ANALISIS POLA TANAM LAHAN PERTANIAN MENGGUNAKAN CITRA MODIS DI PROVINSI LAMPUNG
DIMAS PANUJI WICAKSONO
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pola Tanam Lahan Pertanian Menggunakan Citra MODIS di Provinsi Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2017 Dimas Panuji Wicaksono F14100037
ABSTRAK DIMAS PANUJI WICAKSONO. Analisis Pola Tanam Menggunakan Citra MODIS di Provinsi Lampung. Dibimbing oleh LIYANTONO. Penerapan pola tanam yang tepat dalam suatu proses kegiatan pertanian dapat berpengaruh terhadap produktivitas. Oleh karena itu, dibutuhkan monitoring yang cepat dan efisien pada areal pertanian. Citra MODIS dapat digunakan untuk memantau lahan pertanian dengan cepat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pola tanam pertanian yang ada di Provinsi Lampung dengan menggunakan citra MODIS MOD13Q1, h28v09 pada resolusi 6.25 hektar per piksel. Reduksi noise dilakukan pada penelitian ini untuk mengurangi gangguan yang sering terjadi menggunakan metode tranformasi wavelet. Identifikasi lahan dilakukan dengan menggunakan algoritma k-means clustering pada data temporal dari tahun 2001-2014 dan menghasilkan pola tanam yang berbeda-beda. Pola tanam yang berhasil diidentifikasi adalah pola tanam sawah padi-bera-padi, padipalawija-bera, bera-palawija-padi, tebu dan pertanian campuran. Berdasarkan hasil validasi menggunakan Google Earth, akurasi pola tanam pada penelitian ini sebesar 72.00% Kata kunci: citra MODIS, penginderaan jauh, pola tanam, transformasi wavelet
ABSTRACT DIMAS PANUJI WICAKSONO. Crops Pattern Analyze Using MODIS Imagery in Lampung Province. Supervised by LIYANTONO Implementation of proper crops pattern in a agricultural activity process can take effect to productivity. Therefore, fast and efficient monitoring system is needed in agricultural area. MODIS imagery can be used for fast monitoring agricultural area. This study was to determine agricultural crops pattern in Lampung Province using MODIS MOD13Q1, h28v09 6.25 hectare per pixel resolution. Noise reduction in this study was to reduce noise using wavelet transform method. Area identification was done using k-means clustering algorithm for temporal data between 2001-2014 and generate different crops pattern. Crops pattern which can be identified are paddy-bare-paddy, paddysecondary-bare, bare-secondary-paddy, cane, and mixed crops pattern. Based on validation result using Google Earth, accuracy assesment of this results revealed up to 72.00% Keywords: crop pattern, MODIS image, remote sensing, wavelet tranform
ANALISIS POLA TANAM LAHAN PERTANIAN MENGGUNAKAN CITRA MODIS DI PROVINSI LAMPUNG
DIMAS PANUJI WICAKSONO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Juli 2015 ini berjudul “Analisis Pola Tanam Menggunakan Citra MODIS di Provinsi Lampung”. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr Liyantono STP MAgr selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 2. Dr Ir Mohamad Solahudin MSi dan Dr Slamet Widodo STP MSc yang telah banyak memberi saran. 3. Ayah Agus Jaeni dan Ibu Endah Winarni, kakak Singgih Giri Prasetyo dan Yusvita Sari serta adik Anggraito Putra atas segala doa dan memberikan semangat yang tiada henti sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir. 4. Seluruh dosen dan staf Laboratorium Teknik Bioinformatika atas segala bantuanya. 5. Alvin, Tajul, Milion, dan Rizky yang sangat membantu saat penelitian. 6. Najmi dan rekan-rekan Antares 47 atas perjuangan dan kerjasamanya. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan khususnya dapat berguna untuk kemajuan teknologi pertanian di Indonesia.
Bogor, Februari 2017 Dimas Panuji Wicaksono
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pola Tanam Sistem Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Citra MODIS Indeks Vegetasi NDVI dan EVI Noise dan Tranformasi Wavelet K-means Clustering Penelitian Terdahulu METODE Waktu dan Tempat Penelitian Jenis Data dan Alat Penelitian Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Citra MODIS Provinsi Lampung Identifikasi Pola Tanam Analisis Perubahan Pola Tanam Akurasi Pola Tanam SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
ix x x 1 1 2 2 2 2 2 3 4 4 5 6 7 7 8 8 8 8 16 16 20 24 25 26 26 26 27 39
DAFTAR TABEL Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian Tabel 2 Pengelompokkan cluster Tabel 3 Rata-rata umur tanam dan puncak nilai EVI Tabel 4 Luas lahan tiap cluster Tabel 5 Luas lahan pertanian yang teridentifikasi Tabel 6 Analisis perubahan pola tanam sawah Tabel 7 Hasil dari tabel confusion matrix
8 20 21 21 22 24 26
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Ilustrasi reflektan pada tanaman Gambar 2 Diagram alir penelitian Gambar 3 Hasil stacking data Gambar 4 Hasil clipping peta lahan pertanian Gambar 5 Citra MODIS nilai EVI dalam format tif Gambar 6 Ilustrasi proses stacking data citra MODIS Gambar 7 Peta administrasi sebelum dan sesudah digabung dengan sawah Gambar 8 Sebelum (biru) dan sesudah (merah) tranformasi wavelet Gambar 9 Diagram alir k-means clustering Gambar 10 Grafik pola tanam sawah (padi-bera-padi) Gambar 11 Grafik pola tanam sawah (padi-palawija-bera) Gambar 12 Grafik pola tanam sawah (bera-palawija-padi) Gambar 13 Pola tanam tebu Gambar 14 Pola tanam campuran hutan (a), dan tanaman tahunan (b) Gambar 15 Pola tanam sawah (padi-bera-padi) tahun 2007 Gambar 16 Hasil identifikasi sesuai dengan pola tanam Gambar 17 Perbandingan pola tanam hasil penelitian dengan data BPS Gambar 18 Perubahan pola bera-palawija-padi (a), dan padi-palawija-bera (b)
5 9 10 11 12 13 13 14 15 16 17 18 18 19 20 22 23 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Script untuk mereduksi noise dengan metode wavelet tranform Hasil klasterisasi menggunakan algoritma k-means clustering Hasil analisis autocorrelation semua cluster Tabel koordinat yang dipilih pada validasi Google Earth
29 30 34 35
PENDAHULUAN Latar Belakang Pola tanam merupakan susunan tanam pada suatu lahan selama beberapa tahun mulai dari masa pengolahan tanah sampai panen. Pola tanam di daerah tropis biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan terutama pada daerah atau lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Terdapat dua jenis pola tanam yaitu monokultur (pola tanam dengan satu komoditas) dan Polikutur (pola tanam lebih dari satu komoditas). Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan untuk memanfaatkan sumber daya secara optimal dan untuk menghindari resiko gagal panen. Dalam usaha memelihara penggunaan pola tanam yang efisien pada areal pertanian, maka diperlukan sistem monitoring yang mampu mengamati, menganalisa, menyajikan, serta membuat model-model keputusan sehingga aktifitas pertanian yang berkelanjutan tetap terjaga (Uchida 2010). Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi pendekatan terintegrasi yang dapat memodelkan masalah-masalah pertanian berhubungan dengan usaha monitoring penggunaan lahan dan proteksi stabilitas lingkungan. Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu atau teknologi untuk memperoleh informasi atau alam melalui analisis suatu data yang diperoleh dari rekaman objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Perekaman atau pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan dengan menggunakan sensor yang dipasang pada pesawat terbang atau satelit (Lillesand dan Keifer 1997). Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan data atau informasi tentang sumberdaya alam dataran dan sumberdaya kelautan secara teratur dan periodik. Data-data tersebut berasal dari rekaman sensor yang memiliki kharakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian dan menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang dihasilkan (Richards dan Jia 2006). Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi energi elektromagnetik (Purwadhi dan Hardiyanti 2001). Teknologi satelit digunakan untuk kegiatan penginderaan jauh atau pemantauan perubahan lahan dikarenakan kegiatan ini memerlukan data dan informasi secara berkala, luas, dan cepat sehingga membutuhkan sensor MODIS. Citra MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectrodiometer) merupakan salah satu teknologi penginderaan jauh yang tepat dalam kegiatan pemantauan kondisi lahan atau kondisi pertanian untuk skala pulau. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Setiawan et al. (2014) dalam sebuah jurnal yang membahas dinamika perubahan lahan padi menggunakan citra MODIS. Penelitian tersebut dilakukan pada areal Pulau Jawa. Hasil dari penelitian tersebut dapat menampilkan pendugaan pola tanam padi dari tahun 2001 sampai tahun 2007 dengan nilai akurasi 71.11%. Pada penelitian kali ini dilakukan pendugaan pola tanam padi yang terletak di Provinsi Lampung dengan menggunakan citra MODIS berbasis waktu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah pola tanam yang ada serta untuk mengoptimalkan produktivitas pertanian di Provinsi Lampung.
2 Perumusan Masalah Pola tanam diterapkan untuk mengoptimalkan produktivitas pertanian dan menghindari gagal panen. Sehingga diperlukan monitoring pola tanam secara berkala untuk menjamin produktivitas lahan pertanian. Pemantauan lahan dengan cara manual membutuhkan waktu yang lama dan menghabiskan biaya. Untuk itu, diperlukan analisis citra satelit MODIS agar dapat menganalisis pola tanam dengan cepat sehingga pertanian bekelanjutan dapat tetap terjaga.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menentukan luas dan mengidentifikasi pola tanam lahan pertanian dengan menggunakan metode k-means clustering pada penginderaan jauh dari data citra MODIS Provinsi Lampung tahun 2001 – 2014.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berfokus pada identifikasi pola tanam di Provinsi Lampung menggunakan k-means clustering dengan menggunakan software Rstudio. Identifikasi dilakukan dengan menganalisa data cluster dan menentukan pola tanam berdasarkan nilai Enhanced Vegetation Index.
TINJAUAN PUSTAKA Pola Tanam Pola tanam merupakan urutan penggunaan lahan pertanian dalam kurun waktu tertentu. Pola tanam merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya ini dapat dikembangkan bentuk pola tanam lain. Pola tanam merupakan salah satu bentuk teknologi budidaya pertanian yang bertujuan untuk mengoptimalkan semua potensi yang berkaitan dengan efisiensi lahan. Pola tanam di daerah tropis berbeda dengan di daerah non tropis. Daerah tropis pertanian dapat dilaksanakan sepanajang tahun. Akan tetapi, syarat tumbuh optimal untuk setiap jenis tanaman berbeda dalam kaitanya dengan musim yang ada di daerah tropis (Wirosoedarmo 1985). Ada tanaman yang baik dibudidayakan pada curah hujan tinggi, ada tanaman yang sesuai dengan curah hujan rendah, ada juga yang tumbuh di dua musim tersebut. Secara umum, pola tanam dapat di bedakan menjadi dua, yaitu pola tanam tunggal (monokultur) dan pola tanam ganda (polikultur). Pertanian monokultur merupakan pola tanam dengan hanya menanam satu jenis komoditas pada suatu lahan pertanian dalam kurun waktu tertentu. Pertanian polikultur merupakan suatu pola pertanaman dengan membudidayakan lebih dari satu jenis komoditas pada suatu lahan pertanian dalam kurun waktu tertentu. Pada penelitian kali ini berfokus pada pertanian monokultur.
3 Pada dasarnya, penentuan pola tanam akan sangat tergantung kepada kearifan lokal dimana pola tersebut dilaksanakan dan juga ketersediaan sumber daya yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, khususnya ketersediaan air. Pada pedesaan dengan pola pertanian subsisten (digunakan untuk mencukupi kebutuhan sendiri), pola tanam yang banyak digunakan adalah polikultur karena meminimalisir adanya gagal panen satu jenis komoditas. Untuk pertanian dengan tujuan komersial, pola tanam yang banyak digunakan adalah monokultur karena bisa mengintensifkan satu jenis komoditas yang bernilai ekonomi tinggi. Selain pola tanam, ada juga istilah yang disebut dengan pola hubungan tanaman, yaitu hubungan yang dibentuk antar individu-individu tanaman pada lahan yang telah ditanami. Pola hubungan tanaman bertujuan untuk mengatur semua individu tanaman agar dapat memanfaatkan semua lingkungan tumbuhnya untuk tumbuh optimal dan seragam, serta untuk pertimbangan teknis lainya. Ada beberapa macam pola hubungan tanaman. Pertama, pola hubungan barisan (row spacing), pola hubungan sama sisi (square spacing), dan pola hubungan segitiga sama sisi (equidistance spacing). Pola hubungan tanam adalah gambaran rencana tanaman berbagai jenis tanaman yang akan dibudidayakan dalam suatu lahan beririgasi dalam satu tahun. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola tanam yaitu iklim, topografi, debit atau ketersedian air), jenis tanah, dan sosial ekonomi.
Sistem Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote sensing (ASPRS 1983), penginderaan jauh didefinisikan sebagai ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi suatu objek atau fenomena menggunakan suatu alat perekam dari kejauhan tanpa melakukan kontak fisik dengan objek atau fenomena yang diamati (Setiawan et al. 2014). Penginderaan jauh tidak hanya mencakup kegiatan pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pengolahan data secara komputerisasi dan interpretasi (manual), analisis citra, dan penyajian data yang diperoleh. Kegiatan penginderaan dibatasi pada penggunaan energi elektromagnetik (Verbesselt et al. 2012). Berdasarkan sifat sumber energi elektromagnetik yang digunakan, penginderaan jauh dibedakan atas penginderaan jauh pasif (passive remote sensing) dan penginderaan jauh aktif (active remote sensing). Penginderaan jauh pasif merupakan suatu sistem yang menggunakan energi seperti reflektansi energi matahari atau radiasi dari objek secara langsung. Beberapa sensor yang menggunakan sistem ini adalah MSS, TM, ETM+, NOAA, AVHRR, MOS-1, MESSR, IRS, dan potret udara. Sedangkan penginderaan jauh aktif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi buatan seperti gelombang. Beberapa sensor yang menggunakan ini sistem ini adalah RADAR, RADARSAT, ERS-1, JERS-1, SLAR, dsb. Kualitas data yang diperoleh dipengaruhi oleh komponen yang terlibat secara langsung. Menurut Butler et al. (1988) komponen yang terlibat pada proses pengumpulan data terdiri dari sumber energi elektromagnetik, atmosfer sebagai media lintasan energi elektromagnetik, keadaan
4 objek sebagai fenomena yang diamati, dan sensor sebagai alat yang mendeteksi radiasi elektromagnetik dari suatu objek dan merubahnya menjadi sinyal yang selanjutnya dapat direkam dan diproses.
Citra MODIS MODIS merupakan sensor yang berguna untuk menyediakan data darat, laut, dan atmosfer secara berkesinambungan. Sensor MODIS terpasang pada satelit Terra dan Aqua. Satelit Terra dan Aqua dirancang juga untuk membawa sensor lain yaitu Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) dan Coastal Zone Color Scanner (CZCS) (Sudiana dan Diasmara 2008). Satelit Terra dan Aqua memiliki orbit selaras matahari (sun synchronous) dan dekat kutub (nearpolar). Satelit mengorbit bumi 2 hari sekali dengan ketinggian 705 kilometer diatas permukaan bumi. Field of View MODIS adalah ± 55o dan lebar sapuan 2330 km. Citra yang dihasilkan memiliki tiga resolusi spasial yaitu 250 meter, 500 meter, dan 1000 meter dengan total kharakteristik panjang gelombang 36 buah saluran dan 12-bit kepekaan radiometik (Sari et al. 2010). Satelit Terra berhasil diluncurkan pada Desember 1999 dan disempurnakan dengan satelit Aqua pada tahun 2002. MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan) pada ketinggian 705 m dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 waktu lokal. MODIS memiliki kelebihan dibandingkan NOAA-AVHRR. Diantara kelebihanya adalah lebih banyaknya spektral panjang gelombang (resolusi radiometrik) dan lebih telitinya cakupan lahan (resolusi spasial) serta lebih kerapnya frekuensi pengamatan (resolusi temporal). Hasil dari citra MODIS dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi, dan tutupan lahan. Riset yang sudah dikembangkan antara lain pendeteksi kebakaran hutan, pendeteksi perubahan tutupan lahan dan pengukuran suhu permukaan bumi dipadukan dengan data albedo (fraksi cahaya yang dipantulkan permukaan bumi) dimanfaatkan untuk pemodelan iklim. Dengan resolusi spasial yang semakin tinggi, dimungkinkan riset tentang prakiraan, dampak serta adaptasi regional yang diperlukan dalam menghadapi perubahan lingkungan global.
Indeks Vegetasi Indeks vegetasi merupakan nilai yang diperoleh dari gabungan beberapa spektral band spesifik dari citra penginderaan jauh. Gelombang indeks vegetasi diperoleh dari energi yang dipancarkan oleh vegetasi pada citra penginderaan jauh untuk menunjukan tingkat kehijauan dan jumlah dari suatu tanaman. Tanaman memancarkan dan menyerap gelombang yang unik sehingga keadaan ini dapat dihubungkan dengan pancaran gelombang dari objek-objek yang lain sehingga dapat dibedakan antara objek vegetasi dan objek selain vegetasi (Horning 2004). Indeks vegetasi pada dasarnya hanya menggunakan saluran merah (visible) dan saluran inframerah dekat (NIR). Ini dikarenakan tanaman hidup menyerap gelombang tampak biru dan merah sedangkan gelombang hijau dipantulkan sehingga mata manusia dapat mendeteksi warna hijau pada tanaman.
5
Gambar 1 Ilustrasi reflektan pada tanaman (sumber: rintoarjani.wordpress.com)
Terdapat beberapa macam indeks vegetasi yang sering digunakan untuk aplikasi-aplikasi tertentu. Indeks vegetasi pertama adalah Ratio Vegetation Index (RVI) yang dipublikasikan oleh Jordan (1969). Salah satu indeks vegetasi yang paling terkenal adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dipublikasikan oleh Deering (1978). Kedua indeks vegetasi ini menggunakan band atau saluran pada panjang gelombang inframerah dekat (NIR) dan merah (red). Selain RVI dan NDVI, masih banyak jenis-jenis indeks vegetasi yang bisa diterapkan untuk berbagai keperluan pemetaan vegetasi diantaranya Tranformed Vegetation Index (TVI), Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI), Tranformed Normalized Difference Vegetation Index (TNDVI), Atmospherically Ressistant Vegetation Index (ARVI), Enhanced Vegetation Index (EVI) dan lain-lain.
NDVI dan EVI NDVI atau Normalized Difference Vegetation Index merupakan index vegetasi yang menggambarkan tingkat kehijauan suatu tanaman. Index vegetasi merupakan kombinasi matematis antara saluran merah dan saluran NIR (NearInfrared Radiation) yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer 1997). Sehingga untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat kecerahan saluran merah dan saluran inframerah dekat. Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada saluransaluran tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukan nilai rasio yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangant rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan kedua saluran tersebut akan sangat tinggi (maksimum). Menurut Ryan (1997), perhitungan NDVI berdasarkan prinsip bahwa tanaman hijau tumbuh secara sangat efektif dengan menyerap radiasi di daerah spektrum cahaya tampak atau Photosynthetically Active Radiation (PAR). Sementara itu, tanaman hijau sangat memantulkan radiasi dari daerah inframerah dekat. Konsep pola spektral yang didasarkan oleh prinsip ini menggunakan citra saluran merah adalah sebagai berikut :
6 𝑁𝐷𝑉𝐼 =
𝑁𝐼𝑅 −𝑅𝐸𝐷 𝑁𝐼𝑅 +𝑅𝐸𝐷
.................................................................................... (1)
Nilai NDVI merupakan selisih antara saluran inframerah dan saluran merah dibagi dengan jumlah antara saluran inframerah dan saluran merah. Sehingga rentang nilai yang dihasilkan hanya berkisar antara -1 sampai 1. Semakin mendekati nilai satu maka menunjukan tingkat aktivitas fotosintesis pada tanaman semakin tinggi dan mengindikasikan tanaman sehat. Sebaliknya, apabila nilai NDVI mendekati nilai minus satu maka menunjukan tingkat aktivitas fotosintesis pada tanaman semakin rendah dan mengindikasikan tanaman kurang sehat. Kisaran umum untuk vegetasi hijau ada pada rentan 0.2 sampai 0.8. Beberapa varian dan penyempurnaan NDVI telah banyak dikembangkan. Contohnya, Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI), dan Atmospherically Ressistant Vegetation Index (ARVI). Salah satu pengembangan indeks vegetasi yang merupakan penurunan SAVI dan ARVI adalah Enhanced Vegetation Index (EVI) yang lebih tahan terhadap pengaruh komposisi aerosol, atmosfir, dan pengaruh variasi tanah. EVI dirumuskan sebagai berikut: 𝐸𝑉𝐼 = 𝐺 ×
(𝑁𝐼𝑅 −𝑅𝐸𝐷 ) 𝑁𝐼𝑅 +𝐶1×𝑅𝐸𝐷 −𝐶2×𝐵𝐿𝑈𝐸 +𝐿
........................................................ (2)
NIR, RED, dan BLUE merupakan reflektansi yang sudah dikoreksi sepenuhnya atau sebagian terhadap gangguan atmosfer. Agar tahan terhadap distorsi atmosfir, EVI menggunakan informasi saluran cahaya biru. Variabel C1 dan C2 pada persamaan diatas merupakan faktor pembobotan untuk mengatasi aerosol, sedangkan variabel L adalah faktor koreksi efek kanopi dan tanah, sedangkan G merupakan faktor skala agar nilai EVI berada pada rentang antara -1 hingga 1.
Noise dan Tranformasi Wavelet Noise adalah permasalahan yang sering terjadi pada proses pengolahan data citra satelit. Noise selalu terjadi dalam proses pengolahan informasi digital. Hal ini mengakibatkan informasi yang diterima sering mengalami gangguan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Noise menyebabkan nilai intensitas piksel tidak memberikan nilai intensitas piksel yang sebenarnya. Intensitas noise yang tinggi maupun rendah dapat menurunkan kualitas citra dan menyebabkan hilangya detail informasi citra. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses reduksi noise atau denoising yang bertujuan untuk memperoleh hasil citra yang lebih akurat dan mendekati aslinya (Gunara et al. 2007). Proses denoising yang digunakan pada penelitian ini adalah metode tranformasi wavelet. Transformasi wavelet merupakan uraian dari suatu sinyal atau citra menggunakan fungsi wavelet. Tranformasi wavelet memiliki prinsip dasar membagi data menjadi komponen-komponen frekuensi yang berbeda atau yang disebut dengan proses dekomposisi. Proses tranformasi sinyal menjadi koefisienkoefisien wavelet diperoleh dengan filtering menggunakan highpass filter dan
7 lowpass filter yang kemudian dilakukan proses downsampling. Proses downsampling adalah proses untuk mengurangi sampel sinyal menjadi setengahnya dan tetap mempertahankan periodenya. Downsampling dapat dilakukan dengan cara menghilangkan titik-titik yang bernomor ganjil dan hanya mengambil sampel yang berindeks genap. Sedangkan untuk menggabungkan koefisien-koefisien wavelet dinamakan rekontruksi yaitu proses yang merupakan kebalikan dari proses dekomposisi (Pramiswari et al. 2012).
K-means Clustering Pengelompokkan data merupakan salah satu penggalian data yang bertujuan untuk membagi data yang ada kedalam satu atau lebih cluster berdasarkan kharakteristiknya. Data dengan kharakteristik yang sama dikelompokkan dalam satu cluster dan data dengan kharakteristik berbeda dikelompokkan kedalam cluster lain. Penelitian ini menggunakan k-means clustering untuk mengklasifikasi masing-masing data. Algoritma k-means clustering memiliki ketelitian yang cukup tinggi terhadap ukuran data, sehingga algoritma ini relatif lebih terukur dan efisien untuk pengolahan data dalam jumlah besar (Simamora 2005). Pada algoritma k-means clustering terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan yaitu menentukan nilai k, mengalokasikan data ke dalam cluster secara sembarang, menghitung centroid sampel yang ada di masing-masing cluster, dan mengalokasikan masing-masing data ke centroid terdekat. Apabila masih ada objek yang berpindah cluster atau masih ada perubahan nilai centroid, lakukan kembali perhitungan centroid sampel yang ada di masing-masing cluster dan mengalokasikan kembali masing-masing data ke centroid terdekat (Agusta 2007).
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan citra satelit sebelumnya telah banyak dilakukan terutama di daerah Pulau Jawa akan tetapi analisis pola tanam menggunakan citra MODIS di Provinsi Lampung belum pernah dilakukan. Salah satu penelitian yang menggunakan citra MODIS dilakukan oleh Setiawan et al. (2014) yaitu melakukan analisis perubahan pola tanam padi di Pulau Jawa. Pada penelitian tersebut menganalisis data temporal nilai EVI menggunakan citra MODIS MOD13Q1 komposit 16 hari dengan time-series 2000-2007 dan dapat mengklasifikasi 8 jenis pola tanam padi yang ada di Pulau Jawa. Selain itu, penelitian yang dilakukan Xiao et al. (2004) berhasil untuk memetakan lahan padi sawah di 13 provinsi di Cina yang bertujuan untuk mendukung data pertanian khususnya padi dengan ciri fisik yang unik secara temporal pada skala besar dengan menggunakan citra MODIS MOD09A1 komposit 8 harian. Penelitian dengan menggunakan citra MODIS juga dilakukan Avicienna (2011) untuk mengidentifikasi lahan pertanian yang berkelanjutan di daerah Jawa Barat berdasarkan nilai EVI.
8
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2015 sampai dengan bulan Februari 2017 dengan cakupan wilayah Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan di bagian Teknik Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakulatas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Jenis Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.dari citra MODIS. Data sekunder yang digunakan merupakan citra MODIS tipe MOD13Q1 (16 hari dengan resolusi 250 m, lokasi MODIS h28v09 dari tahun 2001 sampai dengan 2014 sebanyak 322 band), dan peta administrasi Provinsi Lampung. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian No. 1
2
Jenis Data Citra satelit MODIS, h28v09, tahun 2001 – 2014 sebanyak 322 band Peta RBI 50k Penutupan Lahan Provinsi Lampung
Ektraksi Data File ektensi hdf yang di ekstrak (mengambil nilai EVI) dan di konversi menjadi tif Proses clipping file ektensi tif oleh file shp lahan sawah
Sumber Data Website USGS
Badan Informasi Geospasial
Alat dan software penunjang yang digunakan untuk pengolahan data citra satelit ini antara lain : 1. Rstudio 2. Quantum GIS 2.8.2 3. Microsoft Excel 4. Laptop/Personal Computer
Prosedur Analisis Data Penelitian ini dilaksanakan dengan melalui beberapa tahap, yaitu : 1) tahap persiapan, studi literatur, dan pengumpulan data, 2) tahap pra-pengolahan citra MODIS, 3) tahap analisis citra MODIS, 4) tahap analisis pola tanam. Tahap-tahap tersebut akan dijelaskan sebagai berikut dan dapat dilihat bagan alirnya pada Gambar 2.
9 Mulai
Citra MODIS 2001 - 2014, peta administrasi, dan lahan sawah Provinsi Lampung
Ektraksi nilai EVI Stacking data
Clipping berdasarkan peta administrasi dan lahan pertanian Provinsi Lampung
Tranformasi wavelet untuk mereduksi noise
Klasifikasi data menggunakan metode k-means clustering
Identifikasi pola tanam tiap cluster
Groundcheck menggunakan Google Earth
Selesai
Gambar 2 Diagram alir penelitian Tahap Persiapan Pada tahap persiapan dilakukan pemilihan tema penelitian, studi literatur, pembuatan proposal, dan pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian serta penentuan metode yang akan digunakan pada tahap analisis data. Tahap pengumpulan data diantaranya ialah mengumpulkan data MODIS yang akan digunakan dalam proses penelitian.
10 Pada tahap persiapan penelitian ini menggunakan beberapa data antara lain peta lahan pertanian Provinsi Lampung dari website Badan Informasi Geografis (BIG) dalam format shp untuk dilakukan clipping pada lahan sawah di daerah pertanian dan peta administrasi Provinsi Lampung. Citra MODIS yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kode MOD13Q1 yang berarti mampu mengidentifikasi lahan sawah dan memiliki resolusi spasial 250 meter. Citra MODIS MOD13Q1 merilis data setiap 16 hari selama satu tahun dimulai dari hari pertama di awal tahun. Jadi, situs NASA (earthexplorer.usgs.gov) merilis 23 citra MODIS pada titik yang sama setiap tahun. Citra MODIS yang digunakan pada penelitian ini terletak pada scene h28v09 yang merupakan sekitar daerah Provinsi Sumatera Selatan sampai Provinsi Jawa Tengah. Citra MODIS dapat langsung di unduh gratis dari situs NASA. Pra-pengolahan Citra Pada tahap awal setelah data terkumpul adalah tahap pra-pengolahan citra. Pada tahap ini citra MODIS yang telah diunduh dari situs NASA akan dilakukan beberapa proses diantaranya ektraksi nilai EVI, stacking data, pemotongan lahan pertanian dan reduksi noise. Penelitian ini dimulai dengan cara mengunduh file berformat hdf mulai dari tahun 2001 – 2014 sebanyak 322 buah data. Kemudian, untuk prosedur pertama yang harus dilakukan adalah mengektraksi nilai EVI sehingga dapat digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya. Setelah itu, penelitian dilanjutkan dengan stacking data yaitu menggabungkan 322 file yang sudah diektraksi nilai EVI nya dalam format tif menjadi 1 buah file. Proses stacking data dilakukan dengan menggunakan software QuantumGIS 2.8.2. Hasil dari proses stacking data dapat terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Hasil stacking data Gambar 3 menampilkan hasil stacking data pada lokasi h28v09 yang terdiri dari Provinsi Sumatra Selatan sampai dengan Jawa Tengah. Tahap selanjutnya yaitu melakukan clipping data berupa pemotongan peta yang sudah di stacking terhadap peta lahan sawah. Dari proses clipping tersebut, dihasilkan daerah pertanian pada Provinsi Lampung seperti yang terlihat pada Gambar 4.
11
Gambar 4 Hasil clipping peta lahan pertanian Tahap selanjutnya yaitu dengan melakukan tranformasi wavelet yang bertujuan untuk mengurangi gangguan atau noise yang terjadi pada perekaman data citra MODIS. Tranformasi wavelet ini dilakukan dengan menggunakan software Rstudio pada 322 titik data citra MODIS time series pada level 1 dengan filter coiflet 1. a. Ektraksi Nilai EVI Data citra MODIS yang di unduh dari situs NASA masih berupa format hdf yang mencakup beberapa indeks vegetasi seperti NDVI, EVI, kualitas indeks vegetasi, reflektan merah, reflektan biru, reflektan NIR dan lain-lain dengan jumlah total 12 indeks vegetasi. Jadi, masing-masing titik piksel yang terdapat pada peta menyimpan informasi 12 nilai indeks vegetasi yang berbeda-beda sesuai dengan indeks yang sudah ditentukan. Pada data citra MODIS dengan format hdf yang telah di unduh, Setiap 1 buah data hanya mewakili 1 data citra MODIS yang memiliki jarak 16 hari dari data berikutnya. Sehingga untuk melakukan pengolahan data citra MODIS mulai dari tahun 2001 sampai 2014, dibutuhkan sebanyak 322 buah data citra MODIS. Setelah semua data telah di unduh, kemudian masuk ke tahap ektraksi. Pada tahap ini file berformat hdf dikonversi menjadi berformat tif sehingga dapat digunakan untuk proses pengolahan berikutnya. Sedangkan 12 nilai indeks vegetasi dipisahkan, sehingga hanya nilai EVI yang akan digunakan. Ektraksi nilai EVI dilakukan satu per satu dari total 322 buah data dengan menggunakan software Quantum GIS 2.8.2. Pada software Rstudio yang digunakan untuk pengolahan citra MODIS, tidak dapat membaca file dengan format hdf untuk itu selain ektraksi nilai EVI
12 perlu dilakukan konversi dari file hdf ke tif sehingga dihasilkan file ektraksi berupa nilai EVI dalam format tif yang dapat digunakan untuk proses pengolahan citra. Gambar 5 menunjukan satu file tif dari total 322 buah nilai EVI yang di ektraksi pada scene h28v09.
Gambar 5 Citra MODIS nilai EVI dalam format tif b. Stacking data Pada proses stacking data dilakukan proses penyatuan data dari 322 data EVI yang telah ada (citra MODIS dari tahun 2001 – 2014) dijadikan satu buah file data sehingga dari setiap satu titik piksel terdapat 322 nilai EVI yang berbedabeda berdasarkan waktu perekaman pada titik yang sama. Proses stacking data dilakukan dengan menggunakan software QuantumGIS 2.8.2. Output dari proses stacking data ini adalah satu buah file dalam format tif dengan ukuran file merupakan jumlah dari 322 file sehingga proses ini memakan waktu yang cukup lama. Setelah proses penggabungan data selesai kemudian file dipotong sesuai dengan peta lahan sawah Provinsi Lampung sehingga keluaran yang dihasilkan hanya menggambarkan citra MODIS nilai EVI yang ada di Provinsi Lampung. Dengan dilakukannya proses stacking data ini, maka akan dihasilkan satu buah file dengan format tif dengan kapasitas data yang besar yaitu sesuai dengan total jumlah 322 file tersebut sehingga dibutuhkan ruang harddisk yang cukup besar pada penelitian ini.
13
Citra MODIS 2001 - 2014
Stacking data dengan menggunakan QuantumGIS 2.8.2
Citra MODIS 2001 - 2014
Gambar 6 Ilustrasi proses stacking data citra MODIS c. Clipping data Pada proses clipping data yaitu dilakukan pemotongan nilai EVI Provinsi Lampung dengan menggunakan peta lahan pertanian sehingga nilai EVI yang dihasilkan hanya pada daerah pertanian dan daerah yang bukan merupakan daerah pertanian akan menunjukan nilai 0 atau tidak ada data. Hal ini menyebabkan tampilan peta sulit untuk dikenali untuk itu peta perlu di gabungkan dengan peta administrasi sehingga dapat terlihat batas-batas daerah pada Provinsi Lampung. setelah dilakukan proses stacking dan clipping, selanjutnya dilakukan proses reduksi noise yang merupakan tahap akhir sebelum memasuki tahap pengolahan citra untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi data.
Gambar 7 Peta administrasi sebelum dan sesudah digabung dengan sawah d. Reduksi Noise Noise adalah suatu gangguan yang dapat terjadi disaat perekaman data sedang berlangsung sehingga menyebabkan data tidak sesuai seperti yang diharapkan. Telah banyak metode yang digunakan untuk mereduksi atau mengurangi gangguan. Salah satunya ialah tranformasi wavelet. Metode tranformasi wavelet digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengurangi gangguan yang sering terjadi antara nilai EVI di setiap titik piksel. Gangguan pada citra satelit sering terjadi disebabkan karena akurasi sensor citra MODIS terganggu oleh beberapa faktor seperti awan dan sebagainya sehingga menimbulkan noise yang dapat mempengaruhi proses pengolahan citra. Gambar 8 menunjukan grafik salah satu piksel sebelum dan sesudah dilakukan tranformasi wavelet pada nilai EVI. Terlihat pada grafik hasil tranformasi wavelet (merah) tampak lebih halus dibandingkan nilai asli EVI (biru). Hal ini, sangat penting untuk dilakukan sehingga didapatkan hasil klasterisasi yang lebih akurat. Script pemrograman untuk melakukan reduksi noise dapat dilihat di Lampiran 1.
14 12000 10000
EVI
8000 6000 Sebelum 4000
Sesudah
2000
1 18 35 52 69 86 103 120 137 154 171 188 205 222 239 256 273 290 307
0
Hari ke-
Gambar 8 Sebelum (biru) dan sesudah (merah) tranformasi wavelet e. Klasfikasi dan Identifikasi Pola Tanam Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis k-means clustering. Algoritma k-means clustering adalah metode iterasi sederhana untuk membagi kumpulan data menjadi beberapa cluster yang sudah ditentukan jumlahnya (Ye et al. 2009). Algoritma ini bekerja dengan menggunakan centroid atau rata-rata untuk menentukan cluster. Langkah pertama yaitu membagi data pada beberapa cluster yang ditentukan terlebih dahulu jumlahnya. Setelah itu menentukan centroid dari setiap data. Kemudian dihitung jarak antara centroid dengan data tersebut. Suatu objek data termasuk dalam cluster tersebut jika memiliki jarak terpendek antara data dengan centroid pada cluster tersebut. Secara umum algoritma k-means adalah sebagai berikut: 1. Menentukan banyaknya cluster. 2. Menentukan cluster secara acak 3. Menghitung centroid dari setiap cluster. 4. Menghitung jarak dari centroid 5. Mengelompokkan data sesuai cluster dari jarak terdekat 6. Hitung kembali centroid dari setiap cluster. Jika centroid berubah kembali ke tahap 4. Jika centroid tidak berubah proses klasterisasi selesai. Pengelompokkan data ditentukan dari kemiripan nilai EVI setiap piksel yang ada pada citra MODIS. Pengelompokkan akan terus dilakukan jika centroid berubah sehingga dibutuhkan beberapa pengulangan atau iterasi sampai di dapatkan 12 cluster dengan kemiripan nilai yang berbeda. Jika centroid tidak berubah setelah pengelompokkan ulang, maka proses klasterisasi selesai. Penelitian ini menggunakan software Rstudio untuk melakukan metode k-means clustering dan menggunakan 12 cluster. Diagram alir proses algoritma k-means clustering dijelaskan pada Gambar 9.
15 Mulai
Menentukan jumlah cluster (k)
Menentukan cluster secara acak
Menghitung centroid tiap cluster
Menghitung jarak dari centroid
Mengelompokkan sesuai jarak terdekat
Hitung kembali centroid tiap cluster
Ya
Centroid berubah ? Tidak Selesai
Gambar 9 Diagram alir k-means clustering Kemudian setelah dilakukan proses pengolahan data k-means clustering, dilanjutkan dengan proses klasifikasi dan identifikasi lahan pertanian. Dari hasil analisis k-means clustering tersebut akan didapatkan nilai EVI yang dikelompokan setiap cluster sebanyak yang telah ditetapkan pada penelitian ini yaitu 12 cluster. Nilai EVI akan memiliki kharakteristik yang hampir sama dalam setiap cluster. Setiap cluster yang sudah di klasifikasi dan identifikasi akan ditampilkan pada peta. Setelah itu, penelitian dilanjutkan dengan analisis autocorrelation dan menghitung luas lahan berdasarkan cluster yang telah ditentukan.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Citra MODIS Provinsi Lampung Pada penelitian ini, pengolahan citra dilakukan dengan melalui tahap klasterisasi yaitu proses membagi data kedalam beberapa cluster yang sudah ditentukan jumlahnya. Pada penelitian ini telah dilakukan proses k-means clustering pada Provinsi Lampung yang terbagi kedalam 11 cluster daerah pertanian dan 1 cluster merupakan daerah non pertanian. Selanjutnya, pada penelitian ini, klasifikasi dan identifikasi dilakukan pada 11 cluster tersebut. Klasifikasi dan identifikasi dilakukan dengan cara menghitung rata-rata nilai EVI dari total jumlah piksel tiap cluster sehingga setiap cluster dapat diwakili dengan 1 buah grafik yang menampilkan hubungan antara rata-rata nilai EVI terhadap jumlah data pertahun selama 14 tahun. Dari grafik tersebut, dapat ditentukan beberapa pola tanam lahan pertanian dengan cara menghitung rata-rata nilai puncak dan lama tanamnya. Selanjutnya, pola tanam yang terbentuk di kelompokkan dengan analisa visual untuk cluster yang memiliki pola mirip dengan cluster lain. Dari hasil penelitian, pola tanam yang dapat berhasil di identifikasi adalah pola tanam padi-bera-padi, padi-palawija-bera, bera-palawijapadi, dan pola tanam tebu. Sedangkan sisanya dikelompokkan menjadi beberapa pola tanam lain. Hanya ada 3 pola tanam pada lahan sawah dan 1 pola tanam tebu yang dapat diidientifkasi dengan jelas pada penelitian ini. Ini dikarenakan sedikitnya luas lahan sawah di Provinsi Lampung yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) hanya berjumlah 360,237 hektar. Jumlah ini sangat berbeda jauh dibandingkan jumlah lahan sawah yang ada di Provinsi Jawa Barat yang mencapai 925,042 hektar. Sedangkan luas perkebunan di Provinsi Lampung lebih besar dibandingkan dengan luas sawah yang berjumlah 743,725 hektar termasuk tebu dan palawija. 0.7 0.6
EVI
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Gambar 10 Grafik pola tanam sawah (padi-bera-padi)
17 Pola tanam padi yang dapat diidentifikasi salah satunya adalah pola tanam dengan pola padi-bera-padi seperti yang ditunjukan pada Gambar 10. Grafik tersebut menunjukan rata-rata nilai EVI terhadap jumlah data pada cluster 7. Pola tanam ini diidentifikasi dengan cara memperhatikan nilai EVI tertinggi setiap tahunnya pada musim pertama. Kemudian diikuti dengan nilai EVI yang rendah pada musim kedua yang merupakan bera karena menunjukan nilai EVI yang rendah dan waktu yang singkat. Lalu nilai EVI kembali naik pada musim ketiga. Jadi, grafik ini dapat menggambarkan tanaman padi pada ditanam pada musim pertama dan ketiga. Sedangkan musim kedua merupakan bera. Kemudian pola yang dapat diidentifikasi selanjutnya ialah pola sawah padipalawija-bera seperti digambarkan pada Gambar 11. Pola tanam ini terbentuk dari grafik antara nilai EVI dan jumlah data pada cluster 9. 0.6 0.5
EVI
0.4 0.3 0.2 0.1 0
Gambar 11 Grafik pola tanam sawah (padi-palawija-bera) Pola tanam ini diidentifikasi dengan cara yang sama pada pola sebelumnya yaitu dengan menghitung nilai puncak EVI. Dari analisis tersebut, terlihat pola nilai EVI tertinggi terjadi di setiap tahun pada musim pertama dan kedua. Hal ini sama dengan sawah dengan pola tanam padi-bera-padi pada analisis sebelumnya. Pada pola tanam padi-bera-padi, memiliki perbedaan rata-rata waktu penanaman yang sedikit. Sedangkan pada pola pertanian padi-palawija-bera memiliki perbedaan waktu yang cukup jauh antara musim pertama dan musim kedua setiap tahunya sehingga dapat dikatakan bahwa musim pertama merupakan padi dan musim kedua merupakan palawija yang memiliki rata-rata lama penanaman yang lebih lama dari padi pada musim pertama. Sedangkan musim ketiga memiliki ratarata lama penanaman dua kali lebih pendek dibandingkan musim pertama dan kedua selain itu nilai EVI tertinggi yang terdapat pada musim ketiga jauh lebih rendah dibandingkan dengan musim pertama dan kedua sehingga musim ketiga dapat dikatakan bera. Selanjutnya, pola tanam ketiga yang dapat diidentifikasi adalah pola tanam bera-palawija-padi. Pola ini cukup sulit diidentifikasi dikarenakan berubah-ubah namun memiliki pola musim yang sama tiap tahun. Gambar 12 menunjukan grafik pola bera-palawija-padi.
18 0.45 0.4 0.35
EVI
0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
Gambar 12 Grafik pola tanam sawah (bera-palawija-padi) Dibandingkan dengan grafik yang telah diidentifikasi sebelumnya, grafik pola bera-palawija-padi sangat berbeda namun tetap memiliki tiga musim tanam. Musim pertama merupakan bera dikarenakan jangka waktu yang pendek dan nilai puncak EVI yang paling rendah. Sedangkan musim kedua merupakan palawija dikarenakan lama penananman yang jauh lebih lama dibandingkan dengan musim pertama dan ketiga. Musim ketiga yang merupakan padi memiliki nilai EVI tidak jauh berbeda dengan musim kedua namun lama penanamanya lebih singkat dibandingkan musim kedua. Kemudian untuk pola tanam selain padi, dihasilkan pola tanam pada perkebunan tebu yang ada pada cluster 11 dan ditampilkan pada Gambar 13. 0.7
0.6
EVI
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Gambar 13 Pola tanam tebu Pola tanam tebu dapat diidentifikasi dengan pola EVI yang tertinggi terjadi hanya satu kali dalam satu tahun. Hal ini sesuai dengan lama tanam tebu yang memerlukan waktu satu tahun mulai dari penanaman sampai masa panen.
19 Selain dari keempat pola tanam yang dapat diidentifikasi tersebut, grafik pada cluster lain menunjukan pola tanaman campuran. Pola tanam campuran tersebut diidentifikasi dengan cara visual. Pola tanam yang dapat diidentifikasi adalah pola tanam campuran tanaman tahunan dan pola tanam campuran hutan. Pada pola tanam campuran hutan tediri dari cluster 1, 4, 8, dan 12. Pola tanam campuran tanaman tahunan terdiri dari cluster 2, 6, dan 10. Pada pola tanam yang sudah di kelompokkan ini, masih terlalu sulit untuk diidentifikasi jika dilihat dari bentuk grafik tiap cluster. Pola tanam campuran yang telah dikelompokkan ini, ditampilkan pada Gambar 14. Pada penelitian ini tidak terdapat pola tanam sawah teridentifikasi (cluster 3,7, dan 9) yang mirip dengan cluster lain. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Milion (2016) mengenai dinamika penggunaan lahan sawah Jawa Timur, terdapat beberapa cluster pola tanam yang dapat dikelompokkan sehingga pada pola tanam tersebut ada lebih dari 1 cluster yang dapat diidentifikasi sebagai pola tanam yang sama. Pola tanam tiap cluster dapat dilihat pada Lampiran 2. 0.8 0.7 0.6 EVI
0.5 0.4
Cluster 1
0.3
Cluster 4
0.2
Cluster 8
0.1
Cluster 12
1/1/2014
1/1/2013
1/1/2012
1/1/2011
1/1/2010
1/1/2009
1/1/2008
1/1/2007
1/1/2006
1/1/2005
1/1/2004
1/1/2003
1/1/2002
1/1/2001
0
(a) 0.7 0.6
0.4 0.3
Cluster 2
0.2
Cluster 6
0.1
Cluster 10
1/1/2014
1/1/2013
1/1/2012
1/1/2011
1/1/2010
1/1/2009
1/1/2008
1/1/2007
1/1/2006
1/1/2005
1/1/2004
1/1/2003
1/1/2002
0 1/1/2001
EVI
0.5
(b) Gambar 14 Pola tanam campuran hutan (a), dan tanaman tahunan (b)
20 Identifikasi Pola Tanam Sebelum dilakukan analisis citra MODIS, pada penelitian ini dilakukan perhitungan data terlebih dahulu. Sehingga dari data hasil perhitungan tersebut, dapat ditentukan pola tanamnya dengan membandingkan kharakteristik nilai EVI dan masa tanamnya. Perhitungan data dilakukan dengan cara menentukan secara visual puncak dari nilai EVI setiap musim pertahunya. Sebagai ilustrasi, Gambar 15 menunjukan grafik pola padi-bera-padi tahun 2007. 0.6 0.5
EVI
0.4 0.3 0.2 0.1
m1
m3 m2
0
Gambar 15 Pola tanam sawah (padi-bera-padi) tahun 2007 Pada grafik tersebut, musim pertama, kedua, dan ketiga ditentukan dengan cara visual yaitu dengan melihat setiap gelombang yang terbentuk. Sedangkan penentuan jenis tanaman dibandingkan dengan nilai puncak EVI dan lama tanam. Dari hasil cluster, pola yang memiliki kemiripan dikelompokkan secara visual sehingga ditentukan kelompok pola tanam seperti pada Tabel 2. Pengelompokkan ini perlu dilakukan karena jika terdapat cluster yang mirip dengan cluster lainya, maka kedua cluster tersebut akan terbaca sebagai pola yang sama. Tabel 2 Pengelompokkan cluster Kelompok K1 K2 K3 K4 K5 K6
Cluster 7 9 3 11 2, 6, dan 10 1, 4, 8, dan 12
Dari pengelompokkan cluster tersebut dihasilkan 6 kelompok yang dapat digunakan untuk menentukan pola tanam. Pengelompokkan tersebut bertujuan untuk menghindari pola tanam yang sama setelah dilakukan perhitungan nilai puncak EVI. Sehingga setelah dikelompokkan secara visual, jika masing-masing kelompok berbeda pola bentuk grafik dengan kelompok lainya maka pola tanam yang terbentuk akan berbeda.
21 Proses identifikasi pola tanam dilanjutkan dengan cara menghitung rata-rata puncak nilai EVI dan lama penanaman berdasarkan jumlah data tiap musim. Data identifikasi ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata umur tanam dan puncak nilai EVI Pola Tanam Padi-bera-padi (K1) Padi-palawija-bera (K2) Bera-palawija-padi (K3) Tebu (K4) Tanaman tahunan (K5) Hutan (K6)
Musim 1 7.93 ± 0.730 8.07 ± 1.072 4.43 ± 1.284 16.36 ± 1.865 16.74 ± 1.784 16..93 ± 2.016
Jumlah data Musim 2 2.14 ± 0.535 8.86 ± 1.512 11.36 ± 1.336 -
Musim 3 7.86 ± 1.460 4.21 ± 1.672 6.64 ± 2.341 -
Musim 1 0.56 ± 0.028 0.47 ± 0.023 0.32 ± 0.041 0.54 ± 0.056 0.53 ± 0.028 0.57 ± 0.031
Puncak nilai EVI Musim 2 Musim 3 0.3 ± 0.027 0.42 ± 0.036 0.43 ± 0.018 0.37 ± 0.055 0.38 ± 0.019 0.36 ± 0.043 -
Pada tabel tersebut, terlihat bahwa terdapat 3 pola tanam yang diidentifikasi memiliki tiga musim pertahun dan pola tanam lainya merupakan tanaman yang tumbuh hanya setahun sekali sehingga hanya terdapat satu musim. Pola tanam campuran dominan tanaman tahunan dan hutan memiliki grafik yang hampir sama. Ini disebabkan karena masih sulit untuk mengidentifikasi pola tersebut dan juga pola hutan yang selalu menunjuka nilai EVI tinggi setiap tahunnya. Hal itu dapat dilihat dari nilai EVI pola tanam hutan yang lebih tinggi dari pola tanaman tahunan. Berbeda dengan kondisi di Provinsi Lampung yang hanya dapat diidentifikasi 4 pola tanam, terdapat berbagai pola tanam yang ada di Jawa Timur seperti padi-padi-bera, padi-padi-palawija, padi-palawija-palawija, dan padipalawija-bera. Hal ini dapat disebabkan oleh luas pertanian sawah di Provinsi Lampung yang hanya sepertiga dibandingkan dengan luas pertanian sawah di Provinsi Jawa Timur. Luasan pada tiap cluster dihitung dengan cara menghitung jumlah piksel yang ada pada tiap cluster. Kemudian, jumlah piksel tiap cluster tersebut dikalikan dengan resolusi yang digunakan. Citra MODIS yang digunakan pada penelitian ini memiliki resolusi 250 meter artinya tiap 1 piksel memiliki luas 250m x 250m sehingga tiap piksel memiliki luas 62,500 m2. Kemudian diubah dalam satuan hektar sehingga untuk menghasilkaan luas lahan tiap cluster dilakukan dengan cara jumlah piksel dikalikan dengan 6.25 ha. Perhitungan jumlah luas lahan pada cluster ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Luas lahan tiap cluster Cluster 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
Pola Tanam Hasil Identifikasi Campuran dominan hutan Campuran dominan tanaman tahunan Bera-palawija-padi Campuran dominan hutan Campuran dominan tanaman tahunan Padi-Bera-Padi Campuran Dominan Hutan Padi-palawija-bera Campuran dominan tanaman tahunan Tebu Campuran Dominan Hutan
Jumlah Piksel 41763 33978 7601 30089 26368 7432 42059 29809 36675 18146 48321
Luas Lahan (ha) 261018.75 212362.50 47506.25 188056.25 164800.00 46450.00 262868.75 186306.25 229218.75 113412.50 302006.25
22 Dari tabel 4 dapat terlihat bahwa pola tanam dominan hutan lebih banyak teridentifikasi dibandingkan dengan pola tanam yang lain kemudian diikuti dengan pola campuran dominan tanaman tahunan lalu pola tanam sawah dan tebu. Dengan demikian, dari hasil identifikasi terlihat bahwa pola tanam perkebunana di Provinsi Lampung lebih banyak dibandingkan dengan pola tanam sawah. Jika dijumlahkan sesuai dengan pertanian yang sudah diidentifikasi maka hasilnya ditunjukan pada Tabel 5. Tabel 5 Luas lahan pertanian yang diidentifikasi Jenis Pertanian Padi Tebu Perkebunan
Luas Lahan (ha) 280,263.00 113,412.50 719,793.75
Dari Tabel 5, terlihat bahwa jumlah luas padi hampir 3 kali lebih banyak dibandingkan dengan luas tebu. Namun, jumlah luas perkebunan 2 kali lebih besar dibandingkan dengan luas padi. Data ini kemudian dibandingkan dengan data yang dimiiliki oleh BPS untuk membandingkan hasil penelitian. Selanjutnya, setelah dilakukan klasifikasi dan identifikasi pola tanam lahan pertanian, dapat dilakukan pembuatan peta klasifikasi menggunakan software QuantumGIS 2.8.2. dan hasilnya seperti yang ditampilkan pada gambar 16.
Gambar 16 Hasil identifikasi sesuai dengan pola tanam Dari hasil identifikasi yang ditampilkan pada gambar 16, tampak pola tanam pertanian campuran dengan dominan hutan lebih besar dibandingkan dengan pola tanam lainya. Sedangkan paling sedikit adalah pola sawah padi-bera-padi dan pola bera-palawija-padi. Pola tanam sawah padi-palawija-bera lebih banyak ditanam pada daerah Lampung Tengah jika dibandingkan dengan pola tanam sawah lainya . Pada pola tanam tebu juga lebih banyak terletak di daerah Lampung Tengah. Di daerah Lampung Tengah terdapat PT. Gunung Madu Plantation (GMP) yang merupakan pabrik pembuatan gula tebu sehingga tebu lebih mudah diidentifikasi.
23 Sedangkan pada pola campuran dominan tanaman tahunan juga lebih banyak ditanam di daerah Lampung Tengah. Penelitian ini dilanjutkan dengan membandingkan data yang yang diperoleh melalui penelitian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik mengenai jumlah persawahan dan perkebunan di Provinsi Lampung. Gambar 17 menampilkan histogram perbandingan jumlah data padi, tebu, dan perkebunan yang telah ditampilkan pada Tabel 5 dengan data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik. Pada gambar 17, kolom pertama merupakan perbandingan jumlah lahan tanaman padi, kolom kedua merupakan perbandingan jumlah lahan tebu dan pada kolom ketiga merupakan perbandingan luas lahan semua perkebunan termasuk perkebunan tebu. 800000 700000
Luas (ha)
600000 500000 400000
hasil penelitian
300000
data BPS
200000 100000 0 Padi
Tebu
Perkebunan
Gambar 17 Perbandingan pola tanam hasil penelitian dengan data BPS Hasil perhitungan luas lahan yang dilakukan oleh BPS di Provinsi Lampung terhadap lahan sawah berjumlah 360,237 ha, lahan tebu berjumlah 145,476 ha, dan lahan perkebunan berjumlah 743,725 ha. Dengan demikian, akurasi yang dihasilkan pada penelitian ini terhadap data BPS sebesar 77.80% untuk tanaman padi, 77.96% untuk lahan tebu, dan 96.78% untuk lahan perkebunan. Pada penelitian ini, memiliki perbedaan luas lahan padi terhadap data BPS sebesar 79,975 ha, perbedaan luas tebu sebesar 32,063.5 ha, dan perbedaan luas lahan perkebunan sebesar 23,931.25 ha. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa perbedaan lahan yang terjadi pada lahan sawah merupakan yang terbesar dibandingkan dengan yang lain. Perbedaan ini dapat terjadi dikarenakan terdapat beragam jenis pertanian di Provinsi Lampung yang lebih sulit untuk diidentifikasi dibandingkan dengan tebu yang memiliki pola tanam tertentu dan hanya dipanen satu kali dalam setahun.
24 Analisis Perubahan Pola Tanam Analisis perubahan pola tanam dilakukan dengan menggunakan metode autokorelasi. Deteksi perubahan pola tanam dilakukan terhadap empat pola tanam yang sudah diidentifikasi sebelumnya sedangkan, untuk pola tanaman tahunan dan pola tanam hutan tidak perlu dilakukan analisisnya. Perubahan pola tanam yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Analisis perubahan pola tanam sawah Pola Tanam Bera-palawija-padi Padi-bera-padi Padi-Palawija-bera Tebu
Kelas 3 7 9 11
Perubahan Berubah Tetap Berubah Tetap
Perubahan pola tanam terjadi pada pola tanam bera-palawija-padi dan padipalawija-bera. Perubahan pola tanam bera-palawija-padi terjadi pada tahun 2009 sampai 2014 sedangkan pola tanam padi-palawija-bera berubah pada tahun 2013 dan 2014. Hasil semua analisis autokerelasi dapat dilihat pada Lampiran 3. 1.00
2001
0.40
2002
0.20
2003
0.20
2004
0.20
0.00
0.00 0.00
-1.00 0.40
0.40
0.00
-0.20 2005
0.20
-0.20 2006
0.20
-0.20 2007
0.20
2008
0.20 0.00
0.00
0.00
-0.20
-0.20
-0.20
0.00 -0.20 0.20
2009
0.20
2010
0.20
2011
0.20
0.00 0.00
0.00
0.00
-0.20
-0.20
-0.20
-0.20 -0.40 0.20
2013
0.20
0.00
0.00
-0.20
-0.20
2014
(a)
2012
25 1.00
2001
0.50
2002
0.50
2003
0.50
0.00
0.00
0.00
0.00
-1.00
-0.50
-0.50
-0.50
0.50
2005
0.50
2006
0.50
2007
0.40
2004
2008
0.20 0.00
0.00
0.00 0.00
-0.50 0.40
-0.50 2009
0.20
-0.50 2010
0.20
-0.20 2011
0.20
2012
0.20 0.00
0.00
0.00
-0.20
-0.20
-0.20
0.00 -0.20 0.20
2013
0.20
0.00
0.00
-0.20
-0.20
2014
(b) Gambar 18 Perubahan pola bera-palawija-padi (a), dan padi-palawija-bera (b) Perubahan pola tanam yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 18. Dari gambar tersebut, pola tanam yang ditandai dengan lingkaran menandakan mulai terjadi perubahan. Pada bagian (a) pola tanam bera-palawija-padi menunjukan pola yang sama dari tahun 2001 sampai 2008. Kemudian, mulai dari tahun 2009 grafik mulai menunjukan pola yang berbeda dari pola sebelumnya. Sedangkan, pada bagian (b) pola tanam padi-palawija-bera menunjukan pola yang sama dari 2001 sampai 2012 dan mulai berubah pada tahun 2013 dan 2014. Perubahan pola tanam ini dapat disebabkan karena konversi lahan pertanian dari padi menjadi pemukiman. Akurasi Pola Tanam Akurasi pola tanam ditentukan dengan menggunakan metode confusion matrix. Metode ini menggunakan sampel sebanyak 100 titik yang ditentukan secara acak pada tiap pola tanam yang sudah dikelompokkan. Banyaknya sampel tiap kelompok, ditentukan sesuai dengan jumlah luas kelompoknya sehingga, tiap kelompok memiliki jumlah sampel yang berbeda-beda.
26 Pada penelitian ini, proses validasi hanya menggunakan Google Earth. Sehingga, penentuan pola tanam hanya dilakukan dengan cara melihat secara visual bentuk dan warna dari citra yang terlihat berdasarkan koordinat yang dipilih. Dengan begitu, untuk 3 pola tanam padi yang telah diidentifikasi, pada proses validasi ini dijadikan satu jenis pola tanam padi. Data hasil dari confusion matrix ditampilkan pada Tabel 7. Koordinat yang dipilih untuk validasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 7 Hasil dari tabel confusion matrix Sampel data P1 P2 P3 Pola tanam padi (P1) 13 0 1 Tebu (P2) 0 6 0 Tanaman tahunan (P3) 0 0 22 Hutan (P4) 0 0 19 Akurasi keseluruhan = 72.00% Pola Tanam
P4 0 0 8 31
Akurasi pengguna (%)
92.86 100 73.33 62.00 n = 100
Dari Tabel 7, didapatkan akurasi pengguna terkecil yaitu sebesar 62 % yang merupakan pola tanam dominan hutan. Tingkat akurasi yang kecil dapat disebabkan karena ketidakmampuan sistem untuk mengidentifikasi pola tersebut. Selain itu, tingkat akurasi yang kecil juga dapat disebabkan oleh sensor MODIS dengan resolusi 6.25 hektar per piksel yang dianggap masih terlalu sulit untuk mengidentifikasi lahan sawah di Provinsi Lampung.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis pola tanam dengan menggunakan algoritma k-means clustering pada citra MODIS di Provinsi Lampung, didapatkan hasil identifikasi 6 pola tanam yaitu pola tanam sawah (padi-bera-padi), pola tanam sawah (padi-palawija-bera), pola tanam sawah (bera-palawija-padi), pola tanam tebu, pola tanam campuran dominan tanaman, dan pola tanam campuran dominan hutan. Luas lahan pola tanam pertanian yang dapat diidentifikasi yaitu untuk tanaman padi sebesar 280,263 ha, untuk tanaman tebu sebesar 113,412.5 ha, dan untuk tanaman perkebunan sebesar 719,793.75 ha. Akurasi data hasil penelitian yang dibandingkan dengan Badan Pusat Statistik sebesar 77.80% pada lahan sawah, 77.96% pada lahan tebu dan 96.78% pada lahan perkebunan. Sedangkan, akurasi penelitian yang didapatkan dari validasi sebesar 72.00%. Saran Kesulitan yang dihadapi pada penelitian ini adalah melakukan identifikasi lahan yang akurat. Masih banyak tanaman yang belum diketahui dikarenakan sensor citra MODIS dengan resolusi 6.25 hektar per piksel masih sulit untuk mengidentifikasi seluruh tanaman di Provinsi Lampung yang luas daerahnya tidak
27 terlalu besar. Sehingga, perlu resolusi citra yang lebih tinggi seperti LANDSAT untuk mendapatkan hasil identifikasi pola tanam yang lebih akurat .
DAFTAR PUSTAKA [ASPRS] American Society of Photogrammetry. 1983. Manual of Remote Sensing (ed. R. N. Colwell). Jilid 2. ASP. Washington DC. Agusta Y. 2007. K-means – Penerapan, Permasalahan, dan Metode Terkait. Jurnal Sistem dan Informatika. 3 : 47 – 60. Avicienna M. 2011. Teknik pemilihan lahan pertanian padi sawah berkelanjutan. [tesis]. Bogor (ID) : Program Pasca Sarjana IPB. Butler MJA, Mouchot, Barale V, Blanc CL. 1988. The Application of Remote Sensing Technology to Marine Fisheries : An Introduction Manual. FAO Fisheries Technical Paper. Deering DW. 1978. Rangeland Reflectance Characteristics Measured by Aircraft and Spacecraft Sensors[disertasi]. Texas(US): A&M University. Gunara, Andra, Tritoasmoro I, Raharjo J. 2007. Analisa Perbandingan Reduksi Noise Pada Citra Antara Discrete Wavelet Tranform (DWT) dengan Dual-Tree Complex Wavelet Transform (DTCWT). Seminar Nasional Sistem dan Informatika. SNSI07-023. Horning N. 2004. Land cover classification methods, Version 1.0. American Museum of Natural History, Center for Biodiversity and Conservation. Huete AR. 1988. A soil-adjusted vegetation index (SAVI). Remote Sensing Environment. 25 : 295 – 309. Jordan CF. 1969. Derivation of Leaf Area Index from Quality of Light on the Forest Floor. Ecology. 50 : 663 – 666. Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah. Yogyakarta(ID) : Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Remote Sensing and Image Interpretation. Milion M. 2016. Analisis Dinamika Pola Penggunaan Lahan Sawah Menggunakan Citra MODIS di Provinsi Jawa Timur[skripsi]. Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor. Pramiswari, Niken A, Purwananto Y, Sulaiman R. 2012. Implementasi Denoising Citra RGB Menggunakan Metode Wavelet Berbasis Logika Fuzzy[skripsi]. Surabaya(ID) : ITS. Purwadhi, Hardiyanti S. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID) : Grasindo. Richard JA, Jia X. 2006. Remote Sensing Digital Image Analysis. Volume ke-4. Berlin(DE) : Springer-Verlag. Ryan L. 1997.Creating a Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Image Using MultiSpec. University of New Hampshire. Sari DK, Ismullah IH, Sulasdi WN, Harto AB. 2010. Detecting Rice Phenology in Paddy Fields with Complex Cropping Pattern Using Time Series MODIS Data. Journal Science. 42A(2) : 91 – 106.
28 Setiawan Y, Rustiadi E, Yoshino K, Liyantono, Effendi H. 2014. Assessing the Seasonal Dynamics of the Java’s Paddy Field Using MODIS Satellite Images. Journal Geo-Information. 3(1) : 110 – 129. Simamora B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sudiana D, Diasmara E. 2008. Analisis Index Vegetasi Menggunakan Data Satelit NOAAA/AVHRR dan TERRA/AQUA-MODIS. Jurnal Pendidikan. 1 : 423 – 428. Uchida S. 2010. Monitoring of Planting Paddy Rice With Complex Cropping Pattern In the Tropical Humid Climate Region Using LANDSAT and MODIS Data. Remote Sensing and Spatial Information Science. 38 : 477 – 481. Verbesselt J, Zeileis A, Herold M. 2012. Near Real-Time Disturbance Detection Using Satellite Image Time Series: Drought Detection in Somalia. Journal Science. 1 : 1 – 21. Wirosoedarmo. 1985. Dasar-Dasar Irigasi Pertanian. Malang(ID) : Universitas Brawijaya. Xiao X, Boles S, Liu J, Zhuang D, Frolking S, Li C, Salas W, Moore B. 2004. Mapping paddy rice agriculture in Southern China using multi-temporal MODIS images. Journal Remote Sensing of Environment. 95 (2005): 480-492. Ye J, Zhao Z, Wu M. 2009. Discriminative K-means for clustering. In Advances in Neural Information Processing Systems 20 – Proceedings of the 2007 Conference.
29 Lampiran 1 Script reduksi noise pada metode tranformasi wavelet library("raster") library("sp") library("rgdal") library("wavelets") library("bigmemory") library("biganalytics") #tentukan working directory setwd('D:/EVI/') #persiapan raster lmpg <- raster('EVILampungcut.tif') data1 <- big.matrix(nrow = lmpg@nrows * lmpg@ncols, ncol = lmpg@file@nbands, type = "double", init = 0) jml_band <- lmpg@file@nbands for(i in 1:jml_band){ lmpg <- raster('EVILampungcut.tif', band = i) data1[,i] <- getValues(lmpg) } #dwt c6.filter <- wt.filter("c6") dwt.V <- numeric(jml_band) jml_band_2 <- lmpg@nrows * lmpg@ncols for(i in 1:jml_band_2){ #ambil 322 data tiap 1 piksel for(j in 1:jml_band){ dwt.V[j] <- data1[i,j] } #proses dwt data1.n.wt <- dwt.forward(dwt.V, c6.filter) #mengubah koefisien menjadi nol for(k in 1:jml_band/2){ data1.n.wt$W[k] <- 0 } #invers dwt data1.n.dwt <- dwt.backward(data1.n.wt$W, data1.n.wt$V,c6.filter) #timpah nilai sebelumnya dengan hasil invers dwt data1[i,] <- data1.n.dwt } #stacking lmpg1 <- stack() lmpg2 <- raster(lmpg) for(i in 1:jml_band){ lmpg2 <- setValues(lmpg2, data1[,i]) lmpg1 <- stack(lmpg1,lmpg2) } #writeRaster writeRaster(lmpg1, "EVILampungdwt.tif")
30 Lampiran 2 Hasil klasterisasi menggunakan algoritma k-means clustering Cluster 1 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
Cluster 2 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
Cluster 3 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
31 Cluster 4 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
Cluster 6 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
Cluster 7 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
32 Cluster 8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
Cluster 9
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
Cluster 10 0.6 0.5
0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
33 Cluster 11 0.7 0.6 0.5
0.4 0.3 0.2 0.1 0
EVI
Cluster 12 0.7 0.6 0.5 0.4
0.3 0.2 0.1 0
EVI
34 Lampiran 3 Hasil analisis autocorrelation pola tanam padi-bera-padi (a), padipalawija-bera (b), bera-palawija-padi (c), dominan tanaman tahunan (d), dan dominan hutan (e).
1.00
1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 -0.20 -0.40
1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 -0.20 -0.40
0.50 0.00 -0.50 -1.00
(a)
(b)
1.00
1.00
0.80
0.80
0.60
0.60
0.40
0.40
0.20
0.20
0.00
0.00
-0.20
-0.20
-0.40
-0.40
(c)
1.00 0.50 0.00 -0.50 -1.00
(d) 1.00
1.00
0.50
0.50
0.00
0.00
-0.50
-0.50
1.00
1.00
0.50
0.50
0.00
0.00
-0.50
-0.50
(e)
35 Lampiran 4 Tabel koordinat yang dipilih pada validasi Google Earth
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Cluster 1 (Pola Tanam Dominan Hutan) Longitude Latitude Identifikasi 104.305755921E 4.9884562174S Pola Tanam Dominan Hutan 105.462396512E 5.07201580379S Pola Tanam Dominan Hutan 105.097373055E 4.72018596637S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.774645493E 5.47662011683S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.660300795E 5.43703926012S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.453600766E 5.06322005786S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.779043365E 4.67180936372S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.528364606E 4.13966673463S Pola Tanam Dominan Hutan 104.301358048E 4.99285409037S Pola Tanam Dominan Hutan 104.292562302E 4.94007961476S Pola Tanam Dominan Hutan 104.305755921E 4.89610088508S Pola Tanam Dominan Hutan 105.229584112E 4.07934868524S Pola Tanam Tanaman Tahunan 104.782772434E 4.54240805981S Pola Tanam Tanaman Tahunan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Cluster 2 (Pola Tanam Dominan Tanaman Tahunan) Longitude Latitude Identifikasi Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.501977369E 5.40185627637S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.686688033E 5.09840304160S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.449202893E 5.21274773876S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.625117812E 4.71578809340S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.827419968E 4.47390508018S Pola Tanam Dominan Hutan 105.651505049E 4.39914123972S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.172136896E 4.61023914218S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.189728388E 4.31558165334S Pola Tanam Tanaman Tahunan 104.895070899E 4.31558165334S Pola Tanam Dominan Hutan 105.053394326E 4.16605397243S Pola Tanam Dominan Hutan 105.400826290E 4.15725822650S
No. 1 2
Longitude 105.735064636E 105.673494414E
Cluster 3 (Pola Tanam Padi) Latitude 5.61735205179S 5.56017970321S
Identifikasi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi
36
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Cluster 4 (Pola Tanam Dominan Hutan) Longitude Latitude Identifikasi Pola Tanam Dominan Hutan 104.688370869E 5.85923506502S Pola Tanam Dominan Hutan 104.661983632E 5.77567547863S Pola Tanam Dominan Hutan 104.472875094E 5.72729887599S Pola Tanam Dominan Hutan 104.525649570E 5.57337332212S Pola Tanam Dominan Hutan 104.345336778E 5.56457757618S Pola Tanam Dominan Hutan 104.428896364E 5.45902862495S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.348051815E 4.17484971837S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.114964547E 4.82573491760S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.119362420E 4.85212215540S
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Cluster 6 (Pola Tanam Dominan Tanaman Tahunan) Longitude Latitude Identifikasi Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.691085906E 5.31389881702S Pola Tanam Dominan Hutan 104.917060264E 4.89610088508S Pola Tanam Dominan Hutan 104.688370869E 4.52667955579S Pola Tanam Dominan Hutan 104.530047443E 4.34196889114S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.044598580E 4.57505615843S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.295277339E 4.25401143179S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.035802834E 4.28479654256S Pola Tanam Dominan Hutan 105.409622036E 3.92417095921S
No. 1 2 3
Longitude 104.943447502E 105.567945463E 105.726268890E
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Cluster 8 (Pola Tanam Dominan Hutan) Longitude Latitude Identifikasi Pola Tanam Dominan Hutan 104.815909186E 5.50300735463S Pola Tanam Dominan Hutan 105.730666763E 5.81525633534S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.721871017E 5.26552221437S Pola Tanam Dominan Hutan 104.490466586E 5.26992008734S Pola Tanam Dominan Hutan 104.345336778E 5.25672646844S Pola Tanam Dominan Hutan 104.393713381E 5.13358602534S Pola Tanam Dominan Hutan 104.270572938E 5.09400516863S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.585536955E 5.03683282005S Pola Tanam Dominan Hutan 103.694451579E 4.88290726618S Pola Tanam Tanaman Tahunan 104.499262332E 4.54866892063S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.356847561E 4.62783063405S Pola Tanam Tanaman Tahunan 104.983028358E 4.28479654256S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.304073085E 4.19683908321S
Cluster 7 (Pola Tanam Padi) Latitude 5.43703926012S 5.60415843289S 4.24081781288S
Identifikasi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi
37
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
105.312868831E 105.783441238E 105.721871017E 105.321664577E 104.776328329E 105.005017723E 105.550353971E 104.596015537E 105.532762479E
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Cluster 10 (Pola Tanam Dominan Tanaman Tahunan) Longitude Latitude Identifikasi Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.721871017E 5.73169674896S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.691085906E 5.34468392779S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.141351785E 4.89610088508S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.114964547E 5.18196262799S Pola Tanam Hutan 105.638311431E 4.90929450398S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.040200707E 4.94887536069S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.062190072E 4.94887536069S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.326062450E 4.02092416450S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.075383691E 5.19515624689S Pola Tanam Tanaman Tahunan 104.961038993E 4.24961355882S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.048996453E 4.95327323366S
No. 1 2 3 4 5 6
Longitude
Cluster 9 (Pola Tanam Padi) Latitude
Longitude 104.763134710E 104.837898550E 105.189728388E 105.484385877E 105.312868831E 105.757054001E
5.34028605483S 5.48981373573S 5.18196262799S 5.34028605483S 5.37986691153S 4.76416469605S 4.32437739927S 4.33317314521S 3.95495606998S
Identifikasi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi Pola Tanam Tanaman Tahunan Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi Pola Tanam Padi
Cluster 11 (Pola Tanam Tebu) Latitude 4.30238803443S 4.64981999889S 4.72018596637S 4.63662637998S 4.53987317469S 4.46950720721S
Identifikasi Pola Tanam Tebu Pola Tanam Tebu Pola Tanam Tebu Pola Tanam Tebu Pola Tanam Tebu Pola Tanam Tebu
38
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Cluster 12 (Pola Tanam Dominan Tanaman Tahunan) Longitude Latitude Identifikasi Pola Tanam Hutan 105.519568860E 5.65693290850S Pola Tanam Hutan 105.739462509E 5.34028605483S Pola Tanam Hutan 105.589934828E 5.15997326315S Pola Tanam Hutan 105.431611401E 5.34908180076S Pola Tanam Hutan 105.317266704E 5.26992008734S Pola Tanam Hutan 104.846694296E 4.96646685257S Pola Tanam Hutan 104.688370869E 5.25232859547S Pola Tanam Hutan 104.358530397E 5.22594135766S Pola Tanam Hutan 104.209002716E 5.05882218489S Pola Tanam Hutan 104.512455951E 4.86971364727S Pola Tanam Hutan 104.824704931E 4.95327323366S Pola Tanam Hutan 104.459681475E 4.60144339624S Pola Tanam Tanaman Tahunan 104.824704931E 4.49149657205S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.119362420E 4.48709869908S Pola Tanam Tanaman Tahunan 105.273287974E 4.16605397243S
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Langkapura Kota Bandar Lampung Provinsi Lampung pada tanggal 2 Oktober 1992. Penulis adalah anak dari pasangan Agus Jaeni dan Endah Winarni yang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan taman kanak-kanak pada tahun 1997 di TK Kartika II-32 Bandar Lampung. Kemudian melanjutkan sekolah dasar di SD Kartika II-6 pada tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Selanjutnya penulis diterima di SMA Negeri 3 Bandara Lampung pada tahun 2007 dan lulus tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) di PTPN 7 Bandar Lampung pada tahun 2013.