Analisis Pirigan Tembang Sunda Cianjuran Runtuyan Wanda Papantunan & Panambih (Lagu Goyong Petit, Dangdanggula Paniisan & Jeritna Hate) Oleh Julia Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Tulisan ini merupakan analisis musikal terhadap penyajian Tembang Sunda Cianjuran yang berlaras pelog, yaitu wanda1 papantunan2 dan panambih3. Dalam Penyajiannya, wanda papantunan lazim dibawakan pada awal penyajian yang diakhiri dengan lagu panambih. Runtuyannya,4 biasanya terdiri dari dua mamaos5 dan satu panambih. Dilihat dari struktur pirigannya, dalam satu runtuyan wanda papantunan dan panambih memiliki struktur yang berbeda. Karena ada lagu mamaos yang memiliki gelenyu6, dan ada juga yang tidak memiliki gelenyu. Analisis yang dilakukan adalah analisis terhadap pirigan7 lagu mamaos yang tidak memiliki gelenyu. Sehingga akan berbeda dengan analisis terhadap lagu mamaos yang memiliki gelenyu. Namun, esensinya terdapat kesamaan, yaitu adanya pengolahan dalam hal pola tabuhan, tempo, dan dinamika, yang merupakan ciri khas dari penyajian Tembang Sunda Cianjuran, terutama pada pirigan Kacapi Indung. Kata-kata Kunci: Analisis, pirigan, wanda, pola tabuhan.
Pendahuluan Tembang Sunda Cianjuran merupakan salah satu kesenian tradisi Sunda yang menyajikan sekar (vokal) dan pirigan (iringan). Dalam penyajiannya, biasanya terdiri dari penembang wanita dan pria. Namun, ada juga yang hanya menggunakan salah satunya, yakni wanita atau pria saja. Sedangkan dalam pirigannya, terdiri dari pemain Kacapi Indung, Kacapi Rincik, dan Suling/Rebab. Seluruh komponen penyaji tersebut, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam konteks penyajian Tembang Sunda Cianjuran. Dalam penyajian tersebut, terdapat istilah yang digunakan untuk mengelompokan lagu-lagu yang terdapat dalam Tembang Sunda Cianjuran, baik istilah dalam sekar maupun dalam pirigannya, yaitu dengan istilah “wanda”. Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 1
Dalam kamus bahasa Sunda, kata wanda berarti “rupa beungeut jeung dedegan katut sifat-sifat hiji jelema dibandingkeun jeung nu séjén” (KBS, 2005:418). Secara harfiahnya, bentuk wajah dengan badannya beserta sifat-sifat satu manusia dibandingkan dengan yang lain. Jika dihubungkan dengan konteks kesenian, dapat diartikan bahwa istilah wanda merupakan satu bentuk atau perangai dari suatu kelompok lagu, yang memiliki ciri-ciri tersendiri. Seperti yang terdapat dalam Tembang Sunda Cianjuran. Dilihat dari perkembangannya, dalam Tembang Sunda Cianjuran terdiri dari enam wanda. Di antaranya wanda papantunan, wanda jejemplangan, wanda dedegungan, wanda rarancagan, dan wanda panambih. Memerhatikan ke enam wanda tersebut, dapat dikatakan bahwa lagu-lagu dalam Tembang Sunda Cianjuran terbilang cukup lengkap dalam mewadahi lagu-lagu yang ada di tatar Sunda. Seperti yang dikemukakan oleh Wiratmadja, “dengan tidak bermaksud mengurangi keberadaan serta peranan lagam-lagam lain, tembang Sunda lagam Cianjuran kenyataannya amat mendominasi seni tembang Sunda secara keseluruhan” (Wiratmadja, 1996:30). Sebagai bahan kajian dalam tulisan ini, akan mengambil dari salah satu wanda di atas, yaitu wanda papantunan. Namun, karena dalam setiap wanda memiliki struktur lagu yang berbeda, maka tulisan ini hanya sebagian kecil saja dari struktur lagu yang terdapat dalam penyajian Tembang Sunda Cianjuran. Bahkan, runtuyan lagu yang akan dianalisis merupakan runtuyan lagu yang tidak memiliki struktur yang lengkap. Karena dalam wanda papantunan, khususnya dalam lagu-lagu mamaos, ada lagu yang memiliki gelenyu, dan ada juga yang tidak. Sedangkan yang dianalisis adalah lagu-lagu mamaos yang tidak memiliki gelenyu. Karena Tembang Sunda Cianjuran merupakan penyajian sekar dan pirigan, maka yang akan menjadi pengkajian kali ini hanya terfokus pada salah satunya, yaitu pada aspek musikalnya saja, terutama pada pirigan Kacapi Indung sebagai waditra pengiring pokoknya. Meskipun demikian, dalam pengkajiannya tidak mungkin terlepas dari unsur vokalnya. Karena, sekar dan pirigan merupakan
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 2
satu kesatuan yang saling memengaruhi. Sehingga, dapat dikatakan bahwa pirigan lahir karena didasari oleh adanya lagu.
Landasan Teoretis Sesuai dengan bahan pengkajian yaitu analisis musikal terhadap pirigan Kacapi Indung, maka pada kesempatan ini penulis akan mencoba mengkajinya dengan menganalisis bentuk dan struktur. Berdasarkan pada teorinya Bruno Nettl, bahwa bentuk adalah hubungan-hubungan di antara bagian-bagian sebuah komposisi, dan ini merupakan struktur dari keseluruhan komposisi, termasuk juga hubungan di antara unsur-unsur melodis dan ritmis. Sedangkan struktur adalah bagian komposisi musikal, yang satu sama lain saling berkaitan. Dalam hal ini, dapat berarti bahwa persoalan bentuk tidak akan lepas dari persoalan struktur. Setelah menganalisis persoalan bentuk dan struktur, diharapkan dapat diidentifikasi aspek musikal lainnya seperti tempo, dinamika, pola tabuhan, dan komposisi lagu secara keseluruhan. Sehingga dapat diketahui kaitan antara sekar dan pirigannya, serta dapat ditemukan keunikan-keunikan yang terkandung dalam sebuah runtuyan lagu-lagu wanda papantunan dan panambih, khususnya dalam pirigan Kacapi Indung. Sedangkan penulisan notasi yang digunakan, merupakan sistem notasi yang khusus dibuat oleh penulis untuk penulisan notasi pada Kacapi Indung. Namun, perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa penulisan notasi ini hanya sebagai patokan dasar saja untuk mengetahui nada-nada pada tabuhan Kacapi Indung, khususnya untuk yang berirama merdika (bebas). Dalam hal ini, yang berkaitan dengan ritme dan tempo, tetap harus mendengarkan permainan Kacapi Indung secara langsung. Oleh karena itu, untuk memahami sistem notasi tersebut, di bawah ini akan diuraikan secara singkat.
Diagram kawat Kacapi Indung: Garis yang digunakan berjumlah 11 (sebelas) garis, terdiri dari dua bagian yaitu garis dan spasi. Garis dan spasi tersebut dibagi menjadi empat kelompok, dengan jumlah tiga kelompok masing-masing memiliki tiga garis dan dua spasi,
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 3
satu kelompok memiliki dua garis dan satu spasi. diantara kelompok yang satu dengan yang lainnya terdapat satu spasi, namun spasi tersebut tidak difungsikan hanya sebagai pembatas saja. Secara keseluruhan, tanpa menghitung spasi pembatas garis dan spasi tersebut berjumlah 18 (delapan belas). Hal ini sesuai dengan jumlah kawat Kacapi Indung yang berjumlah 18 (delapan belas). Oleh karena itu, sistem pengelompokan garis dan spasi tersebut digunakan untuk penulisan notasi pada Kacapi Indung. Cara penerapannya, setiap kelompok terdiri dari nada 1 (da), 2 (mi), 3 (na), 4 (ti) dan 5 (la), dengan dimulai dari bawah, kecuali kelompok keempat hanya sampai nada 3 (na). Secara keseluruhan nada dimulai dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah, hal ini sesuai dengan urutan nada pada Kacapi Indung. Kelompok paling bawah disebut dengan gembyang petit (nada tinggi), kelompok kedua disebut gembyang tengah, kelompok ketiga disebut gembyang bass, dan kelompok keempat juga disebut gembyang bass. Untuk setelan laras, yang berubah hanya urutan nadanya saja. Contohnya, untuk surupan madenda 4 = Tugu maka nada paling tinggi (bawah) dimulai dari nada 3(Na). Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 1
Wilayah nada
Urutan nada
Ciri-Pengelompokan
Spasi batas Spasi Garis
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 4
Analisis Pirigan Kacapi Indung Secara struktural, keseluruhan komposisi lagu yang disajikan terbagi ke dalam 6 bagian besar. Di antaranya bagian Pasieupan, Narangtang, Mamaos 1, Mamaos 2, Narangtang, dan Panambih. Strukturnya seperti berikut :
A
B
C‟
C
B‟
D
Pertama, bagian A besar dinamakan bagian pasieupan. Secara umum, pasieupan dimainkan dengan teknik pasieupan8, dan terbagi ke dalam beberapa pola tabuhan. Di antaranya pola tabuhan kemprang barung (dengan pola tabuhan mandiri), pola tabuhan merean, pola tabuhan beulit dan golosor, dan pola tabuhan nutup. Pada bagian ini instrumen yang dimainkan hanya Kacapi Indung saja. Dalam memainkannya, tidak terikat pada ketukan atau dinamakan irama merdika (bebas). Walaupun demikian, dirasakan adanya permainan tempo yang disesuaikan dengan pola tabuhannya, pengolahan tempo seperti ini dapat dikatakan sebagai adlibitum. Dalam hal ini, pemain Kacapi Indung memiliki kebebasan untuk menentukan tempo pasieupan, namun tetap disesuaikan dengan karakter pola tabuhan, dan karakter lagunya. Dalam hal dinamika, dirasakan adanya pengolahan pada bagian pola tabuhan kemprangan, pola tabuhan merean, dan pola tabuhan golosor. Pada bagian pola tabuhan kemprangan dinamikanya keras, bagian pola tabuhan merean dinamikanya semakin keras, dan bagian pola tabuhan beulit-golosor dinamikanya lembut. Kemudian, dirasakan adanya aksentuasi pada nada-nada tertentu tepatnya pada pola tabuhan beulit-golosor, biasanya dimainkan oleh tangan kiri. Selain itu, pada pola tabuhan beulit-golosor ditemukan juga permainan nada yang diulangulang. Struktur tabuhan Pasieupan:
A
B
C
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
B‟
D
Page 5
Bagian A dinamakan pola tabuhan kemprang barung, bagian B dinamakan pola tabuhan beulit-golosor, bagian C dinamakan pola tabuhan merean, dan bagian D dinamakan pola tabuhan nutup. Pada
bagian
pola
tabuhan
kemprang
barung,
dimulai
dengan
membunyikan nada 2 (Mi) dengan 5 (La), atau disebut dengan bunyi kempyung. Nada-nada tersebut merupakan nada yang telah menjadi ciri khas dari wanda papantunan. Karena, baik vokal maupun iringannya, suasana musikalnya sangat dominan dengan nada 2 dan 5, terutama saat jatuh goongannya. Selanjutnya, membunyikan 2 kawat berurutan dan kembali ke nada 2 dan 5 (kempyung). Kemudian, membunyikan kawat satu persatu (merupakan 2 kali pengulangan) menggunakan teknik cacag menuju nada 5, dengan kontur melodi menurun (menuju nada rendah). Setelah itu, ada semacam jembatan menuju pola tabuhan selanjutnya, dengan kontur melodi meninggi (menuju nada tinggi). Pada pola tabuhan kemprang barung, jika dilihat sebagai satu frase, temponya berbeda-beda dari awal sampai akhir, dan merupakan salah satu bentuk ekspresif dari pemainnya.
Pola Tabuhan Kemprang Barung
Pada bagian pola tabuhan beulit-golosor, dimulai dengan memainkan pola beulit dengan wilayah nada dari 5 (La) sampai 3 (Na), jaraknya 4 nada. Pola beulit ini dimainkan dengan pola naik-turun, sehingga terkesan dibolak-balik. Selain itu, juga terdapat permainan nada yang diulang-ulang, tepatnya nada 1 ke 2, dan nada 2 ke 3. Kemudian, dilanjutkan dengan memainkan pola tabuhan golosor menuju nada 5, dengan kontur melodi menurun, dan kembali pada nada 2 dengan kontur
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 6
melodi menaik. Disaat kembali pada nada 2, pola tabuhannya merupakan pola tabuhan papageran turun, namun hanya sedikit, yaitu dari nada 5 menuju nada 2 (jaraknya 4 nada), karena biasanya pola tabuhan papageran turun berjarak 1 gembyang. Pada bagian ini, dapat diidentifikasi bahwa tempo permainannya datar saja, tidak terjadi perubahan. Sedangkan dinamikanya, terdapat nada-nada yang dimainkan dengan sedikit aksentuasi, di antaranya nada-nada yang dimainkan oleh jari kiri.
Pola Tabuhan Beulit-Golosor
Setelah berada pada nada 2, baru mulai dengan memainkan pola tabuhan merean. Wilayah nada pada pola tabuhan merean berjarak 1 gembyang, yaitu dari nada 2 rendah sampai nada 2 paling rendah. Pola tabuhan yang dimainkan oleh jari kiri, bersamaan dengan jari kanan, namun selang satu nada dari jari kanan. Artinya, ketika jari kanan membunyikan 4 kawat, maka jari kiri hanya mengisi pada bunyi ke-2 dan ke-4 nya, dan seterusnya sampai selesai. Jari kanan membunyikan nada 2 sampai selesai, sedangkan jari kiri membunyikan nada 2 dan 5 secara bergantian, sehingga menimbulkan bunyi kempyung. Pada pola tabuhan ini sangat terasa pengolahan temponya, yaitu dari lambat menjadi cepat. Setelah selesai, dengan nada terakhir yaitu nada 2 yang dimainkan oleh jari kanan, kemudian kembali pada pola tabuhan beulit-golosor.
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 7
Pola Tabuhan Merean Pada pola tabuhan beulit-golosor yang kedua, terdapat beberapa perbedaan. Di antaranya, pertama, diawal tabuhan didahului dengan nada 5 sebagai sambungan dari pola tabuhan sebelumnya. Kedua, lebih banyak pengulangan nada, karena bertambah pengulangannya pada nada 4 ke 5. Ketiga, nada yang ditujunya tidak pada nada 2 lagi, tapi pada nada 5 karena menuju akhir pola tabuhan pasieupan. Artinya, setelah berada pada nada 2 tidak berhenti, namun diteruskan pada pola tabuhan golosor dengan kontur melodi menurun, dan diselesaikan pada nada 5. Sehingga, pola tabuhan papageran turun yang pendek hampir tidak terasa lagi. Pada tabuhan ini, temponya masih sama dengan yang pertama, yaitu datar saja tanpa ada pengolahan. Begitu juga dengan dinamikanya, sama dengan yang pertama.
Pola Tabuhan Beulit-Golosor 2
Terakhir, dilanjutkan pada pola tabuhan nutup. Pada bagian ini, dimulai dengan memainkan 3 nada berurutan oleh jari kanan, dengan kontur melodi menaik (nada 4-3-2). Kemudian disahut oleh jari kiri dengan memainkan 2 nada berurutan menaik juga (nada 2-1), dan disahut lagi 1 nada oleh jari kanan, dengan jarak 4 nada (nada 3), sehingga menimbulkan bunyi kempyung, yaitu nada 3
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 8
dengan 1. Selanjutnya, diselesaikan dengan memainkan pola tabuhan seperti yang terdapat pada akhir pola tabuhan beulit-golosor, kemudian memainkan bunyi kempyung 2 dengan 5 (dibagian ini ada sedikit istirahat), dan diakhiri dengan nada 5 bersahutan (1 gembyang) dari nada tinggi ke nada rendah. Dalam pola tabuhan ini, sebagai sebuah frase, temponya berbeda-beda, seperti pada pola tabuhan kemprang barung, lebih menunjukkan ekspresif dari pemainnya.
Pola Tabuhan Nutup
Secara keseluruhan, pengolahan tempo terlihat pada tiap perpindahan dari pola tabuhan satu ke pola tabuhan lainnya. Sedangkan pengolahan dinamika, meskipun ada beberapa bagian yang diolah, namun hanya sebatas penekanan atau aksentuasi saja. Hal ini dapat disebabkan karena berkaitan dengan karakter kawat Kacapi Indungnya yang terbuat dari kuningan, sehingga memiliki karakter lembut. Artinya, agak susah untuk terlalu banyak melakukan pengolahan dinamika. Selain itu, juga dapat disebabkan karena kawat Kacapi dibunyikan oleh kuku, sehingga memiliki keterbatasan dalam menghasilkan power. Inilah salah satu ciri khas pirigan Tembang Sunda Cianjuran, sebagai kesenian yang memerlukan aspek kelembutan. Berkaitan dengan penyajiannya, tabuhan pasieupan ini hanya dimainkan dalam wanda papantunan. Fungsinya untuk memberikan kesan atau rasa musikal terhadap penembang, ketika akan memulai membawakan lagu. Sehingga, penembang dapat merasakan laras dan surupan yang digunakan. Sedangkan wilayah nada yang dimainkan, adalah menggunakan wilayah nada yang rendah.
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 9
Artinya, penembang juga dituntun untuk membawakan lagu dalam wilayah nada yang rendah. Dalam hal ini, terdapat keseragaman antara sekar dan pirigannya. Kedua, bagian B besar dinamakan bagian Narangtang9. Secara struktural bagian ini terdiri dari 4 pola tabuhan, di antaranya pola tabuhan merean, pola tabuhan nunggu, pola tabuhan beulit, dan pola tabuhan nutup. Pada bagian ini mulai ada pengembangan, yaitu masuknya instrumen Suling dan vokal. Bagian awal dimulai oleh Kacapi Indung, kemudian diikuti oleh suling, dan masuk vokal. Dalam penyajiannya, tempo awal yang dimainkan oleh Kacapi Indung merupakan patokan tempo untuk suling dan penembang. Artinya, meskipun semuanya memainkan irama bebas, secara musikal ada suatu perasaan tempo yang saling berkaitan, sehingga terdapat singkronisasi, terutama antara pirigan Kacapi Indung dan vokal. Dalam hal ini, dapat dirasakan dalam kecepatan tempo Kacapi Indung dalam ngagelutan10 lagu, dan kecepatan penembang dalam mengikuti tempo pola tabuhan merean yang dimainkan Kacapi Indung. Struktur Pola Tabuhan Narangtang:
A
B
C
B‟
D‟
Bagian A dinamakan pola tabuhan merean 3 nada, bagian B dinamakan pola tabuhan nunggu 2 (Mi), bagian C dinamakan pola tabuhan beulit, bagian B‟ dinamakan pola tabuhan nunggu, dan bagian D dinamakan pola tabuhan nutup. Pada bagian pola tabuhan merean, dimulai dengan memberikan pola merean 3 nada, yaitu nada 2-1-5 rendah (menaik), nada yang ditujunya adalah nada 5. Hal ini sesuai dengan lagunya yang bertumpu pada nada 5. Ketika memainkan pola merean, suling dan vokal mengikuti Kacapi Indung, namun seterusnya Kacapi Indung mengikuti vokal, dan suling menghias vokal. Kemudian, setelah menunggu pada nada 5, Kacapi Indung mengikuti vokal menuju nada 2, dengan kontur melodi menaik, dan masuk pada pola tabuhan nunggu. Dalam bagian ini, pengolahan tempo dapat dirasakan pada tabuhan awal ketika menunggu di nada 5, yaitu dari lambat menjadi cepat.
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 10
Pada pola tabuhan nunggu, nada yang dimainkan adalah nada 2. Pola ritmik jari kanan dan jari kiri sama dengan pola tabuhan merean, yaitu jari kiri selang 1 kali dari jari kanan, serta jari kiri bergantian memainkan nada 2 dan 5 sehingga menimbulkan bunyi kempyung. Pengolahan temponya juga sama, yaitu dari lambat menjadi cepat, namun tempo lambatnya berbeda dengan tempo lambat pada pola tabuhan merean, di sini agak lebih cepat disesuaikan dengan tempo vokalnya. Sedangkan dinamikanya masih terkesan mendatar saja. Selanjutnya, langsung menyambung pada pola tabuhan beulit. Seperti pola tabuhan beulit sebelumnya, di sini juga pola tabuhannya terkesan menaik dan menurun, dengan wilayah nada 5 sampai nada 3 (berjarak 4 nada). Perbedaannya, di sini digunakan sebagai pengiring vokal, sehingga terdapat sedikit jeda atau berupa cindek pada nada 3 sesuai nada pada vokalnya. Dalam cindek tersebut, jari kanan memainkan satu nada yang berbeda tempo dengan tabuhan sebelumnya, dan diikuti oleh jari kiri dengan memainkan nada gembyangnya yang lebih rendah. Kemudian, setelah cindek Kacapi Indung memainkan tabuhan merean. Tabuhan merean di sini menggunakan pola yang hampir menyerupai lagunya, dan temponya juga berbeda. Nada yang dimainkannya adalah nada 3 dan 2 dengan beberapa kali pengulangan. Selanjutnya dicindekan pada nada 5 dengan kontur melodinya menurun. Prinsipnya sama dengan cindek pada nada 3, yaitu adanya sedikit jeda, dan ada satu nada yang dimainkan dalam tempo yang berbeda, serta diikuti dengan nada gembyangnya yang lebih rendah. Selanjutnya, masuk pada pola tabuhan nutup.
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 11
Pola tabuhan nutup ini pada prinsipnya sama dengan pola tabuhan nutup pada pola tabuhan pasieupan, namun terdapat beberapa perbedaan karena disesuaikan dengan kebutuhan iringan lagu. Artinya, secara fungsional tabuhan ini digunakan untuk menyelesaikan sebuah bentuk tabuhan. Perbedaannya, di sini diawali dengan 3 nada berurutan menurun, yaitu nada 3-4-5. Kemudian, nada yang dimainkan jari kiri untuk menyahut hanya satu nada, yaitu nada 1. Bagian ini juga lebih menunjukkan ekspesif dari pemainnya.
Secara keseluruhan, bagian narangtang masih termasuk irama merdika, namun tetap memiliki ketepatan antara iringan dan vokal. Oleh karena itu, bagian ini memerlukan kepekaan rasa dari pengiring dan penembang untuk menyingkronkan antara sekar (vokal) dan pirigannya (iringan). Karena, semuanya memiliki keleluasaan untuk menyajikan sesuai perannya masing-masing. Kemudian, masuk pada bagian mamaos tanpa ada tabuhan yang menjembatani. Ketiga, bagian C besar dinamakan bagian Mamaos (lagu Goyong petit). Pada bagian ini dimainkan oleh instrumen Kacapi Indung, Suling, dan vokal, dan mulai terikat dengan ketukan. Artinya, mulai memiliki tempo yang konstan. Bagian ini dimulai oleh Kacapi Indung dengan memainkan pola tabuhan kemprangan dengan tempo lambat. Kemudian Suling memberikan pola merean, baru masuk vokal. Tidak terdapat pengolahan dinamika yang menonjol, hanya sedikit pada tabuhan-tabuhan Kacapi Indung sebelum digoongkan. Pada bagian ini, terdapat pola tabuhan kemprangan yang pokok, ada juga pola tabuhan yang diulang-ulang sebelum digoongkan. Pola tersebut dimainkan untuk menyingkronkan dengan vokalnya, yaitu digoongkan setiap akhir frase lagu. Artinya, ada permainan Kacapi Indung yang jatuh goongannya mengikuti
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 12
setiap akhir frase lagu. Hal ini terjadi karena lagu-lagu mamaos termasuk pada golongan polymetraschematica atau anekaswara (satu suku kata mengandung lebih dari satu nada), juga karena penembang memiliki keleluasaan dalam mengatur tempo dan improvisasi (meskipun tidak sebebas-bebasnya). Selain itu, terdapat tabuhan dengan menggunakan teknik tersendiri sehingga menghasilkan bunyi „cek’ (seperti pada kata „cekung‟). Bunyi ini dimainkan pada nada 5 yang ditengkep11.
Pola Tabuhan Kemprangan pokok pada lagu Goyong petit
Dalam melakukan penyingkronan dengan setiap akhir lagu, tabuhan Kacapi Indung yang diolah adalah tabuhan awal dengan cara menambah pola tabuhannya (pengulangan). Sehingga, tabuhan yang dimainkan untuk jatuhan goongannya pun secara otomatis menjadi bertambah. Cara pengulangan seperti ini, banyak ditemukan pada tabuhan kemprangan untuk lagu-lagu mamaos lainnya yang perlu penyesuaian jatuhnya goongan. Selain itu, pada tabuhan awal juga terdapat pengolahan nada, yaitu adanya penambahan pada nada 1, sehingga bunyinya menjadi 3-1-2 (kontur melodinya melengkung). Keempat, bagian C‟ besar masih bagian mamaos. Pada bagian ini pola tabuhan Kacapi Indung terikat pada ketukan, dan pada dasarnya sama dengan pola tabuhan mamaos bagian pertama. Perbedaannya, pada pola tabuhannya terdapat satu nada yang dimainkan dua kali secara berurutan, yaitu nada 2. Selain itu, pada bagian ini temponya lebih cepat dan tidak ada pengulangan tabuhan sebelum digoongkan. Sedangkan dinamikanya masih sama dengan mamaos bagian pertama. Kemudian, urutan masuknya Suling dan vokal juga masih sama dengan
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 13
mamaos bagian pertama, yaitu Suling dulu memainkan pola merean kemudian masuk vokal, dan seterusnya Suling menghias vokal. Pada awal masuk vokal, ada tabuhan khusus pada Kacapi Indung yang berfungsi untuk merean, yaitu tabuhan ditengkep pada nada 5. Secara ritmik, polanya ditambah atau dipercepat. Selain itu, ditemukan juga pola lain pada Kacapi Indung, yaitu ketika vokal pada wilayah petit. Melodi Kacapi Indung mengikuti pada wilayah petit, namun hanya menggunakan pola sederhana yaitu dengan membunyikan nada 2 (Mi) dan 5 (La) secara bergantian. Pada bagian akhir Kacapi Indung memainkan pola nutup dengan tabuhan berirama merdika, dan ditutup dengan tabuhan kempyung mengunakan nada 2 (Mi) dengan 5 (La). Kemudian, masuk pada bagian narangtang kedua tanpa ada jembatan.
Pola Tabuhan Kemprangan pokok Dangdanggula Paniisan Kelima, bagian B‟ besar merupakan bagian yang sama dengan bagian B besar pertama, yaitu bagian narangtang. Namun pada bagian ini lebih pendek, karena langsung memainkan tabuhan merean pada nada 2, tidak seperti yang pertama yaitu pola tabuhan mereannya dari 5 rendah. Struktur tabuhannya yaitu pola tabuhan merean, pola tabuhan beulit-golosor, dan pola tabuhan nutup. Pada tabuhan nutup berbeda dengan yang pertama, yaitu hanya memainkan nada 2-1-55-5 (menaik), dan pada nada 5 terakhir dibarengkan dengan nada 2 sehingga timbul bunyi kempyung. Untuk pengolahan tempo, terjadi pada bagian pola tabuhan merean, yaitu dari lambat menjadi cepat. Sedangkan dinamikanya masih tetap sama dengan sebelumnya. Pada umunya, bagian narangtang kedua menandakan sebagai tanda berakhirnya mamaos, dan sebagai tanda akan dilanjutkannya penyajian pada lagu Panambih.
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 14
Keenam, bagian D besar dinamakan wanda panambih. Pada bagian ini terdapat beberapa pengembangan, di antaranya penambahan instrumen Biola dan 2 Kacapi Rincik. Selain itu, pola tabuhan Kacapi Indung juga berbeda dari pola tabuhan sebelumnya, yaitu banyak memainkan pola goongan yang disebut dengan pola tabuhan kait. Pada bagian ini terikat dengan ketukan, dan memiliki wiletan, tepatnya irama 2 wilet, serta terdapat kenongan lagu yang terdiri dari pancer, kenong, dan goong. Karena itu, bagian ini disebut sebagai sekar irama tandak. Struktur dan kenongan lagunya adalah: Pangkat pada nada 2 (Mi)/Goong pertama 2 = P1 5 = G 5 = P3 2 = G
Gelenyu
5 = P3 2 = G 2 = P1 5-2 G 2 = P1 5 = G 5 = P3 2 = G 2 = P1 5 = G 5 = P3 2 = G
Keterangan: 2 & 5 : Nada yang dimainkan P1
: Pancer pada nada 1 (Da)
P3
: Pancer pada nada 3 (Na)
G
: Digoongkan
=
: 2 wilet
-
: Sawilet
Pada bagian ini, terdapat pengolahan tempo dan dinamika tepatnya bagian awal setelah pangkat12, yaitu temponya sedikit diperlambat dan dinamikanya diperlembut. Pengolahan tempo seperti ini, merupakan sebuah interpretasi dari pemainnya yang memerlukan teknik tersendiri, yaitu guna menghasilkan bunyi yang cukup lembut dengan tempo diperlambat. Kemudian, terdapat keunikan pada bar ke-12 (bar yang di atas), yaitu petikan Kacapi Indung dibalik dari bawah dulu dengan pola khusus, dan petikan tersebut menjadi top voicenya. Disebut unik karena tabuhan seperti itu, biasanya digunakan pada tabuhan kait Kacapi kawih.
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 15
Pola goongan yang dimainkan oleh Kacapi Indung, terdiri dari beberapa pola, di antaranya:
Pola 1
Pola 2
Pola 3
Pola 4 Keempat pola tersebut digunakan pada lagu-lagu panambih, bisa digunakan untuk mancerkeun (pancer), atau untuk ngagoongkeun. Semuanya digunakan sesuai dengan karakter lagunya. Artinya, dalam lagu panambih, ada frase lagu yang memerlukan pola tabuhan dipancerkeun, dan ada juga yang memerlukan pola tabuhan digoongkeun. Dalam lagu panambih ini, pancernya jatuh pada nada 1 dan 3, sedangkan goongnya jatuh pada nada 2 dan 5 (posisi kulu-kulu 2 wilet). Secara keseluruhan, bagian lagu panambih diulang 2 kali, pada gelenyu pertama melodi dimainkan oleh Biola, sedangkan pada gelenyu kedua dimainkan oleh Suling. Biola, Suling, dan Kacapi Rincik 1 berperan sebagai penghias vokal. Sedangkan Kacapi Rincik 2 berperan sebagai rhythm atau kenit.
Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap aspek musikalnya, dapat diketahui bahwa dalam satu runtuyan wanda papantunan terdapat suatu bentuk komposisi
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 16
musikal yang di dalamnya terbagi ke dalam beberapa struktur. Di antaranya ada struktur yang terbagi ke dalam beberapa bagian sesuai bentuk lagunya, ada juga struktur yang terdapat dalam setiap bentuk lagu tersebut. Sedangkan dalam pengolahan tempo dan dinamika, yang paling menonjol adalah pengolahan tempo, karena dipengaruhi oleh jenis lagunya yang tergolong polymetraschematica, dan memiliki keleluasaan dalam membawakan lagunya (adlibitum). Kemudian, untuk pengolahan yang berkaitan dengan layer musikal, yang paling lengkap komponen musikalnya hanya terdapat pada wanda panambih. 1
Istilah yang digunakan untuk mengelompokan lagu-lagu dalam Tembang Sunda Cianjuran. Salah satu wanda dalam Tembang Sunda Cianjuran, yang merupakan stilisasi dari seni pantun Sunda. 3 Salah satu wanda dalam Tembang Sunda Cianjuran, disebut juga lagu-lagu ekstra. 4 Urutannya atau untaian 5 Mamaos merupakan kata halus bahasa Sunda dari kata “mamaca”. Maca kata halusnya adalah maos. Mamaca = babaca = wawaca. Waca dalam bahasa Sunda menjadi baca. Wawaca + fonem /n/ jadi wawacan. Mamaca itu terjadi tatkala kebudayaan wawacan mulai tumbuh subur di Tatar Sunda, yaitu membacakan wawacan dengan cara dilagukan agak cepat yang disebut “ditembang rancagkeun” (Sukanda 1984:6). 6 Gelenyu merupakan tabuhan yang berfungsi sebagai kode untuk menunjukkan judul lagu yang akan dibawakan, dan sebagai selingan untuk memberi kesempatan istirahat kepada penembang. Tabuhan gelenyu ada yang dimainkan diawal lagu, ada juga yang dimainkan di tengah-tengah lagu. 7 Iringan 8 Pasieupan merupakan suatu teknik tabuhan dalam Kacapi Indung dengan menggunakan telunjuk kanan dengan cara disintreuk dan telunjuk kiri dengan cara ditoel, nada yang dimainkannya satu persatu dengan irama yang cepat. 9 Narangtang merupakan istilah yang digunakan oleh vokal dan iringannya, sebagai lagu pembuka sebelum memasuki lagu mamaos dalam wanda papantunan. 10 Istilah yang digunakan dalam Kacapi Indung untuk mengiringi lagu-lagu mamaos. 11 Dalam Kacapi Indung artinya ditahan kemudian dibunyikan. 12 Tabuhan pembuka 2
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 17
Bibliografi Herdini, Heri. (2003). Metode Pembelajaran Kacapi Indung Dalam Tembang Sunda Cianjuran. Bandung: STSI Press. _____- (2005). Gaya permainan Kacapi Indung Uking Sukri: Analisis Tabuhan Pasieupan Dalam Tembang Sunda Cianjuran: NF Entertainment Kerja sama dengan STSI Bandung. Nettl, Bruno. (1964). Theory And Method In Ethnomusicology. New York: Free Press. Wiratmadja, Apung. S. (1996). Mengenal Seni Tembang Sunda. Dinas P & K Propinsi Daerah TK. I Jawa Barat. Bandung.
Disajikan pada perkuliahan umum SPs Pendidikan Seni UPI, 24 Mei 2010
Page 18