3. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini
dilaksanakan di perairan B a r n - Selat Makassar selama
sepuluh bulan. Lokasi penelitian terletak pada posisi 4 " 20' 00"- 4 " 32'00" LS dan 119 " 24' 00" - 119 " 33' 00" BT. Bagan rambo beroperasi pada kedalaman 25 -
70 my dengan jarak dari pantai Barru berkisar 4 - 17 mil laut (Appendix 1).
Penelitian pendahuluan dimulai dari bulan Juli sampai Agustus 2001. Penelitian lanjutan dilakukan dari bulan Pebruari sampai September 2002, diikuti kegiatan analisis laboratorium yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Penangkapan Ikan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Fisiologi Biota Laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar pada bulan September - Oktober 2002.
3.2 Alat-alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan seperti pada Table 3.1. Table 3.1 Equipments used in the experiment No 1
Equipment and Specification One unit of bagan rambo
Function Observation of fish behaviour
with dimension 3 1 x 30 m. Sixty four during the capture process total mercury bulb (16.4 kW) 2
One unit fish finder 200DX dual Underwater observation beam hurnminbird. Frequency 200
kHz and 83 kHz. Area of covered wide 53"
at -10 db. Transducer
standard XT-6-20.
Table 3.1 Continuation No 3
Function
Equipment and Specification Television
and
recorder, Monitoring
video
behaviour
( s o w
and under
recording the
fish
bagan's
platform 4
Underwater
camera:
infra
red Underwater observation
underwater camera: model SUS304 no.47.Waterproof color CCD.TR-836 WCP TEISTER 5
Video camera; SONY.
Documentation
6
Digital lux meter
Measuring light intensity in the air
7
Marine lux meter
Measuring light illumination in underwater
8 9
bagan
Gauge with precision 0,l cm, 50 m Measuring long
components
Carnmerer water sample
Water sampling
10 Plankton net no.25
rambo
Plankton sampling
GPS (global positioning system), 11 gamin.-etrex model and map ofDetermination of fishing ground bathymetry No. 123 12 Stopwatch
position Determining time of histology activity, and arrival of fish in catchable area of bagan
13 Microtome
Cutting
retina
for
preparing
microscopic observation 14 Microscope camera (Nikon)
Microscopic observation and taking photomicrograph
15 Balance
Measuring for fish weight
16 Ichtyometer
Measuring total length of the fish
-.
.
Table 3.1 continuation
Function
Equipment and Specification
No
17 Dryer
Drying samples
18 Sample bottles
Storing the eye sample
19 Box-cage
Simulation for light adaptation process of fish
20
Documentation
Camera
2 1 Volumetric glass
Making
Bouin's
solution
and
measuring food volume in fish stomach Liquefying paraffin
22
Histoembedder
23
Current meter type BFM-002 Bray Measuring current speed stoke BFM. Production Valeprort Marine Scientific, UK.
24
Seicchi disc
Measuring water transparency
3.3 Bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada
Table 3.2. Table 3.2 Materials used in the experiment No
Materials
1
Target species (2 species)
Observation adaptation
2
Aquades
Dissolved solution
3
Alcohol (75%, 80%, 85%, 95%, 100%)
Dehydration solution
4
Object glass
w t i n g specimen
Function of
light
Table 3.2 Continuation Function
Materials
No 5
Mayer Hematoxylene and Eosin
Coloring specimen
6
Micro cover glass
Covering glass object
7
Canada balsern/MGK-S 59 % and xylol
Glue for histology Cleaning lipid
8
Xylene
10
Paraffin
Embedding specimens
11 12
Bouin's solution Pink tissue and cassette embedding
Fixation Roping the
fiom
specimens
specimen in
solution 13
Formalin 4 %
Larvae
and
plankton
preservation
3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Pengumpulan Data Sejarah dan Jumlah Unit Penangkapan
Untuk mendapatkan data sejarah perikanan bagan rombo di Perairan Barru maka dilakukan wawancara dengan beberapa nelayan bagan rarnbo, baik nelayan pemilik maupun para awak. Selanjutnya jumlah unit alat tangkap yang beroperasi diperoleh dari data yang dipublikasikan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Barru, dan dilakukan pengecekan di lapangan. 3.4.2 Pengukuran Rancang Bangun Alat Tangkap Bagan Rambo
Pengukuran komponen-komponen rancang bangun
alat tangkap bagan
rambo dilakukan dengan menggunakan meteran. Komponen-komponen rancang bangun yang diukur meliputi: panjang, lebar, diameter, dan jarak masing-masing
komponen. Hasil pengukuran tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, selanjutnya dianalisis secara deskriptif 3.4.3 Pengamatan Proses Penangkapan
Pengamatan proses penangkapan dilakukan secara cermat setiap tahapan kegiatan operasi yang dilakukan di daerah penangkapan ikan dan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahapan kegiatan. Data tersebut digunakan untuk membuat diagram proses penangkapan dan mencoba menganalisis secara deskriptif 3.4.4 Pengamatan Profil Iluminasi Cahaya
Pengamatan profil iluminasi cahaya (bentuk dan area iluminasi) dilakukan baik di atas permukaan air maupun di bawah permukaan air di bawah platform bagan. Untuk membandingkan profilnya maka dilakukan juga pengukuran di Laboratorium dengan menggunakan jenis lampu yang sama.
Pengukuran
intensitas cahaya di atas bagan dan di laboratorium dilakukan dengan alat digital lux meter model DX 100, serial No.26287, (Takemura Electric works LTD, made in Japan) jarak 1 m dari sumber cahaya. Pengukuran dilakukan setiap sudut 10 O dan dilakukan pada seluruh sudut lampu (360 O). Pengukuran intensitas cahaya di bawah platform bagan dilakukan dengan menggunakan Marine Underwater lux meter OSK 16648 Serial No. 4005 Ogawa Seiki Co, LTD. Pengukuran dilakukan sampai kedalaman 27 m, dengan pengamatan pada setiap kedalaman 1 m. Pengukuran dilakukan pada masingmasing bagian dari bagan (tengah, depan, samping dan belakang). Pengukuran juga dilakukan pada bagian samping dan belakang bagan sampai pada jarak 50 m.
Untuk melihat bagaimana pola sebaran cahaya baik vertikal maupun horisontal digunakan software MS-Excel dan Surfer 6.0.
Gambar secara
horisontal ditunjukkan sampai 50 m di bagian samping dan belakang bagan, sedangkan secara vertikal kontur sampai kedalaman 30 m. 3.4.5 Pengamatan Tingkah Laku Ikan
Observasi tingkah laku ikan pada bagan rambo dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu pengamatan secara visual di permukaan air dan pengamatan bawah air (underwater observation), pengamatan hubungan hasil tangkapan, keragaman spesies dengan waktu hauling, jumlah dan jenis hasil tangkapan pada satu unit bagan rambo, jumlah dan jenis hasil tangkapan berdasarkan kelompok bagan rambo, interaksi antar spesies, periode makan dan tingkat adaptasi retina mata ikan terhadap cahaya pada bagan rambo. 3.4.5.1 Pengamatan Bawah Air
Pengamatan bawah air dilakukan dengan menggunakan teknik acoustic yaitu dengan menggunakan fish finder echosounder.
dengan prinsip kerja scientrfic
Echosounder mempunyai nilai yang tinggi dalam pengamatan
tingkah laku ikan (FAO, 1980). JenisJishJinder yang digunakan adalah satu unit Jishfinder 200DX dual beam humminbird. Spesifikasi fiekuensi 200 kHz dan 83
kHz, area of covered wide 53" Transducer
at -10 db, transducer standar XT-6-20.
dipasang pada bagian samping perahu bagan rambo dengan
kedalaman 0,5 m di bawah permukaan air. Pengoperasian perangkat akustik dilakukan selama operasi penangkapan ikan dilakukan, yang dibagi berdasarkan waktu hauling,
Variabel yang dapat diamati dengan alat ini
adalah waktu
masuknya ikan dalam areal bagan rambo, kedalaman gerombolan ikan, perubahan kedalaman setiap waktu pemadaman lampu, dan banyak tidaknya gerombolan ikan. Pengamatan ini dilakukan pada setiap waktu hauling, selanjutnya dicocokkan dengan hasil tangkapan, yang meliputi berat hasil tangkapan (kg), jenis ikan, dan sampel panjang total ikan. Untuk
rnelengkapi data yang diperoleh dari fish finder maka
dikombinasikan dengan underwater camera dan stop watch. Underwater camera yang digunakan adalah inflared underwater camera, type TU-836 WCP SUS 304 no.47, yang dapat memenitoring ikan yang datang pada kedalaman tertentu. Data yang di tangkap oleh underwater camera selanjutnya dapat dimonitor dilayar televisi dan direkam dalam video recorder, sehingga dapat diketahui ikan apa yang datang pada suatu waktu tertentu. Model pengamatan dengan metode ini dapat digambarkan seperti pada Figure 3.1. 3.4.5.2 Pengamatan Hubungan Jenis dan Jumlah Hasil Tangkapan dengan Waktu Hauling 3.4.5.2.1 Metode Pengumpulan Data
Dalam observasi ini dikelompokkan dalam 2 bagian, bagian pertama adalah mengamati komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan berdasarkan waktu hauling. Ini dilakukan pada bagan rambo yang mempunyai intensitas 16,4 kW, dimana intensitas ini merupakan intensitas yang paling banyak digunakan oleh masyarakat nelayan di perairan Kabupaten Barru. Bagian yang kedua adalah melihat perbedaan jumlah dan komposisi jenis hasil tangkapan yang dominan berdasarkan perbedaan intensitas cahaya yang digunakan.
Pada bagian yang pertama pengumpulan data
dilakukan melalui
experimental jishing dengan mengikuti operasi bagan rambo yang mempunyai intensitas 16,4 kW.
Untuk mendapatkan data total tangkapan, dilakukan
observasi langsung terhadap jumlah dan jenis ikan secara detail pada setiap waktu
hauling. Pengumpulan data tersebut dilakukan untuk setiap waktu hauling yaitu hauling I (sebelum tengah malam), I1 (tengah malam) dan I11 (setelah tengah malam) dengan kisaran waktu berturut-turut adalah pukul 21.30
-
22.30, pukul
01.30 - 02.30, dan pukul04.00 - 05.00. Teknik pengarnbilan data pada bagian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan data total tangkapan dilakukan dengan cara menimbang langsung setiap jenis ikan
untuk
setiap spesies berdasarkan waktu hauling.
2. Untuk mendapatkan data jumlah dan jenis ikan yang tertangkap dilakukan
sampling setiap hauling.
Sampel diambil secara acak sebanyak satu basket.
Dalam satu basket, setiap jenis ikan dipisahkan (sortir) selanjutnya ditimbang berat ikan berdasarkan jenisnya. Total jenis ikan pada setiap hauling ditentukan dengan mengkonversi total berat (kg) sampling pada total
tangkapan setiap
hauling selanjutnya diidentifikasi. Persentase komposisi jenis hasil tangkapan untuk setiap waktu hauling dihitung setelah dilakukan sampling dengan menggunakan rumus yaitu :
dimana : P = persentase satu jenis ikan yang tertangkap; nl = berat
satu jenis ikan setiap kali sampling (kg); dan
N = berat total tangkapan setiap kali hauling (kg). Untuk jenis ikan yang tidak teridentifikasi di lokasi penelitian, diawetkan dan selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Biologi dan Manajemen Perikanan Jurusan Perikanan UNHAS. Identifikasi ikan dilakukan dengan menggunakan beberapa pustaka antara lain: Ditjen Perikanan, (1979); Sawada, (1980); Matsuda et al. (1984); Hutomo et al. (1987); Burgess, (1991); Sommer et. al. (1996),
Lieske and Meyers, (1997); Carpenter and Niem; (1999); Allen, (2000) dan Carpenter and Niem, (2001). Pengamatan hubungan antara hasil tangkapan dan jurnlah spesies dengan waktu hauling dilakukan sebanyak 48 malam dari operasi penangkapan dimana
hauling I 45 kali, hauling I1 34 kali dan hauling I11 43 kali. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara bulan gelap dan bulan terang maka hasil tangkapan tersebut dibagi kedalam 2 kelompok yaitu kelompok bulan terang dan bulan gelap. Penentuan fase bulan dilakukan dengan menggunakan penanggalan bulan komariah, dimana fase bulan terang pada umur bulan 8 sampai 21 dan fase bulan gelap pada umur bulan 1 sampai 7 dan 22 sampai 30 (Nikonorov, 1975). Selain itu pengelompokan bulan terang dan bulan gelap dibagi pula berdasarkan pengaruh cahaya bulan terhadap kondisi perairan. Bulan gelap dimana pengaruh bulan hampir tidak ada sarna sekali yaitu pada umur
bulan 26 - 3 dan bulan terang dimana pengaruh bulan jelas sangat dominan yaitu umur bulan 10 - 17. Pada bagian kedua adalah pengamatan jumlah dan jenis hasil tangkapan berdasarkan intensitas cahaya yang digunakan. Dalam pengamatan ini jenis intensitas cahaya yang digunakan oleh alat tangkap bagan rambo dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu kelompok intensitas 14 kW, 15 kW, 15,5 kW, 16,25 kW, 18,25 kW dan 20 kW. Kisaran intensitas cahaya yang beroperasi saat ini adalah 14 - 20 kW. Setiap hasil tangkapan dari masing-masing alat tangkap dikelompokkan berdasarkan waktu penangkapan. Jumlah trip penangkapan yang dianalisis sebanyak 57 trip. Data tersebut juga dikelompokkan berdasarkan bulan terang dan bulan gelap. Metode penentuannya sama dengan kelompok yang pertama. 3.4.5.2.2 Metode Analisis
Untuk membandingkan total hasil tangkapan dan jumlah spesies setiap waktu hauling berdasarkan fase bulan dan selama penelitian digunakan uji tstudent yang sebelurnnya dilakukan uji kenormalan data Liliefors (Sudjana, 1992). Data yang tidak normal, dinormalkan dengan cara transformasi logaritma natural, selanjutnya hasil tangkapan dianalisis secara statistik dengan uji-t (Steel1 and Torrie, 1994).
T hit
=
Xl - Xz
...................................................................... (6)
dimana :
XI= rata-rata hasil tangkapan waktu ke- 1; X2 = rata-rata hasil tangkapan waktu ke -2; n
= jumlah
s 2 A = ragam
S'B S
=
trip; A;
ragam B; dan
= ragam
gabungan.
Jika t hitung > t tabel, keputusan berbeda nyata Jika t hitung < t tabel, keputusan tidak berbeda nyata Untuk melihat perbedaan jumlah tangkapan pada berbagai intensitas cahaya berdasarkan kelompok bulan terang dan bulan gelap dilakukan analisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok (Stell and Torrie, 1994): Yij= u + Y i + B j + ESj .............................................. (8) i = 1, 2, 3, 4,5,6 j = 1,2
dimana
Yij
= jumlah
u
=
nilai tengah umum hasil tangkapan;
X
=
pengaruh perlakukan intensitas ke- i;
4
=
pengaruh kelompok ke j ; dan
Gj
=
error percoban pada intensitas- i ke kelompok ke- j.
tangkapan yang diperoleh pada intensitas ke i ke kelompok ke j ;
Selanjutnya dilakukan Uji 1991):
Tukey dengan formula sebagai berikut (Gaspersz,
dimana: qa = nilai table;
p
= jumlah
perlakuan;
f,
= derajat bebas galat;dan
sr
= galat baku
nilai tengah.
Dalam analisis ini ada beberapa kendala yang sulit untuk diatur selama pengambilan data seperti fishing ground dan besarnya bagan, sehingga dalam analisis ini hal tersebut diasumsikan seragam, dengan dernikian hanya intensitas cahaya dan pengaruh periode bulan yang dianggap berpengaruh. 3.4.5.3 Pengamatan Beberapa Paktor Oseanografi
Faktor oseanografi penting diketahui untuk menjelaskan keterkaitannya dengan
faktor-faktor lainnya. Dalam penelitian ini
arus dan kecerahan
merupakan parameter penting yang perlu diketahui. 3.4.5.3.1 Pengumpulan Data
Kecepatan arus diukur dengan menggunakan current meter type BFM002 braystoke,
sedangkan
kecerahan perairan diukur dengan menggunakan
sezchi disk. Pengukuran arus dan kecerahan dilakukan satu jam sebelum waktu
pengangkatan jaring. Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada 2 titik kedalaman masing-masing 5 m (arus atas) dan 15 m (arus bawah) untuk setiap waktu hauling. Data jumlah hasil tangkapan (kg) berdasarkan waktu hauling diukur dengan menggunakan timbangan selanjutnya dilakukan analisis.
3.4.5.3.2 Analisis Data
Analisis Korelasi
Data hasil pengamatan yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan
analisis korelasi. Analisis korelasi
digunakan
untuk mengetahui keeratan hubungan antara faktor kecerahan (XI) dan kecepatan arus (X2) terhadap hasil tangkapan (Y) (Sudjana 1992).
Analisis Ragam
Analisis ragam (Uji-F) dilakukan untuk mendapatkan model regresi yang terbaik dan untuk mengetahui berapa besar pengaruh faktor kecerahan (XI) dan kecepatan arus (XZ) terhadap hasil tangkapan (Y), dengan membandingkan antara
F ~ih, dengan F Tabel (Walpole and Myers 1995). Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan variabel talc bebas
Y (hasil tangkapan) terhadap hasil pengukuran variabel bebas XI (kecerahan) dan
XZ(kecepatan arus) (Walpole 1997) sebagai berikut: Y = b , + b l X l + b S z + E ............................................ (1 1) dimana :
Y
=
hasil tangkapan (kg);
XI
=
kecerahan (m);
x 2
=
kecepatan arus (m/detik);
=
koefisien regresi masing-masing faktor;
bo
=
konstanta; dan
E
=
pengaruh sisa.
bl, b2
3.4.5.4 Interaksi Antar Spesies
Untuk melihat interaksi antar spesies maka dilakukan pengamatan jenis makanan dari 4 spesies ikan dominan yang tertangkap pada bagan rambo masingmasing ikan selar (Selar crumenopthalmus), ikan layang (Decapterus ruselli), ikan kembung (Rastralliger kanagurta), dan ikan teri (Stolephorus insularis). Pengambilan sampel dilakukan sekali dalam seminggu selama 6 minggu, masing-masing 3 kali pada bulan terang dan 3 kali pada bulan gelap. Jurnlah sampel yang dianalisis lambungnya selama penelitian sebanyak 360 ekor (Table
Table 3.3 Dates of sampling and total samples for main target species to analysis the interspecies interactions
No
Total samples (individuals) Indian Russel Big eye mackerel scad scad 15 15 15
Dates
Anchovy
1
April 27,2002
15
2
May4,2002
15
15
15
15
60
3
May 18,2002
15
15
15
15
60
4
June 1,2002
15
15
15
15
60
5
June 8,2002
15
15
15
15
60
6
June 15,2002
15
15
15
15
60
Total
90
90
90
90
360
Total 60
Setiap ikan sampel diamati kebiasaan makanannya, karena dengan mengetahui tabiat makanan ikan dapat dilihat hubungan ekologi di antara organisme di perairan itu (Effendie, 1979). Jika ditarik dalam skala yang lebih sempit maka dengan melihat tabiat makanan di bawah bagan akan dapat diprediksi interaksi pemangsaan yang terjadi di bawah bagan rambo.
Metode yang digunakan untuk menentukan kebiasaan makan ini adalah metode frekuensi kejadian dan metode volumetrik (Effendie, 1979).
Setelah
diketahui rata-rata frekuensi dan volumenya maka dibuat suatu hubungan interaksi pemangsaan yang terjadi berdasarkan jenis mangsa dan pemangsa serta kuantitas pemangsaannya. Untuk melengkapi data interaksi antar spesies maka dilakukan pula pengamatan komposisi jenis dan kelimpahan plankton di areal bagan rarnbo. Pengambilan sampel air untuk pengamatan plankton dilakukan sebanyak 9 kali hauling, yaitu sebelum hauling dengan menggunakan kemmerer water sampler. Sampel air diambil pada 3 kedalaman masing-masing pada kedalaman 1, 5 dan 10 m, pada tiga tempat yang berbeda ( di buritan, bagian tengah dan bagian katir). Sampel air yang telah diambil kemudian disaring dengan menggunakan plankton net no. 25.
Contoh air hasil saringan dimasukkan kedalam botol sampel,
selanjutnya di awetkan dengan formalin 4 %. Identifikasi jenis plankton dilakukan dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Jurusan Perikanan Unhas dengan menggunakan buku petunjuk identifikasi Davis (1955), Sachlan (1972), Hutabarat dan Evans (1986). Komposisi jenis plankton dihitung dengan menggunakan haemocytometer dan dinyatakan dalam jumlah individu per milliliter air contoh. Kelimpahan relatif jenis plankton dihitung dengan menggunakan rumus:
dimana: =
kelimpahan relatif (%);
ni = jumlah individu setiap jenis yang teramati; dan
N
jumlah total individu yang teramati.
=
Untuk kelimpahan plankton digunakan rumus kelimpahan standar yang digunakan pada Program Studi managemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan UNHAS yaitu:
dimana:
VI
=
volume air yang tersaring;
V2
=
volume air yang disaring;
N
=
jumlah plankton yang teramati;
1o4
=
Konversi volume air yang dihitung berdasarkan haemocytometer
4
=
Jumlah kotak haemcytometer yang diamati.
3.4.5.5 Pengamatan Periode Makan Ikan (FeedingPeriodisity)
Pengamatan periode makan ikan dilakukan dengan mengambil sampel ikan pada saat hauling sebanyak 6 kali. Setiap kelompok ikan diambil sampelnya berdasarkan spesies. Terdapat 4 spesies ikan (teri, kembung layang dan selar) yang dipilih untuk dianalisis periode makannya.
Jumlah ikan sampel setiap
spesiesnya masing-masing sebanyak 10-20 ekor setiap waktu hauling. Total sampel seluruhnya sebanyak 1142 ekor. Waktu pengambilan dan jumlah sampel setiap sampling dapat dilihat Table 3.4.
Table 3.4 Dates of sampling and total samples used to analysis stomach index for observation of feeding periodisity No Dates
Total samples (individuals) Anchovy Indian Russel mackerel scad
Big eye scad
Total
1.
April 27, 2002
40
40
40
40
160
2.
May,4, 2002
60
60
60
42
222
3.
June 1,2002
60
60
60
60
240
4.
June 8,2002
60
60
60
60
240
5.
June 15,2002
40
40
40
40
160
6.
June 29,2002
40
40
40
-
120
300
300
300
242
1142
Total
Persentasi kepenuhan isi lambung dianalisis berdasarkan prosedur yang dikemukakan oleh Effendie (1979), yaitu dengan membedah perut ikan. Usus bagian bawah dan atas lambung diikat agar tidak ada material makanan yang keluar dari lambung. Lambung kemudian diinjeksi dengan air yang volumenya dapat diketahui sehingga lambung menjadi penuh. Pada waktu memasukkan air ke dalam lambung diusahakan agar dinding lambung tidak pecah. Air dan isi lambung dikeluarkan dan diukur volumenya. Volume material di dalam lambung diukur dengan menggunakan teknik pemindahan air. Dengan demikian derajat kepenuhan isi lambung dapat diketahui dan diperhitungkan dalam persen kepenuhan lambung yaitu:
dimana :
KL = persen kepenuhan lambung (%); Vm= volume material (ml); dan
fi
=
volume lambung (ml).
Untuk menganalisis
tingkat kepenuhan lambung setiap waktu hauling
dari setiap jenis ikan maka dibuat rata-rata tingkat kepenuhan lambungnya dalam bentuk tabel dan grafik. 3.4.5.6 Proses Adaptasi Ikan Terhadap Cahaya pada Kondisi Alami
Pengamatan proses adaptasi cahaya (light adaptation process) pada kondisi alarni dilakukan melalui pengamatan posisi
sel kon (cone cell) dan
pigment. Data posisi ini digunakan untuk menghitung cone index (CI) dan Pigment Index (PI) Pengamatan proses
adaptasi mata ikan terhadap cahaya
dilakukan setiap waktu hauling (Hauling I pukul 22:OO sebelum tengah malam; Hauling I1 pukul2:OO dini hari dan Hauling I11 pukul 5:00 setelah tengah malam) dengan mengambil sampel mata ikan. Jumlah ikan yang diambil matanya setiap sampling sebanyak 5 ekor, dan diusahakan ukurannya berbeda-beda. Ada dua jenis ikan yang diambil sampel matanya, masing-masing ikan teri (Stolephorus insularis) dan ikan layang (Decapterus ruselli). Kedua jenis ikan ini merupakan jenis ikan pelagis kecil dominan yang tertangkap pada alat tangkap bagan rambo. Masing-masing dari mata ikan
yang telah di ambil langsung
dimasukkan ke dalam larutan fiksatif majemuk, yaitu larutan Bouin yang telah dipersiapkan sebelumnya. Larutan Bouin mempunyai beberapa kelebihan antara lain mempunyai penetrasi yang cepat, mempunyai efek pewarnaan yang baik untuk nuklei dan jaringan penghubung. Tujuan fiksasi adalah mempertahankan
agar komponen-komponen sel sesuai dengan bentuk aslinya. Selain itu fiksasi juga
mencegah
terjadinya
kerusakan jaringan
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme maupun perusakan oleh jenis enzim yang terkandung dalam jaringan itu sendiri yang dikenal dengan autolisis (Gunarso, 1989). Selanjutnya dilakukan pengamatan sesuai dengan prosedur histologi sebagaimana yang dilakukan di Laboratorium Tingkah Laku Ikan Tokyo University of Fisheries. (Figure. 3.2, 3.3 dan 3.3 ). Masalah umum dalam pekerjaan rutin histologi adalah kurang kontrasnya bagian-bagian spesimen. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian bahan kimia pada jaringan yang menimbulkan reaksi warna atau endapan sehingga memungkinkan pengamatan dengan mikroskop.
Berbagai bahan pewarna
menyatu dengan komponen-komponen sel dan unsur-unsur matriks dalam tingkatan yang berbeda-beda, dan perbedaan warna yang terjadi akan lebih memperjelas susunan jaringan itu. Kombinasi yang paling umum digunakan di laboratorium histologi adalah hematoksilin dan eosin (Bevelander and Rameley, 1988). Dalam sayatan haematoksilin dan eosin, sitoplasma sel mendapat warna
merah dan inti selnya benvama biru. Untuk melaksanakan hal ini maka jaringan yang telah difiksasi ditanamkan dalam suatu material untuk mempertahankan keutuhan hubungan alarniah yang terdapat antara bagian-bagian jaringan untuk mencegah terjadinya distorsi pada waktu penyayatan. Media penanamannya berupa bahan kimia yang dengan mudah dapat diubah dari bentuk cairan yang dapat menembus jaringan menjadi bentuk padat yang dapat mempertahankan keutuhan jaringannya sewaktu penyayatan.
Media penanaman yang
digunakan untuk pemeriksaan rutin
histologi adalah parafin. mudah dalam penggunaan.
Parafin mempunyai keistimewaan yaitu cepat dan Untuk mencegah pengerutan pada parafin maka
jaringan terlebih dahulu di dehidrasi dengan alkohol sebelum cairan parafin dapat menembus kedalam sel. Proses dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dan sesudah proses pewarnaan.
Selanjutnya
dilakukan penjernihan dengan menggunakan
XyZene. XyZene mempunyai kelebihan, antara lain bekerja lebih cepat, membuat jaringan lebih cepat menjadi transparan serta cepat menyingkirkan dan menggantikan kedudukan alkohol dari proses dehidrasi (Gunarso, 1989). Penggunaan xylene berujua untuk menggantikan tempat alkohol dalam jaringan yang telah mengalami proses dehidrasi menjelang penanaman ke dalam parafin sebelum dilakukan proses
penyayatan. Proses selanjutnya adalah penanaman
(embedding) yaitu proses menanam atau memasukkan mata ikan yang telah dipotong kedalam blok-blok parafin sehingga memudahkan dalam proses penyayatan. Setelah melakukan proses embedding maka dilanjutkan dengan proses penyayatan (sectioning), yang akan menghasilkan sayatan tipis. Penyayatan dilakukan
dengan mikrotom dengan ketebalan 4 pm. Setelah dilakukan
penyayatan maka dilanjutkan dengan proses affiksasi atau proses pelekatan sayatan jaringan retina mata ikan pada kaca preparat.
Sebelum dilakukan
pewarnaan dilakukan pencucian dengan xylene dan dehidrasi dengan alkohol. Proses selanjutnya adalah pewarnaan.
Tujuannya adalah mempertajam
atau lebih memperjelas bagian-bagian dari sel retina mata ikan.
Setelah itu
diamati dengan mikroskop optik (optical microscope). Adaptasi mata ikan
dihitung dengan menggunakan
Cone Index dan Pigment Index
(Figure
3.5)(Arimoto et al. 1988; Baskoro, 1999) yaitu;
dimana :
CI = cone index;
PI =pigment index; A
=
jarak dari dasar lapisan pigmen ke lapisan terluar membrane;
C
=
jarak dari dasar lapisan pigmen ke pusat elipsoid cone; dan
P
=
jarak dari dasar lapisan pigmen ke lapisan tippigmen.
3.4.5.7 Proses Adaptasi Berdasarkan Simulasi pada Beberapa Kedalaman
Analisis posisi cone cell pada mata ikan diberbagai kedalaman dilakukan dengan cara simulasi, dimana ikan dimasukkan kedalam kurungan jaring yang berukuran 60 cm x 60 cm x 40 cm (Figure 3.6), dan menempatkannya dalam 3 level kedalaman masing-masing lm (45 Lux), 5m (35 Lux), dan 10 m (14 Lux). Sebelum simulasi ini dilakukan maka intensitas cahaya dalam kurungan di dalam air diukur dengan underwater lux meter. Jumlah ikan dalam kurungan setiap spesies disesuaikan dengan ukuran masing-masing spesies dimana setiap ukuran minimal berjumlah 2 ekor. Jumlah ikan seluruhnya masing-masing 15 ekor teri dan 2 1 ekor layang. Illustrasi percobaan ini dapat dilihat pada Figure 3.6. Pengambilan sampel mata ikan dilakukan setelah 1 jam dilakukan pencahayaan. Proses selanjutnya adalah mata ikan difiksasi menggunakan prosedur histologi. Adaptasi mata ikan
terhadap cahaya ditentukan dengan Cone Index (CI) dan Pigment Index (PI) (Arimoto, et al. 1988; Baskoro, 1999).
Sampling eye
Bouin7sfixation
Dehydration
Paraffin infiltration
1
Embedding
Microtome dissection
Hematoxylene and eosin staining
Mountaing with bioleite
Observation by microscope
Figure 3.2 Histological procedure for microscopic observation of retina specimen.
1 Alcohol 75% 1
(One day)
Alcohol 80%
(30 minutes)
Alcohol 85%
(30 minutes)
(30 minutes)
I
Alcohol 95%
1
(30 minutes)
0
Dehydration
Absolute Alcohol I 100%
(30 minutes)
0 Absolute Alcohol I 100%
(30 minutes)
LJ
(20 minutes)
Xylene I
-l--l
+ Xylene I1
Paraffin I 60' C
Paraffin infiltration
-
(20 minutes)
(30 minutes)
(30 minutes)
(30 minutes)
Paraffin IV 60' C
(30 minutes)
Figure 3.3 Dehydration and embedding procedures of retina specimens.
Xylene I
(10 minutes) (10 minutes) (10 minutes) (10 minutes)
Absolute alcohol I1 100%
(10 minutes)
Alcohol 95%
(10 minutes)
Alcohol 95% 9 Alcohol 95%
(10 minutes) (2-3 seconds)
Water
(15 minutes)
v v
v
I
9
Hematoxylene
I
(10 minutes) (10 minutes) ( 15-20 minutes)
c
(1-2
seconds)
Alcohol 70%
(2-3 seconds)
Alcohol 80%
(2-3 seconds)
*
(2-3 seconds) (2-3 seconds) Absolute alcohol I 100%
*
(2-3 seconds)
Xylene I
(10 minutes)
Xylene I1
(10 minutes)
r
v Xylene I11
(10 minutes)
Figure 3.4 Hematoxylene and staining process of the sectioned retina specimens.
61
Figure 3.5 The photomicrograph showing cone and pigment in the cross section of the retina to examine the retinal adaptation ratio by cone index (0 and pigment index (P) (Arimoto et al. 1988). B : base of pigment layer; A : distance from B to outer limiting membrane; C :distance from B to the center of ellipsoid of cone; and P : distance fiom B to the tip of pigment layer.
Figure.3.6 Observation method of retina light adaptation in the bagan
rambo in simulation by using box- cages a. Bagan rarnbo and cage position
b. Box-cage model used
3.4.6 Selektivitas Bagan Rambo
Untuk keperluan analisis selektivitas dari bagan rambo maka dilakukan pengamatan beberapa parameter yaitu komposisi ukuran ikan yang 1010s dan yang tertangkap, Tingkat Kematangan Gonad (TKG), by-catch, discard catch dan mengamati ada tidaknya larva yang tertangkap. 3.4.6.1.1. Pengamatan Komposisi Ukuran dan Tingkat Kematangan Gonad
Ikan Pengamatan komposisi ukuran dan tingkat kematangan gonad dilakukan pada 4 spesies dominan yang tertangkap pada bagan rambo. Keempat spesies tersebut adalah teri (Stophorus insularis), layang (Decapfurus ruselli), kembung (Rastralliger kanagurta) dan
selar (Selar crumenopthalmus).
Pengamatan
dilakukan setiap rninggu selama 6 bulan. Jumlah sampel yang diambil setiap spesies didasarkan pada jumlah hasil tangkapan dan variasi ukuran ikan pada waktu pengambilan sampel. Jurnlah ikan setiap kali sampling antara 47 - 1050
ekor per minggu. Secara lengkap jumlah sampel setiap minggunya dapat dilihat pada Table 3.5. Analisis Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dilakukan dengan 2 cara yaitu secara morfologi dan histologi. Pengamatan morfologi gonad untuk ikan teri (Stolephorus insularis) menggunakan petunjuk Hutomo et al. (1987), yang mengklasifikasikan TKG ikan teri kedalam 8 kelompok (Appendix 2) sedangkan ikan lainnya menggunakan petunjuk Cassie (1954) yang diacu oleh Effendie (1979) yang membagi klasifikasi TKG ikan dalam 5 kelompok (Appendix 3).
Untuk membuat perbandingan dan mempertinggi keakuratan pengamatan TKG secara morfologi maka dilakukan pengamatan secara histologi khususnya
pada ikan teri TKG 7 dan TKG 4 pada spesies ikan lainnya, selanjutnya dilakukan analisis berdasarkan petunjuk Hibiya and Takashima (1995). Table 3.5 Dates of sampling and total samples used for observation of fish size composition and gonad maturation stage No
Dates sampling
1
February 17,2002
150
15
72
2
February 28,2002
51
85
100
3
March 10,2002
-
175
4
March 16,2002
205
5
March 23,2002
6
Species and total samples (individuals) Anchovy Russel Indian Big eye Total scad mackerel scad 237
123
-
100
120
20
445
220
8
228
27
483
April 3,2002
203
9
121
-
333
7
April 7,2002
200
13
74
82
369
8
April 13,2002
282
66
46
43
437
9
April 21,2002
300
362
121
14
797
10
April 28,2002
282
24
65
22
393
11
May 5, 2002
394
60
236
42
732
12
May 12,2002
28 1
41
132
-
454
13
May 19,2002
300
178
200
14
May 26,2002
292
532
-
-
15
June 2, 2002
400
186
100
25
16
June 8,2002
300
500
250
17
June 16,2002
500
152
37
18
June 23,2002
400
76
166
19
June 29,2002
257
-
-
20
July 6,2002
574
101
3
21
July 13,2002
400
-
37
22
July 2 1,2002
325
54
323
23
July 27,2002
-
20
27
24
August 4,2002
128
20
6,444
2,777
Total
-
236 298
678 824 71 1 1050 689 642
11
-
2,592
275
12,088
257 678 437 702 47 159
3.4.6.2 Identifikasi dan Kuantifikasi By-Catch dan Discard Catch 3.4.6.2.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data by-catch dan discard catch dilakukan setiap kali hauling yang dilakukan sebanyak 30 kali hauling masing-masing 15 kali hauling pada bulan terang dan 15 kali hauling pada bulan gelap. Sampel diambil secara acak sebanyak 1 keranjang atau kurang lebih 25 kg.
Dalam satu keranjang
tersebut ikan-ikan yang tergolong by-catch dan discard catch dipisahkan, dan demikian halnya untuk golongan vertebrata dan invertebrata, selanjutnya diukur panjang total dan beratnya. 3.4.6.2.2 Analisis Data
Komposisi jenis by-catch dan discard catch dihitung dengan rumus:
di mana : P
= komposisi jenis
Ij, = jumlah
by-catch;
individu n;
EN = total by-catch;
R
= komposisi discard;
Zz =jumlah individu i;
EI = total discard;
Identifikasi jenis-jenis by-catch dan discard menggunakan beberapa pustaka antara lain: Matsuda, et al. (1984); Sawada (1980); Carpenter and Niem (2001): Burgess (1991); Lieske and Meyers (1997); Carpenter and Niem (1999); Carpenter and Niem (2001); dan BPPL Jakarta (1996). Untuk menghitung laju by-catch dan discard digunakan rumus yang dikemukakan oleh Akiyama (1997) sebagai berikut :
1 . By-catch rate
dimana:
BR = by catch rate;
CBc
=
Total by-catch;
DR = discard rate;
D c
=
Total discard-catch;
7% = total tangkapan;
3.4.6.3 Analisis Selektivitas
Kajian Selektivitas alat tangkap bagan rambo dilakukan dengan mengamati komposisi jenis hasil tangkapan setiap waktu hauling, selanjutnya dilakukan sampling untuk mengukur panjang total dari ikan hasil tangkapan.
Teknik
sampling dilakukan berdasarkan stratzjied random sampling.
Untuk menghitung selektivitas ikan dan larva yang tertangkap pada bagan rambo maka jaring bagan dilapisi dengan jaring yang mesh sizenya lebih kecil (cover net) yaitu 0,l cm. Jaring tersebut dipasang pada bagian yang berfiingsi
sebagai kantong seluas 4 m2 (Figure 3.7). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 10 kali. Ikan-ikan yang tertangkap pada cover net dengan jaring yang dipasang tersebut selanjutnya diidentifikasi dan diukur panjangnya. Jurnlah ikan yang 1010s secara keseluruhan diprediksi dengan mengkonversi hasil sampling kedalam keseluruhan luas jaring bagan yang berfiingsi sebagai kantong. Formula yang digunakan untuk menghitung selektivitas bagan rambo adalah sebagai
berikut (Paloheime and Cadima (1964); Kimura (1977); and Hoydal ef a/. (1982) yang diacu oleh Sparre and Venema, 1999):
Figure 3.7 Photograph showing the net with mesh size 0.1 ern of 4 m' net panel used for model of selectivity experiment of &qyn ~ ~ r m bA.Construction;B; o; After setting in the bagm net 68
SL=
1 1+ exp(S, - S2xL)
................................................... (22)
dimana; SL
=
JIU J I P ;
JIK
= jumlah
ikan dengan panjang L dalam kantong;
JIP
= jumlah
ikan dan larva dengan panjang L dalam kantong dan
Penutup;
SI dan S2
= konstanta;
L
= interval titik
dan tengah panjang.
L25% L50%dan L75%dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
SI dan S 2 dapat diperoleh dari L 75% dan L50%dengan menggunakan
formula
sebagai beikut: S, = L3%x
Ln3 L75%- 4 0 %
.............................................. (26)
S2= S1/L50%..............................................................(27) Selectionfactornya (SF)
=
LLs,Jm.. ...............................(28)
Untuk membandingkan model kurva selektivitas maka digunakan pula formula yang dikemukakan oleh Tokai ( 1999), Tokai and Fujimori, (2000) dengan Maximum Likelihood Methods; menggunakan SOL PER pada program paket MSEXCEL. Maximum LikelihoodMethod ditunjukkan pada formula berikut:
dirnana: N = jurnlah ikan yang tertahan secara keseluruhan;
n
= jumlah
L
=
ikan yang tertahan pada cover net;
ukuran panjang ikan;
k = kelas panjang; dan LX dan
J = konstanta.
L5(J%= "
/ J .................................................................. (30)
Selection Span (SP)
a J
=
-2 Ln (3)/a ...........................................(31)
= -2 in (3) SP................................................................ (32) =
-2 LSO% ln(3)/SP.......................................................... (33)
3.4.6.4 Pengamatan Larva dan Juvenil Ikan
Pengambilan larva dan juvenil ikan dikumpulkan dan dikelompokkan setiap waktu hauling. Pengambilan larva dilakukan dengan melapisi jaring bagan rambo dengan ukuran mesh size yang lebih kecil pada bagian kantong dengan ukuran 2x2 m dan mengamati larva yang tertangkap. 3.4.7 Kajian Perikanan Bagan Rambo yang Ramah Lingkungan
Dalam menentukan tingkat keramahan alat tangkap bagan rambo dalam menunjang perikanan yang bertanggungjawab maka dilakukan penentuan kriteria perikanan yang ramah lingkungan seperti yang dikemukakan dalam Code of
Conduct for Responsible Fisheries, FA0 (1995), Monintja (1996), Arimoto (1999), APO (2002). Kriteria tersebut adalah:
1. Alat tangkap relatif selektif 2. Konsumsi terhadap BBM rendah
3. Investasi rendah 4. By-catch (discards) rendah 5. Hasil tangkapan segar 6 . Tidak Merusak Habitat
7. Mudah didaur ulang oleh lingkungan (Biodegredable) 8. Legal
9. Aman bagi nelayan (operator) 10. Aman bagi spesies yang dilindungi 11. Aman bagi keaneka ragman hayati (Biodiversity) 12. Bersifat menguntungkan 13. Dapat diterima oleh masyarakat Setelah menentukan kriteria tersebut di atas maka dilakukan analisis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan wawancara yang dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat nelayan di lapangan.
Kriteria yang dianggap tidak
bermasalah berarti memenuhi perikanan yang ramah lingkungan. Selanjutnya kriteria yang bermasalah, maka diberikan beberapa alternatif solusi dan selanjutnya dianalisis melalui Analisis Proses Hierarki (Saaty, 1993).
Secara
ringkas skenario yang dipergunakan dalam pengembangan alat tangkap bagan yang r m a h lingkungan ditunjukkan pada Figure 3.8. Metode ini merupakan penyempurnaan dari sistem skoring. Kelebihan metode Analisis Proses Hierarki adalah dapat mengetahui interaksi dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap alternatif solusi yang diajukan. Metode ini
memberikan kerangka yang memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif untuk persoalan yang kompleks dan tak terstruktur ke dalam bagian komponennya. Menata bagian atau variabel
dalam suatu susunan hierarki,
memberi pertimbangan numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel atau elemen yang memiliki prioritas relatif yang lebih tinggi (Saaty, 1993). Sebelum melakukan pengambilan keputusan alternatif mana yang terbaik maka terlebih dahulu perlu diketahui berapa besar pengaruh setiap elemen dengan elemen yang lain di dalam suatu tingkatan hierarki. Untuk mengetahui intensitas pengaruh masing-masing elemen dapat dilakukan dengan metode perbandingan berpasangan dengan memberi bobot nilai antara satu elemen dengan elemen yang lain.
Langkah selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian
untuk memilih elemen mana yang menjadi prioritas tinggi pada setiap tingkatan hierarki yang disusun. Untuk mempermudah metode perbandingan berpasangan ini maka antara elemen-elemen yang dibandingkan disusun dalam bentuk matriks.
Jika CI,
Cz,. . . .C, merupakan set elemen, maka kuantifikasi perbandingan berpasangan tiap elemen terhadap elemen yang lain akan membentuk matriks A yang berukuran n x n. Apabila C, dibandingkan dengan elemen C,, maka diperoleh nilai a;j yang
merupakan hasil perbandingan kedua elemen dimana mencerminkan tingkat kepentingan
Ci terhadap Cj. Nilai matriks au = l/aV yaitu merupakan nilai
kebalikan aij untuk
I =j, maka nilai matriks au= aji = 1 , karena perbandingan
elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1. Secara formulasi matriks A yang
berukuran n x n dengan elemen C1 C2 ..... .,Cnuntuk I, j
=
1, 2 . . ... .n dapat
dituliskan sebagai berikut:
Pengisian nilai matriks perbandingan berpasangan digunakan bilangan yang menggambarkan tingkat pentingnya
suatu elemen dengan elemen yang lain
dengan skala nilai 1-9 seperti disajikan pada Table 3.6. Hasil sintesa secara keseluruhan dari berbagai elemen dan tingkatan hierarki diperoleh nilai vektor prioritas untuk masing-masing alternatif solusi yang dinyatakan dalam persen sehingga diperoleh suatu urutan prioritas.
Table 3.6 Comparison of the relative importance among the evaluation aspects of environmentally friendly technology based on Hierarchy Process Analysis (Saaty, 1993) Intensity of relative important 1
Explanation
Definition
Two contribute equally to the
Equally important
objective 3
5
7
9
Moderate importance of Experiance and judjment one over another
favor one activity over another
Essential or strong
Experiance and judjment strongly
importanece
favor one activity over another
One
elemen
An activity is strongly favored and
demonstrated
its dominance is demonstrated in
importance
practice
One elemen is extreme The evidence favoring one activity important
over another is of the highest possible order of affirmation
Intermediate 2,4,6,8
between
value When compromise is needed the
two
adjacent judgment Reverse
slightly
If activity i get one number when compared by activity j, hence j have
value
on
the
contrary if compared to
z.
Responsible fishing
Bagan rambo fishery with environmentally friendly 4 technology
Establishment criteria
match with those
No
Yes
b
Alternative 1 2 3 4 5 6 7
Hierarchy Process Analysis, Saaty (1 993) Priority vector r
Finish
Figure 3.8 Scenario for analyzing bagan rambo fishery using environmentally fi-iendly technology criteria.