ANALISIS PERBEDAAN TARIF RIIL DENGAN TARIF PAKET INACBG PADA PEMBAYARAN KLAIM JAMKESMAS PASIEN RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO
1
Agustin Ika Wijayanti1, Sri Sugiarsi2 RSUD Sukoharjo, 2 APIKES Mitra Husada Karanganyar
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Within disparity use of real and Indonesia Case Based Groups (INA-CBG) fare, often triggering an assumption lead to prejudice of billing fact-manipulation which conducted by hospital management. The action is often causing financial deprivation over patient or the service payer (JAMKESMAS). Real fare is carry out by hospital based on fee for service proposal appointed by local government. INA-CBG is package of billing system based on service group category. The aim of the research is analyzing the disparity of use between real and INA-CBG fare upon hospitalized care service toward JAMKESMAS claim-payment at Sukoharjo District General Hospital. The research is analytic-observational type using retrospective design. Qualitative and quantitative data analysis is use, involving document study and in-depth interview as data gathering technique. Hypothesis verification acquired with the use of Wilcoxon test. The result exhibit a significant different between real and INA-CBG fare with value of p = 0.001. The disparity arise as the result of variety of health service tariff standard, length of stay, sofware utilization, accuracy of diagnose and service procedure coding, and deficiency of clinical pathway in Sukoharjo District General Hospital. Key words: claim, Jamkesmas, real fare, INA-CBG 2010 sebagai landasan perhitungan biaya
PENDAHULUAN
klaim pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat
Sistem INA-CBG’S adalah aplikasi yang digunakan sebagai aplikasi pengajuan
(Jamkesmas).
klaim Rumah Sakit, Puskesmas dan semua
Menurut
Pusat
Pembiayaan
dan
Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi
Jaminan Kesehatan (2010), dalam situs
masyarakat miskin Indonesia. Case Base
resminya
Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran
meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan
perawatan pasien berdasarkan diagnosis-
menyulitkan akses masyarakat terhadap
diagnosis atau kasus-kasus yang relatif
pelayanan
sama. Rumah Sakit akan mendapatkan
dibutuhkannya.Keadaan ini terjadi terutama
pembayaran berdasarkan rata-rata biaya
pada keadaan dimana pembiayaannya harus
yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok
ditanggung sendiri (out of pocket) dalam
diagnosis.Rumah
Daerah
sistem pembayaran pelayanan kesehatan
telah
tunai (fee for service).Peningkatan biaya itu
menjalankan program Indonesia Case Based
mengancam akses dan mutu pelayanan
Groups (INA-CBG) sejak tanggal 1 Oktober
kesehatan dan karenanya harus dicari solusi
(RSUD)
Sakit
Kabupaten
Umum Sukoharjo
1
menyampaikan
kecenderungan
kesehatan
yang
untuk
mengatasi
masalah
pembiayaan
biaya umum karena dalam banyak hal
kesehatan ini. Solusi masalah pembiayaan
pimpinan rumah sakit tidak punya
kesehatan
peningkatan
kendali atas biaya pelayanan medik di
pendanaan kesehatan agar mencukupi untuk
rumah sakit itu. Selain rumah sakit,
mendukung pembangunan kesehatan sebagai
kebijakan pemerintah, pembayar pihak
investasi sumber daya manusia, dengan
ketiga
pendanaan pemerintah yang terarah untuk
kesehatan sendiri, dan masyarakat tidak
kegiatan
memiliki insentif untuk mengendalikan
mengarah
kesehatan
pemberantasan
pada
masyarakat
penyakit
seperti
menular
dan
biaya
pemeliharaan
asuransi,
tenaga
biaya;
penyehatan lingkungan, promosi kesehatan serta
seperti
2.
kesehatan
Tingginya tagihan rumah sakit, yang menjadi biaya bagi pihak asuransi,
penduduk miskin. Sedangkan pendanaan
mendorong
masyarakat
pemerintah (dalam hal biaya rumah
harus
diefisienkan
dengan
pihak
bagi
asuransi
penduduk
atau
pendanaan gotong-royong untuk berbagi
sakit
risiko gangguan kesehatan, dalam bentuk
pemerintah, seperti yang dilakukan di
jaminan kesehatan sebagaimana Undang-
Malaysia),
Undang Nomor 40 tentang Sistem Jaminan
sistem pembayaran prospektif.
Sosial Nasional di mana jaminan kesehatan
Berdasarkan
untuk
dibayar
mengembangkan
pengamatan
terhadap
merupakan program prioritas yang akan
klaim pelayanan pasien peserta Jamkesmas
dikembangkan untuk mencapai kepesertaan
2010, besaran klaim menggunakan paket
semesta.
INA-CBG berbeda dengan biaya riil yang
Arah
pencapaian
kepesertaan
semesta jaminan kesehatan pada akhir 2014
dikeluarkan
telah
menggunakan standar perhitungan fee for
ditetapkan
menurut
Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
pihak
rumah
sakit
yang
service sesuai Peraturan Daerah setempat.
Menurut Thabrany dalam Hatta (2011),
Hal tersebut berlaku pada klaim pelayanan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
rawat jalan maupun rawat inap kelas tiga
biaya kesehatan antara lain:
pada pasien peserta Jamkesmas. Perbedaan
1.
Pada garis besarnya, biaya pelayanan
tersebut
medik di rumah sakit terus meningkat
mencerminkan pelayanan kesehatan yang
dari
tahun
ke
tahun
secara
tidak
langsung
dapat
di
negara
diberikan rumah sakit kepada pasien berada
inflasi
biaya
di bawah standar yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit mencakup dua pertiga
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
kenaikan
dan
(P2JK) Kementrian Kesehatan Republik
sepertiga kenaikan biaya bersumber
Indonesia selaku penyelenggara program
dari pelayanan teknologi baru yang
Jamkesmas. Terdapat kesan bahwa rumah
lebih baik dan lebih mahal. Inflasi
sakit diuntungkan dari perbedaan tarif riil
biaya kesehatan selalu lebih tinggi dari
dengan tarif paket INA-CBG itu, sehingga
manapun.Komponen
biaya
rumah
sakit
2
merugikan pihak penyelenggara Jamkesmas
METODE PENELITIAN
maupun pasien. Terdapat kendala dalam
Penelitian ini merupakan penelitian
pelaksanaan Jamkesmas pada tahun 2010,
kuantitatif
salahsatunya yaitu dalam hal pembayaran
menggunakan
(MenKes, 2011). Biaya pembayaran paket
wawancara
seringkali terdapat selisih antara tarif paket
dalam penelitian ini adalah seluruh berkas
dan tarif riil yang sering kali dianggap tidak
klaim rawat inap pada pasien Jamkesmas
mencukupi. Hal ini terjadi akibat belum
bulan Oktober hingga Desember 2010 yang
komprehensifnyapemahamanpenyelenggaraa
berjumlah 889 berkas dan sebagai populasi
n pola pembayaran dengan INA-DRGs
subyek adalah petugas verifikator.
terutama oleh dokter danpetugas lainnya
sampel dalam penelitian ini sebanyak 276
yang menyebabkan belum terlaksananya
berkas klaim Jamkesmas yang diambil
pelayanan yang efisien
teknik simple random sampling. Variabel
dan
kualitatif
metode
mendalam.
dengan
observasi Populasi
dan obyek
Besar
Pada survei pendahuluan diperoleh
bebas dalam penelitian ini adalah system
sampel data pada 10 pasien rawat inap
pembayaran kesehatan yang meliputi sitem
peserta Jamkesmas bulan Oktober 2010
pembayaran fee for service dan INA CBG’s.
yang telah dihitung klaimnya menggunakan
Sebagai variable terikat adalah tarif. Data
paket
penelitian
INA-CBG
menunjukkan
bahwa
akan
dianalisis
dengan
terdapat perbedaan tarif paket INA-CBG
menggunakan uji t sampel berpasangan
dengan biaya riil, serta terdapat perbedaan
(paired t-test) untuk data berdistribusi
rata-rata lama dirawat (ALOS) standar paket
normal atau uji Wilcoxon untuk data
dengan lama dirawat (LOS) riil. Penelitian
berdistribusi tidak normal.
ini relevan dengan penelitian Sugeng (2010), yang menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan pelayanan
(p
=
0,001)
kesehatan
antara
dengan
HASIL
biaya
Karakteristik Pasien Jamkesmas
sistem
Pasien jamkesmas yang berobat ke
pembayaran INA-DRG dan non INA-DRG
rumah sakit sebagian besar pulang dalam
pada pasien diare infeksius di RSUP DR. Sardjito,
Yogyakarta.
Berdasar
keadaan
latar
sembuh
belakang tersebut perlu dilakukananalisis
sembuhsejumlah (87,74%),
30
780
pasien
pasien
dirujuk
(3,37%), 25 pasien pulang paksa (2,81%), 54
perbedaan tarif riil dengan tarif paket
pasien meninggal (6,07%), terlihat pada
Indonesia Case Based Groups (INA-CBG)
gambar 1.
pada pembayaran klaim pasien rawat inap
Pasien rawat inap jamkesmas sebagian
peserta Jamkesmas di RSUD Kabupaten
besar adalah perempun sejumlah 498 orang
Sukoharjo.
(56,02%) gambar 2.
3
,
sebagaimana
terlihat
pada
Pasien menurut
Rawat
Inap
kelompok
umur,
Jamkesmas terbanyak
terbanyak yaitu kelompok umur 40-49 tahun sejumlah
150
pasien
(16,87%)
dan
kelompok umur 30-39 tahun sejumlah 148 pasien (16,65%). Sedangkan kelompok umur dengan jumlah pasien yang paling sedikit adalah
kelompok
umur
90-100
tahun
sejumlah 4 pasien (0,45%). Hal ini terlihat pada Gambar 3. Pasien Rawat Inap Jamkesmas menurut
Gambar 2. Distribusi Pasien Jamkesmas Menurut Jenis Kelamin
kasus atau jenis penyakit, kasus terbanyak yaitu kasus penyakit dalam sejumlah 382 pasien (42,97%), kasus penyakit kebidanan
1-9
dan kandungan (obsgyn) sejumlah 150
10-19
pasien (16,87%), kasus penyakit bedah
20-29
sejumlah 148 pasien (16,65%). Sedangkan
30-39
kasus yang paling sedikit adalah kasus
40-49
penyakit kulit kelamin sejumlah 5 pasien
50-59
(0,56%), dan kasus penyakit jiwa sejumlah 1
60-69
pasien (0,11%), sebagaimana terlihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Distribusi Pasien Jamkesmas Menurut Kelompok Umur dalam obsgyn bedah saraf anak paru THT Mata
Gambar 1. Distribusi Pasien Jamkesmas Menurut Cara Keluar Gambar 4. Distribusi Pasien Jamkesmas Menurut Kelompok Kasus Penyakit
4
kode diagnosis dan kode prosedur/tindakan
UJI Hipotesis
ke dalam sebuah kode CBG yang standar Tabel 1. Hasil Uji Statistik Deskripsi
Tarif Riil
N Mean Minimum Maksimum Standar Deviasi Wilcoxon P Tabel 1
276 1.561.258,1 191.775 22.500.175 1.759.288,36
tarifnya telah ditetapkan oleh Pemerintah Tarif Paket INA-CBG 276 2.664.496,7 794.933 10.024.361 1.527.333,68
Pusat Lama Dirawat (Length of Stay) juga turut mempengaruhi perbedaan tarif riil dengan tarif paket INA-CBG. Hal tersebut dikarenakan Lama Dirawat pada tarif riil
= 10,81 < 0,001 menunjukkan bahwa dari 276
dihitung per hari, sehingga semakin lama pasien dirawat semakin besar pula biayanya. Sedangkan pada INA-CBG Lama Dirawat
data pada tarif riil dan tarif paket INA-CBG,
sudah
terdapat perbedaan rata-rata (mean) tarif riil
kode prosedurnya
terlihat perbedaan pada minimum tarif riil
Penghitungan tarif pada INA-CBG
(Rp 191.775,00) dan maksimum tarif riil (Rp
menggunakan alat bantu berupa software
22.500.175,00) dengan minimum tarif paket
yang telah ditentukan oleh Kementerian
INA-CBG (Rp 794.933,00) dan maksimum
Kesehatan, sehingga keluaran tarifnya sudah
tarif paket INA-CBG (Rp 10.024.361,00).
pasti sesuai database yang telah ditetapkan.
Sedangkan pada standar deviasi tarif riil dan INA-CBG
juga
Namun pada penghitungan tarif riil di RSUD
terdapat
Kabupaten Sukoharjo belum menggunakan
perbedaan, yaitu sebesar Rp 1.759.288,36
alat bantu software secara efektif, sehingga
pada tarif riil dan Rp 1.527.333,68 pada tarif paket
INA-CBG.
menunjukkan
Tabel
perbedaan
tersebut yang
dimungkinkan untuk terjadi human error
juga
ketika mengentri tarif riil.
secara
Ketepatan pengodean diagnosis dan
statistik signifikan pada tarif riil dan tarif
prosedur akan mempengaruhi ketepatan tarif
paket INA-CBG (p < 0,001), serta nilai uji
pada INA-CBG, dengan demikian jarak
Wilcoxon = 10,81.
perbedaan tarif riil dengan tarif INA-CBG
Faktor penyebab Perbedaan Tarif Riil
juga
dengan Tarif Paket INA-CBG Hasil
wawancara
dengan
riil
dihitung
per
rincian
memiliki
jenis
INA-CBG
oleh
ketepatan
clinical
pathway,
sehingga
pemberian pelayanan kesehatan pada pasien dengan kasus yang sama dapat berbeda-beda
sudah ditentukan dalam Peraturan Daerah. tarif
ditentukan
RSUD Kabupaten Sukoharjo belum
pelayanan, dalam hal ini standar tarifnya
Sedangkan
akan
pengodean.
petugas
Verifikator adalah sebagai berikut : Tarif
sehingga
tarifnya akan tetap sesuai kode diagnosis dan
INA-CBG (Rp 2.664.496,7). Selain itu, juga
paket
standarnya,
meski pasien dirawat lama ataupun sebentar
(Rp 1.561.258,1) dengan mean tarif paket
tarif
ditentukan
pada
dihitung
tiap
dokter
yang
menanganinya.
Misalnya pada acuan lama pasien dirawat,
berdasarkan akumulasi atau penggabungan
5
pemberian obat-obatan, pemberian tindakan
1.
medis maupun pemeriksaan penunjang
sumber daya/input;
PEMBAHASAN
2.
Mengurangi lama dirawat pasien;
3.
Mengurangi intensitas pelayanan yang
Berdasarkan analisis statistik diperoleh
disediakan;
informasi bahwa terdapat perbedaan yang
4.
secara statistik signifikan antara tarif riil dan
dengan
klaim Jamkesmas pasien rawat inap di
keberadaan software, ketepatan pengodean diagnosis/prosedur, serta ketiadaan clinical
juga disampaikan oleh Sugeng (2010), yang
pathway. Hal-hal yang melatarbelakangi
menyatakan bahwa ada perbedaan yang statistik
signifikan
pada
perbedaan tarif riil dengan tarif paket
biaya
tersebut secara garis besar sejalan dengan
pelayanan kesehatan pasien Diare Infeksius
yang telah disampaikan
dengan sistem pembayaran INA DRG dan
1.
Yogyakarta (p = 0,001). Hasil penelitian
Perbedaan standar tarif riil dengan
Pada perbedaan tarif riil dengan tarif
dihasilkan oleh peneliti, yaitu sama-sama
paket
menemukan perbedaan antara pemberlakuan
INA-CBG
di RSUD
Kabupaten
Sukoharjo, tarif riilnya dihitung per rincian
tarif riil dan tarif paket.
jenis pelayanan, dalam hal ini standar
Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi
tarifnya sudah ditentukan dalam Peraturan
oleh beberapa faktor. Menurut Thabrani
Daerah. Sedangkan tarif INA-CBG dihitung
(2011), faktor-faktor yang mempengaruhi
berdasarkan akumulasi atau penggabungan
biaya kesehatan yaitu komponen inflasi
kode diagnosa dan kode prosedur/tindakan
biaya rumah sakit, kebijakan pemerintah,
ke dalam sebuah kode CBG yang standar
pembayar pihak ketiga (asuransi), maupun sendiri.
Cleverly
tarif INA-CBG
Sugeng memiliki persamaan dengan yang
kesehatan
oleh
dengan penjelasan sebagai berikut:
non INA DRG di RSUP Dr. Sardjito
tenaga
pada
standar tarif yang diterapkan, lama dirawat,
(Rp
2.664.496,7). Hasil penelitian hampir serupa
secara
INA-CBG
antaranya dilatarbelakangi oleh perbedaan
(mean) tarif riil (Rp 1.561.258,1) dengan INA-CBG
paket
inap di RSUD Kabupaten Sukoharjo yang di
Selain itu juga terdapat perbedaan rata-rata
paket
tarif
pembayaran klaim Jamkesmas pasien rawat
RSUD Kabupaten Sukoharjo (p = 0,001).
tarif
Meningkatkan efisiensi produksi. Demikian halnya perbedaan tarif riil
tarif paket INA-CBG pada pembayaran
mean
Mengurangi harga yang dibayar untuk
tarifnya telah ditetapkan oleh Pemerintah
Sedangkan
Pusat (Centre for Casemix Kemenkes RI).
menurut Cleverly (1997), ada empat cara
Perbedaan tarif terlihat begitu jelas karena
utama secara teknis agar biaya untuk sistem
pada dasarnya standar tarif dalam Peraturan
pembayaran paket (Cased Base Groups)
Daerah Kabupaten Sukoharjo jauh lebih
dapat dikurangi, yaitu:
rendah dibanding standar tarif paket INACBG yang ditetapkan oleh Pemerintah
6
Pusat. Hal tersebut terjadi karena penentuan
kinerja medis yang kurang baik karena
standar tarif riil (Perda) disesuaikan dengan
pasien harus dirawat lebih lama (lama
kemampuan
sembuhnya). Sebaliknya, bila Lama Dirawat
ekonomi
masyarakat
di
Kabupaten Sukoharjo.
semakin pendek dapat diambil pengertian
Perbedaan standar tarif ini akhirnya
bahwa kualitas kinerja medis baik. Namun
turut mempengaruhi nominal tarif pelayanan
di sisi lain, pendeknya Lama Dirawat juga
kesehatan di RSUD Kabupaten Sukoharjo
dipengaruhi oleh cara keluar pasien yang
yang
rendah
menurut Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Jamkesmas
Kesehatan (2010) terbagi ke dalam lima
menggunakan tarif paket INA-CBG. Oleh
kategori, yaitu sembuh, rujuk, meninggal,
karena itu,
pulang paksa, dan lain-lain.
rata-ratanya
dibanding
jauh
nominal
lebih
klaim
peluang RSUD Kabupaten
Sukoharjo untuk memperoleh keuntungan
Pada aspek ekonomis, semakin panjang
(surplus) dari selisih tarif riil dengan tarif
Lama Dirawat berarti semakin tinggi biaya
paket
besar.
yang nantinya harus dibayar oleh pasien
Perolehan keuntungan tersebut dilaporkan
(pihak pembayar) dan diterima oleh rumah
kepada
Kabupaten
sakit. Hal tersebut hanya berlaku pada tarif
Sukoharjo karena rumah sakit berstatus
riil saja, sedangkan pada tarif paket INA-
milik Pemerintah Daerah.
CBG panjang atau pendeknya Lama Dirawat
2.
tidak berpengaruh terhadap besarnya biaya.
INA-CBG
juga
Pemerintah
semakin
Daerah
Perbedaan Lama Dirawat Lama Dirawat (Length of Stay) juga
Berdasarkan pengertian tersebut, jika RSUD
turut mempengaruhi perbedaan tarif riil
Kabupaten Sukoharjo mampu mengatur
dengan tarif paket INA-CBG. Hal tersebut
pemberian pelayananan (dalam hal ini Lama
dikarenakan Lama Dirawat pada tarif riil
Dirawat) secara efektif dan efisien maka
dihitung per hari, sehingga semakin lama
memperbesar
pasien dirawat semakin besar pula biayanya.
(surplus) antara tarif riil dengan tarif paket
Sedangkan pada INA-CBG Lama Dirawat
INA-CBG.
sudah
3.
ditentukan
standarnya,
sehingga
peluang terjadinya
selisih
Keberadaan software
meski pasien dirawat lama ataupun sebentar
Penghitungan tarif pada INA-CBG
tarifnya akan tetap sesuai kode diagnosis dan
menggunakan alat bantu berupa software
kode prosedurnya.
yang telah ditentukan oleh Kementrian
Menurut Cleverly (1997), salah satu
Kesehatan, sehingga keluaran tarifnya sudah
cara agar biaya untuk sistem pembayaran
pasti sesuai database yang telah ditetapkan
paket (Cased Base Groups) dapat dikurangi
berdasarkan
yaitu dengan mengurangi lama dirawat
(gabungan dari kode diagnosis dan kode
pasien. Sementara itu menurut Sudra (2009),
prosedur). Sedangkan pada penghitungan
dari aspek medis semakin panjang Lama
tarif riil di RSUD Kabupaten Sukoharjo
Dirawat maka dapat menunjukkan kualitas
belum menggunakan alat bantu software
7
pengelompokan
per
kasus
secara efektif, sehingga dapat terjadi human
pengetahuan
error ketika mengentri tarif riil karena
upcoding dapat diantisipasi.
membutuhkan
5.
ketelitian
tinggi
untuk
menghitung tarif riil yang terperinci pada
terhadap
pengodean
agar
Ketiadaan clinical pathway RSUD Kabupaten Sukoharjo belum
setiap pelayanan kepada pasien (tarif kamar,
memiliki
dokter,
pemberian pelayanan kesehatan pada pasien
pemeriksaan
penunjang,
clinical
pathway,
sehingga
laboratorium, obat, alat medis habis pakai).
dengan kasus yang sama dapat berbeda-beda
4.
Ketepatan pengodean diagnosis
pada
Ketepatan pengodean diagnosis dan
Misalnya pada acuan lama pasien dirawat,
prosedur akan mempengaruhi ketepatan tarif
pemberian obat-obatan, pemberian tindakan
pada software INA-CBG, dengan demikian
medis maupun pemeriksaan penunjang. Hal
jarak perbedaan tarif riil dengan tarif INA-
tersebut juga mengakibatkan pemberian
CBG juga akan ditentukan oleh ketepatan
pelayanan kepada pasien kurang terkendali,
pengodean. Ketika pengodean tepat serta
bisa berlebihan atau justru pelayanan yang
penentuan diagnosis primer dan sekunder
diberikan tidak relevan dengan penyakit
juga tepat, maka tarif paket INA-CBG yang
yang
muncul juga tepat sesuai dengan derajat
standar pemberian pelayanan kesehatan.
keparahan
(severity
diderita
yang
pasien
menanganinya.
karena
ketiadaan
Menurut pernyataan yang tertuang
diagnosis dan prosedur. Namun ketika
dalam Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas
pengodean
kemudian
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
mengakibatkan derajat keparahan yang tidak
Kementrian Kesehatan RI (2010), bahwa
tepat, maka tarif paket INA-CBG yang
biaya jasa medis/jasa pelayanan ditetapkan
muncul pun tidak tepat pula. Hal itulah yang
Direktur RS setinggi-tingginya 44% atas
disebut dengan upcoding (menaikkan kode
biaya pelayanan kesehatan yang dilakukan.
pada derajat keparahan yang lebih tinggi)
Jasa medis/jasa pelayanan tersebut meliputi
yang semakin memperbesar selisih antara
biaya untuk pemberi pelayanan dalam
tarif riil dengan tarif paket INA-CBG.
rangka observasi, diagnosis, pengobatan,
Sedangkan ketepatan pengodean diagnosis
tindakan
sendiri sangat dipengaruhi oleh ketepatan
visite, dan/atau pelayanan medis lainnya,
dan kelengkapan penulisan diagnosis oleh
serta
dokter
pelayanan.
pada
tepat,
dari
dokter
kode
tidak
level)
tiap
berkas klaim Jamkesmas.
Sebagai langkah pengendalian/pengawasan terhadap
ketepatan
Pembiayaan
dan
pengodean, Jaminan
medis,
untuk
perawatan,
pelaksana
Berdasarkan
Pusat
ketiadaan
Kesehatan
clinical
konsultasi,
administrasi
pernyataan
tersebut,
pathway
memiliki
pengaruh besar terhadap selisih antara tarif
Kementrian Kesehatan RI telah membekali
riil
Verifikator Independen Jamkesmas dengan
Sebagaimana yang telah disampaikan oleh
software,
Cleverly (1997), cara agar biaya untuk
namun
tetap
dibutuhkan
8
dengan
tarif
paket
INA-CBG.
sistem pembayaran paket (Cased Base
RSUD Kabupaten Sukoharjo (p =
Groups) dapat dikurangi, yaitu dengan
0,001)
mengurangi harga
yang dibayar untuk
sumber
daya/input,
dirawat
pasien,
pelayanan
mengurangi
mengurangi
yang
2.
yang
secara
statistik signifikan antara tarif riil dan
intensitas
tarif paket INA-CBG pada pembayaran
serta
klaim Jamkesmas pasien rawat inap
disediakan,
pernyataan
perbedaan
lama
meningkatkan efisiensi produksi/pelayanan. Pada
Terdapat
dalam
pelayanan Penyakit Dalam (p = 0,001)
Pedoman
serta pelayanan Bedah (p = 0,001) di
Pelaksanaan Jamkesmas (2010), bahwa jasa
RSUD Kabupaten Sukoharjo
medis/jasa pelayanan ditetapkan Direktur RS
3.
Tidak terdapat perbedaan yang secara
setinggi-tingginya 44% atas biaya pelayanan
statistik signifikan pada pembayaran
kesehatan yang dilakukan secara tidak
klaim Jamkesmas pasien rawat inap
langsung
pelayanan Obsgyn (p = 0,191) di
dapat
Pelayanan memperoleh
memotivasi
Kesehatan jasa
Pemberi
(PPK)
medis/jasa
untuk
RSUD Kabupaten Sukoharjo
pelayanan
4.
Faktor-faktor
yang
menimbulkan
sebanyak mungkin, terlebih lagi dengan
perbedaan tarif riil dengan tarif klaim
ketiadaan clinical pathway sebagai sarana
Jamkesmas
pengendali dan standar pemberian pelayanan
pelayanan pasien rawat inap di RSUD
kesehatan. Hal ini sepintas dapat merugikan
Kabupaten Sukoharjo, antara lain:
pihak pasien dari segi kualitas pelayanan
a. Perbedaan standar tarif riil dengan
kesehatan yang diterima, maupun pihak
paket
INA-CBG
pada
tarif INA-CBG;
penyelenggara program Jamkesmas dalam
b. Perbedaan Lama Dirawat (Length
hal pertanggungjawaban luncuran dana yang
of Stay);
telah diberikan kepada rumah sakit. Jadi
c. Keberadaan software;
keberadaan clinical pathway merupakan
d. Ketepatan pengodean diagnosis;
suatu kebutuhan mendasar agar tenaga
e. RSUD Kabupaten Sukoharjo belum
medis (terutama dokter) memiliki landasan dan
dapat
memiliki clinical pathway.
mempertanggungjawabkan
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
DAFTAR PUSTAKA
pasien.
Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
SIMPULAN 1.
Terdapat
perbedaan
yang
secara
Cleverly, William. 1997. Essentials of Health Care Finance, Fourth Edition. Maryland: Aspen Publishers Inc.
statistik signifikan antara tarif riil dan tarif paket INA-CBG pada pembayaran klaim Jamkesmas pasien rawat inap di
9
Horton, Loretta. 2007. Calculating and Reporting Healthcare Statistics. USA: AHIMA.
Jaminan Kesehatan 2010. Jakarta: Kesehatan RI.
Hazelwood, Anita dan Venable, Carol. 2007. Reimbursement Methodologies, dalam Johns, Merida .L, editor. Health Information Technology an Applied Approach Chapter 7. USA: AHIMA.
Masyarakat Kementrian
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. 2011. Kurikulum dan Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Verifikasi Jamkesmas 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Riwidikdo, Handoko. 2008. Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Hazelwood, Anita dan Venable, Carol. 2006. Reimbursement Methodologies, dalam Latour, Kathleen .M, dan Eichenwald-Maki, Shirley, editor. Health Information Management Concepts, Principles, and Practice Chapter 14. USA: AHIMA.
Sabarguna, Boy .S. 2006. Sistem Bantu Keputusan untuk Quality Management. Yogyakarta: Konsorsium RS Islam Jateng-DIY.
Jamaluddin, Bakhuri. 2010. Kapita Selekta Jaminan Kesehatan Masyarakat 2010. Banten: CV Media Medika.
Sudra, Rano Indradi. 2009. Statistik Rumah Sakit dari Sensus Pasien dan Grafik Barber-Johnson hingga Statistik Kematian dan Otopsi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Murti, Bhisma. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugeng. 2010. Analisis Lama Rawat dan Biaya Pelayanan Kesehatan pada Sistem Pembayaran INA DRG dan Non INA DRG di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.
Nugrahani, Farida. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Teori dan Aplikasi. Surakarta: UNS Press.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. 2008. Jaminan Kesehatan Masyarakat. Diunduh 30 Agustus 2010. http://www.ppjk.depkes.go.id.
Thabrani, Hasbullah. 2011. Sistem Pembayaran Fasilitas Kesehatan. Dalam Hatta (ed.). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: UI-Press.
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. 2010. Pedoman Pelaksanaan
10