ANALISIS ONGKOS TRANSFER PEMASARAN DOMBA DI PASAR HEWAN TANJUNGSARI TRANSFER COST ANALYSIS OF MARKETING SHEEP IN TANJUNGSARI LIVESTOCK MARKET Nufus Mutmainah*, M. Hasan Hadiana**, dan Sondi Kuswaryan** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian tentang analisis ongkos transfer pemasaran domba di Pasar Hewan Tanjungsari telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September 2015 di Pasar Hewan Tanjungsari, Desa Pamagersari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wilayah layanan pasar, mengetahui besar ongkos transfer yang dikeluarkan penjual dan pembeli, dan mengetahui pengaruh jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan terhadap ongkos transfer domba. Penelitian ini menggunakan metode survei. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja. Sampel yang diambil berjumlah 35 responden menggunakan metode penarikan sampel sistematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah layanan pasar hewan Tanjungsari mencakup 20 daerah Kabupaten/Kota dari Prov. JABAR, Prov Banten, dan DKI Jakarta. Besarnya ongkos transfer per ekor domba berkisar antara Rp 4.441 sampai dengan Rp 58.643 dengan ongkos rata-rata Rp 1.469,51 ekor/km. Jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan berpengaruh nyata terhadap ongkos transfer domba (R2= 85%). Secara parsial semua faktor pada model berpengaruh signifikasi terhadap ongkos transfer (P = 0,05) dengan hasil: (1). Setiap perubahan jarak sebesar 1 kilometer akan berpengaruh terhadap kenaikan ongkos transfer sebesar Rp 266,49/ekor, (2). Setiap perubahan waktu sebesar 1 jam akan berpengaruh terhadap kenaikan ongkos transfer sebesar Rp 2.969,78/ekor, (3). Setiap penambahan jumlah ternak 1 ekor akan berpengaruh terhadap penurunan ongkos transfer sebesar Rp 786,21/ekor, (4). Ongkos pengangkutan per ekor domba dari pasar ke lokasi konsumen lebih tinggi dibanding pengangkutan per ekor domba dari lokasi penjual ke pasar. Kata Kunci:
Ongkos Transfer, Pemasaran Domba, Pasar Hewan
ABSTRACT A Research of transfer cost analysis of marketing sheep in Livestock Market Tanjungsari has been conducted since July to September 2015 in Tanjungsari’s Livestock Market, Pamagersari village, Tanjungsari subdistrict, Sumedang regency. This research aimed to know the service area of the market, the incurred transfer costs amount of seller and buyer, as well as the effect of distance, delivery time duration, quantity of sheep, and transport destination to the transfer cost of sheep. This research utilize a survey method. The locations was decided deliberately. Samples was taken totaling 35 respondences by using systematic sampling method. The results of research showed that the livestock market service area covers 20 regions of Tanjungsari District / City of West Java Province, Banten and 1
Jakarta Provinces. The cost of sheep transfer ranged between Rp 4.441 up to Rp 58.643 with an average cost Rp 1469.51 per sheep / Km. Distance, delivery time duration, quantity of sheep, and transport destination have a significance impact to the transfer cost of sheep (R2 = 85%). Partially, these factors significantly affect the transfer costs (P = 0.05) with the result are: (1). Increasing of 1 kilometre distance will make increase the transfer cost about Rp 266.49 / sheep, (2). Increasing of 1 hour delivery duration increase the transfer cost about Rp 2.969,78 / sheep, (3). Increasing of 1 sheep will make reduction to transfer cost about Rp 786,21 / sheep, (4). The costs of transporting per head of sheep from the market to consumers location is more expensive than transporting from the seller's location to the market. Keywords:
Transfer Cost, Marketing Sheep, Livestock Market
PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan provinsi dengan populasi domba terbesar di Indonesia. Pada tahun 2014 Badan Pusat Statistik mencatat sebanyak 10.003.210 ekor domba di Jawa Barat memberikan kontribusi terhadap penyediaan daging sebesar 52,81% dari produksi daging domba di Indonesia (DITJENNAK, 2015). Angka ini memberikan indikasi terhadap pentingnya usaha peternakan domba bagi masyarakat Jawa Barat. Pemasaran memiliki peranan penting sebagai sarana untuk membantu menjembatani antara kepentingan konsumen dan produsen di dalam usahatani ternak. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan jasa kepada konsumen (Stanton, 1996). Pemasaran domba terjadi akibat keberadaan lokasi dengan kepadatan penduduk dan tingkat ekonomi yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan pentingnya fungsi pengangkutan dalam mendistribusikan domba ke berbagai daerah yang dapat dilihat dari wilayah layanan pasar. Salah satu pasar hewan yang memberikan fasilitas layanan dengan cakupan wilayah jarak yang cukup besar bagi transaksi domba adalah Pasar Hewan Tanjungsari Sumedang, oleh karena itu di setiap hari pasar, tersedia berbagai sarana transportasi yang digunakan pemasar untuk mengangkut domba dari wilayah produsen ke pasar dan dari pasar ke wilayah konsumen. Pada pemasaran domba, biaya pemasaran akan efisien jika sistem pengangkutan ternak berjalan dengan baik. Pengangkutan yang buruk dan tidak memadai dapat mengakibatkan pada tingginya biaya pemasaran. Lemahnya sarana angkutan ternak merupakan salah satu penyebab meningginya harga ternak di beberapa daerah, hal ini dikarenakan fungsi pengangkutan berkaitan erat dengan biaya pemasaran, khususnya ongkos transfer yang mana informasi mengenai besarnya ongkos transfer sangat dibutuhkan dalam menetapkan pengambilan keputusan untuk keberhasilan pemasaran domba. 2
Menurut Sudiyono (2004), ongkos transfer adalah biaya yang dibutuhkan untuk memindahkan barang antar dua daerah atau lebih. Biaya transfer ini meliputi biaya terminal dan biaya transportasi . Biaya terminal merupakan biaya yang dibutuhkan sampai satu atau beberapa komoditi pertanian siap angkut. Biaya terminal ini meliputi biaya bongkar muat, biaya retribusi, dan biaya tambahan lainnya seperti biaya tambang dan freeman, sedangkan biaya transportasi merupakan biaya untuk memindahkan barang antar dua tempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana dan Hergesell (2008), bahwa biaya retribusi, beban angkut, transportasi, pajak tak resmi, dll perlu diperhitungkan karena mempengaruhi pengeluaran biaya perjalanan dalam memindahkan suatu barang. Besarnya ongkos transfer yang dikeluarkan oleh bandar domba atau pengguna jasa bervariasi tergantung pada lokasi pasar, wilayah layanan pasar, jarak angkut, ukuran dan jumlah domba yang diangkut, serta moda angkut yang digunakan. Pada ongkos transfer, biaya transportasi merupakan unsur penting dalam pemindahan ternak. Jarak perjalanan, waktu perjalanan, jumlah ternak yang diangkut, dan tujuan pengangkutan adalah faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Azzaino (1981), hubungan jarak dan ongkos transfer secara grafik dapat diklasifikasikan kedalam empat kelas, salah satunya adalah grafik yang menggambarkan suatu hubungan kontinyu yang menunjukkan adanya biaya permulaan untuk menutupi biaya yang tidak ada hubungannya dengan jarak dan ditambah suatu fungsi garis lurus untuk biaya pengangkutan yang berhubungan dengan jarak. Selain faktor jarak, waktu perjalanan juga merupakan faktor yang diperhitungkan dalam ongkos transfer. Ortuzar dan Willumsen (1994), berpendapat bahwa waktu perjalanan merupakan salah satu komponen yang perlu diperhitungkan dalam suatu aktifitas perjalanan. Perhitungan waktu perjalanan dilakukan karena waktu berkaitan erat dengan penggunaan jenis angkutan dan pengeluaran biaya selama pengangkutan. Jumlah ternak juga dapat mempengaruhi ongkos transfer ternak, semakin banyak jumlah barang yang diangkut maka biaya yang dikeluarkan semakin besar, namun ongkos per unit barang semakin rendah (Bowersox, 2006). Selain itu, ongkos transfer juga bergantung pada tujuan pengangkutan. Tujuan pengangkutan berpengaruh dalam menetapkan jumlah/banyaknya pengangkutan (trip) aktivitas seseorang yang dilakukan pada lokasi tertentu. Dalam melakukan perjalanan, setiap pengendara akan memilih rute yang memberikan ongkos perjalanan yang paling minimum (Black, 1981). Perjalanan biasanya dinyatakan dalam ukuran kuantitatif yang terdiri dari waktu perjalanan, jarak perjalanan, kecepatan perjalanan, serta biaya perjalanan. Dari keempat ukuran kuantitatif tersebut, waktu perjalanan merupakan ukuran yang sangat mempengaruhi suatu perjalanan (Warpani, 1990). 3
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui wilayah layanan pasar komoditi domba di Pasar Hewan Tanjungsari, mengetahui besar ongkos transfer yang dikeluarkan penjual dan pembeli domba di Pasar Hewan Tanjungsari, dan mengetahui pengaruh jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan terhadap ongkos transfer domba di Pasar Hewan Tanjungsari.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian adalah pelaku usaha baik penjual maupun pembeli domba yang tercatat di petugas pasar hewan dinas peternakan serta menggunakan jasa kendaraan angkutan ternak (bukan pribadi), untuk mengangkut domba dari lokasi pasar menuju lokasi yang dituju atau sebaliknya. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode survei dengan tujuan untuk mendapatkan data dari sejumlah populasi dengan cara memilih sampel dari seluruh penjual dan pembeli domba yang menggunakan jasa/sewa kendaraan angkut roda empat (pick up). 1.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Pasar
Hewan Tanjungsari merupakan pusat niaga ternak domba yang cukup besar di Kabupaten Sumedang sehingga memungkinkan banyak penjual dan pembeli dari berbagai daerah yang menggunakan jenis angkutan yang berbeda untuk mengangkut ternak. 2.
Penentuan Sampel Penelitian ini menggunakan metode penarikan sampel sistematik selama delapan kali
hari pasar. Jumlah keseluruhan responden yang diambil sebagai sampel sebanyak 35 orang yang memenuhi kriteria yang akan diteliti yaitu penjual dan pembeli yang menggunakan jasa/sewa kendaraan angkutan ternak. 3.
Jenis Data yang dibutuhkan Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer adalah jenis data yang diperoleh secara langsung dari responden yang belum pernah diolah atau dilaporkan. Penggunaan data primer adalah untuk menganalisis pengeluaran ongkos transfer baik pembeli maupun penjual serta pengaruh jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan terhadap ongkos transfer, sedangkan
4
penggunaan data sekunder adalah untuk menganalisis wilayah layanan pasar komoditi domba. 4.
Operasional Variabel Variabel pada penelitian ini tersdiri dari dua macam yaitu variabel bebas (X) dan
variabel terikat (Y). Variabel bebas yang diamati adalah jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan, sedangkan variabel terikat yang diamati adalah ongkos transfer yang dikeluarkan oleh penjual maupun pembeli meliputi biaya terminal dan biaya transportasi. Perhitungan ongkos transfer per ternak dilakukan dengan cara menjumlahkan semua biaya terminal dan biaya transportasi dalam satu mobil kendaraan angkut kemudian dibagi dengan jumlah ternak yang ada didalamnya. Untuk mengetahui ongkos transfer pemasaran domba yang dikeluarkan oleh pelaku pasar, digunakan rumus sebagai berikut: Ongkos Transfer = Biaya Terminal + Biaya Transportasi Keterangan: Biaya Terminal
= Biaya Retribusi + Biaya Perlakuan + Upah Tenaga Kerja
Biaya Transportasi= Biaya Jasa Pengangkutan 5.
Analisis Data Analisis untuk mengetahui pengaruh jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan
tujuan pengangkutan terhadap ongkos transfer domba menggunakan model regresi linier berganda. Sugiyono (2008) mengemukakan analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui kuatnya hubungan antara beberapa variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikat. Analisis data untuk mengestimasi koefisien regresi menggunakan Statistical Packet for Special Science (SPSS) for Windows Release 21.0. Model yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4D + ε Keterangan: Y = Ongkos transfer domba (Rp/ekor) X1 = Jarak (Km) X2 = Waktu Perjalanan (Jam) X3 = Jumlah Ternak (Ekor) D = Tujuan Pengangkutan 1 = Pengangkutan ke wilayah konsumen 0 = Pengangkutan ke pasar β0 = Konstanta
5
β1, β2, β3, β4 = Nilai koefisien regresi untuk variabel bebas jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan. ε = Galat (error) yang merupakan variabel acak statistik yang diasumsikan berdistribusi secara bebas normal dengan nilai rata-rata nol dan ragam σ2 (Gujarati, 2007). Pengujian hasil data dilakukan melalui 3 tahapan yaitu pengujian koefisien determinasi (R2), Uji F, dan Uji t. Pengujian koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat yang dinyatakan dalam persentase. Besarnya koefisien determinasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Uji F dilakukan bertujuan untuk mengetahui secara statistik apakah variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel tak bebas. Uji F dihitung sebagai berikut:
Keterangan:
K = Banyaknya variabel bebas dalam model N = Banyaknya pengamatan R2 = Koefisien determinasi
Pengujian ini menggunakan nilai α = 0.05, derajat kebebasan (db) = N-k-1 dengan kriteria pengujian sebagai berikut: Terima H0 : apabila F hitung < F tabel, variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Terima H1 : apabila F hitung > F tabel, variabel bebas secara simultan berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji statistik t menunjukkan pengaruh variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi perubahan variabel terikat. Adapun kaidah keputusan dari pengujian ini adalah sebagai berikut: Dengan i = 1, 2, 3, 4, 5 dan derajat kebebasan (df) = (n - k) dan tingkat keyakinan 95%, maka : a. Jika t hitung ≤ t tabel (α=0,05) maka terima H0 artinya jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan secara parsial tidak berpengaruh terhadap ongkos transfer. b. Jika t hitung > t table (α=0,05)
6
maka terima H1 artinya jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan secara parsial berpengaruh terhadap ongkos transfer.
HASIL DAN PEMBAHASAN Aksesibilitas dan Sarana Transportasi Aksesibilitas di daerah sekitar Pasar Hewan Tanjungsari mudah dijangkau, baik dengan kendaraan roda dua, pick up, maupun truk. Akses jalan menuju pasar ini berdekatan dengan jalan provinsi, yang merupakan jalan penghubung antar kota dan kabupaten sehingga pengunjung pasar hewan ini cukup ramai. Pengunjung pasar hewan datang tidak hanya dari wilayah Kabupaten Sumedang, tetapi juga dari berbagai wilayah Kabupaten di Jawa Barat. Salah satu fasilitas transportasi yang digunakan dalam usaha perdagangan ternak domba dalam upaya memperlancar mobilitas atau pergerakan mengangkut domba dari satu wilayah ke wilayah lainnya adalah kendaraan pick-up. Berikut ini merupakan kendaraan angkut yang digunakan oleh penjual dan pembeli domba yaitu: 1. Daihatsu Gran Max Pick-Up dengan luas bak angkut 2350 x 1585 mm, 2. Mitsubishi T 120 SS Pick-Up dengan luas bak angkut 2200 x 1480 mm, 3. Suzuki 1.5 Futura Pick-Up dengan luas bak angkut 2200 x 1480 mm, 4. Mobil pick up produksi tahun 90an (dolak) dengan luas bak angkut 2200 x 1480 mm. Banyaknya kendaraan angkut ternak domba jenis pick-up digunakan berdasarkan pertimbangan aksesibilitas seperti jalan menuju pasar, sarana parkir, dan kendaraan angkut yang tersedia. Sarana bak mobil angkut yang digunakan setiap kendaraan berbeda-beda, ada yang bertingkat dan ada pula yang tidak bertingkat bergantung pada kebutuhannya masingmasing. Wilayah Layanan Pasar Hewan Berdasarkan Asal Distribusi Domba Berdasarkan catatan lalulintas ternak di UPTD Pasar Hewan Tanjungsari, didapatkan bahwa ternak domba di pasar hewan Tanjungsari berasal dari Kabupaten Bandung, Garut, dan Sumedang. Berdasarkan daerah pemasok ternak domba di Pasar Hewan Tanjungsari, komoditi domba didatangkan oleh pedagang besar, pedagang pengumpul, maupun pedagang perantara. Sebagian besar domba yang masuk pasar hewan berasal dari Kabupaten Sumedang sebanyak 12 daerah yaitu kecamatan Buahdua, Cimalaka, Cimanggung, Conggeang, Darmaraja, Jatinangor, Pamulihan, Rancakalong, Sukasari, Sumedang Selatan, Sumedang Utara, dan Tanjungsari. Kabupaten Bandung sebanyak 5 daerah yaitu Cileunyi, Nagreg, Cicalengka,
7
Majalaya, Manglayang, dan satu daerah dari Kabupaten Bandung Barat yaitu Cililin. Adapun domba dari Kabupaten Garut berasal dari daerah Bayongbong dan Wanaraja. Wilayah Layanan Pasar Hewan Berdasarkan Tujuan Distribusi Domba. Berdasarkan catatan lalulintas ternak di UPTD Pasar Hewan Tanjungsari, didapatkan bahwa penjualan ternak domba yang keluar dari Pasar Hewan Tanjungsari di distribusikan ke 18 daerah di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab. Bekasi, Kab. Bogor, Kab. Cianjur, Kab. Cirebon, Kab. Garut, Kab. Indramayu, Kab. Karawang, Kab. Kuningan, Kab. Majalengka, Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab. Sumedang, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kota Depok, Kota Sukabumi, dua daerah dari Provinsi Banten yaitu Kab. Banten dan Kota Tangerang, serta DKI Jakarta. Berdasarkan daerah konsumen domba layanan Pasar Hewan Tanjungsari, tujuan komoditi domba didistribusikan melalui pedagang besar, pedagang pengumpul, maupun pedagang perantara dari pasar hewan ke tempat tujuan. Sebagian besar tujuan pembeli membeli domba di pasar hewan adalah untuk bibit, pembesaran, dan suplai ke rumah potong hewan dan rumah makan. Tabel 2 menyediakan data ternak domba yang keluar dari pasar hewan berdasarkan surat jalan yang dikeluarkan oleh petugas Pasar Hewan Tanjungsari. Tabel 1. Data Domba yang Keluar dari Pasar Hewan Tanjungsari dalam Jumlah Ekor No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Kota DKI Jakarta Kab. Bandung Kab. Bandung Barat Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Cianjur Kab. Cirebon Kab. Garut Kab. Indramayu
10 Kab. Karawang 11 Kab. Kuningan 12 Kab. Majalengka 13 Kab. Purwakarta 14 Kab. Subang 15 Kab. Sumedang 16 Kota Bandung 17 Kota Cimahi 18 Kota Depok 19 Kota Sukabumi 20 Prov. Banten Jumlah per Bulan
Juli
Agustus
September
Total per Kota
Jantan 47 12 8 0 25 3 417 31 97
Betina 75 25 66 0 14 12 0 133 131
Jantan 64 28 85 38 22 54 785 38 221
Betina 75 3 62 0 22 0 59 205 86
Jantan 77 42 80 65 68 39 558 53 220
Betina 71 0 37 0 36 2 33 106 60
409 110 338 103 187 110 1852 566 815
0 0 92 0 31 0 445 25 0 0 35
10 0 97 0 80 0 676 0 0 0 0
0 31 181 2 21 19 565 2 20 2 32
0 0 65 6 46 1 655 0 10 3 0
24 0 158 0 51 39 1006 6 0 0 153
14 0 31 0 10 0 434 0 0 0 0
48 31 624 8 239 59 3781 33 30 5 220
1268
1319
2210
1298
2639
834
Sumber: Surat Keterangan Kesehatan Hewan UPTD Pasar Hewan Tanjungsari, 2015 8
Tabel 1 menyajikan bahwa 5 daerah konsumen domba terbesar di Pasar Hewan Tanjungsari berasal dari Kota Bandung, Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab. Majalengka, dan Kab. Garut. Kegiatan Pelaku Pemasaran Komoditi Domba Di Pasar Hewan Tanjungsari, pelaku yang banyak terlibat dalam proses pemasaran domba adalah pedagang perantara dan pedagang pemberi jasa. Pedagang perantara terbagi menjadi empat bagian menurut ternak domba yang didagangkannya, antara lain pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer, dan calo/blantik. Deskripsi Ongkos Transfer Pemasaran Domba di Pasar Hewan Tanjungsari Ongkos transfer merupakan pengeluaran biaya selama proses pemindahan domba dari suatu tempat ke tempat lain, termasuk di dalamnya biaya terminal (terminal cost) dan biaya transportasi (transportation cost). Biaya terminal meliputi biaya bongkar muat, biaya retribusi, dan biaya tambahan lainnya seperti alat-alat dan pungutan liar, sedangkan biaya transportasi merupakan biaya untuk memindahkan barang antar dua tempat (Sudjana dan Hergesell, 2008). Berdasarkan data penelitian, gambaran mengenai ongkos transfer, jarak, waktu perjalanan, dan jumlah ternak pemasaran domba di Pasar Hewan Tanjungsari dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Ongkos Transfer Pemasaran Domba di Pasar Hewan Tanjungsari No Parameter
Minimum
Maksimum
Rata-rata
4441,00
58643,00
21088,57
255,56
11500,00
1469,51
1
Ongkos Transfer (Rp/Ekor)
2
Ongkos Transfer (Rp/Ekor/Km)
3
Jarak Angkut (Km)
1,00
104,00
28,11
4
Waktu Tempuh (Jam)
0,17
4,00
1,43
5
Jumlah Angkut Ternak (Ekor)
6
34
16,14
Keterangan: n = 35 responden Tabel 2 menunjukkan bahwa ongkos transfer memiliki nilai ongkos minimum sebesar Rp 4.441 per ekor, nilai ongkos maksimum sebesar Rp 58.643 per ekor dan rata-ratanya sebesar Rp 21.088,57 per ekor. Nilai ongkos berdasarkan jarak memperoleh nilai minimum sebesar Rp 255,56 /ekor/km, nilai ongkos maksimum sebesar Rp 11.500 /ekor/km dan rataratanya sebesar Rp 1.469,51 /ekor/km. Berdasarkan Lampiran 5, biaya transfer ini meliputi: 1. 10% Biaya terminal seperti biaya retribusi, upah menaikan domba dan tambang 2. 90% Biaya transportasi seperti tarif angkutan ternak dimana pajak tak resmi, upah tenaga kerja, parkir, dan bensin sudah ditanggung oleh penyedia jasa. 9
Biaya transportasi yang tidak sama serta biaya terminal seperti retribusi pasar yang bergantung pada jumlah ternak dalam satu mobil angkutan menyebabkan pengeluaran ongkos per ekor domba setiap pengguna angkutan berbeda-beda. Jarak merupakan salah satu faktor penentu ongkos transfer. Menurut Suharyono dan Moch. Yamin (1994), jarak berkaitan erat dengan lokasi dan pengangkutan barang. Hasil data menunjukkan bahwa jarak perjalanan terpendek dalam mengangkut domba adalah sebesar 1 km dan jarak perjalanan terpanjang adalah sebesar 104 km, dan rata-rata jarak perjalanan para pelaku pemasaran domba adalah 28,11 km. Waktu perjalanan merupakan faktor yang berkaitan erat dengan jarak perjalanan dan aksesibilitas jalan/rute yang dilalui. Hasil data menunjukkan bahwa waktu perjalanan mengangkut domba yang paling cepat adalah 0,17 jam dan waktu tempuh mengangkut domba yang paling lama adalah 4 jam, adapun rata-rata waktu tempuh adalah 1,43 jam. Perbedaan waktu tempuh terjadi karena jarak lokasi setiap pelaku pemasaran berbeda-beda, semakin pendek jarak, maka waktu yang dibutuhkan sedikit, dan sebaliknya, semakin panjang jarak tempuh, maka waktu yang dibutuhkan relatif lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Francis (1991) bahwa semakin dekat jarak pemindahan barang maka biaya pengeluaran dapat diminimalisir dan berdampak pada pengurangan waktu. Selain karena perbedaan lokasi, aksesibilitas jalan/rute yang dilalui juga dapat berdampak pada waktu perjalanan. Jumlah domba yang diangkut berkaitan erat dengan ongkos transfer serta kepadatan ternak dalam bak angkut. Menurut Miranda dan Tunggal (2001), biaya angkut berhubungan dengan ukuran dari barang yang diangkut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa banyaknya jumlah domba dalam satu mobil angkutan mempengaruhi jumlah ongkos per satuan ekor domba. Berdasarkan data penyajian diatas, pelaku pemasaran mengangkut ternak paling sedikit sebanyak 6 ekor, paling banyak sebesar 34 ekor, dan rata-ratanya mengangkut sebanyak 16 ekor. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ongkos Transfer Pemasaran Domba Hasil analisis statistik mengenai pengaruh jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan terhadap ongkos transfer secara over all maupun parsial berdasarkan data dari 35 responden. Data diolah dengan software SPSS 21, hasil pengolahan berupa jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan disajikan pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda No Parameter
Koef. Reg
t hit
1
Konstanta
19824,17
2
Jarak
266,49
5,18*
3
Waktu Perjalanan
2969,79
1,96*
4
Jumlah Ternak
-786,21
-5,80*
5
Tujuan Pengangkutan
7806,75
3,69*
R2
F hit
0,85
43,76**
Sumber: Data primer yang telah diolah Keterangan: signifikasi pada taraf α = 0,05 * nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 1.690924 ** nilai F hitung lebih besar dari F tabel yaitu 2.689628 Data pada Tabel 6 dapat dinyatakan dalam persamaan regresi sebagai berikut: Ŷ=
19824,17 + 266,49X1 + 2969,79X2 – 786,21X3 + 7806,75D
Hasil analisis menyajikan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,85 mempunyai arti bahwa variasi ongkos transfer pemasaran domba di Pasar Hewan Tanjungsari (Y) dapat dijelaskan secara simultan oleh variabel jarak (X1), waktu perjalanan (X2), jumlah angkut (X3), dan tujuan angkut (D) sebesar 85%, sedangkan sisanya sebesar 15% dipengaruhi oleh variabel lain diluar keempat variabel tersebut.
Hasil pengujian secara
menyeluruh (over all significance) dengan Uji F diperoleh nilai F hitung sebesar 43,76 sedangkan F Tabel sebesar 2,54 dengan demikian hipotesis nol ditolak, artinya terdapat pengaruh jarak (X1), waktu perjalanan (X2), jumlah angkut (X3), dan tujuan angkut (D), secara bersama-sama terhadap ongkos transfer (Y). Pengujian model secara parsial dilakukan melalui Uji-t pada α = 0,05 dimana n = 35 dan k = 4, maka didapatkan nilai t tabel = 1,69. Berdasarkan hasil analisis regresi, koefisien regresi variabel jarak, waktu perjalanan, jumlah ternak, dan tujuan pengangkutan memiliki nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel, maka hipotesis nol pada variabel jarak (X1), waktu perjalanan (X2), jumlah ternak (X3), dan tujuan pengangkutan (D) ditolak, artinya secara parsial keempat variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap ongkos transfer (Y). a. Pengaruh Jarak terhadap Ongkos Transfer Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien pada jarak (X1) adalah sebesar 266,49 dengan t hitung sebesar 5,18. Artinya, perubahan jarak sebesar 1 km akan menambah ongkos transfer sebesar Rp 266,49. Jarak dapat mempengaruhi besarnya ongkos transfer karena jarak dipengaruhi oleh rute perjalanan. Semakin jauh jarak maka biaya
11
transportasi semakin mahal. Di Pasar Hewan Tanjungsari, tarif angkutan jasa ternak adalah berdasarkan wilayah/daerah. Untuk biaya transportasi wilayah Tanjungsari dan sekitarnya (tarif lokal), diberlakukan tarif yang sama meskipun jaraknya berbeda-beda, sedangkan untuk wilayah/daerah yang lokasinya jauh dari Tanjungsari, diberlakukan tarif angkut berdasarkan jarak angkut. b. Pengaruh Waktu Perjalanan terhadap Ongkos Transfer Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien pada waktu perjalanan (X2) adalah sebesar 2969,78 dengan t hitung sebesar 1,96. Artinya, setiap perubahan waktu sebesar 1 jam, maka akan menambah biaya ongkos transfer sebesar Rp 2.969,78. Selain itu, t hitung lebih besar dibandingkan t tabel, angka ini menunjukkan bahwa waktu perjalanan berpengaruh nyata terhadap pengeluaran ongkos transfer. Berdasarkan hasil analisis, waktu perjalanan mempengaruhi ongkos transfer khususnya biaya transportasi. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi waktu perjalanan pada saat pengangkutan seperti rute yang dilewati mengalami kemacetan atau melalui jalan tol maupun bagus dan tidaknya kondisi jalan maupun kendaraan. Selain itu, lamanya waktu perjalanan bergantung pada waktu keberangkatan, tentu terdapat perbedaan waktu perjalanan yang ditempuh antara menggunakan sewa kendaraan angkutan untuk pribadi dengan menggunakan jasa kendaraan angkutan untuk bersama/rombongan, meskipun jaraknya sama, tetapi lamanya waktu perjalanan berbeda karena jasa kendaraan angkutan bersifat untuk kepentingan bersama (orang banyak). Hal ini sesuai dengan pendapat Miro (2002), yang menyatakan bahwa moda transportasi jasa kendaraan diperuntukkan guna kepentingan bersama (orang banyak), menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih. c. Pengaruh Jumlah Ternak terhadap Ongkos Transfer Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien pada jumlah angkut (X3) adalah sebesar -786,21 dengan t hitung sebesar -5,80. Angka ini memiliki arti bahwa setiap penambahan jumlah angkut sebesar 1 ekor, maka akan mengurangi biaya ongkos transfer sebesar Rp 786,21. Jumlah ternak yang diangkut dalam satu mobil berkaitan erat dengan biaya transportasi per ekornya. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, ukuran domba menurut umur atau berdasarkan jenis domba tidak berpengaruh terhadap biaya transportasi. Hal ini dikarenakan biaya transportasi ditentukan oleh tarif sewa mobil angkut selama satu kali perjalanan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan biaya transportasi yang minimum, maka 12
jumlah ternak yang diangkut harus dalam jumlah yang banyak. Selain itu, jumlah ternak juga berpengaruh pada biaya terminal seperti karcis, upah menaikan domba, dan tambang sehingga mempengaruhi ongkos transfer per ekor. d. Pengaruh Tujuan Pengangkutan terhadap Ongkos Transfer Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa nilai koefisien pada tujuan pengangkutan (D) adalah sebesar 7806,75 dengan t hitung sebesar 3,69. Angka ini memiliki arti bahwa dengan menganggap variabel jarak, waktu, dan jumlah ternak konstan, nilai ratarata ongkos transfer untuk mengangkut domba ke pasar hewan berdasarkan nilai koefisien regresi dari konstanta adalah sebesar Rp 19.824,16/ekor dan rata-rata ongkos transfer untuk mengangkut domba dari pasar hewan adalah sebesar Rp 27.630,91/ekor. Selain itu, nilai t hitung menunjukkan lebih besar dibandingkan dengan t tabel. Angka ini menunjukkan bahwa tujuan pengangkutan berpengaruh nyata terhadap ongkos transfer yang dikeluarkan dengan selisih nilai Rp 7.806,75/ekor. Mengangkut domba dari pasar hewan lebih mahal daripada mengangkut domba ke pasar hewan, hal ini terjadi karena pembeli mengangkut domba dari pasar ke wilayah/daerah lain yang lokasinya jauh dari pasar hewan (wilayah konsumen), sehingga tarif angkut yang digunakan adalah berdasarkan jarak angkut dan bukan berdasarkan tarif angkut lokal. Selain itu, tujuan pengangkutan domba dapat mempengaruhi penentuan jumlah (banyaknya) perjalanan/trip. Kendaraan angkutan ternak yang mengangkut ke pasar dapat melakukan 2-3 kali perjalanan dalam 1 hari, sedangkan mengangkut domba dari pasar ke wilayah konsumen biasanya hanya 1 kali perjalanan/trip karena aksesibilitas dan rute perjalanan yang berbeda dengan wilayah produsen. Oleh karena itu, pengangkutan domba dari pasar ke wilayah konsumen banyak dijumpai kendaraan angkut pribadi diaripada kendaraan angkutan jasa/sewa.
Kondisi ini sesuai dengan pendapat Black (1981), bahwa dalam melakukan
perjalanan, setiap pengendara akan memilih rute yang memberikan ongkos perjalanan yang paling minimum.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Wilayah layanan Pasar Hewan Tanjungsari mencakup 18 wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Barat, 2 wilayah Kabupaten/Kota di Banten, dan wilayah DKI Jakarta.
13
2. Besarnya ongkos transfer per ekor domba berkisar antara Rp 4.441 sampai dengan Rp 58.643 dengan ongkos jarak rata-rata Rp 1.469,51 ekor/km, dialokasikan 10% biaya terminal dan 90% biaya transportasi. 3. Pengaruh jarak, waktu perjalanan, jumlah angkut, dan tujuan pengangkutan secara bersama-sama berpengaruh terhadap ongkos transfer domba (R2= 85%). Secara parsial faktor tersebut seluruhnya berpengaruh signifikan terhadap ongkos transfer (P= 0,05) dengan hasil: • Setiap perubahan jarak sebesar 1 kilometer akan berpengaruh terhadap kenaikan ongkos transfer sebesar Rp 266,49/ekor. • Setiap perubahan waktu sebesar 1 jam akan berpengaruh terhadap kenaikan ongkos transfer sebesar Rp 2.969,78/ekor. • Setiap penambahan jumlah angkut sebanyak 1 ekor akan berpengaruh terhadap penurunan ongkos transfer sebesar Rp 786,21/ekor. • Pengangkutan domba dari pasar ke lokasi konsumen mempunyai ongkos transfer lebih mahal dibanding pengangkutan domba dari lokasi penjual ke pasar dengan selisih ongkos Rp 7.806,75/ekor. Saran Bagi pengguna jasa angkutan, hendaknya memaksimalkan jumlah ternak dalam kendaraan pada saat pengangkutan agar ongkos transfer yang dikeluarkan efisien.
UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Hasan Hadiana, MS. selaku pembimbing utama dan Ir. Sondi Kuswaryan, MS. selaku pembimbing anggota yang telah banyak membantu dan memberikan masukan, solusi dan saran-saran. Terima kasih kepada Prof. Dr.Ir. Dadi Suryadi, M.S., Ir. H. Sugeng Winaryanto, MS., dan Ir. Andiana Sarwestri, MS., selaku dosen pembahas yang berkenan memberikan masukan dan saran yang membangun untuk penulis, serta seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran atas segala perhatian dan bantuan selama menempuh pendidikan disini.
DAFTAR PUSTAKA Azzaino. 1981. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 14
Black, J.A. 1981. Urban Transport Planning: Theory and Practice. Croom Helm. London Bowersox. 2006. Manajemen Logistik. Penerbit Erlangga. Jakarta DITJENNAK. 2015. Produksi Daging Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak 2015 (Ton), 2007-2014. Badan Pusat Statistik. http://www.badanpusatstatistik.com (diakses 19 Januari 2015, jam 10:49 WIB). Francis, A.M. 1991. Modernisasi di Dunia Ketiga: Suatu Teori Umum Pembangunan. PT Tiara Wacana. Yogyakarta Gujarati, D.N. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta Miranda dan Tunggal, A.W. 2001. Manajemen Logistik & Supply Chain Management. Harvarindo. Jakarta Miro, F. 2002. Perencanaan Transportasi. Erlangga. Jakarta Ortuzar, J. D. and Willumsen, L.G. 1994. Modelling Transport Second Edition. John Wiley and Sons Ltd. England Stanton, W.J. 1996. Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi ke 7, Jilid 1. Erlangga. Jakarta Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang Sudjana, B. dan Hergesell, A. 2008. Biaya Transportasi Barang Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesia. The Asia Foundation. Suharyono dan Moch. Yamin, 1994. Filsafat Geografi. Proyek PPMTK Ditjen Pendidikan Tinggi. Jakarta Warpani, S. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. ITB. Bandung
15
16