KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Telepon
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai 2 Direktorat Jenderal Perbendaharaan – Kementerian Keuangan RI Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta 10710 : (021) 352-4551, (021) 344-9230 Ext 5311 / Faksimile : (021) 352-4551 Website : www.ksap.org / E-mail :
[email protected]
DAFTAR UNDANGAN FGD Draf Bultek Akuntansi Pendapatan Perpajakan Gedung Ex MA, 9 Juni 2015 1. Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi dan Pengembangan Pemeriksaan Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan 2. Kepala Direktorat Litbang, Badan Pemeriksa Keuangan 3. Deputi PIP Bidang Perekonomian dan Kemaritiman, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 4. Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, Kementerian Keuangan 5. Direktur STAN 6. Direktur Pengelolaan Kas Negara 7. Inspektur I, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan 8. Inspektur VI, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan 9. Sekretaris Ditjen Pajak Kementerian Keuangan 10. Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan 11. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan 12. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan 13. Direktur Peraturan Perpajakan I, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan 14. Sekretaris Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan 15. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeaan dan Cukai, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan 16. Kepala BPKD Pemprov DKI 17. Kepala DPKD Pemerintah Kota Depok 18. Kepala DPKD Pemerintah Kota Semarang 19. Kepala DPKD Pemerintah Kota Bandar Lampung 20. Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik
KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Telepon
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai 2 Direktorat Jenderal Perbendaharaan – Kementerian Keuangan RI Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta 10710 : (021) 352-4551, (021) 344-9230 Ext 5311 / Faksimile : (021) 352-4551 Website : www.ksap.org / E-mail :
[email protected]
DAFTAR UNDANGAN FGD Draf Bultek Akuntansi Pendapatan Perpajakan Gedung Ex MA, 9 Juni 2015 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Dr. Binsar H. Simanjuntak, CMA, Ketua Komite Kerja Drs. AB Triharta, Ak., MM., Wakil Ketua Komite Kerja Sonny Loho, Ak., MPM., Sekretaris Komite Kerja Dr. Jan Hoesada. , Anggota Komite Kerja Yuniar Yanuar Rasyid, Ak., MM., Anggota Komite Kerja Dr. Dwi Martani, Ak., Anggota Komite Kerja Sumiyati, Ak., MFM, Anggota Komite Kerja Firmansyah N. Nazaroedin, Ak., M.Sc., Anggota Komite Kerja Drs. Hamdani, MM., M.Si., Ak., Anggota Komite Kerja Edward U.P. Nainggolan, Ak., M.Ak., Ketua Kelompok Kerja Mega Meilistya, SE., Ak., MBA., Wakil Ketua Kelompok Kerja Moh. Hatta, Ak., MBA., Anggota Kelompok Kerja Amdi Very Dharma, Ak., M.Acc., Anggota Kelompok Kerja Drs. M. Agus Kristianto, Ak., MA, Anggota Kelompok Kerja Chalimah Pujihastuti, SE., Ak., MAFIS, Anggota Kelompok Kerja Yulia Candra Kusumarini SE, S.Sos, Anggota Kelompok Kerja Hasanuddin, Ak., M., Ak., Anggota Kelompok Kerja Syaiful, SE., Ak, MM., Anggota Kelompok Kerja Hamim Mustofa, Ak., Anggota Kelompok Kerja Heru Novandi, SE., Ak., Anggota Kelompok Kerja Muliani Sulya F., SE., Anggota Kelompok Kerja Zulfikar Aragani, SE., MM., Anggota Kelompok Kerja Mugiya Wardhani, SE, M. Si. Anggota Kelompok Kerja Rahmat Mulyono, SE., Ak., M. Acc. Anggota Kelompok Kerja Lucia Widiharsanti, SE., M.Si., CFE., Anggota Kelompok Kerja Dr. Mei Ling, SE., Ak., MBA., Anggota Kelompok Kerja Jamason Sinaga, Ak., SIP, Anggota Kelompok Kerja Kadek Imam Eriksiawan, M.Sc., Ak., M.Prof., Acc.,BAP., Anggota Kelompok Kerja Slamet Mulyono, SE., Ak., M.Prof.Acc., Anggota Kelompok Kerja Joni Afandi, SE., Ak., M.Si., Anggota Kelompok Kerja Doddy Setiadi, Ak., MM., CPA., Anggota Kelompok Kerja Budiman, SST., SE., MBA., Ak., Anggota Kelompok Kerja Joko Supriyanto, SST.Ak., M.Ak., Anggota Kelompok Kerja Mauritz Cristianus Raharjo Meta, SST., M.Ak., Anggota Kelompok Kerja Endah Martiningrum, SE.Ak., MBA, CA., Anggota Kelompok Kerja Dwinanto, SE.,Ak., Anggota Kelompok Kerja Isa Ashari Kuswandono, SE.Ak., M.Ak., Anggota Kelompok Kerja Ahmad Fauzi, SE., Anggota Kelompok Kerja
KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Telepon
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai 2 Direktorat Jenderal Perbendaharaan – Kementerian Keuangan RI Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta 10710 : (021) 352-4551, (021) 344-9230 Ext 5311 / Faksimile : (021) 352-4551 Website : www.ksap.org / E-mail :
[email protected]
SUSUNAN ACARA
FGD Draf Bultek Akuntansi Pendapatan Perpajakan Gedung Ex MA, 9 Juni 2015
WAKTU 13.00 - 13.15
ACARA Registrasi dan Santap Siang
NARASUMBER/PETUGAS Panitia
Sambutan Direktur Jenderal 13.15 – 13.45
Perbendaharaan selaku Ketua Komite Konsultatif sekaligus
Ketua Komite Konsultatif KSAP
membuka secara resmi acara FGD 13.45 – 14.00
14.00 – 14.30
14.30 – 16.00 16.00
Pembacaan Doa Pemaparan Draf Bultek Akuntansi Pendapatan Perpajakan
Panitia
KSAP
Diskusi dan Tanya Jawab
KSAP dan Peserta
Penutupan
KSAP
KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Telepon
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai 2 Direktorat Jenderal Perbendaharaan – Kementerian Keuangan RI Jalan Budi Utomo No. 6, Jakarta 10710 : (021) 352-4551, (021) 344-9230 Ext 5311 / Faksimile : (021) 352-4551 Website : www.ksap.org / E-mail :
[email protected]
LEMBAR KONFIRMASI Instansi
: ...........................................................................
Nomor telepon/fax
: ...........................................................................
Nomor ponsel
: ...........................................................................
Berikut adalah nama peserta yang akan hadir pada acara Focus Group Discussion (FGD) Draf
Bultek Akuntansi Pendapatan Perpajakan yang diselenggarakan pada: Hari/tanggal
: Selasa, 9 Juni 2015
Waktu
: Pukul 13.00 WIB – 16.00 WIB
Tempat
: Ruang Ex MA Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Jalan Lapangan Banteng Timur – Jakarta Pusat
No.
NAMA
JABATAN
1.
2.
................,
Juni 2015
Nama: ............................ Catatan: lembar konfirmasi harap difax ke (021) 3864776
Kontak person: Zulfikar di 081385047137
BULETIN TEKNIS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NOMOR XX
AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN
OMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
BULETIN TEKNIS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NOMOR XX
AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan Sekretariat : Gedung Prijadi Praptosuhardjo III, Lantai 2 Jl. Budi Utomo No. 6 Jakarta 10710, Indonesia Telepon/Faksimile : +62 21 3524551 http://www.ksap.org e-mail :
[email protected] [email protected] [email protected]
DAFTAR ISI BAB I – PENDAHULUAN
1
BAB II - PENDAPATAN PERPAJAKAN
2
II.1. Definisi Pajak
2
II.2. Jenis Pajak
2
II.2.1. Pajak Pusat
2
II.2.2. Pajak Daerah
7
II.3. Sistem Pemungutan Pajak
11
II.4. Pembayaran Dan Pengembalian Pajak
13
II.4.1. Pajak Pusat
13
II.4.2. Pajak Daerah
15
BAB III – AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN PEMERINTAH PUSAT
16
III.1. Akuntansi Pendapatan LRA
16
III.1.1. Pengakuan
16
III.1.2. Pengukuran
17
III.1.3. Ilustrasi Pencatatan
17
III.2. Akuntansi Pendapatan LO
18
III.2.1. Pengakuan
18
III.2.2. Pengukuran
20
III.2.3. Ilustrasi Pencatatan
22
BAB IV – AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN PEMERINTAH DAERAH
31
IV.1. Pengakuan
31
IV.1.1. Pendapatan Pajak Daerah-LRA
31
IV.1.2. Pendapatan Pajak Daerah-LO
36
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
ii
1
BAB I
2
PENDAHULUAN
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mengatur standar bagi entitas pemerintahan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan dengan basis akrual yang akan dilaksanakan mulai tahun anggaran 2015. Berdasarkan peraturan tersebut, selain diwajibkan menyusun Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), pemerintah juga diwajibkan menyusun dan menyajikan Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan Laporan Perubahan Ekuitas (LPE). LRA menyajikan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dengan basis kas, sedangkan LO menyajikan pendapatan dan beban dengan basis akrual.
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Salah satu jenis pendapatan yang harus disajikan, baik dalam LRA maupun LO adalah pendapatan perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pendapatan perpajakan merupakan salah satu sumber pendapatan penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan. Pendapatan perpajakan adalah pendapatan dari transaksi non pertukaran yaitu manfaat ekonomi yang diterima pemerintah tanpa kewajiban pemerintah menyampaikan prestasi balik atau imbalan balik. Pendapatan perpajakan merupakan sumber utama untuk penerimaan negara.
23 24 25
Kewenangan untuk memungut pajak ada yang berada di Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pajak Pusat dan ada yang berada di Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak Daerah.
26 27 28 29 30
Pendapatan perpajakan pemerintah pusat adalah Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Barang Mewah, Pajak Bumi Dan Bangunan, Cukai, Meterai, Bea Masuk, Dan Bea Keluar. Jenis pendapatan perpajakan pada pemerintah daerah antara lain pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak hotel.
31 32 33 34 35
Banyaknya jenis pajak dan aturan yang mendasarinya membawa konsekuensi bervariasinya saat pemungutan dan terutangnya pendapatan perpajakan. Kondisi tersebut dapat menimbulkan persepsi yang berbeda bagi para penyusun laporan, pengguna laporan, dan institusi yang melakukan audit atas laporan keuangan pemerintah.
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Kompleksitas permasalahan pendapatan perpajakan yang timbul dari jumlah pendapatan perpajakan yang sangat signifikan, jenis pajak dan karakteristiknya, ketentuan yang mendasari serta saat pemungutan dan terutangnya pendapatan perpajakan memerlukan pengaturan yang lebih rinci bagaimana cara mengakuntansikannya. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu disusun Buletin Teknis tentang Akuntansi Pendapatan Perpajakan yang diharapkan dapat memberikan panduan agar terdapat kesamaan pemahaman tentang cara mengindentifikasi, mengakui, mengukur, dan menyajikan pos Pendapatan Perpajakan-LRA dan Pendapatan Perpajakan-LO, baik oleh penyusun laporan, pengguna laporan, dan institusi yang melakukan audit atas laporan keuangan pemerintah.
46 47
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
1
1
1 BAB II
2
PENDAPATAN PERPAJAKAN
3
II.1. DEFINISI PAJAK
4 5 6 7 8 9
Pajak dibedakan menjadi pajak Pemerintah Pusat dan pajak pemerintah daerah. Definisi pajak pada Pajak Pemerintah Pusat diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dan definisi pajak pada pajak pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
10 11 12 13
Menurut Pasal 1 UU KUP, definisi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
14 15 16 17 18
Selanjutnya menurut Pasal 1 UU PDRD, definisi pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
19 20 21
Berdasarkan definisi-definisi di atas, pemungutan pajak lebih didasarkan pada hak negara/daerah yang didasarkan undang-undang, tanpa imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara/pemerintah daerah
22 23 24 25
Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dipungut dan dicatat oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini dikelola oleh Kementerian Keuangan, sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dipungut dan dicatat oleh pemerintah daerah baik di tingkat propinsi, kabupaten atau kota.
26
II.2.PAJAK PUSAT 2
27 28 29 30 31 32 33
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh Kementerian Keuangan atau otoritas perpajakan lainnya yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemungutan Pajak oleh pemerintah diamanatkan oleh Undang-Undang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah, Undang-Undang Pajak Bumi Bangunan (sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan), Undang-Undang Bea Materai, Undang-Undang Pabean dan UndangUndang Cukai.
34 35 36 37 38 39
Sesuai dengan amanat UU PDRD, kewenangan pemungutan PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang selama ini dimiliki oleh Pemerintah Pusat melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan berlaku hanya sampai dengan 31 Desember 2013 dan selanjutnya dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah.
40 41 42
Penyajian pendapatan perpajakan pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu: Pendapatan Pajak Dalam Negeri dan Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional.
43 44 45 46
A. Pendapatan Pajak Dalam Negeri Pendapatan Pajak Dalam Negeri terdiri dari pendapatan pajak yang pemungutannya didasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan, Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah, Undang-Undang Pajak
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
2
1 2
Bumi Bangunan (sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan), Undang-Undang Bea Materai, dan Undang-Undang Cukai.
3 4 5 6
1. Pendapatan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).
7 8 9 10 11
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
12
Jenis Pajak Penghasilan
13 14 15 16
Pembayaran pajak ke kas negara sesuai dengan UU PPh, tidak selalu dilakukan oleh wajib pajak, tetapi dapat dilakukan oleh pihak lain dan merupakan kredit pajak bagi wajib pajak tersebut. Jenis pajak ini antara lain Pajak Penghasilan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 26.
17
•
18 19 20
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
21 22
b. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
23 24
c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
25 26 27
d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
28 29
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
30 31 32
Pemotongan pajak tersebut dilakukan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.
33
•
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang dipotong oleh:
Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh:
34 35
a. bendahara pemerintah untuk pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
36 37
b. badan-badan tertentu untuk pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
38 39
c. Wajib Pajak badan tertentu untuk pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
40 41
•
Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong oleh pihak yang membayarkan penghasilan berupa:
42 43
a. deviden, bunga, royalty dan hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan;
44 45 46
b. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan; dan
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9
•
•
c. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan tahun pajak yang lalu. Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pajak yang dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan penghasilan berupa:
10
a. dividen;
11 12
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
13 14
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
15
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
16
e. hadiah dan penghargaan;
17
f.
18
g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
19
h. keuntungan karena pembebasan utang.
pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
20 21 22 23
•
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Sesuai UU PPh terdapat pengaturan khusus mengenai pajak dibidang pertambangan minyak dan gas bumi. Pengaturan tersebut terdapat dalam pasal 33A ayat 4 dimana Wajib Pajak yang menjalankan usaha dibidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya berdasarkan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-undang PPh, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud.
Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah pembayaran kekurangan pajak yang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
34 35 36 37 38 39 40
2. Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah diatur dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 Perubahan Ketiga UU Nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN).
41
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan terhadap:
42 43
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
44
b. impor Barang Kena Pajak;
45 46
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
4
1 2
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
3 4
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
5
f.
6
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
7 8
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
9
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan terhadap:
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
10 11 12
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan
13 14 15
b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. 3. Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
16 17 18 19 20 21 22 23
Pajak Bumi dan Bangunan diatur dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB).
24 25
Pendapatan PBB dibedakan menjadi 5 (lima) sektor, yaitu: Perdesaan, Perkotaan, Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan.
26 27 28 29 30
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah termasuk dalam pajak daerah. Sehingga pendapatan PBB yang dicatat menjadi pendapatan Pemerintah Pusat adalah PBB Perkebunan, PBB Perhutanan, dan PBB Pertambangan.
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Wajib Pajak membayar PBB berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh otoritas perpajakan setiap tahun atau berdasarkan surat ketetapan PBB.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan dimana subyek pajaknya adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Otoritas Perpajakan dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal sebagai berikut : a. apabila Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP) tidak disampaikan dan setelah ditegor secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Tegoran; b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak merupakan dasar penagihan pajak. 4. Pendapatan Cukai Cukai diatur dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai (UU Cukai).
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
5
1 2 3
Definisi Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undangundang.
4 5 6 7
Saat pengenaan cukai, mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Undangundang tentang Kepabeanan.
8 9 10 11
Penanggung jawab cukai untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia, berada pada Pengusaha Pajak atau Pengusaha Tempat Penyimpanan, dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor berada pada Importir atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepabeanan.
12 13
Dokumen yang digunakan untuk pemenuhan ketentuan Undang-undang Cukai dilakukan dengan menggunakan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai.
14 15 16
5. Pendapatan Bea Materai dan Pendapatan dari Penjualan Benda Materai Bea Meterai diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
17 18 19 20 21 22
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kuitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
23 24
b. dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat;
25
c. dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.
26 27
Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Saat terhutang Bea Meterai ditentukan dalam hal: a. dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan;
B. Pendapatan Perpajakan Internasional Pendapatan Perpajakan Internasional terdiri dari Pendapatan Bea Masuk dan Pendapatan Bea Keluar yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan). a. Bea Masuk Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Pembayaran Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara dibayar di kas negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
41 42 43 44
b. Bea Keluar Bea Keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang yang dikenakan terhadap barang ekspor.
45 46 47 48
Pembayaran Bea Keluar, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara dibayar di kas negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan (tanyakan ke DJBC, mengapa di UU baru tidak ada kalimat tentang pembayaran bea keluar).
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
6
1 2
II.3. Pajak Daerah
3 4 5
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut pemerintah daerah berdasarkan Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah terbagi menjadi:
6
1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
7
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
8
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
9
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
10
d. Pajak Air Permukaan; dan
11
e. Pajak Rokok.
12
2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
13
a.
Pajak Hotel;
14
b.
Pajak Restoran;
15
c.
Pajak Hiburan;
16
d.
Pajak Reklame;
17
e.
Pajak Penerangan Jalan;
18
f.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
19
g.
Pajak Parkir;
20
h.
Pajak Air Tanah;
21
i.
Pajak Sarang Burung Walet;
22
j.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
23
k.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
24 25 26 27 28 29 30
Pemerintah daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak di atas. Jenis Pajak Provinsi hanya dapat dipungut oleh pemerintah provinsi, dan jenis Pajak Kabupaten/Kota hanya dapat dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. Akan tetapi, khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota.
31 32
B. 1 Pendapatan Pajak Provinsi
33
a. Pajak Kendaraan Bermotor
34 35
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
36 37 38 39 40
Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan Bermotor. Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan untuk Masa Pajak 12 bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran Kendaraan Bermotor. Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dilakukan bersamaan dengan penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor. Pajak Kendaraan Bermotor dibayar sekaligus di muka.
41
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
7
1
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
2 3 4 5
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
6 7 8
Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor. Pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dilakukan pada saat pendaftaran.
9
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
10 11 12 13 14 15
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di air. Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
16
d. Pajak Air Permukaan
17 18 19 20
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan.
21
e. Pajak Rokok
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Rokok meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun. Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok.
32 33
a. hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan
34 35
b. hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada
36 37
c. hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70%
38 39
d. hasil penerimaan Pajak Air Permukaan diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar
40
B.2 Pendapatan Pajak Kabupaten/Kota
41
a. Pajak Hotel
42 43 44 45 46
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Berdasarkan pasal 94 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, hasil penerimaan Pajak sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut: Bermotor diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 30% (tiga puluh persen); kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen); (tujuh puluh persen); dan 50% (lima puluh persen).
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
8
1 2 3 4 5 6 7
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang meliputi fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.
8 9 10 11
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
12 13 14 15 16 17 18
Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran, meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran.
19
c. Pajak Hiburan
20 21 22 23
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
24 25 26
Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan termasuk potongan harga dan tiket cumacuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
27
d. Pajak Reklame
28 29 30 31 32
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
33 34
Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
35
e. Pajak Penerangan Jalan
36 37 38 39
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
40 41
f. Pajak Mineral Bukan Logam
42 43 44 45 46
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundangundangan di bidang mineral dan batubara.
47 48
Dasar pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Nilai Jual Hasil Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.
b. Pajak Restoran
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
9
1 2
g. Pajak Parkir
3 4 5 6
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
7 8 9
Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.
10
h. Pajak Air Tanah
11 12 13 14
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah.
15
i.
16 17 18
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan Sarang Burung Walet.
19
j.
20 21 22 23
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
24
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
25 26 27 28
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
29
Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Saat terutangnya pajak BPHTB ditetapkan untuk:
30
a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
31
b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
32
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
33
d. hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
34 35
e. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
36 37
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal
38 39
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
40 41
h. putusan
42 43
i.
kantor bidang pertanahan; dibuat dan ditandatanganinya akta; ditandatanganinya akta; hakim adalah sejak kekuatan hukum yang tetap;
tanggal
putusan pangadilan
yang
mempunyai
pemberian hak baru atas Tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
10
1 2
j.
3
k. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
4
l.
5
m. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
6
n. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; dan
7
o. lelang adalah sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang.
pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
8 9
II.3. Sistem Pemungutan Perpajakan
10 11
Terdapat 2 (dua) metode yang digunakan untuk pemungutan pajak, yaitu melalui self assessment dan official assessment.
12 13 14 15 16 17
Sistem self assesment artinya masyarakat sendirilah yang harus aktif melaksanakan kewajiban pajak yang ditentukan peraturan perundang-undangan, tanpa harus ada inisiatif tindakan lebih dahulu dari otoritas perpajakan. Kewajiban tersebut meliputi mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor identitas perpajakan, menghitung sendiri jumlah kewajiban pajaknya, menyetor sendiri jumlah pajak tersebut ke tempat yang telah ditunjuk dan melaporkannya kepada otoritas perpajakan.
18 19 20 21
Sistem Official Assesment artinya elemen masyarakat baru akan melaksanakan kewajiban pajak setelah ditentukan dan dihitung lebih dahulu oleh pihak otoritas perpajakan. Pada saat wajib pajak telah menerima hasil perhitungan otoritas perpajakan maka masyarakat menyetor ke tempat yang telah ditunjuk oleh otoritas perpajakan.
22 23
C. 1. Pemerintah Pusat
24 25 26 27
Secara umum peraturan perpajakan pada Pemerintah Pusat menganut sistem pemungutan self assesment, antara lain UU PPh dan UU PPN sebagaimana diatur dalam Undangundang Ketentuan Umum Perpajakan, kecuali Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan menganut sistem official assessement.
28 29 30 31 32
Dalam UU KUP disebutkan bahwa wajib pajak secara proaktif yang telah memenuhi persyaratan wajib mendaftarkan diri ke kantor pajak dan melaporkan usahanya. Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) yaitu surat digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek pajak dan/atau bukan obyek pajak, dan atau harta dan kewajiban.
33 34 35 36 37
Dari hasil perhitungan pajak terutang yang dilakukan wajib pajak, wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau dokumen lain yang dipersamakan ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
38 39 40
Pajak yang disetorkan ke kas negara adalah pajak yang menjadi kewajibannya sendiri, misalnya PPh Pasal 25 dan pajak-pajak yang dipotong/dipungut dari pihak lain, misalnya PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26.
41 42
Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
43
a. pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong pihak ketiga;
44 45
b. pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi kerja atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
11
1 2
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
3
c. pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
4 5 6 7
Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut ataupun yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran, oleh Wajib Pajak harus disetor ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
8 9 10 11 12 13
Otoritas Perpajakan sesuai UU KUP tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan Wajib Pajak.
14 15 16 17
Wajib Pajak yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan salam Surat Pemberitahuan, tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak ataupun Surat Tagihan Pajak.
18 19 20 21 22
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, otoritas perpajakan menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundangundangan perpajakan dalam surat ketetapan.
23 24
Sistem official assesment terjadi pada saat otoritas perpajakan menerbitkan suatu ketetapan/keputusan/tagihan.
25 26 27 28 29 30
Otoritas pajak dapat menerbitkan antara lain: Surat Ketetapan Pajak (meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar), Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, Surat Keputusan Imbalan Bunga, Surat Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau ketetapan/keputusan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
31 32 33
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar/Kurang Bayar Tambahan diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
34 35
Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang sama dengan jumlah kredit pajak.
36 37 38 39 40
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Apabila Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak, kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu dengan utang pajak tersebut dan jika masih terdapat sisa lebih, dikembalikan kepada wajib pajak.
41 42
Surat Tagihan Pajak diterbitkan antara lain apabila wajib pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
43 44 45
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan setelah dilakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
46 47 48 49
Surat Keputusan Imbalan Bunga diterbitkan pada saat pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dihitung sejak berakhirnya jangka waktu (sesuai ketentuan) sampai dengan saat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. Jika ternyata Komite Standar Akuntansi Pemerintah
12
1 2
wajib pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan dahulu utang pajak tersebut.
3 4 5
Surat Pembetulan diterbitkan apabila atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya terdapat surat ketetapan/keputusan/tagihan yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu.
6 7 8
Surat Keputusan Keberatan diterbitkan atas permohonan keberatan wajib pajak yang dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
9 10
untuk melunasi terlebih
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang diterbitkan oleh otoritas pajak memberitahukan pajak terutang atas Bumi dan Bangunan kepada Wajib Pajak
untuk
11 12
II. 2 Pemerintah Daerah
13 14
Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan mengatur pemungutan pajak daerah, yaitu berdasarkan:
15 16 17
1. Penetapan kepala daerah untuk Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak Air Permukaan; Pajak Reklame; Pajak Air Tanah; dan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
18 19 20 21
2. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Rokok; Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Sarang Burung Walet; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
22 23 24 25
Pemungutan Pajak terutang berdasarkan surat ketetapan Pajak merupakan pembayaran Pajak terutang oleh Wajib Pajak berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan:
26
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan; atau
27
b. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.
28 29 30
Pemungutan Pajak terutang dengan cara dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana merupakan pembayaran Pajak terutang oleh Wajib Pajak dengan menggunakan:
31
a. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah;
32
b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar; dan/atau
33 34 35
c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan.
36
II. 4. a. Pajak Pusat
37 38 39 40 41 42 43 44 45
a. Pembayaran Perpajakan
II.4. Pembayaran dan Pengembalian Perpajakan
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang tanpa terlebih dahulu menunggu ketetapan pajak. Mekanisme Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Membayar sendiri pajak yang terutang
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
13
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
2. Pemotongan/Pemungutan Pajak
15 16 17 18 19 20 21 22 23
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Untuk subjek pajak badan dalam negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM.
24 25 26 27
Pemungutan/pemotongan oleh Bendahara Umum Negara sebagai wajib pungut yang dimaksud diatas adalah pemungutan/pemotongan atas pembayaran kepada pihak ke-3 melalui Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
28 29 30 31
Pemungutan/pemotongan pajak oleh Bendahara Pengeluaran pada satuan kerja, Bendahara Umum Daerah atau Bendahara Pengeluaran SKPD sebagai wajib pungut, diakui sebagai Pendapatan Perpajakan-LO pada saat Bendahara Pengeluaran tersebut menyetorkan ke kas negara.
32 33 34 35
Wajib Pajak dapat membayar atau menyetor pajak terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Bank/Pos Persepsi). SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak.
36 37 38 39 40 41 42
Pada Pemerintah Pusat, Bendahara Umum Negara dapat berfungsi sebagai pemungut dan pemotong pajak atas wajib pajak yang menerima pembayaran atas belanja yang berasal dari APBN. Pembayaran atas belanja yang berasal dari APBN yang diterima oleh pihak yang berhak selaku Wajib Pajak adalah sebesar neto, yaitu jumlah pembayaran dikurangi dengan jumlah pajak yang menjadi kewajiban pihak yang berhak (antara lain PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (1), dan PPN). Bendahara Umum Negara memberikan SSP kepada Wajib Pajak sebagai bukti pembayaran pajak.
43 44 45 46 47 48
Sesuai dengan peraturan perundangan, pada saat otoritas perpajakan menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKP-IB) dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP LB) juga memperhitungkan kewajiban utang pajak dari wajib pajak tersebut. Kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu dengan utang pajak dan jika masih terdapat sisa lebih, dikembalikan kepada wajib pajak. Sehingga yang dibayarkan kepada Wajib Pajak adalah sebesar neto, yaitu jumlah pembayaran imbalan bunga pajak
-
-
Wajib Pajak melakukan pembayaran angsuran PPh setiap bulan (PPh Pasal 25) di kas Negara atau tempat lain yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Kewajiban jenis pajak lainnya seperti PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26, dapat dilakukan melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain. Pihak lain tersebut adalah: Pemberi Penghasilan, Pemberi Kerja atau Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. Wajib Pajak melakukan pembayaran PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa ataupun oleh pihak yang ditunjuk pemerintah. Wajib Pajak melakukan pembayaran pajak lainnya seperti PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), pembayaran Bea Materai, Cukai, dan Bea Keluar di kas Negara atau tempat lain yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
14
1 2
atau kelebihan pembayaran pajak dikurangi tersebut.
3 4 5
Pembayaran imbalan bunga atau kelebihan pembayaran pajak dicatat sebesar nilai bruto dari ketetapan tersebut. Potongan-potongan yang dilakukan oleh Otoritas Perpajakan seperti piutang pajak dicatat sebagai penerimaan sebesar nilai yang diperhitungkan.
6 7
Pembayaran pajak oleh wajib pajak yang mempunyai ijin untuk melakukan pembukuan dalam mata uang asing dapat dilakukan dengan menggunakan mata uang asing.
8
b. Pengembalian Perpajakan
dengan jumlah utang pajak Wajib Pajak
9 10 11 12
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak apabila dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) diketahui bahwa pajak terutang lebih kecil daripada kredit pajak atau pajak yang telah dibayar.
13 14 15 16
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
17 18 19 20
Berdasarkan UU dimungkinkan terjadinya pengembalian penerimaan pajak (restitusi). Resitusi ini dapat terjadi pada periode yang sama ataupun terjadi pada tahun-tahun berikutnya (tahun tidak sama). Hal ini terjadi terus menerus setiap tahun sehingga traksaksi ini merupakan transaksi yang berulang.
21 22 23
Oleh karena itu transaksi pengembalian penerimaan perpajakan diperlakukan sebagai pengurang pendapatan pada periode terjadinya pengembalian, tidak perlu ditrasir ke tahun penerimaan pajak yang bersangkutan.
24 25
II. 4. b. Pajak Daerah
26 27
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 60 mengatur mekanisme pengembalian pendapatan, yaitu:
28 29 30
a. Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama.
31 32
b. Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
15
1
BAB III
2
AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN
3
PEMERINTAH PUSAT
4 5 6 7 8 9
Akuntansi Pendapatan Perpajakan berbasis akrual dicatat/disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Operasional (LO) dalam mata uang rupiah. Namun dalam hal tertentu sesuai dengan peraturan perundangan, Otoritas Perpajakan mengizinkan Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya dalam membayar Pajak Penghasilan (PPh) dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
10 11 12
Pembayaran PPh dalam mata uang dolar Amerika Serikat dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak yang menggunakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan menggunakan satuan mata uang dolar Amerika Serikat.
13 14
Sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengaturan penggunaan mata uang asing adalah sebagai berikut:
15 16 17 18
-
19
III.1 Akuntansi Pendapatan-LRA Perpajakan
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama dengan yang digunakan dalam transaksi, maka transaksi dalam mata uang asing tersebut dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. III.1.1. Pengakuan Pendapatan Perpajakan-LRA adalah seluruh penerimaan uang yang masuk ke kas negara yang berasal dari perpajakan yang diakui sebagai penambah SAL yang menjadi hak pemerintah dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali. Pendapatan Perpajakan-LRA diakui pada saat kas tersebut diterima di rekening kas umum negara. Dokumen sumber pencatatan Pendapatan Perpajakan-LRA adalah bukti pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk Menteri Keuangan. Contoh dokumen sumber antara lain Surat Setoran Pajak (SSP) dan Surat Setoran Cukai Pabean (SSCP). Jurnal untuk mengakui Pendapatan Perpajakan-LRA, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Akun antara (D) XXX Pendapatan Pajak – LRA (K) XXX
35 36 37
Jurnal tersebut diatas dapat dikembangkan sesuai dengan sistem akuntansi pada Pemerintah Pusat.
38 39 40 41 42 43 44 45 46
Sistem perpajakan secara self assessment yang berlaku di Indonesia sesuai dengan UU KUP, dimungkinkan wajib pajak membayar pajak ke kas negara lebih besar daripada kewajibannya pada suatu masa atau tahun pajak, sehingga wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajaknya. Atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak setelah dilakukan pemeriksaan oleh pemerintah dapat menghasilkan lebih bayar atau nihil, sehingga pengembalian Pendapatan Perpajakan-LRA merupakan pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
16
1 2
maupun pada pendapatan.
3 4
Pengembalian Pendapatan Perpajakan-LRA diakui pada saat kas keluar dari rekening kas umum negara.
5 6 7 8
Dokumen sumber pencatatan pengembalian Pendapatan Perpajakan-LRA adalah dokumen pencairan dana yang diterbitkan oleh Bendahara Umum Negara. Contoh dokumen sumber antara lain Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
9 10
Jurnal untuk mengakui Pengembalian Pendapatan Perpajakan-LRA, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Pendapatan Pajak – LRA (D) XXX Akun antara(K) XXX
11 12
Jurnal tersebut diatas dapat dikembangkan sesuai dengan sistem akuntansi pada Pemerintah Pusat.
periode
sebelumnya
dibukukan
sebagai
pengurang
13 14
III.1.2 Pengukuran
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Pendapatan Perpajakan-LRA diukur sebesar nominal uang yang masuk ke kas negara dari sumber pendapatan dengan menggunakan asas bruto, yaitu pendapatan dicatat tanpa dikurangkan/ dikompensasikan dengan belanja yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pengembalian Pendapatan Perpajakan-LRA diukur sebesar nominal uang yang keluar dari kas negara. Dalam hal wajib pajak diijinkan untuk melakukan pembukuan dalam mata uang asing dan pembayarannya dalam mata uang asing, maka Pendapatan Perpajakan-LRA dinilai sebesar kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
27 28
III.1.3. Penyajian
29 30 31 32 33
Pendapatan Perpajakan-LRA disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas per jenis pajak dalam mata uang rupiah. Apabila penerimaan kas atas Pendapatan Perpajakan-LRA dalam mata uang asing, maka penerimaan tersebut dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
34
Ilustrasi penyajian:
35
Laporan Realisasi Pendapatan Perpajakan-LRA
36
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Anggaran
Realisasi
20X1
20X0
Pendapatan Perpajakan Dalam Negeri
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
Pajak Penghasilan
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
Akun
Uraian
xxx xxx
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
(%)
Realisasi 20X0
17
Anggaran
Realisasi
20X1
20X0
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
Pajak Bumi Bangunan
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
Bea Masuk
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
Bea Keluar
xxxxxxxx
xxxxxxxx
xx
xxxxxxxx
Akun xxx
xxx xxx xxx xxx xxx
Uraian
dan
Cukai Pendapatan Perpajakan Internasional
(%)
Realisasi 20X0
1 2 3
III.1.4. Pengungkapan
4 5 6
Pendapatan Perpajakan-LRA yang dilaporkan pada Laporan Realisasi Anggaran diungkapkan secara cukup dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Informasi tersebut antara lain:
7 8
-
Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengakuan dan pengukuran PendapatanPerpajakan-LRA.
9 10 11 12
-
Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
13 14
-
Perubahan undang-undang perpajakan.
15
III.2. Akuntansi Pendapatan Perpajakan-LO
16
III.2.1. Pengakuan
17
Sesuai dengan paragraf 19 PSAP 12, dinyatakan bahwa:
18
Pendapatan-LO diakui pada saat:
19
a. Timbulnya hak atas pendapatan;
20
b. Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi.
21 22
Sesuai dengan paragraf 20, Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan.
23 24 25
Selanjutnya sesuai dengan paragraf 22, Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan.
26 27
Pengakuan Pendapatan-LO dibedakan berdasarkan sistem pemungutan pajak, yaitu secara Self Assessment dan Official Assessment.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pengakuan Pendapatan Perpajakan-LO dengan metode Self Assessment Pengakuan Pendapatan Perpajakan-LO yang dipungut dengan metode self assessment diakui pada saat realisasi kas diterima di kas negara tanpa terlebih dahulu pemerintah menerbitkan surat ketetapan. Dokumen sumber pencatatan Wajib Pajak dapat membayar atau menyetor pajak terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Bank/Pos Persepsi). SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak. Dokumen sumber pencatatan Pendapatan Perpajakan-LO dengan metode self assessment adalah bukti pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk Menteri Keuangan. Contoh dokumen sumber antara lain Surat Setoran Pajak (SSP) dan Surat Setoran Cukai Pabean (SSCP).
17 18
Jurnal untuk mengakui Pendapatan Perpajakan-LO, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Kas (D) XXX Pendapatan Pajak – LO (K) XXX
19 20 21 22 23
Pengakuan Pendapatan Perpajakan-LO yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan metode self assessment diakui pada saat diterima dokumen pemberitahuan impor/ekspor (Pemberitahuan Impor Barang/Pemberitahuan Ekspor Barang) mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran.
24
Jurnal untuk mencatat penerimaan dari importir atau eksportir, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Kas (D) XXX Pendapatan Pajak Diterima XXX Dimuka (K)
25 26 27 28
Jurnal untuk mencatat penerimaan pendapatan pada saat diterima dokumen pemberitahuan Pemberitahuan Impor Barang/Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Pendapatan Pajak Diterima XXX Dimuka (D) XXX Pendapatan Pajak – LO (K)
29 30
Pengakuan Pendapatan Perpajakan-LO dengan metode Official Assessment
31 32 33 34 35 36
Pengakuan Pendapatan Perpajakan-LO yang dipungut dengan metode official assessment diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih Pendapatan Perpajakan. Timbulnya hak menagih adalah pada saat otoritas perpajakan telah menerbitkan surat ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan harus dibayar oleh wajib pajak sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Surat ketetapan tersebut menjadi dokumen sumber untuk mencatat Pendapatan Perpajakan-LO.
37 38
Dokumen sumber pencatatan Pendapatan Perpajakan-LO dengan metode official assessment adalah surat ketetapan yang diterbtikan otoritas perpajakan. Contoh
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
19
1 2 3 4 5
6 7
dokumen sumber antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB. Jurnal untuk mengakui Pendapatan Perpajakan-LO pada saat diterbitkan surat ketetapan, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Piutang Pajak (D) XXX Pendapatan Pajak – LO (K) XXX Jurnal pada saat pembayaran piutang, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Kas (D) XXX Piutang Pajak (K) XXX
8 9 10
Jurnal tersebut diatas dapat dikembangkan sesuai dengan sistem akuntansi pada Pemerintah Pusat.
11
Pengembalian Pendapatan Perpajakan
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Sistem perpajakan secara self assessment yang berlaku di Indonesia sesuai dengan UU KUP, dimungkinkan wajib pajak membayar pajak ke kas negara lebih besar daripada kewajibannya pada suatu masa atau tahun pajak, sehingga wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajaknya. Atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak setelah dilakukan pemeriksaan oleh pemerintah dapat menghasilkan lebih bayar atau nihil, sehingga pengembalian Pendapatan Perpajakan-LO merupakan pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode akuntansi pembayaran pengembalian.
22 23 24 25 26 27 28
Pengembalian Pendapatan Perpajakan-LO diakui pada saat surat ketetapan diterbitkan oleh otoritas perpajakan. Dokumen sumber pencatatan pengembalian Pendapatan Perpajakan-LO adalah surat ketetapan kelebihan pajak yang diterbtikan otoritas perpajakan. Contoh dokumen sumber antara lain Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Jurnal untuk mengakui Pengembalian Pendapatan Perpajakan-LO, sebagai berikut: Uraian Jurnal Debet Kredit Pendapatan Pajak – LO (D) XXX Kas (K) XXX
29 30
III.2.2.Pengukuran
31
Pendapatan Perpajakan-LO diukur sebesar nilai nominal yaitu:
32 33
-
34 35 36 37
Sesuai dengan UU KUP,dimungkinkan wajib pajak tidak menyetujui atas pajak yang ditetapkan oleh otoritas perpajakan. Atas ketetapan yang tidak disetujui wajib pajak, belum dapat diakui sebagai Pendapatan Perpajakan-LO karena pemerintah belum mempunyai hak tagih atas ketetapan yang tidak disetujui wajib pajak.
38 39 40
Atas ketetapan yang tidak disetujui tersebut ada kalanya wajib pajak tetap menyetor ke kas negara, dengan demikian aliran kas masuk yang diterima pemerintah dicatat pada akun Pendapatan Perpajakan Tangguhan.
Nilai aliran masuk yang telah diterima oleh pemerintah untuk self assessment. Nilai aliran masuk yang akan diterima pemerintah untuk official assessment.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
20
1
Contoh:
2 3
SKP sebesar Rp1.000.000 disetujui wajib pajak sebesar Rp750.000, tidak disetujui sebesar Rp250.000. WP melakukan pembayaran sebesar Rp1.000.000.
4
Nilai sebesar Rp750.000 diakui sebagai pendapatan
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nilai sebesar Rp250.000 diakui sebagai pendapatan tangguhan.
25
III.2.3.Penyajian
26 27
Pendapatan Perpajakan-LO disajikan pada Laporan Operasional per jenis pajak dalam mata uang rupiah.
28
Ilustrasi penyajian
29
Laporan Realisasi Pendapatan Perpajakan-LO
30
Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0
Akuntansi pendapatan perpajakan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pengembalian Pendapatan Perpajakan-LO diukur sebesar nominal uang pada surat ketetapan yang diterbitkan otoritas perpajakan. Dalam hal wajib pajak diijinkan untuk melakukan pembukuan dalam mata uang asing, Pendapatan Perpajakan-LO dinilai sebesar kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi. Pendapatan Perpajakan-LO meliputi pembayaran dalam mata uang asing (self assessment) dan Surat Ketetapan Pajak dalam mata uang asing (official assessment).
Dalam hal wajib pajak diijinkan untuk melakukan pembukuan dalam mata uang asing, pengembalian Pendapatan Perpajakan-LO pada surat ketetapan dalam mata uang asing dinilai sebesar kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
Uraian
20X1
20X0
Pendapatan Perpajakan
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Pendapatan Pajak Penghasilan
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Pendapatan Bangunan
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Pendapatan Cukai
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Pendapatan Bea Masuk
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Pendapatan Pajak Ekspor
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Pajak
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
Bumi
dan
Kenaikan/ Penurunan xxx xxx xxx
xxx xxx xxx xxx
(%) xx xx xx
xx xx xx xx
21
Uraian Pendapatan Pajak Lainnya
20X1
20X0
xxxxxxxx
xxxxxxxx
Kenaikan/ Penurunan xxx
(%) xx
1 2
III.2.4. Pengungkapan
3 4 5
PendapatanPerpajakan-LO yang dilaporkan pada Laporan Operasional diungkapkan secara cukup dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Informasi tersebut antara lain:
6 7
-
Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengakuan dan pengukuran Pendapatan Perpajakan-LO.
8 9 10 11
-
Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target APBN, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
12
-
Perubahan undang-undang perpajakan.
13 14
III.3. Ilustrasi Akuntansi Pendapatan Perpajakan-LO
15 16 17 18 19
Contoh 1: Pembayaran Pajak Melalui Bank/Pos Persepsi (secara selft assessment) PT ABC membayar pajak PPh Pasal 25 (self assessment) sebesar Rp1.000.000.000 pada tanggal 10 Januari 20X1 melalui Bank Persepsi.
20 21
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
33 34
Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 10 Januari 20X1 Kas (D) Pendapatan Pajak - LO (K)
Jumlah Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 10 Januari 20X1 Kas (D) Pendapatan Pajak LRA (K)
Jumlah Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000
Contoh 2: Pembayaran Pajak Melalui Bank/Pos Persepsi (secara official assessment) a. Official Assessment atas Ketetapan Pajak Pertambahan Nilai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 15 Februari 20X1 telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai (SKPKB PPN) atas wajib pajak PT DEF sebesar Rp2.000.000.000. Atas ketetapan tersebut telah disetorkan oleh wajib pajak sebesar Rp2.000.000.000 pada tanggal 20 Maret 20X1 melalui Bank Persepsi. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 15 Februari 20X1 Piutang Pajak (D) Pendapatan Pajak – LO (K) 20 Maret 20X1 Kas (D) Piutang Pajak – LO (K)
Jumlah Rp2.000.000.000 Rp 2.000.000.000 Rp2.000.000.000 Rp 2.000.000.000
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Komite Standar Akuntansi Pemerintah
22
Tanggal 15 Februari 20X1 20 Maret 20X1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
23 24
25 26 27 28 29
Uraian Jurnal Tidak ada jurnal Akun antara (D) Pendapatan Pajak LRA (K)
Jumlah Rp2.000.000.000 Rp 2.000.000.000
b. Official Assessment atas Ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 15 Maret 20X1 telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) Sektor Pertambangan atas wajib pajak PT DEF sebesar Rp1.000.000.000. Atas ketetapan tersebut telah dibayar oleh wajib pajak sebesar Rp1.000.000.000 pada tanggal 20 April 20X1 melalui Bank Persepsi. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 15 Maret 20X1 Piutang Pajak (D) Pendapatan Pajak – LO (K) 20 April 20X1 Kas (D) Piutang Pajak – LO (K)
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 15 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 20 April 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Pajak LRA (K)
Jumlah Rp1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp1.000.000.000 Rp 1.000.000.000
Jumlah Rp1.000.000.000 Rp1.000.000.000
Contoh 3: Pembayaran Pajak Melalui Potongan SPM Satuan Kerja Direktorat Jenderal Pajak membayar kontrak atas pengadaan pembangunan gedung kepada PT OPQ sebesar Rp3.300.000.000 melalui SPM-LS (Surat Permintaan Membayar Langsung) pada tanggal 20 Maret 20X1. Atas kontrak tersebut dipungut PPN dan dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) masing-masing sebesar Rp300.000.000 dan Rp60.000.000. Pada tanggal 21 Maret 20X1 diterbitkan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) sebesar Rp2.940.000.000. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual) : Tanggal Uraian Jurnal 20 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 21 Maret 20X1 Kas (D) (mencatat pendapatan Pendapatan Pajak – LO (K) pajak) 21 Maret 20X1 Bangunan / Gedung (D) (mencatat belanja) Kas (K) Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 20 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 21 Maret 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Pajak - LRA (K)
Jumlah Rp360.000.000 Rp360.000.000 Rp3.300.000.000 Rp3.300.000.000
Jumlah Rp360.000.000 Rp360.000.000
Contoh 4: Pengembalian Pendapatan Pajak PT PQR mengajukan restitusi pajak atas Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Tahun 20X1 dan Kantor Pelayanan Pajak telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Komite Standar Akuntansi Pemerintah
23
1 2 3
sebesar Rp2.000.000.000 pada tanggal 10 Maret 20X1. Atas ketetapan pajak tersebut lebih telah diterbitkan Surat Pemberitahuan Pencairan Dana (SP2D) pada tanggal 20 Maret 20X1.
4
Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 10 Maret 20X1 Pendapatan Pajak – LO (D) Utang Kelebihan Pembayaran Pajak (K) 20 Maret 20X1 Utang Kelebihan Pembayaran Pajak (D) Kas (K)
5 6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
19 20
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 10 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 20 Maret 20X1 Pendapatan Pajak – LRA (D) Akun antara (K)
Jumlah Rp2.000.000.000 Rp2.000.000.000 Rp 2.000.000.000 Rp 2.000.000.000
Jumlah Rp 2.000.000.000 Rp 2.000.000.000
Contoh 5: Pembayaran Pajak Melalui Potongan SPMKP (Kompensasi Piutang Pajak) PT PQR mengajukan restitusi pajak atas Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Tahun 20X1 dan Kantor Pelayanan Pajak telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebesar Rp2.000.000.000 pada tanggal 10 Maret 20X1. Atas kelebihan pembayaran tersebut dikompensasikan terhadap piutang pajak sebesar Rp1.500.000.000 dengan diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) pada tanggal 15 Maret 20X1. Selanjutnya juga diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) pada tanggal 20 Maret 20X1. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 10 Maret 20X1 Pendapatan Pajak – LO (D) Utang Kelebihan Pembayaran Pajak (K) 15 Maret 20X1 Kas (D) Piutang Pajak (K) 20 Maret 20X1 Utang Kelebihan Pembayaran Pajak (D) Kas (K) Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 10 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 15 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 20 Maret 20X1 Akun antara (D) (mencatat pendapatan Pendapatan Pajak – LRA (K) dari kompensasi piutang) 20 Maret 20X1 Pendapatan Pajak – LRA (D) (mencatat pengembalian Akun antara (K) pendapatan)
Jumlah Rp2.000.000.000 Rp2.000.000.000 Rp1.500.000.000 Rp1.500.000.000 Rp 2.000.000.000 Rp 2.000.000.000
Jumlah Rp1.500.000.000 Rp1.500.000.000 RP2.000.000.000 Rp2.000.000.000
21 22 23 24 25 26 27
Contoh 6: Pembayaran Pajak Dalam Mata Uang Asing Melalui Bank/Pos Persepsi (secara official assessment) PT XYZ ditetapkan sebagai wajib pajak yang melakukan pembukuan dan pembayaran pajak dalam mata uang asing (USD). Pada tanggal 30 Januari 20X1 menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atas wajib pajak tersebut sebesar USD
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
24
1 2 3 4 5 6
1,000,000 dengan kurs tengah BI pada tanggal tersebut Rp10.000. Pada tanggal 20 Maret 20X1 wajib pajak tersebut membayar sebesar USD300,000 dengan kurs transaksi sebesar Rp11.000. Pada tanggal 31 Desember 20X1 saldo piutang atas wajib pajak tersebut sebesar USD700,000 dengan kurs tengah BI sebesar Rp12.000. Pada tanggal 20 Februari 20X2 wajib pajak tersebut membayar dibayar sebesar USD700,000 dengan kurs transaksi sebesar Rp13.000.
7
Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 30 Januari 20X1 Piutang Pajak (D) Pendapatan Pajak - LO (K) 20 Maret 20X1 Kas (D) Piutang Pajak (K) Realisasi R/L Selisih Kurs (K) 31 Desember 20X1 Piutang Pajak (D) Selisih Kurs Yang Belum Terealisasi (K) 1 Januari 20X2 Selisih Kurs Yang Belum Terealisasi (D) Piutang Pajak (K) 20 Februari 20X2 Kas (D) Piutang Pajak (K) Realisasi R/L Selisih Kurs (K)
8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18
19 20 21
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 30 Januari 20X1 Tidak dijurnal 20 Maret 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Pajak LRA (K) 31 Desember 20X1 Tidak dijurnal 1 Januari 20X2 Tidak dijurnal 20 Februari 20X2 Akun antara (D) Pendapatan Pajak LRA (K)
Jumlah Rp 10.000.000.000 Rp 10.000.000.000 Rp3.300.000.000 Rp3.000.000.000 Rp 300.000.000 Rp1.400.000.000 Rp1.400.000.000 Rp1.400.000.000 Rp1.400.000.000 Rp9.100.000.000 Rp7.000.000.000 Rp2.100.000.000
Jumlah Rp3.300.000.000 Rp3.300.000.000 Rp9.100.000.000 Rp9.100.000.000
Contoh 7: Pembayaran Pajak Dalam Mata Uang Asing Melalui Bank/Pos Persepsi (secara selfassessment) PT XYZ ditetapkan sebagai wajib pajak yang melakukan pembukuan dan pembayaran pajak dalam mata uang asing (USD). Pada tanggal 30 Januari 20X1 wajib pajak tersebut membayar PPh sebesar USD 1,000 dengan kurs tengah BI pada tanggal tersebut Rp10.000. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 30 Januari 20X1 Kas (D) Pendapatan Pajak - LO (K)
Jumlah Rp10.000.000 Rp10.000.000
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 30 Januari 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Pajak - LRA (K)
Jumlah Rp10.000.000 Rp10.000.000
22 23
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Contoh 8: Pengurangan Piutang Pajak Yang Keberatan/Bandingnya Diterima Pada Tahun Sama (Sudah Diakui sebagai Pendapatan LO) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 15 Januari 20X1 telah menerbitkan ketetapan pajak atas wajib pajak PT DEF sebesar Rp2.000.000.000 dan atas ketetapan tersebut telah disetorkan oleh wajib pajak sebesar Rp1.000.000.000 pada tanggal 20 Februari 20X1. Pada tanggal 20 Maret 20X1, PT DEF mengajukan keberatan sebesar Rp2.000.000.000 dan atas keberatannya diterima pada tanggal 19 Juni 20X1 dan telah diterbitkan ketetapan lebih bayar. Atas hal tersebut telah terbit Surat Pemberitahuan Pencairan Dana (SP2D) pada tanggal 17 Juli 20X1. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 15 Januari 20X1 Piutang Pajak (D) Pendapatan Pajak - LO (K) 20 Februari 20X1 Kas (D) Piutang Pajak (K) 19 Juni 20X1 Pendapatan Pajak - LO (D) Piutang Pajak (D) 17 Juli 20X1 Pendapatan Pajak – LO (D) Kas (K) Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 15 Januari 20X1 Tidak ada jurnal 20 Februari 20X1 Akun antara (K) Pendapatan Pajak – LRA (D) 19 Juni 20X1 Tidak ada jurnal 17 Juli 20X1 Pendapatan Pajak – LRA (D) Akun antara (K)
Jumlah Rp 2.000.000.000 Rp 2.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000
Jumlah Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000
Contoh 9: Pengurangan Piutang Pajak Yang Keberatan/Bandingnya Diterima Pada Tahun Yang Berbeda Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 15 Oktober 20X1 telah menerbitkan ketetapan pajak atas wajib pajak PT DEF sebesar Rp2.000.000.000 dan atas ketetapan tersebut telah disetorkan oleh wajib pajak sebesar Rp1.000.000.000 pada tanggal 20 Oktober 20X1. Pada tanggal 22 Oktober 20X1, PT DEF mengajukan keberatan sebesar Rp2.000.000.000 dan atas keberatannya diterima pada tanggal 19 Januari 20X2 dan telah diterbitkan ketetapan lebih bayar. Atas hal tersebut telah terbit Surat Pemberitahuan Pencairan Dana (SP2D) pada tanggal 18 Februari 20X2. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 15 Oktober 20X1 Piutang Pajak (D) Pendapatan Pajak - LO (K) 20 Oktober 20X1 Kas (D) Piutang Pajak (K) 19 Januari 20X2 Pendapatan Pajak / Ekuitas - LO (D) Piutang Pajak (D) Pendapatan Pajak / Ekuitas - LO (D) Utang (K) 18 Februari 20X2 Utang (D) Kas (K)
Jumlah Rp 2.000.000.000 Rp 2.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000
24 25 26 Komite Standar Akuntansi Pemerintah
26
1
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 15 Oktober 20X1 Tidak ada jurnal 20 Oktober 20X1 Akun antara (K) Pendapatan Pajak – LRA (D) 19 Januari 20X2 Tidak ada jurnal 18 Februari 20X2 Pendapatan Pajak – LRA (D) Akun antara (K)
Jumlah Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000 Rp 1.000.000.000
2 3 4
Contoh 10: Pengurangan Piutang Pajak berdasarkan Keputusan Penghapusan Piutang Pajak
5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 15 Februari 20X1 telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan (SKPKB PPh) atas wajib pajak PT DEF sebesar Rp1.500.000.000. Pada tanggal 31 Desember 20X1, KPP melakukan penyisihan piutang pajak atas SKPKB tersebut sebesar Rp150.000.000. Berdasarkan penelitian yang dilakukan KPP, diketahui piutang pajak tersebut tidak dapat ditagih karena wajib pajak tersebut telah bubar dan dilikuidasi, tidak memiliki harta kekayaan lagi dan penanggung pajak tidak ditemukan. Atas hal tersebut KPP mengusulkan penghapusan piutang pajak dan diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Piutang Pajak sebesar Rp1.500.000.000 pada tanggal 20 Maret 20X5.
14 15
16 17 18
19 20 21 22 23 24 25 26 27
Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal Jumlah 15 Februari 20X1 Piutang Pajak (D) Rp 1.500.000.000 Pendapatan Pajak - LO (K) Rp1.500.000.000 31 Desember 20X1 Beban Penyisihan Piutang Tidak Rp 150.000.000 Tertagih – Piutang PPh (D) Penyisihan Piutang Pajak Tidak Rp 150.000.000 Tertagih (D) 20 Maret 20X5 Penyisihan Piutang Pajak Tidak Rp 1.500.000.000 Tertagih (D) Rp 1.500.000.000 Piutang Pajak (K)
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 15 Februari 20X1 Tidak ada jurnal 31 Desember 20X1 Tidak ada jurnal 20 Maret 20X5 Tidak ada jurnal
Jumlah -
Contoh 11: Pembayaran Imbalan Bunga Pajak a. Pembayaran Imbalan Bunga Pajak tanpa kompensasi piutang pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 15 Februari 20X1 telah menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKP-IB) sebesar Rp300.000.000. Atas penerbitan SKP-IB tersebut telah ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPM-IB) pada tanggal 20 Februari 20X1 dan penerbitan SP2D pada tanggal 25 Februari 20X1. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal Jumlah 15 Februari 20X1 Pendapatan Pajak – LO (D) Rp300.000.000 Utang Pembayaran Imbalan Bunga Rp300.000.000 Pajak (K)
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
27
20 Februari 20X1 25 Februari 20X1
1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14 15
16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tidak ada jurnal Utang Pembayaran Imbalan Bunga Rp300.000.000 Pajak (D) Rp300.000.000 Kas (K)
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 15 Februari 20X1 Tidak ada jurnal 20 Februari 20X1 Tidak ada jurnal 25 Februari 20X1 Pendapatan Pajak – LRA (D) Akun antara (K)
Jumlah Rp 300.000.000 Rp300..000.000
b. Pembayaran Imbalan Bunga Pajak dengan kompensasi piutang pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada tanggal 15 Februari 20X1 telah menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKP-IB) sebesar Rp300.000.000 dan imbalan bunga tersebut dikompensasikan dengan piutang pajak sebesar Rp200.000.000. Atas penerbitan SKP-IB tersebut telah ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPM-IB) pada tanggal 20 Februari 20X1 dan penerbitan SP2D sebesar Rp100.000.000 pada tanggal 25 Februari 20X1. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal Jumlah 15 Februari 20X1 Pendapatan Pajak – LO (D) Rp300.000.000 Utang Pembayaran Imbalan Bunga Rp300.000.000 Pajak (K) 20 Februari 20X1 Tidak ada jurnal 25 Februari 20X1 Utang Pembayaran Imbalan Bunga Rp300.000.000 (mencatat pembayaran Pajak (D) Rp300.000.000 imbalan bunga) Kas (K) 25 Februari 20X1 Kas (D) Rp200.000.000 (mencatat kompensasi Piutang Pajak - LO (K) Rp200.000.000 piutang pajak) Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 15 Februari 20X1 Tidak ada jurnal 20 Februari 20X1 Tidak ada jurnal 25 Februari 20X1 Pendapatan Pajak – LRA (D) (mencatat pembayaran Akun antara (K) imbalan bunga) 25 Februari 20X1 Akun antara (D) (mencatat kompensasi Piutang Pajak (K) piutang pajak)
Jumlah Rp 300.000.000 Rp300..000.000 Rp200.000.000 Rp200.000.000
Contoh 12: Bea Masuk Importir FGH membayar bea masuk sebesar Rp500.000.000 ke rekening kas negara pada tanggal 20 April 20X1. Pada tanggal 25 April 20X1, importir tersebut mengajukan dokumen kepabeanan ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) untuk memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
28
1
2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12
13 14 15 16 17 18
19 20
Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 20April 20X1 Kas (D) Pendapatan Pajak Diterima Dimuka (K) 25 April 20X1 Pendapatan Pajak Diterima Dimuka (D) Pendapatan Perpajakan-LO (K)
Jumlah Rp500.000.000 Rp500.000.000 Rp500.000.000 Rp500.000.000
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 20 April 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Perpajakan-LO (K) 25 April 20X1 Tidak ada jurnal
Jumlah Rp500.000.000 Rp500.000.000 -
Contoh 13: Bea Keluar Eksportir HIJ membayar bea keluar sebesar Rp300.000.000 ke rekening kas negara pada tanggal 20 April 20X1. Pada tanggal 25 April 20X1, eksportir tersebut mengajukan dokumen kepabeanan ke Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) untuk mengekspor barang dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal Jumlah 20April 20X1 Kas (D) Rp300.000.000 Pendapatan Pajak Diterima Dimuka (K) Rp300.000.000 25 April 20X1 Pendapatan Pajak Diterima Dimuka (D) Rp300.000.000 Pendapatan Perpajakan-LO (K) Rp300.000.000 Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 20 April 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Perpajakan-LO (K) 25 April 20X1 Tidak ada jurnal
Jumlah Rp300.000.000 Rp300.000.000 -
Contoh 14: Cukai Pada tanggal 5 Januari 20X1 PT DEF menyampaikan dokumen pemesanan pita cukai danmembayar ke kas negara senilai Rp80.000.000. Jurnal Pendapatan LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 5 Januari 20X1 Kas (D) Pendapatan Perpajakan-LO (K)
Jumlah Rp80.000.000 Rp80.000.000
Jurnal Pendapatan LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 5 Januari 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Perpajakan-LO (K)
Jumlah Rp80.000.000 Rp80.000.000
21 22
Contoh 15: Meterai
23 24 25 26 27
Pada tanggal 10 Maret 20X1, Kantor Pelayanan Pajak memberikan ijin kepada PT ABC atas permohonan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan pertimbangan wajib pajak yang bersangkutan setiap bulan rata-rata menerbitkan dokumen yang wajib dibubuhkan Bea Meterai sebanyak 60 dokumen. PT ABC melakukan penyetoran dimuka Bea Meterai sebesar Rp20.000.000 pada tanggal 11 Maret 20X1. Pada tanggal 15 April
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
29
1 2 3
20X1 PT ABC menyampaikan Laporan Bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak perihal realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai dengan jumlah pemakaian tanda Bea Meterai Lunas s.d. 15 April 20X1 sebesar Rp25.000.000.
4
Jurnal Pendapatan Perpajakan-LO (basis akrual): Tanggal Uraian Jurnal 10 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 11 Maret 20X1 Kas (D) Pendapatan Pajak – LO (K) 15 April 20X1 Kas (D) Pendapatan Pajak – LO (K)
5 6
Jurnal Pendapatan Perpajakan-LRA (basis kas): Tanggal Uraian Jurnal 10 Maret 20X1 Tidak ada jurnal 11 Maret 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Pajak – LRA (K) 15 April 20X1 Akun antara (D) Pendapatan Pajak – LRA (K)
Jumlah Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp5.000.000 Rp5.000.000
Jumlah Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp5.000.000 Rp5.000.000
7 8
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
30
1
2 PENGAKUAN BAB IV
2
AKUNTANSI PENDAPATAN PERPAJAKAN
3
PEMERINTAH DAERAH
4 5
IV.1. AKUNTANSI PENDAPATAN PAJAK DAERAH-LRA
6
IV.1.1. Pengakuan
7 8 9 10
Berdasarkan Paragraf 21 PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran Lampiran I, Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Lebih lanjut IPSAP 02, menyatakan bahwa pendapatan diakui pada saat diterima pada RKUN/RKUD mencakup:
11
1. Pendapatan kas yang telah diterima pada RKUN/RKUD.
12 13 14
2. Pendapatan kas yang diterima oleh bendahara penerimaan yang sebagai pendapatan negara/daerah dan hingga tanggal pelaporan belum disetorkan ke RKUN/RKUD, dengan ketentuan bendahara penerimaan tersebut merupakan bagian dari BUN/BUD.
15 16 17
3. Pendapatan kas yang diterima satker/SKPD dan digunakan langsung tanpa disetor ke RKUN/RKUD, dengan syarat entitas penerima wajib melaporkannya kepada BUN/BUD untuk diakui sebagai pendapatan negara/daerah.
18 19 20
4. Pendapatan kas yang berasal dari hibah langsung dalam/luar negeri yang digunakan untuk mendanai pengeluaran entitas dengan syarat entitas penerima wajib melaporkannya kepada BUN/BUD untuk diakui sebagai pendapatan negara/daerah.
21 22
5. Pendapatan kas yang diterima entitas lain di luar entitas pemerintah berdasarkan otoritas yang diberikan oleh BUN/BUD, dan BUN/BUD mengakuinya sebagai pendapatan.
23 24
Sehingga berdasarkan hal tesebut, Pendapatan Pajak Daerah–LRA, diakui pada saat:
25
a. Pendapatan kas telah diterima pada RKUD.
26
b. Pendapatan kas diterima oleh bendahara penerimaan.
27 28
c. Pendapatan kas diterima entitas lain di luar entitas pemerintah daerah berdasarkan otoritas yang diberikan oleh BUD.
29 30 31 32
Dokumen sumber pencatatan Pendapatan Pajak Daerah-LRA adalah bukti pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak ke Kas Daerah atau melalui Bendahara Penerimaan. Jurnal standar untuk mencatat Pendapatan Pajak Daerah-LRA adalah sebagai berikut: Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan Perpajakan LRA
33 34 35 36 37 38 39 40 41
Debet XXX Daerah-
Kredit XXX
Penggunaan akun antara tersebut diatas dapat dikembangkan sesuai dengan sistem akuntansi pada Pemerintah Daerah. Dalam hal Wajib Pajak terlambat memenuhi kewajibannya dalam pembayaran pajak, maka Wajib Pajak bersangkutan akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga/denda yang umumnya dinyatakan dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Pengakuan penerimaan denda pajak akan dicatat sebagai Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah-LRA pada saat kas denda pajak daerah tersebut diterima di Kas Daerah atau di
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
31
1 2
Bendahara Penerimaan. Jurnal untuk mencatat penerimaan Pendapatan Denda Pajak –LRA adalah sebagai berikut: Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan Denda Pajak-LRA
Debet XXX
Kredit XXX
3 4 5 6 7
Dalam hal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) yang menyatakan bahwa wajib pajak daerah bersangkutan berhak menerima pengembalian pajak daerah yang dibayarkan oleh nya, maka perlu dilakukan koreksi atas pajak daerah yang telah dicatat/diakutansikan.
8 9 10
Pencatatan untuk pengembalian pajak pada tahun bersamaan dengan tahun pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak maka akan dicatat pada SKPD penghasil pajak daerah yang bersangkutan sebagai berikut: Uraian Jurnal Pendapatan Pajak Daerah-LRA Akun antara
Debet XXX
Kredit XXX
11 12 13 14 15 16
Apabila pembayaran SPDLB/retitusi dilakukan pada tahun berikutnya, PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 60 ayat (2) menyatakan bahwa Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga, sehingga BUD/PPKD akan mencatat transaksi tersebut dengan jurnal: Uraian Jurnal Belanja Tidak Terduga Perubahan SAL
Debet XXX
Kredit XXX
17 18
IV.1.2. Pengukuran
19 20 21 22 23 24 25
Pendapatan Perpajakan-LRA diukur sebesar nominal uang yang masuk ke kas negara dari sumber pendapatan dengan menggunakan asas bruto, yaitu pendapatan dicatat tanpa dikurangkan/ dikompensasikan dengan belanja yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pengembalian Pendapatan Perpajakan-LRA diukur sebesar nominal uang yang keluar dari kas negara.
26 27 28 29
Akuntansi pendapatan Pajak Daerah-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
30 31 32
Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan Pajak Daerah-LRA bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan.
33 34
IV.1.3. Penyajian dan Pengungkapan
35
Ilustrasi Penyajian Pendapatan Pajak Daerah-LRA
36 37
Pendapatan Perpajakan-LRA disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas per jenis pajak dalam mata uang rupiah.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
32
1 2 3
Pendapatan Pajak Daerah-LRA disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dengan membandingkan antara anggaran dan realisasi Pendapatan Pajak Daerah-LRA tahun berkenaan serta realisasi Pendapatan Pajak Daerah-LRA tahun sebelumnya.
4 PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) NO. 1 2 3 4
5 6
5 6 7 8
URAIAN PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6)
Anggaran 20X1
Realisasi 20X1
(%)
Realisasi 20X0
xxx xxx
xxx xxx
xx xx
xxx xxx
xxx xxx xxxx
xxx xxx xxxx
xx xx xx
xxx xxx xxxx
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam Rupiah) NO. 1 2
Anggaran 20X1
Realisasi 20X1
(%)
Realisasi 20X0
PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
3
Pendapatan Pajak Daerah
xxx
xxx
xx
xxx
4
Pendapatan Retribusi Daerah
xxx
xxx
xx
xxx
xxx
xxx
xx
xxx
xxx
xxx
xx
xxx
xxxx
xxxx
xx
xxxx
5 6 7
7 8
URAIAN
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6)
8
9 10
Hal-hal yang perlu diungkapkan dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan mengenai Pendapatan Pajak Daerah-LRA antara lain adalah sebagai berikut:
11 12
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengakuan, pengukuran Pendapatan Pajak
13
b. Rincian Anggaran dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah-LRA per jenis pajak;
Daerah-LRA; dan
14 15
IV.1.4. Ilustrasi Transaksi
16
Jurnal Standar
17
Pendapatan Pajak Daerah-LRA akan dicatat/diakuntansikan pada saat adanya kas diterima.
18 19
Contoh 1: Pajak Daerah yang Didahului dengan Penerbitan Surat Ketetapan dan Wajib Pajak membayar ke Bendahara Penerimaan SKPD
20 21 22
a. Pada tanggal 1 April 2015, DPPKAD Kabupaten XY menerbitkan SPPT PBB P2 untuk Wajib Pajak ABC sebesar Rp500.000,00 dengan jatuh tempo 31 Oktober 2015. Dengan diterbitkannya SPPT tersebut, maka pada tanggal 1 April 2015 DPPKAD akan mencatat:
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
33
1
Tidak ada Jurnal
2 3 4 5
b. Pada tanggal 31 Agustus 2015, untuk Wajib Pajak ABC melakukan pembayaran sebesar Rp500.000,00 atas SPPT PBB P2 yang diterimanya ke DPPKAD Kabupaten XY, maka pada tanggal 31 Agustus 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan PBB P2-LRA
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
6 7 8 9
c. Pada hari yang sama Bendahara Penerimaan DPPKAD Kabupaten XY melakukan penyetoran ke Kas Daerah atas penerimaan PBB P2, maka pada tanggal 31 Agustus 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal RK PPKD Kas di Bendahara Penerimaan
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
10 11 12 13
Contoh 2: Pajak Daerah yang Didahului dengan Penerbitan Surat Ketetapan dan Wajib Pajak Membayar Langsung ke Rekening Kas Daerah
14 15 16
a. Pada tanggal 1 April 2015, DPPKAD Kabupaten XY menerbitkan SPPT PBB P2 untuk
17
Wajib Pajak ABC sebesar Rp500.000,00 dengan jatuh tempo 31 Oktober 2015. Dengan diterbitkannya SPPT tersebut, maka pada tanggal 1 April 2015 DPPKAD akan mencatat: Tidak ada Jurnal
18 19 20 21
b. Pada tanggal 31 Agustus 2015, untuk Wajib Pajak ABC melakukan pembayaran sebesar Rp500.000,00 atas SPPT PBB P2 yang diterimanya ke Kas Daerah, maka pada tanggal 31 Agustus 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan PBB P2-LRA
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
22 23 24
Contoh 3: Penerimaan Pajak Daerah melalui Bendahara Penerimaan tanpa Didahului Surat Ketetapan
25 26 27 28 29
Wajib Pajak Restoran pada tanggal 5 Mei 2015 menyetorkan Pajak Restoran yang dipungutnya untuk masa pajak bulan April 2015 sebesar Rp750.000,00 ke Bendahara Penerimaan Dinas Pelayanan Pajak Kota CC, maka Dinas Pelayanan Pajak Kota CC akan mencatat transaksi tersebut pada tanggal 5 Mei 2015 sebagai berikut: Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan Restoran-LRA
Debet 750.000,00
Kredit 750.000,00
30 31 32
Contoh 4: Penerimaan Pajak Daerah melalui Kas Daerah tanpa Didahului Surat Ketetapan
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
34
1 2 3 4 5
Wajib Pajak Hotel Kota CC pada tanggal 3 Pebruari 2015 menyetorkan Pajak Hotel yang dipungutnya untuk masa pajak bulan Januari 2015 sebesar Rp1.250.000,00 ke Kas Daerah, maka Dinas Pelayanan Pajak Kota CC akan mencatat transaksi tersebut pada tanggal 3 Pebruari 2015 sebagai berikut: Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan Pajak Hotel-LRA
Debet 1.250.000,00
Kredit 1.250.000,00
6 7
Contoh 5: Denda Pajak Daerah
8 9 10 11 12
Pada tanggal 15 Maret bahwa keberatan pembayaran Pajak Parkir terutang yang diajukan oleh PT. SUV sebagai pengelola parkir di Mal LAM pada Kota DA di tolak dan berdasarkan keputusan penolakan tersebut diterbitkan STPD yang menyatakan PT. SUV harus mebayar denda pajak sebesar Rp100.000.000,00. Berdasarkan hal tersebut, maka DPPKAD Kota DA akan mencatat sebagai berikut
13
a. Pada saat penerbitan Surat Ketetapan
14 15
Tidak ada Jurnal
b. Apabila Wajib Pajak membayar ke Bendahara Penerimaan SKPD Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan Denda Pajak-LRA
Debet 100.000.000,00
Kredit 100.000.000,00
16 17
c. Apabila Wajib Pajak membayar ke Kas Daerah Uraian Jurnal Akun antara Pendapatan Denda Pajak-LRA
Debet 100.000.000,00
Kredit 100.000.000,00
18 19
Contoh 6: Denda Pajak Daerah
20 21 22 23 24
Berdasarkan Keputusan Walikota XW, keberatan besaran BPHTB terutang yang diajukan oleh Wajib Pajak Bapak AM diterima, atas hal tersebut diterbitkan SKPDLB pada tanggal 15 Juni 2015 yang menyatakan Bapak AM berhak menerima pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB sebesar Rp900.000,00. Dinas Pelayanan PBB dan BHTB Kota XW akan mencatat transaksi tersebut sebagai berikut:
25
a. Saat penerbitan Keputusan Walikota
26
Tidak ada Jurnal
27 28
b. Saat pembayaran melalui Kas Daerah: Uraian Jurnal Pendapatan Perpajakan-LRA Akun antara
Debet 900.000,00
Kredit 900.000,00
29 30 31 Komite Standar Akuntansi Pemerintah
35
1
IV.2. AKUNTANSI PENDAPATAN PAJAK DAERAH-LO
2
IV.2.1. Pengakuan
3
Sesuai dengan paragraf 19 PSAP 12, bahwa:
4
Pendapatan-LO diakui pada saat:
5
a.Timbulnya hak atas pendapatan;
6
b.Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi.
7 8 9 10
Sesuai dengan paragraf 20, Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan. Hak untuk menagih pendapatan pada pemerintah daerah pada umumnya dinyatakan dalam surat ketetapan, baik dalam bentuk SKPD, SSPT, STPD, SKPDKB, dan SKPDKBT.
11 12 13 14 15
Selanjutnya sesuai dengan paragraf 22, Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan. Pada pemerintah daerah, Pendapatan Pajak Daerah-LO diakui pada saat telah diterima pembayaran pajak daerah dari wajib pajak baik di Rekening Kas Umum Daerah atau di Bendahara Penerimaan.
16 17
Berdasarkan hal tersebut jurnal untuk pencatatan Pendapatan Pajak Daerah-LO adalah sebagai berikut:
18
a. Pendapatan yang didahului dengan penerbitan surat ketetapan: Uraian Jurnal Piutang Pajak Daerah Pendapatan Pajak Daerah– LO
Debet XXX
Kredit XXX
19 20 21
b. Pendapatan yang tanpa didahului penerbitan surat ketetapan: 1. Kas Pajak Daerah diterima oleh Bendahara Penerimaan: Uraian Jurnal Kas di Bendahara Penerimaan Pendapatan Pajak Daerah– LO
Debet XXX
Kredit XXX
22 23
2. Kas Pajak Daerah diterima di Rekening Kas Daerah: Uraian Jurnal Kas di Kas Daerah Pendapatan Pajak Daerah– LO
Debet XXX
Kredit XXX
24 25 26 27 28
Dalam hal Wajib Pajak terlambat memenuhi kewajibannya dalam pembayaran pajak, maka Wajib Pajak bersangkutan akan dikenakan sanksi administratif berupa bunga/denda yang umumnya dinyatakan dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD), maka pengakuan pendapatan dari Denda Pajak Daerah adalah sebagai berikut: Uraian Jurnal Piutang Denda Pajak Pendapatan Denda Pajak– LO
Debet XXX
Kredit XXX
29 30 31 32 33 34
Dalam hal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) yang menyatakan bahwa wajib pajak daerah bersangkutan berhak menerima pengembalian pajak daerah yang dibayarkan oleh nya, maka perlu dilakukan koreksi atas pajak daerah yang telah dicatat/diakutansikan. Koreksi atas Pendapatan Pajak Daerah-LO adalah sebagai berikut: Komite Standar Akuntansi Pemerintah
36
1 Uraian Jurnal Pendapatan Perpajakan-LO Utang Jangka Pendek Lainnya
Debet XXX
Kredit XXX
2 3 4 5 6
Dalam hal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) yang menyatakan bahwa wajib pajak daerah bersangkutan berhak menerima pengembalian pajak daerah yang dibayarkan oleh nya, maka perlu dilakukan koreksi atas pajak daerah yang telah dicatat/diakutansikan.
7
1. Saat diterbitkannya SKPDLB Uraian Jurnal Pendapatan Perpajakan-LO Utang Jangka Pendek Lainnya
Debet XXX
Kredit XXX
8 9
2. Saat pembayaran SKPDLB/retitusi: Uraian Jurnal Utang Jangka Pendek Lainnya RK PPKD
Debet XXX
Kredit XXX
10 11
IV.2.2. Pengukuran
12
Pendapatan Perpajakan-LO diukur sebesar nilai nominal yaitu:
13
-
Nilai aliran masuk yang telah diterima oleh pemerintah untuk self assessment.
14 15
-
Nilai aliran masuk yang akan diterima pemerintah untuk official assessment.
16 17 18
Akuntansi pendapatan Pendapatan Pajak Daerah-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
19 20 21
Dalam hal besaran pengurang terhadap Pendapatan Pajak Daerah-LO bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan.
22 23
IV.2.3. Penyajian dan Pengungkapan
24 25
Pendapatan Perpajakan-LO disajikan pada Laporan Operasional per jenis pajak dalam mata uang rupiah.
26 27
Pendapatan Pajak Daerah-LO disajikan dalam Laporan Operasional. Realisasi Penerimaan kas Pendapatan Pajak Daerah-LO disajikan dalam Laporan Arus Kas.
28 29
Ilustrasi Penyajian Pendapatan Pajak Daerah-LO
30 31
Pendapatan Pajak Daerah-LO disajikan dengan membandingkan realisasi Pendapatan Pajak Daerah-LO tahun berkenaan dengan realisasi tahun sebelumnya.
32
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
37
PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) No
URAIAN KEGIATAN OPERASIONAL 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah 4 Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 5 yang Dipisahkan 6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) 8
1 2
20X1
20X0
Kenaikan/ Penurunan
(%)
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN OPERASIONAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (Dalam rupiah) No
3 4
URAIAN KEGIATAN OPERASIONAL 1 PENDAPATAN 2 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3 Pendapatan Pajak Daerah 4 Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 5 yang Dipisahkan 6 Pendapatan Asli Daerah Lainnya 7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah( 3 s/d 6 ) 8
20X1
20X0
Kenaikan/ Penurunan
(%)
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
xxx xxx xxx
5
Ilustrasi Penyajian Arus Masuk Kas dari Pendapatan Pajak Daerah
6 7 8
Arus masuk kas dari Pendapatan Pajak Daerah disajikan dengan membandingkan Arus masuk kas dari Pendapatan Pajak Daerah tahun berkenaan dengan Arus masuk kas tahun sebelumnya.
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
38
PEMERINTAH PROVINSI LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) Uraian
No. 1
Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2
Arus Masuk Kas
3
1 2
Penerimaan Pajak Daerah
20X1
20X0
XXX
XXX
4
Penerimaan Retribusi Daerah
XXX
XXX
5
Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahk
XXX
XXX
6
Penerimaan Lain-lain PAD yang sah
XXX
XXX
7
Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak
XXX
XXX
8
Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
XXX
XXX
9
Penerimaan Dana Alokasi Umum
XXX
XXX
10
Penerimaan Dana Alokasi Khusus
XXX
XXX
11
Penerimaan Dana Otonomi Khusus
XXX
XXX
12
Penerimaan Dana Penyesuaian
XXX
XXX
13
Penerimaan Hibah
XXX
XXX
14
Penerimaan Dana Darurat
XXX
XXX
15
Penerimaan Lainnya
XXX
XXX
16
Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX
XXX
17
Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 16)
3
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
39
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA LAPORAN ARUS KAS Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember 20X1 dan 20X0 Metode Langsung (Dalam Rupiah) Uraian
No.
1 2
1
Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2
Arus Masuk Kas
20X1
20X0
3
Penerimaan Pajak Daerah
XXX
XXX
4
Penerimaan Retribusi Daerah
XXX
XXX
5
Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahk
XXX
XXX
6
Penerimaan Lain-lain PAD yang sah
XXX
XXX
7
Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak
XXX
XXX
8
Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
XXX
XXX
9
Penerimaan Dana Alokasi Umum
XXX
XXX
10
Penerimaan Dana Alokasi Khusus
XXX
XXX
11
Penerimaan Dana Otonomi Khusus
XXX
XXX
12
Penerimaan Dana Penyesuaian
XXX
XXX
13
Penerimaan Hibah
XXX
XXX
14
Penerimaan Dana Darurat
XXX
XXX
15
Penerimaan Lainnya
XXX
XXX
16
Penerimaan dari Pendapatan Luar Biasa XXX
XXX
17
Jumlah Arus Masuk Kas (3 s/d 16)
3 4 5
Hal-hal yang perlu diungkapkan dan dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan mengenai Pendapatan Pajak Daerah-LO antara lain adalah sebagai berikut:
6 7
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengakuan, pengukuran Pendapatan Pajak
8
b. Rincian realiasi Pendapatan Pajak Daerah-LO per jenis pajak.
Daerah-LO;
9 10 11
IV.2.4. Ilustrasi Akuntansi Pendapatan Pajak Daerah-LO
12 13
Pendapatan Pajak Daerah-LO akan dicatat pada saat adanya hak telah dipenuhi dan/atau adanya aliran sumber daya ekonomi dalam hal ini kas.
14
Ilustrasi Transaksi:
15 16
Contoh 1: Pajak Daerah yang Didahului dengan Penerbitan Surat Ketetapan dan Wajib Pajak membayar ke Bendahara Penerimaan SKPD
17 18 19
a. Pada tanggal 1 April 2015, DPPKAD Kabupaten XY menerbitkan SPPT PBB P2 untuk Wajib Pajak ABC sebesar Rp500.000,00 dengan jatuh tempo 31 Oktober 2015. Dengan diterbitkannya SPPT tersebut, maka pada tanggal 1 April 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal Piutang Pajak Daerah Pendapatan PBB P2– LO
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
40
1 2 3 4
b. Pada tanggal 31 Agustus 2015, untuk Wajib Pajak ABC melakukan pembayaran sebesar Rp500.000,00 atas SPPT PBB P2 yang diterimanya ke DPPKAD Kabupaten XY, maka pada tanggal 31 Agustus 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal Kas di Bendahara Penerimaan Piutang Pajak Daerah
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
5 6 7 8
c. Pada hari yang sama Bendahara Penerimaan DPPKAD Kabupaten XY melakukan penyetoran ke Kas Daerah atas penerimaan PBB P2, maka pada tanggal 31 Agustus 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal RK PPKD Kas di Bendahara Penerimaan
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
9 10 11 12
Contoh 2: Pajak Daerah yang Didahului dengan Penerbitan Surat Ketetapan dan Wajib Pajak Membayar Langsung ke Rekening Kas Daerah
13 14 15
a. Pada tanggal 1 April 2015, DPPKAD Kabupaten XY menerbitkan SPPT PBB P2 untuk Wajib Pajak ABC sebesar Rp500.000,00 dengan jatuh tempo 31 Oktober 2015. Dengan diterbitkannya SPPT tersebut, maka pada tanggal 1 April 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal Piutang Pajak Daerah Pendapatan PBB P2– LO
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
16 17 18 19
b. Pada tanggal 31 Agustus 2015, untuk Wajib Pajak ABC melakukan pembayaran sebesar Rp500.000,00 atas SPPT PBB P2 yang diterimanya ke Kas Daerah, maka pada tanggal 31 Agustus 2015 DPPKAD akan mencatat: Uraian Jurnal RK PPKD Piutang Pajak Daerah
Debet 500.000,00
Kredit 500.000,00
20 21 22 23
Contoh 3: Penerimaan Pajak Daerah melalui Bendahara Penerimaan tanpa Didahului Surat Ketetapan
24 25 26 27 28
a. Wajib Pajak Restoran pada tanggal 5 Mei 2015 menyetorkan Pajak Restoran yang dipungutnya untuk masa pajak bulan April 2015 sebesar Rp750.000,00 ke Bendahara Penerimaan Dinas Pelayanan Pajak Kota CC, maka Dinas Pelayanan Pajak Kota CC akan mencatat transaksi tersebut pada tanggal 5 Mei 2015 sebagai berikut: Uraian Jurnal Kas di Bendahara Penerimaan Pendapatan Restoran-LO
Debet 750.000,00
Kredit 750.000,00
29
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
41
1 2
b. Pada hari yang sama, Bendahara Penerimaan Dinas Pelayanan Pajak Kota CC menyetorkan penerimaan yang diterimanya ke Kas Daerah, maka jurnalnya: Uraian Jurnal RK PPKD Kas di Bendahara Penerimaan
Debet 750.000,00
Kredit 750.000,00
3 4 5
Contoh 4: Penerimaan Pajak Daerah melalui Kas Daerah tanpa Didahului Surat Ketetapan
6 7 8 9
Wajib Pajak Hotel Kota CC pada tanggal 3 Pebruari 2015 menyetorkan Pajak Hotel yang dipungutnya untuk masa pajak bulan Januari 2015 sebesar Rp1.250.000,00 ke Kas Daerah, maka Dinas Pelayanan Pajak Kota CC akan mencatat transaksi tersebut pada tanggal 3 Pebruari 2015 sebagai berikut: Uraian Jurnal RK PPKD Pendapatan Pajak Hotel-LO
Debet 1.250.000,00
Kredit 1.250.000,00
10 11
Contoh 5: Denda Pajak Daerah
12 13 14 15 16
a. Pada tanggal 15 Maret bahwa keberatan pembayaran Pajak Parkir terutang yang diajukan oleh PT. SUV sebagai pengelola parkir di Mal LAM pada Kota DA di tolak dan berdasarkan keputusan penolakan tersebut diterbitkan STPD yang menyatakan PT. SUV harus mebayar denda pajak sebesar Rp100.000.000,00. Berdasarkan hal tersebut, maka DPPKAD Kota DA akan mencatat sebagai berikut: Uraian Jurnal Piutang Denda Pajak Pendapatan Denda Pajak– LO
Debet 100.000.000,00
Kredit 100.000.000,00
17 18
b. Apabila Wajib Pajak membayar ke Bendahara Penerimaan SKPD Uraian Jurnal Kas di Bendahara Penerimaan Piutang Denda Pajak
Debet 100.000.000,00
Kredit 100.000.000,00
19 20
Saat Penyetoran Kas Ke Rekening Kas Daerah Uraian Jurnal RK PPKD Kas di Bendahara Penerimaan
Debet 100.000.000,00
Kredit 100.000.000,00
21 22
c. Apabila Wajib Pajak membayar ke Kas Daerah Uraian Jurnal RK PPKD Piutang Denda Pajak
Debet 100.000.000,00
Kredit 100.000.000,00
23 24
Contoh 6: Pengembalian Pajak Daerah
25 26
a. Berdasarkan Keputusan Walikota XW, keberatan besaran BPHTB terutang yang diajukan oleh Wajib Pajak Bapak AM diterima, atas hal tersebut diterbitkan SKPDLB
Komite Standar Akuntansi Pemerintah
42
1 2 3
pada tanggal 15 Juni 2015 yang menyatakan Bapak AM berhak menerima pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB sebesar Rp900.000,00. Dinas Pelayanan PBB dan BHTB Kota XW akan mencatat transaksi tersebut sebagai berikut: Uraian Jurnal Pendapatan BPHTB-LO Utang Jangka Pendek Lainnya
Debet 900.000,00
Kredit 900.000,00
4 5
b. Saat pembayaran melalui Kas Daerah: Uraian Jurnal Utang Jangka Pendek Lainnya RK PPKD
6 7 8 9 10
Debet 900.000,00
Kredit 900.000,00
1. Pajak rokok adalah pajak daerah yang pemungutannya dilakukan oleh instansi Pemerintah Pusat. Jurnal di Pemerintah Pusat
11
Kas (D)
12
Hutang Fihak Ketiga (K)
XXX XXX
13 14
Pada saat penyetoran oleh instansi Pemerintah Pusat kepada Propinsi/Kabupaten:
15
Jurnal di Pemerintah Pusat:
16
Hutang Fihak Ketiga (D)
17
Kas (K)
XXX XXX
18 Jurnal di Pemerintah Daerah:
19 20 21
• Jurnal Pendapatan-LO yaitu pada saat diterima RKUD: Kas-LO (D) XXX
22
Pendapatan-LO (K)
23 24 25 26
Jurnal Pendapatan-LRA yaitu pada saat kas di terima Rekening Kas Umum Daerah (RKUD): Akun antara (D) XXX
27
Pendapatan-LO (K)
XXX
•
XXX
28 Dalam hal akhir periode pelaporan terdapat pemberitahuan dari iinstansi Pemerintah Pusat bahwa masih terdapat saldo Pajak Rokok yang disimpan di RKUN, maka atas saldo tersebut diakui sebagai pendapatan dengan jurnal:
29 30 31 32
Piutang Pendapatan-LO (D)
33
Pendapatan-LO (K)
34 35
XXX XXX
Catatan: untuk Pajak Rokok disisipkan di bab II dan di Bab IV sebagai ilustrasi Komite Standar Akuntansi Pemerintah
43