ANALISIS KINERJA PROTOKOL ROUTING AODV DAN OLSR PADA JARINGAN MOBILE AD HOC Sony Candra Dirganto, Ir. Muchammad Husni, M.Kom #
Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
[email protected] [email protected]
Abstrak--- Mobile Ad Hoc Network (MANET) yaitu sebuah jaringan wireless yang terdiri dari mobile-mobile node yang tidak memiliki infrastruktur. Sebuah node dapat berperan sebagai source dan juga sebagai destination. Jaringan ini merupakan salah satu mode jaringan wireless ad hoc akan tetapi nodenode atau user pada jaringan ini bersifat mobile. Terdapat beberapa masalah yang dapat ditemui dalam jaringan ad hoc ini, yaitu adanya kinerja yang tidak menentu yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor. Faktor tersebut antara lain kondisi traffic, jumlah pairing host dan destination, dan lain-lain. Dalam tugas akhir ini, akan dianalisis performa protokol routing dalam jaringan manet yang memiliki beberapa kondisi menggunakan network simulator v2 (NS-2). Protokol routing yang dianalisis adalah ad hoc on-demand distance-vector (AODV) dan Optimized Link State Routing (OLSR). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa protokol AODV lebih baik bekerja pada jaringan statis, dengan jumlah pasangan source dan destination yang relatif kecil. Sedangkan protokol OLSR dapat bekerja dengan baik pada jaringan yang padat dan kapasitas yang besar.
temporari tanpa menggunakan infrastruktur jaringan yang sudah ada. Di dalam jaringan ini, setiap titik tidak hanya sebagai host, tetapi juga sebagai router yang meneruskan paket data kepada parangkat lain. Manet menjadi subjek yang sangat popular untuk penelitian karena adanya laptop dan teknologi wifi yang banyak digunakan pada pertengahan akhir akhir tahun 1990-an. Banyak paper akademik yang mengevalusai protokolprotokol dan kemampuannya dengan melalukan pemvariasian tingkat mobilitas. Ide jaringan ad-hoc bergerak dikembangkan dari jaringan nirkabel IBBS (independent basic service set). IBBS sendiri merupakan sekumpulan titik-titik perangkat nirkabel yang saling berkomunikasi secara langsung. Dimana masing-masing titik berada dalam jangkauan transmisi radio dari titik yang lain, sehingga komunikasi hanya dapat terjadi antar titik yang saling menjangkau. IBBS bersifat jangka pendek, terdiri atas sejumlah kecil perangkat nirkabel dan dibuat untuk tujuan tertentu yang sifatnya sementara. Bedanya IBBS dengan jaringan ad-hoc, yaitu jika pada IBBS setiap perangkat nirkabel hanya bertindak sebagai titik akhir komunikasi data, sedangkan pada jaringan ad-hoc bergerak perangkat-perangkat berkemampuan sebagai router yang dapat meneruskan paket data dari satu perangkat ke perangkat lainnya.
I. PENDAHULUAN Mobile ad-hoc network (MANET) atau dengan kata lain jaringan ad hoc bergerak adalah sekumpulan titik perangkat nirkabel yang dinamis yang sifatnya
II. DASAR TEORI Protokol routing adalah standarisasi yang melakukan kontrol terhadap bagaimana sebuah node dapat meneruskan paket diantara perangkat
1
komputasi dalam jaringan mobile ad hoc network (MANET). Dalam jaringan ad hoc, setiap node tidak mempunyai pengetahuan mengenai topologi jaringan sekitarnya, melainkan bahwa node-node harus dicari. Dasar pemikirannya adalah bahwa node baru yang masuk akan mendengarkan pesan broadcast dari tetangganya. Sebuah node akan mempelajari node baru didekatnya dan bagaimana cara menjangkau node baru tersebut. Pada suatu saat, setiap node akan mengetahui tentang node-node lain dan mengetahui bagaimana cara menjangkaunya. Protokol routing layaknya sebuah router yang berkomunikasi dengan perangkat lain untuk menyebarkan informasi dan mengijinkan adanya pemilihan rute diantara dua node dalam jaringan. Pada jaringan ad hoc setiap node akan memiliki kemampuan layaknya router yang meneruskan pesan antar node di sekitarnya. Untuk itu dibutuhkan protokol routing untuk membantu tiap-tiap node melakukannya. Protokol routing untuk jaringan ad hoc tentunya berbeda dengan protokol routing yang biasa diimplementasikan pada jaringan kabel. Hal ini disebabkan sifat jaringan ad hoc yang dinamis, sehingga memiliki topologi yang berubah-ubah, berbeda dengan jaringan kabel yang cenderung tetap.
menemukan rute menuju node tujuan tertentu, pemberitahuan akan adanya perubahan topologi jaringan, menjaga kesinambungan koneksi jaringan, dan fungsi-fungsi lain berkaitan dengan rute di dalam jaringan. Protokol AODV hanya berperan aktif pada proses komunikasi dalam jaringan ad hoc jika tidak ditemukan rute untuk mengirimkan paket data dari node sumber ke node tujuan dalam jaringan. Apabila rute yang diinginkan tersedia dan valid, maka proses penggunaan protokol AODV tidak dijalankan. Mekanisme yang demikian sangat menguntungkan untuk mengurangi penggunaan energi dan lalu lintas data dalam jaringan. Pencarian rute dilakukan ketika sebuah node membutuhkan next hop yang menuju pada tujuan, dimana dilakukan dengan mengirimkan pesan RREQ (route request) secara broadcast ke semua node yang mampu dijangkaunya. Node yang menerima RREQ akan memeriksa apakah memiliki informasi rute menuju tujuan yang dimaksud. Jika node antara tidak memiliki informasi rute menuju tujuan, maka node tersebut akan meneruskan RREQ tersebut hingga tiba pada node tujuan atau node yang memiliki informasi rute menuju node tujuan. Ketika node antara meneruskan RREQ, node tersebut juga membuat next hop reverse menuju node sumber, yang berguna ketika mengirimkan pesan balasan. Kemudian node tujuan tersebut akan mengirimkan pesan balasan berupa RREP sebagai balasan dari RREQ. RREP berisi sequence number dan hop count (diinisialisasi dengan nilai 0). Pesan RREP dikirimkan secara unicast ke node sumber sepanjang reverse hop yang dibuat oleh node antara ketika meneruskan pesan RREQ. Node antara yang menerima RREP akan meneruskannya menuju node sumber dan akan menaikkan nilai hop count. Jika node sumber menerima banyak RREP, maka akan dipilih salah satu dengan nilai hop count terkecil. Adanya penggunaan penanda waktu pada entri tabel rute berguna untuk perbandingan “freshness” rute. Ada kemungkinan bahwa node antara akan mengembalikan RREP jika node tersebut telah memiliki entri tabel rute yang lebih “fresh” atau entri tabel rute yang sama tetapi dengan nilai hop count yang lebih rendah. Pada entri tabel rute juga adanya penggunaan lifetime,
2.1. AODV Protokol Ad-hoc On-demand Distance Vector (AODV) adalah protokol yang mekanismenya merupakan perpaduan antara protokol DSR (on-demand) dan protokol DSDV (hop-by-hop). Protokol ini melakukan mekanisme layaknya pada DSR, yaitu adanya rute pencarian (Route Discovery) dan rute pemeliharaan (Route Maintenance), dan proses routing dilakukan secara hop-by-hop layaknya pada protokol DSDV. Pesan-pesan yang digunakan dalam protokol AODV, yaitu Route Request (RREQ), Route Reply (RREP), dan Route Error (RERR). Ketiga pesan tersebut merupakan inti dari protokol AODV. Adapun fungsi dari pesan-pesan itu yaitu untuk
2
dimana rute akan dihapus jika telah kadaluarsa. Pemeliharaan rute dilakukan dengan mengirimkan pesan “Hello” secara broadcast pada interval tertentu. Dengan adanya pesan Hello ini akan diketahui adanya link yang terputus. Jika ditemukan link yang terputus, maka akan dikirimkan RERR ke node sebelumnya yang terkait dengan rute tersebut.
akhir ini ditulis, yaitu ns-2.28. Dalam tugas akhir ini, kami akan mengevaluasi kinerja dari protokol routing AODV dan OLSR. 3.1. Model Mobilitas Mobilitas di dalam jaringan ad hoc merupakan kecepatan node di dalam sistem, dimana dapat diartikan sebagai durasi waktu berhenti ketika sebuah node dalam keadaan tidak bergerak. Sebuah skenario pergerakan yang digunakan dalam simulasi ini dibangkitkan menggunakan model “random waypoint”. Pada model pergerakan ini, node-node dalam ruangan luas akan bergerak secara acak menuju tujuannya dengan distribusi kecepatan antara 0 sampai 20 m/s. 20 m/s merupakan kecepatan maksimum sebuah node bergerak dalam simulasi.
2.2. OLSR Optimized Link State Routing Protocol (OLSR) adalah sebuah protokol routing IP yang dioptimalkan untuk jaringan mobile ad-hoc (MANET) tetapi juga dapat digunakan di lain jaringan wireless. OLSR adalah protokol routing link-state yang proaktif dan menggunakan Pesan “Hello” dan Topologi Control (TC) untuk menemukan dan kemudian menyebarkan informasi link state seluruh jaringan mobile ad-hoc. Masingmasing node menggunakan topologi informasi ini untuk menentukan tujuan hop berikutnya untuk semua node dalam jaringan dengan menggunakan path forwarding hop terpendek. Secara umum, konsep OLSR terbagi menjadi tiga modul, yaitu: Pencarian link ke tetangga (neighbors/link sensing) Penggunaan Multipoint Relay (MPR) Link-state messaging
3.2. Model Komunikasi Untuk mengevaluasi protokol routing, digunakan sumber trafik yang sifatnya konstan, maka dalam simulasi ini digunakan constan bit rate (CBR). Tidak menggunakan koneksi TCP karena TCP mengimplementasikan time out dan pengiriman ulang, juga melakukan pengaturan laju pengiriman data yang berhubungan dengan kondisi/ kesibukan jaringan. Sumber-sumber TCP akan menyediakan pembentukan load jaringan sehingga tidak mengijinkan kita untuk mengevaluasi semua protokol berdasarkan kondisi trafik yang hampir sama. Paket data yang digunakan yaitu sebesar 512 bytes. Untuk keperluan tersebut NS-2 telah menyediakan pembangkit pola komunikasi, yaitu disediakannya file “cbrgen.tcl” untuk menghasilkan pola trafik CBR dan TCP dengan menetapkan jumlah node, laju data, ukuran paket dan jumlah koneksi komunikasi data.
Karena OLSR tergolong protokol yang proaktif, route ke seluruh tujuan di dalam jaringan telah diketahui dan dimaintain sebelum protokol tersebut digunakan. Memiliki route yang selalu tersedia dalam standard routing table dapat sangat berguna untuk beberapa sistem dan aplikasi jaringan yang pada umumnya tidak memiliki route discovey delay yang tergabung dalam proses pencarian route baru.
3.3.
Efek Pola Trafik
Dalam tugas akhir ini, perbedaan polapola trafik pada protokol routing jaringan manet dibangkitkan oleh adanya efek dari beberapa hal sebagai berikut :
III. METODOLOGI Kami mengevaluasi kinerja protokol routing pada jaringan Manet menggunakan Network Simulator versi 2 (NS-2), khususnya kami menggunakan versi terbaru ketika tugas 3
1. Kapasitas jaringan Menunjukkan berapa banyak nodenode yang ada dalam jaringan MANET tersebut. Jumlah node ini disimbulkan dengan n. misalnya n=50, artinya dalam jaringan ada 50 node yang berada dalam jaringan tersebut. 2. Pergerakan node Ditunjukkan dengan waktu berhenti (pause time) antara node melakukan pergerakan. Pause time ini diukur dalam detik (second). Misalnya pause time 3s, artinya suatu node akan berhenti selama 3 detik sebelum melakukan pergerakan selanjutnya. 3. Volume trafik (traffic volume) Menunjukkan jumlah keseluruhan paket data yang ditransmisikan setiap detiknya. Volume trafik biasa disimbulkan dengan V. Misalnya V = 90 paket/s, artinya bahwa setiap detik, sejumlah 90 paket data ditransmisikan dari node sumber ke tujuan.
3.5.
Skenario Simulasi
Simulasi dilakukan dengan network simulator (NS-2), dimana untuk melakukan simulasi antara lain dibutuhkan sebuah pola trafik, skenario pergerakan dan script tcl. Keterkaitan tersebut ditunjukkan dengan blok diagram pada gambar 1 di bawah ini. Otcl Tcl Interpreter with object-oriented extensions
Analysis
NS Simulator Library
Otcl Script Simulation Program
- Event Scheduler - Network Components - Network Setup
NAM (Network Animator) Results Tracelists
Gambar 1. Blok diagram simulasi NS-2
Penjelasan dari blok diagram di atas adalah sebagai berikut :. TCL script merupakan code program dalam ekstensi “.tcl” yang berfungsi untuk menciptakan objek simulator, mendefinisikan topologi jaringan, load pola trafik dan load skenario pergerakan. Program NS merupakan source code utama yang dibangun dalam pemprograman C++. Ouput file trace merupakan file yang berisi hasil trace simulasi yang nantinya akan dianalisis. Ouput file NAM merupakan ouput file hasil simulasi dalam bentuk animasi.
3.4. Matrik Pengukuran Matrik pengukuran yang akan dievaluasi pada protokol-protokol routing ini, antara lain : 1. Protocol Control Overhead Merupakan jumlah keseluruhan dari paket routing yang ditransmisikan selama simulasi. Untuk paket yang dikirimkan melalui banyak hop, setiap transmisi dari sebuah paket (setiap hop) dihitung sebagai satu transmisi. 2. Packet Delivery Ratio Merupakan perbandingan antara paket data yang terkirim (paket data yang berhasil diterima oleh node tujuan) dengan jumlah paket data yang dikirimkan oleh node sumber (paket data yang di-generate node sumber) 3. Average End-to-End Delay Merupakan selang waktu mulai dari paket dikirimkan oleh node sumber sampai paket data tersebut berhasil diterima oleh node tujuan.
3.6.
Parameter Skenario Simulasi
Kami melakukan simulasi pada protokolprotol routing pada area persegi dengan ukuran 800m x 500m. Sebuah model sinyal radio dengan nominal bit-rate sebesar 11Mbps dan nominal jangkauan transmisi adalah 250m. Link layer yang digunakan adalah berdasarkan pada IEEE 802.11 DCF (distributed coordination function). Simulasi dilakukan pada 10 hingga 50 node, dimana node-node tersebut bergerak dalam kecepatan antara 0 sampai 20 m/s. Semua simulasi dalam tugas akhir ini dilakukan selama selang waktu 100 detik. Parameter di atas merupakan parameter umum yang digunakan dalam simulasi, adapun perubahan parameter akan dilakukan untuk mengetahui efek dari kapasitas jaringan (jumlah
4
node), mobilitas node-node, dan efek dari volume trafik dalam jaringan. Detail perubahan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : kapasitas jaringan : node yang digunakan sejumlah 10 node sampai 50 node. mobilitas : menggunakan pause time 20s, 40s, 60s, 80s, dan 100s (jaringan dalam kondisi statis tanpa pergerakan) volume trafik : perubahan volume trafik dilakukan dengan melakukan perubahan pada trafik rate. Dimana simulasi akan dilakukan pada tingkat trafik rate 2, 5, dan 10 paket/detik.
4.1.2. Packet Delivery Ratio Kapasitas Jaringan
terhadap
Packet Delivery Ratio (%)
Keberhasilan pengiriman paket data pada AODV cukup tinggi, yaitu nilai keberhasilannya mencapai angka di atas 86%. Nilai tersebut terjadi pada semua kondisi kapasitas jaringan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas jaringan tidak berpengaruh lebih pada prosentase Packet Delivery Ratio protokol routing AODV. Sedangkan keberhasilan pengiriman paket data pada protokol OLSR relatif lebih rendah dibandingkan dengan protokol AODV.
IV. HASIL SIMULASI 4.1. Performa terhadap Kapasitas Jaringan Untuk mengetahui performa dari protokol-protokol routing terhadap kapasitas jaringan, maka dilakukan beberapa simulasi dengan pemvariasian jumlah node dalam jaringan. Jumlah node yang digunakan yaitu antara 10 node sampai 50 node. Berikut adalah data yang diperoleh selama proses simulasi terhadap protokol AODV dan OLSR.
Jumlah node
Gambar 3. Grafik Packet Delivery Ratio terhadap kapasitas jaringan
4.1.3. Average End-to-End Delay terhadap Kapasitas Jaringan OLSR memiliki average delay paling rendah dibandingkan dengan AODV. Hal ini disebabkan OLSR selalu melakukan update tabel rute yang telah disusun sebelum paket data dikirimkan, sehingga proses pengiriman data tidak perlu menunggu proses pencarian rute terlebih dahulu seperti yang terjadi pada protokol routing AODV.
4.1.1. Protocol Control Overhead terhadap Kapasitas Jaringan
Protocol Control Overhead
Average End-to-End Delay (s)
Protokol yang sangat terpengaruh oleh adanya perubahan kapasitas jaringan, yaitu protokol AODV. Dimana routing overhead protokol ini meningkat sesuai dengan bertambahnya jumlah node Peningkatan yang tidak begitu signifikan terjadi pada protokol OLSR.
Jumlah node
Gambar 4. Grafik Average End-to-End Delay terhadap kapasitas jaringan
Jumlah node
Gambar 2. Grafik Protocol Control Overhead terhadap kapasitas jaringan
5
penurunan. Secara garis besar performa Packet Delivery Ratio protokol routing OLSR masih dibawah AODV, akan tetapi pada saat kondisi node benar-benar diam, protokol routing OLSR menunjukkan performa yang lebih baik diandingkan dengan AODV.
4.2. Performa terhadap Mobilitas Jaringan
Packet Delivery Ratio (%)
Pada uji coba ini, digunakan kondisi jaringan dengan mobilitas tinggi sampai kondisi jaringan benar-benar statis (tanpa pergerakan node). Kondisi jaringan yang statis didapatkan dengan mengatur nilai pause time sama dengan durasi waktu simulasi, yaitu 100 detik. 4.2.1. Protocol Control Overhead terhadap Mobilitas Jaringan Performa Protocol Control Overhead kedua protokol routing terhadap pergerakan node relatif sebanding. Namun tetap protokol routing OLSR lebih unggul dibanding dengan AODV. Kedua protokol routing sempat mengalami penurunan performa pada saat pause time di-set pada 60 detik. Dan kemudian performa meningkat kembali pada nilai pause time yang lebih besar.
Pause time
Gambar 6. Grafik Packet Delivery Ratio terhadap mobilitas jaringan
4.2.3. Average End-to-End Delay terhadap Mobilitas Jaringan
Average End-to-End Delay (s)
Protocol Control Overhead
Protokol yang mempunyai performa average end-to-end delay yang optimal yaitu OLSR. Dimana protokol ini memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan. Hal tersebut terjadi karena OLSR melakukan update tabel rute secara periodik, sehingga paket data tidak harus menunggu lama untuk menemukan rute ke tujuan.
Pause time
Gambar 5. Grafik Protocol Control Overhead terhadap mobilitas jaringan
4.2.2. Packet Delivery Ratio Mobilitas Jaringan
terhadap
Efek dari pergerakan node bagi protokol routing AODV dirasa kurang berpengaruh pada simulasi yang saya lakukan. Dapat dilihat pada saat pause time 20 detik, ketika pause time di-set 40 detik dan 60 detik performa protokol routing AODV mencapai nilai 100% dalam pengiriman paket data. Akan tetapi semakin besar nilai pause time, bahkan pada pause time 100 detik yang berarti node sama sekali tidak bergerak, performa protokol routing AODV mengalami
Pause time
Gambar 7. Grafik Average End-to-End Delay terhadap mobilitas jaringan
4.3. Performa terhadap Volume Trafik Pada uji coba kali ini, kami akan menganalisis efek dari volume trafik terhadap performa protokol routing berdasarkan model komunikasi yang telah kami rancang.
6
Packet Delivery Ratio (%)
Peningkatan volume trafik pada simulasi ini dilakukan dengan meningkatkan tingkat trafik (traffic rate) pada tiap koneksi. Ada tiga skenario yang digunakan pada simulasi ini, yaitu penggunaan trafik rate rendah dengan nilai 2 paket/detik, trafik rate sedang (5 paket/detik), dan kondisi trafik rate tinggi (10 paket/sdetik). 4.3.1. Protocol Control Overhead terhadap Volume Trafik
Packet/detik
Gambar 9. Grafik Packet Delivery Ratio terhadap volume trafik
Protokol OLSR memiliki nilai routing overhead yang optimal pada semua kondisi volume trafik dibandingkan dengan routing overhead protokol AODV. Akan tetapi pada kondisi trafik yang padat, protokol routing AODV dapat memperbaiki performanya melebihi dari hasil yang dicapai OLSR. Hal yang menarik dari protokol OLSR. Terlihat bahwa protokol routing ini memiliki nilai Protocol Control Overhead yang cukup konstan pada kondisi semua volume trafik yang terjadi.
4.3.3. Average End-to-End Delay terhadap Volume Trafik Dalam kondisi memanipulasi volume trafik, protokol OLSR mencatat average end-toend delay jauh lebih rendah dibandingkan dengan protokol AODV. Sedangkan pada AODV mengalami pertambahan nilai average end-to-end delay seiring bertambahnya volume trafik.
Average End-to-End Delay (s)
Protocol Control Overhead
Protokol routing OLSR dapat mempertahankan nilai average end-to-end delay pada nilai terendah, sehingga dapat dikatakan performa OLSR sangat baik pada kondisi trafik normal maupun padat.
Packet/detik
Gambar 8. Grafik Protocol Control Overhead terhadap volume trafik
4.3.2. Packet Delivery Volume Trafik
Ratio
terhadap Packet/detik
Gambar 9. Grafik Average End-to-End Delay terhadap volume trafik
Dapat dilihat dengan jelas bahwa protokol routing AODV memiliki performa yang lebih baik dibandingkan dengan OLSR. Pada kondisi trafik yang normal maupun yang padat, prosentase Packet Delivery Ratio protokol routing AODV selalu lebih baik dibandingkan dengan OLSR. Bahkan protokol routing OLSR cenderung terus menurun performanya di saat kodisi trafik cenderung padat.
7
V. KESIMPULAN
VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Protokol OLSR ini sangat baik diimplementasikan pada jaringan yang besar dan tingkat mobilitas tinggi. OLSR memiliki beberapa kelebihan, yaitu : - OLSR memiliki performa average end-to-end delay yang baik terhadap beberapa kondisi jaringan. - OLSR memiliki nilai Protocol Control Overhead yang relatif tinggi dan stabil baik pada jaringan kecil maupun besar. Kekurangan dari OLSR yaitu prosentase Packet Delivery Ratio yang masih rendah jika dibandingkan AODV. 2. Protokol AODV memiliki kelebihan dalam hal : - Prosentase Packet Delivery Ratio relatif tinggi baik pada berbagai kondisi jaringan, yaitu berkisar diatas 86%. - AODV sangat baik diterapkan pada jaringan dengan mobilitas tinggi, karena nilai Packet Delivery Ratio terus menurun pada kondisi jaringan yang statis. Sedangkan kekurangan dari AODV, yaitu: -
-
Nilai Protocol Control Overhead yang relatif rendah jika dibandingkan dengan protokol routing OLSR. Nilai Average End-to-End Delay yang sering berubah-ubah pada beberapa kondisi jaringan.
8
[1]
Ad hoc (http://en.wikipedia.org/wiki/Adhoc_network)
Network
[2]
C. Perkins, E. Belding-Royer, S. Das, Juli 2003. RFC 3561. Ad hoc on dimand distance vector (AODV)
[3]
J. Broch, D.A. Maltz, D.B. Johnson, Y.C. Hu, J. Jetcheva. 30 Oktober 1998. A Performance Comparison of Multi-hop wireless ad hoc network routing protocols
[4]
Johnson, D. Y.Hu, dan D. Maltz. Februari 2007. RFC 4728. The Dynamic Source Routing Protocol (DSR) for Mobile Ad Hoc Networks for IPv4
[5]
Basavaraju, T.G. Gowrishankar, S. Sarkar, Subir Kumar. November 2007. Scenario based Performance Analysis of AODV and OLSR in Mobile Ad Hoc Networks.
[6]
Larsson, Tony. Hedman, Nicklas. 1998. Routing Protocols in Wireless Ad-hoc Networks – A Simulation Study.