Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Analisis Kesesuaian Pelayanan Data Penginderaan Jauh Terhadap Kebutuhan Pengguna Suitability Analysis of Remote Sensing Data Services Against User Needs Andie Setiyoko1*), Riyan Mahendra Saputra1, Abdul Asyiri1, Ngadino1, Wiji1, Gusti Darma Yudha1, dan Destri Yanti Hutapea1 1
Pusat Teknologi dan Data PenginderaanJauh - LAPAN *)
E-mail:
[email protected]
ABSTRAK -Pada tahun 2015, telah dilaksanakan operasional pelayanan data yang telah mendistribusikan data sejumlah 25.615 Scene/AOI kepada 228 instansi pemerintah setingkat eselon 2. Pada tahun tersebut, pelayanan data juga telah meraih standar ISO 9001 dan nilai Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang memuaskan. Sebagai upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi tersebut, maka diperlukan kajian tentang kebutuhan pengguna akan data dan layanan terkait data penginderaan jauh dengan melakukan survey pada pengguna data penginderaan jauh. Pada penelitian ini tinjauan utama pada dua aspek yaitu tujuan penggunaan data penginderaan jauh dan jenis citra berdasarkan resolusi spasial yang dibutuhkan pengguna. Proses dilakukan menggunakan instrumen kuesioner yang divalidasi secara statistik dengan data pembanding. Dilihat dari dua aspek yang dikaji tersebut, pelayanan data penginderaan jauh yang dilakukan telah sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kata kunci:kuesioner, data penginderaan jauh, validitas ABSTRACT -In 2015 , operational data services have distributed 25,615 Scenes / AOI of satellite data to 228 government agencies echelon 2. In that year, data services have also earned ISO 9001 standard and value of Community Satisfaction Index (IKM ) was satisfactory. In an effort to maintain and improve the achievement, it is necessary to study the needs of users for data and services related to remote sensing data by conducting a survey to remote sensing data users . This study reviewed two major aspects, namely the purpose of using remote sensing data and type of spatial resolution required by user . The process was performed using a validated questionnaire statistically comparable data . Judging from these two aspects that are examined , remote sensing data services are reliable in accordance with user need. Keywords: Questionnaire, remote sensing data, validity
1.
PENDAHULUAN
Sesuai dengan amanah Undang Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, Pasal 20, Lembaga wajib menyelanggarakan penyimpanan dan pendistribusian data melalui bank data penginderaan jauh nasional sebagai simpul jaringan data penginderaan jauh dalam sistem jaringan data spasial nasional. Lembaga dalam menyelenggarakan penyimpanan dan pendistribusian wajib: a. mengumpulkan, menyimpan, dan mendistribusikan metadata dan data penginderaan jauh wilayah Indonesia; b. menyediakan data penginderaan jauh dengan tutupan awan minimal dan bebas awan setiap tahun untuk seluruh wilayah Indonesia; c. menyediakan informasi mengenai kualitas data penginderaan jauh; d. memberikan supervisi terkait pemanfaatan data penginderaan jauh; e. memberikan masukan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pengadaan, pemanfaatan, penguasaan teknologi, dan data penginderaan jauh satelit; f. menjadi simpul data penginderaan jauh satelit dalam sistem jaringan data spasial nasional; dan g. menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaan jauh bagi para pengguna di luar Lembaga. Amanah UU tersebut sesuai dengan dokumen Perencanaan Strategis Pusat Teknologi dana Data Penginderaan Jauh (Pustekdata) LAPAN tahun 2015-2019 dimana salah satu tujuannya adalah meningkatkan indeks kepuasan masyarakat atas pelayanan IPTEK penerbangan dan antariksai dimana salah satunya adalah data penginderaan jauh yang dilaksanakan dengan program Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN). Sesuai dengan teori dinamika kebijakan publik (Dunn, 1990), Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup
-424-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
substansi, implementasi dan dampak. Salah satu dari proses evaluasi dilakukan melalui kegiatan penelitian ini. Pelayanan data penginderaan jauh sebagai bagian dari implementasi kebijakan publik seharusnya bisa memenuhi lima dimensi SERVQUAL (Parasuraman dkk., 1998), seperti: Tangibles atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu lembaga dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Reliability,atau kehandalan yaitu kemampuan lembaga untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberi pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan,dan kemampuan para pegawai lembaga untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada lembaga. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupayamemahami keinginan konsumen. Beberapa aspek mungkin telah dipenuhi melalui kegiatan pelayanan data pada tahun anggaran 2015, yang telah mendistribusikan data sejumlah 25.615 Scene/AOI kepada 228 Instansi setingkat eselon 2. Selain itu setelah dilakukan survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), dengan nilai 82. Pada tahun tersebut, pelayanan data juga telah meraih standar ISO 9001. Dalam rangka evaluasi meningkatkan atau paling tidak mempertahankan hasil survey IKM, maka diperlukan kajian tentang kebutuhan pengguna akan data dan layanan terkait data penginderaan jauh, seperti kebutuhan pelatihan pengolahan dan layanan teknologi yang dibutuhkan seperti sistem katalog atau sistem lain yagn mendukung. Hasil kajian ini akan berguna bagi instansi Pustekdata untuk merancang kegiatan litbang dan operasional ke depan untuk lebih fokus kepada kebutuhan pengguna. Pada kegiatan ini, aspek yang akan ditinjau adalah pada dimensi reliability dengan melakukan kajian melalui perangkat kuesioner untuk mengetahui kebutuhan pengguna, terutama terkait jenis data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pengunaan data tersebut. Pada kegiatan ini dilakukan analisis statistik untuk melihat apakah proses pelayanan data yang telah dilakukan telah sesuai dengan harapan pengguna yang tergambar pada hasil isian kuesioner. Hipotesis awal yang dibangun adalah bahwa kebutuhan data sama dengan distribusi data berdasarkan indikator uji tingkat signifikansi, serta tujuan penggunaan data pada proses pelayanan data sesuai dengan kebutuhan kegunaan data.
2.
METODE
Metode penelitian yang dilakukan dengan analisis kuantitatif pada sampel sejumlah 47 dari asumsi populasi sejumlah 228. Alat pengumpul data adalah kuesioner yang disusun secara terbuka dan tertutup. Proses analisis menggunakan metode statistik deskriptif dan statistik komparatif/uji beda. Data untuk analisis statistik komparatif dengan menggunakan data dari aplikasi pelayanan selama tahun 2016 (1 Januari – 7 Juni). 68 % responden berasal dari instansi pemerintah daerah, dan sisanya berasal dari pemerintah pusat. Metode uji beda menggunakan Mann Whitney u test karena: jumlah sampel penelitian berupa jenis tujuan penggunaan dengan jenis resolusi spasial kurang dari 30 sampel, data tidak terdistribusi normal atau kelebihan statistik non parametrik serta digunakan untuk menguji satu variabel data kategori dan satu variabel data interval (Nachar, 2008). Dasar pengambilan keputusan dalam Uji Beda Mann Whitney adalah sebagai berikut: - Jika nilai Asymp Sig (2.tailed) < 0,05, maka terdapat perbedaan yang signifikan. - Jika nilai Asymp Sig (2.tailed) > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Diagram alir penelitian ini terlihat pada Gambar 1.
-425-
Analisis Kesesuaian Pelayanan Data Penginderaan Jauh Terhadap Kebutuhan Penggun, (Setiyoko, A., dkk.)
Gambar 1. Diagram Alir Uji Beda Kesesuaian Pelayanan Data
Peralatan yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan proses pengolahan menggunakan perangkat lunak SPSS didukung oleh perangkat lunak Microsoft Excel.
3.
HASILDAN PEMBAHASAN
Proses pengolahan melibatkan beberapa aspek kuesioner yang sesuai dengan data pada aplikasi pelayanan. Aspek tersebut adalah tujuan penggunaan dan resolusi spasial citra. Berdasarkan analisis statistik komparatif berupa kalkulasi prosentase tujuan penggunaan data seperti pada Gambar 2.
-426-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
46%
50% 40%
23%
30% 20% 10%
12%
10% 3% 3% 2%
2%
11%
16%
15% 16%
17% 8%
3%
1% 1% 1% 2%1% 5% 2% 1% 1% Aplikasi Pelayanan
0%
Aplikasi Pelayanan Kuesioner
Gambar 2. Grafik Perbandingan Tujuan Penggunaan Data pada Aplikasi Pelayanan dan Kuesioner
Proses hitung statistik dengan menggunakan metode Mann Whitney karena sampel berupa jenis tujuan penggunaan kurang dari 30. Sebelum dilakukan kalkulasi lebih lanjut, proses skoring nilai prosentase dilakukan. Nilai skoring seperti pada Tabel 1. Tabel 1.Skoring Nilai Prosentase Tujuan Penggunaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tujuan Penggunaan Bencana Hankam Kehutanan Kelautan Tata Ruang Penelitian Batas Wilayah Infrastruktur Pertambangan Lingkungan Pertanian/Perkebunan Lainnya
AplikasiPelayanan Prosentase 2% 2% 3% 3% 46% 17% 2% 1% 1% 2% 5% 16%
Skoring 1 1 1 1 4 2 1 1 1 1 1 2
Kuesioner Prosentase 12% 3% 10% 11% 16% 8% 1% 1% 1% 1% 23% 15%
Skoring 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 3 2
Setelah proses kalkulasi dihasilkan sig=0,280. Nilai sig tersebut lebih besar daripada 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa prosentase tujuan penggunaan data pada aplikasi pelayanan data dan hasil pengolahan kuesioner tidak terdapat perbedaan signifikan. Hal ini menunjukkan harapan pengguna terkait tujuan penggunaan data tergambar pada realitas proses pelayanan data. Satu hal yang terpenting terkait pelayanan data adalah jenis resolusi spasial yang dibutuhkan oleh pengguna. Perbandingan jenis resolusi spasial data inderaja yang telah terdistribusi ke pengguna dengan kebutuhan yang digambarkan dari hasil kuesioner terlihat pada Gambar 3.
-427-
Analisis Kesesuaian Pelayanan Data Penginderaan Jauh Terhadap Kebutuhan Penggun, (Setiyoko, A., dkk.)
70% 62% 60% 41%
50% 29%
40%
38% 30%
19% 14%
20%
20%
11%
10% Kuesioner
0% Resolusi Sangat Resolusi Tinggi Tinggi
Aplikasi Pelayanan Resolusi Menengah
Resolusi Rendah
Aplikasi Pelayanan Kuesioner Gambar 3. Grafik Perbandingan Resolusi Spasial Data pada Aplikasi Pelayanan dan Kuesioner
Seperti proses sebelumnya, proses skoring nilai prosentase dilakukan sebelum proses kalkulasi statistik uji beda dilakukan dengan hasil seperti pada Tabel 2. No 1 2 3 4
Tabel 2. Skoring Nilai Prosentase Resolusi Spasial Citra Kebutuhan ResolusiSpasial AplikasiPelayanan Kuesioner ResolusiSangat Tinggi Resolusi Tinggi ResolusiMenengah ResolusiRendah
Prosentase 14% 62% 20% 38%
Skoring 2 7 3 4
Prosentase 29% 41% 19% 11%
Skoring 3 5 2 2
Seperti proses sebelumnya, pada proses ini kalkulasi uji beda dilakukan dengan metode Mann Whitney karena sampel berupa jenis tujuan penggunaan kurang dari 30. Hasil kalkulasi menunjukkan nilai sig=0,457. Nilai tersebut juga lebih besar daripada 0,05, sehingga tidak terdapat perbedaan signifikan antara prosentase citra berdasarkan resolusi spasial yang telah terdistribusi dengan prosentase jenis kebutuhan data dari pengguna berdasarkan jenis resolusi spasial.
4.
KESIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan jawaban pada hipotesis awal bahwa proses pelayanan data yang tergambar pada prosentase jumlah citra berdasarkan resolusi spasial telah sesuai dengan harapan pengguna dan calon pengguna data setelah analisi komparatif dilakukan. Hal tersebut juga berlaku bahwa tujuan penggunaan data selama proses pelayanan data dilakukan selama tahun 2016 sesuai dengan harapan pengguna dan calon pengguna data inderaja secara nasional. Hal tersebut merupakan poin yang sangat penting bagi lembaga terkait untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan data untuk memenuhi kebutuhan data inderaja secara nasional pada semua tingkat resolusi spasial. Proses penelitian masih akan berjalan, karena ada beberapa aspek dalam kuesioner
-428-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
yang masing akan dilakukan analisis lebih lanjut. Selain itu ke depan perlu dilakukan penelitian untuk menguji dimensi pelayanan publik lain seperti tangibles, responsiveness, assurance, danemphaty pada pelayanan data penginderaan jauh. Hasil penelitian ini memungkinkan untuk dilakukan proses validasi lebih dalam dengan metoda lain seperti focus discussion group dengan beberapa pengguna pada beberapa kategori khusus untuk lebih fokus mengemas kebutuhan data inderaja pada masing-masing kategori tersebut.
5.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, Kepala Bidang Diseminasi Pustekdata yang bertanggungjawab pada program operasional yang berjalan, Kepala Kelompok Penelitian, Dr.Ir. RR. Erna Sri Adiningsih M.Si., Dra. Ratih Dewanti, M.Sc., Drs. Bambang Wisnu, MM, Ir. Ruslan Ginting atas arahan dan masukan terhadap penelitian.Terima kasih juga kepada Ogi Gumelar, S.Si dan para Area Manager beserta asisten masingmasing.Semoga penelitian akan bermafaat bagi lembaga dan akan diteruskan sebagai tradisi yang membangun kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Chen, L.H., Mei, Y.C., Ying, H.K., dan Ying, M.T., (2009). Validation of the Gratitude Questionnaire (GQ) in Taiwanese Undergraduate Students. J Happiness Stud DOI 10.1007/s10902-008-9112-7. Dunn, W.N., (2012). Public Policy Analysis (Fifth Edition). Pearson. Gold, A., (2016). Understanding the Mann-Whitney Test. Journal of Property Tax Assessment & Administration. 4(3), dari https://professional.sauder.ubc.ca Hadjam, M., dan Noor, R., (2001). Efektivitas Pelayanan Prima Sebagai Upaya Meningkatkan Pelayanan Di Rumah Sakit (Perspektif Psikologi).Jurnal Psikologi, 2:105 – 115. Iswanto,dkk., (2013). Implementasi Pelayanan Prima Pada Pelanggan di PDAM Kabupaten Kutai Kartanegara, eJournal Administrative Reform.Journal Program Magister Ilmu Administrasi NegaraFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, 1(4):708-719. Mustapa, I.W., (2013).The Analysis For Comparing of The Income of Oil Palm Farm Ofiga AndPlasma Groups in Gunungsari Village of Pasang Kayu District in NorthMamuju Regency.J. Agrotekbis, 1(2):153-158. Nachar, N., (2008). The Mann-Whitney U: A Test for Assesing Whelter Two Independent Samples Come from the Same Distribution. Tutorials in Quantitative Methods for Psychology, 4(1):13-20. Parasuraman, A, dan Valarie A.Z., (2004). Service Quality, Marketing Science Institute. Parsian, Nasrin, dan Trisha, D., (2009). AM Developing and Validating a Questionnaire to Measure Spirituality: A Psychometric Process. Global Journal of Health Science, 1(1). Purdihandoko, Agriaf, dan Sumarno (2014). Analisis Komparatif Efisiensi Usahatani Melon Antara Varietas Melon Apollo Dengan Varietas Melon Action. Jurnal Agriaf. Putri, dan Marlina, P., (2011). Analisis Komparatif Usaha Tani Tumangsari jagung dan Kacang Tanah dengan Monokultur Jagung di Kabupaten Wonogiri.Skripsi, Fakultas Pertanian UNS. Sriwidadi, T., (2011). Penggunaan Uji Mann-Whitney Pada Analisis Pengaruh Pelatihan Wiraniaga Dalam Penjualan Produk Baru. Binus Business Review,2(2):751-762. Syafitri, Lili, Wijaya, dan Trisnadi, (2008). Analisis Komparatif Dalam Memprediksi Kebangkrutan Pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Valentino, J., (2013). Pengaruh Pelayanan Prima (Service Excellence) Terhadap Kepuasan Pelanggan di Prima Swalayan Cabang Nganjuk, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2016 Moderator JudulMakalah
: :
Pemakalah Diskusi :
:
Winanto Analisis Kesesuaian Pelayanan Data Penginderaan Jauh Terhadap Kebutuhan Pengguna Andie Setiyoko (LAPAN)
Pertanyaan: Rubini Jusuf (LAPAN) Perlu disampaikan profil responden karena saya melihat ada beberapa hasil yang sangat kontradiktif. Seperti kebutuhan data untuk tata ruang, resolusi data yang diperlukan 5:10 meter, skala yang dibutuhkan 1:5000.
-429-
Pemanfaatan Luaran Satelit NOAA-AVHRR Near Real-Time untuk Analisis Kekeringan Akibat El Niño di Indonesia(Studi Kasus: Kekeringan Akibat El Niño 2015 di Sulawesi Selatan) (Setiawan, A.M., dkk.)
Punya hardware dan software tetapi yang bias mengolah data 2 orang, kontradiktif. Berapa margin error dari SOP ini? Jawaban : Data yang dibutuhkan kurang sesuai dengan hasil peta 1:5000 dan kemampuan yang dimiliki berbeda-beda. Artinya kita harus sabar dan mengarahkan untuk kesesuaianpelayanan dan pembinaan kita sesuai dengan tulisan ini Analisis Kesesuaian Pelayanan Data.
-430-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Analisis Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Perguruan Tinggi Negeri Periode Januari 2015-April 2016 Distribution Analysis of Remote Sensing Data Users of State Universities period January 2015-April 2016 Viradhea Gita Rista Laksawana1*), Devy Monica1, dan Syaiful Muflichin Purnama1 1
Bidang Diseminasi, Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN *)
E-mail:
[email protected]
ABSTRAK – Dalam melaksanakan yang telah diamanatkan dalam Undang-undang no. 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan, Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN berusaha melayani permintaan data dari instansi pemerintah, termasuk di dalamnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Data satelit penginderaan jauh diperlukan oleh PTN untuk mendukung penelitian mahasiswanya agar lebih baik secara kualitas dan kekinian, sehingga penelitian yang dihasilkan mampu memiliki kompetensi baik secara nasional maupun internasional. INPRES no. 6 tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi menerangkan bahwa data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi tak berbayar dapat didistribusikan kepada instansi pemerintah, yaitu kementerian, lembaga non kementerian, TNI, POLRI, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah. Dengan demikian, maka data yang dapat digunakan oleh PTN adalah data satelit dengan resolusi menengah dan resolusi rendah. Makalah ini membahas tentang kesesuaian ketersediaan data yang ada dan data yang dibutuhkan, mengidentifikasi tema penelitian yang dilakukan, dan jumlah pengguna dari PTN baik yang sudah pernah menggunakan data satelit penginderaan jauh maupun yang belum pernah menggunakan. Kata kunci: pengguna, data penginderaan jauh, perguruan tinggi negeri ABSTRACT - In carrying out its mandated in Law No. 21 of 2013 on Outer Space, Remote Sensing Technology and Data Center, Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN) try to serve data requests from government agencies, including the State Universities. Remote sensing satellite data required by the State Universities to support student research in order to better quality and contemporary, so that the research is produced can have competence both nationally and internationally. Presidential Instruction No. 6 of 2012 on the Provision, Use, Quality Control, Processing and Distribution of High Resolution Remote Sensing Satellite Data explained that the high resolution remote sensing satellite data without pay can be distributed to government agencies, the ministries, institutions of non-ministerial, military, police, provincial government, and local governments. Thus, the data can be used by the State Universities are medium resolution and low resolution satellite data. This paper discusses the suitability of the availability of existing data and data required, identify themes of research conducted, and the number of users from both universities who have been using satellite remote sensing data and who have never used. Keywords: user, remote sensing data, state university
1.
PENDAHULUAN
Untuk mendukung kualitas penelitian mahasiswa, Pustekdata LAPAN memfasilitasi penelitian mahasiswa dari universitas negeri dengan menyediakan data satelit resolusi rendah dan data resolusi menengah. Adapun apabila memerlukan data satelit resolusi tinggi, mahasiswa diperkenanankan melakukan proses penelitian terutama pada proses pengolahan data di Pustekdata LAPAN. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis distribusi spasial dilakukan untuk melihat sejauh mana data penginderaan jauh telah dimanfaatkan oleh mahasiswa ditinjau dari universitas pengguna dan wilayah kajian penelitian mahasiswa, sesuai dengan analisis dari Kraak, M-J dimana spatial data handling process diperlukan untuk visualisasi data spasial, mengungkapkan dan memahami distribusi spasial dan relasinya. Berdasarkan teori Cartographic Visualisation (Taylor, 1994), visualisasi interaktif merupakan kaitan dari 3 aspek yaitu: cognition (analysis and applications), communication (new display techniques), dan formalism (new computer technologies) Pada dasarnya peran visualisasi dapat dijelaskan pada 3 tingkatan seseuai definisi dari MacEachren (1994), yaitu: 1. Visualisasi dapat digunakan untuk mempresentasikan informasi spasial untuk mendapatkan informasi tentang kejadian apa dan lokasinya dimana.
-431-
Analisa Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Perguruan Tinggi Negeri Periode Januari 2015-April 2016(Laksawana, V.G.R., dkk)
2. Visualisasi dapat digunakan untuk proses analisis, seperti melakukan manipulasi data yang diketahui misalnya: proses overlay, proses combinasi dua atau lebih data untuk melihat relasi satu dengan yang lain. Analisis ini untuk mengetahui dimana lokasi paling tepat, rute terpendek, wilayah yang belum terjangkau informasi, dan lain-lain. 3. Visualisasi dapat digunakan untuk proses eksplorasi untuk mengetahui pola terkait studi yang dilakukan. Pada tulisan ini akan dilakukan visualisasi pemerintah daerah mana saja yang sudah melakukan akses data penginderaan jauh ke LAPAN sesuai Inpres nomor 6 tahun 2012. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat mempermudah pengambil kebijakan untuk meningkatkan distribusi data penginderaan jauh yang bisa dilakukan dengan sosialisasi atau penyebaran informasi untuk keperluan penelitian mahasiswa.
2.
METODE
Dalam rangka melakukan analisis distribusi spasial dilakukan proses inputing data dari basis data pelayanan data Pustekdata LAPAN dari bulan Januari 2015 sampai bulan April 2016. Proses inputing data dan pengolahan berupa proses sort dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel Worksheet. Data lain yang digunakan adalah data dari surat permohonan data, tanda terima data, dan data spasial batas wilayah provinsi dan kabupaten/kota dengan sumber Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, dimana update batas wilayah provinsi sudah diolah menjadi 34 provinsi, sedangkan batas kabupaten/kota sejumlah 497 kabupaten/kota. Data tabular pelayanan data kemudian dilakukan penyamaan id dengan data spasial batas wilayah. Setelah kedua data sesuai id-nya, kemudian dilakukan proses intersect dengan menggunakan perangkat lunak ArcMap 10.3. Variasi kelas data diaplikasikan sesuai atribut sudah menggunakan data wilayah kajian penelitian mahasiswa. Setelah itu dilakukan visualisasi dan analisis lanjut.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil Analisis, dapat diketahui distribusi data penginderaan jauh berdasarkan pengguna data dari universitas negeri dan berdasarkan wilayah kajian penelitian menggunakan data penginderaan jauh yang didapatkan dari Pustekdata LAPAN. Frekuensi Penggunaan Data Satelit dari Perguruan Tinggi Negeri (Januari 2015April 2016) 20 15 10 Jumlah Permohonan Data UNC
Unpad
Unsri
Unsyiah
UMI
UU
PPNS
Unsoed
UB
Unand
ITN
UNJ
ITB
Undip
Unhas
IPB
UGM
UI
0
ITS
5
Gambar 1. Grafik Frekuensi Penggunaan Data Penginderaan Jauh Pustekdata LAPAN dari Perguruan Tinggi Negeri (Januari 2015-April 2016)
-432-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Tabel 1. Frekuensi Penggunaan Data Penginderaan Jauh Pustekdata LAPAN dari Perguruan Tinggi Negeri (Januari 2015-April 2016) No
Universitas Pengguna
Jumlah Penggunaan Data
1
Institut Teknologi Sepuluh November
19
2
Universitas Indonesia
16
3
Universitas Gadjah Mada
15
4
Institut Pertanian Bogor
10
5
Universitas Hasanudin
6
6
Universitas Diponegoro
5
7
Institut Teknologi Bandung
4
8
Universitas Negeri Jakarta
3
9
Institut Teknologi Nasional Malang
2
10
Universitas Brawijaya
2
11
Universitas Andalas
2
12
Universitas Jendral Soedirman
2
13
Universitas Udayana
2
14
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
1
15
Universitas Muslim Indonesia
1
16
Universitas Sriwijaya
1
17
Universitas Syiah Kuala
1
18
Universitas Nusa Cendana
1
19
Universitas Padjajaran
1 Total
94
Wilayah Kajian Penelitian PTN
Gambar 2. Distribusi Data Penginderaan Jauh Pustekdata LAPAN berdasarkan Wilayah Kajian Penelitian dari Perguruan Tinggi Negeri (Januari 2015-April 2016)
-433-
Analisa Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Perguruan Tinggi Negeri Periode Januari 2015-April 2016(Laksawana, V.G.R., dkk)
Tabel 2. Distribusi Data Penginderaan Jauh Pustekdata LAPAN berdasarkan Wilayah Kajian Penelitian dari Perguruan Tinggi Negeri (Januari 2015-April 2016) No. Universitas Wilayah Kajian Penelitian Kab. Bandung Barat Kab. Bengkalis Kab. Bogor Kab. Cilacap 1
Institut Pertanian Bogor
Kab. Mamasa Kab. Serang Kota Serang Pulau Jawa dan Sumatera Kab. Indramayu Kab. Kepulauan Seribu
2
Institut Teknologi Bandung
Kota Lombok Kota Surabaya
3
Kab. Sukoharjo
Institut Teknologi Nasional Malang
Kota Bandar Lampung Kota Semarang Kab. Probolinggo, Kab. Pasuruan, Kab. Lumajang, Kab. Malang Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar
4
Kab. Lombok Tengah
Institut Teknologi Sepuluh November
Kota Bandar Lampung, Kab. Lampung Selatan, Kab. Pesawaran Kota Surabaya Prov. Riau Prov. Jawa Timur 5
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Kota Samarinda Kab. Banyuwangi, Kab. Situbondo Kab. Barito Kuala Kab. Bogor Kab. Boyolali Kab. Wonosobo Kab. Ngawi Kab. Pati
6
Universitas Gadjah Mada
Kab. Seluma Kota Bekasi Kota Makassar Kota Palu Kota Semarang Prov. DKI Jakarta Prov. Jawa Pulau Lombok
-434-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
7
Universitas Andalas
8
Universitas Brawijaya
Kab. Batanghari Kab. Solok, Kab. Tanah Datar Kab. Bangkalan, Kab. Sampang, Kab. Pamekasan, Kab. Sumenep Kab. Trenggalek Kab. Kepulauan Seribu Kota Bekasi
9
Universitas Diponegoro
Kota Semarang Prov. Jawa Tengah Kab. Bone Kab. Mejene
10
Kab. Pinrang
Universitas Hasanudin
Kab. Sinjai Kab. Takalar Kota Pare-pare Kab. Bali Barat Kab. Bojonegoro Kab. Karawang, Prov. DKI Jakarta Kab. Kepulauan Seribu Kab. Lombok Utara Kab. Muntilan Kab. Ogan Komering Ulu, Kab. Ogan Komering Ilir, Kota Palembang
11
Universitas Indonesia
Kab. Pringsewu Kab. Sumedang Kab. Tangerang Selatan Kab. Tanggamus, Kab. Lampung Selatan Kab. Tojo Una-una, Kab. Banggai Kota Depok Kota Palangka Raya Prov. DKI Jakarta Prov. Jambi
4.
12
Universitas Muslim Indonesia
Kab. Kepulauan Aru
13
Universitas Nusa Cendana
Kab. Sikka
14
Universitas Sriwijaya
Kab. Lombok Utara
15
Universitas Syah Kuala
Kota Banda Aceh
16
Universitas Udayana
17 18
Universitas Negeri Jakarta Universitas Padjajaran
19
Universitas Jendral Soedirman
Kab. Bangli Kota Denpasar Kab. Bekasi Kab. Indramayu Kab. Cilacap Prov. Jawa Timur
KESIMPULAN
Dari hasil kajian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa dari bulan Januari 2015 sampai bulan April 2016 ada 94 pengguna data dari 19 universitas negeri di Indonesia. Universitas yang paling banyak
-435-
Analisa Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh dari Perguruan Tinggi Negeri Periode Januari 2015-April 2016(Laksawana, V.G.R., dkk)
menggunakan data adalah Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Indonesia, dan Universitas Gadjah Mada. Sedangkan untuk wilayah kajian penelitian, wilayah yang paling banyak dijadikan wilayah kajian penelitian adalah Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.
5.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Kapustekdata, Kabid Diseminasi dan Tim Pelayanan Bidang Diseminasi Pustekdata LAPAN yang memfasilitasi kegiatan dan pengumpulan data terkait pelayan data.
DAFTAR PUSTAKA
Börner, K., William, R., dan Miaw, L., (2016). Visualizing the Spatial and Temporal Distribution of User Interaction Data Collected in Three-Dimensional Virtual Worlds. Cited in http://vw.indiana.edu. [3 Juni 2016] Câmara1, G., Monteiro, A., Miguel, Fucks, S.D., Carvalho, M., (2016). Spatial Analysis and GIS: A Primer. Cited in http://www.dpi.inpe.br. [3 Juni 2016] Gatrell, A.C, Bailey, T.C, Diggle, P.J, dan Rowlingson, B.S., (1996). Spatial point pattern analysis and its application in geographical epidemiology. Trans Inst Br Geogr NS 21 256–274 1996. ISSN 0020-2754 © Konigsberg, S., (2007). The geospatial distribution of employment: a new visual asset. Monthly Labor Review • March 2007. Cited in http://www.bls.gov. [3 Juni 2016] Kraak, M.J., (1999) . Visualising spatial distributions. Cited in http://www.geos.ed.ac.uk. [3 Juni 2016] Rob, M.A., (2003). Applications of Geographical Information Systems in Understanding Spatial Distribution of Asthma. Informing Science Journal, Samet, H., (1995). Spatial Data Structures. Ap-pears in Modern Database Systems: The Object Model, Interoperability, and Beyond, W. Kim, ed., Addison Wesley/ACM Press, Reading, MA, pp.361-385. Vrecar, S., (2002). Distribution Of Spatial Data. Cited in http://www.ec-gis.org. [3 Juni 2016]
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukkan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 Judul Makalah Pemakalah Diskusi
: Analisis Distribusi Pengguna Data Penginderaan Jauh Dari Perguruan Tinggi Negeri Periode Januari 2015 - April 2016 : Viradhea Gita Rista Laksawana :
Pertanyaan: Ratih Dewanti (LAPAN): 1. Kenapa yang dianalisis hanya data sejak Januari 2015 s.d. 2016 saja? Padahal LAPAN (Penginderaan Jauh) melayani kebutuhan pengguna sudah sejak tahun 1984, walaupun saat itu masih experimental stage, namun sejak tahun 1994 sudah mulai tahap operasional. Jadi analisis kebutuhan dan perilaku user (perguruan tinggi negeri) tersebut masih terlalu sedikit belum mencerminkan kondisi trend perkembangan yang terjadi sejak operasionalisasi pelayanan kebutuhan data penginderaan jauh bagi perguruan tinggi. Juga pembatasan hanya perguruan tinggi negeri saja kurang membeberkan gambaran secara konkrit, sementara ada juga perguruan tinggi swasta yang concern dengan penggunaan data penginderaan jauh untuj risetnya 2. Adakah Saudara punya data tersebut untuk pengkayaan informasi serta lebih memberikan makna dan gambaran kondisi riil? Jawaban: 1. Kami menemukan data terlengkap dan tersusun rapi adalah data sejak Januari 2015, sehingga kami hanya mengAnalisis di rentang waktu tersebut. Kami merekap semua permintaan data yang lengkap dari surat permohonan data dan tanda terima data yang dibantu melalui aplikasi wiki bank data. Data perguruan tinggi yang kami peroleh adalah data perguruan tinggi negeri dan swasta. Adapun dalam Analisis kami hampir semuanya adalah perguruan tinggi negeri karena berdasarkan data yang ada tanpa penambahan maupun pengurangan. Beberapa perguruan tinggi ada yang tidak diterima permohonan datanya karena tidak tersedianya data dalam database. 2. Sebenarnya ada satu yang belum sempat kami cantumkan dalam hasil Analisis, yaitu tentang penggunaan datanya. Apakah itu untuk penelitian kawasan perkebunan, perkotaan, hutan, bencana, dll.
-436-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Kajian Awal Pusat Data Penginderaan Jauh Masa Depan di Indonesia: Review Rancangan Sistem LAPANSIMAC dan Implementasinya Preliminary Study on Future Remote Sensing Data Center in Indonesia: Review on LAPANSIMAC Design System and Its Implementation Erna Sri Adiningsih1*), Andie Setiyoko1, Riyan Mahendra Saputra1, Gusti Darma Yudha1, Ogi Gumelar1, Yayat Hidayat1, Destri Yanti Hutapea1, Anis Kamilah Hayati1, dan Rahmat Rizkiyanto1 1
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN *)
E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK-Pusat Data (Data Center) untuk menyimpan dan mengelola data penginderaan jauh telah dibangun dan dikembangkan oleh LAPAN sejak tahun 1990an.Pusat Data merupakan bagian penting dari sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang dikelola oleh LAPAN. Pengembangan dan peningkatan kapasitas pusat data perlu dilakukan sejalan dengan kemajuan teknologi penginderaan jauh dan teknologi informasi serta sejalan dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan pengguna di Indonesia, serta amanat dari Undang-Undang nomor 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan. LAPAN bekerjasama dengan China Academy of Science and Technology (CAST) akan membangun pusat informasi dan pelayanan data satelit untuk aplikasi kelautan atau disebut LAPAN Satellite Information Marine Application Center (LAPANSIMAC). Kajian ini bertujuan untuk menganalisis, merumuskan disain implementasiLAPANSIMAC sesuai dengan kebutuhan di Indonesia yang dinamis khususnya untuk aplikasi kelautan.Data dikumpulkan dari statistik pelayanan data, dokumen rencana strategis, dokumen teknis, dan wawancara/kuisioner pengguna.Hasil kajian awal menunjukkan bahwa data bervolume besar (big-volume data) dan kecepatan aksesibilitas layanan merupakan faktor utama dalam pengembangan pusat data. Pengelolaan data di masa depan akan meliputi data yang diakuisisi oleh stasiun bumi satelit, link dengan pusat data internasional, dan data dari sumber perolehan lainnya.Jenis data dan produk data makin beragam, baik optik maupun radar, dari resolusi rendah hingga sangat tinggi.Pusat data di masa depan tidak hanya berfungsi sebagai penyedia dan akses data bagi pengguna nasional, namun juga sebagai pusat data back-up dan arsip, pusat informasi penginderaan jauh, pusat fasilitas pengolahan data nasional, serta pusat rujukandata dan teknologi penginderaan jauh nasional.Oleh sebab itu disain dari sistem pengoperasian LAPAN SIMAC terdiri dari sub-sistem yang melakukan seluruh fungsi tersebut secara terpadu (integrated technology and data service).Keandalan sistem akan dipengaruhi oleh manajemen data bervolume besar, keandalan perangkat keras dan lunak untuk perolehan pengolahan, dan pengelolaan data, serta dukungan teknologi informasi untuk layanan on-line multi-sektor secara cepat dan akurat. Kata kunci:data center, LAPANSIMAC, data sharing, layanan teknologi dan data terpadu ABSTRACT-Data Center for remote sensing data storage and management has been established and developed by LAPAN since 1990s.Data Center is an essential part of National Remote Sensing Data Bank (BDPJN) managed by LAPAN.Initial BDPJN was started with conventional data bank to provide data services for users manually. Development and enhancement of data center capacity is needed in line with remote sensing technology development, user requirements, and mission under Space Act no. 21 of 2013. LAPAN in collaboration with China Academy of Science and Technology (CAST) will establish satellite information and data service center for marine application or LAPAN Satellite Information Marine Application Center (LAPAN SIMAC). The objectives of this study are to analyze, develop implementation design of LAPAN SIMAC in Indonesia in order to fulfil dynamic users' needs in Indonesia particularly for marine applications.The data were collected through data service statistics, strategic plan document, technical documents, and user interview or questionnaire.The results show that big-data volume and service accessibility speed are the main factors in data center development.Data management in the future should comprise of data from ground station acquisition, link with international data centers, and other sources of data collection.Data and data product types will have a wide variety, both optical and radar data, from low to very high resolution. The future data center should have the capacity to operate multi-functions as a national data provider, data back-up and archive, remote sensing information center, national data processing facility center, as well as national reference for remote sensing data and technology. Therefore, the design of the data center operation system will consist of subsystems to undertake all functions (integrated technology and data service).System reliability will be determined by bigvolume data management, robust hardware and software for data acquisition, processing, and management, with the support of information technology to provide on-line multi-sectoral services rapidly and accurately. Keywords: data center, LAPAN SIMAC, data sharing,integrated technology and data service
-437-
Kajian Awal Pusat Data Penginderaan Jauh Masa Depan di Indonesia:Review Rancangan Sistem LAPAN SIMAC dan Implementasinya (Adiningsih, E.S., dkk.)
1.PENDAHULUAN Pusat Data (Data Center) untuk menyimpan dan mengelola data penginderaan jauh telah dibangun dan dikembangkan oleh LAPAN sejak tahun 1990an. Pusat Data merupakan bagian penting dari sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang dikelola oleh LAPAN. Cikal bakal BDPJN dimulai dari sistem dan format pusat data konvensional untuk melayani pengguna internal maupun eksternal secara manual. Pengembangan dan peningkatan kapasitas pusat data perlu dilakukan sejalan dengan kemajuan teknologi penginderaan jauh dan teknologi informasi serta sejalan dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan pengguna di Indonesia, serta amanat dari Undang-Undang nomor 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan. Pusat Data (Data Center) merupakan bagian penting dari sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang dikelola oleh Pusat Teknologi dan Data penginderaan Jauh (Pustekdata).Sebagai implementasi dari Undang-Undang nomor 21 tahun 2013 tentang Keantariksaan, maka diperlukan penguatan sistem dan pengelolaan BDPJN agar kegiatan penyimpanan dan pendistribusian data sebagaimana diamanatkan Pasal 20 ayat (1) dapat diselenggarakan dengan sebaik-baiknya. Pusat data untuk menyimpan dan mengelola data penginderaan jauh telah dibangun dan dikembangkan oleh LAPAN sejak tahun 1990an.Cikal bakal BDPJN dimulai dari sistem dan format pusat data konvensional untuk melayani pengguna internal maupun eksternal secara manual.Pengembangan dan peningkatan kapasitas pusat data dilakukan sejalan dengan kemajuan teknologi penginderaan jauh dan teknologi informasi serta sejalan dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan pengguna di Indonesia. Pada periode 1990an hingga awal 2000an pengelolaan data dari berbagai resolusi dan sumber data belum terintegrasi.Demikian pula pelayanan pengguna masih dilakukan secara manual.Namun dalam dasawarsa terakhir, pengelolaan dan distribusi data secara bertahap dapat dilakukan secara terintegrasi dengan dukungan fasilitas dan teknologi informasi yang memadai. Pelayanan pengguna saat ini dapat dilakukan secara on-line melalui situs pusat data sejalan dengan perkembangan akses data global di dunia internasional. Perubahan kebijakan data (data policy) satelit resolusi menengah secara internasional dan adanya kewajiban yang diamanatkan oleh UU no.21/2013 kepada LAPAN sebagai pusat dan penyedia data tunggal untuk kebutuhan nasional, mengharuskan Pustekdata melakukan pengembangan dan peningkatan sistem BDPJN secara menyeluruh.Kecenderungan kebutuhan pengguna utama ke depan adalah pendirian pusat data lokal di kementerian/lembaga (K/L) yang link atau terintegrasi dengan BDPJN di LAPAN, sehingga memudahkan pengguna untuk mengakses data dalam volume cukup besar secara cepat dan efisien. Oleh sebab itu diperlukan konsep pusat data masa depan di dalam BDPJN untuk menjawab tuntutan kebutuhan pengguna dan tren pengelolaan data penginderaan jauh. Selain untuk distribusi data secara nasional, sistem BDPJN terintegrasi juga diperlukan untuk link dan diseminasi data secara internasional.Sebagai langkah awal, LAPAN bekerjasama dengan China Academy of Science and Technology (CAST) akan membangun dan mengimplementasikan LAPAN Satellite Information Maritime Application Center atau LAPANSIMAC. Sistem LAPANSIMAC dibangun untuk melayani pengguna data satelit khususnya untuk aplikasi kelautan melalui data sharing dan aplikasi interaktif berbagai data, informasi, produk dan sumber data kelautan antara China dengan negara-negara ASEAN.Sistem ini akan dibangun dan dioperasionalkan pada tahun 2017 dengan disain sistem yang telah dibahas dan disepakati pada tahun 2015.Namun hingga saat ini belum ada pedoman operasional untuk mengimplementasikan sistem LAPANSIMAC.Selain itu untuk mengoperasionalkan sistem ini diperlukan data, produk data, dan informasi yang berstandar internasional.Operasionalisasi sistem ini juga memerlukan link dengan BDPJN dan Sistem Pemantauan Bumi Nasional (SPBN). Kajian ini bertujuan untuk menganalisis, merumuskan kebutuhan format dan jenis data serta disain implementasiLAPAN SIMAC sesuai dengan kebutuhan di Indonesia yang dinamis, khususnyadi sektor kelautan serta mampu menjawab tantangan globalisasi dan keterbukaan data penginderaan jauh secara internasional.
2.METODE Data yang digunakan dalam kajian dikumpulkan dari statistik pelayanan data, dokumen rencana strategis, dokumen teknis, diskusi dengan Tim CAST dan wawancara/kuisioner pengguna. Beberapa dokumen yang menjadi acuan utama adalah Technical Agreement of LAPANSIMAC, LAPANSIMAC Technical Design, Rencana Strategis Pustekdata LAPAN 2015-2019, dan Master Plan IT Pustekdata 2011.Metode yang diterapkan adalah analisis deskriptif dan analisis kompatibilitas antara disain LAPAN SIMAC dengan system BDPJN dan SPBN yang operasional saat ini.
3.HASIL DAN PEMBAHASAN -438-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Hasil kajian awal menunjukkan bahwa data bervolume besar (big-volume data) dan kecepatan aksesibilitas layanan merupakan faktor utama dalam implementasi LAPAN SIMAC sebagai prototipe pusat data penginderaan jauh yang berwawasan internasional. Pengelolaan data dan informasi di masa depan akan meliputi data yang diakuisisi oleh stasiun bumi satelit, link dengan pusat data internasional, dan data dari sumber perolehan lainnya.Pada Gambar 1 disajikan layout system LAPAN SIMAC, sedangkan struktur dan antarmuka system LAPAN SIMAC dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 1.System Layout LAPAN SIMAC di Pustekdata LAPAN (Sumber: Space Star Technology Co., 2016)
Existing data management system of LAPAN
Existing remote sensing application center of LAPAN RS Application Products
Formatted data, preprocessed products, & high level processed product
Maritime information sharing Service platform
Maritime RS Application System Pre-&Advanced Processing Product
Metadata information
IPS
Order information Raw Data & Preprocessing Products
Data&Product Demand
PSS
Distributed Products
Authorized Users (Indonesia)
Distributed Products
DMS TAS
Pre-&Advanced Processing Product Maritime RS Application Products
Shared Metadata Shared Metadata
DCS
Data sharing channel Data & Products Demand
Shared Metadata
Assessment area of Pustekdata
Data supplier (China-ASEAN area) Users (China-ASEAN area)
Assessment area of Pusfatja
Gambar 2.Struktur dan Antarmuka LAPAN SIMAC yang akan dibangun di Pustekdata LAPAN (Sumber: Space Star Technology Co., 2016)
-439-
Kajian Awal Pusat Data Penginderaan Jauh Masa Depan di Indonesia:Review Rancangan Sistem LAPAN SIMAC dan Implementasinya (Adiningsih, E.S., dkk.)
Gambar 3.Struktur dan Rancangan LAPAN SIMAC yang akan Dibangun di Pustekdata LAPAN (Sumber: Space Star Technology Co., 2016)
Dari bagan sistem pada gambar-gambar tersebut dapat dilihat bahwaLAPAN SIMAC terdiri dari 5 sub sistem utama yaitu IPS (Image Processing System), TAS (Typical Application System, DMS (Data Management System), PSS (Public Service System), dan DCS (Data Sharing Coordination System). Dalam rancangan sistem, bagian yang spesifik adalah TAS.Pada disain sistem LAPAN SIMAC pada tahap ini, TAS memerlukan input data spesifik antara lain data dan parameter kelautan dari pengukuran lapangan. Berdasarkan analisis data dari para pengguna sebagai responden diperoleh bahwa kebutuhan pengguna di sektor kelautan saat ini cukup tinggi meskipun belum sebesar kebutuhan di sektor kehutanan dan penataan ruang. Selain itu, jenis data dan produk data makin beragam, baik optik maupun radar, dari resolusi rendah hingga sangat tinggi.Dengan ketergantungan pada operator satelit asing yang diharapkan makin berkurang, perubahan kebijakan data secara internasional, dan operasionalisasi satelit penginderaan jauh nasional, maka pusat data di masa depan tidak hanya berfungsi sebagai penyedia dan akses data bagi pengguna nasional, namun juga sebagai pusat data back-up dan arsip, pusat informasi penginderaan jauh, pusat fasilitas pengolahan data nasional, serta pusat rujukan data dan teknologi penginderaan jauh nasional.Oleh sebab itu disain dari sistem pengoperasian pusat data akan terdiri dari sub-sistem yang melakukan seluruh fungsi tersebut secara terpadu (integrated technology and data service). Keandalan sistem akan dipengaruhi oleh manajemen data bervolume besar, keandalan perangkat keras dan lunak untuk perolehan pengolahan, dan pengelolaan data, serta dukungan teknologi informasi untuk layanan on-line multi-sektor secara cepat dan akurat. Buys dkk. (2015) mengemukakan contoh-contoh terbaik dalam pengelolaan data lintas institusi. Hal ini penting mengingat bahwa sistem LAPAN SIMAC akan menjadi pusat pelayanan informasi penginderaan jauh di masa depan yang melayani kementerian/lembaga, perguruan tinggi dan Pemerintah Daerah. Sistem ini bahkan akan terus dikembangkan menjadi pusat data se-ASEAN.Implementasi LAPAN SIMAC khususnya untuk data citra resolusi tinggi dan sangat tinggi akan memerlukan perlakukan khusus dalam hal obyek strategis yang terdeteksi pada citra.Oleh sebab itu aspek keamanan data dan informasi perlu mendapat perhatian. Menurut Al-Sahli dkk. (2015), metode steganografi dan steganalisis dapat diterapkan sebagai salah satu teknis untuk menyamarkan informasi pada citra menggunakan buffer guna menyamarkan obyek strategis dalam arsip data untuk publik. Cowen (1988) mengemukakan perbedaan GIS, CAD (computer aided design), dan DBMS (database management system) untuk diterapkan dalam DSS (decision support system).Sementara itu Gao dkk. (2006)
-440-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
menggunakanaplikasi GIS dan teknologi basis data untuk mengelola basis data informasi khusus, dalam hal ini kenampakan gunung batu kapur/karst untuk aplikasi pada sektor pertambangan.Untuk sector kelautan yang menjadi prioritas sistem LAPAN SIMAC, permasalahan yang dihadapi terutama adalah ketersediaan data kelautan hasil pengukuran di lapangan. Standar data menjadi isu penting dalam operasionalisis LAPAN SIMAC.Berdasarkan kajian dan analisis spesifikasi teknis data dan metadata untuk input ke LAPANSIMAC dapat diidentifikasi kebutuhan standar data dari BDPJN yaitu terkait metadata dan produk data.Metadata berstandar ISO 19115:2003 berkaitan dengan informasi dan layanan posisi lokasi geografis dari metadata.Adapun produk data berstandar ISO 19131:2007 berkaitan dengan informasi dan layanan posisi lokasi geografis dari produk data.Pada saat ini, ketersediaan data dan metadata dalam system BDPJN maupun SPBN belum seluruhnya memiliki standar internasional tersebut.Hal ini akan menjadi permasalahan teknis dalam link antara LAPAN SIMAC dengan BDPJN maupun SPBN.
4.KESIMPULAN Hasil kajian system LAPAN SIMAC menunjukkan bahwa system ini merupakan prototype pusat data penginderaan jauh yang terpadu dan dapat dikembangkan untuk aplikasi multisektor.Cakupan layanan system tidak hanya untuk pengguna domestik/nasional, tetapi juga disiapkan untuk melayani atau terbuka bagi datasharing internasional, khususnya di lingkup Asia Tenggara.Meskipun demikianimplementasinya menghadapi kendala ketersediaan data pengukuran lapangan beberapa parameter kelautan untuk menjalankan fungsi Typical Application System (TAS).Kendala lainnya dalam implementasi LAPAN SIMAC adalah format data dan metadata dari BDPJN yang belum sepenuhnya berstandar internasional yaitu ISO 19115:2003 untuk metadata dan ISO 19131:2007.
5.UCAPAN TERIMA KASIH Kajian ini merupakan kegiatan di bawah program litbangyasa yang dilaksanakan dan dibiayai oleh Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN pada tahun anggaran 2016. Penulis mengucapkan terima kasih kepada narasumber Bapak Bambang Tejasukmana yang telah memberikan masukan berharga bagi kajian ini.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan anggota Poklitbangyasa Pengelolaan dan Distribusi Data yang memberikan masukan melalui diskusi-diskusi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Salhi, Y.E.A., dan Lu, S., (2015). Achieving High Throughput of Steganography & Steganalysis for Concealing Images Information Using Buffers Concept, 4(2). Boone County Planning Commission GIS Services Division. (2008). GIS Architecture and Data Management Practices. Browning, S., (2003). Getting Started in Desktop GIS and Data Management Strategies. Paper presented at the Ohio Geospatial Technologies Conference for Agriculture and Natural Resources, Columbus, Ohio. Buys, C.M., dan Shaw, P.L. (2015). Data Management Practices Across an Institution: Survey and Report. Journal of Librarianship and Scholarly Communication, 3(2), eP1225. http://dx.doi.org/10.7710/2162-3309.1225. Cowen, D.J. (1988). GIS versus CAD versus DBMS: What Are the Differences?,Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 54:1551-1555. Columbia: Department of Geography and SBS Lab, University of South Carolina. Fadda, E.H.R., Kakish, M., dan Akawwi, E.J., (2008). Relational GIS and Remote Sensing Database System for Al-Salt Area, Jordan. American J. of Engineering and Applied Sciences, 1(4): 241-247. Gao, Y., Tipping, R.G., Alexander Jr.,E.C., (2006). Applications of GIS and Database Technologies to Manage a Karst Feature Database. Journal of Cave and Karst Studies, 68(3): 144–152. Illert, A., dan Afflerbach, S., (2007). Data Product Specification. Europe: Reference Information Specification for Europe (RISE). ISO. (2003). Geographic information — Metadata. Switzerland. Rhodes, G., (2013). The Optimum Framework for Managing E&P GIS. Landmark Services White Paper, Halliburton. Samet, H., (2002). Spatial Databases and Geographical Information Systems (GIS). College Park, Maryland: Computer Science Department and Center for Automation Research and Institute for Advanced Computer Studies University of Maryland. Space Star Technology Co. (2016). LAPAN SIMAC System Design.Space Star Technology Co, Beijing. Wang, J.C., (2005). Building GIS Applications Using the Oracle Spatial Network Data Model. Redwood Shores: Oracle.
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukkan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016
-441-
Kajian Awal Pusat Data Penginderaan Jauh Masa Depan di Indonesia:Review Rancangan Sistem LAPAN SIMAC dan Implementasinya (Adiningsih, E.S., dkk.)
Moderator JudulMakalah Pemakalah Diskusi :
: : :
Rubini Jusuf Kajian Awal Pusat Data Penginderaan Jauh Masa Depan di Indonesia Dr. Erna Sri Adiningsih (LAPAN)
Pertanyaan: Sigit Pranotowijoyo (LAPAN): Terkait dengan policy kegiatan, bagaimana dengan IT program ini, jangan sampai program ini disusupi dengan yang tidak berkepentingan, mengingat data-data yang ada merupakan data penting di Indonesia. Jawaban: Keamanan system ini memang menjadi concern yang terpenting, kuncinya ada pada subsystem public, bisa disetting apakah datanya bias dishare atau tidak. Jadi system ini nanti akan diujicoba dulu sebelum akhirnya dioperasionalkan.
-442-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016 _________________________________________________________________________________________________________
Pengembangan Modul Pengelolaan Data Citra Inderaja dalam Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) Development of Remote Sensing Data Management Module in National Remote Sensing Data Bank (BDPJN) System Riyan Mahendra Saputra1*), Rahmat Rizkiyanto1, dan Yayat Hidayat1 1
LembagaPenerbangan dan Antariksa Nasional *)
E-mail:
[email protected]
ABSTRAK -PUSTEKDATA melaksanakan salah satu fungsinya untuk pengelolaan data citra inderaja melalui sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) dan telah mengelola beberaja jenis data citra inderaja dari resolusi rendah, menengah dan tinggi. Pengelolaan yang dimaksud adalah pengelolaan penyimpanan (subsistem storage) dan pengelolaan diseminasi data citra inderaja (subsistem katalog). Permasalahan yang dihadapi adalah kebutuhanakan kapasitas penyimpanan data citra yang meningkat seiring dengan penambahan data hasil proses akuisisi dan pengadaan data citra inderaja. Dikembangkannya subsistem archive menggunakan media tape library untuk memindahkan data citra dari media penyimpanan (storage) ke media tape (LTO) dengan pengaturan tertentu diharapkan dapat menjadi solusi dalam pengelolaan penyimpanan. Namun, adanya subsistem archive menimbulkan permasalahan baru di subsistem katalog karena lokasi data citra telah berubah dari media penyimpanan (storage) ke media tape (LTO) yang mengakibatkan data tidak bisa diakses oleh subsistem katalog. Tulisan ini mencoba melakukan kajian terhadap subsistem BDPJN yang ada dan mengembangkan modul prototyping antarmuka (interface) antara subsistem archive dan subsistem katalog dengan tujuan agar data tetap dapat diakses oleh subsistem katalog walaupun lokasi data telah berubah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa secara umum dengan dikembangkannya modul antarmuka dapat mengatasi permasalahan perubahan lokasi data sehingga dapat diakses oleh subsistem katalog. Namun demikian masih terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dan dapat ditingkatkan untuk semakin meningkatkan performansi proses pengelolaan sistem BDPJN. Kata Kunci: Pengelolaan Data, citrainderaja, antarmuka, prototipe ABSTRACT -PUSTEKDATA fulfill one of its functions for the management of remote sensing image data through the system of the National Remote Sensing Data Bank (BDPJN) and has been managing several types of remote sensing image data of low, medium and high resolution. The data management consists of the management of storage (storage subsystem) and the management of remote sensing image data dissemination (subsystem catalog). The problem faced is the capacity need for image data storage increased along with the addition of data from the acquisition and procurement of remote sensing image data. The development of subsystems archive using the tape media library to transfer image data from storage media (storage) media to tape (LTO) with a particular arrangement is expected to be a solution in the storage management. However, the archive subsystem poses new problems in the subsystem catalog because the data location has been changed from the data storage to tape (LTO) which cause the data cannot be accessed by the catalog subsystem. This paper attempts to review the existing BDPJN subsystems and develop prototypes module interface (interface) between subsystems archive and catalog subsystem with the aim that the data can still be accessed by the subsystem catalog even though the location of the data has been changed. The results showed that in general the development of the interface module can overcome the problems of the change of location of data that is accessible by the subsystem catalog. However, there are still several things that need to be considered and can be upgraded to further improve process performance management of BDPJN system. Keywords: Data management, remote sensing image, interfacing, prototype
1.
PENDAHULUAN
Pusat Teknologi dan Data (Pustekdata) adalah salah pusat di bawah Kedeputian Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). PustekdataLAPAN mempunyai fungsi melaksanakan penelitian dan pengembangan mengenai data penginderaan jauh (Inderaja) menyelenggarakan kegiatan penginderaan jauh (perolehan, pengolahan, penyimpananandan distribusi data inderaja serta diseminasi informasi) yang diamanatkan oleh UU No. 21 tahun 2013 tentang keantariksaan. PustekdataLAPAN saat ini mengelola beberapa jenis data inderaja dari resolusi kecil, menengah dan tinggi, dan telah dimasukkan kedalam katalog data Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN).
-443-
Pengembangan Modul Pengelolaan Data Citra Inderaja dalam Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) (Saputra, R.M., dkk)
PustekdataLAPANterus meningkatkan kemampuannya dengan meningkatkan berbagai peralatan dan perangkat BDPJN (sistem server, aplikasi, storage dan perangkat jaringan, dll) untuk menjalankan tugas fungsinya. Sistem storage bertujuan untuk menyimpan data inderaja yang dimiliki oleh PustekdataLAPAN. Penyimpanan data di sistem storage memerlukan kapasitas yang cukup besar karena data citra mempunyai ukuran file yang besar dan terus bertambah seiring dengan semakin meningkatnya jumlah data yang dimiliki hasil kegiatan akuisisi, pengadaan data dan pengolahan data. Data yang tersimpan didalam sistem storage diakses oleh beberapa aplikasi pengolahan data dan sistem katalog. Pengelolaan data di sistem storage meliputi pengaturan beberapa media storage, akses kesistem storage dan penyimpanan data disistem storage.Namun pengelolaan data disistem storagemasih belum optimal karena terdapat beberapa kendala operasional. Perlu adanya pengelolaan dan pengaturan penyimpanan data didalam storage karena masingmasing storage mempunyai keterbatasan kapasitas. Reiner, dkk.(2002) mengatakan bahwa cara praktis untuk menyimpan data yang besar menggunakan sistem storage bertingkat (performance tier, capacity tier dan archive tier) serta perpindahan data ditentukan oleh user. Moore , dkk.(2008) membandingkan model pembiayaan penyimpanan disk dan tape di SanDiego SuperComputer Center dan mengatakan bahwa pembiayaan penyimpanan penggunaan tape 1/3 dari penyimpanan menggunakan disk. Pustekdata LAPANsaat ini telah memiliki 2 tingkatanstorageyaitu capacity tierdan archive tiermenggunakan media tape LTO. Perpindahan file/data menggunakan aplikasi archivesecara manual (subsistem archive) dengan kebijakan migrasi data menggunakan parameter umur data, namun dalam operasional sistem ini masih mendapat kendala.Permasalahan lain yang dihadapi adalah perpindahan data dari satu media kemedia lain tersebut menimbulkan permasalahan di sistem katalog.Sehingga jika proses archive dilakukan maka server katalog BDPJN akan mengalami error ketika mengakses kedata tersebut karena lokasi data sudah berpindah dari storage ke dalam tape. Perlu adanya sinkronisasi/integrasi database katalog BDPJN ketika data tersebut dilakukan proses archive kedalam tape dan proses retrieve data dari tape ke dalam storage ketika data tersebut akan diakses oleh sistem katalog BDPJN.
1.1 Manajemen Penyimpanan (Storage) Manajemen storage merupakan isu yang dihadapi oleh hampir semua instansi pemerintah karena data yang dikelola oleh instansi terus bertambah. Permasalahan yang dihadapi dari manajemen peralatan storage diantaranya adalah pengaturanpengamanan, penyimpanan, pencarian, pengarsipan dan recovery data sesuai kebutuhan instansi dan peraturan yang ada. Perkembangan teknologi storage (seperti, SSD, SAS/FC, SATA dan Tape Libraries) memungkinkan untuk melakukan manajemen storage secara hirarki (hierarchical storage management system). Sistem ini mendistribusikan data kebeberapa teknologi storage dengan memperhitungkan kapasitas, efisiensi biayadan waktu akses (Scrhoder, dkk., 2011) ditunjukkan pada gambar 1. Tingkatan performa diterangkan bahwa akses waktu yang cukup cepat namun untuk jenis disk yang digunakan relatif mahal dan kapasitasnya kecil, tingkatan kapasitas mempunyai akses waktu yang tidak terlalu cepat, jenis disk yang digunakan tidak terlalu mahal dan kapasitas disk lebih besar dari tingkatan performa sedangkan untuk tingkatan archive waktu akses lebih rendah dari tingkatan kapasitas dan bisa menggunakan disk atau tape dengan harga yang relatif murah dengan kapasitas yang lebih besar.
Gambar 1. Arsitektur Tingkatan Storage dalam Hierarchical Storage Management System
Tingkatanstorage(storage tiers) mempunyai pengertian penyimpanan secara fisik dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan harga, performa atau atribut lainnya (Freeman, 2012). Pengkelasan storagesecara tradisional terdiri dari 3 kelas yaitu, performance, capacity dan archive, sedangkan menurut SNIA dibagi menjadi 4 yaitu, High Performance SSD/Cache, High Performance HDD, High Capacity dan Tape. Data dikelaskan menjadi 3 yaitu kritikal data, hot data dan cold data, pengkelasan ini akan menentukan data untuk
-444-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
disimpan ditingkatan storage tertentu. Data dapat secara dinamis berpindah dalam tingkatan storageberdasarkan aktifitas akses atau pertimbangan lainnya. Pertimbangan yang digunakan dalam pengelolaanstorageadalah permasalahan yang ingin diselesaikan (performa atau kapasitas), pemilihan dari tingkatan storage yang akan digunakan, biaya yang dibutuhkan, kebijakan migrasi data(Size, Age, Type, Location, Capacity Treshold dan Scheduled Migration) dan metode migrasi. Literatur diatas memberikan arahan dalam melakukan manajemen storage dan parameter-parameter yang digunakan sebagai pertimbangan untuk implementasi manajemen storage.
1.2 Sistem BDPJN Sistem BDPJN merupakan sistem yang dibangun untuk menyelenggarakan kegiatan penginderaan jauh yang diamanatkan oleh UU No. 21 tahun 2013 tentang keantariksaan. Kegiatan yang dilakukan dari perolehan, pengolahan, penyimpananandan distribusi serta diseminasi data inderaja dan informasi. Dalam pengimplementasian sistem BDPJN berdasarkan masterplan Pustekdata LAPAN (Pustekdata, 2011), telah dibangun 10 proses bisnisyaitu, (a)akuisisi dan penyimpanan data, proses untuk memperoleh data-data yang akan disediakan oleh bdpjn, (b)ekstraksi metadata, proses untuk mengumpulkan meta-data dari data citra yang ada di departemen dan lembaga pemerintah di luar BDPJN, (c)pengolahan level data, proses untuk mengubah data dari suatu level menjadi level tertentu, (d)mosaik data, proses pengolahan untuk membuat wall-to-wall indonesian scene dengan tutupan awan minimum, (e)pelayanan data,proses untuk menangani permintaan data dan pengolahan khusus (custom process) dari pengguna, (f)diseminasi data,proses untuk mendistribusikan data secara aktif, (g)remedia data arsip, proses mengubah media penyimpanan data, dari satu jenis media ke media jenis lain, dan untuk men-generate meta-datanya, (h)pelayanan supervisi,proses untuk menangani permintaan supervisi terkait pemanfaatan data pengideraan jauh, (i)pemberian rekomendasi,proses untuk memberikan rekomendasi secara aktif kepada pemerintah, (j)manajemen akun, proses untuk menangani permintaan mendapatkan akun (account) dan untuk membatalkan atau menghapus akun untuk fasilitas pengolahan data (HPC).
Gambar 2. Diagram Alir Data Level 1 Sistem BDPJN
Gambar 2 menunjukkan diagram alir data level 1 dari sistem BDPJN yang terdiri dari entitas user, sistem perolehan data, sistem pengelolaan data, sistem pengolahan data, sistem diseminasi data dan database serta storage data. Ke empat sistem tersebut mengimplemetasikan proses bisnis yang sudah dibuat.
1.2.1 Subsistem Katalog Subsistem katalog BDPJN merupakan salah satu subsistem yang merupakan bagian dari sistem diseminasi data. Subsistem ini mengimplementasikan proses bisnis pelayanan data untuk menangani permintaan data dan pengolahan khusus (custom process) dari pengguna. User melakukan pencarian data dan pemesanan data melalui sistem katalog BDPJN.Informasi pemesanan data disimpan didatabase BDPJN kemudian modul DOWnload handlERmemproses dan menyiapkan data yang dipesan di storage data untuk bisa diunduhatau menggunakan media fisik lainnya (CD, DVD, dll) (gambar 3) dan menginformasikan kepada user ketika data sudah siap.
Gambar 3. Diagram Alir Data Level 4 Subsistem Katalog BDPJN
-445-
Pengembangan Modul Pengelolaan Data Citra Inderaja dalam Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) (Saputra, R.M., dkk)
1.2.2 Subsistem Archive Subsistem archive BDPJN merupakan salah satu subsistem yang merupakan bagian dari sistem pengelolaan data. Subsistem ini mengimplementasikan proses remedia data arsip dengan mengubah media penyimpanan data, dari satu jenis media ke media jenis lain. Proses remedia yang dilakukan adalah memindahkan data dari storage data ke media tape dengan parameter umur data (kebijakan archive). Untuk data citra yang sudah lebih dari 10 tahun akan dipindahkan dari storage ke media tape(proses archive) menggunakan aplikasi archivesecara manual dan akan dipindahkan kembali ke media storage (proses retrieve) untuk data yang dibutuhkan oleh subsistem katalog.Topologi aplikasi archive data (Gambar 4) menggunakan konsep server-client,server melakukan konfigurasi terhadap media storage dan client (IBM, 2007). LAN\WAN (TCP/IP)
Admin TSM
Client 1
Client n
Tape Library
Gambar 4. Topologi Aplikasi Archive
Subsistem ini ketika dijalankan menimbulkan permasalahan operasional dan di subsistem katalog. Permasalahan yang muncul dalam operasional terkait proses archive adalah, waktu yang lama dalam melakukan archive, menentukan data yang akan diarchive, penamaan folder untuk file yang diarchive dan penjadwalan untuk melaksanakan archiveserta pencarian data dalam proses retrieve. Permalahan yang muncul disubsistem katalog ketika data telah dilakukan proses remedia (proses archive), namun informasi lokasi data didalam database tidak berubah maka katalog tidak bisa memproses permintaan user untuk data yang telah diremedia. Ketika terjadi permasalahan dikatalog data tidak bisa diproses untuk melayani permintaan pengguna, maka dilakukan pencarian data secara manual didalam aplikasi archive, jika data terdapat didalam media tape maka data tersebut dipindahkan kembali kestorage data (proses retrieve).
Gambar 5. Diagram Alir Data Level 3 Subsistem Archive
Hasil kajian literatur dan kajian proses terdapat beberapa hal yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah pengelolaan dan pengaturan storage dan permasalahan proses remedia. Untuk masalah pengelolaan dan pengaturan storage akan mempertimbangkan parameter yang digunakan untuk proses migrasi untuk memperbaiki kebijakan archive. Sedangkan untuk proses remedia/migrasi akan dibuatkan modul sinkronisasi terhadap database untuk data yang remedia/migrasi dan melakukan proses archive-retrieve secara semi otomatis dengan menggunakan informasi API aplikasi archive.
2.
METODE
Data yang digunakan dalam penelitianini, menggunakan data citra satelit yang berada di katalog BDPJN dengan batasan data yang umurnya lebih dari 10 tahun per 1 mei-2016 berjumlah19.312 data, menggunakan peralatan berupa server aplikasi dan PC, aplikasi archive IBM Tivoli Storage Management dan mysql.
-446-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar 6. Diagram alir penelitian
Diagram alir kegiatan ditunjukkan pada gambar 6, Analisa parameter dan proses, kegiatan ini bertujuan untuk melakukan analisa parameter yang digunakan dalam melakukan pengelolaan data dan hasil analisa digunakan untuk menjadi template untuk proses remedia/migrasi data.Serta melakukan analisa proses operasional yang bertujuan untuk meningkatkan performa proses. Desain modul aplikasi,kegiatan tahap ini dilakukan desain modul integrasi berdasarkan hasil analisa parameter dan proses. Pengembangan modul, pada tahap ini dilakukan proses pengembangan aplikasi yang mencakup proses konfigurasi struktur data, arsitektur prosedur detail dan karakteristik antarmuka program aplikasi yang di buat sampai dengan pembuatan aplikasi, yaitu pembuatan modul-modul proses aplikasi Pengujian modul dan perbaikan, setelah proses implementasi selesai, selanjutnya menguji program apakah sudah sesuai tujuan dan memberi solusi untuk permasalahan yang ada. Proses ini dilakukan untuk melakukan uji coba modul integrasi yang dibangun. Dari hasil pengujian, bila didapatkan kelemahan dan kekurangan sistem yang ada, kemudian dilakukan perbaikan modul. Hasil dan Pembahasan, kegiatan ini membahas dan menjelaskan hasil yang diperoleh dalam kegiatan pengembangan modul integrasi. Kesimpulan, simpulan yang dapat diambil dalam menjawab permasalahan yang dihadapi dan kegiatan yang dilakukan dalam menjawab permasalahan.
3. HASILDAN PEMBAHASAN Analisa parameter dan proses Parameter yang digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan storage adalah parameter yang terkait dengan kapasitas dan migrasi data. Kondisi eksisting saat ini, menunjukkan bahwa NAS storage mempunyai kapasitas 580 TB digunakan sebagai tier 1 (capacity), sedangkan kapasitas tape library adalah 200 TB digunakan menjadi tier 2 (archive). Klasifikasi data menjadi dua kelas yaitu hot dan cold, untuk klasifikasi hot berdasarkan data citra yang masih diakuisisi dan disimpan distoragetier 1. Klasifikasi data cold untuk data yang sudah tidak diakuisisi dan disimpan dalam storage tier 2. Parameter yang digunakan dalam kebijakan migrasi data yang digunakan (Size, Age, Type, Capacity Treshold dan Scheduled Migration) dan metode migrasi. Ditentukan terlebih dahulu triger yang menjalankan prosesarchive, triger dapat berupa kebijakan melaksanakan proses atau batasan kapasitas yang telah ditentukan. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan parameter yang digunakan untuk memilih file yang akan dimigrasi, dilihat dari ukuran file, umur dan jenis data dilihat dari skala proritas (tingkat kepentingan dan urgensi). Selanjutnya dibuatkan skenario dan jadwal untuk melakukan migrasi serta metode migrasi dilakukan secara manual dengan operator, semi otomatis atau otomatis.
-447-
Pengembangan Modul Pengelolaan Data Citra Inderaja dalam Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) (Saputra, R.M., dkk)
Tabel 1.Data Citra dan Parameter Migrasi 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10
Low Resolution Low Resolution Low Resolution Low Resolution Medium Resolution Medium Resolution Medium Resolution Medium Resolution Medium Resolution Medium Resolution
NOAA MODIS TERRA MODIS AQUA NPP-NPOESS LANDSAT 5 LANDSAT 7 LANDSAT 8 ALOS(AVNIR, PRISM) SPOT 2 SPOT 4
H H H H C C H C C C
300 MB 5,5 GB 5,5 GB 350MB 560MB 780 MB 280MB 60 MB 60 MB
Umur archive retrieve 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari 10 thn 100 hari
11
High Resolution
SPOT 5
H
240 MB (V)
CT
100 hari 4
12
High Resolution
SPOT 6
H
300 MB (V)
CT
100 hari 4
13
High Resolution
SPOT 7
H
600 MB (V)
CT
100 hari 4
14
High Resolution
IKONOS
H
600 MB (V)
CT
100 hari 4
15
High Resolution
QUICKBIRD
H
1,5 GB (V)
CT
100 hari 4
16
High Resolution
PLEIADES
H
2 GB (V)
CT
100 hari 4
17
High Resolution
WORLDVIEW
H
4 GB (V)
CT
100 hari 4
18
High Resolution
GEO EYE
H
4 GB (V)
CT
100 hari 4
19
High Resolution
RAPID EYE
H
600 MB (V)
CT
100 hari 4
20
Radar
RADARSAT
H
410 MB
CT
100 hari 3
21
Radar
TERRASAR
H
1,1 GB (V)
CT
100 hari 3
22
Radar
ALOS PALSAR
H
750 MB
CT
100 hari 3
No
Resolusi
Kelas Data
Satelit
Ukuran file
Type 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan nilai ambang kapasitas, pertama adalah konfigurasi NAS storage yang menggunakan 10 % dari total kapasitas sebagai peringatan dini untuk melakukan migrasi atau penambahan kapasitas. Kedua adalah kapasitas yang digunakan dalam hal retrieve data, di kegiatan ini digunakan nilai 10% yang akan di siapkan untuk proses retrieve dengan asumsi bahwa jumlah data perhari yang diretrieve 50 data dengan ukuran 2 GB dan akan disimpan selama 100 hari. Nilai ambang kapasitas yang digunakan berdasarkan nilai total kapasitas dikurang nilai alert hardware (10%) ditambah nilai kapasitas yang disiapkan (10%) untuk proses retrieve data. 80 % kapasitas storageyang digunakan untuk penyimpanan data.
Desain Modul
Hasil kajian literatur dan kajian proses diatas menunjukkan permasalahan yang dihadapi terkait masalah pengelolaan dan pengaturan storage dan permasalahan proses remedia. Untuk mengatasi masalah pengelolaan dan pengaturan storage telah dibahas dengan menambahkan parameter yang digunakan untuk memperbaiki kebijakan archive. Sedangkan untuk proses remedia/migrasi akan dibuatkan modul sinkronisasi terhadap database untuk data yang remedia/migrasi dan melakukan proses archive-retrieve secara semi otomatis dengan menggunakan informasi API dari aplikasi archive(Gambar 7).
Gambar 7. Desain Modul Integrasi Archive
Untuk melaksanakan proses archive, perlu dibuatkan skenario migrasi data terlebih dahulu sehingga memudahkan dalam operasionalnya. Terdapat 2 skenario (gambar 8), skenario 1 merupakan skenario pertama kali proses archive berjalandan skenario 2 merupakan proses archive yang berjalan ketika kapasitas storage telah melebihi 80%. Berikut skenario yang dibuat: Skenario 1 Migrasi/ archive data
-448-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
1. Perintah melakukan kegiatan migrasi.Filter yang digunakan berdasarkan umur file yang lebih besar dari 10 tahun dan jenis data yang telah ditentukan dalam kebijakan archive. 2. Melakukan update lokasi data di database BDPJN untuk data yang telah dimigrasi.
Gambar 8. Diagram Alir Proses Archive
Skenario 2 Migrasi/ archive data 1. Jika kapasitas storage utama telah mencapai 80 %, maka dilakukan filter umur file yang lebih besar dari 10 tahun dan memperhatikan ukuran file terbesar serta jenis data dan menentukan waktu untuk migrasi. Kapasitas yang dipindahkan 30% dari total kapasitas. 2. Melakukan update lokasi data di database BDPJN untuk data yang telah dimigrasi.
Hasil kueri didatabase(tabel 2) untuk data yang lebih dari 10 tahun per 1 Mei 2016 berjumlah 19.312 data, kemudian dilakukan proses archive dan retrieve untuk masing-masing data untuk mendapatkan waktu perkiraan archive/retrieve rata-rata. Waktu rata-rata tersebut kemudian dikalikan jumlah data untuk mendapatkan perkiraan waktu archive. Jika proses archive dilakukan secara manual, maka membutuhkan waktu tambahan (1 menit /data) untuk melakukan query data dan update database. Tabel 2.Estimasi Waktu MigrasiData Citra No
1 2 3 4 5
Resolusi
Medium Resolution Medium Resolution Medium Resolution Medium Resolution Medium Resolution
Satelit
Waktu per data archive retrieve
350MB
00:03:14
Estimasi Waktu archive Estimasi waktu kueri data dan update database 00:03:38 3.050 3.012 15 h,03:25:36 4h, 16:24:00
560MB
00:03:52
00:05:32 3.929 1.977 32 h,14:13:36
8h, 10:18:00
280MB
00:05:03
00:02:32 2.382 2.623 12:03:15
02:23:00
60 MB
00:00:52
00:01:12 2.132 1.920 00:06:06
00:07:00
60 MB
00:01:49
00:00:43 2.819 5.190 00:16:35
00:09:00
8 240 MB (V)
-
-
-
-
-
255 600 MB (V)
-
-
-
-
-
8 1,5 GB (V)
-
-
-
-
-
Jumlah Data
Ukuran file
LANDSAT 5
6.744
LANDSAT 7
12.138
ALOS(AVNIR, PRISM)
143
SPOT 2
7
SPOT 4
9
6
High Resolution SPOT 5
7
High Resolution IKONOS
8
High Resolution QUICKBIRD
Bandwith (KBps)
Modul integrasi yang dibuat terdiri dari dua bagian, yaitu modul untuk archive dan modul untuk retrieve. Modul integrasi archive bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses archive dengan mengganti proses manual yang ada. Modul integrasi retrieve untuk menangani permasalahan yang terjadi akibat lokasi data yang telah berubah karena proses archive. Hal yang pertama dilakukan adalah mengecek status dari order data, apakah ada yang mempunyai permasalahan copy error. Kemudian dilanjutkan dengan mengecek data di aplikasi archive, jika data ada maka dilanjutkan dengan proses retrieve data, jika tidak ada data maka isikan status error yang terjadi. Jika data berhasil di migrasi maka dilakukan update database dan menjalankan aplikasi order data. Diagram alir modul integrasi untuk proses retrieve data ditunjukkan pada gambar 9. Gambar 10 (a)menunjukkan status order data di modul download handler dan (b) hasil retrieve data menggunakan modulintegrasi
-449-
Pengembangan Modul Pengelolaan Data Citra Inderaja dalam Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) (Saputra, R.M., dkk)
Gambar 9. Diagram Alir Modul Integrasi Untuk Proses Retrieve Data
(a)
(b)
Gambar 10. (a) Status Order Data Di Modul Download Handler (b)Hasil Retrieve Data Menggunkan Modul Integrasi
4.
KESIMPULAN
Beberapa simpulan yang dapat diambil setelah melakukan kajian terhadap parameter migrasi data untuk memperbaiki kebijakan archive dan mengatasi proses error yang terjadi ketika proses archive dilakukan yaitu, Proses archive ditriger oleh pelaksanaan kebijakan archive kemudian proses selanjutnya berdasarkan nilai ambang kapasitas. Parameter yang digunakan dalam menentukan data yang dimigrasi dipilih berdasarkan tingkat kepentingan dan urgensi Modul integrasi yang dibuat terdiri dari dua bagian, yaitu modul integrasi archive bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses archive dengan mengganti proses manual yang ada. Modul integrasi retrieve untuk menangani permasalahan yang terjadi akibat lokasi data yang telah berubah karena proses archive. Waktu proses archive untuk data Landsat 5 sebesar ± 3 menit 14 detik, data landsat 7 sebesar ± 3 menit 52 detik, data alos sebesar ± 5 menit 3 detik, SPOT 2 sebesar ± 52 detik dan SPOT 4 sebesar ± 1 menit 49 detik. Kecepatan proses archive dan retrieve dipengaruhi oleh kecepatan transfer data atau besarnya bandwith trnasfer data. Perlu dilakukan untuk membuat otomatisasi modul yang sudah dibangun kedepannya
5.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. RR. Erna Sri Adiningsih, M.Si atas bimbingan dan arahannya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan
DAFTAR PUSTAKA
Reiner, B., dkk.. (2002).Hierarchical storage support and management for large-scale multidimensional array database management systems. Database and Expert Systems Applications. Springer Berlin Heidelberg. Moore,dan Richard.,dkk. (2008).Disk and Tape Storage Cost Models, diunduh15 Maret 2016 dari http://people.cs.uchicago.edu/~ftchong/290N-W10/dt_cost.pdf, Schroder, dkk.. (2011). A Semantic Extension of Hierarchical StorageManagement Systems for Small and Mediumsized Enterprises. paper presented at the Proceeding of the 1st International Workshop on Semantic Digital Archives, Berlin, Germany.
-450-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Pusat Teknologi dan Data (PUSTEKDATA). (2011). Laporan RIK: Penyusunan Masterplan Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional, Jakarta. Pusat Teknologi dan Data (PUSTEKDATA). (2013). Laporan Instalasi Perangkat Lunak Bank Data Penginderaan Jauh Nasional, Jakarta. Freeman,dan Larry(2012). Tutorial- storage tiering, SNIA,diunduh 7 Maret 2016 dari http://www.snia.org/sites/default/education/tutorials/2012/spring/storman/LarryFreeman_What_Old_Is_New_Again .pdf IBM. (2007). WindowsBackup-Archive Clients Installation and User’s Guide, IBM,diunduh8April 2016 dari http://www.ibm.com/support/knowledgecenter/SSTG2D_6.4.0/com.ibm.itsm.client.doc/b_ba_guide_win.pdf IBM. (2015). Manager Using the Application Programming Interface, IBM,diunduh10Mei 2016 dari http://www.ibm.com/support/knowledgecenter/SSGSG7_7.1.3/api/b_api_using.pdf
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 JudulMakalah NamaPemakalah Diskusi
: Pengembangan Modul Pengelolaan Data Citra Inderaja Dalam Sistem Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) : Riyan Mahendra Saputra :
Pertanyaan: STA Munawar (LAPAN) Bagaimana dengan data yang lama? setelah di restore bagaimana kebijakannya? Jawaban: Data-data inderaja yang lama akan diarchive ke tape berdasarkan kebijakan archive yang ada( Tabel 1). Ketika ada permintaan data yang lokasinya ada di tape, maka data tersebut akan direstore/retrieve dari tape ke lokasi data terdahulu (storage) dan data akan berada di storage berdasarkan kebijakan yang telah dibuat (100 hari) setelah itu data akan dihapus di storage. Pertanyaan: Suwarsono (LAPAN) Bagaimanakahefisiensi dalam pemanfaatannya? Jawaban: : Pemanfaatan dalam menggunakan sistem storage bertingkat lebih efisien dibandingkan dengan single sistem. Kita bisamemanfaatkan sistem storage yang ada dan membagikapasitas storage sesuai dengan kebutuhanaplikasi. dari hasil kajianliteraturpenggunaan media tape lebih efisien 3x dari penggunaan media disk namunakses data lebih rendahdibandingkan media disk Pertanyaan: M.RiyantoSubowo (LAPAN) Apakah software untuk membaca data dari server ke CT begitu sebailknya, dibangun sendiri atau sudah tersedia? Dan opensource atau paten? Jawaban: Pada kegiatan ini menggunakan Server CT(capacity tier) yang merupakan NAS storage dan tape library. untuk membaca data dari NAS tidak menggunakan software tertentu, hanyamembuatkoneksi ke NAS Storage atau membuat map drive ke storage. Sedangkan untuk memindahkan data dari NAS ke tape maupunsebaliknya menggunakan software IBM-Tivoli Storage Manager. Software tersebut merupakan software proprietary dengan lisensi.
-451-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Strategi Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Pertanahan The Strategy of Using Remote Sensing Image for Land Mapping Hadi Arnowo1*) 1
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Jalan Haji Agus Salim Nomor 58, Jakarta Pusat *)
E-mail:
[email protected]
ABSTRAK – Kemajuan teknologi penginderaan jauh berperan penting dalam berbagai survei pemetaan. Survei pemetaan pertanahan merupakan kegiatan pembangunan infrastruktur agraria yang hasilnya digunakan untuk pelayanan pertanahan dan penyajian informasi terkait pertanahan. Data spasial pertanahan membutuhkan citra yang bervariasi untuk pembuatan peta berbasis bidang tanah dan regional (wilayah) untuk seluruh wilayah Indonesia. Pemetaan pertanahan berbasis bidang tanah membutuhkan citra beresolusi tinggi untuk keperluan delineasi persil tanah, sedangkan yang berbasis regional membutuhkan sejumlah band untuk menampilkan jenis tutupan lahan. Pertimbangan pemanfaatan citra untuk pemetaan pertanahan adalah penggunaan skala peta yang akan disajikan, jumlah kanal (band) spektral yang memadai dan ketersediaan citra. Saat ini teknologi penginderaan jauh melalui sensor pankromatik mampu menghasilkan ketelitian di bawah 1 m. Di sisi lain sensor multispektral mampu menyediakan berbagai jenis kanal warna dan inframerah. Untuk daerah – daerah yang tertutup oleh awan dapat diatasi dengan ketersediaan citra Radar. Syarat – syarat citra yang akan digunakan untuk bahan pemetaan pertanahan adalah citra sudah dalam keadaan terkoreksi dan sudah diolah, berada pada areal yang dipetakan (area of interest) dan waktu pengambilan citra kurang dari 3 tahun. Kebutuhan citra untuk pemetaan pertanahan bersifat masif karena meliputi seluruh wilayah Indonesia dan terus menerus karena dalam siklus waktu tertentu harus dilakukan pembaharuan data citra. Mengingat besarnya kebutuhan akan citra diperlukan strategi pemanfaatan citra. Strategi pemanfaatan citra berupa strategi pemilihan jenis citra, perolehan citra dan distribusi citra ke daerah. Kata kunci: survei pemetaan pertanahan, peta berbasis bidang tanah, peta berbasis wilayah, sensor pankromatik, sensor multispektral, strategi pemanfaatan citra ABSTRACT -The progress of remote sensing technology plays an important role in a variety of mapping survey. Land mapping survey constitutes basic activities of agrarian infrastructure development that will be used for land service and presentation of information related to land. Spatial data of land require varying imagery for making of parcel-based maps and region-based maps throughout Indonesia. Parcel-based land mapping requires high-resolution imagery for the purposes of delineation of land parcels, while region-based requires several bands to display types of land cover. Some considerations of the image use for land mapping are taken into account namely the use of the scale map, the adequate number of spectral band, and the availability of imagery. Nowadays, the remote sensing technology through the panchromatic sensor is capable of generating accuracy below 1 m. On the other hand, multispectral sensor manages to provide various color and infrared bands. For the area covered by cloud can be mitigated by the availability of Radar imagery. Terms on imagery that will be used for the material of land mapping should be in a state of corrected and processed image, in the area of interest and the time of image acquisition less than 3 years. The availability of imagery for land mapping is needed massively because it will cover the whole of Indonesia and will continue periodically because the data image must be updated in certain time. As the need of images is growing, strategies for the utilization of images are needed. The strategies embody the selection of image type, image acquisition and image distribution to the area. Keywords: land mapping survey, parcel-based maps, region-based maps, panchromatic sensor, multispectral sensor, the strategy of image use
1.
PENDAHULUAN
Teknologi penginderaan jauh telah digunakan secara luas untuk pembuatan peta. Jenis teknologi penginderaan jauh untuk pembuatan peta sangat beragam, seperti sistem penginderaan jauh aktif dan pasif, pemanfaatan citra resolusi tinggi, menengah dan rendah serta jumlah kanal gelombang cahaya yang digunakan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dengan karakteristik khusus berpengaruh terhadap hasil
-452-
Pemanfaatan Luaran Satelit NOAA-AVHRR Near Real-Time untuk Analisis Kekeringan Akibat El Niño di Indonesia (Studi Kasus: Kekeringan Akibat El Niño 2015 di Sulawesi Selatan) (Setiawan, A.M., dkk.)
citra yang ditampilkan dan selanjutnya digunakan pembuatan peta untuk tema tertentu atau dalam kondisi tertentu. Sebagai contoh, penginderaan jauh aktif digunakan untuk daerah atau wilayah yang selalu tertutup oleh awan. Dewasa ini penggunaan citra penginderaan jauh merupakan bagian tak terpisahkan dalam pembuatan peta baik peta dasar maupun peta tematik. Citra satelit digunakan dalam pembuatan peta setidaknya meliputi: - Sebagai bahan input data unsur alam dan unsur buatan yang tampak dalam citra - Sebagai bahan penyajian tutupan lahan - Sebagai bahan ekstraksi data spektral untuk aplikasi khusus Sejak pertama kali satelit penginderaan jauh beroperasi metode pembuatan peta mengalami perubahan mendasar. Citra yang dihasilkan dari penginderaan jauh menjadi data spasial kebumian melalui penyajian visual maupun interpretasi spektral. Data yang diperoleh dari pekerjaan pemetaan tersebut ditampilkan lebih cepat, jangkauan wilayah yang lebih luas dan informasi yang lebih lengkap sehingga pembuatan peta menjadi lebih efisien (biaya, waktu dan mobilisasi tenaga). Kelebihan teknologi penginderaan jauh tersebut di atas menyebabkan hampir semua pembuatan peta menggunakan citra satelit. Citra satelit digunakan sebagai pembuatan peta untuk tingkat tinjauan hingga tingkat operasional lapangan. Bahkan citra satelit semakin akrab di kalangan masyarakat awam dengan kehadiran aplikasi pencari lokasi berbasis seperti Google Earth, Bling, dan sebagainya. Salah satu pengguna utama citra satelit untuk kepentingan pemetaan adalah di lingkungan pertanahan/ agraria. Data spasial di lingkungan pertanahan/agraria secara umum terdiri dari pemetaan tanah skala menengah dan skala detail yang menampilkan bidang tanah. Peta tema pertanahan yang menggunakan skala kecil hanya terbatas untuk tingkat tinjau secara umum saja. Pemetaan tanah skala menengah pada umumnya digunakan untuk pemetaan wilayah seperti pemetaan penggunaan tanah, tanah terlantar, lokasi tanah hak berskala besar, tanah obyek landreform, dan sebagainya. Sedangkan pemetaan berskala besar atau detail menyajikan bidang tanah digunakan untuk jenis peta yang merupakan inventarisasi bidang tanah untuk kegiatan IP4T serta peta dasar pendaftaran tanah. Penggunaan citra satelit untuk pemetaan pertanahan mempunyai keragaman tingkat resolusi spasial dan spektral yang cukup bervariasi. Pemetaan penggunaan tanah memerlukan tingkat resolusi spasial menengah dan band warna yang cukup karena digunakan untuk interpretasi jenis penggunaan tanah. Sedangkan untuk pemetaan berbasis bidang memerlukan tingkat resolusi yang tinggi hingga dapat mengidentifikasikan batas bidang tanah sehingga cukup dengan warna pankromatik (hitam putih). Selain teknologi satelit dengan sensor pasif seperti tersebut di atas, terdapat juga teknologi sensor aktif yang memancarkan gelombang elektromagnetik seperti gelombang radio (Radar) dan laser (Lidar). Teknologi satelit ini dapat mengatasi hambatan daerah yang tertutup awan. Dengan berbagai jenis teknologi penginderaan jauh memberikan banyak pilihan untuk penggunaan pemetaan pertanahan. Untuk itu pemakaian teknologi tersebut disesuaikan dengan prinsip teknis sesuai data yang dibutuhkan serta prinsip efisiensi. Meskipun dalam kondisi tertentu penggunaan teknologi yang mahal dibutuhkan untuk memberikan hasil yang diinginkan atau pada daerah yang hanya bisa dijangkau dengan teknologi tersebut. Pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk pembuatan peta pertanahan harus memperhatikan faktor – faktor sebagai berikut : - Jenis peta yang akan dibuat, menyangkut jenis peta dasar atau peta tematik yang akan dibuat - Cakupan areal yang akan diamati yaitu berbasis bidang tanah atau regional/wilayah - Ketersediaan citra di areal yang diinginkan (area of interest) - Waktu pengambilan citra - Cakupan wilayah yang terhalang awan
2.
METODE
Tulisan ini merupakan bentuk kajian mengenai pemanfaatan citra untuk pemetaan pertanahan. Metode kajian bersifat deskriptif atau narasi yang dimulai dari gambaran umum pemetaan pertanahan yang telah dilakukan dan kajian tentang bagaimana citra dimanfaatkan untuk berbagai level kepentingan dan jenis peta di lingkungan pertanahan
3.
GAMBARAN UMUM PEMETAAN PERTANAHAN
Peta memiliki peran yang sangat penting dalam kegiatan pertanahan yang digunakan untuk berbagai tujuan. Di dalam tugas dan fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, peran
-453-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
peta dibutuhkan oleh setiap unsur di dalamnya yaitu tata ruang, infrastruktur keagrariaan/pertanahan, hubungan hukum keagrariaan/pertanahan, penataan agraria/pertanahan, pengadaan tanah, pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah serta penanganan masalah agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang dan tanah. Peta pertanahan adalah peta yang memuat tema – tema terkait dengan bidang teknis di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Jenis – jenis peta pertanahan yang dibuat antara lain : - Peta Bidang Tanah - Peta Dasar Pendaftaran Tanah - Peta Penggunaan Tanah yang berbasis wilayah administrasi (kabupaten, kecamatan, desa/ kelurahan) dan berbasis wilayah fungsional (pesisir, perbatasan, konservasi). - Peta Kemampuan Tanah - Peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah - Peta Indikasi Tanah Terlantar - Peta Masalah Pertanahan - Peta Tata Ruang dalam bentuk Pola Ruang dan Struktur Ruang, Rencana Umum dan Rencana Detail serta wilayah administrasi. - Peta Hak – Hak Tanah Skala Besar - Peta Kawasan Lindung, , dan sebagainya. Pemanfaatan peta – peta pertanahan tersebut di atas dilakukan untuk tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota dengan skala tinjau dan operasional. Skala tinjau menampilkan suatu wilayah secara keseluruhan yang digunakan sebagai plotting sebaran lokasi atau kondisi secara umum. Sedangkan skala operasional adalah skala detail baik berbasis bidang tanah maupun wilayah yang digunakan untuk menunjukkan suatu lokasi atau untuk eksplorasi informasi suatu tema. Skala tinjau peta pertanahan dalam format wilayah administrasi menyesuaikan dengan luas wilayah atau ukuran kertas yang digunakan. Walaupun demikian untuk hasil yang optimal skala tinjau yang dianjurkan berdasarkan wilayah administrasi adalah sebagai berikut : - Wilayah desa : 1: 10.000 - Wilayah kelurahan : 1: 5.000 - Wilayah kecamatan perdesaan : 1: 50.000 - Wilayah kecamatan perkotaan : 1: 25.000 - Wilayah kabupaten : 1: 100.000 - Wilayah kota : 1: 50.000 - Wilayah propinsi : 1: 250.000 - Wilayah nasional : 1: 500.000 Peta pertanahan yang disajikan dengan skala operasional pada umumnya menampilkan bidang tanah untuk menunjukkan letak tepat lokasi suatu tema. Tema peta yang menampilkan bidang tanah untuk kegiatan operasional pada umumnya terkait dengan hubungan hukum antara subyek tanah dengan obyek tanah seperti Peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah, Peta Indikasi Tanah Terlantar, Peta Masalah Pertanahan dan Peta Hak – Hak Tanah Skala Besar. Sedangkan peta dalam skala operasional yang menampilkan poligon area pada umumnya terkait dengan tema – tema sumber daya alam seperti Peta Penggunaan Tanah, Peta Kemampuan Tanah dan Peta Kawasan Lindung. Skala operasional untuk peta berbasis bidang tanah harus dapat menampilkan bidang tanah dalam suatu muka peta. Pada umumnya skala yang digunakan pada skala 1 : 5.000 atau lebih besar dari itu. Sedangkan skala operasional untuk peta berbasis area atau wilayah adalah pada skala 1 : 10.000 atau lebih besar dari itu. Sistem koordinat yang digunakan untuk pembuatan peta – peta mengacu pada peta dasar yang digunakan. Peta dasar yang digunakan berdasarkan UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial adalah Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta Lingkungan Pantai Indonesia dan Peta Lingkungan Laut Nasional. Khusus untuk peta pertanahan berbasis bidang tanah menggunakan Peta Dasar Pendaftaran Tanah atau Peta Dasar Pertanahan yang menggunakan sistem koordinat TM3.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara keseluruhan, pemetaan pertanahan baik skala besar maupun skala menengah dan kecil memerlukan citra satelit dan foto udara. Citra satelit digunakan dalam pembuatan peta pertanahan sebagai bahan peta kerja dan latar belakang dalam layout peta. Fungsi citra dalam proses pemetaan adalah sebagai:
-454-
Pemanfaatan Luaran Satelit NOAA-AVHRR Near Real-Time untuk Analisis Kekeringan Akibat El Niño di Indonesia (Studi Kasus: Kekeringan Akibat El Niño 2015 di Sulawesi Selatan) (Setiawan, A.M., dkk.)
1. Data dasar yang menggambarkan unsur – unsur dasar yang terlihat seperti jalan, sungai, garis pantai, wilayah perairan, dan sebagainya. Bagian area di atas permukaan bumi yang diidentifikasikan secara visual ke dalam golongan atau kelompok warna disebut sebagai data tutupan tanah (lahan). 2. Data awal penggunaan tanah yang hampir sama dengan tutupan tanah ditambah dengan unsur areal yang diusahakan oleh manusia seperti sawah, permukiman, perkebunan besar dan sebagainya. Interpretasi awal areal penggunaan tanah dilakukan dengan menilai dari pola, ukuran, dan sebagainya. 3. Orientasi wilayah dan latar belakang peta. Penyajian ini dilakukan untuk peta – peta tematik pertanahan yang berdasarkan plotting lokasi secara relatif. Dengan latar belakang citra satelit maka penyajian peta akan tampak lebih enak dilihat dan dapat memberikan orientasi mengenai letak lokasi. Pemanfaatan citra satelit untuk pembuatan peta pertanahan berdasarkan pada : 1. Jenis atau tema peta yang akan dibuat 2. Ruang lingkup wilayah yang akan dipetakan Spesifikasi citra yang dibutuhkan dalam pembuatan peta pertanahan adalah citra yang memiliki ketelitian spasial, ketelitian spektral dan ketelitian temporal sesuai yang dibutuhkan. Ketelitian spasial menentukan kedetailan suatu obyek yang dapat dibedakan dari obyek lainnya. Ketelitian spektral adalah kemampuan sensor untuk membedakan radiasi elektromagnetik yang diterima. Semakin sensitif suatu sensor dalam menangkap interval kecil dari panjang gelombang akan semakin detail tingkat spektral yang ditampilkan. Ketelitian temporal berkaitan dengan frekuensi pengambilan data oleh satelit dalam satuan waktu tertentu (Indarto, 2014). Terkait dengan ketelitian spasial dan ketelitian spektral satelit penginderaan jauh menggunakan sensor pankromatik dan sensor multispektral. Sensor pankromatik hanya menampilkan 1 band warna saja dan mempunyai kemampuan resolusi spasial yang baik.. Citra satelit dengan kanal (band) pankromatik digunakan untuk pembuatan peta berbasis bidang tanah atau untuk pemetaan detail wilayah tertentu. Sensor multispektral menampilkan lebih dari 1 band sehingga memiliki kemampuan menampilkan warna yang lebih banyak. Dibandingkan dengan sensor pankromatik, sensor multispektral memiliki resolusi spasial yang lebih rendah. Meskipun demikian dengan teknologi fusi dapat memadukan kelebihan ketelitian spasial pada pankromatik dan kelebihan kelas pewarnaan pada multispektral. Penyajian citra dari sensor multispektral sangat tepat digunakan untuk pembuatan peta pertanahan berbasis wilayah dan dengan tema sumberdaya alam. Penggunaan citra dengan resolusi tinggi dan menengah yang tepat untuk pembuatan peta pertanahan dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 1. Pemanfaatan Citra untuk Pemetaan Pertanahan Jenis Citra Citra resolusi tinggi
Citra resolusi menengah
Jenis Peta Pertanahan Peta Sebaran Bidang Tanah Peta Dasar Pendaftaran Tanah Peta Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T) Peta Wilayah Pesisir Peta Wilayah Pulau – Pulau Kecil Peta Rencana Detail Tata Ruang Peta Pemanfaatan Tanah Peta Penggunaan Tanah Perkotaan Peta Masalah Pertanahan Peta Indikasi Tanah Terlantar (untuk luas areal terbatas) Peta Penggunaan Tanah Peta Kemampuan Tanah Peta Kawasan Lindung/Konservasi Peta Rencana Umum Tata Ruang Peta Indikasi Tanah Terlantar Peta Hak – Hak Atas Tanah Skala Besar Peta Wilayah Perbatasan Peta Wilayah Ketinggian Tempat Peta Lereng Peta Tanah Kritis Peta Administrasi dan Tempat – Tempat Penting
-455-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Jenis Citra
Jenis Peta Pertanahan Peta Infrastruktur Wilayah Peta Rawan Bencana Alam
Berdasarkan Tabel di atas, citra dengan resolusi tinggi sangat penting untuk pembuatan peta yang terkait dengan status hak atas suatu bidang tanah seperti Peta Dasar Pendaftaran Tanah, Peta Indikasi Tanah Terlantar, Peta Masalah Pertanahan. Penggunaan lain dari citra satelit resolusi tinggi adalah untuk mendapatkan data (data acquisition) detail dari tutupan lahan seperti Peta Wilayah Pesisir, Peta Penggunaan Tanah Perkotaan, Peta Pemanfaatan Tanah dan sebagainya. Selain citra resolusi tinggi foto udara dapat digunakan sebagai alternatif. Penggunaan foto udara untuk pemetaan bidang tanah mempunyai kelebihan yaitu : - Tingkat ketelitian obyek yang lebih tinggi - Keberadaan awan tidak menjadi masalah karena pengambilan data (data acquisition) diambil dari ketinggian di bawah awan - Cakupan wilayah (area of interest) lebih fleksibel karena tergantung pada rencana jalur penerbangan yang dipilih. Sebaliknya satelit sudah mempunyai jalur tetap - Waktu pengambilan data lebih fleksibel, sesuai kebutuhan. Meskipun demikian foto udara mempunyai keterbatasan sebagai berikut : - Biaya yang lebih tinggi karena jangkauan wilayah yang terbatas dan biaya operasional yang besar - Faktor cuaca yang menghambat penerbangan - Penghitungan koreksi geometri untuk menghasilkan orthophoto lebih rumit dibandingkan dengan penghitungan faktor koreksi geometri pada citra Fungsi citra satelit resolusi tinggi atau foto udara di dalam Peta Dasar Pendaftaran Tanah sangat penting yaitu sebagai orientasi letak bidang tanah dan obyek – obyek lainnya yang terlihat seperti jalan, sungai, saluran air, dan sebagainya. Hasil ukuran bidang tanah diplotkan pada citra sehingga dapat mengurangi terjadinya tumpang tindih bidang tanah. Pemetaan sumber daya alam pada umumnya menggunakan citra resolusi menengah karena memiliki cakupan wilayah yang cukup luas tetapi dapat menyajikan kelas tutupan lahan yang cukup baik. Selanjutnya data tutupan lahan digunakan sebagai salah satu input untuk menghasilkan berbagai tema turunan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 di atas. Citra satelit sangat dibutuhkan dalam pembuatan peta pertanahan dalam skala luas dan selalu dibutuhkan dalam periode tertentu. Hal tersebut karena peta pertanahan memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Meliputi seluruh wilayah daratan Indonesia 2. Menggunakan tingkat skala peta sesuai dengan kebutuhan 3. Pembaruan peta dalam periode tertentu Pemanfaatan citra untuk pemetaan pertanahan mencakup seluruh wilayah daratan Indonesia. Hal tersebut karena tema pertanahan menjangkau seluruh wilayah daratan yang dibatasi oleh teritorial negara Indonesia. Jangkauan pengambilan data yang sangat luas tersebut membutuhkan ketersediaaan citra yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, pada wilayah tertentu seperti wilayah pemukiman, wilayah pertanian dan wilayah perkebunan memerlukan pendetailan mengenai obyek pengamatan. Tabel di bawah ini memberikan gambaran tentang berbagai wilayah pemetaan, perkiraan luas pemetaan dan skala peta yang dibutuhkan, sebagai berikut : Wilayah Pemetaan Wilayah pemukiman Wilayah pertanian (lahan basah dan kering) Wilayah perkebunan Wilayah pesisir
Tabel 2. Karakteristik Wilayah Pemetaan Karakteristik Perkiraan Luas (Ha) Terdiri dari dari wilayah perkotaan dan 10 juta pemukiman yang terkonsentrasi di perdesaan Merupakan lahan pertanian basah dan 20 juta kering untuk komoditi pangan, hortikultura dan tanaman semusim lainnya Untuk tanaman perkebunan dan kebun 60 juta campur baik yang dikelola oleh perusahaan maupun oleh rakyat Wilayah sepanjang pesisir pantai 1 juta
-456-
Skala Peta Ideal 1 : 1.000 1 : 2.500 1 :10.000 1 : 2.500
Pemanfaatan Luaran Satelit NOAA-AVHRR Near Real-Time untuk Analisis Kekeringan Akibat El Niño di Indonesia (Studi Kasus: Kekeringan Akibat El Niño 2015 di Sulawesi Selatan) (Setiawan, A.M., dkk.)
Wilayah daratan
Keseluruhan wilayah daratan dalam satuan wilayah administrasi Kabupaten
180 juta
–
190
1 : 25.000
Pemilihan citra sebagai bahan pembuatan peta sesuai dengan kebutuhan skala peta. Apabila pemetaan tutupan tanah untuk wilayah yang luas seperti tingkat kabupaten maka cukup menggunakan citra satelit resolusi menengah. Hal tersebut karena lembar citra (scene) yang dibutuhkan jadi jauh lebih banyak dibandingkan dengan citra resolusi rendah yang berakibat pada membengkaknya jumlah total biaya. Selain itu secara teknis citra resolusi tinggi justru bisa memperumit pekerjaan klasifikasi penggunaan tanah. Masa pengambilan data citra untuk pembuatan peta pertanahan tidak boleh lebih dari 3 tahun untuk wilayah yang berkembang dan tidak boeh lebih dari 5 tahun untuk wilayah yang belum berkembang. Hal tersebut untuk memberikan data terbaru yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan peta. Mengingat tema – tema pertanahan selalu memerlukan pembaruan (update) data, sehingga pemanfaatan citra tetap dibutuhkan. Citra satelit merupakan bagian penting dalam pemetaan pertanahan. Pemanfaatan citra satelit tidak terlepas dari ketersediaan citra yang dibutuhkan. Oleh karena itu dalam pembuatan peta pertanahan memerlukan strategi sebagai berikut : - Sumber data citra harus berasal dari citra yang waktu pengambilannya tidak boleh lebih dari 3 tahun - Tingkat ketelitian citra satelit baik spasial maupun spektral sesuai dengan kebutuhan tema peta pertanahan yang dikombinasikan dengan jenis wilayah pemetaan - Pembaruan citra pada periode tertentu yaitu 3 tahun untuk wilayah berkembang dan 5 tahun untuk wilayah belum berkembang - Pada daerah tertutup awan abadi diperlukan aalternatif seperti teknologi penginderaan jauh sistem aktif atau foto udara Pada era milenium ke dua (tahun 2000-an) teknologi penginderaan jauh semakin canggih. Kemajuan teknologi tersebut ditandai dengan semakin tingginya kemampuan resolusi spasial dan resolusi spektral serta teknologi sistem penginderaan jauh aktif yang digunakan pada wilayah tertutup awan dan untuk tujuan tertentu. Saat ini terdapat banyak pilihan satelit penginderaan jauh dengan keunggulan tertentu, yang beberapa di antaranya ditampilkan pada Tabel di bawah ini.
Jenis Satelit Landsat 7 Landsat 8 SPOT 5 SPOT 6 SPOT 7 Quickbird Ikonos GeoEye-1 GeoEye-2 (WorldView-4*) Worldview-1 Worldview-2 Worldview-3 : Visible Light SWIR CAVIS ASTER ALOS IRS-Cartosat-1 IRS-Cartosat-2 Formosat 2 Orbiview-3 Pleiades 1A
Jumlah band 8 11 4 5 5 6 5 5 5 1 9 9 8 12 14 5 1 1 5 5 5
Tabel 3. Jenis Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Revisit PeluncurMultispekPankromaInterval an tral tik 30 m 15 m 16 hari 1999 30 m 15 m 16 hari 2013 10 m 2,5 m 2-3 hari 2002 6m 1,5 m 1 hari 2012 6m 1,5 m 1 hari 2014 2,44 m 0,61 m 2-6 hari 2001 3,2 m 0,82 m 3 hari 1999 1,65 m 0,41 m 1 hari 2008 1,36 m 0,34 m 1 hari 2013 2014 0,5 m 2-6 hari 2007 1,8 m 0,5 m 1-4 hari 2009 1-4 hari 2014 1,24 m 0,31 m 3,7 m 30 m 15 m 16 hari 1999 10 m 2,5 m 4-6 hari 2006 2,5 m 15 hari 2005 1m 4 hari 2007 8m 2m 1 hari 2004 4m 1m 3 hari 2003 2m 0,5 m 1 hari 2011
-457-
Lebar swath 180 km 185 km 60 km 60 km 60 km 16,8 km 11,3 km 15,2 km 14,5 km 17,7 km 16,4 km 13,1 km
60 km 35-70 km 30 km 9,6 km 24 km 8 km 20 km
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Resolusi Revisit MultispekPankromaInterval tral tik Pleiades 1B 5 2m 0,5 m 1 hari KOMPSAT-3 5 2,8 m 0,7 m 2-5 hari KOMPSAT-3A 6 2,2 m 0,55 m 2-5 hari Sumber : Kompilasi dari berbagai sumber *) Penggantian nama setelah merger perusahaan GeoEye and DigitalGlobe Jenis Satelit
Jumlah band
Peluncuran
Lebar swath
2012 2012 2015
20 km 15 km 12 km
Tidak seluruh wilayah daratan Indonesia dapat dipetakan karena terkendala oleh faktor awan. Daerah yang tertutup awan dapat diambil data permukaan tanahnya dengan bantuan teknologi sensor Radar. Berikut ini adalah kemampuan berbagai satelit Radar yang umum digunakan untuk pemetaan. Tabel 4. Jenis Satelit Penginderaan Jauh Sensor Radar Resolusi Revisit PelunLebar swath (km) Interval curan Radarsat-2 C Very H Res : 3m 24 hari 2007 Very H Res : 20 High Res : 5m High Res : 30 Med Res : 16/ 30/ 50 m Med Res : 30/125/ 350 Low Res : 100 m Low Res : 500 Envisat C Precision : 30 m 35 hari 2002 56-100 Medium : 150 m Low : 1 km ALOSL HRes Single: 7-44 m 46 hari 2006 HResSingle: 40-70 PALSAR HRes Dual:14-88 m HRes Dual: 40-70 Downlink :14-88 m Downlink : 40-70 ScanSAR : 100 m ScanSAR : 250-350 Polarimetry: 30 m Polarimetry: 30 ALOS-2 L Spotlight: 3m x 1m 14 hari 2014 Spotlight : 25 x 25 Ultrafine : 3 m Ultrafine : 50 H Sensitive : 6 m H Sensitive : 50 Fine : 10 m Fine : 70 ScanSAR : 100 m ScanSAR : 350 TerraSAR-X X HRSLS :1 m 3-11 hari 2007 HRSLS :10 HRSLD : 2 m HRSLD : 10 SpotligtSingle : 2m Spotligt Single : 10 Spotligt Dual : 4m Spotligt Dual : 10 StripMapSingle :3 m StripMap Single :30 StripMap Dual :6 m StripMap Dual :15 ScanSAR: 18,5 m ScanSAR: 100 Sumber : Kompilasi dari berbagai sumber Jenis sistem
Band
Penilaian citra satelit tidak semata – mata mengandalkan pada spesifikasi teknis dari bahan citra. Tidak kalah pentingnya adalah tahapan pengolahan data yang dimulai dari pekerjaan koreksi radiometri dan geometri hingga interpretasi citra. Meskipun demikian spesifikasi teknis menjadi pertimbangan pertama sebelum memutuskan penggunaan jenis citra dalam kegiatan survei pemetaan. Pengolahan citra dilakukan melalui 2 cara yaitu cara manual dan cara digital. Pengolahan data secara manual dengan mengandalkan mata manusia mempunyai keterbatasan yaitu tidak mampu membedakan warna – warni dalam citra secara jelas. Kemampuan manusia hanya dapat membedakan 8 – 6 tingkat keabuan. Meskipun demikian manusia mempunyai kemampuan lebih dalam menganalisis elemen dasar citra. Sedangkan pengolahan citra secara digital adalah dengan memanfaatkan teknologi komputer sehingga teknik analisis citra lebih halus. Hal tersebut karena komputer mampu membedakan secara detail dan cepat yaitu di atas 256 tingkat keabuan. Untuk memperoleh hasil terbaik perlu menggabungkan pengolahan citra manual dan digital (Soenarmo, 2009). Penajaman citra merupakan kegiatan untuk menampilkan visual citra menjadi lebih mudah diinterpretasi. Soenarmo (2009) menyebutkan kegiatan penajaman citra berupa perkecilan dan perbesaran citra, penajaman kontras , rasioning, penyaringan (filtering) spasial, penajaman ujung dan transformasi khusus.
-458-
Pemanfaatan Luaran Satelit NOAA-AVHRR Near Real-Time untuk Analisis Kekeringan Akibat El Niño di Indonesia (Studi Kasus: Kekeringan Akibat El Niño 2015 di Sulawesi Selatan) (Setiawan, A.M., dkk.)
5.
KESIMPULAN
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional memiliki tugas dan fungsi yang sangat berkaitan dengan peta. Seluruh elemen di dalam kementerian tersebut memerlukan peta baik sebagai peta orientasi maupun peta operasional. Peta pertanahan merupakan peta yang memuat tema – tema pertanahan. Pembuatan peta pertanahan tidak terlepas dari peran citra satelit baik yang digunakan sebagai tempat plotting data maupun sebagai sumber penyajian data atau informasi permukaan bumi. Kebutuhan akan citra untuk pembuatan peta pertanahan adalah dalam skala yang sangat luas karena meliputi seluruh wilayah daratan Indonesia serta selalu berulang dalam periode tertentu sebagai konsekuensi dari pembaruan data.
6.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada web penyedia data satelit altimetri aviso + dan podaac-ftp.jpl.nasa.gov dan Badan Informasi Geospasial sebagai Badan pengelola dan penyedia data pasut.
DAFTAR PUSTAKA Indarto (2014). Teori dan Praktek Penginderaan Jauh. Penerbit CV Andi Offset (Penerbit Andi), Yogyakarta. Soenarmo, S.H., (2009),Penginderaan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi Geografis Untuk Bidang Ilmu Kebumian. Penerbit ITB Bandung
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2016 Moderator Judul Makalah Pemakalah Diskusi
: : :
Winanto Strategi Pemanfaatan Citra Untuk Pemetaan Pertanahan Hadi Arnowo (Kem. Agraria & Tata Ruang)
:
Pertanyaan : Danang (BIG) 1. Untuk BPN menggunakan peta 1:1000 sedangkan BIG belum pernah menghasilkan peta dengan skala seperti. Itu metodenya seperti apa pak dan apakah sudah ada kajian untuk menguji geometrinya? Pertanyaan : Winanto (LAPAN) 2. Untuk distribusi citra penginderaan jauh selama ini dari mana? Jawaban : 1. Untuk peta 1:1000 itu pada umumnya tidak semuanya didapatkan dari data citra tetapi juga dari data spacebase. Yang persis dipakai dalam gambar ukur menggunakan data spacebase. Peta 1:1000 yang digunakan dari data citra lebih banyak diproses oleh pihak ketiga. Untuk keakuratannya dilakukan pengecekan dan pengukuran dilapangan. Tidak hanya secara visual tetapi juga secara teristis juga dilakukan pengukuran sehingga akurat. Untuk mendapatkan peta 1:1000 ke Dirgen Infrastruktur Agraria. 2. Untuk BPN yang di daerah bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan download dari google.
-459-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Kajian Potensi Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi untuk Perencanaan Tata Ruang Kota Study of High Resolution Remote Sensing Data Potential for the City Spatial Planning Samsul Arifin1*), Dipo Yudhatama1), dan Mukhoriyah1) 1)
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh – LAPAN *)
E-mail :
[email protected]
ABSTRAK - Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten atau kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten atau kota. Hingga pertengahan tahun 2015, realisasi produk RDTR yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) baru sangat minim, hal ini disebabkan oleh minimnya ketersediaan data atau peta dasar skala detail yang mampu mendukung penyusunan Rencana Tata Ruang berskala detail. Ketiadaan peta dasar itu coba disikapi melalui pengadaan data satelit resolusi sangat tinggi (resolusi spasial <0,6 meter) dan foto udara. Keduanya memang dapat menjadi sumber data dalam menghasilkan peta dasar skala detail (1:2500-1:5000) sesuai kebutuhan untuk pembuatan RDTR, namun perlu dilakukan analisis atau kajian lebih lanjut untuk melihat seberapa besar potensi data citra satelit resolusi sangat tinggi dalam mendukung proses penyusunan RDTR. Kata Kunci: Potensi, Satelit Resolusi Tinggi, Rencana, Tata Ruang Kota ABSTRACT - Detailed Spatial Plan (RDTR) is a detailed plan of spatial districts orcities that are equipped with the county or city zoning regulations. Until mid 2015, the realization of the products that have been determined to be RDTR Regional Regulation (Perda) was very minimal, this is caused by the lack of availability of data or basic scale map detail that is capable of supporting the preparation of the Spatial Plan scaled detail. The absence of basic maps that try to be addressed through the provision of very high resolution satellite data (a spatial resolution of <0.6 meters) and aerial photography. Both can indeed be a source of data to produce detailed base map scale(1:2500-1:5000) as needed for building RDTR, but need to do the analysis or further study to see how much the potential of very high-resolution satellite imagery data in supporting the preparation process of RDTR. Keywords: Potential, High Resolution Satellite, Plans, Urban Spatial
I.
PENDAHULUAN
Penginderaan jauh merupakan salah satu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah, dan data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gelaja yang dikaji (Lillesand, 2007). Saat ini penginderaan jauh mengalami perkembangan yang sangat pesat khususnya pengembangan resolusi spasial, sehingga menungkinkan untuk dapat dimanfaatkan untuk perencanaan tata ruang. Welch (1982) menyatakan bahwa untuk penyusunan tata ruang perkotaan di Amerika Serikat dengan memanfaatkan data penginderaan jauh, menggunakan konsep hubungan antara resolusi spasial data penginderaan jauh dan tingkat kerincian data yang dihasilkan (Nowo, 2006). Selain itu penginderaan jauh memiliki korelasi yang sangat tinggi dengan data statistik di Amerika serikat (Davis, 1994). Proses Perencanaan sebagai suatu rangkaian sederhana yang berupa ‘penelaahan-analisis-rencana’ atau ‘survey-analysis-plan’ yang sering pula dikatakan sebagai ‘classical planning process’ atau ‘Geddesian Model of Planning Process’ (Tyrwhitt, 1956). Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten atau kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten atau kota (UU No.26 Tahun 2007). Pada periode 2014–2019 terdapat 1.218 produk RDTR yang akan dibentuk, 1.145 produk RDTR Kabupaten dan 73 produk RDTR Kota. Pembuatan RDTR mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota (PermenPU No. 20, 2011). Hingga pertengahan tahun 2015, realisasi produk RDTR yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) baru sangat minim. Sedikitnya produk RDTR yang dihasilkan di antaranya disebabkan oleh minimnya ketersediaan data atau peta dasar skala detail yang mampu mendukung penyusunan Rencana Tata Ruang berskala detail. Ketiadaan peta dasar itu coba disikapi melalui pengadaan data satelit resolusi sangat tinggi (resolusi spasial <0,6 meter) dan foto udara. Keduanya memang dapat menjadi sumber
-460-
Kajian Potensi Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi untuk Perencanaan Tata Ruang Kota (Arifin, S., dkk)
data dalam menghasilkan peta dasar skala detail (1:2500-1:5000) sesuai kebutuhan untuk pembuatan RDTR. Data citra resolusi spasial yang dapat digunakan di antaranya adalah SPOT 6 atau SPOT 7, yang memiliki spesifikasi memenuhi syarat untuk Rencana Tata Ruang (LAPAN, 2014). Tujuan penelitian ini adalah mengkaji potensi satelit resolusi tinggi untuk melihat seberapa besar kemampuan/potensi data citra satelit resolusi sangat tinggi dalam mendukung proses penyusunan RDTR.
2. METODE 2.1 Data Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satelit SPOT 6 dan Pleiades. Selain data utama, terdapat data pendukung lain yang juga digunakan dalam penelitian, diantaranya Peta Orthophoto DKI Jakarta skala 1:25.000, Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:10.000, dan Peta Persil Lahan Kawasan Penjaringan, Jakarta Skala 1:5.000 produk Dinas Pemetaan dan Pengukuran Tanah Provinsi DKI Jakarta.
2.2
Metode
Inventarisasi data dalam penyusunan RDTR, jenis dan kriteria data yang dibutuhkan. Melakukan studi terhadap beberapa regulasi dan kebijakan perencanaan tata ruang di Indonesia. Wawancara terhadap beberapa narasumber perencana tata ruang, khususnya terkait implementasi antara teori dengan praktik penyusunan produk RDTR termasuk permasalahan-permasalahan yang terjadi. Melakukan kajian terhadap produk-produk peta dasar maupun peta tematik skala detail produk instansi/lembaga resmi di Indonesia untuk mendapatkan gambaran tingkat kedetailan informasi (muatan tematik) pada produk peta yang ada, mengingat hingga saat ini belum ada Standard Nasional Indonesia (SNI) peta skala detail (1:5.000). Melakukan pengolahan data satelit, yang mencakup pra-processing dan post processing. Pada tahap ini juga dilakukan proses manipulasi citra yang meliputi pemilihan dan pembuatan komposit warna, image sharpening, dan image enhancement. Interpretasi dan analisis terhadap data citra satelit dengan menggunakan kunci-kunci interpretasi untuk menilai seberapa besar kemampuan data citra satelit dalam mengekstrak informasi yang dibutuhkan dalam proses penyusunan RDTR. Alur proses penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Proses Kegiatan Penelitian
-461-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
3 KONSEP DASAR DAN TEKNIK ANALISIS PEMANFAATAN DATA SATELIT RESOLUSI TINGGI UNTUK TATA RUANG 3.1 Konsep Dasar Penataan Ruang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) merupakan produk instrumen penataan ruang yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah, arahan pemanfaatan ruang wilayah dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah (Bappenas, 2002). Dalam praktik penataan ruang di Indonesia, produk RTRW bersifat hierarkis, di mana produk hierarki di bawah harus mengacu produk hierarki di atasnya. Semakin tinggi tingkatan hierarki produk RTRW maka akan semakin umum kebijakan pemanfaatan ruang yang diatur di dalamnya. Demikian juga dengan data/informasi yang dibutuhkan dalam proses penyusunannya, produk RTRW pada hierarki paling dasar akan membutuhkan data lebih rinci dan kompleks dibandingkan produk RTRW hierarki di atasnya. Bagan hierarki produk RTRW ditampilkan pada Gambar 2.
RTRW
Nasional Skala 1:1.000.000-1:500.000
RTRW
Provinsi Skala 1:250.000-1:100.000
RTRW-
RTRW-
Kab/Kota Skala 1:50.000-1:25.000 Bagian Wilayah Kota/Kawasan Skala 1:5.000
RDTR
Gambar 2. Hierarki Produk RTRW
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) merupakan dokumen rencana ruang yang mengatur peruntukan fungsi pada seluruh wilayah negara Indonesia. Dokumen ini berlaku secara nasional dan menjadi acuan dalam penyusunan rencana tata ruang pada level provinsi dan kabupaten atau kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) merupakan penjabaran RTRWN pada masing-masing provinsi yang berlaku pada masing-masing provinsi yang diaturnya. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) merupakan penjabaran dari dokumen RTRWN dan RTRWP pada level kabupaten/kota yang berlaku pada masing-masing wilayah administratif kabupaten/kota. RTRWK selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk dokumen detail ruang untuk kawasan-kawasan tertentu yang dikenal dengan nama RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). RDTR disusun sesuai kebutuhan, jika dalam RTRW kabupaten/kota dirasa perlu dilengkapi dengan acuan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih detail. Jika RTRW/K merupakan acuan bagi pemerintah kabupaten atau kota dalam menerbitkan Izin Prinsip dan Izin Lokasi maka RDTR merupakan penjabaran detail dari dokumen RTRWK dan berfungsi sebagai acuan bagi pemerintah kabupaten atau kota dalam menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Muatan materi dalam RDTR sangat lengkap, karena di dalamnya terdapat peraturan zonasi yang mengatur zona-zona pemanfaatan ruang di wilayah yang direncanakan. RDTR merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) untuk zona-zona yang penanganannya diprioritaskan. Hubungan antara RTRW Kabupaten/kota, RDTR dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan serta Wilayah Perencanaan dapat dilihat pada Gambar 3.
-462-
Kajian Potensi Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi untuk Perencanaan Tata Ruang Kota (Arifin, S., dkk)
Gambar 3. Bagan Hubungan RTRW Kabupaten /Kota, RDTR, dan RTBL serta Wilayah Perencanaannya
3.2
Kebutuhan Data Resolusi Tinggi untuk RDTR
RDTR merupakan dokumen rencana tata ruang tingkat detail yang membutuhkan Peta/data dasar sebagai landasan kebijakan yang akan dibuat. Peta Dasar (peta rupa bumi) adalah peta yang menyajikan unsur-unsur alam dan/atau buatan manusia, yang berada di permukaan bumi, digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala, penomoran, proyeksi, dan georeferensi tertentu (Bakosurtanal, 1991). Peta dasar yang digunakan untuk penyusunan RDTR dibuat dengan skala yang detail, yaitu pada skala 1 : 5.000 (Permen PU No. 20 Tahun 2011). Untuk membuatnya, sumber data yang diperbolehkan adalah foto udara atau citra satelit tegak resolusi tinggi (BIG, 2014). Syarat citra yang diperkenankan: a. Resolusi spasial <1 meter (QB, GeoEye/ WV, Pleiades, Ikonos, dll); b. Dalam bentuk RAW data; c. Tahun perekaman maksimal 2 tahun sebelum tahun pembuatan rencana; d. Liputan awan <10%, utamanya pada kawasan terbangun; e. Sudut perekaman (incidence angle) maks 300. Citra satelit atau foto udara tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengekstrak informasi-informasi spasial wilayah yang akan digunakan sebagai input/masukan dalam proses analisis pada penyusunan Rencana Detail Tata Ruang. Informasi spasial yang diperlukan bersifat rinci karena kebijakan perencanaan yang dibuat tidak hanya mengatur zonasi pemanfaatan ruang, namun juga intensitas bangunan dalam suatu zona. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, muatan tematik dalam RDTR terbagi atas Rencana Pola Ruang, Rencana Struktur Ruang, dan Peraturan Zonasi (PZ) yang digambarkan ke dalam bentuk Peta BWP (Bagian Wilayah Perkotaan) yang di dalamnya terdiri atas Sub-sub BWP. BWP merupakan bagian dari wilayah perkotaaan atau juga perencanaan dalam suatu wilayah yang diatur pemanfaatan ruangnya dalam sebuah kebijakan RTRW Kabupaten/kota. Dengan demikian BWP yang diatur pemanfaatan ruangnya dalam RDTR merupakan bagian dari wilayah perencanaan dalam RTRW. Pengaturan pemanfaatan ruang pada BWP dalam RDTR akan mendetailkan fungsi zona-zona di dalamnya. Masing-masing zona dasar tersebut dirinci lagi kedalam subzone-subzona sesuai klasifikasi zona budidaya. Gambar 4 berikut akan manampilkan ilustrasi pembagian zona dalam RDTR.
-463-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar 4. Ilustrasi Wilayah Perencanaan Pada RTRW dan RDTR
Dari ilustrasi di atas dapat dilihat pengaturan pemanfaatan ruang dalam RDTR sudah mengatur hingga sub-blok, di mana masing-masing mempunyai fungsi khusus yang disesuaikan dengan zonasi BWP pada RTRW sehingga kedalaman muatan materi pada RDTR sangat rinci. Gambar 5 Berikut menampilkan muatan tematik yang terdapat pada RDTR.
Gambar 5. Muatan Tematik Pada RDTR
3.3 Pameter Objek Penataan Ruang Skala Detail Kedalaman muatan materi rencana yang terdapat dalam RDTR tentunya membutuhkan data input, dalam hal ini peta dasar, yang memiliki kedalaman informasi skala detail (rinci) sesuai dengan kaidah kartografis. Di Indonesia, kaidah kartografis direpresentasikan dalam bentuk Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Pemetaan. Setiap institusi dalam memproduksi peta tematik maupun peta dasar untuk kepentingannya harus mengacu pada SNI yang ada. Saat ini SNI pembuatan peta dasar skala detail baru mengatur pembuatan peta dasar untuk skala 1:10.000, yakni SNI Nomor 6502.4:2010. Parameter-parameter objek-objek bio-geofisik penataan ruang yang dibutuhkan dalam penyusunan RDTR, selain menggunakan beberapa kebijakan penataan ruang skala detail dan SNI, juga mengacu pada produk peta skala detail 1:5.000 yang ada. Tak banyak ditemukan peta dasar maupun peta tematik pada skala > 1:10.000, kecuali peta yang digunakan hanya untuk lingkup kecil, seperti master plan gedung atau kawasan. Gambar 5 berikut menyajikan contoh Peta Persil Lahan Skala 1:5.000 untuk wilayah Penjaringan, Jakarta Utara. Peta tersebut terdiri atas 60 objek pemetaan. Jika melihat banyaknya objek yang ditampilkan, tentunya membutuhkan data input yang lengkap dalam proses pembuatan Peta Dasar tersebut. Data satelit resolusi sangat tinggi maupun foto udara walau dapat mencitrakan objek dengan detail, namun tidak akan mampu menerjemahkan fungsi dari suatu bangunan, walau pada beberapa bangunan kita dapat menentukannya dari bentuk, lokasi, maupun polanya.
-464-
Kajian Potensi Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi untuk Perencanaan Tata Ruang Kota (Arifin, S., dkk)
Informasi tersebut hanya bisa didapatkan dengan menggabungkan data satelit dengan data-data lainnya, terutama data hasil pengukuran lapangan. Atas dasar hal tersebut, objek-objek penataan ruang yang digunakan sebagai parameter dalam penelitian ini menggunakan perpaduan dari kedalaman muatan pada produk RDTR dan muatan tematik pada peta dasar skala detail yang ada, tentunya dengan memperhatikan limitasi yang dimiliki oleh data satelit penginderaan jauh. Gambar 6 menampilkan objek-objek penataan ruang skala detail yang digunakan dalam penelitian ini.
3.4 Analisis Ketelitian Tematik Objek Penataan Ruang Skala Detail Interpretasi citra adalah perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1994). Ada tiga rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam menganalisis ketelitian tematik pada citra satelit Pleiades yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu; a) Deteksi adalah pengamatan adanya suatu objek, misalnya pada gambaran sungai terdapat objek yang bukan air; b) Identifikasi adalah upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup dengan menggunakan kunci-kunci interpretasi (warna, pola, bentuk, rona, tekstur, ukuran, asosiasi, dan bayangan). c) Analisis adalah pengumpulan keterangan lebih lanjut dari sumber data lainnya, seperti peta penggunaan lahan dan data hasil pengukuran lapangan. Analisis ini diperlukan untuk menentukan objek-objek apa saja yang dapat dikenali langsung dan objek mana saja yang dapat dikenali apabila menggunakan bantuan data lain sebagai pendukungnya. d) Delimitasi, digunakan untuk menilai kemampuan membatasi fungsi objek yang teridentifikasi, misalkan dapat mengidentifikasi batas antara sawah dengan ladang atau antara perumahan dengan kawasan perdagangan dan jasa. e) Deliniasi, menguji kemampuan mendeliniasi objek dengan benar, misalkan bentuk dan atap rumah, dan jaringan jalan lingkungan sekunder (gang).
Gambar 6. Parameter Objek Penataan Ruang Skala Detail untuk Penelitian
Berdasarkan hasil analisis pada citra Pleiades di 3 (tiga) lokasi yang mempunyai karakteristik berbeda, diketahui bahwa dari 71 parameter objek yang digunakan, 50 objek (70,42%) dapat teridentifikasi secara langsung dari citra satelit, 18 objek (25,35%) objek teridentifikasi dengan bantuan data pendukung, dan
-465-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
sisanya 3 objek (4,22%) sama sekali tidak dapat teridentifikasi. Gambar 7, dapat dilihat bagaimana objek tersebut dapat dikenali dengan menggunakan kunci interpretasi. Kawasan Lindung
Kawasan RTH
Kawasan Permukiman
Kawasan Perdagangan dan Perkantoran
Kawasan Industri, Fasilitas Umum
Kawasan Peruntukan Lainnya
Kawasan Prasarana
-466-
Kajian Potensi Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi untuk Perencanaan Tata Ruang Kota (Arifin, S., dkk)
Gambar 7. Contoh Interpretasi Objek Tata Ruang Skala Detail Sumber : Hasil Interpretasi Citra SPOT dan Pleiades Perekaman 2013, LAPAN
Dari uraian di atas diketahui bahwa data Pleiades mempunyai kemampuan dalam mengidentifikasi objek penataan ruang skala detail 1:5.000 hingga lebih dari 70%. Prosentase tersebut akan melonjak hingga 96% apabila menggunakan data pendukung lain. Setelah teridentifikasi, objek-objek tersebut selanjutnya dianalisis untuk menentukan apakah objek yang teridentikasi dapat dilimitasi atau bahkan dideliniasi. Hasil analisis limitasi dan deliniasi pada objek penataan ruang skala detail yang teridentifikasi dari data Pleiades ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Objek Penataan Ruang Skala Detail Yang Dapat Di delimitasi dan Di deliniasi Objek teridentifikasi Objek yang dapat Objek yang dapat didelemitasi dideliniasi (1) (2) (3) (4) 1 - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan sangat tinggi sangat tinggi sedang - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan tinggi tinggi rendah - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan sedang sedang sangat rendah - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan rendah rendah - Pemukiman kepadatan - Pemukiman kepadatan sangat rendah sangat rendah 2 - Perdagangan Jasa Deret - Perdagangan Jasa Deret - Perdagangan Jasa Deret - Perdagangan jasa - Perdagangan jasa Tunggal Tunggal Industri - Perdagangan jasa Industri Tunggal Industri 3 - Perkantoran dan - Perkantoran dan - Perkantoran dan perdagangan perdagangan perdagangan - Perumahan dan - Perumahan dan Perkantoran Perkantoran - Perumahan dan perdagangan/jasa 4 - SPU Pendidikan - SPU Pendidikan - SPU Pendidikan - SPU Transportasi - SPU Transportasi - SPU Peribadatan - SPU Peribadatan - SPU Peribadatan - SPU Olahraga - SPU Olahraga - SPU Olahraga Pemakaman - SPU Sosial Budaya - Pemakaman 5 - SPU Pom Bensin - Pelabuhan Petikemas - Pelabuhan Petikemas Pelabuhan Penumpang - Bandar - Pelabuhan Petikemas - Pelabuhan Penumpang - Pelabuhan Penumpang 6 - Pertanian Basah - Pertanian Basah - Pertanian Basah - Pertanian Kering - Pertanian Kering - Pertanian Kering Tanah Kosong/Rumput - Tanah Kosong/Rumput - Tanah Kosong/Rumput 7 - Hutan Kota (Lindung) - Hutan Kota (Lindung) 8 - Sempadan Sungai - Sempadan Sungai - Sempadan Sungai - Sempadan Pantai - Sempadan Pantai Sempadan Waduk - Sempadan Waduk 9 Taman Kota Taman Kota Taman Kota 10 Sabuk Hijau Sabuk Hijau No
-467-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
No
Objek teridentifikasi
(1) 11
(2) -
Jalan Tol Jalan Arteri Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Primer Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Primer Jalan Lokal Sekunder
-
Objek yang dapat didelemitasi (3) Jalan Tol Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal
-
Objek yang dapat dideliniasi (4) Jalan Tol Jalan Arteri Jalan Kolektor
Sumber: Hasil Analisis, 2015 Delimitasi dan deliniasi objek sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerahan, liputan awan, dan sudut pengambilan (incidence angle) dari citra yang digunakan. Area yang tertutup awan atau bayangan awan tidak akan bisa kita identifikasi, limitasi, bahkan dideliniasi dari citra. Sedangkan pengaturan kontras warna yang kurang baik akan menghasilkan gambar dengan saturasi warna yang rendah sehingga menyulitkan kita untuk menentukan batasan dari suatu objek. Di sisi lain, citra dengan sudut pengambilan gambar yang terlalu besar akan mengakibatkan deliniasi yang kita lakukan bergeser dari posisi sebenarnya di lapangan karena besarnya distorsi geometrik.
4 KESIMPULAN Data Pleiades secara tematik memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai sumber data dalam penyediaan peta (informasi) dasar skala 1:5.000. Lebih dari 95% objek-objek penataan ruang skala detail dapat teridentifikasi dan digambar ke dalam bentuk peta. Penggunaan data Pleiades dalam proses penyusunan RDTR akan meningkatkan efisiensi dan produktifitas, selain di samping sifatnya yang gratis (bagi instasi Pemerintah), Pleiades juga mampu menyediakan informasi spasial skala detail dalam waktu yang cepat dan biaya yang rendah dengan kualitas yang sebanding dengan data satelit komersial lainnya. Untuk penyusunan RDTR pada kawasan padat hunian (slums area) penggunaan data Pleiades akan lebih optimal apabila dipadukan dengan data lapangan dan data pendukung lain yang memiliki kedetailan informasi yang sama. SPOT dan Pleiades tidak mampu mendeteksi penggunaan fungsi suatu bangunan, karena sifatnya yang hanya mengidentifikasi objek berdasarkan bentuk, ukuran, pola, lokasi dan asosiasi objek terhadap objek sekitarnya. Namun, tingkat pemahaman (pengetahuan) interpreter terhadap wilayah yang dikaji mampu mengurangi ketidakmampuan tersebut. Untuk meningkatkan kualitas dan tingkat kepercayaan dari hasil ekstraksi informasi, disarankan untuk melakukan pengumpulan data lapangan. Selain untuk mengumpulkan informasi atribut yang bersifat non-spasial, ground check dapat digunakan untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap objek yang terletak pada wilayah padat.
5 UCAPAN TERIMAKASIH Atas keberhasilan penelitian ini selesai dan ditulis dalam karya ilmiah tidak terlepas dari dukungan semua pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih pada LAPAN khususnya pejabat struktural dan penjabat fungsional peneliti Pusfatja Bpk. Susanto dan Bapak Wawan KH, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat dipresentasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, O.D., (2010). Pengolahan Data Geospasial Untuk Perencanaan Wilayah Kota. Jurnal Semarang: Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, UNDIP. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2002). Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama Dan Pasca Krisis. Jakarta, Deputi Bidang Sarana Dan Prasarana Bappenas. BAKOSURTANAL (1991). Pedoman Umum Dan Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam, Bakosurtanal Bekerjasama Dengan Dewan Riset Nasional Kelompok Ii Bidang Sumberdaya Alam Dan Energi, Dok.24/1991 Issn : 0126-4982, Cibinong. BIG (2014). Persyaratan Citra Untuk Pembuatan Peta Dasar Rencana Detail Tata Ruang. Dalam Dok : Pp No 8 Tahun 2013, Cibinong Burrough, P., (1986). Principles of Geographical Information Systems for LandResources Assesment. Clarendonprees, Oxford. Danoedoro, P., (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital. CV Andi. Yogyakarta Davis, dan Bruce A., (1994). Remote Sensing For Urban Planning..
-468-
Kajian Potensi Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi untuk Perencanaan Tata Ruang Kota (Arifin, S., dkk)
Firman, T., (2009). Urbanization, Globali-Zation and Decentralization In Indo-Nesia: Implications For Governance and Spatial Development. School of Architecture, Planning, and Policy Development, Institute of Technology, Bandung. Hardi, P., (2011). Pemanfaatan Sistim Informasi Geografis Untuk Analisi Kerusakan Bencana Alam. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Jensen, J.R., (2004). Introductory Digital Image Processing- A Remote Sensing Perspectife. 3rd Edition. Engliwood Cliffs, N.J.: Prentice Hall Landgrebe, D.A. (2003). Signal Theory Methods In Multispectral Remote Sensing. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken, New Jersey. LAPAN (2014). Spesifikasi Data Spot 6 Dan Spot 7.Http://Pustekdata.Lapan.Go.Id/Index.Php/ Subblog/Read/2014/2631/.,(Diakses 20 Maret 2015 Pukul 22.00) Lillesand, T.M, dan Kiefer., (2007). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Noaa Satellite dan Information Service. (2008). Noaa's National Geophysical. Data Center (Ngdc) Nowo, M., Surlan, D., dan Sukmana, B.T., (2006).Aplikasi Data Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Perencanaan Tata Ruang di Indonesia. Inovasi. Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 20 Tahun (2011) . Rencana Detail Tata Ruang. Jakarta Prahasta, E., (2005). Sistem Informasi Geografis: Tutorial Arc View. Informatika. Bandung. Rajabidfard, Abbas, danWilliamson, I.P. (2000). Spatial Datainfrastructures: Concept, Sdi Hierarchy and Future Directions.Melbourne. Victoria: Spatial Data Research Group, Department Of Geomatics, The University Of Melbourne Satellite Imaging Corporation. (2015). Quickbird.
. Dikunjungi Padatanggal 3mei 2015, Jam 10.15. Sudarsono, dan Bambang D. (2013). Ketelitian Citra Resolusi Tinggi Untuk Perencanaan Prasarana Wilayah. Swain, P. H., dan Davis, S. M. (1978).Quantitative Approach Of Remote Sensing. Washington: Mcgraw-Hill Undang-Undang Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta Tyrwhitt, J. (1956). Geddesian Model of Planning Process. Encyclopedia Of The City.Routledge. New York
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 Judul Makalah Pemakalah Diskusi
: Kajian Potensi Data Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi Untuk Perencanaan Tata Ruang Kota : Samsul Arifin :
Pertanyaan: Dr. Ety Parwati (LAPAN): 1. Berapa skala optimal yang dapat diproses untuk Data RBI 2. Pernahkah dibandingkan dengan citra selain PLEAIDES/Resolusi tinggi lainnya? Jadi tidak satu sample saja Jawaban: 1. Skala optimal dengan menggunakan data Pleiades untuk Peta RBI/RTDR sekitar skala 1 : 10.000 – 1 : 5.000 2. Pernah, yaitu dibandingkan dengan data citra SPOT yang memiliki resolusi 1,5 meter, sementara Pleaides memiliki resolusi spasial 0, 5 meter, dari perbandingan yang telah dilakukan ternyata Pleiades lebih detail informasi objeknya. Jadi SPOT optimal untuk skala peta 1 : 10.000, sementara Pleiades lebih tinggi 1 : 5.000.
-469-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpanan Citra Penginderaan Jauh GeoTIFF Structure as Remote Sensing Image Media Storage Ogi Gumelar1*), Riyan Mahendra Saputra1, Gusti Darma Yudha1, dan Destri Yanti Hutapea1 1
*)
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional-LAPAN
E-mail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK - Penelitian yang sedang ditekankan saat ini merupakan sebuah studi yang dapat mendefinisikan berkas format citra penginderaan jauh. Citra Landsat dan SPOT menggunakan berkas geoTIFF sebagai media penyimpan Citra Satelit. Penyimpan citra penginderaan jauh seperti JPEG, PNG, BMP, GIF dan lainnya sering juga digunakan tetapi ketidakmampuan dalam menyimpan informasi kartografi tidak sebaik GeoTIFF. GeoTIFF menggunakan kode numerik untuk menjelaskan informasi kartografi seperti jenis proyeksi, sistem koordinat, datum, elipsoida dan lainnya. GeoTIFF menggunakan TIFF (Tagged File Format) versi 6.0 serta menggunakan pendekatan MetaTag (GeoKey) untuk menyandi lusinan informasi menjadi 6 tag saja. Sebuah pembaca dan penulis GeoTIFF sebaiknya mendukung tipe tag standar TIFF dan modul tambahan dalam mengurai informasi MetaTag. Isi berkas TIFFsecara hierarki terdiri dari tiga tingkat yaitu berkas header, IFD (Image File Directory) dan citra. Pada header terdapat dua buah huruf ASCII yang mewakili arsitektur struktur berkas, biasanya MM (4D4D heksadesimal) untuk Motorola dan II (4949 heksadesimal) untuk Intel. Kemudahan yang diberikan oleh TIFF adalah akses data citra dengan perangkat lunak apapun (platform-independent). Kata kunci:Geokeys, GeoTIFF, TIFF, tag-based ABSTRACT –Research study in this paper is emphasized in defining remote sensing types and format file. Landsat and SPOT as a famous satellite imagery have used GeoTIFF as an image storage and also as a raster image interchange. File format like JPG, PNG, BMP, GIF and so on have been used widely as image storage, but these files have not able to encode cartographic information as well as GeoTIFF. GeoTIFF use numeric code to describe cartographic information which covers its information for example, like projection types, coordinate system, datum, etc. GeoTIFF uses TIFF version 6.0 and approach MetaTag to encode dozens of cartographic information into only 6 tags. GeoTIFF reader or writer should have support standard TIFF tag types and additional module to parse MetaTag information.TIFF file format contains three levels, first of all is a file header, the second is an Image File Directory (IFD) and last is an imagery itself. In a header file, there are two letters of ASCII, which represent the architecture of format structure, for example MM (4D4D in hexadecimal) for Motorola and II (4949 in hexadecimal) for Intel. Another advantage by using TIFF is platform-independent data format which avoidsthe difficulty in cross platform interchange. Keywords:Geokeys, GeoTIFF, TIFF, tag-based
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem katalog inderaja LAPAN sudah mempublikasi berbagai jenis citra satelit seperti Landsat, SPOT, Pleiades, TeraSAR-X, Produk Digital Globe, Image spacing dan lainnya. Sedangkan untuk hasil pengolahan lanjut belum banyak dipublikasikan seperti hasil pengolahan INCAS (kerjasama antara negara Indonesia dan Australia melalui LAPAN). Pengolahan Pixel factory untuk Landsat 8 belum memiliki tampilan katalog yang tetap, oleh karena itu sistem katalog inderaja dikembangkan sedemikian sehingga dapat menghasilkan katalog dengan menampilkan hasil olahan lanjut. Format berkas yang diberikan oleh setiap pengolahan hasil lanjut berbeda-beda seperti format hasil keluaran produk INCAS berupa ers (ermapper dataset) dan GeoTiff hasil pengolahan pixel factory. Sistem katalog inderaja dapat mengantisipasi citra GeoTiff tertentu baik dari segi informasi metadatanya ataupun informasi citra satelit itu sendiri. Produk citra satelit (seperti Landsat atau SPOT) dikirim dalam sebuah paket format berkas GeoTiff (format citra standar publik berbasis Adobe's TIFF) dan merupakan sebuah format yang dapat menggambarkan struktur datanya sendiri untuk dikembangkan dalam pertukaran citra raster. Format GeoTIFF mencakup informasi geografis dan kartografi yang disisipkan ke dalam citra untuk menyesuaikan posisi citra pada tampilan informasi geografis. Secara spesifik GeoTIFF mendefinisikan sebuah kumpulan
-470-
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh (Gumelar, O., dkk.)
tag dari citra TIFF atau biasa disebut tiff tags, tag ini berisikan mengenai uraian informasi geodetik dan kartografi yang terhubung dengan citra TIFF. GeoTIFF juga merupakan alat untuk mengikat citra raster ke ruang model yang diketahui atau ke sebuah proyeksi peta dan mendeskripsikan proyeksi tersebut. Bagaimanapun juga struktur dari TIFF dapat menggabungkan metadata dan data citra dalam suatu kode pada berkas yang sama.
1.2.Tujuan Tujuan penelitian ini agar dapat memahami konsep dan dasar pemahaman dari struktur berkas GeoTiff karena pemahaman dapat membantu menangani perbedaan citra dalam satu berkas yang sama yaitu GeoTiff. Kelebihan dan kelemahan apa yang dimiliki oleh berkas GeoTiff dapat dijadikan pertimbangan untuk penggunaannya menjadi standar berkas yang berkualitas. Kemampuan format GeoTiff dalam menyimpan citra satelit atau citra yang memiliki koordinat juga dikaji lebih dalam.
2. METODE 2.1. Data Citra hasil olahan lanjut dalam berkas dengan format GeoTIFF dari pengolahan program Pixel Factory, sampel citra Landsat dari hasil pengolahan program INCAS, sampel citra TIFF 8x8 kustomisasi singleband, sampel citra 8 kanal (multiband) dan citra hasil cropping citra Landsat GeoTIFF.
2.2. Peralatan Perangkat lunak SCIMr (The Supplemental Content Ingestion Manager) versi 3.30.3.9297 merupakan perangkat lunak bawaan datadoors airbus. Selain itu perangkat lunak open source seperti AsTifftagViewer Versi 2.00, Hex editor Neo 6.21, Erdas, Envi, GDAL, Quantum GIS, dan sebuah Personal Computer (Komputer).
2.3. Landasan Teori 2.3.1. TIFF versi 6.0 TIFF (singkatan dari Tagged Image File Format) merupakan sebuah format berkas komputer untuk menyimpan citra grafik raster, citra seni pupuler, dan kebutuhan citra lainnya. Menurut Niles Ritter (Jet Propulsion Laboratory) dan Mike Ruth (SPOT Image Corp), TIFF merupakan sebuah platform independen dengan spesifikasi ekstensif dalam menyimpan data raster dan informasi ancillary dalam sebuah berkas tunggal. Format TIFF banyak sekali digunakan untuk aplikasi memanipulasi citra, aplikasi percetakan dan tata letak halaman, dan aplikasi penyiaman (scanning), fax, pengolah kata, dan lainnya. Format ini dibuat oleh Aldus Corporation pada tahun 1992 untuk versi keenamnya, dan ada beberapa spesifikasi berbasis TIFF 6.0 yang dibuat oleh Aldus seperti TIFF/EP (ISO 12234-2), TIFF/IT (ISO 12639), TIFF-F(RFC 2306) dan TIFF FX (RFC 3949).
2.3.2. GeoTIFF Revisi 1.0 GeoTIFF (Geographic Tagged Image File Format) merupakan standar metadata dengan domain publik yang dapat menyisipkan informasi georeferencing dalam sebuah berkas TIFF. Informasi tambahan tersebut berupa proyeksi peta, sistem koordinat, elipsoida, datum dan referensi spasial lainnya. Format berkas GeoTIFF kompatibel seluruhnya dengan TIFF 6.0 jadi semua perangkat lunak pembuka citra yang tidak mampu membuka metadata khusus (Geokeys) masih dapat membuka berkas format GeoTIFF karena memperlakukan format tersebut sebagai berkas TIFF.
2.3.3. IFD Image File Directory merupakan sebuah direktori berkas citra yang berisi semua tag dari TIFF untuk satu citra dalam berkas. IFD juga dapat diartikan sebagai sebuah entitas logis yang terdiri dari tag TIFF dan nilainya. Harus terdapat minimal satu IFD dalam berkas TIFF dan tiap IFD harus terdapat minimal satu masukan. Masukan IFD Tiap 12-bita masukan IFD memiliki format berikut Bita ke 0-1 Tag identifikasi atribut (field) bita ke 2-3 Jenis atribut
-471-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
bita ke 4-7 Jumlah nilai terhitung dari jenis yang terindikasi bita ke 8-11 Nilai offset, nilai ini diharapkan dapat dimulai pada awal kata sehingga nilai offset menjadi bilangan genap. Posisi berkas offset ini mungkin dapat berada dimana saja bahkan setelah posisi citra.
2.3.4. Image file header Image file header menurut NGA STANDARDIZATION DOCUMENT Sensor Independent Derived Data (SIDD) Volume 3 tanggal 1 Agustus 2011 adalah informasi delapan bita pertama dalam berkas GeoTIFF atau TIFF. Tujuan Spesifikasi urutan bita Identifikasi Berkas Offset dari IFD
Tabel 1. Definisi header berkas Citra GeoTIFF 1.0 Bita Nilai Komentar 0-1 "MM atau II" Produk Big Endian yang berisi "MM" dan Little Endian yang berisi "II" 2-3 "42" Nomor yang dipilih sembarang untuk mewakili berkas tersebut adalah berkas TIFF 4-7 Offset bita ke Offset dalam bita IFD pertama juga merupakan awal dari IFD Pertama berkas
Tabel 1 diatas menjelaskan bahwa sebuah berkas TIFF diawali oleh sebuah header berkas citra 8 bita, yang berisi dari informasi berikut: urutan bita ke 0-1 urutan bita tertentu seperti Motorola atau Intel yang direpresentasikan oleh nilai "II" atau "MM". Kemudian untuk bita ke 2-3 untuk menunjukkan format citra yaitu 42 untuk format TIFF. Kemudian bita ke 4-7 berisi tentang bita offset dari IFD pertama.
2.3.5. ASCII American Standard Code for Information Interchangemerupakan suatu standar internasional dalam kode huruf dan simbol seperti Hexdan Unicode tetapi ASCII lebih bersifat universal, contohnya 124 adalah untuk karakter "|" (atau juga disebut pipe). Pipe selalu digunakan oleh komputer dan alat komunikasi lain untuk menunjukkan teks. Kode ASCII sebenarnya memiliki komposisi bilangan biner sebanyak 7 bit. Karakter control pada ASCII dibedakan menjadi 5 kelompok sesuai dengan penggunaannya secara berturutturut meliputi logical communication, Device control, Information separator, Code extention, dan physical communication. Code ASCII ini banyak dijumpai pada papan ketik (keyboard) computer atau instrumentinstrument digital. Jumlah kode ASCII berjumlah sebanyak 255 kode, dimana uraian dari kode ini 0..127 merupakan kode untuk manipulasi teks; sedangkan kode ASCII 128..255 merupakan kode untuk manipulasi grafik, kode ASCII ini dapat dikelompokkan lagi kedalam beberapa bagian yaitu: 1. Kode yang tidak terlihat simbolnya seperti kode 10(Line Feed), 13(Carriage Return), 8(Tab), 32(Space) 2. Kode yang terlihat simbolnya seperti abjad (A..Z), numerik (0..9), karakter khusus (~!@#$%^&*()_+?:”{}) 3. Kode yang tidak ada di keyboard namun dapat ditampilkan, kode seperti ini umumnya untuk kode-kode grafik. Dalam pengkodean kode ASCII memanfaatkan 8 bit, saat ini kode ASCII telah tergantikan oleh kode UNICODE (Universal Code). UNICODE dalam pengkodeannya memanfaatkan 16 bit sehingga memungkinkan untuk menyimpan kode-kode lainnya seperti kode bahasa Jepang, Cina, Thailand dan sebagainya.Pada papan keyboard, aktifkan numlock, tekan tombol ALT secara bersamaan dengan kode karakter maka akan dihasilkan karakter tertentu. Misalnya: ALT + 44 maka akan muncul karakter koma (,). Mengetahui kode-kode ASCII sangat bermanfaat misalnya untuk membuat karakter-karakter tertentu yang tidak ada di keyboard. Contoh kode ASCII: -ӓ̕ȴᖳʚō▐♂☺☻♥♦♣♠•◘○◙♂♀♪♫☼►◄↕¶§▬↨↑↓→←∟↔▲▼ !"#$%&'()*+,-./01234dst.
2.3.6 GeoKey GeoKey dalam berkas GeoTIFF memiliki fungsi yang sama dengan tag dari TIFF tetapi menggunakan mekanisme penyimpanan yang berbeda.
2.3.7. Tag -472-
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh (Gumelar, O., dkk.)
Arti tag dalam berkas TIFF merupakan sebuah paket bilangan numerik atau nilai ASCII dimana memiliki id tag numerik yang menunjukkan informasi kontennya.
2.3.8. Sistem bilangan Sistem Bilangan adalah Suatu cara untuk mewakili besaran dari suatu item fisik. Sistem Bilangan menggunakan suatu bilangan dasar atau basis (base / radix) yang tertentu. Dalam hubungannya dengan komputer, ada 4 Jenis Sistem Bilangan yang dikenal yaitu : Desimal (Basis 10), Biner (Basis 2), Oktal (Basis 8) dan Hexadesimal (Basis 16). Berikut penjelesan mengenai 4 Sistem Bilangan ini :
2.3.8.1. Heksadesimal Heksadesimal merupakan sistem bilangan yang menggunakan 16 simbol, simbol yang digunakan adalah 0 sampai 9 ditambah dengan simbol huruf berupa A sampai dengan F.
2.3.8.2. Biner Biner merupakan sistem bilangan yang menggunakan dua simbol yaitu 0 dan 1, sistem bilangan ini merupakan dasar dari semua bilangan berbasis digital.
2.3.8.3.Desimal Merupakan sistem bilangan yang menggunakan 10 simbol yaitu dari 0 ... 9.
2.3.8.4.Oktal adalah sistem bilangan yang terdiri dari 8 Simbol yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7.
2.3.9. Byte Merupakan istilah yang biasa digunakan sebagai satuan dari penyimpanan data dalam komputer. Satu bita terdiri dari delapan bit.
2.4. Struktur berkas TIFF
Gambar 1Struktur Berkas TIFF
Gambar 1. diatas mendeskripsikan sebuah struktur berkas TIFF, struktur ini terdiri dari empat bagan jika dilihat secara awam. Pertama diawali dengan bagian header TIFF kemudian bagian kedua merupakan pengisian urutan bita MM atau II dan direktori berkas citra TIFF. Pada bagian ketiga memuat berkas TIFF IFD dan terakhir bagian keempat merupakan offset dari IFD pertama. Selanjutnya nilai atau offset dari IFD pertama memuat banyak direktori dimana tiap-tiap direktori memiliki tag tersendiri. Masing-masing direktori
-473-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
terdiri dari tag milik tiff, kode jenis tag, panjang dan nilai tag tersebut. Garis putus-putus di Gambar 1 menunjukkan banyaknya direktori dimana tampilannya tidak akan muat jika dimunculkan dalam Gambar 1. Struktur berkas diatas dapat diunduh melalui alamat web http://paulbourke.net/dataformats/tiff/ .
2.5. Konsep GeoKey
Gambar 2.Konsep GeoKey
Gambar 2 diatas menggambarkan sebuah tag yang hanya ada di GeoTIFF, tag tersebut dikenal juga sebagai GeoKey. Kunci dalam GeoTIFF (biasa disebut "GeoKeys") adalah semua yang direferensikan dari GeoKeyDirectoryTag, direktori tersebut didefinisikan sebagai berikut GeoKeyDirectoryTag: Tag = 34735 (87AF.H) Type = SHORT (2-byte unsigned short) N = variable, >= 4 Alias: ProjectionInfoTag, CoordSystemInfoTag Owner: SPOT Image, Inc. Tag ini dapat digunakan untuk menyimpan direktori GeoKey yang dapat mendefinisikan dan memiliki referensi sebagai "GeoKeys". Seperti penjelasan berikut bahwa sebuah tag adalah sebuah array dari nilai unsigned SHORT yang dikelompokan menjadi 4 blok. Keempat nilai pertama spesial dan mengandung informasi header dari direktori GeoKey. Nilai dari header terdiri dari informasi berikut secara berurutan yaitu Header={ KeyDirectoryVersion, KeyRevision, MinorRevision, NumberOfKeys} dengan keterangan sebagai berikut: " KeyDirectoryVersion" menunjukkan versi saat key diimplementasikan dan hanya akan berubah jika struktur key Tag mengalami perubahan "KeyRevision" menunjukkan revisi berapa dari kumpulan key yang digunakan "MinorRevision" menunjukan kumpulan kode key apa yang digunakan "NumberOfKeys" menunjukkan berapa banyak key yang didefinisikan oleh seluruh tag Terdapat perbedaan tag antara berkas TIFF dengan GeoTIFF dalam struktur tag, kondisi ini akan terlihat jelas bahwa tag-tag seperti di bawah memiliki kunci perbedaan yang mendasar. Beberapa Tifftag berikut merupakan representasi dari parameter kartografi dan geografi yang hanya tersedia di berkas GeoTIFF. ModelPixelScaleTag = 33550 (SoftDesk) ModelTransformationTag = 34264 (JPL Carto Group)
-474-
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh (Gumelar, O., dkk.)
ModelTiepointTag = 33922 (Intergraph) GeoKeyDirectoryTag = 34735 (SPOT) GeoDoubleParamsTag = 34736 (SPOT) GeoAsciiParamsTag = 34737 (SPOT)
2.6. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian diatas dimulai dari proses ingest datadoors untuk citra hasil olahan lanjut untuk format berkas GeoTIFF. Hasil deteksi perangkat SCIMr dapat ditampilkan dalam katalog inderaja LAPAN dan ada pula yang mengalami kegagalan publikasi. Penelitian dilakukan berdasarkan sampel citra satelit yang tidak berhasil di publikasikan. Ruang lingkup lebih ke arah permasalahan struktur data raster dimana GeoTIFF yang digunakan sebagai media penyimpan citra satelit. SCIMr memiliki jenis generic TIFF sendiri yang dapat membaca dan menulis citra dengan berkas format GeoTIFF.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Uji Coba Sampel TIFF 3.1.1 TIFF Kustomisasi (1 kanal) Jika menggunakan notepad untuk membuka sebuah berkas standar tiff dengan ukuran 8 x 8 piksel dan dilihat hasilnya dalam kode ASCII dalam Gambar 4.Akemudian untuk gambar visual kita dapat lihat pada Gambar 4.B. sebagai berikut.
-475-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar4.Tampilan berkas TIFF yang dibuka oleh Perangkat Lunak A.Notepad (kiri) B.Erdas (Kanan)
Jika dilihat isi data biner maka dapat ditentukan nilai heksadesimal yang dipetakan ke tiap nilai dijital nya.
Gambar5. Pemetaan bilangan heksadesimal ke nilai digital citra
Gambar yang diberi kotak merupakan isi citra dari tiff diatas. jika dilihat 26.H adalah 38 dan 46.H adalah 70 dan seterusnya. Dari perwakilan angka-angka ini maka dapat direpresentasikan sebuah nilai tag dari TIFF dalam menjelaskan isi data itu sendiri. Seperti pada gambar berikut :
Gambar6. Posisi tag yang diwakili oleh bilangan heksadesimal
-476-
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh (Gumelar, O., dkk.)
Contoh diatas menggunakan berkas TIFF yang ditunjukkan dalam gambar 8x8 tiff dengan ukuran lebar 8 piksel dan tinggi 8 piksel. Contoh diatas menggunakan masukan direktori 14dec (000eihex) 0100 - Lebar citra 0101 - Tinggi Citra 0102 - Bit tiap sampel (8) 0103 - Metode kompresi (1 = uncompressed) 0106 - Interpretasi fotometrik (2 = RGB) 0111 - Strip Offsets 0112 - Orientasi (1 = 0 top, 0 left hand side) 0115 - contoh tiap sampel (1) 0116 - Baris tiap strip (200 = tinggi citra) 0117 - Strip Byte Counts (60000 = 100 x 200 x 3) 0118 - Nilai minimum pengujian (0,0,0) 0119 - Nilai maksimum (255,255,255) 011c - Konfigurasi bidang (1 = single image plane) 0153 - Contoh format Setiap entri IFD terdiri dari 12 bita, dua bita pertama mengidentifikasikan jenis tag kemudian dua bita kedua merupakan jenis atribut atau field (bita, ASCII, short int, long int dan lainnya). Empat bita selanjutnya mengindikasikan jumlah dari nilai atau isi tag. Dapat disimpulkan bahwa entri IFD pertama diartikan sebagai berikut:
0100 0004 0001 0000 0008 0000 | | | | tag --+ | | | long int -+ | | one value ------+ | value of 100 -------------+
Jika berkas TIFF tersebut dibuka dengan tifftagviewer maka akan tampil tag-tag standar TIFF seperti Gambar 7 berikut.:
Gambar7. Tampilan perangkat Lunak AsTiffTagViewer
3.1.2 TIFF Kustomisasi (8 kanal) Citra yang dibentuk merupakan berkas TIFF dengan jumlah kanal sebanyak 8 dan 1 kanal memiliki kedalaman bit sebanyak 16. Lebar dan panjang gambar sebesar 5 piksel dengan resolusi spasial 1 ke koordinat X dan resolusi Y 1. Gambar 8 dibawah merupakan tampilan isi dari tag yang ada pada berkas tiff 8 kanal.
-477-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar8. Tampilan TIFF 8 kanal. A. Isi tag (Kiri) B. Tampilan kanal 4, 3 dan 2 (Kanan)
3.2. Uji Coba Sampel GeoTIFF Key publik dan privat serta jangkauan nilai kode. Id GeoKey GeoTIFF mengambil sebarang nilai antara 0 sampai dengan 65535, sedangkan untuk nilai 32768 keatas tersedia untuk implementasi pribadi sehingga pengembang bebas menambah key atau sandi atas resiko pengembang sendiri. Id key untuk 0 sampai 32767 sudah ditentukan untuk spesifikasi GeoTIFF secara resmi dan dapat diurai menjadi sub domain berikut: [ 0, 1023] Reserved [ 1024, 2047] GeoTIFF Configuration Keys [ 2048, 3071] Geographic/Geocentric CS Parameter Keys [ 3072, 4095] Projected CS Parameter Keys [ 4096, 5119] Vertical CS Parameter Keys [ 5120, 32767] Reserved [32768, 65535] Private use
Kode GeoKey seperti key dan tag juga berkisar antara 0 sampai 65535. Semua kode dari 32768 keatas tersedia untuk implementasi pribadi dan tidak ada registrasi untuk kode-kode ini sehingga para pengembang diharapkan menggunakannya secara bijak. Contoh untuk tag GeoAsciiParamsTag pada citra SPOT 5 Jenis data Unsigned 16 Bit, Format : Decimal
Jenis data (ASCII)
-478-
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh (Gumelar, O., dkk.)
3.2.1. GeoTIFF Single Band GeoTIFF Citra Satelit (Landsat 1 kanal)
Gambar9. Citra Landsat 8 28 Oktober 2014 path 117 row 063 band 2
Dari Gambar 9 diatas merupakan tampilan Landsat 8 band 2 yang direkam pada tanggal 28 Oktober 2014 dengan informasi path 117 dan row 63. Citra GeoTIFF Landsat 8 ini direkam dalam kedalaman 16 bit warna, dan ukuran 7491 untuk lebarnya dan 7311 untuk panjangnya. Tag yang terlihat yaitu 33550, 33922, 34735 dan 34737, seperti yang diketahui dari 2.3 Konsep Geokey bahwa 33550 merupakan ModelPixelScaleTag (SoftDesk), ModelTiepointTag = 33922 (Intergraph), GeoKeyDirectoryTag = 34735 (SPOT) dan GeoAsciiParamsTag = 34737 (SPOT). Citra raster Landsat 8 band 2 dapat juga diperoleh informasi GeoTIFF Key atau TIFF Tags nya menggunakan perangkat lunak ERDAS pada Gambar 10 berikut.
Gambar10. Informasi Metadata dengan rincian tag yang diperoleh dari raster Landsat 8
3.2.2. GeoTIFF Multi Band 3.2.2.1. Citra Satelit GeoTIFF(SPOT-5 empat kanal)
-479-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar11. Citra SPOT-5 4 kanal A. Citra SPOT-5 komposisi 432 (Kiri) B. Informasi Tiff Tag dan Geokey
3.2.2.3. Citra Satelit GeoTIFF(Landsat INCAS 6 kanal) Citra GeoTIFF ini berasal dari konversi citra raster Er Mapper Dataset dengan kombinasi 2,3,4,5,6,7 menjadi layer 1,2,3,4,5 dan 6. Penggunaan GDAL dalam mengkonversi citra ers menjadi GeoTIFF mengakibatkan tambahan tag dari perangkat lunak GDAL yaitu tag 42112 dan tag 42113.
-480-
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh (Gumelar, O., dkk.)
Gambar 12. Citra Landsat 8 kombinasi 543 tanggal 28 juni 2013 nutm 54 terkoreksi orto dan koreksi sun
Konversi penyimpanan data dari ermapper dataset menjadi berkas GeoTIFF menggunakan perangkat lunak GDAL jadi terdapat tag baru dari GDAL. Untuk citra hasil olahan INCAS terlihat tag yang sama sekali berbeda yaitu 42112 dan 42113, dikarenakan perangkat lunak GDAL menggunakan metadata tidak standar lainnya yang dapat disimpan dalam berkas TIFF. Tag 42112 dan 42113 dibuat dengan profl GDAL GeoTIFF, item metadata tersebut dikelompokkan bersama string XML dalam tag non-standar (TIFFTAG_GDAL_METADATAASCII42112). Ketika profil GeoTIFF digunakan maka metadata nonstandar disimpan dalam berkas PAM.aux.xmlsumber berasal dari http://www.gdal.org/frmt_gtiff.html). 3.2.2.4. Citra Satelit GeoTIFF(Pixel Factory) Spot 6 1209413 E10650S0625_2013-15_G0B2RE2 Kombinasi 432
-481-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar13. Citra Pixel Factory Spot 6 1209413 E10650S0625_2013-15_G0B2RE2 Kombinasi 432
Gambar 14. Informasi citra Pixel Factory
Citra Satelit pada Gambar 13 diatas merupakan citra SPOT 6 dengan kombinasi kanal 4, 3 dan 2, dengan ukuran 9000 x 9000 piksel karena sudah ada proses cropping dari program Pixel Factory. Untuk lokasi dan indeks bisa dilihat dari penamaan berkas citra Pixel Factory tersebut. Terlihat dari informasi tiff tags bahwa kedalaman warna sampai 16 bit dan resolusi spasial menjadi 254 meter.
4.
KESIMPULAN
Sejauh ini penelitian mengenai berkas GeoTIFF beserta struktur datanya mencapai suatu kesimpulan bahwa GeoTIFF merupakan berkas yang memudahkan pengguna citra satelit dalam penggunaan datanya. Ketidaktergantungannya terhadap suatu platform membuat GeoTIFF menjadi unggul dalam format berkas
-482-
Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh (Gumelar, O., dkk.)
lainnya selain itu kemudahan menyimpan informasi kartografi dan geografi dihimpun hanya dalam enam tag saja. Setelah penelitian ini dilakukan maka selanjutnya prosedur dalam ekstraksi metadata dalam citra GeoTIFF dapat dilakukan sesuai informasi yang terkandung dalam spesifikasi format berkas GeoTIFF. Pengembang satelit seperti IRS, KARI, Digital Globe, Astrium (SPOT) dan USGS (Landsat) menggunakan format GeoTIFF dikarenakan keunggulan format GeoTIFF dibanding format lainnya.Struktur GeoTIFF ini dapat menyimpan berbagai jenis citra satelit, alangkah baiknya jika struktur ini dapat menyimpan citra LAPAN A1 dan A2 bahkan citra satelit seperti LAPAN A3.
5.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih untuk Bapak Mahdi Kartasasmita dan Pak Bambang Tedjakusuma atas dukungan dan gagasan nya selama ini, Bu Erna Sri Adiningsih selaku Kapoklit Pengelolaan dan Distribusi Data, Kepala Bidang Diseminasi Data Penginderaan Jauh, Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, dan Deputi Penginderaan Jauh.
DAFTAR PUSTAKA Cowen,D.J.,(1998). GIS versus CAD versus DBMS: What Are the Differences.Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 54(11):1551-1555. Mahamad,S., (2006)GeoTIFF Format for IRS Digital Data Product. Signal and Processing Group Remote Sensing Applications and Image Processing Area Space Applications Centre (ISRO). IRS/DP/SAC/RESIPA/SIPG/TN02/February--2006 McCoy,M.R.,(2005). Field Methods in Remote sensing. The Guilford Press New York London. Qu,J.J., Gao,W., Kafatos,M., Murphy,R.E., dan Salomonson,V.V.,(2006). Earth Science Satellite Remote Sensing; Volume 2: Data, Computational Processing, and Tools. Tsinghua University Press, Springer. Sutanto (2013).Metode Penelitian Penginderaan Jauh. Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG) Universitas Gadjah Mada. Gumelar,O.,(2014).Pengembangan Modul Konversi Metadata LDCM/Landsat-8 sesuai Format ISO 19115/19139. Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh Nasional. Gumelar,O., (2015). Penambahan Citra Satelit dengan Sistem Ingest Datadoors. Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh Nasional 2015. Arlis,R.S., dan Saputra,R.M.,(2014). Pengembangan Modul Konversi Metadata SPOT-5 Virtual Reception sesuai Format ISO 19115/19139. Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh Nasional 2014. Adobe Developers Association (1992). TIFF Revision 6.0, diunduh 14 April 2016 dari http://partners.adobe.com/public/developer/en/tiff/TIFF6.pdf Icubed (2014). Datadoors Support Manual Version 3.24 diunduh 10 Juli 2014 dari http://inderajacatalog.lapan.go.id/core/WebHelp/#DataDoors Support Manual/ National Geospatial-Intelligence Agency. (2008). GeoTIFF File Format Description Document. (2008-11-8) diunduh 8 Juni 2016 dari http://www.gwg.nga.mil/ntb/baseline/docs/nga.ip.0001_1.0-geotiff/NGA.IP.0001_1.0%202008-1118.pdf Parkinson,C.L., War,A., dan King,M.D.,(2006). Earth Science Reference Handbook:A Guide to NASA’s Earth Science Program and Earth Observing Satellite Missions.Sterling Spangler National Aeronautics and Space Administration Washington, D.C.diunduh 9 Juni 2016darihttp://eospso.nasa.gov/sites/default/files/publications/2006ReferenceHandbook.pdf Ritter,N., dan Ruth,M.,(1995). GeoTIFF Format Specification:GeoTIFF Revision 1.0. Aldus and Adobe Corporation. Specification version 1.8.2, 11th November diunduh 17 Mei 2016 dari http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/pdfs/geotiff_spec.pdf Serge, R., Jean-Pierre, G., Dominique, Z., dan Yves, S., (2004).SPOT 123-4-5 Geometry Handbook Revision 4. di unduh dari http://www-igm.univ-mlv.fr/~riazano/publications/GAEL-P135-DOC-001-01-04.pdf Zanter,K.,(2016). Landsat 8 Data User Handbook. LSDS-1574Version 2.0 Department of the Interior U.S. Geological Survey. EROS Sioux Fall South Dakota diunduh tanggal 26 Mei 2016. https://landsat.usgs.gov/documents/Landsat8DataUsersHandbook.pdf
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah
BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 Moderator Judul Makalah Pemakalah
: : :
Rubini Jusuf Struktur GeoTIFF untuk Media Penyimpan Citra Penginderaan Jauh Ogi Gumelar (LAPAN)
-483-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Diskusi : Pertanyaan: Dr. Dede Dirgahayu (LAPAN) Program yang digunakan apakah dibuat sendiri atau memanfaatkan program yang sudah ada, karena jika buatan sendiri bisa digunakan untuk otomatisasi, apakah pernah mencoba untuk membuat program sendiri? Jawaban : Masih menggunakan program yang sudah ada karena masih dalam kajian, untuk kedepannya bisa dicobakan untuk membuat metode otomatisasi.
-484-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Sistem Pengolahan dan Katalogisasi Data Worldview-2 Worldview-2 Data Processing System and Cataloging Randy Prima Brahmantara1*), dan Kustiyo1 1
Pusat Teknologi dan Data - LAPAN *)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK –Salah satu produk yang disediakan oleh Pustek data adalah data satelit resolusi sangat tingi. Worldview-2 merupakan salah satu bagian dari data tersebut. Worldview-2 memiliki resolusi spasial 46 cm pada kanal pankromatik dan 184 cm pada kanal multispektral. Untuk menghasilkan data Worldview-2 multispektral beresolusi spasial 46 cm, maka diperlukan sebuah sistem pengolahan fusi antara kanal pankromatik dan kanal multispektral. Selain itu juga diperlukan sistem pengolahan orthorektifikasi dengan menggunakan RPC untuk menghasilkan data yang memiliki koordinat bumi. Tulisan ini membahas sistem pengolahan data Worldview-2 yang meliputi orthorektifikasi, pansharpening, tiling dan pembuatan metadata produk hasil pengolahan. Hasil akhir dari sistem ini adalah data Worldview-2 multispektral dengan resolusi 46 cm dan metadatanya yang bisa diakses oleh pengguna dari katalog yang disediakan oleh Pustekdata. Kata kunci:pengolahan, Worldview-2, orthorektifikasi, pansharpening, metadata, katalogisasi. ABSTRACT-One of the products supplied by Pustekdata is very high resolution satellite data. Worldview-2 is one part of this data product. Worldview-2 has spatial resolution 46 cm at panchromatic channels and 184 cm at multispectral channels. To generate Worldview-2 data with multispectral’s spatial resolution of 46 cm, it requires a fusion processing system between the panchromatic and multispectral channels. It is also a necessary orthorectification processing system by using RPC to generate data that have ground coordinates. This paper discusses Worldview-2 data processing system which includes orthorectification, pansharpening, tiling and manufacturing metadata of processed product. The result of this system is a multispectral resolution of 46 cm Worldview data and metadata that can be accessed by users from a catalog provided by Pustekdata. Keywords: Processing, Worldview-2, orthorectification, pansharpening, metadata, cataloging.
1.
PENDAHULUAN
Pada tanggal 8 Oktober 2009, WorldView-2 bergabung dalam konstelasi WorldView-1 dan QuickBird. WorldView-2 merupakan satelit penginderaan jauh yang digunakan untuk perekaman citra resolusi tinggi dari bumi. Gambar yang disediakan oleh satelit dapat digunakan untuk aplikasi seperti pemetaan, perencanaan lahan, bantuan bencana, eksplorasi, pertahanan dan intelijen, visualisasi dan simulasi lingkungan, dan klasifikasi. Serupa dengan data satelit WorldView-1 dan QuickBird, data WorldView-2 didistribusikan dalam lima tingkat yang berbeda, yaitu Basic 1B, Basic Stereo Pairs, Standar 2A, Ortho-Ready Standard (OR2A), dan Orthorectified. Semua data tesebut telah terkoreksi radiometri dan untuk proses ortho rektifikasi lanjut, produk Standar 2A dan produk Orthorectified tidak dianjurkan. Produk Standar 2A tidak dianjurkan karena koreksi DEM kasar telah diterapkan pada data citra. Produk OR2A direkomendasikan untuk koreksi geometrik karena data pankromatik dan multispektral diresampling tepat pada luasan geografis yang sama. Oleh karena itu, hal ini memungkinkan untuk melakukan pansharpening dari data sebelum koreksi geometrik. Metode ini bekerja untuk sebagian besar wilayah dengan permukaan yang relatif datar. Melakukan pansharpening setelah koreksi geometrik pada data pankromatik dan multispektral secara terpisah sering memerlukan penangananmisalignments kecil antara data pankromatikdan multispektral yang terkoreksi geomatrik karena akurasi GCP dan DEM yang digunakan dalam proses orthorektifikasi. WorldView-2memiliki teknologi geopositional canggih yang dapat memberikan peningkatan yang signifikan dalam akurasi. Spesifikasi akurasi telah diperketat menjadi 6,5 meter untuk CE90 dengan pengukuran langsung dari satelit, yang berarti tidak ada pengolahan, tidak ada model elevasi digital (DEM) dan tidak ada titik kontrol tanah GCP. Akurasi geometri ini bisa ditingkatkan dengan melakukan pengolahan ortho rektifikasi dengan melibatkan DEM dan parameter satelit berupa RPC maupun dengan GCP.Rational Polynomial Coefficient (RPC) model telah menjadi metode yang paling populer di proses ortho rektifikasi citra satelit resolusi tinggi karena
-485-
Sistem Pengolahan dan Katalogisasi Data Worldview-2 (Brahmantara, R.P., dkk.)
memungkinkan pengguna untuk memperbaiki geometri citra tanpa menggunakan GCP atau beberapa GCP. Rincian lebih lanjut tentang model RPC dapat ditemukan dalam Grodecki dan Dial (2003). Pada penelitian yang lain telah diukur dengan menggunakan 13 ICP (Independent Control Point) yang didapat dari survei lapangan dengan akurasi dibawah satu meter. 6 DataWorldview-2 OR2A (Ortho Ready Standard 2A) telah dilakukan ortho rektifikasi dengan menggunakan DEM dan RPC dengan menggunakan aplikasi PCI Geomatica. Hasil dari pengukuran tersebut didapatkan root mean square (RMS) 2.6 meter pada sumbu X dan 1.3 meter pada sumbu Y (Cheng dan Chaapel, 2010). WorldView-2 band pankromatik dengan resolusi spasial 0.45m, dalam hubungannya dengan band multi spectral 2m, hal ini dapat memberikan kesempatan untuk membuat citra multi spektral pansharpened 0.5m dengan menggabungkan band panchromatic dan band-band multispektral. Berdasarkan kajian menyeluruh dan analisis algoritma pan-sharpening yang ada dan efek fusi mereka, sebuah algoritma pan-sharpening otomatis telah dikembangkan oleh Dr. Yun Zhang dari University of New Brunswick, di New Brunswick, Kanada. Teknik ini memecahkan dua masalah utama dalam pansharpening yaitu distorsi warna dan ketergantungan operator. Penambahan metode least squaresregresion diimplementasikan untuk mendapatkan pendekatan terbaik dari hubungan nilai grey level antara multi spektral asli, pankromatik, dan band citra pansharpened untuk representasi warna terbaik. Pustekdata-LAPAN memiliki sistem pengolahan dan katalog untuk berbagai macam data satelit penginderaan jauh. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang sistem pengolahan dan katalogisasi data hasil pengolahan Worldview-2 level OR2A. Terdapat 2 tipe data yang digunakan yaitu data pankromatik dan multispektral yang hanya terdiri dari satu ubin (tile) dan data pankromatik dan multispektral yang terdiri dari 4 ubin. Terdapat perbedaan diantara keduanya karena luasan dari kedua data tersebut. Data kedua terdiri dari 4 ubin karena lebih luas cakupannya yaitu sekitar 100 Km2 sedangkan data pertama sekitar 25 Km2. Sistem pengolahan terdiri dari orthorektifikasi, pansharpening, tiling dan pembuatan metadata produk hasil pengolahan. Hasil akhir dari sistem ini adalah data Worldview-2 multi spektral dengan resolusi 46 cm dan metadatanya yang bisa diakses oleh pengguna dari katalog Pustekdata-LAPAN.
2.
METODE
Sistem pengolahan dan katalogisasi data Worldview-2 terdiri dari dua subsistem yaitu subsistem pengolahan data dan subsistem penyimpanan dan deseminasi. Subsistem pengolahan data terdiri dari copy raw data dari media penyimpanan ke media penyimpanan sementara di komputer/server pengolahan. Kemudian orthorektifikasi dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Grodecki dan Dial. DEM yang digunakan adalah SRTM 30 meter yang telah diperbaiki bagian-bagian yang “no data” dengan meggunakan data dari USGS. Data RPC dibaca dari metadata yang disertakan dengan raw data.Kemudian data hasil orthorektifikasi diproses pansharpening dengan menggunakan metode UNB yang kembangkan oleh Dr. Yun Zhang dari University of New Brunswick. Aplikasi ini telah ada dalam library PCI dan bisa dipanggil dengan menggunakan skrip python. Setelah proses pansharpening selesai, aplikasi pengolahan membaca metadata pankromatik sebagai acuan untuk membuat metadata hasil pengolahan. Hasil pembacaan ini juga menentukan perlu tidaknya melakukan tiling hasil pengolahan atau tidak. Penamaan data dan metadata mengacu pada standar data pansharpen dari Digital Globe dengan penambahan indentitas pihak yang melakukan pengolahan dan hak distribusi data dalam hal ini Pustekdata-LAPAN. Hal ini diperlukan agar bisa dibaca oleh sistem katalog dan memudahkan pengguna untuk memanfaatkan data tersebut untuk kepentingan lebih lanjut. Urutan proses dalam sistem ini dapat digambarkan dalam sebuah diagram alir sebagai berikut ini
-486-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar 1. Diagram Alir Sistem Pengolahan dan Katalogisasi Data Worldview-2
-487-
Sistem Pengolahan dan Katalogisasi Data Worldview-2 (Brahmantara, R.P., dkk.)
Subsistem pengolahan data telah berjalan secara otomatis dengan menggunakan skrip Python. Skrip ini mengatur sistem penamaan file sementara, file hasil, lokasi penyimpanannya, pengendalian urutan proses, mengapus file sementara jika file hasil telah ada dan membuat laporan proses. Skrip ini dibantu dengan library dari PCI untuk melakukan proses ortho rektifikasi dan pansharpening. Dan menggunakan GDAL untuk tiling data. Subsistem pengolahan data berjalan pada virtual machine dengan spesifikasi prosesor 16 inci, 8 GB memory terkoneksi dengan direct attached storage (DAS) dengan kapasitas 20 TB dengan koneksi 2fiber channel (FC) 10 Gbps. Sehingga rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan adalah 420detik/GB atau 142MB/menit dengan ukuran data dihitung dari jumlah data multispektral ditambah data pankromatik.
Gambar 2.Proses Pengolahan Data Worldview-2
3.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil akhir dari sistem ini adalah data multispektral 0.46 cm terkoreksi geometrik sistematik (dengan DEM dan RPC) tanpa menggunakan tambahan GCP beserta metadatanya. Data multispektral terkoreksi dan pankromatik terkoreksi ortho sistematik dihapus jika hasil akhir telah selesai diproses.
(a)
(b)
(c) Gambar 3. Citra Hasil Pengolahan, (a) Citra Multispektral, (b) Citra Multispektral Hasil Pansharpening, (c) Citra Di-overlay di Google Earth untuk Melihat Pergeserannya
-488-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Hasil pansharpening dengan menggunakan library pci.pansharp2 dengan metode UNB menghasilkan output dengan spektral atau warna yang sama dengan data multispektral. Metode ini mengaplikasikan least squares regresion untuk menyamakan warna hasil pansharpening dengan data multispektral. Dari Gambar 3.(a) dan (b) secara visual dapat dibandingkan warna dan resolusinya. Gambar 3.(a) memiliki warna yang sama dengan (b) dengan resolusi yang lebih rendah dibandingkan dengan (b). Gambar 3.(c) menunjukkan besarnya pergeseran antara hasil pengolahan dengan data citra di google earth. Terdapat pergeseran antara keduanya ketika diamati pada wilayah perbatasan antar citra. Secara visual sungai dan jalan antar kedua citra kurang tersambung dengan sempurna. Hal ini perlu kajian lebih lanjut dengan menggunakan ICP (independence control point) untuk mengukur pergeseran koordinat citra dengan koordinat bumi. Subsistem berikutnya adalah penyimpanan dan diseminasi data. Dalam subsistem ini terdapat dua bagian utama yaitu penyimpanan dan diseminasi data. Media penyimpanan yang kami gunakan adalah NAS (Network Attached storage) dengan kapasitas hingga 1 PB (pentabyte) dan kecepatan transfer data hingga 10 Gbps. Diseminasi data kepada pengguna diperantarai dengan aplikasi katalog yang bisa diakses secara online di http://inderaja-catalog.lapan.go.id/DD3/. Kendala yang penulis temukan dalam menampilkan hasil pengolahan di katalog adalah sistem katalog yang tidak mudah untuk dimodifikasi. Sehingga metadata harus dibuat sesuai dengan standar produk Digital Globe yang terdiri dari file dengan ekstensi .XML, .IMD, .TIL, .RPB. Metadata XML adalah informasi lengkap tentang tanggal perekaman, jumlah band, jumlah piksel, resolusi spasial, resolusi radiometri, jumlah tile, koordinat dan informasi lain yang diperolah dari satelit. Yang membedakan .XML dan IMD adalah format penulisan metadata, IMD menggunakan format teks dan XML menggunakan format XML. File TIL berisi informasi dari jumlah ubin dan informasi dari masing-masing ubin seperti jumlah ubin, jumlah baris dan kolom dan koordinat di empat sudut citra. File RPB atau RPC berisi informasi untuk orthorektifikasi citra.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.Data Hasil Pengolahan, (a) Data Tersimpan dalam NAS, (b) Hasil Pencarian di Katalog, (c) Metadata Hasil Pengolahan yang Ditampilkan dalam Katalog
Pengguna juga bisa membaca metadata dari data hasil pengolahan ini dari katalog untuk mendapatkan informasi lengkap tentang citra tersebut. Untuk melakukan pemesanan data bisa langsung menghubungi bidang diseminasi Pustekdata-LAPAN yang informasinya bisa dibaca dari metadata.
-489-
Sistem Pengolahan dan Katalogisasi Data Worldview-2 (Brahmantara, R.P., dkk.)
Gambar 5. Sebagian informasi dari metadata
4.
KESIMPULAN
Subsistem pengolahan data dapat mengolah data Worldview-2 dengan kecepatan rata-rata 420detik/GB atau 142MB/menit. Hasil pengolahan data multispektral 0.46 cm terkoreksi geometrik sistematik dengan warna yang mirip dengan data multispektral namun perlu dilakukan pengukuran dengan indeks kualitas citra (Wang-Bovic quality index).Kualitas geometri citra yang perlu diteliti lebih lanjut dengan menggunakan ICP. Berdasarkan output dari sistem pengolahan yang telah bisa ditampilkan dalam katalog. Diperlukan sebuah penyesuain data hasil pengolahan agar bisa dibaca oleh katalog. Dalam hal ini adalah data hasil pengolahan beserta atributnya yang harus sesuai dengan standar produk Digital Globe.
5.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis kepada Ibu Rita Siviana Arlis dan Siti Rahmi Pratiwi yang telah membantu melakukan beberapa kali percobaan ingest data hasil pengolahan ke katalog sehingga bisa diketahui bagianbagian data yang dibaca oleh sistem aplikasi katalog.
DAFTAR PUSTAKA
Cheng, P., dan Chaapel, C., (2010). Pan-Sharpening and Geometric Correction Worldview-2 Satellite.GeoInformatics Grodecki, J., dan Dial, G., (2003). Block Adjustment of High-Resolution Satellite Images Described by Rational Polynomials. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing. DOI: 10.14358/PERS.69.1.59 Zhang, Y., dan Mishra, R.K., (2013). From UNB PanSharp to Fuze Go – the success behind the pansharpening algorithm.International Journal of Image and Data Fusion, DOI: 10.1080/19479832.2013.848475
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukkan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 Moderator JudulMakalah Pemakalah Diskusi :
: : :
Rubini Jusuf Sistem Pengolahan dan Katalogisasi Data WORLDVIEW-2 Randy Prima Brahmantara (LAPAN)
Pertanyaan: Hadi Arnowo (Kem. Agraria dan Tata Ruang): Pertanyaan ini berkaitan sekali dengan kegiatan yang kami lakukan yaitu pemetaan bidang tanah, mungkin hal ini bisa juga diaplikasikan / digunakan untuk pemetaan bidang karena resolusinya cukup tinggi, tadi juga disampaikan juga sudah dilakukan dengan orthorektifikasi. Pertanyaannya ketelitian setelah di ortho itu berapa? Karena tidak secara otomatis langsung bisa digunakan untuk pemetaan bidang karena di kami mempunyai standard yang sangat tinggi karena menyangkut batas bidang tanah yang sangat sensitif jika terdapat kesalahan penggambaran, banyak orang yang terdampak. Mengenai standard citra apakah sama dengan citra yang lain, apakah bisa dikonversi sehingga bias digunakan secara langsung? Tentang pertukaran data sangat menarik, karena data yang ada tidak bias langsung mengcover daerah-daerah yang lain sehingga masih dibutuhkan data-data lainnya. Jawaban:
-490-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Ketelitiannya sekitar 6.5 m. Berdasarkan tulisan lainnya di Jurnal Geoinformatic 2010 dengan menggunakan DEM yang sama, ketelitian 2.6 m. Setiap sensor memiliki ketelitian sendiri-sendiri walaupun ketelitian spasialnya sama. Untuk data sharing, data di LAPAN gratis karena lisensi pemerintah, sehingga datanya bias dimintakan di Pustekdata LAPAN. Pertanyaan: Teguh Prayogo (LAPAN): Dari hasil kajian ini diperoleh proses pengolahan 140 mb/menit, adakah target yang ditentukan dari penelitian ini karena terkait dengan proses pengolahan data. Jawaban: Tidak ada target karena masih kajian belum operasional, nanti akan dibuat target berapa waktu yang diperlukan untuk mengolah beberapa data tertentu.
-491-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS Design of Systems Management Server Data Backup on MODIS Data Processing Hasna Apriliyah1*), Widya Eka Prativi1, Kurnia Robiansyah1, dan Muhammad Faisal Kahfi1 1
Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) *)
E-mail: [email protected]
ABSTRAK – MODIS merupakan salah satu sensor satelit terra dan aqua yang menghasilkan data resolusi rendah. Data tersebut hingga saat ini masih diterima oleh LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) melalui stasiun bumi Rumpin (Jawa Barat) dan stasiun bumi Parepare (Sulawesi Selatan). Data Modis yang telah diterima berupa raw data disimpan di storage. Namun dalam jangka waktu tertentu storage tersebut penuh dengan data, sehingga seorang operator harus memindahkan data dari storage yang telah penuh ke storage backup agar proses pengolahan data Modis tetap berjalan. Pemindahan data yang dilakukan secara manual oleh operator membutuhkan ketelitian dan sangat menyita waktu. Oleh karena itu dengan dibuatnya sistem pengelolaan data backup secara otomatis maka dapat mempermudah kerja operator menjadi lebih efektif dan efisien, selain itu proses pemindahan data menjadi lebih stabil. Kata kunci: Modis, Pengelolaan Data, Storage, Backup ABSTRACT – MODIS is one of Terra and Aqua satellite sensor that produce low resolution data. This data has been received by Indonesian National Institute of Aeronautics and Space (LAPAN) through Rumpin Ground Station (West Java) and Parepare Ground Station (South Sulawesi). MODIS data have been received in raw data format, then being saved in storage. But within a certain period, this storage is full of data, so an operator has to move data from storage that have been full of data to backup storage in order to keep MODIS processing data running. Manual data transfer by operator needs accuracy and takes a long time. Therefore, by creating a backup data management system automatically can make the operator’s job becomes more effective and efficient, and also data transfer process will be more stable. Key Word: Modis, Management Data, Storage, Backup
1.
PENDAHULUAN Kebutuhan data satelit penginderaan jauh bagi Indonesia adalah sangat penting, terutama untuk pemetaan sumber daya alam, pemantauan lingkungan maupun mitigasi bencana. Pemanfaatan data Modis oleh LAPAN menjadi penting karena digunakan untuk menyediakan informasi tematik yang diperoleh dari data Penginderaan Jauh. Pemanfaatan data Modis diantaranya yaitu informasi hotspot untuk deteksi kebakaran hutan dan lahan, untuk identifikasi titik api pada kebakaran, penentuan informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), untuk ekstraksi data suhu permukaan lahan yang bersifat regional. Data dari sensor Modis yang diterima oleh LAPAN terkadang mengalami keterlambatan dalam menyediakan informasi hotspot dikarenakan data Modis belum terolah karena terjadi masalah dalam peneriman raw data hasil akuisisi dari stasiun bumi Rumpin (Jawa Barat) dan stasiun bumi Parepare (Sulawesi Selatan). Strorage adalah tempat penyimpanan, media yang digunakan untuk menyimpan data yang diolah oleh komputer (scribd.com). Storage backup adalah penyimpanan yang digunakan untuk proses membuat data cadangan dengan cara menyalin atau membuat arsip data komputer sehingga data tersebut dapat digunakan kembali apabila terjadi kerusakan atau kehilangan. Backup data berfungsi untuk mengembalikan data yang rusak atau hilang atau karena terhapus. Dimana proses backup mengharuskan pengguna dalam menggandakan data, yang pada akhirnya menghabiskan kapasitas media penyimpanan, sehingga dibutuhkanlah sistem otomatisasi untuk memindahkan data ke server backup agar mengefisiensikan penyimpanan data backup. Ketersediaan storage yang tidak mencukupi untuk proses pengolahan data Modis menyebabkan data tidak terolah dan informasi data Modis terlambat sampai ke user (pengguna) serta permintaan data user tidak dapat terproses. Sehingga dibuatlah “Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS” yang dapat mempermudah kerja operator menjadi lebih efektif dan efisien, selain itu proses pemindahan data menjadi lebih stabil.
-492-
Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS (Apriliyah, H., dkk.)
2.
METODE
2.1 Transfer data ke storage backup Proses kerja dari program transfer data ke storage backup terdapat beberapa fungsi dari program tersebut, yaitu check storage, copy file to backup, copy complete to backup (destination), delete file in source, dan link from source to destination.
Gambar 1. Flow chart Program Otomatisasi Back Up
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4
Check Storage Pada tahap awal eksekusi program, secara otomatis program akan mengecek ketersediaan storage apakah cukup untuk penyimpanan atau tidak. Apabila kapasitas storage di source <1200GB maka program akan memberi peringan terhadap user bahwa storage tidak cukup untuk dilakukan proses pengolahan data dan apabila kapasitas storage backup < 10GB program akan memberi peringan terhadap user bahwa storage tidak cukup untuk penyimpanan selanjutnya program tersebut secara otomatis akan melakukkan proses eksekusi selanjutnya. Copy File To Backup Setelah dilakukkan proses pengecekan kapasitas storage selanjutnya program akan mengeksekusi untuk proses transfer file dari source ke destination dimana program akan mengecek file yang belum ada di destination dan melakukkan mirroring dengan file yang ada di source. Transfer file tersebut akan berjalan secara otomatis apabila file yang ada di source dan di destination belum tersedia, program akan secara terus menurus mengecek dan menyamakan ukuran file samapi ukuran file size yang ada di source dan yang ada didestination sama. Setelah proses transfer file selesai program akan memberikan informasi bahwa copy file to destination completed. Setelah proses transfer file selesai program akan melakukkan eksekusi selanjutnya. Delete File In Source Pada proses eksekusi ini, program akan secara otomatis me-remove file yang sudah selesai ter-transfer ke destination. Setelah itu program akan memberikan informasi bahwa remove file yang telah tertransfer sudah selesai. Link From Source To Destination
-493-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Pada tahap akhir ini, apabila file yang telah tertransfer sudah selesai di remove secara otomatis program akan membuat link yang merujuk ke file yang ada di destination. Sehingga apabila user membutuhkan data yang lampau, kita masih ada link data tersebut yang me-refer ke destination. Sehingga space yang ada di storage masih memiliki kapasitas yang lebih banyak dan bisa melakukkan proses pengolahan data. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS sudah diterapkan secara otomatis sejak bulan Maret 2016. Otomatisasi mencakup pengoperasian atau perlakuan atau pengaturan oleh diri sendiri, secara independen, dan tanpa intervensi manusia. Mesin, peralatan, perangkat, instalasi, dan sistem terlibat di dalam otomatisasi yang semuanya merupakan wahana-wahana yang dikembangkan oleh manusia untuk melaksanakan serangkaian aktifitas tanpa keterlibatan manusia dalam aktifitas-aktifitas tersebut (Nof, 2009). Sistem otomatisasi backup ini menggunakan bahasa pemrograman python yang dicompile di linux. Dimana program tersebut secara terus menerus akan mengecek ketersediaan storage yang ada di server pengolahan Modis dengan asumsi waktu pengecekan 432000 detik. Berikut adalah hasil uraian dari pengujian Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS:
3.1 Pengecekan ketersediaan Storage Pengecekan storage yang sebelumnya dilakukkan dengan cara mengecek free space storage dengan cara mengetikkan command pada linux “df –h”, gambar 1 dan 2 merupakan screenshoot tampilan cek kapasitas storage dengan program dan dengan cara manual:
Gambar 2. Cek Kapasitas Storage dengan Cara Manual
Gambar 2 merupakan hasil screenshoot dari program otomatisasi transfer data ke storage backup dalam satuan GB.
-494-
Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS (Apriliyah, H., dkk.)
Gambar 3. Cek Ketersedian Storage dengan Program Otomatisasi
3.2 Transfer File from Source to Destination Transfer file disini yaitu pemindahan data Modis dari source (archive) ke destination (archive1) untuk data aqua dan terra sedangkan raw data dipindahankan dari source (/home/modis/dbvm/data/raw/) ke destination (archive4/rawmodis) di server //192.168.7.117/ModisStorage, dimana file tersebut dipindahkan dengan cara di copy ke storage tujuan (storage backup). Pemindahan file biasanya dilakukan dengan cara manual copy file via FTP (File Transfer protocol). Pada tahap pertama ini program akan melakukkan proses copy ke storage backup dan memerikan informasi bahwa proses copy sudah completed. Gambar berikut merupakan perbandingan screenshoot proses copy, source dan destination sebelum di proses copy, dan source dan destination setelah proses copy.
Gambar 4. Source Sebelum Proses Copy
-495-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar 5. Destination Sebelum Proses Copy
Berikut adalah tampilan hasil proses running program saat copy data dari source ke destination
Gambar 6. Proses Copy Dari Source ke Destination
3.3 Tampilan di Source Setelah Proses Backup Selesai Berikut adalah tampilan hasil proses running program di source (tempat asal). Dimana pada gambar terlihat folder data sudah nge-link ke bagian destination (archive1).
-496-
Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS (Apriliyah, H., dkk.)
3.4 Tampilan di Destination Setelah Proses Backup Selesai Berikut adalah tampilan pada destination dimana folder data yang sudah ter-backup sudah tersedia di destination.
3.5 Keunggulan Menggunkan Program Backup Dengan menerapkan program otomatisasi backup proses operasional menjadi lebih mudah dan bisa lebih stabil. Program menggunkan bahasa pemrograman python, dimana program backup memiliki beberapa manfaat yaitu program bisa mengecek ketersedian storage, men-transfer file ke tujuan atau bisa mirrorinng, me-remove file yang sudah ter-transfer completed, setelah itu file yang sudah terremove secara otomatis membuat link untuk mengakses data yang sudah ter-backup di destination. Dengan adanya manfaat dari program tersebut sehingga tenaga operasional lebih mudah dalam melakukkan monitoring storage dan proses transfer menjadi lebih stabil.
-497-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
4. KESIMPULAN Dengan dioperasikannya sistem otomatis Pengelolaan Data Backup Pada Server Pengolahan Data MODIS maka penulis menyimpulkan beberapa keuntungan, yaitu: a. Lebih efisien (cepat) b. Proses pemindahan data dan link data ke storage backup lebih stabil c. Meminimalisasi kesalahan akibat human error d. Mengurangi beban kerja operator e. Termonitor lebih baik dan mudah Keseluruhan proses operasional terekam dalam logging sehingga mudah untuk menelusuri kesalahan yang terjadi. 5.
UCAPAN TERIMAKASIH Terwujudnya makalah yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup Pada Server Pengolahan Data MODIS” ini tidak lepas dari partisipasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. B. Pratiknyo Adi Mahatmanto, S.T. dan Noriandini Dewi Salyasari, S.Kom. selaku Penanggung jawab bidang operasional. 2. Wismu Sunarmodo, S.T. selaku Pembimbing pengembangan program. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Kritik dan saran kami terima demi penyempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi pihak yang membutuhkan. DAFTAR PUSTAKA Isnaeni, E., (2015). Storage System, diunduh 25 Juni 2016 dari http://scribd.com/doc/73986985/pengertian-storage-adalah-penyimpanan Nof, S.Y., (2009). Automation: What it means to us around the world. In S.Y. Nof (ed), Springer Handbook of Automation (Berlin Heidelberg: Springer Verlag), chapter 3, 13-52. *) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukkan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 Moderator Judul Makalah
: :
Pemakalah Diskusi:
:
Winanto Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS Hasna Apriliyah (LAPAN)
Pertanyaan: Emalia (LAPAN) Kalau kita membackup data apakah yang storage otomatis terhapus atau tetap masih ada? Tadi menggunakan bahasa phyton, kenapa menggunakan phytan? Kenapa tidak menggunakan java, bahasa c atau clipper? Bentuk software seperti apa? Jawaban: Program backup di storage utamanya secara otomatis akan terhapus karena sudah dipindahkan ke server cadangan. Untuk mengambil data dapat melalui link yang yang telah disediakan. Karena phyton modulnya sudah tersedia tinggal download dan multilflatform yang bisa jalankan di windows atau linux. Pertanyaan: Rubini Jusuf (LAPAN) Apa bedanya proses backup dengan proses archieving? Karena storage A penuh sebagian dipindah ke storage B dan dipasang link di storage A, bagaimana kalau storage A crash? Kalau linknya terhapus otomatis data di storage B tidak terbaca. Kenapa mesti ada storage A, storage B, storage C, kenapa tidak storage A dieksten atau dikembangkan.
-498-
Rancang Bangun Sistem Pengelolaan Data Backup pada Server Pengolahan Data MODIS (Apriliyah, H., dkk.)
Jawaban: Untuk mengeksten storage A ke depannya akan kami improve atau dikembangkan. Penggunaan storage A, B dan C untuk memudahkan sistem atau memudahkan orang lain untuk mengambil data.
-499-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) Analysis of The Data Storage System Technology Utilization in Support Of The Availability Of Remote Sensing Data to Provide Services To Stakeholders (Case Study: Networking in The Pusfatja LAPAN Work Unit) Muhammad Priyatna1, Muhammad Rokhis Khomarudin1 Winanto1, Noer Syamsu1, Rossi Hamzah1, Rahmadi1, Muhammad Bayu1, dan Muhammad Nur Satrio Wibowo1 1
*)
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN
E-mail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK- Kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat, memberikan dampak perubahan pola pikir dalam bekerja. Perubahan tersebut tampak pada pelayanan ketersediaan data berbasis penginderaan jauh di lingkungan satuan kerja Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) LAPAN. Pemanfaatan teknologi data storage dengan baik harus diwujudkan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna. Dalam makalah ini menggunakan metode deduksi dan induktif, yakni melakukan analisa terhadap sumber daya teknologi informasi yang dimiliki, sesuai dengan permasalahan yang dianalisis. dari hasil analisis diperoleh dual solusi sesuai dengan kondisi analisa yang telah diperoleh, yakni melakukan proses pengembangan/upgrading dan pengadaan sistem baru/procurement of new equipment. Hasil analisa menunujukkan bahwa metode yang digunakan dapat mendukung pelayanan ketersediaan data penginderaan jauh untuk penelitian, pengembangan, pelayanan jasa dan pemanfaatan quick response kebencanaan di wilayah Indonesia. selain itu juga dapat mendukung sharing storage data Kelompok Penelitian litbangyasa di lingkungan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. diharapkan dengan adanya kegiatan ini akan memberikan infrastruktur teknologi informasi/data storage sistem beserta prosedur operasionalnya, dapat berbagi data penginderaan jauh dengan berbagai macam aplikasi Sistem Informasi Geografis (tidak Redudancy), Efektifitas dalam waktu ketersediaan data dari pustekdata sampai kepada pengguna di lingkungan Pusfatja, sehingga tidak melalui administrator data lagi. namun perlu diperhatikan tingkat privelege datanya/akses data, dan efisiensi dalam penggunaan perangkat removable/storage, agar lebih handal penggunaan sistem komunikasi data. Kata kunci: Teknologi Informasi, Data storage, Penginderaan Jauh, Pelayanan pengguna ABSTRACT- Rapid Advances in information technology give impacts on mindset change in the working system. These changes appear in service-based remote sensing data availability in Remote Sensing Application Center (Pusfatja) LAPAN. Utilization of data storage technology must be realized in providing services to users. This paper uses deductive and inductive method, which is doing an analysis of the information technology resources, according to the problems analyzed. The analysis results in two solutions, that is development/upgrading and procurement of new systems/equipment. The results indicate that the analytical methods used to support the availability of remote sensing data services to the research, development, utilization of services and quick response disaster in Indonesia. but it also can support the sharing of data storage for internal Research Group in Pusfatja LAPAN. This activity is expected to provide infrastructure of information technology and data storage system with its operational procedure, and share remote sensing data with a wide range of Geographic Information Systems applications. Effectiveness of data availability from Pustekdata to Pusfatja will improve, without going through the data administrator. However, the privilege level in the data access must be managed, and the efficiency in the use of removable devices/storage, to get more reliable data communication systems. Keywords:Information Technology, Data storage, Remote Sensing, user service
-500-
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) (Priyatna, M. dkk.)
1. PENDAHULUAN Pada tahun anggaran 2016, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (PUSFATJA) - LAPAN membutuhkan sebuah sistem penyimpanan data, yakni berupa Data Storage Server sebagai pendukung dan kelanjutan dari Master Plan Teknologi Informasi PUSFATJA pada tahun 2015. Data Storage Server yang dibutuhkan nantinya akan digunakan sebagai back up ketersediaan data di PUSFATJA LAPAN. Selain itu juga sebagai implementasi tugas dan fungsi sebagai tempat litbangyasa berbasis data penginderaan jauh bagi pegawai PUSFATJA LAPAN. Harapan dengan adanya penambahan data storage server, dapat menyempurnakan atau mendukung pembangunan infrastruktur teknologi informasi di lingkungan PUSFATJA LAPAN sendiri. Selain itu juga Data Storage Server digunakan untuk mendukung pelayanan quick response kebencanaan di wilayah Indonesia, dan juga mendukung Kelompok Penelitian di lingkungan Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN di masa yang akan datang. Terkait dengan kebutuhan tersebut, maka perlu dibuat analisa dan rancangan kebutuhan sistem Data Storage Server Pusfatja. Pada tulisan ini menggunakan metode deduktif dan induktif, sebagai pemilihan solusi analisis dan pemilihan teknologi yang sesuai dengan visi dan misi Pusfatja-LAPAN. Diharapkan dengan adanya tulisan terkait data storage ini dapat dipergunakan sebagai acuan dan pertimbangan dalam pengadaan Peralatan/Mesin penelitian dan pengembangan yang dibutuhkan oleh Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh – LAPAN, Pekayon pada tahun anggaran 2016, dan juga menjadi bahan referensi ilmu pengetahuan dan teknologi informasi serta dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban organisasi atau Lembaga non pemerintahan di akhir tahun.
2. REFERENSI LITERATUR Ullah and Xuefeng, (2014), Talib, dkk., (2012), Al-Sakran (2015), WhitePaper (2014), Chang, dkk, (2006), Rajan, dkk., (2012), Sujarwo, (2010), Moniruzzaman, dkk., (2014), Singhdkk., (2012), Mahalingam, dkk., (2011), Myint, dkk., (2011), Dengan banyaknya sistem dan metode yang telah dikembangkan maka dapat menyelesaikan masalah keamanan data dan kontrol akses dalam teknologi cloud computing dan juga menjelaskan faktor-faktor terkait masalah keamanan yang paling penting dalam teknologi data storage, yakni kerahasiaan data/ data confidentiality, privasi pengguna dan data, jaminan query, storage yang aman dan efisien. Chen dan He (2010), dalam membangun strategi data storage, harus dapat memberikan tiga pelayanan kepada pengguna, yakni: IaaS (Infrastructure as a Service), PaaS (Platform as a Service), dan SaaS (Software as a Service). Ernawati dan Zulfiaji, (2013), IaaS (Infrastructure as a Service), dapat memberikan nilai efisiensi dalam setup time, ability dan access area. Namun demikian kekurangannya adalah respon time dan package install. Fajrin (2012), Penggunaan cluod computing merupakan hal penting dalam sistem penyimpanan data sistem administrasi organisasi. Gustriansyah (2006) dan Kwak, dkk, (2010), perlunya memberikan pelayanan sistem informasi yang fleksibel, kredibel dan mobile, yakni adanya kemudahan mengakses dan mengatur data, tanpa adanya batasan waktu dan tempat, maka perlu dibangun aplikasi penyimpanan data secara maya (remote virtual the data storage) dengan fasilitas pengaturan file (file manager) dengan konsep Network-attached storage (NAS). Akbar, dkk., (2014), Pemanfaatan infratruktur teknologi informasi Network Attached Storage (NAS) dibutuhkan infrastuktur yang dapat melayani komunikasi data antara server dan client, tidak hanya dapat melayani, tetapi juga dibutuhkan kecepatan dalam pengelolaan data.
3. TEKNOLOGI STORAGE SERVER Secara umum sebuah Storage Server memiliki fungsi sebagai berikut : Penyimpanan dokumen secara umum (general storage), Database, Multimedia File (Klip, Gambar, Lagu, Film), Backup Data, Datashare Media (berbagi file dengan berbagai perangkat berbeda). berikut gambaran visualisasi teknologi storage server. Storage server merupakan sebuah server yang dapat menyimpan server dalam kapasitas yang sangat besar. Storage server pun memiliki tiga teknologi berbeda yaitu DAS, NAS dan SAN. Untuk dapat memilih salah satunya, maka tentu saja ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan tersendiri oleh anda, misalnya saja seperti banyak kapasitas data yang anda butuhkan, kepentingan backup data, biaya dan masih banyak lagi pertimbangan yang lain. Storage server pun memiliki tiga teknologi berbeda yaitu:
-501-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Gambar 1. Storage Server DAS, NAS dan SAN dalam Jaringan Komputer, sumber: http://forum.liputan6.com/t/pengertian-perbedaan-serta-fungsi-storage-server-das-nas-dan-san-dalam-jaringankomputer/22701
2.1. NAS (Network Attached Storage) Jenis pilihan server ini seringkali disebut dengan pilihan hybrid. Server ini biasanya menggunakan dedicated server atau sebuah alat yang dapat melayani array storage. Pada umumnya penyimpanan biasanya dibagi kepada beberapa klien yang dalam waktu yang bersamaan pada semua jaringan Ethernet yang ada. Server NAS ini biasanya memanfaakan transfer pada tingkatkan file. Penyimpanan NAS biasanya memiliki biaya startup yang lebih rendah meskipun jika dibandingkan dengan DAS. Hal ini membuat penyimpanan NAS ini juga cocok digunakan oleh usaha kecil dan juga menengah. Anda pun dapat menggunakan berbagai protocol yang berbeda untuk membagikan file misalnya saja protocol seperti UNIX, CIF dan juga NFS. Biasanya NAS menggunakan array penyimpana ISCI target yang dapat dibagi pada seluruh jaringan yang ada. Jaringan ini pun dapat dikonfigurasi sehingga throughput jaringan pun menjadi lebih maksimal. Jenis ketiga solusi penyimpanan ada yang merupakan pilihan hybrid yang disebut Network Attached Storage (NAS). Solusi ini menggunakan dedicated server atau "alat" untuk melayani array storage. Penyimpanan pada umumnya dibagi ke beberapa klien pada saat yang sama di seluruh jaringan Ethernet yang ada. Perbedaan utama antara NAS dan DAS dan SAN adalah bahwa server NAS memanfaatkan transfer tingkat file, sementara DAS dan solusi SAN menggunakan blok transfer tingkat yang lebih efisien. Penyimpanan NAS biasanya memiliki biaya awal yang lebih rendah karena jaringan yang ada dapat digunakan. Hal ini dapat menjadi sangat menarik bagi usaha kecil-menengah. Protokol yang berbeda dapat digunakan untuk berbagi file seperti Network File System (NFS) untuk klien UNIX dan CIF untuk Windows klien. Kebanyakan model NAS melaksanakan array penyimpanan iSCSI target yang bisa dibagi di seluruh jaringan. Jaringan Dedicated iSCSI juga dapat dikonfigurasi untuk memaksimalkan throughput jaringan. Diagram berikut menunjukkan bagaimana konfigurasi NAS mungkin terlihat.
Gambar 2. Storage Server NAS dalam Jaringan Komputer, sumber: White Paper (2014)
2.2. SAN (Storage Area Network) Penyimpanan dengan tipe SAN ini merupakan solusi yang sangat tepat bagi bisnis menengah hingga ke bisnis besar. Beberapa infrastruktur yang dibutuhkan oleh SAN adalah SAN Switch, HBA, Kabel fiber dan juga controller disk. Salah satu keunggulan dari penyimpanan ini adalah kemampuannya untuk berbagi storage server ke beberapa server yang ada. Hal ini akan memungkinkan anda untuk melakukan konfigurasi
-502-
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) (Priyatna, M. dkk.)
kapasitas dari penyimpanan yang anda butuhkan. Namun dengan performa yang tentu saja lebih baik dari dua server yang telah dijelaskan di atas, server SAN ini memiliki harga yang lebih tinggi. Selain itu SAN ini juga memiliki inheren yang jauh lebih kompleks untuk mengelola. Namun semua ini tentu saja akan sebanding dan cocok terlebih lagi memang server atau penyimpanan ini dikhususkan untuk bisnis atau usaha dengan kelas menengah ke atas. Dengan SAN, kita biasanya melihat solusi ini digunakan dengan bisnis ukuran menengah sampai besar, terutama karena investasi awal yang lebih besar. SAN memerlukan infrastruktur yang terdiri dari SAN switch, kontroler disk, HBA (host bus adapter) dan kabel fiber. Manfaat utama untuk solusi penyimpanan SAN berbasis adalah kemampuan untuk berbagi storage array ke beberapa server. Hal ini memungkinkan Anda untuk mengkonfigurasi kapasitas penyimpanan yang diperlukan, biasanya oleh dedicated administrator SAN. Tingkat yang lebih tinggi dalam hal kinerja throughput, dan ketersedian data yang tinggi melalui kontroler disk dan drive. Kerugian meliputi biaya startup yang jauh lebih tinggi untuk SAN, dan mereka secara inheren jauh lebih kompleks untuk mengelola. Diagram berikut menggambarkan kondisi lingkungan SAN.
Gambar 3. Storage Server SAN dalam Jaringan Komputer, sumber: White Paper (2014)
2.3. DAS (Direct Attached Storage) Direct-Attached Storage (DAS) merujuk pada sistem penyimpanan digital secara langsung yang terpasang ke server atau workstation, tanpa storage network di antaranya. Dengan kata lain storage yang menempel langsung (point-to-point) pada server atau komputer. Penyimpanan DAS hanya langsung diakses dari host dimana DAS terpasang. Sebuah DAS tidak memasukkan perangkat keras jaringan dan lingkungan operasi terkait untuk memberikan fasilitas dalam berbagi sumber daya penyimpanan secara independen. Termasuk dalam kategori Direct-Attached Storage yaitu apabila menggunakan eksternal storage yang dihubungkan ke channel eksternal SCSI card yang digunakan. Teknologi ini cocok untuk kondisi yang membutuhkan akses cepat ke system disk karena DAS memiliki transfer rate yg sangat cepat antara server dan hard disk. Jadi, banyak aplikasi yang umumnya compatible dengan teknologi ini. DAS juga cocok untuk jaringan yang kecil. Dari segi biaya serta kapasitas media penyimpanan (hard disk), maka teknologi ini masih jauh lebih murah dibandingkan dengan teknologi yang lain.
Gambar 4. Storage Server DAS dalam Jaringan Komputer, sumber: White Paper (2014)
Ketika server Windows jauh dari pabrik (perusahaan), maka dapat dikonfigurasi dengan beberapa pilihan penyimpanan. Kebanyakan server akan berisi 1 atau lebih disk drive lokal yang dipasang internal kabinet server. Drive ini biasanya digunakan untuk menginstal sistem operasi dan aplikasi pengguna. Jika ada penyimpanan tambahan yang diperlukan untuk pengguna file atau database, mungkin perlu mengkonfigurasi Direct Attached Storage.
-503-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
DAS cocok untuk usaha kecil-menengah di mana jumlah storage yang cukup penyimpanan dapat dikonfigurasi dengan biaya awal yang sangat rendah. DAS kandang akan menjadi kabinet yang berdekatan terpisah yang berisi disk drive tambahan. Sebuah perangkat interface berbasis PCI controller RAID internal biasanya dikonfigurasi di server untuk terhubung ke penyimpanan. SAS (Serial Attached SCSI) teknologi yang digunakan untuk menghubungkan array disk. Salah satu manfaat utama dari penyimpanan DAS adalah biaya startup yang lebih rendah. Pengelolaan array storage dilakukan sebagai penyimpanan tunggal dan didedikasikan untuk server tertentu. Namun demikina memiliki kekunrngan dalam kemampuan ekspansi yang terbatas pada DAS, dan terbatasnya pilihan pemasangan kabel (1 sampai 4 meter kabel). Akhirnya, karena controller RAID biasanya dipasang di server, ada potensi kegagalan pada DAS. Jenis server ini sekarang banyak dijual oleh berbagai vendor, dan juga banyak digunakan oleh perusahaan berbasis Information Technologi. Storage Server juga bisa menjadi media untuk menjalankan fungsi server lainnya, seperti Email Server, Database Server, FTP Server, Application Server atau Multimedia Server yang membutuhkan kapasitas penyimpanan bersama dan terpusat (shared and centralized data storage).
3. KONDIS SISTEM STORAGE SERVER PUSFATJA LAPAN SAAT INI Berikut kondisi infrastruktur teknologi informasi Sistem Data Storage Server yang telah terbangun di lingkungan PUSFATJA LAPAN, terkait sistem ketersediaan data berbasis penginderaan jauh. Dari gambar berikut akan diketahui kondisi dan komunikasi data teknologi informasi tersebut. Dari kondisi ini diharapkan dapat memberikan penilaian dan pertimbangan untuk menentukan teknologi yang akan dikembangkan, sehingga akan memberikan pemahaman terkait kebutuhan storage server yang akan dibangun nantinya. Tampak pada Gambar, pelayanan yang diperoleh oleh pengguna masih terbatas dan proseduralnya pun masih belum optimal penggunaannya. Dalam hal ini, tidak ditentukan pengguna yang otentik/tidak jelas sesuai dengan kebutuhan administrator.
Gambar 5. Kondisi Komunikasi Data Penginderaan Jauh antara Pustekdata dan Pusfatja Saat Ini, dengan Dua Buah Sistem Data Storage yang Digunakan dalam Memberikan Pelayanan Ketersediaan Data Kepada Staf Pusfatja (sumber Pusfatja-LAPAN)
Gambar berikutnya menjelaskan secara visual Data Storage (DS) sistem Pusfatja LAPAN yang sudah ada. sistem data storage ini terdiri atas 4 (empat) buah server dengan brancmark, Supermicro, namun demikian sudah 2 (dua) buah server yang digunakan sebagai penyimpan data dan dapat dijelaskan dalam bentuk gambar berikut.
-504-
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) (Priyatna, M. dkk.)
DS super micro 1/OFF
DS super micro buffer / ON
DS super micro high resolution / ON
DS super micro 2/OFF
Gambar 6. Kondisi Visual Data Storage (DS) Sistem Pusfatja LAPAN Saat ini Masih Berfungsi/Digunakan dalam Operasionalisasi Tempat Penyimpanan Data Penginderaan Jauh.
Pada Gambar 6, DS supermicro 1 dan supermicro 2 belum digunakan atau masih off, DS ini dapat digunakan dan masih bagus kondisinya. Namun demikian perlu dilengkapi dengan penambahan hardisk SATA dan interface PCI Express / koneksi SATA sebagai komunikasi internalnya (Gambar 7a dan 7b). Pada gambar 7a juga dapat diketahui jumlah drives, yakni sebanyak 8 buah hard disk yang akan ditambah sebagai tempat penyimpanan data satelit penginderaan jauh dengan ukuran hardisk tertentu. Tampak juga penggunaan DS supermicro buffer dan high resolution yang baru digunakan, inipun masih belum optimal penggunaan drives hardisk-nya. Dari 8 buah drives yang ada, baru 12 drives yang digunakan. Begitupun penggunaan memory juga masih belum optimal.
Gambar 7. a. Kondisi Tampilan BIOS Storage Server Pusfatja LAPAN Saat ini, dengan Hard Disk Drives yang Masih Berfungsi. b. Tampilan Konektifitas/PCI Exppress SATA Drives yang Dibutuhkan dalam Proses Upgrading Nantinya
Karakteristik sumber daya dari data storage server sistem yang dimiliki oleh Pusfatja dalam mendukung ketersediaan data penginderaan jauh dalam penelitian saat ini, adalah sebagi berikut:
LOKASI STORAGE 1 2 TOTAL MEMORY
Tabel 1. Kondisi Data Storage Yang Berfungsi KONDISI DATA STORAGE YANG BERFUNGI DATA STORAGE BUFFER DATA STORAGE HIGH SUPERMICRO 1 RESOLUTION SUPERMICRO 2 LOKASI A B C D A B C D STORAGE 3 TB 3 TB 3 TB 3 TB 1 kosong 3 TB kosong kosong 3 TB 3 TB 3 TB 3 TB 2 3 TB 3 TB 3 TB kosong 3 X 8 = 24 TB TOTAL 3 X 4 = 12 TB 12 GB MEMORY 4 GB
-505-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
LOKASI STORAGE 1 2 TOTAL MEMORY
A kosong kosong
Tabel 2. Kondisi Data Storage Yang Belum Berfungsi KONDISI DATA STORAGE YANG BELUM BERFUNGI DATA STORAGE 1 DATA STORAGE 2 SUPERMICRO SUPERMICRO LOKASI B C D A B C D STORAGE kosong kosong 3 TB 1 kosong kosong kosong kosong kosong kosong kosong 2 kosong kosong kosong kosong 3 X 1 = 3 TB TOTAL kosong 12 GB MEMORY NA
Berdasarkan penjelasan visual gambar 6 serta konfigurasi karakteristik kondisi data storage, bahwa transfer data dan informasi penginderaan jauh yang telah diberikan oleh Pustekdata LAPAN kepada Pusfatja LAPAN perlu dibangun dan dijaga akan waktu perekaman data atau transfer data yang tersedia secara kontinu tanpa ada masalah waktu jeda ataupun kondisi penuhnya storage server di Pusfatja. selain itu juga perlu diantisipasi proses diseminasi sistem data dan informasi dari pihak administrator data kepada setiap pengguna (staf pegawai peneliti Pusfatja LAPAN). Perubahan organisasi baru di LAPAN, membuat Bidang Diseminasi, Pusfatja LAPAN agar siap dalam memberi layanan diseminasi hasil penelitian yang telah dilakukan secara operasional, seperti pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pertanian, bencana alam (banjir, kebakaran hutan, luas wilayah terbakar), zonasi wilayah penangkapan ikan, dan lain-lainnya. Tujuan jangka panjang satuan kerja Pusfatja LAPAN dalam master plan Teknologi Informasi, salah satunya adalah menjaga kehandalan dan kontinuitas sistem diseminasi dan penggunaan data penginderaan jauh berbagi/share data secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan penggunaanya. Oleh karena itu maka perlu dilakukan penyempurnaan infrastruktur teknologi informasi yang ada sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang teknologi informasi. Berdasarkan hasil analisa dan inventarisir sumber daya teknologi informasi yang telah dimiliki oleh Pusfatja LAPAN, terkait dengan sistem server storage atrau digunakan untuk kebutuhan data housing, adalah telah memiliki server storage dengan merk Supermicro tiga buah, namun demikian baru digunakan satu buah server saja. penggunaan ini, tampak masih diperlukan operator yang memberikan pelayanan kepada pengguna. hal ini sangat relatif tidak baik dari segi keamanan dan efektifitas sumber daya yang digunakan. walaupun sudah ada aturan atau kebijakan yang mengatur sistem komunikasi data bagi pengguna, yakni Bidang Program dan Fasilitas, tetap masih perlu dikaji dalam hal operasionalisasinya agar lebih aman dan efektif. Berikut spesifikasi detail dari server super micro yang dimiliki (sumber supermicro).
-506-
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) (Priyatna, M. dkk.)
4. METODOLOGI Dalam makalah ini menggunakan dua buah kombinasi metode, yaitu metode deduktif dan induktif, yakni dengan melakukan beberapa tahapan tindakan, diantaranya (sumber: Anonymous, 2016): a. Melakukan tahapan spekulasi terhadap masalah yang akan dianalisa b. Melakukan tahapan observasi dan klasifikasi terhadap sumber daya teknologi informasi yang dimiliki, sesuai dengan permasalahan yang dianalisa.
-507-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
c. Melakukan tahapan perumusan hipotesis dari hasil analisa, observasi, dan klasifikasi. Hasil ini akan diperoleh dua solusi sesuai dengan kondisi analisa yang telah diperoleh, yakni melakukan proses pengembangan / upgrading dan pengadaan sistem baru / procurement of new equipment. d. Melakukan tahapan menarik kesimpulan dari hasil analisis 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemilihan Solusi Upgrading/Maksimal Sumber Daya Data Center Berdasarkan Gambar 6, pada paragraf sebelumnya, maka dapat diasumsikan solusi teknologi informasi terkait ketersediaan data penginderaan jauh bagi pengguna di lingkungan Pusfatja LAPAN, perlu dilakukan upgrading atau optimalisasi sistem yang telah ada. Dengan sistem yang ada maka perlu dilakukan penyempurnaan kebutuhan perangkat keras yang telah diketahui dari hasil kajian sistem saat ini. Penyempurnaan ini perlu disesuaikan dengan master plan Teknologi Informasi jangka panjang yang ada di lingkungan Pusfatja LAPAN. Adapun sistem storage server nantinya diharapkan mempunyai fungsi, sebagai berikut: Dapat berbagi data penginderaan jauh dengan berbagai macam aplikasi Sistem Informasi Geografis (tidak Redudancy) Efektifitas dalam waktu ketersediaan data dari pustekdata sampai kepada pengguna dilingkungan Pusfatja, sehingga tidak melalui administrator data lagi. namun perlu diperhatikan tingkat privelege datanya/akses data Efisiensi dalam penggunaan perangkat removable / storage, agar lebih handal penggunaan sistem komunikasi data Setelah melakukan kajian terhadap siste yang ada, maka rancangan / desain teknologi infrastruktur sistem data storage server Pusfatja LAPAN tersebut dapat dibuat alur komunikasi data seperti Gambar 8. Konektifitas antara peyedia data (PUSTEKDATA) dan pengguna data awal (PUSFATJA) dihubungkan dengan media Fiber optic. Selanjutnya data satelit tersebut masuk ke dalam switch Pusfatja. Data satelit yang diterima oleh Pusfatja akan disimpan dalam empat buah data storage server. Selanjutnya dilakukan integrasi dengan menggunakan giga switch. Selanjutnya client/pengguna data di internal Pusfatja dapat melakukan akses ke dalam data storage server dengan prosedural/regulasi yang harus dipenuhi atau ditaati sebagai pengguna data. Selain itu juga, untuk kebutuhan pengguna di lingkungan internal Pusfatja, perlu diadakan beberapa NAS. Kebutuhan NAS ini menyesuaikan dengan kondisi perubahan sistem organisasi di LAPAN. Penggunaan beberapa NAS dapat dimanfaatkan oleh beberapa kelompok penelitian yang ada di Pusfatja, dalam berbagi data dan informasi (data sharing). Konektifitas pengguna dengan NAS dan agar dapat mengakses NAS perlu dilakukan integrasi dengan Giga Switch interface. Secara desain infrastruktur ini tidak terlalu rumit, namun diperlukan beberapa setting interface yang dibutuhkan, seperti, PCI Expres, kabel UTP Cat6, dan beberapa Switch. Selain itu juga perlu diperhatika regualai penggunaan akses data dan sharing data di lingkungan Pusfatja perlu dijalankan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
-508-
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) (Priyatna, M. dkk.)
Gambar 8. Rencana Solusi Infrastruktur Komunikasi Data Rencana Pemilihan Infrastruktur Sistem Data Storage Server
Berikut pemilihan solusi sistem data storage yang akan dibangun sesuai dengan kondisi infrastruktur teknologi informasi yang telah ada. Kondisi pertama adalah memaksimalkan sistem storage supermicro dengan melakukan upgrading storage dan memory menjadi maksimal sesuai spesifikasi server supermicro yang dimiliki oleh Pusfatja (Tabel 3). DS Buffer supermicro, akan dioptimalkan drives hardisk-nya dengan mengisi penuh drives tersebut dengan kapasitas hardisk 3 TeraByte, jadi total kapasitan DS buffer menjadi 3 x 8 = 24 TB. Kapasitas memory juga dioptimalkan dengan 54 GB. DS high resolution, akan dioptimalkan drives hardisk-nya dengan mengisi bebrapa drives tersebut dengan kapasitas hardisk 6 TeraByte, jadi total kapasitan DS buffer menjadi 6 x 4 = 24 TB. Kapasitas memory juga dioptimalkan dengan 54 GB. Tampak pada Tabel 3, menjelaskan kondisi data storage server yang akan dioptimalkan. Tabel 3. Kondisi Data Storage yang Dioptimalkan Spesifikasinya
LOKASI STORAGE 1 2 TOTAL MEMORY
DISAIN DATA STORAGE/OPTIMALISASI DATA STORAGE DATA STORAGE HIGH BUFFER SUPERMICRO RESOLUTION SUPERMICRO LOKASI A B C D A B C D STORAGE 3 3 3 3 1 6 TB 6 TB kosong kosong TB TB TB TB 3 3 3 3 2 6 TB 6 TB kosong kosong TB TB TB TB 3 X 8 = 24 TB TOTAL 6 X 4 = 24 TB 54 GB MEMORY 54 GB
Langkah senajutnya adalah, melakukan upgrading terhadap sistem storage supermicro yang belum digunakan dengan melakukan upgrading seluruhnya secara maksimal, dengan penambahan storage dan
-509-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
memory. Berikut tabel 4, menjelaskan kondisi perencanaan pada server supermicro yang akan dimaksimalkan kemampuannya. Tabel 4. Kondisi Data Storage Yang dioptimalkan spesifikasinya
LOKASI STORAGE 1 2 TOTAL MEMORY
DISAIN DATA STORAGE/OPTIMALISASI DATA STORAGE 1 DATA STORAGE SUPERMICRO SUPERMICRO LOKASI A B C D A B C STORAGE 6T 6T 6T 6T 1 6T 6T 6T 6T 6T 6T 6T 2 6T 6T 6T 6 X 8 = 48 TB TOTAL 6 X 8 = 48 TB 54 GB MEMORY 54 GB
2 D 6T 6T
DS Storage I supermicro, akan dioptimalkan drives hardisk-nya dengan mengisi penuh drives tersebut dengan kapasitas hardisk 6 TeraByte, jadi total kapasitan DS buffer menjadi 6 x 8 = 48 TB. Kapasitas memory juga dioptimalkan dengan 54 GB. DS Storage II supermicro, akan dioptimalkan drives hardisk-nya dengan mengisi bebrapa drives tersebut dengan kapasitas hardisk 6 TeraByte, jadi total kapasitan DS buffer menjadi 6 x 8 = 48 TB. Kapasitas memory juga dioptimalkan dengan 54 GB. Dengan demikian, storage yang dioptimalkan spesifikasinya akan mempunyai kapasitas storage atau mampu menyimpan data satelit penginderaan jauh atau informasi lainnya sebanyak 144 TB. Dengan ukuran kapasitas storage ini, lumayan besar untuk organisasi / lembaga Pusfatja. Berikut hasil analisa terhadap perbandingan antara upgrading, pemilihan sistem equalogic, dan pemilihan teknologi NAS pada kegiatan analisa ini. Tabel 5. Kondisi Data Storage Yang Belum Berfungsi dioptimalkan spesifikasinya SISTEM SUPERMICRO
SISTEM EQUALOGIC
SISTEM NAS
120 TB
KOSONG / perlu diajukan
120TB (optional)
PENAMBAHAN STORAGE
KEUNGGULAN SERVER
KEKURANGAN SERVER HARGA STATUS
Mudah Operasional dan perawatan Mudah Diupgrade, memory ram DDR3 (54 Gb), Murah kinerja Belom terintegrasi sistem server/perlu di intalisasi secara tradisional < 200JT Upgrading
Integrasi, Perlu Administrator, Perlu Instalisasi, Perlu Dilelang, Stabil,
mahal perlu dilakukan lelang >200 JT Pengadaan baru
Perlu Instalisasi Perlu Dilelang, Mudah Mobile, Storage Standlone memory ram DDR3 (2 Gb),
mahal untuk pembelian sebuah NAS perlu dilakukan lelang >200 JT Pengadaan baru
Dari tabel 5, tampak keunggulan server yang akan dioptimalkan nantinya. Selain itu mudah untuk operasinalisasi dan perawatannya sistem storage server ini, mudah dilakukan setting, dan tidak mengeluarkan biaya yang mahal. Namun demikian upgrading sistem server ini memiliki kekurangan dalam hal instalisasi atau setting yang harus dilakukan. Sebaliknya untuk pengadaan paket peralatan/mesin yang baru membutuhkan biaya yang cukup mahal dan harus menyesuaikan sumber daya manusia dan juga harus memperhatikan anggaran biaya organisasi/lembaga pada tahun anggaran yang sedang berjalan. Konfigurasi data sharing hasil litbangyasa dari kelompok penelitian di satuan kerja Pusfatja, LAPAN, perlu di akomodir dalam bentuk media storage, sehingga nantinya para peneliti memiliki tempat penyimpanan laporan hasil penelitian dalam satu media dan dapat diakses oleh semua peserta kelompok penelitian. Berikut Tabel 6, menjelaskan kondisi perencanaan pada data sharing media NAS pada Poklitbangyasa Pusfatja beserta kemampuannya. Tabel 6. Kondisi NAS / data sharing poklitbangyasa di Pusfatja RENCANA STORAGE SHARING POKLITBANGYASA PUSFATJA NAS STORAGE STORAGE POKLIT Storage #1
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
24 T
24 T
24 T
24 T
24 T
24 T
24 T
24 T
24 T
24 T
-510-
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) (Priyatna, M. dkk.)
Tipe Prosesor TOTAL MEMORY
Marvell® ARMADA® 388 1.6 GHz dual-core 24 X 10 = 240 TB 2 GB
Jumlah storage yang akan diadakan sebanyak 10 buah setiap storage memilki kapasitas ukuran sebesar 24 Terabyte (240 TB), diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para peneliti dalam menyimpan hasil penelitian dan hasil pengolahan yang notabene menggunakan data penginderaan jauh. selain itu spesifikasi storage tersebut adalah memiliki size 24 Terra byte, prosesor Marvell® ARMADA® 388 1.6 GHz dual-core, memori setiap storage sebessar 2 GB. Hal-hal perlu diperhatikan dalam pemilihan Storage Server Logic tersebut adalah: • HyperCloud Netlist 64GB ( 4 x 16GB ) 2Rx4 PC3-10600R ECC DDR3 Server Memory • Banyak kapasitas data yang dibutuhkan, Kebutuhan hardisk SAS 3.5" SAS Hot-swap drive trays Storage Server Fujitsu 3.5" SAS 300 GB 15000 Rpm • Switch 24 Port Gigabit + 2 SFP Web View + POE • Cable VGA Monitor and USB mouse/keyboard connection 4.5-meters Cable / DKVM-CU5 • Intel Pro PCIe 1000 PT 1 Port Gigabit Server / EXPI9400PT • Perangkat lunak yang digunakan linux • Menganalisa system kontrak kerja baik saat di internal satuan kerja Pusfatja dan LAPAN Pusat/UPLP dan LKPP. Selain itu juga perlu diperhatikan nego ulang (klik aplikasi saat telah terpilih lelang) • Perlu dipelajari lebih detail terhadap kontrak pekerjaan intalasi pekerjaan persiapan, pemasangan / instalasi Storage Server beserta kelengkapannya • System purna layanan saat terjadi problem/masalah dilapangan secara cepat dan tanggap. Dalam hal ini service level agreement (SLA) dan garansi barang • Kebutuhan spesifik sesuai penjelasan terlampir • Perlu dilakukan testing running well sistem operasioanal Storage Server • Rekomendasi terhadap merk, adalah: Fujitsu, supermicro, Cisco, intel, Gigabit, D-Link, Thecus maupun Western Digital dan toshiba 5.2. Simulasi Sistem data Storage Server Setelah dilakukan analisa dan evaluasi, maka dilakukan instalisasi dan settiing up sistem data storage yang dibangun sesuai dengan sumber daya saat ini. sistem yang telah dibangun ini, tinggal menyempurnakan beberapa peralatan yang diperlukan sesuai dengan konfigurasi hasil analisa. Pada gambar 9, merupaka contoh pengunduhan data satelit untuk kebutuhan penneliti di Pusfatja terkait dengan kegiatan penelitian dan kerjasama kerusakan lahan pada area terbuka.
Gambar 9. Proses Pengunduhan Data dari Storage Server, Setelah Dilakukan Instalisasi dan Settiing Up Sistem Data Storage Sesuian dengan Kondisi Sumber Daya yang Ada.
5.3. Pemilihan Solusi Pengadaan Sistem Baru / Procurement of New Equipment Hasil analisa ini, memberikan solusi pembelian peralatan /mesin sistem data storage yang baru. Namun demikian pengadaan ini cukup besar dari segi biaya. Pemilihan teknologi paket storage server yang sedang
-511-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
trend pada saat ini, seperti pengadaan Dell sonicwall storage ataupun HPE/Hewlett Packard Enterprise bisa menjadi refrensi untuk pengadaan pada tahun berikutnya. 5.4. Rencana Anggaran Biaya Upgrading Sistem Data Storage Sistem di Pusfatja LAPAN Berikut Tabel 7, penjelasan secara detail terkait biaya anggaran yang direncanakan dalam membangun/upgrading sistem data storage di lingkungan Pusfatja LAPAN. Hal ini sudah diperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) perusahaan. Namun demikian rencana ini bisa dapat direvisi sesuai dengan kemampuan anggaran dara organisasi/lembaga. Tabel 7. Rencana Biaya dalam Membangun Sistem Data Storage di Lingkungan Pusfatja LAPAN. HPS
HPS + PPN 10% + PPh + Jasa
JUMLAH
NO
RINCIAN KEBUTUHAN
JUMLAH
SATUAN
1
HyperCloud Netlist 64GB ( 4 x 16GB ) 2Rx4 PC3-10600R ECC DDR3 Server Memory
12
unit
3.000.000
750.000
45.000.000
2
Hardisk SATA 3.5" Western Digital 6 TB Sata3 BALCK, WD6001FZWX SATA 6 Gb/s 3.5 Inch 7200 6 TB 128 MB
4
unit
4.000.000
1.000.000
20.000.000
3
Hardisk SATA 3.5" Western Digital 6 TB Sata3 RED, WD60EFRX SATA 6 Gb/s 3.5 Inch 5400 6 TB 64 MB
16
unit
4.000.000
1.000.000
80.000.000
4
Switch 24 Port Gigabit + 2 SFP Web View + POE
4
unit
10.000.000
2.500.000
50.000.000
5
Cable VGA Monitor and USB mouse/keyboard connection 4.5-meters Cable / DKVM-CU5
4
unit
350.000
87.500
1.750.000
6
Intel Pro PCIe 1000 PT 1 Port Gigabit Server / EXPI9400PT
5
unit
2.000.000
500.000
12.500.000
7
WD My Cloud EX4100 24TB [WDBWZE0240KBK-SESN]
10
unit
28.000.000
7.000.000
350.000.000
TOTAL
55
559.250.000
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan • Hasil analisa menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi data storage dalam mendukung ketersediaaan data penginderaan jauh untuk memberikan pelayanan kepada pengguna, disarankan melakukan upgrading sistem yang telah ada, hal ini jauh lebih murah dibanding dengan pengadaan peralatan/mesin sistem storage server yang baru. • Distribusi data satelit penginderaan jauh kepada pengguna data melalui sistem Data Storage harus memiliki aspek keamanan data yaitu kerahasiaan, keaslian, ketersediaan, dan keutuhan data. Selain itu pemilihan vendor yang bertanggung jawab atas Sistem Keamanan Data, Manajemen Data, Pertimbangan Operasional, Pertimbangan Pelayanan harus diperhatikan lebih detil dalam proses upgrading pemilihan perlengkapan sistem storage yang akan di bangun. 6.2. Saran Kebutuhan sistem data storage saat ini sangat mendesak sehingga tidak bisa ditunda-tunda, karena adanya tuntutan dari perkembangan data satelit penginderaan jauh dan kebutuhan pengguna. Teknologi data storage yang cepat, efisien, dan aman perlu diperhatikan sekali. Perlu diperhatikan kemampuan biaya/anggaran dari peralatan/mesin organisasi/lembaga saat ini, jika perlu dirancang untuk tahun anggaran berikutnya. 7. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN atas fasilitas yang diberikan dalam menganalisa kebutuhan data storage dalam penulisan makalah ini, dan juga untuk tim teknis Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN tahun 2016. DAFTAR PUSTAKA Moniruzzaman, A.B.M., dan Hossain, S.A., (2014). A Low Cost Two-Tier Architecture Model for High Availability Clusters Application Load Balancing. International Journal of Grid and Distributed Computing, 7(1): 89-98, http://dx.doi.org/10.14257/ijgdc.2014.7.1
-512-
Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) (Priyatna, M. dkk.)
Ajith, S.N., dan Hemalatha, M., (2012). Cloud Computing for Academic Environment. International Journal of Information and Communication Technology Research. Talib, A.M., Atan, R., Abdullah, R., dan Murad, M.A.A., (2012). Towards a Comprehensive Security Framework of Cloud Data Storage Based on Multi-Agent System Architecture. Journal of Information Security, 3:295-306. http://dx.doi.org/10.4236/jis.2012.34036. Sujarwo, A., (2010). Implementasi Network Storage dan Internet Gateway Menggunakan Autentikasi OPENLDAP. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Cimen, C., Kavurucu, Y., dan Aydin, H., (2014). Usage Of Thin-Client / Server Architecture In Computer Aided Education. The Turkish Online Journal of Educational Technology, 13(2). Danwei, C., dan He, Y., (2010). A Study on Secure Data Storage Strategy in Cloud Computing. Journal of Convergence Information Technology, 5(7). doi: 10.4156/jcit.vol5.issue7.23 Chang, F., Dean, J., Ghemawat, S., Hsieh, W.C., …, dan Gruber, R.E., (2006). Bigtable: Adistributed Storage System for Structured Data, To appear in OSDI Al-Sakran, H.O., (2015). Accessing Secvured Data In Cloud Computing Enironment. International Journal of Network Security & Its Applications, 7(1). Myint, J., dan Naing, T.T., (2011). Management Of Data Replication For Pc Cluster Based Cloud Storage System. International Journal on Cloud Computing: Services and Architecture, 1(3), DOI:10.5121/ijccsa.2011.1303 31. Mahalingam, P., Jayaprakash, N., dan Karthikeyan, D.S., (2011). Storage Requirement Forecasting Analysis Model for Storage Area Networks. International Journal of Computer Applications. 19(6). Anonymous (2016). Penalaran, Metode (Ilmiah) Induktif dan Deduktif, http://indraachmadi.blogspot.co.id/2014/11/ penalaran-metode-ilmiah-induktif-dan.html, diakses dan diunduh tanggal 2 juni 2016 Rajan, R.A.P, dan Shanmugapriyaa, S., (2012). Evolution of Cloud Storage as Cloud Computing, Infrastructure Service. IOSR Journal of Computer Engineering (IOSRJCE), 1(1):38-45. Gustriansyah, R. (2006). Remote Virtual The Data Storage. Jurnal Informatika, 7(2):120 - 125 Supermicro (2016). https://www.supermicro.com/index_home.cfm Ullah, S. dan Xuefeng, Z., (2014). TCLOUD: A Trusted Storage Architecture for Cloud Computing. International Journal of Advanced Science and Technology, 63:65-72. http://dx.doi.org/10.14257/ijast.2014.63.06, Storage Server DAS, NAS dan SAN dalam Jaringan Komputer, (2016), sumber: http://forum.liputan6.com/t/pengertianperbedaan-serta-fungsi-storage-server-das-nas-dan-san-dalam-jaringan-komputer/22701, diakses dan diunduh tanggal 2 mei 2016 Ernawati, T., dan Zulfiaji, A.H., (2013). Analisis dan Pembangunan Infrastruktur Cloud Computing. Jurnal Cybermatika. Akbar, T., Jusak, dan Sutanto, T., (2014). Analisis Perbandingan Kinerja Freenas dan Nas4free Sebagai Sistem Operasi Jaringan Network Attached Storage (NAS) Pada Local Area Network (LAN), JSIKA. ISSN: 2338-137X, Situs Jurnal : http://jurnal.stikom.edu/index.php/jsika Fajrin, T., (2012). Analisis Sistem Penyimpanan Data Menggunakan Sistem Cloud Computing Studi Kasus SMK N 2 Karanganyar. IJNS –ISSN: 2302-5700 White Paper (2014). Intel® Enterprise Edition for Lustre* Software, High Performance Data Division, Architecting a High Performance Storage System. Kwak, Y.S, Goo, B., Ko, D., Oh, I., Hwang, J.Y, dan Cheong, S., (2010). An Analysis and Design of the Storage Management System Based on SMI 1.1.0. International Journal Science and Technology, 3(2).
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 Judul Makalah Nama Pemakalah Diskusi
: Analisis Pemanfaatan Teknologi Data Storage Dalam Mendukung Ketersediaaan Data Penginderaan Jauh Untuk Memberikan Pelayanan Kepada Pengguna (Studi Kasus: Data Storage Di Lingkungan Satuan Kerja Pusfatja LAPAN) : Muhammad Priyatna (LAPAN) :
Pertanyaan: BM Riyanto Subowo (LAPAN): 1. Bagaimana tindak lanjut jika server/storage full? 2. Jika penuh adakah software pengolah data yang sifatnya bisa menghemat kapasitas storage? Jawaban:
-513-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
1. diharapkan tidak terjadi full, namun demikian dari hasil evaluasi dan analisa diperoleh kapasitas storage untuk 5 hingga 10 tahun ke depan, yakni memilki kapasitas ukuran volume sebesar 120 TB (TerraByte). Ukuran ini dapat dimungkinkan untuk memback up data kebutuhan Pusfatja LAPAN. 2. untuk sementara belum ada software pengolah data yang sifatnya bisa menghemat kapasitas storage pada saat ini. untuk keperluan kondisi penuh, dapat digunakan atau instalisasi program pengontrol pada bios atau pun secara command line. Pertanyaan: Samsul Arifin (LAPAN) Bagaimana solusi jika sistem storage yang diinginkan tidak tersedia sampai data telah penuh, tetapi belum diadakan? Jawaban: Solusi jika sistem storage penuh dan belum diadakan, maka sesuai dengan hasil evaluasi, sistem yang ada untuk sementara masih bisa bertahan walaupun belum diadakan hingga 5 tahun ke depan dengan syarat harus dilakukan quality kontrol data yang di unduh dari Pustekdata dan penggunaan di lingkungan internal Pusfatja LAPAN.
-514-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop Remote Sensing Data Management Using Hadoop Big Data Technology B M Riyanto Subowo1*) dan Iskandar Effendy1 1
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh-LAPAN E-mail: [email protected]
ABSTRAK-Proses pengolahan, penyimpanan dan analisis data penginderaan jauh saat ini didalam pengelolannya sangat beragam dalam berbagai format. Pengelolaan volume data penginderaan jauh yang besar, terutama data lama masih dikelola secara tradisional. Melalui teknologi Big Data,pengelolaan data yang besar tersebut dapat dimanfaatkan kembali dengan mudah di analisis untuk mendukung pengambilan keputusan. bagi pembangunan suatu daerah. Data mentah yang ada maupun data yang sudah diolah untuk menghasilkan informasi biasanya disimpan dalam bentuk softcopy di server maupun tempat penyimpanan lainnya. Data tersebut semakin lama volumenya semakin besar sehingga memungkinan susah diakses dan digunakan kembali, hal ini disebut big data. Teknologi Big Data merupakan perkembangan dari data warehouse dimana big data mencakup semua data warehouse, namun data warehouse tidak bisa disebut sebagai big data. Teknologi yang digunakan dalam big data misalnya Hadoop. Apache Hadoop adalah sebuah teknologi yang memungkinkan volume data yang besar untuk diatur dan diproses sambil menjaga data pada klaster penyimpanan data asli. Inti hadoop terdiri dari beberapa bagian yaitu Hadoop Distributed File System (HDFS) dan MapReduce. HDFS adalah tempat data-data dan file disimpan. MapReduce merupakan program untuk melakukan data mining dan pengolahan data lainnya dari file atau data yang disimpan di HDFS. Kata kunci: Data Penginderaan Jauh, Big Data, Hadoop ABSTRACT-Management of remote sensing data, including processing, storage and analysis of remote sensing data is currently very diverse in various formats. Management of large volumes remote sensing data, especially the old data still managed traditionally. Through Big Data technology, the management of large data can be recovered easily to analyse to support decision maker for the development of a region. The raw data and the data which has been processed to produce information is usually stored in soft copy on the server or other storage places. The data volume will be large and it is difficult to access and reuse, this is called big data. The big Data technology is the development of a data warehouse, where big data includes any data warehouse, but the data warehouse could not be called big data. One of the big data technology is Hadoop. Apache Hadoop is a technology that allows large volumes of data to be managed and processed while maintain the data on the original data storage cluster. Hadoop core consists of several parts, namely the Hadoop Distributed File System (HDFS) and MapReduce. HDFS is where data and files are stored. MapReduce is a program to perform data mining and processing of other data from files or data stored in HDFS. Keywords: remote sensing data, big data, Hadoop
1.
PENDAHULUAN
Perubahan kehidupan saat ini sangat dipengaruhi oleh berkembangnya teknologi, sedangkan dampak dari perkembangan tersebut salah satunya adalah adanya perubahan penggunaan data yang sangat tinggi. Setiap individu dalam mendapatkan data yang diinginkan sangat mudah, hal ini dipengaruhi adanya internet, sedangkan institusi pemerintah data tersebut diperoleh sesuai karena tugas dan fungsi dari institusi itu sendiri. Melalui teknologi informasi, triliunan byte data diciptakan setiap hari dari berbagai sumber, seperti media sosial, videosurveillance, atau smart grids, sehingga dengan melimpahnya data tersebut akan mengarah pada satu terminologi Big Data. Data memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan strategis. Keuntungan besar akan diperoleh dari data, jika pihak yang yang terkait mampu mengolah dan memanfaatkan data-data yang tersedia dalam volume besar tersebut. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata)-LAPAN merupakan lembaga pemerintah yang saat ini mengelola Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) merupakan pusat layanan data (bank data) dan teknologi penginderaan jauh yang berfungsi menyimpan, mengolah, mengelola dan mendistribusikan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh yang merupakan metadata citra satelit, baik data satelit resolusi menengah maupun resolusi tinggi (Landsat dan Spot, Geo Eye, IKONOS, WorldView, Quickbird dan Pleiades).
-515-
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop (Subowo, B.M.R., dkk.)
Sistem BDBJN meliputi infrastruktur, data, proses bisnis dan SDM yang terintegrasi, memiliki Network Attached Storage (NAS) dengan kapasitas penyimpan sebesar 200TB untuk NAS1 dan 192TB untuk NAS2 dimana NAS adalah dedicated storage yang mempunyai alamat jaringan sendiri dan menyediakan layanan berbasis file yang bisa diakses oleh perangkat lain di jaringan. Selain NAS, BDBJN juga memiliki sistem SAN (Storage Area Network) adalah media penyimpan dengan kecepatan tinggi yang terhubung dengan jaringan secara dedicated, yang secara logic merupakan pool storage dari satu atau lebih server. Perangkat lunak GIS dan WebGIS yang diaplikasikan untuk pengolahan data penginderaan jauh menghasilkan keluaran data cukup besar berupa geo-database yang berlangsung secara terus menerus sesuai data terolah. Volume geo-database akan terus bertambah seiring dengan pertambahan volume data. Data Penginderaan jauh mengandung variabel yang banyak dan mempunyai ukuran yang besar. Dari proses transaksi keseluruhan diatas rata-rata penambahan data di BDPJN sebesar 80 sampai 100 TB setiap tahunnya, hal tersebut menunjukkan bahwa data tersimpan sangat banyak dan besar dari hari ke hari dan tahun ke tahun, hal tersebut disebut big data. Pengolahan dan pengelolaan data satelit penginderaan berkaitan dengan variety, volume, dan velocity. Pada Big Data, data terlalu besar dan penambahan terlalu cepat serta tidak sesuai dengan struktur arsitektur database konvensional. Untuk mendapatkan nilai dari data, harus digunakan teknologi untuk mengekstrak dan memperoleh informasi yang lebih spesifik. Pengolahan data penginderaan jauh dibutuhkan pendukung hardware maupun software yang dapat mengurangi terjadinya kegagalan dalam proses pengolahan data yang dikarenakan adanya bottleneck pada Relational Database Management System (RDBMS) maupun program paket analisis. Untuk mempersingkat waktu pengolahan data dibutuhkan teknologi computing yang dapat melakukan proses pengolahan data yang besar secara terdistribusi dan otomatis. Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk melakukan proses pengolahan data penginderaan jauh tersebut dapat menggunakan Teknologi Big DataHadoop. Teknologi Big Data Hadoop menjadi sebuah pilihan alternatif dalam mengolah data penginderaan jauh karena merupakan perangkat open source yang handal, terukur dan menerapkan komputasi terdistribusi. Hadoop yang merupakan sebuah model pemrograman yang sederhana dari distributed parallel computing untuk mengolah data set yang besar. Hadoop yang merupakan implementasi open-source dari GoogleMapReduce memberikan banyak keuntungan yang signifikan dibandingkan dengan paralel databases.
2.
METODE
Berdasarkan studi pustaka di atas, penulisan paper ini diharapkan berkontribusi dalam menyediakan aplikasi pengolahan dan pengelolaan data penginderaan jauh di Pustekdata dengan kemampuan big data processing sehingga menjamin availabilitas dan reliabilitas layanan kepada pengguna dalam sekala besar. Penulisan paper ini menggunakan metodologi seperti pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, kajian ini dibagi dalam 3 tahapan, yaitu:
Gambar 1. Metodologi
-516-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
2.1.Kajian Hukum Sesuai Keputusan Presiden no. 33 Tahun 1988 tentang Kedirgantaraan dan Pemanfaatannya, Inpres No. 6 Tahun 2012 tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian kualitas, pengolahan dan distribusi data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi serta Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan, Fasilitas Pengolahan Data di Pustekdata mempunyai tugas dalam kajian teknologi dan pengolahan data penginderaan jauh yang meliputi koreksi geometric, koreksi radiometric, klasifikasi, deteksi parameter geo-bio-fisik citra satelit penginderaan jauh, serta Fasilitas Pengelolaan Data merupakan etalase dari Pustekdata yang mempunya tugas pokok melaksanakan kajian dan pengembangan di bidang kedirgantaraan dan pemanfaatan data satelit penginderaan jauh dan sebagai Bank Data Penginderaan Jauh Nasional (BDPJN) yang mempunyai fungsi diantaranya: Mengumpulkan, memelihara, memutahirkan dan mendistribusikan metadata penginderaan jauh wilayah Indonesia; Menyediakan data penginderaan jauh (resolusi spasial rendah-tinggi) untuk seluruh wilayah Indosesia; Menyidiakan informasi mengenai kualitas data penginderaan jauh dalam bentuk metadata /riwayat data dan system proyeksi, system koordinat seperti level koreksi geometri, level koreksi radiometri, waktu pemotretan, lokasi pemotretan, cakupan pemotretan, prosentasi tutupan awan dan hak cipta; Membangun system akses data spasial yang terintegrasi dengan system akses Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dan menyediakan akses data spasial kepada masyarakat; Menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaan jauh bagi para pengguna di luar LAPAN.
2.2.Preprocessing data Deputi Bidang Penginderaan Jauh saat ini mempunyai fasilitas stasiun bumi penerima data satelit penginderaan jauh antara lain: Stasiun Bumi Rumpin, Stasiun Bumi Jakarta, Stasiun Bumi Parepare, Pengolahan Data dan Pengelolaan Data. Fasilitas Stasiun Bumi Rumpin beroperasional melakukan penerimaan, pengolahan dan pengarsipan data satelit Landsat 8, Stasiun Bumi Jakarta merupakan Stasiun Bumi Satelit Cuaca pertama di Indonesia yang awalnya stasiun bumi ini dapat menerima APT (Automatic Picture Transmission) dari NOAA berupa citra satelit yang dimanfaatkan untuk analisis cuaca. Selain informasi cuaca di stasiun ini juga dikembangkan informasi mengenai hotspot untuk memantau kebakaran hutan, sebaran asap kebakaran hutan dan debu gunung berapi, informasi indek kehijauan, informasi suhu permukaan laut, liputan dan pergerakan awan. Berkembangnya waktu, mulai NOAA seri 14 hingga saat ini NOAA seri 19, Geostasioner Meteorologi Satelit (GMS) yang berubah menjadi MTSAT HiRID dengan format data yang berubah serta volumenya yang besar dan menambah penerimaan data satelit lingkungan yang baru yaitu Fengyun-1C dan 1D yang untuk analisis oseanografi. Stasiun Bumi Parepare dibangun dapat meliput 95% wilayah Indonesia, awal dibangun dapat menerima data satelit SPOT2, LANDSAT-5, ERS-1 dan ERS-2, JERS-1 yang membawa sensor SAR dan optic, SPOT4 dan MODIS (Aqua dan Terra). Saat ini Stasiun Bumi Parepare melakukan perkaman data satelit SPOT5, SPOT6, SPOT7, Landsat 8, Landsat 7, Aqua, Terra dan NPP. Kegiatan utama Stasiun Bumi Parepare adalah proses tracking, akuisisi, pengolahan data yang dilakukan terus menerus sehingga menghasilkan data yang besar, pendistribusian data dan dikirim ke Pustekdata dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proses Pengiriman data.
2.3.Pengertian Big Data Menurut (Eaton, Dirk, Tom, George & Paul) Big Data merupakan istilah yang berlaku untuk informasi yang tidak dapat diproses atau dianalisis menggunakan alat tradisional. Menurut (Dumbill, -517-
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop (Subowo, B.M.R., dkk.)
2012), Big Data adalah data yang melebihi proses kapasitas dari kovensi sistem database yang ada. Data terlalu besar dan terlalu cepat dalam perolehan atau tidak sesuai dengan struktur arsitektur database yang ada. Untuk mendapatkan nilai dari data, diperlukan pilihan jalan altenatif untuk memprosesnya. Banyak pihak yang mencoba memberikan definisi terhadap Big Data (Chandarana, dkk., 2014; Gartner, 2013; Dumbill, 2012). Semuanya mengacu pada 3V: Volume, Variety, Velocity, dan ada yang menambahkan unsur Veracity dan Value. Berdasarkan pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa Big Data adalah data yang memiliki volume besar sehingga tidak dapat diproses menggunakan alat tradisional biasa dan harus menggunakan cara dan alat baru untuk mendapatkan nilai dari data tersebut. Terminologi Big Data sering dikaitkan dengan data science, data mining, maupun data processing. Implementasi teknologi Big Data di suatu organisasi ada 4 elemen penting yang menjadi tantangan yaitu, data, teknologi, proses, dan SDM (Aryasa, 2015). Deskripsi dasar dari data menunjuk pada benda, event, aktivitas, dan transaksi yang terdokumentasi, terklasifikasi, dan tersimpan tetapi tidak terorganisasi untuk dapat memberikan suatu arti yang spesifik. Data yang telah terorganisir sehingga dapat memberikan arti dan nilai kepada penerima, disebut informasi. (Cegielski, 2009). Sumber data dalam teknologi Big Data dapat berupa data terstruktur dan tidak terstruktur. Data terstruktur: memiliki tipe data, format, dan struktur yang telah terdefinisi. Dapat berupa data transaksional, OLAP data, tradisional RDBMS, file CSV, spread-sheets sederhana. Data tidak terstruktur: data tekstual dengan format tidak menentu atau tidak memiliki struktur melekat, sehingga untuk menjadikannya data terstruktur membutuhkan usaha, tools, dan waktu yang lebih. Data ini dihasilkan oleh aplikasi-aplikasi internet, seperti data URL log, media sosial, e-mail, blog, video, audio serta data semantik. Teknologi yang terkait dengan infrastruktur dan tools dalam pengoperasian Big Data, misalnya teknik komputasi dan analitik, serta media penyimpanan (storage). Suatu organisasi biasanya tidak akan mengalami kendala yang berarti dalam hal teknologi karena teknologi bisa didapatkan dengan membeli atau kerjasama dengan pihak ketiga. Sedangkan proses adopsi teknologi Big Data dibutuhkan perubahan budaya organisasi. Misalnya, sebelum adanya Big Data, seorang pimpinan dalam menjalankan organisasi, melakukan pengambilan keputusan hanya berdasarkan ‘intuisi’ berdasarkan nilai, keyakinan atau asumsinya. Namun setelah adanya teknologi Big Data, pimpinan mampu bertindak “data-driven decision making” artinya mengambil keputusan berdasarkan data yang akurat dan informasi yang relevan. Aplikasi teknologi Big Data dibutuhkan SDM dengan keahlian analitik dan kreativitas yaitu kemampuan/keterampilan untuk menentukan metode baru yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan, menginterpretasi dan menganalisis data, keahlian pemrograman komputer, dan ketrampilan bisnis yaitu pemahaman tentang tujuan bisnis.
2.4.Pengertian HBase:Hyper NoSQL Database HBase terkenal dengan struktur yang bersifat column based dengan akses NoSQL. NoSQL yang disingkat Not Only Structured Query Language, hal ini diucapkan sebagai noseequel, adalah salah satu jenis lain dari penyimpan data selain database yang digunakan sebelumnya. Jenis database ini digunakan untuk menyimpan sejumlah besar penyimpanan data seperti data dalam facebook yang terus meningkat dari hari ke hari. NoSQL adalah system manajemen database non-relasional pengambilan informasi yang cepat dari database dan portable, open source dimana setiap individu dapat melihat source code secara bebas dan melakukan kompilasi dan memperbaharui sesuai kebutuhan, memiliki kinerja tinggi dengan cara linear dan terukur. NoSQL pada dasarnya berasal dari system database Relational Data Base [RDB]. Database ini berinteraksi dengan system operasi UNIX. Database non-relasional tidak mengatur data dalam table terkait (yaitu: data disimpan dalam cara non-normalisasi). Dengan munculnya situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter, untuk menangani jumlah data yang besar menyebabkan munculnya berbagai teknologi baru dan salah satu yang menonjol adalah NoSQL. NoSQL (non-relasional) relative lebih cepat dari database relasional. Sebelumnya di SQL menggunakan bahasa Query untuk mengambil serta menyimpan data, kalau di NoSQL menyimpan entitas data besar dengan menggunakan dokumen XML (eXtensible Mark up Language) format. Bahasa XML pada dasarnya digunakan untuk menyimpan data dalam bentuk terstruktur yang dapat dibaca.
2.5.Hadoop Hadoop diperkenalkan pertama kali oleh Doug Cutting dan Mike Cafarella pada project Nutch. Hadoop merupakan processing/computing tools pendukung teknologi Big Data yang berhubungan dengan daya akses data (accessed); dimana data yang sudah dikumpulkan memerlukan tata kelola, integrasi, storage dan computing agar data dapat dikelola untuk tahap berikutnya.
-518-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Software open source tool Hadoop dibawah lisensi Apache sebagai penyimpan data dan tools pengolahan untuk menangani semua data dalam jumlah besar. MapReduce adalah implementasi Hadoop untuk mengatasi aliran data yang datang dalam mengatur informasi agar dapat diakses secara universal, dan sebagai system operasi bersekala besar terutama pada distributed dan parallel processing. Seperti pada sistem operasi pada umumnya, Hadoop terdiri dari file system yang mampu menulis program, mengelola distribusi program dan mengembalikan hasil sesudahnya. Hadoop mendukung data-intensive distributed applications yang dapat berjalan secara bersamaan pada klaster besar. Jaringan Hadoop sangat terukur, dapat digunakan untuk query data set yang besar. Hadoop ditulis dalam bahasa pemrograman Java, dapat berjalan pada platform apapun, dan merupakan teknologi big data yang dapat digunakan dibawah layer system dan dapat berjalan pada perangkat keras server cloud, dimana file system terdistribusi pada Hadoop disebut Hadoop Distributed File System (HDFS). Sedangkan komputasi terdistribusi menggunakan Framework MapReduce. Fitur HDFS adalah fitur sebuah system penyimpanan Hadoop yang mampu memecah data menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, yang disebut block. Block ini kemudian didistribusikan ke seluruh klaster. Pendistribusian data mengurangi fungsi yang harus dijalankan pada subset yang kecil, bukan pada satu data set yang besar. Hal ini akan meningkatkan efisiensi, waktu proses dan memungkinkan skalabilitas yang diperlukan untuk memproses data dalam jumlah besar. Arsitektur Hadoop dapat dilihat pada Gambar 3. Sistem Hadoop terdiri atas 2 jenis node, yaitu: Master Node, yang di dalamnya terdapat HDFS Master dan MapReduce Master. HDFS master bertanggung jawab mengatur partisi storage pada Slave Node dan membagi-bagi data serta track acsess data tersebut ke Slave Node. Dalam hal ini, master node berfungsi sebagai pemberi informasi kepada Client (yang mengakses) tentang keberadaan data-data secara nyata di Slave Node. MapReduce Master juga memiliki fungsi mirip dengan HDFS Master, bertanggung jawab untuk mengorganisasikan, dimana pekerjaan komputasi dijadwalkan pada Slave Node. Slave Node secara real menyimpan data dan menjalankan proses yang telah dijadwalkan oleh Master Node. Kemampuan penyimpanan dan komputasi dapat dilakukan dengan menambah Slave Node.
Gambar 3. Arsitektur Hadoop
Sedangkan arsitektur HDFS dapat dilihat pada Gambar 4.
-519-
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop (Subowo, B.M.R., dkk.)
Gambar 4. Arsitektur HDFS
Name Node menyimpan peta dari blok data yang disimpan pada Data Node. Aplikasi Client akan bertanya terlebih dahulu ke Name Node, baru kemudian mengakses data tersebut secara real ke Data Node sesuai dengan peta dari Name Node.
2.6.MapReduce MapReduce adalah sebuah kerangka perangkat lunak dan model yang dapat memproses dan mengambil sejumlah data besar yang tersimpan secara paralel pada sistem Hadoop [10]. MapReducelibrary ditulis dalam banyak bahasa pemrograman, dan dapat bekerja dengan MapReduce library. MapReduce dapat bekerja dengan data terstruktur dan tidak terstruktur, dimana MapReduce dapat bekerja dalam dua langkah. Langkah pertama adalah “Map-phase”, dimana membagi data menjadi subset yang lebih kecil dan mendistribusikannya subset tersebut pada node yang berbeda dalam sebuah klaster. Kemudian node dalam sistem dapat melakukannya secara berulang, sehingga struktur multi-level tree yang membagi data dalam subset selalu lebih kecil. Pada node tersebut, data diolah dan hasilnya dilewatkan kembali ke “master node”. Langkah kedua adalah “Reduce-phase”. Master node mengumpulkan semua data kembali dan menggabungkannya ke dalam beberapa jenis output yang dapat digunakan lagi. Kerangka MapReduce mengelola semua berbagai tugas secara paralel dan menyeluruh sistem, dan inilah merupakan inti dari Hadoop. Dengan kombinasi teknologi diatas, jumlah data yang besar (ekosistem Big Data) dapat dengan mudah disimpan, diolah dan dianalisis dalam sepersekian detik. Arsitektur akses MapReduce dapat dilihat pada Gambar 2.5. Pada saat Client men-submit suatu job MapReduce ke MapReduce Master, maka job tersebut akan di-dekomposisi menjadi task-task Map dan Reduce. Kemudian masing-masing task dijadwalkan untuk dieksekusi pada remote Slave Node. Setiap input akan diproses oleh task mapper, kemudian hasilnya diproses lagi oleh task reducer. Dengan demikian maka semua task dapat dijalankan di masing-masing Slave Node dan hasilnya tetap dapat difilter untuk mengetahui hasil-hasil yang berlebihataupun yang saling berhubungan.
Gambar 5. Arsitektur MapReduce
-520-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
2.7.YARN Hadoop saat ini menggunakan kerangka job-processing yang baru yang disebut YARN. YARN singkatan dari Yet Another Resource Negotiator ini adalah modul yang mengelola sumber daya komputasi dan untuk penjadwalan aplikasi. YARN memungkinkan beberapa mesin pengolahan data seperti interactive SQL, real-time streaming, data science dan batch processing untuk menangani data yang tersimpan dalam single platform, menciptakan pendekatan baru dalam hal analisis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Perolehan data Perkiraan penambahan data penginderaan jauh di Pustekdata menggunakan dua metode, metode pertama menghitung data yang mempunyai grid referensi dan metode kedua adalah dengan menghitung data yang tidak menggunakan grid referensi. Data satelit penginderaan jauh Suomi NPP: MODIS AQUA/TERRA dengan ukuran file 20MB hingga 2GB dengan periode akusisi data 15 menit (ukuran dataset 1 hari sekitar 100GB, ukuran dataset 1 bulan sekitar 3TB, maka ukuran dataset 1 tahun sekitar 36TB) akan menghasilkan data yang berukuran sangat besa)r. Sedangkan perolehan data penginderaan jauh yang mempunyai grid berupa path-row sejumlah 220 path-raw untuk LDCM dengan akuisisi sebanyak 23 kali dalam satu tahun dan SPOT5 dengan jumlah 1283 K/J dalam satu tahun dengan akuisisi 52 kali dalam satu tahun sampai pengolah kelevel tertentu sekitar 60 TB data pertahun. Perolehan data yang tidak mempunyai grid referensi, yaitu data SPOT6 dan Pleades sampai pengolahan level tertentu dalam satu tahun sebesar 11TB dan penambahan data untuk geo-database dengan perkiraan 9 TB, sehingga perolehan data yang sangat besar kurang lebih 106 TB dalam satu tahun. Sehingga proses analisa data satelit membutuhkan waktu yang cukup lama. Diharapkan salah satu prediksi informasi menggunakan algoritma regresi bayes berbasiskan bigdata dapat mempercepat proses analisa data satelit dan menghasilkan prediksi informasi yang akurat.
3.2.Adopsi Hadoop pada Studi Kasus Aplikasi Pengolahan dan Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Adopsi teknologi Hadoop untuk studi kasus Aplikasi Pengelolaan Data Penginderaan Jauh merupakan salah satu dari pola adopsi transaksi data, yang berupa basis data besar secara real time. Pola yang cocok adalah Hbase.Aplikasi Pengelolaan Data Penginderaan Jauh merupakan aplikasi transaksi data, oleh karena itu, pola yang dianut adalah: menggunakan HBase. Arsitektur pengelolaan data penginderaan jauh dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Arsitektur Pengelolaan Data Penginderaan Jauh
Pada User Layer, terdapat 1 aplikasi yaitu: web browser untuk akses web. Sementara pada Service Layer terdapat 2 sistem, yaitu: web site untuk melayani browser, dan web service. Kedua sistem pada Service Layer ini mengakses data MySQL yang ada di Data Layer. Adopsi Hadoop, khususnya HBase untuk kasus Aplikasi pengelolaan data penginderaan jauh dilakukan dengan mengubah arsitektur pada Gambar 5 menjadi Gambar 6
-521-
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop (Subowo, B.M.R., dkk.)
Gambar 7.Arsitektur Pengelolaan Data dengan Hadoop-HBase
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa arsitektur di User Layer tidak berubah. Yang berubah signifikan adalah di Data Layer dan Service Layer. Pada Data Layer, MySQL diganti dengan Hadoop Ecosystem, yaitu: HBase, yang berjalan di atas MapReduce dan HDFS. Untuk mengakses HBase, maka web service mengakses ke HBase. Dengan demikian, maka modifikasi yang diperlukan terhadap aplikasi web service minimal. Struktur penyimpanan berbasis kolom pada HBase menggunakan NoSQL yang sebelumnya digunakan di MySQL.
3.3.Infrastruktur Hadoop Klaster Melalui Virtual Private Network Implementasi klaster Hadoop preprocessing data penginderaan jauh digunakan konfigurasi di atas VPN seperti pada infrastruktur Gambar 3.3. Jaringan yang digunakan adalah kombinasi jaringan LAPAN, Lab Komputer dan Internet. Ada beberapa komputer yang digunakan di fasilitas pengolah data yang meliputi :1. Koreksi geometric, 2. Koreksi radiometric, 3. Klasifikasi dan 4; Deteksi parameter geo-bio-fisik, yaitu: blade komputer sebagai Slave Node (Data Node). Sebagai Master Node digunakan komputer N (komputer klaster) yang berada pada jaringan WAN LAPAN yang memiliki IP Publik. Sementara itu, digunakan sebagai sample server dengan asumsi ada pada jaringan lokal partner suatu komunitas P1, P2 dan Pn dari Stasiun Bumi Parepare dan Stasiun Bumi Rumpin. Sedangkan akses client melalui internet (C ).
Agar masing-masing komputer tersebut dapat saling berkomunikasi, maka digelar Virtual Private Network (VPN) sepert Gambar 8.
Gambar 8. VPN Hadoop
-522-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa, Name Node N juga berfungsi sebagai VPN Server. Dengan demikian semua pihak mengakses N terlebih dahulu sebelum tergabung dalam jaringan VPN. Akses secara detail dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Akses/Komunikasi Semua Node dengan VPN Server
3.4. Konsep Framework Bigdata (Hadoop dan Mapreduce) Bigdata adalah sebuah istilah yang mewakili kondisi suatu dataset yang begitu besar dan kompleks sehingga menjadi sulit untuk melakukan proses analisa terhadap data jika dilakukan dengan pendekatan proses analisa datawarehouse tradisional yang ada saat ini. Ada 3 karakteristik yang ada di Bigdata (Gambar 10) yaitu : 1. Volume : Kapasitas data, berkaitan dengan ukuran media penyimpanan data yang terkecil saat ini sudah dalam ukuran terra, dan data yang terbesar atau mungkin tak terbatas saat ini sudah mencapai hingga satuan petabytes atau zettabytes. 2. Variety : Keragaman data, terkait tipe atau jenis data yang dapat diolah mulai dari data terstruktur hingga data tidak terstruktur. Jenis data yang bervariasi mulai data terstruktur (data di dalam sebuah database), data semi terstruktur (misal data excel, xml, dsb), dan data tidak terstruktur (misal data gambar, data video, dsb). 3. Velocity : Kecepatan, terkait dengan kecepatan memroses data yang dihasilkan dari berbagai sumber, mulai dari data batch hingga real time. Perubahan ukuran data yang begitu cepat, sudah tidak secara linier lagi bahkan sudah secara eksponensial. Karateristik sebuah Bigdata dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 10. Karakteristik Big Data
Kondisi penambahan data secara terus menerus yang terjadi saat ini menimbulkan adanya fenomena dimana penyumbang data terbesar adalah berasal dari pengolahan data. Untuk memindahkan data yang begitu besar ke server data warehouse untuk dilakukan dianalisa lama kelamaan tidak bisa dilakukan lagi, karena adanya keterbatasan kapasitas storage dan bandwidth jaringan komputer, sehingga diperlukan pendekatan baru yaitu menjalankan proses komputasi di lokasi server tempat data disimpan. Maka muncullah beberapa framework komputasi Big Data, dimana saat ini yang paling banyak digunakan adalah Framework Komputasi Apache Hadoop (Gambar 11). Apache hadoop adalah sebuah opensource framework untuk menyimpan dan memproses dataset berukuran besar pada komputer biasa (commodity hardware) atau
-523-
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop (Subowo, B.M.R., dkk.)
pada sebuah komputer klaster yang besar. Apache Hadoop memiliki beberapa keunggulan dalam hal scalability, distributed, data intensive computing dan fault tolerant. Apache Hadoop memiliki beberapa modul dasar sebagai berikut : 1. Hadoop Common : yang berisi library dan utiliy yang dibutuhkan oleh hadoop. 2. Hadoop Distributed File System (HDFS) : sebuah distributed file system tempat penyimpanan data pada sebuah komputer biasa yang bertanggung jawab untuk mendistribusikan data dan hasil komputasi keseluruh komputer yang ada dalam satu klaster. Sedangkan Framework Komputasi Hadoop dapat digambarkan seperti gambar berikut :
Gambar 11. Framework Komputasi Apache Hadoop
3.5. Teknologi Big Data Processing Hadoop Christoph Fehling, dkk (2014)menyatakan bahwa untuk mengimplementasikan sistem cloud, diperlukan teknologi big-data processing seperti Hadoop, Teknologi digunakan oleh berbagai perusahaan yang memberikan layanan public cloud seperti Google, Facebook dan Twitter. Juga yang meyediakan layanan private cloud seperti Amazon. Hadoop pertama kali di-release pada tahun 2004, yaitu Hadoop Distributed Filesystem (HDFS) and MapReduce (aspek programmingnya) oleh Doug Cutting dan Mike Cafarella. Saat ini Hadoop berkembang menjadi sebuah ekosistem merupakan sekumpulan teknologi untuk pengolahan data sekala besar (big data processing) seperti dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Ekosistem Hadoop
Elemen dasar dari Hadoop adalah HDFS sebuah sistem file terdistribusi, dan MapReduce merupakan konsep pemrograman yang terdistribusi dalam mempergunakan HDFS dengan menyeimbangkan dengan konsep indenpendensi, sehingga dapat memiliki kecepatan yang tinggi tanpa harus terlalu banyak adanya pengurangan system pemrosesan. Untuk memperlancar kerja MapReduce, maka diperlukan aplikasi-aplikasi untuk manajemen sumber daya, seperti YARN, dan berbagai framewok serta API (Application Programming Interface) untuk bidang-bidang tertentu.
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Hadoop merupakan platform sistem terdistribusi yang memberikan potensi storage dan komputasi dalam skala besar. 2. Adopsi ekosistem Hadoop pada aplikasi berbasis data menggunakan HBASE.
-524-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
3. Untuk pengolahan dan pengelolaan data penginderaan jauh disarankan dapat menggunakan Aplikasi Hadoop, HBASE, Phonix. 4. Implementasi Klaster Hadoop pada lingkungan VPN sangat dimungkinkan, dan memberikan potensi konfigurasi yang fleksibel dan peningkatan aspek keamanan akses. Ada beberapa alasan didalam pengolahan dan pengelolaan data penginderaan jauh menggunakan Hadoop, diantaranya: Cost effective, Hadoop melakukan komputasi parallel secara besar-besaran. Sehingga berpengaruh pada penurunan yang cukup besar dalam biaya penyimpanan per terabyte; Scalability, Node dapat ditambahkan sesuai kebutuhan, dan penambahan tersebut tidak membutuhkan perubahan pada format data, bagaimana data itu di muat, bagaimana pekerjaan dituliskan dan tanpa merubah aplikasi diatasnya; Flexible/Capability, Hadoop tidak menggunakan schema tertentu, dan dapat menjalakan semua tipe data, yang berstruktur ataupun yang tidak, dari berbagai sumber data. Data dari berbagai sumber dapat digabungkan dan diagregasikan untuk dianalisis; Fault tolerant/Reability, Ketika ada node yang gagal beroperasi, system akan langsung bekerja pada lokasi yang lain dan melanjutkan pengolahan; Computing power; Storage flexibility; dan Data protection. Pekerjaan paralel dalam Hadoop dijalankan secara otomatis tanpa keterlibatan programmer dan adanya load balancing dalam node/server. Kebutuhan akan pengolahan data yang besar (Big data), diciptakanlah open source HBase. HBase adalah database yang berdasarkan pada kolom yang beroperasi pada sistem file terdistribusi (distributed file system). HBase beroperasi pada HDFS, HBase dapat memproses data baik secara interaktif maupun dengan mode ‘batch processing’. HBase juga bergantung pada ZooKeeper (digunakan untuk koordinasi dan konfigurasi pada sistem terdistribusi)dan dapat bekerjasama dengan MapReduce Gambar 13.
Gambar 13. Batch Processing
Beberapa kelebihan HBase : HBase diciptakan untuk mengelola data yang sangat besar dalam sistem terdistribusi. Memiliki fungsi sharding original bawaan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual yang merupakan salah satu kelebihan dari HBase. Mampu menangani input data yang terjadi secara terus-menerus dari ribuan user yang selama menjadi ‘bottle neck’ pada sistem database sebelumnya. Adapun saran yang perlu diperhatikan dalam mengadopsi Hadoop untuk aplikasi berbasis komunitas, yaitu: Perangkat server yang digunakan memerlukan spesifikasi memory yang tinggi. Untuk instalasi, khususnya mode klaster memerlukan pengetahuan yang memadai tentang jaringan komputer. Oleh karena itu, jika implementasi dalam skala kecil, dapat menggunakan model pseudo klaster terlebih dahulu, sehingga tenaga/ perhatian tidak habis untuk konfigurasi.
5.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada: 1. Ibu Dra. Ratih Dewanti M.Sc, dari Pustekdata selaku pemberi masukan dan saran. 2. Bp. Yayat selaku pengelola Website Pustekdata. 3. Bp. Hidayat Gunawan M.Eng, selaku pemberi masukan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Apache, H., (2015). https://en.wikipedia.org/wiki/Apache_Hadoop, diunduh 4 Mei 2015 Arbi, S., (2006).Penggunaan Teknologi Map-Reduce dalam Pengolahan Survei dan Sensus.http://pusdiklat.bps.go.id/files/tulisanWI/map-reduce.pdf , diunduh 19 Mei 2006 Holmes, A., (2016). Hadoop In Practice, Manning, Publication Co., Shelter Island,http://barbie.uta.edu/~jli/Resources/MapReduce&Hadoop/Hadoop%20in%20Practice%202012.pdf diunduh 9 Mei 2016
-525-
Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop (Subowo, B.M.R., dkk.)
Alamsyah, dan Andry (2015).Big Data Analytics for: A Social Network Approach. http://www.slideshare.net/andrybrewok/big-data-analytics-a-social-network-approach, diunduh 8 Juni 2016 GudangLinux. (2013). Apache Hadoophttp://gudanglinux.com/glossary/apache-hadoop/ diunduh 16 Mei 2016 Jeffrey, B., (2016). Using R with Hadoop. http://www.revolutionanalytics.com/sites/default/files/, diunduh 8 Juni 2016 Muneto, Y., dkk. (2012). Parallel Image DataBase Processing With MapReduce and Performance Evaluation in Pseudo Distributed Mode.International Journal of Electronic Commerce Studies, 3(2):211-228. Pusat Informasi dan Analisis Big Data Indonesia, http://bigdata.blogdetik.com/ diunduh 13 Mei 2016 Schneider, R.D., (2012).Hadoop For Dummies. Special Edition. Mississauga: John Wiley & Sons Canada, Ltd.. Ishida, S., dkk, (2016). Large Scale Data Processing Infrastructure for Mobile Spatial Statistic.https://www.nttdocomo.co.jp/english/binary/pdf/corporate/technology/rd/technical_journal/bn/vol14_3/vol 14_3_024en.pdf, diunduh 9 Mei 2016 White, T., (2012). Hadoop: The Definitive Guide. 3rd Edition, O’Reilly. http://www.isical.ac.in/~acmsc/WBDA2015/slides/hg/Oreilly.Hadoop.The.Definitive.Guide.3rd.Edition.Jan.2012.p df diunduh 13 Mei 2016 Teknokeras. (2014). Apa Itu Big Data?.https://openbigdata.wordpress.com/2014/08/25/apa-itu-big-data/diunduh 2 Mei 2016 Hbasenosql (2016). http://www.slideshare.net/iqbalphillroe/hbase-nosql-34647857, diunduh 2 Mei 2016
*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah BERITA ACARA PRESENTASI ILMIAH SINAS INDERAJA 2016 JudulMakalah NamaPemakalah Diskusi
: Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Menggunakan Teknologi Big Data Hadoop : B M Riyanto Subowo (LAPAN) :
Pertanyaan: STA Munawar (LAPAN) 1. Apakah perlu koneksi internet yang besar? 2. Bagaimana koneksi ke user? Apa kemudahan bagi user? Jawaban: 1. Tidak perlu, Hadoop dikembangkan karena sebagai penyimpanan data dan pengolahan tools yang ada tidak memadai untuk menangani semua data yang mulai muncul dalam jumlah besar setelah adanya internet. Hadoop adalah kerangka kerja perangkat lunak open source yang ditulis di Java dan terdiri dari dua bagian, yang merupakan bagian penyimpanan dan lainnya menjadi bagian pengolahan data. Bagian Penyimpanan disebut Hadoop Distributed File System (HDFS) dan bagian pengolahan disebut MapReduce. 2. Hadoop merupakan metode penyimpanan yang dikenal sebagai sistem file terdistribusi, yang pada dasarnya menerapkan system pemetaan untuk mencari data dalam cluster. Alat yang digunakan untuk pengolahan data, seperti pemrograman MapReduce, juga umumnya berada di server yang sama, yang memungkinkan untuk proses data lebih cepat. Salah satu pengguna Hadoop adalah Facebook, SNS (Social Network Service) terbesar dunia dengan jumlah pengguna yang mencapai 800 juta lebih.Facebook menggunakan Hadoop dalam memproses big data seperti halnya content sharing, analisa access log, layanan message / pesan dan layanan lainnya yang melibatkan pemrosesan big data. Jadi, yang dimaksud dengan big data‟ bukanlah semata –mata hanya soal ukuran, bukan hanya tentang data yang berukuran raksasa. Big data adalah data berukuran raksasa yang volumenya terus bertambah, terdiri dari berbagai jenis atau varietas data, terbentuk secara terus menerus dengan kecepatan tertentu dan harus diproses dengan kecepatan tertentu pula. Momen awal ketenaran istilah big data‟ adalah kesuksesan Google dalam memberdayakan „big data‟ dengan menggunakan teknologi canggihnya yang disebut Bigtable beserta teknologi-teknologi pendukungnya. Jadi user diberikan kemudahan dan kecepatan dalam mengkases informasi atau data yang jumlahnya berjuta ribuan terabyte data. Pertanyaan: Riyan Mahendra (LAPAN) Bagaimana efisiensi penggunaan sistem Hadoop dibandingkan dengan sistem yang lama? Jawaban: Limitasi Pendekatan Tradisional/sistem lama:
-526-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016
Kesulitan mengolah data berukuran sangat besar (Big Data), misal 1 file berukut 500 GB, 1 TB, dst. Keterbatasan Hardware terhadap kemampuan pengolaha data yang besar, sehingga waktu akses semakin lama ketika memproses data yang semakin sangat besar Hanya bisa mengolah data yang bersifat tabular Kelebihan Hadoop dengan didukung oleh dua komponen utama HDFS (sistem penyimpanan/storage terdistribusi dapat melakukann proses pemecahan file besar menjadi bagian-bagian menjadi lebih kecil kemudian didistribusikan ke klaster-klaster komputer) dan MapReduce (model programing/algoritma untuk pengelolaan data skala besar dengan komputasi secara terdistribusi) adalah: Sangat baik untuk mengolah data berukuran besar, bahkan untuk ukuran 1 TB sekalipun Lebih cepat dalam mengakses data berukuran besar Lebih bervariasi data yang bias disimpan dan diolah dalambentuk HDFS Pertanyaan: M. Priyatna (LAPAN) Bagaimana perbandingan dari segi nilai biaya/anggaran apakah efisien? (Sesuai kondisi SDM, TI yang sudah ada) Jawaban: Struktur yang sangat scalable, untuk penyimpanan data yang selalu berkembang Hadoop juga menyiratkan solusi pembiayaan yang efektif. Dalam hal system manajemen database relasional tradisional, dibutuhkan biaya besar dan mahal untuk skala pemrosesan data jika proses tersebut setara dengan Hadoop. MapReduce, memungkinkan penyimpanan dan pengolahan data yang sangat terjangkau. Hadoop merupakan metode penyimpanan yang dikenal sebagai sistem file terdistribusi, yang pada dasarnya menerapkan system pemetaan untuk mencari data dalam cluster.Alat yang digunakan untuk pengolahan data, seperti pemrograman MapReduce, juga umumnya berada di server yang sama, yang memungkin untuk memproses data lebih cepat. Kita akan melihat keuntungan yang ditawarkan oleh pemrograman Hadoop Map Reduce.Scalability Hadoop menjadi platform yang sangat scalable. Hal ini terutama karena kemampuannya untuk menyimpan serta mendistribusikan data set besar di banyak server. Server bisa murah karena Hadoop beroperasi secara paralel. Sistem manajemen database relasional tradisional (RDMS) yang tidak dapat untuk memproses data dalam skala jumlah besar, pemrograman HadoopMapReduce memungkinkan menjalankan aplikasi daris ejumlah besar node yang juga melibatkan penggunaan ribuan terabyte data.
-527-