ANALISIS KEMAMPUAN METAKOGNISI SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI ASSESMEN PEMECAHAN MASALAH DI SMA NEGERI 5 KOTA JAMBI Merry Chrismasta SIMAMORA1), Jodion SIBURIAN1), GARDJITO1) 1)
Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Jambi Email:
[email protected]
Abstrak. Metakognisi adalah suatu tingkatan dalam proses berpikir yang dapat digunakan siswa untuk memecahkan masalah, memiliki kesadaran terhadap proses berpikirnya dan mengontrol cara berpikirnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan metakognisi siswa kelas XI IPA dalam pembelajaran biologi melalui assesmen pemecahan masalah di SMA Negeri 5 Kota Jambi tahun ajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Pebruari 2014 dengan populasi seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 5 Kota Jambi dengan sampel sebanyak 64 siswa yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan assesmen pemecahan masalah yang diberikan sebanyak tiga kali, angket kepada siswa setelah kegiatan pemecahan masalah dan wawancara kepada guru. Data hasil penelitian kemampuan pemecahan masalah dan angket dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan hasil wawancara dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan metakognisi siswa berdasarkan isian angket secara keseluruhan berada pada kategori kemampuan tinggi dimana kemampuan metakognisi diawal pemecahan masalah sebesar 65,3%, disaat pemecahan masalah sebesar 65,5%, diakhir pemecahan masalah sebesar 67,1% dan kegiatan evaluasi diri sebesar 55%. Kemampuan metakognisi ditinjau dari hasil kemampuan menyelesaikan masalah pada wacana 1 sebesar 70 %, wacana 2 sebesar 73,6 % dan wacana 3 sebesar 59,9 %. Hasil wawancara dengan guru menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran biologi sebenarnya beberapa siswa telah memiliki dan menggunakan kemampuan metakognisi dalam pembelajaran biologi. Simpulan dari penelitian ini adalah kemampuan metakognisi siswa yang diungkap melalui asesmen pemecahan masalah berada pada kategori kemampuan tinggi. Berdasarkan simpulan ini maka disarankan guru untuk menggunakan assesmen pemecahan masalah dalam pembelajaran biologi dan memperhatikan pengembangan dan evaluasi aspek metakognisi didalam proses pembelajaran biologi, sehingga pembelajaran di kelas lebih bermakna dan terarah.
1
PENDAHULUAN Proses berpikir kritis adalah kemampuan menyelesaikan masalah secara rasional menurut tahapan yang logis dan memberikan hasil pemecahan yang lebih efisien. Salah satu cara meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah dengan metakognisi. Flavel dalam Desmita (2012:132) menyatakan bahwa metakognisi merupakan suatu tingkatan dalam proses berpikir. Metakognisi terdiri dari self regulation, reflection terhadap diri sendiri tentang kelebihan, kelemahan, dan strategi belajar. Metakognisi dapat digunakan seseorang untuk memantau kemampuan kognisinya sejauh mana memahami suatu masalah. Adanya metakognisi dalam konteks pembelajaran, maka siswa mengetahui bagaimana untuk belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki dan mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif. Kenyataan dalam pembelajaran biologi yang dilakukan selama ini sematamata hanya menekankan pada penguasaan konsep kognitif yang dijaring dengan tes tulis objektif, sedangkan ruang untuk metakognisi kurang diberdayakan. Kegiatan belajar seperti ini membuat siswa cenderung belajar mengingat atau menghafal dan tanpa memahami atau tanpa mengerti apa yang diajarkan oleh gurunya. Akibatnya ketika siswa dihadapkan dengan masalah, siswa mengalami kesulitan untuk memecahkannya. Kesulitan ini menyebabkan semakin menurunnya hasil belajar siswa. Mulbar (2008:2) menyatakan bahwa dalam pembelajaran guru juga cenderung untuk menjelaskan atau memberikan segala sesuatu kepada siswa. Mereka kurang memberi tugas berupa pemecahan masalah baik secara individual maupun kelompok. Selanjutnya berdasarkan observasi di SMA Negeri 5 Kota Jambi kemampuan metakognisi ini belum dievaluasi hal itu terlihat dari instrumen penilaian (evaluasi) khususnya soal dan tugas yang diberikan guru umumnya sebatas aspek kognitif. Ruang untuk metakognisi yaitu evaluasi mulai dari merencanakan, melaksanakan dan refleksi kesulitan yang dialami saat belajar kurang diberdayakan. Selanjutnya sebagai akibatnya adalah kita tidak tahu apakah siswa telah menggunakan proses metakognisinya atau belum bahkan mungkin mereka tidak sadar bahwa mereka memiliki metakognisi. 2
Metakognisi merupakan salah
satu penggabungan dari tingkatan domain
kognitif seseorang dan merupakan salah satu tipe pengetahuan yang harus dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian perlu diungkap melalui tes atau tugas berupa pemecahan masalah. Menurut Paidi (2007:2) memecahkan masalah merupakan salah satu bentuk berpikir kritis. Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah bukan saja terkait dengan ketepatan solusi yang diperoleh, melainkan kemampuan yang ditunjukkan sejak mengenali masalah, menemukan alternatif-alternatif solusi, memilih salah satu alternatif sebagai solusi, serta mengevaluasi jawaban yang telah diperoleh. Kemampuan metakognisi untuk memecahkan masalah dipandang perlu dimiliki siswa, terutama siswa SMA. Kemampuan ini dapat membantu siswa membuat keputusan yang tepat, cermat, sistematis, logis, dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Sebaliknya, kurangnya kemampuan ini mengakibatkan siswa pada kebiasaan melakukan berbagai kegiatan tanpa mengetahui tujuan dan alasan melakukannya. Siswa yang tidak memiliki kemampuan metakognitif yang baik tidak bisa memprediksi kelebihan dirinya dan tidak mempunyai perencanaan memilih jurusan bidang studi di perguruan tinggi yang sesuai dengan minatnya. Hartinah (2010:203) menyatakan bahwa siswa SMA sudah mencapai tahap perkembangan berpikir logis yaitu kemampuan menyusun rencana untuk memecahkan masalah. Konsep yang dijadikan sebagai topik masalah untuk penelitian ini adalah materi-materi pelajaran biologi di sekolah yang banyak dijumpai dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga penting untuk siswa memahami konsep ini, baik yang berkaitan dengan materi di kelas atau dengan materi aplikasi dan isu yang beredar dimasyarakat. Sehingga memungkinkan untuk munculnya indikator-indikator metakognisi menjadi tinggi dan siswa akan semangat dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh peneliti. Berdasarkan hal itu penulis tertarik mengungkap dan menganalisis kemampuan metakognisi siswa dengan
judul penelitian “Analisis
Kemampuan Metakognisi Siswa dalam Pembelajaran Biologi Melalui Assesmen Pemecahan Masalah di SMA Negeri 5 Kota Jambi”.
3
METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik ini bertujuan untuk mendeskripsikan data secara sistematis dan faktual sehingga dapat menggambarkan keadaan subjek pada saat itu. Menurut Arikunto (2010:234) penelitan deskriptif adalah penelitian
yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan yang kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 5 Kota Jambi yang terdiri dari 6 kelas dengan jumlah siswa 228 siswa. Sampel diambil dengan menggunakan rumus Slovin karena jumlah populasi kurang dari 1000 orang dengan batas kesalahan 10% sehingga didapat sampel 64 siswa. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Sampel penelitian ditentukan melalui pertimbangan peneliti yaitu karena tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kemampuan metakognisi siswa menggunakan assesmen pemecahan masalah sehingga sampel tersebut diharapkan benar-benar mengerjakan lembar kegiatan pemecahan masalah ini sehingga diperoleh data yang akurat. Peneliti juga meminta saran guru mata pelajaran biologi di SMA Negeri 5 kota Jambi sehingga sampel dalam penelitian ini diambil dari kelas XI IPA 2 dan XI IPA 6. Jenis data pada penelitian ini terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari penskoran hasil kegiatan pemecahan masalah dan persentase angket siswa. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara dengan guru. Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data yang diharapkan dalam penelitian ini adalah assesmen pemecahan masalah yang diberikan kepada siswa. Angket metakognisi untuk mengetahui kemampuan metakognisi siswa. Wawancara dilakukan kepada guru untuk mengetahui tanggapan guru terhadap penggunaan assesmen pemecahan masalah dalam mengungkap kemampuan metakognisi dalam pembelajaran biologi.
4
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Analisis data mencakup hasil pemecahan masalah, angket dan hasil wawancara. 1. Hasil kegiatan pemecahan masalah Hasil kegiatan pemecahan masalah siswa diolah dengan cara penskoran menggunakan rubrik penilaian berentang antara 1-4 untuk setiap komponen kriteria jawaban. Hasil kemampuan pemecahan masalah berfungsi untuk menunjukkan penggunaan kemampuan metakognisi siswa dalam menyelesaikan masalah. Langkahlangkah menganalisis data hasil kemampuan pemecahan masalah adalah dengan mengkuantitatifkan hasil jawaban dengan memberi skor sesuai dengan bobot yang telah ditentukan sebelumnya dan membuat tabulasi data. Selanjutnya data atau skor kemampuan pemecahan masalah siswa diolah dengan menggunakan analisis statistik tertentu dilakukan dengan menggunakan rumus persentase sebagai berikut (Riduwan, 2011:41)
Keterangan: p
= peresentase
F
= Skor jawaban responden
N
= Skor tertinggi
Hasil persentase akhir tersebut ditafsirkan menggunakan kriteria penafsiran aspek kualitas, sebagaimana Tabel 3.3 berikut : Tabel 3.3 Kriteria Penafsiran
No. 1 2 3 4 5
Persentase (%) 81-100 61-80 41-60 21-40 <21
Kategori/Aspek Kualitas Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Sumber: Riduwan, (2011:41).
5
2. Angket Kuesioner (angket) dianalisis secara kuantitatif. Selanjutnya pengolahan data angket
dengan
menggunakan
analisis
statistik
tertentu
dilakukan
dengan
menggunakan rumus persentase sebagai berikut: (Riduwan, 2011:41)
Keterangan: p
= persentase
F
= Skor jawaban responden
N
= Skor total
Hasil persentase akhir tersebut ditafsirkan menggunakan kriteria penafsiran aspek kualitas, sebagaimana Tabel 3.4 berikut : Tabel 3.4 Kriteria Penafsiran No. 1 2 3 4 5
Persentase (%) 81-100 61-80 41-60 21-40 <21
Kategori/Aspek Kualitas Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Sumber: Riduwan, (2011:41).
3. Wawancara Data dari wawancara guru dicatat peneliti dengan jelas, kemudian peneliti menginterpretasikan kalimat-kalimat jawaban dari guru yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi pembahasan data hasil penelitian.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kemampuan metakognisi siswa ditinjau dari hasil kemampuan memecahkan masalah Tabel 4.1 Distribusi hasil kemampuan menyelesaikan masalah pada wacana 1 berkaitan dengan penggunaan kemampuan metakognisi
No
Indikator penilaian/kemampuan metakognisi dalam menyelesaikan masalah
Skor
%
Kategori
1
Mengidentifikasi Masalah
213
83,2
2
Merumuskan Masalah
189
73,8
Sangat Tinggi Tinggi
3
Mengemukakan dugaan atau solusi sementara Menemukan solusi atau jawaban terbaik menggunakan berbagai sumber Kelancarannya menyelesaikan masalah Jumlah %
172
67,1
Tinggi
158
61,7
Tinggi
164 896
64,1
Tinggi
70
Tinggi
4 5
Data Tabel 4.1 memperlihatkan secara deskriptif bahwa siswa sudah memiliki kemampuan tinggi pada setiap indikator kemampuan memecahkan masalah dengan rata-rata persentase 70 %. Skor tertinggi terdapat pada indikator kemampuan siswa mengidentifikasi masalah artinya siswa telah melibatkan kemampuan metakognisinya yaitu kemampuan merencanakan bagaimana memecahkan masalah secara optimal. Sedangkan skor terendah pada indikator menemukan solusi atau jawaban terbaik menggunakan berbagai sumber artinya pelibatan kemampuan memecahkan masalah pada indikator ini masih kurang optimal. 2. Hasil angket metakognisi siswa Tabel 4.4 Hasil angket diawal menyelesaikan masalah
No
Pernyataan
1
Saya sudah belajar dan telah memiliki pengetahuan awal tentang materi yang berkaitan dengan isi wacana sebelum melakukan kegiatan memecahkan masalah.
2
Saya harus belajar dan paham tentang suatu konsep berkaitan dengan isi wacana sebelum melakukan kegiatan memecahkan masalah.
7
Skor
Rerata (%)
51
79,6
53
82,8
5
Saya mengetahui tujuan saya menyelesaikan masalah yang terdapat dalam wacana. Saya memikirkan langkah atau strategi untuk menyelesaikan masalah dalam wacana sehingga saya dapat menyelesaikannya tepat waktu. Saya membaca wacana lebih dari satu kali.
6
Saya yakin saya memahami isi wacana.
3 4
Jumlah
48
75
32
50
25
39,1
42
65,6
251
391,9
Rerata (%)
65,3
Kategori
Tinggi
Data Tabel 4.4 menunjukkan secara deskriptif siswa sudah memiliki kemampuan metakognisi yang tinggi diawal menyelesaikan masalah. Secara keseluruhan rata-rata kemampuan metakognisi siswa berada dalam kategori tinggidengan angka 65,3 %. Artinya diawal menyelesaikan masalah siswa sudah melakukan aktivitas metakognisi, namun pada beberapa item pernyataan seperti pernyataan saya memikirkan langkah atau strategi untuk menyelesaikan masalah dalam wacana
sehingga saya dapat menyelesaikannya tepat waktu dan saya
membaca wacana lebih dari satu kali,lebih banyak siswa tidak melakukan aktivitas metakognisi tersebut. Kemampuan metakognisi siswa ditinjau dari hasil kemampuan memecahkan masalah tergolong kategori tinggi walaupun belum signifikan. Hal ini terlihat dari persentase rerata skor kemampuan menyelesaikan masalah siswa adalah 67,8%. Menurut Penggunaan kemampuan metakognisi ini dalam menyelesaikan masalah dapat terlihat dalam indikator kemampuan menyelesaikan masalah yaitu: 1. Mengidentifikasi masalah Pada tahap mengidentifikasi masalah kemampuan metakognisi yang dilibatkan adalah diawal menyelesaikan masalah yaitu aktivitas perencanaan Kemampuan siswa mengidentifikasi masalah yang berada dalam kategori tinggi menunjukkan penggunaan kemampuan metakognisi siswa yang tinggi pada aktivitas merencanakan yaitu tahap dimana siswa mengenali masalah dengan memikirkan tujuan, bagamaina cara menyelesaikan masalah.
8
2. Merumuskan masalah Pada tahap merumuskan masalah kemampuan metakognisi yang dilibatkan adalah disaat
menyelesaikan
masalah
yaitu
mulai
melaksanakan
langkah-langkah
penyelesaian masalah. 3. Mengemukakan dugaan atau solusi sementara Tahap mengemukakan dugaan atau solusi sementara kemampuan metakognisi yang dilibatkan adalah disaat menyelesaikan masalah dimana siswa memikirkan informasi penting apa yang perlu diingat sebagai solusi atau jawaban sementara. 4. Menemukan solusi atau jawaban terbaik Tahap menemukan solusi atau jawaban terbaik menggunakan berbagai sumber berkaitan dengan kemampuan metakognisi yaitu aktivitas metakognisi di akhir menyelesaikan masalah, dimana siswa melakukan pemantauan dengan memilih jawaban yang terbaik. 5. Kelancarannya menyelesaikan masalah Kelancaran menyelesaikan masalah menunjukkan ketepatan menyelesaikan kegiatan pemecahan masalah dalam waktu yang ditentukan serta alasan logis yang digunakan untuk memilih jawaban terbaik. Hasil Kemampuan metakognisi diawal pemecahan masalah sebesar 65,3 %, disaat menyelesaikan masalah 65,5 %, diakhir menyelesaikan masalah 67,1 % dan pada kegiatan evaluasi diri 54,1 % dapat ditunjukkan melalui aktivitas metakognisi yang dijadikan sebagai pernyataan dalam angket. Schraw & Dennison (1994:460) menyatakan salah satu cara untuk mengukur kemampuan metakognisi adalah dengan menggunakan angket kemampuan metakognisi. Angket tersebut memuat pernyataanpernyataan positif yang dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa kemampuan metakognisi terdiri dari dari beberapa aspek. Aspek tersebut dijadikan sebagai indikator kemampuan metakognisi siswa yaitu: (1) perencanaan, penentuan tujuan, dan penyediaan faktor pendukung dalam belajar (diawal pemecahan masalah), (2) strategi yang digunakan untuk memproses informasi secara lebih efisien (disaat melaksanakan pemecahan masalah) (3) pemantauan, klarifikasi dan ketepatan (diakhir penyelesaian masalah) (4) evaluasi ketercapaian tujuan belajar, efektivitas 9
strategi
yang digunakan
menanggulangi
berbagai
kesulitan ketika sedang
memecahkan suatu masalah (evaluation). Berdasarkan analisis data angket diperoleh kemampuan metakognisi dalam melakukan pemecahan masalah sebelum, selama dan setelah menyelesaikan kegiatan pemecahan masalah sudah terlihat. Umumnya kemampuan metakognisi dalam setiap indikator sudah berada pada rentang kategori sedang sampai tinggi, walaupun dalam beberapa pernyataan dalam setiap indikator berada pada kategori rendah. Kemampuan metakognisi dari 64 siswa yang subjek penelitian ini, 48,40 % memiliki kemampuan metakognisi tinggi, 34,30 % berada pada kemampuan kategori sedang, 10,90 % pada kemampuan kategori rendah dan 6,20 % pada kemampuan sangat tinggi. Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut:
10,90% 6,20% 34,30%
48,40%
sangat tinggi tinggi sedang
Gambar 4.1 Distribusi kemampuan metakognisi siswa berdasarkan hasil jawaban angket.
rendah
Lee dan Fensham, 1996 dalam In’am (2009:128) menyatakan kemampuan metakognisi melibatkan proses merancang, mengawal dan memantau proses pelaksanaan serta menilai setiap tindakan yang diambil mempunyai peranan yang amat penting dalam proses pembelajaran. Kemampuan metakognisi dapat membantu pelajar untuk menyelesaikan permasalahan melalui perancangan secara efektif melibatkan proses mengetahui masalah, memahami masalah yang perlu dicari solusinya dan memahami strategi yang efektif untuk menyelesaikannya.
10
Aktivitas-aktivitas belajar seperti merencanakan cara melakukan pendekatan terhadap tugas yang diberikan, memonitor pengertian, mengevaluasi kemajuan ke arah penyelesaian tugas adalah merupakan kemampuan metakognitif yang alami Livingston dalam Thohari, 2010:21. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru SMA Negeri 5 Kota Jambi dapat diterangkan bahwa siswa dalam pembelajaran sudah memiliki konsep awal dari rumah. Siswa juga bertanya tentang tujuan mengerjakan suatu tugas dan bertanya bagaimana siswa harus mengerjakan tugas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran umumnya siswa sudah memiliki kemampuan metakognisi siswa diawal pembelajaran yaitu tahap perencanaan. Dimana siswa memikirkan tujuan dan bagaimana mengerjakan tugas. Menurut Desmita (2012:135) kemampuan metakognisi dalam pembelajaran dapat ditunjukkan kemampuannya melakukan aktivitas metakognisi yang mencakup perencanaan (planning) tentang bagaimana menyelesaikan tugas. Prinsipnya jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap perencanaan, memilih strategi yang tepat sesuai masalah yang dihadapi, kemudian memonitor kemajuan dalm belajar dan secara bersamaan mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep, menganalisis keefektifan dari strategi yang dipilih. Bagian akhir sebagai bentuk upaya refleksi, biasanya seseorang yang memilki kemampuan metakognitif yang baik selalu mengubah kebiasaan belajar dan juga strateginya jika diperlukan, karena mungkin hal itu tidak cocok lagi dengan keadaan tuntutan lingkungannya (Thohari, 2010:21).
PENUTUP Kesimpulan. Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kemampuan metakognisi siswa yang diungkap melalui assesmen pemecahan masalah dan isian angket secara keseluruhan berada pada kategori kemampuan tinggi dengan rata-rata angka persentase 63,2 % dimana kemampuan diawal pemecahan masalah sebesar 65,3 %, disaat pemecahan masalah sebesar 65,5 %, diakhir pemecahan masalah sebesar 67,1 % dan kegiatan evaluasi diri sebesar 55 %. 11
Saran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka disarankan agar guru untuk menggunakan assesmen pemecahan masalah dengan menggunakan topik yang familiar dan dikenal siswa dalam pembelajaran biologi dan memperhatikan pengembangan dan evaluasi aspek metakognisi didalam proses pembelajaran biologi, sehingga pembelajaran di kelas lebih bermakna dan terarah. DAFTAR RUJUKAN Anonim, 1995. Diakses tanggal 08 juni 2013. Metacognition. http:// www. Ncrel. Org/sdrs/areas/issues/students/ learning/lrn1met.Htm. Arikunto, S., 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Desmita, 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Anak Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Paidi, 2007. Diakses 16 Juni 2013. Model Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Biologi di SMA. http://staff.uny.ac.id/sites /default/files /132 048519 /Arti kel%20 Semnas%20FMIPA2010%20UNY. Riduwan, 2011. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Schraw, G. & Sperling Dennison, R. (1994). Assessing metacognitive awareness, Contemporary Educational Psychology, 19, 460-470. Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Trianto, 2011. Model pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara. Uno, H. B., 2012. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara. Warouw, 2010. Pembelajaran Cooperative Script Metakognitif (CSM) yang Memberdayakan Keterampilan Metakognitif dan Hasil Belajar Siswa. Disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS.
12
13
14
15
16
17
18
19