Analisis Perlakuan Uang Muka ... Hariyanto 83
ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI UANG MUKA MURABAHAH PADA BANK KALSEL CABANG SYARIAH BANJARMASIN
Hariyanto Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari, Jl. A. Yani Km 4,5 Banjarmasin e-mail:
[email protected]
Abstract: This study aimed to analyze the accounting treatment applied murabaha advance by Bank Syariah Branch South Kalimantan Banjarmasin, both as buyers and as sellers are in accordance with the Fatwa DSN, IAS, and PAPSI. This research is a field that is qualitative research, where researchers used interviews and documentation. The results showed that the share of advances at Bank Syariah Branch South Kalimantan Banjarmasin determined based on the price of the goods and the condition of the goods. advances are recognized as part of the payment of Murabahah receivables. advances that are applied by the Bank of South Kalimantan Banjarmasin have within their Sharia Fatwa DSN, IAS, and PAPSI. No down payment for second variation, the first customers pay a deposit to the bank, and the second customer to pay an advance directly to the supplier using wakalah. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlakuan akuntansi uang muka murabahah yang diterapkan oleh Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin, baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual yang sesuai dengan Fatwa DSN, PSAK, dan PAPSI. Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan yang bersifat kulitatif, di mana peneliti menggunakan wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa porsi uang muka pada Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin ditetapkan berdasarkan harga barang dan kondisi barang. uang muka diakui sebagai bagian dari pembayaran piutang murabahah. uang muka yang diterapkan oleh Bank Kalsel Syariah Banjarmasin telah sesui dengan Fatwa DSN, PSAK, dan PAPSI. Untuk pembayaran uang muka ada 2 variasi, yang pertama nasabah membayar uang muka ke bank, dan yang kedua nasabah membayar uang muka langsung ke supplier menggunakan akad wakalah. Kata kunci: akuntansi, uang muka, murabahah
Pendahuluan Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam. Fungsi utama bank adalah memenuhi kehendak ekonomi masyarakat dan bersamaan dengan perkembangan peradaban.1 Pengertian Bank menurut UndangUndang RI Nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November tentang Perbankan, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.2 1
2
Perkembangan perbankan syariah saat ini telah mengalami kemajuan yang pesat berkat dukungan berbagai pihak dan ketersediaan ketentuan yang memberikan kemudahan dalam perkembangan perbankan syariah. Suatu kelaziman dalam dunia perbankan apabila hendak memberikan pembiayaan yang pembayarannya dilakukan dengan kredit oleh nasabah bank mensyaratkan agar sebagian total kredit itu ditutup dari modal nasabah sendiri, yang dalam istilah perbankan dikenal dengan self financing. Tapi cocokkah hal itu jika diterapkan dalam perbankan syariah? Nampaknya konsep self financing itu mendapat legitimasinya dalam perbankan syariah. Setidaknya untuk produk pembiayaan murabahah (jual beli yang keuntungannya disepakati antara bank dan nasabah). Karena
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam islam (Jakarta :PT. Rineka Cipta, 2004). Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 25. 83
84 AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Volume 6, Nomor 1, Juni 2015, hlm.83-92
murabahah itu jual beli, maka penjual (bank) dapat mensyaratkan sejumlah uang muka kepada pembeli (nasabah) apabila ingin membeli barang. Apabila transaksi ini jadi dilaksanakan, maka uang muka tersebut akan menjadi sebagian dari harga yang dibayar. Tetapi jika transaksinya batal, maka uang muka itu dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan biaya administrasi dan kerugian yang mungkin akan diderita bank akibat pembatalan itu.3 Penjual dapat meminta uang muka kepada si pembeli sebagai bukti komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad murabahah disepakati, jika murabahah batal maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi kerugian riil yang ditanggung oleh penjual. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli. (PSAK No. 102) Namun dalam prakteknya uang muka murabahah sering disetorkan langsung oleh pembeli (nasabah) ke supplier (pemasok) bukan ke bank.4 Hal ini disebabkan perlunya supplier meminta komitmen dari pembeli atau obyek yang dimurabahahkan, sementara dari pihak bank perlunya menetapkan azas kehati-hatian (prudential banking) terhadap nasabah atau pembeli akhir sehingga hal seperti di atas sering terjadi. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti masalah pecatatan uang muka. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitan ini adalah bagaimana perlakuan akuntansi uang muka murabahah pada Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin, baik sebagai pembeli maupun sebagai penjual yang sesuai dengan Fatwa DSN, PSAK dan PAPSI? Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis perlakuan uang muka murabahah yang diterapkan oleh Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin.
3
Sri Nurhayati, dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi II, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm. 169170.
Metode Penelitian Jenis, Sifat dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Reseach), yaitu meneliti secara langsung tentang fakta-fakta yang ada di lapangan yang berkenaan dengan masalah yang penulis kemukakan, yaitu tentang analisis perlakuan akuntansi uang muka murabahah Pada Bank BPD Kalsel Syariah Banjarmasin. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara meneliti bagaimana pencatatan uang muka pada produk murabahah tersebut. Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang berorientasi pada fenomena dan gejala yang bersifat alami. Karena orientasinya demikian, sifat mendasar dan bersifat kealamian (naturalistis), sehingga dilakukan penelitian di lapangan. Lokasi penelitian bertempat di Bank Kalsel Cabang Syariah Jl. S. Parman Banjarmasin. Teknik Pengumpulan Data Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, menempatkan peneliti sebagai instrumen utama dalam proses pengumpulan data penelitian.5 Peneliti sebagai instrumen utama, karena peneliti mengadakan penelitian secara langsung terjun ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan penelitian pencatatan akuntansi uang muka yang ada di dalam produk murabahah, penulis berusaha menggali data dengan menggunakan teknik wawancara dan dokumentasi. Analisis Data Setelah data selesai diolah, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis kualitatif. dengan menggunakan model interaktif Miles dan Huber man. Model interaktif Miles dan Humberman dalam analisis data, sebagai berikut: a. Data Reduction (Reduksi Data) Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
Analisis Perlakuan Uang Muka ... Hariyanto 85
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. b. Data Display Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah men-display-kan data. Dengan men-display-kan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Dalam men-display data, huruf besar, huruf kecil dan angka disusun ke dalam urutan sehingga strukturnya dapat dipahami. c. Conclusion Drawing/Verification Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Heberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung ada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan klausal atau interaktif, hipotesis atau teori.6 Hasil Penelitian dan Pembahasan Murabahah dalam konotasi Islam pada dasarnya berarti penjualan. Suatu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang 4
5
6
Observasi awal penulis di Bank BPD Kalsel Syariah cabang Banjarmasin pada tanggal 05 juni 2013. Hamid Pattilima, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alpabeta, 2005), hlm. 3. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 430-438.
dibebankannya pada nilai tersebut. Keuntungan tersebut bisa berupa nilai absolut atau berdasarkan persentase. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan), dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberikan secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secar prinsip menjadi milik bank.7 Murabahah merupakan skim pembiayaan yang paling populer di perbankan syariah. Secara sederhana murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya seorang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu. Berapa keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau 20%.
7
Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah, Edisi I, op.cit., hlm. 160.
86 AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Volume 6, Nomor 1, Juni 2015, hlm.83-92
Dalam kegiatan transaksi pemberian fasilitas pemberian murabahah, Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin menganut sistem murabahah dengan pesanan artinya bank syariah baru akan melakukan transaksi jual beli apabila ada pesanan. Murabahah pesanan dapat dikategorikan dalam: 1. Sifatnya mengikat artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan. 2. Sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut. Dalam kontrak jual beli murabahah dan nasabah bank dibolehkan: 1. Meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kontrak awal pemesanan. 2. Jika nasabah kemudian menolak memberi barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 3. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugian kepada nasabah. 4. Jika memakai kontrak uang muka sebagai alternatif maka: a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi nasabah wajib melunasi kekurangannya. Bank menetapkan besarnya uang muka acuan untuk pembiayaan murabahah baik murabahah produktif maupun konsumtif yang berkisar antara 5% sampai dengan 50%. Berikut ini merupakan besaran uang muka untuk pembiayaan murabahah yang ditetapkan oleh Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin, antara lain: 1. Aktiva kendaraan bermotor: a. Aktiva non produktif, berupa mobil baru 30% - 35%, mobil bekas 40%, dan sepeda motor 20%. b. Aktiva produktif baru, berupa mobil/sepeda motor 20% - 25%, alat berat 20% - 30%, dan kapal 20%.
c. Aktiva produktif bekas, berupa mobil/ sepeda motor 30% - 40%, alat berat 30% 40%, dan kapal 30%. 2. Objek pembiayaan lain: a. Barang konsumsi 30%, b. Barang modal 35%.8 Jika dilihat dari data di atas dapat kita ketahui bahwa uang muka yang ditetapkan oleh Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin berbeda-beda sesuai dengan harga barang dan kondisi barang tersebut. Perlakuan akuntansi uang muka yang dilakukan oleh Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin pada saat menerimaan dari nasabah: DB Kas/rekening nasabah xxx CR Titipan uang muka murabahah xxx (kewajiban segera) Jurnal pada saat Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin membayar uang muka kepada supplier: CB Uang muka pembelian murabahah (Aktiva Lainnya) xxx CR Kas/rekening supplier xxx Jurnal pada saat Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin tidak menyetujui atau akad murabahah tidak jadi disepakati: DB Titipan uang muka murabahah xxx (kewajiban segera) CR Kas/rekening nasabah xxx CR Pendapatan operasional xxx9 Peneliti melakukan analisis dalam pengakuan dan pencatatan setoran uang muka, nasabah wajib menyetorkannya kepada bank sebelum akad murabahah, dan dicatat oleh bank sebagai kewajiban segera pada perkiraan titipan uang muka murabahah.
8
9
Kebijakan dan prosedur penerapan FTV dalam pembiayaan iB pada Bank Kalsel Syariah Studi Dokumen pencatatan akuntansi dan hasil wawancara dengan Bapak Arif (Bagian Operasional) Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin.
Analisis Perlakuan Uang Muka ... Hariyanto 87
Ilustrasi jurnal pada saat bank menerima setoran uang muka dari nasabah: DB Kas/ Rekening Nasabah xxx CR Titipan uang muka murabahah -xxx (kewajiban segera) Hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/ IX/2000 tentang uang muka Murabahah sebagai berikut: Fatwa tentang uang muka murabahah : Pertama: Ketentuan Umum Uang Muka : 1. Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. 2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. 3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. 4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah. 5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS dapat meminta dikembalikan kelebihannya kepada nasabah. Kedua: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Apabila murabahah disepakati, uang muka diperhitungkan sebagai pembayaran piutang murabahah (porsi pokok). Ketentuan ini diatur dalam PSAK No. 102 yang menyatakan : Penjual dapat meminta urbun kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad murabahah disepakati, jika akad murabahah batal maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi kerugian riil yang ditanggung oleh penjual. Jika urbun itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
Demikian juga halnya jika akad murabahah batal maka uang muka tersebut dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi biaya-biaya riil yang dikeluarkan oleh bank atau penjual. Biayabiaya riil yang harus dibayar nasabah adalah biayabiaya yang dikenakan pemasok karena pembatalan pembelian ditambah biaya yang dikeluarkan bank dalam proses pembelian aset murabahah tersebut. Konsep perlakuan uang muka ini telah dipergunakan oleh Bank Kalsel Syariah yang mengacu kepada fatwa DSN, PSAK dan PAPSI. Contoh akad uang muka sebagai penjual: Sejatinya uang muka harus menjadi milik penjual apabila transaksi batal dilaksanakan. Tetapi para ulama melihat bahwa dalam praktiknya, bank syariah mengenakan uang muka sampai setengah dari harga yang disepakati, yang tentunya akan memberatkan nasabah. Oleh karena itu, tidak adil jika uang muka itu semuanya harus jadi milik bank. Jika diteliti lebih jauh, persoalan uang muka dalam murabahah juga muncul dari sifat murabahah itu sendiri. Dalam murabahah ada tiga komponen yang bertransaksi dengan saling keterkaitan yaitu: supplier (penyedia barang), bank (pembeli/penjual), nasabah (pembeli akhir). Bank syariah dapat bertindak sebagai penjual dan dapat bertindak sebagi pembeli. Pada bagian di atas telah dijelaskan bagaimana perlakuan dan pencatatan uang muka murabahah apabila bank syariah bertindak sebagai penjual. Demikian juga halnya jika bank syariah bertindak sebagai pembeli pihak supplier dapat saja meminta kepada pembeli dalam hal ini Bank Kalsel Syariah Banjarmasin untuk membayar uang muka kepada supplier atas pembelian aset murabahah jika pembiayaan yang dilakukan nasabah secara prinsip sudah disetujui. Terhadap pembayaran uang tersebut bank mencatatnya sebagai uang muka pembelian murabahah pada pos aktiva lainya, ilustrasi jurnal pada saat Bank Syariah membayar uang muka kepada supplier: DB Uang muka pembelian murabahah (aktiva lainnya) xxx CR Kas/rekening supplier xxx Seluruh transaksi uang muka diatas wajib dituangkan dalam akad dan harus disertai tanda terima baik dari nasabah ke bank maupun dari bank ke supplier.
88 AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Volume 6, Nomor 1, Juni 2015, hlm.83-92
Contoh akad uang muka bank sebagai pembeli. Begitu juga sebaliknya jika bank syariah bertindak sebagai penjual bank syariah juga dapat meminta pembeli akhir/nasabah untuk menyetorkan uang muka sebagai tanda keseriusan dalam melakukan pemesanan barang. Berkaitan dengan akuntansi perbankan syariah uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada bank syariah bukan kepada supplier. Apabila bank bertindak sebagi penjual maka ketentuan uang muka diatur sebagai berikut: 1. Dalam transaksi murabahah bank dapat meminta uang muka kepada nasabah sebagai bukti komitmen untuk membeli barang yang dimohon. 2. Besarnya uang muka yang dimintakan dari nasabah harus disediakan nasabah yang besarnya ditentukan berdasarkan negosiasi antara bank dengan nasabah. Dari kedua cara pembayaran uang muka di atas baik bank sebagai penjual maupun bank sebagai pembeli telah sesuai dengan fatwa DSN dan PAPSI karena uang muka tersebut memang telah disetorkan kepada pihak penjual, baik bank menyetor ke pihak supplier sebagi penjual maupun nasabah juga menyetor ke bank karena bank juga sebagai penjual. Namun dalam kondisi tertentu nasabah dapat saja menyetorkan langsung uang muka ke supplier dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1. Jika lokasi penjualan berada di luar lokasi jangkauan bank, maka bank dapat memberikan wakalah kepada nasabah untuk membayarkan uang muka pembelian murabahah yang dana berasal dari bank dan atas nasabah sebagai kompensasi pembayaran uang muka. 2. Pemberian wakalah tersebut wajib dituangkan dalam akad wakalah tanda terima untuk dan atas nama bank. 3. Transaksi wakalah uang muka dicatat dan dibukukan sebagai: a. Kewajiban segera pos perkiraan titipan uang muka murabahah untuk pembayaran uang muka yang diterima dari nasabah. b. Aktiva lainnya pada pos perkiraan uang muka pembelian murabahah untuk pembayaran uang muka yang dilakukan oleh bank dengan berwakalah kepada nasabah.
Contoh akad uang muka yang diwakilkan melalui nasabah. Demikian juga halnya jika nasabah langsung menyetorkan uang muka ke supplier dengan dana dari nasabah sendiri, maka jika nasabah bermaksud mengalihkan rencana pembelian aset murabahah melalui bank, maka bank dapat mengambil alih dana sendiri yang telah disetorkan nasabah tersebut melalui: 1. Bank meminta nasabah membatalkan dan meminta kembali dana sendiri yang telah disetorkan kepada penjual dan menyetorkan ke bank. 2. Nasabah memberikan kuasa (wakalah) kepada bank untuk menagih atau mengalihkan hak/ dana sendiri nasabah yang telah disetorkan kepada supplier dan menjadikannya sebagai uang muka nasabah pada bank sebesar jumlah dana sendiri yang dialihkan setelah dikurangi biayabiaya yang dikenakan oleh supplier/pemasok. Dari berbagai transaksi uang muka yang dilaksanakan bank wajib mengadministrasikan segala sesuatu yang terkait dengan urbun, bukti penerimaan urbun, akad wakalah pembayaran uang muka, akad wakalah pengambilalihan uang muka, bukti tanda terima dari penjual/supplier bukti pembukaan dan sebagainya. Kedua cara pembayaran diatas jika dilihat ada ketidaksesuaian dengan PAPSI yang menyatakan bahwa uang muka nasabah harus disetorkan ke bank bukan ke supplier, Bank syariah dapat meminta uang muka pembelian kepada nasabah setelah akad murabahah disepakati. Dalam murabahah uang muka harus disetorkan oleh nasabah ke bank bukan kepada pemasok. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, uang muka dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan antara lain: 1. Potongan uang muka oleh pemasok 2. Biaya administrasi 3. Biaya yang dikeluarkan dalam proses pengadaan biaya Apabila terdapat urbun dalam transaksi murabahah berdasrkan pesanan, maka keuntungan murabahah didasarkan pada porsi harga barang yang dibiayai oleh bank (PAPSI Hal III.33)
Analisis Perlakuan Uang Muka ... Hariyanto 89
Namun terdapat uang muka yang telah disetorkan nasabah tersebut bank dapat menempuh 2 (dua) cara di atas yaitu meminta nasabah membatalkan pembayaran uang muka tersebut dan meminta nasabah memberikan kuasa/wakalah kepada bank untuk menagih atas pembayaran uang muka tersebut. Terhadap kasus pembayaran uang muka langsung dari nasabah ke supplier terjadi karena ada dua hal yang berbeda satu sisi supplier ingin mendapat kepastian/komitmen dari pembeli terhadap pembelian terhadap aset murabahah sementara satu sisi bank tidak dapat serta merta menyetujui pembiayaan yang diajukan oleh nasabah karena bank perlu menerapkan asas kehati-hatian. Karena adanya dua sisi yang berbeda inilah maka terjadi kasus di atas. Hal inilah yang menyebabkan perlu adanya ketentuan yang mengatur agar pembayaran uang muka tersebut tidak lagi bertentangan dengan Fatwa DSN, PSAK, dan PAPSI. Contoh akad pengalihan uang muka. Dalam pencatatan uang muka diatur sebagai berikut: 1. Uang muka dicatat sebesar jumlah yang diterima bank dari nasabah atau hasil penagihan yang dikuasakan nasabah. 2. Uang muka diperlakukan sebagai pembayaran pertama angsuran atau pelunasan atas piutang murabahah (porsi pokok). 3. Pencatatan uang muka nasabah tidak dapat dikompensasikan dengan uang muka aset murabahah yang dikeluarkan bank kepada pemasok. Variasi dalam Kebijakan Uang Muka Pada Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin ada dua variasi pembayaran uang muka oleh nasabah, pertama nasabah membayar uang muka ke bank dan kedua nasabah bisa langsung membayarkan uang muka tersebut ke supplier, untuk variasi yang pertama bank menerima uang muka dari nasabah, kemudian bank datang ke supplier untuk memesan barang, bank menyerahkan uang muka ke supplier dan apabila barang sudah datang bank membayarkan sisa harga barang tersebut setelah dikurangi dengan uang muka tersebut, sedangkan untuk variasi kedua berbeda, pada kasus ini bank memberi wakalah kepada nasabah untuk membayar uang muka ke supplier, dan kemudian nasabah memberikan wakalah kepada bank untuk
melakukan penagihan atau pengambilalihan atas uang muka tersebut. Wakalah yang diberikan nasabah kepada bank sebagai bukti bahwa nasabah telah melakukan pembayaran uang muka, dan penagihan yang dimaksud adalah apabila barang sudah dipenuhi oleh supplier maka dengan adanya wakalah tadi bank hanya membayarkan sisa dari harga barang setelah dikurangi uang muka yang dibayarkan oleh nasabah.10 1. Nasabah membayar uang muka ke Bank Pada saat penerimaan uang muka dari nasabah DB. Kas/rekening nasabah xxx CR. Titipan uang muka murabahah xxx Pada saat Pembayaran uang muka ke supplier DB. Uang muka murabahah xxx CR. Kas/rekening pemasok xxx Pada saat pelunasan pembayaran aset murabahah ke supplier DB. Persedian murabahah xxx CR. Uang muka murabahah xxx CR. Kas/rekening supplier xxx Pada saat akad murabahah DB. Piutang murabahah xxx CR. Persediaan murabahah xxx CR. Margin murabahah ditangguhkan xxx Pada saat pengakuan uang muka DB. Titipan uang muka murabahah xxx CR. Piutang murabahah (pokok) xxx 2. Nasabah bisa langsung membayar uang muka ke supplier Sedangkan untuk ilustrasi jurnal untuk pengalihan uang muka jika dibayarkan nasabah langsung ke supplier: 10
Hasil wawancara dengan Bapak Arif (Bagian Operasional) Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin.
90 AT - TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Volume 6, Nomor 1, Juni 2015, hlm.83-92
Dalam kasus ini, pada teorinya bank tidak harus mencatat transaksi urbun karena telah dibayarkan oleh nasabah ke supplier. Namun pada Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin tetap mencatat meskipun nasabah membayarkan uang muka langsung ke supplier, karena pihak Bank Kalsel telah mewakilkan pembayaran uang muka tersebut kepada nasabah, dan nasabah pun mewakilkan kepada bank untuk penagihan atau pengambilalihan uang muka yang telah dibayarkan ke supplier. Pada pencatatan bank mencatat dua transaksi. Transaksi pertama ketika bank mewakilkan pembayaran uang muka kepada nasabah, transaksi yang kedua ketika nasabah mewakilkan untuk penagihan atau pengambilalihan uang muka ke supplier. Jurnalnya adalah sebagai berikut: DB. Uang muka pembelian murabahah xxx CR Titipan nasabah xxx DB. Titipan nasabah xxx CR. Titipan uang muka murabahah xxx Dari dua variasi kebijakan dalam pembayaran uang muka murabahah, adakah pihak yang diuntungkan dari dua variasi tersebut. Oleh pihak bank menyatakan tidak ada yang lebih diuntungkan dan dirugikan dari dua pilihan tersebut karena kedua pilihan tersebut dilakukan atas kesepakatan antara bank dan nasabah.11 Dalam artian tidak ada dari salah satu pihak ingin mengambil keuntungan dari hal tersebut, hanya saja biasanya apabila dalam suatu transaksi untuk pembayaran uang muka disepakati alternatif kedua yaitu membayarkan uang muka langsung ke supplier dikarenakan tempat supplier jauh dari jangkauan bank oleh karena itu dipilih alternatif kedua agar memudahkan dalam teransaksi tersebut, karena bank tidak perlu datang ke supplier untuk membayarkan uang muka dan nasabah tidak perlu membuang waktu untuk melakukan transaksi pembayaran uang muka ke bank. Adapun untuk pencatatan di bank, bank tidak merasa disulitkan atau ada kendala dalam hal tersebut. Jadi, inti dari kedua kebijakan tersebut adalah hanya ingin memudahkan nasabah dan bank dalam transaksi murabahah. 11
Hasil wawancara dengan Bapak Akhmad Riadi (Pimpinan KCPS Kedai IAIN Antasari Banjarmasin)
Penutup Berdasarkan hasil analisis dari penulis dalam masalah ini, maka hasil temuan yang diperoleh adalah porsi uang muka pada Bank Kalsel Cabang Syariah Banjarmasin ditetapkan berdasarkan harga barang dan kondisi barang. uang muka diakui sebagai bagian dari pembayaran piutang murabahah. Uang muka yang diterapkan oleh Bank Kalsel Syariah Banjarmasin telah sesuai dengan Fatwa DSN, PSAK, dan PAPSI. Pembayaran uang muka ada 2 variasi, yang pertama nasabah membayar uang muka ke bank, dan yang kedua nasabah membayar uang muka langsung ke supplier. Untuk uang muka yang dibayar nasabah langsung ke supplier menggunakan akad wakalah. Dalam ketentuan untuk uang muka yang langsung dibayarkan nasabah ke supplier, bank tidak perlu mencatat transaksi tersebut, namun pada Bank Kalsel Cabang Syariah Banjar masin tetap mencatatnya, karena bank mewakilkan pembayaran uang muka tersebut kepada nasabah, dan nasabah mewakilkan balik kepada bank untuk menagih atau mengambilalih uang muka tersebut untuk pengurangan dari harga barang. Pencatatan tersebut juga sebagai bukti transaksi untuk bank. Daftar Pustaka Agustin, Risa, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Serba Jaya, 2000 Al-Jaziri, Abdurrahman, Al-Fiqh ‘Ala Ma“âhibil Arba’ah, Beirut, Dar al-Fikri, tth Al-Qazwani, Al-Hafiz Abu ‘Abdullah bin Yazid, Sunan Ibnu Mâjah, Juz I, Beirut, Dar al-Fikr, tth Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islâmî wa Adillatuh, Juz 5, Damsyiq, Syria, Dar al-Fikr, 1997 Anshori, Abdul Ghafur, Payung Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, 9UU di Bidang Perbankan, Fatwa DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia), Yogyakarta, UII Press, 2007 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta, Rajawali Pers, 2011 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya, Mekar Surabaya, 2004 Imam Qadi Abu Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Rasyid Qurtubi, Bidâyatul al-Mujtahid Wanihayat al-Muqtacid, edisi ke-3, Lebanon, Dar al-Kutub alIlmiyah, 2007
Analisis Perlakuan Uang Muka ... Hariyanto 91
Kamil, Ahmad, dan M. Fauzan, Kitab UndangUndang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, Jakarta, Kencana, 2007 Karim, Adiwarman Azwar Bank islam:Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarja, PT. Raja Grafindo Persada, 2006 ______________, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2012 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Rajawali Pers, 2011 Muhammad, Rifqi, Akuntansi Keuangan Syariah, Edisi I, Yogyakarta, P3EI Press, 2008 Muslehuddin, Muhammad, Sistem Perbankan dalam Islam, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2004 Nurhayati, Sri, dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi II, Jakarta, Salemba Empat, 2011 Pattilima, Hamid, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Alpabeta, 2005 Ramli, Hasbi, Teori Dasar Akuntansi Syariah, Jakarta, Renaisan Anggota Ikapi, 2005 Ridwan, Ahmad Hasan, BMT dan Bank Islam, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004
Rivai, Veithzal, dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management: Teori, Konsep dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2008 Rodoni, Ahmad, dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2008 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung, Alfabeta, 2012 Suwiknyo, Dwi, Pengantar Akuntansi Syariah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 Warsono, Sony, dan Jufri, Akuntansi Transaksi Syariah: Akad Jual Beli di Lembaga Bukan Bank, Yogyakarta, Asgard Chapter, 2011 Yaya, Rizal, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta, Salemba Empat, 2009 http://www.bankkalsel.co.id/index.php?option= com content&view=article&id=86 &Itemid=270 http://www.bankkalsel.co.id/index.php/profil/ laporan/laporan-keuangan/publikasi