ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU JABON
NADHRAH EMIL
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Jabon adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor 2014 Nadhrah Emil NIM E24090050
ABSTRAK NADHRAH EMIL. Analisis Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Jabon Dibimbing oleh NYOMAN JAYA WISTARA. Informasi sifat dasar kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) diperlukan untuk dapat memanfaatkannya secara tepat. Sifat dasar kayu antara lain dapat dipelajari melalui analisis komponen kimia dan pengukuran dimensi serat. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh lingkar tumbuh dan usia pohon terhadap komponen kimia dan dimensi serat. Komponen kimia yang dianalisis mencakup kelarutan dalam air panas, air dingin, NaOH 1 %, dan etanol-benzen, α-selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, lignin klason, dan lignin terlarut asam (ASL) berdasarkan standar TAPPI dan prosedur Browning. Sedangkan pengukuran dimensi serat meliputi panjang serat, diameter serat, diameter lumen, tebal dinding serat, fiber curl dan coarseness berdasarkan standar alat Kajaani FiberLab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkar tumbuh, umur pohon, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh pada kelarutan dalam air panas, sedangkan umur pohon memberikan pengaruh pada kelarutan dalam air dingin, NaOH 1%, lignin klason, dan lignin total. Lingkar tumbuh, umur pohon, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh terhadap dimensi serat dan turunan dimensi serat, kecuali interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap diameter lumen. Kata kunci: Anthocephalus cadamba Miq., analisis komponen kimia, analisis dimensi serat, lingkar tumbuh, umur. ABSTRACT NADHRAH EMIL. Chemical Components and Fiber Dimensions Analysis of Jabon Wood. Supervised by NYOMAN JAYA WISTARA. Basic wood properties of Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) were determined in order to understand its appropriate utilization. In the present works, basic properties of wood were determined through the methods of chemical components and fiber dimensions analysis, in which the experimental factors were growth ring and tree age. The analysis of chemical components consist of the solubility of wood in hot water, cold water, NaOH 1% and ethanol-benzena, α-celullose, hemicelullose, holocelullose, acid insoluble lignin, and acid soluble lignin that was determined based on TAPPI standard and Browning procedure. On the other hand, fiber dimension measurement involved fiber length, fiber diameter, lumen diameter, cell wall thickness, fiber curl and coarseness that was determined based on Kajaani FiberLab standard. It was found that growth ring, tree age, and its interaction significantly influenced the solibility of wood in hot water, whereas tree age significantly influenced the solubility of wood in cold water and NaOH 1%, acid soluble lignin, and total lignin. Furthermore, growth ring, tree age, and its interaction significantly affected fiber dimension and its derivative values, except interaction between them did not influence lumen diameter. Keywords: Anthocephalus cadamba, chemical components, fiber dimensions, growth ring, tree age
ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN DIMENSI SERAT KAYU JABON
NADHRAH EMIL
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Jabon Nama : Nadhrah Emil NIM : E24090050
Disetujui oleh
Nyoman Jaya Wistara, Ph.D Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Wayan Darmawan, MScF. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Analisis Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Jabon Nama : Nadhrah Emil NIM : E24090050
Disetujui oleh
Nyoman Jaya Wistara, Ph.D
Pembimbing
Tanggal Lulus:
2 J
N 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Nyoman Jaya Wistara, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Supriatin dan Bapak Junawan dari Laboratorium Kimia Hasil Hutan yang telah membantu selama penelitian. Penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Agung Anggoro selaku pimpinan Laboratorium Pulp Process, Research and Development Department PT. Riau Andalan Pulp and Paper atas bantuannya selama proses analisis dimensi serat. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua, kakak, adik, dan seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Taklupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada temanteman keluarga besar DHH’46 yang telah memberikan semangat dan bantuan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014 Nadhrah Emil
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Pengadaan Contoh uji
2
Pengujian Sifat Kimia Kayu
3
Pengukuran Dimensi Serat
3
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Sifat Kimia
5
Analisis Serat
8
SIMPULAN DAN SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14
RIWAYAT HIDUP
16
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Rata-rata kandungan komponen kimia kayu struktural Komponen kimia perpohon Rata-rata kandungan komponen kimia kayu non sruktural Rata-rata dimensi serat Dimensi serat perpohon Rata-rata turunan dimensi serat Turunan dimensi serat perpohon Scoring dimensi serat dan turunan dimensi serat
5 6 7 9 10 11 12 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Skema penentuan lingkar tumbuh kayu jabon Batas lingkar tumbuh pada penampang kayu jabon umur 5 tahun Persentase panjang serat jabon perlingkar tumbuh umur 3 tahun Persentase panjang serat jabon perlingkar tumbuh umur 5 tahun Persentase panjang serat jabon perlingkar tumbuh umur 7 tahun
2 2 9 9 10
PENDAHULUAN Pengetahuan mengenai sifat dasar kayu diperlukan untuk memanfaatkan kayu secara optimal dan efisien (Pasaribu et al. 2007). Salah satu sifat dasar kayu yang umum diteliti adalah sifat kimia kayu, khususnya pada jenis-jenis kayu temperate dan kayu tropis. Informasi mengenai pengaruh umur pohon terhadap sifat kimia kayu sangat terbatas, terlebih lagi informasi mengenai komponen kimia perlingkar tumbuh dalam satu pohon. Karakter komponen kimia kayu yang umum diteliti adalah komponen kimia struktural dan non-struktural. Pentingnya informasi mengenai komponen kimia tanaman telah dinyatakan oleh Oliveira et al. (2007) dalam penelitian mengenai komponen kimia banana plant yang menunjukkan hasil yang berbeda pada masing-masing bagian tanaman dan berguna untuk mengevaluasi potensinya sebagai bahan baku dalam proses kimia. Hasil penelitian Chow et al. (2008) juga menjelaskan mengenai karakter komponen kimia dan dimensi serat dari Parthenium argentatum (guayule) yang dapat digunakan untuk mengurangi konsumsi kayu dan bersifat terbarukan. Umumnya penelitian mengenai komponen kimia banyak dilakukan pada jenis tanaman cepat tumbuh baik kayu maupun non kayu. Salah satu jenis tanaman cepat tumbuh adalah jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) yang berasal dari famili Rubiaceae dan memiliki prospek tinggi untuk hutan tanaman industri di Indonesia, karena pertumbuhannya yang cepat, kemampuan beradaptasinya tinggi, perlakuan silvikulturnya relatif mudah, bernilai ekonomi tinggi, dan memiliki manfaat lain di bidang non-kayu (Krisnawati et al. 2011, Mansur & Tuheteru 2010). Tingkat kesilindrisan jabon tergolong bagus, ketika cabang mulai banyak, pohon jabon akan melakukan natural pruning (pemangkasan alami) dimana cabang mati dan lepas dengan sendirinya. Untuk rotasi pemanenan jabon tergantung dari jenis pemanfaatannya. Untuk pulp pemanenan dimulai pada umur 4-5 tahun sedangkan untuk kayu pertukangan dimulai pada umur 10 tahun (Krisnawati et al. 2011). Secara umum, pemanfaatan kayu jabon adalah sebagai bahan baku kayu lapis, karena riset awal menyatakan bahwa jabon memiliki permukaan yang halus sehingga cocok sebagai lapisan terluar bagian depan (face) dan bagian belakang (back) kayu lapis (Halawane et al. 2011). Selain itu, kayu jabon juga dapat digunakan di bidang farmasi pada bagian daun, buah, dan akar, yakni sebagai antioksidan alami (Sanadhya et al. 2013, Alekhya et al. 2013). Terdapat pula beberapa penelitian mengenai pemanfaatan jabon sebagai bahan baku pulp dan kertas (Aprianis & Rahmayanti 2008, Mindawati et al. 2009). Potensi kayu jabon sebagai bahan baku pulp dan kertas didukung dengan panjang seratnya melebihi panjang serat kayu akasia (Acacia mangium) dan kayu eukaliptus (Eucalyptus spp.) yang secara industri sudah digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas (Yamamoto et al. 2009, Roliadi et al. 2010). Dalam penentuan kekuatan mekanis pulp dan kertas, informasi mengenai dimensi serat dan turunan dimensi serat penting untuk diektahui (Ververis et al. 2004). Berdasarkan penelitian Saravanan et al. (2012), informasi mengenai umur kayu yang digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas juga diperlukan, hal ini terkait kandungan komponen kimia di dalamnya akan mempengaruhi proses pembuatan pulp dan kertas.
2 Bahan berlignoselulosa dari kayu seperti jabon dapat dijadikan pertimbangan sebagai bahan baku bioetanol (Anindyawati 2009). Protasio et al. (2013) juga menyatakan bahwa limbah biomassa dari pertanian dan kehutanan sangat baik digunakan, karena dapat diperbaharui, merupakan sumber energi alami, memiliki harga beli yang murah, dan ketersediannya melimpah dibandingkan dengan bahan bakar dari fosil. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh lingkar tumbuh dan umur pohon jabon terhadap komponen kimia dan dimensi serat.
METODE Pengadaan Contoh uji Kayu jabon yang digunakan berumur 3, 5, dan 7 tahun yang diperoleh dari daerah Bogor dan Garut, Jawa Barat. Contoh uji ditentukan dari posisi lingkar tumbuh masing-masing kayu. Berikut adalah skema penentuan lingkar tumbuh kayu jabon dan gambar batas antar lingkar tumbuh pada penampang kayu jabon.
Log Kayu
Pemotongan log menjadi beberapa cakram kayu
Pengamplasan permukaan cakram kayu
Pemberian sedikit air ke permukaan cakram kayu
Penentuan batas antar lingkar tumbuh pada cakram kayu secara visual
Gambar 1 Skema penentuan lingkar tumbuh kayu jabon
Gambar 2 Batas lingkar tumbuh pada penampang kayu jabon umur 5 tahun Penampang kayu jabon yang berbentuk seperti cakram digunakan sebanyak tiga buah, kemudian ditentukan batas antar lingkar tumbuhnya. Total contoh uji
3 berjumlah 15, contoh uji tersebut berasal dari masing-masing lingkar tumbuh kemudian dicacah dengan ukuran panjang ±1.5-2.9 cm, lebar ±0.2-0.5 cm, dan tebal ±1-3 mm, lalu dijemur dibawah sinar matahari. Setelah dijemur ±3 hari, masing-masing contoh uji dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama akan dibentuk menjadi serbuk dengan menggunakan willey mill, serbuk yang digunakan adalah serbuk yang lolos saringan 40 mesh dan tertampung di 60 mesh. Pengujian Sifat Kimia Kayu Sifat kimia kayu yang diujikan ialah kelarutan zat ekstraktif kayu dalam etanol-benzena (1:2), kelarutan zat ektraktif kayu dalam air dingin, air panas, dan dalam NaOH 1% yang mana masing-masing pengujian mengikuti standar TAPPI T 204 om-88, TAPPI T 207 om-88, dan TAPPI T 212 om-88. Kemudian untuk kadar holoselulosa, kadar α-selulosa, kadar lignin klason dan kadar lignin terlarut asam masing-masing ditentukan oleh prosedur Browning (1967), TAPPI T 203 os-74, TAPPI 222 om-88, dan TAPPI UM 250. Kadar hemiselulosa ditentukan dengan pengurangan nilai kadar α-selulosa dari kadar holoselulosa, sedangkan kadar lignin total ditentukan dengan penambahan nilai kadar (acid soluble lignin) ASL pada lignin klason. Pengukuran Dimensi Serat Sebelum dilakukan pengukuran dimensi serat, contoh uji yang berukuran panjang ±1.5-2.9 cm, lebar ±0.2-0.5 cm, dan tebal ±1-3 mm akan diteruskan untuk proses maserasi dengan metode FPL (Forest Product Laboratory). Contoh uji ditimbang sebanyak ±0,8 gram dengan kondisi kering oven, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan Hidrogen Peroksida 30% dan Asam Asetat Glasial 60% hingga contoh uji terendam dengan perbandingan 1:2. Erlenmeyer yang telah berisi larutan dan contoh uji diletakkan ke dalam gelas ukur 4000 ml yang telah terisi air dimana air yang berada dalam gelas ukur lebih tinggi dibandingkan larutan dalam erlenmeyer. Kemudian diletakkan diatas hot plate, dengan suhu 100ºC dan didiamkan selama ±4 jam. Selanjutnya kayu yang telah berubah warna menjadi putih dan lunak disaring dan dicuci dengan aquades hingga bebas asam lalu dimasukkan kedalam plastik klep. Kemudian dilakukan pengukuran dimensi serat sesuai dengan prosedur yang diterapkan pada alat Kajaani FiberLab. Botol film 250 ml yang masih kosong ditimbang kemudian kalibrasi beratnya hingga menjadi nol kembali. Serat yang terdapat dalam plastik klep dipindahkan ke dalam botol film 250 ml dan ditambahkan aquades ke dalam botol film hingga beratnya menjadi ± 235 gram. Setelah mendapatkan beratnya, dapat dihitung konsistensi pulp dan berat contoh uji untuk tahapan selanjutnya. Kemudian gelas ukur 100 ml ditimbang, dicatat, dan kalibrasi kembali beratnya. Pulp yang terdapat di dalam botol film dituangkan sesuai dengan berat contoh uji yang telah ditentukan berdasarkan perhitungan sebelumnya. Kertas saring yang telah diketahui berat berat kering oven, dibasahi dengan aquades, dan diletakkan ke dalam alat saring dengan bantuan vakum. Pulp yang terdapat di dalam gelas ukur 100 ml dituangkan ke dalam alat saring secara perlahan. Setelah selesai, kertas saring dilipat dan diletakkan ke dalam speed dryer dan dibiarkan selama ±10 menit. Setelah 10 menit contoh uji dimasukkan ke
4 dalam desikator ±5 menit lalu catat BKT-nya, kemudian dilakukan perhitungan lagi untuk mendapatkan konsistensi dan berat contoh uji pulp yang digunakan dalam pengukuran serat dengan alat Kajaani FiberLab. Kondisi pengoperasian alat adalah tekanan udara 4.3 bar, tekanan air 3.8 bar, kecepatan pengukuran serat sebanyak ±60 serat perdetik, dan lama pengukuran ±15 menit. Setelah mendapatkan berat contoh uji yang sesuai dengan perhitungan, contoh uji pulp tersebut dituangkan ke dalam alat disintergrator manual, dan dipompa hingga pulp homogen. Gelas ukur 5000 ml ditimbang dalam kondisi kosong kemudian kalibrasi beratnya, lalu contoh uji dituangkan ke dalam gelas ukur 5000 ml dan ditambahkan aquades hingga beratnya mencapai ±4949 gram. Kemudian diletakkan diatas alat magnetic stirrer dan ditunggu hingga pulp berputar stabil, pipet pulp yang sudah homogen dengan bantuan pipet volum ukuran 25 ml, lalu dituangkan ke dalam wadah alat Kajaani FiberLab. Kondisi pengukuran diatur sesuai dengan prosedur alat yang ada. Pengukuran berlangsung selama ±15 menit. Hasil pengukuran akan tertera pada komputer yang telah terhubung dengan alat Kajaani FiberLab. Prosedur Analisis Data Data mengenai sifat kimia, dimensi serat, dan turunan dimensi serat dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007, kemudian dilanjutkan pengujian menggunakan SPSS 16.0 for windows. Rancangan percobaan yang dilakukan dimodelkan sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ∑ijk Keterangan : Yijk = nilai pengamatan pada ulang ke - k yang dipengaruhi oleh umur ke – i dan dipengaruhi oleh lingkar tumbuh ke - j µ = nilai tengah populasi αi = pengaruh umur ke - i βj = pengaruh lingkar tumbuh ke - j (αβ)ij = interaksi antara pengaruh umur ke – i interaksi antara pengaruh lingkar tumbuh ke - j ∑ijk = pengaruh galat dari ulangan ke - k yang dipengaruhi oleh umur ke – i dan lingkar tumbuh ke - j
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Komponen Kimia Kayu Struktural Kayu mengandung komponen kimia utama dinding sel kayu yang disebut komponen kayu struktural. Komponen kimia kayu struktural kayu jabon hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar lignin klason kayu jabon dipengaruhi secara nyata oleh umur tetapi tidak dengan lingkar tumbuh maupun interaksi keduanya. Apabila dilihat dari Tabel 2, kayu jabon umur 7 tahun memiliki kandungan lignin klason tertinggi. Meningkatnya kandungan lignin klason mulai dari jabon umur 3 tahun hingga 7 tahun serupa dengan pola peningkatan lignin klason pada kayu Melia dubia cav. dari umur 1 tahun hingga 5 tahun (Saravanan et al. 2012). Kecenderungan peningkatan kadar lignin dengan semakin bertambahnya umur berhubungan dengan proses lignifikasi yang berlangsung seiring dengan proses pendewasaan sel (Christiernin 2006). ASL tidak dipengaruhi secara nyata oleh lingkar tumbuh dan umur pohon maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Kadar ASL ketiga kayu jabon lebih tinggi dibandingkan kadar ASL kayu Eucalyptus grandis dan Eucalyptus tereticornis yang diteliti oleh Sharma et al. (2011),. Tabel 1 Rata-rata kandungan komponen kimia kayu struktural Umur pohon 3 th
5 th
7 th
Lingkar tumbuh
α-selulosa (%)
1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7
45.517 42.470 39.099 39.956 42.852 37.650 39.358 41.445 43.562 44.980 45.362 40.367 40.477 39.573 41.507
Hemi selulosa (%) 30.970 33.630 34.542 36.278 32.296 35.922 40.477 34.752 31.390 28.418 33.461 33.728 33.051 34.487 33.451
Holo selulosa (%) 76.424 76.100 73.641 76.234 75.148 73.642 79.835 76.197 74.952 73.397 79.003 74.095 73.528 74.059 74.957
Lignin klason (%) 24.699 24.768 26.265 25.924 28.120 25.133 29.072 27.830 27.511 28.813 29.511 27.219 28.026 25.196 27.062
Lignin total (%) 0.575 25.274 0.660 25.428 1.043 27.308 1.207 27.131 1.186 29.306 0.716 25.849 1.407 30.479 1.112 28.942 1.129 28.640 0.989 29.802 1.040 30.550 0.944 28.163 0.681 28.707 0.846 26.042 0.807 27.869 ASL (%)
Kadar lignin total (lignin klason dan ASL) dipengaruhi secara nyata oleh umur pohon tetapi tidak dengan lingkar tumbuh maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Berdasarkan Tabel 2 kandungan lignin meningkat disetiap umurnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan Christiernin (2006) dan Antonova et al. (2007),
6 dimana kandungan lignin semakin meningkat seiring dengan proses lignifikasi dan akan mencapai nilai maksimal di akhir proses pendewasaan sel. Kadar holoselulosa tidak dipengaruhi secara nyata oleh lingkar tumbuh dan umur pohon maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Pada umur yang sama, yakni 3 dan 5 tahun serta jenis yang sama yaitu jenis cepat tumbuh kadar holoselulosa kayu jabon lebih tinggi dibandingkan kadar holoselulosa kayu Melia dubia cav. yang diteliti oleh Saravanan et al. (2012). Kadar alfa selulosa tidak dipengaruhi secara nyata oleh lingkar tumbuh dan umur pohon maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Berdasarkan penelitian Sharma et al. (2011) pada E. grandis dan E. tereticornis, kandungan alfa selulosa pada jabon umur 3 dan 7 tahun lebih tinggi dibandingkan E. tereticornis, akan tetapi ketiga dari kayu jabon tersebut memiliki kandungan alfa selulosa yang lebih rendah dibandingkan E. grandis. Tingkat alfa selulosa yang lebih dari 34% mengindikasikan bahwa sebuah tanaman cocok sebagai bahan baku pulp dan kertas (Ververis et al. 2004), karena memiliki berat molekul yang tinggi sehingga tidak mudah untuk terdegradasi. Tabel 2 Komponen kimia perpohon Komponen Kimia Komponen kimia nonstruktural : Kelarutan Air Dingin (%) Kelarutan Air Panas (%) Kelarutan NaOH 1 % (%) Kelarutan Etanol-benzena (%) Komponen kimia struktural : Kadar α-selulosa (%) Kadar Hemiselulosa (%) Kadar Holoselulosa (%) Kadar Lignin Klason (%) Presentasi nilai ASL (%) Kadar Lignin Total (%)
Umur 3 Tahun
Umur 5 Tahun
Umur 7 Tahun
3.455 6.191 15.172 5.117
5.811 7.871 18.428 4.781
6.903 7.305 17.247 5.151
42.362 33.026 75.388 25.244 0.759 26.003
40.252 35.959 76.211 27.216 1.126 28.341
42.261 32.595 74.856 27.619 0.919 28.539
Kadar hemiselulosa tidak dipengaruhi secara nyata oleh lingkar tumbuh dan umur pohon maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Kandungan hemiselulosa hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Al-Mefarrej et al. (2011). Berdasarkan hasil penelitian Al-Mefarrej et al. (2011), pohon dengan jarak tanam yang sempit memiliki kandungan hemiselulosa yang lebih banyak dibandingkan pohon dengan jarak tanam yang lebar.
Komponen Kimia Kayu Non-struktural Kandungan senyawa zat ekstraktif dalam komponen kimia kayu non struktural memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat kayu dan sifat pengolahan kayu, walaupun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan komponen kimia struktural (Syafii dan Siregar 2006). Hasil pengujian komponen kimia kayu non struktural dapat dilihat pada Tabel 3.
7 Terdapat beberapa senyawa penyusun zat ekstraktif yang dapat larut dengan jenis pelarut yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Shamsundar dan Paramjyothi (2010) etanol memiliki kemampuan untuk melarutkan senyawa alkaloid, karbohidrat, glikosida, steroid, flavonoid, fenol, saponin, tanin, protein, dan asam amino, sedangkan air memiliki kemampuan untuk melarutkan karbohidrat, flavonoid, fenol, saponin, tanin, protein, dan asam amino. Bau dan warna pada kayu dapat berubah dikarenakan keberadaan zat ekstraktif (Sahari et al. 2012). Tabel 3 Rata-rata kandungan komponen kimia kayu non struktural Umur pohon
3 th
5 th
7 th
Lingkar tumbuh 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7
Kelarutan zat ekstraktif kayu dalam Air panas Air dingin NaOH Etanol(%) (%) 1% (%) benzena (%) 7.328 3.893 15.200 6.838 7.474 3.917 16.053 5.808 3.498 2.556 14.265 2.704 7.486 5.714 19.461 5.382 8.590 6.368 18.261 4.901 8.090 5.672 18.959 6.338 6.203 4.350 16.315 2.555 8.987 6.950 19.142 4.730 8.052 7.219 17.840 7.415 5.976 6.266 15.536 5.252 6.245 5.392 15.845 1.979 7.677 7.815 16.696 3.824 7.984 7.460 17.597 6.802 7.453 7.149 18.373 6.269 7.746 7.021 18.841 4.517
Kelarutan zat ekstraktif kayu dalam air panas dipengaruhi secara nyata oleh lingkar tumbuh dan umur pohon maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, jabon umur 3 tahun memiliki nilai kelarutan air panas yang berbeda dengan umur 5 dan 7 tahun sedangkan umur 5 dan 7 tahun memiliki nilai yang sama. Pada umur yang sama, yakni 3 dan 5 tahun serta jenis yang sama yaitu jenis cepat tumbuh nilai kelarutan zat ekstraktif kayu jabon dalam air panas lebih tinggi dibandingkan kayu Melia dubia cav. yang diteliti oleh Saravanan et al. (2012). Kelarutan zat ekstraktif kayu dalam air dingin dipengaruhi secara nyata oleh umur, tetapi tidak dengan lingkar tumbuh maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, nilai kelarutan kayu dalam air dingin umur 3 tahun berbeda nyata dengan umur 5 tahun dan 7 tahun. Namun umur 5 dan 7 tahun menunjukkan hasil yang sama. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar ekstraktif pada kelarutan air panas lebih tinggi dibandingkan air dingin karena fraksi senyawa karbohidrat yang terlarut lebih banyak dibandingkan kelarutan air dingin (Lukmandaru 2009). Kelarutan zat ekstraktif kayu dalam NaOH 1% dipengaruhi secara nyata oleh umur pohon, tetapi tidak dengan lingkar tumbuh maupun interaksi keduanya.
8 Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, nilai kelarutan kayu dalan NaOH 1% umur 3 tahun berbeda nyata dengan umur 5 dan 7 tahun. Namun umur 5 dan 7 tahun menujukkan hasil yang sama. Kelarutan zat ekstraktif kayu dalam etanol-benzena tidak dipengaruhi oleh umur pohon dan lingkar tumbuh maupun interaksinya (tingkat α = 5%). Pada umur yang sama, yakni 3 dan 5 tahun serta jenis yang sama yaitu jenis cepat tumbuh nilai kelarutan zat ekstraktif kayu jabon dalam etanol-benzena lebih tinggi dibandingan kayu Melia dubia cav. yang diteliti oleh Saravanan et al. (2012).
Analisis Serat Dimensi Serat Dimensi serat merupakan salah satu sifat kayu yang digunakan sebagai dasar pemilihan bahan baku pulp dan kertas. Pengukuran dimensi serat dengan menggunakan alat Kajaani FiberLab meliputi panjang serat, diameter serat, tebal dinding sel, diameter lumen, serat berpilin, dan coarseness. Lingkar tumbuh dan umur pohon memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang serat, diameter serat, diameter lumen, tebal dinding serat, serat berpilin, dan coarseness (tingkat α = 5%). Interaksi antara keduanya juga memberikan pengaruh yang nyata pada dimensi serat kecuali pada diameter lumen. Hasil penelitian (Gambar 3, 4, dan 5) menunjukkan bahwa jabon umur 3, 5, dan 7 tahun memiliki persentase panjang serat terbanyak pada interval 1.2-2.0 mm. Berdasarkan Tabel 5, jabon 5 tahun memiliki serat terpanjang, hal ini diduga karena tingginya persentase panjang serat jabon umur 5 tahun berdasarkan alat Kajaani Fiberlab melebihi persentase panjang serat jabon umur 3 dan 7 tahun. Tabel 4 menunjukkan bahwa kayu jabon umur 3 tahun lingkar tumbuh ketiga dan umur 7 tahun lingkar tumbuh kelima dan keenam memiliki panjang serat yang tinggi dengan diameter serat yang kecil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sable et al. (2012) yang memperoleh serat yang panjang dan diameter yang kecil untuk kayu Lodgepole pine (Pinus contorta), sehingga serat tersebut bersifat lebih fleksibel dan memiliki kekuatan ikat antar serat yang tinggi. Diameter serat pada masing-masing lingkar tumbuh disetiap umur berkisar 26.700-30.650 µm. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ketiga kayu jabon menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 5 nilai diameter serat ketiga kayu jabon lebih rendah dibandingkan dengan kayu Paulownia elongota (Ates et al. 2008). Tebal dinding serat pada masing-masing lingkar tumbuh disetiap umur berkisar 3.875-7.525 µm. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ketiga kayu jabon menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 5 nilai tebal dinding serat ketiga kayu jabon lebih besar dibandingkan kayu Eucalyptus nitens, Eucalyptus urogandis, Eucalypts globulus, dan Acacia yang diteliti Santos et al. (2011), namun lebih rendah dibandingkan kayu P. elongota yang merupakan jenis cepat tumbuh lainnya hasil penelitian Ates et al. (2008).
9
Tabel 4 Rata-rata dimensi serat Umur Lingkar pohon tumbuh 1 2 3 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7
3 th
5 th
7 th
Panjang Diameter serat serat (mm) (µm) 1.185 27.000 1.175 26.700 1.330 27.750 1.295 28.200 1.380 28.250 1.430 29.650 1.415 29.000 1.545 28.300 1.290 30.650 1.280 29.200 1.240 28.350 1.295 29.550 1.315 28.900 1.300 28.100 1.265 30.450
Tebal dinding serat (µm) 4.250 3.875 4.825 6.850 5.700 5.900 6.300 7.525 6.825 6.875 5.825 6.100 6.875 6.875 6.275
Diameter lumen (µm) 18.500 18.950 18.100 14.500 16.850 17.850 16.400 13.250 17.000 15.450 16.700 17.350 15.150 14.350 17.900
Serat Coarseness berpilin (mg/mm) (%) 8.350 0.078 8.500 0.077 8.300 0.078 6.250 0.089 5.550 0.106 5.400 0.116 7.000 0.120 5.700 0.146 6.050 0.095 5.550 0.092 7.450 0.180 6.150 0.091 5.900 0.143 6.450 0.105 6.400 0.111
.
J.3-2
J.3-3
J.3-1
Gambar 3 Presentase panjang serat jabon perlingkar tumbuh umur 3 tahun
J.5-5
J.5-4
J.5-3
J.5-2
J.5-1
Gambar 4 Persentase panjang serat jabon perlingkar tumbuh umur 5 tahun
10
80 70 61,645
62,99
66,08
66,705 61,905
64,26
57,17
60
Persentase (%)
50 0 - 0,2 mm 40
0.2 - 0.5 mm 0.5 - 1.2 mm
30
1.2- 2.0 mm
20
2.0 - 3.2 mm 3.2 - 7.6 mm
10 0 J.7-7 J.7-1
J.7-6 J.7-2
J.7-5 J.7-3
J.7-4
J.7-3 J.7-5
J.7-2 J.7-6
J.7-7 J. 7-1
Lingkar Tumbuh jabon ke -
Gambar 5 Persentase panjang serat jabon perlingkar tumbuh umur 7 tahun
Diameter lumen pada masing-masing lingkar tumbuh disetiap umur berkisar 13.250 – 18.950 µm. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, kayu jabon umur 5 dan 7 tahun menunjukkan hasil yang sama, jabon umur 3 dan 7 tahun juga menunjukkan hasil yang sama, tetapi jabon umur 5 dan 3 tahun menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 5 menunjukkan nilai diameter lumen ketiga kayu jabon lebih rendah dibandingkan kayu P. elongota yang diteliti oleh Ates et al. (2008) yakni sebesar 19,2 µm. Tingginya konsistensi pada saat proses pembuatan pulp menyebabkan serat berbentuk menjadi berpilin. Proses pembuatan pulp secara kimia akan menyebabkan serat berpilin sulit untuk dihilangkan dibandingkan proses pembuatan pulp secara mekanis. Serat yang berpilin dapat juga digunakan sebagai kertas pembungkus (Gärd 2002). Berdasarkan data penelitian Robertson et al. (1999) persentase serat berpilin pada pulp kayu daun lebar umumnya sebesar 7% , nilai tersebut lebih kecil dari jabon umur 3 tahun namun lebih besar dari jabon umur 5 dan 7 tahun. Tabel 5 Dimensi serat perpohon Dimensi serat Panjang serat (mm) Diameter serat (µm) Tebal dinding serat (µm) Diameter lumen (µm) Serat berpilin (%) Coarseness (mg/mm)
Umur 3 Tahun 1.230 27.150 4.650 18.520 8.38 0.078
Umur 5 Tahun 1413 28.680 6.455 15.77 5.98 0.116
Umur 7 Tahun 1283.57 29.310 6.521 16.27 6.28 0.117
Coarseness ialah masa serat persatuan panjang (Robertson et al. 1999). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, nilai coarseness jabon umur 5 dan 7 tahun
11 berbeda nyata dengan umur 3 tahun. Berdasarkan Tabel 5, nilai coarseness kayu jabon umur 5 dan 7 tahun lebih tinggi dibandingkan nilai coarseness pada pulp kayu daun lebar yang diteliti oleh Robertson et al. (1999) dan nilai coarseness pada kayu E. nitens, E. urograndis, dan E. globulus yang diteliti oleh Santos et al. (2011). Turunan Dimensi Serat Selain dimensi serat, persyaratan sebagai bahan baku pulp dan kertas juga ditentukan dari nilai perhitungan turunan dimensi serat. Nilai turunan dimensi serat meliputi bilangan Runkle Ratio (RR), Muhlstep Ratio (MR), Flexibility Ratio (FR), Felting Power (FP), dan Coefficient of Rigidity (COR). Hasil pengujian menyatakan bahwa, umur dan lingkar tumbuh maupun interaksinya memberikan pengaruh yang nyata dengan runkle ratio. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan jabon umur 5 tahun memiliki nilai runkle ratio yang tertinggi. Berdasarkan Tabel 6, nilai runkle ratio jabon 3 tahun berkisar 0.29-0.35, 5 tahun 0.40-0.53, dan 7 tahun 0.41-0.49. Berdasarkan Tabel 7 kayu jabon umur 5 dan 7 tahun memiliki nilai runkle ratio yang mendekati hasil penelitian Lal et al. (2010) serta Syafii dan Siregar (2006) pada kayu Akasia (Acacia mangium). Pada Tabel 8 diketahui bahwa nilai runkle ratio pada jabon umur 3, 5, dan 7 tahun termasuk ke dalam kualitas kelas II menurut LPHH (1976). Tabel 6 Rata-rata turunan dimensi serat Umur Pohon 3 th
5 th
7 th
a
Lingkar Tumbuh 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 4 5 Rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
Runkle Ratio; bFelting Power; Flexibility Ratio.
RRa 0.310 0.290 0.350 0.318 0.490 0.400 0.400 0.430 0.530 0.451 0.450 0.470 0.410 0.410 0.480 0.490 0.410 0.445 c
FPb 43.890 44.010 47.930 45.275 45.920 48.850 48.230 48.790 54.590 49.278 42.090 43.840 43.740 43.820 45.500 46.260 41.540 43.828
MR (%)c 53.050 49.620 57.460 53.376 73.560 64.420 63.760 68.020 78.080 69.576 69.240 72.000 65.300 65.530 72.520 73.920 65.440 69.135
Muhlstep Ratio;
d
CORd 0.230 0.200 0.270 0.234 0.470 0.340 0.330 0.380 0.570 0.419 0.400 0.440 0.350 0.350 0.450 0.480 0.350 0.404
FRe 0.690 0.710 0.650 0.682 0.510 0.600 0.600 0.570 0.470 0.549 0.550 0.530 0.590 0.590 0.520 0.510 0.590 0.555
Coefisien of Rigidity;
e
Hasil pengujian menunjukkan bahwa, umur dan lingkar tumbuh maupun interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai felting power. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa ketiga kayu jabon memiliki hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 6 nilai felting power untuk jabon umur 3 tahun berkisar 43.89-47.93, 5 tahun 45.92-54.59, dan 7 tahun 41.54-46.26. Berdasarkan
12 Tabel 7 kayu jabon umur 3, 5, dan 7 tahun memiliki nilai felting power yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lal et al. (2010). Namun nilai tersebut mendekati dengan hasil penelitian Roliadi et al. (2010) pada kayu Eucalyptus hybrid. Pada Tabel 8 nilai felting power untuk jabon umur 3 dan 7 tahun termasuk kedalam kualitas kelas III sedangkan pada jabon umur 5 tahun lingkar tumbuh kelima termasuk kedalam kualitas kelas II menurut LPHH (1976). Tabel 7 Turunan dimensi serat perpohon Parameter Jabon 3 th Jabon 5 th FR 0.682 0.549 FP 45.275 49.278 COR 0.234 0.419 MR (%) 53.376 69.576 RR 0.318 0.451 a Lal et al. (2010)
A.cadamba 4 tha 0.684 37.51 0.290 28.91 0.420
Jabon 7 th 0.555 43.828 0.404 69.135 0.445
Hasil pengujian menunjukkan bahwa umur dan lingkar tumbuh maupun interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai muhlstep ratio. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan kayu jabon umur 5 dan 7 tahun memiliki hasil yang sama tetapi berbeda dengan jabon umur 3 tahun. Tabel 6 menunjukkan nilai muhlstep ratio pada jabon umur 3 tahun berkisar 49.62-57.46, 5 tahun 63.7678.08 dan 7 tahun 65.30-73.92. Pada Tabel 7, kayu jabon umur 3, 5, dan 7 tahun memiliki nilai muhlstep ratio lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Lal et al. (2010). Pada Tabel 8 diketahui bahwa nilai muhlstep ratio jabon umur 3 tahun termasuk ke dalam kualitas kelas II, sedangkan jabon umur 5 dan 7 tahun termasuk ke dalam kualitas kelas III menurut LPHH (1976). Tabel 8 Scoring dimensi serat dan turunan serat Umur Lingkar Panjang Pohon Tumbuh Serat 1 50 3 th 2 50 3 50 1 50 2 50 5 th 3 50 4 50 5 50 1 50 2 50 3 50 7 th 4 50 5 50 6 50 7 50 a
Hasil Scoringa RR
FP
MR
COR
FR
50 50 50 50 50 50 50 25 50 50 50 50 50 50 50
25 25 25 25 25 25 25 50 25 25 25 25 25 25 25
50 50 50 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
50 50 50 50 50 50 50 25 50 50 50 50 50 50 50
Hasil Scoring berdasarakan LPHH (1976)
Total Score/Kelas 250 (II) 250 (II) 250 (II) 225 (II) 225 (II) 225 (II) 225 (II) 200 (III) 225 (II) 225 (II) 225 (II) 225 (II) 225 (II) 225 (II) 225 (II)
13 Hasil pengujian menunjukkan bahwa umur dan lingkar tumbuh maupun interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai coefficient of rigidity. Hasil uji lanjut Duncan ketiga pohon tersebut menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 6, nilai coefficient of rigidity jabon umur 3 tahun berkisar 0.20- 0.27, 5 tahun 0.33- 0.57 dan 7 tahun 0.35- 0.48. Pada Tabel 7, kayu jabon umur 3 tahun memiliki nilai coefficient of rigidity yang mendekati hasil penelitian Lal et al. (2010). Pada Tabel 8 diketahui bahwa jabon umur 3, 5, dan 7 tahun termasuk ke dalam kualitas kelas III menurut LPHH (1976). Hasil pengujian menyatakan bahwa umur dan lingkar tumbuh maupun interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai flexibility ratio. Hasil uji lanjut Duncan ketiga pohon tersebut menunjukkan hasil yang berbedabeda. Berdasarkan Tabel 6, nilai flexibility ratio jabon umur 3 tahun berkisar 0.650.71, 5 tahun 0.47-0.60 dan 7 tahun 0.51-059. Tabel 7 menunjukkan bahwa kayu jabon umur 3 tahun memiliki nilai flexibility ratio yang mendekati nilai hasil penelitian Lal et al. (2010) serta Dewi dan Supartini (2011) pada kayu meranti (Shorea mujongensis). Pada Tabel 8 diketahui bahwa nilai flexibility ratio jabon umur 3, 5, dan 7 tahun termasuk ke dalam kualitas kelas II menurut LPHH (1976) karena berada dalam rentang 225-449.
SIMPULAN DAN SARAN Hasil analisis komponen kimia non struktural menunjukkan bahwa, kelarutan air panas dipengaruhi secara nyata oleh umur dan lingkar tumbuh, sedangkan kelarutan air dingin dan NaOH 1% hanya dipengaruhi secara nyata oleh umur sedangkan kelarutan etanol-benzen tidak dipengaruhi baik oleh umur maupun lingkar tumbuh. Hasil analisis komponen kimia struktural menunjukkan bahwa lignin klason dan lignin total dipengaruhi secara nyata oleh umur. Kandungan α-selulosa, hemiselulosa, holoselulosa, dan ASL tidak dipengaruhi secara nyata baik oleh umur maupun lingkar tumbuh. Hasil analisis dimensi serat menunjukkan umur dan lingkar tumbuh memberikan pengaruh yang nyata terhadap dimensi serat dan turunan dimensi serat. Runkle ratio, felting power, muhlstep ratio, dan coefficient of rigidity, nilai yang paling tinggi diperoleh jabon umur 5 tahun. Sedangkan nilai flexibility ratio yang paling tinggi diperoleh jabon umur 3 tahun. Berdasarkan tabel hasil scoring, jabon umur 3, 5, dan 7 tahun masuk dalam kualitas kelas II sehingga memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan pulp dan kertas.
14
DAFTAR PUSTAKA Alekhya V, Deepan T, Sahoo S, Dhanaraju MD. 2013. Preliminary phytochemical screening and evaluation of in vitro antioxidant activity of Anthocephalous cadamba by using solvent extracts. Europ J Biol Sci. 5 (1): 34-37. Al-Mefarrej HA, Abdel-Aal MA, Nasser RA, Shetta ND. 2011. Impact of initial tree spacing and height level on chemical composition of Leucaena leucocephala trees grown in Riyadh region. World Appl Sci J. 12 (7): 912-918. Anindyawati T. 2009. Prospek enzim dan limbah lignoselulosa untuk produksi bioetanol. Berita Selulosa. 44 (1) : 49-56. Antonova GF, Varaksina TN, Stasova VV. 2007. The diffrences in the lignification of earlywood and latewood in Larch (Larix sibirica Ldb.). Eurasian J For Res. 10(2): 149-161. Aprianis Y, Rahmayanti S. 2008. Dimensi serat dan nilai turunannya dari tujuh jenis kayu asal provinsi jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 27 (1) : 1-95. Ates S, Ni Y, Akgui M, Tozluoglu A. Characterization and evaluation of Paulownia elongota as a raw material for paper production. Afr J Biotechnol. 7 (22): 4153-4158. Chow P, Nakayama FS, Blahnik B, Youngquist JA, Coffelt TA. 2008. Chemical consituents and physical properties of guayule wood and bark. Ind Crop Prod. 28: 303-308. Christiernin M. 2006. Lignin composition in cambial tissues of poplar. Int J Plant Physiol Biochem. 44: 700-706. Dewi LM, Supartini. 2011. Anatomical properties of Shorea mujongensis P.S. Ashton, a critically endangered species of dipterocarps from kalimantan. J For Res. 8(2): 91-100. Gärd J. 2002. The Influence of Fiber Curl on The Shrinkage and Strength Properties of Paper [Thesis]. Sweden (SE): Luleå University of Technology. Halawane JE, Hidayah HN, Kinho J. 2011. Prospek Pengembangan Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus (roxb.) Havil), Solusi Kebutuhan Kayu Masa Depan. Manado (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Penelitian Kehutanan Manado. Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011. Anthocephalus cadamba Miq. Ecology, Silviculture and Productivity. Bogor (ID): CIFOR. Lal M, Dutt D, Tyagi CH, Upadhyay JS, Upadhyay S. 2010. Characterization of Anthocephalus cadamba and its delignification by kraft pulping. Tappi J. 9(3): 30-37. Lukmandaru G. 2009. Sifat kimia dan warna kayu teras jati pada umur berbeda. J Trop Wood Sci Technol. 7(1): 1-7. Mansur I, Tuheteru FD. 2010. Kayu Jabon. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Mindawati N, Bogidarmanti R, Nuroniah HS, Kosasih AS, Suhartati, Rahmayanti SA, Rachmat E, Rochmayanto Y. 2009. Sintesa Hasil Penelitian Silvikultur Jenis Alternatif Penghasil Kayu Pulp. Bogor (ID): Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
15 Oliveira L, Cordeira N, Evtuguin DV, Torres IC, Silvestre AJD. 2007. Chemical composition of different morphological parts from ‘Dwarf Cavendish’ banana plant and their potential as a non wood renewable source of natural products. Ind Crop Prod. 26 : 163-172. Pasaribu G, Sipayung B, Pari G. 2007. Analisis komponen kimia empat jenis kayu asal Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 25 (4): 327-333. Protasio TdP, Bufalino L, Tonoli GHD, Junior MG, Trugilho PF, Mendes LM. 2013. Brazillian lignocellulosic wastefor bioenergy production: characterization and comparison with fossil fuels. Bioresour Technol. 8(1) : 1166-1185. Rachman AN, RM Siagian. 1976. Dimensi Serat Jenis Kayu Indonesia Bagian III. Bogor (ID): Laporan LPHH No. 75. Roliadi H, Dulsalam, Anggraini D. 2010. Penentuan daur teknis optimal dan faktor eksploitasi kayu hutan tanaman jenis eucalyptus hybrid sebagai bahan baku pulp kertas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 28(4): 332-357. Robertson G, Olson J, Allen P, Chan B, Seth R. 1999. Measurement of fiber length, coarseness, and shape with the fiber quality analyzer. Tappi J. 82(10): 93-98. Sable I, Grinfelds U, Jansons A, Vikele L, Irbe I, Verovkins A, Treimanis A. 2012. Comparison of the properties of wood and pulp fibers from Lodgepole pine (Pinus contorta) and Scots pine (Pinus sylvestris). Bioresour Technol. 7(2): 1771-1783. Sahari J, Sapuan SM, Ismarrubie ZN, Rahman MZA. 2012. Physical and chemical properties of different morphological parts of sugar palm fibres. Fibre Text East Eur. 2(91): 21-24. Sanadhya I, Lobo V, BhotM, Varghese J, Chandra N. 2013. In vitro antioxidant activity of leaves of Anthocephalus indicus a. Rich. Int J Phar Pharm Sci. 5(2): 536-540. Santos RB, Capanema EA, Balakshin MY, Chang HM, Jameel H. Effect of hardwoods characteristics on kraft pulping process: emphasis on lignin structure. Bioresour Technol. 6(4): 3623-3637. Saravanan V, Parthiban KT, Kumar P, Marimuthu P. 2012. Wood characterization studies on melia dubia cav. for pulp and paper industry at different age gradation. Res J Recent Sci. 2: 183-188. Shamsundar SG, Paramjyothi S. 2010. Preliminary pharmacognostical and phytochemical investigation on Sterculia foetida Lim. Seeds. Afr J Biotechnol. 9(13): 1987-1989. Sharma AK, Dutt D, Upadhyaya JS, Roy TK. 2011. Anatomical, morphological, and chemical characterization of Bambusa tulda, Dendrocalamus hamiltonii, Bambusa balcooa, Malocana bacicfera, Bambusa arundinacea, and Eucalyptus tereticornis. BioResources 6(4): 5062-5073. Syafii W, Siregar IZ. 2006. Sifat kimia dan dimensi serat kayu mangium (Acacia mangium willd.) dari tiga provenans. J Trop Wood Sci Technol. 4(1): 28-32. Ververis C, Georghioua K, Christodoulakisa N, Santasb P, Santas R. 2004. Fiber dimensions, lignin and cellulose content of various plant materials and their suitability for paper production. Ind Crop Prod. 19: 245-254. Yamamoto H, Kojima M, Yoshida M, Ojio Y, Okumura K. 2009. Maturation property of fast growing hardwood plantation species: A view of fiber length. For Ecol Manage. 257: 15-22.
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1991 di kota Bogor dari pasangan Emil Anwar dan Nikmah Adnan (Almh), merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 58 Jakarta Timur dan diterima IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB) di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2012 penulis memilih bagian Kimia Hasil Hutan sebagai bidang minat studi tugas akhir. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di daerah Kamojang dan Sancang Barat pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2013 di PT Riau Andalan Pulp and Paper, Pangkalan Kerinci, Riau. Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi sebagai anggota Divisi Kelompok Minat Kimia Hasil Hutan HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) dan anggota Divisi Human Resource Development tahun 2011 serta anggota Divisi Public Relation tahun 2012 pada IFSA LC-IPB (International Forestry Students’ Association Local Committee IPB). Selama masa perkuliahan penulis memperoleh beasiswa BUMN. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Jabon” di bawah bimbingan Bapak Nyoman Jaya Wistara, Ph.D.