ANALISIS PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN AMBIGUITAS PERAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN STRESS KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Pada Karyawan Wanita Bagian Produksi PT. Nyonya Meneer Semarang)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Disusun oleh:
PUTRI NATALIA NIM. 12010111120013
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015
i
ii
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI Yang bertanda tangan dibawah ini, saya, Putri Natalia, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN AMBIGUITAS PERAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN STRESS KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI PADA KARYAWAN WANITA BAGIAN PRODUKSI PT. NYONYA MENEER SEMARANG), adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah–olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri. Bila kemudian hari terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berati gelar dan ijazah yang telah diberikan oleh Universitas batal saya terima.
Semarang, 20 Maret 2015 Yang membuat pernyataan,
(Putri Natalia) NIM: 12010111120013
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.” (Amsal 23:18).
-
Live by Faith and not by Sight -
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Kedua orang tua penulis, Helen dan Vivian Seluruh Keluarga besar Mak Tukul Teman-teman dan sahabat terbaik penulis
v
ABSTRAK Kesamaan derajat antara pria dan wanita menjadikan tidak ada lagi penghalang diantara keduanya. Teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang telah menimbulkan banyak tenaga kerja wanita dalam dunia kerja. Kemampuan, keahlian, dan kinerja wanita dalam pekerjaan saat ini sudah tidak diragukan lagi. Kinerja merupakan kuantitas dan kualitas yang dihasilkan oleh karyawan dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu, keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh karyawan atau sumber daya manusia dalam mengelola perusahaan. Apabila karyawan memiliki ketidakjelasan akan peran yang harus dilakukan dan atau munculnya konflik pekerjaan-keluarga (work family conflict), maka hal ini akan menimbulkan tekanan yang berujung pada timbulnya stress. Stress yang semakin meningkat menyebabkan kinerja karyawan semakin menurun. Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan diimplementasikan kepada 72 karyawan wanita bagian produksi PT Nyonya Meneer Semarang, Jawa Tengah yang telah menikah dan memiliki keluarga dan memiliki masa kerja lebih dari satu tahun berdasarkan metode pengambilan sampel purposive sampling,berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti dimana sampel yang dipilih dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Teknik pengujian data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji reabilitas, uji validitas, uji asumsi klasik, analisis jalur, dan uji sobel untuk menguji efek mediasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Work family conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja, Ambiguitas peran tidak berpengaruh secara siginfikan terhadap stress kerja, Stress kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, Work family conflict berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, Ambiguitas peran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Selain itu, stress kerja berpengaruh negatif dalam memediasi hubungan antara work family conflict terhadap kinerja karyawan dan stress kerja tidak memiliki pengaruh dalam memediasi hubungan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan. Kata kunci : work family conflict, ambiguitas peran, stress kerja, kinerja karyawan.
vi
ABSTRACT Equality between men and women bring into no longer a barrier between them. Technology and science are growing make a lot of women workers. There is no doubt about capabilities and performance of women in the company. Performance are the quantity and quality produced by employees. Therefore, the success of the company is largely determined by employee or human resources within the company. If the employee has a role ambiguity would be done and or work-family conflict, then this will cause the pressure that led to the emergence of stress. Increasing stress causes the employee's performance decreases. The data used in this study were collected through questionnaires and implemented to 72 female employees of PT Nyonya Meneer that work at production, who has married and have a family or a service life of more than one year based on purposive sampling method, based on the criteria specified by the researcher where samples were selected by using certain considerations. The techniques of data analysis in this research include test reliability, test validity, the classical assumptions, Path Analysis, and Sobel test to test the effect of mediation. The results of this study indicate that Work family conflict has positive and significant effect on job stress, role ambiguity has no signifikan effect on job stress, work stress has negative and significant effect on the performance of employees, work family conflict has negative and significant effect on the performance of employees, role ambiguity has positive and significant effect on employee performance. In addition, job stress has negative effect in mediating the relationship between work family conflict and performance of employees and job stress has no effect in mediating the relationship between role ambiguity and performance of employees Keywords: work family conflict, role ambiguity, job stress and employees perfomance
vii
KATA PENGANTAR Puji Tuhan! Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Penulisan skripsi dengan judul ―Analisis Pengaruh Work Family Conflict dan Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan dengan Stress Kerja sebagai Variabel Intervening‖ ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Jurusan Manajemen Universitas Diponegoro. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa doa, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa tulus dan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menopang dan memimpin hidup penulis. 2. Kedua orang tua penulis, Papa B. Handjoko dan Mama Toegianti yang telah memberikan dukungan baik moril maupun finansial bagi penulis sehingga penulis dapat menempuh pendidikan sampai saat ini. 3. Bapak Dr. Suharnomo S.E., M.Si., selaku dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang serta selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan arahan serta kesabarannya selama penulisan skripsi ini.
viii
4. Ibu Dr. Hj. Indi Djastuti, M.S. selaku dosen wali yang telah memberikan banyak nasihat serta arahan selama penulis menempuh studi di Universitas Diponegoro Semarang. 5. Kedua adik penulis, Helen Novitasari dan Vivian Handoyo yang selalu menginspirasi, mendukung, dan mewarnai hidup penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Keluarga besar Mak Tukul dan Engkong Swie yang terus memberi semangat dan doa kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 7. Keluarga besar Alm. Engkong Tan Yan Ging dan Alm. Mak Ernawati yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 8. Seluruh saudara sepupu penulis, Oh Ricky, Oh Yohan, Oh Alvon, Cik Ika yang sudah memberikan masukan-masukan yang positif kepada penulis. 9. Teman-teman SMA Krista Mitra Semarang dan grup Army of God yang sudah melengkapi kebahagiaan penulis dengan segala kekonyolan, kehebohan dan kekocakannya. 10. Seluruh dosen Falkutas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa studi. 11. Seluruh staff Tata Usaha, Perpustakaan, serta karyawan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan bantuannya selama masa studi penulis.
ix
12. Ibu Lulies, selaku Humas PT Nyonya Meneer bagian Museum atas waktu dan izin yang diberikan kepada penulis untuk menimba ilmu dan pengalaman selama proses penelitian. 13. Karyawan bagian produksi PT Nyonya Meneer, Semarang, Jawa Tengah yang menjadi responden dalam penelitian ini. 14. Sahabat seperjuangan manajemen Liese Sidauruk, Ervina Sutanto dan Septi Rianasari yang selalu mendukung penulis dan memberikan arti persahabatan sesungguhnya. 15. Teman bimbingan skripsi, Paguh Raja, Evi Tedja dan Enjang yang selalu memberikan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 16. Teman-teman sepelayanan Bani Asaf Creative Ministry yang selalu memotivasi dan menginspirasi penulis. 17. Teman-teman Manajemen angkatan 2011, khususnya teman-teman MSDM yang telah bersedia berbagi cerita dan kenangan selama masa-masa perkuliahan. 18. Teman-teman KKN Tim II 2014 Desa Damarjati, Kec. Jepara, Jawa Tengah Resty, Mbak Mega, Puspa, Doni, Melvin, Mas Andrew, Mas Widi dan Bima yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis dengan seluruh cerita 30 harinya. 19. Teman-teman PMK Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang yang selalu berbagi keceriaan dan ceritanya.
x
20. Seluruh pihak yang telah berkontribusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar penulis lebih menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun orang lain yang membacanya.
Semarang, 20 Maret 2015 Penulis,
Putri Natalia NIM. 12010111120013
xi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………… ii PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN………………………………………. iii PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI…………………………………. iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. v ABSTRAK…………………………………………………………………….. vi ABSTRACT…………………………………………………………………… vii KATA PENGANTAR…………………………………………………………. viii DAFTAR TABEL……………………………………………………………… xvi DAFTAR GAMBAR…………………………………………………..…........ xviii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xix BAB I PENDAHULUAN…………………………………………........ 1 1.1 Latar Belakang Masalah……………………………….... 1 1.2 Rumusan Masalah………………………………………. 11 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………….. 13 1.3.1 Tujuan Penelitian……………………………….. 13 1.3.2 Kegunaan Penelitian……………………………. 14 1.4 Sistematika Penulisan…………………………………… 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………… 16 2.1 Landasan Teori…………………………………………. 16 2.1.1 Teori Konflik…………………………………… 16 2.1.2 Teori Peran……………………………………... 19 2.1.3 Work Family Conflict…………………………... 22 2.1.3.1 Pengertian Work Family Conflict……….. 22 2.1.3.2 Jenis Work Family Conflict………………. 23 2.1.3.3 Sumber Work Family Conflict………...…. 25 2.1.4 Ambiguitas Peran……………………………….. 26 2.1.5 Stress Kerja……………………………………… 27 2.1.5.1 Pengertian Stress Kerja…………………. 27 2.1.5.2 Penyebab Stress Kerja………………….. 28 2.1.5.3 Gejala Stress Kerja……………………… 33 2.1.5.4 Tindakan untuk mengurangi stress……… 36 2.1.6 Kinerja Karyawan………………………………. 38 2.1.6.1 Pengertian Kinerja Karyawan………….. 38 2.1.6.2 Faktor yang mempengaruhi kinerja……. 39 2.1.7 Pengaruh Work Family Conflict terhadap Stress Kerja…………………………. 42 2.1.8 Pengaruh Ambiguitas Peran terhadap Stress Kerja…………………………. 44 xii
BAB III
2.1.9 Pengaruh Stress Kerja terhadap Kinerja Karyawan…………………………………. 2.1.10 Pengaruh Work Family Conflict terhadap Kinerja Karyawan………………………… 2.1.11 Pengaruh Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan………………………… 2.1.12 Pengaruh Work Family Conflict dan Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan dengan Stress Kerja sebagai Variabel Intervening……………………… 2.2 Penelitian Terdahulu……………………………… 2.3 Kerangka Pemikiran………………………………. 2.4 Hipotesis………………………………………….. METODE PENELITIAN…………………………………. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………… 3.2 Definisi Operasional Variabel…………………….. 3.2.1 Variabel Penelitian………………………… 3.2.2 Definisi Operasional Variabel…………….. 3.2.2.1 Work Family Conflict……………... 3.2.2.2 Ambiguitas Peran…………………. 3.2.2.3 Stress Kerja………………………... 3.2.2.4 Kinerja Karyawan…………………. 3.3 Populasi dan Sampel………………………………. 3.4 Jenis dan Sumber Data……………………………. 3.4.1 Data Primer……………………………….. 3.4.2 Data Sekunder…………………………….. 3.5 Metode Pengumpulan Data……………………….. 3.6 Medote Analisis dan Alat Analisis Data………….. 3.6.1 Metode Analisis Data……………………… 3.6.2 Alat Analisis Data………………………… 3.6.2.1 Uji Kualitas Data………………….. 3.6.2.1.1 Uji Reabilitas……………. 3.6.2.1.2 Uji Validitas…………….. 3.6.2.2 Uji Asumsi Klasik………………… 3.6.2.2.1 Uji Multikolonieritas….... 3.6.2.2.2 Uji Heterokedastisitas…... 3.6.2.2.3 Uji Normalitas………….. 3.6.2.2.4 Uji Linearitas……….…... 3.6.2.3 Uji Model………………………… 3.6.2.3.1 Koefisien Determinasi Total……………………. 3.6.2.3.2 Uji F…………………..... 3.6.2.3.3 Uji Hipotesis (Uji t)……. xiii
45 47 49
50 51 54 56 57 57 58 58 59 60 61 63 65 67 70 70 70 71 73 73 75 75 76 77 78 78 79 80 81 81 81 82 83
3.6.2.4 Analisis Jalur……………………... 3.6.2.5 Uji Sobel………………………….. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………. 4.1 Deskripsi Objek Penelitian……………………………...... 4.1.1 Gambaran Umum PT Nyonya Meneer……………. 4.1.1.1 Profil PT Nyonya Meneer………………… 4.1.1.2 Sejarah PT Nyonya Meneer………………. 4.1.1.3 Pandangan PT Nyonya Meneer terhadap Wanita…………………………………… 4.1.1.4 Motto, Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan.. 4.1.1.4.1 Motto…………………………… 4.1.1.4.2 Visi…………………………….. 4.1.1.4.3 Misi……………………………. 4.1.1.4.4 Tujuan…………………………. 4.1.1.5 Logo PT Nyonya Meneer……………….. 4.1.1.6 Struktur Organisasi PT Nyonya Meneer.. 4.1.2 Gambaran Umum Responden…………………… 4.1.2.1 Karakteristik Responden Menurut Usia… 4.1.2.2 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan………………………………. 4.1.2.3 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Keluarga…………………………………. 4.1.2.4 Karakteristik Responden Menurut Masa Kerja……………………………………… 4.2 Analisis Deskripsi Variabel……………………………… 4.2.1 Analisis Deskripsi Variabel Work Family Conflict.. 4.2.2 Analisis Deskripsi Variabel Ambiguitas Peran….... 4.2.3 Analisis Deskripsi Variabel Stress Kerja………..... 4.2.3 Analisis Deskripsi Variabel Kinerja Karyawan…..... 4.3 Analisis Data……………………………………………….. 4.3.1 Hasil Uji Analisis Data…………………………….. 4.3.1.1 Uji Reliabilitas……………………………... 4.3.1.2 Uji Validitas………………………………... 4.3.2 Hasil Uji Asumsi Klasik…………………………… 4.3.2.1 Uji Multikolonieritas……………………… 4.3.2.2 Uji Heterokedastisitas……………………. 4.3.2.3 Uji Normalitas……………………………. 4.3.2.4 Uji Linearitas……………………………... 4.3.3 Uji Model………………………………………… 4.3.3.1 Koefisien Determinasi Total……………… 4.3.3.2 Uji F………………………………………. 4.3.3.3 Uji Hipotesis (Uji t)………..…………….. 4.3.4 Hasil Analisis Jalur……………………………….. xiv
84 87 89 89 89 89 89 94 95 95 95 96 96 96 97 98 99 100 101 102 103 104 107 111 116 119 119 119 120 121 121 123 127 133 137 137 138 139 142
4.3.5 Hasil Uji Sobel……………………………………. Pembahasan………………………………………………. 4.4.1 Pengaruh Work Family Conflict terhadap Strees Kerja……………………………………………… 4.4.2 Pengaruh Ambiguitas Peran terhadap Strees Kerja……………………………………………… 4.4.3 Pengaruh Stress kerja terhadap Kinerja Karyawan………………………………………… 4.4.4 Pengaruh Work Family Conflict terhadap Kinerja Karyawan………………………………………… 4.4.5 Pengaruh Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan………………………………………… 4.4.6 Pengaruh Work Family Conflict dan Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan dengan Stress Kerja sebagai Variabel Intervening……………... BAB V PENUTUP……………………………………………………… 5.1 Kesimpulan……………………………………………… 5.2 Keterbatasan…………………………………………….. 5.3 Saran……………………………………………………. 5.3.1 Bagi Perusahaan………………………………….. 5.3.2 Bagi Peneliti Selanjutnya………………………… DAFAR PUSTAKA……………………………………………………. LAMPIRAN 4.4
xv
146 148 148 150 152 154 156
157 159 159 162 163 163 164 165
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25
Penelitian Terdahulu………………………………. Contoh Tabel Kuesioner dan Skala Likert………… Data Responden Menurut Usia……………………. Data Responden Menurut Tingkat Pendidikan…… Data Responden Menurut Jumlah Keluarga……… Data Responden Menurut Tingkat Masa Kerja…… Pertanyaan Responden Mengenai Work Family Conflict……………………………………………. Pertanyaan Responden Mengenai Ambiguitas Peran………………………………………………. Pertanyaan Responden Mengenai Stress Kerja………………………………………………. Pertanyaan Responden Mengenai Kinerja Karyawan…………………………………………. Hasil Uji Reliabilitas……………………………… Hasil Uji Validitas………………………………… Hasil Uji Multikolonieritas Regresi Persamaan I………………………………………. Hasil Uji Multikolonieritas Regresi Persamaan II.. Hasil Uji Glejser Regresi Persamaan I…………….. Hasil Uji Glejser Regresi Persamaan II……………. Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov Regresi Persamaan I…………………………………………. Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov Regresi Persamaan II………………………………………… Uji Linearitas Work Family Conflict terhadap Stress Kerja………………………………………… Uji Linearitas Ambiguitas Peran terhadap Stress Kerja………………………………………… Uji Linearitas Stress Kerja terhadap Kinerja Karyawan………………………………………… Uji Linearitas Work Family Conflict terhadap Kinerja Karyawan………………………………… Uji Linearitas Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan………………………………… Hasil Uji F Regresi Persamaan I…………………. Hasil Uji F Regresi Persamaan II………………… Hasil Uji T Regresi Persamaan I………………… Hasil Uji T Regresi Persamaan II………………..
xvi
Halaman 52 72 99 100 101 102 104 108 112 116 120 121 122 123 126 127 132 133 134 134 135 136 136 138 139 140 141
Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28
Ringkasan Hasil Estimasi Parameter Individual… Uji mediasi stress kerja pada work family conflict terhadap kinerja karyawan……………………… Uji mediasi stress kerja pada ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan………………………
xvii
142 147 147
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5
Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9
Gejala Umum Stress………………………………… Pengaruh Lingkungan Internal dan Eksternal Terhadap Perilaku Kerja Pegawai……………………………. Hubungan antara Stress dengan Kinerja………….. Model Penelitian…………………………………... Model Variabel Work Family Conflict…………… Model Variabel Ambiguitas Peran………………. Model Variabel Stress Kerja……..………………. Model Variabel Kinerja Karyawan………………. Analisis Jalur Variabel Work Family Conflict dan Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan di Mediasi oleh Stress Kerja………………………… Logo PT Nyonya Meneer………………………… Struktur Organisasi PT Nyonya Meneer…………. Grafik Scatterplot Persamaan I…………………... Grafik Scatterplot Regresi Persamaan II…………. Grafik Histogram Regresi Persamaan I……......... Grafik Histogram Regresi Persamaan II……....... Grafik Normal P-Plot Regresi Persamaan I……… Grafik Normal P-Plot Regresi Persamaan II…….. Hasil Model Analisis Jalur………………………..
xviii
Halaman 35 41 46 55 61 63 65 67
85 97 98 124 125 128 129 130 131 143
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Lampiran D
Kuesioner Penelitian………………………….... Tabulasi Data Responden……………………… Output Hasil SPSS…………………………….. Surat Ijin Penelian
xix
Halaman 171 177 183
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari work family conflict
dan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening pada karyawan wanita bagian produksi PT Nyonya Meneer Semarang. PT Nyonya Meneer merupakan perusahaan jamu tertua di tanah Jawa yang mempekerjakan 1.000 orang pekerja wanita pada bagian produksi. Pekerja wanita yang telah memiliki keluarga rentan dengan terjadinya konflik antara pekerjaan dan keluarga (work family conflict) yang pada akhirnya akan berdampak pada kinerjanya. Pekerja wanita pada bagian produksi juga dituntut untuk selalu mencari dan memperbarui informasi mengenai pekerjaan yang harus dilakukan sehingga pekerja wanita memiliki semangat yang pada akhirnya juga akan berdampak pada kinerjanya. Saat ini, pekerjaan dan keluarga merupakan dua kepentingan yang tidak dapat dipisahkan. Melalui keluarga, seseorang mendapat kasih sayang, perhatian, serta segala pemenuhan hidupnya. Keluarga juga merupakan sarana penting bagi pembentukan dan pengembangan karakter seorang individu. Sementara melalui pekerjaan, seseorang dapat lebih menemukan jati dirinya, menumbuhkan semangat dan tekad dalam usaha serta dapat lebih menyejahterakan hidup dan keluarganya. Pembagian tugas dan peran di masa lalu sangat jelas dimana suami bertugas mencari nafkah bagi keluarga sementara istri bertugas merawat dan menjaga anak-
1
2
anak dirumah. Akan tetapi, seiring pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang pesat telah memunculkan banyak perubahan dan kemajuan pada berbagai bidang serta memunculkan banyak fenomena baru. Salah satu fenomena tersebut adalah semakin besarnya jumlah wanita yang bekerja dan semakin banyaknya wanita yang berhasil memasuki jenis-jenis pekerjaan yang selama ini jarang bahkan ada yang sama sekali belum pernah dimasuki kaum hawa (Anoraga, 2009). Fenomena ini semakin terbukti dengan banyaknya jumlah wanita yang berhasil menjadi seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan bahkan dalam suatu negara. Pada masa lampau, peran wanita dalam pekerjaan kurang dihargai. Wanita selalu diidentikkan dengan melahirkan, memasak dan pekerjaan rumah. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan peran wanita dalam pekerjaan sedikit demi sedikit mulai dihargai. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, jumlah penduduk wanita berumur 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja menurut provinsi Jawa Tengah selama tiga tahun (2012-2014) berturut-turut cenderung terus meningkat yakni dari 6.804.827 jiwa pada tahun 2012 meningkat menjadi 6.873.682 jiwa pada tahun 2013 dan 7.062.637 jiwa pada tahun 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa kesempatan bekerja dan mengakses ke pekerjaan bagi kaum wanita terus meningkat. Wanita menekuni dunia kerja dikarenakan adanya beberapa motivasi atau dorongan diantaranya faktor ekonomi, misalnya kebutuhan untuk self supporting karena suami yang tidak bekerja atau suami yang bekerja tetapi memiliki pendapatan yang tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga; adanya pertumbuhan inflasi yang
3
setiap tahun semakin meningkat; adanya perubahan pandangan tentang standar hidup layak; adanya status sosial dalam masyarakat; serta adanya peningkatan permintaan tenaga kerja wanita lewat pertumbuhan sektor barang maupun jasa (Chayaningdyah, 2009). Dengan melihat banyaknya faktor yang mendorong wanita untuk bekerja, maka dapat diprediksikan jumlah wanita yang memasuki dunia kerja akan cenderung mengalami peningkatan pada masa-masa mendatang. Peran dan partisipasi wanita secara aktif dalam dunia kerja, diharapkan dapat diikuti dengan semakin luasnya peran wanita dalam segala bidang kehidupan. Namun kenyataannya, hal itu tidak pernah dapat terjadi. Hal tersebut dikarenakan dapat memicu timbulnya konflik apabila seorang wanita memenuhi suatu peran dan mengabaikan perannya yang lain. Konflik tersebut muncul karena adanya ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran dimana dalam kondisi yang cukup ekstrim, kehadiran dua atau lebih harapan peran atau tekanan akan sangat bertolak belakang sehingga peran yang lain tidak dapat dijalankan (Khan, Quinn, Snoek, & Rosenthal, 1964). Sebagai wanita pekerja yang sudah berkeluarga, ia dituntut untuk menjalankan dua peran sekaligus, yaitu peran sebagai istri dan ibu ketika dirumah serta peran sebagai wanita pekerja ketika di tempat kerja. Menyeimbangkan tuntutan peran pekerjaan dan keluarga merupakan tugas yang berat bagi seorang wanita pekerja. Tuntutan tersebut dapat menimbulkan adanya konflik pekerjaan-keluarga (work family conflict). Adanya profesionalisme kerja, tekanan untuk bekerja hingga larut malam, membawa pekerjaan kerumah, menghabiskan lebih banyak waktu untuk
4
perjalanan dinas, dan sering kali direlokasi untuk kemajuan karir merupakan beberapa contoh dari work family conflict (Ivancevich, 2006). Work family conflict merupakan konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor, sedangkan di sisi lain ia harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit untuk membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang atau bahkan tidak memiliki waktu bersama keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan (Frone, Rusell & Cooper, 1992). Work family conflict sering terjadi pada wanita yang sudah bekerja dan berkeluarga. Bagi wanita pekerja, bagaimanapun juga mereka adalah ibu rumah tangga yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Karenanya, dalam meniti karier, wanita mempunyai beban dan hambatan yang lebih berat dibanding rekan prianya (Anoraga, 2009). Wanita harus mengurus urusan rumah tangga seperti memasak, mengurus keperluan anak dan melakukan hal-hal lain yang berkaitan dengan rumah tangga. Hal ini membuat wanita pekerja memiliki dilema ‗dual career’. Di satu sisi ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sedangkan di sisi yang lain ia harus mengatur urusan rumah tangga, sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu. Tentu saja hal ini menyebabkan perempuan mempunyai berbagai peran yang dapat menimbulkan konflik. Seseorang akan mengalami konflik peran
5
jika ia memiliki dua peran atau lebih yang harus dijalankan pada waktu yang bersamaan (Luthans, 2006). Work family conflict merupakan konflik peran yang terjadi akibat timbulnya tekanan-tekanan yang berasal dari pekerjaan dan keluarga. Sedangkan, ketika seseorang kurang mendapatkan informasi yang cukup mengenai kinerja yang efektif dari sebuah peran, maka orang tersebut mengalami ketidakjelasan peran (Hutami, 2011). Ketidakjelasan peran atau ambiguitas peran yang dialami oleh seorang karyawan dapat mempengaruhi kondisi, emosi, dan proses berpikirnya. Munandar (2008) menyatakan bahwa ambiguitas peran dirasakan jika seorang karyawan tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Pada dasarnya ambiguitas peran terjadi pada seorang karyawan yang baru saja memasuki hari pertama kerja pada perusahaan. Karyawan akan mengalami ketidakjelasan mengenai peran dan pekerjaan apa yang harus dilakukan. Oleh sebab itu, seorang karyawan yang dinyatakan diterima oleh suatu perusahaan harus mengikuti masa orientasi atau tahap pengenalan pada perusahaan maupun pekerjaan. Ambiguitas peran tidak hanya terjadi pada karyawan baru saja. Karyawan lama pun sering kali mengalami ambiguitas peran ketika ia di rotasi atau dipindahkan pada pekerjaan lain di perusahaan bahkan pada divisi yang sama. Wanita pekerja yang mengalami work family conflict dan atau kurang memiliki informasi atau ketidakjelasan peran dalam pekerjaan yang dilakukan dapat menimbulkan tekanan yang pada akhirnya memicu timbulnya stress dalam dirinya.
6
Anoraga (2009) mendefinisikan stress sebagai suatu respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menyebabkan penyimpangan fisik, psikologis dan perilaku. Jackson dan Schuler (1985) dalam Celik (2013) mengidentifikasi bahwa konflik peran dan ambiguitas peran merupakan dua komponen utama stress. Hal ini kembali ditekankan oleh Karatepe dan Tekinkus (2006) yang menyatakan bahwa work family conflict merupakan faktor stress berat yang sering terjadi di tempat kerja yang dapat menyebabkan berbagai hasil negatif, termasuk gangguan kesejahteraan dalam keluarga. Semakin besar work family conflict dalam diri seorang wanita, semakin besar pula tekanan dan stress yang dialami wanita tersebut. Khattak, Quarat-ul-ain, Nadem (2013) menyatakan bahwa stress kerja dipengaruhi oleh kelebihan beban kerja, kelebihan waktu kerja, kelebihan kinerja, ambiguitas peran dan work family conflict. Hal ini diperjelas oleh Schermerhorn & John (2011) yang menyatakan bahwa stress kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tinggi rendahnya tuntutan tugas, konflik peran atau ambiguitas peran, hubungan antar pribadi yang buruk, atau cepat lambatnya kemajuan karir. Semakin banyaknya jumlah wanita dalam dunia kerja menyebabkan semakin bertambahnya beban kerja yang harus diselesaikan. Ia dituntut untuk bekerja secara maksimal dan menyelesaikan tugasnya sesuai dengan batas waktu yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya hambatan-hambatan atau tekanan-tekanan yang dapat menimbulkan stress. Wanita pekerja lebih terindikasi terserang stress dibanding pria karena wanita pekerja harus mampu membagi waktu yang dimilikinya untuk bersantai bersama keluarga
7
sekaligus harus menyelesaikan pekerjaannya di tempat kerja (Ashfaq, Mahmood, & Ahmad 2013). Siagian (2003) mendefinisikan stress sebagai suatu kondisi yang berpengaruh terhadap emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat menggangu pelaksanaan kerja mereka (Handoko, 2008). Jika seorang wanita pekerja mengalami tekanan atau stress kerja di dalam dirinya, hal ini dapat menyebabkan hambatan proses berpikir, lebih emosional, dan gangguan pada kondisi fisik. Jika stress kemudian bertambah, karyawan akan mengalami berbagai gejala stress yang dapat mempengaruhi kinerja dan kesehatannya, bahkan dapat mengancam kemampuannya untuk mengatasi lingkungannya (Muchlas, 2005). Stress biasanya dianggap sebagai sesuatu yang negatif dan sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang buruk. Lazarus & Folkman (1984) dalam Khattak, et al., (2013) membagi dua jenis stres yaitu eustress dan distress. Eustress merupakan stres pada karyawan yang menghasilkan perubahan positif dalam pekerjaan karyawan, sedangkan distress merupakan stres yang menghasilkan hasil negatif dalam pekerjaan. Jadi dengan kata lain, stress dapat dipandang dari berbagai cara yang berbeda. Hal ini tergantung pada posisi orang yang menghadapi stress (Handoko, 2008). Stress
yang
tidak
diatasi
dengan
baik
biasanya
berakibat
pada
ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam
lingkungan
pekerjaan
maupun
diluarnya.
Artinya,
karyawan
yang
8
bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala-gejala yang pada gilirannya berpengaruh pada prestasi kerjanya (Siagian, 2003). Besarnya stress kerja, konflik serta ketidakjelasan peran yang dialami oleh karyawan akan berdampak pada pencapaian kinerja karyawan. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000). Lebih lanjut, Hasibuan (2006) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu. Karyawan akan menghasilkan kinerja yang baik dalam perusahaan apabila ia mendapatkan imbalan yang setimpal sesuai dengan kontribusinya pada perusahaan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan dalam sebuah pekerjaan. Kinerja (perfomance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan (Simamora, 2004). Pencapaian tugas yang dilakukan oleh karyawan akan dapat mengarah pada keberhasilan perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh kinerja sumber daya manusia. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan karyawan yang mampu bekerja lebih baik dan lebih cepat, sehingga diperlukan karyawan yang mempunyai kinerja (job performance) yang tinggi (Douglas dalam Nugroho, 2006). Penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh pengembangan beberapa penelitian terdahulu mengenai pengaruh work family conflict, ambiguitas peran dan stress kerja
9
terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Panatik, Rajab, Shah, Rahman, Yusoff & Badri (2012) menunjukkan bahwa work family conflict memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tekanan psikologis (psychological strain) dan stress kerja yang terdiri dari behavioral stress, somatic stress, dan cognitive stress. Studi yang dilakukan dengan responden karyawan dari sebuah universitas di Malaysia secara khusus, menunjukkan bahwa work family conflict memiliki korelasi yang lebih tinggi yaitu sebesar m=3.35 dibandingkan dengan family work conflict yang hanya sebesar m=2.65. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa work family conflict lebih sering dialami pada karyawan lama yang memiliki tuntutan pekerjaan yang lebih tinggi, serta memiliki keterlibatan kerja yang lebih tinggi. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Ram, Khoso & Shah (2011) yang menemukan bahwa konflik peran dan ambiguitas peran memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan stress kerja. Penelitian ini dilakukan dengan responden para manajer sektor industri manufaktur di Pakistan. Hasil membuktikan bahwa 80% manajer yang menderita work family conflict dan ambiguitas peran akan mengalami stress saat bekerja sehingga menyebabkan para manajer tidak bisa bekerja secara maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Ram et al., (2011) didukung oleh penelitian yang dilakukan Khattak et al., (2013) yang menyatakan bahwa ambiguitas peran memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan stress kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Safira, Othman, dan Wahab (2011) menunjukkan hasil sedikit berbeda. Penelitiannya menunjukkan bahwa konflik peran
10
dan ambiguitas peran secara positif dan tidak signifikan mempengaruhi stress kerja. Menurutnya, diperlukan mediator, yaitu ketidakamanan kerja (job insecurity) agar hasilnya signifikan. Karyawan yang cenderung memiliki stress kerja yang besar akan berdampak pada turunnya kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Azizolla (2013) menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara stress kerja dengan kinerja karyawan. Peningkatan stres kerja pada karyawan akan menimbulkan hasil yang negatif seperti penurunan produktivitas karyawan, tingkat absensi tinggi, serta adanya niat untuk meninggalkan pekerjaan (Safira et al., 2011). Hubungan langsung antara konflik peran dengan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan di teliti oleh Catharina (2001). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konflik peran berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Sebaliknya, ambiguitas peran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashfaq et al., (2013) yang menemukan bahwa work family conflict berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Boles (2011) yang menemukan bahwa work family conflict dapat menurunkan kinerja karyawan, sementara menurunnya kinerja karyawan bisa memberi dampak pada meningkatnya keinginan untuk keluar, meningkatnya absensi, dan menurunnya komitmen organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Nurqamar, Fitri, Haerani, & Mardiana (2014) menemukan bahwa konflik peran secara tidak langsung berpengaruh negatif terhadap kinerja melalui stres kerja dan ambiguitas peran secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap kinerja melalui stress kerja.
11
Berdasarkan fenomena dan kenyataan yang terjadi pada wanita pekerja serta adanya research gap dari penelitian terdahulu, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul: ―Analisis Pengaruh Work Family Conflict dan Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan dengan Stress Kerja sebagai Variabel Intervening. Studi ini dilakukan pada PT Nyonya Meneer Semarang terutama pada karyawan wanita bagian produksi. Dalam studi ini akan menyoroti pentingnya variabel work family conflict, ambiguitas peran dan stress kerja terhadap kinerja karyawan.
1.2
Rumusan Masalah Dual career merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh wanita
pekerja, dimana di satu sisi ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sedangkan di sisi yang lain ia harus mengatur urusan rumah tangganya. Menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan keluarga merupakan tugas yang berat bagi seorang wanita pekerja. Tuntutan tersebut dapat menimbulkan adanya konflik pekerjaan keluarga (work family conflict). Karatepe dan Tekinkus (2006) menyatakan bahwa work family conflict merupakan salah satu faktor stress berat yang sering terjadi di tempat kerja yang dapat menyebabkan berbagai hasil negatif, termasuk gangguan kesejahteraan dalam keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Panatik et al., (2012) yang menunjukkan bahwa work family conflict berpengaruh positif terhadap stress kerja.
12
Ketika wanita pekerja kurang memiliki informasi dan arahan mengenai peran yang emban serta tugas yang harus dilakukan, maka ia akan mengalami ambiguitas peran. Khattak et al., (2013) menyatakan bahwa ambiguitas peran memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan stress kerja. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Safira et al., (2011) yang menemukan bahwa konflik peran dan ambiguitas peran secara positif dan tidak signifikan mempengaruhi stress kerja. Menurutnya, diperlukan mediator, yaitu ketidakamanan kerja agar diperoleh hasil yang signifikan. Stress yang terlalu berlebihan pada diri seorang wanita akan berdampak pada kinerja wanita tersebut. Wanita pekerja pada PT Nyonya Meneer dijadikan sampel penelitian karena wanita pekerja lebih terindikasi terserang stress dibanding pria karena wanita pekerja diharuskan mampu membagi waktu yang dimilikinya untuk bersantai bersama keluarga sekaligus harus menyelesaikan pekerjaannya di tempat kerja (Ashfad, 2013). Wanita juga lebih cenderung memiliki rasa emosional yang lebih tinggi ketimbang pria. Apabila wanita pekerja mampu menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan keluarga serta memiliki informasi yang cukup mengenai tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan niscaya dapat meningkatkan kinerjanya. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti lebih lanjut hubungan dan pengaruh work family conflict dan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening (studi pada karyawan wanita bagian produksi PT Nyonya Meneer Semarang).
13
Dari rumusan permasalahan tersebut dikembangkan beberapa pertanyaan penelitian antara lain: 1. Bagaimanakah pengaruh work family conflict terhadap stress kerja? 2. Bagaimanakah pengaruh ambiguitas peran terhadap stress kerja? 3. Bagaimanakah pengaruh stress kerja terhadap kinerja karyawan? 4. Bagaimanakah pengaruh work family conflict terhadap kinerja karyawan? 5. Bagaimanakah pengaruh ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan? 6. Bagaimanakah pengaruh antara work family conflict dan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh antara work family conflict terhadap stress kerja. 2. Untuk menganalisis pengaruh antara ambiguitas peran terhadap stress kerja. 3. Untuk menganalisis pengaruh antara stress kerja terhadap kinerja karyawan. 4. Untuk menganalisis pengaruh langsung work family conflict terhadap kinerja karyawan. 5. Untuk menganalisis pengaruh langsung ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan.
14
6. Untuk menganalisis pengaruh antara work family conflict dan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening. 1.3.2
Kegunaan penelitian 1. Bagi Perusahaan Hasil penelitian mengenai pengaruh work family conflict dan ambigutas peran terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening pada karyawan bagian produksi PT. Nyonya Menner diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukkan yang dapat digunakan sebagai peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan kinerja karyawan yang lebih baik. 2. Bagi Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi dan menambah wawasan rekan -rekan khususnya bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia yang ingin mempelajari lebih mendalam mengenai pengaruh work family conflict dan ambiguitas peran terhadap stress kerja yang berdampak pada kinerja karyawan. 3. Bagi Penulis Dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan pengetahuan serta wawasan baru untuk mampu menerapkan teori yang di dapat di bangku perkuliahan dengan kenyataan yang sebenarnya.
15
1.4
Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan di dalam memberikan gambaran mengenai isi
skripsi ini, pembahasan dilakukan secara sistemik, meliputi: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta kegunaan penelitian. Bab ini juga menguraikan tentang latar belakang work family conflict dan ambiguitas peran yang mempengaruhi stress kerja dan berdampak pada kinerja karyawan. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menjelaskan tentang teori-teori serta telaah pustaka yang berhubungan dengan penelitian, kerangka penelitian, serta hipotesis untuk memberikan jawaban sementara terhadap penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai variabel penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel yang digunakan, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis data yang digunakan. BAB IV PEMBAHASAN Bab ini akan memberikan gambaran umum responden, hasil analisis dari penelitian serta pembahasan. BAB V PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian, serta saran bagi penelitian mendatang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang relevan mengenai
variabel work family conflict, ambiguitas peran, stress kerja dan kinerja karyawan. Selain itu, bab ini juga menjelaskan telaah pustaka yang berhubungan dengan penelitian, kerangka penelitian, serta hipotesis untuk memberikan jawaban sementara terhadap penelitian ini. 2.1.1
Teori Konflik Konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti bersama;
figure yang berarti benturan atau tabrakan. Artinya, adanya benturan atau tabrakan dari setiap keinginan atau kebutuhan, pendapat, dan keinginan yang melibatkan dua pihak bahkan lebih. Banyak konflik terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dihindarkan. Konflik juga dapat diartikan sebagai suatu kenyataan yang muncul karena adanya kehidupan bersama yang dibentuk manusia yang tidak dapat diatasi secara tuntas selama kehidupan manusia itu sendiri masih terus berlangsung (Anoraga, 2009). Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalahmasalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi (Handoko, 2008). Konflik yang terjadi dalam organisasi mencakup keharusan untuk berbagi sumbersumber daya yang langka; perbedaan–perbedaan antara tujuan–tujuan antara unit–unit organisasi; interdependensi aktivitas–aktivitas perkejaan dalam organisasi; serta
16
17
perbedaan–perbedaan dalam nilai–nilai atau persepsi–persepsi antara kesatuan– kesatuan organisasi (Winardi, 1994). Handoko (2008) membagi konflik dalam kehidupan organisasi menjadi 5 jenis, yaitu: 1. Konflik dalam diri individu Konflik ini terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang diharapkan akan dilakukan olehnya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya. 2. Konflik antar individu Konflik ini diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan dalam kepribadian. Konflik ini muncul karena tekanan–tekanan yang berkaitan dengan peranan, seperti antara manajer dan bawahan. 3. Konflik antara individu dan kelompok Konflik ini berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan untuk untuk mencapai konformitas, yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. 4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini terjadi karena adanya pertentangan antar kelompok dalam organisasi. 5. Konflik antar organisasi Konflik ini timbul sebagai akibat dari bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini juga mengarahkan timbulnya
18
pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien. Konflik merupakan proses dimana terjadi pertentangan dari suatu pemikiran yang dirasa akan membawa suatu pengaruh yang negatif. Robbin (1996) mendefinisikan konflik sebagai bertemunya dua kepentingan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan dan dapat menimbulkan efek yang negatif. Konflik dapat terjadi pada saat muncul dua kebutuhan atau lebih secara bersamaan (Irwanto, 1991). Jadi dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan yang terjadi karena seseorang berada dibawah tekanan untuk merespon stimulus–stimulus yang muncul akibat adanya dua motif yang saling bertentangan dimana motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang lain. Winardi (1994) membagi empat macam situasi alternatif atau pendekatan konflik di dalam diri individu: 1. Konflik pendekatan-pendekatan (approach-approach conflict) Suatu alternatif dimana seseorang harus memilih antara dua buah alternatif behavioral yang sama efektif. 2. Konflik menghindari–menghindari (avoidance–avoidance conflict) Suatu alternatif dimana seseorang dipaksa untuk melakukan pilihan antara tujuan–tujuan yang sama tidak atraktif dan tidak diinginkan. 3. Konflik pendekatan–pendekatan (approach–approach conflict) Suatu alternatif dimana seseorang didorong ke arah suatu tujuan, karena adanya keinginan untuk mencapainya.
19
4. Konflik pendekatan-menghindari multiple Suatu alternatif dimana seseorang mengalami kombinasi–kombinasi dari konflik pendekatan menghindari.
2.1.2
Teori peran Peran didefinisikan sebagai satu set harapan yang sesuai dengan perilaku yang
harus diwujudkan oleh seseorang yang memegang posisi tertentu dalam struktur sosial (Rizzo, John, Robert, dan Sidney, 1970). Posisi tersebut harus sesuai dengan norma yang telah dibentuk (Muchlas, 2005). Terdapat dua jenis perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan: 1.
Role Perception Persepsi seseorang mengenai cara orang itu diharapkan berperilaku atau dengan kata lain adalah pemahaman atau kesadaran mengenai pola perilaku atau fungsi yang diharapkan dari orang tersebut.
2.
Role Expectation Cara orang lain menerima perilaku seseorang dalam situasi tertentu.
Peran merupakan salah satu komponen dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya organisasi. Peran yang dimainkan seseorang dalam perusahaan akan membentuk komponen penting dalam hal identitas dan kemampuan orang untuk bekerja. Oleh sebab itu, perusahaan harus memastikan bahwa peran-peran tersebut telah didefinisikan dengan jelas. Scott et al., (1981) dikutip dalam Kanfer (1987) menyebutkan lima aspek penting dari peran, yaitu:
20
1. Peran itu bersifat impersonal; posisi peran itu sendiri akan menentukan harapannya, bukan individunya. 2. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behaviour) yaitu, perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan tertentu. 3. Peran itu sulit dikendalikan (role ambiguity dan role clarity) 4. Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa perubahan perilaku utama. 5. Peran dan pekerjaan itu tidaklah sama. Seseorang yang melakukan satu pekerjaan bisa saja memainkan beberapa peran. Peran yang dimiliki setiap orang pastilah mengenal ekspektasi dari kultur setempat yang harus dijalani atau dimainkan. Apabila peran yang dimainkan berbeda dengan kulturnya, maka akan berakibat timbulnya konflik peran (Muchlas, 2005). Konflik peran muncul ketika peran pekerjaan dan non pekerjaan saling tumpang tindih satu sama lain (Ivancevich, 2007). Khan et al., (1964) mengidentifikasi tipe konflik peran yang terbagi menjadi tiga, yaitu: 1. Interrole conflict Konflik yang terjadi sebagai akibat adanya persyaratan yang berbeda antara dua atau lebih peran–peran yang harus dijalankan pada saat yang sama (Muchlas, 2005).
21
2. Intrarole conflict Konflik yang muncul karena adanya ekspektasi yang saling bertentangan, bagaimana peran yang diberikan itu sebaiknya dimainkan atau dijalankan (Muchlas, 2005). 3. Person role conflict Konflik yang terjadi ketika kewajiban–kewajiban dan nilai–nilai organisasi tidak sesuai dengan nilai–nilai pribadi (Muchlas, 2005). Konflik peran terjadi karena ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi dua atau lebih peran sekaligus. Munandar (2008) menyatakan bahwa konflik peran timbul jika seorang karyawan mengalami adanya: 1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki. 2. Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya. 3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya. 4. Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.
22
2.1.3
Work Family Conflict
2.1.3.1 Pengertian work family conflict Kehidupan modern sering kali menimbulkan banyak masalah. Masalah tersebut sering kali memberikan dampak negatif dalam kehidupan seseorang. Salah satunya adalah muncul ketidakcocokan antara peran dalam keluarga dengan tuntutan peran dalam pekerjaan (Frone et al., 1992). Konsekuensi dari tuntutan antara peran ditempat kerja dan dalam keluarga adalah work family conflict (Willis dan Smith, 2008). Work family conflict sering terjadi pada wanita pekerja karena ia memiliki lebih banyak tanggung jawab daripada pria (Ashfaq, 2013). Kossek dan Ozeki (1998) dalam Nasasivayam dan Zhao (2006) membagi work family conflict menjadi dua dimensi yaitu: 1. Work interfere with family (WIF) WIF merupakan konflik yang muncul ketika peran pekerjaaan mengganggu peran seseorang dalam keluarga. Konsekuensi Work interfere with family (WIF) berhubungan dengan kepuasan diri sendiri, kepuasan keluarga, penyalahgunaan narkoba, depresi, dan kesehatan fisik yang semakin buruk. 2. Family interfere with work (FIW) FIW merupakan konflik yang muncul ketika peran seseorang dalam keluarga mengganggu peran pekerjaan. Konsekuensi Family interfere with work (FIW) adalah tingkat kepuasan rendah, tingginya tingkat absensi,
23
keterlambatan dalam bekerja dan adanya niat untuk keluar dari perusahaan (intention to quit). Jadi dapat disimpulkan bahwa work family conflict merupakan konflik peran yang terjadi ketika seorang individu memiliki peran ganda dalam hal pekerjaan dan keluarga. 2.1.3.2 Jenis work family conflict Work family conflict adalah sebuah konflik yang timbul akibat tekanantekanan yang berasal dari pekerjaan dan keluarga. Greenhaus dan Beutell (1985) mengidentifikasikan tiga jenis work family conflict, yaitu: 1. Time based conflict Konflik yang terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi satu tuntutan yang dapat mengurangi waktu untuk memenuhi tuntutan yang lainnya. Misalnya, tidak dapat menghadiri pesta ulang tahun keluarga karena adanya tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan (Grzywacz, Joseph, Thomas, Antonio, Lourdes, Bless,dan Sara 2007). 2. Strain based conflict Konflik yang terjadi karena adanya tekanan salah satu peran, sehingga membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan peran lainnya. Misalnya, wanita atau pria menjadi marah kepada anggota keluarga setelah seharian lelah bekerja (Grzywacz et al., 2007).
24
3. Behavior based conflict Konflik yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara perilaku individu ketika bekerja dan ketika dirumah. Misalnya, merawat anggota keluarga dengan cara yang salah seperti memperlakukan bawahan di tempat kerja (Grzywacz et al., 2007). Wanita yang telah bekerja dan memiliki keluarga mempunyai dua peranan yang sangat penting dimana ketika bekerja ia dituntut secara professional untuk mencapai tujuan perusahaan, sedangkan ketika berada dalam keluarga, ia harus kembali ke kodratnya, yaitu melayani dan mengurus rumah tangga. Oleh sebab itu, work family conflict terbagi dalam tiga bagian, yaitu : 1.
Job-spouse conflict Konflik yang terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan dengan tuntutan pasangan.
2.
Job-parent conflict Konflik yang terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan dengan tuntutan dari fungsi pemeliharaan dan penjagaan anak.
3.
Job-homemaker conflict Konflik yang terjadi karena adanya tuntutan pekerjaan dengan tuntutan dari tanggung jawab yang berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga (Putri, 2013).
25
2.1.3.3 Sumber-sumber work family conflict Greenhaus dan Beutell (1985) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami work family conflict akan merasakan ketegangan dalam bekerja. Konflik peran ini bersifat psikologis. Gejala yang terlihat pada individu yang mengalami konflik peran ini adalah frustrasi, rasa bersalah, kegelisahan, keletihan. Faktor-faktor penyebab konflik peran ganda (work family conflict), diantaranya: 1. Permintaan waktu akan peran yang tercampur dengan pengambilan bagian dalam peran yang lain. 2. Stres yang dimulai dalam satu peran yang terjatuh ke dalam peran lain dikurangi dari kualitas hidup dalam peran itu. 3. Kecemasan dan kelelahan yang disebabkan ketegangan dari satu peran dapat mempersulit untuk peran yang lainnya. 4. Perilaku yang efektif dan tepat dalam satu peran tetapi tidak efektif dan tidak tepat saat dipindahkan ke peran yang lainnya (Greenhaus dan Beutell, 1985). Stoner dan Charles (1990) mengemukakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik work family conflict adalah: a. Time pressure Semakin banyak waktu yang digunakan untuk bekerja maka semakin sedikit waktu yang digunakan untuk keluarga. b. Family size and support Semakin banyak anggota keluarga, maka semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga maka semakin sedikit konflik.
26
c. Kepuasan kerja Semakin tinggi kepuasan kerja, maka konflik yang dirasakan semakin sedikit. d. Martial and life satisfaction Ada asumsi bahwa wanita bekerja memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya. e. Size if firm Banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.
2.1.4
Ambiguitas Peran Robbins (2008) menyatakan bahwa ambiguitas peran muncul ketika peran
yang diharapkan (role expectation) tidak secara jelas dimengerti dan seseorang tidak yakin pada apa yang dia lakukan. Ambiguitas atau kekaburan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat (Maziatul, 2010). Seseorang dapat dikatakan berada dalam kekaburan peran apabila ia menunjukkan ciri – ciri antara lain sebagai berikut: a.
Tidak jelas benar apa tujuan peran yang dia mainkan.
b.
Tidak jelas kepada siapa ia bertanggung jawab dan siapa yang melapor kepadanya.
c.
Tidak cukup wewenang untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
d.
Tidak sepenuhnya mengerti apa yang diharapkan dari padanya.
27
e.
Tidak memahami benar peranan daripada pekerjannya dalam rangka mencapai tujuan secara keseluruhan (Nimran, 2004).
Ambiguitas peran dirasakan jika seorang karyawan tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu (Munandar, 2008). Ambiguitas peran diperlukan untuk menghasilkan performance yang baik, karena karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta skope dan tanggung jawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya maka akan timbul ambiguitas peran (Rivai dan Deddy, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa ambiguitas peran merupakan ketidakjelasan atau ketidakpahaman mengenai segala informasi dan peran yang harus dilakukan oleh karyawan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.
2.1.5
Stress Kerja
2.1.5.1 Pengertian Stress Kerja Stress memiliki banyak arti. Dari sudut pandang orang biasa, stress dapat diartikan sebagai perasaan tegang, gelisah, atau khawatir. Stress juga dapat didefinisikan sebagai suatu stimulus atau suatu respon (Ivancevich, 2006). Luthans (2006) mendefinisikan stress sebagai respon yang adaktif pada situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Situasi eksternal tersebut secara potensial dapat mengancam dan membahayakan atau yang sering disebut dengan stressor.
28
Stress dapat terjadi ketika muncul kesenjangan (discrepancy) antara apa yang diharapkan dengan apa yang dirasakan oleh seorang karyawan dimana kesenjangan yang muncul dinilai penting (considered important) oleh karyawan bersangkutan (Keaveney & Nelson, 1993 dalam Catharina, 2001). Selanjutnya Ivancevich (2006) mendefinisikan stress sebagai suatu respons adaptif, dimoderasi oleh perbedaan individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa yang memberikan tuntutan khusus terhadap seseorang. Robbins (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu kondisi yang dinamis di mana seorang individu dikonfrontasikan dengan peluang, hambatan, atau tuntutan yang berhubungan dengan apa yang diinginkannya dan hasilnya dianggap penting dan tidak pasti. 2.1.5.2 Penyebab Stress Kerja Luthans (2006) mengemukakan bahwa penyebab stress kerja berasal dari luar dan dalam organisasi, dari kelompok yang dipengaruhi karyawan dan dari karyawan itu sendiri. Penyebab stress atau stressor tersebut terdiri atas 4 hal utama, yaitu: 1. Stresor Ekstraorganisasi Stresor Ekstraorganisasi adalah penyebab stress yang berasal dari luar organisasi. Stresor Ekstraorganisasi menggunakan perspektif organisasi sistem terbuka, yaitu organisasi sangat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Akan tetapi, pada kenyatannya, studi penelitian terbaru menemukan bahwa stressor di luar organisasi berhubungan dengan efek dan perasaan negatif pada pekerjaan. Stresor Ekstraorganisasi mencakup hal seperti perubahan sosial/ teknologi,
29
globalisasi, keluarga, relokasi, kondisi ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat. 2. Stresor Organisasi Stresor Organisasi adalah penyebab stress yang berhubungan dengan organisasi itu sendiri. Beberapa contoh khusus mengenai stresor organisasi mencakup tanggung jawab tanpa otoritas, ketidakmampuan menyuarakan keluhan, penghargaan yang tidak memadai, dan kurangnya deskripsi kerja yang jelas atau menurunnya hubungan antar karyawan. 3. Stresor Kelompok Kelompok
dapat
menjadi
sumber
stress.
Stresor
kelompok
dapat
dikategorikan menjadi dua area, yaitu kurangnya kohesivitas kelompok dan kurangnya dukungan sosial. 4. Stresor Individu Stresor Individu adalah penyebab stress yang muncul dari individu yang ada di dalam organisasi. Misalnya, konflik peran, keraguan dan disposisi–disposisi individual. Menurut Hani Handoko (2008) penyebab stress dikategorikan menjadi 2, yaitu: 1. On-the-job Adalah kondisi kerja yang sering menyebabkan stress bagi para karyawan. Di antara kondisi–kondisi kerja tersebut adalah sebagai berikut: a. Beban yang berlebihan
30
b. Tekanan atau desakan waktu c. Kualitas supervisi yang jelek d. Iklim politis yang tidak aman e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab g. Kemenduaan peranan (role ambiguity) h. Frustasi i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok j. Perbedaan antara nilai–nilai perusahaan dan karyawan k. Berbagai bentuk perubahan 2. Off-the-job Adalah stress pada karyawan yang disebabkan masalah–masalah yang terjadi di luar perusahaan. Penyebab stress Off-the-job antara lain: a. Kekuatiran finasial b. Masalah–masalah yang bersangkutan dengan anak c. Masalah–masalah fisik d. Masalah–masalah perkawinan (perceraian) e. Perubahan – perubahan yang terjadi di tempat tinggal f. Masalah–masalah pribadi lainnya, seperti kematian saudara Keith Davis & John W. Newstrom (1992) menemukan bahwa sumber utama stress karyawan dibagi menjadi antara faktor–faktor yang bersifat organisasi dan lingkungan nonpekerjaan. Kedua penyebab ini menunjukkan bahwa karyawan bisa
31
menganggapi stressor baik dengan stress positif (yang merangsang mereka), ataupun dengan stress negatif (yang menurunkan mereka). Akibatnya, ada konsekuensi yang konstruktif maupun destruktif bagi organisasi dan karyawan. pengaruhnya bisa bersifat jangka pendek dan menurun dengan cepat, atau bisa berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, untuk mengendalikan stress, biasanya organisasi mulai dengan mencari penyebab yang berhubungan dengan pekerjaan. Rahim (1996) menyebutkan bahwa karakteristik pekerjaan yang menyebabkan sumber stres kerja secara konseptual terdiri dari lima dimensi, yaitu sebagai berikut : 1. Physical Environment Adanya lingkungan tempat kerja yang tidak mendukung terselenggaranya proses bekerja yang baik. 2. Role Conflict Suatu
tingkatan dimana individu
mengalami
ketidaksesuaian antara
permintaan dan komitmen dari suatu peran sehingga menimbulkan konflik. 3. Role Ambiguity Suatu tingkatan dimana kriteria prioritas, harapan (expectations), dan evaluasi tidak disampaikan secara jelas kepada karyawan. 4. Role Overload Suatu tingkatan dimana permintaan kerja melebihi kemampuan pegawai dan sumber daya lainnya, serta suatu keadaan dimana pegawai tidak mampu menyelesaikan beban kerja yang direncanakan.
32
5. Role Insufficiency Suatu kondisi dimana pendidikan, training, keterampilan, dan pengalaman pegawai tidak sesuai dengan job requirements. Menurut Robbins (1996), terdapat tiga sumber potensi pemicu stress (stressor), yaitu: 1. Faktor-faktor lingkungan, yaitu: a. Ketidakpastian ekonomi b. Ketidakpastian politik c. Perubahan teknologi 2. Faktor-faktor organisasional, yaitu: a. Tuntutan tugas b. Tuntutan peran c. Tuntutan antarpribadi d. Struktur organisasi e. Kemimpinan organisasi f. Tahap hidup organisasi itu 3. Faktor-faktor personal, yaitu: a. Masalah keluarga b. Masalah ekonomi c. Kepribadian
33
2.1.5.3 Gejala Stress Kerja Seseorang yang mengalami stress dapat terlihat dari gejala-gejala fisik maupun psikis. Menurut Muchlas (2005) dan Robbins (1996), gejala stress dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum: 1. Gejala Fisiologis Stress dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan angka denyut jantung dan pernapasan, menaikkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan merangsang timbulnya serangan jantung. 2. Gejala Psikologis Stress dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan kerja. Dalam efek psikologis, stress dapat menciptakan ketegangan, kecemasan, ketersinggungan, kebosanan, dan keras kepala. 3. Gejala Perilaku Stress berhubungan dengan perilaku termasuk perubahan–perubahan dalam produktivitas maupun kinerja, absensi dan pindah kerja, juga perubahan– perubahan dalam kebiasaan makan, lebih sering merokok dan bertambahnya minum alkohol, bicara menjadi cepat, bertambah gelisah dan adanya gangguan tidur. Anoraga (2009) mengemukakan dalam hubungan dengan gangguan pada badan, dikatakan bahwa ‗stress emosional‘ mempengaruhi otak, yang kemudian melalui
sistem
‗neurohumoral‘
menyebabkan
gejala-gejala
dipengaruhi oleh hormon adrenalin dan sistem syaraf otonom.
badaniah
yang
34
Pada sistem saraf otonom, menimbulkan gejala seperti keluarnya keringat dingin (dan keringat pada telapak tangan), rasa panas dingin badan, asam lambung yang meningkat (sakit maag), kejang lambung dan usus, mudah kaget, gangguan seksual, dan lain-lain. Gejala berat akibat stress sudah tentu kematian, gila (psikosis) dan hilangnya kontak sama sekali dengan lingkungan sosial. Gejala ringan sampai sedang meliputi: a. Gejala badan : sakit kepala (cekot–cekot, pusing separoh, vertigo), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada rasa panas/ nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan, gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, bermacam–macam gangguan menstruasi, keputihan, kejang-kejang, pingsan dan sejumlah gejala lain. b. Gejala emosional : pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, was–was, kuatir, mimpi buruk, murung, mudah marah/ jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah, pandangan putus asa, dan sebagainya. c. Gejala sosial : makin banyak merokok/ minum/ makan, sering mengontrol pintu jendela, menarik diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar, membunuh, dan lainnya (Anoraga, 2009). Menurut Keith Davis & John W. Newstrom (1992), gejala umum stress tampak pada gambar:
35
Gambar 2.1 Gejala–gejala umum stress
Masalah pencernaan
Tekanan darah tinggi
Kegelisahan dan ketegangan
Kekhawatiran yang kronis
Ketidakstabilan emosional
Gejala stress Ketidakmampuan untuk santai
Perasaan tidak mampu menanggulangi
Bersikap tidak kooperatif
Susah tidur
Pemakaian minuman keras, dll
Sumber: Keith Davis & John W. Newstrom (195:1992) Orang yang mengalami stress bisa menjadi nerveous dan merasakan kekhawatiran yang kronis. Mereka menjadi mudah marah dan tidak dapat santai, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif, melarikan diri ke minuman keras, menggunakan obat penenang secara berlebihan. Stress juga dapat menimbulkan gangguan fisik, sebab sistem tubuh bagian dalam mengalami perubahan untuk mengatasi stress. Misalnya gangguan pencernaan, penyakit jantung, ginjal, pembuluh
36
darah, dll. Oleh sebab itu, stress pada maupun di luar pekerjaan, diusahakan serendah mungkin agar kebanyakan orang mampu menghadapinya tanpa gangguan. 2.1.5.4 Tindakan untuk mengurangi stress Agar stress dapat terkelola dan tidak menimbulkan tekanan yang berlebihan, Muchlas (2005) dan Robbins (1996) terdapat dua pendekatan untuk mengurangi stress, yaitu: 1.
Pendekatan individual Seorang karyawan dapat mengambil tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stress yang dialami. Strategi–strategi individual yang efektif
adalah
mengimplementasikan
teknik
manajemen
waktu,
meningkatkan latihan fisik, latihan relaksasi, meluaskan jaringan dukungan sosial, dan konseling karyawan 2.
Pendekatan organisasi Pendekatan organisasi untuk mengurangi stress adalah perbaikan seleksi personel dan penempatan kerja, penggunaan setting yang sesuai dengan tujuan
realistik,
mendesain
kembali
pekerjaan,
menggunakan
pengambilan keputusan secara partisipasif, perbaikan komunikasi organisasi, dan pembentukkan program kebugaran fisik dalam perusahaan. Dalam Keith Davis & John W. Newstrom (1992) tindakan untuk mengurangi stress terbagi menjadi 3, yaitu:
37
1. Meditasi Meditasi mencakup pemusatan pikiran untuk menenangkan fisik dan emosi. Meditasi membantu menghilangkan stress duniawi secara temporer dan mengurangi gejala–gejala stress. 2. Biofeedback Biofeedback merupakan pendekatan melalui bimbingan medis, seperti bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stress yang dialami. 3. Personal wellness Dalam personal wellness, pendekatan preventif lebih baik dalam mengurangi stress karena menciptakan kenyamanan yang lebih baik antara orang–orang dengan lingkungan mereka dan bisa bermanfaat bagi karyawan yang berbeda. Cara terbaik mengurangi stress adalah dengan menganani penyebab– penyebabnya. Cara untuk mengurangi stress adalah dengan merancang/ mendesain kembali pekerjaan, sehingga karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab mereka; komunikasi yang baik bisa memperbaiki pemahaman karyawan terhadap situasi stress; dan program latihan untuk mengembangkan keterampilan dan sikap dalam menangani stress (Handoko, 2008).
38
2.1.6
Kinerja Karyawan
2.1.6.1 Pengertian Kinerja Karyawan Moeheriono (2010) mengartikan kinerja atau performance sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria/ standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang/ kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilannya. Wirawan (2009) mendefinisikan kinerja keluaran yang dihasilkan oleh fungsi–fungsi atau indikator–indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Kinerja karyawan dapat dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampui batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan (Nawawi, 2006). Baik atau tidaknya kinerja karyawan tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan, aspek-aspek ekonomis dan teknis serta keperilakuan lainnya (Handoko, 2008). Sinambela (2012) mendefinisikan kinerja sebagai pelaksanaan suatu pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja lebih ditekankan pada
39
proses, dimana selama pelaksanaan pekerjaan tersebut dilakukan penyempurnaan– penyempurnaan sehingga pencapaian hasil pekerjaan atau kinerja dapat dioptimalkan 2.1.6.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan Pada dasarnya kinerja adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut: (Mathis dan John, 2006) 1.
Kuantitas dari hasil
2.
Kualitas dari hasil
3.
Ketepatan waktu dari hasil
4.
Kehadiran
5.
Kemampuan bekerja sama
Kinerja adalah tingkat prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas (Timpe, 1992). Moeheriono (2010), mendefiniskan kinerja atau performance sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan (Guritno dan Waridin, 2005). Moeheriono (2010) mengemukakan bahwa kinerja individu dipengaruhi oleh enam faktor:
40
a. Harapan mengenai imbalan b. Dorongan c. Kemampuan, kebutuhan dan sifat d. Persepsi terhadap tugas e. Imbalan internal dan eksternal, dan f. Persepsi tentang tingkat imbalan dan kepuasan kerja Kinerja karyawan merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor. Faktor–faktor tersebut adalah faktor lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal karyawan. Kinerja tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. (Wibowo, 2007). Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
41
Gambar 2.2 Pengaruh lingkungan Internal dan Eksternal terhadap perilaku kerja pegawai Lingkungan eksternal:
Kehidupan ekonomi Kehidupan politik Kehidupan sosial Budaya dan agama masyarakat Kompetitor
Faktor internal karyawan: Bakat dan sifat pribadi Kreativitas Pengetahuan dan keterampilan Kompetensi Pengalaman kerja Keadaan fisik Keadaan psikologi
Perilaku kerja karyawan:
Etos kerja Disiplin kerja Motivasi kerja Semangat kerja Sikap kerja Stress kerja Keterlibatan kerja Kepemimpinan Kepuasan kerja Keloyalan
Kinerja karyawan
Sumber: Wirawan (7:2009)
Lingkungan internal organisasi: Visi, misi, tujuan organisasi Kebijakan organisasi Bahan mentah Teknologi (robot, sistem produksi, dll) Strategi organisasi Sistem manajemen Kompensasi Kepemimpinan Modal Budaya organisasi Iklim organisasi Teman sekerja
Kinerja organisasi
42
Faktor internal karyawan, yaitu faktor–faktor dari dalam diri pegawai yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia bekembang. Faktor bawaan misalnya, bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara itu, faktor–faktor yang diperoleh, misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan motivasi kerja. Setelah dipengaruhi oleh lingkungan internal organisasi dan lingkungan eksternal, faktor internal karyawan akan menentukan kinerja karyawan. Jadi dapat diasumsikan semakin tinggi faktor internal, semakin tinggi pula kinerja karyawan. demikian pula sebaliknya. Faktor internal organisasi, yaitu dalam melaksanakan tugasnya, karyawan memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan. Faktor lingkungan eksternal organisasi, yaitu keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang memengaruhi kinerja karyawan.
2.1.7
Pengaruh Work family conflict terhadap Stress Kerja Beberapa teori yang relevan mendukung beberapa prediksi yang beragumen
bahwa work family conflict berpengaruh pada stress kerja. Teori peran menjelaskan bahwa konflik peran individu terjadi ketika pengharapan dalam hal kinerja salah satu peran menimbulkan kesulitan dalam peran lain (Katz dan Kahn, 1978 dalam Judge et al, 1994). Work family conflict merupakan salah satu bentuk konflik peran yang sering terjadi
pada
seorang
wanita
pekerja
akibat
tidak
dapat
membagi
atau
43
menyeimbangkan urusan pekerjaan dengan urusan rumah tangga. Tuntutan kedua peran yang harus dilakukan oleh wanita pekerja dapat menimbulkan tekanan dalam diri wanita tersebut. Tekanan tersebut akan menimbulkan stress. Oleh sebab itu work family conflict dan stress kerja memiliki kaitan yang erat. Masalah karena tingkat stress dan konflik yang tinggi dapat ditunjukkan secara fisik, psikologis, atau perilaku individu (Luthans, 2006). Work family conflict akan berakibat pada stress kerja karena adanya konflik antar peran (interrole conflict) dimana terjadi konflik antara tuntutan peran pekerjaan dan keluarga yang saling tumpang tindih. Work family conflict cenderung mengarah pada stress kerja ketika urusan pekerjaan mencampuri kehidupan keluarga. Tekanan sering kali terjadi pada individu untuk mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan lebih banyak waktu untuk keluarga (Murtiningrum, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Panatik et al., (2012) menyatakan bahwa work family conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja. Work family conflict sering terjadi pada individu yang memiliki tuntutan pekerjaan yang besar dan memiliki keterlibatan kerja dalam perusahaan yang besar. Penelitian ini sejalan dengan Ram et al., (2011) yang juga menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh positif dan signifikan dengan stress kerja. Seseorang yang mengalami work family conflict akan berakibat pada peningkatan risiko kesehatan, penurunan kinerja, menghambat stress, penurunan komitmen dalam perusahaan, tingginya tingkat absensi, intention to quit dan penurunan kepuasan kerja.
44
Major et al., (2002) dalam Schultz dan Sydney (2006) dalam penelitiannya terhadap 513 pekerja di 500 perusahaan yang berbeda di Amerika Serikat menemukan bahwa semakin besar jumlah jam kerja dalam perusahaan, semakin banyak pula waktu yang dihabiskan dalam perusahaan dan kurangnya waktu bersama keluarga, maka semakin tinggi juga stress yang dialami pekerja. Tara Kuther (2002) dalam artikelnya yang berjudul Women, Work, Stress and Health menunjukkan bahwa terjadinya stress kerja berhubungan dengan tingginya tingkat work family conflict yang dalam hal ini tidak hanya dialami oleh wanita tetapi juga oleh pria, di mana tingkat work family conflict mempunyai dampak positif terjadinya stress kerja. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1: Work family conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja.
2.1.8
Pengaruh ambiguitas peran terhadap stress kerja Ambiguitas identik dengan penafsiran. Penafsiran seorang akan yang lain
pasti berbeda–beda. Seseorang memiliki kemampuan mengekspresikan lebih dari satu penafsiran. Dalam ambiguitas, penafsiran spesifik dan berbeda bisa saja muncul (meski beberapa di antaranya tidak tampak begitu saja), sementara informasi yang tidak jelas sulit menghasilkan penafsiran apapun pada tingkat spesifikasi yang diinginkan (Wikipedia, 2015). Ambiguitas peran atau kekaburan peran adalah suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat
45
melaksanakan perannya dengan tepat. Oleh karena itu, ambiguitas peran bersifat pembangkit stres karena ambiguitas peran menghalangi individu untuk melakukan tugasnya dan menyebabkan timbulnya perasaan tidak aman dan tidak menentu (Febrianty, 2012). Kurangnya dan ketidakpahaman akan informasi serta pengarahan akan tujuan–tujuan serta tugas–tugas yang diberikan dapat menyebabkan timbulnya situasi penuh stress. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ram et al., (2011) dan Khattak et al., (2013) yang menyatakan bahwa ambiguitas peran berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2: Ambiguitas peran berpengaruh positif dan signifikan terhadap stess kerja.
2.1.9
Pengaruh stress kerja terhadap kinerja karyawan Telah cukup banyak penelitian yang menyelidiki hubungan antara stress dan
kinerja. Yang paling sering didokumentasikan adalah hubungan seperti U-terbalik seperti gambar dibawah ini:
46
Gambar 2.3 Hubungan antara Stress dengan Kinerja
T
Kinerja
R: Rendah T: Tinggi
T
R Stress
Sumber: Makmuri Muchlas (504:2005) Penjelasan dari U-terbalik ini adalah stress yang tingkatnya rendah sampai sedang justru menstimulasi tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi. Mereka kemudian kerap kali mempertunjukan tugas–tugas yang dikerjakan secara lebih baik, lebih intens dan lebih cepat. Tetapi, jika terlalu besar, stress justru akan menempatkan
orang
yang
bersangkutan
dalam
berbagai
hambatan
atau
ketidakberhasilan memenuhi tuntutan–tuntutan, sehingga mengakibatkan kinerja yang lebih rendah/ menurun. Bentuk U-terbalik ini dapat menggambarkan reaksi terhadap stress untuk jangka waktu tertentu dan juga untuk perubahan dalam intensitas stress. Hal ini bisa berati stress yang relatif moderat pun akan memiliki pengaruh negatif
47
terhadap kinerja seseorang kalau waktu kerjanya lama karena intensitas stress yang berkelanjutan akan meruntuhkan dan menyerap sumber tenaganya (Muchlas, 2005). Siagian (2003) mengemukakan stress dapat timbul sebagai akibat dari tekanan/ ketegangan yang bersumber dari ketidaksetaraan antara seseorang dengan lingkungannya. Dengan perkataan lain, apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, ia akan mengalami stres. Tingkat stres yang mampu dikendalikan mampu membuat karyawan melakukan pekerjaanya dengan lebih baik, karena membuat mereka mampu meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan, dan kemampuan berkreasi, tetapi tingkat stres yang berlebihan membuat kinerja mereka akan mengalami penurunan (Robbins, 2003). Azizolla (2013) menunjukkan hasil bahwa stress kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Semakin tinggi stress kerja yang dialami seorang karyawan, maka kinerja karyawan akan menurun. Sebaliknya, jika seorang karyawan tidak tertekan dalam melakukan tugas, maka kinerja karyawan akan meningkat. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Stress kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.1.10 Pengaruh work family conflict terhadap kinerja karyawan Work family conflict dapat terjadi karena adanya tuntutan satu peran yang bercampur aduk dengan keikutsertaan peran lainnya. Hal ini dapat menimbulkan tekanan–tekanan yang pada akhirnya dapat menyebabkan stress pada diri individu.
48
Konflik sangat berhubungan dengan produktivitas organisasi. Produktivitas organisasi berasal dari sumbangan prestasi para pekerja yang bekerja secara serius dengan menggunakan sumber daya manusia seminim mungkin. Dengan demikian konflik yang berunsur negatif akan menurunkan produktivitas seorang pekerja (Luthans, 2006) Konflik peran yang dialami oleh seorang karyawan akan berakibat negatif terhadap kinerjanya karena karyawan tersebut lebih banyak mencurahkan energinya untuk mengatasi konflik peran tersebut daripada mencurahkan perhatiannya pada bagaimana menyelesaikan tugas atau pekerjaannya dengan baik (Singh, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Ashaq et al., (2013) menemukan bahwa Work life conflict dan Work over load dapat menyebabkan turunnya kinerja karyawan. Schieman et al., (2003) menegaskan bahwa pekerjaan keluarga dan pekerjaan di kantor yang tumpang tindih dapat menurunkan kinerja karyawan. Oleh karena itu, semakin banyaknya tekanan dan tuntutan dalam kehidupan keluarga dan pekerjaan akan menyebabkan kinerja seseorang semakin turun. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Work family conflict berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
49
2.1.11 Pengaruh ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan Rizzo et al., (1970) mendefinisikan ambiguitas peran sebagai kurangnya informasi yang diperlukan mengenai harapan peran untuk menempati posisi organisasi tertentu. Ketidakjelasan peran mengacu pada persepsi individu tentang harapan dan perilaku yang terkait dengan perannya. Dengan kata lain, ketidakjelasan peran terjadi ketika tugas dan tindakan yang diberikan oleh seorang karyawan tidak jelas informasinya. Schultz et al., (2006) mengemukakan: “Role ambiguity arises when the scope and responsibilities of the job are unstructured or poorly defined. The employee is not sure what is expected or even what to do. This is particulary crucial for new employees, whose job guidelines may be unclear. Adequate orientation and socialization programs for new employees can reduce role ambiguity.” Apabila ketidakjelasan peran semakin meningkat dalam pekerjaan individu, hal ini akan berdampak negatif pada kinerja karyawan karena karyawan tersebut tidak mengetahui bagaimana cara ia menyelesaikan tugas atau pekerjaannya secara efektif, sehingga dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, karyawan tersebut cenderung kurang terarah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Catharina (2001) yang menemukan bahwa ambiguitas peran berpengaruh negatif dan signifkan terhadap kinerja karyawan. Ketika karyawan mengalami ketidakjelasan peran dan informasi, mereka tidak mengetahui secara jelas bagaimana mereka melaksanakan pekerjaan secara efektif, maka dalam bekerja mereka cenderung tidak efisien dan tidak terarah, sehingga kemungkinan kinerja mereka akan menurun. Chelik (2013) menyatakan bahwa karyawan yang mengalami ambiguitas peran tidak
50
dapat menemukan fungsi-fungsi pekerjaan dan tanggung jawab mereka, sehingga kinerja mereka akan turun. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Ambiguitas peran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.1.12 Pengaruh Work Family Conflict dan Ambiguitas Peran terhadap Kinerja Karyawan dengan Stress Kerja sebagai Variabel Intervening Keberhasilan perusahaan tidak pernah terlepas dari kinerja karyawan. Karyawan dengan kinerja yang baik niscaya dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas, sehingga tujuan dari perusahaan tersebut akan tercapai. Sebaliknya, jika karyawan memiliki kinerja yang buruk, ia akan menghasilkan output yang pas-pasan dan hal ini akan berdampak pada reputasi perusahaan dimana ia bekerja. Karyawan dengan kinerja yang buruk dikarenakan banyaknya tuntutan yang menggangu dan menghalangi, sehingga apabila ia melakukan suatu peran dan tuntutan, maka akan menyebabkan tidak terpenuhinya peran atau tuntutan yang lain. Tingginya tuntutan yang berhubungan dengan pekerjaan, kurangnya sumber daya, kurangnya dukungan dan waktu yang cukup untuk tetap sejajar dengan tuntutan pekerjaan merupakan sumber stres. Beban kerja yang berlebih tersebut menyebabkan benturan-benturan atau tekanan-tekanan yang terjadi pada diri karyawan yang dapat menimbulkan stress (Gillespie, 2001). Stres di tempat kerja disebabkan oleh beberapa faktor yang telah diidentifikasi oleh banyak peneliti seperti ketidakamanan pekerjaan, konflik peran, ambiguitas
51
peran, tekanan waktu, konflik interpersonal, jumlah pekerjaan yang berlebihan, tekanan
performansi
(Nurqamar
dkk,
2014).
Konflik
peran
merupakan
ketidakcocokan harapan dari peran yang satu dengan peran yang lain, yang terjadi jika seseorang memiliki dua peran atau lebih yang harus dijalankan pada waktu yang bersamaan. Ambiguitas peran terjadi ketika individu kurang memiliki informasi, arahan dan tujuan yang jelas tentang harapan peran dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Nurqamar dkk (2014) menemukan bahwa konflik peran berpengaruh negatif secara tidak langsung terhadap kinerja melalui stres kerja dan ambiguitas peran berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja melalui stress kerja. Ashaq et al., (2013) menyatakan bahwa ambiguitas peran lebih berpengaruh positif terhadap job outcomes daripada kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H6: Work family conflict dan Ambiguitas peran berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening.
2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan kumpulan hasil–hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti–peneliti terdahulu dan mempunyai kaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Hasil penelitian yang berkaitan dengan pengaruh work family
52
conflict dan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening adalah sebagai berikut:
Nama peneliti (Tahun) Saira Ashfaq, Zahid Mahmood dan Mehboob Ahmad (2013)
Judul
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel Alat Penelitian Analisis
Hasil
Impact of Work-Life Conflict and Work over Load on Employee Performance in Banking Sector of Pakistan Khattak Impact of Role Muhammad Ambiguity on A., Quarat-ul- Job ain, dan Satisfaction, Nadeem Iqbal Mediating (2013) Role of Job Stress
Indepeden: - Work life conflict - Work over Load Dependen: Kinerja karyawan
SPSS (Correlati on analysis, regression analysis)
Work-Life Conflict dan Work over Load berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan di bank karena jam kerja di bank yang terlalu panjang sehingga karyawan menjadi kesulitan dalam mengatur kehidupan pribadi dan keluarga sehingga kinerjanya menjadi menurun.
Independen: Ambiguitas Peran Dependen: Kepuasan Kerja Intervening: Stress Kerja
Correlatio n dan Regressio n.
Ambiguitas berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja, dan stress kerja merupakan variabel intervening yang baik yang memediasi keduanya.
Nurqamar, Fitri, Haerani, & Mardiana (2014)
Independen: Path Analysis Konflik Peran Ambiguit as Peran Dependen: KinerjaKarya wan Intervening: Stress Kerja
Konflik peran dan Ambiguitas peran: Implikasinya terhadap stress kerja dan kinerja Pejabat Struktural Progdi
Konflik peran dan ambiguitas peran berpengaruh langsung dan signifikan terhadap stres kerja: Konflik peran, ambiguitas peran, dan stres kerja berpengaruh langsung dan signifikan terhadap kinerja; Konflik peran dan ambiguitas peran berpengaruh secara tidak langsung dan signifikan terhadap kinerja melalui stres kerja.
53
Nama peneliti Judul (Tahun) Florence Pengaruh Catharina konflik dan (2001) ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan (studi kasus pada departemen call center PT Excelcomindo Pratama Jakarta) Kazim Celik The effect of (2013) the role ambiguity and role conflict on Vice Principals: the mediating role of burnout
Variabel Penelitian Independen: - Konflik pera - Ambiguit as peran Dependen: Kinerja karyawan
Alat Analisis SPSS (Regresi berganda)
Independen: - Konflik peran - Ambiguit as peran Dependen: Kinerja karyawan Intervening: Burnout
SPSS 17.0 Ambiguitas peran berpengaruh AMOS 7.0 negatif terhadap kinerja karyawan; konflik peran berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dan emotional exhaustion adalah perantara yang baik antara hubungan ambiguitas peran dengan kinerja dan konflik peran dengan kinerja
Arbabisarjou Azizolla, Ajdari, Zaman, dan Omeidi Khaled (2013)
Independen: Stress kerja Dependen: Kinerja
SPSS (Pearson coefficient correlatio n, regression analysis)
The relationship between Job stress and performance among the hospitals Nurses
Hasil Konflik peran berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan; ambiguitas peran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
Terdapat hubungan yang negatif antara stress kerja dengan kinerja.
54
Nama peneliti (Tahun) Triantoro Safaria, Ahmad bin Othman dan Muhammad Nubli Abdul Wahab (2011)
Nanik Ram, Dr. Immamuddin Khoso dan Asif Ali Shah (2011)
Siti Aisyah Panatik et al., (2012)
Judul Role Ambiguity, Role Conflict, the Role of Job Insecurity as Mediator toward Job Stress among Malay Academic Staff: A SEM Analysis Role Conflict and Role Ambiguity as Factors in Work Stress among Managers: A Case Study of Manufacturing Sector in Pakistan Work-Family Conflict, Stress and Psychological Strain in Higher Education
Variabel Penelitian Independen: - Ambiguitas peran - Konflik peran Depeden: Stress kerja Intervening: Ketidakaman an kerja
Alat Hasil Analisis Path and Ketidakamanan kerja SEM merupakan mediator stres analysis kerja. Ambiguitas peran dan konflik peran tidak berpengaruh langsung terhadap stres kerja, namun memiliki pengaruh tidak langsung yang oleh dimediasi ketidakamanan kerja terhadap stres kerja .
Independen: - Konflik peran - Ambiguit as peran Dependen: Stress kerja
SPSS
Independen: - Work family conflict - Family to work konflik Dependen: Stress kerja Sumber: Jurnal dan Penelitian Terdahulu 2.3
Konflik peran dan ambiguitas peran positif dan signifikan berhubungan dengan stres kerja antar manajer Pakistan.
SPSS Work family conflict dan (correlatio Family to work berpengaruh n and positif dan signifikan terhadap multiple stress kerja dan Psychological regression Strain )
Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati dan diukur dengan melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka
55
pemikiran merupakan gambaran terhadap penelitian yang dilakukan serta memberikan landasan yang kuat terhadap topik yang dipilih dan disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Agar konsep–konsep ini mampu diamati dan diukur, maka dijabarkan ke dalam beberapa variabel di dalam sebuah model penelitian. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran pengaruh variabel independen, yaitu work family conflict (X1) dan ambiguitas peran (X2) terhadap variabel dependen, yaitu kinerja karyawan (Y2) melalui stress kerja (Y1) sebagai variabel intervening. Gambar 2.4 Model Penelitian WORK FAMILY CONFLICT
H4 H1 STRESS KERJA
H3
H3
H2 AMBIGUITAS PERAN
H5
Sumber: H1: Ram et al., (2011), Panatik et al., (2012) dan Safira et al., (2011). H2: Ram et al., (2011) dan Khattak et al., (2013) H3: Azizolla et al., (2013). H4: Florence Catharina (2001) dan Ashaq et al., (2013). H5: Kazim Chelik (2013) dan Florence Catharina (2001). H6: Nurqamar dkk (2014).
KINERJA KARYAWAN
56
2.4
Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian, landasan teori dan rumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Work family conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap stress kerja. H2: Ambiguitas peran berpengaruh positif dan signifikan terhadap stess kerja H3: Stress kerja berpengaruh negatif dan siginifikan terhadap kinerja karyawan. H4: Work family conflict berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. H5: Ambiguitas peran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. H6: Work family conflict dan ambiguitas peran berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan dengan stress kerja sebagai variabel intervening.
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ilmiah dapat juga dilakukan sesuai dengan cakupan jenis eksplanasi atau jenis penjelasan ilmu yang akan dihasilkan oleh suatu penelitian. Sesuai dengan cakupan eksplanasinya penelitian dapat dibedakan atas penelitian kausalitas serta penelitian nonkausalitas komparatif (Ferdinand, 2006). Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang ingin mencari penjelasan dalam bentuk hubungan sebab-akibat (cause-effect) antar beberapa konsep atau beberapa variabel atau beberapa strategi yang dikembangkan dalam manajemen. Penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat antara beberapa situasi yang digambarkan dalam variabel, dan atas dasar itu ditariklah sebuah kesimpulan umum (Ferdinand, 2006).
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada PT Nyonya Meneer Semarang, yang
berlokasi di Jl. Raya Kaligawe Km 4 Semarang, Jawa Tengah. Waktu penelitian dimulai pada awal Februari 2015 dan berakhir pada akhir bulan Februari 2015.
57
58
3.2
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1
Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat dari orang, objek, atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2004). Variabel penelitian digunakan untuk memudahkan suatu penelitian berangkat dan bermuara pada suatu tujuan yang jelas. Perlakuan terhadap variabel penelitian akan bergantung pada model yang dikembangkan untuk memecahkan masalah penelitian yang diajukan (Ferdinand, 2006). Berdasarkan model yang dikembangkan, variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Independen (Variabel bebas) Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi varibel dependen, baik pengaruhnya positif maupun negatif. Dalam script analysis, akan terlihat bahwa variabel yang menjelaskan mengenai jalan atau cara sebuah masalah dipecahkan adalah variabel-variabel independen (Ferdinand, 2006). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah work family conflict dan ambiguitas peran. 2. Variabel Dependen (Variabel Terikat) Variabel Dependen adalah variabel yang menjadi pusat perhatian peneliti. Dalam script analysis, nuansa sebuah masalah tercermin dalam variabel dependen (Ferdinand, 2006). Variabel dependen dipengaruhi oleh data,
59
dikarenakan adanya variabel bebas (Sugiyono, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah kinerja karyawan. 3. Variabel Intervening Variabel Intervening atau Variabel Mediasi adalah variabel antara yang menghubungkan sebuah variabel independen utama pada variabel dependen yang dianalisis. Variabel intervening disini berfungsi sebagai dependen atau endogen variabel, dimana terdapat anak panah yang menuju variabel ini berfungsi untuk menjelaskan jumlah variance yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel itu. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel intervening adalah strees kerja. 3.2.2 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel merupakan suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan memberikan arti untuk menspesifkasikan kegatan atau membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Sugiyono, 2004). Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian digunakan untuk memahami setiap variabel di dalam penelitian ini secara lebih mendalam, selanjutnya dapat mempermudah dalam pembuatan indikator-indikator sehingga variabel tersebut dapat diukur. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini meliputi:
60
3.2.2.1 Work family conflict Work family conflict muncul dari persyaratan yang berbeda antara dua peran atau lebih yang harus dimainkan dalam waktu bersamaan (Luthans, 2006). Work family conflict terjadi apabila seseorang dihadapkan pada situasi dimana terdapat dua atau lebih persyaratan untuk melaksanakan peran yang satu dan dapat mengahalangi pelaksanaan peran yang lain (Gibson, 1995). Penelitian ini akan membandingkan tiga dimensi atau tiga tipe dominan yang berkaitan dengan dilema peran perempuan antara di rumah tangga dan pekerjaan yang diungkapkan oleh Greenhaus dan Beutell dan Gutek et al., (dalam Cahyaningdyah, 2009), yaitu Time Based Conflict, Strain Based Conflict, Behavior Based Conflict. Penelitian ini menggunakan skala likert 1-7. Indikator-indikator yang digunakan antara lain: X11: Tuntutan pekerjaan saya mencampuri dan mengganggu kehidupan keluarga dan rumah tangga saya. X12: Karena pekerjaan saya, saya tidak dapat melibatkan diri saya dalam menjaga dan memelihara hubungan dekat antara keluarga saya atau suami saya. X13: Hal – hal yang ingin saya lakukan di rumah tidak dapat terlaksana karena tuntutan pekerjaan saya. X14: Saya sering tidak dapat mengikuti kegiatan keluarga saya yang penting karena pekerjaan saya. X15: Ada konflik (ketidaksesuaian) antara pekerjaan saya dengan komitmen dan tanggung jawab yang saya miliki untuk keluarga atau suami saya.
61
Gambar 3.1 Model Variabel Work Family Conflict
X11
X12 WORK FAMILY CONFLICT
X13
X14
X15
Sumber: Greenhaus dan Beutell dan Gutek et al., (dalam Cahyaningdyah, 2009).
3.2.2.2 Ambiguitas peran Ambiguitas peran menunjukkan suatu peran yang terjadi pada diri karyawan saat karyawan tidak memiliki informasi, arahan dan tujuan yang jelas mengenai peran atau
tugas-tugas
yang
harus
dilaksanakannya.
Indikator–indikator
yang
dikembangkan untuk menunjukkan variabel ini sesuai dengan model yang dikembangkan oleh J. Rozzo, R.J. House dan S I.. Lirtzman (1970) dalam Mas‘ud
62
(2004) dengan menggunakan skala Likert 1–7 dan diukur dengan indikator ambiguitas peran terdiri dari: X21: Atasan (supervisor) saya tidak memberikan instruksi yang cukup jelas. X22: Saya mempunyai beban kerja berlebihan. X23: Saya seringkali harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan karyawan lain. X24: Saya sering kekurangan waktu istirahat. X25: Saya kesulitan dalam memenuhi standar kinerja. X26: Pekerjaan saya menuntut melakukan kegiatan yang saling bertentangan. X27: Saya kesulitan berkomunikasi dengan pihak lain dalam organisasi X28: Atasan saya bertindak kurang adil dalam pembagian pekerjaan terhadap bawahan.
63
Gambar 3.2 Model variabel Ambiguitas Peran X21 X22 X23 X24
AMBIGUITAS PERAN
X25 X26 X27 X28
Sumber: J. Rozzo, R.J. House dan S I. Lirtzman (1970) dalam Mas‘ud (2004)
3.2.2.3 Strees Kerja Secara sederhana stress sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2009). Stress kerja merupakan kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakterisisasikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka (Beehr dan Newman
64
dalam Luthans, 2006). Stress merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi keadaan fisik/ psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam/ luar diri seseorang yang dapat menggangu pelaksanaan kerja mereka. Indikator–indikator yang dikembangkan untuk menunjukkan variabel ini sesuai dengan model yang dikembangkan oleh Margianti (1999) dengan menggunakan skala likert 1 – 7. Indikator – indikator yang dikemukakan antara lain: Y11: Saya bekerja melewati batas kemampuan saya. Y12:. Saya sering terlambat masuk kerja. Y13: Saya mudah marah, jengkel dan gelisah. Y14: Saya sering merasa kesulitan dalam membuat keputusan. Y15: Saya sering melakukan kesalahan. Y16: Saya sering lalai dalam menyelesaikan pekerjaan. Y17: Saya sering mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain. Y18: Saya sering mengalami gangguan pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit dan sulit bernafas.
65
Gambar 3.3 Model Variabel Stress Kerja Y11 Y12 Y13 Y14 Y15
STRESS KERJA
Y16 Y17 Y18
Sumber: Margianti (1999)
3.2.2.4 Kinerja Karyawan Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001). Kinerja karyawan merupakan suatu hasil kerja yang dicapai oleh karyawan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
66
Penelitian ini menggunakan enam dimensi kinerja karyawan, yaitu Kuantitas, Kualitas, Efisiensi, Standar Pegawai, Pengetahuan, dan Ketepatan Kerja. Pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel ini diadaptasi dari Tsui, Anne S., Jone L. Pearce dan Lyman W. Porter (1997) dalam Mas‘ud (2004) dan digunakan pula skala likert 1-7. Indikator – indikator yang dikemukakan antara lain: Y21: Saya menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. Y22: Kuantitas kerja saya melebihi rata-rata pegawai lain. Y23: Kualitas kerja saya jauh lebih baik dibanding karyawan lain. Y24: Saya selalu menyelesaikan tugas saya tepat waktu. Y25: Standar kualitas saya melebihi standar resmi yang ditetapkan perusahaan. Y26: Pengetahuan yang saya miliki sesuai dengan pekerjaan saya saat ini. Y27: Saya selalu mengerjakan pekerjaan saya dengan ketelitian dan kesungguhan.
67
Gambar 3.4 Model Variabel Kinerja karyawan
Y21 Y22 Y23 Y24
KINERJA KARYAWAN
Y25 Y26 Y27
Sumber: Tsui, Anne S., Jone L. Pearce dan Lyman W. Porter (1997) dalam Fuad Mas‘ud (2004) 3.3
Populasi dan Sampel Populasi adalah gabungan dari seluruh elemen yang berbentuk peristiwa, hal
atau orang yang memliki karakteristik yang serupa yang menjadi pusat perhatian seorang peneliti karena itu dipandang sebagai sebuah semesta penelitian (Ferdinand, 2006). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh karyawan wanita bagian produksi pada PT Nyonya Menner Semarang, Jawa Tengah. Karakteristik populasi di dalam penelitian ini adalah:
68
1. Karyawan wanita yang bekerja di bagian produksi PT Nyonya Menner Semarang, Jawa Tengah. Karyawan yang menjadi subjek penelitian ini adalah karyawan tetap, bukan karyawan kontrak maupun honorer. Karyawan tetap diasumsikan memiliki rasa keterikatan terhadap perusahaan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan karyawan kontrak maupun honorer. 2. Karyawan wanita bagian produksi PT Nyonya Meneer yang telah berkeluarga atau menikah atau pernah menikah baik yang sudah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak. Hal ini untuk melihat pengaruh work family conflict, ambiguitas peran dan pengaruhnya terhadap stress kerja serta kinerja karyawan. 3. Karyawan wanita bagian produksi PT Nyonya Meneer Semarang, Jawa Tengah dengan masa kerja minimal satu tahun. Karyawan dengan masa kerja satu tahun atau lebih diharapkan telah memahami hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan telah beradaptasi dengan kebijakan/ peraturan yang telah ditetapkan perusahaan sehingga dapat diukur pengaruh stress kerja. Ferdinand (2006) menjelaskan bahwa agar hasil penelitian bisa dipercaya dan akurat, idealnya seorang peneliti harus meneliti secara detail seluruh anggota populasi, namun karena suatu kesulitan yang muncul terkadang di luar kemampuan peneliti, maka peneliti tidak bisa meneliti seluruh anggota populasi, dan yang bisa dilakukan peneliti yaitu menarik sampel. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Mas‘ud, 2004). Roscoe (1975) dalam Ferdinand (2006)
69
menyatakan bahwa ukuran sampel yang lebih besar dari 30 orang dan kurang dari 50 orang sudah memadai bagi seluruh penelitian. Tahapan selanjutnya adalah menentukan jumlah sampel dari populasi yang ada. Populasi penelitian terdiri dari seluruh karyawan bagian produksi wanita pada PT Nyonya Meneer Semarang, Jawa Tengah. Setelah populasi diketahui selanjutnya penentuan jumlah sampel menggunakan pendekatan statistik (traditional statistic model), didasarkan pada rumus formula statistik pendekatan Yamane (1973) dalam Ferdinand (2006):
𝑛=
𝑁 1+𝑁𝑑²
……………………………………….. (3.1)
Keterangan: n
= jumlah sampel
N
= ukuran populasi
d
= presisi yang ditetapkan atau prosentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir atau diinginkan.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik non-probability sampling dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik pemilihan sampel, berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti dimana sampel yang dipilih dengan menggunakan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian yang dikembangkan (Ferninand, 2006).
70
3.4
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian skripsi ini, data yang digunakan adalah hasil dari jawaban
responden atas pertanyaan yang diajukan, baik wawancara secara lisan maupun melalui penyebaran kuesioner. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu: 3.4.1
Data Primer Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari sumber
primer. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2004). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengisian kuesioner yang disebarkan pada karyawan wanita bagian produksi PT. Nyonya Meneer Semarang, Jawa Tengah dengan menggunakan skala likert 1-7. Data yang diperoleh berupa persepsi atau pendapat responden tentang work family conflict, ambiguitas peran, stress kerja, dan kinerja karyawan. Selain itu, data primer juga dapat diperoleh melalui wawancara dengan beberapa karyawan wanita dan staff HRD PT. Nyonya Meneer Semarang, Jawa Tengah. 3.4.2
Data Sekunder Data sekunder dikumpulkan dari berbagai pusat data yang ada antara lain
pusat data di perusahaan, badan–badan penelitian dan sejenisnya yang memiliki poll data (Ferdinand, 2006). Data sekunder diperoleh dari sumber sekunder. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui pihak lain dengan menggunakan dokumendokumen (Sugiyono, 2004). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data dari pihak
71
internal perusahaan, baik yang dikumpulkan secara terpusat oleh perusahaan atau dikumpulkan oleh komponen karyawan PT. Nyonya Menner Semarang, Jawa Tengah. Selain itu, dari pihak eksternal yang telah mengumpulkan dan mungkin mengalihkannya, yaitu dokumen foto, file dokumen digital, buku, artikel, penelitian terdahulu, studi pustaka dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
3.5
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan hal yang penting dalam penelitian ini.
Semakin banyak metode yang digunakan maka data yang didapatkan akan semakin lengkap dan akan mendukung hasil penelitian secara lebih tepat. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah: 1. Kuesioner Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang mencakup semua pertanyaan dan pertanyaan yang akan digunakan untuk mendapatkan data (Ferdinand, 2006). Pada penelitian ini kuesioner yang disebarkan secara proposal kepada karyawan wanita bagian produksi PT Nyonya Menner Semarang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Kuesioner dalam penelitian ini dibuat dengan menyertakan data diri responden dan menggunakan pernyataan tertutup yang diukur dengan skala likert. Skala likert merupakan alat untuk mengukur (mengumpulkan data dengan cara ―mengukur-menimbang‖) yang setiap item atau butir–butir pertanyaannya memuat pilihan yang berjenjang
72
atau interval untuk selanjutnya diberikan skor atau nilai, dalam penelitian ini diberikan skala 1-7. Jawaban setiap item yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif hingga sangat negatif. Skala terendah adalah 1 yang mempunyai arti yang sangat tidak setuju dan yang paling tinggi adalah skala 7 yang berati sangat setuju. Contoh: Tabel 3.1 Contoh Tabel Kuesioner dan Skala Likert Pernyataan Skala
No 1
Saya hampir tidak memiliki waktu
1
2
3
4
5
6
untuk bersantai bersama keluarga. Keterangan: 1= Sangat Tidak Setuju
4= Tidak Tahu
2= Tidak Setuju
5= Sedikit Setuju
3= Sedikit Tidak Setuju
6= Setuju
7=Sangat Setuju
2. Wawancara (Interview) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada beberapa responden untuk memperoleh informasi yang berguna bagi penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur dengan tujuan agar dapat memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat membuat proses pertukaran informasi yang lebih terbuka.
7
73
3. Observasi Dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung ke obyek penelitian. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data yang mendukung hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada responden. 4. Studi Pustaka Pengumpulan data yang berasal dari beberapa literatur serta bacaan lain yang mendukung penelitian ini.
3.6
Metode Analisis dan Alat Analisis Data
3.6.1
Metode Analisis Data Agar suatu data yang dikumpulkan dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan
penelitian, maka harus dilakukan pengolahan dan analisis data terlebih dahulu untuk selanjutnya dijadikan dasar pengambilan keputusan sesuai dengan rumusan masalah yang telah dilakukan. Pada penelitian ini penulis menggunakan dua metode yang digunakan dalam menganalisis data, antara lain: 1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif adalah bentuk analisis yang berdasarkan data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar (Sugiyono, 2004). Data kualitatif merupakan data yang hanya dapat diukur secara langsung (Hadi, 2001). Di dalam penelitian ini analisis kualitatif dilakukan dalam tahapan sebagai berikut:
74
a.
Pengeditan (Editing) Proses pengeditan adalah sebuah proses pemilihan atau pengambilan data-data yang diperlukan dan membuang data yang dianggap tidak perlu dengan tujuan agar data yang dipilih dapat memberikan kejelasan, mudah dibaca, konsisten, dan lengkap. Hal ini dilakukan untuk memudahkan perhitungan di dalam pengajuan hipotesis.
b.
Pemberian skor (Skoring) Tahapan kedua ini merupakan proses mengubah data yang bersifat kualitatif ke dalam bentuk kuantitatif. Di dalam penelitian ini proses scoring menggunakan skala likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap dan pendapat karyawan tentang variabel yang diteliti. Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert 1-7, yaitu: Sangat Tidak Setuju
: diberi bobot/ skor 1
Tidak Setuju
: diberi bobot/ skor 2
Sedikit Tidak Setuju : diberi bobot/ skor 3 Tidak Tahu/ Netral
: diberi bobot/ skor 4
Sedikit Setuju
: diberi bobot/ skor 5
Setuju
: diberi bobot/ skor 6
Sangat Setuju
: diberi bobot/ skor 7
75
c.
Tabulating Proses ini merupakan proses mengelompokkan data dari jawaban dengan benar serta teliti, yang selanjutnya dihitung lalu dijumlahkan, sehingga berwujud ke dalam sebuah bentuk
yang berguna.
Berdasarkan hal tersebut kemudian dibuat data berbentuk tabel agar mampu mendapatkan hubungan atau pengaruh antara variabel-variabel yang ada. Langkah selanjutnya dalam penelitian ini adalah mengolah data yang ada dengan beberapa tahapan analisis data yang dilakukan dengan analisis kuantitatif. 2.
Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif adalah bentuk analisa yang menggunakan angka-angka dan perhitungan dengan metode statistik, maka data tersebut harus diklasifikasi dalam kategori tertentu dengan menggunakan tabel–tabel tertentu, untuk mempermudah dalam menganalisis dengan digunakan program SPSS for Windows.
3.6.2 Alat Analisis Data Alat analisis data terbagi menjadi lima, yaitu Uji Kualitas Data, Uji Asumsi Klasik, Uji Model, Analisis Jalur dan Uji Sobel. 3.6.2.1 Uji Kualitas Data Uji kualitas data terbagi menjadi dua, yaitu Uji Reabilitas dan Uji Validitas.
76
3.6.2.1.1 Uji Reabilitas Uji Reabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan realibel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2007). Pengukuran terhadap keandalan kuesioner yang digunakan sangat penting, karena data yang tidak handal tidak dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan sebuah kesimpulan penelitian. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (Ghozali, 2007). 1.
Repeated Measure atau pengukuran ulang Disini seorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, dan kemudian dilihat apakah ia tetap konsisten dengan jawabannya.
2.
One Shot atau Pengukuran sekali saja Disini pengukuran dilakukan hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Pengukuran reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha (α). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha (α) > 0,60 (Nunnally, 1967 dalam Ghozali, 2007).
Dalam penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan menggunakan metode One Shot dikarenakan adanya keterbatasan di dalam waktu pelaksanaan penelitian yang diberikan kepada perusahaan untuk melaksanakan penelitian. Selain itu, juga
77
untuk mengantisipasi kesibukan responden yang sedang menjalankan aktivitas kerja karena pelaksanaan penelitian ini hanya diijinkan pada hari kerja. 3.6.2.1.2 Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2007). Cara pengukuran validitas dalam penelitian ini menggunakan analisis faktor. Tujuan utama analisis faktor adalah mendefinisikan struktur suatu data matrik dan menganalisis struktur saling hubungan (korelasi) antar sejumlah besar variabel (test score, test items, jawaban kuesioner) dengan cara mendefinisikan satu set kesamaan variabel atau dimensi dan sering disebut dengan faktor. Analisis faktor digunakan peneliti untuk mengidentifikasi suatu struktur dan kemudian menentukan sampai seberapa jauh setiap variabel dapat dijelaskan diketahui, maka dua tujuan utama analisis faktor dapat dilakukan yaitu data summarization dan data reduction (Ghozali, 2007). Analisis faktor menjadi jalan untuk meringkas (summarize) informasi yang ada dalam variabel asli (awal) menjadi satu set dimensi baru atau variate (faktor). Hal ini dilakukan dengan cara menentukan struktur lewat data summarization atau lewat data reduction (pengurangan data). Analisis faktor mengidentifikasi struktur hubungan antar variabel atau responden dengan cara melihat korelasi antar variabel atau korelasi antar res responden (Ghozali, 2007).
78
Cara untuk menentukan dapat atau tidaknya dilakukan analisis faktor adalah dengan melihat matrik korelasi secara keseluruhan. Untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel digunakan uji Bartlett Test of Spericity. Jika hasilnya signifikan berati matrik korelasi memiliki korelasi signifikan dengan sejumlah variabel. Uji lain yang digunakan untuk melihat interkorelasi antar variabel adalah Measure of Sampling Adequancy (MSA) dimana nilai MSA bervariasi mulai dari 0 sampai 1. Jika nilai MSA 0,50, maka analisis faktor tidak dapat dilakukan (Ghozali, 2007).
3.6.2.2 Uji Asumsi Klasik Uji Asumsi Klasik terbagi menjadi empat, yaitu Uji Multikolonieritas, Uji Heterokedastisitas, Uji Normalitas dan Uji Linearitas. 3.6.2.2.1 Uji Multikolonieritas Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal (Ghozali, 2007). Dalam penelitian ini, untuk multikolonieritas dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregress terhadap variabel independen lainnya (Ghozali, 2007). Berdasarkan
79
nilai cut off yang sering dipakai, nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10 menunjukkan adanya multikolonieritas, begitu pula sebaliknya. 3.6.2.2.2 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2007). Dalam penelitian ini untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi heteroskedastisitas atau tidak, penelitian ini menggunakan grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID (Ghozali, 2007). Dasar analisis yang digunakan adalah: 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur
(bergelombang,
melebar
kemudian
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Selain analisis grafik plot untuk menguji ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan pula uji Glejser dengan cara meregres nilai absolute residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2007). Jika hasil analisis menunjukkan probabilitas signifikasi diatas tingkat kepercayaan 0,05 maka dapat disimpulkan model tidak mengandung adanya heteroskedastisitas (Ghozali, 2007).
80
3.6.2.2.3 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Terdapat dua cara untuk melakukan uji ini, yaitu analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2007). Dalam penelitian ini, digunakan grafik histogram dan normal probability plot dengan dasar untuk mengambil keputusan (Ghozali, 2007) sebagai berikut: 1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Selain analisis grafik untuk menambah akurat hasil uji normalitas maka digunakan uji Kolmogrov-Smirnov, dengan membuat hipotesis (Ghozali, 2007), sebagai berikut: H0: data residual berdistribusi normal H1: data residual tidak berdistribusi normal Jika nilai probabilitas signifikansinya diatas α = 0,05 maka H0 diterima dan sebaliknya jika nilai signifikansinya dibawah α = 0,05 maka H0 ditolak.
81
3.6.2.2.4 Uji Linieritas Uji linieritas digunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai hubungan yang linier (garis lurus) atau tidak. Uji linieritas garis regresi berkaitan dengan suatu pembuktian apakah model garis linear yang ditetapkan benarbenar sesuai dengan keadaannya ataukah tidak (Sudarmanto, 2005). Uji linieritas ini merupakan kunci untuk dapat melanjutkan penggunaan model regresi linear dalam menganalisis data selanjutnya. Ada banyak cara yang bisa digunakan di dalam penilaian uji lineritas. Dalam penelitian ini menggunakan uji lineritas via Anova. Hasil yang perlu diperhatikan, yaitu kolom F-Linearity. Pada kolom F-Linearty, apabila nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka variabel tersebut bersifat linier dengan variabel lain (Widiarso, 2010).
3.6.2.3 Uji Model Uji Model terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Koefisien Determinasi R² ² (Determinasi Total 𝑅𝑚 ), Uji F dan Uji t.
3.6.2.3.1 Koefisien Determinasi R² (Determinasi Total 𝑹²𝒎 ) Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R² yang kecil berati kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variansi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berati variabel-variabel independen memberikan hampir semuan
82
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2007). Dalam penelitian ini digunakan koefisien determinasi total untuk melihat koefisien determinasi. Alasannya adalah karena dalam penelitian ini digunakan analisis jalur (path analysis). Perhitungan koefisien determinasi total dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ² ² ² ² 𝑅𝑚 = 1 - Pe1 Pe2……... Pep ………………………………………(3.2)
Apabila hasil penilaian determinasi total menunjukkan angka yang tinggi berati menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dari model yang telah dibuat, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat di dalam model) dan error. 3.6.2.3.2 Uji F (Uji Signifikasi Simultan) Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen/ terikat (Ghozali, 2007). Kriteria yang digunakan adalah: Hipotesis nol (Ho)
: Semua variabel independen bukan merupakan penjelas
yang
signifikan
terhadap
variabel
secara
simultan
dependen. Hipotesis alternatif (Ha)
:
Semua
variabel
independen
merupakan penjelas yang signifikan variabel dependen.
terhadap
83
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Quick Look : bila nilai F > 4 (dengan derajat kepercayaan 0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. 2. α hitung > α (0,05), maka Ha ditolak, berati tidak ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. α hitung < α (0,05), maka Ha diterima, berati ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. 3.6.2.3.3 Uji Hipotesis (Uji t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/ independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2007). Kriteria yang digunakan adalah: Hipotesis nol (Ho)
: Suatu variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis alternatif (Ha)
: Suatu variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel dependen.
Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistic t dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: 1.
Quick Look : bila nilai t > 2 (dalam nilai absolut), dengan degree of freedom (df) ≥ 20 dan derajat kepercayaan 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
84
2.
Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Apabila t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak
Selain dua cara diatas, dasar pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan angka probabilitas signifikasi, yaitu: 1. Apabila angka probabilitas signifikasi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. 2. Apabila angka probabilitas signifikasi < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
3.6.2.4Analisis Jalur Ghozali (2007) mengatakan variabel intervening merupakan variabel antara atau mediating, fungsinya memediasi hubungan antara variabel independen dengan varibel dependen. Dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh variabel intervening digunakan metode analisis jalur (Path Analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi berganda. Path analysis dapat melakukan penguraian korelasi antar variabel dengan meilhat pengaruh langsung/ tidak langsung, pengaruh total dan pengaruh faktor dan yang tidak dapat dilakukan oleh regresi. Anak panah menunjukkan hubungan antar variabel. Di dalam menggambarkan diagram jalur yang perlu diperhatikan adalah anak panah berkepala satu yang merupakan hubungan regresi. Gujarati (2003) dalam Ghozali (2007) mengatakan analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan
85
satu atau lebih variabel independen (bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui. Dalam penelitian ini hubungan antara variabel independen (work family conflict dan ambiguitas peran) dengan variabel dependen (kinerja karyawan wanita) dimediasi oleh variabel intervening (stress kerja), digambarkan dengan model regresi linier berganda seperti berikut ini: 1. Variabel bebas
: Work family conflict (X1) dan Ambiguitas peran (X2)
2. Variabel intervening
: Stress kerja (Y1)
3. Variabel terikat
: Kinerja karyawan (Y2)
Gambar 3.5 Analisis Jalur Variabel Work family conflict dan Ambiguitas peran terhadap Kinerja karyawan dimediasi oleh Stress kerja
WORK FAMILY CONFLICT
e2
H4/p4 H1/p1 STRESS KERJA
e1 H2/p2 AMBIGUITAS PERAN
H5/p5
H3/p3
KINERJA KARYAWAN
86
Untuk menguji variabel, Rumusnya: Y1 = b1X1 + b2X2 + e1
………………………………………(3.3)
Y2 = b1X1 + b2X2 + b3X3+e2
………………………………………(3.4)
Total pengaruh work family conflict : (p4) + (p1) (p3) .......……………......(3.5) Total pengaruh ambiguitas peran
: (p5) + (p2) (p3) ……….………........(3.6)
Total pengaruh stress kerja
: (p3) ………………………..…..…...(3.7)
Keterangan: X1
: Work family conflict
X2
: Ambiguitas peran
Y1
: Stress kerja
Y2
: Kinerja karyawan
p1,p2,p3,p4,p5,p6
: Koefisien garis regresi
e1 (error 1)
: Anak panah dari e1 ke stress kerja menunjukkan jumlah variance variabel stress kerja yang tidak dijelaskan oleh work family conflict dan ambiguitas peran. (e1= 1 − 𝑅²) …………………………………………(3.8)
e2 (error 2)
: Anak panah dari e2 ke kinerja karyawan menunjukkan jumlah variance variabel kinerja karyawan wanita yang tidak
87
dijelaskan oleh work family conflict, ambiguitas peran, stress kerja. (e2= 1 − 𝑅²) ………………………………………….(3.9) 3.6.2.5 Uji Sobel Di dalam penelitian ini terdapat variabel intervening atau variabel mediasi, yaitu stress kerja. Suatu variabel disebut sebagai variabel intervening jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen (Kenny, 1986 dalam Ghozali, 2009). Uji sobel dalam penelitian ini digunakan untuk melakukan pengujian hubungan antara work family conflict dan ambiguitas peran terhadap kinerja karyawan wanita melalui stress kerja sebagai variabel intervening. Uji sobel untuk menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel independen (X) ke variabel dependen (Y) melalui variabel intervening (M). Pengaruh tidak langsung X ke Y melalui M dihitung dengan cara mengalikan jalur X – M (a) dengan jalur M – Y (b) atau ab. Jadi koefisien ab = (c-c‘) dimana c adalah pengaruh X terhadap Y tanpa mengontrol M, sedangkan c‘ adalah koefisien pengaruh X terhadap Y setelah mengontrol M. Standard error koefisien a dan b ditulis dengan Sa dan Sb, besarnya standard error pengaruh tidak langsung (indirect effect) Sab dihitung dengan rumus dibawah ini: Sab = 𝑏²𝑆𝑎² + 𝑎²𝑆𝑏² + 𝑆𝑎²𝑆𝑏²
………………………(3.10)
88
Untuk menguji signifikasi pengaruh tidak langsung, maka kita perlu menghitung nilai t dari koefisien dengan rumus sebagai berikut:
t=
𝑎𝑏 𝑆𝑎𝑏
……..…………………………….… (3.11)
Nilai t hitung ini dibandingkan dengan nilai t tabel. Jika nilai r hitung lebih besar dari nilai t tabel maka dapat disimpulkan terjadi pengaruh mediasi (Ghozali, 2011).