Analisis Kemampuan Reasoning Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN Ambon Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, Patma Sopamena
ANALISIS KEMAMPUAN REASONING MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA IAIN AMBON DALAM MENYELESAIKAN MASALAH GEOMETRI Abstrak Patma Sopamena Salah satu bidang matematika yang paling banyak memerlukan reasoning adalah pada materi geometri. Materi geometri sendiri di Program Studi Pendidikan Matematika IAIN Ambon dikemas dalam satu matakuliah khusus dan merupakan matakuliah wajib yang harus ditempuh oleh calon sarjana pendidikan matematika, mengapa demikian? Karena, selain geometri pada tingkat sekolah sampai perguruan tinggi dipelajari oleh para matematikawan, di dalam materi geometri juga bermanfaat untuk orang yang mempelajarinya dan lebih dominan adalah mengasah pola pikir seseorang. Kemampuan mahasiswa pendidikan matematika IAIN Ambon khususnya ketiga subjek ketika tertulis dalam menyelesaikan masalah geometri belum berdasarkan hakekat matematika yang sifatnya kontinuitas. Namun ketika diwawancarai dan sedikit scaffolding subjek bisa menyelesaikan dengan benar berdasarkan hakekat belajar matematika. Kata kunci: Kemampuan Reasoning, Menyelesaikan masalah Geometri. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reasoning sebenarnya bukanlah masalah baru dalam dunia pendidikan, karena ketika sesorang mengenal pendidikan khususnya pendidikan formal telah banyak mengeluarkan ide-ide yang memerlukan pemikiran kritis dan selanjutnya dianalisis dalam pikiran tersebut, sehingga keadaan ini mengubah sesuatu menjadi baru, bahkan dalam kehidupan sehari-sehari seseorang tidak pernah lepas dari bernalar atau yang sering disebut reasoning. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kemampuan reasoning mahasiswa perlu dipertajam lagi, misalnya dalam hal merespon masalah, baik berupa pernyataan orang maupun publik yang perlu dibuktikan nilai kebenarannya. Khususnya kemampuan reasoning mahasiswa terhadap suatu permasalahan dalam materi perkuliahan. Kemampuan reasoning mahasiswa, misalnya mahasiswa matematika IAIN Ambon yang pasti selalu berurusan dengan pernyataan-pernyataan para ahli matematika, yang berkaitan dengan pembuktian nilai kebenarannya seperti teorema, postulat, pernyataan kontradiktif, ataupun pernyataan-pernyataan yang tidak perlu
11
Horizon Pendidikan, vol. 7, Nomor 1, Edisi Januari-Juni 2012: 1829-7498
dibuktikan nilai kebenarannya, seperti definisi, aksioma, maupun sifat-sifat dari materi matematika lainnya sangat penting untuk diasah. Salah satu bidang matematika yang paling banyak memerlukan reasoning adalah pada materi geometri. Materi geometri sendiri di Jurusan Matematika IAIN Ambon dikemas dalam satu matakuliah khusus dan merupakan matakuliah wajib yang harus ditempuh oleh calon sarjana pendidikan matematika, mengapa demikian? Karena, selain geometri pada tingkat sekolah sampai perguruan tinggi dipelajari oleh para matematikawan, di dalam materi geometri juga bermanfaat untuk orang yang mempelajarinya dan lebih dominan adalah mengasah pola pikir seseorang. Seseorang ketika belajar matematika, berarti orang tersebut dalam proses mengasah pola pikirnya, dia telah melakukan proses berpikir tingkat tinggi, apalagi dia dihadapkan oleh suatu masalah matematika yang memerlukan analisis permasalahan sebelum memecahkan masalah tersebut. Sehingga dia memerlukan pengetahuan atau alasan yang valid, yakni pernyataan para ahli matematika tentang definisi, teorema atau postulat, dan lain-lain yang akan dia gunakan sebagai bahan dalam menyelesaikan masalah matematika tersebut. Proses pemecahan masalah dalam matematika selalu tidak terlepas dari teori yang dikemukakan oleh teori Polya, yang menjelaskan bahwa dalam pemecahan masalah matematika sebenarnya seseorang tersebut telah melalui 4 tahap, yakni: pemahaman masalah, penentuan strategi, melaksanakan strategi, dan melakukan refleksi ulang1. Dalam geometri, misalnya ketika membuktikan kongruensi dua sudut yang berkomplemen, “jika dua sudut berkomplemen dengan dua sudut yang kongruen maka dua sudut tersebut kongruen”2. Penyelesaian dari masalah ini adalah; untuk memahami masalah, tentukan yang diketahui, yakni; ada dua sudut berkomplemen, dengan dua sudut yang lain, missal A dengan C dan B dengan D, dua sudut kongruen, misalkan C dan D ( C ≅ D) akan dibuktikan bahwa A ≅ B. bukti diawali dengan yang diketahui, yakni A berkomplemen dengan C dan B berkomplemen dengan D akibatnya menurut definisi sudutsudut berkomplemen mA + mC = 90 dan m B + mD = 90 (“m adalah ukuran”), selanjutnya karena C ≅ D maka menurut definisi kekongruensian sudut, 𝑚 C = 𝑚 D. selanjutnya menurut sifat kesamaan bilangan real, mA = 90 - mC dan mB = 90 - mD, menurut sifat transitif dan sifat simetris, maka mA = 90 - mD dan 90 - mD = mB. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kemampuan reasoning mahasiswa pendidikan matematika IAIN Ambon? 1
Herrman Hudojo, 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. h. 175
2
Sri Mulyati, 2000. Geometri Euclide. Note Book Kerjasama JICA, Malang: UM Press. h. 23
12
Analisis Kemampuan Reasoning Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN Ambon Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, Patma Sopamena
2. Bagaimana Kemampuan mahasiswa pendidikan matematika IAIN Ambon dalam menyelesaikan masalah geometri? 3. Apakah proses pemecahan masalah geometri mahasiswa pendidikan matematika menggunakan langkah-langkah teori Polya? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan kemampuan reasoning mahasiswa matematika IAIN Ambon 2. Mendeskripsikan respon mahasiswa matematika IAIN Ambon ketika memecahkan masalah geometri 3. Mengetahui proses pemecahan masalah geometri mahasiswa matematika menggunakan teori Polya D. Kajian Riset Sebelumnya Banyak penelitian yang telah meneliti tentang penalaran, proses berpikir, maupun berpikir geometri, diantaranya misalnya: 1. Purnomo, D.. 1999. Penguasaan Konsep Geometri dalam Hubungannya dengan Teori Perkembangan Berpikir van Hiele pada Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Kodya Malang. 2. Subanji, 2007. Proses Berpikir Penalaran Kovariasional Pseudo dalam Mengkonstruksi Grafik Fungsi Kejadian Dinamika Berkebalikan. 3. Patma Sopamena, 2009. Proses Berpikir Mahasiswa IAIN Ambon dalam Mengkonstruksi Bukti Keterbagian Dari penelitian-penelitian di atas, hanya meneliti dan membicarakan tentang proses berpikir dan konstruksinya, Van Hiele pada geometri maupun penalaran pada materi matematika yang lain, belum meneliti tentang reasoning tentang geometri itu sendiri. Sehingga penelitian ini memfokuskan pada reasoning mahasiswa pada materi geometri. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif kualitatif, yakni karena penelitian ini akan menggambarkan fenomena tentang kemampuan reasoning mahasiswa yang akan dianalisis secara logis dan mendalam. B. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada tanggal 1 Juni sd. 30 Agustus tahun 2012. C. Subjek Penelitian Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika semester V kelas B yang berjumlah 39 orang. Dan diambil 3 orang untuk diwawancarai sebagai data pendukung reasoning mahasiswa, berdasarkan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah yang diajukan peneliti, masing-masing dari yang menyelesaikan benar, hampir benar, dan salah. D. Instrumen Penelitian
13
Horizon Pendidikan, vol. 7, Nomor 1, Edisi Januari-Juni 2012: 1829-7498
Instrument yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini berdasarkan masalah yang ada, yaitu untuk mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah geometri, sehingga instumen penelitian adalah peneliti sendiri dan peneliti menggunakan instrument tes berbentuk essay sebagai instrumen pendukung yang sebelumnya telah divalidasi oleh ahli, diantaranya dari segi bahasa, konstruksi soal, dan media yang digunakan, dimaksudkan agar soal tidak menyimpan penafsiran ganda (ambigu) ketika seseorang membacanya. E. Prosedur Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan ketika proses penelitian ini adalah: a. Persiapan Pada langkah ini, peneliti menyiapkan semua perangkat formulir terutama istrumen tes yang akan diisi oleh subjek, rubric untuk melihat langkahlangkah Polya. b. Pelaksanaan Instrument yang telah divalidasi disebarkan kepada mahasiswa, yang selanjutnya dijawab, setelah dikoreksi oleh peneliti, selanjutnya mengkonsultasikannya dengan langkah Polya. Pada pelaksanaannya lebih ditekankan pada langkah-langkah pengumpulan data kualitatif, yakni terdiri atas reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan data. F. Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka analisis data yang digunakan berdasarkan argument yang dikemukakan oleh Milles and Huberman (dalam Moleong), yakni: a. Reduksi data Data penelitian setelah melalui pengkodingan, selanjutnya data dipilah-pilah karena ketika pengambilan data mungkin ditemukan data-data yang tidak diperlukan oleh peneliti yang tidak diambil sebagai ukuran jawaban masalah penelitian, sehingga data-data itu perlu disaring dan diklasifikasi berdasarkan kebutuhan penelitian b. Penyajian Data Setelah data disaring dan diklasifikasikan, selanjutnya data disajikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang logis. c. Penyimpulan Pada akhir pengambilan data, kemudian dianalisis dan memberikan penyimpulan terhadap kodingan data.3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
3
Moleong L. J.. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda.h.
14
Analisis Kemampuan Reasoning Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN Ambon Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, Patma Sopamena
Data penelitian ini diambil pada tanggal 8 Juli 2012, dengan mengambil 6 orang sebagai sumber data, dari sumber data yang ada peneliti mengambil lagi 3 orang sebagai subjek secara snowball dengan kriteria; subjek yang bisa menyelesaikan masalah, dan jika ada subjek yang tidak bisa kemudian diadakan scaffolding kemudian merespon sekaligus melanjutkan penyelesaian. Data yang diperoleh peneliti dari hasil tes dan wawancara subjek, selanjutnya peneliti memberikan kode subjek dan kode temuan, diantaranya seperti pada uraian masing-masing subjek berikut: 1. Analisis kemampuan reasoning Subjek 1 (S1) Data hasil tes S1 diperoleh bahwa berdasarkan indikator dari penalaran secara umum, yakni ; (a) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tulisan, gambar dan diagram, walaupun masih terkesan dini untuk suatu pernyataan teorema, misalnya;
(b) kemampuan mengajukan dugaan, dan (c) kemampuan melakukan manipulasi matematika, namun belum mencerminkan pemecahan masalah geometrinya, misalnya; ,
(d) kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi, namun bukti langkah demi langkah yang tidak dilengkapi dengan alasan yang valid, misalnya isi dari suatu teorema, aksioma, maupun definisi, yang tertera dari hasil pekerjaan S1 berikut;
(e) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan, ketika S1 melakukan kesimpulan terkesan memaksakan suatu kesimpulan, walaupun memang penyimpulannya mendekati nilai kebenaran, namun tidak memenuhi kaidah penyimpulan yang valid, yang sesuai dengan penyimpulan secara geometri, seperti;
15
Horizon Pendidikan, vol. 7, Nomor 1, Edisi Januari-Juni 2012: 1829-7498
Selanjutnya untuk indikator (f) memeriksa kesahihan suatu argument, diusahakan peneliti ketika S1 diwawancarai. Selanjutnya untuk indikator (g) menemukan pola atau sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi, peneliti tidak menemukan adanya manipulasi matematis, karena S1 sebenarnya belum menemukan pola yang bisa dijadikan generalisasi, pola yang diperoleh seharusnya berdasarkan struktur dari penalaran deduksi dari geometri, seperti;
Langkah-langkah penalaran deduktif atau penalaran silogististik, dan struktur deduktif dalam geometri yang dilakukan S1 belum sepenuhnya benar, yakni i) Membuat pernyataan umum yang mengacu pada keseluruhan himpunan atau kelas benda, misalnya teorema ketegaklurusan, definisi titik tengah suatu garis, aksioma sd – s - sd. ii) Membuat pernyataan khusus tentang satu atau beberapa anggota himpunan atau kelas yang mengacu pada pernyataan umum: menyimpulkan kongruensi dua polygon (segitiga). iii) Membuat deduksi yang dilakukan secara logis ketika pernyataan umum diterapkan pada pernyataan khusus, misalnya; A E Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap S1 berdasarkan hasil pekerjaannya yang peneliti periksa dan menyimpulkan bahwa belum memenuhi penyelesaian dan jawaban yang benar, sehingga wawancara mendalam perlu dilakukan untuk menggali pengetahuan dan pemahaman subjek, sebagai berikut:
P : apakah jawaban kamu sudah benar? S : diam (memperhatikan jawabannya sejenak) P : apakah kamu yakin dengan penyelesaianmu? S1 : tersenyum (menggeleng), belum. P : kalau begitu coba perhatikan penyelesaianmu, seharusnya dimulai dari mana? S1 : diam P : penyelesaianmu hampir benar, hanya saja belum terstruktur seperti yang dimaui soal.
16
Analisis Kemampuan Reasoning Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN Ambon Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, Patma Sopamena
Coba kamu sebutkan mana yang diketahui, dan apa yang ditanyakan! S1 :AB BD, ED BD, C titik tengah BD, 1 2, akan dibuktikan A E, P : bagus, sekarang jika AB BD apa kesimpulannya? S1 : menurut aksioma ketegaklurusan membentuk sudut siku-siku di B. P : selanjutnya S1 : ED BD, menurut aksioma ketegaklurusan membentuk sudut siku-siku di D P : selanjutnya, apa kesimpulan kamu dari dua pernyataan itu? S1 : menurut teorema maka B D, P : baik, selanjutnya masih ada yang diketahui? S1 : iya, C titik tengah BD, P : terus apa kesimpulanmu? S1 : berarti C membagi dua sama garis BD, menurut aksioma maka CB CD P : baik, selanjutnya? S1 : 1 2 P : terus? S1 : dari B D, CB CD, 1 2, maka menurut aksioma sd-ss-sd ABC ECD. P : selanjutnya dari kongruensi dua segitiga itu, apa yang dapat kamu simpulkan? S1 : bahwa menurut definisi kongruensi dua poligon, maka A E. P : baik, sekarang apakah kamu sudah yakin dengan penyelesaianmu? S1 : (mengangguk) Dari hasil wawancara di atas, S1 bisa dan mempu melakukan penalaran serta mampu menggunakan semua indikator penalaran, dan sekaligus S1 melakukan penalaran deduktif geometri. 2. Analisis kemampuan reasoning Subjek 2 (S2) Data hasil tes S2 diperoleh hampir samadengan S1 hanya agak sedikit berbeda pada ketidak konsistenan dalam menjelaskan alasan deduksinya, bahwa berdasarkan indikator dari penalaran secara umum, yakni ; (a) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tulisan, gambar dan diagram, tetapi tanpa menggunakan pernyataan yang diketahui dari pernyataan teorema, misalnya;
(b) kemampuan mengajukan dugaan, dan (c) kemampuan melakukan manipulasi matematika, namun belum mencerminkan pemecahan masalah geometrinya, misalnya;
(d) kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi, namun bukti langkah demi langkah yang tidak dilengkapi dengan alasan yang valid, 17
Horizon Pendidikan, vol. 7, Nomor 1, Edisi Januari-Juni 2012: 1829-7498
misalnya isi dari suatu teorema, aksioma, maupun definisi, yang tertera dari hasil pekerjaan S2 berikut;
(e) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan, ketika S2 melakukan kesimpulan terkesan memaksakan suatu kesimpulan, bahkan ada kesimpulan S2 yang tidak jelas atau tidak lengkap, yang sesuai dengan penyimpulan secara geometri, seperti;
Selanjutnya untuk indikator (f) memeriksa kesahihan suatu argument, diusahakan peneliti ketika S2 diwawancarai. Selanjutnya untuk indikator (g) menemukan pola atau sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi, peneliti tidak menemukan adanya manipulasi matematis, karena sama dengan S2 sebenarnya belum menemukan pola yang bisa dijadikan generalisasi, pola yang diperoleh seharusnya berdasarkan struktur dari penalaran deduksi dari geometri, seperti;
Selanjutnya, untuk langkah-langkah penalaran deduktif atau penalaran silogististik, dan struktur deduktif dalam geometri yang dilakukan S2 belum sepenuhnya benar, yakni i) Membuat pernyataan umum yang mengacu pada keseluruhan himpunan atau kelas benda, misalnya teorema ketegaklurusan, definisi titik tengah suatu garis, aksioma sd – s - sd. ii) Membuat pernyataan khusus tentang satu atau beberapa anggota himpunan atau kelas yang mengacu pada pernyataan umum: menyimpulkan kongruensi dua polygon (segitiga). iii) Membuat deduksi yang dilakukan secara logis ketika pernyataan umum diterapkan pada pernyataan khusus, misalnya; A E
18
Analisis Kemampuan Reasoning Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN Ambon Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, Patma Sopamena
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap S2 berdasarkan hasil pekerjaannya yang peneliti periksa dan menyimpulkan bahwa belum memenuhi penyelesaian dan jawaban yang benar
P : apakah jawaban kamu sudah benar? S2 : diam (memperhatikan jawabannya sejenak) P : apakah kamu yakin dengan penyelesaianmu? S2 : tersenyum (menggeleng), belum. P : kalau begitu coba perhatikan penyelesaianmu, seharusnya dimulai dari mana? S2 : diam P : penyelesaianmu hampir benar, hanya saja belum terstruktur seperti yang dimaui soal. Coba kamu sebutkan mana yang diketahui, dan apa yang ditanyakan! S2 :AB BD, ED BD, C titik tengah BD , 1 2, akan dibuktikan A E, P : bagus, sekarang jika AB BD apa kesimpulannya? S2 : menurut aksioma ketegaklurusan membentuk sudut siku-siku di B. P : selanjutnya S2 : ED BD, menurut aksioma ketegaklurusan membentuk sudut siku-siku di D P : selanjutnya, apa kesimpulan kamu dari dua pernyataan itu? S2 : menurut teorema maka B D, P : baik, selanjutnya masih ada yang diketahui? S2 : iya, 1 2 P : selanjutnya? S2 : C titik tengah BD , P : terus apa kesimpulanmu? S2 : berarti C membagi dua sama garis BD, menurut aksioma maka CB CD P : baik, selanjutnya? S2 : dari B D, CB CD, 1 2, maka menurut aksioma sd-ss-sd ABC ECD. P : selanjutnya dari kongruensi dua segitiga itu, apa yang dapat kamu simpulkan? S2 : bahwa menurut definisi kongruensi dua poligon, maka A E. P : baik, sekarang apakah kamu sudah yakin dengan penyelesaianmu? S2 : (mengangguk) Dari hasil wawancara di atas, S2 sudah bisa menggunakan semua indikator penalaran, dan juga penalaran deduktif geometri. 3. Analisis kemampuan reasoning Subjek 3 (S3) 19
Horizon Pendidikan, vol. 7, Nomor 1, Edisi Januari-Juni 2012: 1829-7498
Data hasil tes S3 diperoleh bahwa berdasarkan indikator dari penalaran secara umum, tidak terpenuhi secara keseluruhan.
Selanjutnya, langkah-langkah penalaran deduktif atau penalaran silogististik, dan struktur deduktif dalam geometri yang dilakukan S3 belum benar, yakni i) Membuat pernyataan umum yang mengacu pada keseluruhan himpunan atau kelas benda, misalnya teorema ketegaklurusan, definisi titik tengah suatu garis, aksioma sd – s - sd. ii) Membuat pernyataan khusus tentang satu atau beberapa anggota himpunan atau kelas yang mengacu pada pernyataan umum: menyimpulkan kongruensi dua polygon (segitiga). iii) Membuat deduksi yang dilakukan secara logis ketika pernyataan umum diterapkan pada pernyataan khusus, misalnya; A E Hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap S3 berdasarkan hasil pekerjaannya yang peneliti periksa dan menyimpulkan bahwa belum memenuhi penyelesaian dan jawaban yang benar P : apakah jawaban kamu sudah benar? S3 : diam (memperhatikan jawabannya sejenak) P : apakah kamu yakin dengan penyelesaianmu? S3 : tersenyum (menggeleng), tidak. P : kalau begitu coba perhatikan penyelesaianmu, seharusnya bagaimana? S3 : diam P : biasanya untuk menyelesaikan masalah matematika dimulai dengan apa? S3 :dengan yang diketahui dan yang ditanyakan P : oke, Coba kamu sebutkan mana yang diketahui, dan apa yang ditanyakan! S3 :AB BD, ED BD, C titik tengah BD , 1 2, dibuktikan A E, P : bagus, sekarang jika AB BD apa kesimpulannya? S3 : membentuk sudut siku-siku di B. P : siapa yang bilang seperti S3 : menurut teorema P : teorema atau aksioma ? S3 : (diam sejenak dan melanjutkan jawaban) aksioma P : aksioma apa? S3 : ketegaklurusan P : selanjutnya S3 : ED BD, menurut aksioma ketegaklurusan membentuk sudut siku-siku di D
20
Analisis Kemampuan Reasoning Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN Ambon Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, Patma Sopamena
P : selanjutnya, apa kesimpulan kamu dari dua pernyataan itu? S3 : maka B D, P : kenapa kamu simpulkan demikian? S3 : iya, menurut teorema P : teorema apa? S3 : teorema sudut siku-siku P : baik, selanjutnya masih ada yang diketahui? S3 : iya, C titik tengah BD, P : terus apa kesimpulanmu? S3 : berarti C membagi dua sama garis BD, menurut aksioma maka CB CD P : baik, selanjutnya? S3 : 1 2 P : terus? S3 : dari B D, CB CD, 1 2, maka menurut aksioma sd-ss-sd ABC ECD. P : selanjutnya dari kongruensi dua segitiga itu, apa yang dapat kamu simpulkan? S3 : bahwa menurut definisi kongruensi dua poligon, maka A E. P : baik, sekarang apakah kamu sudah yakin dengan penyelesaianmu? S3 : (mengangguk) Dari hasil wawancara di atas, S3 sudah bisa menggunakan semua indikator penalaran, dan juga penalaran deduktif geometri. B. Pembahasan 1. Deskripsi kemampuan reasoning mahasiswa pendidikan matematika IAIN Ambon. Kemampuan reasoning mahasiswa pendidikan matematika ketika melakukan penalaran beragam secara tertulis, seperti yang dilakukan oleh S1, S2, dan S3. Dari semua indikator dari penalaran, yakni: (1) kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tulisan, gambar dan diagram, (2) kemampuan mengajukan dugaan, (3) kemampuan melakukan manipulasi matematika, (4) kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi, (5) kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan, (6) memeriksa kesahihan suatu argument, (7) menemukan pola atau sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi.4 Namun ketika dari hasil penyelesaian tertulis, selanjutnya peneliti mewawancarai ketiga subjek, ketika subjek yang tidak mampu, misalnya yang lebih menonjol adalah 4
Setyono.2008. Peningkatan Kemampuan Penalaran Siswa dalam Pembelajaran Matematika. tersedia pada http//Setyono.com/2008/07/Peningkatan Kemampuan Penalaran Siswa dalam Pembelajaran Matematika. Diakses tanggal 27 Juli 2012
21
Horizon Pendidikan, vol. 7, Nomor 1, Edisi Januari-Juni 2012: 1829-7498
penyelesaian yang dilakukan oeh S3 sama sekali tidak memenuhi kaidah penyelesaian matematis atau salah, setelah peneliti memberikan sedikit scaffolding atau sedikit informasi yang mengarah kepada jawaban, dengan harapan informasi yang diberikan oleh peneliti menjadi alternative penyelesaian oleh subjek, ternyata subjek mampu melanjutkan informasi tersebut sampai ke tingkat hampir benar dan menuju nilai kebenaran. Selanjutnya, berdasarkan penalaran deduktif dalam geometri, yakni: Penalaran deduktif terdiri dari tiga langkah sebagi berikut: i) Membuat pernyataan umum yang mengacu pada keseluruhan himpunan atau kelas benda, ii) Membuat pernyataan khusus tentang satu atau beberapa anggota himpunan atau kelas yang mengacu pada pernyataan umum, dan iii) Membuat deduksi yang dilakukan secara logis ketika pernyataan umum diterapkan pada pernyataan khusus. Dari ketiga subjek, ada subjek yang tidak melakukan penalaran tersebut (S3), karena setelah peneliti memeriksa penyelesaian S3, ternyata semua penyelesaian salah. Namun ketika diwawancarai, S3 mampu melanjutkan informasi dari peneliti, dan hamper benar. 2. Deskripsi Kemampuan mahasiswa pendidikan matematika IAIN Ambon dalam menyelesaikan masalah geometri Geometri merupakan salah bidang materi matematika, oleh karena penyelesaian geometri juga mestinya sebagaimana penyelesaian materi matematika yang lain. Berdasarkan penyelesaian yang dilakukan oleh subjek, ada subjek yang penyelesaiannya salah secara tertulis, yakni penyelesaian yang dilakukan oleh S3. S3 tidak melaksanakan penyelesaian sesuai dengan kehirarkian matematika, bahwa materi matematika disusun secara hirarkis artinya suatu topik matematika akan merupakan prasyarat bagi topik berikutnya. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi proses belajar mengajar matematika tersebut. Hudojo mengungkapkan bahwa karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang terputusputus akan mengganggu terjadinya proses belajar5. Dengan kata lain belajar matematika berarti ada konsep A dan B, jika konsep A belum dipahami maka belum boleh ke konsep B, selanjutnya jika belum memahami konsep A dan B maka jangan dulu mempelajari konsep C, dan seterusnya. Ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu. Ketiga Subjek, ketika menyelesaikan masalah tidak sesuai dengan kehirarkisan matematika, mereka menyelesaikan masalah tidak menggunakan alasan penyelesaian berdasarkan definisi, aksioma, ataupun teorema yang telah diketahui sebelumnya. Ada yang seharusnya aksioma, ternyata dikatakan teorema, dan
5
ibid. h.3-4
22
Analisis Kemampuan Reasoning Mahasiswa Pendidikan Matematika IAIN Ambon Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri, Patma Sopamena
sebaliknya. Namun setelah diwawancarai barulah subjek memahami penempatan alasan yang benar. Kehirarkisan atau dikatakan karakteristik matematika menurut Hudojo di atas jika dikaitkan dengan pelaksanaan kemampuan mahasiswa (S1, S2, dan S3) dalam menyelesaikan masalah geometri menggambarkan ketidak kontinuannya dalam melaksanakan konsep yang dimiliki, dibuktikan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Ketika peneliti menggali potensi konsep yang ada pada mindset subjek, ada yang bisa melanjutkan konsepnya sampai memperoleh penyelesaian yang benar. 3. Proses pemecahan masalah geometri mahasiswa pendidikan matematika IAIN Ambon Berdasarkan hasil penyelesaian instrument penelitian dari S1, S2, maupun S3 ternyata beragam, misalnya pada S1, penyelesaian yang dilakukan belum menggunakan kaidah pemecahan masalah matematika yang dikemukakan oleh Polya, yang seharusnya diawali dengan yang diketahui, kemudian yang dibuktikan, selanjutnya menggunakan teorema atau aksioma sebagai strategi penyelesaian, dan akhirnya melakukan perivikasi ulang atau proses refleksi ulang. Pemecahan masalah matematika sendiri tidak harus menggunakan tahapan Polya sekali, akan tetapi tahapannya bisa saja berulang, tergantung pada karakteristik permasalahan yang dimunculkan oleh pembuat pertanyaan. Misalnya pertanyaan pada penelitian ini, membutuhkan tahapan Polya yang berulang. Pola tahapan pemecahan masalah pada instrument penelitian ini secara intuitif tersirat pola tahapan Polya yang berulang, seperti berikut contoh secara naratif: Pola I : AB BD, ED BD, C titik tengah BD, 1 2, akan dibuktikan A E, jika AB BD (dipikiran: apa kesimpulannya?) menurut aksioma ketegaklurusan membentuk sudut siku-siku di B. Pola II : ED BD, (dipikiran: apa kesimpulannya?) menurut aksioma ketegaklurusan membentuk sudut siku-siku di D Pola III : kesimpulan dari dua pernyataan di atas (pola I dan II) (dipikiran: apa kesimpulannya?) menurut teorema sudut siku-siku, maka B D, Pola IV : diketahui 1 2. Pola V : diketahui C titik tengah BD, (dipikiran: apa kesimpulannya?) berarti C membagi dua sama garis BD, menurut aksioma maka CB CD, Pola VI : dari B D, CB CD, 1 2, (dipikiran: apa kesimpulannya?) maka menurut aksioma sd-ss-sd ABC ECD. dari kongruensi dua segitiga itu, Pola VII : dari pola VI (dipikiran: apa kesimpulannya?) maka menurut definisi kongruensi dua poligon, maka A E. Pemecahan masalah yang dilakukan subjek sebelum wawancara, pada tahapan perencanaan strategi pemecahan dan melaksanakan strategi pemecahan masalah, tidak mengikuti tahapan Polya ataupun penalaran deduktif. Namun ketika wawancara, kedua tahapan tersebut bisa dilaksanakan dengan baik. 23
Horizon Pendidikan, vol. 7, Nomor 1, Edisi Januari-Juni 2012: 1829-7498
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang pada BAB IV, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kemampuan reasoning mahasiswa IAIN Ambon pada ketiga subjek pada awalnya (tertulis) belum sepenuhnya sesuai dengan indicator yang penalaran yang ditetapkan oleh peneliti, namun setelah diwawancarai dan diberikan stimulus selanjutnya dapat disimpulkan ketiganya bisa sesuai dengan indicator penalaran dan penalaran duduktif geometri. 2. Kemampuan mahasiswa pendidikan matematika IAIN Ambon khususnya ketiga subjek ketika tertulis dalam menyelesaikan masalah geometri belum berdasarkan hakekat matematika yang sifatnya kontinuitas. Namun ketika diwawancarai dan sedikit scaffolding subjek bisa menyelesaikan dengan benar berdasarkan hakekat belajar matematika. 3. Proses pemecahan masalah geometri mahasiswa pendidikan matematika khususnya subjek tidak menggunakan langkah-langkah teori Polya Daftar Pustaka Jenicek M. 2006. Uses of Philosophy in Medical Practice and Research. A Physician’s Self-Paced Guide to Critical Thinking. American Medical Association Norman G. 2005. Research in clinical reasoning: past history and current trends. Blackwell Publishing Ltd. Medical Education Moleong L. J.. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalahmatematika Hudojo, H.. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Purnomo. 1999. Penguasaan Konsep Geometri dalam Hubungannya dengan Teori Perkembangan Berpikir van Hiele pada Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Kodya Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP Malang. Subanji, 2007. Proses Berpikir Penalaran Kovariasional Pseudo dalam Mengkonstruksi Grafik Fungsi Kejadian Dinamika Berkebalikan. Surabaya: Disertasi tidak dipublikasikan Sopamena Patma, 2009. Proses Berpikir Mahasiswa IAIN Ambon dalam Mengkonstruksi Bukti Keterbagian. Malang: Tesis tidak dipublikasikan
24