ANALISIS PERUBAHAN PERATURAN GUBERNUR TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DI PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS PERUBAHAN PERATURAN GUBERNUR TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DI PROVINSI DKI JAKARTA Yosephine (Penulis) Afiati Indri Wardani (Pembimbing) PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

ABSTRAK Penelitian ini membahas analisis perubahan Peraturan Gubernur tentang kawasan dilarang merokok. Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta dilihat dari perubahan kebijakan publik. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kebijakan, kebijakan publik, dan perubahan kebijakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana proses perubahan dan alasan dilakukan perubahan peraturan gubernur tentang kawasan dilarang merokok di Provinsi DKI Jakarta. Metode penelitian yang dipakai adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data primer dalam penelitian ini berupa studi lapangan yang dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian, sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berupa studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data instansi terkait, buku, karya akademis, media internet. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses perubahan peraturan gubernur tentang kawasan dilarang merokok dimulai dari proses perumusan kembali, adapun tahapan yang dilalui adalah perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan dan penomoran, autentifikasi dan penyebarluasan, serta pendokumentasian peraturan gubernur. Alasan dilakukan perubahan peraturan gubernur adalah berdasarkan hasil penelitian tentang kadar partikel halus yang dilakukan BPLHD DKI Jakarta yaitu dari beberapa tempat khusus merokok yang berada di dalam gedung terdeteksi melewati ambang batas yang ditetapkan oleh WHO. Berdasarkan jajak pendapat, kebijakan dengan tidak memperbolehkan adanya tempat khusus merokok didalam gedung mendapat dukungan lebih dari 90% dari masyarakat DKI Jakarta.

ABSTRACT The research explains the analysis of the policy changes in the governor’s regulation no smoking areas. This research was conducted in Jakarta views of public policy changes. Theory used in this research is the theory of policy, public policy, and policy changes. The purpose of the research is to explain how the process of change and the reason for the governor regulations concerning no-smoking areas in Jakarta. The research method used is used qualitative approach with descriptive research. The primary data in this research is form field study conducted by interviewing the parties involved in the research, while secondary data in this research is from literature study conducted by collecting data of government institutions, books, academic works, internet media. By this research, These results indicate that the process of regulatory governor change on no-smoking areas starting from the reformulation process, while the phase that is planning, preparation, discussion, enactment and numbering, authentication and dissemination, as well as regulatory documentation governor. Reason to governor regulatory changes is based on the results of research on levels of fine particles carried Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jakarta that of a dedicated smoking areas inside the building undetected past the 1    

threshold set by WHO. Based on the poll, the policy does not allow any smoking in the building where the support of more than 90% of the people of Jakarta. Key words: Governor Regulation; No Smoking Area; Process of Policy Change, and Reasons of Policy Change.

Pendahuluan Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah yang berani dalam pencegahan dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas kesehatan Sumber Daya Manusia (SDM) dibutuhkan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pemerintah baru-baru ini adalah perumusan Memorandum Of Understanding (MOU) antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan yang menekankan pemberlakuan Kawasan Dilarang Merokok (www.tcsc-indonesia.org). Berdasarkan hasil jejak pendapat yang dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta dan Swisscontact Indonesia Foundation bekerjasama dengan Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) menunjukkan bahwa 98 persen responden menyatakan dukungan terhadap peraturan Kawasan Dilarang Merokok (KDM), diikuti dengan 93 persen responden menyatakan telah mengetahui adanya Peraturan Daerah ini (www.tcsc-indonesia.org). Saat ini kebijakan larangan merokok di tempat umum di Indonesia menjadi kebijakan daerah, meskipun belum semua daerah sudah membuat kebijakan ini. Hanya ada 23 wilayah yang sudah membuat peraturan tentang Kawasan Dilarang Merokok. Ada pula beberapa kabupaten kota yang membuat semacam peraturan dari walikota atau bupati. Terlihat pada tabel data wilayah yang sudah membuat peraturan kawasan dilarang merokok di Indonesia di bawah ini: NO 1. 2 3.

Wilayah Bali Denpasar DKI Jakarta

Peraturan Peraturan Daerah No.10 Tahun 2011

-

Peraturan Daerah No.2 Tahun 2005 Peraturan Gubernur No.75 Tahun 2005

2    

Perubahan Peraturan

Peraturan Gubernur No.88 Tahun 2010 Peraturan Gubernur No.50 Tahun 2012

NO 4. 5. 6.

Wilayah

8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Surabaya Pelembang Padang Pajang Daerah Istimewa Yogyakarta Pontianak Kabupaten Sragen Tangerang Bogor Bandung Semarang Pekalongan Makasar

16.

Enrekang

17. 18. 19. 20.

Lombok Timur Padang Payakumbuh Bukit Tinggi

21.

Cirebon

22. 23.

Karanganyar Lampung

7.

Peraturan

Perubahan Peraturan

Peraturan Daerah No.5 Tahun 2008 Peraturan Daerah No.7 Tahun 2009 Peraturan Daerah No.8 Tahun 2009 Peraturan Gubernur No.42 Tahun 2009

-

Peraturan Daerah No.10 Tahun 2010 Peraturan Daerah No.1 Tahun 2011 Peraturan Daerah No.5 Tahun 2012 Peraturan Daerah No.12 Tahun 2009 Peraturan Daerah No.3 Tahun 2005

-

Peraturan Walikota No.12 Tahun 2009

-

Peraturan Walikota No.13 Tahun 2011 Berupa forum diskusi dan penyuluhan tentang bahaya merokok bagi kesehatan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003

-

Peraturan Daerah No.15 Tahun 2011

-

Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 Surat Keputusan Walikota No. 27A tahun 2006 Berupa SK Bupati Karanganyar Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012

-

-

-

Sumber: tobacco control support centre Indonesia.2012 (www.tcsc-indonesia.org)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat nama-nama wilayah yang sudah memiliki kebijakan Tentang Kawasan Dilarang Merokok. Data di atas menyebutkan ada 23 wilayah yang mempunyai Kawasan Dilarang Merokok dan DKI Jakarta merupakan satu-satunya wilayah yang melakukan perubahan terhadap Peraturan Gubernur. Perubahan Peraturan Gubernur yang dilakukan menunjukkan bahwa DKI Jakarta serius dalam penanganan rokok. Keseriusan Pemerintah DKI Jakarta terhadap penanganan rokok terlihat dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Mengacu pada Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2005, Kemudian Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Larangan Merokok dan Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005. Sebagai penyempurnaan dari dua Peraturan Gubernur sebelumnya, Mara Oloan Siregar, Asisten Sekretaris Daerah Bidang 3    

Kesejahteraan Masyarakat mengungkapkan Pemerintah DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok. Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Larangan Merokok, merupakan salah satu kebijakan yang diambil oleh pimpinan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai pelaksanaan lebih lanjut Pasal 13 dan Pasal 24 dari Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Tujuan dari adanya peraturan gubernur ini bukanlah melarang seseorang untuk merokok tetapi melarang seseorang merokok di sembarang tempat dan mengatur perilaku orang untuk merokok pada tempatnya (dikawasan merokok) yang telah ditetapkan. Pada tahun 2010 dilakukan perubahan atas Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 yaitu Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 tentang perubahan Peraturan Gubernur No.75 Tahun 2005, Penerapan ini ditegaskan Fauzi Bowo didasari keinginan hidup sehat dengan menghirup udara yang sehat pula dari warga Jakarta. Dalam Peraturan Gubernur itu, diatur tentang berbagai cara untuk mengubah kebiasaan merokok yakni dengan menghilangkan tempat khusus merokok yang selama ini masih terdapat di areal dalam gedung. "Sanksinya kami meminta media untuk mempublikasikan orang-orang yang merokok. Sanksinya bukan hukuman saja tapi ada pula sanksi publik," tegas Bang Fauzi, sapaan akrab Fauzi Bowo dalam www.detik.com. Pada kenyataanya, peraturan tersebut belum efektif seperti yang diungkapkan dalam hukumonline.com : Mengenai peraturan Kawasan Dilarang Merokok di Jakarta adalah Peraturan Gubernur No. 75 tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010. Sanksi pelanggaran merokok sudah ada diatur dalam Pasal 27 baik bagi orang yang merokok maupun pimpinan dan/atau penanggungjawab tempat yang ditetapkan sebagai Kawasan Dilarang Merokok. Namun, dalam penegakan aturan Kawasan Dilarang Merokok ini dapat dikatakan tidak efektif. (http://www.hukumonline.com) Pemerintah DKI Jakarta kemudian melakukan penyempurnaan dari 2 Peraturan Gubernur sebelumnya tentang Kawasan Dilarang merokok yaitu Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok. Hal-hal penting yang diatur dalam Peraturan Gubernur No. 50 tahun 2012, antara lain peran serta pengelola tempat/gedung/angkutan umum diperkuat untuk memastikan penerapan Kawasan Dilarang Merokok di tempat yang 4    

menjadi tanggung jawabnya, dan pengelola tempat/gedung/angkutan umum yang wajib menyediakan

sarana

pengaduan

masyarakat

dengan

mencantumkan

nomor

telepon/sms/email atau bentuk lainnya. (http://www.beritasatu.com) Penerapan Kawasan Dilarang Merokok di DKI Jakarta mendapat sejumlah tantangan diantaranya tantangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri dalam melaksanakan penegakan hukum Kawasan Dilarang Merokok di Jakarta adalah sulitnya penerapan sanksi hukum karena memerlukan sumber daya dan dana yang besar, seperti yang diungkapkan Kepala BPLHD DKI Jakarta, Peni Susanti dalam News.detik.com. Sebuah gerakan yang menamakan diri Komunitas Kretek juga menyatakan aktivitas merokok sebagai sebuah hak konstitusi yang dilindungi oleh Undang-Undang. Jibal Windiaz, Koordinator Komunitas Kretek Jakarta menilai rokok adalah barang legal dan kegiatan merokok adalah hak setiap orang, maka selayaknya pemerintah memenuhi hak dari setiap warga negara untuk melakukan aktivitas apapun. (www.komunitaskretek.or.id) Perubahan kebijakan tentang Kawasan Dilarang Merokok di DKI Jakarta mulai dari Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 kemudian No. 88 Tahun 2010 dan terakhir No. 50 Tahun 2012 tentunya didasari atas berbagai pertimbangan yang ada. Jones dalam bukunya Pengantar Kebijakan Publik menyatakan, Karekteristik dari permasalahan publik adalah bahwa mereka tidak sebagai unit-unit. Para pembuat kebijakan cenderung menganggap “problem tersebut” sebagaimana sebuah problem seperti masalah kawasan dilarang merokok di DKI Jakarta. Terdapat beberapa alasan bahwa tak mungkin untuk memegang permasalahan dan kesatuan ruang lingkup secara mudah dan sederhana. Berdasarkan dengan adanya perubahan Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang Merokok di Provinsi DKI Jakarta, maka penelitian ini memfokuskan pada Analisis Perubahan Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang Merokok di Provinsi DKI Jakarta Pokok Permasalahan Berdasarkan Latar Belakang Permasalahan di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah Bagaimana Proses dan Alasan Perubahan Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang merokok di Provinsi DKI Jakarta. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang telah dikemukakan di pokok permasalahan yaitu menjelaskan proses dan alasan perubahan Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang Merokok di Provinsi DKI Jakarta. 5    

Tinjauan Teoritis Satu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai (Winarno,2012:21). Dalam buku Public Policy mengatakan kebijakan publik dikembangkan dari isu kebijakan, dan bukan hanya dari masalah kebijakan. Isu kebijakan terdiri atas masalah kebijakan dan kebutuhan kebijakan. Isu kebijakan adalah isu yang hanya dapat atau harus direspon oleh kebijakan publik (Nugroho,2011:436). Berdasarkan masalah di atas, masalah publik (public problem) merupakan pemasalahan yang harus dibuat kebijakan sebagai solusinya, yang dinamakan kebijakan publik dan di definisikan Parsons sebagai berikut: “public policy is a field which tends to be defined by policy areas or sectors, and it is largely in this setting that inter-disciplinary and inter-institutional interaction may take place. They also provide the context of comparative studies. Some of the key areas of public policy include health, transport, education, social policy, housing, economic policy, race and urban planning” (Parsons, 1994:31). James P. Lester dan Joseph Stewart (1996) menyusun tahapan kebijakan (policy cycle) dalam enam langkah dengan uraian masing-masing:

Sumber: Lester & Stewart, 1996:6

Pada tahapan penyusunan agenda, pembuat kebijakan akan mengumpulkan masalahmasalah yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisa dan diikuti dengan penyusunan pembuatan kebijakan. Siklus berikutnya adalah menerapkan kebijakan tersebut dalam masyarakat, dan diikuti dengan mengevaluasi. Dengan menganalisis hasil evaluasi, maka 6    

dibuatlah penyesuian atau perubahan bagi penyempurnaan policy. Langkah terakhir dari siklus pembuatan kebijakan adalah mengakhiri kebijakan karena tujuannya sudah tercapai. Konsep perubahan kebijakan (policy change) merujuk pada penggantian kebijakan yang sudah ada dengan satu atau lebih kebijakan yang lain. Perubahan kebijakan ini meliputi pengambilan kebijakan baru dan merevisi kebijakan yang sudah ada. Titik awalnya adalah bahwa perubahan terus-menerus terjadi di dalam proses kebijakan, ini mungkin akibat dari evaluasi kebijakan, tetapi kemungkinan besar merupakan konsekuensi dari perubahan dalam lingkungan kebijakan, politik dan pembelajaran birokratis, atau perkembangan ide dan struktur organisasi (Winarno,2012:251-252). Dalam buku Pengantar Kebijakan Publik karangan Jones, beliau mengatakan perubahan dengan kata resolusi. Pelajaran utama dalam buku tersebut adalah bahwa permasalahan publik tidak pernah “dipecahkan” secara tuntas dan universal. Hal ini menjelaskan juga sifat yang sama pada “resolusi”, sebuah kata yang secara harafiah mengacu pada tindakan atau proses penyelesaian atau proses pengurangan kearah bentuk yang lebih sederhana. Secara spesifik resolusi disini dipandang sebagai sebuah proses yang mana didalamnya permasalahan publik mengalami perubahan atau dengan kata lain sebuah proses yang mengubah permasalahan (dalam Jones, 1991:420 terjemahan oleh Ricky Istamto). Perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan yang ada tergantung kepada pada beberapa faktor. Faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan kebijakan meliputi; pertama, sejauh mana kebijakan awal dinilai mampu “memecahkan” persoalan. Sebagaimana telah sering disinggung sebelumnya, pada dasarnya kebijakan publik dibentuk untuk memecahkan persoalan-persoalan publik. Kedua, kemampuan dengan mana kebijakan-kebijakankebijakan semacam itu dikelola. Ketiga, kelemahan yang mungkin ada selama proses implementasi kebijakan berlangsung (Winarno,2012:252) Metode Penelitian Peneliti memilih pendekatan kualitatif yang digunakan sebagai kacamata awal penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi suatu fenomena sosial, dalam hal ini Perubahan Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang Merokok di Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan pada manfaat penelitian, jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian murni. Berdasarkan tujuannya, penelitian ini dapat dikategorikan ke 7    

dalam penelitian deskriptif. Dilihat dari dimensi waktu, penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian cross sectional, karena penelitian ini hanya dilakukan dalam satu waktu tertentu dan peneliti tidak akan melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Narasumber Guna memperoleh informasi mengenai proses dan alasan perubahan peraturan gubernur tentang kawasan dilarang merokok, maka narasumber yang dipilih dalam penelitian ini adalah 1. Kepala Seksi Edukasi Lingkungan Bagian Penegakan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, Bapak Rahmat Bhayangkara; 2. Staf Penyusunan Perundang-undangan Biro Hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Bapak Ifan Muhamad Firmansyah; 3. Staf Seksi Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Bapak Suhardi, M.Si; 4. Kepala Seksi Regulasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Bapak Jehezekiel Tjziliwu, SE., MM; 5. Staf Anggaran Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Bapak Edi Jumantoro dan Ibu Regita; 6. Kepala Seksi Pengawasan Lingkungan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, Ibu Letty Lestari; 7. Executive Director of Swisscontact Indonesia, Ibu Dollaris Riauaty Suhadi Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peulis mendapatkan hasil bahwa proses perubahan peraturan gubernur tentang kawasan dilarang merokok merupakan proses sosial dinamis yang berkelanjutan dari implementasi dan perbaikan-perbaikan kebijakan sebagai hasil dari perubahan dalam sumber daya dan lingkungan. Proses perubahan peraturan gubernur tentang kawasan dilarang merokok akan kembali melalui tahapan perumusan awal yaitu mulai dari penyusunan naskah akademik, tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan dan penomoran, autentifikasi dan penyebarluasan, serta pendokumentasian kembali. Alasan perubahan pada Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 yaitu untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain, berdasarkan hasil pengukuran 8    

yang dilakukan oleh BPLHD bekerjasama dengan John Hopkins Public School of Health terhadap kadar partikel halus (PM2,5) di area dilarang merokok terdeteksi bahwa kadar partikel halus melebihi batas ambang yang ditentukan oleh WHO. Kemudian lebih dari 90% masyarakat Jakarta mendukung Jakarta bebas asap rokok. Setelah itu pada tahun 2012 dilakukan penyempurnaan pada Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012. Alasan dilakukan penyempurnaan peraturan ini adalah berdasarkan rangkuman polling pada tahun 2009 dan 2011 terlihat bahwa respon masyarakat atas kebijakan kawasan dilarang merokok di Jakarta meningkat. Banyaknya objek pengawasan dan pelanggaran pada kawasan dilarang merokok membuat peraturan tersebut belum efektif. Pembahasan Proses Perubahan Peraturan Gubernur Tentang Kebijakan Kawasan Dilarang Merokok Kebijakan merupakan suatu perangkat, mekanisme, dan sistem yang dapat mengarahkan dan berorientasi kepada kepada pencapaian tujuan publik. Hal terpenting dalam proses kebijakan adalah formulasi (perumusan) kebijakan. Namun sebelum sampai itu semua, hal dasar yang harus dilakukan dalam proses formulasi kebijakan adalah bagaimana para analisis kebijakan dapat mengenal masalah-masalah publik. Peraturan Gubernur tentang kawasan dilarang merokok merupakan sebuah kebijakan yang mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok serta sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat akan dampak bahaya merokok. Kawasan dilarang merokok merupakan ruang atau area yang dinyatakan sebagai tempat atau area dilarangnya kegiatan merokok, yaitu tempat umum, tempat kerja, tempat belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, angkutan umum, arena kegiatan anak-anak, dan tempat ibadah. Meskipun Peraturan ini sudah direncanakan dengan sebaik-baiknya tidak dapat dipungkiri dalam melaksanakan kebijakan tersebut pasti akan ada masalah yang muncul sehingga akan ada dampak yang luas terhadap kehidupan masyarakat. Peraturan Gubernur tentang kawasan dilarang merokok merupakan salah satu produk hukum yang dibentuk oleh daerah. Pembentukannya didasarkan pada Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Perubahan kebijakan kawasan dilarang merokok didahului oleh Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan No. 75 Tahun 2005 Tentang Kawasan Dilarang Merokok dan kemudian dilakukan 9    

penyempurnaan yaitu Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok. Proses perubahan kebijakan ini melibatkan beberapa SKPD/UKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah) di Provinsi DKI Jakarta yaitu, Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Dinas Olahraga dan Pemuda, Dinas Perindustrian, serta Biro Pendidikan dan Mental Spiritual. Adapun proses pembentukan Peraturan Gubernur tentang kawasan dilarang merokok dilakukan melalui beberapa tahap meliputi: perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan dan penomoran, autentifikasi dan penyebarluasan, pendokumentasian. Berikut disampaikan uraian dari tiap tahapan pembentukan Peraturan Gubernur: 1. Perencanaan Peraturan Gubernur Tahap perencanaan merupakan tahapan pengenalan terhadap masalah-masalah yang akan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses perencanaan peraturan gubernur. Mengenali dan mendefinisikan masalah publik menjadi faktor yang cukup krusial dalam proses pembuatan kebijakan. Proses perubahan Peraturan Gubernur dalam membuat perencanaan peraturan gubernur yang baru mengenai kebijakan kawasan dilarang merokok yaitu Kepala SKPD/UKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah) pemrakarsa yaitu BPLHD DKI Jakarta membuat rencana penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur. Penyusunan rancangan Peraturan Gubernur dapat diawali dengan penyusunan naskah akademik. Naskah akademik juga merupakan prasyarat untuk menyususn rancangan peraturan gubernur. Tujuan dari naskah akademik adalah agar peraturan gubernur yang dihasilkan sejalan dengan sistem hukum nasional, sesuai dengan (tuntutan) kehidupan masyarakat dan dapat meminimalisir kesalahan dikemudian hari. Dalam rancangan Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 dan Peraturan Gubernur No, 50 Tahun 2012 dilampirkan naskah akademik yang berisi pendahuluan, kajian teoritis dan praktik empiris, evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait, landasan filosofi, sosiologis dan yuridis, jangkauan, arah pengaturan dan ruang lingkup materi Undang-Undang atau Peraturan Daerah, Penutup. Isi dari naskah akademik dari tiap rancangan perubahan Peraturan Gubernur berbeda, Naskah akademik Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2012 berisi hasil penelitian dari BPLHD 10    

bekerjasama dengan John Hopkins Public School of Health bahwa hasil pengukuran kadar partikel halus di beberapa tempat area dilarang merokok terdeteksi melewati batas ambang yang ditetapkan oleh WHO karena tempat khusus merokok tidak efektif untuk mencegah asap rokok keluar dari dalam ruang khusus merokok dan mencemari ruangan yang ada disekitarnya oleh karena itu perlu dilakukan perubahan peraturan gubernur.Sementara itu, Naskah akademik Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012 berisi kajian tentang bagaimana pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum kawasan larangan merokok masih belum efektif dalam memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok oleh karena itu perlu adanya perubahan peraturan gubernur tersebut untuk menjadi acuan bagi SKPD/UKPD dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum. Jenis perubahan pada rancangan Peraturan Gubenur No. 88 Tahun 2010 adalah persyaratan tempat khusus/kawasan merokok dengan perencanaan tempat khusus merokok terletak di luar gedung dan terpisah secara fisik, sedangkan Jenis perubahan pada rancangan Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012 adalah pedoman pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum kawasan dilarang merokok dengan perencanaan BPLHD, Walikota/Bupati, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Perhubungan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Olahraga dan Pemuda, Biro Pendidikan dan Mental Spiritual dan Biro Umum wajib melakukan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum kawasan dilarang merokok. 2. Penyusunan Peraturan Gubernur Setelah dilakukan tahapan perencanaan maka tahapan berikutnya adalah penyusunan dimana naskah akademik yang berisi hasil penelitian dan pengkajian terhadap kawasan dilarang merokok. Dalam penyusunan rancangan Peraturan Gubernur, Kepala SKPD/UKPD pemrakarsa dapat membentuk Tim Penyusun Rancangan Peraturan Gubernur yang berasal dari unsur SKPD dan/atau UKPD terkait. Tim tersebut akan memaparkan mengenai rancangan peraturan gubernur yang baru. Paparan yang disampaikan di bahas secara bersama-sama, yang dimaksud bersama-sama disini adalah Internal Pemerintah yaitu BPLHD DKI Jakarta dan SKPD/UKPD terkait. Pada proses paparan rancangan Peratuan Gubernur tersebut juga harus mencakup 3 unsur yaitu filosofis, sosiologis maupu yuridis. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan kawasan 11    

dilarang merokok dibentuk dengan mempertimbangkan pandangan hidup dan kesadaran bahwa rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat baik perokok aktif maupun perokok pasif. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dimana untuk mendapatkan udara sehat dan bersih merupakan hak bagi setiap orang maka diperlukan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk mencegah dampak penggunaan rokok baik langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan. Setelah rancangan Peraturan Gubernur tersebut telah disusun sesuai dengan masukan dalam rapat penyusunan maka tahapan selanjutnya ada pembahasan. 3. Pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur Pembahasan mengenai rancangan peraturan gubernur ini merupakan tindak lanjut dari proses penyusunan dimana dalam proses pembahasan diundang pihak dari luar yaitu masyarakat dan LSM. Sehingga dalam proses pembahasan peran serta internal dan eksternal pemerintah ikut terlibat. Rancangan yang telah disusun dalam tahap penyusunan kemudian akan di paparkan kepada masyarakat mengenai mengapa perlu dilakukan perubahan pada peraturan gubernur tentang kawasan dilarang merokok. Pada tahap pembahasan ini pemerintah juga ingin mengetahui pendapat dan masukan dari masyarakat terkait perubahan yang akan dilakukan. Setelah dilakukan pembahasan maka Tim Pembahas akan melakukan harmonisasi, pemantapan konsepsi dan sinkronisasi materi muatan serta bahasa dan teknis penulisan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rancangan Peraturan Gubernur yang telah diperbaiki dan disetujui dalam tahapan pembahasan selanjutnya akan di verbal. Yang dimaksud verbal disini adalah rancangan yang akan difinalisasi dan di paraf serta oleh instansi terkait 7 kawasan dilarang merokok yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Biro Pendidikan dan Mental Spirtual Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Rancangan peraturan yang telah masuk ke Biro Hukum maka akan disesuiakan dengan kaidah hukum pembentukan produk hukum daerah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan disertai oleh kelengkapan dokumen pendukung untuk nantinya dilakukan pengesahan oleh Gubernur. 12    

4. Pengundangan dan penomoran Peraturan Gubernur Tahapan selanjutnya adalah pengesahan oleh Gubernur DKI Jakarta, yang dalam proses nya seperti penjelasan di bawah ini: -

Naskah/rancangan Peraturan Gubernur yang telah ditetapkan oleh Gubernur, akan dibubuhi nomor dan tahun oleh Kepala Biro umum dan diundangkan oleh Sekretaris Daerah.

-

Penomoran dalam Berita Daerah pada naskah Peraturan Gubernur terdiri atas 5 (lima) digit.

-

Digit atau angka kedua pada naskah Peraturan Gubernur yaitu:

-

Digit angka ketiga, keempat dan kelima merupakan nomor urut

5. Autentifikasi dan penyebarluasan Autentifikasi merupakan penilaian/pengkajian produk hukum daerah

yang

dilakukan terhadap keaslian produk hukum daerah yang akan diundangkan.Oleh karena itu, Peraturan Gubernur yang telah diundangkan, sebelum disampaikan kepada kepala SKPD/UKPD Pemrakarsa dan disebarluaskan, wajib dilakukan autentifikasi oleh kepala biro hukum. Kemudia Naskah Peraturan Gubernur yang disebarkan oleh BPLHD adalah salinan Peraturan Gubernur yang telah di autentifikasikan oleh Kepala Biro HukumPendokumentasian. Penyebarluasan Peraturan Gubernur tentang kawasan dilarang merokok dimasksudkan agar SKPD/UKPD terkait, masyarakat dan pihak lainnya yang terkait dapat mengetahui dan memahami serta melaksankan Peraturan Gubernur tentang kawasan dilarang merokok yang telah ditetapkan. Penyebarluasan Peraturan Gubernur dapat juga dilakukan melaui media cetak, media elektronik, dan cara lainnya misalnya dengan cara tatap muka atau dialog langsung, berupa ceramah, workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konferensi pers dan lainnya. 6. Pendokumentasian Peraturan Gubernur Dalam tahapan akhir yaitu pendokumentasian, naskah asli Peraturan Gubernur akan didokumentasikan oleh Kepala Biro Umum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Proses pembentukan kebijakan kawasan dilarang merokok merupakan proses sosial dinamis yang berkelanjutan dari implementasi dan perbaikan-perbaikan kebijakan sebagai hasil dari perubahan dalam sumber daya dan lingkungan. Ini berarti, perubahan-perubahan mungkin harus dibuat agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dengan demikian, 13    

proses yang terjadi adalah sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan yang terjadi karena proses yang dinamis yang merupakan resultan dari berbagai faktor. Alasan Perubahan Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta selaku pembuat kebijakan mempunyai tujuan dalam dibentuknya Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 yaitu untuk menurunkan angka kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan produktivitas kerja, mewujudkan kualitas udara yang sehat, bersih, dan bebas dari asap rokok, menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula, serta mewujudkan generasi muda yang sehat maka dibuat tempat khusus merokok di dalam gedung. Menimbang bahwa tempat khusus merokok yang diperbolehkan pada Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005, berdasarkan hasil penelitian tahun 2009 terbukti tidak efektif melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain. Kemudian dikeluarkan Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 tentang kawasan dilarang merokok. Dalam Peraturan Gubenur No. 88 Tahun 2010 terdapat 2 Pasal yang berubah yaitu Pasal 18 mengenai persyaratan tempat khusus merokok dan Pasal 27 mengenai sanksi administrasi. Seperti dilihat pada tabel berikut ini PASAL

PERGUB NO. 75/2005

Psl. 18 : Persyaratan tempat khusus/kawasan merokok

a.

b. c. d.

PERGUB NO. 88/2010

Tempat terpisah atau secara fisik atau tidak tercampur dengan kawasan dilarang merokok; Dilengkapi alat penghisap udara atau memiliki sistem sirkulasi udara; Dilengkapi asbak atau tempat pembuangan puntung rokok; Dapat dilengkapi dengan data dan informasi bahaya merokok bagi kesehatan.

a.

Peringatan tertulis; Penghentian sementara kegiatan atau usaha; dan Pencabutan izin

a. b.

b.

Terpisah secara fisik dan terletak di luar gedung; Tidak berdekatan dengan pintu keluar masuk gedung.

e.

Psl. 27 : Sanksi Administrasi

a. b. c.

c. d.

14    

Peringatan tertulis Penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka kepada publik melalui media massa; Penghentian sementara kegiatan atau usaha; dan Pencabutan izin

Berdasarkan table di atas, didasarkan pada keinginan untuk melindungi masyarakat DKI Jakarta dari bahaya asap rokok dimana di dalam Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 masih dibolehkan adanya tempat untuk merokok di dalam gedung. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 yang tidak memperbolehkan tempat/ruang didalam gedung. Perubahan pertama pada pasal 18 mengenai pengaturan tempat khusus merokok didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta bekerjasama dengan John Hopkins Public School of Health. Oleh karenanya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya Asap Rokok Orang Lain (AROL). Asap rokok orang lain adalah asap yang keluar dari ujung rokok yang menyala atau produk tembakau lainnya, yang biasanya merupakan gabungan dengan asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok. Paparan terhadap Asap rokok orang lain berbahaya karena memiliki dampak langsung dan dampak jangka panjang. Dampak langsung seperti: iritasi mata, sakit kepala, batuk, dan laim-lain sementara itu dampak jangka panjang adalah kanker paru-paru, jantung stroke, dan lain-lain. Adanya tempat merokok didalam gedung tidak efektif melindungi masyarakat dari bahaya dan dampak asap rokok di atas berdasarkan hasil penelitian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yakni BPLHD DKI Jakarta bekerjasama dengan John Hopkins Public School of Health tentang pengukuran terhadap kadar partikel halus (PM2,5). Hasil penelitian pengukuran terhadap kadar partikel halus (PM2,5) berdasarkan standar WHO di Area Dilarang Merokok di Restoran, Tempat Hiburan, dan di Gedung-gedung Pemerintah di Jakarta selama bulan Agustus 2009, terdeteksi hasil kadar partikel halus dari beberapa tempat kawasan dilarang merokok di DKI Jakarta melewati ambang batas yang ditetapkan oleh WHO. Kebijakan yang membedakan pada Peraturan ini adalah kebijakan dengan tidak memperbolehkan adanya tempat khusus merokok didalam gedung. Kebijakan baru tersebut juga mendapat dukungan lebih dari 90% masyarakat Jakarta. Sebuah inisiatif juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memulai perjalanan menuju Kota Jakarta yang bebas asap rokok dengan penutupan tempat khusus merokok di Balai Kota dan seluruh gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2010. Perubahan yang kedua pada pasal 27 mengenai sanksi administrasi, didasari untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan rokok. Sebagaimana yang tertera pada Tabel 15    

di atas, sanksi bagi pelanggaran kawasan dilarang merokok sudah ada, baik bagi orang yang merokok maupun pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat yang ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok. Namun pada penegakkan hukum mengenai aturan kawasan dilarang merokok belum efektif. Sehingga pada Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2012 ditambahkan satu sanksi administrasi yaitu penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka kepada publik melalui media massa. Penambahan sanksi administrasi pada Peraturan ini adalah agar penegakan hukum kawasan dilarang merokok lebih efektif. Ketidakefektivan penegakan hukum tersebut juga disebabkan oleh pimpinan/penanggung jawab tempat/kegiatan/usaha/ pengelola gedung pad kawasan dilarang merokok tidak tegas dalam memberikan sanksi. Alasan Perubahan Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012 Berdasarkan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang kawasan dilarang merokok didasarkan kepada tidak adanya kegiatan merokok di dalam gedung dan tempat khusus merokok di tempat umum dan tempat kerja terpisah di luar gedung, tidak berdekatan dengan pintu keluar masuk. Agar pelaksanaan kawasan dilarang merokok dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum oleh masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah maupun Unit Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Untuk mengefektifkan pelaksanaan dari peraturan gubernur tentang kawasan dilarang merokok perlu dilakukan langkah-langkah konkrit dalam menerapkan penegakan hukum di kawasan dilarang merokok maka dilakukan perubahan. Dimana SKPD/UKPD yang terkait dalam kawasan dilarang merokok bertanggung jawab terhadap tempat yang menjadi binaanya. Penyempurnaan yang dilakukan dalam Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: PASAL Pasal 27: Sanksi Administrasi

PERGUB 88 TAHUN 2010 a.

Peringatan tertulis

a.

a.

Penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka kepada publik melalui media massa; b. Penghentian sementara kegiatan b. atau usaha; dan b. Pencabutan izin.

16    

PERGUB 50 TAHUN 2011 Peringatan tertulis. • Peringatan tertulis I selama 14 x 24 jam • Peringatan tertulis II selama 7 x 24 jam • Peringatan tertulis III selama 3 x 24 jam Penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka kepada publik melalui media massa; Batas waktu pelaksanaan penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka

PASAL

PERGUB 88 TAHUN 2010

PERGUB 50 TAHUN 2011

c.

d.

kepada publik melalui media massa paling lama 1 (satu) bulan sejak tidak mematuhi peringatan tertulis III dan/atau setelah mendapat hasil pengawasan penaatan kawasan dilarang merokok yang menjadi urusannya dan/atau Walikota/ Bupati Penghentian sementara kegiatan atau usaha; dan Penghentian sementara kegiatan atau usaha berupa penyegelan atau tindakan lainnya oleh Kepala Satpol PP atau Kepala Satpol PP Kota/Kabupaten Administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pencabutan izin. Pencabutan izin disiapkan oleh Kepala SKPD/UKPD yang mempunyai tugas pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum kawasan dilarang merokok dan/atau Walikota/ Bupati, kepada Gubernur untuk ditandatangani / Pejabat yang ditunjuk

Selain dilakukan penyempurnaan terhadap sanksi administrasi, didalam Peraturan Gubernur ini juga lebih menjelaskan mengenai pembagian kerja pengawasan penataan kawasan dilarang merokok terhadap 7 kawasan dilarang merokok tempat umum, tempat kerja, tempat belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, angkutan umum, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah. Berdasarkan hal di atas, agar pelaksanaan kawasan dilarang merokok dapat berjalan dengan efektif. Berdasarkan kajian ilmiah Ruang khusus merokok dengan atau tanpa ventilasi tidak efektif; karena asap rokok tetap menyebar keluar dari ruangan khusus merokok. Hal ini didasarkan hasil penelitian bahwa ruangan khusus merokok pada gedung, terdeteksi asap rokok. Kadar (PM 2.5) rata-rata 245 µg/m3 >> 10 x ambang batas WHO (25 µg/m3 per hari) berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh BPLHD DKI Jakarta bekerjasama dengan John Hopkins Public School of Health pada tahun 2009. Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan BPLHD DKI Jakarta mengenai dukungan masyarakat mengenai kebijakan kawasan dilarang merokok mayoritas publik mendukung kebijakan Bebas Asap Rokok. (>90%). Perokok pun mendukung kebijakan Bebas Asap Rokok (80% perokok). Perokok pun tidak mau terpapar asap rokok orang lain 17    

(67% perokok). Rangkuman hasil polling pada tahun 2009 ke 2011 yang dilakukan BPLHD DKI Jakarta terlihat bahwa respon masyarakat terhadap dukungan kebijakan kawasan dilarang merokok di Jakarta meningkat. Strategi Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Dalam pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum belum dapat berjalan efektif sehingga diperlukan pedoman untuk para SKPD/UKPD terkait dalam pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan banyaknya objek pengawasan Kawasan Dilarang Merokok sehingga perlu adanya fungsi pengawas yang tidak hanya dilakukan oleh BPLHD saja tetapi juga SKPD/UKPD terkait Berdasarkan Berdasarkan penjelasan diatas mengenai alasan dilakukan perubahan Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2012, dari alasan tersebut terlihat bahwa tingkat kepatuhan masyarakat yang kurang, dimana masih adanya pelanggaran di kawasan dilarang merokok. Tingkat kepatuhan juga diperparah dengan masih kurangnya penegakan hukum kawasan dilarang merokok di DKI Jakarta karena sanksi dan tindakan tegas dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membuat perokok merokok pada kawasan dilarang merokok. Dampaknya adalah perubahan sanksi yang yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi sia-sia karena sanksi tersebut tidak memberikan efek jera terhadap para perokok. Simpulan 1. Perubahan kebijakan merupakan proses reformulasi dari sebuah kebijakan yang ada sebelumnya. Perubahan kebijakan pada Peraturan Gubernur tentang kawasan dilarang merokok mempunyai tujuan yang filosofis yaitu ingin melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain. Berdasarkan hasil analisis Perubahan Peraturan Gubernur Tentang Kawasan Dilarang

Merokok

di Provinsi DKI Jakarata, dapat

disimpulkan bahwa proses perubahan Peraturan Gubernur dilakukan dengan memulai sebuah kajian akademik sebagai persyaratan dalam pembentukan Peraturan Gubernur setelah itu ada tahapan yang akan dilalui yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengundangan

dan

penomoran,

autentifikasi

dan

penyebarluasan

serta

pendokumentasian. Tahapan awal dalam perencanaan perlu adanya naskah akademik dari hasil kajian yang dilakukan sebagai salah satu persyaratan dalam pembuatan peraturan gubernur. 2. Terdapat bebarapa hal yang menjadi alasan dilakukanya perubahan yaitu, bahaya paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL) dimana AROL mempunyai dampak jangka 18    

panjang dan dampak lanngsung. Berikutnya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh BPLHD bekerjsama dengan John Hopkins University meyatakan bahwa kualitas udara PM 2,5 dalam gedung yang terdapat ruangan khusus merokok terdeteksi melebihi batas ambang yang ditentukan oleh WHO. Kemudian dilakukan survei, jajak pendapat dan polling yang menyatakan lebih dari 90 persen masyarakat mendukung adanya kawasan bebas asap rokok. Saran 1. Untuk lebih mengoptimalkan efektifitas dari Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang Merokok, sebaiknya dalam melakukan pembinaan dan pengawasan SKPD/UKPD terkait secara bersama-sama melakukan secara berkesinambungan pada tempat-tempat yang ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok yang menjadi tanggungjawab binaanya 2. Laporan hasil kegiatan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan yang telah dilakukan pada kawasan dilarang merokok seharusnya dapat dilakukan pemeriksaan secara berkala sehingga perkembangan kawasan dilarang merokok dapat terlihat. 3. Penerapan sanksi yang telah ada dalam Peraturan sebaiknya tidak hanya tertulis di dalam peraturan, perlu dibuat adanya tim satuan tugas pada instansi terkait yang dapat melaksanakan penegakan hukum kawasan dilarang merokok. 4. Permasalahan mengenai rokok merupakan masalah nasional sehingga penyelesaian masalah rokok seharusnya tidak hanya pada level Pemerintah Daerah tapi juga Pemerintah Pusat, dengan adanya peraturan tentang kawasan dilarang merokok Pemerintah juga harus memperhatikan dampak luas dari keluarnya kebijakan ini Kepustakaan Buku: Jones, Charles O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik, Edisi Pertama Cetakan Pertama (Ricky Istamto, Penerjemah). Jakarta: Rajawali Press. Lester, James P and Stewart, Joseph. 1996 . Public Policy: An Evolutionary Approach. New York: West Publishing Company Nugroho, Riant. 2011. Public Policy: Dinamika Kebijakan – analisis kebijakan – manajemen kebijakan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

19    

Parsons, Wayne. 2011. Public Policy: Pengantar Teori & Praktik Analisis Kebijakan Edisi Pertama Cetakan ke Empat (Tri Wibowo Budi Santoso, Penerjemah). Jakarta: Kencana Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS. Sumber Lain: Peraturan Perundang-undangan : Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Lembaran daerah Tahun 2005 Nomor 4 Gubernur DKI Jakarta. Peraturan No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Larangan Merokok. Berita Daerah Tahun 2005 Nomor 66. _______. Peraturan No. 88 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005. Berita Daerah Tahun 2010 Nomor 94. _______. Peraturan No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan, Pembinaan, Pengawasan dan Penegakan Hukum Kawasan Dilarang Merokok. Berita Daerah Tahun 2012 Nomor 48 Publikasi Elektronik : Berita Satu. (31 Mei 2012). Pergub Baru Kawasan Dilarang Merokok Beri Layanan Aduan. 9 Maret 2013. http://beritasatu.com Detik. (2 November 2010). Penerapan Rokok Tak Diintervensi Asing. 12 Maret 2013. http://forum.detik.com Hukum online. Sanksi Pidana Bagi Pelanggar Kawasan Dilarang Merokok. 10 Maret 2013. http://hukumonline.com Komunitas Kretek. Aktivitas Merokok Hak Konstitusional, Jangan Dilarang, Kata Komunitas Kretek. 12 Maret 2013. http://komunitaskretek.or.id TCSC Indonesia. (2012). Kawasan Tanpa Rokok dan Implementasinya. 12 Februari 2013. http://tcsc-indonesia.org

20