ANALISIS KESESUAIAN GOVERNMENT FINANCE STATISTICS (GFS) DENGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN (SAP) Oleh: Sarintan Pratiwi Usman 125020300111002 Dosen Pembimbing: Nurkholis, Ph.D., Ak.,CA
ABSTRAK Government Finance Statistics (GFS) mempunyai kerangka akuntansi yang sesuai untuk menganalisis dan mengevaluasi kebijakan fiskal, khususnya kinerja sektor pemerintah secara umum dan sektor pemerintah lainnya untuk dibandingkan. Input utama GFS adalah laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian GFS dengan SAP. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Content analysis dilakukan untuk memahami PP 71 Tahun 2010 dan Government Finance Statistics Manual 2014 beserta implikasinya dan comparative analysis digunakan untuk membandingkan kedua standar tersebut. Hasil penelitian menjelaskan GFS belum sesuai dengan SAP dikarenakan perbedaan ruang lingkup, klasifikasi dan pengakuan dalam akun, belum adanya sistem prosedur yang sesuai dengan keadaan akuntansi pemerintahan di Indonesia. Hal ini bisa diatasi dengan melakukan mapping akun dan prosedur konsolidasi SAP ke GFS. Pemerintah harus mengembangkan sistem dan prosedur konsolidasi GFS dan SAP agar analisis dan evaluasi kebijakan fiskal dengan tepat. Government Finance Statistics (GFS) has the appropriate accounting framework for analyzing and evaluating fiscal policy, particularly the performance of public sectors in general and to be compared to other government sectors. The main input of GFS is the financial report based on the Indonesia Government Accounting Standards (SAP) using accrual basis. This study aims to asses the compatibility of GFS with SAP. This research is categorized as descriptive qualitative research. Content analysis is performed to comprehend PP 71/2010 and Government Finance Statistics Manual 2014 along with its implication. It also uses comparative analysis to compare both mentioned standards. The result shows that GFS has not been compatible with the SAP due to the differences in scope, classification, and recognition of accounts, the non-existence of system and procedures that are in accordance with the governmental accounting in Indonesia. This could be solved by doing the mapping of SAP accounts to GFS and consolidation procedures. Government has to develop systems and consolidation procedures for GFS and the SAP so the fiscal policy can be analyzed and evaluated accurately.
Keywords: Government Finance Statistics, Government Accounting Standards (SAP), Accrual Basis, Consolidated Government Report, Public Sector Accounting.
PENDAHULUAN Pemerintah sebagai agen masyarakat bertugas menyediakan barang dan jasa yang tidak mudah disediakan oleh perusahaan privat, meningkatkan pendapatan pajak untuk mendanai kegiatan serta mendistribusikan pendapatan dan kekayaan negara kepada masyarakat. Kebijakan yang
diambil berkaitan dengan pelayanan masyarakat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan pengangguran, peningkatan produktifitas, pendapatan riil, penurunan inflasi. Anggaran diperlukan oleh pemerintah untuk dijadikan patokan dasar mengenai kebutuhan masyarakat serta sumber dana yang
1
digunakan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat ( Barton, 2011:413). Melihat hal di atas, maka diperlukan sebuah kerangka kerja konseptual dan kerangka akuntansi yang komprehensif yang dijadikan sebagai alat yang digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kebijakan anggaran yang selama ini telah berjalan, sebagai pertimbangan pengambilan keputusan selanjutnya, mempelajari perkembangan dalam operasi keuangan, posisi keuangan dari sektor pemerintah dan sektor publik secara konsisten dan sistematik, selain itu, dapat mengkomparasikan statistik keuangan Indonesia dengan negara lain (www.span.depkeu.go.id, diakses pada 24 November 2016 ). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan. Undang-undang tersebut menyebutkan secara langsung ketentuan bahwa laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu kepada Government Finance Statistics (GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan antarnegara (cross country studies), kegiatan pemerintahan dan penyajian statistik keuangan pemerintah. Pada prinsipnya, Government Finance Statistics sudah mencakup semua entitas yang secara material dapat mempengaruhi kebijakan fiskal. Government Finance Statistics mencakup semua sektor publik yang menggunakan dana pemerintah. Definisi sektor publik yang dimaksud dalam Government Finance Statistics secara umum dibagi menjadi dua yaitu Pemerintah umum dan perusahaan publik. Pemerintah umum merupakan lembaga yang memenuhi fungsi
pemerintahan sebagai kegiatan utama mereka yang mencakup semua unit pemerintah. Pemerintah umum dibagi menjadi Pemerintah pusat, Pemerintah propinsi dan pemerintah daerah. Sedangkan perusahaan publik merupakan semua perusahaan yang dikendalikan oleh unit pemerintah maupun oleh perusahaan publik lainnya, yang menggunakan dana pemerintah. Perusahaan publik ini dibagi menjadi sektor publik keuangan publik dan bukan perusahaan keuangan publik (Dziobek,2013:4). Akun-akun pada Government Finance Statistics sudah konsisten dengan National Accounts, External Accounts, statistik moneter, dan akuntansi keuangan yang semuanya akan berguna untuk mengukur saldo fiskal ke rasio GDP. Sumber informasi utama untuk kompilasi statistik keuangan pemerintah adalah pelaporan keuangan yang dikembangkan berdasarkan standar akuntansi. Standar akuntansi yang digunakan yaitu Standar Akuntansi Pemerintahan untuk cakupan sub sektor pemerintah umum. New Public Management merupakan terobosan baru untuk sektor publik dalam mengelola manajemennya yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan desentralisasi, peningkatan kompetitifitas dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas, serta meningkatkan akuntabititas kinerja baik keuangan maupun nonkeuangan (Groot, 2008:3). Hal ini merupakan langkah pemerintah dalam meningkatkan tata kelola yang baik, sesuai dengan yang tertera pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengelolaan dan pelaporan keuangan harus konsisten dan berkualitas sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Sumber informasi utama untuk kompilasi statistik keuangan pemerintah adalah pelaporan keuangan yang dikembangkan berdasarkan standar akuntansi. Standar 2
akuntansi yang digunakan yaitu Standar Akuntansi Pemerintahan untuk cakupan sub sektor pemerintah umum. New Public Management merupakan Pengelolaan dan pelaporan keuangan harus konsisten dan berkualitas sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku di Indonesia untuk subsektor pemerintah umum. Sedangkan, Sub sektor korporasi publik di Indonesia menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 01 menyebutkan bahwa SAK yang digunakan di Indonesia masih konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Akan tetapi, beberapa PSAK diubah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan Indonesia. Selain IFRS, PSAK juga merupakan harmonisasi dari International Accounting Standards (IAS). Standar yang digunakan menggunakan basis pencatatan akuntansi yang dilakukan yakni basis akrual. Hal ini sesuai GFS yang menggunakan basis akrual dikarenakan basis akrual sangat cocok dengan saat sumber daya aktual yang mengalir. Pada tahun 2015 pemerintah di Indonesia yang baru menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual, perlu membuat Laporan Keuangan Pemerintah yang yang mampu menghasilkan statistik keuangan pemerintah yang mengacu pada Government Finance Statistics agar dapat dikomparasikan dengan statistik keuangan negara lain. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan analisis deskriptif, dimana metode yang digunakan adalah studi literatur. Penelitian ini menggambarkan dan menyesuaikan karakteristik Standar Akuntansi Pemerintahan dengan Government Finance Statistics. Teknik analsis data yang dilakukan adalah content anlysis digunakan untuk menggambarkan dan meningkatkan pemahaman tentang data yang diteliti.
Selain itu, Comparative analysis dibutuhkan dalam penelitian ini untuk mengetahui kesesuaian Governement Finance Statistics dan Standar Akuntansi Pemerintahan serta mencari tahu letak perbedaannya serta dampak dari perbedaaan tersebut. HASILPENELITIAN A.
Penerapan Dua Standar Pelaporan Government Finance Statistics (GFS) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) di Indonesia Terdapat beberapa permasalahan dalam penerapan Government Finance Statistics di Indonesia yang menyebabkan relevansinya patut dipertanyakan, yaitu 1) Anggaran Pemerintah di Indonesia yang masih berbasis kas. Penerapan Government Finance Statistics di Indonesia akan menimbulkan masalah ketika APBN/APBD yang telah dibuat masih berbasis kas, sedangkan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku menggunakan basis Akrual. Sistem penganggaran berbasis Akrual dapat bermanfaat dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas pengeluaran. Anggaran berbasis akrual belum diterapkan di Indonesia karena terlalu kompleks, dan dianggap sulit untuk direalisasikan. New Zealand, Inggris dan Australia merupakan negara yang menerapkan anggaran berbasis akrual. Padahal, dengan menerapkan anggaran berbasis akrual, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengeluaran. 2) Belum adanya prosedur untuk melakukan konsolidasi Standar Akuntansi Pemerintahan dengan Government Finance Statistics. Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan input utama dari GFS. Akan tetapi, hal ini tidak didukung 3
dengan adanya Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang membahas khusus tentang pembuatan laporan konsolidasi ke GFS.Mengingat, masih terdapat hambatan dalam penyusunan konsolidasi untuk Laporan Pemerintah Pusat dan Laporan Pemerintah Daerah, yang sudah ada PSAP yang membahas tentang hal itu, apalagi GFS yang masih baru diterapkan dan tidak mempunyai dasar PSAP untuk melakukan konsolidasi. Sistem yang dapat membantu dalam konsolidasi laporan keuangan pemerintah pusat, daerah, dan perusahaan publik yang menjadi cakupan GFS harus dibangun agar penyajian data akan lebih berkualitas. 3) Belum adanya prosedur jelas mengenai penerapan Government Finance Statistics di Indonesia. Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 275 Tentang Manual Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia yang dibuat oleh pemerintah hanya berupa pengadopsian penuh dari Government Finance Statistics Manual 2014 yang dikeluarkan oleh IMF. Cakupan sektor disesuaikan dengan sektor yang ada di Indonesia. Akan tetapi, bagan akun standar masih banyak membuat kebingungan dikarenakan banyak BAS yang implikaisnya belum terlalu jelas pada pengakuan, penilaian akun tersebut. Hal ini bisa saja disebabkan oleh penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual di indonesia yang mengalami keterlambatan, sehingga pemerintah belum memahami implikasi penerapan akrual karena Manual Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia
B.
dibuat sebelum diterapkan basis akrual secara penuh. 4) Pihak yang diberi wewenang dalam membuat Laporan Statistik Keuangan Pemerintah. Indonesia sebaiknya menunjuk lembaga yang bertanggung jawab atas pembuatan Laporan Statistik keuangan. walaupun dalam PMK Nomor 275 Tahun 2014 telah disebutkan bahwa Kementrian Keuangan bertugas dalam penyusunan, pengolahan dan penyebar informasi berupa Laporan Statistik Keuangan Pemerintah. Tapi hal ini dirasa masih belum optimal. Dilihat dari publikasi yang dilakukan oleh lembaga ini, terdapat laporan keuangan statistik Tahun 2014 yang belum diterbitkan. 5) Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual yang masih pemula membuat laporan keuangan dari pemerintah daerah yang diwajibkannya penerapan basis akrual membuat aparat pemerintah di daerah yang masih belum memahami akuntansi akrual mengalami banyak kesulitan sehingga mengalami keterlambatan. Keterlambatan penyampaian laporan keuangan pemerintah ini akan membuat proses konsolidasi laporan keuangan pemerintah lambat yang mengakibatkan penyajian laporan statistik keuangan pemerintah menjadi tidak tepat waktu, sehingga kebermanfaatan laporan tersebut patut dipertanyakan. Perbedaan Government Finance Statistics (GFS) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Government Finance Statistics dan Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan standar yang diterapkan di Indonesia untuk laporan keuangan, baik laporan keuangan 4
untuk data keuangan maupun untuk data statistik. Masing-masing standar tersebut harus disesuaikan, sehingga data yang dihasilkan bisa sesuai dan menunjukkan hasil yang sebenarnya. Hal yang mendasari kedua standar tersebut adalah kerangka konseptual dari masing-masing standar tersebut. Pertama, definisi Standar Akuntansi Pemerintahan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 dan Government Finance Statistics. SAP merupakan prinsip akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan laporan keungan pemerintah, berbeda halnya dengan GFS yang berisi data statistik. Akan tetapi, input yang digunakan dalam GFS adalah laporna keuangan pemerintah yang menggunakan SAP dalam prinsip penyajiannya. Selain itu, SAP tidak dapat dikomaparasikan setingkat internasional, karena walaupun SAP mengadopsi standar Internasional yaitu International Public Accounting Standard, hal ini tidak menjamin bahwa SAP dapat dikomparasikan dengan Laporan keuangan negara lain. SAP banyak disesuaikan dengan kondisi Indonesia saat ini. Laporan Keuangan yang dihasilkan ditujukan pada penggunanya dalam hal memenuhi kewajiban akuntabiltas, selain itu digunakan dalam menilai kinerja pemerintah. Berbeda dengan GFS, berisi data statistik keuangan yang berlaku secara Internasional. Kedua, SAP hanya bertujuan untuk menyediakan kerangka akuntansi untuk mengetahui kondisi fiskal informasi mengenai kecukupan penerimaan dalam membiayai pengeluaran. Selain itu, laporan keuangan yang dihasilkan berdasarkan SAP hanya ditujukan untuk menilai kinerja sektor pemerintah umum dan untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas. GFS merupakan alat yang digunakan untuk mengevaluasi kebijakan fiskal yang telah berlangsung, yang dapat dilihat dari laporan keuangan yang dihasilkan pemerintah. Berbeda dari SAP, GFS bukan hanya menilai kinerja sektor pemerintah umum, tapi juga menilai
kinerja sektor publik secara keseluruhan yang menggunakan dana pemerintah. GFS diharapkan dapat menghasilkan data yang menggambarkan outcome dan bisa dibandingkan secara internasional. Basis akrual digunakan dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Akan tetapi, pemerintah Indonesia belum menggunakan basis akrual secara penuh bisa dikatakan dengan acrual modified, ini dibuktikan dengan masih adanya Laporan Realisasi Anggaran yang masih berbasis kas. Hal ini disebabkan karena Anggaran yang ada pada APBN/APBD masih menggunakan basis kas. GFS lebih menekankan pada istilah aktivitas ekonomi dibandingkan dengan SAP yang menyebutnya dengan sesuai nama akun yang ada misalnya aset, kewajiban, pendapatan dan lain-lain. Perbedaan istilah ini membuat keduanya tampak berbeda, padahal sebenarnya maksudnya adalah sama, tetapi GFS lebih s umum sedangkan SAP lebih spesifik. Aktivitas ekonomi yang dimaksud oleh GFS nantinya akan berhubungan langsung dengan aset, kewajiban, pendapatan dan lain-lain yang dimaksud oleh SAP. Selain itu, SAP tidak menjelaskan lebih rinci penyebab pencatatan aset, kewajiban, pendapatan, dan lain-lain yang dimaksudkan. Padahal, maksud dari GFS dapat melengkapi basis akrual yang dimaksud SAP yaitu pencatatan akun-akun tersebut disebabkan oleh perolehan, pertukaran, perubahan transfer, maupun penghapusan. Keempat, penilaian terhadap aktivitas ekonomi yang dilakukan. SAP menilai atau mengukur aset dan kewajibannya berdasarkan nilai wajar. Penilaian ini dianggap dapat diandalakan karena lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Menurut GFS seluruh flows dan stocks dinilai pada jumlah dimana aset dan kewajiban tersebut dapat dipertukarkan, dengan kata lain, GFS menggunakan sistem harga pasar yang berlaku. Hal ini sejalan dengan kebutuhan GFS yang berguna untuk 5
ekonomi makro, dimana ekonomi makro sangat bergantung pada keadaan pasar, sehingga nilai yang terdapat pada GFS menyesuaikan dengan harga pasar agar relevan. Kelima, Ruang lingkup GFS dan SAP yang berbeda. BLU menyusun laporan keungan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia, akan tetapi sebagai satuan kerja kementrian/lembaga yang diwajibkan untuk membuat laporan keungan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal ini menyebabkan laporan keuangan BLU/BLUD harus dikonversi ke laporan berdasarkan SAP. Indonesia mempunyai unit serupa dengan yang dimaksudkan dalam GFS, akan tetapi unit selain yang disebutkan dikategorikan dalam penyertaan modal yang dipisahkan dari APBN/APBD, sehingga tidak dikonsolidasikan dengan laporan keuangan konsolidasi pemerintah pusat. Akan tetapi, dilaporkan dalam penyertaan modal pada beban maupun belanja di Laporan Keuangan. Social Security Fund atau di Indonesia dikenal dengan nama Dana Jaminan Sosial. Dana tersebut dikelola oleh lembaga unit pemerintah. Pemerintah Indonesia mempunyai unit lembaga ini, yaitu Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS), PT Taspen dan lain sebagainya. Standar Akuntansi Pemerintahan tidak mencakup lembaga ini. Biasanya bentuk dari unit yang mengelola dana jaminan sosial merupakan perusahaan negara/daerah. Sehingga, unit tersebut melaporkan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi yang mereka terapkan, tidak mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan. Bank Indonesia sebagai bank sentral merupakan unit sendiri dari pemerintah yang posisinya sejajar dengan eksekutif. GFS memisahkan Bank Sentral menjadi satu subsektor unit tersendiri. Bank indonesia tidak menerapkan Standar Akuntansi Pemerintahan, akan tetapi menggunakan standar akuntansi tersendiri yaitu Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia
(KAKBI). Standar akuntansi ini berbeda juga dengan prinsip penilaian yang dilakukan oleh GFS, dimana penilaian terhadap aset dan kewajiban berdasarkan harga pasar. KAKBI menerapkan penilaian berdasarkan nilai historis terhadap aset dan keawajibannya. Selain perusahaan keuangan publik, terdapat pula perusahaan non keuangan publik yaitu perusahaan yang dikendalikan oleh pemerintah akan tetapi tidak bergerak dibidang keuangan. bentuk perusahaan ini bisa berupa BUMN/BUMD, Perusahaan nirlaba seperti sekolah dan rumah sakit, serta lembaga lainnya yang melayani masyarakat. C.
Konsep dasar analisis dalam Government Finance Statistics dan Standar Akuntansi Pemerintahan
Standar Akuntansi Pemerintahan tidak mengatur secara khusus tentang konsep yang mendasari analisis dalam laporan keuangan yang dihasilkan. Akan tetapi, Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan pencatatan yang komprehensif atas transaksi dalam lingkup entitas akuntansi maupun entitas pelaporan maupun entitas akuntansi. Transaksi ini diharapkan dapat terintegrasi dengan posisi keuangan yang ada di neraca. Berbeda halnya dengan GFS pengaruh transaksi dibuatkan dalma konsep stock biasa disebut dengan posisi keuangan dan flows biasa disebut dengan aliran dana. Flows berarti aliran dana yang berasal dari transaksi ekonomi yang dilakukan. Flows akan berpengaruh pada stock, sehingga bisa dikatakan perubahan dari stock atau posisi keuangan dapat dijelaskan melalui flows. Konsep ini hampir sama dengan yanga da pada SAP. GFS sebagai sistem yang komprehensif dalam menangani kebijakan yang harus mencakup semua aspek yang relevan. Transaksi yang sangat kompleks dari suatu negara dijadikan dalam suatu konsep dasar yang disebut dengan stock dan flows. Sebenarnya, yang dimaksud sama dengan apa yang ada dalam Standar 6
Akuntansi Pemerintahan hanya terdapat satu hal, yang akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap data yang dihasilkan. Standar Akuntansi Pemerintahan mengakui transaksi secara keseluruhan, baik itu pembentukan, perubahan, pertukaran, transfer, atau hilangnya nilai ekonomis yang mempengaruhi posisi keuangan. GFS memisahkan aliran perubahan yang disebabkan oleh perubahan volume atau nilai dari aset dan kewajiban yang bukan berasal dari transaksi. Transaksi yang dimaksud adalah transaksi pertukaran dan transfer aset dan kewajiban. Contohnya, dalam GFS aset dinilai berdasarkan harga pasar, harga pasar relatif berubah setiap tahun, sehingga perlu ada penyesuaian, ketika dilakukan penyesuaian keuntungan atau kerugian akibat kejadian tersebut dalam GFS diakui dalam Other Economic Flows sedangkan dalam SAP diakui sebagai dampak kumulatif yang ada pada laporan perubahan ekuitas. D.
Perbandingan Hasil Government Finance Statistics (GFS) dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Analisis makroekonmi berkaitan dengan kebijakan fiskal pemerintah. Hal penting yang sangat mempengaruhi kebijakan fiskal adalah kas. Kas merupakan dana atau sumber daya yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan memenuhi semua kebutuhan masyarakat berupa barang dan jasa. Kas yang dimaksud tersebut dihubungkan dengan anggaran pemerintah. Sistem penganggaran di Indonesia masih menggunakan basis kas, dimana semua
anggaran penerimaan dan pengeluaran diakui ketika ada arus kas masuk atau keluar. Penganggaran berbasis kas masih diterapkan di Indonesia karena dianggap praktis dan lebih tepat waktu. Mengingat, data fiskal dibutuhkan cepat, selain itu juga dapat mengetahui efisiensi pengelolaan kas.akan tetapi, GFS yang diterapkan adalah basis akrual. Hal ini dianggap memperlambat penyediaan data fiskal, karena pembuatan laporan GFS diperkirakan menghabiskan waktu minimal 3 bulan dari periode pelaporan. Belajar dari penerapan pelaporan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015, banyak pemerintah daerah yang mengalami keterlambatan. Berikut ini peneliti mencoba membandingkan Anggaran menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan GFS. Data yang digunakan yaitu data laporan keungan pemerintah pusat tahun 2012. SAP memiliki laporan arus kas yang menunjukkan kas masuk dan kas keluar pemerintah dan memiliki Laporan Realisasi Anggaran yang bertujuan untuk membandingkan dengan anggaran yang telah dibuat, hal ini dikarenakan sistem penganggaran masih berbasis kas. Laporan Realisasi Anggaran yang dimiliki SAP berbeda dengan struktur Laporan Arus Kas walaupun keduanya berbasis kas, sedangkan GFS mempunyai laporan sumber dan penggunaan kas yang hampir sama dengan laporan opersional.
7
Tabel 1 Analisis Perbandingan arus kas SAP dan GFS (dalam miliaran rupiah) Selisih GFS1 SAP2 (GFS-SAP) Cash receipt from operating 1 activities Cash payment from operating 2 activities Net cash inflow from operating 3 activities (1-2) Purchase of nonfinancial 4 assets Sales of nonfinancial 5 assets Net cash outflow: investments in Nonfinancial 6 Assets (4-5) Net acquisition of financial assets other 7 than cash Net incurrence 8 of liabilities Net cash inflow from financing 9 activities (8-7)) Net change in the stock of 10 cash (3-6+9)
Rp 1.337.983,44
Rp 1.336.338,40a
Rp
1.645,04
Rp 1.345.212,46
Rp 1.345.212,46b
Rp
(0,00)
Rp
(7.229,02)
Rp
(8.874,07)
Rp
1.645,05
Rp
144.552,71
Rp
144.552,71c
Rp
(0,00)
Rp
126,18
Rp
126,18d
Rp
(0,00)
Rp 144.426,53
Rp
144.426,53
Rp
0,00
Rp
14.804,50
Rp
16.082,49e
Rp (4.058,06)
Rp
140.792,66
Rp
191.240,66f
Rp (53.228,07)
Rp 125.988,16
Rp
175.158,17
Rp (49.170,01)
Rp
Rp
21.857,57
Rp (47.524,96)
(25.667,39)
Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (Audited) tahun 2012 dan GFS Yearbook Questionnaire Tahun 2012
Tabel 1 menggambarkan perbandingan arus kas menggunakan SAP dan GFS. Unit pemerintah yang dipilih yaitu salah satu sub sektor kecil dari General Government yakni pemerintah pusat. Laporan keuangan pemerintah pusat mencakup Pemerintah pusat, Kemeterian/lemabaga dan BLU. Analisis
tabel 1 menunjukkan bahwa untuk arus kas GFS dan SAP terdapat selisih yang disebabkan oleh beberapa perbedaan antara lain: 1)
Perbedaan klasifikasi aset keuangan yang pada GFS dan aset yang ada pada SAP. Aset keuangan yang dimaksud
8
2)
3)
4)
5)
dalam GFS sama maksudnya dengan aset lancar yang ada pada SAP kecuali persediaan. Liabilitas dalam GFS merupakan klaim dari institusional lain. Klasifikasi libilitas dalam GFS sama dengan klasfikasi aset keuangan Penerimaan dari aktivitas operasi berupa pendapatan, terdapat selisih pada penerimaan hibah yang disebabkan oleh hibah dalam bentuk barang dan jasa yang nilainya dalam SAP tidak disajikan berdasarkan harga pasar, sehingga perlu disesuaikan Perbedaan kenaikan/penurunan kas dikarenakan terdapat pos Arus Kas dari aktivitas non anggaran pada Laporan Arus Kas. Sistem Penganggaran di Indonesia masih menggunakan basis kas, sehingga terdapat pengeluaran kas yang tidak dianggarkan dimasukkan dalam Laporan Arus Kas karena masih menggunakan dana pemerintah. Berbeda jika sistem penganggaran berbasis akrual, arus kas dari aktivitas non anggaran tidak akan muncul Laporan Arus Kas pada SAP diklasifikasikan sebagai Arus Kas dari Aktivitas Investasi yang terdiri dari investasi dari aset tetap dan investasi jangka panjang, sedangkan dalam GFS aktivitas investasi untuk aset tetap dimasukkan kedalam investment from non financial assets dan aktivitas investasi dimasukkan ke dalam Net acquisition of financial assets other than cash. Perbedaan klasifikasi arus kas pada SAP dan GFS menimbulkan perbedaan nominal pada setiap jenis arus kas.
Selisih yang dihasilkan dari analisis ini menujukkan angka yang cukup besar karena selisih saldo kas sebesar 47 triliun. Perbedaan yang sangat besar dapat menimbulkan kebingungan pada pengguna kedua laporan tersebut. Kas merupakan alat yang sangat praktis untuk mengukur fiskal,
terdapat perbedaan yang dihasilkan oleh kedua penyajian laporan yang berbeda sedangkan standar pelaporan tersebut samasama digunakan. Solusi dari perbedaan ini yaitu dapat membuat treatment dan petunjuk rekonsiliasi yang jelas mengenai perbedaan penyajian yang terjadi, terutama untuk perbedaan klasifikasi. Selain dilihat dari arus kas, dapat diperhatikan pula pengaruh Net Worth jika menggunakan SAP dan GFS. Net Worth menunjukkan nilai kekayaan bersih, yang didefiniskan sebagai total aset dikurangi liabilitas. Hal ini dapat menunjukkan kinerja keuangan dan keberhasilan kebijakan fiskal yang telah dilakukan. Setelah itu, dapat ditentukan keberlanjutan kebijakan fiskal tersebut dilihat dari manajemen sumber daya yang efisien yang ditunjukkan dengan peningkatan atau penurunan Net worth. Analisis dilakukan dengan membandingkan Net worth yang dihasilkan SAP dan GFS seperti yang ada pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan perbedaan pada Net Worth yang dihasilkan. Angka tersebut ternilai signifikan dalam pemerintahan. Pada tabel tersebut bisa dilihat pada hampir semua akun terdapat selisih. Perbedaan pendapatan GFS dan SAP berdasarkan perbedaan hasil tersebut terletak pada beberapa hal sebagai berikut: 1) 2) 3)
4)
Klasifikasi akun dalam GFS lebih spesifik dibandingkan dengan SAP Penerimaan bukan pajak dan penerimaan hibah Belanja perbedaan utamanya terdapat pada belanja modal. Belanja modal tidak diklasifikasikan GFS sebagai expense akan tetapi dimasukan ke transaksi dalam aset non keuangan pada laporan operasional Aset keuangan dan aset non keuangan, pada SAP aset hanya dibedakakan atas aset lancar dan tidak lancar. Aset lancar maupun aset tidak lancar terdiri dari aset keuangan dan aset non
9
5)
keuangan. Kekeliruan dalam klasifikasi biasanya disebabkan oleh hal tersebut Aset lain-lain pada kelompok aset lainnya terbagi menjadi Aset keuangan
dan aset non keuangan, jika di mappingkan ke dalam GFS 6) Belanja hibah disebabkan dan belanja barang disebabkan oleh penilaian yang tidak disesuaikan dengan harga pasar. Tabel 2 Analisis Perbedaan Net Worth SAP dan GFS
GFS SAP Laporan Operasional Total 1 Pendapatan Rp 1.337.983,44 Rp 1.338.109,63 2 Total Belanja Rp 1.345.212,46 Rp 1.491.410,22 Net Operating Result (1+2) Rp (7.229,02) Rp (153.300,60) Neraca 3 Aset Keuangan Rp 1.411.409,11 Rp 1.309.154,14 Aset Non 4 Keuangan Rp 2.178.770,92 Rp 2.123.828,69 Total Aset 5 (3+4) Rp 3.590.180,03 Rp 5.226.403,60 6 Liabilitas Rp 2.156.885,97 Rp 2.153.914,62 Net Worth (5-6) Rp 1.433.294,06 Rp 3.072.488,98
Dalam miliaran rupiah Selisih
Rp Rp
(126,19) (146.197,76)
Rp Rp Rp
146.071,58 102.254,97
Rp
(54.942,23)
Rp Rp Rp
(157.197,20) 2.971,35 (1.54.225,85)
Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (Audited) tahun 2012 dan GFS Yearbook Questionnaire 2012
E.
Mapping Akun Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ke Government Finance Statistics (GFS)
Perbedaan klasifikasi akun, istilah dan definisi dalam SAP dan GFS menyebabkan perbedaan nominal pada laporan yang dihasilkan, padahal laporan tersebut samasama saling keterkaitan karena laporan keuangan berdasarkan SAP merupakan input utama dari GFS. Konsolidasi diperlukan agar SAP sesuai dengan GFS. Beberapa akun yang perlu dikonsolidasi adalah sebagai berikut: 1)
Pendapatan-LO operasional dikonsolidasikan ke Revenue dan pendapatan non operasional yang berupa surplus penyelesaian kewajiban jangka panjang, dan pendapatan luar biasa dikonsolidasikan ke Other Revenue.
2)
3)
4)
Pendapatan-LO dimasukkan kedalam Statement of Operation Beban operasional dikonsolidasikan ke Expense dan beban non operasional berupa defisit penyelesaian kewajiban jangka panjang, dan beban luar biasa dikonsolidasikan ke Other Expense. Beban dimasukkan ke dalam Statement of Operation Belanja modal yang terdapat pada Laporan Realisasi Anggaran, Surplus/defisit penjualan aset non lancar dikonsolidasikan ke Transaction in Nonfinancial Assets dalam Statement of operation dan Statement of Sources and Uses of Cash. Pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri dikonsolidasikan ke dalam
10
5)
6)
7) 8)
9)
10)
11)
12)
Transaction in Financial Assets and Liabilities Pada Laporan perubahan ekuitas terdapat dampak kumulatif perubahan kebijakan/kesalahan mendasar yang berupa koreksi nilai persediaan dikonsolidasikan ke Change in net worth due holding gain and loses pada Inventories, dampak kumulatif berupa selisih revaluasi aset tetap dikonsolidasikan ke Change in net worth due holding gain and loses pada fixed assets. Semua dampak kumulatif tersebut dilaporkan kedalam Statement of other economic flows Aset lancar selain persediaan, Investasi jangka panjang, Piutang jangka panjang, beberapa aset lainnya di neraca dikonsolidasikan ke Financial Assets dan dimasukkan kedalam Balance Sheet Persediaan dikonsolidasikan ke Inventories dalam Balance Sheet Aset tetap dikonsolidasikan ke Fixed Assets dan Non produced Asset dalam Balance sheet Kewajiban seluruhnya dikonsolidasikan ke Liabilities dalam Balance sheet Arus kas operasi berupa arus kas masuk operasi dikonsolidasikan ke revenue cash flows, sedangkan arus kas operasi berupa kas keluar dikonsolidasikan ke expense cash flows dalam Statement of source and uses of cash Arus kas bersih dari aktivitas investasi dikonsolidasikan ke cash flows from transaction in nonfinancial assets dalam Statement of source and uses of cash Arus kas bersih dari aktivitas pendanaan dikonsolidasikan ke cash flows from financing activities dalam Statement of source and uses of cash
F.
Konsolidasi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Government Finance Statistics (GFS)
Cakupan SAP meliputi Pemerintah pusat termasuk kementerian lembaga, pemerintah daerah dan BLU/BLUD, sedangkan GFS memiliki cakupan yang luas meliputi pemerintah umum dan sektor publik. Hal ini yang membuat GFS menggambarkan lebih detail tentang kondisi keuangan pemerintah yang sebenarnya. Berdasarkan perbedaan cakupan, untuk menghasilkan laporan statistik keuangan berdasarkan GFS untuk menganalisis kebijakan fiskal, maka laporan keuangan berdasarkan SAP harus di konsolidasikan dengan unit institusional yang termasuk dalam sektor dan subsektor dalam GFS. Sektor dalam GFS terbagi menjadi sektor pemerintah umum dan sektor publik. Sektor publik terdiri dari sektor pemerintah umum dan sektor korporasi publik . Standar Akuntansi Pemerintahan hanya mencakup sektor pemerintah umum saja tanpa sektor korporasi publik. Pemerintah Australia yang telah menerapkan akuntansi berbasis akrual dan sistem GFS telah mempunyai standar tentang prsedur dan sistem konsolidasi AAS ke GFS yang tertuang dalam Australian Accounting Standards Board 1049. Standar tersebut berisi prosedur konsolidasi dan rekonsiliasi dari AAS yang merupakan Standar Akuntansi Pemerintahan di australia. Indonesia masih belum mempunyai standar prosedur tentang konsolidasi SAP ke GFS. Konsolidasi dilakukan untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah keseluruhan yang dimaksudkan dalam GFS yang berasal dari sektor pemerintah umum dan sektor korporasi publik. Sektor korporasi publik terdiri dari subsektor korporasi publik keuangan dan korporasi publik non keuangan.
11
Konsolidasi Sektor Pemerintah Umum, Proses konsolidasi laporan keuangan sektor pemerintah umum diatur dalam PSAP Nomor 11 tentang Laporan Konsolidasian, berapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: a) Laporan keuangan yang dikonsolidasikan yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, kemeterian lembaga dan bendahara umum negara b) Periode laporan keuangan yang dikonsolidasikan berasal dari periode pelaporan yang sama c) Proses konsolidasi dilakukan dengan mengeliminasi akun-akun resiprokal yang dapat dilihat berdasarkan tabel 4.8 d) Prosedur konsolidasi dilakukan dengan menggabungkan dan menjumlahkan akun yang merupakan entitas pelaporan dalam sektor pemerintah umum. Laporan keuangan entitas pelaporan berasal dari laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara organisatoris berada dibawahnya e) Laporan keuangan BLU digabungkan pada kementerian/lembaga teknis yang membawahinya.
keuangan. kedua korporasi tersebut, kemudian dikonversikan kedalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Lampiran 1 Menunjukkan contoh konversi Korporasi publik ke SAP dan GFS.
Konsolidasi Sektor Korporasi Keuangan dan Konsolidasi Sektor Korporasi Non Keuangan. Korporasi keuangan dan non keuangan publik menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, tidak menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan. Korporasi keuangan dan non keuangan yang dimaksud adalah korporasi keuangan yang merupakan perusahaan negara/daerah maupun, perusahaan yang di investasikan pemerintah melebih 50%, sehingga pemerintah mempunyai hak voting dan pengendalian dalam perusahaan tersebut dalam hal kebijakan perusahaan tersebut.
1)
Laporan keuangan dari seluruh korposasi keuangan digabungkan, begitu juga laporan keuangan seluruh korporasi non
Setelah itu, Konsolidasi Sektor Pemerintah Umum, Korporasi Keuangan Publik, dan Korporasi Non Keuangan Publik dalam Standar Akuntansi Pemerintahan. Hubungan pemerintah umum keseluruhan dengan korporasi keuangan publik dan korporasi keuangan non publik dikarenakan karena adanya dana pemerintah kepada korporasi keuangan publik maupun korporasi non keuangan publik. Akan tetapi dana pemerintah yang mengalir pada korporasi tersebut diakui sebagai penyerataan modal pemerintah, sehingga pada umumnya diperlakukan seperti investasi, dan menjadi kekayaan pemerintah yang terpisahakan serta tidak dikonsolidasikan pada sektor pemerintah umum. Sebelum mengkonsolidasikan laporan SAP ke GFS, maka sektor pemerintah umum dan sektor korporasi publik perlus dikonsolidasikan agar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Prosedur konsolidasi yang dilakukan yaitu: Pencatatan akuntansi menggunakan metode biaya dan metode ekuitas. Metode biaya merupakan metode pencatatan investasi sebesar biayanya, apabila menerima dividend dan jumlahnya melebihi bagian pemerintah atas laba korporasi publik, maka dianggap sebagai pemulihan investasi. Metode ini digunakan untuk kepemilikan pemerintah pada korporasi publik kurang dari 20%. Sedangkan metode ekuitas adalah metode pencatatan investasi yang pemerintah mencatat investasi sebesar jumlah investasi pemerintah pada korporasi dikurangi dengan bagian laba pemerintah pada korporasi publik tersebut. Metode ini digunakan ketika pemerintah mempunyai persentase
12
2)
3)
4)
5)
6)
7)
kepemilikan melebih 20% sehingga berpengaruh signifikan terhadap korporasi publik tersebut. Mengkombinasikan laporan pemerintah secara keseluruhan dengan terdapat kolom untuk setiap entitas pelaporan, dan membuat kertas kerja konsolidasi seperti pada lampiran 2. hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu: a. Nilai buku dari persentasi investasi pemerintah pada setiap korporasi keuangan publik dan korporasi non keuangan publik dieliminasi b. Hak pemilik minoritas pada korporasi keuangan publik dan korporasi non keuangan publik dikonsolidasi, dan diidentifikasi secara terpisah pada Net aset atau ekuitas Ketika pembagian hasil, proporsi pembagian dividen ataupun perubahan pada aset bersih/ekuitas dialokasikan ke bagain pemerintah dan kepada pemeilik minoritas Saldo yang berasal dari pendapatan, beban antar pemerintah dan korporasi keuangan publik serta korporasi non keuangan publik di eliminasi secara penuh Saldo yang berasal dari pendapatan dan transfer, beban dan dividen yang menjadi hak pemerintah pada investasi di korporasi keuangan publik maupun korporasi non keuangan publik di eliminasi penuh Kerugian atau keuntungan yang berasal dari transaksi antar pemerintah umum, korporasi keuangan publik dan korporasi seperti penjualan persediaan, aset tetap dan lain-lain dieliminasi penuh Laporan keuangan pemerintah umum, korporasi keuangan publik, dan korporasi non keuangan publik yang digunakan dalam konsolidasi adalah laporan periode yang sama, apabila berbeda tanggal pelaporan dibutuhkan penyesuaian
8)
Laporan keuangan pemerintah umum, korporasi keuangan publik dan korporasi non keuangan publik menggunakan standar yang sama yaitu Standar Akuntansi Pemerintahan.
Langkah terakhir yaitu melakukan Konsolidasi Laporan Konsolidasian Sektor Pemerintah Umum, Korporasi Keuangan Publik dan Korporasi non keuangan publik berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan ke Government Finance Statistics. Konsolidasi laporan keuangan Sektor Pemerintah Umum, Korporasi Keuangan Publik dan Korporasi non keuangan publik berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan disajikan ke dalam laporan yang sesuai dengan pelaporan GFS dengan memperhatikan indikator fiskal yang ada. Prosedur konsolidasi yang dilakukan yaitu: 1)
2)
3) 4)
5)
Konsolidasi SAP dan GFS memperhatikan GFSM terbaru, mengetahui perubahan, serta pengaruhnya terhadap konsolidasi Membuat daftar cakupan laporan statatistik keuangan pemerintah, menjelaskan unit institusionalnya, serta penjelasan ketika terjadi perubahan terhadap daftar unit institusional dari tahun sebelumnnya Membuat definisi sektor dari cakupan statistik keuangan pemerintah Laporan keuangan dari semua unit institusional dari seluruh sektor yang meliputi sektor pemerintah umum, korporasi keuangan publik, dan korporasi non keuangan publik sudah konsisten dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Menjelaskan indikator fiskal yang digunakan dalam statistik keuangan pemerintah. Indikator keseimbangan fiskal dalam statistik keuangan pemerintah menurut PMK 275 Tahun 2014 Tentang Manual Statistik Keuangan Pemerintah meliputi Saldo kas atau surplus/defisit (Cash balance
13
6)
7)
8)
or surplus/deficit), keseimbangan operasi neto (Net Operating Balance), Keseimbangan operasi bruto (Gross Operating balance), peminjaman neto/pinjaman neto (Net lending/borrowing), Saldo kas primer (Primary Operating Balance), keseimbangan primer (Primary balance). Menyiapkan informasi laporan keuangan berupa laporan operasional dan neraca yang telah menjelaskan perubahan ekuitas setiap sektor sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan tidak ada masalah, disesuaikan dnegan investasi pemerintah pada korporasi keuangan publik dan korporasi non keuangan publik Menyiapkan kertas kerja konsolidasi yang telah dilakukan pada Laporan konsolidasian pemerintah umum, korporasi keuangan publik dan korporasi non keuangan publik seperti pada lampiran 2. Membuat catatan pada setiap perbedaan indikator fiskal dalam GFS dengan SAP dan membuat rekonsiliasi terhadap perbedaan perbedaan yang terjadi, serta penjelasannya. Contoh perbedaan yang dapat terjadi yakni: a. Pengakuan perubahan nilai wajar terbagi menjadi dua yaitu perubahan karena Consumption of fixed capital dan perubahan harga. Perubahan karena Consumption of fixed capital diakui dalam GFS ke Statement of Operation yang berasal dari transaksi, sedangkan perubahan harga diakui dalam sebagai arus ekonomi lainnya dalam Statement of other economics flow b. Subsidi yang diberikan pemerintah kepada korporasi keuangan publik atau korporasi non keuangan publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
tidak direkonsiliasi untuk dieliminasi karena dalam GFS hal tersebut dianggap sebagai beban pemerintah umum untuk masyarakat dan beban masyarakat/rumah tangga kepada korporasi keuangan dan non keuangan publik c. GFS mengakui piutang tak tertagih yang dihapus, akan tetapi tidak mengakui pemunculan kembali piutang yang tealh dianggap sebagai piutang tak tertagih d. Persediaan pada SAP diakui sebesar biaya perolehan apabila diperoleh dari pembelian, harga pokok produksi apabila diproduksi sendiri, nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lain seperti donasi, sitaan dan lain-lain. Sedangkan dalam GFS diakui sebesar harga pasar yang berlaku. KESIMPULAN Government Finance Statistics (GFS) merupakan sistem yang tepat untuk menganalisis dan mengevalusi kebijakan fiskal disuatu negara. Input utama GFS adalah Laporan Keuangan Pemerintah yang menggunakan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang berlaku. Penerapan GFS di Indonesia belum memadai dikarenakan anggaran yang belum berbasis akrual, prosedur dan teknis penyesuaian GFS ke SAP belum lengkap, kesulitan pemerintah dalam menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual yang baru diterapkan sepenuhnya pada Tahun 2015. Ruang lingkup penerapan pada SAP hanya terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sedangkan berbeda dengan GFS terdiri dari keseluruhan pemerintah yang terdiri dari pemerintah umum (pemerintah pusat dan daerah), korporasi keuangan publik, dan korporasi non keuangan publik.
14
Perbedaan definisi, istilah dan klasifikasi akun pada GFS dan SAP. Perbedaan definisi dan istilah SAP tersebut dapat berpegaruh pada klasifikasi akun pada GFS sehingga angka pada laporan GFS dan SAP berbeda. Perbedaan yang mencolok tentang klasifikasi akun adalah pengklasifikasian aset dan liabilitas. Aset dan liabilitas pada SAP diklasifikasikan dalam aset lancar dan non lancar, sedangkan pada GFS diklasifikasikan menjadi financial assets dan non financial assets. Hal ini menyebabkan ada beberapa akun pada SAP dapat dikategorikan pada dua klasifikasi GFS. Misalnya aset lain-lain pada klasifikasi aset non lancar pada SAP dapat terbagi menjadi financial assets dan non financial assets pada GFS. Oleh karena itu, Konsolidasi diperlukan untuk mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada SAP dan GFS. Penyesuaian SAP dan GFS diperlukan kerja sama oleh berbagai pihak untuk terus mengembangkan sistem, prosedur dan sumber daya yang dibutuhkan, agar GFS dapat diterapkan semaksimal mungkin. Selain itu Pemerintah perlu lebih terbuka dengan data yang dibutuhkan oleh publik sehingga dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan data yang terbaru. DAFTAR PUSTAKA Amriani, T. N. (16 Mei 2014). Menyongsong Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual. Diakses pada Februari, 19 2016 pukul 11:45 dari http://www.bppk.kemenkeu.go.id/berita -makassar/19410-menyongsongpenerapan-akuntansi-pemerintahanberbasis-akrual Australian Accounting Standards Boards.2011. AASB 1049 : Whole of Government and General Government Sector Financial Reporting. Australia : AASB
Barton, Allan. Maret 2007. Accrual Accounting and Budgeting System Issues In Australian Government. Australian Accounting Review Volume 17 Maret 2007,1;Accounting & Tax Periodicals pg.38 -----------. 2011. Why Government Should Use the Government Finance Statistics Accounting System. ABACUS. Volume 47, No. 4, 2011 Bogdab, Robert dan Sari Knopp Biklen.1982.Qualitative Research for Education:An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon Budding, TjerkGroot dan Tom Groot.2008. New Public Managemment’s Current Issues and Future Prospects.Financial Accountability & AMP Management. Amsterdam Challen, Don dan Craig Jeffery.2003.Harmonisation of Government Finance Statistics and Generally Accepted Accounting Principles. Australian Accounting Review Volume 13 Februari 2003 Deloitte Public Sector Paper. Mastering the Transformation: New Public Management, Accrual Accounting, and Budgeting (internet file, last updated November 2004) Departemen Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum Sistem AKuntansi Pemerintah. PMK Nomor 238 Tahun 2011 ----------------------------.Peraturan Menteri Keuangan tentang Manual Statistik Keuangan Pemeirntah Indonesia. PMK Nomor 275 Tahun 2014 ---------------------------- Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Akuntansi
15
dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum. PMK Nomor 76 Tahun 2008
Indonesia. Undang-Undang tentang Pembendaharaan Negara. UU Nomor 1 Tahun 2004
Dziobek, Claudia. Januari 2013. Recent Improvement to the Government Finance Statistics Yearbook Database in Response to Analytical Needs. IMF Working Paper WP/13/15
-----------. Undang-Undang tentang Keuangan Negara. UU Nomor 17 Tahun 2003
---------------------.Mei 2013. Definition of Government in IMF-Supported Programs. Technical Notes and Manuals Fuad, Noor.2006. Government Finance Statistics: Beserta Ilustrasi Penerapannya di Indonesia. Jakarta: Lembaga Pengkajian Keuangan Publik dan Akuntansi Pemerintah Glossary Pemerintahan dari situs Kementerian Dalam Negeri di akses http://www.kemendagri.go.id/pages/gl ossary/pemerintahan/letter/ALL/page/ 000007 diakses 23-11-2015 Groertz, Gary dan James Mahoney. 2006. A Tale of Two Cultures: Qualitatuve and Quantitative Research in The Social Sciences. New Jersey: Princeton University Press http://www.span.depkeu.go.id/content/works hop-government-finance-statistic-gfs
diakses tanggal 24 November 2015 pukul 10.22 WIB http://www.wikiapbn.org/statistik-keuanganpemerintah/ diakses pada tanggal 4
Januari 2016 pukul 17.00 WIB Halim, Abdul, dan Syam Kusufi. 2012. Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi Sektor Publik, dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Salemba Empat. Jakarta.
-----------. Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013. UU Nomor 24 Tahun 2004 -----------. Undang-Undang tentang Bank Indonesia. UU Nomor 3 Tahun 2004 -----------. Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan Bangunan. UU Nomor 12 Tahun 1994 -----------. Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. UU Nomor 20 Tahun 1997 -----------. Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. UU Nomor 36 Tahun 2008 -----------. Peraturan Pemerintah Tentang Standar Akuntansi Pemerintah. PP Nomor 71 Tahun 2010 -----------. Peraturan Pemerintah Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. PP Nomor 23 Tahun 2005 -----------. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pelaksanaan Angagran Pendapatan dan Belanja Negara. PP Nomor 45 Tahun 2013 International Monetary Fund. Government Finance Statistics Manual 2001 -----------------------------------. Government Finance Statistics Manual 2014 IMF
16
International Public Sector Accounting Standards Board. IPSASs and Government Finnace Statistics Reporting
Sekaran, Uma. 2011. Research Methods for Bussines (Metodologi Penelitian Untuk Bisnis). Jakarta: Salemba Empat
Kynga¨s, dan Satu ELo. 2007. The Quantitative Content Abalysis Process.JAN Research Methodology. pg 107-112, http://sciencedirect.com 15 Januari 2016
Waryanto, Puput. Maret 2015. Relevansi Penerapan Government Finance Statistics dalam Menilai Kebijakan Fiskal. Jurnal BPPK Volume 8; 53-74
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Marzuki.2005.Metodologi Riset Panduan Penelitian Bidang Bisnis dan Sosial Edisi Kedua. Yogyakarta : Ekosiana Moleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Yogyakarta: Rosda Muro, Paul.1998.Corruption and composition of government expenditure.Journal of Public Economics. Volume 69 (1998) 263279 Nordiawan, Deddy.2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat Pedregal, Diego dan Javier Perez. 2009. Should quarterly government finance statistics be used for fiscal surveillance in Europe?.International Journal of Forecasting 26 (2010) 794-807, http://sciencedirect.com 10 Januari 2016 Prastowo, A. 2012.Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Robinson, Marc. April 2009. Accrual Budgeting and Fiscal Policy. IMF Working Paper WP/09/84
17
LAMPIRAN 1 Contoh Konversi Akun Laporan Keuangan Korporasi Publik ke SAP dan GFS GFS Report Statement of Operation Transaction Affecting Net Worth: 1 Revenue 11 Taxes 12 Social contribution 13 Grants 14 Other revenue 2 Expense 21 Compensation of employees 22 Use of goods and services 23 Consumption of fixes capital 24 Interest 25 Subsidies 26 Grants 27 Social benefits 28 Other expense Net/gross operating balance NOB/GOB (1-2)
18
LAMPIRAN 2 Contoh Kertas Kerja Konsolidasi
KERTAS KERJA KONSOLIDASI PEMERINTAH INDONESIA KESELURUHAN
Akun
Laporan Operasional Transaksi PENDAPATAN PENDAPATAN PERPAJAKAN Pendapatan Pajak Penghasilan Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan Pendapatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Pendapatan Cukai Pendapatan Bea Masuk Pendapatan Pajak Ekspor Pendapatan Pajak Lainnya Jumlah Pendapatan Perpajakan PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK Pendapatan Sumber Daya Alam Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak PENDAPATAN HIBAH Pendapatan Hibah Jumlah pendapatan hibah JUMLAH PENDAPATAN BEBAN Beban Pegawai Beban Persediaan Beban Jasa Beban Pemeliharaan Beban Perjalanan Dinas Beban Bunga Beban Subsidi Beban Hibah Beban Bantuan Sosial Beban Penyusutan Beban Transfer Beban Lain-Lain JUMLAH BEBAN SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN OPERASIONAL (Net Result From Transactions-Net Operating Balance )
Pemerintah Umum
Korporasi Keuangan Publik
Korporasi Non keuangan publik
Pemerintah keseluruhan sebelum rekonsiliasi ke GFS
Eliminasi
Pemerintah keseluruhan setelah rekonsiliasi ke GFS
Rekonsiliasi
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
598,50 234,89 75,83 97,89 98,70 77,60 34,70 12,90 1.231,01
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
598,50 234,89 75,83 97,89 98,70 77,60 34,70 12,90 1.231,01
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
598,50 234,89 75,83 97,89 98,70 77,60 34,70 12,90 1.231,01
Rp Rp Rp Rp
77,90 87,90 66,60 232,40
Rp Rp
223,00 223,00
Rp Rp
412,00 412,00
Rp
(299,40)
11
Rp Rp Rp Rp
77,90 87,90 402,20 867,40
Rp Rp Rp Rp
77,90 87,90 402,20 867,40
Rp Rp Rp
67,00 67,00 1.530,41
Rp Rp Rp
23,00 23,00 246,00
Rp Rp Rp
34,00 34,00 446,00
Rp
(57,00)
2
Rp Rp Rp
67,00 67,00 2.165,41
Rp Rp Rp
79,00 67,00 2.165,41
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(212,20) (45,90) (23,40) (20,20) (34,90) (7,80) (78,40) (12,30) (56,40) (80,90) (478,60) (67,44) (1.118,44)
Rp Rp Rp Rp
(70,00) (11,00) (8,90) (2,20)
Rp Rp Rp Rp
(101,00) (12,50) Rp (7,20) (3,40)
153,40
3
(105,00) Rp
(56,00) Rp Rp Rp (11,00) (67,90)
80,00 30,00 57,00
4
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
(383,20) 84,00 (39,50) (25,80) (34,90) (88,80) (78,40) 44,70 (79,40) (204,80) (478,60) (114,44) (1.399,14)
Rp
2.648,85
Rp
Rp
3.564,55
Rp
Rp Rp
(12,00) Rp (56,00) Rp
Rp Rp
(24,00) Rp (289,10) Rp
535,10
Rp
(27,00) (286,00)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
732,00
Rp
5 6
Rp
(383,20) 84,00 (39,50) (25,80) (34,90) (88,80) (48,40) Rp 44,70 (79,40) (204,80) (478,60) (118,44) Rp (1.373,14)
792,27
12,00
a
(30,00)
b
4,00
c
KEGIATAN NON OPERASIONAL Surplus penjualan aset non lancar Surplus penyelesaian kewajiban jangka panjang Defisit Penjualan aset non lancar Defisit Penyelesaian kewajiban jangka panjang Surplus/Defisit dari kegiatan Non Operasional Lainnya JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON OPERASIONAL SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA POS LUAR BIASA Pendapatan Luar Biasa Beban Luar Biasa POS LUAR BIASA SURPLUS/DEFISIT LO Laporan Perubahan Ekuitas EKUITAS AWAL SURPLUS/DEFISIT-LO DAMPAK KUMULATIF PERUBAHAN KEBIJAKAN/KESALAHAN MENDASAR KOREKSI NILAI PERSEDIAAN SELISIH REVALUASI ASET TETAP LAIN-LAIN DIVIDEN EKUITAS AKHIR Hak Minoritas Laporan Realisasi Anggaran Parsial Belanja barang Belanja modal Neto Pembiayaan dalam negeri Neto pembiayaan luar negeri
Rp Rp Rp Rp Rp
0,70 12,00 3,00 (11,00) 23,00
Rp Rp Rp Rp Rp
23,00 43,00 (22,00) (12,00) (23,00)
Rp Rp Rp Rp Rp
12,00 12,00 (13,00) (43,00) 43,00
Rp Rp Rp Rp Rp
35,70 67,00 (32,00) (66,00) 43,00
Rp Rp Rp Rp Rp
Rp Rp
9,00 544,10
Rp Rp
11,00 743,00
Rp Rp
47,70 839,97
Rp Rp
47,70 3.612,25
Rp Rp Rp Rp
45,00 (33,00) 12,00 851,97
Rp Rp Rp Rp
45,00 (33,00) 12,00 3.624,25
Rp
1.118,00
Rp
-
Rp Rp
27,70 2.676,55
Rp Rp Rp Rp
45,00 (33,00) 12,00 2.688,55 Rp
544,10
Rp
743,00
Rp
345,00
Rp
223,00
Rp
550,00
Rp Rp
(14,40) Rp 24,56 Rp
12,30 44,50
Rp Rp
45,60 66,70
Rp
355,16
Rp Rp Rp
(23,00) Rp 256,80 Rp 43,00 Rp
(23,00) Rp 639,30 Rp 123,00
Rp Rp Rp Rp
24,00 112,00 321,00 -
Rp Rp Rp Rp
22,00 23,00 (34,10) -
34,00 23,00 120,00 -
Rp Rp Rp Rp
Other Economic Flows KOREKSI NILAI PERSEDIAAN SELISIH REVALUASI ASET TETAP LAIN-LAIN
NOTE: Eliminasi dalam konsolidasi Pemerintah umum, Korporasi keuangan publik danKorporasi non keuangan publik Rp 263,40 1 Pendapatan pajak lainnya sebesar Penjualan kepada pemerintah oleh korporasi keuangan Rp 80,00 Penjualan kepada korporasi non keuangan Rp 153,40 Subsidi yang diberikan pemerintah Rp 30,00 Pendapatan dividen pemerintah dari perusahaan keuangan publik Rp 11,00 Pendapatan dividen pemerintah dari perusahaan non keuangan publik Rp 26,00
Rp
114,00
7
Rp
Rp Rp 36,00 (166,00)
8 9
1.118,00
43,50 Rp (43,50) 135,76 Rp (135,76)
d
35,70 67,00 (32,00) (66,00) 43,00
e
Rp Rp
(10,00) 1.085,26
Rp
1.118,00
Rp Rp Rp Rp
80,00 158,00 406,90 -
Rp Rp Rp Rp
80,00 158,00 406,90 -
Rp Rp Rp
43,50 135,76 4,00
Rp Rp Rp
43,50 135,76 4,00
f g h
2 Pendapatan hibah Pendapatan Hibah korporasi non keuangan yang berasal dari pemerintah
Rp
57,00
Rp
57,00
Rp
153,40
Beban persediaan 4 Beban bunga Beban bunga akan utang negara pada Korporasi keuangan publik sebesar
Rp Rp Rp
153,00 80,00 80,00
5 Beban Subsidi Subsidi yang diberikan pemerintah kepada korporasi keuangan Subsidi diberikan kepada korporasi non keuangan
Rp Rp Rp
30,00 13,00 17,00
6 Beban Hibah Pendapatan hibah oleh pemerintah kepada korporasi non keuangan
Rp
57,00
Rp
114,00
Bagian Hak Minoritas korporasi keuangan
Rp
44,00
Bagian Hak Minoritas korporasi non keuangan
Rp
70,00
8 Dividend Dividend yang dibagikan kepada pemerintah yang menjadi hak pemerintah
Rp Rp
36,00 36,00
9 Ekuitas Akhir Hak minoritas pada korporasi keuangan publik Hak minoritas pada korporasi non keuangan publik
Rp Rp Rp
166,00 66,00 100,00
3
Beban persediaan yang berasal dari belanja pada Korporasi non keuangan publik
7 Euitas Awal
Rekonsiliasi SAP ke GFS a Penyesuaian Hibah barang sesuai dengan harga pasar b Subsidi yang diberikan pada korporasi publik, tidak dapat dieliminasi karena dianggap sebagai beban pemerintah kepada masyarakat c Beban piutang tak tertagih tidak dapat dijadikan beban karena bukan atas persetujuan pihak yang berutang d e Nilai persediaan dan revaluasi aset tetap direkonsiliasi ke Other economic Flow karena bukan berasal dari transaksi f g Nilai persediaan dan revaluasi aset tetap direkonsiliasi ke Other economic Flow karena bukan berasal dari arus ekonomi lainnya h Beban piutang tak tertagih tidak dapat dijadikan beban karena bukan atas persetujuan pihak yang berutang sehingga diakui sebagai arus ekonomi lainnya