Analisis Pengaruh Kebijakan Infrastruktur Terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Devi Valeriani (devi.valeriani @yahoo.com) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bangka Belitung
Abstrak Kabupaten Bangka merupakan bagian dari Provinsi Bangka Belitung. Kabupaten ini memiliki asset pariwisata yang sangat indah. Untuk pengembangan sektor pariwisata diperlukan sarana dan prasarana (infrastruktur) yang memadai. Infrastruktur yang sangat diperlukan dalam keberlangsungan pengembangan tersebut adalah transportasi dan listrik, sehingga akan terlihat keterkaitan antara pengembangan pariwisata, infrastruktur dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Untuk melihat keterkaitan tersebut digunakan alat analisis multiple linier regression dengan tehnik Ordinary Least Square. Data yang digunakan adalah data APBD dari tahun 1989 – 2008 yang bersumber dari Pemerintahan Daerah Kabupaten Bangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variable pariwisata, transportasi dann listrik berpengaruh significant terhadap pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka. Kata Kunci: Pariwisata, Transportasi, Listrik, Pendapatan Per kapita
Abstract Bangka Regency is one of Regencies of Bangka Belitung Province. This regency has many remarkable tourism assets. Developing the tourism sector needs eligible infrastructures such as electricity and transportation so that the connectivity of tourism, infrastructure and people’s income per capita of Bangka Bregency will be emerged using Multiple Linier Regression analysis with Ordinary Least Square technique. The data of APBD from 1989 to 2008 was taken from local government. The result of the research showed that simultaneously tourism variable, transportation and electricity influenced significantly to people’s income per capita. Keywords: Tourism, Transportation, Electricity, Income per capita.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka dengan luas lebih kurang 2.950,68 Km2 atau 295.068 Ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka berbatasan langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu dengan wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Barat. Peluang investasi yang dapat dikembangkan disektor pariwisata di Kabupaten Bangka masih terbuka lebar mengingat banyak sekali kawasan wisata yang dapat dikembangkan baik wisata pantai, wisata gunung, wisata danau, maupun wisata tempat-tempat bersejarah lain-lain. Disamping itu mengingat diwilayah Kabupaten Bangka terdapat pulau-pulau kecil yang indah maka pulau Bangka dapat dikembangkan seperti Pulau Seribu, karena masih terdapat terumpuh karang yang masih terjaga keasriannya yang terdapat wilayah perarian teluk kelabat serta didukung oleh jarak yang tidak begitu jauh dari Kota Sungailiat. Untuk mengembangkan keparawisataan ini dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang baik berupa hotel berbintang, sarana hiburan, maupun jasa tour travel/perjalanan wisata yang semuanya itu masih membutuhkan investor dari luar maupun dalam negeri untuk dapat mengembangkan kepariwisataan di Pulau Bangka ini. Timah sebagai sebuah produk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, tentu dengan bergulirnya waktu akan menuju kepada satu tahap dimana ketersediaan sumber daya alam tersebut akan menjadi berkurang bahkan berpeluang menjadi langka. Dan hal ini akan sangat berdampak terhadap pendapatan per kapita masyarakat Bangka Belitung, yang memfokuskan pencarian nafkahnya pada timah. Menyadari hal ini, maka secara perlahan pemerintah provinsi mulai memberdayakan sektor parwisata dan pertanian sebagai sektor yang akan dijadikan sebagai sumber penghasilan daerah dan penghasilan masyarakat Bangka Belitung. Dipilihnya kedua sektor ini dikarenakan kabupaten Bangka provinsi Bangka Belitung memiliki objek-objek wisata laut yang sangat natural dan bagus, begitu juga dengan kondisi tanahnya yang subur. Namun terlepas dari itu semua, salah satu faktor yang wajib diperhatikan oleh pemerintah daerah agar dapat terlaksananya proses pergeseran ekonomi tersebut dari sektor pertambangan ke sektor pariwisata dan pertanian adalah pembangunan fasilitas sarana dan prasarana, seperti terjaminya ketersediaan transportasi, listrik dan lainlain. Pentingnya pembangunan fasilitas sarana dan prasarana ini seperti yang dinyatakan oleh De dan Ghosh (2005:81) bahwa kendala yang dihadapi daerahdaerah maupun negara-negara lebih kepada persoalan ekonomi daripada persoalan demografi yaitu bagaimana memastikan baiknya infrastruktur supaya lebih bermanfaat. Di Kabupaten Bangka pengadaan listrik dikelola oleh PT. PLN (Persero) Cabang Bangka dan perusahaan/usaha listrik milik masyarakat (swasta).Tahun 2008 banyaknya pelanggan listrik berjumlah 20.114 pelanggan yang terdiri dari: rumah tangga sebanyak 18.508 pelanggan, industri 16 pelanggan, Pemerintahan sebanyak 158 pelanggan, Badan Sosial sebanyak 451 pelanggan, Bisnis sebanyak 918 pelanggan, dan untuk lampu jalan sebanyak 63. Sementara jumlah produksi keseluruhannya adalah sebesar 259.747.573 KWH dengan daya tersambung 22.998.526 VA.
Tabel 1 APBD Kabupaten Bangka Tahun 1989 – 2008 Sektor Pariwisata, Transportasi, Listrik (Dalam Jutaan Rupiah) Tahun
GDP Y
Pariwisata X1
Transportas i X2
Listrik X3
1989
49.209.562,210
8.345,510
26.980,460
210,450
1990
49.676.382,760
8.484,750
27.237,450
248,670
1991
52.563.209,330
8.489,980
27.453,440
255,780
1992
55.678.973,780
8.509,440
27.967,350
288,560
1993
57.530.927,430
8.409,220
28.276,900
342,670
1994
59.176.973,760
9.594,040
29.498,740
299,650
1995
59.524.565,440
9.770,430
34.980,090
311,890
1996
62.423.446,650
9.518,090
34.999,760
345,530
1997
66.978.352,160
10.796,750
35.434,230
456,340
1998
68.576.900,550
10.797,750
36.893,560
489,570
1999
69.934.112,490
10.798,750
35.344,380
499,990
2000
72.486.221,590
11.093,900
34.985,090
512,030
2001
75.611.896,440
11.290,220
36.256,670
527,560
2002
79.084.630,870
11.453,340
37.564,520
556,780
2003
86.568.881,920
12.443,540
37.894,440
590,430
2004
114.246.373,680
12.434,530
38.944,320
623,780
2005
139.008.996,150
13.564,340
39.076,340
698,650
2006
152.318.667,250
13.743,980
40.002,230
673,340
2007
169.453.908,670
14.390,530
40.330,760
779,690
2008
171.976.423,480
15.803,750
40.565,670
786,690
Sumber Sekretariat Daerah Kab Bangka, diolah .
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap pendapatan per kapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung antara tahun 1989 – 2008, khususnya dalam memahami secara lebih baik
keterkaitan antara infrastruktur dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pada latar belakang pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh pariwisata terhadap tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung? 2. Bagaimana pengaruh transportasi terhadap tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung? 3. Bagaimana pengaruh irigasi terhadap tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung? 4. Bagaimana pengaruh pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap tingkat pendapatan per kapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pengaruh pariwisata terhadap tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung 2. Untuk mengetahui pengaruh transportasi terhadap tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung 3. Untuk mengetahui pengaruh irigasi terhadap tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung 4. Untuk mengetahui pengaruh pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap tingkat pendapatan per kapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gross Domestic Product (GDP) Menurut Lipsey et al (2003:426), Gross Domestic Product adalah output yang dihasilkan dalam suatu negara, dan berbeda dari Gross National Product karena faktor-faktor seperti tingkat bunga luar negeri atau pembayaran/penerimaan dividen. Lipsey et al menambahkan 1987:486) GDP adalah pendapatan nasional yang diukur menurut pendekatan output; sama dengan semua nilai tambah pada perekonomian atau sama juga dengan nilai semua barang jadi yang dihasilkan dalam perekonomian Menurut Mankiw, (2003:522) GDP adalah pendapatan total yang diperoleh secara domestik, termasuk pendapatan yang diperoleh faktor-faktor produksi yang dimiliki asing; pengeluaran total atas barang dan jasa yang diproduksi secara domestik. (hal 18) untuk menghitung GDP dalam perekonomian yang lebih kompleks, akan sangat membantu jika kita memiliki definisi yang tepat: Produk Domestik Bruto (GDP) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang di produksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. Komponen – komponen Pengeluaran Para ekonom dan para pembuat keputusan tidak hanya peduli pada output
barang dan jasa total, tetapi juga alokasi dari output ini diantara berbagai alternatif. Pos pendapatan nasional membagi GDP menjadi empat kelompok pengeluaran: 1. 1. konsumsi (C) 2. 2. investasi (I) 3. 3. pengeluaran pemerintah (G) 4. 4. ekspor (X) Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP, Y = C + I + G + X. GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor bersih. Setiap dolar GDP masuk ke salah satu kategori ini. Persamaan ini adalah sebuah identitas – persamaan yang harus digunakan agar variabel – variabel bisa didefinisikan. Persamaan ini disebut identitas pos pendapatan nasional (national income accounts identity). Menurut Lipsey et al (2003:297), teori pertumbuhan ekonomi merupakan teori jangka panjang. Teori ini mengabaikan fluktuasi jangka pendek pendapatan nasional aktual di sekitar pendapatan potensial dan memusatkan perhatiannya pada pengaruh investasi terhadap kenaikan pendapatan potensial. Perbedaan pokok antara aspek jangka pendek dan aspek jangka panjang investasi sangat perlu diperhatikan. Dalam jangka pendek setiap kegiatan yang memberikan penghasilan kepada orang akan menaikan permintaan agrerat. Jadi, pengaruh jangka pendek terhadap pendapatan nasional adalah sama saja, apakah sebuah perusahaan menanam modal dalam bentuk menggali lubang dan menutupnya kembali atau menanam modal dengan membangun pabrik baru. Akan tetapi, perumbuhan jangka panjang pendapatan potensial hanya dipengaruhi oleh bagian dari investasi itu yang menambah kapasitas produksi suatu negara; yaitu oleh pendirian pabrik baru tadi, bukan oleh proyek penutupan kembali lubang itu. Pemahaman ini sangat penting karena beberapa yang diklasifikasikan sebagai investasi pada neraca pendapatan nasional adalah benar-benar pengeluaran konsumsi. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan membongkar kantornya yang cukup besar tapi sudah kumal dan melakukan ”investasi” dengan membangun fasilitas perkantoran modern untuk para stafnya. Ini akan diperhitungkan sebagai investasi pada data pendapatan nasional, dan pengeluarannya akan menambah permintaan agrerat. Akan tetapi, dalam pengertian pertumbuhan, investasi ini (sekurang-kurangnya sebagian) benar-benar merupakan konsumsi terselubungpara staf perusahaan itu, dan bukan merupakan investasi yang akan meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya. Pengamatan serupa juga berlaku bagi pengeluaran untuk kepentingan masyarakat. Pengeluaran apapun akan menambah permintaan agreratdan menaikan pendapatan nasional, jika terdapat sumber daya yang menganggur. Tetapi hanya sebagian dari pengeluaran itu yang menambah pertumbuhan pendapatan penggunaan tenaga kerja penuh (full employment income). Tentu saja pengeluaran investasi pemerintah (untuk kepentingan umum) yang menopang industri sedang menurun, agar tetap menciptakan kesempatan kerja, bisa berakibat sebaliknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran investasi semacam ini dapat mengahalangi realokasi sumber daya sebagai reaksi terhadap pergeseran, baik pola permintaan dunia maupun keunggulan komparatif negara itu. Jadi, dalam jangka panjang, kapasitas negara itu untuk memproduksi komoditi yang
dibutuhkan di pasar terbuka bisa semakin menurun. Menurut Denburg, (2002:362) salah satu pendekatan (approach) untuk pengujian empiris terhadap hipotesis tentang proses pertumbuhan adalah dengan cara pencocokan fungsi produksi agrerat dengan data histories. Pengertian Infrastruktur Fasilitas infrastruktur dipahami sebagai input infrastruktural publik dari sudut pandang suplai. Namun, dilihat dari sifat pelayanan yang diberikan, infrastruktur secara luas dapat digolongkan menjadi kategori fisik, sosial dan finansial. Kategori fisik meliputi transportasi (rel kereta, jalan, jalur udara dan jalur perairan), listrik, irigasi, telekomunikasi, suplai air dan sebagainya. Walau pengaruhnya bersifat langsung terhadap produksi melalui ekonomi eksternal, namun aspek tersebut berpengaruh pula secara menguntungkan dalam menarik investasi privat (domestik dan asing). Infrastruktur fisik berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dengan cara mengurangi biaya transaksi dan menciptakan banyaknya investasi, lapangan kerja, hasil (output), pendapatan dan pertumbuhan sampingan. Infrastruktur sosial berkontribusi melalui pengayaan sumber daya manusia dalam hal pendidikan, kesehatan, perumahan, fasilitas rekreasi dan sebagainya. Dengan kata lain, memajukan kualitas hidup. Infrastruktur ini berpengaruh terhadap tingginya sumber daya manusia dalam hal kualitas dan membantu meningkatkan produktivitas pekerja. Selanjutnya, infrastruktur finansial yang meliputi kerjasama perbankan, pos, dan pajak dari suatu populasi yang mewakili kinerja finansial negara. Tiga aspek ini mewakili kemampuan menciptakan penghasilan dari suatu daerah dalam suatu negara atau suatu negara dalam suatu wilayah. Dan karenanya, dapat memicu kompetisi yang tentunya menyehatkan diantara daerah-daerah konstituen. Suatu jaringan infrastruktur ekonomi adalah iklim sosial-ekonomi yang dihasilkan oleh institusi yang berfungsi sebagai medium perdagangan (conduits of commerce). Institusi disini dapat berupa institusi publik ataupun privat. Peranan mereka dapat silih berganti, membantu mentransformasikan sumber-sumber kedalam output atau berfungsi sebagai perubah, yang merubah sumber-sumber menjadi non-produser. Peranannya sangat kritis dalam menurunkan ketidaksamaan secara natural diantara daerah-daerah dalam satu negara. Secara umum, infrastruktur adalah konsep sosial untuk beberapa kategori khusus dari input diluar proses pengambilan keputusan, yang berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi dengan cara meningkatkan produktivitas dan penyediaan fasilitas. Dibutuhkan jangka waktu yang panjang untuk menciptakan fasilitas-fasilitas ini. Sebagai contoh, Hansen (1965 dalam De dan Ghosh, 2005:94), dalam pengamatannya pada peranan investasi publik dalam perkembangan ekonomi, membagi infrastruktur publik menjadi dua kategori: economic overhead capital (EOC) dan social overhead capital (SOC). Mera (1973 dalam De dan Ghosh, 2005:94) mengamati pengaruh ekonomi dari infrastruktur publik di negara Jepang dengan meluaskan definisi Hansen dengan menambah sistem komunikasi. Tidak adanya fasilitas ini dalam satu wilayah akan mengakibatkan berkurangnya ”efisiensi produktif” dari suatu populasi. Ini merupakan sejumlah karakteristik yang sangat substansial yang membedakan negara-negara saat ini.
Karakteristik Infrastruktur Infrastruktur adalah bagian dari capital stock suatu negara , yaitu social overhead capital yang mendukung directly productive capital. Menurut World Bank dalam World Development Report (1994:2), yang termasuk infrastruktur antara lain : a. Public Utilities, yaitu energi, telekomunikasi, ppa pensuplai air, sanitasi dan saluran air (selokan), pembuang limbah / kotoran dan pipa gas; b. Public Work, yaitu jalan , dam, kanal, irigasi, drainase serta transportasi. Di sebagian negara berkembang, program pembangunan lebih ditekankan pada pembangunan prasarana dan sarana untuk mempercepat pembangunan di sektor produktif. Pembangunan infrastruktur tersebut antara lain jalan raya, pembangkit listrik, telekomunikasi dan irigasi. Keterkaitan antara Infrastruktur dan Pendapatan Hubungan antara infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi bersifat multiple dan kompleks, tidak hanya karena pengaruhnya secara langsung terhadap produksi dan konsumsi namun juga karena infrastruktur menciptakan eksternalitas langsung dan tidak langsung dan menyangkut besarnya arus pengeluaran yang menimbulkan pekerja tambahan. Sebagian besar dari studi-studi tentang pengaruh makro ekonomi dilakukan dalam tahun 1980an sebagai respon atas kegagalan dalam mempertimbangkan menurunnya produktivitas di negara berkembang. Studi-studi menyarankan bahwa infrastruktur berkontribusi terhadap output kedaerahan, pendapatan dan pertumbuhan lapangan kerja dan kualitas hidup (Aschauer, 1990; Munnell, 1990; Gramlich, 1994; and Esfahani and Ramirez, 2003 dalam De dan Ghosh, 2005:94). Qureshi, A, M, (2009) menyatakan bahwa asumsi utama dari model pertumbuhan bahwa investasi pada akumulasi modal manusia dan fisik mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan pada akhirnya pajak dan pembelanjaan pemerintah juga memainkan peranan penting dalam proses pertumbuhan, seperti umumnya ditemukan dalam literatur (Barro, 1990; Lucas, 1990; Jones dkk, 1993). Persamaan (1) menggambarkan fungsi produksi yang diasumsikan sebagai total nilai tambah bagi negara (Y). K menggambarkan total modal fisik – publik serta swasta, H adalah rata-rata indeks kemampuan manusia, dan L adalah angkatan tenaga kerja (Mankiw dkk, 1995; Sacerdoti dkk, 1998). Y = K α * (H * L) (1-α) (0<α<1). K meningkat melalui investasi dan pada akhirnya menurun. H didasarkan pada rata-rata indeks pendidikan dan rata-rata akses untuk perawatan kesehatan dasar. Menurut Jung dan Thorbecke, 2003 berdasarkan pada pendekatan pengeluaran publik, pendidikan dan kesehatan dapat menciptakan modal manusia. Jung dan Thorbecke, (2003) menganggap rasio yang berhubungan dengan pajakPDB merupakan sumber pendapatan pemerintah. Pada sisi pembelanjaan ada dua jenis utama; pembelanjaan non-discretionary dan pembelanjaan discretionary. Diawali oleh Auscher ( 1989a, 1989b,1989c dalam Canning dan Pedroni, 1999:1) wacana tentang efek produktivitas dari infrastruktur telah menjadi perdebatan dan dalam laporan Bank Dunia (1994) dilaporkan beberapa bukti empiris mengenai pentingnya infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.
Gramlich (1994) menekankan sulitnya menentukan secara akurat kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan. Namun, Easterly dan Rebelo (1993) menemukan pengaruh positif investasi di bidang transportasi dan komunikasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Canning, Fay, dan Perotti (1994) menemukan pengaruh positif dari jumlah panjang jalan dan kapasitas listrik terhadap pertumbuhan secara berkelanjutan. Sebaliknya, Hulten dan Schwab,(1991),Tatom (1991, 1993a, 1993b) dan HoltzEakin (1994), Holtz-Eakin dan Schwartz (1995) dan Garcia-Mila, McGuire and Porter (1996) menjelaskan bahwa hanya terdapat sedikit bukti yang menerangkan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendekatan yang dilakukan dalam studi ini adalah model pertumbuhan Barro (1990). Kapital infrastruktur adalah sebuah input kedalam produksi agregat, tetapi dihasilkan dari pengurangan investasi pada jenis kapital lainnya. Dalam pendekatan ini terdapat tingkat optimal infrastruktur yang memaksimalkan pertumbuhan. Menurut model penelitian ini, terdapat tingkat diatas pemaksimalan pertumbuhan dari infrastruktur dimana pengalihan sumber-sumber dari menyaingi hasil dari bertambahnya infrastruktur. Di bawah level ini, meningkatnya kondisi infrastruktur mengakibatkan meningkatnya pendapatan jangka panjang, sedangkan diatas level ini, meningkatnya infrastruktur mengakibatkan turunnya pendapatan jangka panjang. Boopen (2006) menemukan bahwa kapital transportasi merupakan kontributor kemajuan ekonomi di negara-negara Sub Sahara Afrika. Auscher (1989c) menemukan bahwa investasi publik berpengaruh terhadap produktivitas dan pertumbuhan. Selanjutnya di tahun 1995, Auscher kembali mengemukakan dalam penelitiannya bahwa stok kapital publik yang bersifat non-militer berkontribusi terhadap pertumbuhan. Nourzad dan Vrieze (1995) meneliti panel data 7 negara OECD tentang pengaruh investasi publik terhadap output. Mereka menemukan bahwa terdapat elastisitas output yang rendah namun signifikan dalam kaitannya dengan investasi publik. Canning (1999) menemukan bahwa elastisitas output sebesar 0.37 terhadap kapital fisik. Ford dan Poret (1991) menggunakan data stok kaital publik non-militer pada 11 negara OECD menemukan bahwa infrastruktur (listrik, gas, air, transportasi dan komunikasi) memiliki efek signifikan terhadap produktivitas dan output. Taylor & Lewis (1993) menemukan bahwa infrastruktur fisik publik tidak memiliki signifikansi terhadap output. Penelitian Boopen (2006) menerangkan bahwa kapital transportasi memiliki level produktivitas tertinggi dibanding dengan jenis investasi lainnya. Sehingga menjadikan kapital transportasi sebagai variabel yang produktiv/berpengaruh. Jayme et al, (2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pengeluaran di bidang infrastruktur berpengaruh secara positif terhadap kinerja makro ekonomi suatu negara., kerena kenaikan biaya pengeluaran di bidang infrastruktur mengurangi biaya produksi perusahaan dan sebagai konsekuensinya, menstimulasi investasi, produktivitas dan pertubuhan ekonomi. Argumen yang ada adalah, pemerintah tidak menciptakan lapangan kerja secara langsung namun membantu menciptakan suasana kondusif dalam investasi privat dan produksi pada level yang kompetitif. Dengan kata lain, investasi publik memiliki potensi
untuk menstimulasi investasi privat. Sebagai kesimpulan, peningkatan dalam pengeluaran publik yaitu di bidang infrastruktur untuk sektor-sektor strategis terutama transportasi adalah sesuatu yang penting dan produktif. Oleh karena itu, pertumbuhan yang berkesinambungan tidak akan terwujud bila pemerintah belum memeberikan pendanaan yang cukup untuk proyek-proyek investasi dalam rangka menghilangkan infrastruktur yang bersifat bottleneck (menghambat). Polasek & Schwarzbauer (2006) menunjukkan bahwa kemajuan pada aksesibilitas jalur kereta memiliki pengaruh yang berbeda tiap negara dangan kinerja yang rendah ataupun tinggi. Polasek dan Berrer (2005) menjelaskan bahwa sebagai konsekuensi dari pengurangan biaya transportasi, aksesibilitas kereta atau jalan memiliki pengaruh positif terhadap lapangan kerja dan pertumbuhan populasi. Binswanger dan lainnya (1989 dalam De dan Ghosh, 2005:95) menunjukkan bahwa pengaruh utama dari jalan di pedesaan tidak tertuju pada infrastruktur privat namun melalui marketing dan distribusi dan juga melalui pengurangan biaya transaksi pada komoditas pertanian. Namun, listrik dan infrastruktur pedesaan lainnya memiliki pengaruh langsung terhadap investasi privat dalam pompa elektris (Barnes dan Binswanger, 1986 dalam De dan Ghosh, 2005:95). Elhance dan Lakshmanan (1988 dalam De dan Ghosh, 2005:95), menggunakan infrastruktur fisik dan sosial menunjukkan bahwa penurunan biaya produksi dalam manufaktur diakibatkan dari investasi infrastruktur. Dalam studi yang lebih mendetail, Datt dan Ravallion (1998 dalam De dan Ghosh, 2005:95) membuktikan bahwa suatu daerah yang memulai dengan infratruktur dan SDM yang lebih baik dibanding lain memiliki tingkat penurunan kemiskinan yang jangka panjang. Ghosh dan De (2000 dalam De dan Ghosh, 2005:95), dengan menggunakan fasilitas infrastrukur pada negara Asia Selatan selama dua dekade, menunjukkan bahwa perbedaan dana dalam infrastruktur fisik bertanggung jawab pada naiknya perbedaan secara regional. Sahoo dan Saxena (1999 dalam De dan Ghosh, 2005:95) menggunakan pendekatan fungsi produksi, menyimpulkan bahwa transportasi, listrik, gas dan suplai air dan fasilitas komunikasi memiliki efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan secara simultan memiliki pendapatan dengan skala yang meningkat. Pembangunan fasilitas infrastruktur tambahan di tahap awal dapat memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap pendapatan. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Ghosh (2005) tentang pengaruh fasilitas infrastruktur terhadap pendapatan regional, dengan mengambil sampel beberapa negara di asia tahun 1971-2002 dilakukan dengan meggunakan analisis regresi berganda dan beberapa indikator dari fasilitas infrastruktur antara lain Transport Facilities-TF (fasilitas transport), Irrigated land-IL (lahan yang teririgasi)Per Capita Electricity-PCE (konsumsi listrik per capita), Telephone Line-TL (jalur telepon), Fertilizer Consumption-FC (konsumsi pupuk), Arable Land-AM (traktor per 100 hektar lahan), Literacy Rates-LR (tingkat melek huruf), Infant Mortality Rates-IMR (angka kematian bayi), Banking Credit-BC (Kredit Bank), Tax Collected-TC (pajak yang terkumpul), Port Capacity-PC (Kapasitas pelabuhan) menemukan bahwa kebijkan infrastruktur terbukti berpengaruh terhadap pendapatan per kapita.
Polasek & Schwarzbauer (2006) menunjukkan bahwa kemajuan pada aksesibilitas jalur kereta memiliki pengaruh yang berbeda tiap negara dangan kinerja yang rendah ataupun tinggi. Polasek dan Berrer (2005) menjelaskan bahwa sebagai konsekuensi dari pengurangan biaya transportasi, aksesibilitas kereta atau jalan memiliki pengaruh positif terhadap lapangan kerja dan pertumbuhan populasi. Kerangka pemikiran
Pariwisata
H1
Transportasi
H2
Pendapatan Perkapita
H3 Listrik
H4
Keterangan : Pariwisata, transportasi dan listrik adalah variable independent, sedangkan pendapatan perkapita adalah variable dependent. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran , maka dapat dibuat rumusan hipotesis sebagai beirkut : H1 : Pariwisata berpengaruh terhadap tingkat pendapatan per kapita H2 : Transportasi berpengaruh terhadap tingkat pendapatan per kapita H3 : Listrik berpengaruh terhadap tingkat pendapat per kapita H4 : Pariwisata, transportasi, dan Listrik berpengaruh terhadap tingkat pendapatan per kapita
METODOLOGI PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian dan teknik sampling Penelitian ini menggunakan jenis penelitian penjelasan (explanatory) dengan metode kuantitatif. Penelitian explanatory merupakan penelitian yang
menjabarkan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan data yang dikumpulkan selama penelitian. Penelitian ini termasuk explanatory jenis penelitian hubungan (asosiatif). Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini minimal terdapat dua variabel yang dihubungkan. Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung yang berada di Wilayah Republik Indonesia. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Non probability sampling adalah tehnik pengambilan sample yang tidak memberikan peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sample. Tehnik sample ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball (Sugiyono, 2007:66). Sampling purposive adalah teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder yaitu data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya. Data-data tersebut berupa data PDRB berdasarkan lapangan usaha yaitu untuk variabel transportasi diambil datanya dari sub sektor pengangkutan , untuk variabel listrik diambil datanya dari sector listrik, gas dan air bersih , untuk variabel pariwisata diambil datanya dari sektor perdagangan , hotel dan restoran serta jasa - jasa. Dan untuk data GDP, dan jumlah penduduk Kabupaten Bangka Provinsi Provinsi Bangka Belitung dari tahun 1989 – 2008 bersumber dari pemerintah daerah kabupaten Bangka provinsi Provinsi Bangka Belitung dan Biro Pusat Statistik. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi dengan metode pencatatan. Metode Analisis Data Data dalam penelitian ini menggunakan jenis data runtun (time series data) dengan model yang digunakan, yaitu multiple linear regression dengan menggunakan teknik Ordinary Least Square yaitu teknik mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap observasi terhadap garis tersebut. Model Analisis Y = β0 + β1X1 + β2 X2 + β3 X3 + μ Y = Income Per Capita β0 = Konstanta β1 = Koefisien X1 β2 = Koefisien X2 β3 = Koefisien X3
X1 = Variabel pariwisata X2 = Variabel transportasi X3 = Variabel listrik Namun sebelum dilakukan pengujian regresi maka terlebih dahulu dilakukan pengujian mengenai ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang mendasari model regresi. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar berarti uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sample kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik adalah cara yang termudah untuk melihat normalitas residual yaitu dengan melihat grafik histogramnya yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan skewness dari residual. 2. Uji Multikolinearitas Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2005 : 25). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi caranya adalah, (1) dengan melihat nilai R2 tinggi tapi secara individual variabel independen banyak yang tidak signifikan, (2) jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas, (3) nilai tolerance dan lawannya, (4) Variance Inflation Factor (VIF), nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Gejala multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) di atas 10. 3. Uji Autokorelasi Pengujian ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Pengujian ini menggunakan model Durbin-Watson (dw test). Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel error-term pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel error-term pada periode lain yang bermakna variabel error-term tidak random. Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat interval keyakinan terhadap hasil estimasi menjadi melebar sehingga uji signifikansi tidak kuat. Jika nilai d diantara du dan 4-du maka tidak terjadi autokorelasi dalam model akan tetapi jika du > d > 4-du maka terjadi autokorelasi (Gujarati, 1995 : 217). Untuk menguji signifikansi pengaruh masing-masing variabel terikat
digunakan uji t (t-test), dengan membandingkan thitung dengan ttabel. Apabila thitung lebih kecil dari ttabel maka variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya terhadap variabel terikat. 4. Uji Heteroskedastisitas Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam metode regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksinya, antara lain dengan melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) dengan residualnya.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Hipotesis Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda, hasil dari pengujian regresi linear berganda ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Tabel Hasil Uji Regresi Pariwisata, Transportasi, dan Listrik Terhadap Pendapatan Per Kapita Variabel
Koefisien beta
t-statistik
P Value
Pariwisata Pendapatan per Kapita
21969,598
3,688
,002
Transportasi Pendapatan per Kapita
3804,350
2,420
,028
Listrik Pendapatan per Kapita
36504,747
,478
,639
Adjusted R Square
0,899
F-Statistik
57,437
0,000
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS
Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Pertama (H1) Hipotesis pertama menguji adanya pengaruh pariwisata terhadap pendapatan per kapita dan hipotesis yang diajukan dalam ini adalah sebagai berikut : Ho1 = Pariwisata tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Ha1 = Pariwisata berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Untuk dapat membuktikan apakah masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen mempunyai hubungan yang signifikan atau tidak signifikan maka dilakukan pengujian, uji-t untuk masing-masing independent variabel, dengan menggunakan alfa kepercayaan (degree of freedom) sebesar 5 persen dengan ketentuan hipotesis sebagai berikut : Ketentuan: • - t hitung < t tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak. • - t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima. Dari hasil regresi variabel pariwisata terhadap pendapatan per kapita yang terdapat pada tabel diatas menghasilkan nilai t-statistik sebesar 3,688 dan t tabel sebesar 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa t-statistik lebih besar dari t-tabel atau atau P Value sebesar 0,002 lebih kecil dari alpha 0,05 (P<=0.05) maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima. Atau hal ini berarti variabel pariwisata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, dengan koefisien beta sebesar 21969,598. Berdasarkan nilai ini maka Ho1 ditolak dan Ha1 didukung dalam penelitian ini. Nilai koefisien beta sebesar 0,364 dapat dinterpretasikan sebagai jika pembangunan pariwisata naik sebesar 1 milyar, maka pendapatan per kapita meningkat sebesar 21,969 milyar, dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Kedua (H2) Hipotesis kedua menguji adanya pengaruh transportasi terhadap pendapatan per kapita dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ho2 = Transportasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Ha2 = Transportasi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Dari hasil regresi variabel transportasi terhadap pendapatan per kapita yang terdapat pada tabel diatas menghasilkan nilai t-statistik sebesar 2,420 dan t tabel sebesar 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa t-statistik lebih besar dari ttabel atau atau P Value sebesar 0,028 lebih kecil dari alpha 0,05 (P<=0.05) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti variabel transportasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Berdasarkan nilai ini maka Ho2 ditolak dan Ha2 didukung dalam penelitian ini. Nilai koefisien betas sebesar 3804,350 dapat dinterpretasikan sebagai jika transportasi naik sebesar 1 milyar, maka pendapatan per kapita meningkat sebesar 3,804 milyar, dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap (cateris paribus).
Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Ketiga (H3) Hipotesis ketiga menguji adanya pengaruh listrik terhadap pendapatan per kapita dan hipotesis yang diajukan dalam ini adalah sebagai berikut : Ho1 = Listrik tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Ha1 = Listrik berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Ketentuan: • - t hitung < t tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak. • - t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima. Dari hasil regresi variabel listrik terhadap pendapatan per kapita yang terdapat pada tabel diatas menghasilkan nilai t-statistik sebesar 0,478 dan t tabel sebesar 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa t-statistik lebih kecil dari t-tabel atau atau P Value sebesar 0,639 lebih besar dari alpha 0,05 (P<=0.05) maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima. Atau hal ini berarti variabel listrik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, dengan koefisien beta sebesar 36504,747. Berdasarkan nilai ini maka Ho1 diterima dan Ha1 ditolak dalam penelitian ini. Nilai koefisien beta sebesar 36504,747 dapat diinterpretasikan sebagai jika pembangunan listrik naik sebesar 1 milyar, maka pendapatan per kapita meningkat sebesar 36,504 milyar, dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus).
Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Keempat (H4) Hipotesis keempat menguji adanya pengaruh secara simultan kesadaran dan pelayanan terhadap kepatuhan dan hipotesis yang diajukan dalam ini adalah sebagai berikut : Ho3 = Pariwisata, transportasi, dan listrik secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Ha3 = Pariwisata, transportasi, dan listrik secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita Dari hasil regresi pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap pendapatan per kapita yang terdapat pada tabel 4.1 diatas menghasilkan nilai f-statistik sebesar 57,437 dan f tabel sebesar 3,04 maka dapat disimpulkan bahwa F-statistik lebih besar dari F-tabel atau atau P Value sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05 (P<=0.05) maka Ho4 ditolak dan Ha4 diterima. Hal ini berarti variabel pariwisata, transportasi, dan listrik secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Berdasarkan nilai ini maka Ho4 ditolak dan Ha4 didukung dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang dilakukan terbukti bahwa secara simultan variabel pariwisata, transportasi, dan listrik berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
per kapita. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ghosh (2005) bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pembangunan infrastruktur dan pendpatan per kapita. Dengan demikian, diperlukan kebijakan pembangunan yang berorientasi jangka panjang dan terfokus dengan melakukan penyesuaian terhadap potensi keunggulan kompetitif daerah. Selain pembangunan pariwisata, faktor lain yang tak kalah pentingnya perlu dilakukan oleh pemerintah adalah fasilitas transportasi sebagai faktor pendukung utama dalam industri pariwisata. Untuk itu, kebijakan yang bersifat strategis dan terarah dengan melakukan alokasi anggaran secara efektif sangat penting untuk dilakukan dan pemerintah juga perlu menyesuaikan besarnya anggaran pembangunan dengan kontribusi masing-masing setiap faktor terhadap pendapatan ekonomi.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pada hasil pengujian hipotesis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut : Kesimpulan 1. Pariwisata berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan per kapita, yang bararti semakin baik pembangunan fasilitas pariwisata maka akan semakin baik pula pendapatan per kapita 2. Transportasi berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan per kapita, yang berarti semakin baik pembangunan fasilitas transportasi maka akan semakin baik pula tingkat pendapatan per kapita. 3. Listrik tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita, yang berarti semakin baik pembangunan fasilitas listrik maka akan semakin baik pula tingkat pendapatan per kapita. 4. Pariwisata, transportasi, listrik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan per kapita. 5. Dari tiga faktor yang diuji terbukti faktor pariwisata yang paling dominan berpengaruh terhadap pendapatan per kapita, sedangkan faktor yang paling kecil pengaruhnya adalah listrik. Saran Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada pihak pemerintah kabupaten Bangka provinsi Bangka Belitung untuk melakukan peningkatan
anggaran pembangunan dibidang pariwisata karena terbukti pembangunan pariwisata dapat meningkatkan pendapatan per kapita. Oleh karena itu, perlu bagi pihak pemerintah kabupaten Bangka provinsi Bangka Belitung memfokuskan pembangunan pariwisata dan transportasi, mengingat potensi pariwisata provinsi Bangka Belitung yang sangat natural dan bagus. Sehingga dapat memberikan prospek sumber penghasilan jangka panjang bagi kabupaten Bangka dan provinsi Bangka Belitung
HASIL UJI REGRESI BERGANDA Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Removed
Variables Entered
Irigasi, Transportasi, Pariwisata(a) a All requested variables entered. b Dependent Variable: GDP per Kapita
Method .
Enter
Model Summary R Model R Square 1 ,957(a) ,915 a Predictors: (Constant), Irigasi, Transportasi, Pariwisata
Adjusted R Square ,899
Std. Error of the Estimate 12854987,07500
ANOVA(b)
Model 1
Regression
Residual
Total
Sum of Squares 28474561 10995478 0,000 26440110 83173907, 000 3111857219 312869
Df
Mean Square
F
3
94915203699 84920,000
57,437
16 19
16525069269 8369,100
Sig. ,000(a)
0,000 a Predictors: (Constant), Irigasi, Transportasi, Pariwisata b Dependent Variable: GDP per Kapita
Coefficients(a)
Model 1
Unstandardized Coefficients
Standardize d Coefficients
t
B
Std. Error
Beta
(Constant)
B
-41726206,191
45078401,8 83
21969,598
5956,453
1,191
1572,313
,452
76349,249
,163
Pariwisata Transportas i Irigasi
Sig.
3804,350
a Dependent Variable: GDP per Kapita
36504,747
,92 6 3,6 88 2,4 20 ,47 8
Std. Error ,368 ,002 ,028 ,639
DAFTAR PUSTAKA Aschauer, 1990; Aschauer, D.A. 1990. Why is infrastructure important?. in Munnell. Barro R. J. (1990), Government Spending in a Simple Model of Endogenous Growth. Journal of Political Economy Canning D., Fay M. and Perotti R. (1994). Infrastructure and Growth in International Differences in Growth RatesSt. Martins Press: New York Esfahani, H.S. and M.T. Ramírez, 2003. Institutions, infrastructure, and economic growth. Journal of Development Economics. Easterly W. and Rebelo S. (1993), Fiscal Policy and Economic Growth: An Empirical Investigation. Journal of Monetary Economics Garcia-Mila T., McGuire T. J. and Porter R. H. (1996), The Effect of Public Capital in State Level Production Functions Reconsidered. Review of Economics and Statistics Ghosh, B., S. Marjit and C. Neogi,. 1998. Economic growth and regional divergence in India: 1960 to 1995. Economic and Political Weekly Gramlich, 1994; Gramlich, E.M., 1994. Infrastructure investment: a review essay. Journal of Economic Literature. Hansen, N.M. 1965. Unbalanced growth and regional development, Western Economic Journal Hulten C. R. and Schwab R.M. (1991), It is There Too Little Public Capital? Infrastructure and Economic Growth. Discussion Paper, American Enterprise Institute. Holtz-Eakin D. and Schwartz A.E. (1995). Infrastructure in a Structural Model of Economic Growth. Regional Science and Urban Economics Mankiw, N Gregory , 2003. Macroekonomi , Erlangga, Jakarta Mera, K. 1973. Regional production functions and social overhead capital: an analysis of the Japanese case. Regional and Urban Economics, Munnell, 1990; Munnell, A.H., 1990. How does public infrastructure affect regional economic performance? Is there a shortfall in public capital investment? Conference Proceedings . Federal Reserve Bank of Boston. Tatom J.A. (1993a), Paved with Good Intentions; the Mythical National Infrastructure Crisis Policy Analysis, Cato Institute.