ANALISIS KEMAMPUAN PSIKOMOTOR SISWA PADA PEMBELAJARAN HANDS ON TEKNIK CHALLENGE EXPLORATION ACTIVITY (Sebuah StudiDeskriptif Di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota Tangerang)
SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SarjanaPendidikan (S.Pd) Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
HENDRIYAN 106016300649
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
ABSTRACT
Hendriyan (106016300649). “Analysis of Psychomotor Ability Students In Hands On Learning Technique Challenge Exploration Activity” Skripsi, Program Study of Physics Education, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. This study aims to determine the psychomotor skills of students in learning hands on technique challenge exploration activity. Psychomotor aspects used by Trowbridge and Bybe include moving (bergerak), communicating (berkomunikasi), manipulating (memanipulasi), and creating (berkreasi). The research was conducted at SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh Tangerang City in the school year 2012/2013. The method used is descriptive method. Sampling was conducted using purposive sampling techniques, class VII-1 N=34 as an experimental group that uses hands-on learning techniques challenge exploration activity. The research instrument used was a non-test instruments such as psychomotor student observation sheet. Data instrument were analyzed using descriptive quantitative analysis then used the percentage and descriptive of analysis. The study results demonstrate psychomotor skills for students in every aspect of learning hands on technique challenge is the exploration activity: the moving aspect (71.5%) categorized as good, manipulating aspects (84%) including the excellent category, aspects of communicating (73.6% ) including good category, and aspects of creating (64.4%) including both categories.
ABSTRAK
Hendriyan (106016300649). “Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Pada Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity.” Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa pada pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Aspek psikomotor yang digunakan menurut Trowbridge dan Bybe meliputi moving (bergerak), communicating (komunikasi), manipulating (memanipulasi), dan creating (berkreasi). Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh Kota Tangerang pada tahun pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling, siswa kelas VII-1 N=34 sebagai kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen non-tes berupa lembar observasi psikomotor siswa untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran berlangsung. Data instrumen dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan merubah menjadi data persentase kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil studi menunjukkan kemampuan psikomotor siswa pada setiap aspek selama pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity adalah: pada aspek moving (71,5%), aspek manipulating (84%), aspek communicating (73,6%), dan aspek creating (64,4%). Kata kunci : hands on teknik challenge exploration activity, psikomotor.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, Tuhan semesta alam, berkat rahmat dan kuasa-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah berupa skripsi. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda alam Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan terbaik bagi segenap umat, kepada segenap keluarga dan sahabatnya yang selalu menjaga kemurnian teladan-Nya. Juga semoga kepada seluruh umatnya. Amiin. Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan psikomotor siswa pada pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity, sehingga penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi alternatif oleh guru dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran fisika. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan tidak terlepas dari dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Mudah-mudahan Allah SWT membalas jasa dan pengorbanan mereka yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. Sujiwo Miranto, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd., Dosen Pembimbing II, yang telah ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing peneliti selama proses penyusunan skripsi. 4. Ibu Erina Hertanti, M.Si., Dosen Penguji I dan Bapak Hasian Pohan M.Si., Dosen Penguji II yang telah banyak memberi masukan dan bimbingan selama revisi skripsi. 5. Seluruh dosen UIN khususnya dosen pendidikan IPA beserta staf-stafnya yang telah banyak membantu. iii
6. Bapak Bustami, Kepala SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh, dan Bapak Wahyudin, guru mata pelajaran Fisika, yang telah memberikan izin penelitian. Seluruh guru-guru SMP Muhammadiyah 4, Seluruh siswa kelas VII-1 yang telah berpartisipasi selama peneliti melakukan eksperimen dalam penelitian. 7. Kedua orang tuaku, Bapak Muslim dan Ibu Amenah yang selalu mencurahkan kasih sayang, do’a, dan motivasi yang tak terbatas kepada peneliti. Kedua kakakku Andhika dan Yeni Rahman S.Pd yang banyak memberikan dukungan dan semangat. Pamanku Muhibi S.Pd yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat selesai. 8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA maupun program studi pendidikan fisika angkatan 2006, lebih khusus kepada rekan-rekan physics brothers, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, dan bantuan selama masa-masa kuliah maupun selama penyusunan skripsi. Semoga amal baik dan pengorbanan kalian semua dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang lebih baik, jazákumullah ahsan al-jazâ’.
Jakarta,
Agustus 2013
Hendriyan
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ...........................................................................................
i
ABSTRACT
.......................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .........................................................................
iii
DAFTAR ISI .......................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR
.......................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................
1
A. Latar Belakang ..............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ........................................................
5
C. Pembatasan Masalah
....................................................
5
........................................................
6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................
6
DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA PIKIR
.....
8
........................................................
8
1. Filsafat Konstruktivisme .............................................
8
2. Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme ....................
9
3. Hakikat Pembelajaran IPA ..........................................
14
4. Pembelajaran Hands On ............................................
15
5. Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA ...
21
6. Penilaian Ranah Psikomotor .......................................
22
D. Rumusan Masalah
BAB II
A. Deskripsi Teoretis
7. Hubungan Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On..............................................
24
8. Konsep Kalor .............................................................
28
9. Penelitian Relevan .....................................................
33
B. Kerangka Pikir ..............................................................
36
v
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN .......................................
37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................
37
B. Subjek Penelitian ...........................................................
37
C. Metode Penelitian ..........................................................
38
D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian ...................
38
E. Instrumen Penelitian .......................................................
39
1. Instrumen Nontes .....................................................
39
a. Perangkat Pembelajaran ........................................
39
b. Lembar Observasi ...............................................
39
F. Teknik Pengumpulan Data .............................................
41
a.
Tahap Persiapan .................................................
41
b.
Tahap Pelaksanaan .............................................
41
G. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi .....................
43
H. Teknik Analisis Data ........................................................
45
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................
47
A. Hasil Penelitian .............................................................
47
1. Pertemuan I ...............................................................
47
2. Pertemuan II ..............................................................
49
3. Pertemuan III ...........................................................
52
B. Pembahasan .....................................................................
63
1. Pertemuan I ...............................................................
63
2. Pertemuan II ..............................................................
64
3. Pertemuan III ...........................................................
66
PENUTUP .........................................................................
68
A. Kesimpulan ...................................................................
68
B. Saran .............................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
70
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................
73
BAB IV
BAB V
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Perubahan Wujud Zat ................................................. 32 Gambar 4.1 Diagram Batang Aspek Psikomotor Siswa Selama Proses Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity ................................................................................. 57
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Aspek Psikomotor Siswa Yang Akan Diukur .......................
40
Tabel 3.2
Uji Validasi Ahli ................................................................
42
Tabel 4.1
Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak) .....................
45
Tabel 4.2
Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) ....
46
Tabel 4.3
Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) ..................
47
Tabel 4.4
Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) .......................
48
Tabel 4.5
Hasil Pengamatan Aspek Manipulating (Memanipulasi) ......
48
Tabel 4.6
Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) .....
49
Tabel 4.7
Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) ..................
51
Tabel 4.8
Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) .......................
52
Tabel 4.9
Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) .....
52
Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) ..................
53
Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran...................................
54
Tabel 4.12 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran...................................
55
Tabel 4.13 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran...................................
56
Tabel 4.14 Aspek Psikomotor Tiap Pertemuan ......................................
57
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Perangkat Pembelajaran ...................................................
75
Lampiran B Instrumen Observasi .........................................................
98
Lampiran C Lembar Hasil Observasi .................................................
106
Lampiran D Lembar Uji Referensi, dan Surat Keterangan ..................
112
ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan IPA (fisika) tidak hanya ditujukan pada produk ilmiah saja, namun meliputi juga metode ilmiah dan sikap ilmiah. Hal ini berarti bahwa belajar fisika bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesa, meramalkan, mengetes hipotesa, memanipulasi
objek,
memecahkan
persoalan,
mengungkap
pertanyaan,
mengekspresikan gagasan untuk membentuk pengetahuan baru. Namun kenyataannya pembelajaran fisika masih di dominasi metode konvensional. Pembelajaran fisika dengan metode konvensional dirasakan kurang efektif karena siswa kurang merespon materi yang disampaikan guru sehingga sulit untuk memahami suatu konsep yang sedang diajarkan. Kesulitan siswa memahami konsep fisika karena selama ini siswa hanya memahaminya secara abstrak tanpa terlibat langsung untuk mengungkap konsep yang diajarkan. Akibatnya, siswa sulit memabangkitkan ingatan yang sebelumnya didapat sehingga siswa belum mampu untuk menghubungkan keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lainnya. Selama peneliti melakukan observasi disekolah, peneliti menemukan beberapa fakta dilapangan bahwa guru beranggapan ranah kognitif sudah cukup untuk mengetahui hasil belajar siswa, adapun ranah afektif guru hanya menilai dari tugas rumah yang diberikan guru kepada siswa, kerajinan siswa mengumpulkan tugas rumah itulah yang dijadikan nilai afektif siswa. Sedangkan ranah psikomotor jarang sekali dilakukan guru, bahkan dalam satu semester praktikum hanya dilakukan satu kali. Kendala yang sering ditemui guru adalah masalah waktu jam mengajar, kurangnya waktu untuk melakukan praktikum menjadi kendala utama bagi guru karena waktu yang paling banyak digunakan adalah untuk mengejar materi ajar. Hasil belajar haruslah meliputi ketiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Peneliti menganggap 1
2
ranah psikomotor sebagai salah satu aspek hasil belajar kurang diperhitungkan sebagai hasil belajar. Banyak guru fisika berpendapat bahwa siswa harus dijejali banyak bahan fisika, seluruh buku paket harus diselesaikan. Mereka merasa bahwa dengan semakin menjejalkan bahan fisika sebanyak mungkin, siswa semakin mengerti. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa mengajarkan banyak bahan bukan jaminan siswa menjadi pandai fisika. Bahkan sebaliknya banyak anak yang menjadi bosan, dan akhirnya tidak menyukai fisika. Siswa menjadi kurang aktif dalam belajar fisika karena guru tidak mengajak siswa terlibat langsung. Mata pelajaran fisika
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar guru mampu mengembangkan suatu strategi dalam mengajar yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, sehingga keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar meningkat. Dalam pelaksanaannya, keberhasilan pengembangan ranah kognitif dianggap sudah cukup sebagai ketuntasan hasil belajar siswa sehingga mengabaikan ranah psikomotor sebagai umpan balik keberhasilan siswa menguasai materi yang diajarkan guru. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari. Trowbridge dan Bybe
dalam Elly Herliani
menjelaskan ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat (instrumen). Keduanya mengklasifikasikan ranah psikomotor ke dalam empat kategori, yaitu: a) moving (bergerak), b) manipulating (memanipulasi), c) communicating (berkomunikasi), dan d) creating (menciptakan)1. Berdasarkan semua permasalahan diatas tampaknya perlu diterapkan pembelajaran fisika yang tidak hanya meninitik beratkan pada ranah kognitif saja 1
Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008).h. 23.
3
tetapi dapat pula menyentuh ranah psikomotor. Pembelajaran fisika yang mampu mengungkap kemampuan psikomotor siswa serta meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih aktif mengajukan pendapat, bertanya, sikap kreatif, dan menjawab pertanyaan selama pembelajaran berlangsung adalah dengan model hands-on sebagai upaya meningkatkan kompetensi siswa. Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran hands on karena kegiatan hands on merupakan kegiatan dalam mengajar yang memberikan penekanan pada keterlibatan siswa dalam mengamati dan memanipulasi objek secara langsung. Model pembelajaran hands on memiliki keunggulan diantara model pembelajaran yang lain, diantaranya: pembelajaran lebih ditekankan pada keaktifan siswa dalam memahami konsep fisika, mampu melatih keterampilan kerja ilmiah siswa. Pembelajaran hands on melibatkan siswa dalam penyelidikan mendalam, mengembangkan ide-ide dalam memecahkan masalah, meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, membantu pemahaman konsep fisika melalui pengalaman. Melalui pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan alat, merancang percobaan, berkomunikasi, bertanya, berhipotesis, observasi, dan berpendapat. Yang utama dari pembelajaran hands on adalah menggunakan pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat kepada keaktifan siswa Dalam pembelajaran fisika keaktifan siswa berhubungan dengan psikomotor siswa Pembelajaran hands-on yang menitik beratkan pada kemampuan psikomotor siswa salah satunya adalah dengan teknik challenge exploration activity. Pada teknik challenge exploration activity siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan, siswa hanya disajikan masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan prosedur masing-masing, menyusun data yang diperolehnya, menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan.
Teknik ini dapat
mengungkap aspek psikomotor siswa karena teknik ini memiliki kelebihan,
4
diantaranya: semua siswa terlibat kerja, siswa lebih aktif dalam percobaan, menuntut siswa untuk berpikir, adanya suasana kompetensi dan menimbulkan sikap kreatif bagi siswa. Model hands on teknik challenge exploration activity dirasa cocok untuk diterapkan pada konsep kalor. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran fisika pada konsep tesebut membutuhkan pembelajaran yang inovatif, relevan dengan kebutuhan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini dipilih konsep kalor, karena konsep ini merupakan konsep penting yang bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan nyata dan membutuhkan banyak kegiatan pengamatan sesuai dengan pembelajaran yang akan diterapkan yaitu menggunakan pembelajaran hands on teknik challence exploration activity. Pada konsep ini banyak membutuhkan keterlibatan siswa dalam berbagai aktivitas dan membuat siswa lebih aktif. Konsep tersebut memerlukan pemikiran dan penjelasan melalui penalaran. Dengan penalaran tersebut siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada konsep ini terkandung indikator dan pengalaman belajar yang mengedepankan kerja ilmiah, kemudian dari bekerja ilmiah ini dapat memunculkan kemampuan psikomotor siswa sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik. Banyak penelitian yang dilakukan mengenai model pembelajaran hands on. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa model pembelajaran hands on memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi siswa, berpikir kritis, hasil belajar siswa, keterampilan siswa dan lain sebagainya. Dari pengantar diatas
penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada model
pembelajaran hands-on untuk mengungkap kemampuan berfikir dan keaktifan siswa pada teknik challenge exploration activity. Untuk itu penulis mengangkat hal tersebut dengan judul penelitian “Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Pada
Pembelajaran Hands-On Teknik Challenge Exploration Activity.
(Sebuah Studi Deskriptif Di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota Tangerang) ”.
5
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diindentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran sehingga potensi berpikir siswa kurang berkembang. 2. Siswa belum menyentuh ranah psikomotor. 3. Pola pembelajaran yang diterapkan kurang meningkatkan aktivitas belajar fisika siswa.
C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka dilakukan pembatasan masalah pada pengaruh pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity terhadap hasil belajar fisika siswa, batasan ruang lingkupnya adalah sebagai berikut: 1.
Pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity yaitu kegiatan belajar dimana siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan, siswa hanya disajikan masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan prosedur
masing-masing,
menyusun
data
yang
diperolehnya,
menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan. 2.
Konsep fisika yang dipelajari dalam penelitian ini adalah konsep kalor.
3.
Ranah psikomotor berdasarkan klasifikasi Trowbridge dan Bybe, meliputi (a) moving (bergerak), (b) manipulating (memanipulasi), (c) communicating (berkomunikasi), dan (d) creating (menciptakan)
6
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah
kemampuan
dan
aktivitas
psikomotor
siswa
pada
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah : Mengetahui kemampuan dan aktivitas psikomotor siswa pada pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian pembelajaran hands on dengan teknik challenge exploration activity diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1.
Guru, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu solusi dalam memilih model pembelajaran aktif untuk mengajar agar hasil belajar fisika siswa dapat meningkat.
2.
Siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai konsep-konsep yang terdapat dalam fisika, selain meningkatkan pemahaman, juga untuk meningkatkan keterampilan siswa.
3.
Sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam meningkatkan kemampuan para siswa dalam rangka meningkatkan kualitas sekolah.
7
BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Deskripsi Teoritis 1.
Filsafat Konstruktivisme Filsafat konstruktivisme adalaha filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Suparno mengutip pendapat
Bettencourt
bahwa
menurut
filasafat
konstruktivisme,
8
pengetahuan itu adalah bentukan (kontruksi) siswa sendiri yang sedang menekuninya2. Jadi, menurut pandangan konstruktivisme bahwa setiap individu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, bila yang sedang menekuni adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan buakanlah sesuatu yang sudah jadi, tetapi sesuatu yang harus dibentuk sendiri. Jadi pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang. Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman sejauh dialaminya. Proses ini akan berjalan terus menerus setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru. Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.3 Jadi untuk dapat mengetahui sesuatu siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa haruslah aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap dan sempurna. Dari perspektif konstruktivisme, pembelajaran bermakna dapat dibina di dalam diri peserta didik sebagai hasil pengalaman-pengalaman pancainderanya
dengan
alam.
Mereka
menggunakan
pengalaman
pancaindera dengan cara membentuk skema atau struktur kognitif dalam pikiran mereka sehingga akan tercipta makna dan pemahaman mereka terhadap situasi dan fenomena yang ada. Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar sains tidak hanya menerima informasi tentang produk sains, tapi melakukan proses 2
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123. 3 Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
9
ilmiah untuk menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip di bidang sains. Sangat jelas bahwa tanpa keaktifan siswa tidak akan berhasil dalam proses belajar mereka.
2.
Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme Salah satu landasan teoritik pendidikan modern adalah teori pembelajaran konstruktivime. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual,
yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.4 Dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri. Beberapa
hal
yang
mendapat
perhatian
pembelajaran
konstruktivistik, yaitu: (1) peran aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna, (2) pentingnya membuat kaitan antar gagasan oleh siswa dalam mengkontruksi pengetahuan, (3) mengaitkan antara gagasan siswa dengan informasi baru di kelas. 5 Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan 4
5
Trianto, ibid, h. 108
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000).
10
siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.6 Selain itu teori konstruktivisme yang terkenal adalah teori perkembangan kognitif Piaget. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksiinteraksi mereka.7 Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi denga ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. J. Piaget
mengartikan bahwa adaptasi terhadap lingkungan
dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk. Sedangkan, akomodasi adalah proses perubahan skema.8 Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses akomodasi menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan itu. Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah 6
Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13 7 Ibid. h. 14 8
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2006), h.122
11
dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruk penetahuannya sendiri. 9 Strategi pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya sebagai berikut: 1.
Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa membentuk pengetahuannya
sendiri
melalui
interaksi dengan
lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi. 2.
Agar pengetahuan diperoleh, siswa harus beradaptasi dengan llingkungannya
3.
Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul.
4.
Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibriumequilibrium). Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. 10 Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil 9
Wina Sanjaya, ibid, h.122 10
Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa.(Jakarta: Gaung Persada Press. 2009), h. 91
12
pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan: a.
Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama
b.
Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental
(pengurutan,
pengekalan,
pengelompokan,
pembuatan
hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual c.
Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).11 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diartikan bahwa dalam
pembelajaran
menurut
pandangan
konstruktivisme
guru
perlu
mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat faktafakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
13
pengalaman nyata12. Pembelajaran konstruktivis memiliki beberapa karakteristik, yaitu: a) Constructed Siswa mengikuti proses pembelajaran tidak dengan kepala kosong. Mereka telah memiliki konsepsi awal berupa pengetahuan, ide, dan pemahaman yang sebelumnya telah terbentuk. Melalui konsepsi awal tersebut siswa dapat mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuan baru. b) Active Siswa membentuk pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Guru hanya membimbing, memantau, dan memberi masukan, selain itu guru juga memberikan ruang gerak bagi siswa untuk menyelidiki dan mempertanyakan pengetahuan serta mencoba aktivitas belajar baru, yang bertujuan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. c) Reflective Guru dan siswa berupaya untuk meninjau ulang, mengorganisir, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. d) Collaborative Dengan bekerja sama, siswa dapat saling bertukar pikiran untuk memudahkan mereka dalam memahami pelajaran maupun untuk memperkaya pengetahuan. e) Inquiry-Based Aktivitas siswa yang mengacu pada pembelajaran konstruktivisme adalah
pemecahan
masalah,
dengan
tahapan
mencari
akar
permasalahan, investigasi masalah, dan menggunakan berbagai sumber untuk pemecahan masalah. f)
12
Revolving
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari (http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/)
14
Guru membantu siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap hal baru atau pelajaran yang sedang dikaji, agar yang dipelajari siswa lebih bermakna pada kehidupan nyata. 13 Teori
konstruktivisme
menekankan
bahwa
dalam
proses
pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan, merekalah yang harus aktif menggabungkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,
diskusi
dengan
teman
sejawat,
yang
kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.
3.
Hakikat Pembelajaran Fisika Menurut Marsetio Donosepoetro, pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur14. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, 13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal 14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org). 14
Trianto, M.Pd. Model Pembelajaran Terpadu ( Bumi Aksara:Jakarta, 2010) h. 137
15
penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejalagejala melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.
4.
Pembelajaran Hands-On Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan keterampilan berpikir para siswa.15 Prinsip teori konstruktivisme adalah ‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. 16 Siswa diberi kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi17. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan membelajarkan
suatu
pengertian
secara
(penghayatan)
bersama-sama
karena
kemampuan
mampu
psikomotorik
(keterampilan), pengertian (pengetahuan) dan afektif (sikap) yang biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau sejenisnya. Juga, dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang
15
Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000). 16 Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES) 17 Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. 2009.
16
dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan.18 Dengan hands on activity siswa akan memperoleh pengetahuan tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri. Jika siswa tidak melaksanakan sains secara langsung, maka siswa tersebut belum melakukan sains seutuhnya. Dalam melakukan kegiatan ini siswa seperti halnya ahli-ahli professional ketika membuat hipotesis, mereka
kemudian menguji ide-ide
tersebut melalui eksperimen-
eksperimen dan observasi. Seperti halnya peneliti, mereka tidak bisa langsung mengatakan hipotesis mereka benar sebelum mereka bisa membuktikannya. Oleh karena itu kegiatan tersebut dapat menerapkan pembelajaran
fisika
berbasis
hands-on,
yang
dapat
melibatkan
keterampilan psikomotor siswa. Rutherford dalam Haury dan Rillero menyebutkan bahwa “HandsOn” secara harfiah adalah siswa menggunakan peralatan dalam belajar, yang berarti bahwa belajar dengan pengalaman. Istilah lain untuk aktivitas sains hands-on adalah aktivitas yang berpusat pada materi, manipulasi, dan praktek19. Hands-on merupakan suatu aktivitas dimana siswa memiliki objek, baik makhluk hidup maupun benda mati yang secara langsung dapat digunakan untuk penelitian. Aktivitas hands-on merupakan aktivitas yang berpusat pada material, aktivitas pada manipulasi, dan aktivitas praktikum. Haury dan Rillero mengutip Lump dan Oliver yang menyatakan bahwa “sains yang berlandaskan Hands-on di definisikan sebagai segala aktivitas laboratorium yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau megobservasi proses sains20.
18
Kartono. Op.cit. 19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental Education,1994. (online), dari http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric/-2html, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3. 20 Ibid, h. 2
17
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas hands on adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung melalui pengamatan dalam kaitannya dengan proses sains. Pembelajaran pengalaman
belajar
Hands-on yang
melibatkan mendorong
siswa siswa
pada
seluruh
mengembangkan
kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara langsung mengerti tentang sains. Siswa mengembangkan teknik-teknik yang efektif untuk mengobservasi dan menguji segala sesuatu yang ada disekeliling mereka, mengetahui apa yang mereka pelajari, bagaimana, kapan dan mengapa segala sesuatu itu terjadi. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat penting jika siswa saat ini tetap memiliki perhatian terhadap sains dan menjadi bekal untuk lebih melihat sains. Pembelajaran berbasis hands-on activities merupakan suatu model yang dirancang agar siswa terlibat dalam empat komponen utama yaitu: menggali
informasi dan
bertanya,
beraktivitas dan
menemukan,
mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Empat komponen utama dalam pembelajaran hands-on activities akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Menggali informasi dan bertanya Guru memulai pembelajaran dengan memberikan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis. 2. Beraktivitas dan menemukan Setelah siswa berhipotesis, guru membimbing siswa melakukan penyelidikan atau percobaan untuk menguji hipotesis. 3. Mengumpulkan data dan menganalisis Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan tersebut, siswa mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil percobaannya. Sambil
18
berdiskusi siswa menganalisis data untuk pembahasan dari data yang teramati. 4. Membuat kesimpulan Selama siswa berdiskusi, guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya ataupun memberikan tanggapan. Dan guru pun membimbing siswa menarik kesimpulan dengan memberikan kata kunci atau pertanyaan-pertanyaan pancingan21. Pembelajaran fisika dengan model hands-on membantu siswa untuk belajar fisika atau prinsip-prinsip fisika dengan keaktifan siswa membuat sesuatu benda, peralatan atau hal, yang didasari dengan prinsip fisika. Tekanan model ini adalah siswa dibiasakan dengan aktif membuat atau menciptakan sesuatu peralatan yang menggunakan prinsip fisika. 22 Melalui pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar
yang
mampu
meningkatkan
kemampuan
berpikir
kritis,
memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan alat, merancang percobaan,
berkomunikasi,
bertanya,
berhipotesis,
observasi,
dan
berpendapat. Peran guru dalam pembelajaran hands-on difokuskan dalam memotivasi dan melibatkan siswa pada pengalaman belajar yang dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konten sains dalam proses belajar. Peran guru tidak hanya sebagai pemberi ilmu pengetahuan sebagaimana pembelajaran tradisional, tetapi juga harus membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri. Guru yang menerapkan pembelajaran hands-on dalam kegiatan proses belajar harus mempertimbangkan juga bagaimana cara yang harus ditempuh umtuk mengevaluasi siswanya. Siswa tidak hanya diuji mengenai penugasan
21 Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246 Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id 22 Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.
19
spesifik isi pengetahuannya, akan tetapi kinerjanya pun penting juga untuk dievaluasi. Pembelajaran hands-on
terdiri dari 3 teknik yaitu Guided
Worksheet Activity, Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity. Adapun perbedaan ke-3 teknik tersebut adalah : 1.
Teknik Guided Worksheet Activity (kegiatan lembar tugas panduan). Pada teknik ini siswa diberikan LKS yang lengkap yang berisis alat, bahan, tujuan, dan prosedur kegiatan praktikum tetapi tidak memberi tahukan hasil. Siswa diharapkan menemukan sendiri hubungan antar variabel ataupun menggenaralisasikan data. Teknik ini menggunakan LKS yang bersifat resep (cook book) tetapi tidak selengkap LKS cook book.
2.
Teknik
Challenge
Exploration
Activity
(kegiatan
eksplorasi
tantangan). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa berisi alat, bahan, dan tujuan praktikum serta permasalahan yang akan diteliti siswa. Siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan. 3.
Teknik Open Exploration Activity (kegiatan eksplorasi terbuka). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa hanya berisi alat dan bahan praktikum. Sedangkan untuk tujuan, permasalahan yang akan diteliti, dan prosedur kegiatan praktikumnya siswa ditugaskan untuk merumuskannya sendiri.23 Perbedaan ketiga teknik diatas adalah pada lengkap tidaknya
petunjuk yang diberikan dalam LKS. Adanya LKS yang membantu siswa untuk mengembangkan alur berpikir untuk mendapatkan suatu konsep. LKS yang dikembangkan dalam model pembelajaran hands-on dilengkapi 23
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2 Desember 2008.
20
dengan menggunakan pertanyaan produktif. Dengan pertanyaan produktif siswa harus melakukan sesuatu terlebih dahulu sebelum menjawab. Sementara dalam LKS yang selama ini dipergunakan pertanyaanpertanyaan yang dibuat lebih menitik beratkan pada pemahaman konsep belaka tidak menuntut siswa untuk melakukan sesuatu. Tanggapan siswa terhadap LKS yang dibuat dapat membantu memahami suatu konsep. Ketiga teknik tesebut juga dapat digunakan secara bersama-sama (kombinasi), akan tetapi tidak ada aturan yang mengikat mengenai urutan yang tepat dalam mengkombinasikan ketiga teknik tersebut. Pada kondisi tertentu, kegiatan belajar bisa dimulai dengan teknik Open Exploration Activity untuk mengenal dan mengetahui bahan-bahan praktikum terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan teknik Challenge Exploration Activity sehingga siswa fokus pada suatu konsep. Di lain hal, teknik Guided Worksheet Activity bisa digunakan sebagai dasar dari kegiatan teknik Open Exploration Activity dan kemudian dilanjutkan dengan memahami
penaksiran
melalui
kegiatan
pada
teknik
Challenge
Exploration Activity. Meskipun demikian, memadukan karakter setiap pengalaman yang didapat para siswa merupakan hal yang terpenting dari semua itu. Teknik challenge exploration activity, siswa diberi kesempatan untuk membuat hipotesis dan prosedur kerja. Sehingga siswa dapat mengekplorasi/merancang daya pikirnya dalam membuat hipotesis dan prosedur kerja. Dalam hal ini siswa mendapatkan tantangan, karena jika prosedurnya kurang tepat dengan permasalahan yang ada. Maka hasilnya pun dapat berakibat tidak baik terhadap percobaan yang diteliti. Teknik challenge exploration activity adalah teknik pembelajaran yang memberikan banyak kegiatan pemebelajaran melalui tantangan kepada siswa. Teknik challenge exploration activity banyak memunculkan kemampuan yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari konsep yang termasuk jenis konsep yang berdasarkan prinsip. Kelebihan pada teknik ini adalah:
21
a. Dalam pembelajaran ada iklim kompetisi b. Terdapat sikap kreatif dan inventif c. Semua siswa terlibat kerja d. Aktivitas percobaan sebagai hal yang menuntut berpikir.24 Penerapan teknik Challence Exploration Activity memberikan hal yang positif bagi siswa seperti, muncul sikap kreatif dan inventif dalam diri siswa, semua siswa dalam kelompok terlibat kerja bahkan terjadi iklim kompetisi, dan siswa merasa terangsang dengan dengan teknik ini. Bila dilihat dari segi kreativitas, keterlibatan siswa dalam kelompok, kemampuan memechkan masalah (Problem Solving), motivasi belajar, kemampuan berhipotesis, dan penggunaan pengetahuan awal teknik Challence Exploration Activity merupakan teknik yang dapat memfasilitasi hal-hal tersebut.
5.
Penilaian Ranah Psikomotor Berkaitan dengan psikomotor, Bloom berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. 25 Singer menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.26
24
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011) 25 Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 26 Ibid.
22
Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif.27 Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.28 Simpson menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa seharihari.29 Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor siswa. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, disamping kecakapan psikomotor itu tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuandan kesadaran serta sikap mentalnya30. Menurut
Setyosari
aspek
psikomotor
berkaitan
dengan
keterampilan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang 27
Op.cit Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010) 29 Ahmad Sofyan dkk. Evaluasi Pemebelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (UIN Jakarta Press, Jakarta 2006) h. 23 30 Muhibin Syah. Psikologi Belajar.(PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 2011) h: 53-54. 28
23
memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan yang bersifat psikomotor berkaitan dengan pencapaian keterampilan motorik (gerakan), memanipulasi benda/objek atau kegiatan-kegiatan yang memerlukan koordinasi otot-otot syaraf dan anggota badan. Menurut Wartono keterampilan-keterampilan motorik tersebut dalam pembelajaran sains disebut dengan keterampilan proses sains, yang meliputi mengamati, menafsirkan, meramalkan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan percobaan. 31 Ada beberapa ahli yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya. 32 Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penialain dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik. Untuk menilai hasil belajar aplikatif ini dapat digunakan instrumen tes kinerja atau nontes dengan pedoman observasi. 33 Berdasarkan
pengertian
domain
psikomotor
yang
telah
dikemukakan, penilaian hasil belajar siswa pada doamin psikomotor dititik beratkan pada keterampilan motorik (hands on).34 Berdasarkan batasan ini,
31
Nani Dahniar, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1, No. 2,) 32 Depdiknas 2008. Op.cit. h. 4-5 33 Ahmad Sofyan. dkk. Op.cit. h. 24 34 Ahmad Sofyan dkk, Ibid, h. 24
24
maka dalam pelajaran sains, kompetensi siswa dalam domain psikomotor dinilai antara lain ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada khususnya dan diskusi dalam pemecahan masalah.
6.
Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA Menurut Mills pembelajaran keterampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing)35. Trowbridge dan Bybe menekankan bahwa domain psikomotor mencakup aspek-aspek perkembangan motorik, koordinasi otot dan keterampilan-ketrampilan fisik.36 Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau keterampilan gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan berurutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap usaha peserta didik.37 Stiggins menjelaskan bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan penegmbangan motorik, koordinasi otot, dan keterampilanketerampilan fisik. Trowbridge dan Bybe juga sepaham dengan Stiggins mengenai ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat (instrument). Keduanya mengklasifikasikan ranah
35
Depdiknas 2008, loc.cit. Ahmad Sofyan, loc.cit. h. 24 37 Depdiknas 2008, loc.cit. h. 4
36
25
psikomotor ke dalam empat kategori, yaitu: a) moving (bergerak), b) manipulating (memanipulasi), c) communicating (berkomunukasi), d) creating (menciptakan)38.
7.
Pengaruh Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Berdasarkan pengertian ranah psikomotor yang telah dikemukakan, penilaian hasil belajar pada ranah psikomotor ini dititikberatkan pada keterampilan motorik (hands on). Berdasarkan batasan ini, maka dalam pelajaran sains, kompetensi siswa dalam ranah psikomotor dinilai antara lain ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada khususnya dan diskusi dalam pemecahan masalah. Pada kegiatan pembelajaran, terdapat kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode pembelajaran dan evaluasi yang akan digunakan. Oleh karena itu ada sedikit perbedaan titik berat tujuan pembelajaran psikomotor
dan
kognitif
maka
strategi
maupun
pendekatan
pembelajarannya sedikit berbeda. Pembelajaran yang mengungkap kemampuan psikomotor akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing). Sains merupakan suatu proses penemuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep dan prinsip saja. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung dalam arti bekerja ilmiah sebagai lingkup proses. Lingkup proses berkaitan erat dengan konsep, maka bekerja ilmiah adalah mengintegrasikan isi sains ke dalam kegiatankegiatan pembelajaran yang membekali pengalaman belajar siswa secara langsung. Sains bukan merupakan sekumpulan pengetahuan atau fakta tetapi suatu kerja, tindakan, kegiatan, dan penyelidikan. Siswa memerlukan 38
Elly Herliani dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA. Bandung. 2009. Hal.70.
26
pembelajaran hands-on yang melibatkan mereka dalam pengumpulan, organisasi, analisis, dan menilai konten sains. Siswa secara aktif terlibat dalam
belajar,
mengasumsi
apa
yang
terjadi
dan
bagaimana
mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan percobaan, pengumpulan data, dan menginterpretasikan hasil penemuannya. Oleh karena itu, pembelajaran hands-on merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa pada seluruh pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara langsung mengerti sains. Model hands on activity sangat baik bagi keterampilan psikomotor siswa, mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika sangat mengasyikan dan menarik, apalagi dengan melakukan sesuatu, mereka dapat melihat dengan mata dan inderanya bahwa yang dilakukan terjadi. Maka mereka menjadi lebih yakin. Keuntungan lain dengan model ini adalah siswa dilatih keterampilan membuat sesuatu peralatan yang berbau fisika.39 According to the constructivist philosophy of Piaget people build conceptual understanding and Vygotsky, on their experience. Real experiences allow people to construct their own understandings in a meaningful way.40 Menurut filsafat konstruktivis Piaget and Vygotsky, orang membangun pemahaman konseptual pada pengalaman mereka. Kenyataannya memungkinkan orang untuk membangun pemahaman mereka sendiri dengan cara yang berarti. Titik umum untuk teori ini adalah bahwa belajar yaitu proses yang aktif memerlukan keterlibatan fisik (psikomotor) dan intelektual dengan tugas belajar. Demonstrasi dan hands-on membuat "gangguan eksternal" menjadi pemikiran terkini dan merangsang equilibrium, yang menyebabkan konseptual berubah, dan bahwa hands-on activities adalah cara efektif untuk anak-anak dan remaja 39
Paul Suparno, op.cit.. h.123 Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), hal. 87 40
27
untuk memperoleh pengetahuan. Hands-on activities membuat siswa lebih aktif peserta didik di kelas ilmu pengetahuan, terutama jika mereka dapat menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah untuk kehidupan seharihari situasi mereka. Penelitian juga menunjukkan bahwa siswa menemukan ilmu yang lebih menarik ketika mereka relevan untuk setiap hari hidup atau pengalaman. Proyek yang melibatkan hands-on activities, pengalaman meningkatkan peluang untuk pembangunan pengetahuan. Menurut Krech faktor yang berpengaruh dalam pengubahan perilaku tergantung pada keinginan diri individu, kepribadiannya, informasi yang diterima, kerja
kelompok dan lingkungan yang
mendukung. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dan penerapan konstruktivisme, hasil penelitian pembelajaran sains dengan kegiatan mandiri atau dengan hands-on dan minds-on activity. Model hands-on sangat baik bagi siswa SD dan SMP. Mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika mengasyikan dan menarik. 41 Siswa memerlukan pembelajaran hands-on yang melibatkan mereka dalam pengumpulan oraganisasi, analisis dan nilai konten sains sehingga siswa secara aktif terlibat dalam belajar, mengasumsi apa yang terjadi dan bagaimana mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan percobaan, pengumpulan data dan menginterpretasikan pengetahuannya. Dalam hal ini hanya akan dijelaskan aspek-aspek yang dapat dinilai dalam mata pelajaran sains dengan merujuk pada klasifikasi ranah psikomotor. Selanjutnya Trowbridge dan Bybe mengklasifikasikan domain psikomotor kedalam empat kategori, yaitu: a)moving (bergerak), b)manipulating (memanipulasi), c)communicating (berkomunikasi), dan d)creating (menciptakan).42 a. Moving (bergerak), kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi gerakan-gerakan fisik. Kategori ini merupakan respon-respon otot terhadap rangsangan sensorik. 41
Paul Suparno, loc.cit., hal. 123
42 Ahmad Sofyan dkk. Op.cit. h. 23
28
b. Manipulating, kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup polapola yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagianbagian tubuh, misalnya koordinasi antara mata, telinga, tangan, dan jari. Koordinasi gerakan tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian tubuh, misalnya tangan-jari, tangan-mata. c. Communicating, kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui orang lain. d. Creating, merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan baru. Kreasi dalam mata pelajaran sains biasanya memerlukan sejumlah kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan komunikasi dalam membangkitkan hasil baru yang sifatnya unik. Dalam konteks ini terjadi koordinasi antara aspek kognitif, psikomotor, dan afektif dalam upaya untuk memecahkan masalah dan menciptakan gagasan-gagasan baru tersebut43.
8.
Kalor a) Pengertian kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi panas. Mengapa air menjadi panas? Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik. Dari manakah kalor itu? Kalor berasal dari bahan bakar, dalam hal ini terjadi perubahan energi kimia yang terkandung dalam gas menjadi energi panas atau kalor yang dapat memanaskan air. Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan zat yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke 43
Elly Herliani, M.Phil, M.Si, dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA. Bandung. 2009. Hal.71-72.
29
benda yang suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut bersentuhan atau bercampur. Jika kalor merupakan suatu zat tentunya akan memiliki massa dan ternyata benda yang dipanaskan massanya tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi kalor adalah suatu bentuk energi dan merupakan suatu besaran yang dilambangkan Q dengan satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori (kal). Hubungan satuan joule dan kalori adalah 1 kalori = 4,2 joule 1 joule = 0,24 kalori
b) Kalor dapat Mengubah Suhu Benda Apa yang terjadi apabila dua zat cair yang berbeda suhunya dicampur menjadi satu? Bagaimana hubungan antara kalor terhadap perubahan suhu suatu zat? Adakah hubungan antara kalor yang diterima dan kalor yang dilepaskan oleh suatu zat? Semua benda dapat melepas dan menerima kalor. Benda-benda yang bersuhu lebih tinggi dari lingkungannya akan cenderung melepaskan kalor. Demikian juga sebaliknya benda-benda yang bersuhu lebih rendah dari lingkungannya akan cenderung menerima kalor untuk menstabilkan kondisi dengan lingkungan di sekitarnya. Suhu zat akan berubah ketika zat tersebut melepas atau menerima kalor. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kalor dapat mengubah suhu suatu benda. Hubungan antara kalor dengan perubahan suhu suatu zat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat memanaskan air. Memasak air dengan volume 500 gram lebih cepat mendidih dibandingkan dengan memasak air dengan volume 850 gram atau alkohol lebih cepat panas dibandingkan air jika dipanaskan. Dari contoh tersebut kita dapat mengamati bahwa besarnya kenaikan suhu dipengaruhi oleh massa dan jenis zat tersebut. Jadi, dari contoh di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
30
1) Semakin besar kalor yang diberikan pada suatu zat, semakin besar kenaikan suhunya. 2) Semakin besar massa suatu zat, semakin besar kalor yang diperlukan untuk memanaskan zat tersebut. 3) Kalor yang diberikan pada suatu zat sebanding dengan kalor jenis zat tersebut. Jika dituliskan dalam bentuk persamaan matematika, diperoleh hubungan sebagai berikut.44
Q = m . c . ∆T Keterangan: Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J) m = massa zat (kg) c = kalor jenis zat (J kg-1 °C-1) ∆T = kenaikan suhu (°C) c) Kalor dapat Mengubah Wujud Zat Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan mencapai suhu minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat. Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat digambarkan dalam skema berikut.
Cair 2
4 44
1
Anni Wirasih dkk.3IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008). h.
129
5 Gas
Padat 6
31
Gambar 2.1. Skema Perubahan Wujud Zat Keterangan: 1 = mencair/melebur 4 = mengembun 2 = membeku
5 = menyublim
3 = menguap
6 = mengkristal
d) Menguap Pada waktu menguap zat cair memerlukan kalor, kalor yang diberikan pada zat cair akan mempercepat gerak molekul-molekulnya sehingga banyak molekul zat air yang meninggalkan zat cair itu menjadi uap. Penguapan zat cair dapat dipercepat dengan cara sebagai berikut:
1) Memanaskan Zat Cair Pemanasan pada zat cair dapat meningkatkan volume ruang gerak zat cair sehingga ikatan-ikatan antara molekul zat cair menjadi tidak kuat dan akan mengakibatkan semakin mudahnya molekul zat cair tersebut melepaskan diri dari kelompoknya yang terdeteksi sebagai penguapan. Contohnya pakaian basah dijemur di tempat yang mendapat sinar matahari lebih cepat kering dari pada dijemur di tempat yang teduh. 2) Memperluas Permukaan Zat Cair Peristiwa lepasnya molekul zat cair tidak dapat berlangsung secara serentak akan tetapi bergiliran dimulai dari permukaan zat cair yang punya kesempatan terbesar untuk melakukan penguapan.
32
Dengan demikian untuk mempercepat penguapan kita juga bisa melakukannya dengan memperluas permukaan zat cair tersebut. Contohnya air teh panas dalam gelas akan lebih cepat dingin jika dituangkan ke dalam cawan atau piring. 3) Mengurangi Tekanan Pada Permukaan Zat Cair Pengurangan tekanan udara pada permukaan zat cair berarti jarak antar partikel udara di atas zat cair tersebut menjadi lebih renggang. Akibatnya molekul air lebih mudah terlepas dari kelompoknya dan mengisi ruang kosong antara partikel-partikel udara tersebut. Hal yang sering terjadi di sekitar kita adalah jika kita memasak air di dataran tinggi akan lebih cepat mendidih daripada ketika kita memasak di dataran rendah. 4) Meniupkan Udara di Atas Zat Cair Pada saat pakaian basah dijemur, proses pengeringan tidak sepenuhnya dilakukan oleh panas sinar matahari, akan tetapi juga dibantu oleh adanya angin yang meniup pakaian sehingga angin tersebut membawa molekul-molekul air keluar dari pakaian dan pakaian menjadi cepat kering.
e) Mendidih Mendidih adalah peristiwa penguapan zat cair yang terjadi di seluruh bagian zat cair tersebut. Peristiwa ini dapat dilihat dengan munculnya gelembung-gelembung yang berisi uap air dan bergerak dari bawah ke atas dalam zat cair. Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus-menerus akan berubah menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat cair menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya disebut kalor uap (U). Besarnya kalor uap dapat dirumuskan: U = Q / m atau Q = m x U Keterangan
33
Q = kalor yang diserap/dilepaskan (joule) m = massa zat (kg) U = kalor uap (joule/kg) Jika uap didinginkan akan berubah bentuk menjadi zat cair, yang disebut mengembun. Pada waktu mengembun zat melepaskan kalor, banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama dengan banyaknya kalor yang diperlukan waktu menguap dan suhu di mana zat mulai mengembun sama dengan suhu di mana zat mulai menguap. kalor uap = kalor embun titik didih = titik embun f)
Melebur Melebur adalah peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi zat cair. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan massa zat padat menjadi cair pada titik leburnya disebut kalor lebur (L). Besarnya kalor lebur dapat dirumuskan sebagai berikut. L = Q / m atau Q = L x m Keterangan Q = kalor yang diserap/dilepas (joule) m = massa zat (kg). L = kalor lebur (joule / kilogram) Jika zat cair didinginkan akan membeku, pada saat membeku zat melepaskan kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan massa zat cair menjadi padat disebut kalor beku. kalor lebur = kalor beku titik lebur = titik beku
B. Kerangka Berpikir Konsep sains hands-on adalah suatu program sains untuk anak yang didasarkan pada metode yang menggunakan naluri anak untuk mengerti. Sains
34
seharusnya dijadikan pengalaman, pengalaman ini seharusnya memungkinkan siswa untuk dilibatkan secara aktif dalam memanipulasi objek dan material dari dunia nyata (dalam kehidupan sehari-hari). Cara untuk membantu siswa memenuhi konsep-konsep dasar fisika adalah dengan memperlihatkan pembuktian konsep dasar tersebut secara langsung kepada siswa. Cara ini memberikan pengalaman belajar lebih bermakna jika diabandingkan dengan belajar yang didominasi oleh guru. Hands-on membuat siswa untuk menjadi peserta aktif sebagai pelajar, sehingga siswa melakukan aktifitas dan mendapatkan pengalaman langsung dengan material dan menggerakkan objek untuk mencoba mengetahui gejala ilmu pengetahuan. Kegiatan yang dapat dilakukan melalui model pembelajaran berbasis hands-on yaitu mengembangkan keterampilan psikomotor siswa dan keterampilan berpikir siswa. Model pembelajaran hands on teknik challence exploration activity merupakan model pembelajaran yang mampu memberikan banyak kegiatan pemebelajaran melalui tantangan kepada siswa. Model ini diharapkan mampu untuk mengembangkan keterampilan psikomotor siswa melalui kegiatan praktikum.
BAB III METODOLOOGI PENELTIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 yang beralamat di Jl Hasanuddin, Cipondoh, Kota Tangerang. Penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013. B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Muhammadiyah Cipondoh yang terdistribusi ke dalam satu kelas dengan jumlah siswa sebanyak 34 orang. Siswa kelas VII-1 dianggap sesuai untuk
35
dijadikan sampel dalam penelitian ini karena pada semester genap mempelajari mata pelajaran fisika pada konsep kalor dimana konsep tersebut dijadikan oleh peneliti sebagai materi penunjang penelitian. Siswa dalam penelitian ini dibagi menjadi enam kelompok, dimana masing-masing kelompok terdapat siswa laki-laki dan perempuan, dengan tingkatan siswa dari kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penempatan kategori tinggi, sedang, dan rendah ditentukan berdasarkan nilai rata-rata siswa pada mata pelajaran fisika dan pertimbangan guru mata pelajaran fisika. Pengelompokan ini dilakukan agar tiap kelompok memiliki kemampuan yang relative homogeny dalam hal praktikum dan diskusi. Adapun teknik pengambilan subyek penelitian ini menggunakan purposive sampling adalah teknik penetuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Kriteria
yang
digunakan
dapat
berdasarkan
pertimbangan
(judgment) tertentu atau jatah tertentu45. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.46 Dalam penentuan pengambilan sampel, pihak sekolah atau guru mata pelajaran yang bersangkutan menentukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian, dengan pertimbangan bahwa kemampuan kognitif siswa berbeda-beda, baik tinggi, sedang maupun rendah.
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus dibuktikan, atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau
45
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Alfabeta, Bandung 2008) h. 124 46 Sugiyono, ibid, h. 124
36
populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum47. Tujuan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki48. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek/subjek yang diteliti secara tepat tentang kemampuan psikomotor siswa.
D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan berkelompok. Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai guru yang melakukan proses pembelajaran dengan cara mengajarkan konsep kalor pada pembelajaran fisika dengan model hands-on teknik challenge exploration activity sedangkan guru mata pelajaran fisika dan teman sejawat berperan sebagai observer.
E. Instrumen Penelitian Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakn instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah alat yang yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.49 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen non tes. Instrumen non tes berupa LKS dan lembar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kemampuan psikomotor siswa pada saat tes unjuk kerja. Dari hasil observasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh keaktifan siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. 1. Instrumen Non Tes 47
Sugiyono,Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 29 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 54 49 Sugiyono, metode penelitian, op.cit, h. 148 48
37
Instrumen non tes pada penelitian ini menggunakan LKS dan lembar observasi. a. Perangkat pembelajaran Perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini dirancang berdasarkan pendekatan hands on teknik challenge exploration activity. LKS ini hanya berisi alat, bahan dan tujuan praktikum, sedangkan siswa ditugaskan untuk merumuskan sendiri prosedur kerjanya. LKS ini sebagai panduan siswa selama melakukan praktikum. b. Lembar Observasi Menurut Ngalim Purwanto, observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung50. Observasi yang dilakukan disini adalah observasi langsung yang mengumpulkan data berdasarkan pengamatan yang menggunakan mata atau telinga secara langsung. Dengan demikian melalui observasi dapat terlihat kemunculan keterampilan psikomotor siswa dengan panca indera secara langsung. Lembar psikomotor
observasi
dilakukan
untuk
siswa pada saat praktikum
mengetahui
kemampuan
selama menggunakan model
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. Lembar observasi disusun dari aktivitas siswa berdasarkan kajian teori yang dilakukan peneliti.
Dalam penelitian ini, pencuplikan data melalui lembar observasi melibatkan tiga orang observer yang mengobservasi terhadap enam kelompok. Setiap observer mengamati dua kelompok yang sebelumnya telah mendapatkan penjelasan tentang pelaksanaan observasi dari peneliti. Penjelasan yang diberikan berupa penjelasan penggunaan lembar observasi pada saat mengamati kegiatan praktikum serta pemberian kisi-kisi tiap poin 50
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) hal. 149
38
pengamatan pada lembar observasi. Dengan langkah tersebut diharapkan persepsi setiap observer terhadap fenomena muncul pada saat pembelajaran menjadi sama. Tabel 3.1. Aspek psikomotor siswa yang akan diukur No Aspek
Sub aspek
1.
a. Membawa perlengkapan belajar
Moving
b. Menyiapkan perlengkapan belajar 2.
Communicating
a. Merangkai alat praktikum. b. Meramu bahan-bahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Menggunakan termometer e. Mengamati percobaan f. Membersihkan
alat
dan
bahan
praktikum 3.
Manipulating
a. Mengajukan pertanyaan b. Menjawab pertanyaan c. Menyimak pendapat orang lain d. Menyampaikan ide/gagasan e. Mendeskripsikan data f. Mendiskusikan masalah g. Mencatat data/informasi
4.
Creating
a. Merancang langkah kerja b. Menganalisis masalah. c. Mensintesis masalah.
F. Teknik Pengumpulan Data Agar suatu penelitian dapat dipaparkan dengan jelas dan sistematis maka disususn suatu penelitian berupa langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian. Teknik pengumpulan data
39
Setelah data terkumpul, analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif, dalam suharsimi arikunto dijelaskan bahwa: analisis deskriptif kuantitatif adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis data dengan mencari jumlah frekuensi dan mencari jumlah persentasenya51. Selanjutnya data ini akan dianalisis dan diverifikasi keabsahannya, diberi kode, diklasifikasi, diberi skor dengan analisis deskriptif. Berikut data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya: a. Pengumpulan data observasi b. Pemeriksaan LKS c. Pengolahan data d. Membuat kesimpulan Teknik pemeriksaan keterpercayaan studi Agar diperoleh data yang valid dan reliabel, instrument lembar observasi dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk mengetahui validitasnya. Dalam penelitian ini digunakan uji validitas ahli, pada uji validitas ahli kisikisi instrumen yang telah tersusun divalidasi kepada ahli.
Tabel 3.2. Uji Validasi Ahli Kesesuaian
Pertanyaan
Baik
Cukup
Kurang
konsep Kesesuain konsep
Apakah yang
indikator-indikator digunakan
pada
instrumen ini mewakili aspek psikomotor yang dipakai? Apakah
instrumen
ini
mencakup sikap ilmiah dari
51
hal 262.
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2007),
40
teori-teori yang ada? Apakah butir penilaian yang digunakan dalam instrumen ini memenuhi
pencapaian
indikator
kemampuan
psikomotor? Kesesuain Bahasa
Apakah
bahasa
yang
digunakan dalam instrumen ini sudah cukup jelas? Apakah
bahasa
yang
digunakan dalam instrumen ini sudah cukup efektif? Saran
G. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis deskriptif kuantitatif yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mencari jumlah frekuensi dan mencari jumlah persentasenya52.
1. Lembar observasi Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. 53 Data yang diperoleh dari format lembar observasi kemudian dianalisis lebih lanjut dengan cara:
52
Suharsimi, ibid, h. 262 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010) h. 84 53
41
a. Memberi tanda ceklis (√) di bubuhkan, checklist atau daftar cek adalah salah satu alat/pedoman observasi yang berupa daftar kemungkinan aspek tingkah laku tertentu pada seseorang yang akan dinilai54. Tanda ceklis kemudian dimasukkan kedalam lembar observasi sesuai dengan kriteria yang ada pada setiap aspek keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity. b. Menjumlahkan banyaknya ceklis pada setiap kolom yang terdapat pada lembar observasi tiap kelompok, banyaknya ceklis yang terdapat pada lembar observasi dari tiap-tiap aspek keterampilan psikomotor yang muncul. c. Kemudian dicari persentase masing-masing kriteria berdasarkan rumus berikut: Persentase (%) =
x 100%
d. Menginterpretasi secara deskriptif data persentase tiap-tiap aspek keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian dan pembahasannya. Pada penelitian ini setelah observer mengamati siswa dengan melihat sejauh mana kemampuan psikomotor siswa yang muncul dalam
54
Slameto, Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 142.
42
pembelajaran dengan memberi skor sesuai pengamatannya. Data hasil yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel. 1. Pertemuan I Pada pertemuan pertama hasil pengamatan kemampuan psikomotor siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration Activity dijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut. Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak) No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
70,8
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
54,1
Rata-rata
62,5
Berdasarkan data pada tabel 4.1 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8 %. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 54,1 %. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 62,5%. Pada pertemuan pertama aspek manipulating (memanipulasi) kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena pada pertemuan ini siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum akan dilaksanakan pada pertemuan kedua.
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) No.
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
43
a.
Mengajukan pertanyaan
70,8
b.
Menjawab pertanyaan
70,8
c.
Menyimak pendapat orang lain
79,2
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
70,8
f.
Mendiskusikan masalah
66,7
g.
Mencatat data/informasi
83,3
Rata-rata
72,6
Berdasarkan data pada tabel 4.2 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dan mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 70,8%. Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan dan mendiskusikan masalah menunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7%. Sedangkan pada sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 79,2%. Kemampuan psikomotor siswa paling tinggi pada aspek communicating adalah mencatat data/informasi dengan kemampuan psikomotor siswa sebesar 83,3%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 72,6%.
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) No.
Aspek yang diamati
Kemampuan siswa(%)
44
a.
Merancang langkah kerja
b.
Menganalisis masalah
58,3
c.
Mensintesis masalah
41,7
Rata-rata
75
58,3
Berdasarkan data pada tabel 4.3 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 75,0%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3%. Sedangkan sub aspek mensintesis masalah menunjukan kemampuan siswa sebesar 41,7%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar 58,3%.
2. Pertemuan II Pada pertemuan kedua hasil pengamatan kemampuan psikomotor siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration Activity dijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
87,5
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
66,7
45
Rata-rata
77,1
Berdasarkan data pada tabel 4.4 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 77,1%.
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aspek Manipulating (Memanipulasi) No.
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Merangkai alat praktikum
95,8
b.
Meramu bahan praktikum
79,2
c.
Menggunakan alat-alat praktikum
70,8
d.
Mengukur suhu dengan termometer
79,2
e.
Mengamati percobaan
79,2
f.
Membersihkan alat dan bahan praktikum
100,0
Rata-rata
84,0
Berdasarkan data pada tabel 4.5 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek manipulating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merangkai alat praktikum menunjukkan kemampuan siswa sebesar 95,8%. Pada sub aspek meramu bahan praktikum, mengukur suhu dengan
46
termometer dan mengamati percobaan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 79,2%. Pada sub aspek menggunakan alat-alat praktikum menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8%. Sedangkan sub aspek membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukan kemampuan siswa sebesar 100,0%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan
persentase
aspek
manipulating
selama
proses
pembelajaran sebesar 84,0%.
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) No.
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Mengajukan pertanyaan
75,0
b.
Menjawab pertanyaan
58,3
c.
Menyimak pendapat orang lain
83,3
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
70,8
f.
Mendiskusikan masalah
70,8
g.
Mencatat data/informasi
87,5
Rata-rata
73,2
Berdasarkan data pada tabel 4.6 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek mengajukan pertanyaan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 75,0 %. Pada sub aspek menjawab pertanyaan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3%. Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan siswa sebesar 83,3%. Pada sub aspek
47
menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 66,7%. Pada sub aspek mendeskripsikan data dan mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8%. Sedangkan pada sub aspek mencatat data/informasi menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 73,2%.
Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) No.
Aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Merancang langkah kerja
95,8
b.
Menganalisis masalah
66,7
c.
Mensintesis masalah
54,2
Rata-rata
72,2
Berdasarkan data pada tabel 4.7 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 95,8%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 66,7%. Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 54,2%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar 72,2%.
3. Pertemuan III
48
Pada pertemuan ketiga hasil pengamatan kemampuan psikomotor siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration Activity dijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut.
Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
87,5
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
62,5
Rata-rata
75,0
Berdasarkan data pada tabel 4.8 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 62,5%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 75,0%. Pada pertemuan ketiga aspek manipulating (memanipulasi) kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Pada pertemuan ini siswa melakukan diskusi kelas membahas hasil praktikum yang telah dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya.
Tabel 4.9 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) No. a.
Sub aspek yang diamati Mengajukan pertanyaan
Kemampuan siswa (%) 70,8
49
b.
Menjawab pertanyaan
66,7
c.
Menyimak pendapat orang lain
83,3
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
75,0
f.
Mendiskusikan masalah
79,2
g.
Mencatat data/informasi
83,3
Rata-rata
75,0
Berdasarkan data pada tabel 4.9 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek mengajukan pertanyaan menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 70,8%. Pada sub aspek menjawab pertanyaan dan menyampaikan ide/gagasan menunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7%. Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain dan mencatat data/informasi menunjukan kemampuan siswa sebesar 83,3%. Pada sub aspek mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan siswa sebesar 75,0%. Sedangkan pada sub aspek mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 79,2%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 75,0%.
Tabel 4.10 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) No. a.
Aspek yang diamati Merancang langkah kerja
Kemampuan siswa (%) 87,5
50
b.
Menganalisis masalah
58,3
c.
Mensintesis masalah
41,7
Rata-rata
62,5
Berdasarkan data pada tabel 4.10 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3%. Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 41,7%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar 62,5%. Dari seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung, aspek-aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul akan disajikan sebagai berikut.
Tabel 4.11 Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran. No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
81,9
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
61,1
Rata-rata
71,5 Berdasarkan data pada tabel 4.11 menunjukan kemampuan
psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa
51
sebesar 81,9%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 61,1%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada pada seluruh kegiatan pembelajaran menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 71,5%.
Tabel 4.12 Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran. No.
Sub aspek yang diamati
Kemampuan psikomotor siswa (%)
a.
Mengajukan pertanyaan
72,2
b.
Menjawab pertanyaan
65,3
c.
Menyimak pendapat orang lain
81,9
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
72,2
f.
Mendiskusikan masalah
72,2
g.
Mencatat data/informasi
84,7
Rata-rata
73,6
Berdasarkan data pada tabel 4.13 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek mengajukan pertanyaan, mendeskripsikan data dan mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 72,2%. Pada sub aspek menjawab pertanyaan menunjukan kemampuan siswa sebesar 65,3%. Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 81,9%.
52
Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 66,7%. Sedangkan pada sub aspek mencatat data/informasi
menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar
84,7%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 73,6%.
Tabel 4.13 Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran No.
Aspek yang diamati
Frekuensi kemunculan (%)
a.
Merancang langkah kerja
86,1
b.
Menganalisis masalah
61,1
c.
Mensintesis masalah
45,8
Rata-rata
64,4
Berdasarkan data pada tabel 4.13 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 86,1%. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 61,1%. Sedangkan sub aspek mensintesis masalah menunjukan kemampuan siswa sebesar 45,8%. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar 64,4%. Tabel 4.14 Aspek Psikomotor Tiap Pertemuan No
Aspek penilaian
Pertemuan 1 (%)
Pertemuan 2 (%)
Pertemuan 3 (%)
53
1.
Moving (bergerak)
2.
Manipulating (memanipulasi)
3.
4.
62,5
77,1
75
84
Communicating (komunikasi)
72,6
73,2
75
Creating (kreativitas)
58,3
72,2
62,5
Grafik 4.1 aspek psikomotor siswa selama proses pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity
B. Pembahasan Tingkat
persentase
kemampuan aspek psikomotor
siswa
selama
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity berlangsung menunjukkan tingkat kemampuan pada masing-masing aspek psikomotor.
54
1. Pertemuan I Pada merumuskan
pertemuan pertama langkah
kerja
yaitu
pada
praktikum,
saat
aspek
diskusi untuk communicating
menunjukkan persentase paling tinggi dibandingkan dengan aspek moving dan creating. Sedangkan aspek manipulating tidak muncul pada kegiatan ini dikarenakan aspek manipulating merujuk pada aktivitas motorik yang terjadi pada saat siswa melakukan percobaan di dalam laboratorium. Dari ketiga aspek yang muncul, kemampuan psikomotor siswa dengan nilai persentase tertinggi adalah aspek communicating, sedangkan nilai persentase terendah adalah aspek creating. Nilai aspek moving berada diantara aspek communicating dan creating. Aspek communicating pada sub aspek menyimak pendapat orang lain, mendiskusikan masalah dan mencatat/informasi merupakan sub aspek yang paling dominan muncul dengan mendapatkan persentase yang tinggi karena pada kegiatan ini siswa ditantang untuk membuat langkah kerja sebelum praktikum. Siswa masih belum tahu langkah kerja yang benar, komunikasi antar teman sekelompok menjadi lebih sering dialakukan siswa. Dari komunikasi antar siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri dengan memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Belajar menurut
kaum
konstruktivisme
merupakan
proses
aktif
siswa
mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertian dikembangkan55. Pada aspek creating, sub aspek merancang langkah kerja memiliki nilai persentase tertinggi artinya sub aspek ini muncul paling dominan dibandingkan sub aspek lainnya. Merancang langkah merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan siswa karena siswa memang difokuskan
55
Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
55
untuk membuat langkah kerja sebelum melakukan praktikum. Merancang langkah kerja praktikum merupakan tugas utama yang dilakukan siswa pada tahap ini sehingga dalam prosesnya membutuhkan intensitas waktu yang paling banyak dibandingkan sub aspek yang lain. Sub aspek menganalisis dan mensintesis maslah muncul dengan persentase yang kecil karena berdasarkan pendapat siswa bahwa kurangnya pengetahuan yang mereka miliki menjadi alasan kurangnya keberanian mereka untuk melakukan kreasi baru. Hal ini senada dengan dengan paham konstruktivisme bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa membina pemahamannya sendiri dengan membuat keterkaitan antara ide baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Sementara itu, pemahaman terhadap pengetahuan tidak terjadi secara serta merta tetapi hasil interaksi siswa dengan lingkungannya. Aspek moving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar merupakan sub aspek yang paling tinggi persentasenya dibandingkan dengan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu aktivitas pada aspek ini hanya dilakukan oleh siswa di awal dan akhir kegiatan, artinya tidak selalu dilakukan siswa pada kurun waktu yang ada.
2. Pertemuan II Pertemuan kedua, yaitu pada saat melakukan kegiatan praktikum, aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul sebanyak empat aspek, artinya seluruh aspek kemampuan psikomotor muncul pada kegiatan praktikum
ini
diantaranya
adalah
aspek
moving,
manipulating,
communicating dan creating. Dari keempat aspek tersebut, aspek dengan kemampuan psikomotor siswa
yang paling tinggi adalah aspek
manipulating, disusul dengan aspek moving, communicating dan creating. Aspek
manipulating
memiliki
persentase
paling
tinggi
dibandingkan dengan ketiga aspek yang lainnya, hal ini dikarenakan pada kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity,
56
seluruh kegiatan belajar siswa dilakukan didalam laboratorium. Pada sub aspek membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukkan kemampuan siswa dengan persentase paling tinggi, kegiatan ini memang sederhana untuk dilakukan oleh siswa sehingga setiap kelompok melakukannya dengan baik dan rapi. Kegiatan merangkai alat praktikum juga menunjukkan kemampuan siswa dengan persentase yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan siswa merasa tertantang untuk merangkai alat yang sudah mereka rancang pada LKS dipertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini siswa
mengkonstruksi
beraktivitas
sehingga
sendiri
pemikiran
siswa
melakukan
dan
penemuan
sendiri
tanpa
selama beban,
menyenangkan dan motivasi tinggi. Siswa melakukan praktikum dengan alat laboratorium sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan secara langsung dengan alat yang mereka gunakan. Kegiatan merangkai alat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan secara fisis. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekerasan, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain. Siswa memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya56. Aspek moving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar dan menyiapkan perlengkapan belajar menunjukkan persentase yang cukup tinggi. Ini menunjukkan antusias siswa untuk melakukan praktikum dengan menggunakan LKS yang sudah mereka persipkan sebelumnya cukup tinggi. Aspek communicating, pada sub aspek mencatat data/informasi paling dominan muncul dengan nilai persentase paling tinggi. Aktivitas mencatat data/informasi banyak dilakukan oleh siswa pada kegiatan pertemuan kedua karena pada pertemuan kedua ini siswa mencatat hasil
56
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 12.
57
pengamatan selama praktikum dan mengolah data pada LKS yang diberikan oleh guru, sehingga banyak terdapat aktivitas mencatat didalamnya. Aktivitas menjawab pertanyaan muncul dengan nilai persentase terkecil karena masing-masing kelompok masih mengandalkan teman yang itu saja. Selain itu siswa kurang aktif ini dikarenakan siswa masih belum percaya diri untuk menjawab pertanyaan, bertanya kepada teman atau guru.
3. Pertemuan III Pertemuan ketiga, yaitu kegiatan siswa untuk mendiskusikan hasil praktikum yang sudah dilakukan pada pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan ini aspek psikomotor yang paling tinggi persentasenya adalah aspek moving dan aspek communicating. Sedangkan aspek creating berada pada persentase yang paling rendah. Aspek manipulating tidak muncul karena pada pertemuan ini hanya melakukan kegiatan diskusi hasil praktikum pada pertemuan sebelumnya. Aspek moving dan aspek communicating berada pada kemampuan siswa yang paling tinggi, hal ini dikarenakan pada pertemuan ini siswa sudah mempersiapkan hasil praktikum pada pertemuan sebelumnya. Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan, siswa berdiskusi dan menarik kesimpulan dari hasil percobaan dengan bimbingan guru. Selama diskusi guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya ataupun memberikan tanggapan. Mendiskusikan
hasil eksperimen
memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis, siswa berani untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme, belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog,
58
mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan dll. untuk membentuk kontruksi pengetahuan yang baru57. Aspek creating, kemampuan psikomotor siswa pada aspek ini dianggap masih rendah dikarenakan kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang sudah dimiliki kemudian mengaitkannya dengan informasi yang baru untuk memecahkan masalah.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
57
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 13
59
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan terhadap kemampuan psikomotor siswa diperoleh kesimpulan pembelajaran hands-on teknik challence
exploration
activity
berpengaruh
terhadap
kemampuan
psikomotor siswa. 2. Observasi aktivitas siswa memberikan hasil bahwa hampir seluruh siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran dari tahap awal hingga tahap akhir. Pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity memberikan
pengaruh
positif
pada
siswa
seperti
siswa
berani
mengungkapkan pendapat, ide dan gagasan mereka, menumbuhkan berprikir kritis siswa, terampil dalam bereksperimen.
B. Saran Setelah melakukan penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu : 1. Guru diharapkan mengenalkan model pembelajaran hands-on, karena model ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan sendiri dengan melakukan suatu percobaan guna memahami konsep dan melatih keterampilan tangan. 2. Aspek psikomotor merupakan aspek yang penting untuk mengetahui hasil belajar siswa. Model ini mampu membantu untuk mengungkap aspek psikomotor siswa. 3. Persiapan alat dan bahan praktikum harus diperhatikan dengan baik agar proses pembelajaran berjalan lebih baik dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
60
Arikunto, Suharsimi Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara. 2007) Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2007) Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Statistika Untuk Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2006), ed. Revisi IV, cet.13. Dahniar, Nani, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1, No. 2,) Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal 14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org). Efendi, Ridwan, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011) Feronika, Tonih, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2 Desember 2008. Haury L. David dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental Education,1994. (online), dari http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric /-2html, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3 Herliani, Elly dkk., Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA. Bandung. 2009. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
61
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES) Nazir, Moh., Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), Purwanto, Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. 2009 Rustaman, Y. Nuryani, Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000). Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2006) Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi . (Jakarta: Rieneka Cipta. 2010) Sofyan, Ahmad. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Press, 2006) Sudjana, Metoda Statistik, (Bandung : Tarsito, 2005) Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. 13 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2008) Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, cet.13, (Bandung: Alfabeta, 2008). Suparno, Paul, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007)
Dan
62
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, http://surianto200477 .wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/diakses pada tanggal 11 Oktober 2010 Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. 2001) Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Presrtasi Pustaka Publisher, 2007) Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) Wirasih, Anni dkk., IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008) Yamin, Martinis dan Bansu I Ansari,. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246 Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Filsafat Konstruktivisme Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Suparno mengutip pendapat Bettencourt bahwa menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) siswa sendiri yang sedang menekuninya.2 Menurut pandangan konstruktivisme bahwa setiap individu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, bila yang sedang menekuni adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, tetapi sesuatu yang harus dibentuk sendiri. Jadi pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir
seseorang.
Pengetahuan
merupakan
ciptaan
manusia
yang
dikonstruksikan dari pengalaman sejauh dialaminya. Proses ini akan berjalan terus menerus setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru. Menurut Trianto teori konstruktivis menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturanaturan itu tidak lagi sesuai.3 Untuk dapat mengetahui sesuatu siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa haruslah aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang utuh. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap dan sempurna.
2
Paul Suparno, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Santa Dharma, 2007) h. 123. 3 Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h. 13
8
9
Menurut teori konstruktivis satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ideide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.4 Dari perspektif konstruktivisme, pembelajaran bermakna dapat dibina di dalam diri peserta didik sebagai hasil pengalaman-pengalaman pancainderanya dengan alam. Mereka menggunakan pengalaman pancaindera dengan cara membentuk skema atau struktur kognitif dalam pikiran mereka sehingga akan tercipta makna dan pemahaman mereka terhadap situasi dan fenomena yang ada. Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar sains tidak hanya menerima informasi tentang produk sains, tapi melakukan proses ilmiah untuk menemukan fakta dan membangun konsep dan prinsip di bidang sains. Sangat jelas bahwa tanpa keaktifan siswa tidak akan berhasil dalam proses belajar mereka.
B. Hakikat Pembelajaran Konstruktivisme Salah satu landasan teoritik pendidikan modern adalah teori pembelajaran konstruktivime. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.5 Dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. 4 5
Trianto, Ibid, h. 13 Trianto, ibid, h. 108
10
Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) peran aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna, (2) pentingnya membuat kaitan antar
gagasan oleh siswa dalam
mengkontruksi pengetahuan dan (3) mengaitkan antara gagasan siswa dengan informasi baru di kelas.6 Teori
perkembangan
Piaget
mewakili
konstruktivisme,
yang
memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif
membangun
sistem
makna
dan
pemahaman realitas
melalui
pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.7 Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi denga ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. J. Piaget mengartikan bahwa adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk. Sedangkan, akomodasi adalah proses perubahan skema.8 Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses akomodasi menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan
6
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000). 7 Ibid. h. 14 8 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2006), h.122
11
rangsangan itu. Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Menurut J. Piaget pada dasarnya individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan
untuk
mengkonstruk
penetahuannya
sendiri. 9
Strategi
pembelajaran berbasis konstruktivisme dari Piaget, dengan ide utamanya sebagai berikut: 1. Pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk jadi (final), tetapi siswa membentuk
pengetahuannya
sendiri
melalui
interaksi
dengan
lingkungannya, melalui proses asimilasi dan akomodasi. 2. Agar
pengetahuan
diperoleh,
siswa
harus
beradaptasi
dengan
llingkungannya 3. Andaikan dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi
terhadap
lingkungannya,
terjadilah
ketidakseimbangan
(disequilibrium). Akibatnya terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru timbul. 4. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi, bila terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu terjadi kembali keseimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. 10 Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
9
Wina Sanjaya, ibid, h.122 Martinis Yamin dan Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa.(Jakarta: Gaung Persada Press. 2009), h. 91 10
12
Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan: a. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama b. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual c. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).11 Berdasarkan uraian diatas, diartikan bahwa dalam pembelajaran menurut konstruktivisme guru perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
13
memberi makna melalui pengalaman nyata 12. Pembelajaran konstruktivis memiliki beberapa karakteristik seperti pada tabel: Tabel 2.1. Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme No Karakteristik 1. Constructed
2.
Active
3.
Reflective
4.
Collaborative
5.
Inquiry-Based
6.
Revolving
Penjelasan Siswa mengikuti proses pembelajaran tidak dengan kepala kosong. Mereka telah memiliki konsepsi awal berupa pengetahuan, ide, dan pemahaman yang sebelumnya telah terbentuk. Melalui konsepsi awal tersebut siswa dapat mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuan baru. Siswa membentuk pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Guru hanya membimbing, memantau, dan memberi masukan, selain itu guru juga memberikan ruang gerak bagi siswa untuk menyelidiki dan mempertanyakan pengetahuan serta mencoba aktivitas belajar baru, yang bertujuan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Guru dan siswa berupaya untuk meninjau ulang, mengorganisir, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. Dengan bekerja sama, siswa dapat saling bertukar pikiran untuk memudahkan mereka dalam memahami pelajaran maupun untuk memperkaya pengetahuan. Aktivitas siswa yang mengacu pada pembelajaran konstruktivisme adalah pemecahan masalah, dengan tahapan mencari akar permasalahan, investigasi masalah, dan menggunakan berbagai sumber untuk pemecahan masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap hal baru atau pelajaran yang sedang dikaji, agar yang dipelajari siswa lebih bermakna pada kehidupan nyata. 13
12
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari (http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajaran-konstruktivisme/) 13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal 14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org).
14
Teori konstruktivisme menekankan bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan, merekalah yang harus aktif menggabungkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.
C. Hakikat Pembelajaran IPA Menurut Marsetio Donosepoetro, pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur14. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejalagejala melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal. 14
Trianto, M.Pd. Model Pembelajaran Terpadu ( Bumi Aksara:Jakarta, 2010) h. 137
15
D. Hakikat Pembelajaran Hands-on Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan keterampilan berpikir para siswa.15 Prinsip teori konstruktivisme adalah ‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. 16 Siswa diberi kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi17. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan (penghayatan)
dan
pengalaman
karena
mampu
untuk
menetapkan
membelajarkan
suatu
secara
pengertian
bersama-sama
kemampuan psikomotorik (keterampilan), pengertian (pengetahuan) dan afektif (sikap) yang biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau sejenisnya. Juga, dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan.18 Dengan hands on activity siswa akan memperoleh pengetahuan tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri. Jika siswa tidak melaksanakan sains secara langsung, maka siswa tersebut belum melakukan sains seutuhnya. Dalam melakukan kegiatan ini siswa seperti halnya ahli-ahli professional ketika membuat hipotesis, mereka kemudian menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen-eksperimen dan 15
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000). 16 Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES) 17 Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. 2009. 18 Kartono. Op.cit.
16
observasi. Seperti halnya peneliti, mereka tidak bisa langsung mengatakan hipotesis mereka benar sebelum mereka bisa membuktikannya. Oleh karena itu kegiatan tersebut dapat menerapkan pembelajaran fisika berbasis handson, yang dapat melibatkan keterampilan psikomotor siswa. Rutherford dalam Haury dan Rillero menyebutkan bahwa “HandsOn” secara harfiah adalah siswa menggunakan peralatan dalam belajar, yang berarti bahwa belajar dengan pengalaman. Istilah lain untuk aktivitas sains hands-on adalah aktivitas yang berpusat pada materi, manipulasi, dan praktek19. Hands-on merupakan suatu aktivitas dimana siswa memiliki objek, baik makhluk hidup maupun benda mati yang secara langsung dapat digunakan untuk penelitian. Aktivitas hands-on merupakan aktivitas yang berpusat pada material, aktivitas pada manipulasi, dan aktivitas praktikum. Haury dan Rillero mengutip Lump dan Oliver yang menyatakan bahwa “sains yang berlandaskan Hands-on di definisikan sebagai segala aktivitas laboratorium yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau megobservasi proses sains20. Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas hands on adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung melalui pengamatan dalam kaitannya dengan proses sains. Pembelajaran Hands-on melibatkan siswa pada seluruh pengalaman belajar yang mendorong siswa mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara langsung mengerti tentang sains. Siswa mengembangkan teknik-teknik yang efektif untuk mengobservasi dan menguji segala sesuatu yang ada disekeliling mereka, mengetahui apa yang mereka pelajari, bagaimana, kapan dan
19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental Education,1994. (online), dari http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric/-2html, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3. 20 Ibid, h. 2
17
mengapa segala sesuatu itu terjadi. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat penting jika siswa saat ini tetap memiliki perhatian terhadap sains dan menjadi bekal untuk lebih melihat sains. Pembelajaran berbasis hands-on activities merupakan suatu model yang dirancang agar siswa terlibat dalam empat komponen utama yaitu: menggali
informasi
dan
bertanya,
beraktivitas
dan
menemukan,
mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Empat komponen utama dalam pembelajaran hands-on activities akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Menggali informasi dan bertanya Guru memulai pembelajaran dengan memberikan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis. 2. Beraktivitas dan menemukan Setelah siswa
berhipotesis,
guru
membimbing siswa
melakukan
penyelidikan atau percobaan untuk menguji hipotesis. 3. Mengumpulkan data dan menganalisis Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan tersebut, siswa mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil percobaannya. Sambil berdiskusi siswa menganalisis data untuk pembahasan dari data yang teramati. 4. Membuat kesimpulan Selama siswa berdiskusi, guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya ataupun memberikan tanggapan. Dan guru pun membimbing siswa menarik kesimpulan dengan memberikan kata kunci atau pertanyaan-pertanyaan pancingan21. Pembelajaran fisika dengan model hands-on membantu siswa untuk belajar fisika atau prinsip-prinsip fisika dengan keaktifan siswa membuat
21 Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246 Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id
18
sesuatu benda, peralatan atau hal, yang didasari dengan prinsip fisika. Tekanan model ini adalah siswa dibiasakan dengan aktif membuat atau menciptakan sesuatu peralatan yang menggunakan prinsip fisika. 22 Melalui pembelajaran hands-on siswa akan dilibatkan dalam pengalaman belajar yang mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memberikan keterampilan kepada siswa menggunakan alat, merancang percobaan, berkomunikasi, bertanya, berhipotesis, observasi, dan berpendapat. Peran guru dalam pembelajaran hands-on difokuskan dalam memotivasi dan melibatkan siswa pada pengalaman belajar yang dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai konten sains dalam proses belajar. Peran guru tidak hanya sebagai pemberi ilmu pengetahuan sebagaimana pembelajaran tradisional, tetapi juga harus membantu
siswa
membangun
pengetahuannya
sendiri.
Guru
yang
menerapkan pembelajaran hands-on dalam kegiatan proses belajar harus mempertimbangkan juga bagaimana cara yang harus ditempuh umtuk mengevaluasi siswanya. Siswa tidak hanya diuji mengenai penugasan spesifik isi pengetahuannya, akan tetapi kinerjanya pun penting juga untuk dievaluasi. Pembelajaran hands-on terdiri dari 3 teknik yaitu Guided Worksheet Activity, Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity. Adapun perbedaan ke-3 teknik tersebut adalah : 1.
Teknik Guided Worksheet Activity (kegiatan lembar tugas panduan). Pada teknik ini siswa diberikan LKS yang lengkap yang berisis alat, bahan, tujuan, dan prosedur kegiatan praktikum tetapi tidak memberi tahukan hasil. Siswa diharapkan
menemukan
sendiri
hubungan
antar
variabel
ataupun
menggenaralisasikan data. Teknik ini menggunakan LKS yang bersifat resep (cook book) tetapi tidak selengkap LKS cook book. 2.
Teknik Challenge Exploration Activity (kegiatan eksplorasi tantangan). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa berisi alat, bahan, dan tujuan praktikum serta permasalahan yang akan diteliti siswa. Siswa ditantang untuk 22
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) h. 123.
19
dapat merumuskan sendiri prosedur kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan. 3.
Teknik Open Exploration Activity (kegiatan eksplorasi terbuka). Pada teknik ini LKS yang diberikan kepada siswa hanya berisi alat dan bahan praktikum. Sedangkan untuk tujuan, permasalahan yang akan diteliti, dan prosedur kegiatan praktikumnya siswa ditugaskan untuk merumuskannya sendiri. 23 Perbedaan ketiga teknik diatas adalah pada lengkap tidaknya petunjuk yang diberikan dalam LKS. Adanya LKS yang membantu siswa untuk mengembangkan alur berpikir untuk mendapatkan suatu konsep. LKS yang dikembangkan dalam model pembelajaran hands-on dilengkapi dengan menggunakan pertanyaan produktif. Dengan pertanyaan produktif siswa harus melakukan sesuatu terlebih dahulu sebelum menjawab. Sementara dalam LKS yang selama ini dipergunakan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat lebih menitik beratkan pada pemahaman konsep belaka tidak menuntut siswa untuk melakukan sesuatu. Tanggapan siswa terhadap LKS yang dibuat dapat membantu memahami suatu konsep. Ketiga teknik tesebut juga dapat digunakan secara bersama-sama (kombinasi), akan tetapi tidak ada aturan yang mengikat mengenai urutan yang tepat dalam mengkombinasikan ketiga teknik tersebut. Pada kondisi tertentu, kegiatan belajar bisa dimulai dengan teknik Open Exploration Activity untuk mengenal dan mengetahui bahan-bahan praktikum terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan teknik Challenge Exploration Activity sehingga siswa fokus pada suatu konsep. Di lain hal, teknik Guided Worksheet Activity bisa digunakan sebagai dasar dari kegiatan teknik Open Exploration Activity dan kemudian dilanjutkan dengan memahami penaksiran melalui kegiatan pada teknik Challenge Exploration Activity. Meskipun demikian, memadukan karakter setiap pengalaman yang didapat para siswa merupakan hal yang terpenting dari semua itu.
23
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2 Desember 2008.
20
Teknik challenge exploration activity, siswa diberi kesempatan untuk membuat
hipotesis
dan
prosedur
kerja.
Sehingga
siswa
dapat
mengekplorasi/merancang daya pikirnya dalam membuat hipotesis dan prosedur kerja. Dalam hal ini siswa mendapatkan tantangan, karena jika prosedurnya kurang tepat dengan permasalahan yang ada. Maka hasilnya pun dapat berakibat tidak baik terhadap percobaan yang diteliti. Teknik challenge exploration activity adalah teknik pembelajaran yang memberikan banyak kegiatan pemebelajaran melalui tantangan kepada siswa.
Teknik challenge
exploration
activity
banyak
memunculkan
kemampuan yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari konsep yang termasuk jenis konsep yang berdasarkan prinsip. Kelebihan pada teknik ini adalah: a. Dalam pembelajaran ada iklim kompetisi b. Terdapat sikap kreatif dan inventif c. Semua siswa terlibat kerja d. Aktivitas percobaan sebagai hal yang menuntut berpikir.24 Penerapan teknik Challence Exploration Activity memberikan hal yang positif bagi siswa seperti, muncul sikap kreatif dan inventif dalam diri siswa, semua siswa dalam kelompok terlibat kerja bahkan terjadi iklim kompetisi, dan siswa merasa terangsang dengan dengan teknik ini. Bila dilihat dari segi kreativitas, keterlibatan siswa dalam kelompok, kemampuan memechkan masalah (Problem Solving), motivasi belajar, kemampuan berhipotesis,
dan
penggunaan
pengetahuan
awal
teknik
Challence
Exploration Activity merupakan teknik yang dapat memfasilitasi hal-hal tersebut.
24
Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011)
21
E. Aspek-Aspek Psikomotor Dalam Pembelajaran IPA Menurut Mills pembelajaran keterampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing)25. Trowbridge dan Bybe menekankan bahwa domain psikomotor mencakup aspek-aspek perkembangan motorik, koordinasi otot dan keterampilan-ketrampilan fisik.26 Mills menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan secara rinci dan berurutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai dengan penjelasan singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci termasuk kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap usaha peserta didik.27 Stiggins menjelaskan bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan penegmbangan motorik, koordinasi otot, dan keterampilan-keterampilan fisik. Trowbridge dan Bybe juga sepaham dengan Stiggins mengenai ruang lingkup ranah psikomotor, namun selanjutnya mereka mengemukakan kekhasan dalam mata pelajaran sains bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil-hasil yang melibatkan cara-cara memanipulasi alat-alat (instrument). Keduanya mengklasifikasikan ranah psikomotor ke dalam empat kategori, yaitu:
a)
moving
(bergerak),
b)
manipulating
(memanipulasi),
c)
28
communicating (berkomunukasi), d) creating (menciptakan) .
F. Penilaian Ranah Psikomotor Bloom berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang 25
Depdiknas 2008, loc.cit. Drs. Ahmad Sofyan, loc.cit. h. 24 27 Depdiknas 2008, loc.cit. h. 4 28 Dra. Elly Herliani dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA. Bandung. 2009. Hal.70. 26
22
melibatkan otot dan kekuatan fisik. 29 Singer menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.30 Menurut Setyosari aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot. Tujuan yang bersifat psikomotor berkaitan dengan
pencapaian
keterampilan
motorik
(gerakan),
memanipulasi
benda/objek atau kegiatan-kegiatan yang memerlukan koordinasi otot-otot syaraf dan anggota badan. Menurut Wartono keterampilan-keterampilan motorik tersebut dalam pembelajaran sains disebut dengan keterampilan proses
sains,
yang
meliputi mengamati,
menafsirkan,
meramalkan,
menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan dan mengkomunikasikan percobaan.31 Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu, namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan keduanya selalu mengandung ranah afektif.32 Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.33 Simpson menyatakan bahwa hasil 29
Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. 30 Ibid. 31 Nani Dahniar, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1, No. 2,) 32 Op.cit 33 Dr. Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010)
23
belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.34 Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah psikomotor siswa. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkret dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun, disamping kecakapan psikomotor itu tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat oleh kecakapan afektif. Jadi, kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuandan kesadaran serta sikap mentalnya35. Ryan menjelaskan bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.36 Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penialain dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik. Untuk menilai hasil belajar aplikatif ini dapat digunakan instrumen tes kinerja atau nontes dengan pedoman observasi.37
34
Drs. Ahmad Sofyan dkk. Evaluasi Pemebelajaran IPA Berbasis Kompetensi. (UIN Jakarta Press, Jakarta 2006) h. 23 35 Dr. Muhibin Syah. Psikologi Belajar. (PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 2011) h.53-54. 36 Depdiknas 2008. Op.cit. h. 4-5 37 Drs. Ahmad Sofyan. dkk. Op.cit. h. 24
24
G. Hubungan Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Berdasarkan pengertian ranah psikomotor yang telah dikemukakan, penilaian hasil belajar pada ranah psikomotor ini dititikberatkan pada keterampilan motorik (hands on). Berdasarkan batasan ini, maka dalam pelajaran sains, kompetensi siswa dalam ranah psikomotor dinilai antara lain ketika siswa sedang praktikum di laboratorium pada khususnya dan diskusi dalam pemecahan masalah. Pada kegiatan pembelajaran, terdapat kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode pembelajaran dan evaluasi yang akan digunakan. Oleh karena itu ada sedikit perbedaan titik berat tujuan pembelajaran psikomotor dan kognitif maka strategi maupun pendekatan pembelajarannya sedikit berbeda. Pembelajaran yang mengungkap kemampuan psikomotor akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (learning by doing). Sains merupakan suatu proses penemuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep dan prinsip saja. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung dalam arti bekerja ilmiah sebagai lingkup proses. Lingkup proses berkaitan erat dengan konsep, maka bekerja ilmiah adalah mengintegrasikan isi sains ke dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang membekali pengalaman belajar siswa secara langsung. Model hands on activity sangat baik bagi keterampilan psikomotor siswa, mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika sangat mengasyikan dan menarik, apalagi dengan melakukan sesuatu, mereka dapat melihat dengan mata dan inderanya bahwa yang dilakukan terjadi. Maka mereka menjadi lebih yakin. Keuntungan lain dengan model ini adalah siswa dilatih keterampilan membuat sesuatu peralatan yang berbau fisika. 38 According to the constructivist philosophy of Piaget people build conceptual understanding and Vygotsky, on their experience. Real 38
Paul Suparno, op.cit.. h.123
25
experiences allow people to construct their own understandings in a meaningful way.39 Menurut Piaget and Vygotsky, orang membangun pemahaman konseptual pada pengalaman mereka. Kenyataannya memungkinkan orang untuk membangun pemahaman mereka sendiri dengan cara yang berarti. Titik umum untuk teori ini adalah bahwa belajar yaitu proses yang aktif memerlukan keterlibatan fisik (psikomotor) dan intelektual dengan tugas belajar. Demonstrasi dan hands-on membuat "gangguan eksternal" menjadi pemikiran terkini dan merangsang equilibrium,
yang menyebabkan
konseptual berubah, dan bahwa hands-on activities adalah cara efektif untuk anak-anak dan remaja untuk memperoleh pengetahuan. Hands-on activities membuat siswa lebih aktif peserta didik di kelas ilmu pengetahuan, terutama jika mereka dapat menerapkan apa yang mereka pelajari di sekolah untuk kehidupan sehari-hari situasi mereka. Penelitian juga menunjukkan bahwa siswa menemukan ilmu yang lebih menarik ketika mereka relevan untuk setiap hari hidup atau pengalaman. Proyek yang melibatkan hands-on activities,
pengalaman
meningkatkan
peluang
untuk
pembangunan
pengetahuan.40 Menurut Krech faktor yang berpengaruh dalam pengubahan perilaku tergantung pada keinginan diri individu, kepribadiannya, informasi yang diterima, kerja kelompok dan lingkungan yang mendukung. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dan penerapan konstruktivisme, hasil penelitian pembelajaran sains dengan kegiatan mandiri atau dengan hands-on dan minds-on activity. Model hands-on sangat baik bagi siswa SD dan SMP. Mereka dapat dengan asyik melakukan sesuatu sehingga fisika mengasyikan dan menarik.41 Siswa memerlukan pembelajaran hands-on yang melibatkan mereka dalam pengumpulan oraganisasi, analisis dan nilai konten sains sehingga siswa secara aktif terlibat dalam belajar, mengasumsi apa yang 39
Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), hal. 87 40 Paul Suparno, loc.cit, 41 Paul Suparno, ibid, hal. 123
26
terjadi dan bagaimana mempelajarinya, siswa dapat mengembangkan percobaan, pengumpulan data dan menginterpretasikan pengetahuannya. Dalam hal ini hanya akan dijelaskan aspek-aspek yang dapat dinilai dalam mata pelajaran sains dengan merujuk pada klasifikasi ranah psikomotor menurut Trowbridge dan Bybe seperti pada tabel: Tabel 2.2. Aspek Psikomotor Menurut Trowbridge dan Bybe No
Aspek
Penjelasan
Psikomotor 1.
Moving
2.
Manipulating
3.
Communicating
4.
Creating
42
Kategori ini merujuk pada sejumlah gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi gerakangerakan fisik. Kategori ini merupakan responrespon otot terhadap rangsangan sensorik. Kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-pola yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh, misalnya koordinasi antara mata, tangan, dan jari. Koordinasi gerakan tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian tubuh, misalnya tangan-jari, tangan-mata. kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui orang lain. merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan baru. Kreasi dalam mata pelajaran sains biasanya memerlukan sejumlah kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan komunikasi dalam membangkitkan hasil baru yang sifatnya unik. Dalam konteks ini terjadi koordinasi antara aspek kognitif, psikomotor, dan afektif dalam upaya untuk memecahkan masalah dan menciptakan gagasan-gagasan baru tersebut42.
Dra. Elly Herliani, M.Phil, M.Si, dkk. Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA. Bandung. 2009. Hal.71-72.
27
H. Konsep Kalor 1. Pengertian Kalor Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi panas. Mengapa air menjadi panas? Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik. Dari manakah kalor itu? Kalor berasal dari bahan bakar, dalam hal ini terjadi perubahan energi kimia yang terkandung dalam gas menjadi energi panas atau kalor yang dapat memanaskan air. Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan zat yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut bersentuhan atau bercampur. Jika kalor merupakan suatu zat tentunya akan memiliki massa dan ternyata benda yang dipanaskan massanya tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi kalor adalah suatu bentuk energi dan merupakan suatu besaran yang dilambangkan Q dengan satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori (kal). Hubungan satuan joule dan kalori adalah 1 kalori = 4,2 joule 1 joule = 0,24 kalori
2. Kalor dapat Mengubah Suhu Benda Apa yang terjadi apabila dua zat cair yang berbeda suhunya dicampur menjadi satu? Bagaimana hubungan antara kalor terhadap perubahan suhu suatu zat? Adakah hubungan antara kalor yang diterima dan kalor yang dilepaskan oleh suatu zat? Semua benda dapat melepas dan menerima kalor. Benda-benda yang bersuhu lebih tinggi dari lingkungannya akan cenderung melepaskan kalor. Demikian juga sebaliknya benda-benda yang bersuhu lebih rendah dari lingkungannya akan cenderung menerima kalor untuk menstabilkan kondisi dengan lingkungan di sekitarnya. Suhu zat akan berubah ketika zat tersebut
28
melepas atau menerima kalor. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa kalor dapat mengubah suhu suatu benda. Hubungan antara kalor dengan perubahan suhu suatu zat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada saat memanaskan air. Memasak air dengan volume 500 gram lebih cepat mendidih dibandingkan dengan memasak air dengan volume 850 gram atau alkohol lebih cepat panas dibandingkan air jika dipanaskan. Dari contoh tersebut kita dapat mengamati bahwa besarnya kenaikan suhu dipengaruhi oleh massa dan jenis zat tersebut. Jadi, dari contoh di atas dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. a) Semakin besar kalor yang diberikan pada suatu zat, semakin besar kenaikan suhunya. b) Semakin besar massa suatu zat, semakin besar kalor yang diperlukan untuk memanaskan zat tersebut. c) Kalor yang diberikan pada suatu zat sebanding dengan kalor jenis zat tersebut. Jika dituliskan dalam bentuk persamaan matematika, diperoleh hubungan sebagai berikut.43
Q = m . c . ∆T Keterangan: Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J) m = massa zat (kg) c = kalor jenis zat (J kg-1 °C-1) ∆T = kenaikan suhu (°C) 3. Kalor dapat Mengubah Wujud Zat Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan mencapai suhu
43
Dra. Anni Wirasih dkk. IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008). h. 129
29
minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat. Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat digambarkan dalam skema berikut.
Cair 2
4 1
3 5 Gas
Padat 6
Gambar 2.1. Skema Perubahan Wujud Zat Keterangan: 1 = mencair/melebur
4 = mengembun
2 = membeku
5 = menyublim
3 = menguap
6 = mengkristal
1) Menguap Pada waktu menguap zat cair memerlukan kalor, kalor yang diberikan pada zat cair akan mempercepat gerak molekul-molekulnya sehingga banyak molekul zat air yang meninggalkan zat cair itu menjadi uap. Penguapan zat cair dapat dipercepat dengan cara sebagai berikut a. Memanaskan Zat Cair Pemanasan pada zat cair dapat meningkatkan volume ruang gerak zat cair sehingga ikatan-ikatan antara molekul zat cair menjadi tidak kuat dan akan mengakibatkan semakin mudahnya molekul zat cair tersebut melepaskan diri dari kelompoknya yang terdeteksi sebagai penguapan. Contohnya pakaian basah dijemur di tempat yang mendapat sinar matahari lebih cepat kering dari pada dijemur di tempat yang teduh. b. Memperluas Permukaan Zat Cair Peristiwa lepasnya molekul zat cair tidak dapat berlangsung secara serentak akan tetapi bergiliran dimulai dari permukaan zat cair yang punya
30
kesempatan terbesar untuk melakukan penguapan. Dengan demikian untuk mempercepat penguapan kita juga bisa melakukannya dengan memperluas permukaan zat cair tersebut. Contohnya air teh panas dalam gelas akan lebih cepat dingin jika dituangkan ke dalam cawan atau piring. c. Mengurangi Tekanan pada Permukaan Zat Cair Pengurangan tekanan udara pada permukaan zat cair berarti jarak antar partikel udara di atas zat cair tersebut menjadi lebih renggang. Akibatnya molekul air lebih mudah terlepas dari kelompoknya dan mengisi ruang kosong antara partikel-partikel udara tersebut. Hal yang sering terjadi di sekitar kita adalah jika kita memasak air di dataran tinggi akan lebih cepat mendidih daripada ketika kita memasak di dataran rendah. d. Meniupkan Udara di Atas Zat Cair Pada saat pakaian basah dijemur, proses pengeringan tidak sepenuhnya dilakukan oleh panas sinar matahari, akan tetapi juga dibantu oleh adanya angin yang meniup pakaian sehingga angin tersebut membawa molekul-molekul air keluar dari pakaian dan pakaian menjadi cepat kering. 2) Mendidih Mendidih adalah peristiwa penguapan zat cair yang terjadi di seluruh bagian zat cair tersebut. Peristiwa ini dapat dilihat dengan munculnya gelembung-gelembung yang berisi uap air dan bergerak dari bawah ke atas dalam zat cair. Zat cair yang mendidih jika dipanaskan terus-menerus akan berubah menjadi uap. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah 1 kg zat cair menjadi uap seluruhnya pada titik didihnya disebut kalor uap (U). Besarnya kalor uap dapat dirumuskan: U = Q / m atau Q = m x U Keterangan: Q = kalor yang diserap/dilepaskan (joule) m = massa zat (kg) U = kalor uap (joule/kg)
31
Jika uap didinginkan akan berubah bentuk menjadi zat cair, yang disebut mengembun. Pada waktu mengembun zat melepaskan kalor, banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama dengan banyaknya kalor yang diperlukan waktu menguap dan suhu di mana zat mulai mengembun sama dengan suhu di mana zat mulai menguap. kalor uap = kalor embun titik didih = titik embun 3) Melebur Melebur adalah peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi zat cair. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk mengubah satu satuan massa zat padat menjadi cair pada titik leburnya disebut kalor lebur (L). Besarnya kalor lebur dapat dirumuskan sebagai berikut. L = Q / m atau Q = L x m Keterangan: Q = kalor yang diserap/dilepas (joule) m = massa zat (kg). L = kalor lebur (joule / kilogram) Jika zat cair didinginkan akan membeku, pada saat membeku zat melepaskan kalor. Banyaknya kalor yang dilepaskan oleh satu satuan massa zat cair menjadi padat disebut kalor beku. kalor lebur = kalor beku titik lebur = titik beku
I.
Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan sebelumnya telah banyak diteliti oleh para peneliti lainnya diantaranya: Tonih Feronika dalam laporan penelitiannya, “Analisis Kemampuan Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa aspek-aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul melalui pembelajaran hands on dengan teknik
32
Challenge Exploration Activity yang terdiri dari empat aspek yaitu aspek moving, manipulating, communicating, dan creating. Kegiatan pembelajaran hands on dengan teknik Challenge Exploration Activity dapat mengungkap seluruh aspek kemampuan psikomotor siswa walaupun aspek-aspek tersebut muncul dengan tingkat persentase yang bervariasi.44 Ridwan Efendi dalam penelitiannya, “Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran Learning Cycle dengan tiga teknik Hands On memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu: a) teknik Guided Worksheet Activity merupakan teknik yang lebih efektif diterapkan dilihat dari segi efektivitas waktu yang tersedia; b) teknik Challenge Exploration Activity dan Open Exploration Activity merupakan teknik yang dapat memfasilitasi siswa dalam menumbuhkan sikap kreatif, keterlibatan dalam kelompok, kemampuan memecahkan masalah, motivasi belajar, kemampuan berhipotesis, dan penggunaan pengetahuan awal mereka dalam pembelajaran; dan c) penerapan teknik Guided Worksheet Activity akan memunculkan kemampuan inkuiri yang dominan ketika mempelajari jenis konsep yang berdasarkan prinsip, teknik Challenge Exploration Activity memunculkan kemampuan yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari jenis konsep yang berdasarkan prinsip, sedangkan penerapan teknik Open Exploration Activity memunculkan kemampuan inkuiri yang dominan jika diterapkan dalam mempelajari jenis konsep yang menyatakan sifat. 45 D.I. Yuliati, dkk., dalam penelitiannya “Pembelajaran Fisika Berbasis Hands On Activities Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP”. Hasil penelitiannya
44
45
Tonih Feronika, Analisis Kemampuan Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Teknik Challenge Exploration Activity, EDUSAINS Vol. 1 No. 2 Desember 2008. Ridwan Efendi, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011
33
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran fisika berbasis hands on activities mampu menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal itu ditunjukkan selama pembelajaran terjadi peningkatan jumlah siswa yang termasuk dalam kategori kritis di setiap siklus. Penerapan model pembelajaran fisika berbasis hands on activities juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 46 Lika Amaliah dalam penelitiannya “Analisis Keterampilan Proses Pembelajaran Sains Siswa Melalui Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration
Activity”.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
aspek
keterampilan proses sains yang diteliti melalui pembelajaran Hands On dengan teknik Challenge Exploration Activity ada delapan aspek yang muncul dengan nilai yang bervariasi. Dari kedelapan aspek keterampilan proses sains yang di amati ada tujuh aspek yang muncul dengan sesuai dan satu aspek yang muncul tapi tidak sesuai, maka aspek KPS yang diamati dapat muncul. Kegiatan praktikum dapat mengembangkan keterampilan siswa dalam menggunakan alat dan bahan yang ada di laboratorium. Sedangkan diskusi kelompok dapat mengembangkan kemampuan siswa berkomunikasi dan hubungan sosial antar siswapun semakin meningkat.47 Euis Komariah Siswati, dkk., dalam penelitiannya “Model Hands On Minds On Dengan Bantuan Media Asli Pada Materi Spermatophyta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktifitas siswa menunjukkan respon positif pada aktivitas pembelajaran dengan persentase 86,66% dan aktivitas praktikum mencapai 88,57%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan hands on minds on dengan bantuan media asli dapat diterapkan
46
47
D.I. Yuliati, dkk., Pembelajaran Fisika Berbasis Hands On Activities Untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia:2011. Lika Amaliah, Analisis Keterampilan Proses Pembelajaran Sains Siswa Melalui Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity, skripsi, FITK UIN Jakarta: 2009.
34
pada materi Spermatophyta karena dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa.48 Frackson Muamba, dkk., yang berjudul “ Analysis of new Zambian High School Physics and Practical Examinations for Levels of Inquiry Skills”, hasil penelitian menunjukkan bahwa silabus fisika sekolah nasional lebih eksplisit pada keterampilan penyelidikan dari pada tingkat penyelidikan. Temuan ini juga menunjukkan bahwa percobaan praktik difokuskan pada keterampilan penyelidikan yang ditentukan dalam silabus fisika nasional, sehingga sangat mudah bagi siswa dan guru untuk mengidentifikasi siswa pada pengujian. Dengan demikian, selama pelajaran beberapa guru cenderung membatasi siswa untuk mengembangkan keterampilan penyelidikan yang hanya diuji dalam ujian prkatik. 49 Kartono dalam penelitiannya “Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Assesmen Kinerja Siswa”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hands on activity pada pembelajaran geometri sekolah yang dilengkapi rubrik penskoran dapat dimanfaatkan sebagai bentuk assesmen kinerja siswa. Selain itu melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian, karena mampu membelajarkan secara bersama-sama kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik serta dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan. 50 J.
Kerangka Berpikir Konsep sains hands-on adalah suatu program sains untuk anak yang didasarkan pada metode yang menggunakan naluri anak untuk mengerti. 48
49
50
Euis Komariah Siswati, dkk., Model Hands On Minds On Dengan Bantuan Media Asli Pada Materi Spermatophyta, Unnes Journal of Biology Education, Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang: 2012. Frackson Muamba, dkk., Analysis of new Zambian High School Physics and Practical Examinations for Levels of Inquiry Skills. Eurasia Journal os Mathematics, Science & Technology Education, 2007, 3 (3), h. 213-220. Kartono, Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Assesmen Kinerja Siswa, Unnes journal, Jurusan Matematika FMIPA UNNES: 2011.
35
Sains seharusnya dijadikan pengalaman, pengalaman ini seharusnya memungkinkan siswa untuk dilibatkan secara aktif dalam memanipulasi objek dan material dari dunia nyata (dalam kehidupan sehari-hari). Cara untuk membantu siswa memenuhi konsep-konsep dasar fisika adalah dengan memperlihatkan pembuktian konsep dasar tersebut secara langsung kepada siswa. Cara ini memberikan pengalaman belajar lebih bermakna jika diabandingkan dengan belajar yang didominasi oleh guru. Hands-on membuat siswa untuk menjadi peserta aktif sebagai pelajar, sehingga siswa melakukan aktifitas dan mendapatkan pengalaman langsung dengan material dan menggerakkan objek untuk mencoba mengetahui gejala ilmu
pengetahuan.
Kegiatan
yang dapat dilakukan melalui model
pembelajaran berbasis hands-on
yaitu
mengembangkan keterampilan
psikomotor siswa dan keterampilan berpikir siswa. Model pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity merupakan model pembelajaran yang mampu memberikan banyak kegiatan pembelajaran melalui tantangan kepada siswa. Model ini diharapkan mampu untuk mengembangkan keterampilan psikomotor siswa melalui kegiatan praktikum.
BAB III METODOLOOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 yang beralamat di Jl Hasanuddin, Cipondoh, Kota Tangerang. Penelitian dilakukan di kelas VII-1dengan jumlah 34 siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013
B. Subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di SMP Muhammadiyah Cipondoh yang terdistribusi ke dalam satu kelas. Siswa kelas VII-1 dianggap sesuai untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini karena pada semester genap mempelajari mata pelajaran fisika pada konsep kalor dimana konsep tersebut dijadikan oleh peneliti sebagai materi penunjang penelitian. Siswa dalam penelitian ini dibagi menjadi enam kelompok, dimana masing-masing kelompok terdapat siswa laki-laki dan perempuan, dengan tingkatan siswa dari kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penempatan kategori tinggi, sedang, dan rendah ditentukan berdasarkan nilai rata-rata siswa pada mata pelajaran fisika dan pertimbangan guru mata pelajaran fisika. Pengelompokan ini dilakukan agar tiap kelompok memiliki kemampuan yang relative homogeny dalam hal praktikum dan diskusi. Adapun teknik pengambilan subyek penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Kriteria
yang
digunakan dapat 46
(judgment) tertentu atau jatah tertentu.
berdasarkan
pertimbangan
Sampel ini lebih cocok digunakan
untuk penelitian kualitatif atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi. Dalam penentuan pengambilan sampel pihak sekolah atau guru mata pelajaran yang bersangkutan menentukan kelas yang akan di jadikan
46
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif dan R&D. (Alfabeta, Bandung 2008) h. 124.
37
38
subyek penelitian dengan pertimbangan bahwa kemampuan kognitif siswa berbeda-beda, baik tinggi, sedang dan rendah.
C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode ini berupaya untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang dihadapi dalam situasi sekarang dan tanpa harus dibuktikan, atau metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum47. Tujuan penelitian deskriptif menurut Moh. Nazir adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki48. Tujuan umumnya dilakukan dengan tujuan utama yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek/subjek yang diteliti secara tepat tentang kemampuan psikomotor siswa.
D. Peran Dan Posisi Peneliti Dalam Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan berkelompok. Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai guru yang melakukan proses pembelajaran dengan cara mengajarkan konsep kalor pada pembelajaran fisika dengan model hands-on teknik challenge exploration activity sedangkan guru mata pelajaran fisika dan teman sejawat berperan sebagai observer.
E. Instrumen Penelitian Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakn instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah alat yang yang digunakan untuk mengukur 47 48
Sugiyono,Statistika Untuk Penelitian. (Bandung: Alfabeta, 2008) hal. 29 Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 54
39
fenomena alam maupun sosial yang diamati.49 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen non tes. Instrumen non tes berupa LKS dan lembar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati kemampuan psikomotor siswa pada saat tes unjuk kerja. Dari hasil observasi tersebut dapat digunakan untuk mengukur seberapa jauh keaktifan siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. 1. Instrumen Non Tes Instrumen non tes pada penelitian ini menggunakan LKS dan lembar observasi. a.
Perangkat pembelajaran Perangkat pembelajaran berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini
dirancang berdasarkan pendekatan hands on teknik challenge exploration activity. LKS ini hanya berisi alat, bahan dan tujuan praktikum, sedangkan siswa ditugaskan untuk merumuskan sendiri prosedur kerjanya. LKS ini sebagai panduan siswa selama melakukan praktikum. b.
Lembar Observasi Menurut Ngalim Purwanto, observasi adalah metode atau cara-cara
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung50. Observasi yang dilakukan disini adalah observasi langsung yang mengumpulkan data berdasarkan pengamatan yang menggunakan mata atau telinga secara langsung. Dengan demikian melalui observasi dapat terlihat kemunculan keterampilan psikomotor siswa dengan panca indera secara langsung. Lembar psikomotor
observasi
dilakukan
untuk
siswa pada saat praktikum
mengetahui
kemampuan
selama menggunakan model
pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity. 49 50
Sugiyono, metode penelitian, op.cit, h. 148 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) hal. 149
40
Dalam penelitian ini, data dari
lembar observasi melibatkan tiga
orang observer terhadap enam kelompok dan setiap observer mengamati dua kelompok. Penjelasan penggunaan lembar observasi pada saat mengamati kegiatan praktikum. Tabel 3.1. Aspek Psikomotor Siswa Yang Akan Diukur No 1.
Aspek Moving
Sub Aspek a. Membawa perlengkapan belajar b. Menyiapkan perlengkapan belajar
2.
Communicating
a. Merangkai alat praktikum. b. Meramu bahan-bahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Menggunakan termometer e. Mengamati percobaan f. Membersihkan alat dan bahan praktikum
3.
Manipulating
a. Mengajukan pertanyaan b. Menjawab pertanyaan c. Menyimak pendapat orang lain d. Menyampaikan ide/gagasan e. Mendeskripsikan data f. Mendiskusikan masalah g. Mencatat data/informasi
4.
Creating
a. Merancang langkah kerja b. Menganalisis masalah. c. Mensintesis masalah.
F. Teknik Pengumpulan Data Agar suatu penelitian dapat dipaparkan dengan jelas dan sistematis maka disusun suatu penelitian berupa langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian. Adapun tahapannya sebagai berikut:
41
1.
Tahap Persiapan a.
Menganalisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada standar isi mata pelajaran fisika kelas VII sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), serta menganalisis materi pada buku teks atau paket untuk menentukan konsep yang dalam pembelajarannya dapat menggunakan metode praktikum dan diskusi. Pada penelitian ini konsep yang dipilih adalah kalor.
b.
Membuat Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
c.
Menganalisis kemampuan psikomotor dan menentukan indikator kemampuan psikomotor yang akan dikembangkan.
d.
Menentukan materi praktikum pada konsep kalor.
e.
Membuat prosedur percobaan tentang kalor.
f.
Membuat instrumen penelitian sebagai alat pengumpul data.
g.
Menguji validasi instrumen penelitian yang telah disususn oleh para ahli. Instrumen yang divalidasi adalah lembar observasi yang berkaitan dengan materi kalor.
h.
Membuat rencana pembelajaran untuk digunakan pada saat perlakuan.
2.
Tahap Pelaksanaan Penelitian ini berlangsung selama empat pertemuan. Adapun uraian kegiatan pada setiap pertemuan adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Kegiatan Pembelajaran Setiap Pertemuan No
Pertemuan
Kegiatan
ke 1.
1
a) Melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM) b) Menyampaikan tujuan pembelajaran c) Penyajian materi pada konsep kalor d) Dilakukan pembagian kelompok, siswa dibagi menjadi enam kelompok, setiap kelompok terdapat siswa laki-laki dan
42
2.
2
a)
b)
c)
3.
3
a)
4.
4
a)
b)
perempuan, siswa dari kategori tinggi, sedang dan rendah. Pada pertemuan ini siswa di tugaskan untuk mencari dan mengumpulkan data berbagai referensi seputar materi tentang pokok bahasan kalor, kemudian siswa melakukan diskusi kelas. Guru memberikan LKS kepada setiap kelompok siswa untuk kemudian dipelajari dan di diskusikan bersama anggota kelompoknya. Siswa ditugaskan untuk merumuskan prosedur/langkah kerja praktikum sebagaimana belum tersedia pada LKS. LKS yang telah dilengkapi akan dijadikan pedoman siswa untuk melakukan kegiatan praktikum pada pertemuan selanjutnya. Pada pertemuan ini mulai dilakukan observasi terhadap kemampuan psikomotor siswa selama melakukan kegiatan diskusi., setiap kelompok didampingi satu observer yang bertugas untuk mencatat kemampuan psikomotor siswa. Pada pertemuan ini dilakukan kegiatan praktikum mengenai pengaruh kalor terhadap perubahan suhu zat. Pada pertemuan ini dilakukan pula observasi terhadap kemampuan psikomotor siswa, setiap kelompok didampingi satu observer. Pada pertemuan ini siswa melakukan kegiatan diskusi mengenai hasil praktikum yang telah mereka lakukan pada pertemuan sebelumnya. Observasi terhadap kemampuan psikomotor siswa selama melakukan diskusi.
G. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi Agar diperoleh data yang valid dan reliabel, instrument lembar observasi dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.
43
1.
Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen.51 Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Untuk mengetahui ketepatan instrumen lembar observasi untuk mengukur kemampuan psikomotor siswa dilakukan validasi oleh pakar pendidikan. Validasi ini dilakukan dengan cara
menentukan
tujuan
mengadakan
pengamatan,
mengadakan
pembatasan terhadap bagian yang akan diamati, merumuskan indikator dari tiap bagian yang akan diamati, dan menderetkan semua indikator dalam tabel persiapan, juga
memuat sub indikator yang terkandung
dalam indikator.
2.
Reliabilitas Reabilitas bermakna keterpercayaan, keterandalan, keajegan, atau konsistensi dan dapat diartikan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dan konsisten.52 Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen sudah baik. 53 Untuk menjaga reliabilitas dari instrumen lembar
observasi,
maka
sesungguhnya,
observer
menyingkirkan
atau
sebelum perlu
menekan
melakukan pengamatan
dilatih
terlebih
sampai sesedikit
dahulu
yang untuk
mungkin unsur
objektivitas observer. Dalam penelitian ini digunakan uji validitas ahli, pada uji validitas ahli kisi-kisi instrumen yang telah tersusun divalidasi kepada ahli.
51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta: Rineka Cipta) hal. 168 52 Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi (Jakarta: UIN Press, 2007), hal. 105 53 Op.cit, 178
44
Tabel 3.2. Uji Validasi Ahli Kesesu
Pertanyaan
Baik
Cukup
Kurang
aian konsep Kesesu ain konsep
Apakah yang
indikator-indikator digunakan
pada
instrumen ini mewakili aspek psikomotor yang dipakai? Apakah
instrumen
ini
mencakup sikap ilmiah dari teori-teori yang ada? Apakah butir penilaian yang digunakan dalam ini
memenuhi
indikator
instrumen pencapaian kemampuan
psikomotor? Kesesu ain
Apakah
bahasa
yang
digunakan dalam instrumen
Bahasa ini sudah cukup jelas? Apakah
bahasa
yang
digunakan dalam instrumen ini sudah cukup efektif? Saran
H. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis deskriptif kuantitatif yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mencari jumlah frekuensi dan mencari jumlah persentasenya54.
54
Suharsimi, ibid, h. 262
45
1. Lembar observasi Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian yang banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. 55 Data yang diperoleh dari format lembar observasi kemudian dianalisis lebih lanjut dengan cara: a. Memberi tanda ceklis (√) di bubuhkan, checklist atau daftar cek adalah salah satu alat/pedoman observasi yang berupa daftar kemungkinan aspek tingkah laku tertentu pada seseorang yang akan dinilai56. Tanda ceklis kemudian dimasukkan kedalam lembar observasi sesuai dengan kriteria yang ada pada setiap aspek keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity. b. Menjumlahkan banyaknya ceklis pada setiap kolom yang terdapat pada lembar observasi tiap kelompok, banyaknya ceklis yang terdapat pada lembar observasi dari tiap-tiap aspek keterampilan psikomotor yang muncul. c. Kemudian dicari persentase masing-masing kriteria berdasarkan rumus berikut: Persentase (%) =
x 100%
Data yang diperoleh kemudian dirubah ke dalam bentuk persentase, kemudian diklasifikasikan ke dalam kategori sebagai berikut: 57
55
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2010) h. 84 56 Slameto, Evaluasi pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 142. 57 Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), h. 55-56.
46
Tabel 3.3 Interpretasi Observasi Siswa Nilai yang diperoleh
Kriteria
81 – 100% 61 – 80% 41 – 60% 21 – 40% 0 – 20%
baik sekali baik cukup kurang sangat kurang
d. Menginterpretasi secara deskriptif data persentase tiap-tiap aspek keterampilan psikomotor yang muncul selama berlangsungnya pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
BAB IV PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian Pada bab ini akan diuraikan temuan-temuan yang diperoleh dari penelitian dan pembahasannya. Pada penelitian ini setelah observer mengamati siswa dengan melihat sejauh mana kemampuan psikomotor siswa yang muncul dalam pembelajaran dengan memberi skor sesuai pengamatannya. Data hasil yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel. 1. Pertemuan II Pada pertemuan pertama hasil pengamatan kemampuan psikomotor siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak) Aspek penilaian Moving
Sub aspek
Membawa perlengkapan belajar Menyiapkan perlengkapan belajar
Pertemuan ke 2 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
∑
%
2
3
3
3
3
3
17
70,8
2
2
3
1
2
3
13
54,1
Rata-rata
62,5
Tabel 4.2hasil pengamatan aspek Moving (bergerak) No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
70,8
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
54,1
Rata-rata
62,5
47
48
Berdasarkan
data
pada
tabel
4.2menunjukan
kemampuan
psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Padasub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8 % termasuk dalam kategori baik. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 54,1% termasuk kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 62,5% dalam kategori baik. Pada pertemuan pertama aspek manipulating (memanipulasi) kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena pada pertemuan ini siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Kegiatan praktikum akan dilaksanakan pada pertemuan kedua. Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Aspek Communicating Aspek penilaian
Sub aspek
Pertemuan ke 2 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
Communic Mengajukan 3 ating pertanyaan Menjawab 3 pertanyaan Menyimak 3 pendapat orang lain Menyampaikan 2 ide/gagasan Mendeskripsikan 2 data Mendiskusikan 2 masalah Mencatat 3 data/informasi Rata-rata
∑
3
3
2
3
3
17
3
3
2
3
3
17
3
3
3
4
3
19
%
70,8 70,8 79,2
3
3
3
3
2
16
2
3
3
4
3
17
2
3
3
3
3
16
3
4
3
4
3
20
66,7 70,8 66,7 83,3 72,6
49
Tabel 4.4Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) Sub aspek yang diamati
No.
Kemampuan siswa (%)
a.
Mengajukan pertanyaan
70,8
b.
Menjawab pertanyaan
70,8
c.
Menyimak pendapat orang lain
79,2
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
70,8
f.
Mendiskusikan masalah
66,7
g.
Mencatat data/informasi
83,3 72,6
Rata-rata
Berdasarkan data pada tabel 4.4 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Padasub
aspek mengajukan pertanyaan,
menjawab
pertanyaandan
mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 70,8% dalam kategori baik. Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan dan mendiskusikan masalahmenunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 79,2% dalam kategori baik.Kemampuan psikomotor siswa paling tinggi pada aspek communicating adalah mencatat data/informasi dengan kemampuan psikomotor siswa sebesar 83,3% dalam kategori cukup baik.Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 72,6% dalam kategori baik.
50
Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Aspek Creating Aspek
Sub aspek
Pertemuan ke 2
penilaian
Creating
∑
%
Skor Kelompok
Merancang
1
2
3
4
5
6
3
3
3
3
4
2
18
75
3
2
2
2
3
2
14
58,3
2
2
2
2
2
2
12
41,7
langkah kerja Menganalisis masalah Mensintesis masalah Rata-rata
58,3
Tabel 4.6hasil pengamatan aspek creating (kreativitas) No.
Aspek yang diamati
Kemampuan siswa(%)
a.
Merancang langkah kerja
b.
Menganalisis masalah
58,3
c.
Mensintesis masalah
41,7
Rata-rata
75
58,3
Berdasarkan data pada tabel 4.6 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Padasub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 75,0% dalam kategori baik. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3% dalam kategori cukup. Sedangkan sub aspek mensintesis masalah menunjukan kemampuan siswa sebesar 41,7% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar58,3% dalam kategori cukup.
51
2. Pertemuan III Pada pertemuan kedua hasil pengamatan kemampuan psikomotor siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut. Tabel 4.7Rekapitulasi Data Aspek Moving (bergerak) Aspek penilaian Moving
Sub aspek
Membawa perlengkapan belajar Menyiapkan perlengkapan belajar
Pertemuan ke 3 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
∑
%
4
3
3
3
4
4
21
87,5
2
3
3
3
3
2
16
66,7
Rata-rata
77,1
Tabel 4.8hasil pengamatan aspek Moving (bergerak) No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
87,5
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
66,7
Rata-rata
77,1
Berdasarkan data pada tabel 4.8 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5% dalam kategori cukup baik. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 77,1% dalam kategori baik.
52
Tabel 4.9 Rekapitulasi Data Aspek Manipulating Aspek penilaian Manipulat ing
Sub aspek
Pertemuan ke 3 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
Merangkai alat 4 praktikum Meramu bahan 3 praktikum Menggunakan 2 alat-alat praktikum Mengukur suhu 3 dengan termometer Mengamati 3 percobaan Membersihkan 4 alat dan bahan praktikum Rata-rata
∑
%
4
4
3
4
4
23
95,8
3
3
3
4
3
19
79,2
3
4
2
3
3
17
70,8
3
4
3
3
3
19
79,2
3
3
3
3
4
19
79,2
4
4
4
4
4
24
100
84,0
Tabel 4.10hasil pengamatan aspek manipulating (memanipulasi) Sub aspek yang diamati
No.
Kemampuan siswa (%)
a.
Merangkai alat praktikum
95,8
b.
Meramu bahan praktikum
79,2
c.
Menggunakan alat-alat praktikum
70,8
d.
Mengukur suhu dengan termometer
79,2
e.
Mengamati percobaan
79,2
f.
Membersihkan praktikum
Rata-rata
alat
dan
bahan
100,0 84,0
Berdasarkan data pada tabel 4.10 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek manipulating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
53
aspek merangkai alat praktikummenunjukkan kemampuan siswa sebesar 95,8% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek meramu bahan praktikum, mengukur suhu dengan termometer dan mengamati percobaan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 79,2% dalam kategori baik. Pada sub aspek menggunakan alat-alat praktikum menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8% dalam kategori baik. Sedangkan sub aspek membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukan kemampuan siswa sebesar 100,0% dalam kategori cukup baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek manipulating selama proses pembelajaran sebesar 84,0% dalam kategori cukup baik.
Tabel 4.11Rekapitulasi Data Aspek Communicating Aspek penilaian
Sub aspek
Pertemuan ke 3 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
Communic Mengajukan 3 ating pertanyaan Menjawab 3 pertanyaan Menyimak 4 pendapat orang lain Menyampaikan 4 ide/gagasan Mendeskripsikan 2 data Mendiskusikan 2 masalah Mencatat 3 data/informasi Rata-rata
∑
3
3
3
3
3
18
2
3
1
2
3
14
3
4
3
3
3
20
%
75,0 58,3 83,3
2
3
2
2
3
16
2
4
3
3
3
17
3
3
3
3
3
17
3
3
4
4
4
21
66,7 70,8 70,8 87,5 73,2
54
Tabel 4.12 hasil pengamatan aspek communicating (komunikasi) Sub aspek yang diamati
No.
Kemampuan siswa (%)
a.
Mengajukan pertanyaan
75,0
b.
Menjawab pertanyaan
58,3
c.
Menyimak pendapat orang lain
83,3
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
70,8
f.
Mendiskusikan masalah
70,8
g.
Mencatat data/informasi
87,5
Rata-rata
73,2
Berdasarkan data pada tabel 4.12 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek mengajukan pertanyaan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 75,0 % dalam kategori baik. Pada sub aspek menjawab pertanyaan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3% dalam kategori cukup. Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan siswa sebesar 83,3% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Pada sub aspek mendeskripsikan data dan mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 70,8% dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek mencatat data/informasi menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5% dalam kategori cukup baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 73,2% dalam kategori baik.
55
Tabel 4.13 Rekapitulasi Data Aspek Creating Aspek penilaian Creating
Sub aspek
Merancang langkah kerja Menganalisis masalah Mensintesis masalah
Pertemuan ke 3 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
∑
%
4
3
4
4
4
4
23
95,8
3
3
2
3
3
2
16
66,7
2
2
2
2
2
1
11
54,2
Rata-rata
72,2
Tabel 4.14Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) No.
Aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Merancang langkah kerja
95,8
b.
Menganalisis masalah
66,7
c.
Mensintesis masalah
54,2 72,2
Rata-rata
Berdasarkan data pada tabel 4.14 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 95,8% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 54,2% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar 72,2% dalam kategori baik.
56
3. Pertemuan IV Pada pertemuan ketiga hasil pengamatan kemampuan psikomotor siswa dalam pembelajaran Hands-on teknik Challenge Exploration Activitydijelaskan pada masing-masing aspek psikomotor sebagai berikut. Tabel 4.15Rekapitulasi Data Aspek Moving (bergerak) Aspek penilaian Moving
Sub aspek
Membawa perlengkapan belajar Menyiapkan perlengkapan belajar
Pertemuan ke 4 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
∑
%
4
3
4
3
3
4
21
87,5
2
3
3
2
3
2
15
62,5
Rata-rata
75,0
Tabel 4.16Hasil Pengamatan Aspek Moving (bergerak) No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
87,5
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
62,5
Rata-rata
75,0
Berdasarkan data pada tabel 4.16 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5% dalam kategori cukup baik. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 62,5% dalam kategori baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 75,0% dalam kategori baik.
57
Pada pertemuan ketiga aspek manipulating (memanipulasi) kemampuan psikomotor siswa selama pembelajaran tidak muncul karena siswa tidak melakukan kegiatan praktikum. Pada pertemuan ini siswa melakukan diskusi kelas membahas hasil praktikum yang telah dilaksanakan pada pertemuan sebelumnya.
Tabel 4.17 Rekapitulasi Data Aspek Communicating Aspek penilaian
Sub aspek
Pertemuan ke 4 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
Communic Mengajukan 3 ating pertanyaan Menjawab 4 pertanyaan Menyimak 3 pendapat orang lain Menyampaikan 3 ide/gagasan Mendeskripsikan 3 data Mendiskusikan 3 masalah Mencatat 4 data/informasi Rata-rata
∑
2
4
3
3
2
17
2
3
2
3
2
16
3
4
3
4
3
20
%
70,8 66,7 83,3
1
3
3
4
2
16
3
3
3
3
3
18
3
4
3
3
3
19
2
4
3
4
3
20
66,7 75,0 79,2 83,3 75,0
58
Tabel 4.18Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) No.
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Mengajukan pertanyaan
70,8
b.
Menjawab pertanyaan
66,7
c.
Menyimak pendapat orang lain
83,3
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
75,0
f.
Mendiskusikan masalah
79,2
g.
Mencatat data/informasi
83,3
Rata-rata
75,0
Berdasarkan data pada tabel 4.18 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub
aspek mengajukan pertanyaanmenunjukkan kemampuan
psikomotor siswa sebesar 70,8% dalam kategori baik. Pada sub aspek menjawab pertanyaan dan menyampaikan ide/gagasan menunjukan kemampuan siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain dan mencatat data/informasi menunjukan kemampuan siswa sebesar 83,3% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek mendeskripsikan data menunjukkan kemampuan siswa sebesar 75,0% dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuansiswasebesar 79,2% dalam kategori baik. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 75,0% dalam kategori baik.
59
Tabel 4.19 Rekapitulasi Data Aspek Creating Aspek penilaian Creating
Sub aspek
Merancang langkah kerja Menganalisis masalah Mensintesis masalah
Pertemuan ke 4 Skor Kelompok 1 2 3 4 5 6
∑
%
4
3
4
4
3
3
21
87,5
3
3
2
2
2
2
14
58,3
2
1
2
2
1
2
10
41,7
Rata-rata
62,5
Tabel 4.20Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) No.
Aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Merancang langkah kerja
87,5
b.
Menganalisis masalah
58,3
c.
Mensintesis masalah
41,7 62,5
Rata-rata
Berdasarkan data pada tabel 4.20 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 87,5% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 58,3% dalam kategori cukup. Sedangkan pada sub aspek mensintesis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 41,7% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar 62,5% dalam kategori baik. Dari seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung, aspek-aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul akan disajikan sebagai berikut.
60
Tabel 4.21Hasil Pengamatan Aspek Moving (Bergerak) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran. No
Sub aspek yang diamati
Kemampuan siswa (%)
a.
Membawa perlengkapan belajar
81,9
b.
Menyiapkan perlengkapan belajar
61,1
Rata-rata
71,5
Berdasarkan data pada tabel 4.21 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek moving selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek membawa perlengkapan belajar menunjukkan kemampuan siswa sebesar 81,9%. Sedangkan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar menunjukan kemampuan siswa sebesar 61,1% dalam kategori baik. Ratarata persentase dari sub aspek yang ada pada seluruh kegiatan pembelajaran menggambarkan persentase aspek moving selama proses pembelajaran sebesar 71,5% dalam kategori baik.
Tabel 4.22Hasil Pengamatan Aspek Communicating (Komunikasi) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran. No.
Sub aspek yang diamati
Kemampuan psikomotor siswa (%)
a.
Mengajukan pertanyaan
72,2
b.
Menjawab pertanyaan
65,3
c.
Menyimak pendapat orang lain
81,9
d.
Menyampaikan ide/gagasan
66,7
e.
Mendeskripsikan data
72,2
f.
Mendiskusikan masalah
72,2
g.
Mencatat data/informasi
84,7
Rata-rata
73,6
61
Berdasarkan data pada tabel 4.22 menunjukan kemampuan psikomotor
siswa
pada
aspek
communicating
selama
kegiatan
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek mengajukan pertanyaan, mendeskripsikan data dan mendiskusikan masalah menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 72,2% dalam kategori baik. Pada sub aspek menjawab pertanyaan menunjukan kemampuan siswa sebesar 65,3% dalam kategori baik. Pada sub aspek menyimak pendapat orang lain menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 81,9% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menyampaikan ide/gagasan menunjukkan kemampuan psikomotor siswa sebesar 66,7% dalam kategori baik. Sedangkan pada sub aspek mencatat data/informasi
menunjukkan kemampuan psikomotor siswa
sebesar 84,7% dalam kategori cukup baik.Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek communicating selama proses pembelajaran sebesar 73,6% dalam kategori baik.
Tabel 4.23Hasil Pengamatan Aspek Creating (Kreativitas) Pada Seluruh Kegiatan Pembelajaran Aspek yang diamati
No.
Kemampuan psikomotor siswa (%)
a.
Merancang langkah kerja
86,1
b.
Menganalisis masalah
61,1
c.
Mensintesis masalah
45,8
Rata-rata
64,4
Berdasarkan data pada tabel 4.23 menunjukan kemampuan psikomotor siswa pada aspek creating selama kegiatan pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity berlangsung. Pada sub aspek merancang langkah kerja menunjukkan kemampuan siswa sebesar 86,1% dalam kategori cukup baik. Pada sub aspek menganalisis masalah menunjukkan kemampuan siswa sebesar 61,1% dalam kategori baik.
62
Sedangkan sub aspek mensintesis masalah menunjukan kemampuan siswa sebesar 45,8% dalam kategori cukup. Rata-rata persentase dari sub aspek yang ada menggambarkan persentase aspek creating selama proses pembelajaran sebesar 64,4% dalam kategori baik.
Tabel4.14Aspek Psikomotor Tiap Pertemuan No
Aspek penilaian
1.
Moving (bergerak)
2.
Manipulating (memanipulas i)
3.
4.
Pertemuan 2 (%)
Pertemuan 3 (%)
Pertemuan 4 (%)
62,5
77,1
75
84
Communicatin g(komunikasi)
72,6
73,2
75
Creating (kreativitas)
58,3
72,2
62,5
Grafik 4.1 Aspek Psikomotor Siswa Selama Proses Pembelajaran Hands onTeknik Challenge Exploration Activity
63
B. PembahasanPenelitian Tingkat
persentase
kemampuan aspek psikomotor
siswa
selama
pembelajaran hands onteknik challenge exploration activity berlangsung menunjukkan tingkat kemampuan pada masing-masing aspek psikomotor. 1. Pertemuan I Pada
pertemuan pertama
yaitu
pada
saat
diskusi untuk
merumuskan langkah kerja praktikum, aspekcommunicating menunjukkan persentase paling tinggi dibandingkan dengan aspek moving dan creating. Sedangkan aspek manipulatingtidak muncul pada kegiatan ini dikarenakan aspek manipulatingmerujuk pada aktivitas motorik yang terjadi pada saat siswa melakukan percobaan di dalam laboratorium. Dari ketiga aspek yang muncul, kemampuan psikomotor siswa dengan nilai persentase tertinggi adalah aspek communicating, sedangkan nilai persentase terendah adalah aspek creating. Nilai aspek movingberada diantara aspekcommunicating dan creating. Aspek communicatingpada sub aspek menyimak pendapat orang lain, mendiskusikan masalah dan mencatat/informasi merupakan sub aspek yang paling dominan muncul dengan mendapatkan persentase yang tinggi karena pada kegiatan ini siswa ditantang untuk membuat langkah kerja sebelum praktikum. Siswa masih belum tahu langkah kerja yang benar, komunikasi antar teman sekelompok menjadi lebih sering dialakukan siswa. Dari komunikasi antar siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri dengan memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Belajar menurut
kaum
konstruktivisme
merupakan
proses
aktif
siswa
mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertian dikembangkan.
64
Pada aspek creating, sub aspek merancang langkah kerja memiliki nilai persentase tertinggi artinya sub aspek ini muncul paling dominan dibandingkan sub aspek lainnya. Merancang langkah merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan siswa karena siswa memang difokuskan untuk membuat langkah kerja sebelum melakukan praktikum.Merancang langkah kerja praktikum merupakan tugas utama yang dilakukan siswa pada tahap ini sehingga dalam prosesnya membutuhkan intensitas waktu yang paling banyak dibandingkan sub aspek yang lain. Sub aspek menganalisis dan mensintesis maslah muncul dengan persentase yang kecil karena berdasarkan pendapat siswa bahwa kurangnya pengetahuan yang mereka miliki menjadi alasan kurangnya keberanian mereka untuk melakukan kreasi baru. Hal ini senada dengan dengan paham konstruktivisme bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa membina pemahamannya sendiri dengan membuat keterkaitan antara ide baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Sementara itu, pemahaman terhadap pengetahuan tidak terjadi secara serta merta tetapi hasil interaksi siswa dengan lingkungannya. Aspek moving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar merupakan sub aspek yang paling tinggi persentasenya dibandingkan dengan sub aspek menyiapkan perlengkapan belajar yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu aktivitas pada aspek ini hanya dilakukan oleh siswa di awal dan akhir kegiatan, artinya tidak selalu dilakukan siswa pada kurun waktu yang ada. 2. Pertemuan II Pertemuan kedua, yaitu pada saat melakukan kegiatan praktikum, aspek kemampuan psikomotor siswa yang muncul sebanyak empat aspek, artinya seluruh aspek kemampuan psikomotor muncul pada kegiatan praktikum
ini
diantaranya
adalah
aspek
moving,
manipulating,
communicating dan creating. Dari keempat aspek tersebut, aspek dengan kemampuan psikomotor siswa
yang paling tinggi adalah aspek
manipulating, disusul dengan aspek moving, communicating dan creating.
65
Aspek
manipulating
memiliki
persentase
paling
tinggi
dibandingkan dengan ketiga aspek yang lainnya, hal ini dikarenakan pada kegiatanpembelajaranhands-on teknik challenge exploration activity, seluruh kegiatan belajar siswa dilakukan didalam laboratorium. Pada sub aspek membersihkan alat dan bahan praktikum menunjukkan kemampuan siswa dengan persentase paling tinggi, kegiatan ini memang sederhana untuk dilakukan oleh siswa sehingga setiap kelompok melakukannya dengan baik dan rapi. Kegiatan merangkai alat praktikum juga menunjukkan kemampuan siswa dengan persentase yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan siswa merasa tertantang untuk merangkai alat yang sudah mereka rancang pada LKS dipertemuan sebelumnya. Pada kegiatan ini siswa
mengkonstruksi
beraktivitas
sehingga
sendiri
pemikiran
siswa
melakukan
dan
penemuan
sendiri
tanpa
selama beban,
menyenangkan dan motivasi tinggi. Siswa melakukan praktikum dengan alat laboratorium sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan secara langsung dengan alat yang mereka gunakan. Kegiatan merangkai alat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan secara fisis. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekerasan, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain. Siswa memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya60. Aspekmoving, pada sub aspek membawa perlengkapan belajar dan menyiapkan perlengkapan belajar menunjukkan persentase yang cukup tinggi. Ini menunjukkan antusias siswa untuk melakukan praktikum dengan menggunakan LKS yang sudah mereka persipkan sebelumnya cukup tinggi. Aspek communicating, pada sub aspek mencatat data/informasi paling dominan muncul dengan nilai persentase paling tinggi. Aktivitas 60
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,2007) h. 12.
66
mencatat data/informasi banyak dilakukan oleh siswa pada kegiatan pertemuan kedua karena pada pertemuan kedua ini siswa mencatat hasil pengamatan selama praktikum dan mengolah data pada LKS yang diberikan oleh guru, sehingga banyak terdapat aktivitas mencatat didalamnya. Aktivitas menjawab pertanyaan muncul dengan nilai persentase terkecil karena masing-masing kelompok masih mengandalkan teman yang itu saja. Selain itu siswa kurang aktif ini dikarenakan siswa masih belum percaya diri untuk menjawab pertanyaan, bertanya kepada teman atau guru. 3. Pertemuan III Pertemuan ketiga, yaitu kegiatan siswa untuk mendiskusikan hasil praktikum yang sudah dilakukan pada pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan ini aspek psikomotor yang paling tinggi persentasenya adalah aspek moving dan aspek communicating. Sedangkan aspek creating berada pada persentase yang paling rendah. Aspek manipulating tidak muncul karena pada pertemuan ini hanya melakukan kegiatan diskusi hasil praktikum pada pertemuan sebelumnya. Aspekmoving dan aspek communicating berada pada kemampuan siswa yang paling tinggi, hal ini dikarenakan pada pertemuan ini siswa sudah mempersiapkan hasil praktikum pada pertemuan sebelumnya. Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan, siswa berdiskusi dan menarik kesimpulan dari hasil percobaan dengan bimbingan guru. Selama diskusi guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya ataupun memberikan tanggapan. Mendiskusikan
hasil eksperimen
memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir kritis, siswa berani untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme, belajar bukanlah suatu kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi suatu perkembangan berpikir dengan membuat kerangka pengertian yang baru. Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, meramalkan, mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog,
67
mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan dll. untuk membentuk kontruksi pengetahuan yang baru61. Aspek creating, kemampuan psikomotor siswa pada aspek ini dianggap masih rendah dikarenakan kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang sudah dimiliki kemudian mengaitkannya dengan informasi yang baru untuk memecahkan masalah.
61
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma,2007) h. 13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan terhadap kemampuan psikomotor
siswa
diperoleh kemampuan psikomotor
siswa
pada
pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity menunjukkan kemampuan psikomotor siswa dengan tingkat yang berbeda pada setiap aspek selama pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity adalah: pada aspek moving (71,5%) termasuk kategori baik, aspek manipulating (84%) termasuk kategori baik sekali, aspek communicating (73,6%) termasuk kategori baik, dan aspek creating (64,4%) termasuk kategori baik. 2. Observasi aktivitas siswa memberikan hasil bahwa hampir seluruh siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran dari tahap awal hingga tahap akhir. Pembelajaran hands-on teknik challence exploration activity memberikan
pengaruh
positif
pada
siswa
seperti
siswa
berani
mengungkapkan pendapat, ide dan gagasan mereka, menumbuhkan berprikir kritis siswa, terampil dalam bereksperimen. B. Saran Setelah melakukan penelitian, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu : 1. Guru diharapkan mengenalkan model pembelajaran hands-on, karena model ini dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan sendiri dengan melakukan suatu percobaan guna memahami konsep dan melatih keterampilan tangan.
68
69
2. Aspek psikomotor merupakan aspek yang penting untuk mengetahui hasil belajar siswa. Model ini mampu membantu untuk mengungkap aspek psikomotor siswa. 3. Persiapan alat dan bahan praktikum harus diperhatikan dengan baik agar proses pembelajaran berjalan lebih baik dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara. 2007) Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta:PT Rineka Cipta, 2007) Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Statistika Untuk Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2006), ed. Revisi IV, cet.13. Dahniar, Nani, Pertumbuhan Aspek Psikomotorik dalam Pembelajaran Fisika Berbasis Observasi Gejala Fisis pada Siswa SMP, (Jurnal pendidikan Inovatif, Vol 1, No. 2,) Depdiknas 2008. Pengembangan Perangkat Penilaian Psikomotor. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas. Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal 14 Juli 2010 dari (http://www.Thirteen.org). Efendi, Ridwan, Kajian Penguasaan Konsep Dan Kemampuan Inkuiri Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang Gerak Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle Dengan Tiga Teknik Hands On. (Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011) Feronika, Tonih, Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Dalam Pembelajaran Hands On Dengan Teknik Challenge Exploration Activity. EDUSAINS vol. 1 No. 2 Desember 2008. Haury L. David dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science Teaching.,(Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental Education,1994. (online), dari http://www.ncrel.org/sdrs/areas/content/issue/content/cntareas/science/eric /-2html, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3 Herliani, Elly dkk., Penilaian Hasil Belajar Untuk Guru SMP. PPPTK IPA. Bandung. 2009. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, April 2008
70
71
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen Kinerja Siswa. (Jurusan Matematika FMIPA UNNES) Nazir, Moh., Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) Nermin & Olga, The Effect of Hands-on Learning Stations on Building American Elementary Teachers’ Understanding about Earth and Space Science Consepts, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010, 6(2), Purwanto, Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000) Riyanti. Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. 2009 Rustaman, Y. Nuryani, Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPA/Biologi. (Makalah Disampaikan Pada Seminar/Lokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15 Agustus 2000). Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Pernada Media Group. 2006) Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi . (Jakarta: Rieneka Cipta. 2010) Sofyan, Ahmad. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Press, 2006) Sudjana, Metoda Statistik, (Bandung : Tarsito, 2005) Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, cet. 13 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2008) Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, cet.13, (Bandung: Alfabeta, 2008). Suparno, Paul, Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Menyenangkan. (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007) Surianto,
Teori
Pembelajaran
Dan
Konstruktivisme,
http://surianto200477.wordpress.com/2009/09/17/teori-pembelajarankonstruktivisme/diakses pada tanggal 11 Oktober 2010
72
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu. 2001) Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Presrtasi Pustaka Publisher, 2007) Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) Wirasih, Anni dkk., IPA Terpadu: SMP/MTs Kelas VII (Depdiknas 2008) Yamin, Martinis dan Bansu I Ansari,. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246 Januari 2011, dalam http://journal.unnes.ac.id
SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah Kelas / Semester Mata Pelajaran Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
: SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh : VII / 1 : Ilmu Pengetahuan Alam : Memahami wujud zat dan perubahannya
Materi Pokok/ Pembelajara n
Mendeskripsika Kalor n peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
Penilaian Kegiatan pembelajaran
-
-
-
Indikator Pencapaian Kompetensi
Melakukan percobaan kalor Mencari informasi tentang faktor-faktor yang dapat mempercepat penguapan Mencari informati tentang peristiwa mendidih dan melebur Mendiskusikan hubungan antara Energi, massa, kalor jenis dan suhu
-
Teknik
Bentuk Instrumen
Tes Lembar Menyelidiki observas observasi pengaruh kalor i terhadap perubahan suhu benda, perubahan wujud zat Menyelidiki faktorfaktor yang dapat Observa lembar mempercepat si penguapan observasi Menyelidiki banyaknya kalor yang diperlukan observas Lembar untuk menaikkan i observasi suhu zat Menyelidiki kalor yang dibutuhkan pada saat mendididh dan melebur Menerapkan hubungan
Contoh Instrumen Pengamatan perubahan suhu dan perubahan wujud zat
Alokasi Waktu 6x40’
Sumber Belajar Buku siswa, LKS, alatalat praktikum
Pengamatan kenaikan suhu, diperlukan kalor Pengamatan pada saat mendidih dan melebur diperlukan kalor! Hitung kalor yang diperlukan bila massa zat, kalor jenis dan kenaikan suhu diketahui
73
Kompetensi Dasar
Materi Pokok/ Pembelajara n
Penilaian Kegiatan pembelajaran
Indikator Pencapaian Kompetensi
Teknik
Bentuk Instrumen
Contoh Instrumen
Alokasi Waktu
Sumber Belajar
Q = m.C. ∆t Q = m.U dan Q = m.L untuk meyelesaikan masalah sederhana
Karakter siswa yang diharapkan :
Disiplin ( Discipline ) Rasa hormat dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) Tanggung jawab ( responsibility ) Ketelitian ( carefulness)
74
75 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2012/2013 KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN PERTAMA MATERI: KALOR WAKTU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
INDIKATOR
TUJUAN PEMBALAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
: 2 X 40’ : Memahami wujud dan perubahannya. : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. : Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda, perubahan wujud zat
Menyelidiki faktor-faktor yang dapat mempercepat penguapan
Menyelidiki banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu zat
Menyelidiki kalor yang dibutuhkan pada saat mendididh dan melebur
Peserta Didik dapat: Mendeskripsikan hubungan antara kalor dan wujud zat.
Menjelaskan hubungan antara kalor dan penguapan.
Mengetahui hubungan antara kalor dengan kenaikan suhu, massa zat dan jenis zat
Pendekatan : - Konstruktivisme - Cooperative Learning Model : - Hands On Activity Metode : - Diskusi, tanya jawab
76 Teknik : Challence Exploration Activity
LANGKAH PEMBELAJARAN KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
Pendahuluan
Motivasi dan Apersepsi : - Guru memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa : Apa yang kita lakukan ketika memasak air agar cepat mendidih? - Guru mengajukan pertanyaan apersepsi
SISWA
10 menit Siswa menjawab pertanyaan motivasi dan apersepsi
Apa yang terjadi pada benda ketika diberi kalor?
- Guru menjelaskan teknis pelaksanaan diskusi kelompok seperti: Guru menginstruksikan siswa duduk berkelompok (1 kelompok = 6 siswa)
Kegiatan inti
eksplorasi
Siswa mendengarkan penjelasan guru Siswa mengkondisikan duduk dengan kelompoknya
Menjelaskan perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu. Mengamati benda yang dapat menerima dan melepas kalor. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran -
elaborasi
- Guru membimbing siswa untuk mulai berdiskusi
- Guru meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas.
Siswa (dibimbing oleh guru) mendiskusikan bahwa kalor merupakan salah satu bentuk energi yang dapat mengubah suhu benda dan setiap benda dapat menerima dan melepas kalor.
- Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
60 menit
77
KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
SISWA
- Guru meminta tiap kelompok untuk bertanya kepada kelompok yang sedang presentasi.
konfirmasi
- Guru menanggapi hasil diskusi siswa
- Siswa menyimak pejelasan guru
- Guru memberikan kesempatan kepada
- Siswa bertanya kepada guru mengenai materi yang dijelaskan.
siswa untuk bertanya tentang materi yang dijelaskan.
- Masing-masing kelompok memperbaiki hasil diskusinya.
- Guru menghubungkan pendapat siswa dan menjelaskan konsep ilmiah yang sedang dipelajari Penutup
- Siswa bertanya kepada kelompok yang sedang presentasi.
- Guru menutup kegiatan pembelajaran
- Siswa memperbaiki hasil diskusinya.
- Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang dilakukan. - Siswa memperhatikan instruksi dari guru
SUMBER DAN ALAT BELAJAR : - Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira - Buku Fisika kelas VII penerbit Erlangga - Buku referensi yang relevan PENILAIAN HASIL BELAJAR 1. Hasil diskusi siswa
:
Mengetahui;
Guru kelas
Wahyudin, S.Pd
Peneliti
Hendriyan
10 menit
78
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2012/2013 KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KEDUA MATERI: KALOR WAKTU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
: 2 X 40’ : Memahami wujud dan perubahannya. : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
INDIKATOR
: - Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda, perubahan wujud zat - Menyelidiki faktor-faktor yang dapat mempercepat penguapan - Menyelidiki banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu zat - Menyelidiki kalor yang dibutuhkan pada saat mendididh dan melebur
TUJUAN PEMBALAJARAN
Peserta Didik dapat: Siswa mampu membuat prosedur/langkah kerja praktikum mengenai pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda
STRATEGI PEMBELAJARAN
Pendekatan : - Konstruktivisme - Cooperative Learning Model : - Hands On Activity Metode : - Diskusi, tanya jawab Teknik : Challence Exploration Activity
79
LANGKAH PEMBELAJARAN KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
Pendahuluan
Motivasi dan Apersepsi : - Guru memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa : Apa yang kita lakukan ketika memasak air agar cepat mendidih? - Guru mengajukan pertanyaan apersepsi
SISWA
10 menit Siswa menjawab pertanyaan motivasi dan apersepsi
Apa yang terjadi pada benda ketika diberi kalor?
Kegiatan inti
eksplorasi
- Guru menjelaskan teknis pelaksanaan diskusi kelompok seperti: Guru menginstruksikan siswa duduk berkelompok (1 kelompok = 6 siswa)
Siswa mendengarkan penjelasan guru Siswa mengkondisikan duduk dengan kelompoknya
Guru membagikan LKS kalor kepada siswa
Siswa mempersiapkan alat tulis
Mengamati hubungan antara kalor dan wujud zat. Membuat langkah kerja untuk praktikum Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran Melibatkan siswa dalam diskusi kelas
elaborasi - Guru memberikan LKS kepada siswa.
- Siswa menerima LKS yang diberikan guru.
- Guru meminta siswa berdiskusi untuk merancang prosedur/langkah kerja sebelum praktikum.
- Guru meminta tiap kelompok untuk mulai berdiskusi.
- Guru memantau aktivitas siswa
- Siswa menyimak penjelasan guru. - Siswa mulai berdiskusi untuk merancang prosedur praktikum - Siswa mengerjakan LKS yang diberikan guru
60 menit
80
KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
SISWA
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang dijelaskan.
- Perwakilan tiap kelompok menjelaskan hasil pengamatan dan diskusi kelompoknya di depan kelas - Siswa bertanya kepada guru mengenai materi yang dijelaskan.
konfirmasi
- Masing-masing kelompok memperbaiki hasil diskusinya.
- Guru menghubungkan pendapat siswa dan menjelaskan konsep ilmiah yang sedang dipelajari Penutup
- Guru menutup kegiatan pembelajaran
- Siswa memperbaiki hasil diskusinya.
- Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang dilakukan. - Siswa memperhatikan instruksi dari guru
SUMBER DAN ALAT BELAJAR : - Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira - Buku referensi yang relevan - LKS hands-on teknik challence exploration activity PENILAIAN HASIL BELAJAR : 2. Observasi menggunakan lembar observasi psikomotor (terlampir) 3. LKS (terlampir)
Mengetahui;
Guru kelas
Peneliti
10 menit
81
Wahyudin, S.Pd RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2012/2013 KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KETIGA MATERI: KALOR
Hendriyan
WAKTU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
: 2 X 40’ : Memahami wujud dan perubahannya. : Mendeskripsikan peran kalor dalam mengubah wujud zat dan suhu suatu benda serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
INDIKATOR
: - Mengamati dan menyelidiki perubahan wujud zat dengan eksperimen. - Menunjukkan perubahan wujud zat - Menemukan dan menggambarkan dengan grafik hubungan Q terhadap T pada proses pemanasan zat sampai mengalami perubahan fasa
TUJUAN PEMBALAJARAN
Peserta Didik dapat: Siswa mampu melakukan kegiatan praktikum mengenai pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda
STRATEGI PEMBELAJARAN
Pendekatan : - Konstruktivisme - Cooperative Learning Model : - Hands On Activity Metode : - eksperimen, diskusi Teknik : - Challence Exploration Activity
82
LANGKAH PEMBELAJARAN KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
SISWA
Motivasi dan Apersepsi : Pendahuluan
- Guru memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa : Samakah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat kalau massanya berbeda?
- Guru mengajukan pertanyaan apersepsi
10 menit
Siswa menjawab pertanyaan motivasi dan apersepsi
Hal apa sajakah yang mempengaruhi besarnya kalor dalam mengubah suhu suatu zat?
Kegiatan inti
eksplorasi
elaborasi
- Guru menjelaskan teknis Siswa mendengarkan penjelasan guru pelaksanaan praktikum seperti: Guru menginstruksikan siswa Siswa mengkondisikan duduk dengan duduk berkelompok (1 kelompok = kelompoknya 6 siswa). - Guru membagikan LKS inkuiriSiswa mempersiapkan alat tulis pemuaian kepada siswa - Guru meminta tiap kelompok Perwakilan tiap kelompok mengambil alat dan bahan praktikum yang sudah mengambil alat dan bahan yang disediakan sudah di sediakan. Mengamati perpindahan energi akibat adanya perbedaan suhu. Menjelaskan hubungan antara kalor dan penguapan. Mengamati kenaikan suhu dengan menggunakan termometer Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium - Guru memberikan kesempatan - Siswa mempersiapkan alat dan siswa untuk mempersiapkan alat bahan sesuai prosedur yang telah dan bahan praktikum sesuai dibuat siswa. prosedur yang telah dibuat siswa
60 menit
83
KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan sesuai prosedur pada LKS yang telah dibuat siswa. - Guru mengamati cara kerja siswa - Guru memantau aktivitas siswa - Guru memberikan kesempatan kepada
konfirmasi
siswa untuk melakukan diskusi kelompok tentang pengamatan yang dilakukan
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan hasil pengamatan dan diskusi kelompoknya di depan kelas
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang dijelaskan. - Guru menghubungkan pendapat siswa dan menjelaskan konsep ilmiah yang sedang dipelajari Penutup
- Guru menutup kegiatan pembelajaran
SISWA
- Siswa melakukan percobaan dengan langkah kerja sesuai dengan prosedur pada LKS yang telah dibuat siswa - Siswa melakukan pengamatan terhadap percobaan yang dilakukannya - Siswa mengerjakan LKS yang diberikan guru - Siswa melakukan diskusi kelompok tentang pengamatan terhadap percobaannya . - Perwakilan tiap kelompok menjelaskan hasil pengamatan dan diskusi kelompoknya di depan kelas - Siswa bertanya kepada guru mengenai materi yang dijelaskan. - Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang dilakukan - Siswa memperhatikan instruksi dari guru - Siswa mengumpulkan LKS yang sudah dikerjakan - Siswa merapihkan kembali alatalat praktikum
SUMBER DAN ALAT BELAJAR : Buku Fisika kelas VII penerbit yudhistira Buku referensi yang relevan LKS hands on teknik challence exploration activity Alat dan bahan praktikum PENILAIAN HASIL BELAJAR
:
10 menit
84 1. Observasi menggunakan lembar observasi psikomotor (terlampir) 2. LKS inkuiri-Pemuaian zat (terlampir)
Mengetahui;
Guru kelas
Wahyudin, S.Pd
Peneliti
Hendriyan
85
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KELAS VII SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2012/2013 KELAS EKSPERIMEN PERTEMUAN KE-EMPAT MATERI: KALOR WAKTU STANDAR KOMPETENSI pada berbagai perubahan energi KOMPETENSI DASAR
: 2 X 40’ : Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi
INDIKATOR
: - Mengamati dan menyelidiki perubahan wujud zat dengan eksperimen. - Menunjukkan perubahan wujud zat - Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda, perubahan wujud zat
TUJUAN PEMBALAJARAN
Peserta Didik dapat: - Siswa mampu menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda Pendekatan : - Konstruktivisme Model : - Hands On Activity Metode : - Diskusi, tanya jawab Teknik : - Challence exploration activity
STRATEGI PEMBELAJARAN
: Menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat
86
LANGKAH PEMBELAJARAN KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
SISWA
Motivasi dan Apersepsi : Pendahuluan
- Guru memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa : Apa yang terjadi pada air yang dipanaskan?
10 menit Siswa menjawab pertanyaan
- Guru mengajukan pertanyaan apersepsi Bagaimanakah hasil pengamatan kalian pada praktikum kemarin?
- Guru menanyakan hasil pengamatan praktikum yang dilakukan siswa pada pertemuan sebelumnya dan membuka wacana diskusi. Kegiatan inti Eksplorasi
Melibatkan siswa dalam diskusi kelas untuk membahas hasil praktikum. Menjelaskan hubungan kalor dan penguapan Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
- Guru memberikan kesempatan Elaborasi
- Siswa menjawab pertanyaan guru dan bersiap untuk melakukan diskusi.
kepada masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil praktikum didepan kelas.
- Guru membimbing siswa dalam diskusi dan tanya jawab
- Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil praktikum didepan kelas.
- Siswa bertanya kepada kelompok yang sedang presentasi didepan
60 menit
87
KEGIATAN TAHAPAN
WAKTU GURU
SISWA
kelas.
- Guru mengamati diskusi dan tanya - Guru memantau aktivitas siswa
- Masing-masing kelompok memperbaiki hasil pengamatannya
- Guru melengkapi materi mengenai
- Siswa menyimak penjelasan guru
jawab siswa
konfirmasi
kalor
- Siswa bertanya kepada guru mengenai materi yang telah kepada siswa untuk bertanya seputar materi yang telah dipelajari. dipelajari.
- Guru memberikan kesempatan
- Guru menghubungkan pendapat siswa dan menjelaskan konsep ilmiah yang sedang dipelajari Penutup
- Guru menutup kegiatan pembelajaran
- Siswa menyimpulkan hasil pembelajaran yang dilakukan - Siswa memperhatikan yang telah disampaikan guru
SUMBER DAN ALAT BELAJAR : - Buku Fisika kelas VII penerbit Yudhistira - LKS hands on teknik challence exploration activity - Buku referensi yang relevan PENILAIAN HASIL BELAJAR : 1. Observasi menggunakan lembar observasi psikomotor (terlampir)
Mengetahui;
Guru kelas
Peneliti
10 menit
88 Wahyudin, S.Pd
Hendriyan
88 LEMBAR KERJA SISWA (LKS) 1 KALOR Kelompok Nama anggota
:……………….. : 1. .………………. 2. .……………… 3. ………………. 4. ………………. 5. ……………….
A. Pendahuluan Peristiwa yang melibatkan kalor sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada waktu memasak air dengan menggunakan kompor. Air yang semula dingin lama kelamaan menjadi panas. Air menjadi panas karena mendapat kalor, kalor yang diberikan pada air mengakibatkan suhu air naik. Kalor merupakan suatu bentuk energi yang secara alami dapat berpindah bila kedua benda bersentuhan. Energi kalor dapat mempengaruhi perubahan zat. Suatu zat apabila diberi kalor terus-menerus dan mencapai suhu maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus-menerus dan mencapai suhu minimumnya. Oleh karena itu, selain kalor dapat digunakan untuk mengubah suhu zat, juga dapat digunakan untuk mengubah wujud zat. B. Tujuan Menyelidiki pengertian kalor dan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu suatu zat. C. Permasalahan Pernakah kalian memasak air dengan menggunakan kompor? Air yang semula dingin akan menjadi panas. Bagaimanakah peristiwa itu terjadi? Bagaimankah keadaan suhu pada air yang sedang dimasak? Apakah yang menyebabkan hal tersebut? Apakah sama waktu yang dibutuhkan untuk memasak air satu liter dengan dua liter? Untuk membuktikannya lakukanlah percobaan berikut!
D. Alat dan Bahan 1. Air 2. Gelas beker 3. Kaki tiga dan kasa 4. Pembakar spiritus dan korek api
89 5. Statif 6. Thermometer dan 7. Stopwatch
E. Prosedur Kerja Dalam bagian ini kalian diminta merancang sendiri percobaan untuk mengamati pengertian kalor dan membuktikan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu zat.
90 Prosedur kerja:
91 Tabel Pengamatan No Zat 1. Air 50 ml 2.
Suhu awal (0C)
Suhu akhir (0C)
Waktu (menit)
Air 100 ml
Pertanyaan 1. Bagaimanakah suhu air yang sedang dimasak? Apakah sama ketika sebelum dimasak? 2. Apakah sama waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air 50 ml dengan air 100 ml? jelaskan! 3. Bagaimanakah pengaruh kalor terhadap kenaikan suhu air? 4. Apakah kesimpulan kalian terhadap percobaan yang telah kalian lakukan?
92 LEMBAR KERJA SISWA (LKS) 2 KALOR
A. Tujuan Menyelidiki pengertian kalor dan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud suatu zat.
B. Permasalahan Pada pagi hari kita sering melihat embun membasahi dedaunan disekitar rumah. Pernakah kalian mengamati embun di pagi hari? Pada saat siang hari apakah kita masih melihat embun di halaman rumah kita? Apakah panas (kalor) matahari mempengaruhi peristiwa tersebut? Bagaimanakah pengaruh kalor terhadap embun? Es batu jika kita letakan ditengah terik matahari, lama kelamaan akan mencair, bagaimanakah es batu bisa mencair?, apakah yang menyebabkan hal tersebut? Pernakah kalian menyalakan lilin? Apa yang terjadi pada saat lilin tersebut dinyalakan?
C. Alat dan bahan 1. Es batu 2. Gelas beker 3. Statif 4. Kaki tiga dan kasa 5. Pembakar spiritus dan korek api 6. Thermometer dan 7. Stopwatch
93 D. Langkah kerja Dalam bagian ini kalian diminta merancang sendiri percobaan untuk mengamati pengertian kalor dan membuktikan pengaruh kalor terhadap perubahan wujud zat.
Hasil pengamatan Berdasrkan percobaan yang telah kalian lakukan, catatlah apa yang kalian amati. Tabel pengamatan hubungan kalor dengan perubahan wujud zat No Wujud zat Suhu (oC) Lama pemanasan Keterangan (menit) 1. Keadaan mula-mula 2.
Es mulai mencair
3.
Es telah mencair
4.
Mendidih
5.
Air menjadi uap
94 Pertanyaan 1. Untuk mengubah wujud es menjadi wujudnya yang lain apakah diperlukan waktu yang sama? Bagaimana dengan suhunya? 2. Buatlah grafik hubungan antara lama pemanasan dengan suhu! Suhu
Waktu
3. Apa perubahan yang terjadi pada zat yang diberi kalor? Jelaskan (sesuai dengan perubahan pada zat yang kalian amati) 4. Berdasarkan hasil kegiatan kamu, apa yang dapat kamu simpulkan?
95
KISI-KISI INSTRUMEN Moving (bergerak), kategori ini merujuk kepada sejumlah gerakan tubuh yang melibatkan koordinasi gerakan gerakan fisik. Manipulating, kategori ini merujuk pada aktivitas yang mencakup pola-pola yang terkoordinasi dari gerakan-gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh, misalnya koordinasi antara mata, telinga, tangan, dan jari. Koordinasi gerakan tubuh melibatkan dua atau lebih bagian-bagian tubuh. Communicating, kategori ini merujuk pada pengertian aktivitas yang menyajikan gagasan dan perasaan untuk diketahui orang lain. Creating, merujuk pada proses dan kinerja yang dihasilkan dari gagasan-gagasan baru. Kreasi dalam mata pelajaran sains biasanya memerlukan sejumlah kombinasi dari gerakan, manipulasi, dan komunikasi dalam membangkitkan hasil baru yang sifatnya unik. Dalam konteks ini koordinasi antara aspek kognitif, psikomotor, dan afektif dalam upaya untuk memecahkan masalah dan menciptakan gagasan-gagasan baru tersebut. Kisi-Kisi Instrumen Aspek Psikomotor No
Aspek
Indikator 1.1.
1.
Moving
Membawa
Kisi-kisi Siswa membawa perlengkapan
perlengkapan
belajar yang mereka butuhkan
belajar (alat dan
selama belajar, misalnya: buku-
bahan) yang
buku pelajaran, alat tulis, alat
dibutuhkan dalam
dan bahan praktikum yang tidak
proses
disediakan di laboratorium, dan
pembelajaran.
sebagainya.
1.2.
Menyiapkan
Siswa menyiapkan perlengkapan
perlengkapan
belajar yang akan mereka
belajar yang akan
gunakan untuk proses belajar di
digunakan.
mejanya.
96
No
Aspek
Indikator 2.1.
2.
Manipulating
Kisi-kisi
Merangkai
Siswa memasukkan bahan
alat praktikum.
praktikum pada wadahnya, mencampurkan bahan-bahan praktikum, membuat larutan, dan sebagainya.
2.2.
Meramu
Siswa memasukkan bahan
bahan-bahan
praktikum pada wadahnya,
praktikum.
mencampurkan bahan-bahan praktikum, dan sebagainya.
2.3.
Menggunakan
alat-alat
Siswa menggunakan alat-alat praktikum sesuai fungsinya.
praktikum. 2.4.
Mengamati
percobaan. 2.5.
Siswa mengamati perubahan kenaikan suhu pada termometer. Siswa mencuci alat, melap
Membersihkan alat dengan kain pembersih, dan bahan
membilas dengan air, membuang
praktikum.
sampah saat praktikum pada tempatnya, dan sebagainya.
3.1. 3.
Communicating
Mengajukan
pertanyaan.
Siswa mengajukan pertanyaan kepada teman, guru, dan sebagainya.
3.2.
Menjawab
pertanyaan. 3.3.
Menyimak
Siswa menjawab pertanyaan teman, guru, dan sebaginya. Siswa mendengarkan,
pendapat orang
memperhatikan, dan menanggapi
lain.
pendapat orang lain.
3.4. Menyampaikan
Siswa mengusulkan /menyampaikan ide/gagasan
97
No
Aspek
Indikator ide/gagasan.
Kisi-kisi kepada teman, guru, dan sebagainya.
3.5.
Siswa mampu
Mendeskripsikan
mempresentasikan, menjelaskan
data.
data dan sebagainya.
3.6.
Siswa mendiskusikan
Mendiskusikan
masalah/data bersama
masalah/data.
kelompokknya kemudian mencari pemecahannya.
3.7.
Mencatat
data/informasi.
Siswa mencatat data/informasi pada buku, LKS, dan sebagainya.
3.1. 4.
Creating
Merancang
Siswa merumuskan langkah
langkah
kerja praktikum bersama
kerja/prosedur
kelompokknya.
3.2.
Menganalisis
masalah/data
Siswa menguraikan komponenkomponen masalah/data, menghubungkan, mendalami dan memahami masalah/data.
3.3.
Mensintesis
masalah/data.
Siswa mengklasifikasi masalah/data, mengintegrasikan komponen-komponennya, mengambil intisari dan membuat kesimpulan.
98
Instrumen Observasi Aspek Psikomotor Berilah tanda cek lis (√) pada kotak sesuai kemampuan psikomotor siswa
No A.
-
Pertemuan ke
:
-
Observer
:
-
Kelompok
:
-
Tanggal
:
Aspek yang dinilai
Skor
Moving 1. Membawa perlengkapan belajar
1. tidak membawa perlengkapan belajar 2. membawa perlengkapan belajar namun tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. 3. Membawa perlengkapan belajar tetapi tidak lengkap 4. Membawa semua perlengkapan belajar
2. Menyiapkan perlengkapan belajar
1. Tidak menyiapkan perlengkapan belajar 2. Menyiapkan perlengkapan belajar tetapi tidak dilakukan dengan baik. 3. Menyiapkan perlengkapan belajar. 4. Menyiapkan perlengkapan belajar dengan baik dan rapih.
B.
Manipulating 3. Merangkai alat praktikum.
1. Tidak dapat merangkai alat praktikum. 2. Merangkai alat praktikum tidak sesuai langkah kerja. 3. Merangkai alat praktikum namun masih ada
99
No
Aspek yang dinilai
Skor kekeliruan dalam merangkainnya. 4. Merangkai alat dengan benar dan sesuai langkah kerja
4. Meramu bahanbahan praktikum
1. Tidak dapat meramu bahan praktikum. 2. Masih bingung dalam merancang bahan praktikum. 3. Mampu merancang bahan-bahan praktikum tetapi tidak berurutan sesuai langkah kerja. 4. Mampu merancang bahan-bahan praktikum sesuai langkah kerja
5. Menggunakan alat-alat praktikum
1. Tidak mampu menggunakan alat-alat praktikum. 2. Menggunakan alat-alat prkatikum tidak dengan benar, hanya mencoba-coba saja. 3. Mampu menggunakan alat-alat praktikum tetapi masih keliru dalam menggunakannya. 4. Mampu menggunakan alat-alat praktikum dengan benar.
6. Menggunakan termometer
1. Tidak mampu menggunakan termometer 2. Menggunakan termometer namun hanya cobacoba 3. Menggunakan termometer namun tidak mampu membaca suhu termometer 4. Mampu menggunakan termometer dengan benar dan membaca suhunya
7. Mengamati percobaan
1. Tidak mengamati percobaan dan hanya bermain dengan teman sekelompok 2. Mengamati percobaan dan hanya mencoba-coba
100
No
Aspek yang dinilai
Skor saja. 3. Mengamati percobaan dan mengukur suhu dengan thermometer tetapi masih keliru dalam membaca suhunya. 4. Mengamati percobaan dengan baik dan mampu mengukur serta membaca suhu pada thermometer dengan benar.
8. Membersihkan alat dan bahan praktikum
1. Tidak membersihkan alat dan bahan setelah praktikum. 2. Membersihkan alat dan bahan praktikum tidak rapih 3. Membersihkan alat dan bahan praktikum dengan rapih. 4. Membersihkan alat dan bahan praktikum dengan rapih serta meletakan alat praktikum ditempat semula.
C.
Communicating 9. Mengajukan pertanyaan
1. Tidak mengajukan pertanyaan 2. Mengajukan pertanyaan namun tidak berhubungan dengan materi yang diajarkan. 3. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang diajarkan. 4. Mengajukan pertanyaan yang mengarah pada pemahaman konsep dan mampu menyimpulkannya.
10. Menjawab
1. Jawaban tidak jelas dan tidak sesuai konsep.
pertanyaan
2. Jawaban kurang jelas dan kurang memahami
101
No
Aspek yang dinilai
Skor konsep 3. Jawaban jelas namun kurang memahami konsep 4. Jawaban jelas dan menunjukkan memahami konsep
11. Menyimak pendapat orang lain
1. Tidak menyimak pendapat kelompok lain dan hanya bicara dengan teman sekelompok. 2. Menyimak pendapat kelompok lain tetapi tidak serius memperhatikan 3. Meyimak pendapat kelompok lain 4. Menyimak pendapat kelompok lain dan menanggapinya.
12. Menyampaikan ide/gagasan
1. Tidak dapat menyampaikan ide/gagasan 2. Menyampaikan ide/gagasan namun kurang jelas dalam penyampaiannya 3. Menyampaikan ide/gagasan dengan jelas 4. Menyampaikan ide/gagasan dengan jelas sesuai konsep
13. Mendeskripsikan data
1. Tidak mampu mendeskripsikan hasil percobaan 2. Kurang jelas mendeskripsikan data percobaan 3. Mendeskripsikan percobaan dengan baik 4. Mampu mendeskripsikan percobaan dengan jelas dan membuat kesimpulan sendiri
14. Mendiskusikan masalah
1. Tidak berdiskusi dengan teman sekelompok 2. Berdiskusi dengan teman sekelompok tetapi lebih sering bermain dengan temannya sendiri. 3. Berdiskusi dengan teman sekelompok 4. Berdiskusi dengan teman sekelompok dan terlihat
102
No
Aspek yang dinilai
Skor kompak dalam memecahkan masalah
15. Mencatat data/informasi
1. Hanya melakukan percobaan tetapi tidak mencatat hasil percobaan 2. Mencatat hasil percobaan tetapi tidak saling berkomunikasi dengan teman sekelompok 3. Mencatat hasil percobaan pada tabel dan mengkomunikasikan pada teman sekelompok 4. Mencatat hasil percobaan pada tabel serta mengkomunikasikannya pada teman sekelompok dan mencatat hal-hal penting selama praktikum.
D.
Creating 16. Merancang langkah kerja.
1. Tidak mampu merancang langkah kerja 2. Langkah kerja yang dituliskan masih belum berurutan 3. Mampu merancang langkah kerja dengan benar dan berurutan 4. Mampu merancang langkah kerja dengan benar dan berurutan disertai gambar percobaan
17. Menganalisis masalah.
1. Tidak mampu menganalisis masalah 2. Kurang jelas menganalisis hasil percobaan 3. Mampu menganalisis hasil percobaan berdasarkan data hasil percobaan 4. Mampu menganalisis hasil percobaan berdasarkan data percobaan dan mampu berhipotesis
18. Mensintesis masalah.
1. Tidak dapat mensintesis masalah 2. Kurang jelas dalam mensintesis masalah 3. Jelas dalam mensintesis masalah sesuai konsep
103
No
Aspek yang dinilai
Skor 4. Jelas dalam mensintesis masalah dan memahami sesuai konsep
104
Lembar Observasi (Guru) Pada Proses Pembelajaran Hands-On Teknik Challenge Exploration Activity Mata pelajaran Kelas Pokok bahasan Tanggal Tahapan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity
: : : : Faktor-faktor yang diobservasi
Kriteria
Ya Apersepsi
Eksplorasi
Pemantapan konsep
1. Menuliskan topik yang akan dibahas 2. Mengajukan pertanyaan yang relevan 3. Bertanya secara klasikal 4. Bertanya secara individual 5. Menanggapi jawaban siswa 1. Membimbing siswa memecahkan masalah yang disajikan 2. Membimbing siswa merancang langkah kerja pada LKS 3. Membimbing siswa berdiskusi dalam kelompok 4. Membimbing siswa dalam kelompok 5. Membimbing siswa dalam praktikum 6. Membimbing siswa melakukan pengamatan dalam praktikum 7. Menanggapi pertanyaan siswa 1. Memberikan kesempatan kepada siswa/kelompok untuk bertanya 2. Memberikan kesempatan kepada siswa/kelompok mempresenasikan hasil diskusi 3. Memberikan siswa/kelompok lain untuk menanggapi
Tidak
105
Tahapan pembelajaran hands on teknik challenge exploration activity
Faktor-faktor yang diobservasi
Kriteria
Ya
Refleksi dan evaluasi
4. Mengembangkan materi 5. Membimbing siswa member kesimpulan 1. Mengajukan pertanyaan terhadap materi yang sudah didiskusikan 2. Memberikan kesimpulan materi pembelajaran
Tidak
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor Kelompok: No
Aspek penilaian
Sub aspek Kel. 1 Skor 1
1.
Moving (bergerak)
2
a. Membawa perlengkapan belajar
√
b. Menyiapkan perlengkapan belajar
√
Jumlah skor
Manipulating (memanipulasi)
Kel. 2 Skor 4
1
2
3
4
1
2
3
√
4
1
2
3
√
√
√
Kel. 5 Skor 4
1
2
3
√ √
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√
√
√
√
4
5
6
4
5
6
50%
62,5%
75%
50%
62,5%
75%
a. Mengajukan pertanyaan
√
√
√
√
√
√
b. Menjawab pertanyaan
√
√
√
√
√
√
c. Menyimak pendapat orang lain
√
√
√
√
√
√
√
Persentase
2.
3
Pertemuan 1 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor
a. Merangkai alat praktikum b. Meramu bahan-bahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Mengukur suhu dengan termometer e. Mengamati percobaan f. Membersihkan alat dan bahan praktikum Jumlah skor persentase
3.
Communicating (komunikasi)
d. Menyampaikan ide/gagasan
√
√ √
√ √ 106
4
No
Aspek penilaian
Sub aspek Kel. 1 Skor 1
2
3
1
2
3
√
f. Mendiskusikan masalah
√
√
4
1
2
3
4
1
√
2
3
4
1
2
3
√
√
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√
√
√
Kel. 5 Skor
√ √
√
√
√
√ √
√
18
19
21
20
24
20
64,2%
67,8%
75%
71,4%
85,7%
71,4%
a. Merancang langkah kerja
√
√
√
√
b. Menganalisis masalah
√
persentase Creating (kreativitas)
4
√
Jumlah skor
4.
Kel. 2 Skor
e. Mendeskripsikan data
g. Mencatat data/informasi
Pertemuan 1 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor
c. Mensintesis masalah Jumlah skor Persentase
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
8
7
7
6
9
5
66,6%
58,3%
58,3%
50%
75%
41,6%
107
4
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor Kelompok: No
Aspek penilaian
Sub aspek Kel. 1 Skor 1
1.
Moving (bergerak)
2
3
b. Menyiapkan perlengkapan belajar
2.
Manipulating (memanipulasi)
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
√
√
√
√
√
√
4
1
2
3
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√ √
√
6
6
7
6
75%
75%
75%
75%
87,5%
75%
√
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
4
√
6
b. Meramu bahan-bahan praktikum
d. Mengukur suhu dengan
1
Kel. 5 Skor
6
a. Merangkai alat praktikum
c. Menggunakan alat-alat praktikum
4
√
Jumlah skor Persentase
Kel. 2 Skor √
a. Membawa perlengkapan belajar
Pertemuan 2 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor
√ √
√
√
√
√
√
√
√
termometer e. Mengamati percobaan
√
√
f. Membersihkan alat dan bahan
√ √
√
√ √
√
praktikum Jumlah skor
19
20
22
18
21
21
79,1%
83,3%
91,6%
75%
87,5%
87,5%
a. Mengajukan pertanyaan
√
√
√
√
√
√
b. Menjawab pertanyaan
√
persentase
3.
Communicating (komunikasi)
√
c. Menyimak pendapat orang lain
√
d. Menyampaikan ide/gagasan
√
√ √
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√
√
√ 108
No
Aspek penilaian
Sub aspek Kel. 1 Skor 1
2
3
e. Mendeskripsikan data
√
f. Mendiskusikan masalah
√
persentase
4.
Creating (kreativitas)
Menganalisis masalah
j.
Mensintesis masalah Jumlah skor Persentase
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
√
√
√
√
√
√
Kel. 5 Skor 4
1
2
3
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√
√
√
√
√
√
√
√
18
23
19
20
22
75%
64,2%
82,1%
67,5%
71,4%
78,5%
√
√
√
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
4
√
21
h. Merancang langkah kerja i.
Kel. 2 Skor √
g. Mencatat data/informasi Jumlah skor
Pertemuan 2 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor
√ √
9
8
8
9
9
7
75%
66,6%
66,6%
75%
75%
58,3%
109
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor Kelompok: No
Aspek penilaian
Sub aspek Kel. 1 Skor 1
1.
Moving (bergerak)
b. Menyiapkan perlengkapan belajar
Persentase Manipulating (memanipulasi)
3
Kel. 2 Skor 4
1
2
3
√
a. Membawa perlengkapan belajar
Jumlah skor
2.
2
Pertemuan 3 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor 4
1
2
3
√
1
2
3
√
√
√
4
√
Kel. 5 Skor 4
1
2
3
√
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√
√
√
√
√
6
6
7
5
6
6
75%
75%
87,5%
62,5%
75%
75%
√
√
√
√
√
a. Merangkai alat praktikum b. Meramu bahan-bahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Mengukur suhu dengan termometer e. Mengamati percobaan f. Membersihkan alat dan bahan praktikum Jumlah skor persentase
3.
Communicating (komunikasi)
a. Mengajukan pertanyaan
√
√ √
b. Menjawab pertanyaan c. Menyimak pendapat orang lain
√
d. Menyampaikan ide/gagasan
√
√
√
√ √
√
√ √
√
4
√
√
√
√
√ √ 110
No
Aspek penilaian
Sub aspek Kel. 1 Skor 1
2
3
1
2
3
√
f. Mendiskusikan masalah
√
√
persentase Creating (kreativitas)
4
√
Jumlah skor
4.
Kel. 2 Skor
e. Mendeskripsikan data
√
g. Mencatat data/informasi
Persentase
1
2
3
4
1
2
3
√
√
4
1
2
3
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
16
25
20
24
18
82,1%
57,1%
89,2%
71,4%
85,7%
64,2%
√
√
√
√
√
b. Menganalisis masalah
Jumlah skor
4
Kel. 5 Skor
23
a. Merancang langkah kerja
c. Mensintesis masalah
Pertemuan 3 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor
√ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
9
7
8
8
6
7
75%
58,3%
66,6%
66,6%
50%
58,3%
111
4
hasil observasi kemampuan psikomotor siswa
No
Aspek penilaian
Sub aspek Kel. 1 Skor 1
1.
2.
3.
Moving (bergerak)
a. Membawa perlengkapan belajar
√
b. Menyiapkan perlengkapan belajar
√
Jumlah skor Persentase Manipulating a. Merangkai alat (memanipulasi) praktikum b. Meramu bahanbahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Mengukur suhu dengan termometer e. Mengamati percobaan f. Membersihkan alat dan bahan praktikum Jumlah skor persentase Communicating a. Mengajukan pertanyaan (komunikasi) b. Menjawab pertanyaan c. Menyimak pendapat orang lain d. Menyampaikan ide/gagasan e. Mendeskripsikan data f. Mendiskusikan masalah g. Mencatat data/informasi Jumlah skor persentase
4.
Creating (kreativitas)
2
3
4
1
Pertemuan 1 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor
2 3 4 1 2
3
√
4 50%
4
2
3
Kel. 5 Skor 4
1
2
3
√
√
5 62.50%
1
√
√
√
6 75%
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√
√
4 50%
5 62.50%
6 75%
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
18 64.20%
19 67.80%
√ √
√
√ √ √
20 71.40%
√
√
√
√
√
√
√ √
√
24 85.70%
√
20 71.40% √
√
√
√
√
√
√
Persentase
70.8
13
54.1
30 62.5
62.5
17
70.8
17
70.8
19
79.2
16
66.7
17
70.8
16
66.7
20
83.3
122
508.3
72.6 18
75
14
58.3
10
41.7
√
masalah Jumlah skor
17
√
√
√
21 75%
√
√
√
√ √
√
√
√
√
(%)
√
√
√
∑ 4
√
√
√
a. Merancang langkah kerja b. Menganalisis masalah
c. Mensintesis
Kel. 2 Skor
8
7
7
6
9
5
66.60%
58.30%
58.30%
50%
75%
41.60%
42
175 58.3
lembar hasil observasi
No
Aspek penilaian
Sub aspek
Pertemuan 2 Kel. 1 Skor 1
1.
Moving (bergerak)
3.
4.
Jumlah skor Persentase a. Merangkai alat Manipulating praktikum (memanipulasi) b. Meramu bahanbahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Mengukur suhu dengan termometer e. Mengamati percobaan f. Membersihkan alat dan bahan praktikum Jumlah skor persentase a. Mengajukan Communicating pertanyaan (komunikasi) b. Menjawab pertanyaan c. Menyimak pendapat orang lain d. Menyampaikan ide/gagasan e. Mendeskripsikan data
Creating (kreativitas)
3
f. Mendiskusikan masalah g. Mencatat data/informasi Jumlah skor persentase h. Merancang langkah kerja i. Menganalisis masalah j. Mensintesis masalah Jumlah skor Persentase
4
1
2
√
a. Membawa perlengkapan belajar b. Menyiapkan perlengkapan belajar
2.
2
Kel. 2 Skor 3
Kel. 3 Skor 4
1
2
√
√
√
√
√
√
√
19 79.10% √
20 83.30% √
√ √ √ √
√
√
√
√
√
18 64.20% √
23 82.10%
√ 21 75% √ √ √ 9 75%
√
√
√
√
√
8 66.60%
8 66.60%
√ √
21 87.50% √
21 87.50% √
√
√
√ 9 75%
√ √
20 71.40%
√ 22 78.50%
√ √ √ 9 75%
95.8
19
79.2
17
70.8
19
79.2
19
79.2
24
100.0 504.2
18
75.0
14
58.3
20
83.3
16
66.7
17
70.8
17
70.8
21
87.5
√
√
√
23
84.0
√
√
154.2
121
√
√
19 67.50%
66.7
√
√
√
16
77.1
√
√
√
87.5
37 √
√
√
21
4
6 75%
√
√
(%)
√
√
√
√
3
√
√
√
2
√
√
√
1
∑
√
7 87.50%
√ √
√
√
18 75% √
√
4
√
√
22 91.60% √
√
3
Kel. 6 Skor
√
√
√
2
√
√
√
1
√ √
√
4
6 75% √
√
√
√
3
√
√
√
√
2
Kel. 5 Skor
√
6 75% √
√
1
√
6 75% √
4
√
√
6 75%
3
Kel.4 Skor
123 √
√ √ 9 75.00%
512.5 73.2
23
95.8
16
66.7
13
54.2
52
216.7 72.2
Lembar Hasil Observasi Aspek Psikomotor Kelompok: No Aspek Sub aspek penilaian
Kel. 1 Skor 1
1.
Moving (bergerak)
a. Membawa perlengkapan belajar b. Menyiapkan perlengkapan belajar
Jumlah skor Persentase a. Merangkai 2. Manipulating (memanipulasi alat praktikum ) b. Meramu bahan-bahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Mengukur suhu dengan termometer e. Mengamati percobaan f. Membersihkan alat dan bahan praktikum Jumlah skor persentase a. Mengajukan 3. Communicatin g pertanyaan (komunikasi) b. Menjawab pertanyaan c. Menyimak pendapat orang lain d. Menyampaikan ide/gagasan e. Mendeskripsikan data f. Mendiskusikan masalah g. Mencatat data/informasi Jumlah skor persentase Creating a. Merancang 4. (kreativitas) langkah kerja b. Menganalisis masalah c. Mensintesis masalah Jumlah skor Persentase
2
3
Pertemuan 3 Kel. 3 Kel.4 Skor Skor
Kel. 2 Skor 4
1
2
√
3
4
1
2
3
√
4
1
2
√
3
Kel. 5 Skor 4
1
2
√
3
Kel. 6 Skor 4
1
2
3
√
(%)
∑ 4
√
21 87.5
√
√
√
√
√
√
15 62.5
6 75%
6 75%
√
√
√
√
√
√
√
23 82.10% √ √
√
√
25 89.20% √ √
√ 7 58.30%
8 66.60%
24 85.70% √
√ √
√ 8 66.60%
√
√
16
66.7
20
83.3
16
66.7
18
75.0
19
79.2
√
√ 18 64.20% √
20
83.3
126
525.0 75
21
87.5
14
58.3
√
√ 6 50%
70.8
√
√
20 71.40%
17
√
√
√
150 75
√
√
√
√
16 57.10% √
√
√
√
√ √
√
36
√
√ √
√
6 75%
√
√
√
√
6 75%
√
√
√
√
9 75%
√ √
√
5 62.50%
√
√
√
√
7 87.50%
7 58.30%
10
41.7
45
187.5 62.5
No Aspek penilaian
Sub aspek
1. Moving (bergerak)
a. Membawa perlengkapan belajar b. Menyiapkan perlengkapan belajar Jumlah skor Persentase a. Merangkai alat praktikum b. Meramu bahan-bahan praktikum c. Menggunakan alat-alat praktikum d. Mengukur suhu dengan termometer
2.
Manipulating (memanipulasi)
3.
Communicating (komunikasi)
4.
Creating (kreativitas)
e. Mengamati percobaan f. Membersihkan alat dan bahan praktikum Jumlah skor persentase a. Mengajukan pertanyaan b. Menjawab pertanyaan c. Menyimak pendapat orang lain d. Menyampaikan ide/gagasan e. Mendeskripsikan data f. Mendiskusikan masalah g. Mencatat data/informasi Jumlah skor persentase a. Merancang langkah kerja b. Menganalisis masalah c. Mensintesis masalah Jumlah skor Persentase
pertemuan 1 pertemuan 2 pertemuan 3
17 13 30 62.5
21 16 37 77.1 23 19 17
21 15 36 75
jumlah
persentase
59 44 103
81.9 61.1 71.5
23 19 17
95.8 79.2 70.8
19
19
79.2
19
19
79.2
24
24
100.0
121
504.2 84.0
17 17 19 16 17 16 20 122 72.6 18 14 10 42 58.3
18 14 20 16 17 17 21 123 73.2 23 16 13 52 72.2
17 16 20 16 18 19 20 126 75 21 14 10 45 62.5
52 47 59 48 52 52 61 371
72.2 65.3 81.9 66.7 72.2 72.2 84.7 73.6
62 44 33 139
86.1 61.1 45.8 64.4