ANALISIS KUALITATIF GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER TEREDAM DAN TERKENDALI
SKRIPSI
SITI UTARI RAHAYU 060801030
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010
1
ANALISIS KUALITATIF GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER TEREDAM DAN TERKENDALI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SITI UTARI RAHAYU 060801030
DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010
2
PERSETUJUAN
Judul
Kategori Nama NIM Program Study Departemen Fakultas
: ANALISIS KUALITATIF GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER TEREDAM DAN TERKENDALI : SKRIPSI : SITI UTARI RAHAYU : 060801030 : SARJANA (S1) FISIKA : FISIKA : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, 04 Desember 2010
Diketahui/disetujui oleh Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,
Pembimbing,
Dr. Marhaposan Situmorang NIP: 195510301980031003
Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phil NIP: 195503161982031002
3
PERNYATAAN
ANALISIS KUALITATIF GEJALA CHAOS PADA GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER TEREDAM DAN TERKENDALI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, 04 Desember 2010
SITI UTARI RAHAYU 060801030
4
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang serta karunia-Nya kepada penulis hingga skripsi yang berjudul: “Analisis Kualitatif Gejala Chaos Pada Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam dan Terkendali” berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan terbaik di muka bumi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phil, selaku pembimbing yang telah memberikan panduan, bantuan, serta segenap perhatian dan dorongan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Paduan ringkas dan padat serta profesional telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika Dr. Marhaposan Situmorang dan Dra.Justinon, M.Si, serta Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas MIPA USU. Ucapan terimakasih jugadiberikan kepada Dr. Kerista Tarigan, M.Eng.Sc, Drs. Takdir Tamba, M.Eng.Sc, dan Drs. Luhut Sihombing, MS, selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. Kemudian ucapan terimakasih kepada Bapak Drs. Setia Sembiring selaku dosen wali yang telah memperhatikan kemajuan studi penulis, serta Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Fisika FMIPA USU terima kasih atas ilmu yang diberikan selama ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat, dan tak lupa pula kepada seluruh staff pegawai pada departemen Fisika FMIPA USU. Ucapan terimakasih terbesar penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Siti Maryam atas segala cinta kasih dan do’a yang selalu dihadiahkan kepada penulis tanpa henti, juga tak lupa kepada saudara terbaik penulis Edi Sucipto yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaik penulis Vika, Tika, Kak Aisyah, Kak Dewi, Kak Lili, Kak Novi, Ulan (Terima kasih atas pinjaman buku-bukunya), Winda, Dian, Farida, Nova, Muti, Linda, Yuni, Fuji, Mutia, Laila, Gina, Imah, Diah, Kata, Mey, Derlina, Heber, Trisno, Kiki, Eva dan semua rekan-rekan fisika angkatan 2006, abang kakak senior dan juga adik-adik junior departemen Fisika. Tak lupa pula terima kasih kepada saudara-saudara seperjuangan di UKMI AL-FALAK FMIPA USU. Semoga Allah SWT akan membalasnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.
5
ABSTRAK
Telah dibuat program untuk simulasi dan animasi gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan perangkat lunak Mathematica versi 6. Persamaan gerak pendulum diperoleh dari analisis gaya-gaya yang bekerja pada sistem. Persamaan diselesaikan secara numerik dengan metode Runge Kutta orde 4. Hasil perhitungan numerik diplot berupa grafik lintasan, diagram ruang fasa, belahan Poincarè dan perbandingan grafik lintasan untuk dua kondisi awal yang berbeda. Keempat grafik ini dipakai untuk menganalisis keadaan sistem yaitu periodik, kuasiperiodik atau chaos secara kualitatif. Animasi dari sistem diberikan untuk memperjelas bagaimana keadaan chaos terjadi pada gerak pendulum sederhana. Dari pengujian program dan eksplorasi terhadap dinamika gerak sistem dapat dikatakan bahwa program ini sudah baik untuk mempelajari karakteristik gejala chaos secara kualitatif.
6
QUALITATIVE ANALYSIS OF CHAOS BEHAVIOUR ON DAMPED DRIVEN NONLINEAR SIMPLE PENDULUM MOTION
ABSTRACT
A program for dynamics simulation and animation of damped driven nonlinier simple pendulum by using Mathematica version 6 was composed. Equation of motion is derived by analyzing all forces working on the system. The equation is solved by using the fourth-order Runge-Kutta method. The result of numerical integration was plotted in trajectory graphic, phase-space diagram, Poincarè section, and the comparison of trajectories derived by two different initial conditions. All of these graphics are used to observe whether of the system is periodic, quasiperiodic or chaotic by qualitative analysis. Animation of this system is given in order to show chaos case in its motion clearly. From the experiment of this program and the exploration of dynamics in the system, it can be said that this program works well to learn chaos qualitatively.
7
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar isi Daftar Tabel Daftar Gambar
ii iii iv v vi vii ix x
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Manfaat Penelitian 1.4 Batasan Masalah 1.5 Sistematika Penulisan
1 1 3 3 4 4
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Teori Chaos 2.1.1 Studi Chaos Secara Numerik 2.1.1.1 Ruang Fasa 2.1.1.2 Belahan Poincaré 2.1.1.3 Penggandaan Perioda 2.1.2 Chaos dan Pengaruhnya Dalam Sains 2.2 Pendulum Sederhana 2.2.1 Pendulum Sederhana Linier 2.2.2 Pendulum Sederhana Nonlinier 2.2.3 Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam 2.2.4 Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam dan Terkendali 2.3 Metode Runge-Kutta
6 6 7 9 11 12 13 15 18 20 22 24 26
Bab 3 Analisis Masalah dan Perancangan Program 3.1 Analisis Masalah 3.1.1 Persamaan Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam dan Terkendali 3.1.2 Penyelesaian dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat 3.1.3 Penentuan Ruang Fasa dan Belahan Poincarè 3.2 Perancangan Program 3.2.1 Perancangan Diagram Alir (Flowchart) 3.2.2 Algoritma Program Bantu
29 29
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Keadaan Periodik
42 44
29 31 32 33 34 39
8
4.2 Keadaan Kuasiperiodik 4.3 Keadaan Chaos 4.4 Perbandingan Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Beberapa Parameter
47 50 55
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
58 58 59
Daftar Pustaka
60
Lampiran A: Listing Program Simulasi Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier Lampiran B: Listing Program Animasi Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier
61 64
9
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel.4.1. Hasil Pengujian Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Koefisien Redaman, q dan Amplitudo Gaya Pengendali Eksternal, a
56
Tabel.4.2. Hasil Pengujian Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Panjang Tali, l dan Amplitudo Gaya Pengendali Eksternal, a
57
10
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1.
Gambar 2.2
Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 3.1
Gambar 3.2. Gambar 4.1
Gambar 4.2
Ruang fasa dari rotor dengan kondisi batas periodik. Lintasan fasa bergerak dari kanan ke kiri dan menghilang pada θ = π dan muncul kembali pada θ =- π. Ilustrasi Belahan Poincaré. Lintasan fasa Г memotong bidang S ( Dengan x 3 < 0) pada titik-titik yang berurutan P0, P1, P2, …. Titik-titik ini merupakan Belahan Poincaré dari Г pada bidang S. Gaya-gaya yang bekerja pada pendulum, tegangan tali dan gaya berat, gaya peredam, dan gaya pengendali eksternal. Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan L = 0,5 m. Grafik θ Vs θ dari pendulum sederhana merupakan gambar fasa pendulum dengan bentuk elips. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan θo = π/3.5 Grafik θ Vs t untuk θo = 0 dan θ = 1.95 rad/s. Grafik θ Vs θ dari pendulum sederhana nonlinier merupakan gambar fasa pendulum nonlinier Perbandingan Grafik θ Vs t untuk θ o= 1.95 rad/s dan θ o = 1.9 rad/s Grafik θ Vs t untuk kondisi awal θo = 0; q=0.08; θ o = 3 rad/s Grafik θ Vs θ untuk pendulum nonlinier teredam dengan orbit yang berpilin menuju satu titik. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk kondisi awal q=0.04 dan q=0.081 Diagram Alir Simulasi persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta Orde 4. Diagram Alir Animasi persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali. Hasil eksekusi Program “Simulasi Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam Dan Terkendali“ pada Lampiran A Hasil eksekusi program “Animasi Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier” pada Lampiran B
Gambar 4.3
Grafik θ Vs t dengan a = 0,3, q = 0,4, Ω 2 = 1, Ω D = pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8.
Gambar 4.4
Grafik θ Vs t dengan a = 0,3, q = 0,4, Ω 2 = 1, Ω D = pada dua kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ01 = 0.8 dan θ01 = 0.81 berjalan selaras.
2 3
2 3
10
12
16 19 19 20 21 21 22 23 23 24 35
37 43
44 45 46
11
Gambar 4.5 Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
2 Ruang fasa dengan a = 0,3, q = 0,4, Ω = 1, Ω D = 3 pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8. Belahan Poincarè dengan a = 0,3, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = 3 pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8. 2
Grafik θ Vs t dengan a = 1,23, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8. 3 Grafik θ Vs t dengan a = 1,23, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = 3 pada dua kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ01 = 0.8 dan θ01 = 0.81 masih berjalan selaras. Ruang fasa dengan a = 1,23, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = 3 pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8.
46 47
48
49
49
Gambar 4.10
Belahan Poincarè dengan a = 1,23, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = 3 pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8.
50
Gambar 4.11
Grafik θ Vs t dengan a = 1,36, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = 3 pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8.
51
Gambar 4.12
Grafik θ Vs t dengan a = 1,36, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = pada dua kondisi awal ω0 = 0,8, dan 3 θ01 = 0.8 (Hitam) dan θ01 = 0.81 (Hijau). Ruang fasa dengan a = 1,36, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8. 3 Belahan Poincarè dengan a = 1,36, q = 0,4, Ω 2 = 1, 2 Ω D = 3 pada kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8.
52
Gambar 4.13
Gambar 4.14
53
54
12
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai gejala alam menampilkan perilaku yang rumit, tidak dapat diramalkan dan tampak acak (random). Keacakan ini merupakan suatu yang mendasar, dan tidak akan hilang walaupun informasi tentang sistem itu bertambah. Keacakan yang dihasilkan dengan cara seperti itulah yang dikatakan sebagai chaos. Akan tetapi, menurut teori chaos, apabila keacakan tersebut kita perhatikan dalam waktu yang cukup lama dengan mempertimbangkan dimensi waktu, maka akan ditemukan keteraturan dalam keacakan tersebut. Dengan demikian, chaos memungkinkan ditemukannya keteraturan dalam sistem-sistem yang tampaknya tidak beraturan, dan hal ini memiliki dampak besar pada banyak cabang ilmu pengetahuan. Pemanfaatan chaos antara lain pada analisis pergerakan saham pada bidang fisika ekonomi, kriptografi, dinamika atmosfer dan lautan, vibrasi molekul, ekologi, bahkan dalam bidang dinamika sosial. Untuk itu pemahaman yang jelas terhadap gejala chaos sangat diperlukan untuk dapat diterapkan pada berbagai bidang ilmu.
Deskripsi teoritik sering tidak mampu mengungkap gejala chaos ini. Karakter tak linier persamaan matematika yang muncul merupakan kesulitan utama. Dan dengan adanya kemajuan teknologi, maka permasalahan ini dapat diselesaikan dengan penggunaan komputer digital. Grafik komputer dengan resolusi tinggi memungkinkan para peneliti untuk menyelidiki gejala chaos yang terbentuk dari pola keluaran suatu sistem yang disimulasi (Setiawan, 1991).
Pendulum sederhana merupakan salah satu model yang dikembangkan para peneliti untuk menjelaskan perilaku chaos. Dipergunakannya sistem pendulum
13
sederhana
ini
karena
merupakan
sistem
paling
sederhana
yang
dapat
mendemonstrasikan perilaku chaos, dan karena sistem ini secara matematika sama dengan persoalan-persoalan yang melibatkan getaran. Pendulum ini berupa sistem mekanik yang tersusun atas sebuah massa yang terikat oleh sebuah tali yang dapat berayun bebas sebagai respon terhadap gaya grafitasi. Dalam kasus sederhana, gerakan pendulum mengabaikan kehadiran gaya gesekan dan diasumsikan bahwa sudut simpangan sangat kecil. Gerakan yang dihasilkan dari pendulum dengan kondisi semacam ini berupa gerak harmonik sederhana. Sedangkan pendulum yang sebenarnya memiliki gesekan dengan medium saat berayun, pengendalian sistem melalui gaya pengendali eksternal dan dimungkinkan untuk berayun dengan sudut simpangan berapapun. Fitur inilah yang kemudian mengantarkan kepada perilaku chaos.
Titik tekan penelitian gejala chaos ini adalah pada penggambaran yang jelas dinamika sistem secara nyata. Oleh karena itu perangkat-perangkat analisis gejala chaos yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat analisis secara kualitatif, yang meliputi grafik lintasan, ruang fasa, belahan Poincarè, dan perbandingan grafik lintasan. Selain itu pemahaman terhadap keadaan fisis secara riil terhadap persamaan gerak pendulum adalah hal yang sangat penting, maka penelitian ini juga menampilkan animasi gerak pendulum.
Adapun perangkat lunak yang digunakan pada simulasi ini adalah Mathematica versi 6. Digunakanya Mathematica versi 6 karena merupakan perangkat lunak untuk komputasi numerik dengan kemampuan yang baik dalam perhitungan dan dapat memberikan tampilan GUI (Graphic User Interface) sehingga lebih mudah digunakan pengguna (User Friendly). Dengan simulasi ini diharapkan mampu memberi pemahaman yang jelas tentang perilaku chaos.
14
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis gejala chaos pada sistem pendulum sederhana berdasarkan grafik keluaran simulasi penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali yang terdiri dari grafik lintasan, ruang fasa, belahan Poincaré, dan perbandingan grafik lintasan untuk dua kondisi awal yang berbeda.
2. Merancang program bantu untuk mensimulasikan penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan menggunakan bahasa pemrograman Mathematica Versi 6.
3. Merancang program bantu untuk menganimasikan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan menggunakan bahasa pemrograman Mathematica Versi 6.
4. Menggunakan metode Runge-Kutta orde 4 untuk menyelesaikan persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali yang berupa persamaan differensial orde 2.
1.3. Manfaat Penelitian
Memberikan analisis dan rancangan program untuk dapat memahami perilaku chaos pada suatu sistem dinamis secara kualitatif, serta memberikan informasi mengenai gerak riil pendulum sederhana yang berguna dalam proses pembelajaran chaos.
15
1.4. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada:
1. Model yang digunakan untuk menganalisis perilaku chaos pada sistem dinamis adalah pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan frekuensi alami pendulum, Ω2 = 1 dan massa pendulum, m = 1 (Dimensionless) pada kondisi awal ω0 = 0.8 rad/s dan θ0 = 0.8 rad serta koefisien redaman, q = 0.4.
2. Gejala chaos pada sistem pendulum sederhana nonlinier dianalisis secara kualitatif menggunakan belahan Poincaré, ruang fasa, grafik lintasan, dan perbandingan grafik lintasan untuk dua kondisi awal yang berbeda dengan memvariasikan amplitudo gaya pengendali eksternal.
3. Penyelesaian persamaan differensial pendulum sederhana teredam dan terkendali dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4.
4.
Simulasi dilakukan dengan menggunakan bahasa pemrograman Mathematica versi 6.
1.5. Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir ini disusun dalam lima bab yaitu sebagai berikut:
Bab 1
Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
16
Bab 2
Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu dasar teori pendulum sederhana, chaos, dan Metode Runge-Kutta, yang digunakan untuk mengolah informasi yang akan diimplementasikan dalam simulasi.
Bab 3
Analisis Masalah Dan Perancangan Program
Bab ini membahas
penyelesaian masalah yang akan disimulasi, dan algoritma
program yang akan digunakan.
Bab 4
Hasil Dan Pembahasan
Bab ini memberikan hasil uji coba simulasi gejala chaos pada pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali untuk beberapa variasi amplitudo gaya pengendali eksternal, kemudian membandingkan hasil yang diperoleh antara keadaan tanpa chaos dengan keadaan chaos.
Bab 5
Kesimpulan Dan Saran
Bab ini memberikan kesimpulan dari hasil perancangan program yang telah dilakukan dan juga memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
17
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Chaos
Penemuan chaos dimulai ketika para matematisi dan fisikawan melakukan analisis dari suatu sistem dinamis yang berbentuk persamaan differensial dan menemukan keganjilan dalam perilakunya. Sistem persamaan differensial yang merupakan model dari sistem dinamis dapat dipandang sebagai suatu mesin yang menerima input dari beberapa nilai awal dari variabel yang terkait, kemudian menghasilkan nilai baru setelah dioperasikan beberapa saat. Setiap langkah penyelesaiannya dapat direkam dalam bentuk titik koordinat dari suatu bidang grafis, yang bila di-plot dari awal hingga akhir menampakkan jejak perilaku dari sistem dinamis tersebut.
Suatu keadaan chaos dapat diartikan sebagai keadaan di mana jejak perilaku sistem susah diprediksi (Surga,2007). Para ahli dinamika nonlinier juga menggunakan istilah chaos untuk tingkah laku tak teratur dan tak terprakirakan dalam sistem nonlinier deterministik. Sistem seperti ini tidak pernah mengulang dirinya sendiri, melainkan secara terus-menerus melakukan sesuatu yang berbeda, sehingga gerakannya tampak acak dan tak teratur (Walker, 1991). Chaos menunjukkan bahwa sebuah sistem dapat memiliki tingkah laku kompleks yang muncul sebagai konsekuensi interaksi sederhana, tak linier beberapa komponen saja. Bahkan diketahui pula bahwa sistem-sistem sederhana dengan hanya satu atau dua derajat kebebasan saja dapat bersifat chaos (Setiawan,1991).
Salah satu sifat dari sistem dinamis chaos adalah model deterministiknya bersifat sederhana. Realisasi tingkah laku kompleks yang tidak membutuhkan model matematika yang kompleks merupakan sumbangan dinamika nonlinier yang paling
18
penting. Model-model yang sederhana dapat menghasilkan tingkah laku kompleks dan tidak teratur (Setiawan, 1991), hal ini menyiratkan bahwa gerakan yang bersifat chaos ternyata jauh dari ketidakteraturan total dan malah menampilkan suatu pola tertentu yang dapat terlihat dengan mudah (Walker, 1991). Berdasarkan kenyataan ini. maka kita dapat mengharapkan penggambaran teoritis sejumlah besar gejala alam yang acak dan tak dapat diperkirakan dengan menggunakan model matematika yang menunjukkan perilaku chaos deterministik (Setiawan, 1991).
Aspek lain tentang chaos, ketika muncul dalam fisika, adalah suatu sensitivitas ekstrim terhadap kondisi awal. Aspek ini dapat diandaikan sebagai keadaan ketika kita hendak menegakkan sebuah pena tegak lurus pada salah satu ujungnya. Jika ditempatkan secara vertikal, pena tersebut akan berada dalam keseimbangan. Namun, keseimbangan tersebut tidak stabil, bahkan suatu gangguan yang kecil seperti hembusan udara yang ringan, atau suara buku jatuh dapat menyebabkan pena tersebut jatuh ke arah yang lain. Posisi vertikal pena merupakan suatu contoh keadaan yang menunjukkan sensitivitas ekstrim terhadap kondisi awal. Keadaan yang bersifat chaos adalah seperti ini, dimana semua bagian geraknya sama sensitifnya seperti pada pena vertikal. Akibatnya, kesalahan yang sangat kecil sekalipun dalam pengukuran suatu sistem chaos dapat menyebabkan kesalahan yang luar biasa. Hal inilah yang terjadi pada peramalan cuaca, ketidakmampuan peramalan ini diakui sebagai contoh gerak chaos yang bersangkutan dengan transfer panas di atmosfer (Walker, 1991).
2.1.1. Studi Chaos Secara Numerik
Suatu keberatan yang timbul ketika gejala chaos dipelajari secara numerik dengan menggunakan komputer digital yaitu mengenai penggunaan sekumpulan bilangan rasional berhingga dengan panjang kata berhingga (finite) dan waktu perhitungan yang juga berhingga. Hal ini menyebabkan orbit periodik yang panjang dengan orbit quasiperiodik atau orbit chaos sulit untuk dibedakan. Orbit yang teramati secara numerik hanya menampilkan pseudo-orbit, karena setiap langkah dimulai dengan bilangan yang dibulatkan berbeda dengan orbit yang sebenarnya, meskipun perbedaan itu kecil.
19
Namun, bilangan bilangan irasional dapat didekati dengan bilangan rasional, atau dengan kata lain daerah chaos dikelilingi oleh daerah-daerah periodik. Strategi yang benar dalam studi komputer adalah dengan mengidentifikasi orbit periodik dengan tepat dan mencirikan gerak tak periodik. Selain itu, sistematika orbit periodik banyak sekali memberitahukan sifat gerak tak periodik yang berdekatan (Dalam ruang parameter). Dan telah dibuktikan bahwa setiap periode orbit pseudo-chaos dibayangi dengan orbit chaos yang sebenarnya.
Pengamatan lintasan secara langsung merupakan sebuah metode dengan resolusi paling rendah. Sedangkan penentuan belahan Poincaré (Bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab 2.1.1.2) memberikan suatu cara efektif untuk mengungkap sifat gerak (Setiawan, 1991).
Studi chaos secara numeris bahkan dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator tangan, yaitu untuk persamaan logistik yang diberikan pada persamaan 2.1. x ′ = wx (1 − x)
(2.1)
Dengan rentang 0 x 1 dan w adalah parameter yang dapat diatur. Untuk nilai x = 0,4 dan nilai w = 2,9 maka dari persamaan 2.1. diperoleh x’ = 0,696, kemudian nilai x’ menjadi nilai awal dan diperoleh x’’ = 0,614, hal ini dilakukan seterusnya untuk beberapa iterasi sehingga akan ditemukan bahwa nilai x akan dibatasi pada nilai 0,655 dan berulang lagi. Hal ini yang dikatakan sebagai keadaan periodik.
Selanjutnya jika nilai nilai w dinaikkan menjadi 3,3, maka nilai x akan berganti-ganti antara nilai tinggi 0,824 dan nilai rendah 0,480, dan hal inilah yang dikatakan sebagai penggandaan perioda, dan dengan melanjutkan prosedur ini, maka akan diperoleh penggandaan periode lagi, begitu seterusnya sehingga diperoleh kondisi chaos (Walker, 1991). Namun, perhitungan kuantitatif ini tidak dapat digunakan untuk menggambarkan suatu gerakan sistem dinamis nonlinier, maka analisis numeris yang lebih baik adalah dengan menggunakan perangkat-perangkat analisis seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
20
2.1.1.1. Ruang Fasa
Ruang fasa (phase space) merupakan sarana yang bermanfaat untuk menggambarkan tingkah laku sistem-sistem yang bersifat chaos dalam bentuk geometri. Adapun yang dimaksud dengan ruang fasa dari suatu sistem dinamis adalah ruang yang secara matematika memiliki arah koordinat tegak lurus, dimana masing-masing koordinat mewakili variabel-variabel yang diperlukan untuk menentukan keadaan sistem pada saat tersebut (Baker et al, 1996). Sebagai contoh, keadaan dari suatu Partikel yang bergerak pada satu dimensi ditentukan oleh posisinya (x) dan kecepatannya (v), karena itu ruang fasanya berupa bidang. Sedangkan untuk partikel yang bergerak pada tiga dimensi akan memiliki enam dimensi ruang fasa, yaitu tiga arah untuk posisi dan tiga arah untuk kecepatan. Sebuah ruang fasa dapat dibentuk dengan beberapa variabel yang berbeda. Misalnya pada contoh ini momentum dapat digunakan untuk menggantikan kecepatan.
Sebagai contoh dari penentuan ruang fasa ini misalnya pada rotor berkecepatan konstan. Persamaan geraknya yaitu persamaan 2.2 dan 2.3. dω =0 dt
(2.2)
dθ = ω0 dt
(2.3)
Lintasan fasa dari rotor ini berupa garis horizontal dengan kecepatan sudut yang berbeda, seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.
21
ω
π
-π
θ
Gambar 2.1. Ruang fasa dari rotor dengan kondisi batas periodik. Lintasan fasa bergerak dari kanan ke kiri dan menghilang pada θ = π dan muncul kembali pada θ =- π. Lintasan yang bergantung pada θ dan ω memastikan bahwa daerah bujur sangkar awal bertransformasi menjadi daerah berbentuk jajaran genjang dengan tinggi konstan, dengan demikian luasan daerah asal tetap terjaga. Koordinat sudut, θ dari rotor dapat dinaikkan ( secara positif atau secara negatif) tanpa batas. Namun, θ adalah periodik secara fisika. Dari ruang fasa ini dapat ditentukan apakah sistem bersifat disipatif atau konservatif. Caranya adalah dengan mengidentifikasi variabel-variabel pada persamaan sistem dan menghitung nilai perubahan volum yang diberikan oleh persamaan 2.4. (Baker et al, 1996). 1 dV = ∇F V dt
(2.4)
Dan nilai turunan logaritma hanya bergantung pada kuantitas ∇F , jika nilainya 0 maka sistem bersifat konservatif dan jika nilainya negative maka sistem bersifat disipatif.
Setiap sistem yang akan diam dengan berlalunya waktu dapat dicirikan oleh sebuah titik tetap dalam ruang fasa. Secara umum orbit sistem seperti ini akan tertarik menuju kedaerah ruang fasa yang lebih kecil dan berdemensi lebih rendah. Daerah
22
seperti ini juga disebut sebagai penarik (attractor), sebagai contoh adalah pendulum sederhana nonlinier teredam.
2.1.1.2. Belahan Poincaré
Salah satu karakteristik dari sistem chaos adalah bahwa sistem tersebut sangat sensitif terhadap kondisi awal. Misalkan untuk dua kondisi awal dengan selisih yang sangat kecil, maka lintasannya menyimpang secara eksponensial terhadap waktu. Salah satu cara untuk menentukan karakteristik ini yaitu eksponensial Lyapunov, suatu perhitungan rerata dari divergensi dan konvergensi dari dua lintasan yang berdekatan. Namun, hasil dari perhitungan eksponensial ini adalah berupa angka, sedangkan penelitian ini mengharapkan penggambaran dinamika sistem melalui suatu pola keluaran. Maka perangkat analisis lain yang digunakan pada penelitian ini adalah Belahan Poincaré.
Belahan Poincaré adalah sebuah bidang potong berdimensi dua (Representasi dua dimensi dari ruang fasa) tempat dimana lintasan-lintasan (Trajectories) dari sebuah penyelesaian sistem dinamik melewatinya. Dari belahan Poincaré akan diperoleh sebuah foto fasa (phase portrait) yang di dalam ilmu fisika disebut juga dengan photo stroboscopic. Belahan Poincaré secara umum diperlukan untuk menyederhanakan proses penganalisaan suatu sistem dinamik yang berdimensi tiga atau empat guna mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai sifat-sifat sistem tersebut (sifat stabil atau tidak stabilnya orbit-orbit periodik, misalnya) (Zakaria, 2002).
Belahan Poincaré ini muncul sebagai titik. Dimana titik tersebut adalah perpotongan antara lintasan dengan sebuah bidang. Hal ini diilustrasikan pada gambar 2.2. Pada gambar, bidang S berada pada x3 = konstan, dan akan diperoleh titik-titik potong yang bersesuaian dengan arah perkembangan ( x 3 < 0) yang diberikan. Tinggi h dari bidang dipilih sedemikian rupa sehingga lintasan Г memotong bidang S pada
23
P0, P1, P2, …. Titik-titik ini merupakan belahan Poincaré dariГ pada bidang S (Berge et al, 1984).
X3
Г
Po
P1
P2
S h X2
X1
Gambar 2.2. Ilustrasi Belahan Poincaré. Lintasan fasa Г memotong bidang S ( Dengan x 3 < 0) pada titik-titik yang berurutan P0, P1, P2, …. Titik-titik ini merupakan Belahan Poincaré dari Г pada bidang S. Sistem chaos
selain memiliki gerakan yang bersifat deterministik (Jika
diberikan suatu keadaan awal yang telah diketahui sebelumnya, maka gerakannya yang akan datang dapat diuraikan secara tepat dengan menggunakan perhitungan matematika), juga bersifat tak periodik (Gerakannya tidak pernah berulang secara tepat). Dalam kasus pendulum sederhana, jika gerakannya bersifat
tak periodik
(chaos) maka akan terbentuk titik-titik tak berhingga pada ruang fasa. Hal ini yang dianalisis dengan menggunakan Belahan Poincaré, yaitu menentukan perilaku sistem pendulum sederhana pada ruang fasa secara periodik.
2.1.1.3. Penggandaan Perioda
Perubahan kestabilan atau perubahan yang “dramatis” dalam dinamika suatu sistem akibat berubahnya nilai parameter dalam suatu sistem, dinamakan bifurkasi. Bifurkasi ini tidak selalu berhubungan dengan kompleksitas, tetapi terdapat beberapa jenis bifurkasi yang senantiasa berhubungan dengan bertambahnya kerumitan suatu system
24
yang pada akhirnya mengakibatkan kondisi chaos. Beberapa ahli dinamika nonlinier mengemukakan bahwa salah satu jenis bifurkasi yang terkenal adalah penggandaan perioda (period doubling), yakni suatu gerakan periodik yang mengalami bifurkasi dan “melontarkan” gerakan periodik lain yang periodenya dua kali lebih besar dari periode semula. Kemudian masing-masing gerakan periodik itu mengalami bifurkasi lagi yang sama dan begitu proses seterusnya. Masing-masing gerakan periodik yang terlontar biasanya tidak stabil, akibatnya pada suatu nilai parameter tertentu akan sangat banyak gerakan periodik yang tidak stabil dalam suatu sistem. Ketika hal ini terjadi, dinamika sistem sudah sangat kompleks dan kondisi chaos terjadi lagi.
Untuk lebih jelasnya, ditinjau sebuah sistem dinamis yang diatur oleh satu set persamaan differensial, yaitu persamaan 2.5. dX = f ( x,..., m) dt
(2.5)
Dengan m merupakan sebuah parameter, sistem ini akan mengalami serangkaian perubahan kualitatif
ketika nilai parameter m divariasikan, perubahan ini terjadi
sebelum sistem tersebut menunjukkan perilaku chaos.
Ketika nilai m dinaikkan, satu nilai Eigen dari sistem yang dilinierkan akan meninggalkan lintasan lingkaran, melewati nilai -1. Dan ketika nilai Eigen sama dengan -1, sebuah orbit dengan perioda yang baru akan muncul, dimana perioda orbit ini dua kali lebih besar dari orbit awalnya. Jadi, ruang fasa akan terlihat seperti osilasi yang periodik dengan bentuk yang berbeda dari lingkaran awal. Hal ini yang disebut dengan penggandaan perioda. Jika nilai m lebih dinaikkan maka akan terbentuk orbit periodik yang baru terbentuk akan menjadi tidak stabil, dan penggandaan perioda berikutnya akan terjadi kembali. Dan hal inilah yang dikatakan bahwa sistem tersebut mengalami keadaan chaos.
2.1.2. Chaos dan Pengaruhnya Dalam Sains
Teori chaos bukan hanya sekumpulan labirin matematika, namun merupakan sejumlah besar kejadian di alam semesta. Menurut beberapa peneliti, keadaan chaos telah
25
mendorong lahirnya “paradigma ilmu pengetahuan baru”. Selain itu, menurut mereka teori chaos ini juga dapat merepresentasikan ilmu pengetahuan baru yang lebih unggul ketimbang metode reduksionis Newton, Einstein dan Darwin yang kurang menarik (Kusmarni, 2008). Chaos tidak hanya memberi para ilmuwan suatu cara baru untuk melihat dunia, menjelaskan perilaku dalam ragam sistem yang luas, namun juga memahami daya tarik estetik yang besar dalam bentuk geometri kompleks yang fantastik (Walker, 1991). Studi chaos juga memiliki dua tujuan, yaitu untuk membuktikan pemahaman teoritik yang diperoleh dari studi model dan untuk membangun teori baru dengan menantang teori yang ada dengan penemuan-penemuan yang tidak diharapkan (oleh teori yang sudah ada) (Setiawan, 1991).
Beberapa bentuk gejala chaos yang timbul dalam beberapa bidang sains, yaitu:
a. Dalam bidang mekanika, Lorenz dan Duffing berhasil memodelkan sistem mekanik sederhana. Vibrasi yang bersifat chaos pada tiang penyangga pengeboran minyak lepas pantai juga merupakan persoalan teknik penting yang giat ditangani saat ini.
b. Dalam bidang geofisika, selain prakiraan cuaca, dinamika atmosfer dan lautan juga merupakan bagian dari dinamika nonlinier (chaos). Salah satu contohnya adalah fenomena gelombang El-Nino yang terjadi pada lautan pasifik. Model dinamo geomagnetik yang melibatkan persamaan differensial biasa juga menampakkan tingkah laku bersifat chaos.
c. Dalam bidang fisika zat padat, model osilator gandeng dalam suatu rentang parameter tertentu yang sering digunakan dalam pemodelan fisika zat padat ternyata menunjukkan gejala chaos. Selain itu, frekuensi radio dalan sambungan Josephson yang dipakai dalam penguat parametrik noise, bertambah secara luar biasa seiring dengan naiknya level gain. Karena level noise yang tinggi semacam ini tak dapat dijelaskan oleh suatu sumber noise dan penguatannya yang telah dikenal, Huberman dan sejawatnya menyatakan hal ini sebagai dinamika instristik sambungan tersebut.
26
d. Dalam bidang kedokteran, dinamika jantung yang dimodelkan dengan osilator periodik terkendala, serta ritmik jantung dan berbagai praktek klinik ternyata mengalami gejala chaos. Selain itu, gejala chaos dalam jaringan saraf dan EEG (Electroencephalographic) dan dalam aktivitas otak telah mendapat banyak perhatian beberapa tahun belakangan ini.
e. Dalam bidang ekologi dan ekonomi, dinamika chaos juga terus dikembangkan untuk dapat diterapkan dalam bidang ilmu tersebut. Salah satu fenomena chaos yang telah diteliti dalam bidang ini yaitu fenomena beruntun. Beberapa ahli fisika ekonomi telah melaporkan bahwa penyebab krisis negara-negara asia termasuk Indonesia di tahun 1997 merupakan efek beruntun dari kegagalan sistem ekonomi di beberapa titik. Dengan teori Chaos ini dapat membantu melihat skenario-skenario mana yang berpeluang lebih besar menimbulkan krisis dan mana yang tidak (Situngkir et al, 2010).
2.2. Pendulum Sederhana
Fenomena gerak osilasi dapat ditemukan di banyak bidang fisika, dintaranya gerak elektron di dalam atom, perilaku arus dan tegangan di dalam rangkaian listrik. Dari beberapa contoh gerak osilasi tersebut, gerak pendulum merupakan contoh paling sederhana. Pendulum sederhana adalah suatu sistem yang terdiri dari sebuah massa, m yang terikat pada tali ringan yang tak dapat mulur sepanjang l dan dapat berayun bebas dalam bidang vertikal pada sumbu O sebagai respon terhadap gaya gravitasi, g, seperti pada gambar 2.3.
27
O θ
l
T D
F θ
mg
Gambar 2.3. Gaya-gaya yang bekerja pada pendulum, tegangan tali dan gaya berat, gaya peredam, dan gaya pengendali eksternal.
Karena massa yang terikat dapat bergerak bebas sepanjang lingkaran berjarijari l disekitar sumbu O, maka massa tersebut dapat mengalami gerak rotasi dengan percepatan sudut α, atau θ yang merupakan turunan
kedua dari posisi sudut,θ
terhadap waktu. Sedangkan kecepatan tranlasinya adalah persamaan 2.6. v = lω = lθ
(2.6)
Dari gambar 2.2. terlihat bahwa gaya F bekerja pada massa, m yang posisinya terhadap titik asal O adalah l, maka torka yang bekerja pada massa tersebut adalah persamaan 2.7. τ=l × F
(2.7)
Torka adalah besaran vector yang besarnya diberikan oleh persamaan 2.8. τ =lF sin θ
(2.8)
Sedangkan hukum kedua Newton untuk gerak rotasi adalah persamaan 2.9. Σ τ = I θ
(2.9)
Dengan I adalah momen inersia yang besarnya adalah persamaan 2.10. I = ml2
(2.10)
Gaya D pada gambar 2.3 adalah persamaan 2.11. D = bv
(2.11)
Dengan b adalah koefisien redaman. Dan dengan mensubstitusi persamaan 2.6. ke persamaan 2.11 diperoleh persamaan 2.12.
28
D = bl θ
(2.12)
Berdasarkan persamaan 2.8, 2.9, dan gambar 2.3. maka dapat diperoleh persamaan gerak pendulum dengan menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada massa,m, yaitu gaya peredam, gaya gravitasi dan gaya pengendali. Hal ini diberikan oleh persamaan 2.13. -Dl sin θ + (-mgl sin θ) + Fl sin θ = I θ
(2.13)
Kemudian ditetapkan bahwa gaya pengendali adalah fungsi waktu dan D bergantung pada kecepatan. Dengan mensibstitusi persamaan 2.10 dan 2.12 ke persamaan 2.13 dan menyusun ulang persamaan tersebut, maka diperoleh persamaan 2.14. ml2 θ + bl2 θ + mgl sin θ =F(t)l
(2.14)
b g F (t ) θ + sin θ = m l ml
(2.15)
θ +
Persamaan 2.15 merupakan persamaan differensial orde dua yang menggambarkan gerak pendulum sederhana.
Penyelesaian persamaan 2.15 terdiri dari dua bagian, yaitu penyelesaian transien dan penyelesaian keadaan tunak. Penyelesaian transien merupakan penyelesaian ketika sistem masih bergantung pada syarat-syarat awal (dengan sistem yang mendapat pengaruh redaman). Setelah sistem berjalan beberapa detik, penyelesaikan ini menjadi diabaikan karena penurunan amplitudo yang eksponensial, sehingga diperoleh penyelesaian keadaan tunak (Tipler, 1998).
Pendulum sederhana ini merupakan suatu sistem dinamis yang dapat menunjukkan perilaku chaos. Dalam kasus ini yang dibutuhkan adalah penentuan dua variabel, posisi dan kecepatan. Sebuah titik pada bidang posisi-kecepatan disebut sebagai keadaan (state) yang koordinatnya adalah posisi dan kecepatan. Keadaan bergerak sepanjang suatu lintasan pada bidang sementara pendulum berayun. Bila tak ada gesekan, lintasannya berbentuk lingkaran tertutup (loop) yang menyatakan keadaan akhirnya akan datang dalam bentuk keadaan awalnya. Dan jika terdapat gesekan, lintasannya terpilin menuju titik berhentinya pendulum. Sistem dinamis yang bersifat chaos tidak dapat dinyatakan dalam lintasan bentuk tertutup (Setiawan, 1991).
29
2.2.1.Pendulum Sederhana Linier
Persamaan 2.15. pada subbab 2.2. merupakan persamaan gerak pendulum sederhana dengan memperhatikan seluruh gaya yang bekerja pada pendulum. Sedangkan persamaan gerak pendulum sederhana yang terdapat pada buku ajar fisika dasar biasanya hanya
memperhatikan gaya gravitasi untuk gerak pendulum sederhana,
dengan mengabaikan gaya peredam dan gaya pengendali. Atau dengan kata lain, F(t) = 0 dan b = 0, sehingga persamaan 2.15. menjadi persamaan 2.16.
θ +
g sin θ = 0 l
(2.16)
Persamaan (2.15) merupakan persamaan nonlinier dan untuk simpangan yang kecil, θ << 1 radian maka sin θ ≈ θ, maka persamaan (2.16) menjadi persamaan 2.17. g l
θ = − θ
(2.17)
Persamaan 2.17 merupakan persamaan differensial linier orde kedua yang menggambarkan persamaan gerak pendulum sederhana linier dengan
g merupakan l
frekuensi alami pendulum (frekuensi ketika tidak ada gaya redaman dan gaya pengendali). Penyelesaian persamaan 2.17 secara analitis diberikan oleh persamaan 2.18 θ(t) = θo cos
g t l
(2.18)
Dengan periode diberikan oleh persamaan 2.19. T = 2π
l g
(2.19)
Gerak osilasi yang terjadi berupa sinusoidal terhadap waktu dan terus-menerus sepanjang waktu tanpa pelemahan. Sebagai contoh diberikan Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan l = 0,5 m ditunjukkan pada gambar 2.4 dan merupakan gerak harmonis sederhana.
30
(rad)
0.75 0.5 0.25 0.5
1
1.5
2
t (s)
-0.25 -0.5 -0.75
Gambar 2.4. Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan L = 0,5 m. Dan grafik antara θ Vs θ menghasilkan gambar fasa dari pendulum ini, dengan bentuk elips tertutup seperti pada gambar 2.5. Dengan dimulai dari titik koordinat (15,0), titik
yang yang disebut sebagai keadaan (state) akan bergerak
melingkar membentuk sebuah orbit bebentuk elips hingga waktu yang tak berhingga.
θ (rad/s)
0.75 0.5 0.25 -15
-10
-5 -0.25
5
10
15
(rad)
-0.5 -0.75
Gambar 2.5. Grafik θ Vs θ dari pendulum sederhana merupakan gambar fasa pendulum dengan bentuk elips Jika kondisi awal diubah sedikit, misalkan θo = π/3.5 maka akan diperoleh perbandingan grafik Grafik θ Vs t seperti gambar 2.5. Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa dua gelombang sinusoidal
berjalan dengan sedikit perbedaan
amplitudo, dan kondisi ini tidak berubah hingga waktu yang tak berhingga.
rad
0.75
0.5 0.25 0.5 -0.25
1
1.5
2
31
t s
-0.5 -0.75
Gambar 2.6. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan θo = π/3.5 Model pendulum ini tidak riil untuk dua hal penting, yaitu:
a. Sistem ini mengabaikan redaman yang mengakibatkan hilangnya gaya gerak pendulum secara berangsur-angsur, misalnya gaya gesek dengan udara. Sedangkan gerak sistem mekanika yang riil akan memperlihatkan adanya redaman jika tidak ada pengaruh gaya pengendali eksternal seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.2. Jadi, persamaan 2.17 telah gagal menjelaskan aspek penting ini.
b. Semua sistem yang riil akan memiliki beberapa derajat ketidaklinieran, yang menyebabkan adanya perilaku khusus pada sistem (Thompson et al,1986).
2.2.2. Pendulum Sederhana Nonlinier Gerak pendulum yang sudah dibicarakan pada subbab 2.2.1 masih dengan asumsi bahwa sin θ ≈ θ yang memberikan hasil yang secara kualitatif benar. Tetapi, jika sudut simpangan pada pendulum sembarang atau tidak dibatasi dengan asumsi tersebut maka persamaan dari pendulum adalah persamaan 2.16 yang merupakan persamaan nonlinier. Sedangkan periode untuk pendulum ini diberikan oleh persamaan 2.20. 2 1 1 3 1 2 1 T = T0 1 + 2 sin θ 0 + 2 sin 4 θ 0 + ... 2 2 2 4 2
(2.20)
32
Penyelesaian persamaan 2.16 dapat dilakukan dengan metode Euler atau dengan Integral Eliptik. Persamaan ini juga dapat diselesaikan secara numerik dengan bantuan komputer digital. Sebagai contoh diberikan grafik-grafik penyelesaian
persamaan 2.16 untuk θo = 0 dan θ = 1.95 rad/s dengan menggunakan Mathematica.
Grafik θ Vs t yang merupakan grafik simpangan pendulum ditunjukkan pada gambar 2.7.
rad
2 1 20
40
60
80
100
ts
-1 -2
Gambar 2.7. Grafik θ Vs t untuk θo = 0 dan θ = 1.95 rad/s. Sedangkan grafik θ Vs θ yang merupakan gambar fasa pendulum diberikan pada gambar 2.8.
θ (rad/s) 2 1
2
(rad)
2
-1 -2
Gambar 2.8. Grafik θ Vs θ dari pendulum sederhana nonlinier merupakan gambar fasa pendulum nonlinier
Dari gambar 2.7 dan 2.8 dapat terlihat bahwa pendulum juga tidak mengalami redaman sehingga gelombang yang dihasilkan berlangsung terus-menerus dengan
33
amplitudo konstan dan perioda yang juga konstan. Dan dari persamaan 2.16 juga dapat ditentukan nilai ∇F =
∂ω ∂ ( g / l sin θ ) = 0, maka sistem ini bersifat + ∂θ ∂ω
konservatif. Jika kondisi awal diubah sedikit, yaitu θ = 1.9 rad/s, akan diperoleh
perbandingan grafik θ Vs t seperti gambar 2.9. Dari grafik ini, diketahui bahwa dengan perubahan kondisi awal yang kecil ini menghasilkan amplitudo yang berbeda, dan karena perbedaan amplitudo ini maka akan dihasilkan sedikit perbedaan perioda
juga, tetapi perbedaan gelombang ini juga bersifat periodik (Thompson et al,1986).
rad
2 1 40
20
60
-1
80
100
ts
-2
Gambar 2.9. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk θ o= 1.95 rad/s dan θ o = 1.9 rad/s
2.2.3. Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam
Pada Subbab 2.2.2 telah diberikan penjelasan mengenai gerak pendulum sederhana nonlinier dengan mengabaikan efek redaman. Untuk gerak pendulum sederhana nonlinier teredam, persamaan geraknya adalah persamaan 2.15. dengan F(t) = 0, atau persamaan 2.21.
θ +
b g θ + sin θ = 0 m l
Dengan membuat pemisalan q =
(2.21)
b g dan Ω 2 = maka persamaan 2.21 menjadi m l
persamaan 2.22.
θ + q θ + Ω 2 sin θ = 0
(2.22)
34
Penyelesaian persamaan 2.22 dapat dilakukan dengan menggunakan metode numerik seperti yang telah disebutkan pada subbab 2.2.2 atau dengan bantuan komputer digital. Sebagai contoh diberikan grafik-grafik hasil penyelesaian persamaan 2.22 dengan menggunakan Mathematica. Grafik θ Vs t untuk kondisi awal θo = 0; q=0.08; θ o = 3 rad/s ditunjukkan pada gambar 2.10. rad
21 20
19 18
40
20
60
80
100
ts
Gambar 2.10. Grafik θ Vs t untuk kondisi awal θo = 0; q=0.08; θ o = 3 rad/s.
Dari gambar 2.10 ini dapat terlihat bahwa amplitudo berkurang secara lambat terhadap waktu, penurunan amplitudo ini merupakan penuruan eksponensial. Bila redaman kecil, pendulum berosilasi dengan frekuensi sudut mendekati frekuensi tak teredam. Sedangkan grafik θ Vs θ diberikan pada gambar 2.11. rad s
3
2 1
-1
2
3
4
rad
Gambar 2.11.Grafik θ Vs θ untuk pendulum nonlinier teredam dengan orbit yang berpilin menuju satu titik.
Dari gambar 2.11 dapat terlihat bahwa lintasan pendulum berpilin ke dalam satu titik. Titik tersebut tetap dan tidak bergerak, dan karena titik-titik itu menarik orbit-orbit yang berdekatan dengannya, maka titik ini disebut penarik (Attractor). Seperti yang kita ketahui bahwa setiap sistem yang akan diam seiring berjalannya waktu dapat dicirikan sebagai titik tetap dalam ruang fasa, orbit sistem ini akan tertarik ke dimensi yang lebih rendah, daerah ini juga disebut attractor. Penarik pada kasus ini merupakan penarik yang bukan chaos karena dapat diperkirakan dan tingkah lakunya dapat
35
diramalkan dengan tepat (Setiawan, 1991). Sifat disifatif dari sistem ini juga dapat ditentukan dari nilai ∇F =
∂ω ∂ (−qω − g / l sin θ ) + = −q ∂θ ∂ω
negatif.
, atau nilai ∇F bernilai
Jika kondisi awal diubah sedikit,misalnya untuk θo = 0; q=0.081; θ o = 3 rad/s maka akan diperoleh perbandingan grafik seperti gambar 2.12. rad
21 20 19 18
ts 20
40
60
80
100
Gambar 2.12. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk kondisi awal q=0.08 dan q=0.081
2.2.4. Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam dan Terkendali
Setelah gerak nonlinier teredam tetapi tak terkendali, masalah yang muncul kemudian adalah bagaimana jika gerak pendulum nonlinier tersebut terkendali melalui pengaruh luar. Dengan kehadiran pengaruh luar yang diberikan kepada sistem akan membuat sistem menjadi tak terprediksi.
Misalkan bahwa gaya luar yang bekerja pada sistem adalah persamaan 2.23 F(t) = A cos ΩD t
(2.23)
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.23 ke persamaan 2.15 maka diperoleh persamaan 2.24.
θ +
A cos Ω D t b g θ + sin θ = m l ml
Dengan permisalan q =
(2.24)
b g A , Ω2 = , dan a = , maka persamaan 2.24 dapat m l mg
ditulis sebagai persamaan 2.25.
36
θ +q θ + Ω 2 sin θ = a Ω 2 cos Ω D t
(2.25)
Persamaan 2.25 merupakan persamaan gerak untuk sistem pendulum nonlinier teredam dan terkendali. Gaya pengendali eksternal yang bekerja pada sistem ini dapat diperoleh dengan menggunakan arus bolak-balik (AC) yang diberikan secara horizontal (Pada sumbu x), jika massa, m berupa magnet yang dipasang secara vertikal. Sistem seperti ini biasa digunakan misalnya pada lengan robot (Hubbard, 2010).
Untuk sebuah sistem dinamis yang digambarkan melalui
persamaan
differensial orde dua, maka beberapa syarat penting yang harus dipenuhi, yaitu: a. Sistem tersebut harus memiliki setidaknya tiga variabel dinamis. b. Persamaan gerak harus memiliki suku nonlinier yang menggabungkan beberapa variabel.
Dan persamaan 2.26 dapat dipecah menjadi beberapa persamaan differensial orde pertama, yaitu: dω = − qω − Ω 2 sin θ + aΩ 2 cos Ω D t dt dθ =ω dt d (Ω D t ) = ΩD dt
(2.26)
Persamaan 2.26 merupakan suku nonlinier dari persamaan gerak sistem ini. Jadi, dengan nilai tertentu dari parameter-parameternya sistem ini akan menunjukkan gejala chaos (Baker et al, 1996).
Adapun kepentingan dibutuhkannya paling sedikit tiga variabel untuk menghasilkan tingkah laku chaos dapat dijelaskan berdasarkan gerak lintasan dalam ruang fasa. Karena lintasan tidak dapat berubah drastis bila pertambahan nilai parameternya berlangsung secara infinitesimal, maka satu-satunya gambaran yang dapat diterima adalah pecahnya orbit awal. Jika pecahnya orbit ini terjadi dalam sebuah bidang, maka setidaknya terdapat satu titik dimana lintasan memotong dirinya sendiri, dan hal itu melanggar keunikan solusi. Karena itu, pecahnya orbit tanpa
37
memotong dirinya sendiri hanya dapat terjadi pada ruang berdimensi tiga atau lebih (Setiawan, 1991). Sistem pendulum seperti ini banyak dimanfaatkan pada robot, peredam massatertala pada bangunan untuk mereduksi hempasan angin keras, dan peredam massa pasif untuk beban gempa.
2.3. Metode Runge-Kutta
Salah satu metode numerik yang digunakan dalam penyelesaian persamaan differesial adalah metode Runge-Kutta. Metode ini mencapai ketelitian suatu pendekatan deret Taylor tanpa memerlukan kalkulasi turunan yang lebih tinggi. Banyak perubahan terjadi, tetapi semuanya dapat ditampung dalam bentuk umum dari persamaan 2.27. yi+1 = yi + f (xi, yi, h) h
(2.27)
dimana f (xi, yi, h) disebut suatu fungsi yang dapat diinterpretasikan sebagai sebuah slope rata-rata sepanjang interval. Fungsi tersebut dapat ditulis dalam bentuk umum dalam persamaan 2.28. f = a1 k1 + a2 k2 + … + an kn
(2.28)
dimana setiap a adalah konstanta dan setiap k besarnya adalah persamaan-persamaan 2.29. k1 = f(xi , yi ) k2 = f(xi + p1h, yi + q11 k1h) k3 = f(xi + p2h, yi + q21 k1h + q22k2h) (2.29) kn = f(xi + pn-1h, yi + qn-1,1 k1h + qn-1,2 k2h + ...+ qn-1,n-1 kn-1h) Semua harga k berhubungan secara rekurensi. Artinya k1 muncul dalam persamaan untuk k2, yang muncul lagi dalam persamaan untuk k3, dan seterusnya. Rekurensi ini membuat metode RK efisien untuk kalkulasi oleh komputer (Raymond et al, 1991).
Berbagai jenis metode Runge-Kutta dapat direncanakan dengan melaksanakan jumlah suku-suku yang berbeda pada fungsi tersebut seperti dinyatakan oleh n. untuk n = 1 atau RK orde pertama ternyata adalah metode Euler, yaitu persamaan 2.30.
38
y1 = y0+ h f(x0,y0)
(2.30)
Dalam deret Taylor didapatkan persamaan 2.31. h2 y 0 = y(x0 + h) = y 0 + h f(x0 , y 0 ) + f ' ( x0 , y 0 ) + ... 2!
(2.31)
Untuk metode RK orde kedua diberikan oleh persamaan-persamaan 2.32. k1 = hf(x , y) 1 1 k 2 = hf x + h, y + k1 2 2 ∆y = k 2 , dengan h = ∆x
(2.32)
Metode RK orde tiga diberikan oleh persamaan-persamaan 2.33. k1 = hf(x , y) 1 1 k 2 = hf x + h, y + k1 2 2 k 3 = hf ( x + h, y + 2k 2 − k1 ) ∆y =
(2.33)
1 ( k1 + 4 k 2 + k 3 ) 6
Metode RK orde empat diberikan oleh persamaan-persamaan 2.34. k1 = hf(x , y) 1 1 k 2 = hf x + h, y + k1 2 2 1 1 k 3 = hf x + h, y + k 2 2 2 k 4 = hf ( x + h, y + k 3 )
(2.34)
1 ( k1 + 2 k 2 + 2 k 3 + k 4 ) 6 y ( x + h) = y ( x) + ∆y
∆y =
Sedangkan untuk menyelesaikan persamaan differensial orde dua digunakan metode RK
orde empat dengan terlebih dahulu membuat permisalan. Ditinjau
persamaan differensial orde dua seperti pada persamaan 2.35. d2y dy = f ( x, y , ) 2 dx dx
(2.35)
39
Dengan y(x0) = y0, dan y’(x0)= y0’ . Persamaan 2.35. dibuat permisalan sehingga diperoleh persamaan-persamaan 2.36. dy = y′ = z dx dz = z ′ = y ′′ = f ( x, y, y ′) = f ( x, y, z ) dx
(2.36)
Persamaan-persamaan 2.36. merupakan persamaan-persamaan simultan yang dapat juga dituliskan sebagai f1(x,y,z)=z dan f2(x,y,z)=f(x,y,z). Berdasarkan persamaanpersamaan 2.36 tersebut, persamaan differensial orde tersebut diselesaikan dengan mengikuti aturan metode RK orde empat pada persamaan 2.34 (Kandasamy et al,1997). Metode Runge-Kutta orde 4 yang nilainya berupa fungsi f(x,y) harus dievaluasi pada setiap langkah-langkah penyelesaiannya. Karenanya metode ini, ditinjau dari sisi efisiensi waktu adalah kurang efisien (Iyengar et al, 2006). Namun, karena dalam simulasi ini variabel yang terlibat hanya sedikit maka efisiensi tersebut menjadi tidak dominan. Mengingat bahwa pemrograman dengan Runge-Kutta orde 4 lebih sederhana dalam implementasinya, maka pada penelitian ini dipilih penyelesaian dengan metode Runge-Kutta orde 4.
40
BAB 3
ANALISIS MASALAH DAN PERANCANGAN PROGRAM
3.1. Analisis Masalah
3.1.1.Persamaan
Gerak
Pendulum
Sederhana
Nonlinier
Teredam
dan
Terkendali
Persamaan differensial yang akan diselesaikan adalah persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali adalah persamaan 2.21. pada subbab 2.2.4. yang juga dapat dituliskan dengan persamaan 3.1. d 2θ dθ = −Ω 2 sin θ − q + aΩ 2 cos Ω D t 2 dt dt Dimana q =
(3.1)
A b g , Ω2 = , dan a = . Dengan θ adalah sudut yang dibentuk m l mg
pendulum dengan garis vertikal, b adalah koefisien redaman, Ω 2 merupakan frekuensi alami (Seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.2.1) dari osilasi pendulum, Ω D dan A masing-masing adalah frekuensi dan amplitudo gaya pengendali eksternal. Dengan catatan bahwa efek dari percepatan vertikal sumbu adalah sebanding dengan medan gravitasi bergantung waktu (Gould et al, 1988).
Persamaan 3.1. memenuhi syarat perlu untuk kondisi chaos ketika persamaan 3.1. tersebut dituliskan sebagai satu set persamaan differensial orde pertama yaitu persamaan 3.2.
41
dω = − qω − Ω 2 sin θ + aΩ 2 cos Ω D t dt dθ =ω dt d (Ω D t ) = ΩD dt
(3.2)
Berdasarkan persamaan 3.2, maka dapat dikatakan bahwa sistem pendulum sederhana ini memiliki tiga variabel, maka lintasannya terletak pada ruang fasa 3 dimensi, ruang minimum terbentuknya gejala chaos. Dari persamaan 3.2. ini juga diketahui bahwa ∂ω ∂ (− qω − Ω 2 sin θ + aΩ 2 cos Ω D t ) sehingga ∇F =-q berarti sistem bersifat + ∇F = ∂θ ∂ω disipatif.
Agar sistem dapat menampilkan gejala chaos dengan jelas, maka ditentukan dalam keadaan tanpa dimensi (Dimensionless) yaitu m = g = l = 1 sehingga Ω 2 =1. (Baker et al, 1996), berdasarkan hal ini, maka ditetapkan percepatan gravitasi, g sebesar 9,8 m/s2 dengan panjang tali, l sebesar 9,8 m sehingga tercapai keadaan Ω 2 =1 dan massa beban, m dianggap sama dengan 1 (Dimensionless) yang merupakan suatu bentuk penyederhaan yang sering digunakan dalam simulasi.
Persamaan 3.1. juga memiliki beberapa parameter yang nilainya dapat divariasikan, yaitu Ω D , A, dan b. Dalam hal ini, suatu ruang parameter tiga dimensi yang setiap titiknya mewakili ketiga parameter tersebut dapat ditentukan. Namun, penyelidikan menyeluruh terhadap perilaku sistem sebagai fungsi ketiga parameter tersebut tidak dapat dilakukan (Baker et al, 1996). Untuk itu dalam penelitian ini parameter yang divariasikan nilainya dalam menganalisis gejala chaos adalah amplitudo gaya pengendali eksternal, A, dengan memvariasikan a sementara Ω D dipertahankan konstan. Nilai Ω D ditentukan
pada Ω D ≈ Ω 2 atau Ω D ≈1 agar
pendulum dapat menampilkan gejala chaos dengan jelas (Baker et al, 1996). Maka, dalam penelitian ini diberikan nilai Ω D =
2 . 3
Nilai kecepatan sudut awal pendulum, ω0 pada program dapat divariasikan, tetapi dalam menganalisis gejala chaos nilai ω0 yang dipakai adalah pada ω0 = 0.8
42
rad/s, hal ini dimaksudkan agar ω0 > Ω D sehingga keadaan chaos dianalisis dengan jelas. Sedangkan nilai θ0 pada program terdiri dari dua, yaitu θ01 dan θ02. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perbandingan gerak pendulum jika kondisi awalnya diubah sedikit (0.01 rad). Adapun nilai yang dipakai sebenarnya adalah pada θ0 = θ01 = 0.8 rad. Selanjutnya ditentukan nilai koefisien redaman, q < ω0 sehingga pendulum tidak teredam kritis (Kembali ke keadaan seimbang tanpa osilasi), dalam penelitian ini ditentukan nilai q =
ω0 2
= 0.4.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penentuan parameterparameter di atas dimaksdukan agar keadaan-keadaan periodik, kuasiperiodik, dan chaos pada sistem dapat dianalisis dengan jelas. Namun, sebagai perbandingan akan diteliti pula keadaan-keadaan sistem bila nilai koefisien redaman, q dan panjang tali, l juga divariasikan (Hal ini diberikan pada subbab 4.4).
3.1.2. Penyelesaian dengan Metode Runge-Kutta Orde Empat
Persamaan 3.1. merupakan persamaan differensial biasa orde dua, untuk itu dalam menyelesaikanya dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde empat, persamaan 3.1. dimisalkan dengan persamaan 3.3. dan persamaan 3.4. dθ =ω dt
(3.3)
dω = −qω − Ω 2 sin θ + aΩ 2 cos Ω D t = f (t , θ , ω ) dt
(3.4)
Persamaan 3.2. dan persamaan 3.3. merupakan persamaan-persamaan simultan dengan f1(t,θ,ω) = ω dan f2(t, θ,ω) = f(t, θ,ω). Dengan memberikan syarat awal θ0 pada persamaan 3.3 dan ω0 pada persamaan 3.4, maka akan diperoleh kecepatan anguler dan simpangan pada setiap saat. Dan untuk menyelesaikan persamaan 3.3. dan 3.4. digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
43
k1n =f1 (tn,θn,ωn) l1n =f2 (tn,θn,ωn) 1 1 1 k 2n =f1 (tn + h , θn + k1 , ωn+ l1) 2 2 2 1 1 1 l 2n= f2 (tn + h , θn + k1 , ωn+ l1) 2 2 2 1 1 1 k 3n =f1 (tn + h , θn+ k2 , ωn+ l2) 2 2 2 1 1 1 l 3n= f2 (tn + h , θn + k2 , ωn+ l2) 2 2 2 k4n =f1 (tn +h, θn +k3 , ωn+l3)
(3.5)
l4n =f2 (tn +h, θn +k3 , ωn+l3) Setelah mendapatkan harga-harga k dan l pada persamaan 3.5. maka selanjutnya dihitung nilai-nilai θ dan ω. θn+1 = θn+ 1 h (k1n+ 2k2n + 2k3n + k4n ) 6
(3.6)
ωn+1 = ωn+ 1 h (l1n+ 2l2n + 2l3n + l4n ) 6
(3.7)
Langkah-langkah pada persamaan 3.5 diulang sampai dengan tmax yang diberikan.
3.1.3. Penentuan Ruang Fasa dan Belahan Poincarè
Seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.1.1.1. bahwa ruang fasa memiliki koordinat-koordinat yang mewakili variabel-variabel yang diperlukan untuk menentukan keadaan sistem pada saat tersebut. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang digunakan sebagai analisis adalah kecepatan sudut, ω(t), dan posisi sudut, θ(t), dan ruang fasanya berbentuk bidang. Jika hasil penyelesaian persamaan gerak pendulum yang diperoleh pada subbab 3.1.2 diplot antara kecepatan sudut dengan posisi sudut, maka hasil yang akan diperoleh yaitu lintasan bergerak sepanjang - ~ sampai + ~, hal ini secara matematika sudah benar. Tetapi secara fisika, lintasan hanya dapat bergerak antara –π sampai +π dengan garis penghubung yang berdekatan diabaikan. Berdasarkan hal ini, maka lintasan sistem yang akan dianalisis dipotong, sehingga lintasan yang tersisa hanya pada batas –π sampai +π dengan 150 langkah.
44
Pada ruang fasa yang telah dijelaskan di atas, koordinat ω(t), dan θ(t) ditentukan pada t= 0, Δt, 2 Δt, 3 Δt, dan seterusnya, dengan Δt= T/150, T adalah periode gaya pengendali eksternal dengan nilai, T =
2π . Agar dapat memperlihatkan ΩD
karakteristik sistem dinamis dengan baik, maka jejak lintasan yang muncul harus ditampilkan dengan jelas. Untuk itu ditentukan belahan Poincarè, dengan memplot titik-titik potong lintasan pada bidang setiap t = mT (m = 0,1,2,3,...). Dan dalam penelitian ini, titik pada dua langkah pertama dihilangkan untuk menghindari efek transien sistem. Dari hasil plot titik-titik tersebut, dapat ditentukan periodik atau tidaknya sistem. Jika lintasan-lintasannya yang berulang pada periode T, maka dapat dikatakan bahwa sistem tersebut periodik, sedangkan jika lintasannya tidak tepat berulang maka sistem tersebut dapat dikatakan tidak periodik.
3.2. Perancangan Program
Simulasi gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali ini diraancang dengan menggunakan seperangkat notebook yang menggunakan prosesor Intel Core 2 Duo dengan menggunakan bahasa pemrograman Mathematica Versi 6.
Adapun Proses perancangan program penelitian ini dirancang melalui tahapantahapan sebagai berikut:
a. Perancangan diagram alir (flowchart) dan algoritma simulasi penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta orde 4.
b. Pembuatan program lengkap berdasarkan rancangan diagram alir dan algoritma dengan menggunakan bahasa pemrograman Mathematica Versi 6.
45
3.2.1. Perancangan Diagram Alir (Flowchart)
Dalam merancang suatu program yang terstruktur dan terkendali dengan baik, terlebih dahulu perlu dilakukan perancangan diagram alir (flowchart) serta algoritma program sehingga dapat memperjelas langkah-langkah dalam membuat program secara utuh. Rancangan diagram alir program bantu dapat dilihat pada gambar 3.1. dan 3.2.
46
Gambar 3.1. Diagram Alir Simulasi persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta Orde 4.
47
Keterangan Gambar:
a. Input Data. Simulasi dimulai dengan memberikan data-data input terlebih dahulu. Data input pada simulasi ini yaitu, frekuensi, percepatan gravitasi bumi, panjang tali pendulum, a, rentang waktu, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 (θ01 dan θ02 ) dan ω0 serta nilai amplitudo gaya pengendali eksternal divariasikan.
b. Pendefinisian koefisien-koefisien Runge-Kutta orde 4. Koefisien-koefisien Runge-Kutta orde 4 didefinisikan berdasarkan persamaanpersamaan 3.5.
c. Pendefinisian Orde Runge-Kutta. Orde yang digunakan pada penelitian ini adalah orde 4.
d. Menyelesaikan Persamaan Gerak Pendulum dengan metode Runge-Kutta. Persamaan gerak pendulum nonlinier teredam dan terkendali diselesaikan dengan menggunakan langkah-langkah penyelesaian yang telah didefinisikan pada point c.
e. Membaca pemilihan tampilan. Program membaca pemilihan tampilan yang dipilih oleh pengguna, jika tampilan yang diinginkan adalah “Grafik Simpangan”, maka plot yang ditampilkan adalah plot posisi sudut, θ(t) vs waktu,t. Jika tampilan yang diinginkan adalah “Ruang Fasa“ maka
program akan menentukan batas
Lintasan yang akan ditampilkan, yaitu pada rentang –π sampai +π, dan memplot titik lintasan (ω(t), dan θ(t) pada t= 0, Δt, 2 Δt, 3 Δt, dan seterusnya, dengan Δt= T/150. Jika tampilan yang diinginkan adalah “Belahan Poincarè“ maka program akan menetukan batas lintasan yang akan ditentukan, yaitu pada rentang –π sampai +π, dan memplot titik-titik potong lintasan pada bidang setiap t = mT (m = 0,1,2,3,...). Semua grafik tersebut pada nilai θ0 = θ01. Jika tampilan
adalah
“Sensitivitas
Kondisi
Awal”
maka
menampilkan dua grafik θ vs t sekaligus dalam satu tampilan.
program
akan
48
Gambar 3.2. Diagram Alir Animasi persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali.
49
Keterangan Gambar:
a. Input Data. Simulasi dimulai dengan memberikan data-data input terlebih dahulu. Data input pada simulasi ini yaitu, frekuensi, percepatan gravitasi bumi, panjang tali pendulum, a, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 dan ω0 serta nilai amplitudo gaya pengendali eksternal divariasikan.
b. Penentuan Sudut awal (dalam radian). Sudut awal masukan adalah dalam derajat sehingga perlu dikonversi dalam radian, dengan θ 0 (rad ) =
θ 0 (derajat ) × π 180
.
c. Penyelesaian Persamaan gerak Pendulum Nonlinier Teredam dan Terkendali. Persamaan Gerak Pendulum yang merupakan persamaan differensial orde dua diselesaikan dengan menggunakan fungsi NDSolve yang terdapat pada bahasa pemrograman Mathematica Versi 6. Persamaan gerak yang diselesaikan ada dua, yaitu untuk nilai θ0 = θ01 dan θ0 = θ02. d. Penentuan Komponen Tangensial dan Radial Pendulum. Komponen tangensial dari pendulum yaitu, sin
θ dan komponen radial
pendulum, yaitu cos θ berdasarkan hasil penyelesaian persamaan gerak pendulum.
e. Menampilkan hasil visualisasi dari Pendulum sederhana. Hasil visualisasi diperoleh dari fungsi Graphics yang terdapat pada bahasa pemrograman Mathematica Versi 6 berdasarkan komponen tangensial dan radial pada point d. Untuk nilai θ0 = θ01 warna pendulum adalah biru, dan untuk θ0 = θ02 warna pendulum adalah hijau. Jika θ01= θ02 maka yang tampak hanya pendulum biru.
50
f. Menganimasikan visualisasi pendulum. Hasil visualisasi dianimasikan sesuai dengan penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan menggunakan fungsi Trigger pada bahasa pemrograman Mathematica Versi 6. Jika terdapat perbedaan yang kecil pada keadaan chaos, maka pendulum biru dan pendulum hijau akan memiliki gerak yang berbeda.
3.2.2. Algoritma Program Bantu
Adapun algoritma program bantu yang digunakan dalam penyelesaian persamaan gerak pendulum dengan metode Runge-Kutta orde 4 adalah sebagai berikut:
INPUT a. Ω D = Frekuensi gaya pengendali eksternal b. a
= Variabel untuk memvariasikan amplitudo gaya pengendali eksternal
c. q
= Variabel untuk merepresentasikan koefisien redaman
d. g
= Percepatan gravitasi bumi
e. l
= Panjang Tali Pendulum
f. θo
= Sudut awal pendulum (θ pada t = 0) dalam program terdiri dari θ01 dan θ02.
g. ω0
= Kecepatan sudut awal pendulum (ω pada t = 0)
h. p
= Waktu maksimum terjadinya osilasi pendulum
PROSES a. Membaca data masukan berupa , frekuensi gaya pengendali eksternal, percepatan gravitasi bumi, panjang tali
pendulum, amplitudo gaya
pengendali eksternal, koefisien redaman, waktu maksimum, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 dan ω0. b. Menentukan koefisien-koefisien Runge-Kutta orde 4. c. Menentukan orde yang digunakan pada metode Runge-Kutta.
51
d. Menyelesaikan persamaan gerak pendulum nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta orde 4 yang telah didefinisikan pada langkah point b. e. Menentukan potongan lintasan pada rentang –π sampai +π sebagai ruang fasa. f. Menentukan titik-titik potong lintasan pada bidang setiap t = mT (m = 0,1,2,3,...) sebagai Belahan Poincarè.
OUTPUT a. Hasil ditampilkan dengan menekan tombol Shift + Enter. b. Mem-plot hasil penyelesaian, yaitu plot posisi sudut vs waktu. c. Mem-plot kecepatan sudut vs posisi sudut (ruang fasa). d. Mem-plot belahan Poincaré. e. Mem-plot hasil penyelesaian, yaitu plot posisi sudut vs waktu untuk θ01 dan θ02. Sedangkan algoritma program bantu yang digunakan dalam animasi gerak pendulum adalah sebagai berikut:
INPUT a. Ω D = Frekuensi gaya pengendali eksternal b. a
= Variabel untuk memvariasikan amplitudo gaya pengendali eksternal
c. q
= Variabel untuk merepresentasikan koefisien redaman
d. g
= Percepatan gravitasi bumi
e. l
= Panjang Tali Pendulum
f. θo = Sudut awal pendulum (θ pada t = 0) dengan satuan derajat dalam program terdiri dari θ01 dan θ02. g. ω0
= Kecepatan sudut awal pendulum (ω pada t = 0) dengan satuan rad/s
PROSES a. Membaca data masukan berupa frekuensi gaya pengendali eksternal, percepatan gravitasi bumi, panjang tali pendulum, amplitudo gaya pengendali eksternal, koefisien redaman, dan syarat awal persamaan gerak pendulum, θ0 (θ01 dan θ02) dan ω0.
52
b. Menkonversi nilai sudut awal ke dalam radian. c. Menyelesaikan persamaan gerak pendulum nonlinier teredam dan terkendali dengan fungsi NDSolve. d. Menentukan komponen tangensial dan radial dari pendulum. e. Memvisualisasikan pendulum sederhana dengan fungsi Graphics berdasarkan komponen tangensial dan radial. f. Menganimasikan visualisasi pendulum dengan fungsi Trigger.
OUTPUT a. Hasil ditampilkan dengan menekan tombol Shift + Enter. b. Menampilkan hasil visualisasi pendulum sederhana. c. Menganimasikan visualisasi pendulum sederhana dengan menekan tombol “Animasi” pada hasil eksekusi program.
53
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil eksekusi program simulasi pada Lampiran A adalah berupa grafik-grafik keluaran dari penyelesaian persamaan gerak pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan metode Runge-Kutta orde 4 yang terintegrasi pada suatu tampilan GUI seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.1. Tampilan grafik pada hasil eksekusi program tersebut dapat diganti dengan mengubah menu “Tampilan” yang berbentuk Pop Up Menu. Grafik-grafik keluaran tersebut meliputi Grafik Simpangan ( Plot posisi sudut vs waktu ), ruang fasa ( Plot kecepatan sudut vs posisi sudut ), dan belahan Poincarè. Ketiga grafik keluaran ini digunakan untuk menganalisis perilaku sistem pendulum sederhana nonlinier, yaitu periodik, kuasiperiodik, atau chaos secara kualitatif. Analisis kualitatif tersebut diperkuat oleh perbandingan plot posisi sudut vs waktu yang menunjukkan sensitivitas sistem terhadap kondisi awal dan menunjukkan karakteristik chaos deterministik dalam sistem, yaitu perubahan yang kecil pada kondisi awal dapat menyebabkan perubahan besar dan tak terprediksi untuk sistem chaos. Pada gambar 4.1. dapat dilihat bahwa nilai – nilai dari ω0, θ0, l, q, dan a dapat divariasikan, tetapi dalam analisis gejala chaos nilai yang dipakai pada subbab 4.1, 4.2, dan 4.3 adalah ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 dengan 3
memvariasikan nilai dari amplitudo gaya eksternal yang direpresentasikan oleh a. Dan untuk melihat karakteristik sensitivitas terhadap kondisi awal, nilai θ02 dapat ditentukan sebesar 0.81. Namun, hasil pengujian program dengan beberapa variasi parameter-parameter lainnya lebih lanjut diberikan pada subbab 4.4.
54
Gambar 4.1. Hasil eksekusi Program “Simulasi Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam Dan Terkendali” pada Lampiran A
Sedangkan hasil eksekusi program animasi gerak pendulum sederhana nonlinier yang terdapat pada Lampiran B ditunjukkan pada gambar 4.2. Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa nilai dari ω0, θ0, l, q, dan a, tetapi nilai yang dipakai dalam analisis pada subbab 4.1, 4.2, dan 4.3 adalah sama seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya. Visualisasi pendulum sederhana tersebut dapat dianimasikan dengan menggunakan menu “Animasi”.
55
Gambar 4.2. Hasil eksekusi program “Animasi Gerak Pendulum Sederhana Nonlinier” pada lampiran B.
4.1. Keadaan Periodik
Keadaan periodik dari pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali dengan ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 tercapai untuk nilai a = 0.3, hal 3
ini dianalisis dari grafik-grafik keluaran yang ditunjukkan pada gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6.
56
Gambar 4.3. Grafik θ Vs t dengan a = 0.3, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada kondisi 3
awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8. Gambar 4.3. menunjukkan perilaku simpangan θ pada setiap saat (t) untuk pemilihan amplitudo gaya pengendali eksternal yang kecil yaitu pada a = 0,3. Dalam kondisi ini terdapat dua daerah osilasi. Osilasi yang pertama terjadi pada rentang waktu, 0-20 s, pada kondisi ini pengaruh redaman masih berpengaruh sehingga osilasi mengarah ke keadaan transien dengan amplitudonya mengalami penurunan secara ekponensial. Pengaruh redaman ini selanjutnya dapat diantisipasi oleh gaya pengendali eksternal sehingga pendulum mengalami osilasi yang kedua pada keadaan tunak, yaitu pada rentang waktu 20 s sampai waktu tak berhingga (Osilasi harmonik) dengan frekuensi gaya pengendali eksternal, Ω D . Jika keadaan awal diubah sedikit, yaitu
θ0
menjadi 0.81, maka perbandingan plot posisi sudut vs waktu yang
ditunjukkan pada gambar 4.4 untuk θ01 = 0.8 (Hitam) dan θ02 = 0.81 (Hijau) menunjukkan bahwa grafik yang tampak hanya untuk θ02 = 0.81 karena kedua lintasan posisi sudut berjalan selaras, berarti sistem ini tidak sensitif terhadap kondisi awal.
57
Gambar 4.4. Grafik θ Vs t dengan a = 0.3, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada dua 3
kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ01 = 0.8 dan θ01 = 0.81 berjalan selaras.
Gambar 4.5. Ruang fasa dengan a = 0.3, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada kondisi 3
awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8. Pada gambar 4.5. menunjukkan keadaan pendulum sederhana (ditentukan oleh koordinat posisi-kecepatan sudut) yang bergerak sepanjang suatu lintasan pada bidang fasa sementara pendulum berayun. Karena adanya penurunan energi akibat redaman, lintasan pada keadaan transien terpilin ke pusat bidang. Namun, selanjutnya efek redaman ini diantisipasi oleh energi yang diserap dari gaya pengendali eksternal sehingga keadaan menjadi tunak dengan bentuk lintasan tertutup. Lintasan tertutup ini
58
menandakan bahwa pendulum bersifat periodik, dengan keadaan akhirnya datang dengan keadaan awalnya.
Gambar 4.6. Belahan Poincarè dengan a = 0.3, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D = kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.
2 pada 3
Untuk dapat memperlihatkan jejak lintasan dalam kasus ini secara lebih jelas, maka dipergunakan belahan Poincarè. Dalam kasus periodik belahan Poincarè diberikan pada gambar 4.6. Berdasarkan gambar 4.5. telah diketahui bahwa lintasan dari pendulum sederhana adalah orbit tertutup, maka belahan Poincarè yang terbentuk hanya satu titik, artinya lintasan-lintasan pendulum sederhana hanya memotong bidang pada satu titik tetap.
Hasil animasi untuk a = 0.3 juga menunjukkan bahwa pendulum sederhana pada awalnya berayun dengan sudut simpangan lebih dari 0.8 rad, tetapi kemudian mengalami osilasi harmonis pada sudut lebih kecil dari 0.8 rad, atau berdasarkan gambar 4.3, berada pada sudut simpangan 0.5 rad. Dan keadaan tersebut berlangsung terus-menerus hingga waktu tak berhingga.
4.2. Keadaan Kuasiperiodik
Keadaan Kuasiperiodik adalah keadaan dimana suatu sistem dinamis mengalami penggandaan perioda. Keadaan ini merupakan jalan ke arah terjadinya chaos, dimana
59
chaos itu sendiri terjadi bila suatu sistem mengalami penggandaan perioda beberapa kali. Pada penelitian ini, keadaan kuasiperiodik tercapai pada a=1.23 untuk ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 . Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.7, 4.8, 3
4.9 dan 4.10.
Gambar 4.7. Grafik θ Vs t dengan a = 1.23, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada kondisi 3
awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8. Hasil yang ditunjukkan pada gambar 4.7. memperlihatkan bahwa pendulum bergerak berlawanan arah awal pendulum dan mengalami gerakan yang tidak harmonik lagi. Pada grafik ini juga terlihat keadaan transien dari sistem terjadi pada 60 s pertama, selanjutnya posisi sudut bergerak berlawanan arah dengan dua daerah osilasi, yaitu pada rentang 60 s – 250 s dan pada rentang 250 s – 400 s, artinya lintasan tetap mengalami perulangan tetapi butuh waktu lebih lama untuk melihat perulangan tersebut, sehingga tampak lebih kompleks. Hal tersebut dikatakan sebagai penggandaan periode, namun sistem ini masih bersifat periodik. Jika keadaan awal diubah sedikit, yaitu θ0 menjadi 0.81, maka perbandingan plot posisi sudut vs waktu untuk θ01 = 0.8 dan θ02 = 0.81 menunjukkan bahwa kedua lintasan masih berjalan selaras, artinya sistem pada kondisi ini juga belum menunjukkan karakteristik kesensitifan terhadap kondisi awal. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.8.
60
Gambar 4.8. Grafik θ Vs t dengan a = 1.23, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada dua 3
kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ01 = 0.8 dan θ01 = 0.81 masih berjalan selaras.
Gambar 4.9. Ruang fasa dengan a = 1.23, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada kondisi 3
awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8. Pada gambar 4.9. terlihat bahwa lintasan bergerak tidak lagi dengan lintasan tertutup. Lintasan pada keadaan transien tertarik ke satu titik pada ruang fasa, namun karena amplitudo gaya pengendali eksternal yang cukup besar maka energi yang diserap pendulum pun menjadi cukup besar, Energi ini selain mengantisipasi redaman
61
juga menyebabkan perubahan keadaan yang drastis dari pendulum, hal ini menyebabkan pecahnya orbit awal. sehingga lintasan bergerak dengan dua periode yang berbeda, atau mengalami penggandaan periode.
Gambar 4.10. Belahan Poincarè dengan a = 1.23, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D = kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.
2 pada 3
Dari gambar 4.10. dapat dilihat bahwa titik potong yang terbentuk adalah dua titik tetap, artinya lintasan-lintasan gerak pendulum sederhana tidak hanya bergerak memotong bidang pada satu titik, tetapi juga memotong bidang pada titik koordinat lain pada beberapa waktu kemudian (Dua periode). Untuk titik pada koordinat (0.5 , 1), mengindikasikan bahwa terdapat lintasan-lintasan yang memotong bidang tidak tepat pada titik tersebut. Hal ini terjadi karena adanya efek transien sistem seperti yang juga terlihat pada ruang fasa.
Hasil animasi juga menunjukkan bahwa pendulum terus bergerak berlawanan arah awal posisi sudut pendulum. Hal sesuai dengan penjelasan tentang grafik θ vs t untuk a = 1.23.
4.3. Keadaan Chaos. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa keadaan chaos terjadi bila suatu sistem mengalami penggandaan perioda beberapa kali. Pada penelitian ini kondisi
62
chaos sudah tercapai pada a = 1.36 untuk ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8, nilai q = 0.4, Ω 2 = 1, ΩD =
2 . Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.11, 4.12, 4.13 dan 4.14. 3
Gambar 4.11. Grafik θ Vs t dengan a = 1.36, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada kondisi 3
awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8.
Dari gambar 4.11. ini dapat dilihat bahwa gerak pendulum sederhana sudah tidak beraturan, terdapat lonjakan-lonjakan dan penurunan-penurunan posisi sudut dengan pola yang tidak beraturan atau dengan kata lain gerakannya tak pernah berulang dan terus-menerus melakukan gerakan yang berbeda. Hal ini dapat dijelaskan bahwa amplitudo gaya pengendali eksternal yang besar menyebabkan energi yang diserap pendulum menjadi besar, dan karena gaya yang diberikan adalah gaya
yang
berubah
secara
harmonis
terhadap
waktu
(nonlinier),
maka
keberlangsungan tak hingga penggandaan periode terjadi lagi dalam selang frekuensi yang lebih rapat dari keadaan kuasiperiodik. Dalam hal ini, langkah yang tak berhingga hanya menempuh suatu jarak berhingga sehingga periodenya menjadi tak berhingga. Hal inilah yang dikatakan sebagai keadaan chaos.
63
Seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.1, bahwa kondisi chaos selain memiliki gerakan yang kompleks juga memiliki kesensitifan yang ekstrim terhadap kondisi awal. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4.12, dimana terdapat dua keadaan awal yang berbeda sedikit yaitu senilai 0.01 yang pada awalnya bergerak selaras, namun pada 20 sekon kemudian kedua gerakan akan berubah dan menyebar makin jauh satu dengan yang lainnya. Menurut Walker (1991, hal: 460) hal ini dapat diandaikan seperti mengurai seutas tali menjadi dua helai individual. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem yang bersifat chaos menjadi tidak dapat diprediksi, karena dengan adanya gangguan sekecil apapun, gerakan sistem akan berubah jauh dari perkiraan awal.
Gambar 4.12. Grafik θ Vs t dengan a = 1.36, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada dua 3
kondisi awal ω0 = 0.8, θ01 = 0.8 (Hitam) dan ω0 = 0.8, θ02 = 0.81 (Hijau). Satu hal menarik lain yang dapat dituliskan disini adalah bahwa gerakan akhir dari sistem ini bergantung secara pasti pada bagaimana sistem dimulai atau bersifat deterministik. Oleh sebab itu keadaan seperti ini dikatakan sebagai chaos deterministik. Sebagai sistem yang bersifat deterministik, sistem ini dapat diprediksi untuk jangka waktu yang pendek, dan sebagai sistem yang bersifat chaos maka sistem ini menjadi tidak dapat diprediksi untuk jangka waktu panjang. Dan rentang waktu ini
64
bergantung pada masing-masing sistem. Dalam gambar 4.12. terlihat bahwa prediksi untuk sistem pendulum sederhana ini dapat diketahui pada sekitar 20 sekon pertama.
Gambar 4.13. Ruang fasa dengan a = 1.36, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada kondisi 3
awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8. Gambar 4.13 memperlihatkan lintasan-lintasan gerak pendulum sederhana yang sudah kompleks dengan memiliki banyak perioda. Berbeda dengan ruang fasa pada keadaan kuasiperiodik yang masih dapat ditinjau lintasan-lintasannya, Lintasanlintasan pada ruang fasa ini menjadi sulit untuk diidentifikasi karena geometri lintasan yang kompleks. Geometri yang demikian ini dikatakan sebagai Chaotic Attractor atau sering disebut Strange Attractor karena bentuknya yang ganjil. Hal ini dapat dijelaskan bahwa energi yang besar dari gaya pengendali eksternal menyebabkan ketidaklinieran dari sistem dan menyebabkan lintasan pecah dan kemudian pecah lagi menjadi beberapa lintasan, begitu seterusnya. Namun, menurut Setiawan (1991, hal: 9) karena attractor ini memiliki ukuran yang berhingga maka lintasan-lintasan tersebut tidak dapat dipisahkan secara eksponensial, dan melipat ke arah dirinya sendiri, dan terbentuklah lipatan dalam lipatan, hal inilah yang membentuk geometri yang kompleks.
65
Gambar 4.14. Belahan Poincarè dengan a = 1.36, q = 0.4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 pada 3
kondisi awal ω0 = 0.8, dan θ0 = 0.8. Lintasan-lintasan pendulum sederhana yang ditunjukkan pada gambar 4.13 diperjelas dengan belahan Poincarè pada gambar 4.14. Dapat dianalisis bahwa Lintasan-lintasan pendulum sederhana memotong bidang pada titik-titik yang jumlahnya sangat banyak dan membentuk suatu pola, dari hal ini dapat dikatakan bahwa periode sistem sangat banyak bahkan tak berhingga untuk waktu tak hingga.
Dari gambar 4.14 juga dapat dijelaskan salah satu kunci untuk memahami tingkah laku chaos -sensitivitas terhadap kondisi awal- yaitu penjelasan mengenai operasi mengulur (stretching) dan melipat (folding). Operasi mengulur terjadi antara 1
dan
2
, dan pada operasi ini menyebabkan membesarnya ketidakpastian skala
kecil. Sedangkan operasi melipat terjadi antara
2
dan
3
, pada operasi ini
menyebabkan pemisahan lintasan yang besar dan menghapus informasi skala besar. Operasi mengulur selanjutnya terjadi antara
3
dan
4
, dan begitu seterusnya
sampai pada batas waktu yang diberikan. Setiawan (1991, hal: 12) mengatakan bahwa operasi-operasi
ini
menjadikan
chaos
berkelakuan
meningkatkan
fluktuasi
mikroskopik menjadi makroskopik. Setelah interval waktu tertentu, ketidakpastian membesar dan sistem menjadi tak terprediksi.
66
Hasil animasi juga menunjukkan gerakan pendulum sederhana yang berayun dengan tidak beraturan. Pendulum berputar hingga melewati titik maksimum, hal ini terjadi karena energi yang besar yang diserap pendulum dari gaya pengendali eksternal menyebabkan pendulum memiliki energi mekanik yang besar hingga dapat melewati titik maksimum. Namun, gerakan dari pendulum ini tak pernah berulang. Selain itu kecepatan pendulum juga tidak pernah mengalami keadaan tunak. Untuk dua kondisi awal yang hanya berbeda 0,01, yaitu θ01 = 0.8 (Pendulum Hitam) dan θ02 = 0.81 (Pendulum Hijau) pada t < 20 sekon maka lintasan dua pendulum akan berubah jauh.
4.4. Perbandingan Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Beberapa Parameter Selain analisis gejala chaos untuk nilai kondisi awal (θ0=0.8 rad dan ω0 = 0.8 rad/s),
ΩD =
2 , Ω 2 =1, dan q = 0.4 seperti yang telah dijelaskan pada subbab-subbab 3
sebelumnya, maka sebagai perbandingan diteliti juga beberapa keadaan sistem untuk beberapa variasi nilai parameter-parameter lainnya, yaitu:
a. Koefisien Redaman, q ( 0.1 – 0.5 dengan interval 0.1) untuk kondisi awal yang sama (θ0=0.8 rad dan ω0 = 0.8 rad/s), frekuensi gaya eksternal, Ω D =
2 , 3
frekuensi alami pendulum Ω 2 =1, dan nilai amplitudo gaya eksternal, a divariasikan antara 0.1-3.0. Hasil dari syarat-syarat kondisi ini ditunjukkan pada tabel 4.1. (Program ini hanya dibatasi sampai nilai maksimum a = 3.0).
67
Tabel.4.1. Hasil Pengujian Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai
Koefisien
Redaman, q dan Amplitudo Gaya Pengendali Eksternal, a No.
θ0
ω0
Ω2
q
ΩD
a
Keadaan Sistem
1.
2.
3.
4.
5.
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
1
1
1
1
1
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
2 3
2 3
2 3
2 3
2 3
0.1-0.3
Periodik
0.37-0.45
Kuasiperiodik
0.46-3.0
Chaos
0.1-0.45
Periodik
0.46-0.49
Kuasiperiodik
0.5-3.0
Chaos
0.1-0.62
Periodik
0.63-0.75
Kuasiperiodik
0.76-3.0
Chaos
0.1-1.22
Periodik
1.23-1.35
Kuasiperiodik
1.35-3.0
Chaos
0.1-1.3
Periodik
1.31-1.49
Kuasiperiodik
1.5-3
Chaos
Dari tabel 4.41. dapat terlihat bahwa nilai koefisien redaman, q
juga
mempengaruhi perubahan keadaan sistem dari periodik ke chaos. Pada nilai q yang kecil, keadaan chaos sudah tercapai bahkan sebelum amplitudo gaya pengendali eksternal, a mencapai nilai 1.0 dan semakin besar nilai koefisien radaman, q maka semakin besar pula nilai amplitudo gaya pengendali eksternal yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan chaos. Hal ini karena semakin kecil koefisien redaman maka semakin kecil pula dibutuhkannya energi gaya pengendali eksternal yang diberikan untuk
mengisi kembali energi yang
terdisipasi.
b. Panjang tali, l (1.8-9.8 dengan interval 2) untuk kondisi awal yang sama (θ0=0.8 rad dan ω0 = 0.8 rad/s), dan frekuensi gaya eksternal, Ω D =
2 , 3
68
koefisien redaman q = 0.4. Hasil dari syarat-syarat kondisi ini ditunjukkan pada tabel 4.2. (Program ini hanya dibatasi sampai nilai maksimum a = 3.0).
Tabel.4.2. Hasil Pengujian Keadaan Sistem Untuk Variasi Nilai Panjang Tali, l dan Amplitudo Gaya Pengendali Eksternal, a No.
θ0
ω0
l
Ω2
q
ΩD
a
Keadaan Sistem
1.
2.
3.
4.
5.
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
1.8
3.8
5.8
7.8
9.8
5.44
2.58
1.69
1.26
1
0.4
0.4
0.4
0.4
0.4
2 3
2 3
2 3
2 3
2 3
0.1-0.9
Periodik
1.0-1.5
Kuasiperiodik
1.6-3.0
Chaos
0.1-0.84
Periodik
0.84-0.89
Kuasiperiodik
0.9-3.0
Chaos
0.1-0.74
Periodik
0.75-0.79
Kuasiperiodik
0.8-3.0
Chaos
0.1-0.69
Periodik
0.7-0.73
Kuasiperiodik
0.74-3.0
Chaos
0.1-1.22
Periodik
1.23-1.35
Kuasiperiodik
1.35-3.0
Chaos
Dari tabel 4.2. ini dapat terlihat bahwa semakin kecil panjang tali yang berarti 2 semakin besar nilai frekuensi alami pendulum, Ω semakin besar pula nilai
amplitudo gaya pengendali eksternal, a yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan chaos. Hal ini karena nilai frekuensi alami pendulum semakin menjauhi frekuensi 2 gaya pengendali eksternal, Ω D yang tetap konstan pada nilai atau 0.67. 3
69
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Sistem pendulum sederhana nonlinier teredam dan terkendali ternyata merupakan sistem sederhana yang dapat menampilkan gejala chaos setelah mengalami beberapa kali penggandaan perioda ketika amplitudo gaya eksternal dinaikkan nilainya dengan parameter lain dipertahankan konstan.
2. Munculnya gejala chaos pada sistem pendulum sederhana ditandai oleh grafik posisi sudut yang tidak beraturan, lintasan-lintasan pada ruang fasa yang membentuk suatu geometri yang kompleks, munculnya titik-titik yang banyak dan membentuk suatu pola pada belahan Poincarè, dan perbedaan grafik lintasan yang besar untuk kondisi awal yang diubah sedikit (0.01). Hasil-hasil ini secara kualitatif sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Baker dan Gollub (1996) dengan menggunakan bahasa pemrograman BASIC.
3. Pada analisis gejala chaos untuk untuk nilai q = 0,4, Ω 2 = 1, Ω D =
2 dengan 3
kondisi awal ω0 = 0,8, dan θ0 = 0.8, keadaan chaos tercapai pada amplitudo gaya eksternal yang direpresentasikan oleh a bernilai 1,36 ( Hasil subbab 4.3 ). Nilai ini merupakan nilai minimum amplitudo gaya pengendali eksternal, a dalam mengalami keadaan chaos atau dengan kata lain keadaan chaos pada syarat kondisi ini terjadi pada a = 1.36 – 3.0 (Program ini hanya dibatasi sampai nilai maksimum a = 3.0).
70
4. Semakin besar nilai koefisien radaman, q dan semakin kecil panjang tali maka nilai amplitudo gaya pengendali eksternal, a yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan chaos akan semakin besar (Untuk θ0=0.8 rad dan ω0 = 0.8 rad/s, dan 2 Ω D = ). 3
5.2. Saran
1. Pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan analisis gejala chaos dengan eksponensial Lyapunov.
2. Pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode lain dalam menyelesaikan persamaan gerak pendulum dan melihat perbandingannya dengan metode Runge-Kutta Orde 4 .
3. Pada penelitian selanjutnya dapat menganalisis gejala chaos pada sistem lain yang lebih kompleks, misalnya pada dinamika jantung.
71
DAFTAR PUSTAKA
Baker, G.L. and Gollub, J.P. 1996. Chaotic Dynamics: An Introduction. 2nd Edition. New York: Cambridge University Press. Berge, P., Pomeau, Y., Vidal, C. 1984. Order Within Chaos. New York: John Willey and Sons. Bevivino, J. 2009. The Path From the Simple Pendulum to Chaos. Paper. USA: Colorado State University. Gould, H., and Tobochnik, J. 1988. An Introduction to Computer Simulation Methods: Application to Physical System. Part I. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company. Hubbard, J.H. 2010. The Forced Damped Pendulum: Chaos, Complication, and Control. Paper. New York: Cornell University. Iyengar, T.K.V, Gandi,B.K. 2006. Mathematical Methods. New Delhi: S.Chand and Company Ltd. Kandasamy,P., Thilagavathy,K., Gunavathy,K. 1997. Numerical Methods. New Delhi: S.Chand Company Ltd. Kusmarni, Y. 2008. TEORI CHAOS. Makalah.Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia. Raymond P. Canale, Steven C. Chapra.1991. Metode Numerik Untuk Teknik Dengan Penerapan Pada Komputer Pribadi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Setiawan, S. 1991. CHAOS: Gelora Sains Baru.Yogyakarta: Andi Offset. Situngkir, H, Surya, Yohanes. 24 Juli 2010. Teori Chaos dan Bank Century. http://www.yohanessurya.com/chaosekonom.htm . Suarga. 2007. Fisika Komputasi: Solusi Problematika Fisika dengan Matlab Yogyakarta: Andi Offset. Thompson, J.M.T., and Stewart, H.B. 1986. Nonlinier Dynamics and Chaos. New York: John Wiley And Sons. Tipler,A.P. 1998. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Walker, J.S. 1991. “Kaos: suatu ketidakteraturan yang teratur”. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Hal: 457-463. Wolfram, S.1991.Mathematica: A System for Doing Mathematics by Computer. Second Edition. California: Addison Wesley Publishing Company, Inc. Zakaria,L. 2002. Pembentukan Belahan Poincare untuk Suatu Sistem Dinamik Berdimensi Dua atau Tiga. Laporan Penelitian. Lampung: Universitas Lampung. http://www.complex.umd.edu/~dpl/pny374/jay/Pendulum.html diakses tanggal 08 Maret 2010
72
LAMPIRAN A: LISTING PROGRAM SIMULASI GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER
(*Penentuan Variabel-variabel dan konstanta-konstanta*) Manipulate[Module[{RungeKutta4,sol1,sol2,sol3,pi,reduce,p oints,xposition,newpoints,poincare},D=2/3;g=9.8;steps=15 0; (*Langkah-langkah untuk metode Runge-Kutta Orde 4*) RungeKutta4[___]["Step"[f_,t_,h_,y_,yp_]]:= Block[{deltay,k1,k2,k3,k4}, k1=yp; k2=f[t+1/2 h,y+1/2 h k1]; k3=f[t+1/2 h,y+1/2 h k2]; k4=f[t+h,y+h k3]; deltay=h (1/6 k1+1/3 k2+1/3 k3+1/6 k4); {h,deltay}]; (* Menentukan Orde yang digunakan pada Kutta*) RungeKutta4[___]["DifferenceOrder"]:=4;
metode
Runge
(*Penyelesaian persamaan differensial*) sol1=NDSolve[{D[[t],{t,1}]+q [t]+g/l Sin [[t]]a g/l Cos[D t],[t]D[[t],{t,1}],[0] teta0,[0]omega0},{[t],[t]},{t,0,p},MaxStepsInfinity, MethodRungeKutta4]; sol3=NDSolve[{D[[t],{t,1}]+q [t]+g/l Sin [2[t]]a g/l Cos[D t],[t]D[2[t],{t,1}],2[0] teta2,[0]omega0},{2[t],[t]},{t,0,p},MaxStepsInfinity ,MethodRungeKutta4]; If[Tampilan=="Ruang Fasa"||Tampilan"Belahan Poincaré",sol2=NDSolve[{D[[t],{t,1}]+q [t]+g/l Sin [[t]]a g/l Cos[D t],[t]D[[t],{t,1}],[0] teta0,[0]omega0},{[t],[t]},{t,0,p},MaxStepsInfinity, MethodRungeKutta4]; (* Penentuan lintasan pada rentang – sampai+*) pi=N[Pi]; reduce[_]:=Mod[,2 pi]/;Mod[,2 pi]pi; reduce[_]:=(Mod[,2 pi]-2 pi)/;Mod[,2 pi]>pi; points=Flatten[Table[{[t],[t]}/.sol2,{t,0,p,(1/steps)*( 2 Pi/D)//N}],1]; xposition=Table[{i,1},{i,Length[points]}]; newpoints=MapAt[reduce,points,xposition]];
73
(* Penentuan Belahan Poincare pada rentang – sampai+ dengan menghilangkan titik pada dua langkah pertama*) poincare=Table[newpoints[[n]],{n,1+2 steps,Length[newpoints],steps}]; Length[poincare]; Which[ (*Tampilkan plot kecepatan sudut vs waktu*) Tampilan"Grafik Simpangan",Plot[Evaluate[[t]/.sol1],{t,0,p},AxesLabel{" t(s)","(rad)"},PlotStyle CMYKColor[0,0,0,1],ImageSize{550,550}], (*Tampilkan ruang fasa*) Tampilan"Ruang Fasa",ListPlot[newpoints,PlotRange{3,3},PlotStyle CMYKColor[0,0,0,1],AxesLabel{"(rad)","(rad/s)"}], (*Tampilkan Belahan Poincaré*) Tampilan"Belahan Poincaré",ListPlot[poincare,PlotRange{{-4,4},{4,4}},AxesLabel{"(rad)","(rad/s)"},PlotStylePointSize [0.02]], (*Tampilkan Perbandingan Plot*) Tampilan"Sensitivitas Kondisi Awal", Show[Plot[Evaluate[[t]/.sol1],{t,0,p},AxesLabel{"t(s)", "(rad)"},PlotStyle CMYKColor[0,0,0,1],ImageSize{550,550}],Plot[Evaluate[2[ t]/.sol3],{t,0,p},AxesLabel{"t(s)","(rad)"},PlotStyleD arker[Green,.4],ImageSize{550,550}]]]],
(*Tampilan eksekusi program*) Style[" SIMULASI GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"], Style["============================================",Bold ,16,Darker[Green,.8],"Label"], Style[" ",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"], Style["Parameter Pendulum",Bold,14,Black,"Label"], Delimiter, Style[" g=9.8 m/s2 ",11,Black," Label "], Style[" m dianggap sama dengan 1 (Dimensionless) ",11,Black," Label "], {{l,9.8," l "},.1,10,Appearance" Labeled "}, Style[" ",Bold,11,Black," Label "], Delimiter, Style["Parameter Gaya Peredam",Bold,14,Black,"Label"],
74
{{q,0.4," q "},.1,.5,Appearance" Labeled "}, Delimiter, Style[" Parameter Gaya Eksternal ",Bold,14,Black," Label "], Delimiter, Style[" ΩD=2/3 ",11,Black," Label "], {{a,1.36," a"},0.00,3.0,0.01,Appearance" Labeled "}, Style[" ",Bold,16,Darker[Green,.8]," Label "], Style[" Kondisi Awal ",Bold,14,Black," Label "], Delimiter, Style[" ",Bold,16,Black," Label "], {{teta0,0.8," 01 "},0.001,6.28,.001,ImageSizeTiny,Appearance " Labeled "}, {{teta2,0.81," 02 "},0.001,6.28,.001,ImageSizeTiny,Appearance " Labeled "}, {{omega0,0.8," 0 "},0.1,6.28,.1,ImageSizeTiny,Appearance " Labeled "}, Style[" ",Bold,16,Darker[Green,.8]," Label "], Style[" Menu ",Bold,14,Darker[Green,.8]," Label "], Delimiter, {{p,400," t "},.01,400,.01,ImageSizeTiny,Appearance " Labeled "}, {Tampilan,{" Grafik Lintasan "," Ruang Fasa "," Belahan Poincaré "," Sensitivitas Kondisi Awal"},ControlTypePopupMenu},SynchronousUpdatingFalse,A utorunSequencing{1,3,5,7},ControllerLinkingFalse]
75
LAMPIRAN B: LISTING PROGRAM ANIMASI GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER
(*Penentuan Variabel-variabel dan konstanta-konstanta*) Manipulate[Module[{,eqns1,eqns2,soln1,soln2,1,2,max1, max2,t},D=2/3;g=2.94;l=3; (*Penentuan Sudut awal pendulum*) max1=Sudut1*/180; max2=Sudut2*/180; l=L/4; (*Penyelesaian Persamaan Differensial*) eqns1={1''[t]+q 1'[t]+g/l Sin [1[t]]a g/l Cos[D t],1[0]max1,1'[0]omega0}; eqns2={2''[t]+q 2'[t]+g/l Sin [2[t]]a g/l Cos[D t],2[0]max2,2'[0]omega0}; soln1=NDSolve[eqns1,{1[t]},{t,0,p},MaxStepsInfinity]; soln2=NDSolve[eqns2,{2[t]},{t,0,p},MaxStepsInfinity]; (*Penentuan komponen tangensial dan radial*) With[{sina=Sin[Evaluate[1[t]/.soln1[[1]]]/.{tp}],cosm=C os[max1],cosa=Cos[Evaluate[1[t]/.soln1[[1]]]/.{tp}],si na1=Sin[Evaluate[2[t]/.soln2[[1]]]/.{tp}],cosa1=Cos[Eva luate[2[t]/.soln2[[1]]]/.{tp}]}, (*Visualisasi pendulum*) Graphics[{Point[{0,0}],Line[{{0,0},l {sina1,cosa1}}],Darker[Red,.2],Disk[l {sina1,cosa1},0.2],Darker[Green,.4],Line[{{0,0},l {sina,cosa}}],Darker[Blue,.2],Disk[l {sina,cosa},0.2],Dotted,Black, Line[{{0,0},l {-Sin[Pimax1],Cos[Pi-max1]}}],Line[{{0,0},l {Sin[Pimax1],Cos[Pi-max1]}}],Circle[{0,0},l,{(3 Pi/2)-max1,(3 Pi/2)+max1}],Line[{{0,0},{0,l}}]},PlotRange4,ImageSize{550,475}]]], (*Tampilan eksekusi program*) Style[" ANIMASI GERAK PENDULUM SEDERHANA NONLINIER",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"], Style["============================================",Bold ,16,Darker[Green,.8],"Label"],
76
Style[" ",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"], Style["Parameter Pendulum",Bold,14,Black,"Label"], Delimiter, Style[" g=9.8 m/s2 ",11,Black," Label "], Style[" m dianggap sama dengan 1 (Dimensionless) ",11,Black," Label "], {{l,9.8," l "},.1,10,Appearance" Labeled "}, Style[" ",Bold,11,Black," Label "], Delimiter, Style["Parameter Gaya Peredam",Bold,14,Black,"Label"], {{q,0.4," q "},.1,.5,Appearance" Labeled "}, Delimiter, Style[" Parameter Gaya Eksternal ",Bold,14,Black," Label "], Delimiter, Style[" ΩD=2/3 ",11,Black," Label "], {{a,1.36," a"},0.00,3.0,0.01,Appearance" Labeled "}, Style[" ",Bold,16,Darker[Green,.8]," Label "], Style[" Kondisi Awal ",Bold,14,Black," Label "], Delimiter, {{omega0,0.8,"0(Rad/s)"},0.1,1.,.1,ImageSizeTiny,Appear ance "Labeled"}, {{Sudut1,45.86,"01(Derajat)"},0.1,180,Appearance"Labele d"}, {{Sudut2,45.86,"02(Derajat)"},0.1,180,Appearance"Labele d"}, Delimiter, {{p,0,"animasi"},0,Infinity,ControlTypeTrigger},AutorunS equencing{1,2,3},TrackedSymbols Manipulate,Initialization{Get["BarCharts`"];}]