ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI DI RUMAH TEMPE INDONESIA
FENY RAHMANI
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN MANAJEM BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai di Rumah Tempe Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Feny Rahmani NIM H24134022
ABSTRAK FENY RAHMANI. Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai di Rumah Tempe Indonesia. Dibimbing oleh HETI MULYATI. Rumah Tempe Indonesia (RTI) memerlukan bahan baku utama kedelai Genetically Modified Organism (GMO) dan Non-GMO dalam memproduksi tempe. Namun, persediaan kedelai saat ini cenderung menumpuk sehingga dapat meningkatkan biaya. Bila tidak dikendalikan dengan baik, maka bahan baku akan mengalami kekurangan atau kelebihan yang berdampak pada perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem persediaan bahan baku di RTI, menganalisis optimalisasi persediaan bahan baku kedelai dan menganalisis perbandingan biaya persediaan di perusahaan dengan biaya Economic Order Quantity (EOQ), meramalkan persediaan bahan baku kedelai sebaiknya dilakukan RTI. Jenis data terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode penelitian yang digunakan ialah EOQ dan metode peramalan deret berkala. Sistem persediaan bahan baku pada RTI tidak menggunakan teori secara khusus. Analisis metode EOQ menghasilkan pemesanan optimal bahan baku kedelai GMO sebanyak 897,91 kg dan kedelai Non-GMO sebanyak 1.087,38 kg dengan penghematan biaya persediaan sebesar Rp. 1.879.378 pertahun. Berdasarkan peramalan di tahun 2016, EOQ cenderung menurun 1 persen dari tahun sebelumnya sebesar 887,82 kedelai GMO dan 1.082,21 untuk kedelai Non-GMO. Kata kunci: kedelai, metode EOQ, persediaan bahan baku ABSTRACT FENY RAHMANI. Inventory Analysis of Soybean at Rumah Tempe Indonesia. Supervised by HETI MULYATI . Rumah Tempe Indonesia (RTI) requires soybean type Genetically Modified Organism (GMO) and Non-GMO as raw material in producing tempeh. Currently, soybean inventory tends to increase the cost. If is not controlled properly, the raw materials will be oven stock and lack of stock. The purposes of this study were to analyze the raw material inventory system at Rumah Tempe Indonesia, analyze the optimization of raw material inventory and analyze the comparative cost soybean supplies in the company and EOQ, and to forecast inventory of soybean RTI. Type of data are primary data and secondary data. The method used EOQ and time series forecasting. Inventory system at RTI does not use a particular theory. The optimal order of raw materials was 897,91 kg to GMO soybeans and soybean Non-GMO was 1.087,38 with the inventory cost savings is Rp. 949.615 per year. EOQ tend decline 1 percent from the previous year at 887,82 and 1.082,21 GMO soybeans for Non - GMO soybeans in 2016. Keywords: EOQ method, inventories of raw materials, soybean
ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI DI RUMAH TEMPE INDONESIA
FENY RAHMANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Departemen Manajemen
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema skripsi penulis dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai April 2016 ini ialah persediaan dengan judul “Analisis Persediaan Bahan Baku di Rumah Tempe Indonesia”. Semakin banyak permintaan tempe, maka jumlah kebutuhan bahan baku semakin tinggi. Bila tidak dikendalikan dengan baik, maka akan berdampak pada perusahaan. Sehingga dibutuhkan analisis persediaan bahan baku kedelai untuk meminimalkan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. rer. pol. Heti Mulyati, S.TP, MT selaku pembimbing. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Eko Rudi Cahyadi, S.Hut, MM dan Bapak M. Syaefudin Andrianto, STP, M.Si selaku dosen penguji. Selain itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Endang Maulana SE yang telah membantu selama pengumpulan data di RTI. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2016 Feny Rahmani
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan masalah
3
Tujuan
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
4
Definisi dan Fungsi Persediaan
4
Jenis-jenis Persediaan
5
Penyebab Munculnya Persediaan
5
Biaya Persediaan
6
Economic Order Quantity
7
Titik Pemesanan Ulang
8
Peramalan
9
Metode Peramalan Deret Berkala
9
Penelitian Terdahulu METODE
10 10
Kerangka Pemikiran
10
Lokasi dan Waktu Penelitian
13
Jenis dan Sumber Data
13
Metode Pengolahan dan Analisis Data
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Gambaran Umum Perusahaan
15
Peralatan Produk RTI
16
Sumber Daya Manusia
17
Proses Produksi
18
Prosedur Pembelian dan Pemesanan Bahan Baku
21
Biaya Persediaan Bahan Baku
23
Analisis Economic Order Quantity
24
Titik Pesan Ulang
25
Peramalan
26
Implikasi Manajerial
28
SIMPULAN DAN SARAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
47
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai di rumah tangga di Indonesia 2002-2013 1 Kebutuhan bahan baku yang dipesan 23 Biaya penyimpanan 23 Jumlah pesan optimum dengan menggunakan Metode EOQ 24 Jumlah pemesanan pertahun dengan menggunakan Metode EOQ 24 Perbandingan total biaya hasil analisis EOQ dan asumsi perusahaan 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hubungan antara biaya simpan, biaya pesan dan biaya penyimpanan Tingkat persediaan titik pesan ulang Kerangka Pemikiran Alur rantai pasok kedelai Mesin pemecah kedelai, meja kerja dan dandang perebusan Struktur organisasi RTI Peta operasi pembuatan tempe Prosedur pemesanan bahan baku Grafik penerapan ROP pada persediaan bahan baku kedelai GMO dan Non-GMO 10 Grafik peramalan kebutuhan bahan baku kedelai GMO tahun 2016 11 Grafik peramalan kebutuhan bahan baku kedelai Non-GMO tahun 2016
6 8 12 16 17 18 20 22 26 27 27
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perhitungan biaya pemesanan dan penyimpanan Analisis perhitungan persediaan berdasarkan asumsi perusahaan Perhitungan Metode EOQ dan total biaya persediaan menggunakan software POM for Windows Perhitungan frekuensi dan periode per pesanan Peramalan perhitungan biaya pemesanan dan penyimpanan tahun 2016 Peramalan perhitungan frekuensi dan periode per pesanan tahun 2016 Peramalan menggunakan Metode Deret Berkala Peramalan perhitungan Metode EOQ dan total biaya persediaan tahun 2016 menggunakan software POM for Windows Daftar istilah
35 37 38 39 40 42 43 44 45
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia setelah padi. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman kedelai telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur (Muhammad 2015). Kedelai menjadi salah satu jenis pangan yang bernilai gizi tinggi. Indonesia menjadikan kedelai sebagai sumber gizi protein nabati utama. Hal ini disebabkan karena kedelai sejak lama dipakai sebagai bahan baku utama pembuatan tempe dan tahu. Pangan lainnya dengan bahan baku kedelai adalah tauco, oncom, dan kecap. Namun demikian, konsumsi per kapita ketiga produk tersebut lebih rendah daripada konsumsi tahu dan tempe pada periode tahun 2014-2016. Konsumsi kedelai segar rata-rata meningkat sebesar 1,65 persen (Buletin Konsumsi Pangan Kementrian Pertanian 2014). Pada tahun 2002-2013 rata-rata konsumsi tahu sebesar 7,26 kg/kapita/tahun. Sedangkan rata-rata konsumsi tempe sedikit lebih tinggi daripada konsumsi tahu yaitu mencapai 7,57 kg/kapita/tahun. Tabel 1 menunjukkan konsumsi tempe lebih tinggi dari makanan lainnya yaitu tahu, tauco, oncom, dan kecap. Tabel 1 Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai di rumah tangga di Indonesia 2002-2013 Konsumsi kg/kapita/tahun Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Ratarata
Kedelai Segar 0,1043 0,0521 0,0521 0,0521 0,0521 0,1043 0,0521 0,0521 0,0521 0,0521 0,0521 0,0521 0,0608
Tahu 7,7171 7,4564 6,7264 6,8829 7,1957 8,4993 7,1436 7,0393 6,9871 7,4043 6,9871 7,0393 7,2565
Tempe 8,2907 8,2386 7,3000 7,5607 8,7079 7,9779 7,2479 7,0393 6,9350 7,3000 7,0914 7,0914 7,5651
Tauco 0,0365 0,0365 0,0365 0,0469 0,0469 0,0313 0,0261 0,0209 0,0209 0,0313 0,0261 0,0261 0,0322
Oncom 0,1043 0,0782 0,0730 0,1095 0,0834 0,1095 0,1043 0,0626 0,0469 0,0730 0,0626 0,0574 0,0804
Kecap 0,6059 0,5694 0,5694 0,6643 0,7008 0,6789 0,6494 0,6205 0,6643 0,6716 0,5694 0,6205 0,6321
Jumlah kg/kapita /tahun 8,4 7,98 7,22 7,79 8,30 8,63 7,67 7,16 7,01 7,56 7,12 7,15 7,66
Sumber : Buletin Konsumsi Pangan Kementerian Pertanian (2014)
Banyaknya produksi berbahan baku kedelai menyebabkan permintaan kedelai meningkat sampai 2,54 juta ton pada tahun 2015. Hingga tahun 2015 produksi kedelai dalam negeri belum bisa mencukupi permintaan. Produksi kedelai dalam negeri hanya mencapai 40 persen yaitu sebesar 998.886 ton kedelai (Badan Pusat Statistik 2015), ditambah produksi kedelai tahun 2015 diperkirakan defisit 1,5 ton. Oleh karena itu, Indonesia masih harus mengimpor 60 persen dari 2,54 juta ton (Kementerian Perindustrian 2015). Negara pengimpor kedelai terbanyak ke Indonesia salah satunya adalah Amerika Serikat sebesar 1,6 ton
2
(Kementerian Pertanian 2011). Hal ini menunjukkan bahwa industri pengolahan berbahan kedelai sangat tergantung kepada ketersediaan kedelai impor. Pada bulan November 2015 harga kedelai impor mencapai Rp 11.000/kg dan harga kedelai lokal mencapai Rp 11.120/kg (Kementerian Perdagangan 2015). Kondisi harga kedelai tersebut semakin menambah beban biaya bagi para pengusaha kecil dan menengah khususnya para pengrajin tempe. Hal ini disebabkan kedelai merupakan bahan baku utama tempe dengan komponen biaya terbesar dalam produksi tempe. Salah satu perusahaan tempe di Indonesia adalah Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang berlokasi di Bogor. RTI adalah salah satu unit usaha kecil yang merupakan unit usaha Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia Kabupaten Bogor. Pada awal pembentukannya, unit usaha ini dijadikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas produksi tempe menjadi lebih baik. Produk tempe RTI ada 3 (tiga) jenis yaitu tempe organik menggunakan kedelai organik atau disebut non Genetically Modified Organism (Non GMO), premium lokal menggunakan kedelai lokal, dan premium impor menggunakan kedelai impor GMO. Kegiatan produksi tempe pada awal berdirinya RTI tahun 2012 disesuaikan dengan pesanan konsumen namun setelah tiga tahun terakhir permintaan tempe pada RTI tetap. Kedelai yang dihabiskan untuk bahan baku tempe RTI mencapai 90 kg/hari kedelai untuk kedelai GMO dan 110 kg/hari untuk kedelai Non GMO. Sedangkan produk premium lokal menghabiskan bahan baku kedelai sebesar 3,3 kg/hari. RTI dapat menghasilkan 367 pcs/hari tempe kedelai Non GMO dan 300 pcs/hari tempe GMO. RTI melalui KOPTI Kabupaten Bogor berupaya untuk memperluas jaringan pemasaran tempe. Tempe RTI telah diterima oleh beberapa rumah sakit, katering, restoran, industri pangan, serta komunitas organik. Selain didistribusikan secara langsung tempe RTI juga didistribukan ke konsumen industri melalui PT. Momenta Agrikultura yang dijual ke beberapa supermarket di Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Semakin banyak permintaan tempe, maka jumlah kebutuhan bahan baku semakin tinggi. Bila tidak dikendalikan dengan baik, maka bahan baku akan mengalami kekurangan atau kelebihan. Hal tersebut berdampak pada semua aspek seperti penjualan, penyimpanan, dan keuntungan. Salah satu aspek yang berpengaruh adalah aspek penyimpanan bahan baku kedelai. Daya simpan kedelai dipengaruhi oleh kadar air bahan dan daya simpan. Menyimpan biji kedelai menggunakan karung plastik dapat disimpan selama empat bulan dan penyimpanan menggunakan alumonium foil dapat disimpan selama delapan bulan (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2014). Pada kedelai Non-GMO daya simpannya hanya mampu mencapai dua bulan, setelah itu kondisi kedelai akan rusak dan rasanya pun berubah maka dari itu persediaan kedelai didalam gudang harus di perhatikan. Berdasarkan hasil survey awal, persediaan di RTI cenderung menumpuk yang berdampak pada biaya persediaan. Bila perusahaan mengalokasikan anggaran terlalu banyak dalam persediaan akan menimbulkan biaya penyimpanan yang berlebihan dan mempunyai opportunity cost atau dana yang dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan (Handoko 2015). Sebaliknya, jika perusahaan tidak mempunyai persediaan yang cukup, dapat mengakibatkan timbulnya biaya karena kekurangan bahan baku. Hal yang perlu dilakukan untuk mengelola bahan baku adalah dengan melakukan pengendalian bahan baku pada RTI. Dengan demikian, perusahaan mengetahui
3
jumlah bahan baku yang optimal untuk memproduksi tempe. Persediaan yang optimal menurut Slamet dalam Taufiq (2014) akan dapat dicapai apabila mampu menyeimbangkan beberapa faktor mengenai kuantitas produk, daya tahan produk, panjangnya periode produksi, fasilitas penyimpanan dan biaya penyimpanan persediaan, kecukupan modal, kebutuhan waktu ditribusi, perlindungan mengenai kekurangan bahan langsung dan suku cadangnya, perlindungan mengenai kekurangan tenaga kerja, perlindungan mengenai kenaikan harga bahan dan perlengkapan serta risiko yang ada dalam persediaan. Salah satu model dalam manajemen persediaan yang dikenal sebagai model klasik dan paling sederhana adalah model kuantitas pesanan ekonomis atau Economic Order Quantity (EOQ). Model EOQ ini digunakan karena kedelai menjadi permintaan bahan baku independen yang tidak terkait dengan barang lain. Asumsi permintaan kedelainya diketahui secara pasti, konstan, merata sepanjang tahun, dan pemesanan dibuat dan diterima seketika. Kondisi tersebut tidak akan menyebabkan adanya kekurangan (Taylor III dan Finnerty dalam Muhardi 2011). Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana persediaan bahan baku kedelai di RTI saat ini? 2. Bagaimana optimalisasi persediaan bahan baku kedelai di RTI? 3. Bagaimana perbandingan biaya persediaan antara sistem persediaan bahan baku di RTI dengan menggunakan metode EOQ? 4. Bagaimana persediaan di tahun mendatang dengan meramalkan bahan baku kedelai di RTI? Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menganalisis persediaan bahan baku kedelai di RTI. 2. Menganalisis optimalisasi persediaan bahan baku kedelai di RTI. 3. Menganalisis perbandingan biaya persediaan antara sistem persediaan bahan baku di RTI dengan menggunakan metode EOQ. 4. Meramalkan persediaan bahan baku kedelai yang sebaiknya dilakukan RTI. Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Bagi perusahaan, penelitian ini sebagai bahan rujukan mengenai manajemen persediaan bahan baku Rumah Tempe Indonesia 2. Bagi penulis, penelitian ini mampu memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai pengendalian bahan baku 3. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, terkait mengenai pengendalian persediaan bahan baku.
4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengkaji manajemen persediaan bahan baku kedelai lokal dan meminimalkan biaya persediaan bahan baku tempe. Data yang digunakan merupakan data penggunaan bahan baku tahun 2015.
TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Fungsi Persediaan Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2003), manajemen persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penentuan kebutuhan material. Sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat terpenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi persediaan dapat ditekan secara optimal. Menurut Prawirosentono (2007), persediaan adalah suatu bagian dari kekayaan perusahaan manufaktur yang digunakan dalam rangkaian proses produksi untuk diolah menjadi barang setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi. Menurut Herjanto (1999), persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memnuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Menurut Aminudin dalam Anissa (2015), pengendalian persediaan merupakan pengumpulan atau penyimpanan komoditas yang akan digunakan untuk memenuhi permintaan dari waktu ke waktu. Baroto dalam Tuerah (2014), menyebutkan fungsi pengendalian persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal, dalam kuantitas yang optimal, dan pada waktu yang optimal. Menurut Rusdiana (2014) fungsi persediaan ialah: 1. Fungsi Decoupling Persediaan decoupling memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan langganan tanpa bergantung pada pemasok. Untuk memenuhi fungsi ini dilakukan cara-cara berikut. a. Persediaan bahan mentah disiapkan dengan tujuan agar perusahaan tidak sepenuhnya bergantung pada penyediaan pemasok dalam hal kuantitas dan pengiriman. b. Persediaan dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang terlibat dapat lebih leluasa dalam berbuat. c. Persediaan barang jadi disiapkan pula dengan tujuan untuk memenuhi permintaan yang bersifat tidak pasti dari langganan. 2. Fungsi Economic Lot Sizing Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar perusahaan dapat berproduksi serta menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam jumlah yang cukup dengan tujuan agara dapat mengurangi biaya per unit produk. 3. Fungsi antispasi Perusahaan sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode pemesanan kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra. Persediaan antisipasi ini penting
5
agar proses produksi tidak terganggu. Sehubungan dengan hal tersebut, perusahaan sebaiknya mengadakan persediaan musiman. Jenis-jenis Persediaan Menurut Prawirosentono (2007) jenis persediaan diklasifikasikan berdasarkan keadaan tahapan dalam proses produksi. Atas dasar produksi ini, jenis persediaan adalah sebagai berikut: 1. Persediaan bahan baku Persediaan ini adalah persediaan bahan mentah yang akan diproses dalam proses produksi. Misalnya, karet lateks merupakan salah satu bahan mentah dari perusahaan yang memproduksi ban mobil dan ban sepeda. 2. Persediaan berupa suku cadang yang akan digunakan dalam proses produksi. Misalnya, blok-mesin kendaraan. Tanpa tersedia suku cadang tersebut, proses perakitan akan terhambat. 3. Persediaan barang setengah jadi diadakan sebagai hasil proses produksi tahap berikutnya. Misalnya, pada perusahaan mebel potongan kayu yang telah dibuat harus disediakan untuk dirakit menjadi kursi atau meja. Jadi, persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses adalah persediaan barang yang dihasilkan pada suatu proses produksi atau tahapan produksi. Persediaan ini masih perlu diproses lebih lanjut agar menjadi barang jadi. 4. Persediaan bahan penolong, disamping bahan baku berupa bahan mentah bahan baku penolong penting disediakan sebab tanpa bahan baku penolong tersebut proses produksi pasti tidak berjalan. Contoh: air, blerang pada perusahaan ban mobil. 5. Persediaan barang jadi, yakni persediaan barang yang telah selesai diolah atau diproses dan siap dijual kepada konsumen, termasuk konsumen akhir. Penyebab Munculnya Persediaan Menurut Baroto (2002) mengatakan bahwa penyebab munculnya persediaan adalah sebagai berikut: 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelummya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan. 2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian Ketidakpastian terjadi akibat: permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. 3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
6
Biaya Persediaan Menurut Brandimarte dan Zotterie (2007), kategori biaya yang paling umum adalah: 1. Biaya pembelian yaitu jumlah uang yang diperlukan untuk membeli barang bahan baku. 2. Biaya pemesanan yaitu biaya yang berkaitan dengan pemesanan jumlah banyak. Biaya tersebut termasuk biaya persiapan dalam lingkungan produksi dimana gudang dipasok oleh pabrik produksi perusahaan. Biaya transportasi atau biaya pengiriman, biaya administrasi pemrosesan pembelian, penerimaan, dan pemeriksaan bahan yang dikirim. 3. Biaya persediaan yaitu biaya untuk ruang gudang hunian. Biaya persediaan, hilangnya nilai barang baik karena barang tersebut sudah tidak segar lagi karena terlalu lama disimpan dalam ruang penyimpanan atau mereka mungkin kehilangan nilai karena inovasi teknologi. 4. Biaya kurangnya pelayanan terhadap pelanggan yaitu, salah satu fungsi dari persediaan adalah untuk memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan dengan pengiriman jeda waktu yang singkat. Manajemen persediaan yang buruk dapat menyebabkan tingkat layanan yang cukup rendah. Layanan pelanggan dapat didefinisikan dalam beberapa cara yang memerlukan fungsi biaya yang sangat berbeda. Menurut Kumalaningrum, Kusumawati dan Hardani (2011), hubungan antara biaya simpan, biaya persediaan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1 Hubungan antara biaya simpan, biaya pesan dan biaya penyimpanan (Kumalaningrum, Kusumawati dan Hardani, 2011)
7
Berdasarkan Gambar 1, maka dapat diketahui bahwa: 1. Biaya pesan akan semakin besar apabila jumlah unit dipesan setiap kali pesan semakin sedikit, dan sebaliknya. 2. Biaya simpan akan semakin besar apabila jumlah unit disimpan semakin besar pula, dan sebaliknya. 3. Total biaya persediaan ditunjukkan oleh perpotongan antara biaya simpan dan biaya pesan. Pada saat biaya simpan = biaya pesan, nilai kuantitas yang dipesan (Q*) akan meminimalkan total biaya persediaan. Economic Order Quantity Jika permintaan adalah konstan maka model yang mendukung dalam pengambilan keputusan adalah model Economic Order Quantity (EOQ). Kondisi sederhana dari model deterministik, konstan, permintaan terus menerus dan dikenal dengan zero lead time. Dengan metode EOQ permintaan dapat dipenuhi dan biaya kekurangan akan nol (Brandimarte dan Zotterie, 2007). Menurut Prawirosentono (2007), biaya yang timbul adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku bersangkutan. Biaya tersebut, terutama biaya total persediaan harus minimum. Dalam rangka meminimumkan biaya persediaan diperlukan suatu cara analisis dengan menghitung besarnya EOQ. Rumusan EOQ adalah : 2SD EOQ = H ......................................................................................................(1) Biaya total persediaan terdiri dari biaya pesan dan biaya simpan, dengan rumus berikut : Q D TC = H + S 2 Q ..................................................................................................(2) dimana : D = Penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu S = Biaya pemesanan (persiapan pesanan dan penyiapan mesin) per pesanan H = Biaya penyimpanan per unit per tahun Q = Kuantitas barang yang dipesan ! !
adalah persediaan rata-rata,
! !
menunjukan jumlah pesanan yang dilakukan per
periode, dengan jumlah stiap kali pesan Q. 1. 2. 3. 4. 5.
Menurut Handoko (2015), asumsi yang digunakan dalam menentukan EOQ: Tingkat permintaan (demand rate) produk bersifat konstan setiap periode baik bulanan atau tahunan dan dapat ditentukan dengan pasti. Hanya terdapat dua jenis biaya yang relevan yang terkait dengan biaya persediaan, yaitu biaya pesan dan biaya simpan. Keputusan untuk pengadaan setiap jenis produk bersifat independen. Waktu tunggu pengiriman dari pemasok dapat ditentukan dengan pasti. Tidak ada permasalahan (no constraint) terhadap jumlah unit setiap lot pesanan.
8
Titik Pemesanan Ulang Menurut Prawirosentono (2007), model persediaan sederhana mengasumsikan bahwa suatu penerimaan suatu pesanan bersifat seketika. Dengan kata lain, model-model persediaan mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menunggu sampai tingkat persediaannya mencapai nol sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan seketika kiriman yang dipesan akan diterima. Akan tetapi, waktu antara dilakukannya pemesanan, disebut lead time atau waktu pengiriman, bisa cepat, beberapa jam atau lambat sampai beberapa bulan. Maka, keputusan kapan akan memesan biasanya diungkapkan dalam konteks titik pemesanan ulang, tingkat persediaan dimana harus dilakukannya pemesanan. Menurut Ballou (2004) penggunaan formula ini sebagai dasar dari pengendalian persediaan yang dapat dilihat pada pola gigi gergaji dengan penipisan persediaan dan pengisian terjadi, seperti yang digambarkan pada Gambar 2. Gagasan dari titik pemesanan ulang, yang merupakan jumlah persediaan di gudang diperbolehkan untuk melakukan pemesanan sebelum permintaan penggantian bahan baku ditempatkan. Karena umumnya ada selang waktu antara saat pesanan dilakukan dan ketika barang tersedia dalam persediaan, permintaan terjadi dari waktu ke waktu tunggu ini harus diantisipasi. Titik pemesanan ulang (reorder point) dicari dengan rumus berikut : ROP = (permintaan per hari)(lead time untuk pemesanan baru dalam hari) = d x L ………………………………………………………….. (3)
Gambar 2 Tingkat persediaan titik pesan ulang (Herjanto, 1999)
9
Keterangan : 0 = Persediaan habis A – B = Waktu tunggu C = Pesanan dilakukan D = Tingkat persediaan saat melakukan pemesanan E = Tingkat persediaan saat pesanan diterima
Persamaan diatas mengasumsikan bahwa permintaannya sama dan bersifat konstan. Bila tidak demikian halnya, harus ditambah stok tambahan, sering kali disebut cadangan pengaman (safety stock). Peramalan Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2014), peramalan pada dasarnya merupakan proses pengestimasian permintaan dimasa mendatang dikaitkan dengan aspek kuantitas, kualitas, waktu terjadinya, dan lokasi yang membutuhkan produk barang dan jasa yang bersangkutan. Tipe metode peramalan dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu metode kualitatif, metode analisis deret berkala, metode kausal, dan metode simulasi. Metode simulasi merupakan peramalan dinamis yang lazim dipakai pada pembuatan kebijakan dibidang pengendalian persediaan. Metode simulasi ini terbagi menjadi dua yaitu: 1. Metode peramalan jangka pendek dibedakan atas rata-rata bergerak dan penghalusan Eksponensial. 2. Metode peramalan kuantitatif dibedakan atas metode deret berkala dan analisis regresi dan korelasi. Metode Peramalan Deret Berkala Data deret berkala (time series) adalah suatu rangkaian pengamatan berdasarkan urutan waktu dari karakteristik kuantitatif dari satu atau kumpulan kejadian yang diambil dalam periode waktu tertentu (Hansun 2012). Menurut Haming dan Nurnajamuddin (2014), metode ini dapat dipakai jika tersedia data historis dalam jangka waktu tertentu dan perilaku permintaan pada waktu yang lalu dipandang akan berlangsung pada waktu yang akan datang. Metode deret berkala ini, variable yang mempengaruhi permintaan diwakili oleh faktor waktu. Rumus analisis regresi sederhana yang biasa digunakan adalah Y = b0 + b1X ……………………………………………………………………... (4) Dimana: Y = realisasi permintaan X = periode waktu, bulan atau tahun b0 = intersep fungsi b1 = koefisien arah ramalan
10
Penelitian Terdahulu Rihan (2013) melakukan penelitian Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kebab Original Pada Stockist PT Kebab Turki Baba Rafi Cabang Bogor. Penelitian bertujuan untuk mengkaji sistem pengendalian bahan baku PT. Kebab Turki Baba Rafi, mengoptimalkan persediaan bahan baku pada PT. Kebab Baba Rafi, dan menganalisis efisiensi dari biaya persediaan total menggunakan metode PT. Kebab Turki Baba Rafi. Hasil penelitian menggunakan metode Analisis ABC dapat di kategorikan daging 4kg Tortills Besar (Torbes) berkategori A dengan persentase 29,35 persen dan 24,55 persen. Kategori B terdapat 4 (empat) macam bahan baku yaitu daging 2kg, selongsong, mayonaise dan saus cabai dengan persentase 17,94 persen 10,09 persen 5,18 persen dan 4,9 persen. Sedangkan kategori C terdapat 6 macam bahan baku yaitu sawi, keju slice (lembaran) saus tomat, tomat, bombay dan timun dengan nilai 4,61 persen 1,23 persen, 0,89 persen, 0,64 persen, 0,44 persen, dan 0,17 persen. Hasil penelitian menggunakan metode EOQ bahwa tingkat pemesana optimum daging 4kg sebanyak 31 pesanan dalam 1 tahun dengan interval waktu 12 hari antar pesanan dan tortilla besar sebanyak 139 unit 37 pesanan interval 10 hari. Persediaan total pertahun dengan menggunakan EOQ sebesar Rp. 386.551.900 di bawah asumsi perusahaan Rp 386.761.600 sehingga perusahaan dapat penghematan pada periode juli 2012 –juli 2013 sebesar 209.700. Penelitian yang dilakukan Hidayah (2015) tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi persediaan bahan baku yang selama ini dilakukan UKM Rajeg, mengidentifikasi tingkat pemesanan optimal UKM Rajeg, mengidentifikasi penentuan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan UKM Rajeg, dan menganalisis penentuan harga pokok produksi UKM Rajeg yang tepat menggunakan metode harga pokok dan kalkulasi biaya menyeluruh, membandingkan kedua metode dan mengetahui efek terhadap penentuan laba atau rugi UKM Rajeg. Berdasarkan metode EOQ nilai pemesanan tertinggi dan terendah pada bulan Desember 2014 sebesar 206 Kg pada renda dan 25 Kg pada tali dan benang sedangkan tertinggi dan terendah pada bulan januari 2015 sebesar 166 Kg pada busa dan 19 Kg pada benang. Harga pokok produksi yang diperoleh berdasarkan harga pokok variabel lebih kecil. Sedangkan menurut metode kalkulasi biaya menyeluruh harga pokok produksi lebih besar dari harga perhitungan UKM Rajeg.
METODE Kerangka Pemikiran Meningkatnya permintaan konsumen terhadap tempe yang berkualitas membuat Rumah Tempe Indonesia (RTI) dituntut untuk menghasilkan produk berkualitas dan efisien. Efisiensi dapat dilakukan melalui manajemen persediaan sehingga dapat menekan biaya produksi, biaya produksi yang efisien akan dapat mendorong harga jual yang lebih bersaing dibandingkan kompetitor lain (Tampubolon, 2004). Jumlah persediaan yang harus diadakan perusahaan sangat
11
penting dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan. Kekurangan persediaan bahan baku kedelai akan menghambat proses produksi sehingga dapat menyebabkan permintaan dan keuntungan menurun. Begitu juga apabila terjadi kelebihan persediaan akan menimbulkan biaya persediaan yang lebih tinggi dan kualitas kedelai menurun. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengendalikan persediaan bahan baku sehingga dapat mencapai kondisi yang optimal. Berdasarkan survey awal persediaan kedelai di RTI cenderung menumpuk, RTI menyimpan sekitar tujuh ton dalam gudang, dengan perencanaan penggunaan untuk 3 bulan kedepan. Dampak yang akan timbul pada penyimpanan tersebut adalah biaya persediaan. Pengelolaan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh RTI diawali dari pemesanan kedelai 4 kali dalam satu tahun. Kebutuhan kedelai RTI seluruhnya dipenuhi oleh Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Kabupaten Bogor (KOPTI). KOPTI Kabupaten Bogor memasok kebutuhan kedelai premium dari Amerika Serikat. Penyimpanan bahan baku di simpan dalam gudang KOPTI. Pengelolaannya menggunakan metode First in first out (FIFO). Pemesanan kembali dilakukan setelah persediaan kedelai hanya cukup untuk satu bulan. Pemesanan konstan, terus menerus dan zero lead time. Metode yang dapat digunakan adalah metode Economic Order Quantity (EOQ) dan peramalan deret berkala. Hasil dari analisis EOQ tersebut dibandingkan dengan metode yang digunakan oleh perusahaan. Setelah mendapatkan hasil EOQ dilakukan proses peramalan untuk tahun berikutnya yang diharapkan dapat menjadi acuan perusahaan untuk persediaan bahan baku dalam gudang tahun berikutnya. Berdasarkan hal tersebut, kerangka pemikiran dibuat untuk mempermudah dalam mengidentifikasi dan memberikan alternatif solusi terhadap masalah. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
12
Sistem persediaan Bahan Baku di RTI
Prosedur Pembelian Bahan Baku
Asumsi EOQ : 1. Tingkat permintaan produk bersifat konstan. 2. Terdapat dua jenis yaitu biaya pesan dan biaya simpan. 3. Produk bersifat independen atau tidak tergantung pada jumlah permintaan barang lainnya. 4. Waktu tunggu pengiriman dari pemasok dapat ditentukan dengan pasti. 5. Tidak ada permasalahan terhadap jumlah unit setiap pesanan. Analisis Biaya Persediaan dengan Metode EOQ
Perbandingan Metode
Metode Pengendalian Bahan Baku oleh Perusahaan
Metode EOQ
Peramalan
Rekomendasi alternatif persediaan bahan baku Gambar 3 Kerangka Pemikiran
13
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Tempe Indonesia (RTI) yang berlokasi di Jl. Raya Cilendek No. 27, Bogor Jawa Barat. RTI ini merupakan unit usaha yang dimiliki oleh Koperasi Produsen Tahu Tempe Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan November 2015 sampai dengan Juli 2016. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara, dan observasi langsung. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang jenis bahan baku yang di pakai dan kapasitas penyimpanan kedelai yang terdapat digudang. Wawancara diajukan kepada manajer produksi. Data sekunder adalah data yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram dan sebagainya. Data sekunder yang didapatkan dari perusahaan meliputi gambaran umum perusahaan, data harga pembelian bahan baku, dan data kebutuhan bahan baku kedelai tahun 2015. Jenis kebutuhan dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3 Table 2 Tujuan, jenis, metode pengumpulan data No.
Tujuan Penelitian
Jenis data
1.
Analisis persediaan bahan baku Optimalisasi persediaan bahan baku
Primer
3.
Analisis perbandingan biaya perusahaan dengan metode EOQ
Primer dan sekunder
4.
Meramalkan persediaan di tahun mendatang
Sekunder
2.
Primer dan sekunder
Metode pengumpulan data − Wawancara dan observasi langsung − Wawancara dan menggunakan data pembelian bahan baku − Wawancara dan menggunakan data perusahaan serta data dari berbagai sumber yaitu PLN dan Telkom − Data kebutuhan bahan baku tahun 2015
Analisis data Metode FIFO Metode EOQ
Menghitung Total biaya persediaan
Metode deret berkala
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahaan data yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perbandingan biaya persediaan yang dilakukan oleh perusahaan dengan yang dilakukan oleh peneliti. Data dan informasi diperoleh diolah dan dianalisis dengan metode EOQ, perhitungan ini dilakukan untung mengetahui pesanan bahan baku yang optimum serta total biaya persediaan optimum.
14
Analisis EOQ Parameter yang dilakukan dalam menganalisis dengan EOQ ialah jumlah permintaan, harga per unit pemintaan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Rumusan EOQ yang biasa digunakan adalah 2SD EOQ = H 1. Biaya pemesanan tahunan (dalam Kilogram / tahun) Biaya pemesanan tahunan ialah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan bahan baku dalam satu kali pesan. ⎛D⎞ = ⎜⎜ ⎟⎟ (S ) ⎝Q⎠
............................................................................................................... (1) 2. Biaya penyimpanan tahunan (dalam Kilogram / tahun) Biaya penyimpanan ialah biaya yang dikeluarkan untuk menyimpan persediaan dalam waktu tertentu. Biaya tersebut mencakup biaya gaji listrik gudang dan biaya gaji gudang. ⎛Q⎞ = ⎜ ⎟ (H ) ............................................................................................................. (2) ⎝2⎠
3. Biaya tahunan total (dalam Kilogram / tahun) Kuantitas pemesanan yang diperkirakan (N) , periode per pesanan (T), dan total biaya (TC) dapat dihitung dengan cara di bawah ini:
N=
D Q*
............................................................................................................. (3)
jumlah hari kerja per tahun .............................................................................. (4) N DS Q ........................................................................................... (5) TC = + H + PD Q 2
T=
Keterangan: Q = Jumlah unit per pesanan Q* = Jumlah optimum unit per pesanan D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan S = Biaya penyetelan atau pemesanan untuk setiap pesanan H = Biaya penyimpanan atau penyimpanan per unit per tahun 4. Permintaan harian d=
D HariKerja
..................................................................................... (6)
15
5. Titik pemesanan ulang (reorder point) ROP = (permintaan per hari)(lead time untuk pemesanan baru dalam hari) ROP = (d x Lead Time) ............................................................................. (7) Metode Peramalan Deret Berkala Rumus yang digunakan untuk peramalan deret berkala adalah Y = b0 + b1X ……………………………………………………………………... (4) Dimana: Y = realisasi permintaan X = periode waktu, bulan atau tahun b0 = intersep fungsi b1 = koefisien arah ramalan
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan Rumah Tempe Indonesia (RTI) didirikan pada September 2011 kemudian diresmikan pada tanggal 6 Juni 2012 oleh tiga organisasi yaitu Forum Tempe Indonesia, Pengurus Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI), dan Mercy Corps. RTI merupakan industri pengolahan makanan berbahan dasar kedelai terutama tempe yang berlokasi di Jl.Raya Cilendek No.27 Bogor Barat, Jawa Barat. RTI merupakan industri pembuatan tempe pertama yang memproduksi tempe higienis dan berkualitas premium di Indonesia. Konsep didirikannya RTI yaitu membuat pabrik tempe higienis serta ramah lingkungan dengan menggunakan peralatan stainless steel, prosedur pengolahannya mengikuti aturan dari Good Hygienic Practices (GHP) dan pengolahan limbah menggunakan teknologi biogas. RTI telah mendapatkan sertifikat Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) dari Lembaga Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor, memenuhi persyaratan mutu tempe sesuai Standar Nasional Indonesia No. 3144 th 2009, sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia Kota Bogor, izin Departemen Kesehatan dan P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga). RTI dibangun sebagai unit usaha percontohan dari KOPTI Kabupaten Bogor yang menjadi gambaran nyata (prototipe) terhadap tempat produksi yang ideal yaitu sebuah tempat produksi yang layak industri, kecil yang sederhana, murah, mudah dan ramah lingkungan. Tujuan dibangunnya RTI sebagai pusat inovasi terhadap proses produksi tempe yang bersih, berkualitas dan memenuhi keamanan pangan berbasis tempe, dan menjadi pusat inovasi terhadap produk olahan pangan berbasis tempe. Selain itu menjadikan pusat inovasi terhadap peralatan tempe berbasis teknologi tepat guna (TTG) yang higienis, mudah dan menguntungkan. Konsep tersebut untuk mengangkat dan mempromosikan tempe
16
sebagai makanan sehat untuk berbagai kalangan baik di dalam dan di luar negeri. Bahan baku kedelai yang digunakan RTI didapatkan dari Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia Kabupaten Bogor (KOPTI Kab Bogor). KOPTI Kabupaten Bogor memasok kebutuhan kedelai premium dari Amerika Serikat. KOPTI Kabupaten Bogor mendapatkan kedelai impor dari gudang importir setiap harinya, alur pengadaan bahan baku kedelai dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Alur pengadaan bahan baku kedelai RTI mengolah kedelai Genetical Modifies Organism (GMO) dan NonGMO menjadi beberapa tempe berbeda. Selain kedelai impor RTI juga menggunakan varietas grobogan organik. RTI memproduksi beberapa jenis tempe yaitu Tempe Kita yang diproduksi menggunakan kedelai Genetical Modifies Organism (GMO) untuk dipasarkan oleh RTI sendiri, Tempe Kim’s diproduksi menggunakan kedelai GMO untuk di pasarkan Tahu Yun yi, Tempe Syifana diproduksi menggunakan kedelai GMO untuk pemesanan di area Bekasi, Tempe Sehat diproduksi dari kedelai Non-GMO diproduksi untuk PT. Momenta yang nantinya akan didistribusikan ke supermarket, hotel dan restoran. Tempe Organik diproduksi menggunakan kedelai Organik lokal diproduksi jika ada pesanan. Disamping memproduksi tempe RTI melalui KOPTI Kabupaten Bogor membuka kelas pendidikan kelas produksi tempe higienis yaitu memberikan pelatihan yang menyeluruh singkat dan aplikatif tentang pengenalan bahan baku, proses produksi, penerapan GHP, analisa ekonomi dan penanganan limbah. Selain itu kelas pelatihan pengembangan produk olahan berbasis tempe, materi yang dipelajari yaitu beberapa menu potensial berbahan dasar tempe yang berguna untuk mengembangkan kuliner berbasis tempe. Peralatan Produk RTI Pada dasarnya kegiatan produksi tempe hampir sama dengan pengrajin rumah tempe lainnya RTI mengedepankan kebersihan peralatan proses produksi hingga proses pengemasan. Kegiatan memproduksi tempe dibutuhkan peralatan yang cukup banyak. Pada dasarnya alat yang digunakan harus terbuat dari bahan yang golongan materialnya layak dipakai untuk memproduksi makanan seperti stainless steel, terlebih pada proses pembuatan tempe dilakukan proses perendaman. Pada proses ini menyebabkan meningkatnya tingkat keasaman bahan
17
yang diolah oleh karena itu dibuat berbahan dasar stainless steel yang layak dipakai untuk memproduksi makanan. KOPTI Kabupaten Bogor mendapatkan peralatan yang terbuat dari stainless steel bekerja sama dengan mitra pengrajin alat. Sampai saat ini KOPTI Kabupaten Bogor mempunyai 10 alat produksi tempe dan 10 alat produksi tahu. Alat-alat yang digunakan untuk produksi tempe yaitu mesin pemecah kulit, dandang perebusan, dandang perendaman, meja kerja, meja peragian, bak pencucian, bak pemisah kulit, sealer, burner atau tungku, dan rak fermentasi. Beberapa alat produksi yang biasa digunakan dapat dilihatpada Gambar 5.
Gambar 5 Mesin pemecah kedelai, meja kerja dan dandang perebusan Sumber : www.rumahtempeindonesia.com
Sumber Daya Manusia Struktur organisasi pada RTI masuk ke dalam golongan tipe organisasi garis, dimana jumlah karyawan tidak terlalu banyak dan antara pimpinan dengan para karyawannya saling mengenal satu sama lain. Pemimpin perusahaan dibantu oleh beberapa divisi dengan tugas dan fungsinya masing masing dengan jumlah 18 karyawan. Berikut merupakan gambar struktur organisasi RTI yang disajikan dalam Gambar 6.
Staff
Gambar 6 Struktur organisasi RTI Manajemen RTI dipimpin oleh Bapak Sukhaeri, SP. SE selaku pimpinan. Beliau selaku pimpinan memiliki wewenang tertinggi dalam mengelola
18
manajemen bisnis dan merupakan penanggung jawab di RTI. Beliau membawahi empat bagian yaitu bagian operasional, bagian produksi, bagian pemasaran dan bagian keuangan. Bagian operasional yang dikepalai oleh Bapak Rikamto bertanggung jawab atas kerjasama dengan pihak- pihak terkait dan juga mengatur dan mengontrol seluruh kegiatan operasional RTI. Bagian produksi memimpin kegiatan produksi dengan 5 orang karyawan, bertanggung jawab atas kegiatan produksi di pabrik, dan mengontrol kualitas produk yang dihasilkan yang dipimpin oleh Ribyanto. Bagian pemasaran dipimpin oleh Bapak Endang Maulana, SE bertanggung jawab atas pemasaran produk agar sampai ke konsumen. Bagian keuangan bertanggung jawab dalam perhitungan pemasukan dan pengeluaran dari bisnis yang dilakukan dikepalai oleh Dra Yayah Jauriyah. Proses Produksi Kegiatan proses produksi di RTI dilakukan setiap hari kecuali hari jum’at pada pukul 8.00 sampai dengan pukul 17.00. Produk tempe yang dihasilkan oleh RTI menggunakan bahan utama kedelai GMO dan Non-GMO. Alat yang digunakan terbuat dari stainles steal dan air yang digunakan air sumur. Proses produksi tempe di RTI dapat dilihat sebagai berikut: 1. Perendaman menggunakan dandang perendaman Kedelai direndam untuk menghilangkan kotoran pada kedelai selain itu agar kedelai mengembang sehingga akan menghemat waktu pada saat perebusan. Proses ini memakan waktu 20 menit. 2. Perebusan menggunakan dandang perebusan Tahap kedua kedelai yang telah direndam dimasukan kedalam dandang perebusan direbus sekitar 1 jam 30 menit. 3. Perendaman menggunakan dandang perendaman Tahap ini kedelai kembali direndam selama 15 jam (1 malam) untuk menghilangkan kandungan asam pada kedelai digunakan alat pengukur pH, sehingga pH mencapai 7 bila tidak kedelai yang dijadikan tempe akan cepat busuk. 4. Penggilingan menggunakan mesin pemecah kedelai Kedelai yang telah direndam selama semalam kemudian digiling menggunakan mesin pemecah kulit kedelai selama 10 menit. 5. Pencucian menggunakan dandang pencucian Tahap selanjutnya kedelai dicuci selama 30 menit untuk menghilangkan kulit ari dan membersihkan lendir yang menempel. 6. Alat pencampur menggunakan Mixer Pada tahap ini kedelai dimasukan kedalam alat pencampur untuk membersihkan kedelai dari zat asam selama 10 menit. 7. Perendaman menggunakan dandang perendaman Kedelai direndam oleh air hangat agar steril selama 15 menit.
8. Pengeringan dilakukan di meja peragian dan menggunakan kipas angin
19
Pada tahap ini, kedelai yang telah di rendam air panas di masukan kedalam meja fermentasi yang dialasi kain agar airnya menyerap. Kemudian dikeringkan selama sampai 1 jam. 9. Peragian dilakukan di meja peragian Pemberian ragi dilakukan setelah kedelai kering, ragi yang digunakan yaitu ragi kering kemudian yang tidak ditambah apapun. Ragi diaduk dengan kedelai hingga merata. Proses ini memakan waktu selama 5 menit. 10. Pengemasan di lakukan di meja kerja Kedelai yang sudah dicampur ragi kemudian dikemas menggunakan perlastik yang sudah berlabel. Pengemasan berlangsung selama 1 jam. 11. Fermentasi ruang tertutup Tahap terakhir tempe dimasukan ke dalam ruang fermentasi selama 15 jam dengan suhu 32-340C. 12. Fermentasi ruang terbuka Tahapan selanjutnya tempe dikeluarkan dari gudang fermentasi didiamkan di ruangan terbuka agar pertumbuhan jamur terhambat, bila tidak segera dikeluarkan akan cepat busuk. Tempe baru dapat dipasarkan pada keesokan harinya. Kegiatan proses produksi RTI dalam satu hari dapat membuat 300 pcs tempe GMO dan 367 pcs tempe Non-GMO. Total Kedelai yang digunakan keseluruhan pembuatan tempe 200 Kg, 90 Kg untuk GMO dan 110 Kg NonGMO. Total waktu produksi yang diperlukan untuk membuat produksi tempe adalah 35 jam untuk tempe sehat, dan 59 jam untuk tempe kim’s dan tempe syifana. Tahapan proses produksi pembuatan tempe di RTI dapat dilihat pada Gambar 7.
20
PETA PROSES OPERASI Nama Objek : Tempe Dipetakan oleh : Feny Rahmani Tanggal dipetakan : 17 April 2016
Operasi
Jumlah 12
Total Waktu jam) 59 jam
1
3 menit
Gambar 7 Peta operasi pembuatan tempe
21
Prosedur Pembelian dan Pemesanan Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perusahaan untuk menunjang proses produksi agar proses peroduksi berjalan lancar. Bahan baku dengan kualitas yang baik akan menghasilkan produk yang berkualitas. Jumlah pembelian bahan baku harus sesuai dengan kebutuhan agar tidak ada penumpukan bahan baku di gudang. Pengadaan bahan baku RTI berasal dari KOPTI Kabupaten Bogor. Bahan baku yang dibutuhkan RTI adalah kedelai dan ragi. KOPTI Kabupaten Bogor memasok kebutuhan kedelai premium dari Amerika Serikat. Pemesanan bahan baku kedelai dilakukan 4 kali dalam 1 tahun. Kapasitas penyimpanan bahan baku di RTI mencapai 1,5 ton. Prosedur pemesanan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 8. Rumah Tempe Indonesia dalam melakukan pembelian bahan baku tidak menunggu bahan baku sampai habis, karena Rumah Tempe Indonesia sudah menetapkan batas minimum bahan baku. Pemesanan dilakukan setiap 3 bulan sekali, tetapi ketika bahan baku sudah menipis atau sudah berada di batas minimum, maka perusahaan akan melakukan pemesanan kepada KOPTI Kabupaten Bogor. Prosedur pembelian bahan baku yang dilakukan RTI dijelaskan sebagai berikut : 1. Bahan baku kedelai di gudang diperiksa secara berkala oleh karyawan RTI. Bila bahan baku yang sudah menipis atau sudah mencapai batas minimum persediaan, maka akan dilakukan pembelian kepada kepada KOPTI Kabupaten Bogor. 2. Pemesanan bahan baku dilakukan melalui telepon kepada KOPTI Kabupaten Bogor. 3. Form pemesanan bahan baku disiapkan kemudian dibawa pada saat pengambilan.
22
Mulai
Permintaan tempe
Ada
Cek persediaan Tidak ada Pembelian Kedelai
Persetujuan Kepala Produksi
Melakukan telepon ke KOPTI Kabupaten Bogor
Membuat form pemesanan bahan baku kedelai
Pengambilan Bahan Baku Kedelai
Gudang KOPTI
Selesai
Gambar 8 Prosedur pemesanan bahan baku Prosedur pemesanan bahan baku kedelai di RTI diawali dengan laporan permintaan tempe oleh bagian pemasaran. Kemudian divisi produksi mencatat ketersediaan bahan baku digudang kemudian membuat rencana pembelian dengan menyampaikan kepada kepala produksi setelah itu melakukan pemesanan ke KOPTI Kabupaten Bogor melalui telepon. Kemudian dari kepala produksi mengirimkan staff untuk mengambilnya untuk digunakan pada saat produksi. Perencanaan pesanan oleh RTI dibuat berdasarkan kebutuhan kedelai yang akan
23
digunakan untuk 3 bulan kedepan, periode pesanan yang dilakukan RTI dalam setahun yaitu 4 kali pesan. Keputusan ini dibuat untuk agar tidak terjadinya kekosongan kebutuhan bahan baku kedelai. Kebutuhan bahan baku pada RTI dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 2 Kebutuhan bahan baku yang dipesan Bahan Baku
Kebutuhan harian
Kedelai GMO Kedelai Non-GMO
90 kg 110 kg
Jumlah kebutuhan bahan baku yang dipesan pertahun 28.080kg 34.320kg
Sumber : Bagian Produksi RTI (2015)
Jumlah pesanan tersebut, kebutuhan bahan baku pertahun pada tahun 2015. Biaya Persediaan Bahan Baku Menurut Budiman (2004), biaya persediaan terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan adalah biaya persiapan dalam lingkungan produksi seperti biaya transportasi, administrasi proses pembelian, dan penerimaan pemeriksaan bahan yang dikirim (Brandimarte dan Zotterie, 2007). Pada RTI biaya yang timbul akibat pemesanan dari pembelian bahan baku hanya berupa biaya telepon, biaya transportasi dan biaya pengecekan bahan baku sudah ditanggung oleh KOPTI. Pada biaya pemesanan biaya ini tidak dipengaruhi besarnya pemesanan tapi dipengaruhi berapa frekuensi pemesanan dilakukan. RTI membutuhkan 10 menit untuk memesan bahan baku dengan biaya telepon berdasarkan data dari PT. Telkom sebesar Rp. 250/2 menit pemesanan melakukan telepon kepada KOPTI Kab Bogor selama 10 menit. Biaya telepon setiap kali dilakukan pemesanan sebesar Rp. 1.250/pesanan. Perhitungan biaya pemesanan dan penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul pada saat penyimpanan bahan baku. Biaya tersebut yaitu biaya listrik dan biaya pembayaran gaji pegawai gudang. Biaya listrik ialah biaya yang digunakan untuk penerangan bahan baku dalam gudang penyimpanan. Berdasarkan data dari PT. PLN tarif dasar listrik pe Kilo Watt Hour (Kwh) tahun 2015 sebesar Rp.1.352. Rata-rata penggunaaan listrik di gudang sebesar 9,36 Kwh dalam satu bulan, sehingga dapat diperoleh biaya listrik sebesar Rp. 126.547/bulan. Biaya penyimpanan lainnya adalah biaya gaji pegawai gudang bahan baku berjumlah satu orang. Biaya persediaan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 3 Biaya penyimpanan Jenis Biaya
Bahan Baku (Rp/kg) Kedelai GMO Kedelai Non-GMO
Gaji Pengawas Gudang
341,8
279,7
Biaya Listrik Total
6,48 348,28
10,56 290,26
Sumber : Data hasil olahan
24
Biaya penyimpanan bahan baku diperoleh Rp. 348,28/tahun untuk bahan baku kedelai GMO, dan untuk kedelai Non-GMO sebesar Rp. 290,26/tahun. Perhitungan biaya penyimpanan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 2. Total biaya listrik pada kedelai GMO dan Non-GMO berbeda, karena bahan baku kedelai yang disimpan dalam gudang masing-masing kedelai berbeda. Sehingga biaya listrik yang dikeluarkan untuk menyimpan kedelai tergantung kepada berapa kilogram kedelai yang disimpan. Analisis Economic Order Quantity Analisis Economic Order Quantity (EOQ) pada RTI ini dipakai untuk menganalisa kuantitas ekonomis pemesanan bahan baku kedelai mengoptimalkan total biaya persediaan. Analisis EOQ di lakukan dengan asumsi yaitu perusahaan memiliki data permintaan konstan dan memiliki waktu tunggu yang konstan. Komponen perhitungan yang dibutuhkan EOQ yaitu permintaan tahunan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan biaya per unit barang. Satuan unit yang digunakan untuk bahan baku kedelai adalah kilogram. Hasil pesanan optimum EOQ dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 4 Jumlah pesan optimum dengan menggunakan Metode EOQ Bahan Baku Kedelai GMO Kedelai Non-GMO
Permintaan Tahunan (Kilogram) 28.080 34.320
Biaya Pemesanan (Rp/pesan) 5 000 5 000
Biaya Penyimpanan (Rp/tahun) 348,28 290,26
Q* (Kilogram/pesan) 897,91 1.087,38
Sumber : Data hasil olahan
Berdasarkan tabel perhitungan menggunakan metode EOQ, didapat pesanan optimal Q* pada kedelai GMO sebesar 897,91 per pesan, sedangkan pada kedelai Non-GMO didapat 1.087,38 kg per pesan. Setelah diketahui jumlah pesan optimum perusahaan perlu mengetahui berapa kali perusahaan harus memesan jumlah pesanan optimum. Frekuensi pemesanan untuk kedua bahan kedelai GMO dan kedelai Non-GMO mempunyai frekuensi pemesanan 32 kali dalam setahun. Jangka waktu antar tiap pesanan adalah 10 hari dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil metode EOQ berbeda dengan yang dilakukan perusahaan. Selama ini, perusahaan melakukan pemesanan bahan baku sebanyak 4 kali setiap tahunnya untuk kedua bahan baku tersebut. Tabel 5 Jumlah pemesanan pertahun dengan menggunakan Metode EOQ Bahan Baku Kedelai GMO Kedelai NonGMO
Q* (Kilogram/pe san)
Permintaan (D)
∑ Hari Kerja 2015
∑ Pesan / tahun (D/Q*)
∑ Waktu antar pesanan
897,91
28 080
312
32
10
1.087,38
34 320
312
32
10
Sumber : Data hasil olahan
25
Komponen input EOQ yang dimasukan kedalam software seperti biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan harga/unit. Berdasaarkan hasil perhitungan terhadap penyimpanan bahan baku kedelai menggunakan metode EOQ berbeda hasilnya dengan yang telah di terapkan perusahaan. Hasil perhitungan EOQ dapat diketahui kunatitas pemesanan optimal, frekuensi waktu pemesanan dan biaya total persediaan. Hasil perhitungan EOQ dengan menggunakan software POM for Windows 3 dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis EOQ terbukti bahwa dapat menghemat biaya penyimpanan sebesar 87,21 persen dari perhitungan perusahaan sebesar Rp. 1.222.463. Hasil EOQ pada total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kedelai GMO sebesar Rp. 182.832.700 dengan metode EOQ total yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp. 183.762.463. Demikian dengan bahan baku kedelai Non-GMO perusahan mengeluarkan sebesar Rp. 361.625.215 dan dengan EOQ sebesar Rp. 360.675.600. Total biaya yang dikeluarkan perusahan lebih besar dari total biaya menggunakan metode EOQ, seharusnya perusahaan dapat menghemat 0,5 persen untuk kedelai GMO dan 0,3 persen untuk kedelai Non-GMO. Perhitungan asumsi perusahaan bias dilihat pada Lampiran 2. Perbandingan hasil analisis EOQ dan asumsi perusahaan dapat dilihat pada tabel 8. Table 6 Perbandingan total biaya hasil analisis EOQ dan asumsi perusahaan Bahan Baku Kedelai GMO
Kedelai Non-GMO
Parameter Kuantitas pesanan Periode pesanan Total biaya Selisih biaya Kuantitas pesanan Periode pesanan Total biaya Selisih biaya
Hasil Analisis Asumsi EOQ Perusahaan 897,91 Kg 7 020 Kg 32 kali/tahun 4 kali/tahun Rp. 182.832.700 Rp. 183.762.463 Rp. 929.763 /tahun 1.087,38 Kg 8 580 Kg 32 kali/tahun 4 kali/tahun Rp. 360.675.600 Rp. 361.625.215 Rp. 949.615/tahun
Berdasarkan hasil dari Tabel 8, perhitungan dengan metode EOQ lebih efisien dibandingkan dengan metode yang digunakan perusahaan. Karena, selisih yang didapat antara total biaya persediaan asumsi perusahaan dan metode EOQ Rp. 929.763 untuk kedelai GMO dan Rp. 949.615 untuk kedelai Non-GMO. Titik Pesan Ulang Reorder point (ROP) atau titik pemesanan kembali merupakan titik dari jumlah pemesanan kembali bahan baku. ROP digunakan untuk mengetahui kapan perusahaan harus melakukan pemesanan, dengan ini perusahaan pada saat jumlah bahan baku berapa perusahaan harus melakukan pembelian kembali bahan baku. ROP dilakukan agar tidak terjadi kekosongan di gudang maupun kelebihan bahan baku. Komponen-komponen untuk menghitung titik pemesanan kembali adalah permintaan tahunan (D), jumah hari kerja 312 hari, waktu tunggu dari pemesanan dan barang sampai selama 2 hari dan permintaan harian (d). Hasil perhitungan ROP kedelai GMO ialah 180 kg dan kedelai Non-GMO ialah 220 kg. Grafik penerapan ROP pada persediaan bahan baku kedelai GMO dan Non-GMO, dapat dilihat pada Gambar 9.
26
Gambar 9 Grafik penerapan ROP pada persediaan bahan baku kedelai GMO dan Non-GMO Berdasarkan grafik pada Gambar 9 dapat dilihat bila bahan baku kedelai GMO di gudang berjumlah 180 kg perusahaan harus melakukan pemesanan kembali sesuai dengan jumlah optimal (Q). Kemudian pemesanan diterima setelah waktu tunggu selama 2 hari. Pada saat bahan baku kedelai Non-GMO berjumlah 220 kg di gudang maka perusahaan harus melakukan pemesanan kembali sesuai pemesanan optimal (Q). Grafiknya penerapannya dapat dilihat pada Gambar 9. Perhitungan pemesanan kembali dilakukan, agar perusahaan tidak akan kekurangan bahan baku yang nantinya akan berdampak pada proses produksi pembuatan tempe pada RTI. Peramalan Peramalan permintaan produk merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan dan pengawasan produksi. Menurut Ruaw (2011) peramalan perkiraan kebutuhan bahan baku yang baik adalah peramalan kebutuhan bahan baku yang mendekati pada kenyataan yang merupakan suatu perkiraan-perkiraan tentang keadaan masa yang akan datang dengan mendasarkan pada kea- daan yang ada pada waktu-waktu yang telah lalu. Peramalan yang baik diharapkan dapat mengefisiensikan operasi produksi. Manajemen produksi menggunakan peramalan bertujuan untuk mengambil keputusan dalam memilih proses produksi salah satunya proses perencanaan persediaan bahan baku RTI untuk kedepannya. Peramalan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan persediaan kedelai dan biaya yang dikeluarkan RTI pada tahun 2016. Berdasarkan data kebutuhan kedelai RTI pada tahun 2013 sampai 2015 di hasilkan peramalan kebutuhan kedelai pada tahun 2016. Data peramalan kebutuhannya dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
27
Kebutuhan kedelai GMO (kg)
30,000 29,000
29,437
28,000 28,080
27,000 26,676
26,000 25,000
25,343
24,000 23,000 2013
2014
2015
2016
Gambar 10 Grafik peramalan kebutuhan bahan baku kedelai GMO tahun 2016
Kebutuhan kedelai Non-GMO (kg)
37,000 36,000 35,979
35,000 34,000
34,320
33,000 32,000
32,604
31,000 30,000
30,974
29,000 28,000 2013
2014
2015
2016
Gambar 11 Grafik peramalan kebutuhan bahan baku kedelai Non-GMO tahun 2016 Berdasarkan peramalan Gambar 10 dan 11, terlihat kebutuhan bahan baku kedelai GMO dan Non-GMO pada tahun 2016 akan mengalami peningkatan sebesar 5 persen dari jumlah total sebelumnya. Kebutuhan kedelai GMO diperkirakan mencapai 29.437 kg dari tahun sebelumnya yang sebesar 28.080 kg, dengan peningkatan sebesar 1.357 kg. Kemudian kebutuhan kedelai Non-GMO pun mengalami peningkatan sebesar 1.659 kg dari tahun sebelumnya sebesar 34.320 kg menjadi 35.979 kg pertahun. Berdasarkan peramalan tersebut diperkirakan kebutuhan bahan baku perhari untuk kedelai GMO sebesar 94 dan 116 untuk Non-GMO kenaikan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7.
28
Hasil dari analisis EOQ, peramalan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan untuk bahan baku kedelai GMO sebesar Rp. 191.632.700 dengan optimum pemesanan 887,82 kg sekali pesan. Biaya yang dikeluarkan untuk kedelai Non-GMO Rp. 378.055.200 dengan optimum pemesanan 1.082,21 kg. Perhitungan peramalan biaya persediaan pada tahun 2016 dapat dilihat pada Lampiran 8. Implikasi Manajerial Fungsi manajerial merupakan fungsi pokok dalam manajemen. Fungsi manajerial Planning Organizing Actuating Controlling (POAC) dalam operasi khususnya manajemen persediaan menjadi penting karena berkaitan dengan bahan baku utama untuk membuat sebuah produk. Manajemen persediaan akan membantu perusahaan dalam memperlancar proses produksi. Fungsi planning dalam persediaan untuk menetapkan sistem, kebijakan dan tujuan. Sistem persediaan dibentuk agar lebih terarah dan terstruktur. Tujuannya agar barang yang akan diproduksi masih layak masuk dalam proses produksi, sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen baik dalam mutu maupun kuantitas. Pengambilan keputusan dalam membuat stok pada bahan baku kedelai di gudang menggunakan metode EOQ dapat menjadi salah satu alternatif awal yang di ambil perusahaan untuk membuat sistem persediaan. Peramalan yang dibuat dapat menjadi acuan untuk kebutuhan kedelai pada tahun yang akan datang. Fungsi yang kedua yaitu Organizing (Pengorganisasian), bagaimana sebuah sistem di jalankan dengan menetapkan sumberdaya pada setiap aspek baik pemasaran dan produksi yang berkaitan langsung pada sistem persediaan. Pada fungsi actuating RTI harus mengikuti alur pemesanan dan penyimpanan. Pelaksanaan hasil dari perhitungan biaya persediaan bahan baku kedelai dapat dijadikan sebagai alternatif kebijakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak manajemen RTI. Hasil analisis menggunakan metode EOQ menjelaskan bahwa metode analisis ini dapat membantu dalam mengurangi biaya persediaan. Karena selisih biaya yang dihasilkan sangat signifikan, sehingga metode EOQ ini dapat meminimalkan biaya persediaan perusahaan. Fungsi yang terakhir controlling (pengawasan) terhadap kinerja setiap divisi baik secara tim maupun perseorangan dilakukan secara berkala agar telihat bagian mana saja yang terlewat sehingga kedepannya sistem persediaan RTI tidak mengalami kekurangan ataupun kelebihan bahan baku.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Persediaan bahan baku pada RTI menggunakan metode FIFO, kedelai yang pertama masuk dan pertama keluar namun tidak mempunyai sistem pengendalian persediaan secara teori khusus. 2. Dari hasil analisis EOQ optimalisasi tingkat pemesanan optimum (Q*) bahan baku kedelai GMO sebanyak 897,91 kg dan kedelai Non-GMO sebanyak 1.087,38 kg dengan 32 kali pesanan per tahun. Pemesanan optimum dilakukan agar tidak terjadi pengeluaran pada biaya
29
penyimpanan bahan baku kedelai di gudang. Jarak interval waktu keduanya 10 hari antar pesanan. 3. Berdasarkan perbandingan biaya persediaan total pertahun menggunakan analisis EOQ dapat menghemat biaya persediaan sebesar Rp. 1.879.378 pertahun dengan penghematan bahan baku kedelai GMO sebesar Rp. 929.763 dan bahan baku Non-GMO sebesar Rp. 949.615. 4. Hasil peramalan total bahan baku kedelai pada tahun 2016 diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen. Berdasarkan metode EOQ, peramalan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan untuk bahan baku kedelai GMO sebesar Rp. 191.301.200 dengan optimum pemesanan 887,82 kg sekali pesan. Biaya yang dikeluarkan untuk kedelai Non-GMO Rp. 378.055.200 dengan optimum pemesanan 1.082,21 kg. Saran RTI dapat menerapkan metode EOQ pada sistem persediaannya. Hal ini dapat membantu menghindarkan perusahaan dari kekurangan bahan baku dan kelebihan bahan baku di gudang untuk proses produksi. Penerapan EOQ dapat mengurangi biaya total persediaan pertahun. Total biaya yang dikeluarkan perusahaan berbeda sangat signifikan dengan metode EOQ.
DAFTAR PUSTAKA Anissa M. 2015. Teknik Pengendalian Bahan Baku Sabun Transparan di PT Adev Natural Indonesia Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Kedelai Menurut Provinsi [Internet]. [diunduh 2015 November 26]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/871 Ballou RH. 2004. Bussines Logistics/supply Chain Management Planning, Organizing, and Controlling the Supply Chain Fifth Edition. New Jersey (USA): Pearson Prentice Hall Baroto T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia. Budiman D. Hakimi R. 2004. Sistem Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada Perusahaan Susu Olahan. Jurnal Portal Garuda [Internet]. [diunduh 2016 Mei 18]; 1 ISSN: 1829-8958. Tersedia pada: http://journal.polinpdg.ac.id/index.php?option=com_content&view=article &id=9&Itemi =1&article_id=336. Brandimarte P, Zotteri G. 2007. Introduction to Distribution Logistics. Canada (US): John Wiley & Sons, Inc. Haming M, Nurnajamuddin R. 2014, Manajemen Produksi Modern Operasi Manufaktur dan Jasa. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara. Handoko TH. 2015. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi Edisi Pertama. Yogyakarta (ID): BPFE-Yogyakarta. Hansun S , E. 2011. Peramalan Data IHSG Menggunakan Fuzzy Time Series. Indonesia Computer Elektronics and Instrumentation Support Society
30
[Internet]. [diunduh pada 2016 Jun 7]; ISSN: 1978-1520. Tersedia pada: http://jurnal.ugm.ac.id/ijccs/article/view/2155 Heizer J, Render B. 2010. Operations Management (Manajemen Operasi). Jakarta (ID): Salemba Empat. Herjanto E. 1999. Manajemen produksi dan operasi. Jakarta (ID): PT Grasindo. Hidayah N. 2014. Analisis Biaya Persediaan UKM Rajeg, Tanggerang Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Indrajit E, Djokopranoto R. 2003, Manajemen Persediaan. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasaranan Indonesia. Kementerian Perdagangan. 2015. Tabel Harga Kebutuhan Pokok Nasional [Internet]. [diunduh 2015 November 26]. Tersedia pada: http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/prices/national-price-table Kementerian Pertanian. 2015. Buletin Konsumsi Pangan [Internet]. [diunduh 2015 November 26]. Tersedia pada: http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/download/file/57-buletin-konsumsitwii-2014 Kumalaningrum M, Kusumawati H, Hardani R. 2011, Manajemen Operasi. Yogyakarta (ID): Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN Yogyakarta Leny A. 2013. Analisis Sistem Pengendalian Bahan Baku Pia Kacang Hijau Pada Usaha Kecil Menengah Papapia [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mahardika A, et al. 2013. Analisis Perbandingan Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Pendekatan Metode EOQ dan Metode Kanban. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri [Internet]. [diunduh 2016 Mei 18]. Tersedia pada: http://jrmsi.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jrmsi/article/view/51. Muhammad J. 2015. Analisis Rantai Pasok (Supply Chain) Komoditas Kedelai (Kasus di Kelurahan Salokaraja, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan) [Skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin Muhardi. 2011. Manajemen Operasi. Bandung (ID): PT Refika-Aditama. Prawirosentono S. 2007. Manajemen Operasi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Rihan F. 2013. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kebab Original pada Stockist PT Kebab Turki Baba Rafi Cabang Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rusdiana. 2014. Manajemen Operasi. Bandung (ID): CV Pustaka Setia. Ruauw E. 2011. Pengendalian Persediaan Bahan Baku (Contoh Pengendalian Pada Usaha Grenda Bakery Lianli, Manado). Unsrat Respository [Internet]. [diunduh pada 2016 Jun 7]; ASE – Volume 7 Nomor 1. Tersedia pada: http://repo.unsrat.ac.id/6/ Suismoro, Widowati S, Purnama S. 2014. Teknologi Pasca Panen Kedelai. Jakarta (ID): Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Tampubolon M. 2004. Manajemen Operasional. Jakarta(ID): Ghalia Indonesia. Taufiq A, Slamet A. 2014. Pengendalian Persediaan Bahan Baku dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) pada Salsa Bakery, Jepara. Management Analysis Journal [Internet]. [diunduh pada 2016 Apr 20]; ISSN 2252-6552. Tersedia pada: journal.unnes.ac.id/sju/index.php/maj/article.
31
Tuerah M. 2014. Analisis Pengendalian Bahan Baku Ikan Tuna Pada CV. Golden KK. Jurnal Riset Ekonomi [Internet]. [diunduh pada 2016 Jun 7]; ISSN 2303-1174. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/6360/5878
LAMPIRAN
34
35
Lampiran 1 Perhitungan biaya pemesanan dan penyimpanan 1. Perhitungan Biaya Pemesanan Tahunan Biaya pemesanan bahan baku kedelai (satu kali pesan) Biaya Telepon Pemesanan kepada pemasok diasumsikan selama 10 menit.
= (Rp. 250 x 2 menit)+(Rp. 125 x 8 menit) = Rp. 1.250/pesanan x 4 = Rp. 5.000/tahun Tarif telepon lokal Rp. 250 per 2 menit awal dan menit selanjutnya Rp. 125/ menit. 2. Perhitungan Biaya Penyimpanan Tahunan Biaya penyimpanan bahan baku kedelai Gaji pengawas gudang/bulan Gaji pengawas gudang/tahun Biaya Listrik Gudang bahan baku menggunakan 6 buah lampu (40 watt) Pemakaian listrik/bulan Total pemakaian listrik gudang Biaya listrik /bulan Biaya listrik /kwh Biaya listrik Total Biaya Penyimpanan
Total biaya listrik/meter/bulan
= Rp. 800.000 = Rp. 800.000 x 12 = Rp. 9.600.000/tahun
= 240 watt x 13 jam/hari x 30 hari = 93.600 watt = 93,6 kwh/bulan 1 kwh = Rp. 1.352 = 93,6 kwh x Rp. 1.352 = Rp. 126.547/bulan Biaya listrik/bulan Luas gudang bahan baku = Rp.126.547 150 meter = Rp. 843,6/meter/bulan
=
Biaya penyimpanan Kedelai GMO Gaji pengawas gudang/tahun (Luas tempat penyimpanan = 1,5 m) Biaya listrik Biaya listrik/kg/bulan
Biaya listrik/kg/tahun Gaji pengawas gudang /tahun + Biaya listrik/ kg/ tahun
= Rp. 9.600.000 : 28.080kg = Rp. 341,8/kg/tahun = Rp. 1,5 x Rp.843,6m/bulan = Rp. 1.265/ bulan = Rp. 1.265 2.340 kg = Rp. 0,54/kg/bulan = Rp. 0.54/kg/bulan x 12 = Rp. 6,48/kg/tahun = Rp. 341,8 + Rp. 6,48 = Rp. 348,28/tahun
36
Lanjutan Lampiran 1 Biaya Penyimpanan Kedelai NonGMO Gaji pengawas gudang/tahun (Luas tempat penyimpanan = 2 m) Biaya listrik Biaya listrik/kg/bulan
Biaya listrik/kg/tahun Gaji pengawas gudang /tahun + Biaya listrik/ kg/ tahun
= Rp. 9.600.000 : 34.320kg = Rp. 279,7/kg/tahun = Rp. 2 x Rp.1.265m/bulan = Rp. 2.530/ bulan = Rp. 2.530 2.860 kg = Rp. 0,88/kg/bulan = Rp. 0,88/kg/bulan x 12 = Rp. 10,56/kg/tahun = Rp. 279,7 + Rp. 10,56 = Rp. 290,26/tahun
37
Lampiran 2 Analisis perhitungan persediaan berdasarkan asumsi perusahaan Diketahui: Permintaan tahunan Kedelai (D) GMO (D) Non-GMO Biaya pemesanan (S) Biaya penyimpanan (H) GMO (H) Non-GMO Harga per unit Kedelai (P) : GMO Non-GMO
= 28.080 kg = 34.320 kg = Rp. 5.000 = Rp. 348,28 = Rp. 290,26 = Rp. 6.500 = Rp. 10.500
1. Bahan Baku Kedelai GMO (Q* = 7 020 kg) Biaya pemesanan tahunan S
⎛D⎞ ⎛ ⎞ ⎟⎟ S = ⎜ 28.080 ⎟ 5.000 = Rp. 20.000 ⎝ 7.020 ⎠ ⎝Q⎠
= ⎜⎜
Biaya penyimpanan tahunan ⎛ 7.020 ⎞ ⎛Q⎞ H = ⎜ ⎟H = ⎜ ⎟ 348, 28 = Rp. 1.222.463 ⎝ 2 ⎠ ⎝2⎠ Total Cost (TC) = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan + Biaya produk (PxD) = Rp. 20.000 + Rp. 1.222.463 + (Rp. 6.500 x 28.080 kg) = Rp. 183.762.463 2. Bahan Baku Kedelai Non-GMO (Q* = 8.580 kg) Biaya pemesanan tahunan S
⎛D⎞ ⎛ ⎞ ⎟⎟ S = ⎜ 34.320 ⎟ 5.000 = Rp. 20.000 ⎝ 8.580 ⎠ ⎝Q⎠
= ⎜⎜
Biaya penyimpanan tahunan ⎛ 8.580 ⎞ ⎛Q⎞ H = ⎜ ⎟H = ⎜ ⎟ 290, 26 = Rp. 1.245.215 ⎝ 2 ⎠ ⎝2⎠ Total Cost (TC) = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan + Biaya produk (PxD) = Rp. 20.000 + Rp. 1.245.215 + (Rp. 10.500 x 34.320 kg) = Rp. 361.625.215
38
Lampiran 3 Perhitungan Metode EOQ dan total biaya persediaan menggunakan software POM for Windows
39
Lampiran 4 Perhitungan frekuensi dan periode per pesanan Frekuensi Pesanan (N) Bahan Baku
Permintaan D = * Kuantitas Pesanan Q
Periode per Pesanan (T) Jumlah hari kerja per tahun N Hari kerja dalam setahun= 312 hari
Kedelai GMO
28.080 = 31,27 = 32 kali/tahun 898
312 = 9,75 = 10 hari 32
Kedelai Non-GMO
34.320 = 31,57 = 32 kali/tahun 1.087
312 = 9,75 = 10 hari 32
40
Lampiran 5 Peramalan perhitungan biaya pemesanan dan penyimpanan tahun 2016 1. Perhitungan Biaya Pemesanan Tahunan Biaya pemesanan bahan baku kedelai (satu kali pesan) Biaya Telepon Pemesanan kepada pemasok diasumsikan selama 10 menit.
= (Rp. 250 x 2 menit)+(Rp. 125 x 8 menit) = Rp. 1.250/pesanan x 4 = Rp. 5.000/tahun Tarif telepon lokal Rp. 250 per 2 menit awal dan menit selanjutnya Rp. 125/ menit. 2. Perhitungan Biaya Penyimpanan Tahunan Biaya penyimpanan bahan baku kedelai Gaji pengawas gudang/bulan Gaji pengawas gudang/tahun Biaya Listrik Gudang bahan baku menggunakan 6 buah lampu (40 watt) Pemakaian listrik/bulan Total pemakaian listrik gudang Biaya listrik /bulan Biaya listrik /kwh Biaya listrik Total Biaya Penyimpanan
Total biaya listrik/meter/bulan
= Rp. 900.000 = Rp. 900.000 x 12 = Rp. 10.800.000/tahun
= 240 watt x 13 jam/hari x 30 hari = 93.600 watt = 93,6 kwh/bulan 1 kwh = Rp. 1.409 = 93,6 kwh x Rp. 1.409 = Rp. 131.882/bulan Biaya listrik/bulan = Luas gudang bahan baku = Rp.131.882 150 meter = Rp. 879,21/meter/bulan
Biaya penyimpanan Kedelai GMO Gaji pengawas gudang/tahun (Luas tempat penyimpanan = 1,5 m) Biaya listrik Biaya listrik/kg/bulan
Biaya listrik/kg/tahun Gaji pengawas gudang /tahun + Biaya listrik/ kg/ tahun
= Rp. 10.800.000 : 29.437 Kg = Rp. 366,9/kg/tahun = Rp. 1,5 x Rp. 879,21m/bulan = Rp. 1.319/ bulan = Rp. 1.319 2.444 kg = Rp. 0,54/kg/bulan = Rp. 0,54/kg/bulan x 12 = Rp. 6,48/kg/tahun = Rp. 366,9 + Rp. 6,48 = Rp. 373,38/tahun
Lanjutan Lampiran 5 Biaya Penyimpanan Kedelai NonGMO Gaji pengawas gudang/tahun (Luas tempat penyimpanan = 2 m) Biaya listrik Biaya listrik/kg/bulan
Biaya listrik/kg/tahun Gaji pengawas gudang /tahun + Biaya listrik/ kg/ tahun
41
= Rp. 10.800.000 : 35.979 Kg = Rp. 300,2/kg/tahun = Rp. 2 x Rp. 879,21m/bulan = Rp. 1.758,42/ bulan = Rp. 1.758,42 3.016 kg = Rp. 0,58/kg/bulan = Rp. 0,58/kg/bulan x 12 = Rp. 6,96/kg/tahun = Rp. 300,2 + Rp. 6,96 = Rp. 307,16/tahun
42
Lampiran 6 Peramalan perhitungan frekuensi dan periode per pesanan tahun 2016 Frekuensi Pesanan (N) Bahan Baku
Permintaan D = * Kuantitas Pesanan Q
Periode per Pesanan (T) Jumlah hari kerja per tahun N Hari kerja dalam setahun= 312 hari
Kedelai GMO
29.437 = 33,15 = 34 kali/tahun 845
312 = 9,17 = 10 hari 34
Kedelai Non-GMO
35.979 = 33,25 = 34 kali/tahun 1082
312 = 9,17 = 10 hari 34
43
Lampiran 7 Peramalan menggunakan Metode Deret Berkala Kedelai GMO Tahun 2013 2014 2015 Jumlah
X -1 0 1 0
Y 25.343 26.676 28.080 80.099
XY -25.343 0 28.080 2.737
X2 1 0 1 2
Y 30.974 32.604 34.320 97.898
XY -30.974 0 34320 3.346
X2 1 0 1 2
b0 = ∑ (Y) / ∑ n b0 = 80.099 / 3 b0 = 26.699,7 b1 = ∑ XY/ ∑ X2 b1 = 2.737 / 2 b1 = 1.368,5 Y= b0 + b1 (X) Y= 26.699,7 +1.368,5 (X) Y 2016 = 26.699,7 +1.368,5 (2) Y 2016 = 29.437 Kedelai Non-GMO Tahun X 2013 -1 2014 0 2015 1 Jumlah 0 b0 = ∑ (Y) / ∑ n b0 = 97.898 / 3 b0 = 32.632,7 b1 = ∑ XY/ ∑ X2 b1 = 3.346 / 2 b1 = 1.673 Y= b0 + b1 (X) Y= 32.632,7 +1.673 (X) Y 2016 = 32.632,7 +1.673 (2) Y 2016 = 35,979
44
Lampiran 8 Peramalan perhitungan Metode EOQ dan total biaya persediaan tahun2016 menggunakan software POM for Windows
45
Lampiran 9 Daftar istilah 1. EOQ (Eqonomic Order Quantity) Metode persediaan bahan baku untuk menghitung besarnya kuantitas ekonomis pesanan. 2. FIFO (First In First Out) Metode persediaan bahan baku dengan prinsip yang masuk pertama akan keluar pertama (digunakan lebih pertama). 3. GMO (Genectically Modified Organism) Secara genetika, tanaman dan hewan yang dibuat dengan teknik mengawinkan gen 4. KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) Penyediaan kacang kedelai bagi pengrajin tempe, tahu, susu kedelai dll. Memberikan simpan pinjam bagi anggota koperasi. Menyediakan peralatan produksi bagi pengrajin tempe tahu seperti mesin pemecah kedelai dll . Menyediakan jasa angkutan barang. 5. RTI (Rumah Tempe Indonesia) Pengusaha tempe yang mepunyai konsep pabrik tempe higienis dan ramah lingkungan.
47
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 September 1990 dan memiliki nama lengkap Feny Rahmani. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Lili Ilyas dan Nia Suniarsih. Penulisntelah menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD Sirnagalih 2 Bogor kemudian melanjutkan di Sekolah menengah pertama pada tahun 2005 du SMP Negeri 7 Bogor. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Bogor dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Diploma Institut Pertanian Bogor melalui seleksi jalur undangan dengan program keahlian Komunikasi dan dinyatakan lulus pada tahun 2011. Penulis sempat bekerja di beberapa perusahaan seperti perusahaan majalah dan perusahaan gadai di Bogor selama 2 tahun sebelum akhirnya dinyatakan lulus mengikuti seleksi masuk Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian Bogor pada tahun 2013. Pada saat mengisi waktu luang kuliah penulis sempat mengikuti berbagai komunitas yaitu Komunitas Film dan Komunitas Peduli Kampung Halaman (KALAM) dan aktif mengikuti kegiatan yang sifatnya kepanitiaan.