ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN MAJAS REPETISI YANG TERDAPAT PADA NOVEL KICCHIN KARYA YOSHIMOTO BANANA (1991) Osiliana Karinda Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27,
[email protected] Osiliana Karinda, Dra. Nalti Novianti, S.S., M.Si
Abstract The research deploys the affects of stylistics of repetitions taken from sentences in Kicchin by Yoshimoto Banana Research methods applied were descriptive analytics and literature. Analysis was done by quoting the sentences, apllied in Hanpukuhou (Repetition) from Kouhei Ito. Category of applied analysis theories were Chougohou, Choutenpou, Ruigiruiseki, and Heikoutai. It is concluded that the frequently emerge theories is Chougohou, while the seldom emerge theories is Ruigiruiseki. Keywords: Hanpukuhou, Chougohou, Choutenpou, Ruigiruiseki, Heikoutai
Abstrak Penelitian menjelaskan mengenai efek stilistika dari majas repetisi dalam novel Kicchin karya Yoshimoto Banana. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan dan metode deskriptif analitis. Analisis dilakukan dengan mengutip beberapa kalimat dalam novel, dan kemudian diterpakan dengan teori Hanpukuhou dari Kouhei Ito. Kategori teori yang diaplikasikan sebagai faktor analisis adalah Chougohou, Choutenpou, Ruigiruiseki, dan Heikoutai. Disimpulkan, kategori yang paling sering muncul dari teori tersebut adalah repetisi Chougohou, dan yang muncul paling sedikit adalah Ruigiruiseki. Kata kunci: Hanpukuhou, Chougohou, Choutenpou, Ruigiruiseki, Heikoutai
PENDAHULUAN Masyarakat adalah makhluk sosial yang selalu terlibat dalam suatu komunikasi, baik bertindak sebagai Komunikator (pembicara) maupun sebagai Komunikan (pendengar). Dalam suatu komunikasi, bahasa merupakan alat yang sangat penting untuk mengungkapkan ide, gagasan, maksud, dan sebagainya. Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi. Sifat arbitrer dalam bahasa ini menurut Chaer (1989:32), dengan menggunakan istilah De Saussure, diartikan bahwa tidak ada hubungan spesifik antara deretan fonem pembentuk kata dengan maknanya. Dengan demikian, tidak ada hubungan langsung antara yang diartikan (signifie) dengan yang mengartikan (signifiant).Dengan demikian, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan atau maksud pembicara kepada pendengar (Nababan, 1992:66). Pada peristiwa komunikasi, bahasa berfungsi ideasional dan interpersonal. Sedangkan untuk
merealisasikan dan mewujudkan adanya wacana, bahasa berfungsi tekstual. Dalam hal ini, para partisipan (penutur dan mitra-tutur, pembicara dan mitra-bicara) berkomunikasi dan berinteraksi sosial melalui bahasa dalam wujud konkret berupa wacana (lisan atau tulis) (Sumarlam, 2003:4). Menurut Ramlan (1985:48), bahasa sebagai sarana komunikasi terdiri dari dua bagian, yaitu bentuk ( form) dan makna (meaning). Bentuk bahasa merupakan bagian dari bahasa yang terdiri dari unsur-unsur segmental dan unsur-unsur suprasegmental. Unsur-unsur segmental bahasa secara hierarkis terdiri dari wacana, kalimat, klausa, frasa, kata, dan morfem. Adapun unsur unsur suprasegmental terdiri dari intonasi dan unsur-unsur bawahannya, yaitu tekanan, nada, dan durasi. Sedangkan makna adalah isi yang terkandung di dalam bentuk-bentuk itu yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Reaksi itu dapat timbul karena mendengar atau membaca rangkaian kata-kata tertentu yang membentuk frasa, klausa, kalimat, atau wacana. Untuk mempelajari salah satu bagian dari sarana komunikasi tersebut, terdapat satu cabang studi bahasa yang disebut semantik dimana studi semantik ini mempelajari tentang makna dari suatu frasa, klausa, kalimat, atau wacana tersebut. Menurut J.D Parera (2004:42), semantik sebagai pelafalan lain dari istilah la semantique yang diukir oleh M. Breal dari Perancis merupakan cabang studi linguistic general. Oleh karena itu, semantik adalah studi dan analisis tentang makna-makna linguistik. Sedangkan dalam kamus linguistik Kridalaksana (1993: 193-194) mengungkapkan bahwa, semantik adalah : 1. 2.
Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wacana. Sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.
Secara singkat, semantik merupakan ilmu yang mengkaji tata makna secara formal (bentuk) yang tidak dikaitkan dengan konteks. Sementara itu, menurut Sutedi (2003:103), objek kajian semantik antara lain ialah, makna kata (Go no Imi), relasi makna kata (Go no Go to Imi Kankei), makna frase (Ku no Imi), dan makna kalimat (Bun no Imi). Dari keempat objek yang dikatakan Sutedi, salah satu diantaranya memiliki hubungan terhadap Penulisan skripsi ini, yaitu relasi makna kata. Yang dimaksud dari relasi makna kata (Go to Go no Imi Kankei) adalah hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Dalam relasi makna terdapat satuan bahasa yang disebut gaya bahasa. Menurut Leech & Short (2007:13) gaya bahasa atau yang sering disebut juga stilistika, merupakan kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra, analisis gaya bahasa biasanya dimaksudkan untuk menerangkan sesuatu, yang pada umumnya dalam dunia kesusastraan untuk menjelaskan hubungan antara bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya. Menurut Panuti Sudjiman (1993:3), stilistika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk mengkaji cara sastrawan memanipulasi, dengan arti memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek apa yang ditimbulkan oleh pengarang itu sendiri. Di dalam gaya bahasa, terdapat majas yang sering dianggap sebagai sinonim dari gaya bahasa, namun sebenarnya majas merupakan termasuk dalam gaya bahasa. Majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok Penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Dalam dunia linguistik, majas terdiri dari banyak jenis. Moeliono (1989:173) telah menggolongkan jenis-jenis majas kedalam empat golongan dalam bukunya yang berjudul Kembara Bahasa, yakni (1) Majas perbandingan; (2) Majas pertentangan; (3) Majas penegasan; dan (4) Majas ironi. Di dalam majas penegasan, terdapat jenis majas repetisi, yaitu pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam, 2001:35). Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. Majas penegasan tersebut biasanya terdapat dalam karya sastra. Sastra didefinisikan sebagai karya dan kegiatan seni yag berhubungan dengan ekpresi dan penciptaan (Sumardjo, 1994:1). Sastra memiliki fungsi sebagai penghalus budi pekerti, peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan atau kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya dan penyaluran gagasan, imajinasi dan ekpresi secara kreatif dan konstruktif, baik secara lisan maupun tertulis Suharyati (2007:2). Salah satu contoh dari
karya sastra yang ada, adalah novel. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Novel biasanya berisi tentang sebuah kisah atau sepotong berita dengan lebih dari 100 halaman. Dalam sebuah novel terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik yang meiputi tema, alur (cerita), penokohan (watak), latar (setting), amanat (pesan), sudut pandang, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi unsur religi, sosial, moral, politik, kebudayaan, ekonomi, pendidikan, sejarah, dan lain sebagainya. Di dalam karya sastra atau novel terdapat kalimat-kalimat yang tidak dapat di pahami maknanya hanya dengan membaca, sehingga membutuhkan pemahaman khusus untuk memahaminya. Terutama novel yang memiliki genre drama, karena novel drama terdapat kalimat-kalimat yang cukup berlebihan sehingga dibutuhkan pemahaman khusus untuk memahami makna-makna tersirat di dalamnya. Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis akan meneliti dengan kajian semantik yakni, repetisi bahasa Jepang yang ada di dalam novel drama berbahasa Jepang. Majas repetisi yang akan di kaji sebagai dasar penelitian skripsi ini sebelumnya sudah digunakan sebagai teori acuan untuk menganalisis suatu data, karya sastra, dan sebagainya oleh peneliti terdahulu, diantaranya : Harumi Setsuko (2012), judul penelitian ini adalah (perbedaan teka-teki bahasa Jepang dan bahasa inggris). Dalam penelitiannya, Harumi Setsuko menjelaskan mengenai repetisi, dipaparkan pula contohnya, namun hanya dari jenis-jenis repetisi pengucapan ( ). Analisis nya membandingkan data dalam bahasa inggris dan dalam bahasa Jepang. Dari tinjauan pustaka di atas, masih jarang yang menganalisis data menggunakan teori repetisi dan jenis-jenis repetisi. Oleh sebab itu, Penulis akan menganalisis data berupa novel menggunakan teori-teori repetisi.
日本と英語のなぞなぞ比較
の反復
音
METODE PENELITIAN Untuk skripsi ini, penelitian dimulai dari permasalahan yang sudah teridentifikasi dan dirumuskan. Permasalahannya adalah meneliti kajian semantik tentang repetisi, atau dalam bajasa Jepbang disebut Hanpukuhou pada kalimat bahasa Jepang dalam novel berbahasa Jepang. Berdasarkan permasalahan ini, tujuan Penulisan adalah untuk Mengetahui, dan menjelaskan efek stilistika pada kalimat yang mengandung majas repetisi sehingga terlihat bagian-bagian penting yang ditegaskan. Berangkat dari permasalahan dan tujuan itu, berikutnya penulis akan memilih dan menetapkan pendekatan metode penelitian dan metode pengumpulan data. Pendekatannya adalah pendekatan kualitatif. Dan metode pengumpulan data adalah metode kepustakaan. Sesudah itu, Penulis menetapkan metode analisis data dan landasan teori. Metode analisis data adalah metode deskriptif analitis dan teorinya adalah teori semantik, repetisi, teori Hanpukuhou, dan jenis-jenis Hanpukuhou. Dengan demikian, sebagai output pada tahap 1 Penulis memperoleh; (1) pendekatan kualitatif untuk seluruh penelitian, (2) metode kepustakaan untuk mengumpulkan data, (3) metode deskriptif analitis untuk menganalisis data, dan (4) teori semantik, efek stilistika, repetisi, teori Hanpukuhou, dan jenis-jenis Hanpukuhou.
HASIL DAN BAHASAN 1.1 Analisis Chougohou dalam novel Kicchin, karya Yoshimoto Banana (1991) Dalam sub bab ini penulis akan menjelaskan mengenai Chougohou yang secara umum dikenal sebagai epizeuksis. Epizeuksis merupakan repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Sedangkan Chougohou menurut Ito adalah repetisi terhadap kata yang diulang sebanyak dua kali secara berurutan (2013:45). Untuk dapat memahami lebih jauh mengenai fungsi dan penggunaan Chougohou serta efek stilistika yang terkandung di dalamnya. pada sub bab ini penulis akan menganalisis data yang telah di klasifikasi dan mendeskripsikan hasil analisis.
Data 1 : Situasi 1 Mikage yang sedang tertidur, tiba-tiba terbangun jam dua pagi karena mimpinya yang aneh. Dia terdiam sejenak memikirkan mimpinya. Pada saat itu tiba-tiba Yuichi datang mengucapkan “selamat malam” dia terbangun dari tidurnya karena lapar. Mikage terkejut dan langsung menyadari bahwa kejadian barusan, sama seperti dalam mimpinya tadi. Setelah itu Yuichi meminta Mikage untuk membuatkan raamen. Lagi-lagi Mikage merasakan bahwa kejadian didalam mimpinya tadi terulang kembali. Kemudian Yuichi kembali meminta Mikage membuatkan teh, tetapi Mikage menyuruhnya untuk membuat sendiri karena Mikage sedang membuatkan raamen. Lalu Yuichi berubah pikiran, dia membuatkan jus untuk dirinya sendiri dan Mikage. Mikage memperhatikan Yuichi yang mengambil dua gelas air putih dan keranjang buah dari lemari es. Kemudian Mikage kembali berfikir bahwa kejadian barusan benar-benar seperti apa yang terjadi dalam mimpinya. Kutipan :
ものすごいことのようにも思えるし、なんてことないことのようにも思えた。奇 跡のようにも思えるし、あたりまえにも思えた。 なんにせよ、言葉にしようとすると消えてしまう淡い感動を私は胸にしまう。先 は長い。くりかえしくりかえしやってる夜や朝の中では、いつかまたこのひと時も、 夢になってゆくかもしれないのだから。”(吉本「キッチン」1991:59) “
Terjemahan : Menurut ku, yang baru saja terjadi sangatlah luar biasa, tapi aku juga berfikir itu merupakan hal yang biasa saja. Atau mungkin keajaiban, atau juga hal yang sudah biasa terjadi. Apapun yang terjadi, setiap saya hendak mengungkapkan sesuatu melalui katakata, sesuatu tersebut langsung hilang. Masa depan masih panjang. Siang dan malam yang datang silih berganti, mungkin akan hanya menjadi sebuah mimpi, bahkan yang sedang ku jalani sekarang. Analisis : Pada paragraf di atas, terdapat satu kalimat yang didalamnya tertulis kata kurikaeshi yang diulang sebanyak dua kali. Kurikaeshi kurikaeshi adalah dua klausa yang diulang dalam teknik repetisi Chougohou. Menurut Ito (2013:45), Chougohou merupakan kata dalam bahasa Jepang yang diulang secara berurutan sebanyak dua kali. Masing-masing klausa kurikaeshi tersebut terdiri dari dua kata yang bergabung menjadi satu, yakni kuri dan kaeshi, dengan kata lain kurikaeshi kurikaeshi terdapat dua klausa yang terdiri dari empat kata. Untuk lebih jelasnya, penulis akan menjelaskan arti dan makna dari kata kuri, kaeshi, dan kurikaeshi. Arti dari kata kuru dan kaesu yang bergabung menjadi satu kata menjadi kurikaesu. Dengan demikian secara umum arti kurikaeshi adalah sebuah pengulangan. Menurut Ito (2013:45), kata dalam bahasa Jepang yang diulang secara berurutan sebanyak dua kali adalah merupakan jenis repetisi Chougohou yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai epizeuksis. Kata yang diulang sebanyak dua kali ini memiliki tujuan diantaranya adalah untuk menekankan sesuatu kepada pendengar atas yang di katakan pembicara. Dengan kata lain, kurikaeshi kurikaeshi dalam paragraf yang telah dituliskan sebelumnya memiliki suatu tujuan. Penulis akan menguraikan tujuan tokoh utama yang menyebutkan kurikaeshi dalam bentuk repetisi Chougohou dengan cara menghubungkan situasi dalam paragraf tersebut dengan efek stilistika yang ditimbulkan.
Hubungan antara situasi dan efek stilistika penggunaan Chougohou pada kalimat yang di ucapkan oleh tokoh utama tidak hanya sebagai penekanan untuk malam dan pagi yang diulang-ulang, tokoh utama juga menyebutkan kurikaeshi kurikaeshi untuk menjelaskan bahwa mimpi yang jadi nyata atau kenyataan yang menjadi mimpi bisa terjadi kapan saja, dan apapun yang akan terjadi tidak akan ada yang dapat memprediksikannya. Analisis stilistika dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh penyimpangan bahasa yang digunakan pengarang serta bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek estetis atau puitis (Chapman, Nurgiyantoro, 1995:280). Efek dari analisis stilistika yang terkandung dalam kalimat tersebut mengakibatkan perasaan aneh yang timbul karena setiap kali membaca kalimat yang tedapat kata kurikaeshi kurikaeshi menimbulkan perasaan bahwa hal tersebut merupakan suatu kejadian dejavu, dimana kejadian yang telah terjadi dalam mimpi terulang kembali di dunia nyata. Pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara kontekskonteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana (Firth, Samsuddin, 1992:2). Jadi, dalam paragraf data satu yang telah dituliskan sebelumnya, tokoh utama mengatakan kurikaeshi diulang sebanyak dua kali merupakan untuk menjelaskan bahwa yang ia alami merupakan kejadian yang sangat aneh. 1.2 Analisis Choutenpou dalam novel Kicchin, karya Yoshimoto Banana (1991) Dalam sub bab ini penulis akan menganalisis data-data yang telah diklasifikasi sebagai data yang menggunakan teknik Choutenpou. Data-data berikut akan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif analitis. Sebelumnya penulis akan menjelaskan kembali definisinya, Choutenpou merupakan suatu keadaan dimana di dalam kalimat terdapat kata yang sama di titik-titik tertentu (Ito, 2013:45). Data 1 : Situasi 1 Mikage terbangun jam dua pagi, karena mimpinya yang aneh dan terdiam sejenak. Setelah itu tiba-tiba Yuichi datang mengucapkan “selamat malam” ia terbangun dari tidurnya karena lapar. Mikage terkejut dan langsung menyadari bahwa kejadian barusan, sama seperti dalam mimpinya tadi. Setelah itu Yuichi meminta Mikage untuk membuatkan raamen. Lagilagi Mikage merasakan bahwa kejadian didalam mimpinya tadi terulang kembali. Di malam itu, Mikage merasakan beberapa hal yang mirip seperti apa yang terjadi dalam mimpinya. Sehingga membuat Mikage berpikir bahwa kejadian yang baru saja ia alami merupakan hal yang luar biasa dan sebuah keajaiban, seperti mimpi yang menjadi nyata. Kutipan :
ものすごいことのようにも思えるし、なんてことないことのようにも思えた。 奇跡のようにも思えるし、あたりまえにも思えた。 ” (吉本「キッチン」199 1:59) “
Terjemahan : Menurut ku, yang baru saja terjadi sangatlah luar biasa, tapi aku juga berfikir itu merupakan hal yang biasa saja. Atau mungkin keajaiban, atau juga hal yang sudah biasa terjadi. Analisis : Pada paragraf di atas terdapat satu kata yang sering diulang di titik-titik tertentu. Kata yang diulang dalam paragraf tersebut adalah omou dalam bentuk kanoukei menjadi omoeru yang berarti dapat berfikir. Kanoukei adalah perubahan bentuk kata yang menunjukkan sebuah potensi (Nakano, 2008:104). Kata yang diulang di titik-titik tertentu dalam sebuah kalimat merupakan salah satu jenis
satuan bahasa yakni repetisi Choutenpou yang dikenal juga sebagai epanalepsis. Nishida (2008:197) mengungkapkan, bahwa penggunaan ini merupakan cara yang efektif untuk mengulang kata dengan intervensi lain setelah kata tersebut, khususnya untuk menegaskan suatu perasaan maupun penekanan. Dalam data ini, kata penekanan seperti yang diungkapkan Nishida bahwa pengulangan kata dengan intervensi lain sebagai penegasan dan penekanan, adalah kata omou. Penulis akan menuliskan arti dan makna yang terkandung dalam omou yakni sebuah pemikiran. Dalam paragraf data satu yang telah dituliskan, pelaku menyebutkan omou dengan perubahan bentuk kanoukei, seperti yang dikatakan tadi, kanoukei adalah perubahan bentuk kata yang menunjukkan sebuah potensi (Nakano, 2008:104). Kata omou yang diulang dalam paragraf tersebut merupakan sebuah repetisi Choutenpou, yaitu pengulangan kata pada beberapa kalimat yang terjadi di titik-titik tertentu (Ito, 2013:45). Seperti yang dikatakan Ito, penggunaan Choutenpou pada suatu kalimat atau paragraf bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan sebuah perbedaan subjek namun juga bertujuan untuk memfokuskan pendengar terhadap kata yang diulang (2013:45). Penulis akan menjelaskan hubungan antara situasi dengan efek stilistika dari penggunaan Choutenpou. Seperti yang dikatakan Nishida (2008:19) Choutenpou merupakan teknik untuk menegaskan suatu perasaan maupun penekanan. Pelaku mengatakan omoeru sebanyak empat kali bertujuan untuk menegaskan dan menjelaskan perasaannya yang sedang bingung tentang apa yang baru saja ia alami. Hal ini menimbulkan rasa kebingungan sebagai efek stilistika. Stilistika atau gaya bahasa adalah cara bertutur secara tertentu untuk mendapatkan efek estetik atau efek kepuitisan (Pradopo, 2000:265). Menurut Firth, dan Samsuddin, pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara konteks-konteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana (1992:2). Jadi, dari efek stilistika yang ditimbulkan, pelaku bermaksud untuk membuat pembaca merasakan bahwa yang ia pikirkan merupakan hal yang sangat membingungkan sehingga membuatnya berfikir berkali-kali. 1.3
Analisis Ruigigo no Hanpuku dalam novel Kicchin, karya Yoshimoto Banana (1991) Pada sub bab ini, penulis akan menjelaskan dan menganalisis data-data yang telah didapat dengan menggunakan fungsi Ruigiruiseki yang berarti sinonimi. Dalam ilmu linguistik Indonesia, sinonimi adalah satuan bahasa yang memiliki hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Ruigiruiseki merupakan jenis repetisi yang tergolong dalam Ruigigo no Hanpuku yang secara tata bahasa berarti repetisi sinonim. Dalam penelitiannya, Ito menjelaskan tentang Ruigigo no Hanpuku atau Ruigiruiseki, yakni keadaan beberapa kalimat yang memiliki kesamaan makna dengan menggunakan kata berbeda yang memiliki kemiripan makna (2013:45). Data 1: Situasi 1 Sakurai Mikage adalah seorang wanita yang memiliki kecintaan terhadap dapur. Menurutnya, di dunia ini tempat yang paling indah adalah dapur, karena dari dapur ia dapat membuat makanan untuk tetap bertahan hidup. Seperti apapun keadaan dapurnya, Mikage tetap menganggap dapur adalah tempat kesukaannya yang paling indah.
ものすごく汚い台所だって、たまらなく好きだ。 床に野菜くずが散らかっていて、スリッパの裏が真っ黒になるくらい汚いそこは 異様に広いといい。ひと冬軽く越せるような食料が並ぶ巨人な冷蔵庫がそびえ立ち、 その銀の扉に私はもたれかかる。油が飛び散ったガス台や、さびのついた包丁から ふと目を上げると、窓の外には淋しく星が光る。”(吉本「キッチン」1991: 7) “
Terjemahan:
“Aku sangat menyukai dapur meskipun dalam keadaan kotor. Sayuran layu yang tercecer di lantai, yang membuat sandal hitam dan kotor ini terasa begitu luas. Aku bersandar di pintu lemari es yang berwarna gading, yang di dalamnya terdapat banyak bahan makanan yang bisa digunakan untuk melewati satu musim dingin. Alas kompor yang tercecer minyak, dan ketika aku mengangkat pandangan dari pisau dapur yang karatan, ke pemandangan diluar, tampak disana bintang yang bersinar kesepian sendiri.” Analisis: Dalam paragraf data satu yang tertulis di atas, terdapat beberapa kalimat yang memiliki kesamaan makna. Kesamaan makna tersebut diulang dalam sebuah kalimat dengan kata yang berbeda. Menurut Ito, keadaan beberapa kalimat yang memiliki kesamaan makna dengan menggunakan kata berbeda yang memiliki kemiripan makna adalah termasuk jenis repetisi sinonim (2013:45) atau dalam bahasa Jepang, Ruigruiseki. Repetisi sinonim dikenal juga sebagai sinonimi. Sebelum memulai penelitian, penulis akan menjelaskan arti dan makna yang terkandung dalam kalimat-kalimat yang diberi garis bawah dari data satu. Lima kalimat dalam paragraf data satu di atas, di anggap memiliki makna dan nuasa yang sama. Berikut tabel arti dan makna kalimat yang memiliki nuansa sama. Tabel 4.3.1 Kalimat dengan Nuansa yang Sama Kalimat bahasa Jepang
ものすごく汚い台所だって… 床に野菜くずが散らかっていて... スリッパの裏が真っ黒になるくらい汚い… 油が飛び散ったガス台や… さびのついた包丁…
Terjemahan Meskipun dapurnya dalam keadaan kotor… Sayuran layu yang tercecer di lantai… Bagian bawah sandal yang hitam kotor… Gas yang tercecer minyak… …pisau yang karatan…
Kalimat-kalimat yang telah diterjemahkan di atas, sudah terlihat bahwa semua kalimat tersebut telah memiliki kesamaan makna, yakni sesuatu yang menggambarkan sebuah dapur yang kotor. Seperti yang dikatakan Ito (2013:45) Ruigiruiseki ini mencakup beberapa kalimat yang memiliki nuansa sama. Penulis akan menghubungkan situasi dengan penggunaan repetisi sinonim atau Ruigiruiseki. Dari tabel di atas terdapat persamaan makna kalimat yang dapat disimpulkan dengan satu kalimat. Seperti apa yang diungkapkan Pradopo (2000:265) style atau gaya bahasa adalah cara bertutur secara tertentu untuk mendapatkan efek estetik atau efek kepuitisan. Dari kelima kalimat di atas terlihat bahwa efek stilistika yang timbul adalah sebuah dapur yang kotor. Tokoh utama mencoba menjelaskan dan mendeskripsikan suatu dapur yang kotor, dan berantakan penuh dengan benda kotor yang tergeletak di lantai. Menurut Samsuddin, makna suatu bahasa berada pada rangkaian konteks dan situasi. Pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara kontekskonteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana (1992: 2). Dengan demikian, repetisi bukan hanya sebuah penegasan atau sebuah penekanan pada suatu kata atau kalimat, tetapi juga dapat dikatakan repetisi merupakan suatu pengulangan pada kata atau kalimat dengan tujuan memperjelas gambaran suatu keadaan. 1.4
Analisis Ku/ Bun Katachi no Hanpuku dalam novel Kicchin, karya Yoshimoto Banana (1991)
Ku/ Bun katachi no hanpuku, sering dikenal sebagai Heikoutai, namun sebenarnya Heikoutai merupakan jenis repetisi yang masuk dalam golongan Ku/ Bun Katachi no Hanpuku. Dalam bahasa Indonesia, Heikoutai sering disebut paralelisme. Paralelisme adalah suatu gejala dimana terdapat dua atau lebih bagian dari seluruh kalimat dengan bentuk yang sama sehingga memberikan pola tertentu. Menurut Ito (2013:45) penggunaan Heikoutai berfungsi selain sebagai penegasan suatu kata, bisa juga
dikatakan “satu hal yang sama mewakili semua”, dengan kata lain, menekankan kalimat yang sifatnya universal dalam kalimat tersebut. Data 1 : Situasi 1 Mikage datang mengunjungi Yuichi karena mendengar berita bahwa Eriko meninggal bulan lalu. Pada saat itu, Yuichi berjalan menuju lemari pakaian Eriko dan mengambil sepucuk surat. Dia meminta Mikage untuk membacanya. Surat itu adalah surat yang ditulis Eriko jauh sebelum Eriko meninggal. Isi suratnya menceritakan secara singkat tentang perasaannya tentang menjadi wanita. Eriko juga menuliskan sesuatu tentang Mikage. Ia ingin gadis itu tetap tinggal di apartemen dan menjadi tetangganya, dengan demikian ia bisa tenang meninggalkan Yuichi, karena ia merasa jika Mikage dekat dengan Yuichi, Mikage akan menjaga Yuichi. Setelah Mikage membaca surat dari Eriko, ia kembali merasakan kerinduan yang amat sangat terhadap Eriko. Mikage mengingat waktu-waktu ketika Eriko pulang dari toko tempat ia bekerja. Eriko selalu pulang dalam keadaan sedikit mabuk dan membuat ia berjalan tidak teratur sehingga menimbulkan bunyi-bunyian yang berisik, disitulah rindu Mikage terasa sangat jelas. Kutipan :
夜明け近い、鼻歌とヒールの音が近づいてきて、カギを開ける。お店から仕事 明けで帰る彼女はいつもほろ酔いで、うるさい音を立てるので私はうっすら目を覚 えました。シャーワの音、スリッパの音、お湯を沸かす音、私はとても安心してま た眠りに落ちてゆく。いつもそうだった。なつかしい。気が変になるほどなつかし い。”(吉本「キッチン」1991:76) “
Terjemahan : Menjelang fajar, terdengar senandung nyanyian diiringi suara yang semakin dekat, dan membuka pintu. Setiap pulang dari toko tempatnya bekerja dia selalu dalam keadaan sedikit mabuk, dan aku terbangun karena mendengar suara berisik. Suara shower, suara sandal, suara minyak mendidih, aku sangat merasa lega dan kembali tertidur. Hal itu dulu sering terjadi. Aku rindu saat-saat itu. Aku merasa aneh karena merindukan hal itu. Analisis: Paragraf di atas terdapat satu kalimat yang didalamnya terdiri dari tiga klausa yang memiliki objek sama. Kalimat tersebut termasuk dalam jenis kalimat Heikoutai, yang dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai paralelisme. Seperti yang dikatakan Ito (2013:45), Heikoutai, merupakan “satu hal yang sama mewakili semua”, repetisi ini terjadi pada klausa yang memiliki objek sama, dengan kata lain, menekankan kata yang sifatnya universal dalam kalimat tersebut. Kata universal yang dimaksud Ito adalah objek yang sama dari klausa tersebut.
「音」 「シャーワの音」 「スリッパの音」 「お湯を沸かす音」
Dari kalimat data di atas, objek sebagai kata universal adalah oto yang berarti suara. Arti oto, yang secara umum berarti suara. Kata oto diulang sebanyak tiga kali dalam klausa sebagai objek dengan subjek yang berbeda. Klausa pertama tokoh utama menyebutkan yang memiliki arti, suara shower, lalu tokoh utama mengatakan yang berarti suara yang artinya sandal, dan klausa terakhir yang disebutkan tokoh utama adalah suara minyak yang mendidih. Dari tiga klausa yang di tulis sebelumnya, terlihat kata oto adalah kata yang dapat mewakili ketiga subjek dari klausa tersebut. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara situasi dan efek stilistika pengulangan kata oto dalam penggunaan Heikoutai, penulis akan membuktikannya dengan menguraikan analisis. Tiga klausa dalam satu kalimat tersebut merupakan termasuk repetisi Heikoutai yang tergolong dalam Ku/ Bun Katachi no Hanpuku. Seperti yang dikatakan Ito, Heikoutai, merupakan “satu hal yang sama mewakili semua” (2013:45), kata oto adalah satu kata yang mewakili tiga klausa yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya.
Analisis stilistika dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh penyimpangan bahasa yang digunakan pengarang serta bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek estetis atau puitis (Chapman, Nurgiyantoro, 1995:280). Dalam data ini, efek dari stilistika yang ditimbulkan adalah sebuah keberisikan, dimana tokoh utama merasa berisik karena beberapa kegiatan yang pelaku (Eriko) lakukan di pagi buta, tetapi karena suara berisiknya itu tokoh utama merasa lega karena pelaku telah sampai dirumah. Menurut Samsuddin, makna suatu bahasa berada pada rangkaian konteks dan situasi. Pembahasan wacana pada dasarnya merupakan pembahasan terhadap hubungan antara kontekskonteks yang terdapat di dalam teks. Pembahasan itu bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat atau antara ujaran (utterances) yang membentuk wacana (1992: 2). Jadi, efek stilistika timbul karena tokoh utama mengucapkan kembali kata oto adalah untuk penggambaran suatu situasi yang berisik sehingga timbul perasaan bahwa pelaku melakukan banyak hal di pagi buta dan menimbulkan suarasuara berisik, dan merasakan hal-hal yang dilakukan oleh pelaku, sangat berisik sehingga membangunkan si tokoh utama yang sedang tidur.
SIMPULAN DAN SARAN Setelah menganalisis efek stilistika mengenai penggunaan repetisi dan jenis-jenisnya dalam novel Kicchin karya Yoshimoto Banana (1991), penulis menemukan beberapa tujuan lain dari sebuah repetisi, bukan hanya sebagai penekanan terhadap hal yang dianggap penting, tapi juga untuk menegaskan dan menjelaskan suatu keadaan tertentu terhadap pembaca. Selain itu, penekanan, penegasan, dan penjelasan yang timbul karena sebuah repetisi, mengakibatkan timbulnya perasaan atau efek yang terjadi dalam hal atau sesuatu yang telah ditekankan, ditegaskan, dan atau dijelaskannya tersebut. Dari data-data yang telah di analisis, Chougohou adalah repetisi yang secara umum mengungkapkan sebuah penjelasan dan penegasan suatu keadaan dengan satu kata atau klausa yang diulang dua kali secara berurutan. Sedangkan Choutenpou merupakan repetisi yang terjadi pada subuah kata di titik-titik tertentu, yang secara umum menggambarkan sebuah penekanan. Ruigigo no Hanpuku (Ruigiruiseki) adalah repetisi yang bertujuan sebagai penjelas yang lebih cenderung mendeskripsikan dengan sebuah pengulangan yang terjadi dalam kalimat atau klausa yang berbeda namun memiliki arti atau nuansa yang sama. Dan yang terakhir adalah Ku/ Bun Katachi no Hanpuku yang sering dikenal sebagai Heikoutai, repetisi ini mirip dengan Choutenpou, namun Heikoutai merupakan repetisi yang difokuskan terhadap suatu klausa atau kalimat yang diulang, bertujuan untuk penjelas dan menekankan sesuatu dalam siuasi tertentu. Dari ke empat jenis repetisi yang telah disebutkan sebelumnya, hanya Ruigigo no Hanpuku saja yang sulit ditemukan, karena penulis harus benar-benar mendapatkan kata atau kalimat yang bernuansa sama dalam satu paragraf. Penulis menyarankan Pembaca untuk menganalisis data dengan kajian semantik, karena semantik merupakan salah satu kajian linguistik yang menarik, terutama dalam satuan bahasa majas. Majas merupakan turunan teori semantik yang memiliki banyak jenis, seperti majas perbandingan, pertentangan, penegasan dan ironi. Disetiap jenis majas, terdapat beberapa satuan bahasa yang dapat dijadikan bahan kajian untuk sebuah analisis, diantaranya adalah repetisi. Seperti yang telah dikatakan penulis, repetisi memiliki jenis-jenis yang banyak. Selain empat jenis yang telah disebutkan dan digunakan penulis untuk mengkaji data dalam penulisan skripsi ini, terdapat juga beberapa jenis repetisi lainnya. Pembaca dapat menggunakan jenis repetisi lainnya untuk dianalisis.
REFERENSI Akira, Nakamura. 2007. Nihongo no buntai retorikku jiten. Jepang: Kadokawa Shoten. Atmazaki. 2007. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. Padang: UNP Press. Banana, Yoshimoto. 1991. Kicchin. Tokyo: Kadokawa Shoten. Banana, Yoshimoto. 2009. Kitchen. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
Chaer, Abdul. 1989. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : PT.Rineka Cipta. Gorys, Keraf. 1994. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Jakarta: Nusa Indah. Ichirou, Heijima. 1991. Kotoba no Imi. Jepang: Gyousei. Ito, Kouhei. 2013. Retorikku Sakubun No Kanousei Sono 1. Jepang: Okayama University Graduate School of Education, Research Acquisition. No: 153, diakses 18 Maret 2014 dari http://ousar.lib.okayama-u.ac.jp/ Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Leech, Geoffrey N., Mick Short. 2007. Style in Fiction: A Linguistic Introduction to English Fictional Prose. _____: Pearson Longman. Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa : Kumpulan Karangan Tersebar. Jakarta: Gramedia Nababan. 1992. Psikologilinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Norio, Niseda. 1996. Airurando Minwa No Eigo(2). Jepang: Culture Bulletin . No: 8, diakses 28 Juni 2014 dari http://dspace.wul.waseda.ac.jp/. Nurgiyantoro, B; Gunawan & Marzuki. 2002. Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta : Erlangga Pustaka Utama. Pradopo, Rachmat Djoko. 2000. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Ramlan, M. 1985. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif . Yogyakarta: CV Karyono. Setsuko, Harumi. 2012. Nihongo No Nazonazo Hikaku: Hanpukuyouhou Wo Chuushin Ni. Jepang: Surugadai University. No: 45 , diakses 28 Maret 2014, dari http://www.surugadai.ac.jp/ Sumardjo, Jakob dan Saini KM. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Sumarlam, Agnes Adhani, A. Indratano (Editor). 2008. Analisis Wacana: Iklan, Lagu, Puisi, Cerpen, Novel, Drama. Surakarta: Bukukatta Sumarlam. 2003. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Jakarta: Pustaka Cakra Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Syamsuddin A.R. 1992. Studi Wacana. Bandung: Mimbar Pendidikan dan Seni IKIP Tetsuo, Narita. 1983. Fukuyougo no Kenkyuu: Doushi no 'te' kei no fukushiteki youhou. Jepang: Meiji Shoin. Yoshikazu, Nishida. 2008. Richaado Sansei No Shuujihou Kenkyuu. Jepang: Saitama Gakuen University Bulletin (Faculty of Business Administration). No: 8, diakses 10 Mei 2014 dari http://www.media.saigaku.ac.jp/ Yoshikazu, Nishida. 2009. Ria Ou No Buntai. Jepang: English Education and English Language . No: 9, diakses 18 Maret 2014 dari http://jaell.org/
RIWAYAT PENULIS Osiliana Karinda lahir di kota Jakarta pada tanggal 10 bulan Agustus tahun 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada Tahun 2014. Saat ini Penulis belum bekerja.