 0.295870544. Pemilihan calon pejabat struktural Kepala Sub Keuangan, urutannya adalah : Srikandi, SE skor 0.379755402, Bimo, SE skor 0.368120130 dan Dewi, SH skor 0.252124468.
Wayan R. Susila dan Ernawati Munadi [9] menggunakan AHP untuk penyusunan Prioritas proposal penelitian. Dari dekomposisi masalah disusun prioritasnya, diperoleh gambaran bahwa ada lima proposal penelitian yang akan dipilih atau disusun prioritasnya. Ada lima kriteria yang digunakan yaitu waktu, biaya, efektivitas, kemudahan dan urgensi. Melalui suatu analisis dengan teknik AHP, maka dapat disusun prioritas untuk kelima proposal tersebut dengan urutan: Kajian dampak peraturan perijinan perdagangan dalam negeri terhadap keinginan untuk melakukan bisnis di Indonesia (Perijinan); Dampak penurunan tarif impor di sektor perikanan, kehutanan, dan produk-produk kimia (Tarif), Kajian pengembangan pasar distribusi regional untuk produk agro (Ditribusi Regional), Kajian minuman beralkohol asal import (Alkohol), Kajian tentang strategi yang kompetitif dalam pemasaran hasil industri kerajinan tangan di Indonesia (Kerajinan Tangan).
Sandy Kosasi [3] menguraikan masalah pemilihan sekolah dengan menggunakan metode AHP. Hasil simulasi menunjukkan bahwa yang menjadi prioritas pertama pada level dua adalah Proses Belajar Mengajar sebesar 0, 32 disusul Kualifikasi yang diminta sekolah sebesar 0, 24, Lingkungan Pergaulan sebesar 0, 14 dan Mutu Pendidikan Musik 0, 14, Pendidikan Kejuruan 0, 13 dan Pendidikan Sekolah Secara Umum 0, 03. Secara umum urutan prioritas sekolah
B merupakan sekolah yang paling tinggi prioritas
globalnya dan disusul sekolah A dengan bobot prioritas 0, 37, sedangkan sekolah C sebesar 0, 25. Kemudian dilakukan analisis sensitivitas pada kriteria proses belajar
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
17
mengajar dari 0, 32 diturunkan ke 0,2 dan keadaan berubah dimana A mempunyai prioritas global tertinggi menggeser B, sebaliknya apabila prioritas PBM dinaikkan maka perbedaan bobot prioritas B dengan A akan semakin besar dengan B tetap menjadi prioritas global tertinggi.
Mudrajad Koncoro [4] menguraikan tentang daya tarik investasi di DIY dengan metode AHP. Hasil analisis menunjukkan bahwa investasi daerah untuk DIY dipengaruhi oleh faktor non ekonominya terutama Kelembagaan (25%), kemudian Infrastruktur Fisik (24%), Sosial Politik (23%), Ekonomi Daerah (12%), dan Tenaga Kerja (12%).
1.4 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini untuk menyelesaikan promblema analisis sensitivitas terhadap perubahan bobot prioritas kriteria keputusan serta pengaruhnya pada urutan prioritas dalam metode AHP.
1.5 Kontribusi Penelitian
Dengan mengadakan penulisan ini, penulis berharap dapat menambah referensi, menambah pengetahuan dan pemahaman bagi penulis, pembaca dan pengambil keputusan baik pemerintah maupun perusahaan swasta atau instansi yang lain yang menggunakan metode AHP dalam memecahkan masalah pembangunan atau pengembangan kelembagaan.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
18
1.6 Metode Penelitian
Secara umum, penelitian dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut : 1. Menguraikan masalah AHP dan menjelaskan landasan aksiomatik, tahapan – tahapan dalam pengambilan keputusan dan prinsip – prinsip dasar AHP 2. Menjelaskan analisis sensitivitas pada AHP dan pengaruhnya terhadap urutan prioritas. 3. Menyelesaikan contoh permasalahan pengambilan keputusan AHP dan melakukan analisis sensitivitas pada keputusan sementara. 4. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
19
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 – an ketika di Warston School. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis.
Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidak akuratan data yang tersedia.
Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
20
kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.
Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari : (1)
Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.
(2)
Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.
(3)
Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).
(4)
Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif
Tahapan – tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria – kriteria dan alternaif – alternatif pilihan yang ingin di rangking.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
21
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing – masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya.
Perbandingan dilakukan
berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen – elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.2 Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process (AHP)
Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain : 1. Decomposition Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur – unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur – unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
22
dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni : Tingkat pertama
: Tujuan keputusan (Goal)
Tingkata kedua
: Kriteria – kriteria
Tingkat ketiga
: Alternatif – alternatif
Tujuan
Kriteria I
Kriteria II
Kriteria III
Alternatif II
Alternatif I
Kriteria N
Alternatif M
Gambar 2.1 Struktur Hirarki
Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam system. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.
2. Comparative Judgement Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen – elemennya.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
23
Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance).
3. Synthesis of Priority Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vektor method untuk mendapatkan bobot relatif bagi unsur – unsur pengambilan keputusan.
4. Logical Consistency Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
2.2.1 Penyusunan Prioritas
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui bobot relatifnya satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan pihak – pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem secara keseluruhan.
Langkah pertama dilakukan dalam menentukan prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria
untuk
setiap
sub
sistem
hirarki.
Perbandingan
tersebut
kemudian
ditransformasikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan untuk analisis numerik.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
24
Misalkan terdapat sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. 1 Matriks Perbandingan Berpasangan
C
A2
A1
An
A1
a11
a1 2
A2
a 21
a2 2
a2 n
Am
am1
am 2
am n
a1 n
Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1 (kolom) yang menyatakan hubungan : a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 (kolom) atau b. Seberapa jauh dominasi Ai (baris) terhadap Ai (kolom) atau c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom). Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
25
Tabel 2. 2 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Tingkat
Definisi
Keterangan
Kepentingan 1
3
Sama
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang
pentingnya
sama.
Sedikit
lebih Pengalaman dan penilaian sangat memihak
penting
satu
elemen
dibandingkan
dengan
pasangannya. 5
Lebih penting
Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, debandingkan dengan elemen pasangannya.
7
Sangat penting
Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara
praktis
dominasinya
sangat
,
dibandingkan dengan elemen pasangannya. 9
Mutlak penting
lebih Satu
elemen
mutlak
dibandingkan dengan
lebih
disukai
pasangannya, pada
tingkat keyakinan tertinggi Resiprokal
Kebalikan
Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas ketika dibandingkan elemen j, maka j memiliki
kebalikannya
ketika
dibanding
elemen i
Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun memperkirakan kemungkinan dari sesuatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian tersebut akan dibentuk ke dalam matriks berpasangan pada setiap level hirarki.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
26
Contoh Pair – Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :
K K1 1 L 3 A = 1 M 7 N 1 9
L M
N
3
9 1 4 5 1
1 6 4
7 1 6 1 1 5
Baris 1 kolom 2 : jika K dibandingkan L, maka K sedikit lebih penting/cukup penting dari L yaitu sebesar 3, artinya : K moderat pentingnya daripada L, dan seterusnya.
Angka 3 bukan berarti bahwa K tiga kali lebih besar dari L, tetapi K moderat importance dibandingkan dengan L, sebagai ilustrasi perhatikan matriks resiprokal berikut ini :
K K1 A= L 7 M 1 9
L M 9 7 1 4 1 1 4 1
Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika K dibandingkan dengan L, maka L very strong importance daripada K dengan nilai judgement sebesar 7. Dengan demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 7 yakni 1/7. Artinya,
K dibanding L
L lebih kuat dari K
Jika K dibandingkan dengan M, maka K extreme importance daripada G dengan nilai judgement sebesar 9. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 9, dan seterusnya.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
27
2.2.2
Eigen value dan Eigen vector
Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level (tingkatan).
Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vector.
1. Matriks
Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel – variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar – skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
2. Vektor dari n dimensi
Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka – angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vector baris atau Row Vektor dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom , dari atas ke bawah (disebut vector kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vector dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan Rn.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
28
Untuk vector kolom u dirumuskan sebagai berikut : U ∈ Rn u ∈ Rn
a1 a 2 n = u ∈R a n
3. Eigen value dan eigen vector
Definisi : JIka A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam R n dinamakan eigen vektor
dari A jika
Ax kelipatan skalar x, yakni
Ax = λx
Skalar λ
dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang
Bersesuaian dengan λ . Untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran n x n maka dapat ditulis pada persamaan berikut : Ax = λx
Atau secara ekivalen (λI − A) x = 0
Agar λ
menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan
ini. Akan tetapi, persamaan diatas akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika : det(λI − A) = 0
Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
29
Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah a ij , maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni a ij=1/aij Bobot yang dicari dinyatakan dalam vector ω = (ω1., ω 2 , ω 3,...,ω n ) Nilai ω menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub n sistem tersebut.
Jika a i j mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan a j menyatakan k kepentingan dari factor j terhadap factor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap factor k harus sama dengan a i j .a j atau jika a i j .a j k = ai k k untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten . Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor ω , maka elemen a i j dapat ditulis menjadi : ai j =
ωi ; ωj
∀i, j = 1,2,3,..., n
(1)
Jadi matriks konsisten adalah :
a i j .a j k =
ωi ω j ωi . = = ai k ω j ωk ωk
(2)
Seperti yang di uraikan diatas, maka untuk pair-wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini :
a ji =
ωj 1 1 = = ai j ωi ωi ωj
(3)
Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa :
a ji.
ωi =1 ωj
∀i, j = 1,2,3,..., n
(4)
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
30
Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi : n
∑a
ij
.ω i j .
j =1
1
ωi j
=n ;
∀i, j = 1,2,3,..., n
(5)
∀i, j = 1,2,3,..., n
(6)
n
∑a
ij
.ω i j = nω i j
j =1
Persamaan diatas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks dibawah ini : A.ω = n.ω
(7)
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa ω adalah eigen vektor dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut :
ω1 ω 1 ω2 A = ω1 ω n ω1
ω1 ω2 ω2 ω2
ωn ω2
ω1 ω n ω1 ω 1 ω ω 2 ω 2 2 ω n ⋅ = n
ω n ω n ω m
(8)
ω n
Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa ; ai j =
ai k ajk
(9)
Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolte consistent) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
31
Jika :
λ1 , λ 2 ,..., λ n
1). Jika
adalah bilangan- bilangan yang memenuhi persamaan :
A.x = λx
(10)
Dengan eigen value dari matriks A dan jika aii = 1;
∑λ Misalkan kalau suatu
i
I = 1,2,…,n; maka dapat ditulis
=n
(11)
pair-wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi
kaidah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1.
A1 A= 1 A21
A1 2 A2 2
maka
A21 =
1 A1 2
(12)
Eigen value dari matriks A,
Ax − λx = 0 ( A − λI ) x = 0
(13)
A − λI = 0 Kalau diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13), hasilnya menjadi :
A11 − λ A21
A1 2 =0 A2 2
(14)
Dari persamaan (14) kalau diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum
(λ − max ) yaitu : (1 − λ )2 − 1 = 0 1 − 2λ + λ 2 − 1 = 0
λ 2 − 2λ = 0 λ ( λ − 2) = 0
λ1 = 0
;
λ2 = 2
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
32
Dengan demikian matriks pada persamaan
(12) merupakan matriks yang konsisten,
dimana nilai λ − max sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2 , maka semua harga eigen velue-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstan dalam kondisi matriks konsisten). 2). Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks maka ai j eigen value-nya akan Berubah menjadi semakin kecil pula.
Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier ), jika :
a. Elemen diagonal matriks A (ai i = 1)
∀ i = 1,2,..., n
b. Dan untuk matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari
a i j ∀i, j = 1,2,..., n akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.
2.2.3
Uji Konsistensi Indeks dan Rasio
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus mambandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat menyatakan persepsinya dengan bebas tanpa ia harus berfikir apakah persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
33
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa Indeks konsistensi dari matriks
berordo n dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
CI
=
(λ
− n (n − 1 ) max
) (15)
CI
= Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency indeks)
λ max
= Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
n
= Orde matriks
Apabila CI bernilai nol, maka matriks pair wise comparison tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan
diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
CR =
CI RI
CR
= Rasio konsistensi
RI
= Indeks Random
(16)
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
34
Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI)
n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
RI
0, 00
0, 00
0, 58
0, 90
1, 12
1, 24
1, 32
1, 41
1, 45
n
10
11
12
13
14
15
RI
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Bila matriks pair – wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0, 100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang.
2.3 Analisis Sensitivitas pada Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analisis sensitivitas pada AHP dapat terjadi untuk memprediksi keadaan apabila
terjadi perubahan yang cukup besar, misalnya terjadi perubahan bobot prioritas karena adanya perubahan kebijaksanan sehingga muncul usulan pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang perlu dilakukan. . Analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya penilaian yang
dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan yang cukup dilakukan dengan analisa sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi.
Sebagai contoh, seorang siswa sekolah menengah pertama diterima di tiga sekolah menengah atas. Anak tersebut akan mengalami kesulitan dalam memilih satu dari tiga sekolah yang menerimanya sebagai siswa. Untuk membantu menemukan jalan keluar maka masalah tersebut dapat dipecahkan dengan membuat suatu hirarki. Pada level pertama berupa tujuan memilih sekolah terbaik dan level kedua berupa kriteria yang terdiri dari proses belajar mengajar (PBM), lingkungan pergaulan (LK), kehidupan
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
35
sekolah secara umum (KS), dan kualifikasi yang diminta sekolah (KUA). Pada level ketiga berupa alternatif yang terdiri dari sekolah A, B dan C.
Permasalahan tersebut diatas memiliki struktur hirarki sebagai berikut : Tujuan
PBM
LP
A
KS
KUA
B
C
Gambar 2.2 Struktur Hirarki Pemilihan Sekolah Terbaik
Dari struktur hirarki tersebut dibentuk matriks perbandingan berpasangan pada setiap level hirarki. Matriks Perbandingan berpasangan pada level kedua adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4 Matriks perbandingan berpasangan pada level dua Tujuan
PBM
LP
KS
KUA
Bobot Prioritas
PBM LP KS KUA
ω1 ω2 ω3
ω4
ω2 ω1 ω1 ω1
ω1 ω2 ω3
ω4
ω2 ω2 ω2 ω2
ω1 ω2 ω3
ω4
ω3
ω3 ω3 ω3
ω1
x1
ω4
ω2 ω3
ω4
x2
ω4 x3
ω4 x4
ω4
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
36
Dimana : x1 = bobot prioritas PBM
x3 = bobot prioritas KS
x2 = bobot prioritas LP
x4 = bobot prioritas KUA
Matriks Perbandingan berpasangan pada level ketiga adalah sebagai berikut :
a). Matriks perbandingan berpasangan terhadap PBM
Tabel 2.5 Matriks perbandingan berpasangan terhadap PBM PBM A B C
A
ω1 ω2 ω3
B
ω2 ω1
ω1
ω1 ω2 ω3
C
ω2 ω2
ω2
ω1 ω2 ω3
Bobot prioritas a1
ω3 b1
ω3 c1
ω3
Dimana : a1 = bobot prioritas alternatif A terhadap PBM b1 = bobot prioritas alternatif B terhadap PBM c1 = bobot prioritas alternatif C terhadap PBM
b). Matriks perbandingan berpasangan terhadap LP
Tabel 2.6 Matriks perbandingan berpasangan terhadap LP LP A B C
A
ω1 ω2 ω3
ω2 ω1
ω1
B
ω1 ω2 ω3
ω2 ω2
ω2
C
ω1 ω2 ω3
Bobot prioritas a2
ω3 b2
ω3 c2
ω3
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
37
Dimana : a2 = bobot prioritas alternatif A terhadap LP b2 = bobot prioritas alternatif B terhadap LP c2 = bobot prioritas alternatif C terhadap LP
c). Matriks perbandingan berpasangan terhadap KS
Tabel 2.7 Matriks perbandingan berpasangan terhadap KS KS A B C
A
ω1
ω2
ω2 ω3
ω1 ω1
B
ω1 ω2
ω2
ω2
ω3
ω2
C
ω1 ω2 ω3
Bobot prioritas a3
ω3 b3
ω3 c3
ω3
Dimana : a3 = bobot prioritas alternatif A terhadap KS b3 = bobot prioritas alternatif B terhadap KS c3 = bobot prioritas alternatif C terhadap KS
d). Matriks perbandingan berpasangan terhadap KUA
Tabel 2.8 Matriks perbandingan berpasangan terhadap KUA KUA A B C
A
ω1 ω2 ω3
ω2 ω1 ω1
B
ω1 ω2
ω2
ω2
ω3
ω2
C
ω1 ω2 ω3
Bobot prioritas a4
ω3 b4
ω3 c4
ω3
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
38
Dimana : a4 = bobot prioritas alternatif A terhadap KUA b4 = bobot prioritas alternatif B terhadap KUA c4 = bobot prioritas alternatif C terhadap KUA
Untuk menentukan bobot prioritas global dapat diperoleh dengan melakukan perkalian bobot prioritas lokal pada level dua dan level tiga seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.9 Prioritas Global Kriteria
K1
K2
K3
K4
Prioritas global
Bobot
x1
x2
x3
x4
A
a1
a2
a3
a4
X
B
b1
b2
b3
b4
Y
C
c1
c2
c3
c4
Z
Dimana : X = prioritas global sekolah A Y = prioritas global sekolah B Z = prioritas global sekolah C
Dari tabel tersebut prioritas global dapat dirumuskan sebagai berikut : X = a1 x1 + a2 x2 + a3 x3 + a4 x4 Y = b1 x1 + b2 x2 + b3 x3 + b4 x4
(17)
Z = c1 x1 + c2 x2 + c3 x3 + c4 x4
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
39
2.3.1 Analisis Sensitivitas pada Bobot Prioritas dari Kriteria Keputusan
Analisis sensitivitas pada kriteria keputusan dapat terjadi karena ada informasi
tambahan sehingga decision maker mengubah penilaiannya. Akibat terjadinya perubahan penilaian menyebabkan berubahnya urutan prioritas. Dari persoalan di atas dituliskan persamaan urutan prioritas global sebagai berikut : X = a1 x1 + a 2 x 2 + a 3 x3 + a 4 x 4 Y = b1 x1 + b2 x 2 + b3 x3 + b4 x 4 Z = c1 x1 + c 2 x 2 + c3 x3 + c 4 x 4
(18)
Apabila dilakukan perubahan terhadap penilaian dimana bobot prioritas kriteria x1 Maka urutan prioritas berubah. Bobot prioritas kriteria x1 dapat diubah lebih kecil dari x1 atau lebih besar dari x1. Analisis sensitivitas ini juga dapat dilakukan terhadap kriteria – kriteria lainnya yaitu kriteria x2, x3, dan x4. Sehingga analisis ini menunjukkan perubahan terhadap urutan prioritas.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
40
BAB 3
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas secara khusus tentang penetapan prioritas menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan analisis sensitivitas serta pengaruhnya terhadap urutan prioritas.
3.1 Perhitungan Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria
Pada gambar 2.2 mengilustrasikan struktur hirarki permasalahan pemilihan sekolah terbaik. Setelah penyusunan hirarki, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perbandingan antara elemen dengan memperhatikan pengaruh elemen pada level diatasnya. Pembagian pertama dilakukan untuk elemen – elemen pada level kriteria dengan memperhatikan level diatasnya yaitu goal atau tujuan utama. Pada level dua terdiri dari kriteria proses belajar mengajar (PBM), lingkungan pergaulan (LP), kehidupan sekolah secara umum (KS), dan kualifikasi yang diminta sekolah (KUA). Pembandingan dilakukan dengan menggunakan skala satu sampai sembilan dan memenuhi aksioma – aksioma pada metode AHP. Matriks perbandingan berpasangan dari level dua dengan memperhatikan level satu adalah :
Tabel 3.1 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria PBM
LP
KS
KUA
PBM
1
2
8
4
LP
1/2
1
7
3
KS
1/8
1/7
1
1/5
KUA
1/4
1/3
5
1
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
41
Perhitungan matriks untuk semua kriteria :
Tabel 3.2 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria yang disederhanakan PBM
LP
KS
KUA
PBM
1, 000
2, 000
8, 000
4, 000
LP
0, 500
1, 000
7, 000
3, 000
KS
0, 125
0, 142
1, 000
0, 200
KUA
0, 250
0, 333
5, 000
1, 000
1, 875
3, 475
21, 000
8, 200
∑
Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 3.3 Matriks Faktor Pembobotan Hirarki Untuk semua Kriteria yang dinormalkan PBM
LP
KS
KUA
Vektor Eigen (yang dinormalkan)
PBM
0, 533
0, 575
0, 380
0, 487
0, 493
LP
0, 266
0, 287
0, 333
0, 365
0, 312
KS
0, 066
0, 047
0, 047
0, 024
0, 046
KUA
0, 133
0, 095
0, 238
0, 121
0, 146
Selanjutnya nilai eigen maksimum (λ maksimum )
diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
42
λ maksimum = (1, 875 x 0, 493) + (3, 475 x 0, 312) + (21 x 0, 046) + (8, 200 x 0, 146) = 4, 171
Karena matriks berordo 4 (yakni terdiri dari 4 kriteria), nilai indeks konsistensi yang diperoleh : CI =
λ max − n n −1
=
4,171 − 4 = 0,057 4 −1
Untuk n = 4, RI = 0, 900 (tabel Saaty), maka : CR =
CI 0,057 = = 0,063 RI 0,900
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas menunjukkan kriteria Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan kriteria yang paling penting dalam menentukan sekolah terbaik dengan nilai bobot 0, 493 atau 49, 3%, berikutnya kriteria Lingkungan Pergaulan (LP) dengan nilai bobot 0, 312 atau 31, 2%, kriteria kualifikasi yang diminta sekolah dengan nilai bobot 0, 146 atau 14, 6% dan kriteria kehidupan sekolah secara umum dengan nilai bobot 0, 046 atau 4, 6%.
3.2 Perhitungan Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar
Perbandingan berpasangan untuk kriteria proses belajar mengajar pada tiga sekolah menengah atas yaitu perbandingan berpasangan antara sekolah A dengan sekolah B, sekolah A dengan sekolah C. Perbandingan sekolah B dengan sekolah A, sekolah B dengan sekolah C. Perbandingan sekolah C dengan sekolah A, sekolah C dengan sekolah B. Maka matriks perbandingan berpasangan preferensi diatas adalah sebagai berikut :
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
43
Tabel 3.4 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar PBM
A
B
C
A
1
1/3
1/2
B
3
1
3
C
2
1/3
1
Perhitungan matriks untuk kriteria Proses Belajar Mengajar
Tabel 3.5 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar yang disederhanakan PBM
A
B
C
A
1, 000
0, 333
0, 500
B
3, 000
1, 000
3, 000
C
2, 000
0, 333
1, 000
6, 000
1, 666
4, 500
∑
Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.6 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Proses Belajar Mengajar yang dinormalkan Vektor Eigen (yang PBM
A
B
C
dinormalkan)
A
0, 161
0, 199
0, 111
0, 158
B
0. 500
0,600
0, 666
0, 588
C
0, 333
0, 199
0, 222
0, 251
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
44
Selanjutnya nilai eigen maksimum (λ maksimum )
diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :
λ maksimum = (6, 000 x 0, 158) + (1, 666 x 0, 588) + (4, 500 x 0, 251) = 3, 056 Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :
CI =
λ max − n n −1
=
3,056 − 3 = 0,028 3 −1
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ; CR =
CI 0,028 = = 0,048 RI 0,580
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk kriteria Proses Belajar Mengajar yaitu sekolah B menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot 0, 588 atau 58, 4%, kemudian sekolah C menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot 0, 251 atau 25, 1%, sekolah A menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 158 atau 15, 8%.
3.3 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan Tabel 3.7 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan LP
A
B
C
A
1
2
2
B
1/2
1
1/2
C
1/2
2
1
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
45
Perhitungan matriks untuk kriteria Lingkungan Pergaulan :
Tabel 3.8 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan yang disederhanakan LP
A
B
C
A
1, 000
2, 000
2, 000
B
0, 500
1, 000
0, 500
C
0, 500
2, 000
1, 000
∑
2, 000
5, 000
3, 500
Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.9 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Lingkungan Pergaulan yang dinormalkan Vektor Eigen (yang LP
A
B
C
dinormalkan)
A
0, 500
0, 400
0, 571
0, 490
B
0. 250
0, 200
0, 142
0, 197
C
0, 250
0, 400
0, 285
0, 311
Selanjutnya nilai eigen maksimum (λ maksimum )
diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :
λ maksimum = (2, 000 x 0, 490) + (5, 000 x 0, 197) + (3, 500 x 0, 311) = 3, 053
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
46
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :
CI =
λ max − n n −1
=
3,053 − 3 = 0,026 3 −1
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ; CR =
CI 0,026 = = 0,044 RI 0,580
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk kriteria Lingkungan Pergaulan yaitu sekolah A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot 0, 490 atau 49%, kemudian sekolah C menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot 0, 311 atau 31, 1%, sekolah B menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 197 atau 19, 7%.
3.4 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum
Tabel 3.10 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum KS
A
B
C
A
1
1/2
1/4
B
2
1
1/4
C
4
4
1
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
47
Perhitungan matriks untuk kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum :
Tabel 3.11 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara umum yang disederhanakan KS
A
B
C
A
1, 000
0, 500
0, 250
B
2, 000
1, 000
0, 250
C
4, 000
4, 000
1, 000
∑
7, 000
5, 500
1, 500
Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.12 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum yang dinormalkan Vektor Eigen (yang KS
A
B
C
dinormalkan)
A
0, 142
0, 090
0, 166
0, 132
B
0. 285
0, 181
0, 166
0, 210
C
0, 570
0, 727
0, 666
0, 654
Selanjutnya nilai eigen maksimum (λ maksimum )
diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :
λ maksimum = (7, 000 x 0, 132) + (5, 500 x 0, 210) + (1, 500 x 0, 654) = 3, 060
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
48
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :
CI =
λ max − n n −1
=
3,060 − 3 = 0,030 3 −1
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ; CR =
CI 0,030 = = 0,050 RI 0,580
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum yaitu sekolah C menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot 0, 654 atau 65, 4%, kemudian sekolah B menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot 0, 210 atau 21%, sekolah A menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 132 atau 13, 2%.
3.5 Perhitungan Faktor Evaluasi untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah
Tabel 3.13 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah KUA
A
B
C
A
1
2
4
B
1/2
1
3
C
1/4
1/3
1
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
49
Perhitungan matriks untuk kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum :
Tabel 3.14 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah yang disederhanakan KUA
A
B
C
A
1, 000
2, 000
4, 000
B
0, 500
1, 000
3, 000
C
0, 250
0, 333
1, 000
∑
1, 750
3, 300
9, 000
Dengan unsur – unsur pada tiap kolom dibagi dengan jumlah kolom yang bersangkutan, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan. Nilai vektor eigen dihasilkan dari rata – rata nilai bobot relatif untuk setiap baris. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.15 Matriks Faktor Evaluasi Untuk Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah yang dinormalkan Vektor Eigen (yang KUA
A
B
C
dinormalkan)
A
0, 571
0, 600
0, 444
0, 538
B
0. 285
0, 300
0, 333
0, 306
C
0, 142
0, 099
0, 111
0, 117
Selanjutnya nilai eigen maksimum (λ maksimum )
diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian antara jumlah entri-entri kolom pada matriks faktor pembobotan yang disederhanakan dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
50
λ maksimum = (1, 750 x 0, 538) + (3, 333 x 0, 306) + (9, 000 x 0, 117) = 3, 092
Karena matriks berordo 3 (yakni terdiri dari 3 alternatif), maka nilai indeks konsistensi yang diperoleh adalah :
CI =
λ max − n n −1
=
3,092 − 3 = 0,046 3 −1
Untuk n = 3, RI = 0, 580 (tabel skala saaty), maka ; CR =
CI 0,046 = = 0,079 RI 0,580
Karena CR < 0, 100 berarti preferensi penilaian adalah konsisten.
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh urutan prioritas lokal untuk kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah yaitu sekolah A menjadi prioritas pertama dengan nilai bobot 0, 538 atau 53, 8%, kemudian sekolah B menjadi prioritas ke-2 dengan nilai bobot 0, 306 atau 30, 6%, sekolah C menjadi prioritas ke-3 dengan nilai bobot 0, 117 atau 11, 7%.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
51
3.6 Perhitungan Total Rangking/Prioritas Global
3.6.1 Faktor Evaluasi Total
Dari seluruh evaluasi yang dilakukan terhadap faktor – faktor proses balajar mengajar, lingkungan pergaulan, kehidupan sekolah secara umum dan kualifikasi yang diminta sekolah diperoleh factor evaluasi total sebagai berikut :
Tabel 3.16 Matriks Faktor Evaluasi Total
3.6.2
Faktor
PBM
LP
KS
KUA
A
0, 158
0, 490
0, 132
0, 538
B
0, 588
0,197
0, 210
0, 306
C
0, 251
0. 311
0, 654
0, 117
Total Rangking/Prioritas Global
Total rangking/prioritas global diperoleh dengan mengalikan matriks faktor evaluasi total dengan matriks pembobotan hirarki, yaitu :
0,493 0,158 0,490 0,132 0,538 0,313 0,588 0,196 0,210 0,306 × 0,312 = 0,403 0.046 0,251 0,311 0,654 0,117 0 , 267 0,146 Dari hasil perhitungan diatas diperoleh urutan prioritas global yaitu sekolah B menjadi prioritas utama (40, 3%), kemudian sekolah A (31, 3%) dan sekolah C (26, 7%).
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
52
3.7 Analisis Sensitivitas AHP Pada Bobot Prioritas Kriteria Keputusan
Untuk menentukan total rangking/prioritas global, matriks diatas dapat juga ditunjukkan seperti tabel berikut :
Tabel 3.17 Prioritas Global Pemilihan Sekolah Terbaik Kriteria
PBM
LP
KS
KUA
Prioritas
Bobot
0, 493
0, 312
0, 046
0, 146
Global
A
0, 158
0, 490
0, 132
0, 538
0, 313
B
0, 588
0,197
0, 210
0, 306
0, 403
C
0, 251
0. 311
0, 654
0, 117
0, 267
3.7.1 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Proses Belajar Mengajar
Model prioritas global sekolah A, B dan C dinyatakan pada persamaan 17, sehingga prioritas global tersebut diperoleh sebagai berikut: A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,313 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,403 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,267
Dari kondisi diatas, terlihat bobot prioritas PBM adalah 0, 493 dan pada kondisi tersebut prioritas global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403, kemudian prioritas global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas global 0, 267.
Apabila bobot prioritas PBM diturunkan ke 0, 300, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,300) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,283 B = (0,300) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,290 C = (0,300) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,219
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
53
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 290 atau 29% disusul A dengan bobot 0, 283 atau 28, 3% dan C dengan bobot 0, 219 atau 21, 9%.
Apabila bobot prioritas PBM diturunkan ke 0, 200, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,200) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,267 B = (0,200) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,231 C = (0,200) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,194 Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 267 atau 26, 7% menggeser B dengan bobot 0, 231 atau 23, 1% dan C tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 194 atau 19, 4%.
Apabila bobot prioritas PBM diturunkan ke 0, 100, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,100) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,251 B = (0,100) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,172 C = (0,100) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,169 Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 251 atau 25, 1% menggeser B dengan bobot 0, 172 atau 17, 2% dan C tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 169 atau 16, 9%.
Apabila bobot prioritas PBM naik menjadi 0, 500, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,500) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,315 B = (0,500) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,408 C = (0,500) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,269
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
54
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 408 atau 40, 8% disusul A dengan bobot 0, 315 atau 31, 5% dan C dengan bobot 0, 269 atau 26, 9%.
Apabila bobot prioritas PBM naik sampai menjadi 0, 600, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,600) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,330 B = (0,600) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,466 C = (0,600) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,294 Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 466 atau 46, 6% disusul A dengan bobot 0, 330 atau 33% dan C dengan bobot 0, 294 atau 29, 4%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas PBM sensitif ketika diubah dari 0, 493 menjadi 0, 200.
3.7.2 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Lingkungan Pergaulan
Pada keadaan bobot prioritas LP adalah 0, 312 dan pada keadaan tersebut prioritas global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403, kemudian prioritas global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas global 0, 267.
Apabila bobot prioritas LP diturunkan ke 0, 200, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,200) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,259 B = (0,493) × (0,588) + (0,200) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,381 C = (0,493) × (0,251) + (0,200) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,232
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
55
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 381 atau 38, 1% disusul A dengan bobot 0, 259 atau 25, 9% dan C dengan bobot 0, 232 atau 23, 2%.
Apabila bobot prioritas LP diturunkan ke 0, 100, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,100) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,210 B = (0,493) × (0,588) + (0,100) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,361 C = (0,493) × (0,251) + (0,100) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,201 Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 361 atau 36, 1% disusul A dengan bobot 0, 210 atau 21% dan C dengan bobot 0, 201 atau 20, 1%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 400, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,400) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,357 B = (0,493) × (0,588) + (0,400) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,420 C = (0,493) × (0,251) + (0,400) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,294 Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 420 atau 42% disusul A dengan bobot 0, 357 atau 35, 7% dan C dengan bobot 0, 294 atau 29, 4%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 500, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,500) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,406 B = (0,493) × (0,588) + (0,500) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,440 C = (0,493) × (0,251) + (0,500) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,325
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
56
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 440 atau 44% disusul A dengan bobot 0, 406 atau 40, 6% dan C dengan bobot 0, 325 atau 32, 5%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 600, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,600) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,455 B = (0,493) × (0,588) + (0,600) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,460 C = (0,493) × (0,251) + (0,600) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,356 Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 460 atau 46% disusul A dengan bobot 0, 455 atau 45, 5% dan C dengan bobot 0, 356 atau 35, 6%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 700, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,700) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,504 B = (0,493) × (0,588) + (0,700) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,479 C = (0,493) × (0,251) + (0,700) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,387 Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 504 atau 50, 4% menggeser B dengan bobot 0, 479 atau 47, 9% dan C tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 387 atau 38, 7%.
Apabila bobot prioritas LP naik menjadi 0, 800, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,800) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,553 B = (0,493) × (0,588) + (0,800) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,499 C = (0,493) × (0,251) + (0,800) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,418
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
57
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 553 atau 53, 3% menggeser B dengan bobot 0, 499 atau 49, 9% dan C tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 418 atau 41, 8%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas LP sensitif ketika diubah dari 0, 312 menjadi 0, 700.
3.7.3 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum
Pada keadaan bobot prioritas KS adalah 0, 046 dan pada keadaan tersebut prioritas global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403, kemudian prioritas global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas global 0, 267.
Apabila bobot prioritas KS diturunkan ke 0, 030, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,030) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,310 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,030) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,400 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,030) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,256 Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 400 atau 40% disusul A dengan bobot 0, 310 atau 31% dan C dengan bobot 0, 256 atau 25, 6%
Apabila bobot prioritas KS diturunkan ke 0, 020, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,020) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,309 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,020) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,398 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,020) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,250
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
58
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 398 atau 39, 8% disusul A dengan bobot 0, 309 atau 30, 9% dan C dengan bobot 0, 250 atau 25%.
Apabila bobot prioritas KS naik menjadi 0, 100, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,100) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,320 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,100) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,415 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,100) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,302 Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 415 atau 41, 5% disusul A dengan bobot 0, 320 atau 32% dan C dengan bobot 0, 302 atau 30, 2%.
Apabila bobot prioritas KS naik menjadi 0, 200, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,200) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,333 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,200) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,436 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,200) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,367 Sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 436 atau 43, 6%
tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 367 atau 36, 7%
menggeser A dengan bobot 0, 333 atau 33, 3%.
Apabila bobot prioritas KS naik menjadi 0, 400, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,400) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,359 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,400) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,478 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,400) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,498
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
59
Urutan priotitas berubah dimana sekolah C menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 498 atau 49, 8% menggeser B dengan bobot 0, 478 atau 47, 8% dan A di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 359 atau 35, 9%.
Apabila bobot prioritas KS naik drastis sampai menjadi 0, 800, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,800) × (0,132) + (0,146) × (0,538) = 0,412 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,800) × (0,210) + (0,146) × (0,306) = 0,562 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,800) × (0,654) + (0,146) × (0,117) = 0,760
Urutan priotitas berubah dimana sekolah C menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 760 atau 76% menggeser B dengan bobot 0, 562 atau 56, 2% dan A di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 412 atau 41, 2%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KS sensitif ketika diubah dari 0, 046 menjadi 0, 200 dan 0, 400.
3.7.4 Analisis Sensitivitas Terhadap Kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah
Pada keadaan bobot prioritas KUA adalah 0, 146 dan pada keadaan tersebut prioritas global sekolah B adalah prioritas yang paling utama yaitu 0, 403, kemudian prioritas global sekolah A adalah 0, 313 dan sekolah C dengan bobot prioritas global 0, 267. Apabila bobot prioritas KUA diturunkan ke 0, 040, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,040) × (0,538) = 0,256 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,040) × (0,306) = 0,371 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,040) × (0,117) = 0,254
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
60
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 371 atau 37, 1% disusul A dengan bobot 0, 256 atau 25, 6% dan C dengan bobot 0, 254 atau 25, 4%.
Apabila bobot prioritas KUA diturunkan ke 0, 030, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,030) × (0,538) = 0,251 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,030) × (0,306) = 0,368 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,030) × (0,117) = 0,253 Sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 368 atau 36, 8%
tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 253 atau 25, 3%
menggeser A dengan bobot 0, 251 atau 25, 1%.
Apabila bobot prioritas KUA diturunkan ke 0, 020, maka urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,020) × (0,538) = 0,245 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,020) × (0,306) = 0,365 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,020) × (0,117) = 0,252 Sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 365 atau 36, 5%
tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 252 atau 25, 2%
menggeser A dengan bobot 0, 245 atau 24, 5%.
Apabila bobot prioritas KUA naik 0, 300, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,300) × (0,538) = 0,396 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,300) × (0,306) = 0,450 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,300) × (0,117) = 0,285
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
61
Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 450 atau 45% disusul A dengan bobot 0, 396 atau 39, 6% dan C dengan bobot 0, 285 atau 28, 5%.
Apabila bobot prioritas KUA naik menjadi 0, 500, urutan prioritas global adalah sebagai berikut A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,500) × (0,538) = 0,504 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,500) × (0,306) = 0,512 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,500) × (0,117) = 0,308 Urutan prioritas tidak berubah dimana sekolah B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 512 atau 51, 2% disusul A dengan bobot 0, 504 atau 50, 4% dan C dengan bobot 0, 308 atau 30, 8%.
Apabila bobot prioritas KUA naik menjadi 0, 600, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,600) × (0,538) = 0,557 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,600) × (0,306) = 0,542 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,600) × (0,117) = 0,320 Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 557 atau 55, 7% menggeser B dengan bobot 0, 542 atau 54, 2% dan C tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 320 atau 32%.
Apabila bobot prioritas KUA naik drastis sampai menjadi 0, 800, urutan prioritas global adalah sebagai berikut : A = (0,493) × (0,158) + (0,312) × (0,490) + (0,046) × (0,132) + (0,800) × (0,538) = 0,665 B = (0,493) × (0,588) + (0,312) × (0,197) + (0,046) × (0,210) + (0,800) × (0,306) = 0,603 C = (0,493) × (0,251) + (0,312) × (0,311) + (0,046) × (0,654) + (0,800) × (0,117) = 0,343
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
62
Urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 665 atau 66, 5% menggeser B dengan bobot 0, 603 atau 60, 3% dan C tetap di urutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 343 atau 34, 3%.
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KUA sensitif ketika diubah dari 0, 146 menjadi 0, 030 dan 0, 600.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
63
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dalam menentukan urutan prioritas dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan analisis sensitivitas terhadap kriteria keputusan, maka diperoleh :
4.1 Kesimpulan
1. Secara global, sekolah B merupakan prioritas pertama dengan bobot 0, 403 atau 40, 3%, kemudian sekolah A dengan bobot 0, 313 atau 31, 3% dan prioritas terakhir adalah sekolah C dengan bobot 0, 267 atau 26, 7%.
2. Analisis sensitivitas pada kriteria Proses Belajar Mengajar dengan menurunkan bobot prioritas dari 0, 493 menjadi 0, 300 maka diperoleh keadaan dimana urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas diturunkan menjadi 0, 200 maka keadaan berubah dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 267 atau 26, 7% menggeser B dengan bobot 0, 231 atau 23, 1% kemudian C dengan bobot 0, 149 atau 14, 9%. Apabila bobot prioritas diturunkan menjadi 0, 100 maka keadaan berubah dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 251 atau 25, 1% menggeser B dengan bobot 0, 172 atau 17, 2% kemudian C dengan bobot 0, 169 atau 16, 9%.Apabila bobot prioritas Proses Belajar Mengajar dinaikkan dari 0, 493 menjadi 0, 500 dan 0, 600 maka diperoleh keadaan dimana urutan prioritas tidak berubah.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
64
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas PBM sensitif ketika diubah dari 0, 493 menjadi 0, 200.
3. Analisis sensitivitas pada kriteria Lingkungan Pergaulan dengan menurunkan bobot prioritas dari 0, 312 menjadi 0, 200 dan 0, 100 maka diperoleh hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot proritas dinaikkan menjadi 0, 400, 0, 500 dan 0, 600 diperoleh hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas Lingkungan Pergaulan dinaikkan dari 0, 312 menjadi 0, 700 maka diperoleh keadaan A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 504 atau 50, 4% menggeser B dengan bobot 0, 479 atau 47, 9% kemudian C dengan bobot 0, 387 atau 38, 7%. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi 0, 800 maka diperoleh keadaan dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 553 atau 55, 3% menggeser B dengan bobot 0, 499 atau 49, 9% kemudian C dengan bobot 0, 418 atau 41, 8%. Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas LP sensitif ketika diubah dari 0, 312 menjadi 0, 700.
4. Analisis sensitivitas pada kriteria Kehidupan Sekolah Secara Umum dengan menurunkan bobot prioritas dari 0, 046 menjadi 0, 030 dan 0, 020 maka diperoleh hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas Kehidupan Sekolah Secara Umum dinaikkan dari 0, 046 menjadi 0, 100 maka diperoleh hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot proritas dinaikkan menjadi 0, 200 diperoleh hasil B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 436 atau 43, 6%
tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 367 atau 36, 7%
menggeser A dengan bobot 0, 333 atau 33, 3%. Apabila bobot prioritas naik menjadi 0, 400 maka urutan priritas berubah dimana C menjadi prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 498 atau 49, 8% menggeser B dengan bobot 0, 478 atau 47, 8% kemudian A dengan bobot 0, 359 atau 35, 9%. Apabila bobot prioritas naik menjadi 0, 800 maka diperoleh keadaan dimana C mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 760 atau 76% menggeser B dengan bobot 0, 562 atau 56, 2% kemudian A dengan bobot 0, 412 atau 41, 2%.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
65
Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KS sensitif ketika diubah dari 0, 046 menjadi 0, 200 dan 0, 400
5. Analisis sensitivitas pada kriteria Kualifikasi yang diminta Sekolah dengan menurunkan bobot prioritas dari 0, 146 menjadi 0, 040 maka diperoleh keadaan dimana urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas menjadi 0, 030 diperoleh hasil B tetap menjadi urutan prioritas global tertinggi dengan bobot 0, 368 atau 36, 8% tetapi C menjadi urutan prioritas ke-2 dengan bobot 0, 253 atau 25, 3% menggeser A dengan bobot 0, 251 atau 25, 1%. menjadi 0, 020 maka diperoleh keadaan dimana B mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 365 atau 36, 5% kemudian C dengan bobot 0, 252 atau 25, 2% menggeser A dengan bobot 0, 245 atau 24, 5%. Apabila bobot prioritas naik menjadi 0, 300 dan , 0, 500 maka diperoleh hasil urutan prioritas tidak berubah. Apabila bobot prioritas dinaikkan menjadi 0, 600 maka urutan prioritas berubah dimana sekolah A menjadi urutan prioritas tertinggi dengan bobot 0, 557 atau 55, 7% menggeser B dengan bobot 0, 542 atau 54, 2% dan C tetap diurutan prioritas ke-3 dengan bobot 0, 320 atau 32% Apabila bobot prioritas Kualifikasi yang diminta sekolah dinaikkan dari 0, 146 menjadi 0, 800 maka diperoleh keadaan dimana A mempunyai prioritas global tertinggi dengan nilai bobot 0, 665 atau 66,5% menggeser B dengan bobot 0, 603 atau 60, 3% kemudian C dengan bobot 0, 343 atau 34, 3%. Dari analisis sensitivitas dapat disimpulkan bahwa bobot prioritas KUA sensitif ketika diubah dari 0, 146 menjadi 0, 030 dan 0, 600.
Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh kesimpulan umum bahwa analisis sensitivitas pada bobot prioritas kriteria keputusan dengan mengubah bobot prioritas lebih besar atau lebih kecil dapat mengubah urutan prioritas.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
66
4.2 Saran
1. Disarankan kepada pembaca agar mengembangkan analisis sensitivitas terhadap bobot prioritas alternatif keputusan.
2. Diharapkan kepada pembaca agar kajian perlu dikembangkan lebih lanjut untuk menetapkan model interval atau batasan seberapa jauh bobot prioritas dari kriteria diturunkan dan dinaikkan sehingga menyebabkan terjadinya perubahan urutan prioritas.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
67
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Ciptomulyono, Udisubakti dan Henry, DOU. 2000. “Model Fuzzy Goal Programming untuk Penetapan Pembobotan Prioritas dalam Metode Analisis Hirarki Proses (AHP)”, Jurnal IPTEK, Februari, pp.19 – 29
[2]
Hariyono, Joko Agus dan Ciptomulyono. 2006. “Analisis Pemilihan Mitra LSM dan Optimasi Budgeting dengan menggunakan metode AHP dan Goal Programming”, Jurnal Teknik Industri dan MMT – ITS.
[3]
Kosasi, Sandy. 2002. “ Sistem Penunjang Keputusan (Decision Support System)”. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
[4]
Kuncoro, Mudrajad. 2005. “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No. 2, Agustus 2005. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
[5]
Latifah, Siti. “Prinsip – prinsip dasar Analytical Hierarchy Process”. Jurnal Studi Kasus Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
[6]
Saaty, T. Lorie. 1993. “Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks”, Pustaka Binama Pressindo.
[7]
Sukarto, Haryono. 2006. “Pemilihan Model Transportasi di DKI Jakarta dengan Analisis Kebijakan Proses Hirarki Analitik”, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No. 1, Januari 2006, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang.
[8]
Supriyono, Wardhana, Aryu Wusnu dan Sudaryo. 2007. “Sistem Pemilihan Pejabat Struktural dengan Metode AHP”, Jurnal STTN BATAN, Yoyakarta.
[9]
Susila, W dan Munadi, Ernawati. 2007. “Penggunaan Analytic Hierarchy Process Untuk Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian”, Jurnal Informatika Pertanian Vol. 16, No. 2. Departemen Pertanian.
[10]
Teknomo, K., Siswanto, H., dan Yudhanto, A. 1999. “Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam Menganalisa Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus”, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 1, No. 1 Maret 1999, Universitas Kristen Petra, Surabaya.
[11]
Trisna, Darwin. 2001. “Penerapan Proses Hirarki Analisis dalam Pembuatan Keputuswan Investasi Jalan Tol Dalam Kota Bandung”, Jurnal S2 – Highway System Engineering, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.
68
[12]
http://getuk.wordpress.com/2006/11/30/analisa–sensitivitas-ahp/. Diakses pada tanggal 4 Maret 2009.
Mindo Mora : Analisis Sensitivitas Pengaruhnya Terhadap Urutan Prioritas Dalam Metode Analytic Hierarchy Process (AHP), 2009.