Aslina Br. Ginting
ISSN 0216 – 3128
35
ANALISIS KESTABILAN PANAS BAHAN POLIMER MENGUNAKAN METODE THERMAL GRAVIMETRY Aslina Br.Ginting P2TBDU – BATAN ABSTRAK ANALISIS KESTABILAN PANAS BAHAN POLIMER MENGUNAKAN METODE THERMAL GRAVIMETRY. Thermal Gravimetry Differential Thermal Analysis (TGDTA) merupakan salah satu alat Laboratorium Uji Bahan (LUB) yang telah mendapat pengakuan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN). Lingkup pengujian LUB menggunakan alat TGDTA adalah analisis termal terhadap bahan logam, paduan logam dan keramik. Dalam usaha mengembangkan lingkup pengujian untuk mendukung LUB maka dilakukan analisis termal terhadap bahan polimer. Dari analisis termal dapat diketahui temperature kestabilan panas dan perubahan berat bahan polimer sehingga diketahui unjuk kerja yang baik bila digunakan pada temperature tinggi. Untuk mengetahui kestabilan panas bahan polimer tersebut, telah dilakukan analisis kestabilan panas bahan polimer yang meliputi PVC, Nitril Elastomer, Fluorin Elastomer, Silicon Elastomer, Natural rubber, Butyl rubber, Cis-Polybutadien dan Neoprene. Analisis kestabilan panas dilakukan pada temperature 30oC hingga 800oC dengan kecepatan pemanasan 10oC/menit menggunakan metode termogravimetry. Hasil analisis menunjukkan bahwa PVC stabil terhadap panas hingga 322oC, Nitril Elastomer , Fluorin Elastomer , Silicon Elastomer stabil terhadap panas masing-masing pada temperature 195oC, 370oC dan 370oC. Sedangkan elastomer CisPolybutadien, Natural rubber, Butyl rubber, dan Neoprene mempunyai kestabilan panas masingmasing pada 320oC, 280oC, 280oC dan 220oC. Diatas temperature itu bahan polimer mengalami reaksi peruraian yang menyebabkan pengurangan berat . ABSTRACT THE ANALYSIS OF HEAT STABILITY OF POLYMER MATERIAL USING THERMAL GRAVIMETRY METHODE. Thermal Gravimetry Differential Thermal Analysis is one of equipment in Laboratorium Uji Bahan (LUB) got accreditation from Komite Akreditasi Nasional (KAN). Scope of the experiment in LUB using TGDTA is analysis thermal of metal, alloy and ceramic material. To carry on expand of the scope experiment of thermal properties must do analysis of thermal toward polymer material. From the experiment analysis of thermal can understand heat stability of temperature and weight change from polymer material, so that can be understand performance of the polymer when will use in high temperature. In order to understand the heat stability of polymer, it was necessary analysis of thermal of polymer material consisted of PVC, Nitril Elastomer, Fluorin Elastomer, Silicon Elastomer, Natural rubber, Butyl rubber, Cis-Polybutadien and Neoprene. The research analysis of heat stability has been performed at temperature range 30 oC until 800oC, and heat rate 10oC/ minute using thermal gravimetry methode. From the analysis result showed that PVC have heat stability of temperature until 322oC, Nitril Elastomer, Fluorin Elastomer, and Silicon Elastomer have heat stability of temperature at 195oC, 370oC and 370oC. However, elastomer Cis-Polybutadien, Natural rubber, Butyl rubber, dan Neoprene have heat stability of temperature at 320 oC, 280oC, 280oC and 220oC. Above the temperatures, polymer material undergoes decomposition reaction that cause loss weight.
LATAR BELAKANG alam era globalisasi peranan penelitian dan pengembangan (litbang) harus memenuhi kepuasaan pelanggan khususnya untuk kalangan industri. Untuk memenuhi kepuasaan pelanggan dan mencapai mutu terpadu yang menyeluruh
D
sebaiknya sistem pengujian suatu bahan harus memenuhi ISO 19-17025-2000. Dengan adanya standar sistem mutu diatas, data dan spesifikasi suatu bahan serta hasil pengujian harus mempunyai nilai presisi dan akurasi yang tinggi. Ketiadaan data yang akurat akan menimbulkan
Prosiding PPI – PDIPTN 2005 Puslitbang Teknologi Maju – BATAN Jogjakarta, 12 Juli 2005
36
ISSN 0216 – 3128
kesulitan untuk memahami karakter suatu bahan sehingga menyebabkan unjuk kerja bahan tersebut dalam penggunaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut dapat terjadi apabila kurang baiknya pengamatan , pencacatan, dokumentasi, pengecekan, pengolahan dan perhitungan serta interpretasi data yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pelaporan data sehingga apa yang ingin disampaikan kepada pelanggan tidak terwujud dengan baik[1]. Untuk menggindari masalah diatas serta meningkatkan kinerja alat maka setiap pengujian harus memenuhi persyaratan sistem mutu SNI 19-17025-2000. Untuk memenuhi persyaratan sistem mutu SNI 1917025-2000 dan meningkatkan kepercayaan terhadap hasil pengukuran, maka suatu laboratorium pengujian harus memenuhi beberapa faktor antara lain[2]: Peralatan yang terkalibrasi, metode pengujian harus valid dan personel harus terkualifikasi.. Beberapa peralatan yang berada di laboratorium Instalasi Radiometalurgi telah melakukan sistem pengujian mengukuti SNI 1917025-2000, salah satunya adalah alat Thermal Gravimetry Differential Thermal Analysis (TGDTA). Pada tahun 2004 telah mendapat pengakuan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan nomor akreditasi LP222-IDN tahun 2004 dengan nama Laboratorium Uji Bahan (LUB). Lingkup pengujian LUB menggunakan alat TGDTA meliputi analisis termal terhadap bahan logam,paduan logam dan keramik. Dalam usaha untuk mengetahui unjuk kerja alat TGDTA serta untuk melakukan penambahan ruang lingkup pengujian mendukung kegiatan LUB maka dicoba untuk mempelajari sifat termal terhadap bahan polimer. Penambahan lingkup pengujian LUB tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja alat serta meningkatkan kemampuan personel LUB dalam melakukan analisis bahan polimer. Pada dekade akhir-akhir ini tuntutan teknologi akan kebutuhan manifakturing, desain dan pewarnaan material berkembang dengan pesat. Salah satu bahan yang dapat menjawab kebutuhan tersebut adalah bahan polimer. Keunggulan yang dimiliki oleh bahan polimer dibandingkan dengan bahan logam, paduan logam dan keramik karena mempunyai sifat anti korosi yang baik dan mudah dilakukan proses pembentukan sehingga dapat diproses lebih lanjut untuk bahan komponen mekanik, elektrik dan elektronik[4]. Namun kelemahannya adalah bila digunakan pada temperatur tinggi harus
Aslina Br. Ginting
diketahui terlebih dahulu sifat fisisnya khususnya temperatur kestabilan panasnya. Karena bila digunakan diatas temperatur kestabilan panasnya bahan polimer mengalami reaksi yang diduga akan mengalami perubahan karakter dari polimer tersebut , sehingga didalam penggunaannya tidak diperoleh unjuk kerjanya yang baik. Polimer dikenal pada mulanya adalah karet alam atau getah kayu karet yang biasanya disebut elastomer. Elastomer dibuat dengan cara memvulkanisir karet alam, kemudian disintesa di laboratorium atau pabrik sehingga dapat digunakan berbagai macam kebutuhan. Bahan polimer didalam industri dapat digunakan bahan perekat, sarung tangan, komponen mobil dan elektrik. Kegunaan polimer dalam komponen elektrik sering digunakan sebagai bahan isolasi (plaster) dan sebagai sambungan atau joints [4,5]. Beberapa bahan polimer yang sering digunakan sebagai sambungan atau joints adalah Nitril Elastomer , Fluorin Elastomer dan Silicon Elastomer[5]. Sedangkan bahan polimer yang biasa digunakan dalam pembuatan pipa , sepatu dan bahan lainnya adalah PVC , Natural rubber, Butyl rubber, Cis-Polybutadien dan Neoprene. Dalam industri bahan nuklir bahan polimer sering digunakan untuk pembuatan karet timbal yang dapat menyerap irradiasi nuklir [5]. Dalam penggunaannya dalam bidang elektronik maupun industri nuklir polimer harus mempunyai sifat fisis antara lain ketahanan terhadap temperatur tinggi , sifat kimia dan sifat mekanik yang baik. Untuk mengetahui sifat fisis khususnya kestabilan panas bahan tersebut terhadap temperatur tinggi, maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis kestabilan panas beberapa bahan polimer dengan menggunakan alat Thermal Gravimetry Differential Thermal Analysis (TGDTA) dari temperatur ruangan hingga temperatur 800oC. Metode pengujian yang digunakan adalah metode Thermogravimetry dari ASTM E 537869[6] dengan lingkup pengujian dibatasi hanya pada analisis termal untuk penentuan temperature kestabilan panas dan penentuan perubahan berat bahan polimer. Selain untuk meningkatkan kinerja alat TGDTA, analisis termal ini juga bertujuan untuk memahami dan mengetahui kestabilan panas bahan polimer tersebut pada temperatur tinggi, karena pada temperatur tinggi atau diatas temperatur kestabilan panasnya bahan polimer diduga akan mengalami perubahan karakter, sehingga dalam penggunaanya di lapangan
Prosiding PPI – PDIPTN 2005 Puslitbang Teknologi Maju – BATAN Jogjakarta, 12 Juli 2005
Aslina Br. Ginting
ISSN 0216 – 3128
diperoleh unjuk kerja yang tidak sesuai dengan karakter yang sebenarnya. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kesetabilan panas sebelum bahan tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dilapangan. Prinsip Alat TGDTA Prinsip dasar DTA adalah apabila dua buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang berisi sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel kosong (pembanding) disebelah kanan. Kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran panas yang sama besar seperti yang terlihat pada Gambar-1, dan akan terjadi penyerapan panas yang berbeda oleh kedua krusibel tersebut. Besarnya perbedaan penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperature yang menyebabkan terjadinya suatu reaksi perubahan fisika atau kimia. Perubahan temperature tersebut dicirikan oleh pembentukan puncak eksotermik atau endotermik. Sedangkan prinsip dasar TG adalah perubahan temperature yang menyebabkan terjadinya perubahan berat. Apabila temperatur sampel (Ts) lebih besar dari temperatur pembanding (Tr) yang terjadi adalah reaksi pertambahan berat (+TG). Apabila temperatur sample (Ts) lebih kecil dari pada temperatur pembanding (Tr) maka yang terjadi adalah reaksi pengurangan berat (-TG).
Gambar1.
Sistem Pemanasan Tungku TGDTA
Dalam
METODELOGI PENELITIAN Bahan PVC (Polyvinylklorida, Nitril Elastomer, Fluorin Elastomer, Silicon Elastomer, Natural rubber, Butyl rubber, Cis-Polybutadien, Neoprene Peralatan TGDTA’92 Merk SETARAM. Tata Kerja Siapkan masing - masing sampel polimer kemudian ditimbang dengan timbangan analitik
37
untuk mengetahui beratnya . Sampel polimer PVC dengan berat 50 mg dimasukkan kedalam krusibel Alumina. Kemudian krusibel yang telah berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam chamber TGDTA rod untuk divakumkan hingga tekanan 10-1bar. Setelah tercapai kondisi vakum selanjutnya chamber TGDTA rod dialiri gas Argon dengan tekanan 2,5 bar. Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan panas dengan menggunakan metode thermogravimetry dari temperatur 30oC hingga temperatur 800 oC dengan kecepatan pemanasan 10oC/menit dalam media gas Argon. Dari data hasil analisis berupa termogram aliran panas TGDTG di evaluasi kemudian dilakukan pembahasan. Langkah pengukuran yang dilakukan terhadap polimer PVC dilakukan sama terhadap masing-masing polimer diatas dengan berat sampel 25 mg. Sehingga dari analisis diatas akan diketahui titik temperatur kestabilan panas dan besarnya perubahan berat masing-masing bahan polimer tersebut. Temperatur kestabilan panas bahan polimer tercapai apabila tidak terjadi perubahan base line aliran panas pada pengukuran. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kestabilan Panas Polimer PVC Bahan polimer PVC sangat stabil terhadap panas hingga dibawah temperatur 322oC. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan base line aliran panas TG (Thermal Gravimetry) pada bahan tersebut seperti yang ditunjukkan pada termogram TGDTG Gambar-2. Pada temperature diatas 322oC hingga temperature 386oC terjadi perubahan aliran panas yang menunjukkan terjadinya reaksi peruraian polimer PVC yang menyebabkan pengurangan berat (dm) sebesar -32,3 mg atau setara 64,5%. Terjadinya pengurangan berat pada temperatur ini disebabkan oleh lepasnya gugus asam klorida dari (CH2=CHCl)n menjadi (-CH=CH-)n . Sedangkan pada pemanasan lebih lanjut hingga temperatur 454oC masih terjadi perubahan aliran panas yang menunjukkan reaksi peruraian tahap kedua. Reaksi peruraian bahan polimer PVC pada tahap ke dua ini menyebabkan pengurangan berat sebesar dm (derivative mass) = -13,95 mg atau setara dengan 27,9%. Besarnya pengurangan berat pada temperature ini disebabkan karena lepasnya gugus H2 dari (-CH = CH-)n yang tersisa pada reaksi peruraian tahap pertama menjadi (= C=C=)n sebagai hasil akhir. Hasil analisis reaksi peruraian ini menunjukkan bahwa bahan polimer PVC dengan
Prosiding PPI – PDIPTN 2005 Puslitbang Teknologi Maju – BATAN Jogjakarta, 12 Juli 2005
ISSN 0216 – 3128
38
berat mula-mula seberat 50 mg dipanaskan hingga 800oC mengalami reaksi reaksi peruraian yang menyebabkan pengurangan berat sebesar dm = - 46,2 mg atau 92,4%. Reaksi pengurangan berat terjadi sebanyak 2 (dua) tahap, dibuktikan dengan terbentuknya puncak termogran DTG pada temperature 322oC dan 454oC. Hal ini sesuai dengan metode termogravimetry (TG) bila mana kurva perubahan berat TG diturunkan atau
Gambar 2.
Aslina Br. Ginting
differential maka garis TG yang terbentuk berubah menjadi suatu puncak DTG seperti yang terlihat pada Gambar-2. Dari fenomena diatas dapat dinyatakan bahwa polimer PVC dalam penggunannya sangat baik bila digunakan dibawah temperature 322oC karena diatas temperature tersebut telah mengalami reaksi peruraian yang akan merubah sifat fisis dari bahan tersebut.
Termogram TG Polimer PVC
Analisis Kestabilan Panas Bahan Nitril Elastomer, Fluorin Elastomer dan Silicon Elastomer Dari analisis kestabilan panas yang dilakukan terhadap ke tiga jenis bahan elastomer diatas diperoleh hasil bahwa Nitrile elastomer mempunyai kestabilan panas yang kurang baik bila dibandingkan dengan Flourined elastomer dan Silicon elastomer. Nitrile elastomer stabil terhadap panas hingga 195 oC, tetapi pada temperature 200oC hingga temperature 375oC Nitrile elastomer telah mengalami reaksi peruraian seperti yang terlihat pada Gambar-3 dan Tabel-1. Reaksi peruraian Nitrile elastomer menyebabkan terjadinya pengurangan berat sebesar dm = 4 mg atau setara dengan 15% dari berat semula sebesar 25 mg. Pada pemanasan lebih lanjut sekitar temperatur 375oC hingga 425oC Nitrile elastomer mengalami
reaksi termokimia yang menyebabkan perubahan berat sebesar 10 mg atau sekitar 40% seperti yang terlihat pada Gambar-3. Analisis termal hingga temperature 800oC Nitrile elastomer mengalami reaksi pengurangan berat sebanyak 2 (dua) tahap dengan total pengurangan berat sebesar 14 mg. Pada temperature 375oC kedua elastomer lainnya yaitu Flourined elastomer dan Silicon elastomer sama-sama mengalami reaksi peruraian yang menyebabkan pengurangan berat. Flourined elastomer dari temperature 375oC hingga temperature 435oC mengalami perubahan berat sebesar 17 mg atau setara dengan 60%, sedangkan Silicon elastomer dari temperature 375oC hingga 625oC mengalami pengurangan berat sebesar 19 mg atau sekitar 70% dari berat semula. Dari ke dua fenomena termogram TG diatas, dapat diketahui bahwa kecepatan reaksi
Prosiding PPI – PDIPTN 2005 Puslitbang Teknologi Maju – BATAN Jogjakarta, 12 Juli 2005
Aslina Br. Ginting
ISSN 0216 – 3128
termokimia yang dialami Silicon elastomer lebih lambat dibanding Flourined elastomer, sehingga dapat dinyatakan bahwa Silicon elastomer lebih stabil terhadap panas dibanding dengan Flourined elastomer seperti yang dituangkan
Gambar 3.
39
pada Tabel-1. Dari hasil analisis termal terhadap ketiga elastomer tersebut dapat diketahui Nitril Elastomer mempunyai kestabilan panas yang paling buruk dibanding dengan Flourined elastomer dan Silicon Elastomer.
Termogram TG Nitril Elastomer , Fluorined Elastomer dan Silicon Elastomer
Tabel 1. Temperatur Kestabilan Panas Dari Nitrile ,Flourined , dan Silicon Elastomer Temperatur Tempratur Reaksi Pengurangan Elastomer Kestabilan Panas Termokimia Berat (oC) (oC) (mg) Nitrile 195oC 200oC hingga 375oC 4 375oC hingga 425oC 10 Flourined 370oC 375oC hingga 435oC 17 o Silicon 370 C 375oC hingga 625oC 19 Analisis Kestabilan Panas Natural rubber, Butyl rubber, Cis-Polybutadien dan Neoprene Dari analsis kestabilan panas yang dilakukan terhadap ke empat bahan elastomer diatas diperoleh hasil bahwa bahan Cis-Polybutadien adalah elastomer yang mempunyai kestabilan panas yang lebih baik dibanding ke tiga elastomer lainnya. Cis-Polybutadien stabil terhadap panas hingga temperature 320 oC. Hal ini terlihat dari base line aliran panas yang datar dari temperature 30oC hingga 320oC, tetapi pada temperature 330oC Cis-Polybutadien tersebut mengalami reaksi peruraian yang menyebabkan pengurangan berat sebesar 24,7mg atau setara dengan 99% dari berat semula 25 mg. Fenomena reaksi peruraian ini terjadi karena lepasnya gugus (CH2)n dari gugus (-CH2CH=CHCH2)n. Bahan elastomer yang mempunyai kestabilan panas lebih baik setelah Cis-Polybutadien adalah Butyl rubber. Elastomer ini stabil terhadap panas hingga temperature 280oC. Diatas temperature 280oC yaitu pada temperature 290oC elastomer
Butyl rubber mengalami pengurangan berat sebesar 14,7 mg seperti yang ditunjukkan pada Gambar-4. Dua elastomer lainnya adalah Neoprene dan Natural rubber mempunyai kestabilan panas yang hampir sama. Kedua bahan tersebut stabil terhadap panas hingga temperature masingmasing pada 220oC dan 280oC. Elastomer Neoprene mengalami reaksi peruraian pada temperature 220oC hingga 500oC yang menyebabkan pengurangan berat sebesar 17 mg. Pengurangan berat tersebut terjadi disebabkan karena lepasnya gugus HCl dan (CH 2)n dari (CH2ClCH=CHCH2)n dan yang tersisa sebagai hasil akhir reaksi adalah (-CH=CH-)n. Sedangkan elastomer Natural rubber mulai mengalami reaksi peruraian pada temperature 290oC hingga temperature 420oC yang menyebabkan pengurangan berat sebesar 24,7 mg. Pengurangan berat terjadi disebabkan karena terjadinya pelepasan gugus H2 , CH3 dan CH2)n dari senyawa natural rubber mula-mula (-CH2-
Prosiding PPI – PDIPTN 2005 Puslitbang Teknologi Maju – BATAN Jogjakarta, 12 Juli 2005
40
ISSN 0216 – 3128
CH=CH-CH3-CH2-)n. Dari fenomena ini dapat dinyatakan bahwa elastomer Neoprene mempunyai kecepatan reaksi termokimia lebih lambat dibandingkan dengan elastomer Natural rubber. Dari hasil analisis termal terhadap ke empat elastomer diatas dapat dibuktikan bahwa elastomer yang mempunyai kestabilan panas
Gambar 4.
Aslina Br. Ginting
yang baik masing-masing berurutan mulai dari Cis-Polybutadien, Butyl rubber, Natural rubber dan yang paling buruk adalah elastomer Neoprene. Besarnya temperature kestabilan panas dan besarnya pengurangan berat masing masing elastomer tersebut dituangkan pada Tabel-2.
Termogram kestabilan panas elastomer nitril elastomer , fluorin elastomer dan silicon elastomer
Tabel 2. Temperatur Kestabilan Panas elastomer dan Neoprene. Temperatur Elastomer Kestabilan Panas (oC) Cis-Polybutadien 30oC hingga 320oC Butyl rubber 30oC hingga 280oC Natural rubber 30oC hingga 280oC Neoprene 30oC hingga 220oC KESIMPULAN Analisis kestabilan panas yang dilakukan terhadap 8 (delapan) jenis bahan polimer diatas telah ketahui bahwa bahan polimer paling stabil terhadap panas adalah Fluorined Elastomer dan Silicon Elastomer yang mempunyai temperature kestabilan panas hingga temperature 370oC. Kemudian diikuti oleh PVC dan CisPolybutadien yang stabil terhadap panas hingga temperature 322oC. Natural rubber dan Butyl rubber mempunyai kestabilan panas hingga temperatur 280oC sedangkan Neoprene mempunyai kestabilan panas pada temperatur 220oC. Bahan polimer yang mempunyai temperature kestabilan panas yang paling rendah
Cis-Polybutadien, Butyl rubber, Natural rubber Tempratur Reaksi Termokimia (oC) 330oC hingga 480oC 290oC hingga 480oC 290oC hingga 420oC 230oC hingga 500oC
Pengurangan Berat (mg) 24,7 24,7 24,7 17
adalah Nitrile yang mempunyai kestabilan panas pada temperature 195oC. Diatas temperature kestabilan panasnya bahan polimer tersebut telah berubah karakter karena mengalami reaksi peruraian yang menyebabkan pengurangan berat. Dari hasil analisis diatas dapat dinyatakan bahwa alat TGDTA yang berada di laboratorium Instalasi Radiometalurgi BATAN mampu digunakan untuk menganalis kestabilan panas dan besarnya pengurangan berat bahan polimer serta diharapkan hasil analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui temperature unjuk kerja bahan polimer saat digunakan pada temperature tinggi.
Prosiding PPI – PDIPTN 2005 Puslitbang Teknologi Maju – BATAN Jogjakarta, 12 Juli 2005
Aslina Br. Ginting
ISSN 0216 – 3128
DAFTAR PUSTAKA 1. VINCENT GASPERSZ,”Total Quality Management”PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2002. 2. SNI-17025, Dokumentasi Sistem Mutu Laboratorium, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Tahun 2000. 3. SETARAM, Manual Operation Differential Thermal Analysis Type CS’92 , Setaram Franc, 1992. 4. G.R.MOORE and D.E.KLINE, Properties and Processing for Engineers, Society of Plastics Engineers, Prentice Hall, Inc, Englewood cliffs, NJ 67632. 5. M.F.GRENIER and L.P.GRENIER, Physicochemical Studies of PMR Resin I: Reaction Mechanism and Kinetics at Room Temperature, Vol 3, No 2, 1991. 6. ASTM, Annual Book of ASTM Standards, General Methods and Instrumentation, Volume 14.02.1992. TANYA JAWAB Widyastuti Alat thermal gravimetry dapat digunakan untuk analisis sifat thermal apa saja, dan bahan apa saja yang dapat dianalisis?
41
Untuk apa analisis kestabilan panas tersebut dilakukan terhadap bahan polimer? Aslina Br. Ginting Alat Thermal Gravimetry dapat digunakan untuk mengetahui kestabilan panas suatu bahan (baik polimer, logam, paduan logam dan keramik), serta dapat digunakan untuk menentukan adanya reaksi peruraian, reaksi oksidasi yang menyebabkan terjadinya pengurangan berat (-TG) dan pertambahan berat (+TG) dari suatu bahan. Sunardjo Unsur apakah yang dapat membuat stabil bahan PVC pada suhu 322 0C pada proses pemanasan bahan polimer tersebut mohon dijelaskan? Aslina Br. Ginting Gugus yang membuat stabil terhadap panas pada bahan PVC adalah (-CH = CH-)n , tetapi bukan unsur.. Ketidakstabilan PVC pada suhu 322 0C, karena lepasnya gugus HCl (asam chlorida) dari PVC (CH2 = CHCl)n menjadi (-CH = CH-)n.
Prosiding PPI – PDIPTN 2005 Puslitbang Teknologi Maju – BATAN Jogjakarta, 12 Juli 2005