ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN GILLNET DI PERAIRAN PANTAI KARANGANTU KABUPATEN SERANG - PROVINSI BANTEN
MOHAMAD
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 1
“ Dan tiada (antara) dua laut, yang lain tawar, segar, sedap diminum dan yang
lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karuniaNya (keuntungan) dan supaya kamu dapat bersyukur “. (Q. S. Fathir [35] : 12).
Karya tulisan ini kupersembahkan untuk orang-orang yang kucintai dan yang mencintaiku. Semoga bermanfaat.
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan
sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam tesis saya yang berjudul : “ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN GILLNET DI PERAIRAN PANTAI KARANGANTU, KABUPATEN SERANG - PROVINSI BANTEN” merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2006
Mohamad C 55 10 40 274
3
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 08 Juni 1968, sebagai anak kedua dari sembilan bersaudara dari pasangan Alwi Hamid dan Su’ud Husein. Pendidikan dasar hingga sekolah menengah atas ditempuh di daerah kelahiran. Gelar Sarjana Teknologi Pertanian diraih pada tahun 1991 di Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Seusai menempuh pendidikan S-1 penulis bekerja di PT. Limaheksa Perkasa, Jakarta hingga tahun 1996. Setelah itu penulis bekerja di PT. Abawaen Pwerkasa, Jakarta hingga tahun 2002. Pada tahun akhir 2002 penulis bekerja di PT. Trabaut Indonesia, Jakarta dan selanjutnya pada tahun 2005 penulis berwiraswasta di bidang agribisnis hingga saat ini. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana (SPs-IPB) pada Program Studi Teknologi Kelautan (TKL), Sub Program Studi Perencanaan dan Pembangunan Kelautan dan Perikanan (PPKP) dengan biaya sendiri. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana IPB pada tanggal 30 September 2006 dengan judul tesis “Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten”.
4
ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN GILLNET DI PERAIRAN PANTAI KARANGANTU KABUPATEN SERANG - PROVINSI BANTEN
MOHAMAD
TESIS Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
5
MOHAMAD. 2006. Development Analysis on Gillnet Fisheries in Karangantu Waters, Serang District - Banten Province. Under Supervision : Mulyono S. Baskoro and Daniel R. Monintja.
ABSTRACT
Research on gillnet fisheries in Karangantu waters of Serang District has been conducted from November 2005 to April 2006. This research was aimed to : 1) Identifying factors influencing the gillnet productivity, 2) Analysing economic performance of the gillnet fisheries and 3) Formulating alternative policies on gillnet fisheries development in the area. Data collecting was carried out trought purposive sampling of respondents, interviewing by using prepared questionnares, with using descriptive and survey method. Cobb-Douglas ( Soekartawi, 1999) method was used to determine the factors influencing the gillnet productivity. SWOT analysis ( Mulyono, 1996) and Analytical Hierarchy Process, AHP ( Saaty, 1993) were used for the formulation of the policies. Result of the research shows that from seven independent factors, the net size was indicated to be the most factors influencing the gillnet fisheries productivity. The production model of Cobb-Douglas was Y=0,31-0,041X1+0,78X2+0173X30,0453+0,057X5+0,83X6-0,472X7 with its accuracy data 95% and determinant factor 83,3%. Gillnet fisheries in Karangantu is most dominantly used and show profitable performance (BEP Rp.10.915.000,-/year at the production volume of 4.461 kg/year, net B/C value 1,54, NPV Rp. 54.738.293,- and IRR 74,49%). The earnings of gillnet fishers is above Serang District regional minimum wage rate (2005). The following development strategies were recommended: 1) Controlling the number of fishing gear and fishing effort, 2) Arrangement and controlling the fishing ground (DPI) based on fishing gear and increasing the security assurance, 3) Skill improvement for the gillnet fishers, providing capital investment and marketing, 4) Increasing the size of fishing boat and gillnet size, accurate and timely statistic data are desperately needed. Key Words : Fisheries Development, Production Factors, Gillnet Fisheries
6
MOHAMAD. 2006. Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet di Perairan Pantai Karangantu Kabupaten Serang – Provinsi Banten. Dibimbing oleh : Mulyono S. Baskoro dan Daniel R. Monintja. ABSTRAK Penelitian tentang perikanan gillnet di Perairan Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten telah dilakukan pada Bulan November 2005 hingga Bulan April 2006. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menentukan faktor-faktor yang nempengaruhi pengembangan perikanan gillnet di lokasi penelitian, 2) Menganalisis kinerja ekonomi perikanan gillnet saat ini dan 3) Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan perikanan gillnet selanjutnya. Pengumpulan data dilakukan secara purposive sampling dengan pengisian kuesioner dan wawancara, dengan menggunakan metode deskriptif dan survei. Jenis data yang digunakan terdiri dari dari data primer dan sekunder. Penentuan faktor produksi gillnet yang berpengaruh dianalisis dengan menggunakan metode Cobb-Douglas (Soekartawi, 1999), sedangkan untuk perumusan kebijakan digunakan analisis SWOT (Mulyono, 1996) dan Analytical Hierarchy Process , AHP (Saaty, 1993). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari tujuh faktor yang mempengaruhi produksi perikanan gillnet, yang paling berpengaruh adalah ukuran luas jaring dengan model Cobb-Douglas : Y = 0.31-0.041X1+0.783X2+0.0173X30.453X4+0.057X5+0.83X6-0.472X7. Perikanan gillnet di Perairan Karangantu termasuk usaha perikanan tangkap yang dominan digunakan dan menguntungkan (selisih diatas BEP sebesar Rp.4.244.500,-/tahun dan volume produksinya diatas 1.164 kg/tahun), nilai net B/C adalah 1.54, NPV dan IRR masing- masing Rp.54.736.293,- dan 74.49%. Tingkat pendapatannya nelayan gillnet melebihi tingkat upah minimum regional Kabupaten Serang (2005). Direkomendasikan strategi pengembangan perikanan gillnet di lokasi penelitian sebagai berikut : 1) Pengendalian dan pembatasan jumlah unit alat tangkap dan upaya penangkapannya (effort), 2) Pembagian dan pengawasan daerah penangkapan ikan (DPI) sesuai dengan jenis alat tangkap yang digunakan dan peningkatan faktor keamanan, 3) Peningkatan keterampilan nelayan gillnet, permodalan dan pemasaran serta 4) Peningkatan ukuran kapal dan alat tangkap gillnet . Pengadaan data statistik yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. KATA KUNCI : Pengembangan Perikanan, Faktor Produksi, Perikanan Gillnet.
7
ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN GILLNET DI PERAIRAN PANTAI KARANGANTU KABUPATEN SERANG - PROVINSI BANTEN
MOHAMAD
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 8
@ Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak Cipta Dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruh dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikro film dan sebagiannya.
9
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang - Provinsi Banten.
Nama Mahasiswa
: Mohamad
Nomor Pokok
: C551040274
Program Studi
: Teknologi Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing :
Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M. Sc.
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja
Ketua
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan,
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M. Sc.
Dekan Sekolah Pascasarjana,
Prof. Dr. Ir. Khairil A, Notodiputro, MS
.
Tanggal Ujian : 30 September 2006
Tanggal Lulus :
10 i
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga usulan rencana penelitian ini dapat diseleseikan dengan baik dan tepat waktu. Laporan hasil penelitian (tesis) ini merupakan tugas yang disyaratkan untuk mendapatkan gelar Magister Sains (M.Si) yang berjudul “Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet di Perairan Karangantu, Kabupaten Serang - Provinsi Banten”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing yaitu Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc. (ketua) dan Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja (anggota). Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan MSc. selaku Ketua Program Studi, Dr. Sulaeman Martasuganda, MSc. Selaku dosen penguji, dosen-dosen dan rekan-rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) SPs IPB serta semua pihak atas bantuan moril dan materil sehingga tesis ini dapat dirampungkan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini selanjutnya. Semoga bermanfaat dan berhasil. Terima kasih.
Bogor, September 2006
Penulis
11 ii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................ i PRAKATA................................................................................................................ ii DAFTAR ISI............................................................................................................. iii DAFTAR TABEL...................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR................................................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. vi 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1.2 Perumusan Masala h.......................................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian......................................................................... 1.4 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................ 1.5 Kerangka Pemikiran ........................................................................................ 1.6 Hipotesis ..........................................................................................................
1 1 3 4 4 5 5
2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 6 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian................................... 6 2.2 Potensi Sumberdaya Perikanan (SdP) dan Tingkat Pemanfaatan.................. 6 2.3 Daerah Penangkapan Ikan (DPI)................................................................... 7 2.4 Intensitas dan Musim Penangkapan Ikan...................................................... 8 2.5 Perikanan Gillnet........................................................................................... 8 2.5.1 Kapal perikanan.................................................................................... 9 2.5.2 Nelayan................................................................................................. 9 2.5.3 Alat tangkap dan selektivitas gillnet ................................................... 10 2.6 Fungsi Produksi Cobb-Douglas..................................................................... 13 2.7 Penanganan dan Pengolahan.......................................................................... 16 2.8 Pemasaran...................................................................................................... 17 2.9 Ekonomi dan Finansial.................................................................................. 17 2.10 Komponen Penunjang Perikanan Gillnet....................................................... 18 2.11 Pengembangan Perikanan Gillnet ............................................................... 18 2.12 Metode SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities Threats).................... 19 2.13 Analytical Hierachy Process (AHP)...............................................................23 3 METODOLOGI................................................................................................... 25 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................... 25 3.2 Metode Penelitian............................................................................................ 25 3.3 Jenis dan Sumber Data.................................................................................... 25 3.4 Metode Analisis Data...................................................................................... 26 3.4.1 Analisis perikanan gillnet ...................................................................... 27 3.4.2 Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas................................................. 27 3.4.3 Analisis produktivitas gillnet...................................................................30 3.4.4 Analisis penanganan dan pengolahan......................................................30 iii
12
Halaman 3.4.5 Analisis pemasaran................................................................................. 30 3.4.6 Analisis ekonomi dan finansial............................................................... 30 3.4.7 Analisis komponen penunjang perikanan gillnet .................................... 31 3.4.8 Analisis kebijakan dan kelembagaan (pengembangan).......................... 31 4 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................ 33 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian............................................................... 33 4.1.1 Kondisi geofisik, wilayah dan kependudukan..................................... 33 4.1.2 Kondisi dan potensi ekonomi.............................................................. 33 4.1.3 Kondisi sarana dan prasarana..................................................... .......... 34 4.2 Keadaan Umum Perairan dan Perikanan Tangkap Daerah Penelitian........... 35 4.3 Potensi Sumberdaya Perikanan (SdP) dan Tingkat Pemanfaatan.................. 36 4.4 Daerah Penangkapan Ikan (DPI).................................................................... 37 4.5 Intensitas dan Musim Penangkapan............................................................... 38 4.6 Perikanan Gillnet............................................................................................ 38 4.6.1 Kapal/perahu perikanan........................................................................ 38 4.6.2 Alat tangkap gillnet............................................................................... 39 4.6.3 Nelayan................................................................................................. 45 4.6.4 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan.......................................... 46 4.7 Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas....................................................... 47 4.8 Analisis Perikanan Gillnet............................................................................ 48 4.9 Analisis Produktivitas gillnet........................................................................ 55 4.10 Analisis Penanganan dan Pengolahan.......................................................... 57 4.11 Analisis Ekonomi dan Finansial................................................................. 58 4.12 Analisis Pemasaran....................................................................................... 61 4.12.1 Langgan dan sistem bagi hasil........................................................... 63 4.12.2 Bakul dan pemasaran hasil tangkapan............................................... 63 4.13 Analisis Komponen Penunjang Perikanan Gillnet........................................ 64 4.13.1 Tempat pelelangan ikan (TPI)......................................................... 64 4.13.2 Perusahaan perikanan....................................................................... 66 4.13.3 Lembaga keuangan............................................................................ 66 4.13.4 Koperasi unit desa (KUD)................................................................. 67 4.13.5 Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Serang.................................. 67 4.13.6 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang............................ 69 4.13.7 Kebijakan perikanan tangkap Kabupaten Serang.............................. 70 4.13.8 Masalah komponen penunjang perikanan gillnet............................... 71 4.14 Analisis Kebijakan dan Kelembagaan........................................................... 74 4.15 Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan Gillnet.................................. 75 5 KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................... 82 5.1 Kesimpulan.................................................................................................... 82 5.2 Saran............................................................................................................. 84 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 85 LAMPIRAN............................................................................................................. 87 13
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Diagram matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai...................... 22 2. Rekapitulasi data yang dicantumkan dalam penelitian......................................
29
3. Jumlah armada penangkapan ikan gillnet di Perairan Karangantu Serang, Tahun 1999-2004................................................................................................. 39 4. Jumlah nelayan dan alat tangkap gillnet Karangantu, Tahun1999-2004............ 40 5. Jenis-jenis nama jaring gillnet (data terbanyak) yang digunakan di Karangantu ........................................................................................................ 41 6. Perincian jumlah nelayan di Karangantu Serang, Tahun 1999-2004.................. 45 7. Volume dan nilai produksi hasil tangkapan gillnet di Karangantu, Tahun 1999-2004........................................................................... 46 8. Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan gillnet di PPP Karangantu, Tahun 2000-2005.................................................................................................. 54 9. Jumlah trip menurut jumlah dan jenis armada penangkapan di PPP Karangantu, Tahun 2000-2004................................................................ 56 10.Volume produksi dan jenis olahan perikanan gillnet di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Tahun 2000-2004............................................... 56 11.Jenis ikan yang dominan tertangkap dengan alat tangkap gillnet, di Perairan Karangantu........................................................................................ 56 12.Daftar peraturan perikanan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang diera otonomi daerah...........................................................
68
13. Komponen perikanan gillnet Kabupaten Serang............................................... 73
iv 14
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Kerangka pemikiran.............................................................................................. 5 2. Posisi perikanan gillnet pada berbagai kondisi..................................................... 20 3. Skema analisis pengembangan perikanan gillnet dengan metode AHP............... 32 4. Gillnet multifillament yang digunakan di Karangantu.......................................... 44 5. Gillnet monofillament yang digunakan di Karangantu......................................... 44 6. Perkembangan unit perikanan gillnet di Karangantu........................................... 49 7. Kecenderungan perkembangan unit perikanan gillnet di Karangantu dan persamaan regresinya.......................................................... 49 8. Perkembangan produksi hasil tangkapan, harga dan nilai produksi Hasil Tangkapan Perikanan Gillnet di Karangantu............................................. 50 9. Kecenderungan perkembangan produksi hasil hangkapan, harga dan Nilai Produksi Hasil Tangkapan Perikanan Gillnet di Karangantu dan Persamaan Regresinya…………………………………….. 51 10. Perkembangan jumlah upaya tangkapan (effort), produktivitas (CPUE) dan nilai produtivitas (CPUE) perikanan gillnet Karangantu.............................................................................. 52 11. Kecenderungan perkembangan jumlah upaya tangkapan (effort), produktivitas (CPUE) dan nilai produtivitas (CPUE) perikanan gillnet di Karangantu dan persamaan regresinya……………………………………... 52 12. Hubungan antara produktivitas (CPUE) dengan upaya tangkapannya (effort) perikanan gillnet di Karangantu..................................... 54 13. Hubungan antara hasil tangkapan (produksi/ catch) dengan upaya tangkapannya (effort ) perikanan gillnet di Karangantu............... 54 14. Skema pemasaran hasil tangkapan di Karangantu.............................................. 62 15. Diagram alir pengembangan perikanan gillnet di Perairan Karangantu............. 76
v
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Peta daerah Kabupaten Serang, Provinsi Banten............................................... 87 2. Peta daerah penangkapan ikan (DPI) Karangantu, Serang................................ 88 3. Dokumentasi kapal/perahu perikanan Karangantu............................................. 89 4. Dokumentasi alat tangkap gillnet Karangantu................................................... 89 5. Dokumentasi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu.............................90 6. Dokumentasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangantu................................... 90 7. Hasil pengolahan data (statistik dengan minitab)................................................ 91 8. Perhitungan analisis ekonomi dan finansial....................................................... 93 9. Analisis pengembangan kebijakan dengan metode SWOT.............................. 96 10. Argumen nilai skala banding berpasangan antar saransaran implikasi pengembangan perikanan gillnet di Perairan Karangantu........................................................................................ 97 11. Perhitungan penentuan bobot pada penilaian perbandingan berpasangan................................................................................. 99 12. Prioritas kebijakan pengembangan perikanan gillnet di Karangantu.............. 101
vi 16
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri dari 17.000 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km, yang berarti Indonesia mempunyai daerah continental shelf yang luas sehingga mempunyai peluang yang besar untuk menggali dan mengembangkan sumberdaya perikanan laut terutama perikanan pantai. Besar potensi sumberdaya ikan di perairan Indonesia diperkirakan 6,4 juta ton/tahun (Dahuri, 2002). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan menyatakan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya ikan, pemerintah menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai jumlah dan jenis ikan yang boleh ditangkap, oleh karena itu setiap wilayah perairan yang dimanfaatkan untuk usaha penangkapan ikan perlu diketahui jumlah potensi dan tingkat pemanfaatannya, jumlah perikanan tangkapnya dan upaya-upaya penangkapannya (Dahuri, 2002). Daerah penangkapan ikan (DPI) perikanan pantai Karangantu, Kabupaten Serang - Provinsi Banten adalah di daerah Perairan Teluk Banten. Teluk Banten terletak 90 km di sebelah barat Ibukota Jakarta dan memiliki panjang pantai sekitar 55,62 km.
Kawasan pantainya meliputi di bagian barat sepanjang 16,62 km
dialokasikan untuk kegiatan industri, sementara sisanya sepanjang 39 km dialokasikan untuk kegiatan perikanan (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2004). Teluk ini mempunyai ekosistem yang sangat penting yaitu hamparan padang lamun, terumbu karang serta adanya kawasan lindung untuk satwa burung di Pulau Dua. Teluk Banten dikelilingi oleh empat kecamatan yang berada di pesisir dengan batas-batasnya adalah Kecamatan Tirtayasa, sebelah barat adalah Kecamatan Bojonegara, sebelah barat daya adalah Kecamatan Kramatwatu dan sebelah selatan adala h Kecamatan Kasemen. Di Kecamatan Kasemen terdapat pelabuhan pantai bernama Pelabuhan Pantai Karangantu.
Alat tangkap yang digunakan di Perairan
Karangantu ini paling banyak adalah jaring insang (gillnet), payang, pancing (pancing ulur dan pancing panjang/rawai) dan bagan (tancap dan perahu). Diketahui bahwa alat tangkap gillnet adalah alat tangkap ikan yang selektif, efisien menguntungkan
17
dan berwawasan lingkungan (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2004). Jaring insang (gillnet ) adalah ala t tangkap ikan yang terbuat dari jaring satu lapis yang berbentuk persegi panjang, agar dapat terentang pada tepi atas lembaran jaring diberi pelampung, sedangkan ditepi bawah diberi pemberat. Ada beberapa gillnet yaitu gillnet dasar, permukaan, hanyut dan gillnet lingkar.
Di Perairan
Karangantu gillnet yang banyak digunakan adalah jenis gillnet dasar. Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah yang terletak di Provinsi Banten yang memiliki potensi perikanan cukup besar. Berdasarkan data statistik Dinas Perikanan Kabupaten Serang tahun 1999, produksi perikanan Kabupaten Serang sebesar 22.143,6 ton yang berasal dari penangkapan di laut sebesar 9.469 ton, penangkapan di perairan umum sebesar 878,0 ton dan budidaya di tambak sebesar 11.151,8 ton, kola m sebesar 433,8 ton serta sawah sebesar 210,0 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2004). Perikanan pantai di Perairan Karangantu, Kabupaten Serang umumnya tergolong nelayan kecil, menggunakan kapal/perahu perikanan kecil, berinvestasi kecil serta berpendidikan rendah dan kebanyakan menggunakan alat tangkap gillnet dan perkembangannya pada waktu yang lalu menunjukkan perkembangan yang cukup baik, selektif serta cukup menguntungkan (Dinas Perikanan dan Kalautan Kabupaten Serang, 2004). Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang (2004) umumnya permasalahan yang dihadapi oleh nelayan gillnet di Perairan Karangantu adalah upaya penangkapan yang besar, tetapi produksi hasil tangkapannya semakin menurun, kondisi dan jenis gillnet yang digunakan beragam serta daerah penangkapan ikan yang semakin terbatas dengan semakin bertambahnya alat tangkap yang digunakan. Pengembangan perikanan dan kelautan saat ini menjadi andalan bagi Bangsa Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi akibat krisis ekonomi sejak tahun 1997. Sesuai dengan desentralisasi sebagaimana tertuang dalam Undang- undang No. 22 tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah. Maka pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan lebih banyak didelegasikan kepada Pemerintah daerah. Hal ini tentu
18
saja akan memberikan peluang yang lebih besar bagi daerah untuk mengelola dan memanfaatkan potensi kelautan yang dimiliki. Namun disisi lain juga menciptakan kemungkinan eksploitasi sumberdaya hanya untuk memacu pendapatan daerah tanpa memperhatikan aspek lain. Dengan demikaian Pemerintah Daerah Serang dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang untuk memanfaatkan wilayahnya secara optimal dan berkelanjutan sehingga menjadikan daerah yang maju, makmur dan berkeadilan khususnya dibidang perikanan dan kelautannya. Keberhasilan pengembangan perikanan tangkap tidak hanya ditentukan tiga sub-sistem utamanya, yakni : 1) Produksi, 2) Penanganan hasil dan pengolahan, serta 3) Pemasaran, tetapi juga oleh sub -sistem penunjangnya yang meliputi prasarana dan sarana, finansial (keuangan), sumberdaya manusia dan IPTEK, kebijakan serta hukum dan kelembagaan.
1.2 Perumusan Masalah Adapun permasalahan-permasalahan yang dikemukakan disini mengacu kepada beberapa penelitian sebelumnya pada daerah Kabupaten Serang dan daerah lainnya dan juga berdasarkan kepada pengamatan awal di tempat penelitian. Penelitian mengenai unit penangkapan gillnet dan prospek pengembangannya di Indramayu mendapatkan hasil bahwa dari 5 unit alat tangkap yang umum digunakan di daerah ini maka gillnet merupakan alat tangkap yang paling dominan digunakan dengan upaya penangkapan yang dilakukan nelayan gillnet saat ini yaitu sebesar 11.209,1 trip/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan jumlah alat tangkap gillnet yang ada masih dapat melakukan operasi penangkapan ikan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha, perikanan gillnet di Indramayu layak secara finansial untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari nilai NPV, net B/C dan IRR yang diperoleh semuanya memenuhi kriteria kelayakan, dengan NPV = 0, net B/C= 1 dan IRR = tingkat suku bunga (Novela, 2004). Pada pengamatan awal permasalahan yang dihadapi nelayan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten kaitannya dengan pengembangan perikanan gillnet adalah menurunnya sumberdaya perikanan akibat besarnya eksploitasi ikan di daerah ini, kondisi kapal, kinerja kru kapal, kondisi alat
19
tangkap gillnet (terdiri dari empat jenis gillnet : gillnet gilnet, gillnet silir, gillnet rampus dan gillnet ciker, perbedaan tersebut terletak pada mesh perimeter dan ukuran luas jaring gillnet, ukuran mesin (PK), ukuran kapal (GT), jumlah ABK nelayan, jumlah biaya operasi per trip dan konsumsi BBM) daerah operasi penangkapan ikan, menurunnya produksi hasil tangkapan dan tidak berfungsinya KUD di daerah tersebut, serta pemasaran hasil produksi yang terbatas. Belum dimanfaatkannnya fasilitas tempat pelelengan ikan dan pelabuhan perikanan dan faktor keamanan di perairan yang belum memadai serta semakin terbatasnya daerah penangkapan ikan (DPI). Di Karangantu, Kabupaten Serang digunakan 4 (empat ) jenis jaring gillnet yaitu gilnet, silir, rampus dan ciler.
Perbedaan tersebut terketak pada ukuran luas
dan mesh perimeter jaring, ukuran mesin dan besar kapal, jumlah konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam hal perbedaannya terletak pada jarak daerah penangkapannya, jumlah nelayan (ABK), serta biaya per operasi /trip, perbedaan tersebut dapat berpengaruh pada jumlah produksinya (Suganda, 2003).
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : (1) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas perikanan gillnet di Perairan Karangantu, Kabupaten Serang - Provinsi Banten. (2) Menganalisis kinerja ekonomi
perikanan gillnet di Perairan Pantai
Karangantu, Kabupaten Serang – Provinsi Banten saat ini. (3) Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang – Provinsi Banten. Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Serang dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan perikanan gillnet, khususnya di Perairan Pantai Karangantu.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup dari penelitian ini meliputi analisis potensi dan produktivitas, analisis teknis, analisis ekonomi dan finansial, analisis tingkat pemanfaatan meliputi
20
unit penangkapan dan hasil tangkapan secara keseluruhan yang akan diterapkan dalam pengembangan perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang – Provinsi Banten.
1.5 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasari pada potensi sumberdaya perikanan yang ada di perairan pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten diperlihatkan seperti pada Gambar 1, sebagai berikut : Permasalahan : • Upaya penangkapan besar, produksi menurun • Kondisi, jenis dan ukuran Kapal dan alat tangkap gillnet serta jumlah ABK nelayan yang beragam • Daerah Penangkapan yang semakin terbatas.
Kondisi Perikanan gillnet Faktor-faktor yang berpengaruh pada produksi perikanan gillnet Fungsi produksi Cobb-Douglas Faktor-faktor yang paling berpengaruh pada produksi perikanan gillnet Faktor internal
Pertimbangan Kebijakan Pengembangan Perikanan gillnet Metode SWOT dan AHP
• • • • • •
Analisis
Faktor eksternal
Unit Perikanan gillnet Produktivitas gillnet Penanganan dan Pengolahan Ekonomi dan Finansial Pemasaran Kebijakan dan Kelembagaan yang ada (Pengembangan).
Gambar 1. Kerangka pemikiran.
1.6 Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : Perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang - Provinsi Banten masih dapat dikembangkan.
21
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian Perairan Karangantu terletak di Pantai Utara Jawa Barat, cakupan wilayah dibatasi 5?49’45” LS sampai dengan 6?02’00” LS dan 106?03’20” BT sampai dengan 106?16’00”BT.
Kedalaman perairan antara 2 sampai dengan 13
dibagian mulut teluk dapat mencapai 20 meter.
meter, tetapi
Dasar perairan pasir berlumpur
terutama dibagian dekat pantai yang landai. Di perairan ini mengalir beberapa sungai yaitu Sungai Wadas, Domas, Soge, Kemayungan, Baros, Banten dan Sungai Pelabuhan, terutama sungai pelabuhan telah lama tersumbat yang menyebabkan pendangkalan semakin tinggi di bagian muaranya.
Di peraiaran juga banyak
ditemukan padang lamun yang tumbuh pada perairan yang dangkal dengan dasar berpasir (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2004). Dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004 mengenai perikanan, definisi dari perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, sedangkan yang dimaksud dengan usaha perikanan adalah semua usaha perorangan/badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial. Adapun penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat/cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal atau memuat, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkan. 2.2 Potensi Sumberdaya Perikanan (SdP) dan Tingkat Pemanfaatan Potensi sumberdaya ikan merupakan modal dasar pembangunan dan pengembangan perikanan dan kelautan. Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Serang yaitu ikan pelagis kecil dan sedang antara lain teri, lemuru, tongkol, kembung, tembang, layang, selar, pepetek dan lain- lain, dengan potensi lestari sebesar 1319 ton per tahun dan tingkat pemanfaatannya yang tinggi dan pernah mencapai 124% pada tahun 1993 termasuk upaya tangkap lebih (over fishing). Upaya penangkapan dikatakan over fishing
jika upaya tangkapannya menghasilkan tangkapan ikan
melebihi potensi yang diperbolehkan. Potensi yang diperbolehkan adalah 80 % dari
22
potensi lestari, sedangkan potensi lestari adalah 50% dari potensi biomassa ikan yang ada pada suatu perairan (Dahuri, 2002). Potensi sumberdaya perikanan dalam suatu wilayah perairan perlu diketahui untuk optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya. Jika sumberdaya yang dieksploitasi melebihi dari potensi lestarinya maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan biomassa yang dapat mengakibatkan hilangnya sumberdaya tersebut. Setiap bentuk pamanfaatan yang bersifat eksploitatif terhadap sumberdaya hayati ikan akan mempengaruhi sistem keseimbangan dari suatu ekosistem. Pemanfaatan yang hanya menekankan pada kepentingan ekonomis saja dapat menyebabkan pergeseran keseimbangan dari tipe “K” (ekosistem yang aliran energi dan siklus materinya seimbang dan efisien) ke tipe “r” (ekosistem yang aliran energi dan siklus materinya seimbang dan boros), sehingga produktivitas dan daya dukungnya berkurang (Tuwo, 2001). Penentuan potensi lestari (MSY) dan upaya optimum hanya dapat dilakukan jika parameter b pada persamaan Z = a + bX bernilai negatif, yang artinya penambahan effort akan menyebabkan penurunan produktivitas (CPUE).
Jika
diperoleh slope b bernilai positif maka tidak dapat ditentukan besarnya pendugaan stok maupun effort optimum, tetapi dapat disimpulkan bahwa jumlah effort masih dapat ditingkatkan untuk memperbesar produksi hasil tangkapan (Sparre and Venema, 1992).
2.3 Daerah Penangkapan Ikan (DPI) Daerah penangkapan ikan (fishing ground) adalah suatu wilayah perairan yang merupakan tempat ikan biasa berkumpul dan tempat inilah nelayan menangkap ikan.
Daerah penangkapan ikan dapat dikatakan menguntungkan jika sumberdaya
perikanan yang ada didalamnya tersedia cukup tinggi, stoknya mudah tumbuh dan berkembang serta dapat diketahui musim dan daerah penyebaran/pergerakannya. Pengetahuan tentang lokasi sumberdaya ikan memegang peranan yang penting dalam menangkap ikan dan hendaknya memiliki kekhususan dan keistimewaan tersendiri yang memungkinkan berbagai kemudahan bagi pengoperasian alat tangkap, kemudahan bagi para nelayan untuk bekerja serta kemudahan lainnya, dengan
23
mengetahui daerah penangkapan ikan maka nelayan tidak pergi mencari ikan (berburu) dengan tidak pasti tapi mengambil ikan (Gunarso, 1996 yang diacu dalam Sasmita, 1997). Nelayan di tempat penelitian dalam penentuan daerah penangkapan ikan biasanya hanya mengandalkan pengetahuan tradisional (sederhana) dan berpedoman pada faktor- faktor alam secara turun-menurun, yaitu seperti adanya burung-burung yang terbang diatas perairan atau riak di air yang menandakan adanya ikan di kolom perairan laut serta tingkah laku ikan yang sudah diketahui yaitu dimana ikan memijah dan dimana ikan biasa berkelompok mencari makan, untuk ikan- ikan pelagis kecil dan sedang banyak terdapat di Selat Sunda dan di sekitar bagian luar Teluk Banten.
2.4 Intensitas dan Musim Penangkapan Ikan Intensitas penangkapan ikan oleh nelayan sangat dipengaruhi oleh keadaan musim angin. Pada saat bertiup angin barat (musim barat), angin dan gelombang belum begitu besar sehingga masih ada nelayan yang melaut. Hal ini terjadi pada bulan September hingga Desember. Sedangkan pada saat angin bertiup dari arah timur (musim timur) yang terjadi pada bulan April sampai Agustus, hasil tangkapan oleh nelayan meningkat. Musim timur ini oleh nelayan setempat biasa disebut sebagai musim ikan. Angin Utara terjadi antara bulan Januari hingga bulan Maret dan dikenal dengan musim utara. Nelayan setempat biasa menyebut musim utara ini dengan musim paceklik karena hasil tangkapan rata-rata sedikit bahkan tidak jarang pulang dengan tanpa membawa hasil tangkapan serta pada musim ini disertai angin dan gelombang tinggi yang dapat membahayakan nelayan. Waktu penangkapan ikan dilakukan setiap hari dan sepanjang waktu dari pagi hingga malam hari, kecuali Hari Jum’at dilakukan hanya dimalam hari (Syamsuddin, 1995). 2.5 Perikanan Gillnet Kegiatan perikanan gillnet di Perairan Karangantu, Kabupaten Serang Provinsi Banten adalah kegiatan perikanan rakyat yang belum mengarah kepada industri perikanan. Alat tangkap yang digunakan tergolong sederhana dan relatif berukuran kecil seperti rampus (gillnet ), jaring kejer dan jaring klitik, bagan (liftnet) dan macam- macam pancing tangan (hand line) (Novela, 2004).
24
2.5.1 Kapal perikanan Kapal perikanan gillnet yang digunakan untuk usaha penangkapan di lokasi penelitian umumnya adalah perahu motor tempel yang berukuran kecil dengan panjang 6 hingga 8 meter, lebar 1,5 sampai 2 meter dan memiliki kedalaman 0,6 hingga 1,2 meter, sedangkan kapal motor (in board) mulai digunakan sebaga i pengganti kapal motor tempel karena alasan keselamatan (bersenggolan) dan keamanan. Alat penggerak yang digunakan berkekuatan rata-rata berkisar antara 820 PK dari berbagai merek mesin, tetapi yang paling umum digunakan adalah merek Dongfeng. Armada penangkapan ikan umumnya hanya berukuran 2 hingga 4 GT (Gross Tonnage) (Suganda, 2003).
2.5.2 Nelayan Nelayan
adalah
masyarakat
yang
bermata
pencaharian
sehari- hari
mengeksploitasi sumberdaya hayati laut seperti ikan/binatang lair lain/tumbuhan air. Berdasarkan pemilikan alat tangkap yang digunakan untuk usaha penagkapan, nelayan dapat dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh, nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki unit penangkapan ikan yang biasa disebut juragan, sedangkan nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja menangkap ikan dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang bukan miliknya sendiri, sedangkan nelayan penuh adalah nelayan yang menggantungkan hidupnya hanya dari kegiatan penangkapan ikan, adapun nelayan sambilan didefinisikan sebagai nelayan yang hanya sebagian hidupnya saja bermata pencaharian menjadi nelayan tetapi di lain waktu beralih profesi. Nelayan di Karangantu, umumnya nelayan buruh, satu alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan pemilik biasanya terdiri dari 2-3 orang nelayan buruh.
Umumnya nelayan perikanan gillnet melakukan pendaratan ikannya di
Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu.
Adapun jenis ikan yang dominan
tertangkap dengan alat tangkap gillnet adalah ikan kembung, tongkol, layang, tembang, peperek, selar dan ekor kuning (Suganda, 2003). 2.5.3 Alat tangkap dan selektivitas gillnet
25
Jaring Insang satu lembar atau disebut juga dengan gillnet adalah jaring yang konstruksinya terdiri dari satu lapis jaring yang berbentuk empat persegi panjang, jumlah mata jaring ke arah horisontal dan ke arah vertikal disesuaikan dengan ikan yang akan dijadikan target tangkapan, daerah penangkapan, metode pengoperasian dan kebiasaan nelayan yang mengoperasikannya. Pengoperasian dari jenis jaring ini, ada yang dioperasikan di permukaan, kolom dan dasar perairan dengan cara diset menetap atau dihanyutkan.
Pada bagian atasnya tali ris dilengkapi dengan
pelampung dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan pemberat, sehingga dengan adanya dua gaya yang berlainan memungkinkan jaring insang dapat dipasang dalam keadaan tegak menghadang biota laut.
Metode pengoperasian gillnet biasanya
dilakukan secara pasif meskipun ada juga yang dilakukan secara semi aktif dan aktif. Untuk yang aktif biasanya dilakukan pada malam hari baik itu dioperasikan dengan memakai atau tanpa alat bantu cahaya (Martasuganda, 2005). Ikan yang tertangkap pada mata jaring (mesh size) jaring insang, adalah ikan yang keliling bagian belakang penutup insangnya (operculum girth) lebih kecil, dan keliling badan maksimalnya (maximum body girth) lebih besar dari keliling mata jaring (mesh perimeter) dan kemungkinan jaring susah terlihat, adanya study action, imitation action, dalam keadaan panik mengikuti pergerakan alat tangkap dan kemungkinan faktor lainnya.
Karena adanya pengaruh internal dan eksternal dari
ikan pengarug konstruksi jaring, pengaruh kondisis perairan ikan yang seharusnya bisa tertangkap menjadi menghindari jaring atau tidak tertangkap (Martasuganda, 2005). Menurut Novela (2004) perikana n gillnet di Perairan Kabupaten Indramayu, Jawa Barat menunjukkan paling efektif, efisisen dan selektif daripada alat tangkap yang lain sehingga cocok untuk perikanan berinvestasi kecil serta memliki keuntungan Rp. 252.259,-/hari, nilai BEP mencapai Rp.10.641.500,-. Menurut Martasuganda (2005), agar usaha penangkapan ikan berwawasan lingkungan dapat berjalan secara berkesinambungan, setiap orang yang sedang atau akan menjalankan usaha dibidang penangkapan dengan alat apapun yang bisa dipakai untuk menangkap ikan, wajib atau seharusnya mengelola lingkungan secara terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan,
26
dan pengembangan lingkungan hidup dengan cara mengikuti, melaksanakan undang dan peraturan nasional maupun peraturan internasional yang berlaku. Sedangkan untuk pengawasan sepenuhnya harus dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait secara teratur dan apabila perlu merevisi undang-undang dan peratutan yang sedang berjalan atau membuat peraturan dan perundangan baru agar usaha penangkapan bisa dipertanggung jawabkan. Untuk terselenggaranya usaha penangkapan yang berwawasan lingkungan berjalan secara berkesinambungan, sebaiknya pemerintah atau pihak pembuat kebijakan dalam usaha perikanan memberlakukan aturanaturan : 1) mengadakan penutupan daerah penangkapan yang tercemar sampai daerah penagkapan terbebas dari pencemaran, 2) mengadakan penutupan daerah penangkapan pada waktu suatu jenis ikan, hewan air atau biota perairan yang dilindungi mengadakan reproduksi, 3) memberlakukan batasan waktu penangkapan sampai potensi yang ada dapat pulih kembali, dan 4) mengadakan restocking dengan cara membudidayakan atau penangkaran (Martasuganda, 2005). Pengembangan teknologi penangkapan yang berwawasan lingkungan merupakan upaya untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkesinambungan, yaitu pemanfaatan yang memperhatikan kelestarian sumberdaya sehingga menjamin kelestarian pemanfaatannya. Dengan tingkat pemanfaatan lebih dikembangkan dengan pro ses pengkajian terhadap berbagai jenis alat tangkap yang ada. Salah satu cara penentuan ukuran mata jaring merupakan salah satu langkah utama untuk memperoleh jenis hasil tangkapan yang optimal sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya perikanan. Alat tangkap gillnet mempunyai keunggulan selektivitas kemampuannya untuk menangkap ikan ukuran tertentu yang berkaitan erat dengan ukuran mata jaring tertentu. Tertangkapnya ikan oleh gillnet ditentukan oleh “body-girth” atau ukuran lingkar penampang ikan dan mesh perimeter atau ukuran keliling dalam mata jaring, karena ukuran “body-girth” berbanding lurus dengan ukuran panjang ikan, selektivitas alat tangkap gillnet dapat ditentukan dengan mengamati struktur panjang ikan yang tertangkap. Beberapa faktor teknis yang menentukan selektivitas gillnet antara lain kelenturan dan kemuluran benang jaring, dan rancang bangun gillnet. Beberapa faktor biologis yang menentukan selektivitas gillnet antara lain morfologi ikan, tingkat alat reproduksi yang berkaitan dengan musim dan tingkah laku ikan ( Sparre and Venema, 1992). Upaya menurunkan kuantitas by catch, merupakan topik penelitian yang ditujukan untuk mendukung implementasi konsep responsible fishing. Meloloskan
27
ikan yang tidak diinginkan merupakan salah satu strategi yang dipakai untuk mengurangi by catch. Strategi pengurangan jumlah by catch dari alat tangkap yang terbuat dari jaring, seperti gillnet, adalah dengan penggunaan mata jaring yang ukuran kelilingnya lebih besar dari girth maksimum ikan.
Pengkajian selektivitas alat
tangkap gillnet dilakukan dengan mengamati ciri-ciri hasil tangkapan, yaitu jenis dan ukuran ikan/udang, pembuatan kurva selektivitas yang menunjukkan peluang tertangkapnya berbagai ukuran ikan/udang spesies-spesies tertentu.
Perhitungan
peluang ini didasarkan pada komposisi ukuran panjang ikan yang tertangkap oleh ukuran mata jaring sesuai dengan metode Sparre and Venema, 1992. Selektivitas alat tangkap menentukan keseragaman hasil tangkapan, semakin seragam hasil tangkapan berarti semakin selektif alat tangkap tersebut.
Gillnet
mempunyai selektivitas yang lebih baik, yaitu ukuran ikan yang tetangkap lebih seragam. Oleh karena itu, ukuran ikan yang tertangkap dapat diperoleh. Kajian selektivitas suatu alat tangkap harus didasarkan pada proses tertangkapnya ikan, secara umum kurva selektivitas dibuat berdasarkan komposisi ukuran ikan yang tertangkap gilled dan wedged, dimana tubuh ikan bergerak maju menerobos sebuah mata jaring sehingga ikan terjerat pada bagian pangkal tutup insang atau terjerat pada bagian lingkaran tubuh yang lebih kecil dari lingkaran tubuh maksimum.
Proporsi
jumlah ikan tertangkap secara entangled dan snagged mempengaruhi total selektivitas jaring terhadap ukuran ikan yang tertangkap.
Tersangkutnya ikan dimata jaring
akibat morfologi tertentu bagian kepala didepan mata (misalnya bentuk moncong dan susunan gigi-gerigi pada ikan cendro, ikan layur dan ikan alu-alu). Memperoleh kisaran ukuran ikan yang tertangkap, demikian juga proporsi ikan yang terjerat oleh lebih dari dua mata jaring akibat kekuatan ikan dalam upayanya melepaskan diri dari jeratan jaring. Suatu operasi penangkapan ikan di perairan dimana sumberdaya bersifat multi spesies tidak selalu menghasilkan jenis ikan yang menjadi target, hasil tangkapan diluar target penagkapan disebut hasil tangkapan sampingan (HTS, atau by catch). Secara umum, ikan yang tertangkap dalam eksperimen gillnet mempunyai nilai ekonomi per ekor yang tinggi, termasuk jenis ikan yang bukan sasaran utamanya
28
kecil. Terutama di negara berkembang seperti Indonesia, persoalan by catch untuk perikanan gillnet adalah rendah (Novela, 2004). Kecenderungan perubahan jumlah kapal perikanan, nelayan dan alat tangkap gillnet yang digunakan, proyeksi trend (kecenderungan) dengan persamaan regresi Y = a + bX, dengan menggunakan program komputer (MS. Exel). Dengan melihat nilai slope b dapat ditentukan perkiraan arah perkembangannya pada masa yang akan datang dan berapa besarnya perkembangan tersebut (Syamsuddin, 1995).
2.6 Fungsi Produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara input dan output, yang ditandai jumlah output maksimal yang dapat diproduksi dengan suatu set kombinasi input tertentu.
Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian
fisik dari tiap-tiap tingkat input dalam pengertian fisik (Soekartawi,1990). Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input).
Input atau faktor
produksi sering pula disebut dengan “korban produksi”, karena faktor produksi tersebut ”dikorbankan” untuk menghasilkan produksi.
Analisis fungsi produksi
sering dilakukan oleh peneliti, karena untuk mendapatkan informasi bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti perairan, lahan, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat diperoleh (Soekartawi,1990). Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai hubungan X dan Y sebagai berikut : Y = f (X 1 ,X2 ,X 3,X 4 ,……………………Xn) Berdasarkan persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya produksi sangat tergantung dari peranan X1 sampai dengan Xn dan faktor lainnya yang tidak terdapat dalam persamaan di atas (Soekartawi, 1990). Model adalah ”gambaran” dari tujuan yang ingin dicapai. Bentuk atau model fungsi produksi yang sering digunakan oleh para peneliti adalah model fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 1990), dengan asumsi bahwa data tersebar normal dan faktor produksi yang digunakan mewakili variabel-variabel yang mempunyai hasil produksi. Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan yang melibatkan dua variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen, yang dijelaskan (Y) dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara 29
antara X dan Y biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X, dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Secara matematik fungsi Cobb-Douglas dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990) : b1 b2 bn Y = aX1 X 2 ........... X n e u Dengan X
Y = Variabel yang dijelaskan (hasil produksi) = Variabel yang menjelaskan (jumlah faktor produksi atau input)
a,b
= Besaran yang akan diduga
e
= Logaritma natural, e = 2,718
u/U
= Kesalahan (distribusi term)
Persamaan
diubah
menjadi
bentuk
linear
berganda
dengan
cara
melogaritmakan persamaan tersebut untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan. Bentuk logaritma dari persamaan tersebut adalah :
Log Y = log a + b1 log X 1 + b2 log X 2 + ......................bn log X n +U log e Model Cobb-Douglas mempunyai kelebihan dari fungsi produksi yang lain karena pangkat dari fungsi menunjukkan besarnya elastisitas produksi. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 1990), yaitu (1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). (2) Dalam suatu produksi, perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respectivete chnologies), artinya juga fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan, dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari suatu model maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. (3) Tiap variabel X adalah perfect competitions. (4) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan, u/U. Menurut Soekartawi
(1990) ada 3 alasan pokok mengapa fungsi Cobb-
Douglas lebih banyak dipakai para peneliti, yaitu :
30
Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik dan fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke dalam bentuk linear. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menentukan besaran elastisitas. Besaran elastisitas tersebut juga menunjukkan tingkat returns to scale. Jika koefisien regresi yang akan diuji adalah b1 dan b2 , maka : (1) Decreasing return to scale, jika (b1 + b2) < 1, dalam keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. (2) Constant return to scale, jika (b1 + b2 ) = 1, dalam keadaan demikian penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. (3) Increasing return to scale, jika (b1 + b2) > 1, dalam keadaan demikian dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. Model fungsi produksi Cobb-Douglas didasari oleh asumsi bahwa jumlah elastisitas sama dengan satu ( ? bi = 1) mengikuti kaidah constant return to scale. Seorang pengusaha (produsen) yang melakukan suatu kegiatan usaha pada umumnya melakukan suatu tinjauan terhadap kegiatan usaha yang dilaksanakan. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan menganalisis berapa biaya yang dikeluarkan untuk melakukan usaha dan keuntungan maksimum yang akan diperoleh dan juga melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi dari kegiatan usaha tersebut. Faktorfaktor produksi ini ada yang dapat dikendalikan ada juga yang tidak dapat dikendalikan seperti kondisi perairan, suhu dan faktor-faktor lainnya. Pemahaman hubungan antara input dan output yang merupakan fungsi dari usaha perikanan sangat diperlukan.
Sebagai contoh misalnya penambahan upaya
penangkapan pada suatu area perairan mungkin akan sangat menguntungkan dalam segi produksi namun pada jangka panjang akan menurunkan produksi itu sendiri demikian juga dengan penambahan faktor-faktor input lainnya. Untuk memperoleh keuntungan yang maksimum maka produsen selalu berusaha untuk mengalokasikan
31
faktor- faktor input yang dimiliki secara optimal dan menjaga ketersediaan faktorfaktor input tersebut. Penelitian yang dilakasanakan ini, menganalisis mengenai faktor- faktor input yang berpengaruh terhadap produksi perikanan gillnet dan usaha mengoptimalkan penggunaan faktor- faktor produksi dalam suatu usaha perikanan. Faktor- faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi
perikanan gillnet adalah ukuran
mesin, ukuran kapal, jumlah nelayan, mesh perimeter dan ukuran luas jaring, biaya operasi.
Harga dari masing- masing faktor produksi setiap saat dapat mengalami
perubahan sehingga nelayan gillnet berusaha mengubah alokasi faktor produksinya menjadi lebih optimal. Analisis optimalisasi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk memperoleh alokasi faktor produksi yang optimal, sehingga tercapai keuntungan yang maksimum. Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. 2.7 Pena nganan dan Pengolahan Penanganan dan pengolahan hasil perikanan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu hasil tangkapan.
Mutu adalah suatu yang mencirikan
tingkat dimana suatu produk mampu memenuhi keinginan atau harapan konsumen. Konsep mutu lebih berkaitan dengan evaluasi subyektif dari konsumen, yaitu bahwa konsumen yang menilai sejauh mana tingkat mutu suatu produk yang dikonsumsi (Gasperzs, 1992). Analisis penanganan dan pengolahan dilakukan untuk mengetahui kondisi atau mutu hasil tangkapan dengan cara pengamatan secara fisik langsung. Penanganan dan pengolahan hasil perikanan di tempat penelitian masih dilakukan secara sederhana dan masih belum ditangani secara baik dan benar (Syamsuddin, 1995).
2.8 Pemasaran Menurut Kotler (1993) pemasaran merupakan proses manajerial dimana individu atau kelompok mandapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk yang bernilai, batasan pemasaran mempunyai arti yang begitu luas mencakup berbagai konsep inti seperti penentuan 32
kebutuhan, keinginan pasar dan efisien daripada para pesaing, secara umum pemasaran adalah suatu kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan barang dan jasa. Hasil tangkapan di Karangantu umumnya dipasarkan secara tradisional dan kadang-kadang tidak melalui pelelangan dan dipasarkan untuk pasar lokal kecuali beberapa komiditi seperti udang dan rajungan dipasarkan ke Jakarta (Suganda, 2003).
2.9 Ekonomi dan Finansial Berdasarkan konsep ekonomi suatu usaha dikatakan mempunyai keuntungan (profit) apabila penerimaan total lebih besar daripada biaya total. Analisa finansial dalam kerangka evaluasi proyek lebih bersifat analisis tentang arus dana.
Sebagai
alat untuk mempelajari arus dana, dikenal dua jenis perkiraan yaitu : 1) perhitungan rugi- laba dan 2) neraca.
Untuk mengetahui keuntungan usaha dapat dipergunakan
analisis break event point (BEP), net B/C, NPV dan IRR.
BEP menggambarkan
pada volume dan nilai berapa harus diperoleh untuk mencapai titik impas usaha, artinya suatu usaha tidak untung dan tidak rugi, net B/C adalah perbandingan jumlah penerimaan dan jumlah biaya (net B/C >=1, usaha dikatakan layak), NPV (Net Present Value) adalah perbedaan nilai sekarang dari manfaat dan biaya (usaha dikatakan layak, jika NPV >= 0) dan IRR (Internal Rate Return) adalah suatu tingkat pengembalian modal yang digunakan dan merupakan nilai tingkat biaya (IRR<= tingkat bunga (discount rate,i) maka usaha tersebut dikatakan layak (Pramudya, 2001) : BEP ( rupiah ) =
BEP ( volume ) =
Biaya tetap biaya var iabel tidak tetap 1 −[ nilai penjualan
Biaya tetap biaya var iabel tidak tetap unit penjualan− [ volume penjualan
Net B/C = S Penerimaan / S Biaya
33
NPV =
IRR = i ' +
∑ Penerimaan t − biaya t
NPV ' (i ' ' − i ' ) ( NPV '− NPV' ' )
(1+ i )^ t
;
t : tahun ke
PVb =1 PVc
2.10 Komponen Penunjang Perikanan Gillnet Komponen penunjang perikanan gillnet dan masalahnya terdiri dari tempat pelelangan ikan (TPI), perusahaan perikanan, lembaga keuangan, koperasi unit desa (KUD), Pemerintah daerah Kabupaten
(Pemda) Serang, Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Serang serta kebijakan perikanan tangkap Kabupaten Serang.
2.11 Pengembangan Perikanan Gillnet Menurut Kesteven (1973). pengembangan usaha perikanan haruslah ditinjau secara bio-technico-socio-economic-approach, oleh karena itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis alat tangkap ikan untuk dapat dikembangkan, yaitu : 1) Bila ditinjau dari segi biologi, alat tangkap tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya, 2) Secara teknis alat tangkap yang digunakan efektif untuk dioperasikan, 3) Dari segi sosial dapat diterima oleh masyarakat nelayan dan 4) Secara ekonomi usaha tersebut bersifat menguntungkan. Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan.
Pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan dalam pemilihan teknologi, dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu 1) Teknologi penangkapan ikan berwawasan lingkungan, 2) Teknologi penangkapan ikan yang secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasarannnya menguntungkan, serta 3) Kegiatan penangkapan ikan yang optimal dan berkelanjutan. Menurut Wahyono (1991), pengembangan usaha perikanan dibagi dalam tiga daerah yaitu daerah padat tangkap, daerah potensial, dan daerah lepas pantai. Untuk daerah yang masih potensial, pengembangannya dilakukan dengan cara :1) Peningkatan unit penangkapan, 2) Intensifikasi usaha, 3) Modernisasi alat tangkap dan mangganti alat yang tidak produktif serta 4) Mendatangkan transmigrasi. Sedangkan untuk daerah yang sudah tinggi tingkat pemanfaatannya (padat tangkap),
34
pengembangannya dengan cara : 1) Memperluas daerah operasi penangkapan dengan meningkatkan kemampuan kapal yang dioperasikan (modernisasi), 2) Mengatur daerah dan atau musim penangkapan sesuai dengan alat tangkapnya, 3) Mentransmigrasikan nelayan, 4) Pembatasan dan pengendalian jumlah alat tangkapnya, 5) Diversivikasi dan mengkonversi usaha penangkapan ke budidaya laut. Sedangkan untuk daerah lepas pantai pantai, pengembangannya dengan cara : 1) Penambahan unit penangkapan ikan, 2) Modernisasi alat dan kapal penangkapan ikan, 3) Mendatangkan transmigrasi, 4) Perluasan daerah operasi penangkapan ikan dan 5) Penanaman modal.
2.11 Analisis SWOT (Strengths Weaknesses Opportunities Threats) Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan atau pembangkit strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities ), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weknesses) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 1998 yang diacu dalam Marimin, 2004).
Analisis SWOT
mempertimbangkan faktor internal (Internal Factor Evaluation/IFE) yaitu strengths dan weaknesses serta faktor eksternal (External Factor Evaluation/EFE) yaitu opportunities dan threats yang dihadapi dunia usaha, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi pengembangan (Marimin, 2004). Analisis SWOT didahului dengan identifikasi posisi usaha melalui IFE dan EFE, selanjutnya tahapan analisis matriks SWOT.
Membuat keputusan untuk
memilih alternatif strategi sebaiknya dilakukan setelah diketahui terlebih dahulu posisi suatu usaha untuk kondisi sekarang berada pada kuadran sebelah mana sehingga strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling tepat karena sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang dimiliki oleh perikanan gillnet saat ini.
35
Berbagai Peluang
Kuadran III Kuadran I (mendukung stategi turn-around) (mendukung strategi agresif) Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
Kuadran IV (mendukung strategi defensif)
Kuadran II (mendukung strategi diversifikasi) Berbagai Ancaman
Gambar 2. Posisi perikanan gillnet pada berbagai kondisi. Dengan mengetahui posisi perikanan gillnet pada kuadran yang tepat maka perusahaan dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat, yaitu : (1) Jika posisi periakanan gillnet berada pada kuadran I, maka menandakan bahwa situasi ini sangat menguntungkan, perikanan gillnet tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi yang harus
diterapkan untuk perusahaan yang berada pada posisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. (2) Perikanan gillnet yang berada pada kuadran II berarti perusahaan menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih memiliki kekuatan internal. Strategi yang harus dilakukan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi. (3) Perikanan gillnet yang berada pada kuadran III menunjukkan bahwa perikanan gillnet mempunyai peluang yang sangat besar, tetapi dilain pihak memiliki kelemahan internal.
Fokus yang harus diambil oleh perikanan gillnet adalah meminimalkan
masalah- masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
36
(4) Posisi perikanan gillnet pada kuadran IV menunjukkan bahwa perikanan gillnet menghadapi situasi yang sangat tidak menguntungkan, dimana selain perikanan gillnet menghadapi berbagai ancaman juga menghadapi kelemahan internal. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut : (1) Tahapan pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. (2) Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal-eksternal (matriks SWOT). (3) Tahapan pengambilan keputusan. Tahap pengambilan data ini digunakan untuk mengetahui faktor- faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan dan ancaman bagi perusahaan dapat dilakukan dengan wawancara terhadap ahli perusahaan yang bersangkutan ataupun analisis secara kuantitatif misalkan neraca, laba-rugi dan lain- lain. Setelah mengetahui berbagai faktor dalam perusahaan maka tahap selanjutnya adalah membuat matriks SWOT . Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Dari matriks ini akan terbentuk 4 (empat) kemungkinan alternatif strategi. Tabel 1 adalah diagram matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai.
Tabel 1. Diagram matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai IFE/EFE Opportunities (O)
Threats (T)
Strengths (S)
Weaknesses (W)
Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada posisi kuadran I. Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran II.
Srtategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran III. Strategi WT Menciptakan strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran IV.
37
Tahap evaluasi data internal dan eksternal perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan wawancara, kuesioner maupun pengambilan data kuantitatif perusahaan secara langsung. Tahap pembuatan matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut : (1) Pada kolom 1 dilakukan penyusunan terhadap semua faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan dengan menjadu dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal (2) Pemberian bobot faktor kolom dua mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). (3) Pada kolom 3 diisi perhitungan rating terhadap faktor-faktor tersebut berdasarkan pengaruhnya terhadap perusahaan yang bersangkutan. Rentang nilai rating 1 berarti kurang berpengaruh sampai 5 berarti sangat berpengaruh. (4) Kolom 4 diisi dengan cara mengalikan bobot pada kolom 2 dengan kolom 3. (5) Penjumlahan total skor pembobotan untuk masing- masing faktor internal (kekuatan-kelemahan) dan eksternal (peluang-ancaman). Untuk memperoleh strategi yang tepat bagi perusahaan yang bersangkutan maka nilai tersebut diletakkan pada kuadran yang sesuai untuk kemudian dilakukan pembuatan matriks SWOT yang akan menjelaskan aternatif strategi ya ng dilakukan. Setelah matriks IFE dan EFE terbentuk kemudian dibuat matriks SWOT yang menjelaskan berbagai alternatif yang mungkin untuk strategi perusahaan. Tahap selanjutnya adalah pengambian keputusan. Dalam tahap ini perlu merujuk kembali matriks IFE dan EFE yang menghasilkan posisi perusahaan saat ini, sehingga dapat diketahui kombinasi strategi yang paling tepat (Marimin, 2004). 2.13 Analytical Hierarchy Process (AHP) Anaiytical Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk pengambilan keputusan atau pemilihan alternatif kebijakan. pengukuran.
AHP merupakan suatu teori umum tentang
AHP digunakan untuk menemukan skala rasio baik perbandingan
pasangan yang diskrit maupun kontinyu (Mulyono, 1996). Menurut Saaty (1993), AHP memberikan kerangka yang memungkinkan untuk mangambil keputusan yang efektif untuk persoalan yang kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempecepat pengambilan keputusan, pada dasarnya metode AHP ini memecah suatu situasi yang kompleks dan tak berstruktur kedalam
38
bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi pertimbangan numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variebel dan mensistensis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variebel yang memiliki prioritas relatif yang lebih tinggi. Kekuatan AHP terletak pada struktur hirarki yang memungkinkan dimasukkannya semua faktor penting dan mengaturnya sampai ke tingkat alternatif, setiap masalah dapat dirumuskan sebagai masalah keputusan berbentuk hirarki, kadang-kadang dengan ketergantungan untuk menunjukkan bahwa beberapa elemen bergantung pada yang lain dan pada saat yang sama elemen yang lain bergantung padanya. Elemen pada setiap tingkat digunakan sebagai sifat bersama untuk membandingkan elemen-elemen yang berada setingkat dibawahnya. Selain itu Mulyono (1996), menyatakan bahwa penetapan prioritas berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada satu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya.
Langkah pertama untuk menyusun
prioritas adalah membandingkan kepentingan relatif dari masing- masing unsur dan menduga prioritas untuk sub faktornya.
Sintesis prioritas dilakukan untuk
mendapatkan prioritas menyeluruh sub faktor.
Langkah berikutnya adalah
melakukan perhitungan menyeluruh untuk masing- masing faktor.
Analisis
perbandingan menggunakan sistem perbandingan berganda dengan analisis matrik, sistem pembobotan pada skala perbandingan analisis antar kreteria menggunakan tabel panduan skala perbandingan dan dibandingkan dengan kreteria lainnya.
39
3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian lapang dan pangambilan data dilakukan selama enam bulan, yaitu pada Bulan November 2005 sampai April 2006 di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu, Kabupaten Serang - Provinsi Banten.
3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan satuan kasusnya adalah analisis pengembangan perikanan gillnet di Perairan Karangantu-Banten. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer meliputi pengukuran dimensi kapal, lokasi daerah penangkapan dan metode operasi penangkapan diperoleh melalui wawancara terhadap 17 responden nelayan perikanan gillnet yang beroperasi di perairan pantai Karangantu (1 responden jenis gillnet gilnet, gillnet silir 5 responden, gillnet rampus 6 responden dan gillnet ciker 5 responden) dengan menggunakan kuesioner. Sampling method terhadap nelayan dilakukan secara purposive sampling untuk mendapatkan informasi yang jelas sesuai dengan kemampuan komunikasi dan pengalaman kerja dari nelayan gillnet yang ditentukan. Data sekunder meliputi volume dan nilai produksi perikanan di PPP Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten selama enam tahun yaitu dari tahun 1999 sampai tahun 2004, jumlah nelayan dan jumlah kapal perikanan gillnet serta keadaan umum di Perairan Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten diperoleh dari PPP Karangantu, serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang. Selanjutnya data PERDA tentang perikanan pada era globalisasi dan desentralisasi, data pendapatan dan kondisi sosial, jumlah nelayan pada perikanan gillnet . 3.3 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumbernya data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder (Tabel 2). Data primer diperoleh dari pengamatan langsung terhadap kegiatan perikanan gillnet di Perairan Karangantu-Banten dan juga melalui wawancara terhadap responden yaitu nelayan gillnet dan stake holder yang terkait dengan kegiatan perikanan gillnet. 25
Data sekunder berupa data mengenai keadaan umum daerah penelitian yang diperoleh dari instansi yang berhubungan, seperti dinas perikanan kabupaten dan Kantor Kepala Desa Karangantu. juga diperoleh dari studi pustaka. Banyaknya responden diambil secara purposive sampling yaitu penilaian tidak secara acak dan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Data primer diantaranya meliputi data tentang kapal perikanan, alat tangkap, potensi
dan
upaya
tangkapan
(produktivitas
penangkapan),
biaya
penangkapan, daerah penangkapan, waktu dan musim penangkapan.
operasi
Jenis dan
responden yang diwawancarai jumlah kapal/perahu perikanan gillnet sebanyak 17 buah (terdiri dari 1 buah kapal dengan jaring gillnet gilnet, 5 buah kapal gillnet silir, 6 buah gillnet rampus dan 5 buah gillnet ciker) meliputi 10 orang nelayan pemilik, 15 orang nelayan buruh, 5 orang bakul ikan, 3 orang pengolah ikan, 1 orang pengelola TPI, 1 orang pengurus KUD, 3 orang pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang. Data sekunder yang dikumpulkan diantaranya meliputi volume dan nilai produksi perikanan di PPP Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten selama enam tahun yaitu dari tahun 1999 sampai tahun 2004, jumlah nelaya n dan jumlah kapal perikanan gillnet serta keadaan umum di perairan Karangantu, Kabupaten Serang - Provinsi Banten. Data sekunder juga diperoleh dari berbagai instansi dan kelembagaan yang berhubungan dengan masalah yang dikaji.
3.4 Metode Analasis Data Dalam tahap ini dicari secara selektif pelaku dan kebutuhannya yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap Perairan Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten. Untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan para pelaku tersebut dilakukan dengan pengamatan secara langsung di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kararangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten dan dengan mengadakan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Pelaku yang terkait dalam sistem perikanan tangkap di PPP Karangantu adalah nelayan, bakul, konsumen, TPI, KUD Mina serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang. Data yang dibutuhkan dalam metode ini adalah data tahunan selama 6 (enam) tahun terakhir yaitu mulai data tahun 1999 hingga tahun 2004. Data-data yang diperoleh, dianalisis dengan cara tabulasi data dan deskriptif yang meliputi : - Analisis perikanan gillnet 26
- Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas - Analisis produktivitas gillnet - Analisis penanganan dan pengolahan - Analisis pemasaran - Analisis ekonomi dan finansial (evaluasi kinerja ekonomi saat ini) - Analisis komponen penunjang perikanan gillnet - Analisis kebijakan dan kelembagaan (pengembangan)
3.4.1 Analisis perikanan gillnet Kecenderungan perubahan jumlah kapal perikanan, nelayan dan alat tangkap gillnet yang digunakan dan upaya penangkapannya dianalisis dengan metode proyeksi trend (kecenderungan) dengan persamaan regresi Y = a + bX, dengan menggunakan program komputer (MS. Exel).
Dengan melihat nilai slope b dapat
ditentukan perkiraan arah perkembangannya pada masa yang akan datang dan berapa besarnya perkembangan tersebut (Syamsuddin, 1995). Selanjutnya dilakukan analisis dengan Metode Grafik (persamaan regresi) untuk menentukan dua faktor yang paling berpengaruh yaitu dengan memilih Squar-R (faktor ketepatan data) terbesar.
3.4.2 Analisis fungsi produksi Cobb-Douglas Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga besarnya produksi perikanan gillnet.
Pendugaan dilakukan terhadap faktor- faktor produksi yaitu :
ukuran mesin, ukuran kapal, jumlah nela yan, ukuran luas dan mesh perimeter jaring dan biaya oprasi. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi adalah sebagai berikut :
Y = aX 1 X 2 ........... X n e u b1
b2
bn
Keterangan : Y
= Produksi perikanan gillnet (kg)
X1
= Mesh perimeter jaring (inci)
X2
= Ukuran luas jaring (meter persegi)
X3
= Ukuran mesin (PK)
27
X4
= Ukuran kapal (GT)
X5
= Jumlah Nelayan (orang)
X6
= Konsumsi BBM (liter)
X7
= Biaya operasi penangkapan (rupiah/trip)
a,b
= Besaran yang akan diduga
e
= Logaritma natural, e = 2,718
u/U
= Kesalahan (distribusi term)
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut di atas, maka fungsi Cobb-Douglas ditulis dalam bentuk linear dan diolah dengan menggunakan Regresi Berganda. Persamaan linear dari fungsi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : Log Y = log a + b1 log X 1 + b2 log X 2 + ......................bn log X n + U log e
28
Tabel 2. Rekapitalisasi data yang dicantumkan dalam penelitian No. Tujuan Analisis Data yang di Analisis 1.
2.
Jumlah Data
Mengetahui pola pengelolaan
Peraturan daerah tentang perikanan diera
Dinas Perikanan dan
perikanan tangkap.
globalisasi dan desentralisasi.
Kelautan.
Sekunde.r
Potensi dan produktivitas.
Potensi dan produksi hasil tangkapan.
Dinas Perikanan dan
Primer dan
Skala usaha dan team penangkapan
Jumlah, ukuran alat tangkap gillnet dan
Kelautan.
Sekunder.
Ikan.
armada tangkap.
PPP.
Daerah penangkapan ikan.
Pendapatan dan kondisi sosial dan
TPI.
Perekonomian nelayan dan
jumlah nelayan.
Nelayan.
pemasaran.
3.
Sifat Data
Rencana jangka pendek dan jangka
KUD Mina. •
panjang dalam pengembanga n perikanan tangkap.
Upaya dalam rangka pelestarian sumberdaya perikanan
•
Upaya untuk menigkatkan
•
PEMDA
•
Dinas Perikanan
Sekunder.
dan Kelautan.
pendapatan dan syarat hidup nelayan dan daerah •
Upaya pengembangan perikanan tangkap gillnet.
29 29
3.4.3 Analisis produktivitas gillnet Analisis produktivitas gillnet digunakan untuk mengetahui produktivitas dari
unit
penangkapan gillnet yang digunakan, terkait dengan potensi sumberdaya perikanan yang ada di wilayah perairan tersebut.
Penilaian produktivitas gillnet dilakukan dengan penilaian hasil
tangkapan gillnet per upaya penangkapan. Data yang diperlukan berupa data hasil tangkapan (catch) gillnet dan upaya penangkapan (effort) (Syamsuddin, 1995).
3.4.4 Analisis penanganan dan pengolahan Analisis penanganan dan pengolahan di tempat penelitianan dilakukan pengamatan secara langsung proses penanganan dan pengolahan hasil perikanan.
3.4.5 Analisis pemasaran Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dan hasil tangkapan yang didaratkan.
Analisis pemasaran dapat dijelaskan secara deskriptif, dengan
mengamati dan melakukan wawancara terhadap pedagang pengumpul pada saat pelelangan ikan. Kriteria yang digunakan adalah sesuai dengan permintaan pasar, dimana alat penangkapan ikan gillnet menguntungkan secara teknis dan ekonomis apabila alat tangkap gillnet tersebut mampu manghasilkan hasil tangkapan yang sesuai dengan keinginan masyarakat sebagai konsumen (bernilai ekonomis tinggi). Kriteria yang sesuai dengan permintaan pasar ini dinilai dari harga dan jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan dari alat tangkap gillnet yang digunakan.
3.4.6 Analisis ekonomi dan finansial Analisis aspek ekonomi dan finansial dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomi dan finansial dari kegiatan penangkapan yang dilakukan. Kriteria yang digunakan dalam penilaian secara ekonomi yaitu : Meningkatkan wirausaha dan investasi : Kemudahan dalam melakukan investasi pada alat tangkap gillnet serta biaya investasi yang tidak terlalu tinggi dan kemudahan perijinan akan memancing para wirausaha dan investor untuk menanamkan modalnya.
Kriteria ini dinilai
berdasarkan biaya investasi, biaya operasi, biaya perawatan serta serta perijinannya.
30
Peningkatan pendapatan daerah : Alat tangkap gillnet dikatakan bernilai teknis dan ekonomis tinggi, salah satunya dilihat dari kemampuan penyerapan tenaga kerja, mendatangkan keuntungan yang besar bagi daerah serta berwawasan lingkungan sehingga usaha ini dapat berkelanjutan. Peningkatan kesejahteraan nelayan : Alat tangkap gillnet membantu nelayan memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para nelayan. Analisis keuntungan usaha dilakukan dengan menghitung keuntungan melalui analisis ekonomi dan finansial (BEP, net B/C, NPV dan IRR). 3.4.7 Analisis komponen penunjang perikanan gillnet Analisis Komponen penunjang perikanan gillnet terdiri dari tempat pelelangan ikan (TPI), perusahaan perikanan, lembaga keuangan, koperasi unit desa (KUD), Pemerintah daerah Kabupaten (Pemda) Serang, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang serta kebijakan perikanan tangkap Kabupaten Serang. 3.4.8 Analisis kebijakan dan kelembagaan (pengembangan) Analisis kebijakan dan kelembagaan (pengembangan) dilakukan untuk menentukan alternatif pengembangan perikanan gillnet yang sesuai di Perairan Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten. Pada analisis kebijakan dan kelambagaan digunakan metode SWOT untuk pembangkitan strategi pengembangan perikanan gillnet, selanjutnya untuk pemilihan prioritas strategi pengembangan perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten dengan menggunakan metode AHP.
31
Pengembangan Perikanan Gillnet
Nelayan
Pengolah Ikan
Biologi (Potensi dan produktivitas)
Pedagang
PEMDA
Teknik
Ekonomi
Dinas Perikanan dan Kelautan
PPP dan TPI
Penanganan dan pengolahan
Pemasaran
32
Gambar 3. Skema analisis pengembangan perikanan gillnet dengan metode AHP.
32
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Kondisi geofisik, wilayah dan kependudukan Kabupaten Serang merupakan salah satu dari enam daerah kabupaten/kota di Provinsi Banten, terletak di
ujung barat utara Pulau Jawa dan merupakan pintu
gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa. Luas wilayah Kabupaten Serang secara administratif tercatat 170.341.25 hektar yang terbagi atas 32 wilayah kecamatan dan 349 desa serta 20 kelurahan. Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, dengan luas 70,78 ha dengan jumlah penduduk 730.012 jiwa (37.231 jiwa laki- laki dan 35.781 jiwa wanita) (BPS Kabupaten Serang, 2004). Peta Kabupaten Serang termasuk didalamnya pantai berserta batas-batasnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
4.1.2 Kondisi dan potensi ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Serang pada tahun 1997 mencapai 4,32 persen. Menurun dratis pada tahun 1998 menjadi 1,42 persen dan meningkat kembali pada tahun 1999 menjadi 2,56 persen sedangkan pada tahun 2003 meningkat lagi menjadi 5,21 persen (BPS Kabupaten Serang, 2004). Untuk mengembangkan potensi ekonomi daerah, Kabupaten Serang dibagi dalam 5 wilayah pembangunan yaitu : wilayah pembangunan Serang barat, tengah, selatan, utara, dan timur. Wilayah pembangunan Serang tengah meliputi Kecamatan Serang, Cipocok Jaya, Taktakan, Kasemen dan Kramatwatu. Arahan pengembangan wilayah pembangunan wilayah, pembangunan Serang tengah sebagai pembangunan pusat pemerintahan, perkotaan dan perumahan, pembangunan pusat perdagangan dan jasa, pengembangan lahan basah dan lahan kering serta perikanan di pesisir pantai utara, serta sebagai pengembangan kawasan Banten Lama sebagai kawasan pariwisata, kepurbakalan dan pelabuhan perikanan.
33
Dilihat dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir/ pantai memiliki hubungan dengan sektor lain seperti industri dan pariwisata. Ini berarti daerah pantai yang menjadi kawasan perikanan diduga akan terkena dampak akibat aktivitas dari sektor lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4.1.3 Kondisi sarana dan prasarana Kabupaten Serang memiliki lembaga perdagangan dan penunjang kegiatan ekonomi yaitu : 9 buah pasar Swalayan , 17 buah pasar Pemda, 54 buah pasar desa dan 11 buah tempat pelelangan ikan (TPI). Untuk memperlancar arus transpotasi di Kabupaten Serang telah terbangun jaringan jalan yang terdiri atas jalan negara sepanjang 42,35 km, jalan propinsi sepanjang 128,03 km dan jalan kabupaten sepanjang 986,60 km. Jalan tol yang berada didalam wilayah Kabupaten Serang panjangnya 26,92 km. Jalan tol merupakan akses yang cepat untuk mempermudah kegiatan pemasaran hasil usaha menuju ibu kota Jakarta (BPS Kabupaten Serang, 2004). Pendidikan
merupakan
sarana
untuk
mencerdaskan
masyarakat
dan
meningkatkan kemampuan/ keterampilan serta pola pikir. Keberadaan bangunan sekolah di Kecamatan Kasemen 41 SD dan 1 SMU (BPS Kabupaten Serang, 2004). Untuk melanjutkan pendidikannya maka anak tersebut harus bersekolah di kecamatan lain atau di kota Serang yang memiliki sekolah lanjutan lain. Sedangkan keberadaan madrasah atau sekolah sederajat di Kecamatan Kasemen terdiri dari 26 madrasah diniyah, satu madrasah ibtidaiyah dan dua madrasah tsanawiyah serta terdapat satu madrasah aliyah (BPS Kabupaten Serang, 2004). Tercatat bahwa keberadaan sekolah sederajat (madrasah) menengah dan tingkat atas di Kabupaten Serang lebih banyak dari pada sekolah umum. Masyarakat nelayan di Karangantu, Kecamatan Kasemen sebagian besar tidak melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi dari sekolah dasar (SD atau sederajat). Dengan demikian maka terlihat bahwa kehidupan sosial khususnya tingkat pendidikan dari masyarakat nelayan dapat dikatakan rendah. Hal ini akan dapat berdampak pada kemampuan berfikir sehingga nelayan akan sulit untuk menerima dan menyerap informasi dari pemerintah, misalnya dalam bentuk transfer teknologi.
34
Selain itu sumberdaya manusia perikanan yang berkualitas akan sulit untuk dijumpai mengingat sekolah yang tersedia sangat terbatas. Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) merupakan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Jumlah puskesmas yang tercatat di Kecamatan Pantai Kasemen, Karangantu memiliki 2 puskesmas dan 2 puskesmas pembantu (BPS Kabupaten 2004).
Tingkat kesehatan masyarakat di tujuh kecamatan pantai
Kabupaten Serang sangat kurang.
Hal ini terlihat dari jumlah pusat pelayanan
kesehatan yang sedikit. Kondisi ini diperparah dari lingkungan nelayan yang kurang memperhatikan standar hidup sehat seperti fasilitas MCK. Agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Kabupaten Serang adalah Agama Islam. Penduduk Kabupaten Serang merupakan penduduk yang agamis dan nuansa keagamaan terasa kental yang tercermin dari jumlah pesantren dan masjid / sarana peribadatan lainnya. Kecamatan Kasemen memiliki 12 buah pesantren, 90 masjid, 5 buah musholah dan 67 langgar (BPS Kabupaten Serang, 2004).
4.2 Keadaan Umum Perairan dan Perikanan Tangkap Daerah Penelitian Usaha perikanan di Kabupaten Serang terdiri atas perikanan tangkap, perikanan budidaya air tawar dan payau serta pengolahan ikan. Usaha perikanan tangkap di Kabupaten Serang pada tahun 2004 meliputi 8 wilayah kecamatan yaitu meliputi Kecamatan Tirtayasa, Pontang, Kasemen, Kramatwatu, Bojonegara, Pulo Merak, Anyer dan Cinangka.
Seiring dengan terbentuknya Kota Administratif
Cilegon, maka Pulo Merak yang tadinya berada dalam wilayah di Kabupaten Serang kini masuk menjadi ke dalam wilayah Kota Cilegon. Sedangkan Kabupaten Serang pun melakukan pemekaran wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Puloampel. Saat ini Kabupaten Serang memiliki 32 Kecamatan yang beberapa diantaranya mempunyai usaha perikanan. Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 mengenai perikanan, definisi dari penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat/cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal atau memuat, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Kecamatan di Kabupaten Serang yang memiliki
35
usaha perikanan tangkap, terletak di Pantai Utara Jawa yaitu Kecamatan Tirtayasa, Pontang, Kasemen, Pulo Merak, Kramatwatu, Puloampel dan Bojonegara dan kecamatan yang terletak di Pantai Barat Kabupaten Serang yaitu Kecamatan Anyer dan Cinangka. Di perairan Kabupaten Serang banyak ditemukan padang lamun (seagrass) yang tumbuh pada perairan yang dangkal dengan dasar berpasir. Pada beberapa tahun terakhir ini pada perairan ini dilakukan kegiatan budidaya rumput laut. Pada beberapa kegiatan yang diperkirakan berpengaruh langsung ataupun tidak langsung pada kelestarian Teluk Banten. Kegiatan dimaksud antara lain adalah penimbunan wilayah pantai, pengambilan tanah di bukit-bukit sekitar pantai dan pasir laut, penebangan hutan bakau dan pembangunan pabrik. Kegiatan perikanan tangkap di perairan pantai karangantu adalah kegiatan perikanan rakyat yang sebelum mengarah kepada industri perikanan. Alat tangkap yang digunakan tergolong sederhana dan relatif berukuran kecil. Hasil tangkapan umumnya hanya dipisahkan untuk pasar lokal kecuali untuk beberapa komoditi seperti udang dan rajungan umumnya dipasarkan ke Bogor dan Jakarta. Alat tangkap yang paling dominan, efektif dan efisien di perairan Karangantu adalah gillnet, adapun perincian masing- masing alat tangkap adalah 68 unit gillnet , 32 unit payang, 6 pancing- ulur, 40 bagan dan 6 alat tangkap lain (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005).
4.3 Potensi Sumberdaya Perikanan (SdP) dan Tingkat Pemanfaatan Salah satu metode analisis potensi sumberdaya perikanan adalah model surplus produksi linier dari graham-Schaefer yang didasarkan pada beberapa sifat khusus, antara lain bahwa penurunan hasil tangkapan per satuan upaya (Catch Per Unit Effort , CPUE) terhadap upaya penangkapan (effort) mengikuti program regresi linier serta hubungan antara hasil tangkapan (yield) dan biomass berbentuk parabola yang simetris dengan titik puncak pada tingkat biomass sebesar Boo/2. Asumsi dasarnya adalah bahwa catch per effort kebanyakan konstan dan dapat dihubungkan dengan ukuran stok, metode ini paling umum digunakan untuk membuat
36
perbandingan dari tahun ke tahun sebagai bagian dari program monitoring (Sparre and Venema, 1992). Tingkat pemanfaatan dapat diukur dengan membandingkan hasil tangkapan (catch) dengan potensi lestari (Maximum susteinable Yield, MSY) yang di dapatkan melalui analisis surplus produksi. Untuk meramal suatu variabel yang akan datang harus memperlihatkan dan mempelajari sifat dan perkembangan dari variabel tersebut di waktu yang lalu. Salah satu metode untuk meramalkan variabel adalah dengan metode proyeksi trend dengan regresi metode grafik (Syamsuddin, 1995).
4.4 Daerah Penangkapan Ikan (DPI) Daerah penangkapan atau fishing ground adalah suatu wilayah perairan yang merupakan tempat ikan biasa berkumpul dan di tempat inilah nelayan menangkap ikan. Daerah penangkapan dapat dikatakan menguntungkan jika sumberdaya perikanan yang ada di dalamnya tersedia cukup tinggi, stoknya mudah tumbuh dan berkembang serta dapat diketahui musim dan daerah penyebaran/pergerakannya. Pengetahuan tentang lokasi sumberdaya ikan memegang peranan yang penting dalam menangkap ikan. Daerah penangkapan ikan hendaknya memiliki kekhususan dan keistimewaan
tersendiri
yang
memungkinkan
berbagai
kemudahan,
seperti
kemudahan bagi pengoperasian alat tangkap, kemudahan bagi para nelayan untuk bekerja serta kemudahan lainnya (Gunarso, 1996 yang diacu dalam Sasmita, 1997). Penentuan daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan-nelayan di Karangantu umumnya masih berpedoman pada faktor- faktor alam. Nelayan masih menggunakan sederhana seperti adanya burung yang terbang di atas perairan atau riak di air yang menandakan adanya ikan di kolom perairan laut itu. Dengan hanya mengandalkan sebatas pengetahuan tradisional ini maka nelayan yang beroperasi menangkap ikan berada dalam keadaan berburu atau pergi dengan tujuan mencari yang tidak pasti letaknya. Akan tetapi karena tingkah laku ikan yang sudah diketahui nelayan yaitu dimana ikan memijah dan dimana ikan biasa berkelompok mencari makan maka hal ini dapat digunakan nelayan dalam menentukan posisi ikan.
37
Daerah yang menjadi tujuan penangkapan ikan di Karangantu, Kecamatan Kasemen yang terletak di sebelah utara Kabupaten Serang yang posisi geografisnya di Teluk Banten, maka wilayah yang menjadi daerah penangkapan ikan bagi nelayan tersebut adalah di perairan pulau-pulau sekitar Teluk Banten yaitu Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Dua dan bahkan sampai Pulau Tunda. Akan tetapi bagi nelayan yang beroperasi dengan armada penangkapan yang besar maka daerah penangkapan dapat mencapai Pulau Sumatera. Peta daerah penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 2. Sumber perikanan yang tersebar di perairan Karangantu antara lain ikan teri dan udang jerbung banyak terdapat di sekitar Teluk Banten. Sedangkan ikan kurisi, tongkol, lemuru, layang, tembang, kembung, dan selar banyak terdapat di Selat Sunda dan di sekitar bagian luar Teluk Banten.
4.5 Intensitas dan Musim Penangkapan Ikan Intensitas penangkapan ikan oleh nelayan sangat dipengaruhi oleh keadaan musim angin dan waktu penangkapan ikan dilakukan hampir setiap hari, kecuali hari Jum’at, yaitu berkisar 245 trip/tahun (waktu per upaya penangkapan adalah satu hari, nelayan pulang setiap hari). Pada saat bertiup angin utara (musim utara) yaitu pada bulan Januari hingga Maret, biasa disebut oleh nelayan musim paceklik, karena hasil tangkapan rata-rata sedikit bahkan tidak jarang pulang dengan tidak membawa hasil tangkapan, serta biasanya pada musim ini disertai angin kencang dan gelombang tinggi yang dapat membahayakan nelayan, biasanya hasil tangkapannya hanya sekitar 15% dari jumlah hasil tangkapan rata-rata dalam setahun, walupun upaya tangkapannya cukup besar yaitu 82 trip/tahun.
Pada bulan April hingga bulan
Agustus, angin bertiup dari arah timur (musim timur) hasil tangkapan nelayan meningkat tajam, yaitu berkisar 62% dan rata-rata upaya penangkapannya mencapai 108 trip/tahun. Sedangkan pada Bulan September hingga Desember, angin bertiup dari arah barat biasanya disebut angin barat (musim barat) dan hasil tangkapannya cukup besar (biasa disebut musim biasa) dengan hasil tangkapan rata-rata 23% dengan rata-rata upaya tangkapannya sebesar 55 trip/tahun.
38
4.6 Perikanan Gillnet 4.6.1 Kapal/perahu perikanan Kapal/perahu yang digunakan untuk usaha penangkapan ikan umumnya adalah perahu motor tempel yang berukuran kecil dan panjang sekitar 8 meter, sedangkan kapal motor (in board) digunakan sebagai alat pengangkut untuk mendaratkan hasil tangkapan bagan. Rincian jumlah kapal/perahu yang beroperasi di perairan pantai Karangantu adalah sebagai berikut (Tabel 3) : Tabel 3. Jumlah armada penangkapan ikan gillnet di Perairan Karangantu Serang, Tahun 1999-2004 Tahun
Perahu Tanpa
Perahu Motor
Kapal Motor
Jumlah
Motor
Tempel
1999
-
16
-
16
2000
-
16
-
16
2001
-
17
-
17
2002
-
25
-
25
2003
-
33
3
36
2004
-
23
8
34
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005. Daya tahan kapal kurang lebih 10 tahun dan daya tahan mesin kurang lebih 6 tahun (menurut biasanya, nelayan Karangantu), daya tahan kapal dan mesin tergantung dari perawatan dan pemakaian dari masing- masing nelayan. Pada kapal yang digunakan nelayan Perairan Karangantu mempunyai dua buah katir yang terbuat dari bahan bambu dan dua buah kayu yang diikat dengan menggunakan tali tambang, fungsi katir pada kapal adalah sebagai penyeimbang kapal, agar pada saat gelombang besar kapal tidak oleng.
Pada kapal juga terdapat bendera sebagai identitas kapal
yang diikat pada bambu setinggi 2 m.
4.6.2 Alat tangkap gillnet Jumlah dan jenis alat tangkap yang dioperasikan di Karangantu adalah sebagai berikut (Tabel 4) :
39
Tabel 4. Jumlah nelayan dan alat tangkap gillnet Karangantu, Tahun 1999-2004 Tahun
Jumlah Nelayan
Jumlah Alat Tangkap
RTP
RTBP
Jumlah
Gillnet
(Orang)
(Orang)
(Orang)
(Unit)
1999
16
42
58
68
2000
15
37
52
68
2001
15
40
55
68
2002
22
65
87
76
2003
33
97
130
68
2004
27
95
102
61
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005. Jenis bahan gillnet, yaitu gillnet multifillment (jaring silir) maupun gillnet monofillament (jaring rampus), data yang ada tidak secara terpisah tersedia di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang maupun di PPP Karangantu. Perbedaan jenis gillnet yang digunakan tersebut selain bahan jaring, juga ukuran tinggi jaring yang digunakan dan penempatan jaring serta cara pengoperasiannya, untuk jaring silir, memiliki tinggi 3 kali lebih tinggi dari pada jaring rampus serta ada juga jenis gillnet dasar (jaring ciker) yang pengoperasiannya di dasar perairan.
Adapun
pengoperasiannya, jaring silir dilakukan secara pasif (tidak ditarik), sedangkan jaring rampus dapat dilakukan secara aktif yaitu dengan cara jaring ditarik melingkar. Untuk penempatan jaring rampus dan jaring silir, sama-sama dapat dilakukan di permukaan atau ditengah perairan laut. Dalam satu kapal/perahu perikanan gillnet umumnya memiliki 1-2 jenis jaring, yaitu jaring silir, jaring rampus dan jaring ciker penggunaanya tergantung dari daerah dan musim penangkapan. Adapun jenis jaring kejer biasanya termasuk jenis jaring trammel net dan pengoperasiannya di dasar perairan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sama yaitu sekitar 3550 km dari fishing base. Nelayan biasanya mempunyai kedua jenis gillnet tersebut.
40
Tabel 5. Jenis-jenis nama jaring gillnet (data terbanyak) yang digunakan di Karangantu
Jenis Gillnet (Nama Daerah)
X1 Ukuran Mesh Perimeter (Inci)
Gilnet
4
Silir
2.5
Rampus
2
Ciker
1.5
Jenis Gillnet (Nama Daerah)
Fishing Ground
Bahan Jaring
Gilnet
Perairan Selat Sunda
Monofillament (Tansi)
Sebelah Utara P.Tunda Antara P. Dua dan P. Tunda Perairan Pantai
Multifillament (Nylon) Monofillament (Tansi) Monofillament (Tansi)
Silir Rampus Ciker
X2 Ukuran Jaring (m) Luas (m2 ) 24 x 800m (19200 m2 ) 13 x 800m (12400 m2 ) 6 x 800m (6400m2 ) 6 x 400m (2400 m2 )
X3 Ukuran Mesin (PK)
X4 Ukuran Kapal (GT)
X5 Jumlah Nelayan (Orang)
X6 Kebutuhan BBM (Liter)
X7 Biaya Operasi (Rp. ribu/Trip)
20
3
5
13.3
200
86.5
18
4
4
8.3
100
62.2
16
4
3
8.3
80
38.4
12
2
2
6.3
70
17.6
Target Tangkapan
Harga Jaring/set (Rp. ribu)
Jumlah Investasi Awal Total (Rp. juta)
Ukuran Hasil Tangkapan
Cara Operasi dan Lokasi
Jumlah Kapal (Total : 34)
10.000
38
Sedang
Pasif, Permukaan
1
4800
31
Kecil-Sedang
Pasif, Permukaan
9
Kembung
1600
26
Kecil-Sedang
Belanak
600
16.5
Kecil
Tongkol, Tenggiri dan Kembung Kembung dan Tongkol
Pasif/Aktif Permukaan Pasif, Permukaan hingga dasar
Y Produksi Rata-rata/trip(Kg)
14 10
41 36
Ketika melaut nelayan membawa semua gillnet (biasanya nelayan memiliki 1-2 jenis jaring gillnet) yang dimilikinya dan mengoperasikan gillnet sesuai dengan kondisi fishing ground. Apabila sedang musim ikan pelagis maka nelayan akan mengoperasikan gillnet multifillament (jaring silir) dan bila sedang musim ikan demersal maka nelayan akan mengoperasikan gillnet monofillament (jaring
ciker)
lokasi
penangkapannya
pada
perairan
pantai,
apabila
mengoperasikan secara aktif degunakan bahan jaring monofillament (jaring rampus) serta jaring monofillament dengan jumlah jaring yang lebih banyak (lebih luas) pada perairan yang lebih jauh (jaring gilnet) yaitu di Perairan Selat Sunda, adapun lokasi penangkapannnya jaring silir dan jaring rampus diantara Perairan Pulau Dua dan Pulau Tunda, sedangkan kapal/perahu yang digunakan yaitu kapal motor tempel (out board) dan kapal mitor (in board) dengan kekuatan 8-20 PK dan dengan ukuran kapal 2-4 GT.
Saat ini sudah ada yang mengganti mesin
motor kapal/perahunya dengan kapal motor (in board) dengan alasan keamanan, baik dari pencuri maupun dari bersenggolan dengan kapal/perahu lain. Gillnet mutifillament biasanya terbuat dari bahan nylon multifillament no. 60-80, dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2,5 inci dan untuk gillnet monofillament, terbuat dari bahan senar (tansi) dengan mess size jaring 1,5-4 inci. Satu unit jaring ciker yang biasa digunakan nelayan adalah panjang 400 m dan lebar (tinggi) 6 meter. Tahap pengoperasian gillnet terdiri atas penurunan jaring (setting), drifting dan penarikan jaring (hauling).
Setelah kapal sampai pada
fishing ground sekitar 1, 3 dan 6 jam, kecepatan kapal dikurangi dan dua orang pendega mulai menurunkan jaring. Biasanya setting dimulai pada pukul 5-6 sore. Setting dilakukan dari lambung kiri kapal yang dimulai dengan penurunan pelampung tanda dan pemberat pertama, kemudian dilanjutkan dengan penurunan pelampung, badan jaring, pemberat, pelampung tanda dan diakhiri dengan pemberat terakhir.
Setelah semuanya diturunkan ke laut tali selembar yang
terhubung dengan tali ris atas diikat pada bagian haluan kapal, lalu mesin kapal dimatikan dan melakukan drifting selama 1 sampai 6 jam. Pada saat penarikan jaring (hauling), tali yang menghubungkan kapal dengan gillnet dilepas dan haluan kapal diputar agar posisi alat tangkap ada di sebelah kiri lambung kapal dan mesin kapal dimatikan. Pertama-tama nelayan
42
menarik pemberat dan pelampung tanda, kemudian diikuti dengan penarikan pelampung, benda jaring dan pemberat.
Apabila terdapat ikan yang terjerat,
penarikan dihentikan sesaat atau jaring ditarik perlahan untuk mengambil hasil tangkapan tersebut.
Ikan- ikan yang didapat langsung dipisahkan menurut
jenisnya di atas kapal. Proses hauling diakhiri dengan penarikan pelampung tanda dan pemberat yang pertama kali diturunkan. Pada saat hauling jaring ditarik sekaligus disusun untuk setting (tawur) berikutnya biasanya dilakukan 2-6 kali tergatung musim dan arus angin.
Adapun daya tahan rata-rata jaring gillnet
adalah 3 (tiga) tahun. Daerah penangkapan (fishing ground) dari keempat jenis gillnet berbedabeda. Fishing ground untuk gillnet gilnet adalah didaerah Perairan Selat Sunda, untuk gillnet silir di daerah perairan sebelah utara Pulau Tunda, gillnet rampus di daerah perairan antara Pulau Dua dan Pulau Tunda, sedangkan untuk gillnet ciker di daerah Perairan Pantai Karangangantu hingga Pulau Dua. Target penangkapan ikan untuk gillnet gilnet adalah jenis-jenis ikan pelagis ukuran sedang, yaitu ikan tongkol, tenggiri dan kembung, untuk gillnet silir adalah jenis-jenis ikan pelagis kecil hingga sedang, yaitu ikan kembung dan tongkol, untuk gillnet rampus adalah jenis ikan pelagis ukuran kecil-sedang yaitu ikan kembung, sedangkan gillnet ciker adalah jenis ikan demersal yaitu ikan belanak. Adapun jenis-jenis hasil tangkapan sampingan (HTS) adalah ikan kurisi, layur, layang, udang dan lain- lain. Jumlah investasi awal untuk masing- masing gillnet berbeda-beda menurut keempat jenis gillnet yang digunakan. Untuk jenis gillnet gilnet investasi awalnya sebesar Rp. 38.000.000,- (dengan harga jaring gilnet sebesat Rp. 10.000.000,-, dengan ukuran jaring umumnya 24x800 meter), untuk jenis gillnet silir invetasi awalnya sebesar Rp.31.000.000,- (dengan harga jaring silir sebesar Rp. 4.800.000,-, dengan ukuran jaring umumnya 13x800 meter), untuk jenis gillnet rampus investasi awalnya sebesar Rp. 26.000.000,- (dengan harga jaring rampus sebesar Rp. 1.600.000,-, dengan ukuran jaring umumnya 6x800 meter), sedangkan untuk jenis gillnet ciker dengan investasi awalnya sebesar Rp. 16.500.000,dengan harga jaring ciker sebesar Rp. 600.000,- (dengan ukuran jaring sebesar 6x400 meter).
43
Gambar 4. Gillnet multifillament yang digunakan di Karangantu
(Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005).
Gambar 5. Gillnet monofillament yang digunakan di Karangantu (Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005).
44
4.6.3 Nelayan Nelayan terdiri dari nelayan tetap, nelayan sambilan dan nelayan pendatang. Perincian jumlah nelayan di Karangantu adalah sebagai berikut : Tabel 6. Perincian jumlah nelayan di Karangantu Serang, Tahun 1999-2004 Tahun
Nelayan Tetap
Sambilan
Pendatang
Jumlah
(Orang)
(Orang)
(Orang)
(Orang)
1999
48
10
-
58
2000
48
4
-
52
2001
51
4
-
55
2002
75
12
-
87
2003
108
22
-
130
2004
93
9
-
102
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005. Nelayan Karangantu mayoritas Agama Islam dan sebagian besar adalah Suku Banten, dan semua nelayan gillnet adalah nelayan setempat dan tidak ada yang sebagai pendatang, sedangkan nelayan lain ada yang pendatang berasal dari Cirebon, Lampung dan Bugis. Bahasa yang biasa dipakai dalam percakapan sehari- hari adalah campuran antara Jawa dan Sunda. Sebagian besar berprofesi sebagai nelayan buruh. Daerah pemukiman nelayan biasanya terletak tidak jauh dari wilayah penangkapan atau di sepanjang pesisir pantai. Umumnya mereka hidup mengelompok berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan dalam beroperasi dan kegiatan usaha perikanan yang dilakukan di daerah Kasemen, Karangantu, nelayan gillnet bermukiman di sekitar TPI yaitu di sepanjang Sungai Cengkok, dan di sepanjang jalan menuju TPI Karangantu dan di sekitar tempat pengolah ikan asin. Ikan didaratkan di tempat pelelangan ikan dan dan ada yang tidak, akan tetapi ada pula nelayan yang mendaratkan ikan di Kasemen sedangkan tempat tinggalnya di Kecamatan Pontang. Nelayan pemilik (RTP) yang ikut bersama dan
satu atau dua orang
nelayan buruh (ABK/RTBP). Pada saat alat tangkap mulai dioperasikan pembagian tugas ini tidak terlalu berfungsi, karena nelayan bekerja sama dan saling melengkapi satu sama lain. Nelayan pemilik ada yang memiliki lebih dari
45
satu kapal/perahu serta seluruh RTP adalah nelayan tetap, tetapi RTBP ada yang sebagai nelayan tetap dan ada juga yang sebagai nelayan sampingan. Sistem bagi hasil antara nelayan pemilik dan buruh adalah 50%-50%, dimana nelayan pemilik mendapat 50% dan nelayan buruh masing- masing mendapatkan 25% bila nelayan pemilik memperkerjakan dua orang nelayan buruh. Sistem bagi hasil ini dilakukan setelah hasil tangkapan dilelang di TPI atau di tempat pendaratan lain. Biaya untuk operasi penangkapan ikan seluruhnya ditanggung oleh pemilik kapal dan hasil akhir dikurangi dengan biaya operasi tersebut.
4.6.4 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan Berdasarkan data yang diperoleh dari dinas perikanan dan kelautan Kabupaten Serang, diketahui bahwa produksi hasil tangkapan dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Tabel 7 menyajikan volume produksi dan nilai produksi selama kurun waktu tahun 1999-2004. Tabel Tahun
7.Volume dan nilai produksi hasil tangkapan gillnet di Karangantu, Tahun 1999-2004 Produksi (ton) Perkembangan Nilai Produksi Harga rata-rata Produksi (%)
(Rupiah)
(Rupiah)
1999
841,26
-
2.089.689
2.484
2000
823,45
-2,12
2.059.448
2.501
2001
815,16
-1,00
2.791.923
3.425
2002
618,22
-24,2
2.665.146
4.311
2003
366,63
-40,7
2.236.810
6.101
2004
364,29
-0,64
3.117.311
8.590
Sumber : Dinas Perikanan dan Kekautan Kabupaten Serang, 2005. Tingkat penurunan yang signifikan terjadi pada tahun 2003 dengan perkembangan produksi mencapai 40.7 % dan penurunan paling kecil terjadi pada tahun 2004 yaitu 0,64% dibandingkan tahun sebelumnya.
Perkembangan
produksi ikan sebagaimana terlihat pada Tabel 7 dari tahun ketahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 1999 hingga tahun 2001 produksi tangkapan ikan mengalami penurunan dari 841,26 ton menurun menjadi 815,16 ton. Akan tetapi pada dua tahun berturut-turut kemudian, produksi tangkapan mengalami
46
penurunan yangsangat signifikan menjadi 618,22 ton dan 366,63 ton yaitu di tahun 2002 dan 2003. sedangkan ditahun 2003 kembali terjadi penurunan produksi yang tidak begitu tajam yaitu menjadi 364,29 ton.
Penurunan hasil
tangkapan ikan di Karangantu lebih dikarenakan musim ikan dan terjadinya depresi stok ikan, selain itu berubahnya musim ikan setiap tahun yang mungkin diakibatkan oleh perubahan iklim global menyebabkan hasil tangkapan pun semakin berkurang. Nilai hasil produksi dari tahun ke tahun cenderung menaik. Penurunan jumlah produksi ternyata tidak diiringi oleh penurunan nilai produksi. Hal itu disebabkan karena harga ikan tidak tetap yaitu setiap waktu dapat berubah. Apalagi dengan adanya krisis moneter di negara ini membuat semua harga naik tidak terkecuali harga ikan. Terlihat bahwa terjadi peningkatan mulai dari tahun 2000 dan puncaknya yaitu di tahun 2004 dengan nilai produksi Rp. 3.117.311.000,00.
4.7 Analisis Produksi Cobb-Douglas Dari pengolahan data, analisis proses produksi metode Cobb-Douglas dengan menggunakan Software Minitab (seperti terlihat pada Lampiran 7) dihasilkan keragaman data dapat dijelaskan untuk model regresi dan sisanya oleh faktor lain (R-Square = 83.3%) Faktor- faktor yang mempengaruhi perikanan gillnet di Karangantu (7 faktor, yaitu mesh perimeter (inci), ukuran luas jaring (m2), ukuran mesin (PK), ukuran kapal (GT), jumlah nelayan ABK (orang), konsumsi BBM (liter) dan biaya operasi/trip yang paling berpengaruh adalah faktor ukuran luas jaring (m2 ) dengan tingkat kepercayaan 95% (P=0.021>α, α=0.05). Adapun persamaan matematis (model) yang didapat dari penelitian ini adalah : Y = 0.31 - 0.04 X1 + 0.783 X2 + 0.173 X3 - 0.453 X4 + 0.057 X5 + 0.83 X6 – 0.4719 X7.
Dengan nilai F hitung lebih dengan selang kepercayaan 90% (α = 0,10), berarti ketujuh faktor memepengaruhi produksi perikanan gillnet.
Intersep
(konstanta bernilai positif 0.31, berarti titik potong garis regresi terletak pada sumbu y positif).
Pada usaha perikanan gillnet di Perairan Karangantu,
47
berdasarkan uji F dapat dikatakan perubahan produksi Y, disebabkan oleh ketujuh faktor tersebut. Dilihat dari koefisien determinasi (square-R = 83,3%) berarti faktor- faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi produksi perikanan gillnet sebesar 83.3% dan sisanya (16.7%) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam model, seperti musim, keterampilan nelayan, kondisi perairan daerah penangkapan dan potensi sumberdaya ikan yang ada. Berdasarkan uji t, dapat dilihat pengaruh masing- masing faktor pada tingkat kepercayaan 95% (nilai P lebih kecil dari α = 0,05) nilai X2 (ukuran jaring) berbeda nyata, sedangkan faktor lain (X1, X3, X4, X5, X6 dan X7) tidak berbeda nyata terhadap terhadap produksi perikanan gillnet (dengan P yang besar, α sekitar 40%) sehingga faktor- faktor tersebut sangat tidak berpengaruh terhadap produksi perikanan gillnet. Koefisien regresi dari faktor ukuran jaring yang digunakan adalah sebesar positif 0.783, maka setiap penambahan ukuran jaring dan faktor yang lain tidak berpengaruh (citeris paribus) maka produksi akan bertanbah 0.783 kg, dalam pengembangan perikanan gillnet terdapat faktor pembatas yaitu antara lain permodalan nelayan, teknis operasi dan terbatasnya daerah penangkapan ikan.
4.8 Analisis Perikanan Gillnet Pada Gambar 6 dan 7 terlihat perkembangan jumlah kapal perikanan gillnet di Perairan Karangantu dari tahun 1999 hingga tahun 2004 menunjukkan peningkatan, dengan jumlah 16 unit pada tahun 1999 meningkat menjadi 31 unit pada tahun 2004, kecenderungannya dengan persamaan regresi garis trend Y1 = 4,086X + 9,2 (R²= 0,791) berarti setiap tahun terjadi peningkatan jumlah kapal perikanan gillnet sebesar 4 unit/tahun dengan faktor ketepatan data 79%. Jumlah alat gillnet dari tahun 1999 hingga tahun 2004 cenderung tetap, pada tahun 1999 berjumlah 68 unit, pada tahun 61 unit, hal ini kemungkinan yang dahulunya satu alat tangkap memilki tiga sampai empat unit alat tangkap gillnet, kini hanya satu hingga dua unit alat tangkap, sedangkan kecenderungannya terlihat dengan persamaan regresi garis trend Y2 = 70,867 – 0,771X (R² = 0.09) berarti setiap
48
tahun terjadi penurunan jumlah alat tangkap gillnet sebesar 1 unit/tahun dengan faktor ketepatan data 9%.
80
Jumlah (unit)
70 60 50
kapal (unit)
40
nelayan (orang)
30
gillnet (unit)
20 10 0 1999
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Kapal (unit), Nelayan (orang), Gillnet (unit)
Gambar 6. Perkembangan unit perikanan gillnet di Karangantu.
80 y = -0,7714x + 1612,2 70 R2 = 0,0923 60 y = 0,0286x - 2,3524 2 50 R = 0,0016 40 y = 4,0857x - 8154,1 30 20
R2 = 0,7906
10 0 1998 2000 2002 2004 2006
kapal (unit) nelayan (orang) gillnet (unit) Linear (gillnet (unit)) Linear (nelayan (orang)) Linear (kapal (unit))
Tahun Gambar 7. Kecenderungan perkembangan unit perikanan gillnet di Karangantu dan persamaan regresinya.
49
Perkembangan nelayan gillnet dari tahun 1999 hingga tahun 2004 menunjukkan peningkatan, pada tahun 1999 berjumlah 58 orang, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 102 orang kecenderungannya terhat pada persamaan regresi garis trend Y3 = 0,029X + 54,733 (R²= 0.002) berarti setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah nelayan sebesar 1 orang/tahun, dengan faktor
10000 9000 8000 7000 (juta)
Prod cath (ton/th), Harga (rupiah/kg), Nilai
ketepatan data 0,2%.
6000
Prod catch (ton/th)
5000
Harga (rupiah/kg)
4000
Nilai(Juta)
3000 2000 1000 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun
Gambar 8. Perkembangan produksi hasil tangkapan, harga dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan gillnet di Karangantu.
50
Prod Cath (ton/th), Harga (rupiah/kg), Nilai (juta)
10000 8000
Prod catch (ton/th)
y = 1206,2x - 2E+06 R2 = 0,8929
Harga (rupiah/kg)
6000 Nilai(Juta)
4000 2000
y = 158,51x - 314772 R2 = 0,4768
y = -112,92x + 226650 0 R2 = 0,8715 1998 2000 2002 2004 Tahun
Linear (Harga (rupiah/kg)) Linear (Nilai(Juta))
2006
Linear (Prod catch (ton/th))
Gambar 9. Kecenderungan perkembangan produksi hasil tangkapan, harga dan nilai produksi hasil tangkapan perikanan Gillnet di Karangantu dan persamaan regresinya. Pada Gambar 8 dan 9 terlihat perkembangan produksi hasil tangkapan gillnet dari tahun 1999 hingga tahun 2004 menunjukkan penurunan, pada tahun 1999 sebesar 841,26 ton/tahun, menurun menjadi 364,29 ton/tahun pada tahun 2004, kecenderungannya terlihat pada persamaan regresi garis trend Y4 = 1056,4 – 132,07X (R²= 0.738) berarti setiap tahunnya terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 132,1 kg/tahun, dengan ketepatan data 74%. Perkembangan harga ratarata ikan di Karangantu pada tahun 1999 adalah Rp.2.484,-/kg meningkat menjadi Rp.8.590,-/kg, kecenderungannya terlihat pada persamaan regresi garis trend yaitu Y5 = 1435,8X + 22,015 (R²= 0.783), berart setiap tahun terjadi peningkatan harga sebesar Rp.1.436/kg dengan faktor ketepatan data sebesar 78%.
Sedangkan
perkembangan nilai produksi hasil perikanan meningk at walaupun jumlah produksi hasil tangkapannnya turun, hal ini dikarenakan peningkatan harga lebih besar dibanding dengan penurunan hasil tangkapannya, adapun kecenderungannya dengan persamaan regresi garis trend Y6 = 222X + 1,791 (R²= 0.579) dengan faktor ketepatan data sebesar 58%.
51
Effort (trip/th), Prod CPUE (kg/unit/th), Nilai (juta)
10000 9000 8000 7000 6000
effort (trip/th)
5000
ProdCPUE (kg/unit/th)
4000
Nilai (juta)
3000 2000 1000 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun
Effort (trip/th), Prod CPUE (kg/unit/th), Nilai (juta)
Gambar 10. Perkembangan jumlah upaya tangkapan (effort), produktivitas(CPUE) dan nilai produtivitas (CPUE) perikanan gillnet di Karangantu.
10000 9000 8000
effort (trip/th)
y = 1061,8x - 2E+06 R2 = 0,8002
ProdCPUE (kg/unit/th)
7000 Nilai (juta)
6000 5000
Linear (effort (trip/th))
4000 3000
Linear (Nilai (juta))
2000 Linear (ProdCPUE (kg/unit/th))
1000
y = -50,128x + 100798 y = -41,331x + 82859 0 RR22==0,4226 0,8893 1998 2000 2002 2004
2006
Tahun
Gambar 11. Kecenderungan perkembangan jumlah upaya tangkapan (effort), produktivitas (CPUE) dan nilai produktivitas (CPUE) perikanan gillnet di Karangantu dan persamaan regresinya.
52
Pada Gambar 10 dan 11 terlihat perkembangan upaya penangkapan (effort) perikanan gillnet dari tahun 1999 hingga 2004 menunjukkan peningkatan sebesar 1061,8 trip/tahun, pada tahun 1999 upaya penangkapannya sebesar 3.892 trip/tahun, pada tahun 2004 meningkat menjadi 7862 trip/tahun, dengan persamaan regresinya Y7 = 1061,8X + 2147,9 (R²= 0.800) dengan faktor ketepatan data 80%. Adapun produktivitas (CPUE) menunjukkan penurunan sebesar 41,33 kg/unit/tahun dengan faktor ketepatan data 88,9%, dengan persamaan regresi garis trend Y8 = 278,9 – 41,331 X (R²= 0.889). Dengan metode grafik yaitu dengan pemogaraman komputer dengan menggunakan MS. Exel, maka didapat persamaan matematis, secara keseluruhan faktor- faktor yang mempengaruhi perikanan gillnet (X) di perairan Karangantu, yaitu : -
Jumlah Kapal
:Y1 = 4,086 X + 9,2
(R² = 0,791)
-
Jumlah Gillnet
:Y2 = 70,867 – 0,771X
-
Jumlah Nelayan
:Y3 = 0,0286 X + 54,733 (R² = 0,002)
-
Produksi hasil tangkapan
:Y4 = 1056,4 – 132,07X (R² = 0,738)
-
Harga ikan rata-rata
:Y5 = 1435,8X + 22,015 (R² = 0,783)
-
Nilai produksi
:Y6 =158,51 X + 1939
-
Upaya Penangkapan (effort) :Y7 =1061,8 X + 2147,9 (R² = 0,800) *
-
Produktivitas (CPUE)
Dari
persama an
matematis
(R² = 0,092)
(R² = 0,477)
:Y8 = 278,9 X – 41,331 (R² = 0,889).*
ini
dipilih
dua
faktor- faktor
yang
mempengaruhi perikanan gillnet tersebut diatas yang memiliki R² terbesar yaitu produktivitas dan upaya penangkapan dengan R² (faktor ketepatan data 88,9% dan 80,0%). Selanjutnya untuk menentukan optimasi (nilai optimum) faktor yang mempengaruhi tersebut dengan metode Schaefer, 1968 (Sparre and Venema, 1992) dengan mengeplot data produktivitas (Catch Per Unit Effort/CPUE) dengan upaya penangkapannya (effort) seperti terlihat pada Gambar 12 dan 13, dihasilkan tingkat potensi lestari (Maximum Susteinable Yield/ MSY) sebesar 829 ton/tahun dan effort optimum sebesar 4871 trip/tahun, dengan semakin besar upaya penangkapannya
(effort)
mengakibatkan
penurunan
hasil
tangkapannya.
Menurunkan jumlah catch per unit effort gillnet yang berarti menurunnya jumlah
53
hasil tangkapan nelayan pada setiap trip penangkapan. Konsentrasi penangkapan yang padat juga akan menimbulkan gejala kepayahan potensi sumberdaya ikan (exhausted) diperairan tersebut.
Melihat trend alat tangkap gillnet yang
cenderung meningkat, yang dapat dilakukan antara lain pengaturan wilayah penangkapan
masing- masing alat, peningkatan daya jelajah dari kapal
CPUE (Produktivitas)
penangkapan, dan penambahan jumlah alat tangkap pada setiap trip.
400 CPUE
300 200 100 0 -100 0
5000
10000
15000
Effort (Upaya Penangkapan) Gambar 12. Hubungan antara produktivitas (CPUE) dengan upaya tangkapannya (effort) perikanan gillnet di Karangantu.
900.00
1999 2000
800.00
2001
700.00 2002
Catch (Produksi) (ton/tahun)
600.00 500.00 400.00
2003 2004
300.00 200.00 100.00 0.00 0.00
2000.00
4000.00
6000.00
8000.00
10000.00
Effort (Upaya Penangkapan) (trip/tahun)
Gambar
13.
Hubungan antara hasil tangkapan (produksi/ catch) dengan upaya tangkapannya (effort) perikanan gillnet di Karangantu. 4.9 Analisis Produktivitas Gillnet
54
Produktivitas alat penangkapan ikan dicerminkan oleh besarnya jumlah hasil tangkapan per jumlah unit upaya penangkapan. Tabel 8 menunjukan jumlah hasil tangkapan ikan per jumlah unit upaya tangkap (produktivitas).
Tabel 8. Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan gillnet di PPP Karangantu, Tahun 2000-2005 Tahun
Hasil Tangkapan
Upaya Tangkap
Produktivitas
(ton/tahun)
(trip/tahun)
(ton/trip)
1999
841,26
3.892
0,216
2000
823.45
3.975
0,207
2001
815,16
4.160
0,196
2002
618,22
6.245
0,099
2003
366.63
9.051
0,041
2004
364,29
7.862
0,046
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005. Produktivitas gillnet dapat dihitung dengan pembagian antara hasil tangkapan (ton/tahun) dengan upaya tangkapannya (trip/tahun atau unit/tahun). Pada Tabel 8 terlihat nilai produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 1999 sebesar 0,2162 ton/unit/tahun dan terendah pada tahun 2003 sebesar 0,04051 ton/unit/tahun. Nilai produktivitas rata-rata tahun 1999-2004 adalah sebesar 0,1342 ton/unit/tahun.
Upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2003
yaitu 9051 unit/tahun, sedangkan hasil tangkapannya rendah yaitu 366,63 ton/tahun. Dengan demikian produktivitas tidak hanya ditentukan dengan jumlah hasil tangkapanan saja, tetapi juga oleh upaya penangkapannya. Umumnya nelayan yang melakukan penangkapan ikan di Teluk Banten mendaratkan ikannya di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu.
Frekuensi
pendaratan ikan dan jumlah tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu adalah sebagai berikut (Tabel 9, 10 dan 11) :
55
Tabel 9. Jumlah trip menurut jumlah dan jenis armada penangkapan di PPP Karangantu, Tahun 2000-2004 Tahun
Kapal Motor
Perahu Motor
Jumlah
Jumlah
Tempel
Kapal/Perahu
Trip/Tahun
2000
-
16
16
3.975
2001
-
17
17
4.160
2002
-
25
25
6.245
2003
3
33
36
9.051
2004
8
23
31
7.862
*Jumlah rata-rata intensitas penangkapan = 245 trip/unit kapal/tahun Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005. Tabel 10. Volume produksi dan jenis olahan perikanan gillnet di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Tahun 2000-2004 Tahun
Total Produksi
Keadaan Produksi
(ton)
Segar (ton)
Olahan (ikan asin) (ton)
2000
823,45
329,21
496,24
2001
815,16
272,69
542,47
2002
618,22
213,40
404,82
2003
366,63
202,42
164,21
2004
364,27
207,39
157,88
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005. Tabel 11. Jenis ikan yang dominan tertangkap dengan alat tangkap gillnet di Perairan Karangantu Alat Tangkap Gillnet Kembung (Rastrelliger. spp), layang (Decapterus. spp), tembang (Sardinella. spp),
peperek
(Leiognathus. spp),
teri
(Stolephorus. spp), cumi-cumi
(Loligo. spp) dan udang (Penaeus Spp. dan Metapenaeopsis spp).
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005.
56
4.10 Analisis Penanganan dan Pengolahan Analisis penanganan dan pengolahan dilakukan secara pengamatan langsung kondisi hasil tangkapan untuk mengetahui kualitas atau mutu ikan yang didaratkan di PPP Karangantu. Berdasarkan Dewan Standarisasi Nasional (DSN) tahun 2003 yang diacu dalam Suganda, 2003), secara organoleptik ikan segar harus mempunyai karakteristik sekurang-kurangnya sebagai berikut : 1) Rupa dan warna
: bersih, warna daging spesifik jenis ikan segar
2) Bau
: segar, spesifik jenis, mempunyai bau rumput laut segar
3) Daging
: elastis, padat, dan kompak
4) Rasa
: netral agak manis Kualitas ikan pada saat didaratkan di PPP Karangantu diamati secara
visual, kebanyakan ikan yang dilelang tersebut dalam keadaan mati, akan tetapi masih dalam kondisi segar, yaitu rupa dan warnanya : bersih dan segar, berbau segar (bau rumput laut), dagingnya elastis, padat dan kompak serta rasanya netral agak manis (sesuai dengan DSN, 2003). Penagangan hasil tangkapan yang baik akan mempengaruhi mutu ikan. Jika penanganan yang dilakukan kurang baik maka mutu ikan akan menjadi rendah. Penurunan mutu ikan mulai sejak ikan diangkat dari air, oleh karena itu diperlukan beberapa penanganan sebelum ikan sampai ke tangan konsumen. Penanganan yang paling awal dimulai dari penanganan diatas kapal, penanganan di TPI, penanganan di pengumpul dan penanganan selama pengolahan. (1) Penanganan ikan di atas kapal Hasil tangkapan yang didapat biasanya langsung diletakkan diatas dek kapal dengan cara dilempar atau tidak hati- hati. Kapal yang digunakan nelayan PPP Karangantu tidak mempunyai palka sehingga pada saat melaut nelayan membawa drum/blong untuk tempat menyimpan hasil tangkapan. Nelayan yang tidak membawa drum/blong meletakkan hasil tangkapan dimana ikan terkena cahaya matahari secara langsung, karena pada umumnya nelayan melakukan kegiatan penangkapan pada siang hari. Sehubungan dengan lama trip yang dilakukan dalam penangkapan ikan, satu trip hanya satu hari (one day fishing), nelayan jarang membawa es pergi
57
melaut. Ada beberapa diantaranya membawa es berjumlah ½ hingga satu balok dengan harga per balok es yaitu Rp.12.000,00. (2) Penanganan ikan di tempat pelelangan ikan Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan PPP Karangantu tidak seluruhnya dijual melalui TPI dengan proses lelang.
Ikan yang didaratkan di TPI pada
umumnya dalam keadaan mati, segar dan ada sebagian yang cacat fisik. Penanganan ikan di TPI, yaitu dicuci dengan air yang berasal dari kolam pelabuhan karena sumber air bersih yang tersedia sangat terbatas.
Ikan yang
dilelang di TPI diletakkan di lantai gedung TPI. Hal ini sangat mempengaruhi mutu ikan karena ikan hasil tangkapan dikeluarkan dari drum/blong dengan cara dilempar ke lantai TPI. (3) Penanganan ikan di pengumpul Penanganan dengan menggunakan es dilakukan oleh bakul/pedagang pengumpul yang akan memasarkan hasil tangkapan dalam bentuk segar ke beberapa tempat baik di daerah maupun ke luar daerah Karangantu. Ikan diletakkan didalam drum atau cool box karena akan berpengaruh terhadap mutu ikan ketika sampai di tangan konsumen. (4) Penanganan selama pengolahan Pada dasarnya pengolahan ikan dapat dibedakan kedalam dua jenis, yaitu pengolahan tradisional dan pengolahan modern. Pengolahan ikan yang ada di sekitar PPP Karangantu bersifat tradisional yang merupakan lanjutan dari proses penanganan. Pengolahan tradisional relatif tidak memerlukan keterampilan khusus dengan proses produksi sederhana. Pengolahan yang dilakukan di PPP Karangantu merupakan usaha sampingan yaitu pada saat hasil tangkapan sedang melimpah sehingga tidak laku dijual dalam bentuk segar atau ketika hasil tangkapan kualitasnya rendah, kemudian diolah menjadi ikan asin.
4.11 Analisis Ekonomi dan Finansial Efisiensi teknis berhubungan dengan efisiensi dari unit penangkapan ikan, kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi teknis yaitu hemat biaya dan energi.
58
Suatu unit penangkapan dikatakan hemat biaya dan energi dinilai dari jumlah penggunaan bahan bakar dalam satu kali trip.
Bahan bakar yang
dibutuhkan untuk mengoperasikan unit gillnet biasanya solar sebanyak 8,3 liter dan oli 1,5 liter dalam satu kali trip (satu hari). Dalam sebulan biasanya jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan gillnet 21 trip/bulan. Perkiraan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM), dalam sehari-hari tidak dapat dilakukan karena kapal yang digunakan untuk mengoperasikan gillnet disesuaikan dengan musim ikan, tentunya jumlah pemakaian bahan bakar ini tergantung dari jarak yang ditempuh untuk menuju ke fishing ground. Penyediaan bahan bakar minyak dapat dipenuhi oleh SPDN Mina Bhakti. Rumus untuk menghitung konsumsi bahan bakar (Gasperzs, 1992) adalah : Konsumsi Bahan Bakar = 0.19kg/PK/jam Diketahui : Mesin yang digunakan (rata-rata)
= 15 PK
Waktu yang diperlukan (rata-rata) Volume
= 3 jam
= Massa / Berat Jenis = 0.00855 ton / (0.85 ton / m3 ) = 0.0101 m3 ~ 10.1 liter
Berdasarkan hasil perhitungan bahan bakar, pengunaan bahan bakar tergolong cukup efisien, karena seharusnya mesin membutuhkan bensin sebanyak 10,1 liter. Dalam pengoperasian alat tangkap mesin dinyalakan hanya dalam waktu tiga jam untuk satu kali trip (1 trip = 8 jam). Mesin dinyalakan hanya pada waktu menuju ke fishing ground, setting dan pada waktu kembali ke fishing base, sedangkan selebihnya mesin dimatikan (drifting). Konsumsi bahan bakar di PPP Karangantu tergolong hemat bahan bakar karena untuk mengoperasikan gillnet biasanya digunakan 8,3 liter solar. Seharusnya mesin membutuhkan solar sebanyak 10.1 liter. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang diterima nelayan pada suatu upaya penangkapan ikan.
Keuntungan diketahui melalui
biaya tetap operasi penangkapan, biaya tidak tetap operasi, volume dan nilai produksi alat tangkap gillnet. Adapun perhitungan analisis finansialnya (Lampiran 8 ) adalah :
59
*Nilai BEP Rp.10.915.000,-/unit/tahun
(Kelebihan Keuntungan dengan BEP adalah : Rp. 4.244.500,0) BEP (Volume) = 4461 Kg/unit/tahun (Kelebihan Produksi dengan BEP adalah : 1164 Kg/unit/tahun) * Nilai Net B/C = 1,54 Dari perhitungan kas arus dana (total penerimaan dan biaya dengan faktor DF (P/F) dan P/A dari Tabel faktor bunga modal, dengan asumsi discount rate saat ini rata-rata 18%/tahun maka didapat : * NPV = Rp. 54.736.293,* IRR = 74,40% Dengan nilai net B/C diatas 1, NPV bernilai positif (diatas atau sama dengan 0) dan nilai IRR diatas discount rate saat ini (diatas 18%) maka perikanan gillnet di Karangantu layak dan baik untuk dikembangkan. Aspek ekonomi juga dinilai berdasarkan kriteria-kriteria yang meliputi : (1) Meningkatkan wirausaha dan investor Berdasarkan analisis finansial diketahui biaya investasi gillnet yang dibutuhkan sebesar Rp. 26.000.000,00. Keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp. 15.159.500,00. per tahun.
(2) Evaluasi Kinerja Ekonomi Perikanan Gillnet Saat ini Evaluasi kinerja ekonomi perikanan gillnet di perairan Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten adalah dari keuntungan rata-rata untuk nelayan pemilik (RTP) adalah Rp. 15.159.500,- per tahun atau Rp. 1.263.000,- per bulan (bagian hasil 50%), diketahui bahwa upah minimum regional (UMR) Kabupaten Serang (2005) sebesar Rp. 756.000,-/bulan, dengan demikian untuk RTP nelayan perikanan gillnet melebihi nilai UMR.
Untuk nelayan buruh
perikanan gillnet dengan pembagian hasil rata-rata 20% dari hasil total, sebesar Rp. 505.000,- per bulan, jika dibandingkan dengan upah minimum buruh, Kabupaten Serang (2005) sebesar Rp. 462.500,- per bulan, maka pendapatan nelayan buruh perikanan gillnet di Perairan Karangantu, masih cukup baik. Untuk sumbangsih perikanan gillnet terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari biaya
60
lelang, retribusi dan perijinan adalah sebesar Rp. 32.266.000,- (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, 2005).
4.12 Analisis Pemasaran Analisis pemasaran (Gambar 14) dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Karangantu. Pemasaran merupakan faktor yang penting dalam bidang perikanan karena sifat dari hasil perikanan yang mudah rusak, sehingga proses pemasaran harus dilakukan secara cepat dan cermat agar mutu ikan tetap baik. Pada usaha perikanan permintaan produk terjadi mengikuti pertambahan jumlah penduduk, tingkat konsumsi ikan (kg per kapita per tahun) dan laju peningkatan ekspor. Penduduk Indonesia yang meningkat sekitar 1,9% per tahun atau sekitar 4 juta jiwa, pada tingkat konsumsi 19,6 kg/kapita/tahun berpotensi meningkatkan permintaan sekitar 78.400 ton per tahun. Peningkatan konsumsi ikan penduduk Indonesia dari 19,6 kg/kapita/tahun menjadi 26,5 kg/kapita/tahun berpotensi meningkatkan permintaan sebanyak 1,38 juta ton.
Bila tingkat
konsumsi ikan mencapai 26,5 kg/kapita/tahun maka permintaan dalam negri mencapai 5,3 juta per tahun (Nurdjana, 2000). Pada saat pelelangan ikan biasanya ikan dibeli oleh bakul ikan dan pengumpulan dari luar kota. Bakul ikan akan memasarkan ikan di sekitar daerah Karangantu lewat tani nelayan dengan cara menjual keliling ikan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang dipasarkan melalui bakul jual dalam keadaan segar dengan bantuan es curah. Tujuan pemasaran melalui bakul adalah agar ikan secepatnya sampai ketangan konsumen dalam keadaan segar. Adapun kelembagaan dan skema pemasarannya adalah sebagai berikut (Gambar 14) :
61
Nelayan
TPI
Bakul/ Pedagang pengumpul
Langgan
Pengolah
Konsumen lokal
Konsumen luar negri (ekspor)
Keterangan : ………. : Jarang dilakukan : Sering dilakukan
Gambar 14. Skema pemasaran hasil tangkapan di Karangantu. 62 59
4.12.1 Langgan dan sistem bagi hasil Dalam mendistribusikan pendapatan hasil tangkapan dalam satu unit usaha penangkapan digunakan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil ini biasa dipakai pada alat tangkap seperti payang, gillnet, bagan dan alat tangkap yang dioperasikan lebih dari satu orang. Sistem pembagian hasil tangkapan ini didasarkan pada pemilik kapal dan nelayan. Ikan yang didaratkan tidak dilelang tetapi langsung diterima oleh ”tengkulak” atau dalam istilah masyarakat setempat disebut langgan.
Para langgan memiliki
modal yang dibutuhkan nelayan untuk pergi melaut dan peran langgan bagi nelayan tidak hanya sebatas itu. Langgan juga sering mmberikan pinjaman kepada nelayan jika mereka membutuhkan uang untuk keperluan hidupnya.
Sistem langgan ini
secara tidak langsung membentuk keterikatan dengan langgan dengan nelayan atau disebut patron klien. Hal ini pula yang mengakibatkan nelayan hanya menjual ikan pada langgan dengan harga ditentukan sendiri oleh langgan. Ini tentunya merugikan nelayan jika terjadi musim ikan sehingga membuat nelayan tidak jarang menjual ikannnya di tengah laut kepada palele (tengkulak yang bukan langgan) jika mereka berani membayar lebih tinggi. Namun demikian karena langgan sudah dikenal, maka patron klien yang terbentuk tetap dipertahankan, namun konsekuensi dari sistem langgan bagi nelayan yaitu bila musim ikan yang menghasilkan produksi ikan tinggi, ikan yang diperoleh tidak dapat dirasakan nelayan sebab seluruh ikan dijual kepada langgan dengan harga langgan yang perbedaan dari langgan ke pedagang /bakul berkisar hingga Rp 2000 per kilogram. Dengan demikian pendapatan yang diterima nelayan akan sedikit. Oleh karena itu pada akhirnya kesejahteraan nelayan tidak tercapai.
4.12.2 Bakul dan pemasaran hasil tangkapan Ikan hasil tangkapan berupa ikan segar yang diberi es dijual oleh langgan kepada pedaga ng pengumpul atau bakul di sekitar tempat pelelangan ikan. Ikan- ikan yang berukuran kecil kemudian dijual ke daerah pemasaran yaitu pasar-pasar di Serang dan tidak jarang hingga ke luar kota.
Sedangkan ikan yang besar dan
mutunya baik, dijual ke luar kota.
88
Nelayan terkadang menjual ikan hasil tangkapannya di tengah laut.
Ikan
dibeli oleh palele (tengkulak) dengan kesepakatan harga tertentu. Selain itu ada pula beberapa konsumen yang membeli ikan langsung kepada nelayan dalam jumlah sedikit. Biasanya para pembeli ini adalah masyarakat sekitar yang membeli ikan untuk konsumsi harian. Pemasaran hasil tangkapan di Karangantu didominasi oleh sistem langgan. Seluruh hasil tangkapan nelayan dijual kepada para langgan, tanpa melalui mekanisme pelelangan di TPI. Dengan demikian nelayan akan mengalami kerugian besar saat musim ikan, karena harga ditentukan oleh langgan. Fasilitas sarana dan prasarana yang kurang memadai merupakan salah satu faktor TPI tidak berfungsi sebagai pusat jual beli hasil tangkapan, di samping kurangnya pemantauan dan tindakan tegas para petugas TPI terhadap aktivitas penjualan hasil tangkapan. Selain itu ketergantungan nelayan pada langgan sebagai pemberi modal juga membawa pengaruh buruknya kondisi perikanan bagi para nelayan kecil. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran lembaga keuangan yang sulit memberikan pinjaman kepada nelayan sehingga mereka beralih mencari alternatif pinjaman kepada pemberi keuangan yang bersifat informal, yaitu langgan.
4.13 Komponen Penunjang Perikanan Gillnet 4.13.1 Tempat pelelangan ikan (TPI) Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Serang No. 9 Tahun 2005, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) adalah tempat yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah untuk penjualan ikan secara lelang. Adapun kedudukan TPI yaitu sebagai unit pelaksana teknis dinas yang melaksanakan tugas dibidang perikanan. Sedangkan fungsi TPI yaitu sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual beli hasil tangkap nelayan. Selain itu TPI juga menyediakan jasa tempat pelelangan dengan segala keperluan perlengkapan. Berdasarkan Peraturan Daerah Serang Nomor. 9 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan, tujuan diadakannya Tempat Pelelangan Ikan adalah :
89
(1) Agar produksi hasil penjualan ikan meningkat sehingga mendorong nelayan untuk meningkatkan produktivitasnya. (2) Agar tercipta ketertiban dalam penjualan ikan di tempat pelelangan ikan. (3) Agar terwujud stabilitas harga penjualan ikan dan terbentuk struktur pasar yang mengarah pada persaingan yang sempurna. (4) Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan (5) Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Tempat pelelangan ikan (TPI) dikepalai oleh seorang manajer dibawah bimbingan kepala cabang dinas perikanan. Dalam menjalankan tugasnya, manajer dibantu oleh kasir yang bertugas menerima uang hasil pelelangan ikan, mengerjakan buku kas, membuat karcis rekap : pencatat bertugas mengisi label data ikan, juru timbang bertugas menimbang semua ikan sebelum dijual, sedangkan tata usaha betugas menyelesaikan kegiatan-kegiatan administrasi. Sistem pelelangan yang digunakan TPI Karangantu tidak bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa pelelangan di TPI Karangantu tidak diselengarakan. Ikan yang didaratkan tidak ditawar dengan harga tertinggi kepada semua bakul melalui mekanisme pelelangan, akan tetapi ikan langsung dibeli oleh seorang langgan dan kemudian dijual ke pedagang pengumpul atau konsumen. Harga ikan yang baru didaratkan tidak ditentukan nelayan melainkan ditentukan oleh langgan. Setelah hasil tangkap selesai dijual langgan, lalu uang diberi ke nelayan. Persentase perbandingan pembagian hasil tangkap dalam sistem bagi hasil antara pemilik kapal alat tangkap dengan nelayan yaitu 50% : 50%.
Hasil ini
merupakan nilai bersih pendapatan setelah dipotong biaya perbekalan berupa bahan bakar, biaya makan dan retrib usi pelelangan. Bagi nelayan nilai ini harus dibagi lagi dengan sejumlah nelayan yang ikut melaut. Pelaksanaan penarikan retribusi yang digunakan yaitu sistem salar, artinya retribusi yang disetorkan nelayan dan bakul kepada pihak TPI tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Walaupun demikian masih ada nelayan dan bakul yang
melaksanakan ketentuan tersebut, yaitu 2% dipungut dari nelayan (biaya lelang) dan 3% diambil dari bakul (retribusi).
90
Sebenarnya dalam Peraturan Daerah Serang Nomor. 9 Tahun 2005 tertulis bahwa pemerintah daerah memberikan kesempatan kepada lembaga ekonomi nelayan yang dinilai mampu dan sehat untuk menyelenggarakan pelelangan dalam bentuk koperasi. KUD Mina Bahari di Kecamatan Kasemen pernah mengelola pelelangan di TPI Karanga ntu sebelum tahun 1997. Akan tetapi kemudian tidak berjalan karena para pengurusnya menyelewengkan uang nelayan sehingga KUD tidak lagi dipercaya untuk melaksanakan pelelangan.
4.13.2 Perusahaan perikanan Perusahaan perikanan yang terdapat di Kecamatan Kasemen adalah perusahan yang memproduksi hasil olahan seperti tepung ikan dan rajungan olah (PT. Philips). Industri ini memasok bahan bakunya dari nelayan atau pedagang pengumpul (bakul) sebelum diolah dan akhirnya dijual atau diekspor ke luar negeri. Kehadiran industri perikanan ini sangat membantu kehidupan nelayan di karangantu karena harga jual ikan tersebut menjadi lebih mahal, dengan demikian menambah pendapatan dan diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan.
4.13.3 Lembaga keuangan Selain koperasi unit desa, lembaga yang berperan memberi bantuan modal dalam pembangunan perikanan dan kelautan adalah lembaga keuangan. Lembaga keuangan informal seperti bank, baik bank pemerintah maupun swasta masih melihat sebelah mata terhadap sektor perikanan. Hal ini wajar mengingat kebiasaan nelayan yang sulit dalam hal mengembalikan pinjaman serta usaha perikanan yang tergolong rentan terhadap berbagai gangguan dan hasilnya tidak pasti (uncertain ) sehingga bank enggan memberikan modal kredit. Keberadaan lembaga keuangan bagi pembangunan dan kemajuan perikanan sangat diperlukan, akan tetapi ketika lembaga keuangan seperti bank tidak lagi dapat memberikan harapan, maka nelayan meminjam uang dari para langgan/ tengkulak sebagai tempat peminjaman uang yang informal.
Biasanya dengan pemberian
bantuan ini nelayan diharuskan menjual ikannya kepada para langgan tersebut dengan
91
harga yang ditentukan sendiri oleh langgan kemudian uang hasil penangkapan dipotong uang pinjaman nelayan.
4.13.4 Koperasi unit desa (KUD) Koperasi unit desa (KUD) Mina merupakan koperasi primer dan mempunyai pokok usahanya dalam bidang perikanan dan beranggotakan nelayan, dengan nama KUD Mina Bahari di Kecamatan Kasemen.
KUD ini terletak dalam wilayah
Pelabuhan Perikanan dan beroperasi di luar wilayah Pelabuhan yang letaknya tidak terlalu jauh. KUD Mina Bahari pernah menangani masalah pelelangan ikan pada tahun 1997 akan tetapi kemudian berhenti karena manejemen yang kurang baik sehingga uang nelayan hilang oleh para pengurus KUD. Kini KUD Mina Bahari menyelenggarakan usaha penjualan minyak solar kepada kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Karangantu.
4.13.5 Pemerintahan daerah (Pemda) Kabupaten Serang Definisi dari pemerintah daerah (pemda) adalah kepala daerah berserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah (BED). Dalam upaya mengembangkan sub sektor perikanan, Pemerintah Daerah Kabupaten Serang berfungsi sebagai penyusun kebijakan aau rencana dan program pembangunan perikanan dan kelautan. Pemerintahan berwenang mengeluarkan peraturan-peraturan daerah yang berhubungan dengan perikanan tangkap.
Peraturan-peraturan ini
dilandaskan pada kebutuhan dan undang-undang yang ada sebelumnya. Dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1999, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Serang berhak membuat peraturan pemerintah demi kemajuan pembangunan daerahnya. Peraturan tersebut merupakan langkah untuk menggali pendapatan asli daerah secara sah guna mendukung kelancaran pembangunan Kabupaten Serang yang berkesinambungan.
Akan tetapi kebijakan yang diambil haruslah memperhatikan
kepentingan lain yang bersinggungan sehingga nantinya kebijakan tersebut tidak merugikan salah satu pihak.
92
Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah dari sektor perikanan dan kemajuan dunia perikanan dan kelautan daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Serang telah mengeluarkan beberapa peraturan penting guna kelancaran perikanan tangkap.
Seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
mengenai desentralisasi, maka Pemerintahan Daerah Kabupaten Serang membuat peraturan yang mengacu kepada semangat desentralisasi tersebut. Adapun beberapa peraturan perikanan yang telah berhasil disusun dan dilegalkan oleh Pemerintah tertera pada Tabel 12.
Tabel 12. Daftar peraturan perikanan yang dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten Serang diera otonomi daerah No 1
Peraturan
Tentang
Keputusan Bupati Nomor 19 Tugas Tahun 2001
2
Keputusan
Pokok
dan
Fungsi
Dinas
Perikanan dan Kelautan Serang Bupati
Nomor
9 Pengolalaan Tempat Pelelangan Ikan
Bupati
Nomor
4 Petunjuk
Tahun 2001 3
Keputusan Tahun 2001
Teknis
Pelaksanaan
Pelalangan Ikan
Sumber : Pemerintah Daerah Kabupaten Serang, 2005
Peraturan-peraturan yang pelaksanaan
kegiatan
perikanan
telah
dibuat
tangkap
di
tersebut
merupakan
Kabupaten
Serang.
pedoman Dengan
dikeluarkannya peraturan yang telah disahkan ini maka semua peraturan daerah yang sifatnya bertentangan dengan keputusan yang tertuang dalam peraturan diatas dinyatakan tidak lagi berlaku. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa semenjak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Pemerintah Daerah Serang sedang berupaya membangun sektor perikanan dan kelautan. Kesungguhan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang diwujudkan dalam bentuk peraturan pemerintah daerah sebagai bahan pijakan kegiatan perikanan. Ada tiga peraturan yang telah diputuskan yaitu tentang tugas pokok dan fungsi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, pengelolaan tempat pelelangan ikan dan
93
petunjuk teknis pelaksanaan pelelangan ikan. Sedangkan untuk pengaturanpengaturan lain yang belum ditetapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang, maka pelaksanaannya masih menggunakan peraturan-peraturan yang lama.
4.13.6 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang Dinas Perikanan dan Kelautan merupakan unsur pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perikanan dan kelautan. Lembaga ini terdiri pada tahun 1975 di ibukota kabupaten dan juga Ibukota Propinsi Banten yaitu di Kota Serang. Visi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang adalah ”Terwujudnya perikanan dan kelautan yang tangguh, berbudaya industri, berwawasan global dan berbasis pedesaan”. Sedangkan misi yang diemban antara lain : (1) Menyediakan pangan asal ikan dan hasil pertambangan yang cukup, baik kuantitas maupun secara kualitas. (2) Memberdayakan sumberdaya manusia perikanan, kelautan dan dan pertambangan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya saling tinggi didalam negeri maupun luar negeri. (3) Mengelola sumberdaya perikanan, kelautan dan pertambangan secara optimal dan berkelanjutan. (4) Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi peran serta masyarakat dalam pengembangan perikanan, kelautan dan pertambangan. (5) Memulihkan dan mengendalikan lingkungan dan sumberdaya perikanan, kelautan dan pertambangan. Berdasarkan Keputusan Bupati Serang Nomor 19 Tahun 2005 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang membawahi sub dinas pertambangan umum dan energi. Sub dinas ini memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, sub dinas perikanan mempunyai fungsi : (1) Melaksanakan dan menyiapkan penyusunan teknis pembinaan usaha dan penangkapan. (2) Melaksanakan dan menyusun petunjuk teknis pembinaan sarana dan prasarana perikanan. (3) Melaksanakan dan menyusun petunjuk teknis budidaya perikanan.
94
(4) Melaksanakan dan menyusun petunjuk teknis pembinaan perlindungan plasma dan suaka perikanan.
4.13.7 Kebijakan perikanan tangkap Kabupaten Serang Desentralisasi yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah sebagai bentuk implementasi dari pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mencakup ke berbagai bidang, tak terkecuali sektor perikanan dan kelautan. Pembangunan di setiap bidang pada saat ini di susun dengan prioritas perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) dengan melibatkan masyarakat sebagai objek pembangunan. Saran penyampaian aspirasi dilakukan melalui tahapan penyusunan perencanaan mulai dari UDKP di desa sampai Rakorbang di tingkat kabupaten. Selama kegiatan susulan dari masyarakat tersebut mempunyai kerangka yang logis yang dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan arah kebijakan pemerintah daerah, maka susulan tersebut dapat direalisasikan. Aspirasi awal di dalam perencanaan disusun dalam bentuk perencanaa n strategis dengan melibatkan semua pihak terkait termasuk para nelayan yang diwakili oleh organisasi profesinya. Kebijakan perikanan tangkap Kabupaten Serang dirumuskan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan dan dituangkan dalam rencana strategis. Rencana Strategis tersebut disusun untuk pembangunan jangka waktu 5 tahun (periode 2001-2005). Adapun tujuan yang hendak dicapai pada tahun kelima (2005) secara garis besar dirangkum dalam 7 kebijakan , yaitu : (1) Penataan peraturan pembangunan perikanan, kelautan dan pertambangan (2) Peningkatan produksi perikanan, kelautan dan pertambangan (3) Peningkatan sarana dan prasarana perikanan, kelautan dan pertambangan (4) Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan perairan tawar pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan (5) Pengembangan sumberdaya manusia aparatur dan penguatan kelembagaan (6) Peningkatan
peran
sektor
perikanan
dan
kelautan
sebagai
sumber
pertumbuhan ekonomi (7) Peningkatan usaha perikanan, kelautan dan pertambangan
95
Berdasarkan 7 (tujuh) kebijakan tersebut, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Serang membuat program dan kegiatan guna mencapai sasaran dari tiap-tiap kebijakan.
Dengan tersusunnya rencana strategis ini diharapkan pembangunan
perikanan dan kelautan di Kabupaten Serang memiliki kejelasan arah dan bersinergi dengan pembangunan Kabupaten Serang dalam rangka memperkuat pembangunan nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilandasi semangat otonomi daerah.
4.13.8 Masalah komponen penunjang perikanan gillnet Formulasi masalah diperoleh melalui identifikasi komponen perikanan tangkap yang telah terdeteksi. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan, permasalahan utama dalam sistem perikanan tangkap Kabupaten Serang, yaitu: (1) Keterbatasan modal nelayan (pendidikan, teknologi, finansial) (2) Penurunan kualitas sumber daya perikanan akibat tekanan ekologis (3) Fasilitas (sarana dan prasarana) yang terbatas dan kurang memadai (4) Penjualan ikan tidak ditentukan berdasarkan pelelangan di TPI (5) Ketidakakuratan data hasil produksi perikanan (6) lembaga keuangan formal yang memberi pinjaman masih sedikit (7) Kualitas sumberdaya petugas TPI yang masih kurang. KUD, bank, langgan dan upaya pengembalian kredit yang sering macet, membuat lembaga keuangan formal jarang memberi modal, sehingga nelayan cenderung memilih langgan dengan ikatan tertentu. Walaupun terkadang sangat merugikan nelayan karena seluruh hasil tangkapan dijual ke langgan, akan tetapi pinjaman modal yang diberikan langgan lebih mudah diperoleh. Keberadaan TPI sebagai lembaga yang seharusnya menjadi tempat pelelangan ikan hasil tangkapan tidak berfungsi dengan baik karena terbatasnya sarana sehingga merugiakan nelayan dan para pedagang, namun nelayan masih dapat bergantung pada perusahaan perikanan yang memberikan harga tinggi bagi ikan teri nasi dan rajungan dari hasil tangkapnya. Aktivitas sektor perikanan sesungguhnya dapat memberikan kontribusi terhadap pemasukan pendapatan pemerintah daerah.
Hal ini dikarenakan adanya
96
pungutan pajak yang dikenakan kepada semua pelaku perikanan seperti nelayan dan bakul/pedagang yang diharuskan membayar retribusi atau dari perusahaan perikanan yang diharuskan membayar pajak dan izin usaha. Kegiatan penangkapan sumberdaya ikan yang tidak dikontrol oleh aparat dinas perikanan, dikhawatirkan akan menimbulkan masalah degradasi sumberdaya dan lingkungan perairan. Penangkapan ikan yang dipacu hanya untuk kepentingan sesaat akan menghasilkan pengaruh yang buruk sehingga sektor perikanan tidak akan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan suatu pendataan sumberdaya perikana n potensial yang masih dapat digarap.
Pendataan yang selama ini dilakukan tidak akurat,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan pengambilan kebijakan.
Pendataan yang
tidak akurat akan memberikan dampak yang negatif bagi sumberdaya karena tidak dapat dijadikan tolak ukur mengenai jumlah sumberdaya yang diperbolehkan untuk ditangkap. Hal ini lebih disebabkan kurangnya kesadaran nelayan dan tidak tegasnya aparat dalam menindak pelaku yang melakukan pelanggaran.
Oleh sebab itu perlu
adanya pendidikan dan latihan dalam bentuk transfer teknologi kepada aparat maupun penyuluhan kepada nelayan agar mereka memahami dan menyadari pentingnya mengelola sumberdaya perikanan. Analisis ini menguraikan dalam komponen kelompok /unit sebagai para pelaku (stake holder) yang terlibat dalamnya. Pelaku yang teridentifikasi dalam sistem kemudian dianalisis tiap-tiap kebutuhan atau kepentingannya. Adapun pencantuman kebutuhan tiap komponen yang terlibat didasarkan atas hasil pengamatan, observasi/survey dan wawancara dengan pihak terkait di lapangan. Dalam pengelolaan perikanan tangkap di Karangantu diketahui ada beberapa komponen yang berperan dalam pembangunan perikanan dan kelautan. Berdasarkan analisis hasil survei yang telah dilakukan, teridentifikasi beberapa komponen yang berpengaruh yaitu : nelayan, pedagang, langgan, dinas perikanan dan kelautan, koperasi unit desa, industri perikanan, bank, tempat pelelangan ikan dan pemerintah daerah. Komponen-komponen ini dikelompokkan ke dalam tiga subsistem dari pendekatan menye luruh dan terpadu sebagai berikut (Tabel 13) :
97
Tabel 13. Komponen perikanan gillnet Kabupaten Serang Subsistem A.
Pengelolaan
Komponen dan
1. Nelayan
pemanfaatan
2. Pemerintahan
sumberdaya perikanan.
3. Dinas perikanan 4. TPI
Kebutuhan 1.a. Peningkatan Produksi b. Fasilitas di TPI memadai 2.a. Sumberdaya lestari b. PAD meningkat 3.a. Data perikanan akurat b. Kinerja aparat berkualitas 4.a. Fasilitas memadai b. Nelayan menjual ikan di TPI
B. Kondisi sosial dan 1. Nelayan ekonomi nelayan
2. Langgan
1.a. Diklat yang kontinu b. Pendapatan meningkat
3. Bakul
2.a. Keuntungan besar
4. KUD
3.a. Keuntungan besar
5. Industri perikanan 6. Bank
b. Fasilitas di TPI memadai 4.a. Fasilitas tersedia 5. a. Mutu tangkapan baik 6.a. Keuntungan besar b. Pengembalian kredit lancar
C. Peraturan kebijakan
1. Dinas perikanan
dan lembaga
2. Pemerintahan daerah 3. Nelayan 4. Industri perikanan
1.a. Kebijakan yang tepat b. Ketegasan aparat c. Kualitas kinerja aparat 2.a. Kebijakan yang tepat b. Peningkatan pelayanan 3.a. Kebijakan yang memihak b. Lembaga aspirasi nelayan 4.a.
Kemudahan
administrasi
usaha 4.14 Analisis Kebijakan dan Kelembagaan Untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap Kabupaten Serang perlu dilakukan analisis dengan melihat kesesuaian antara kebutuhan masing-
98
masing komponen perikanan tangkap dengan kebijakan yang diambil pemerintah tepat atau belum. Adapun kebutuhan masing-masing komponen telah diidentifikasi pada analisis kebutuhan (Tabel 13).
Kebijakan yang tertuang dalam peraturan
pemerintah maupun rencana strategis perikanan dan kelautan dianalisis. Penguatan kelembagaan sektor perikanan perlu ditingkatkan. Pengembangan dan penguatan ini diarahkan agar terbentuk suatu kelembagaan yang mandiri. Peran kelembagaan bagi perkembangan perikanan dan kelautan sangat dibutuhkan khususnya oleh para nelayan yang ingin menyalurkan aspirasinya. Usulan dan ide nelayan akan lebih kuat jika berada dalam suatu wadah kelembagaan sehingga hakhak nelayan tidak diabaikan pemerintah daerah demi peningkatan pendapatan daerahnya semata. Namun hingga kini belum ada LSM yang mantap yang dapat menyuarakan aspirasi nelayan sehingga membuat posisi nelayan lemah dalam mempengaruhi kebijakan yang diambil pemerintah. Perikanan merupakan bidang usaha yang perlu didukung dengan sistem permodalan yang kuat dari lembaga keuangan. Pada saat ini baik bank pemerintah maupun bank swasta masih diliputi suasana alergi terhadap usaha perikanan karena pengaruh pengalaman pahit kredit macet dan risiko usaha perikanan yang dianggap terlalu besar. Hingga saat ini belum ada dukungan finansial dari lembaga keungan formal di Kabupaten Serang kepada nelayan, karena usaha perikanan dinilai memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu para nelayan di Kabupaten Serang lebih banyak yang menggunakan langgan/tengkulak untuk meminjam uang. Sedangkan jumlah uang yang dapat dipinjam nelayan tidaklah terlalu besar. Kebijakan
desentralisasi
fiskal
mengharuskan
setiap
daerah
untuk
meningkatakan akuntabilitas, optimalisasi anggaran dan mengembangkan mekanisme pendanaan yang lebih terpadu. Pendampingan keuangan dari pemerintah kepada masyarakat nelayan melalui bantuan permodalan sangat membantu perkembangan usaha perikanan tangkap. Akan tetapi perlu diperhatikan mekanisme pemberian bantuan agar tidak menimbulkan kesenjangan antar nelayan yang diberi bantuan dengan yang tidak diberi bantuan. Pembangunan perikanan memang tak terlepas dari dukungan finansial. Oleh karena itu perlu dibangun lembaga keuangan yang dapat membantu nelayan agar pembangunan perika nan menjadi berkembang.
99
Dengan demikian terlihat bahwa pola perkembangan yang ada belum banyak yang mendukung sektor perikanan tangkap. Untuk itu perlu pola kelembagaan yang melibatkan nelayan sebagai salah satu komponenya seperti dengan membentuk lembaga perkumpulan nelayan/paguyuban nelayan. Selain itu harus ada koordinasi antar lembaga terkait sehingga memudahkan berkembangnya perikanan tangkap di Karangantu Kabupaten Serang.
4.15 Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan Gillnet Analisis kebijakan pengembangan dilakukan untuk menentukan alternatif kebijakan pengembangan yang sesuai untuk pengembangan perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten. Strategi pengembangan didasarkan pada pertimbangan faktor- faktor yang terkait dalam kegiatan perikanan tangkap. Beradasarkan analisis terhadap faktor yang telah dilakukan sebelumnya terlihat bahwa dari masing- masing faktor terdapat potensi untuk dikembangkan dengan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Untuk penentuan kebijakan pengembangan digunakan metode SWOT , sedangkan penentuan prioritas pengembangannya dengan metode analytical hierarchy process (AHP).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam metode SWOT
adalah evaluasi IFE dan EFE, daigram matriks SWOT dan penga mbilan keputusan. Langkah- langkah yang dilakukan dalam analisis AHP adalah penyusunan hirarki, penentuan prioritas dan konsistensi logis secara perbandingan berpasangan.
100
Sumberdaya Perikanan Gillnet
Analisis Produktivitas
Analisis Ekonomi
Produktivitas Gillnet
Analisis Penanganan dan Pengolahan
Finansial Pendapat an dan Biaya BEP
Ikan Segar& Asin
Analisis Pemasaran Lokal, luar & Ekspor
Analisis Kebijakan dan Kelembagaan Kebijakan dan Kelembagaan gaan
Analisis dengan Metode SWOT
Pembangkitan Strategi Pengembangan Perikanan Gillnet dengan metode SWOT
Analisis dengan Metode AHP
Prioritas Strategi Pengembangan Perikanan Gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang – Provinsi Banten
Gambar 15. Diagram alir pengembangan perikanan gillnet di Perairan Karangantu.
101
Sebagai faktor yang menjadi kriteria pertimbangan untuk penentuan alternatif adalah aspek-aspek yang telah dianalisis sebelumnya yaitu mencakup aspek produktivitas sehubungan dengan potensi sdp dan tingkat pemanfaatannya, ekonomi, mutu dan pemasaran. Penentuan kriteria (pembangkitan strategi) ini berdasarkan pustaka Kesteven (1973), bahwa pengembangan usaha perikanan haruslah ditinjau serta bio-technico-socio-economic-approach. Pembangkitan strategi pengembangan
perikanan gillnet
di
Perairan
Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten dengan menggunakan metode SWOT (terlihat pada Lampiran 9) dengan evaluasi IFE dan EFE dihasilkan posisi perikanan gillnet masuk ke posisi kuadran I (situasi sangat menguntungkan) yaitu perikanan gillnet memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada, dengan nilai skor (4,06 ; 1,35) dengan strategi yang diterapkan adalah mendukung kebijakan pengembangan yang agresif. Dengan matriks SWOT (dengan strategi SO, WO, ST dan WT) dihasilkan empat strategi pengembangan perikanan gillnet yaitu : A. Peningkatan keterampilan nelayan gillnet , permodalan dan pemasaran B. Pembatasan dan pengendalian jumlah alat tangkap yang digunakan serta upaya penangkapannya (effort) C. Pengaturan daerah penangkapan ikan (DPI) sesuai dengan alat tangkap yang digunakan dan peningkatan faktor keamanan D. Mengganti kapal dan alat tangkap gillnet dengan kemampuan lebih baik dan besar serta pengadaan data statistik yang akurat dan valid.
Dalam Lampiran 10, pelaku sistem dimasukkan dalam pertimbangan karena pelaku merupakan orang yang berperan penting dalam pengembangan perikanan tangkap di suatu wilayah. Berdasarkan lampiran 11 dengan menggunakan metode AHP dapat dilihat bahwa pelaku yang sangat berpengaruh dalam perikanan tangkap di PPP Karangantu, Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dengan nilai sebesar 0,49, dinas perikanan dengan nilai sebesar 0,23, pengolah ikan dengan nilai 0, 13, pedagang dengan nilai 0,10 dan nelayan dengan nilai 0,05 menempati urutan berikutnya.
102
Kriteria yang berperan penting dalam pengembangan perikanan gillnet adalah aspek ekonomi dengan nilai sebesar 0,45. Diharapkan pengembangan dari aspek ekonomi dapat memacu pengembangan perikanan gillnet secara keseluruhan. Aspek pemasaran dengan nilai sebesar 0,20, mutu dengan nilai sebesar 0,19, teknik dengan nilai 0,11 dan pemasaran dengan nilai 0,05. Bila ditinjau dari aspek ekonomi, maka dapat diketahui bahwa keuntungan dengan nilai 0,22 mendominasi diantara subkriteria lainnya.
Diikuti dengan
pendapatan nelayan sebesar 0,10, pendapatan daerah sebesar 0,09, biaya operasional sebesar 0,05 dan biaya investasi sebesar 0,03. Berarti titik fokus pengembangan dari aspek ekonomi adalah dengan memperhatikan lebih lanjut keuntungan dari usaha perikanan. Ditinjau dari aspek pemasaran diketahui bahwa pemasaran lokal menempati urutan pertama dengan nilai 0,06, diikuti dengan pemasaran luar daerah sebesar 0,02. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Karangantu kebanyakan dipasarkan untuk kebutuhan di daerah sekitar PPP, walaupun ada yang dipasarkan ke beberapa daerah di luar Karangantu seperti Serang, Cilegon, Tangerang, Bogor dan Jakarta. Dari aspek penanganan dan pengolahan (mutu) diketahui bahwa ikan segar menempati prioritas utama dengan nilai 0,17 dan ikan olahan menempati urutan berikutnya dengan nilai 0,03. Dari sini dapat diketahui bahwa hasil tangkapan yang di daratkan di PPP Karangantu sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar. Dari aspek teknik diketahui bahwa stok sumberdaya ikan menempati urutan pertama dengan nilai serbesar 0,10 dan diikuti jumlah ikan dengan nilai sebesar 0,03. Pada Lampiran 11 dan 12 terlihat bahwa keempat alternatif kebijakan diatas memiliki
nilai yang beragam yaitu alternatif kebijakan pembatasan jumlah alat
tangkap dan upaya penangkapannya (effort ) menghasilkan nilai 0,42 dan nilai 0,40 untuk pengendalian dan pengaturan dan pengawasan daerah penangkapan ikan (DPI) yang sesuai dengan alat tangkap yang digunakan dan peningkatan faktor keamanan. Adapun peningkatan keterampilan nelayan, permodalan dan sistem pemasaran memiliki nilai 0,11 sedangkan strategi pengembangan mengganti kapal dan alat tangkap gillnet serta pengadaan data statistik yang akurat dan valid menduduki peringkat terakhir dengan nilai 0,07.
103
Pemenuhan kebutuhan nelayan secara tidak langsung berdampak kepada pemenuhan kebutuhan pelaku lainnya, misalnya peningkatan penguasaan teknologi penangkapan ikan diharapkan mampu meningkatkan produksi.
Dengan
meningkatnya produksi maka bakul akan memperoleh ikan begitu pula halnya dengan konsumen yang akan terpenuhi kebutuhannya yaitu tersediannya produk yang kontinyu. Bagi dinas perikanan dengan meningkatnya produksi yang dihasilkan oleh nelayan juga akan memenuhi kebutuhannya yaitu produksi ikan dapat memenuhi kebutuhan pasar. Hasil analisis potensi sdp dan tingkat pemanfaatannya, menunjukkan hubungan antara jumlah produksi hasil tangkapan dengan upaya penangkapan (produktivitas/CPUE) di Perairan Karangantu mengalami penurunan.
Penurunan
produktivitas alat tangkap di Perairan Karangantu disebabkan selama ini nelayan hanya mengoperasikan alat tangkap gillnet pada jarak sekitar 2-4 mil dari pantai dan melakukan upaya penangkapan yang besar (diatas upaya penangkapan optimumnya). Unit penangkapan gillnet
yang ada di Perairan Karangantu dalam
penggunaannya tergolong dalam unit penangkapan yang hemat biaya dan energi. Pasokan bahan bakar untuk keperluan mengoperasikan alat tangkap dapat dipenuhi dari SPDN Mina Bahari di sekitar PPP Karangantu. Fluktuasi produksi di PPP Karangantu sangat dipengaruhi oleh musim, karena nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan tergantung pada cuaca dan musim. Bila cuaca dan musim tidak memungkinkan untuk melaut maka nelayan lebuh memilih untuk tidak melaut, karena pada musim dingin dan angin barat ombak dan gelombang laut cukup besar sehingga akan menyulitkan nelayan itu sendiri. Produksi yang dihasilkan nelayan di PPP Karangantu tergolong cukup tinggi karena masih dalam skala yang kecil. Nelayan sekitar di Perairan Pantai Karangantu yang memilki modal sendiri dapat melakukan investasi untuk memiliki kapal, mesin dan alat tangkap sendiri. Sedangkan bagi nelayan yang kurang mampu dapat meminjam modal dari KUD atau pihak lain. Kontribusi PPP dan TPI Karangantu terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Serang tidak begitu besar.
Upaya pengembangan perikanan tangkap di
104
Perairan Karangantu diharapkan mampu meningkatkan atau memperbesar kontribusi PPP dan TPI Karangantu terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Serang. Penanganan hasil tangkapan yang dilakukan baik diatas kapal maupun pada saat pelelangan ikan di TPI merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan, mengingat penanganan yang dilakukan belum benar. Penanganan yang baik dan benar akan mempengaruhi mutu hasil tangkapan.
Selama ini nelayan di PPP
Karangantu masih sangat kurang memperhatikan penanganan yang dilakukan terhadap hasil tangkapan. Pengolahan ikan di PPP Karangantu salah satu usaha ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan.
Pengola han ikan yang ada di PPP Karangantu
mengolah ikan yang tidak laku dijual pada saat musim banyak ikan dan yang kualitasnya kurang baik, ikan diolah menjadi ikan asin. Pengolahan ikan yang ada di PPP Karangantu merupakan usaha sampingan untuk menghindarkan rusaknya mutu hasil tangkapan. Pengolahan ikan di PPP Karangantu menghadapi berbagai permasalahan diantaranya adalah kontinuitas ketersediaan bahan baku industri, pengetahuan para pengolah tradisional masih relatif rendah baik pengetahuan dalam pengembanga n usaha, sanitasi, higienis dan keterbatasan permodalan terutama dalam upaya peningkatan skala usaha. Pemasaran merupakan faktor yang penting dalam bidang perikanan karena sifat
dari hasil perikanan yang mudah rusak, sehingga proses pemasaran harus
dilakukan secara cepat dan cermat agar mutu ikan tetap baik. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Karangantu sebagian besar dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan lokal. Walaupun ada juga yang dipasarkan ke luar daerah dan ke luar negeri (ekspor). Pemasaran lokal tentunya sangat baik dalam rangka memenuhi permintaan masyarakat setempat akan ikan karena hasil tangkapan akan cepat sampai ke tangan konsumen. Pemasaran ke luar daerah dan ekspor juga memberikan keuntungan yang cukup besar baik bagi nelayan maupun bagi pendapatan daerah setempat. Bagi nelayan pemasaran ke luar daerah dan ekspor menguntungkan karena pedagang pengumpul akan membeli ikan dalam jumlah yag besar untuk dibawa atau dikirimkan ke luar daerah seperti Bogor dan Jakarta.
105
Berdasarkan analisis dengan menggunakan analisis AHP (Lampiran 10-12) diketahui bahwa kegiatan pengembangan perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu dimulai dari Pemerintah Daerah Kabupaten Serang sebagai penentu utama dalam pengambilan keputusan atau penentu strategi kebijakan pengembangan. Alternatif pengendalian dan pembatasan jumlah alat tangkap serta upaya penangkapannya (effort ) merupakan prioritas yang cukup penting dalam strategi pengembangan perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu yang perlu ditindaklanjuti. Alternatif kebijakan tersebut harus dibarengi dengan memperhatikan kriteria potensi sumberdaya perikanan (sdp), tingkat pemanfataan dan upaya penangkapanan yang optimum. Pengaturan daerah penangkapan ikan (dpi) dan peningkatan faktor keamanan perlu dilakukan segera, terutama faktor kemanan di perairan saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Peningkatan keterampilan nelayan, terutama penentuan daerah penangkapan ikan sangat penting dilakukan, sehingga nelayan tidak lagi berburu ikan tapi memngambil ikan.
Adapun faktor permodalan dan sistem pemasaran perlu
ditindaklanjuti, sehingga kriditur liar (rentenir) dan langgan tidak seenaknya mempermainkan harga ikan, salah satu cara adalah dengan pengaktifan sistem lelang di TPI. Modernisasi dapat dilakukan dengan cara memperbaiki ukuran kapal yang dimiliki, alat tangkap gillnet, dan juga dapat memperbesar kekuatan mesin kapal. Tujuan dari dilakukannya modernisasi adalah agar nantinya nelayan dapat keluar dari daerah operasi penangkapan yang selama ini mereka la kukan menuju ke daerah operasi yang lebih jauh.
Alternatif kebijakan modernisasi diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas gillnet di Perairan Pantai Karangantu yang menunjukkan penurunan. Dengan adanya alternatif kebijakan modernisasi juga diharapkan mampu mendatangkan investor- investor untuk menanamkan modalnya di sekitar Perairan Pantai Karangantu guna mendukung upaya pengembangan perikanan gillnet di wilayah tersebut.
106
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan (1) Perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten, dengan analisis produksi Cobb-Douglas menghasilkan persamaan (model) Y = 0.31 - 0.04 X1 + 0.783 X2 + 0.173 X3 - 0.453 X4 + 0.057
X5 +
0.83 X6 – 0.4719 X7. Tujuh faktor yang mempengaruhi produksi perikanan gillnet, hanya faktor ukuran luas jaring (X2) yang berbeda nyata, sedangkan faktor yang lain sangat tidak berpengaruh.
Dengan setiap penambahan ukuran
jaring, faktor lain tidak berpengaruh (citeris paribus) mengakibatkan penambahan produksi sebesar 0.783 kg dengan faktor pembatas dalam pengembangan adalah antara lain permodalan nelayan, teknis operasi dan terbatasnya daerah penangkapan ikan. (2) Kabupaten Serang, khususnya Karangantu memiliki wilayah perairan pantai dan perikanan yang cukup potensial.
Perairan Teluk Banten merupakan daerah
penangkapan yang memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil dengan potensi lestari diduga sekitar 829 ton/tahun dan upaya penangkapan optimumnya sekitar 4861 trip/tahun. Secara analisis finansial dan ekonomi, perikanan gillnet di Karangantu dapat dikatakan layak untuk dikembangkan dan menguntungkan serta tingkat pendapatannya melebihi dari upah minimum regional (2005). Mutu hasil tangkapan perikanan gillnet di Karangantu cukup baik, dengan tingkat penanganan dan pengolahan menjadi ikan asin serta dijual dalam keadaan segar ke sekitar Pelabuhan Karangantu, Serang, Tangerang, Bogor dan Jakarta. Komponen dalam pengembangan perikanan gillnet di Karangantu, seperti PPP, TPI dan KUD yang tidak berfungsi sacara optima l, karena terbatasnya fasilitas dan sumberdaya manusia. Selain hanya sedikit lembaga keuangan formal yang diharapkan dapat memberikan bantuan modal kepada nelayan, namun demikian masih digunakan sistem langgan sebagai alternatif pemberi bantuan modal, dan komponen lain yang berperan adalah adanya perusahaan perikanan.
107
(3) Pengembangan potensi sumberdaya ikan dan pemanfaatan perikanan gillnet di Perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten masih dapat dikembangkan dengan pengendalian da n pengawasan secara dini dengan cara penggunaan alat tangkap seletif, efisien dan efektif.
Prioritas kebijakan
pengembangan perikanan gillnet di Karangantu (sesuai urutan prioritas) yang dapat dilakukan yaitu : Pertama kebijakan pengembangan oleh Pemda Kabupaten Serang yang diikuti oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, selanjutnya pengembangan ekonomi dan stok sumberdaya ikan serta strategi pengembangannya adalah : 1) Pengendalian dan pembatasan jumlah unit alat tangkap dan upaya penangkapannya (effort), 2) Pembagian dan pengawasan daerah penangkapan ikan (dpi) sesuai dangan jenis alat tangkap yang digunakan dan peningkatan faktor keamanan, 3) Peningkatan keterampilan nelayan gillnet, permodalan dan pemasaran serta 4) Modernisasi kapal/perahu perikanan gillnet dengan mengganti mesin kapal/perahu perikanan yang lebih besar dan baik serta adanya data statistik yang valid dan akurat.
5.2 Saran (1) Pada Penelitian ini diperoleh gambaran umum mengenai permasalahan dalam pengembangan perikanan gillnet di perairan Pantai Karangantu, Kabupaten Serang-Provinsi Banten, yaitu Pemerintah Kabupaten Serang, khususnya Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, perlu melakukan tindakan yang konkrit dan berdasarkan fakta yang ada kedalam bentuk kebijakan yang realistis, misalnya pembatasan, pengendalian dan pengawasan perikanan tangkapnya, selain itu perlu dilakukan perbaikan dan pengoptimalan fungsi komponen penunjang perikanan tangkap khususnya perikanan gillnet, antara lain PPP, TPI dan KUD, lembaga keuangan, perusahaan pengolahan ikan, sistem pemasaran serta diperlukan usaha secara berkelompok dan juga mendorong berfungsinya lembaga-lembaga lain yang terkait, khususnya pihak keamanan (polisi, TNI dan Pengawas DKP) sehingga perikanan gillnet di Karangantu khususnya dapat dikelola dan berjalan dengan baik dan optimal.
108
(2) Diperlukan penelitian lanjutan dengan data statistik perikanan yang valid dan akurat
yaitu
mengenai
potensi
sumberdaya
perikanan
dan
tingkat
pemanfaatannya secara menyeluruh seluruh alat tangkap dan disesuaikan dengan jumlah dan jenis perikanan tangkap yang baik dan tepat sehingga dapat diketahui ukuran luas dan mesh perimeter jaring gillnet yang paling efisien, efektif dan optimal serta paling menguntungkan (optimal) perikanan gillnet di Kabupaten Serang, khususnya di Perairan Pantai Karangantu.
109
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2004, Serang dalam Angka Lima tahun 2004. Badan Pusat Statistik dan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang, Banten. 86 hal. Dahuri, R. 2002. Kebijakan Nasional dan Rencana Strategis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Secara Berkelanjutan. Kongres Mahasiswa Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. IPB. Bogor. 10 hal. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang. 1999-2005. Laporan Tahunan Produksi Perikanan Lima tahunan Tahun 2005. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang, Banten. 23 hal. Gasperzs, V. 1992. Analisa Sistem Terapan (Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri). Penerbit Tarsito. Bandung. Hal 17. Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan Dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan Taktik Penangkapan Ikan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. Hal 119-121. Kesteven, G. L. 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to Fisheries Science. FAO of The United Nation. Rome. 43 p. Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta. 219 hal. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Hal 58-65. Martasuganda, S. 2005. Jaring Insang (gillnet). Jurusan Pemenfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 135 hal. Monintja, D. R. 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisisr Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 13-18 November 2000. 13 hal. Mugiono. 1994. Studi Tentang Perikanan Cumi-cumi : Tingkat Pemanfaatan dan Potensinya di Selat Alas Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan. 79 hal. Mulyono, S. 1996. Pengambilan Keputusan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Jakarta. 245 hal. 110
Nasir, M. 1988. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal. Novela, V. 2004. Unit Penangkapan Gillnet dan Prospek Pengembangannya di Indramayu. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut pertanian Bogor. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor. Hal 46-54. Nurdjana, M. 2000. Mewujudkan Perikanan sebagai Prime Mover Ekonomi Kerakyatan. Majalah Catur Wulanan Kelautan dan Perikanan. Vol. I No. 2 Desember 2000. Pemerintah Daerah Kabupaten Serang. 2005. Data Potensi dan Daftar Jumlah Rumah Tangga Produksi Tahun 2005. Serang-Banten. 23 hal. Pramudya, B. 2001. Ekonomi Teknik. Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor. Tahun Anggaran 2001/2002. Bogor. Hal 102-133. Saaty, T. L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi para Pemimpin. Terjemahan oleh Liana S. 1986. Edisi Bahasa Indonesia. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 270 hal. Sasmita, S. 1997. Studi Tentang Bagan Motor dan Kemungkinan Pengembangannya di Desa Mekarsari Kecamatan Pulau Merak, Kabupaten Serang. Instutut Pertanian Bogor. 68 hal. Soekartawi, 1990. Teori ekonomi produksi dengan pokok bahasan analisis fungsi Cobb-Douglas.jakarta:raja grafindo persada. Hal 159-187. Sparre and S. C. Venema. 1992. Introduction to Tropical Fish Stock Assesment : Part II Manual. FAO Fish. Tecc. Pap. Rome. 435 hal. Suganda, D. 2003. Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah Terhadap Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kabupaten Serang. Skripsi. IPB. Bogor. 59 hal. Syamsuddin, S. 1995. Analisis Potensi, Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya dan Upaya Pengembangan Perikanan Tangkap Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Banten Serang, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. Hal 21-28. Tuwo, A. 2001. Potensi dan Masalah Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Laut, Suatu Tinjauan Ekologis. Prosiding Lokakarya Nasional Sulawesi, Desentralisasi Pengelolaan Wilayah Laut. Hal 4-6. Wahyono, U. 1991. Pola Pengembangan Produksi Rakyat. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. 18/19 Desember 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 4 hal.
111
LAMPIRAN
112
Lampiran 1. Peta daerah Kabupaten Serang
87 88
Lampiran 2. Peta daerah penangkapan ikan Kabupaten Serang
88 89
Lampiran 3. Dokumentasi kapal/perahu perikanan Karangantu.
90
Lampiran 4. Dokumentasi alat tangkap gillnet Karangantu.
Lampiran 5. Dokumentasi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu.
91
Lampiran 6. Dokumentasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangantu. Lampiran 7. Pengolahan data (statistik dengan minitab)
X1
Mesh 1.Gilnet 1. Silir 2 3 4 5 1. Rampus 2 3 4 5 6 1. Ciker 2 3 4 5
X2
4 2.5 2.25 2.5 2.5 2.25
Luas 192 124 160 124 80 124
2 2 1.75 2 2.25 2 1.5 1.5 1.5 1.25 1.5
60 48 60 48 48 48 24 48 24 18 24
X3
X4
X5
X6
PK
GT
BBM 13.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3
X7 Rp/trimp (rb) 200 100 80 100 100 100
8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 8.3 6.3 6.3 6.3 6.3 6.3
80 80 80 80 70 80 70 70 60 70 70
20 18 18 18 20 16
3 4 4 3 3 3
Nelayan 5 4 4 5 4 3
16 20 16 16 18 16 6 12 8 12 12
3 4 4 3 4 4 2 2 2 2 3
3 4 4 3 3 4 4 3 2 2 2
X4 0.477121 0.60206 0.60206 0.477121 0.477121 0.477121 0.477121 0.60206 0.60206 0.477121 0.60206 0.60206 0.30103
X5 0.69897 0.60206 0.60206 0.69897 0.60206 0.477121 0.477121 0.60206 0.60206 0.477121 0.477121 0.60206 0.60206
Y (hs) Produksi 86.5 51.3 64.5 61 33.2 92.7 46 53.4 21.5 36 24.2 30.5 18.2 31.5 16.1 12 14.8
Data telah dilogaritmakan X1 0.60206 0.39794 0.352183 0.39794 0.39794 0.352183 0.30103 0.30103 0.243038 0.30103 0.352183 0.30103 0.176091
X2 2.283301 2.093422 2.20412 2.093422 1.90309 2.093422 1.778151 1.681241 1.778151 1.681241 1.681241 1.681241 1.380211
X3 1.30103 1.255273 1.255273 1.255273 1.30103 1.20412 1.20412 1.30103 1.20412 1.20412 1.255273 1.20412 0.778151
X6 1.123852 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.919078 0.799341
X7 2.30103 2 1.90309 2 2 2 1.90309 1.90309 1.90309 1.90309 1.845098 1.90309 1.845098
Y 1.937016 1.710117 1.80956 1.78533 1.521138 1.96708 1.662758 1.727541 1.332438 1.556303 1.383815 1.4843 1.260071
92
0.176091 0.176091 0.09691 0.176091
1.681241 1.380211 1.255273 1.380211
1.079181 0.90309 1.079181 1.079181
0.30103 0.30103 0.30103 0.477121
0.477121 0.30103 0.30103 0.30103
0.799341 0.799341 0.799341 0.799341
1.845098 1.778151 1.845098 1.845098
1.498311 1.206826 1.079181 1.170262
Hasil pengolahan statistik data dengan software minitab
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 The regression equation is Y = 0.31 - 0.04 X1 + 0.783 X2 + 0.173 X3 - 0.453 X4 + 0.057 X5 + 0.83 X6 - 0.472 X7 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Coef 0.312 -0.043 0.7832 0.1735 -0.4528 0.0574 0.832 -0.4719
S = 0.1468 PRESS = 0.769709
SE Coef 1.386 1.115 0.2792 0.5215 0.6390 0.4562 1.602 0.9406
T 0.22 -0.04 2.81 0.33 -0.71 0.13 0.52 -0.50
R-Sq = 83.3% R-Sq(pred) = 33.81%
P 0.827 0.970 0.021 0.747 0.497 0.903 0.616 0.628
VIF 13.5 5.6 4.2 4.1 2.5 12.4 9.0
R-Sq(adj) = 70.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 9 16
SS 0.96890 0.19405 1.16296
Source X1 X2 X3 X4
1 1 1 1
MS 0.13841 0.02156
DF
F 6.42
P 0.006
Seq SS
0.75214 0.20406 0.00006 0.00511
93
X5 X6 X7
1 1 1
0.00025 0.00186 0.00543
Unusual Observations Obs X1 Resid
8
0.301
Y
Fit
1.7275
1.4698
SE Fit
0.0836
Residual
0.2578
St
2.13R
R denotes an observation with a large standardized residual Saving file as: F:\MINITAB.MP
Lampiran 8. Perhitngan analisis ekonomi dan finansial I. INVESTASI 1. Kapal
Rp. 10.000.000,00
: daya tahan = 10 tahun
2. Alat tangkap Gillnet Rp. 3.500.000,00
: daya tahan = 3 tahun
3. Mesin
Rp. 12.500.000,00
: daya tahan = 6 tahun
Jumlah
Rp. 26.000.000,00
II. PENERIMAAN (50%-50%) (Jumlah trip : 108+82+55 = 245 trip/tahun) Penerimaan Musim Puncak : Kembung
= 15 kg / trip x 108 trip / tahun x Rp. 8.500,00 / kg = Rp. 13.770.000,00
Kurisi
= 5,5 kg /trip x 108 trip / tahun x Rp. 6.000,00 / kg = Rp. 3.564.000,00
Layang
= 4,7 kg /trip x 108 trip / tahun x Rp. 7.000,00 / kg = Rp. 3.553.000,00
Ikan lainnya = 3,6 kg/trip x 108 trip / tahun x Rp.16.000,00/ kg = Rp. 6.220.000,00 Biaya Lelang = 2 % x Rp. 27.108.000,00
= Rp. 542.000,00-
Total Penerimaan Musim Puncak
= Rp. 26.566.000,00
(Jumlah produksi rata-rata pada musism ikan 28,3 kg/hari = 3111 kg/tahun) Penerimaan Musim Biasa :
:
Kembung
= 5,6 kg /trip x 55 trip / tahun x Rp. 10.500,00 / kg
= Rp. 3.234.000,00
Kurisi
= 4,7 kg /trip x 55 trip / tahun x Rp. 7.000,00 / kg
= Rp. 2.068.000,00
Layang
= 1,7 kg /trip x 55 trip/ tahun x Rp. 9.000,00 / kg
= Rp.
Ikan lainnya
= 3,6 kg/trip x 55 trip / tahun x Rp.18.000,00 / kg
= Rp. 3.564.000,00
Biaya Lelang = 2 % x Rp . 9.707.500,00
= Rp.
841.500,00 194.000,00-
94
Total Penerimaan Musim Biasa
= Rp. 9.513.500,00
(Jumlah produksi rata-rata pada musim biasa 15,5 kg/hari = 823 kg/tahun) Penerimaan Musim Paceklik : Kembung
= 3,6 kg /trip x 82 trip / tahun x Rp. 12.000,00 / kg = Rp. 3.542.000,00
Kurisi
= 1,3 kg /trip x 82 trip / tahun x Rp. 9.000,00 / kg = Rp.
959.000,00
Layang
= 1,1 kg /trip x 82 trip / tahun x Rp. 10.000,00 / kg = Rp.
902.000,00
Ikan lainnya
= 0,9 kg /trip x 82 trip / tahun x Rp. 21.000,00 / kg = Rp. 1.550.000,00
Biaya Lelang = 2% x Rp. 6.658.000,00
= Rp.
133.000,00-
Total Penerimaan Musim Paceklik
= Rp. 6.953.000,00
(Jumlah produksi rata-rata pada musim paceklik 6,3 kg/hari = 1691 kg/tahun) Total Penerimaan = Rp. 43.032.500,00 / tahun
(Total produksi rata-rata = 5625 kg/tahun) Lanjutan, III. BIAYA PRODUKSI A. Biaya Tetap 1. Penyusutan kapal
= Rp. 1.000.000,00
2. Penyusutan alat tangkap gillnet
= Rp. 1.167.000,00
3. Penyusutan mesin
= Rp. 2.083.000,00
4. Perawatan: -Kapal
=Rp. 300.000,00/tahun
-Alat tangkap gillnet
= Rp. 300.000,00/tahun
- mesin
= Rp. 200.000,00/tahun
5. Perizinan (SIPI, SIUP dan PAS)
= Rp. 80.000,00 +
Jumlah biaya tetap
= Rp. 5.130.000,00
B. Biaya Tidak Tetap 1. Solar (8,3 liter x 4.300,00 x 245 trip/tahun) = Rp. 8.428.000,00 2. Oli (1,5 liter x Rp.14.000,00 x 40 kali/tahun) = Rp.
840.000,00
3. Perbekalan (Rp. 55.000,00 x 245trip/tahun) = Rp.13.725.000,00+
95
Jumlah Total Biaya
= Rp.22.743.000,00
= Rp. 5.130.000,00 + Rp. 22.743.000,00
Jumlah
= Rp. 27.873.000,00
Keuntungan = Penerimaan – Total Biaya = Rp. 43.032.500,00 – Rp. 27.873.000,00 = Rp. 15.159.500,00
*Net B/C = S Penerimaan
S Biaya
=
43.032.500
= 1,54
27.873.000
96
Lanjutan,
IV. Perhitungan nilai break event point (BEP)
* BEP =
biaya tetap biaya var iabel 1− penjualan
= 5.130.000 1- 22.743.000 43.032.500 = Rp. 10.915.000,00 /unit/tahun Kelebihan keuntungan dengan BEP adalah : Rp. 4.244.500,00
* BEP ( volume ) =
biaya tetap biaya var iabel unit penjualan− volume penjualan
= 5.130.000 5625 – 22.743.000 = 4461 kg/unit/tahun 5625 Kelebihan produksi rata-rata : 1164 kg/unit/tahun
97
Lampiran 9. Analisis pengembangan kebijakan dengan metode SWOT I. Evaluasi IFE dan EFE Uraian Faktor-faktor Internal dan Eksternal 1. Kekuatan - Potensi Sumberdaya Perikanan - Adanya Unit Perikanan gillnet - Harga Ikan yang Cukup Baik - Adanya program Pemerintah (bantunan, perkreditan dan PEMP) 2. Kelemahan - Kondisi Unit Perikanan Gillnet - Ketrampilan Nelayan (Khususnya Penentuan Daerah Penangkapan DPI) - Data Statistik yang Tidak Akurat dan Valid - Permodalan dan Pemasaran (sistem Langgan/ patron Klien)
Bobot
Rating
Skor
0,81 0.91 0,92 0,65
4 3 4 2
3,24 2,70 3,68 1,30
0,72 0,56 0,68
4 3 3
2,88 1,68 1,36
0,47
2
0.94
Total Skor (Selisih) 4,06 3. Peluang - Jumlah Permintaan Ikan Meningkat 0,58 2 1,16 - Ketrampilan Nelayan Gillnet 0,76 3 2,28 - Kesempatan Kerja 0,78 4 3,16 - Pendapatan Nelayan Gillnet yang cukup 0,51 3 1,53 4. Ancaman - Persaingan Antar Nelayan 0,86 4 3,44 - Produksi Menurun (Merugi) 0,42 1 0,42 - Keamanan yang Mengkhawatirkan 0,54 2 1,08 - Buruh Nelayan Semakin Berkurang 0,68 3 1,94 Total Skor (Selisih) 1,35 II. Matriks SWOT EFE \ IFE Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Strategi SO Strategi WO - Meningkatkan Ketrampilan Nelayan - Meningkatkan Ukuran Mesin - Permodalan dan Pemasaran Kapal - Perlu Adanya Data Statistik yang Akurat dan Valid Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT - Menuntukan Upaya Penangkapan - Pengaturan Daerah Penangk apan Optimum Ikan DPI Sesuai dengan Alat - Pengaturan/Pengendalian Jumlah Tangkap yang Digunakan Alat Tangkap - Peningkatan Faktor Keamanan
98
Lampiran 10. Argumen nilai skala banding berpasangan antar saran-saran implikasi pengembangan perikanan gillnet di PPP Karangantu
Unsur
NB A
Nilai
Kategori Aspek Biologi
1 B
2 7
3 1/7
4 JLP
C
5
1/5
LP
D
1/3
3
SLP
5 B Perlu segera ditata karena Effort melebihi optimum, A tidak berpengaruh D mendukung langsung keadaan effort dan stok, A tidak berpengaruh Unsur A dan D berpengaruh tidak langsung pada stok
Argumen Aspek Aspek Teknologi Sosial 6 7 B A dan B berhubungan sama langsung, A penting tidak untuk langsung kehidupan masyarakat nelayan
Aspek Ekonomi 8 B berpengaruh langsung pada pendapatan, A tidak langsung
A dan C sama perlu dan saling menunjang
C lebih mudah dilaksanakan dibanding A
D lebih berpengaruh nyata hasilnya dari A
A dan D merupakan kegiatan yang saling menunjang
A lebih memberikan efek baik dari D
Keduanya berpengaruh pada pendapatan
99
Unsur
NB B
Nilai
Kategori Aspek Biologi
1 C
2 1
3 1
4 SP
5 Keduanya saling menunjang
D
1/3
3
SLP
B berpengaruh langsung E tidak langsung
Argumen Aspek Aspek Sosial Teknologi 6 7 Keduanya Keduanya sama perlu sama mengalami hambatan karena kebiasaan turuntemurun D Keduanya memerlukan sulit tambahan dilakukan teknologi, B karena tidak kebiasaan yang telah berlangsung
Aspek Ekonomi 8 Kedunya meningkatkan pendapatan masyaratkat
Keduanya dapat meningkatkan pendapatan
Lanjutan,
Unsur 1 D
NB C
Nilai 2 1/3
3 3
Kategori
Argumen Aspek Aspek Teknologi Sosial 5 6 7 C C dan D Keduanya berpengaruh sama-sama berpengaruh langsung diperlukan pada pada stok kebiasaan sedang, D nelayan tidak Aspek Biologi
4 SLP
Aspek Ekonomi 8 C lebih mudah dilaksanakan dari D
Keterangan : A : Meningkatkan keterampilan nelayan gillnet, permodalan dan pemasaran. B : Pembatasan dan pengendalian jumlah alat tangkap yang digunakan dan upaya penangkapannya (effort). C : Pengaturan dan pembagian daerah penangkapan (DPI) sesuai dengan alat tangkap yang digunakan dan peningkatan faktor keamanan D : Mengganti kapal perikanan menjadi lebih besar dan baik dan pengadaan data statistik yang akurat dan valid.
100
Intensitas : 1 = Kedua unsur sama pentingnya (SP) 3 = Unsur yang satu sedikit lebih penting dari unsur lainya (SLP) 5 = Unsur yang satu lebih penting dari unsur lainya (JLP) 7 = Unsur yang satu jelas lebih penting dari unsur lainya (JLP) 9 = Unsur yang satu mutlak lebih penting dari unsur lainya (MLP) 1/3, 1/5, 1/7, 1/9 = Skala banding berpasangan untuk intensitas 3,5,7,9.
Lampian 11. Perhitugan penentuan bobot pada penilaian perbandingan
berpasangan
I. Prioritas tingkat I kebijakan pengembangan Kebijakan pengembangan
Nelayan
Pengolah Ikan
Pedagang
Pemda
Dinas Perikanan
Nelayan Pengolah Ikan Pedagang Pemda Dinas perikanan Total
1 3 3 5 5 17
1/3 1 1/2 5 3 9,83
1/3 2 1 5 3 11,33
1/5 1/5 1/5 1 1/4 1,85
1/5 1/3 1/3 4 1 5,58
Vector Priori-tas
Matriks Dinormalisasi 0,06 0,18 0,18 0,29 0,29
0,03 0,10 0,05 0,51 0,31
0,03 0,18 0,09 0,44 0,26
0,11 0,11 0,11 0,54 0,14
0,03 0,06 0,06 0,68 0,17
0,05 0,13 0,10 0,49 0,23 1,00
Hasil : Kebijakan Pemda Pengembangan Urutan 1
Dinas Perikanan 2
Pengolah
Pedagang
Nelayan
3
4
5
II. Prioritas tingkat II pelaku
Nelayan
Biologi
Teknik
Ekonomi
Mutu
Pemasaran
Biologi Teknik Ekonomi Mutu Pemasaran Total
1 1/2 3 3 1/5 7,70
2 1 3 1/5 1/5 6,64
1/3 1/3 1 1/4 1/3 2,24
1/3 1/5 4 1 ½ 6,03
1/5 1/5 3 2 1 6,40
Matriks Dinormalisasi 0,13 0,06 0,39 0,39 0,03
0,31 0,16 0,47 0,03 0,03
0,15 0,15 0,45 0,11 0,15
0,05 0,03 0,66 0,17 0,08
0,03 0,03 0,47 0,31 0,16
Vector Prioritas 0,13 0,09 0,49 0,20 0,09 1,00
101
Pengolah Ikan Ekonomi Mutu Pemasaran Total
Ekonomi
Mutu
Pemasaran
1 1/5 1/3 1,53
5 1 3 9
3 1/3 1 4,33
Pedagang
Ekonomi
Mutu
Pemasaran
Ekonomi Mutu Pemasaran Total
1 1/3 ¼ 1,58
3 1 3 7
4 1/3 1 5,33
Vector Prioritas 0,63 0,11 0,26 1,00
Matrik Dinormalisasi 0,65 0,13 0,22
0,56 0,11 0,33
0,69 0,08 0,23
Vector Prioritas 0,60 0,14 0,26 1,00
Matrik Dinormalisasi 0,63 0,21 0,16
0,43 0,14 0,43
0,75 0,06 0,19
Lanjutan. Pemda
Biologi
Teknik
Ekonomi
Mutu
Pemasaran
Biologi Teknik Ekonomi Mutu Pemasaran Total
1 3 3 3 3 13
1/3 1 3 5 5 14,33
1/3 1/3 1 ¼ ½ 2,41
1/3 1/5 4 1 ½ 6,03
1/3 1/5 2 2 1 5,53
Dinas Perikanan Biologi Teknik Ekonomi Mutu Pemasaran Total
Biologi
Teknik
Ekonomi
Mutu
Pemasaran
1 3 5 3 3 15
1/3 1 3 1/3 1/3 4,99
1/5 1/3 1 1/4 1/2 2,28
1/3 3 4 1 1/2 8,83
1/3 3 2 2 1 8,83
Matriks Dinormalisasi 0,08 0,23 0,23 0,23 0,23
0,02 0,07 0,21 0,35 0,35
0,14 0,14 0,41 0,10 0,21
0,05 0,03 0,67 0,17 0,08
Matriks Dinormalisasi 0,07 0,20 0,33 0,20 0,20
0,07 0,20 0,60 0,07 0,07
0,09 0,14 0,44 0,11 0,22
0,04 0,34 0,45 0,11 0,06
0,04 0,36 0,24 0,24 0,12
0,06 0,04 0,36 0,36 0,18
Vector Prioritas 0,07 0,10 0,38 0,24 0,21 1,00
Vector Prioritas 0,06 0,25 0,41 0,15 0,13 1,00
Hasil : Kebijakan Ekonomi Pengembangan Urutan 1
Teknik
Pemasaran
Mutu
Biologi
2
3
4
5
102
III. Prioritas tingkat III pelaku. Sub kriteria Biologi Stok Sumberdaya Ikan Jenis Ikan Total
Stok Sumberdaya Ikan 1
3
0,75
0,75
0,75
1/3 1,33
1 4
0,25
0,25
0,25 1,00
Jenis Ikan
Matriks Dinormalisasi
Vector Prioritas
* Stok sumberdaya lebih penting untuk di kembangkan daripada jenis ikan. Lampiran 12. Prioritas kebijakan pengembangan perikanan gillnet di Perairan Karangantu
Unsur A B C D
A 1 7 1/5 5
B 1/7 1 1/7 1 Jumlah
C 5 7 1 3
D 1/5 1 1/3 1
Vektor Prioritas 0,11 0,42 0,40 0,07 1,00
% 11 42 40 7 100
Prioritas 3 1 2 4
Hasil sesuai urutan : 1. B 2. C 3. A 4. D
: Pembatasan dan pengendalian jumlah alat tangkap yang digunakan dan upaya penangkapannya (effort) : Pengaturan dan pembagian daerah penangkapan ikan (DPI) sesuai dengan alat tangkap yang digunakan serta dan peningkatan faktor kaeamanan : Meningkatkan keterampilan nelayan gillnet, permodalan dan pemasaran : Mengganti kapal dengan kemampuan lebih besar dan baik serta adanya data statistik yang akurat dan valid
103