Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE KONVENSIONAL DAN ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM PADA MARIO’S HANDICRAFT
Ni Made Ayu Galih Anom1, Wayan Cipta1, Anjuman Zukhri2 Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected].
[email protected],
[email protected] @undiksha.ac.id3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Hasil perhitungan harga pokok produksi dengan pendekatan metode konvensional pada Mario’s Handicraft di Mengwi, (2) Hasil perhitungan harga pokok produksi dengan pendekatan activity based costing system pada Mario’s Handicraft di Mengwi, dan (3) Perbandingan penerapan metode konvensional dan Activity Based Costing (ABC) System dalam penentuan harga pokok produksi pada Mario’s Handicraft di Mengwi. Data diperoleh menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara, dianalisi dengan analisis kuantitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah perusahaan Mario’s Handicraft, sedangkan yang menjadi obyek penelitian adalah laporan keuangan pada perusahaan Mario’s Handicraft. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Besarnya harga pokok produksi untuk jenis produk lampu hias berdasarkan metode konvensional sebesar Rp. 101.079.360 sehingga memperoleh hasil perhitungan laba kotor untuk jenis produk lampu hias sebesar Rp. 51.999.840. (2) Besarnya harga pokok produksi berdasarkan Activity Based Costing System untuk jenis produk lampu hias sebesar Rp. 77.293.502,93 sehingga memperoleh perhitungan laba kotor dengan Activity Based Costing System sebesarRp. 75. 785697,07. (3) Penggunaan activity based costing system akan menentukan biaya yang lebih akurat karena pemicu biaya yang digunakan sesuai dengan aktivitas yang dikonsumsi produk berbeda halnya dengan metode konvensional yang menggunakan pemicu biaya dengan unit produksi. Kata-kata kunci: Based Costing System, Harga pokok produksi, dan Metode Konvensional Abstract This study aims at 1 implementing conventional method in determining production main cost and gross loss/profit, 2 implementing activity based costing system in determining production main cost and gross loss/profit, 3 comparing the implementation of conventional method and activity based costing system in determining production main cost and gross loss/profit in mario’s handicraft in mengwi. The type of data used in this study is quantitative data, data were collected through observation, documentation,and interview. And they were analysed quantitatively. The subject in this study is mario’s handicraft company, meanwhile the object of the study is the financial report in mario’s handicraft company , especially loss/profit report in determining production main cost and gross profit using conventional method and Activity Based Costing System method. The result of the study shows that (1) the production main cost for decoration lamp based on conventional method is Rp. 101.079.360 meanwhile, the gross profit for decoration lamp is Rp. 51.999.840. (2) the production main cost for decoration lamp based on Activity Based Costing System is Rp. 77.293.502,93 meanwhile, the gross profit for decoration lamp is Rp. 75. 785.697,07 the comparison of production main cost and the gross profit using conventional method and Activity Based Costing System is Rp. 23.785.857.(3) the implementasi activity based costing system will give more imformation to real cost because the cost driver use to activity product,if the conventional method use cost driver to unit product. Key words: Activity Based Costing System, conventional method,and Production main cost determination
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
Pendahuluan Perkembangan perekonomian dewasa ini khususnya dalam bidang industri semakin pesat yang mendorong meningkatnya persaingan yang ketat diantara pelaku bisnis. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pendatang baru atas pelaku bisnis tersebut ataupun munculnya produkproduk substitusi dari produk yang sudah ada. Konsumen semakin kritis menuntut adanya peningkatan mutu produk, pelayanan (service) dan tentunya harga yang bersaing. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan makin dituntut mempunyai keunggulan tersendiri agar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor keunggulan perusahaan yaitu: fleksibilitas, mutu produk, dan biaya efektif (cost effective). Harga yang ditawarkan oleh perusahaan akan bersaing dengan harga yang ditawarkan oleh para pesaing tersebut. Kemampuan perusahaan manufaktur untuk menghasilkan produk dengan total biaya yang rendah dapat ditinjau dari efisiensi biaya produksi yang terjadi pada proses produksi. Akuntansi sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan mempunyai tujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang terdiri dari neraca, dan laporan laba/ rugi. Pada sistem biaya konvensional, elemen-elemen biaya produksi yang dibutuhkan dalam perhitungan harga pokok produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik. Dari informasi biaya-biaya tersebut akan ditetapkan harga pokok produk sebelum produk tersebut dipasarkan. Dalam menentukan harga pokok produksi dengan metode konvensional, biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung mudah ditelusuri dan dihitung, tapi sangat sulit memperkirakan biaya overhead pabrik. Biaya overhead pabrik tidak dapat ditelusuri pada pekerjaan tertentu sehingga harus dialokasikan. Pengalokasian biaya didasarkan pada jam tenaga kerja langsung, jam mesin atau upah tenaga kerja langsung, dan
biaya bahan baku, sehingga menghasilkan informasi biaya yang distorsi. Dengan adanya perkembangan teknologi untuk mendukung proses produksi yang lebih otomatis menyebabkan porsi biaya overhead lebih besar dari biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, sehingga teknik akuntansi yang berlaku hingga tahun 2011 (metode konvensional) sudah kehilangan relevansinya. Mengingat kelemahan-kelemahan yang ada pada akuntansi biaya tradisional, maka mulai dikembangkan suatu sistem akuntansi biaya yang lebih baik dan tentunya sesuai dengan lingkungan industri yang lebih maju, dan lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas penambah nilai yang disebut activity accounting. Sebagai implikasi dari activity accounting terhadap perhitungan harga pokok produksi maka muncullah Activity Based Costing System. Penggunaan Activity Based Costing System secara dini akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk dapat menetapkan harga jual yang lebih bersaing, sehingga dapat membawa perusahaan unggul dalam jangka panjang. Activity Based Costing System merupakan suatu sistem yang menerapkan konsepkonsep akuntansi untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang lebih akurat melalui aktivitas yang benar-benar dilewati oleh produk tersebut dalam proses produksi. Dalam Activity Based Costing System juga memisahkan pusat-pusat aktivitas yang ada. Pusat aktivitas (activity center) adalah bagian dari proses pabrikasi. Manajemen hendaknya memisahkan pelaporan biaya aktivitas yang diperlukan. Terdapat empat tingkat umum dalam aktivitas, yaitu: pertama unit-level activity (aktivitas tingkat unit), adalah aktivitas-aktivitas yang muncul sebagai akibat jumlah volume produksi yang melalui sebuah fasilitas produksi, contoh biaya listrik, biaya tenaga kerja, penyusutan perlengkapan, jam mesin, dan jam kerja. Kedua batch-level activity (aktivitas tingkat gugus produk) mencakup tugas-tugas seperti, penempatan pesanan pembelian,
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
penyiapan perlengkapan produksi, pengiriman produk kepada pelanggan, dan penerimaan bahan baku. Ketiga product-level activity (aktivitas tingkat produk) tingkatan ini berkaitan dengan produk tertentu yang diproduksi oleh perusahaan. Sebagai contoh, melakukan inspeksi mutu, biaya karyawan untuk menangani bahan baku, dan penyusutan perlengkapan kantor. Terakhir yang keempat yaitu facility-level activity (aktivitas tingkat fasilitas). Aktivitas ini biasanya digabungkan dalam sebuah pusat aktivitas tunggal karena berkaitan dengan keseluruhan produksi dan tidak dengan gugus spesifik tertentu ataupun produk tertentu yang diproduksi. Contoh dari aktivitas ini adalah jam kerja langsung, jam mesin, gaji manajemen pabrik, dan pajak bumi dan bangunan pabrik. Biaya yang terjadi pertama-tama ditelusuri ke masingmasing aktivitas dan kemudian dari aktivitas ditelusuri ke masing-masing produk, sehingga informasi biaya yang diberikan dapat mengurangi adanya pengeluaran biaya dan terhindar dari pemborosan biaya atas suatu produk, serta perusahaan dapat lebih bersaing dalam penetapan harga jual dengan pesaing yang ada. Mengingat besarnya biaya overhead pabrik untuk proses produksi, dalam perhitungan pembebanan biaya overhead ke masing-masing produk akan sangat mempengaruhi besarnya harga pokok produksi, kemudian berpengaruh terhadap harga jual yang secara otomatis akan mempengaruhi tingkat laba masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan. Dalam perhitungan harga pokok produksinya Mario’s Handicraft menggunakan sistem biaya konvensional untuk menetapkan harga pokok produksi. Penggunaan metode berdasarkan unit secara konvensional dalam membebankan biaya overhead pabrik pada produk akan menghasilkan informasi biaya yang kurang tepat karena pembebanan biaya overhead pabrik dengan menggunakan tarif tunggal berdasarkan jumlah jam kerja langsung sehingga
pembebanannya kurang profesional untuk masing-masing produk. Dalam penggunaan Activity Based Costing System perusahaan diasumsikan tidak mempunyai persediaan barang jadi. Adapun masalah yang ada yaitu berapakah hasil perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode konvensional dan activity based costing system, dan bagaimanakah perbandingan penerapan metode konvensional dan activity based costing system pada Mario’s handicraft. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode konvensional dan activity based costing system serta perbandingan perhitungan menggunakan metode konvensional dan activity based costing system pada Mario’s handicraft. Dari beberapa pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa biaya adalah sejumlah dana yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai segala sesuatu yang bermanfaat bagi perusahaan baik pada tahun terjadinya perngorbanan maupun pada tahuntahun mendatang. Harga pokok produksi merupakan masalah yang penting diketahui oleh perusahaan, apabila terjadi kesalahan dalam perhitungan harga pokok maka akan menyebabkan perusahaan menderita kerugian. Biaya produksi pada perusahaan manufaktur menurut Mursyidi (2008: 221) terdiri dari elemen-elemen biaya yaitu (1) biaya bahan baku, adalah harga pokok bahan baku tersebut yang diolah di dalam proses produksi(2) biaya tenaga kerja langsung, adalah biaya tenaga kerja yang dapat diidentifikasikan secara langsung terhadap produk tertentu (3) biaya overhead pabrik, adalah semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik merupakan unsur biaya yang sulit pengendalian dan tingkah lakunya beranekaragam. Biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu biaya bahan penolong
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
adalah biaya bahan yang tidak menjadi bagian dari produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian daripada produk jadi tetap nilainya relative kecil, biaya tenaga kerja tak langsung adalah biaya tenaga kerja yang tidak dapat didefinisikan atau tidak dikeluarkan secara langsung dalam produksi barang atau jasa tertentu, beban biaya sebagai akibat dari penilaian aktiva tetap. Biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain biaya-biaya penyusutan bangunan pabrik, mesin-mesin pabrik, kendaraan pabrik, dan lain-lain, beban biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu, sedangkan elemen-elemen harga pokok produksi dalam perusahaan manufaktur yaitu (1) Biaya Produksi (2) persediaan produk dalam proses awal (3) persediaan produk dalam pross akhir (Supriyono, 2010: 45). Metode pengumpulan biaya produksi tergantung dari sifat pengolahan produk yang diproduksi. Metode pengumpulan biaya produksi dapat dibebankan menjadi dua golongan yaitu (1) metode harga pokok pesanan, merupakan cara penentuan harga pokok produksi dimana biayabiaya produksi dikumpulkan berdasarkan pesanan yang diterima mulai dari satu unit pesanan sampai pada suatu partai besar yang diproses pada saat yang sama. (2) Metode harga pokok proses, merupakan cara penentuan harga pokok produksi dimana biaya produksi dikumpulkan untuk setiap proses selama jangka waktu tertentu. Biaya produksi persatuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dalam proses tertentu, selama periode tertentu dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu yang bersangkutan. Sistem akuntansi biaya konvensional sering pula disebut dengan sistem akuntansi biaya tradisional. Pendekatan tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat diklasifikasikan sebagai biaya tetap atau variabel sesuai dengan perubahan unit atau volume produk
yang diproduksi. Penggerak berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk membedakan penggerak kegiatan berdasarkan unit serta untuk membebankan biaya pada obyek biaya tersebut sehingga disebut Sistem Biaya Tradisional. (Hansen & Mowen, 2009: 57). Dalam pelaporan keuangan, informasi tentang biaya produksi menurut akuntansi biaya konvensional diukur dengan menggunakan metode biaya penuh (full/ Absorption costing method) dan metode biaya variabel (variabel costing method). Metode biaya penuh adalah penentuan harga pokok produk dengan mengkombinasikan biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi langsung (tetap) sedangkan metode biaya variabel merupakan penentuan harga pokok produk hampir sama dengan metode biaya penuh hanya biaya produksi tidak langsung berdasarkan kepada biaya produksi variabel saja, dan biaya produksi tetap adalah dibebankan sebagai biaya periode berjalan (period cost). Perbedaan antara kedua metode ini, terletak pada pembebanan biaya produksi tidak langsung tetapnya. Dalam penentuan harga pokok produk, metode biaya penuh memasukkan biaya overhead pabrik tetap sebagai biaya dalam persediaan, sedangkan metode biaya variabel mengeluarkan biaya overhead pabrik dari biaya persediaan dan memperlakukannya sebagai biaya periode berjalan. Sistem biaya konvensional ini, baik full costing method maupun variabel costing method, hanya menggunakan satu tarif biaya overhead. Metode konvensional akan menghasilkan perhitungan biaya yang cukup akurat apabila biaya overhead merupakan salah satu komponen biaya yang jumlah material dibandingkan dengan biaya bahan baku langsung dan biaya upah langsung atau jika kegiatan overhead yang dilakukan berhubungan erat dengan volume produksi. Hal ini menyebabkan biaya konsumsi overhead pabrik setiap produk yang dihasilkan perusahaan pada departemen-departemen produksi
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
yang ada, dianggap sama per unitnya dan tarif Overhead per Departemen. Meskipun tarif overhead per departemen mampu mencerminkan perbedaan konsumsi produk atas biaya overhead pabrik di setiap departemen produksi, namun tarif ini tidak mampu mencerminkan elemen biaya overhead pabrik di setiap departemen produksi. Proses alokasinya, menurut Cooper dan Kaplan terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama, biaya-biaya overhead itu dikumpulkan dalam pusat-pusat biaya (cost pools), baik departemen pembantu maupun departemen produksi. Sedangkan tahap kedua, biaya overhead pabrik yang telah melalui tahap pertama, dialokasikan kepada produk-produk sebagai obyek biayanya atas dasar alokasi tertentu seperti jam tenaga kerja langsung, jam mesin, unit produksi, dan pengukuran volume lainnya. Proses ini disebut dengan pembebanan biaya overhead pabrik (overhead application/ absorption). Activity Based Costing (ABC) System adalah suatu prosedur yang menghitung biaya objek seperti produk, jasa, dan pelanggan. Activity Based Costing (ABC) System pertama-tama membebankan biaya sumber daya ke aktivitas yang dibentuk oleh organisasi, kemudian biaya ke aktivitas dibebankan ke produk, pelanggan, dan jasa yang berguna untuk menciptakan permintaan atau aktivitas (Kamarudin Ahmad, 2008: 13). Activity Based Costing (ABC) System muncul sebagai suatu metode pengukuran produk yang didasarkan atas penjumlahan biaya dari kegiatan atau aktivitas yang timbul berkaitan dengan produksi tersebut (Arman Witjaksono, 2006: 210). Activity Based Costing System adalah sistem informasi biaya yang berorientasi pada penyediaan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas (Mulyadi, 2007: 40). Activity Based Costing System adalah pembebanan biaya overhead hanya atas dasar volume akan menimbulkan distorsi, oleh karena itu jika perusahaan
memproduksi berbagai macam variasi produk maka untuk mendapat perhitungan harga pokok produksi yang lebih akurat (Bambang Hariadi, 2010: 78). Activity Based Costing (ABC) System merupakan metode yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok produk yang lebih akurat. Namun dari perspektif manajerial, Activity Based Costing (ABC) System tidak hanya menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biayabiaya secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi (Fieda Femala, 2007: 6). Pengertian dari Activity Based Costing System adalah sistem informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai aktivitas (pekerjaan), yang mengkonsumsi sumber daya (biaya aktivitas) untuk mencapai tujuan pekerjaan (produk dan pelanggan) yang terdiri dari proses dua tahap, tahap pertama menelusuri biaya overhead ke aktivitas dan tahap kedua meliputi biaya ke produk (Hansen & Mowen, 2009: 146). Dari definisi di atas maka dapat diartikan bahwa Activity Based Costing System merupakan suatu sistem informasi yang memproses data terhadap aktivitas, dimana aktivitas tersebut menimbulkan biaya-biaya yang terjadi yang ditelusuri ke aktivitas dan kemudian dari aktivitas tersebut ke masing-masing produk. Activity Based Costing System dirancang atas dasar pemikiran bahwa produk memerlukan aktivitas dan aktivitas mengkonsumsi nilai sumber daya yang merupakan biaya. Aktivitas (activity) adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni bertindak sebagai faktor penyebab (casual factor) dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. (Mulyadi dan Johny Setiawan, 2009: 679), sedangkan menurut Mulyadi aktivitas merupakan peristiwa, tugas atau satuan pekerjaan dengan tujuan
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
tertentu (Mulyadi, 2007: 41). Berdasarkan definisi di atas maka dapat diartikan bahwa aktivitas adalah proses yang timbul dari suatu pekerjaan yang dilakukan oleh setiap organisasi tertentu sehingga memerlukan biayabiaya untuk menghasilkan produk atau jasa. Menurut Henry Simamora, terdapat empat tingkat umum aktivitas, keempat tingkatan tersebut adalah (1) Unit-level activities merupakan aktivitas yang terjadi setiap kali sebuah unit produk dibuat. Aktivitas ini muncul akibat jumlah volume produksi yang melalui sebuah fasilitas produksi. Aktivitas-aktivitas tenaga kerja langsung dan mesin merupakan contoh aktivitas tingkat unit. Biaya aktivitas jenis ini berfluktuasi menurut jumlah unit produk yang dihasilkan sehingga jumlah biaya unit-level activities akan meningkat setiap kali sebuah produk dibuat dan akan menurun setiap kali volume produk dikurangi. Contoh pusat aktivitas yaitu aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan mesin pabrik seperti penggilingan, pemotongan dan pemeliharaan. Contoh pemicu biaya (1) Jam mesin, (2) Jam kerja, (3) Banyaknya unit keluaran (2) Batch-level activities merupakan aktivitas yang berhubungan dengan produksi kelompok/ gugus produk. Jenis aktivitas ini mencakup tugas-tugas seperti penempatan pesanan pembelian, penyiapan perlengkapan produksi, pengiriman produk kepada pelanggan, dan penerimaan bahan baku. Biaya pada tingkat gugus (batch) dihasilkan menurut jumlah gugus produk yang diproses. Contoh pusat aktivitas (1) Pengolahan pesanan produksi, (2) Pengolahan pesanan pembelian, (3) Pengesetan perlengkapan produksi. Contoh pemicu biaya (1) Banyaknya penerimaan bahan baku, (2) Banyaknya pesanan yang diproses, (3) Kilogram bahan baku yang ditangani, (4) Banyaknya pengesetan mesin, (5) Lamanya jam pengesetan mesin (3) Product-level activities merupakan aktivitas yang berhubungan dengan produk tertentu yang diproduksi. Aktivitas ini mendukung produksi dan
penjualan masing-masing produk. Semakin banyak produk dan lini produk, maka semakin tinggi biaya aktivitas ini. Contoh pusat aktivitas (1) Inspeksi mutu produk, (2) Pengujian produksi, (3) Pengolahan persediaan suku cadang. Contoh pemicu biaya (1) Banyaknya inspeksi, (2) Lamanya waktu inspeksi, (3) Frekuensi pengujian, (4) Lamanya waktu pengujian, (5) Lamanya waktu desain (3) Facility-level activities merupakan aktivitas yang biasanya digabung ke dalam sebuah pusat aktivitas tunggal. Aktivitas ini berkaitan dengan keseluruhan produksi dan tidak dengan gugus spesifik tertentu ataupun lini produk tertentu yang diproduksi. Aktivitas ini gabungan bagi banyak produk yang berlainan dan biayanya dianggap biaya bersama bagi semua produk yang dibuat dalam fasilitas yang dipakai. Contoh pusat aktivitas (1) Penghunian pabrik, (2) Pelatihan dan administrasi personalia, (3) Pabrik umum. Contoh pemicu biaya (1) Jam mesin, (2) Jam kerja langsung, (3) Banyaknya karyawan, (4) Lamanya waktu pelatihan. Activity Based Costing System tidak hanya meningkatkan ketelitian pembebanan biaya, namun juga menyediakan informasi tentang biaya dari berbagai aktivitas. Sehingga memungkinkan manajemen memfokuskan diri pada aktivitasaktivitas yang memberi peluang untuk melakukan penghematan biaya dengan cara penyederhanaan aktivitas, melaksanakan aktivitas dengan lebih efisien, meniadakan aktivitas yang tidak bernilai tambahan dan sebagainya. Berikut kita bahas mengenai dua tahap atau prosedur Activity Based Costing System. Pada tahap pertama penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas meliputi empat langkah yaitu (1) penggolongan berbagai aktivitas. Berbagai aktivitas diklasfikasikan ke dalam beberapa kelompok aktivitas yang mempunyai hubungan fisik yang jelas dan mudah ditentukan. Pengasosiasian berbagai biaya dengan berbagai biaya dan berbagai aktivitas. Setelah menggolongkan berbagai
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
aktivitas, maka langkah kedua adalah menghubungkan berbagai biaya dengan setiap kelompok aktivitas berbagai pelacakan langsung dan driver-driver sumber. Penentuan kelompok-kelompok biaya (cost pool) yang homogeny Setelah menghubungkan biaya dengan aktivitas, maka langkah selanjutnya adalah penentuan kelompok-kelompok yang homogen yang artinya aktivitasaktivitas overhead harus dihubungkan secara logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk dimana rasio konsumsi yang sama untuk semua produk menunjukkan eksistensi dari sebuah cost driver. Penentuan tarif kelompok, Tarif kelompok atau pool rate adalah tarif biaya overhead pabrik per unit cost driver yang dihitung untuk suatu kelompok aktivitas. Tarif kelompok dihitung dengan rumus total biaya overhead untuk kelompok tersebut. Penentuan tarif kelompok ini merupakan langkah terakhir dari tahap pertama. Dalam tahap kedua, biaya overhead pabrik setiap kelompok aktivitas dilacak ke berbagai jenis produk dengan menggunakan tarif kelompok yang dikonsumsi oleh setiap produk. Pembebanan biaya overhead pabrik pada produk dihitung dengan rumus: BOP yang dibebankan = tarif kelompok x Unit cost driver yang dikonsumsi oleh produk (Hansen & Mowen, 2009: 150) Pada Activity Based Costing System meskipun pembebanan biaya-biaya overhead pabrik dan produk juga menggunakan pembebanan dua tahap seperti pada akuntansi biaya tradisional, tetapi pusat biaya yang dipakai untuk pengumpulan biaya-biaya pada tahap pertama dan dasar pembebanan dari pusat biaya kepada produk pada tahap kedua sangat berbeda dengan akuntansi biaya tradisional (Mulyadi, 2007). Activity Based Costing System menggunakan lebih banyak cost driver bila dibandingkan dengan sistem pembebanan biaya pada akuntansi biaya konvensional. Sebelum sampai pada prosedur pembebanan dua tahap dalam Activity Based Costing System perlu dipahami yaitu Cost driver adalah faktor-
faktor yang menyebabkan perubahan biaya aktivitas. Cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas produk atau jasa. Dua jenis cost driver adalah driver sumber daya (resources driver) dan driver aktivitas (activity driver). Rasio konsumsi adalah porsi masing- masing aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap produk. Dihitung dengan cara membagi jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk dengan jumlah keseluruhan aktivitas tersebut dari semua jenis produk. Homogenous cost pool merupakan kumpulan biaya dari overhead yang variasi biayanya dapat dikaitkan dengan satu pemicu biaya saja atau dapat disebut suatu kelompok biaya yang homogen. Aktivitas-aktivitas overhead secara logis harus berhubungan dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk. Menurut Amin Widjaja Tunggal perbedaan Activity Based Costing System dengan metode konvensional adalah Activity Based Costing System menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan berapa besar setiap overhead pabrik tidak langsung dari setiap produk mengkonsumsikan. Sistem trandisional mengalokasikan overhead secara arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non refresentatif, dengan demikian gagal menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk individual. Activity Based Costing System konsumsi ke dalam empat kategori : unit, bach, produk dan penopang fasilitas (facility sustaining). Sistem tradisional membagi biaya overhead ke dalam unit dan yang lain. Fokus Activity Based Costing System adalah biaya, mutu dan faktor waktu. Sistem trandisional terutama memfokus pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba, dengan cukup akurat. Activity Based Costing System memerlukan masukan dari seluruh departemen. Persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi. Activity Based Costing System mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian daripada sistem tradisional, karena kelompok biaya (cost pools) dan pemacu
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
(driver) jauh lebih akurat dan jelas, dan karena activity based costing system dapat menggunakan biaya historis pada akhir periode untuk menghitung biaya actual apabila kebutuhan muncul karena Activity Based Costing System terdiri dari berbagai pusat biaya aktivitas (activity cost center) dan pemacu tahap kedua (second stage center), biaya dianggarkan yang digunakan untuk melakukan studi Activity Based Costing seharusnya diharapkan lebih mendekati biaya aktual daripada dengan sistem tradisional (Amin Widjaja Tunggal, 2000: 26). Metode Penelitian ini dilakukan di Mario’s Handicraft yang beralamat di Jl. Anggrek No. 5 Banjar Busana Kelod, Desa Baha, Kecamatan Mengwi-Badung. Subyek dalam penelitian ini adalah perusahaan Mario’s Handicraft, sedangkan yang menjadi obyek penelitian adalah laporan keuangan pada perusahaan Mario’s Handicraft, khususnya laporan laba/ rugi dalam penentuan harga pokok produksi serta laba kotor dengan metode konvensional dan dengan Activity Based Costing System. Dalam penelitian ini produk yang hanya diteliti yaitu produk lampu hias. Adapun variabel-variabel yang dianalisis didefinisikan yaitu (1) harga pokok produksi dengan metode konvensional adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang dibebankan. Biaya overhead pabrik berdasarkan metode konvensional diperoleh dengan cara mengalikan tarif biaya overhead pabrik ditentukan di muka dengan jam mesin yang dikonsumsi. Tarif biaya overhead pabrik diperoleh dengan membagi anggaran biaya overhead pabrik dengan jumlah jam mesin (2) harga Pokok Produksi dengan Activity Based Costing System adalah akuntansi biaya yang membebankan biaya overhead pabrik ke produk melalui prosedur dua tahap dengan fokus pada aktivitas bukan pada departemen. Adapun tahap tersebut yaitu tahap pertama, menentukan Activity Cost Pool, identifikasi aktivitas, membebankan biaya ke setiap aktivitas, dan menentukan cost driver. Tahap kedua, penelusuran
pembebanan biaya dari Activity cost pool ke cost object (produk) berdasarkan konsumsi cost driver (3) Laba/ Rugi Kotor adalah selisih antara pendapatan (penjualan) dengan harga pokok penjualan. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang dapat dihitung dan dapat diukur satuannya seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari manajemen Mario’s Handicraft di Mengwi dalam bentuk sudah jadi, seperti laporan biaya produksi yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, laporan neraca, laporan laba/ rugi, dan laporan jumlah produksi untuk masing-masing kelompok produk. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik analisis kuantitatif yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif yang bersifat deskriptif , Adapun langkah-langkah metode konvensional (1) biaya bahan baku langsung = jumlah bahan baku yang digunakan x harga perolehan (2) biaya tenaga kerja langsung = tarif upah per jam x jumlah jam kerja yang diproduksi (3) perhitungan BOP yaitu tahap pertama menentukan tarif BOP ditentukan dimuka (departemen) Tarif BOP =
Budget BOP (Departemen Pengolahan ) jam mesin Tahap kedua menentukan BOP yang dibebankan = Tarif BOP x jam kerja langsung yang dikonsumsikan tiap produk. (Mulyadi, 2005: 205) (4) Perhitungan Harga Pokok Produksi HPP = Biaya Produksi + Persediaan produksi awal proses – persediaan produksi akhir proses (5) Laba kotor per unit = penjualan – harga pokok penjualan (konvensional). Pada perhitungan biaya bahan menurut metode konvensional dan activity based costing sesungguhnya sama, hanya saja berbeda pada perhitungan biaya overhead pabrik. Tahap pertama yaitu identifikasi Aktivitas, mengklasifikasi biaya berdasar aktivitas ke dalam berbagai aktivitas, menentukan cost
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
driver, menentukan tarif overhead atau tarif kelompok (pool rate) dengan rumus: Pool
rate
=
Total Cost Pool (total BOP dlm satu kelompok) Total Cost Driver Pada tahap kedua, pembebanan biaya dari Activity Cost Pool ke Cost Object (produk atau jasa) berdasarkan konsumsi cost driver. Pembebanan overhead dapat dihitung dengan rumus: Overhead yang dibebankan = Tarif overhead x unit cost driver yang dikonsumsi (Kamarudin Ahmad, 2008: 21). Menghitung harga pokok produksi, HPP (per unit) = ( BBB + BTKL + BOP (Activity Based Costing System )) + Persediaan produksi awal proses – Persediaan produksi akhir proses Laba/Rugi kotor (per unit) = Penjualan – Harga pokok penjualan (Mulyadi, 2007: 70) dan teknik analisis kualitatif adalah teknik analisis yang bertujuan untuk memberi penjelasan atau uraian terhadap hasil
analisis kuantitatif yang telah dilakukan. Hasil dan Pembahasan Dalam penentuan harga pokok produksi berdasarkan metode konvensional, Mario’s Handicraft menggunakan tarif overhead pabrik tunggal berdasarkan jam kerja langsung. Besarnya tarif BOP yang ditentukan dimuka adalah : Tarif BOP ditentukan dimuka =
Budget BOP Budget Jam Kerja Langsung
= Rp 175.185.000 : 4000 jam = Rp 43.796,25 per jam kerja langsung Dengan adanya tarif BOP yang ditentukan dimuka, maka dalam perhitungan BOP yang dibebankan dihitung dengan cara tarif BOP dikalikan dengan jam kerja langsung yang dikonsumsi produk. BOP yang dibebankan = Rp. 43.796,25 x 1024 jam = Rp. 44.847.360,00 Dari perhitungan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik di atas maka dapat dihitung besarnya biaya produksi seperti nampak pada tabel 4.4 Tabel 4.4 Perhitungan biaya produksi untuk produk lampu hias pada Mario’s Handicraft Elemen Biaya
Total Biaya (Rp)
1. Biaya Bahan Baku 2. Biaya Tenaga kerja Langsung 3. Biaya Overhead Pabrik
47.712.000 8.520.000 44.847.360
Biaya Produksi Dalam menghitung laba kotor, Mario’s Handicraft menghitung dengan cara mengurangi penjualan dengan harga pokok penjualan. Besanya laba kotor untuk jenis produk lampu hias dapat dilihat pada tabel 4.5. Dalam perhitungan menggunakan metode activity based costing system, harga pokok produksi per unit dengan menggunakan penentuan biaya berdasarkan aktivitas yang telah dihitung sesuai dengan aktivitas yang dikelompokan sesuai dengan tahapan-tahapan aktivitas yaitu dapat dapat ditunjukkan dalam tabel 4.8. Dengan adanya perbedaan perhitungan harga pokok terutama pada
101.079.360 bagian biaya overhead pabrik maka secara tidak langsung akan menimbulkan adanya perbedaan pada hasil perhitungan pada laporan keuangan laba/rugi kotor di Mario’s handicraft. Apabila dilakukan perhitungan laba kotor dengan Activity Based Costing System maka hasilnya seperti nampak pada tabel 4.9. Dari perhitungan harga pokok produksi pada Mario’s Handicraft terdapat adanya perbedaan hasil perhitungan dengan menggunakan metode konvensional dan Activity Based Costing System. Adapun perbandingan perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.10.
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
Tabel 4.5 Perhitungan Laba Kotor Dengan Metode Konvensional Mario’s Handicraft Tahun 2012 Mario’s Handicraft Laporan Laba/Rugi kotor Tahun 2012 Penjualan Rp.153.079.200,00 Biaya Produksi Biaya Bahan Baku Rp. 47.712.000,00 Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. 8.520.000,00 Biaya Overhead Pabrik Rp 44.847.360,00 Jumlah Biaya Produksi Rp. 101.079.360,00 Persediaan Awal Proses Rp. 0 Rp. 101.079.360,00 Persediaan Akhir Proses (Rp. 0 ) Harga Pokok Produksi Rp.101.079.360,00 Laba Kotor Rp. 51.999.840,00 Tabel 4.8 Perhitungan Harga Pokok Produksi Berdasarkan Activity Based Costing System Untuk Jenis Produk Lampu Hias Pada Mario’s Handicraft Tahun 2012 Total Biaya Jumlah Biaya Per Unit Elemen Biaya (Rp) Produksi (Rp) Biaya utama : Biaya bahan baku 47.712.000 3408 14.000,00 Biaya tenaga kerja langsung 8.520.000 3408 2.500,00 BOP: Kelompok I (4.829,30 x 3.408 UP) 16.458.254,40 3408 4.829,30 Kelompok II (4.030,14 x 1.024 JM) 4.126.863,36 3408 4.030,14 Kelompok III (735,73 x 647,5 JI) 476.385,17 3408 735,73 Harga Pokok Produksi 77.293.502,93 22.680,01 Tabel 4.9 Perhitungan Laba Kotor Dengan Activity Based Costing System Mario’ Handicraft Tahun 2012 Mario’s Handicraft Laporan Laba/Rugi kotor Tahun 2012 Penjualan Rp. 153.079.200,00 Biaya Produksi Biaya Bahan Baku Rp. 47.712.000,00 Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. 8.520.000,00 Biaya Overhead Pabrik Rp 21.061.502,93 Jumlah Biaya Produksi Rp. 77.293.502,93 Persediaan Awal Proses Rp. 0 Rp. 77.293.502,93 Persediaan Akhir Proses (Rp. 0 ) Harga Pokok Produksi ( Rp. 77.293.502,93) Laba Kotor Rp. 75.785.697,07
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
Tabel 4.10 Perbandingan Harga Pokok Produksi Dengan Metode Konvensional dan Activity Based Costing System Mario’s Handicraft Tahun 2012 Harga Pokok Produksi Selisih Jenis Produk Konvensional ABC System (Rp) (Rp) (Rp) Lampu Hias 101.079.360,00 77.293.502,93 23.785.857,00 pengendalian lebih baik dari atas aktivitas Pembebanan yang terjadi dalam yang menyebabkan biaya tersebut berubah. membebankan biaya overhead pabrik Kelemahan metode konvensional yaitu dengan menggunakan metode dalam pembebanan biaya overhead pabrik konvensional dan Acitivity Based Costing dimana Mario’s Handicraft menggunakan System adalah terletak pada penggunaan jam kerja langsung di dalam menghitung Cost Driver. Pada metode konvensional pembebanan biaya overhead pabriknya, hal penggunaan Cost Driver hanya ini menyebabkan terjadinya distorsi biaya berdasarkan unit dan hal ini menimbulkan sedangkan keunggulan metode suatu produk yang sebenarnya harga konvensional adalah mudah diterapkan pokoknya tinggi dibebankan lebih rendah pada perusahaan. Kelemahan Activity dan sebaliknya harga pokoknya rendah Based Costing System adalah penerapan dibebankan lebih tinggi. Hasil perhitungan biaya yang belum dikenal baik dan bukti biaya overhead pabrik dengan metode yang sedikit tentang akurasi klasifikasi konvensional diperoleh sebesar Rp biaya dan sebaliknya Activity Based 44.847.360,00 sehingga harga pokok Costing System dapat memperbaiki mutu produksi yang diperoleh dengan pengambilan keputusan dalam penerapan perhitungan metode konvensional yaitu harga pokok yang tepat dan sesuai dengan sebesar Rp 101.079.360,00 dan laba kotor kalkulasi biaya-biaya produksi yang akurat yang diperoleh oleh perhitungan metode yang sesungguhnya dikonsumsi oleh konvensional Rp 51.999.840,00. Pada produk akan mempengaruhi biaya yang Activity Based Costing System, biaya dikeluarkan dan secara langsung akan overhead ditelusuri secara memadai ke mempengaruhi laba/ rugi yang diterima oleh masing-masing produk sehingga dengan perusahaan. meningkatnya unit yang diproduksi maka Kesimpulan dan Saran konsumsi overhead akan mengalami Simpulan peningkatan. Biaya overhead pabrik yang dihitung berdasarkan pendekatan activity Berdasarkan analisis data pada Bab based costing system sebesar Rp IV sebelumnya maka dapat disimpulkan 21.061.502,93 akan mempengaruhi hasil perhitungan biaya overhead pabrik perhitungan harga pokok produksi yang dengan metode konvensional diperoleh diperoleh sebesar Rp 77.293.502,93 dan sebesar Rp 44.847.360,00 sehingga akan memperoleh laba kotor sebesar Rp mempengaruhi harga pokok produksi yang 75.785.697,00. Activity Based Costing diperoleh dengan perhitungan metode System memperbaiki keakuratan kalkulasi konvensional yaitu sebesar Rp biaya produk dengan mengakui bahwa 101.079.360,00 dan berdampak pada banyak dari biaya overhead ternyata perolehan laba kotor yaitu sebesar Rp bervariasi secara proporsional dengan 51.999.840,00. Hasil perhitungan biaya perubahan selain volume produksi. Dengan overhead pabrik dengan activity based memahami apa yang menyebabkan biayacosting system diperoleh sebesar Rp biaya tersebut meningkat atau menurun, 21.061.502,93 sehingga akan biaya tersebut dapat ditelusuri ke masingmempengaruhi perhitungan harga pokok masing produk. Pengetahuan mengenai produksi dengan pendekatan activity based hubungan sebab akibat dari biaya-biaya costing system yaitu sebesar Rp tersebut memungkinkan pimpinan 77.293.502,93 sehingga terdapat perusahaan untuk mengusahakan perbedaan laba kotor yang diperoleh
Vol: 4 No: 1 Tahun: 2014
sebesar Rp 75.785.697,07. Penerapan metode konvensional pada perusahaan Mario’s Handicraft ini menyebabkan adanya distorsi biaya yang tidak sesuai karena pembebanan biaya overhead pabrik yang digunakan lebih besar dibandingkan dengan biaya overhead pabrik menggunakan pendekatan activity based costing system. Ini disebabkan karena pemicu biaya yang digunakan hanya berdasar unit atau volume produksi, untuk pembebanan aktivitas yang dikonsumsi produk kurang diperhatikan. Pendekatan activity based costing system lebih menekankan pada aktivitas yang sesungguhnya dikonsumsi oleh produk sehingga biaya yang dikonsumsi dapat ditelusuri secara benar dan akurat sehingga mampu menekan biaya yang seharusnya tidak dikonsumsi produk. Hal tersebut dapat mempengaruhi perhitungan harga pokok produksi sehingga secara langsung akan menyebabkan hasil perhitungan laba yang diterima Mario’s Handicraft sesuai dan lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional. Saran Berdasarkan hasil perbandingan metode konvensional dengan Activity Based Costing System dalam menentukan harga pokok produksi, maka dapat dikemukakan saran-saran yang diharapkan dapat membantu dan bermanfaat bagi Mario’s Handicraft yaitu dalam membebankan biaya overhead pabrik hendaknya dihitung secara proporsional sesuai dengan aktivitas yang dikonsumsi oleh produk tersebut, sehingga perusahaan dapat menghasilkan perhitungan harga pokok produksi yang lebih teliti. Dengan melihat dari biaya dan manfaat yang timbul dari penerapan Activity Based Costing System, disarankan kepada perusahaan untuk mencoba metode penentuan harga pokok produksi dan laba kotor yang lebih teliti yaitu dengan menggunakan Activity Based Costing System. Manfaat yang diperoleh jika menggunakan sistem ini adalah dapat meningkatkan ketelitian dalam pembebanan biaya, sehingga dapat menyediakan informasi mengenai biaya berbagai aktivitas serta memungkinkan manajemen dapat memperbaiki mutu pengambilan keputusan, maka perusahaan
akan dapat menentukan harga jual produk yang lebih tepat, sehingga barang-barang yang dipasarkan mampu bersaing dengan produk-produk yang sejenis Daftar Pustaka Blocher/Chen/Lim. (2008). Manajemen Biaya. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Femala, Fieda. (2007). Penerapan Metode Activity Based Costing System Dalam Menentukan Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap Pada RSUD Kabupaten Batang. Skripsi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Hansen, Don R and Maryanne M Mowen, Akuntansi Manajemen, Edisi 7, Salemba Empat, Jakarta, 2004 Hansen & Mowen, (2009). Akuntansi Manajemen. Penerbit Erlangga. Harahap, Sofyan Syafri. 2010. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Hariadi, Bambang. (2008). Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang. Yogyakarta : Penerbit BPFE Hery. (2009). Akuntansi Keuangan Menengah I. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Ikatan Akuntan Indonesia. (2004). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat. Jusup, Al Haryono, 2005. Dasardasar Akuntansi Jilid 1 edisi 6, Jakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara Yogyakarta Kamaruddin, Ahmad. (2007). Akuntansi Manajemen Dasar-Dasar Konsep Biaya dan Pengambilan Keputusan. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mulyadi. (2007). Activity Based Costing System. Edisi Keenam. Yogyakarta: Penerbit UPP. AMP YKPN. Simamora, Henry. (2007). Akuntansi Manajemen. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.