ANALISIS KEMAMPUAN SELF-RIGHTING KAPAL MODEL TANPA AWAK DENGAN PENDEKATAN STABILITAS MENGGUNAKAN HYDROMAX PRO Achmad Zuhdi, Sunaryo
Teknik Perkapalan, Departemen Teknik Mesin, Universitas Indonesia, Depok, 16424.
E-mail:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK
Indonesia dengan berlatar negara kepulauan akan sangat mempunyai masalah dalam hal keamanan dalam wilayah terluarnya. Dalam pelayaran di Indonesia pun sangat banyak terjadinya kecelakaan yang banyak disebabkan dengan kondisi yang ekstrem dan tidak bersahabat. Kondisi di pulau terluar juga rentan akan pencurian dan kecelakaan yang tidak dapat terdeteksi. Hal ini membuat perlu adanya kapal robot yang mengawasi pulau terluar RI dan juga pendeteksi kecelakaan sebagai fungsi rescue. Kapal ini tentunya harus memiliki stabilitas yang tinggi. Selfrighting menjadi salah satu metode yang dapat digunakan. Metode ini pula yang digunakan pada kapal-kapal penyelamat/rescue boat.
Kata kunci: Hydromax; kapal tanpa awak; kapal penyelamat; rescue boat, Stabilitas; selfrighting
ABSTRACT
Indonesia as an archipelago country will always have many problems within security in outer area. Many accidents occurred when the ship sails caused by unfriendly extremely weather and 1 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
in the other condition there are many shallow water which less than 5 meters so it can make the ship shipwrecked. On the other hand, condition of the Indonesia’s outer area often happens robbing and accident which can not be detected. In this case make Indonesia must have a robotic ship to clamp down the outer area and also to detect accidents to help rescue boat. This ship/vessel also must have a good stability. Self-righting is one of the method which can be used in this case. This method also used in rescue boat.
Key Words: Hydromax; unmanned vessel; rescue boat; stability; self-righting
1.
Pendahuluan
Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 oleh Perdana Menteri Indonesia saat itu, Ir. Djuanda, yang mengklaim bahwa seluruh perairan penghubung antar pulau merupakan wilayah nasional, dan beliau juga menyatakan jati diri bangsa Indonesia adalah negara kepulauan yang memegang prinsip bahwa laut bukanlah suatu pemisah antar pulau, tetapi menjadi penghubung pulau-pulau di Indonesia. Indonesia menyatakan diri menjadi negara kepulauan karena ada sekitar 17.508 buah pulau terhampar di wilayah Indonesia dari Sabang sampai dengan Merauke dengan luas laut 5,8 juta km2. Sangat luasnya wilayah laut di Indonesia tentunya akan berdampak pada pengamanan di pulau terluar. Pengamanan ini tentunya sangat erat hubungannya dengan sebuah kapal pengintai. Kapal pengintai ini tentunya harus mempunyai stabilitas yang baik, karena di wilayah terluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai ombak yang relatif cukup kurang bersahabat.
Gambar 1 Peta Negara Indonesia dan Jaringan Satelit
Pengawasan ini berlaku secara darat, laut maupun udara. Sebagai mahasiswa perkapalan, concern penelitian saya jelas untuk pengamanan wilayah laut di Indonesia, khususnya di wilayah terluar. Kita lihat peta Indonesia, dimana wilayah-wilayah terluar RI membutuhkan pengawasan. Tentunya sulit untuk mengandalkan manusia jika ingin meningkatkan hal itu. Pemilihan pengamanan menggunakan kapal robot menjadi salah satu solusi. Satelit memudahkan manusia untuk menerima dan mengirimkan sinyal untuk mengirim atau menerima pesan. Kita dapat memanfaatkan hal ini untuk dimaksimalkan dalam keamanan Indonesia
2 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
Mengingat kondisi wilayah terluar Indonesia yang secara ZEE itu sangat luas, ditambah dengan keadaan alam terluar RI yang cukup ekstrem (kadang ada ombak yang dapat mencapai 3 sampai 4 meter) maka kapal robot ini harus bisa memiliki stabilitas yang cukup baik bagi dirinya sendiri dalam kondisi berombak sekalipun. Karena jika tidak akan sulit untuk memperbaiki equipment yang dibawa dan kita sulit untuk menjangkau hal itu, malah menyulitkan kita. Selain itu kebutuhan kapal robot juga dapat dipergunakan untuk memata-matai pulau terluar yang sempat saya singgung bahwa kita membutuhkan pengamanan, kapal ini bisa jadi fungsinya seperti Rafael yang dimiliki oleh Israel sebagai mata-mata dalam pengamanan. Selain untuk mata-mata, kapal ini juga dapat digunakan untuk membantu seperti sebagai pusat informasi bencana tim SAR. Kesemua ini menjadi keharusan kapal untuk bersifat self-righting, dimana self-righting ini juga sifatnya digunakan untuk kapal-kapal rescue dimana kapal rescue harus dapat “menyelamatkan” dirinya sendiri sebelum membantu kapal lain yang terkena bencana atau membantu korban yang terkena bencana. Self-righting merupakan sebuah konsep dimana kapal yang didesain sedemikian rupa sehingga mengakibatkan mereka dapat kembali tegak seperti semula setelah terbalik sekian derajat atau bahkan terbalik secara penuh (180 o) tanpa bantuan gaya eksternal. (A Nazarov dkk, Albatross Marine Design, Thailand, 2013). Sebenarnya sejarah mencatat perkembangan self-righting ini dikenal setidaknya dua ratus tahun yang lalu, minimal dapat kembali tegak walaupun hanya sekian derajat dari keel. Pada masa sekarang ini, penggunaan self-righting yang difokuskan untuk sudut oleng yang tinggi (hingga mencapai 180 o) terbatas pada kapal kecil, kapal berbasis pantai, dan kapal penyelamat/rescue boats. Apapun ukuran dan kegunaannya, tujuannya adalah sama yaitu menyediakan kapal yang aman untuk kru atau bagian didalamnya dengan menggabungkan mekanisme dimana kapal akan kembali tegak sebagai akibat dari hempasan dan terbaliknya kapal.
2.
Tinjauan Teoretis Cara untuk menganalisis self-righting adalah pertama-tama kita harus mengetahui kurva GZ.
Gambar 2 Kurva Lengan Stabilitas (GZ Curve)
Terlihat pada gambar tersebut bahwa ada kurva GZ dengan memotong di sumbu x = 0 dan x = 70an. Ketinggian ini merupakan besaran GZ dalam cm, seperti yang telah kita ketahui bahwa GZ itu merupakan perpindahan titik gravitasi akibat oleng kapal pada sudut tertentu. Terlihat kapal memiliki sudut inklinasi seiring dengan perubahan kurva GZ. GZ diartikan sebagai momen pengembali dari kapal saat mengalami sudut oleng tertentu. Range of stability merupakan kisaran kapal untuk dapat tetap tegak setelah mengalami sudut kemiringan tertentu karena luasan dibawah kurva bernilai positif. Vanishing Stability Point merupakan sudut dimana kapal mengalami keadaan diam dan mangkrak, tidak tegak, karena titik B dan G yang berimpit dan tidak memiliki lengan momen untuk kembali tegak.
3 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
Gambar 3 Kurva Stabilitas untuk Kapal Self-Righting
Mekanisme dari self-righting diilustrasikan pada gambar dibawah dimana kurva stabilitas yang diberikan pada small craft yang berbeda-beda: 1. Kapal tidak self-righting, dengan luasan negatif yang signifikan pada setelah sudut vanishing stability, kapal akan tetap mengambang dengan bagian atas dibawah dari satu kali pembalikkan (putaran). 2. Kapal self-righting memiliki kurva stabilitas yang sempurna di posisi positif dan akan kembali ke posisi tegaknya seperti pada saat sudut kemiringan 00 setelah capsized. 3. Kapal hampir self-righting, kecilnya area negatif dari kurva stabilitas yang ada tapi jika diberikan gaya khusus dari luar melalui energi ombak akan cukup untuk membalikkan kapal kembali tegak. 4. Kapal “side stable”, selama area negatif mendekati sudut 90o, ini berarti kapal akan terbalik dan mengapung setengah tanpa kembali ke posisi tegaknya. Berikut adalah cara teknis untuk membuat kapal yang self-righting:
Gambar 4 Mekanisme Self-Righting dengan Inflatable Bag
1) Kapal itu sudah self-righting dari desain dan dapat dilihat dari kurva GZ nya. Keuntungannya adalah tidak akan melakukan kesalahan dari bagian yang ada. Kekurangannya adalah volume superstruktur yang harus memadai dan keseluruhan lambung yang kedap air. 2) secara inflatable bag, dimana ada sebuah balon yang ditembakkan dengan manual secara kencang saat kapal akan mengalami titik vanishing dan berlawanan dengan kemiringan sehingga kapal dapat kembali tegak. Fungsi ini cocok untuk kapal-kapal yang kurang dalam segi volume bangunan atas dan instalasi yang mudah. Namun mekanisme ini hanya berlaku untuk 1x penembakkan dan masih secara manual sehingga kemungkinan ada bagian/kru yang bekerja tidak baik. 3) Menggunakan perpindahan ballast. Pada gambar dibawah, dalam keadaan tegak, air inlet membuka, righting tank tidak terisi dan drain valve menutup, sea inlet membuka dan ballast tank yang ada di bottom terisi air laut.
4 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
Pada gambar dibawah, sea inlet menutup, ballast tank mengeluarkan air laut menuju righting tank melalui katup transfer yang membuka karena dorongan dari air laut di ballast tank, katup pengeluaran air laut di righting tank membuka kemudian air masuk, righting tank terisi air, air intake menutup akibat penekanan ke air laut.
Gambar 5 Mekanisme Moveable Ballast 1
Kemudian katup air laut menutup, ballast tank kosong, katup pemindahan air laut dari atau ke righting tank menutup dan katup udaranya membuka, righting tank terisi penuh, air inlet menutup. Lihat gambar dibawah ini
Gambar 6 Mekanisme Moveable Ballast 2
Dan yang terakhir pada gambar kanan bawah air inlet membuka, righting tank terkuras, drain valve membuka namun transfer valve menutup, ballast tank terisi dan sea inlet membuka.
Gambar 7 Mekanisme Moveable Ballast 3
Kapal kembali tegak setalah mengalami perputaran ke arah starboard side sebesar 360o. Sea inlet menutup, ballast tank mengeluarkan air laut menuju righting tank melalui katup transfer yang membuka karena dorongan dari air laut di ballast tank, katup pengeluaran air laut di righting tank membuka kemudian air masuk, righting tank terisi air, air intake menutup akibat penekanan ke air laut. Katup air laut menutup, ballast tank kosong, katup pemindahan
5 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
air laut dari atau ke righting tank menutup dan katup udaranya membuka, righting tank terisi penuh, air inlet menutup Air inlet membuka, righting tank terkuras, drain valve membuka namun transfer valve menutup, ballast tank terisi dan sea inlet membuka. Kapal kembali tegak setalah mengalami perputaran ke arah starboard side sebesar 360o.
Gambar 8 Mekanisme Moveable Ballast 4
Ballast yang selalu tersedia menjadikan hal ini mudah, namun penggunaan katup-katup mekanis untuk menutup dan membukan karena efek tekanan air sangat sulit karena hal ini memungkinkan untuk bagian yang tidak bekerja secara baik dan benar.
3.
Desain dan Analisis
Gambar 9 Visualisasi dan Kapal "Makara 03"
Kapal diatas merupakan kapal “Makara 03”, dimana merupakan sebuah kapal yang dibuat oleh Tim Roboboat UI untuk membantu kapal rescue dalam pencarian kecelakaan atau korban. Untuk mendapatkan kurva lengan stabilitasnya diperlukan pembebanan pada kapal sehingga pembebanan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 1 Load Case dari Kapal "Makara 03" Load Case Kulit Kapal Motor + Propulsi 1 Motor + Propulsi 2 Motor + Propulsi 3 Motor + Propulsi 4 Kamera Pengintai Pagian Pengendalian Tempat Baterai Ballast Pemberat Total Load Case
Total Mass (kg) 12 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,9 2,6 4,2 21,6
Long Arm (cm) 51,7 31 31 31 31 45,7 54,8 74,5 40,98 50,86
Trans. Arm (cm) 0 13,2 4,2 -4,2 -13,2 0 0 0 0 0
Vert. Pos. (cm) 7 3,8 3,7 3,7 3,8 30,8 8,2 6,3 2,17 6,11
6 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
Kapal ini memiliki sifat hampir self-righting. Oleh karena itu, saya membuat peninggian bangunan atas sebagai optimalisasi kemampuan self-righting-nya karena menurut Nazarov dkk dari RINA kapal ini masih tergolong hampir self-righting jika dilihat pada kurva GZ yang terbentuk pada gambar dibawah ini.
Gambar 10 Kurva Stabilitas Kapal "Makara 03"
Peningkatan bangunan atas ini dilakukan untuk penambahan volume bangunan atas yang memadai untuk mengembalikan kapal saat mengalami sudut oleng. Terlihat penambahan bangunan atas kapal ini pada 10%, 20%, 25%, 35%, 50%, 60%, dan 75% dari bangunan atas pada kapal “Makara 03”.
Gambar 11 Penambahan 10% Bangunan Atas
Gambar 12 Penambahan 20% Bangunan Atas
7 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
Gambar 13 Penambahan 25% Bangunan Atas
Gambar 14 Penambahan 35% Bangunan Atas
Gambar 15 Penambahan 50% Bangunan Atas
Gambar 16 Penambahan 60% Bangunan Atas
8 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
Gambar 17 Penambahan 75% Bangunan Atas
Setelah digunakan pembebanan, maka akan didapat sebuah kurva lengan stabilitas seperti yang ditunjukkan dibawah ini:
Gambar 18 Hasil dari Penambahan Bangunan Atas
Berikut merupakan hasil yang dicapai dari kurva GZ pada semua penambahan bangunan atas. Terlihat peninggian yang dilakukan membuat sudut vanishing stability yang terus mengalami peningkatan hingga sudut 180 o mulai dari penambahan sebesar 20%. Namun peninggian bangunan atas berikutnya menyebabkan GZ pada sudutsudut mencapai 180o semakin tinggi yang mengakibatkan kapal mudah dalam melakukan tegak kembali. Tinggi dari GZ ini sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tinggi itu merupakan lengan pengembali dari kapal yang sedang oleng pada sudut oleng tertentu sehingga kekuatan dari tinggi GZ itu merupakan kekuatan lengan yang dimiliki oleh kapal. Adapun GZ maksimum merupakan lengan pengembali yang dimiliki kapal yang paling kuat untuk mengembalikan kapal pada posisi semula. Penambahan bangunan atas tentunya mempunyai pengaruh dari luasan kurva lengan stabilitas (GZ curve) karena terjadi juga penambahan volume dari bangunan atas. Penambahan volume itu akan berdampak pula pada penambahan volume bagian kapal yang tercelup air pada saat kapal mengalami kemiringan pada derajat tertentu saat bangunan atas mengenai air. Penambahan luasan dari bangunan atas yang ditambah 10%, 20%, 25%, 35%, 50%, 60%, dan 75% dari bangunan atas Kapal “Makara 03” terlihat pada penambahan luasan dari kurva GZ yang terbentuk. Penambahan itu tentunya mempunyai dampak pula pada titik yang terjadi pada saat GZ maksimal. Dari kurva antara GZ max vs penambahan bangunan atas dapat dianalisis bahwa persebaran tinggi deck tidak sebanding dengan perubahan dari GZ max itu sendiri. Hal ini terjadi karena penambahan bangunan atas akan bertambah pula
9 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
pada volume, displacement kapal, dan titik gravitasi yang semakin naik ke atas. Tentunya terlalu banyak parameter yang berubah akan menjadi tidak seragam dalam persebaran penambahan tinggi GZ maksimum. Pembebanan ini akan berpengaruh pada Kurva GZ yang terbentuk dan yang mengalami perubahan dari peninggian bangunan atas adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Data Perubahan yang terjadi karena Penambahan Tinggi Bangunan Atas
11.47
Sudut saat GZmax (degree) 65.5
Vanishing Point (degree) 160.71
17.62
Area Under GZ (cm deg) 1072.17
21.91
11.32
64.5
168.09
17.50
1096.68
6.13
23.6
0.4644
20%
22.18
11.28
64.5
180.00
17.39
1130.59
6.14
23.5
0.4659
25%
22.38
11.39
67.3
180.00
17.32
1159.50
6.15
23.5
0.4668
35%
22.69
11.38
68.2
180.00
17.21
1194.93
6.17
23.4
0.4683
50%
23.08
11.36
70.0
180.00
17.08
1265.37
6.19
23.3
0.4701
60%
23.39
11.37
71.8
180.00
16.99
1302.12
6.20
23.2
0.4713
75%
23.90
11.14
68.2
180.00
16.85
1325.63
6.22
23.1
0.4733
Parameter
Displacement (kg)
GZ max (cm)
“Makara 03”
21.59
10%
GM (cm)
KG (cm)
KM (cm)
6.11
23.8
rolling period (s) 0.4628
Perubahan KM, KG, dan GM yang menyebabkan GZ juga berubah dan akan menyebabkan kapal semakin tidak rigid dan akan semakin lama kapal untuk mengalami tegak kembali setelah diberikan sudut oleng. Dibawah ini merupakan sebuah kurva yang terjadi akibat rolling decay. Rolling decay diartikan sebagai pengurangan sudut keolengan kapal setelah diberikan kemiringan tertentu dan akan membuat sebuah kurva seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 19 Kurva Rolling Decay dari Kapal “Makara 03”, Penambahan Bangunan Atas 25%, 50%, dan 75%
Dengan penambahan bangunan atas, maka kapal akan menjadi tidak kaku dan akan menyebabkan kapal mempunyai periode yang besar. Semakin tinggi kapal yang dibuat maka akan semakin besar pula waktu untuk memerlukan satu kali getaran. Penambahan itu juga menyebabkan besarnya damper yang diakibatkan dengan penambahan luas kapal yang terkena air saat sudut kemiringan mencapai bangunan atas. Adapun fungsi yang terjadi pada grafik ini akan menjadi persamaan dibawah ini.
10 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
Dengan I B GZ Θ R
4.
: : Momen Inersia Kapal (cm4) : Konstanta Peredaman : Lengan penegak kapal : Sudut oleng terhadap keel : Pengaruh gaya luar kapal dengan R ≥ 0
Kesimpulan Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulannya adalah sebagai berikut. 1.
2.
3. 4. 5.
6.
Dengan penambahan bangunan atas akan tercapai stabilitas untuk self-righting karena akan mengakibatkan peningkatan pada titik vanishing stability sehingga untuk kapal Makara 03 jika ingin mengoptimalkan stabilitas self-righting dapat menggunakan peninggian bangunan atas Peninggian bangunan atas akan menyebabkan perubahan pada volume kapal yang tercelup air saat kapal berputar dengan sudut yang tinggi bahkan hingga 180 o dan akan menyebabkan meningkatnya lengan momen pengembalinya untuk kembali ke keadaan tegak 0o. Optimalisasi self-righting dilakukan dengan membuat luasan dibawah kurva GZ tetap dalam keadaan positif. Hal ini tentunya berpengaruh pada lines plan yang digunakan. Peninggian bangunan atas berpengaruh pada besaran GZ maksimum dan sudut saat GZ maksimum. Namun hal itu tidak sebanding dengan pertambahan bangunan atas. Rolling period berubah seiring perubahan dari titik gravitasi dan juga dari titik metasenter. Peninggian bangunan atas akan menurunkan titik metasenter dan meningkatkan titik gravitasi sehingga titik GM akan mengecil. Mengecilnya titik GM akan menyebabkan membesarnya rolling period. Semakin tingginya rolling periode akan membuat kapal akan semakin tidak kaku. Rolling decay yang terjadi seiring penambahan bangunan atas juga akan semakin memperbesar waktu sebuah kapal untuk sekali melakukan oleng. Adapun grafik yang terbentuk dari rolling decay merupakan persamaan ODE II Nonlinear homogenous.
Referensi Nazarov, A dkk. Small Patrol Boats: Design for Self-Righting. UK: The Royal Institution of Naval Architects. 2013 Thatcher, K. C. Self-Righting Craft – Basic Principle and Design Requirements. UK: The Royal Naval Institution of Naval Architects. 2013. Hary Mukti, Muhammad. Lines Plan KKP Dorf, Richard. Engineering Handbook. New York: CRC Press, 1996. Barrass, Bryan. Ship Stability for Masters and Mates 6 th edition. 2006. London, UK: Elsevier Ltd. Taggart, R. 1980. Ship Design and Construction. New York – USA : The Society of Naval Architects and Marine Engineering Djaya, Indra Kusna (dan Moch. Sofi’i). 2008. Teknik Konstruksi Kapal Baja. Jakarta – Indonesia : Departemen Pendidikan Nasional Pedisic Buca, Marta dan Senjanovic, Ivo. Nonlinear Ship Rolling and Capsizing. Zagreb: Brodogadnja. 2006 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php diakses pada 25 Mei 2014 3.03 http://www.formsys.com/maxsurf/msproducts/hydromax diakses pada 6 Juni 2014 11.19
11 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/787/Deklarasi-Djuanda-13-Desember-Perjalanan-Panjang-MenujuNegara-Kepulauan/?category_id=30 diakses pada 19 juni 2014 23.47
12 Analisis kemampuan..., Achmad Zuhdi, FT UI, 2014