Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)
Oleh Kartika Panggabean Drs. T.R. Pangaribuan, M.Pd. ABSTRAK
Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri. Anak autis kurang dalam merespon dari lingkungan sebagaimana mestinya dan memperlihatkan kurangnya kemampuan berkomunikasi. Pada penelitian ini akan menganalisis kemampuan berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal pada anak penderita autis, bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan berkomunikasi verbal dan nonverbal anak penderita autis yang ditinjau dari kajian psikolinguistik. Sumber data dalam penelitian ini ialah anak penderita autis sebagai sumber utama dan orang tua dari anak penderita autis. Adapun kajian yang digunakan dalam penelitian ini ialah kajian Psikolinguistik, sebagai teori yang membahas kemampuan berkomunikasi dan dihubungkan dengan tiga bidang utama psikolinguistik yaitu umum, perkembangan, dan terapan. Dari hasil perolehan data, ditemukan 4 anak penderita autis yang terbagi atas 2 anak penderita autis ringan yang mampu berkomunikasi secara verbal nonverbal dan 2 anak penderita autis sedang tidak mampu melakukan komunikasi secara verbal melainkan bergantung pada komunikasi nonverbal. Kata Kunci : Komunikasi, Verbal, Nonverbal, Psikolinguistik, Autis
PENDAHULUAN Dalam pemakaiannya, tidak semua orang dapat berkomunikasi dengan baik. Seorang anak lahir di dunia dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada anak dengan kondisi normal tetapi ada juga anak yang lahir dengan membawa ”kelainan-kelainan” seperti autis, down syndrome, hiperaktif, tuna rungu, cacat fisik, dan lain-lain. Istilah special need atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1
digunakan untuk menggantikan kata anak cacat atau ”Anak Luar Biasa (ALB)”, yang menandakan adanya kelainan khusus tersebut untuk menghindari konotasi negatif. Komunikasi dikatakan berjalan dengan baik apabila penerima dan pengirim bahasa dapat menguasai bahasanya. Bahasa memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia. Pada dasarnya, komunikasi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu komunikasi verbal (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication). Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral). Komunikasi verbal menempati porsi besar. Karena pada kenyataannya, ide-ide, pemikiran atau keputusan lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang nonverbal. Dengan harapan, komunikan (baik pendengar maupun pembaca ) bisa lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan. Komunikasi non verbal menempati porsi penting. Banyak komunikasi verbal
tidak efektif hanya
karena
komunikatornya tidak menggunakan komunikasi nonverbal dengan baik dalam waktu bersamaan. Melalui komunikasi nonverbal, seseorang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai suatu kesimpulan tentang berbagai macam perasaan orang, baik rasa senang, benci, cinta, rindu dan berbagai macam perasaan lainnya. Anak autis adalah kondisi anak yang mengalami gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, imajinasi, fleksibilitas, kognisidanatensi. Anak autis kurang dalam merespon dari lingkungan sebagaimana mestinya dan memperlihatkan kurangnya kemampuan komunikasi dan sering merespon lingkungan dengan cara yang unik. Penyandang autis dalam berkomunikasi dengan guru dan teman sesama autis di sekolah menggunakan dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah. Sedangkan ketika berada di luar sekolah penyandang autis hanya menggunakan pola komunikasi dua arah dengan orang tuanya.
2
Cristie (2007:11) berpendapat bahwa autisme didiagnosis menggunakan parameter triad of impairments, yaitu tiga area kesulitan belajar dan berkomunikasi seorang anak yang tampak dalam perkembangan anak tersebut sebelum dia berusia tiga tahun. Bukan berarti semua anak didiagnosis sebelum tiga tahun, tetapi berdasarkan observasi pada orang tua dan observasi lainnya, tampak bahwa pola kesulitan yang dialami seorang anak diawali sebelum usianya tiga tahun. Ketiga area kesulitan tersebut meliputi: 1. kesulitan dalam berbahasa dan berkomunikasi 2. kesulitan dalam interaksi sosial dan pemahaman terhadap sekitarnya 3. kurangnya fleksibilitas dalam berpikir dan bertingkah laku.
Komunikasi yang digunakan anak autis sangatlah unik karena berbeda dengan anak normal pada umumnya. Pola komunikasi yang digunakan anak autis dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman sesama autis, guru dan orang tua tergantung pada tingkat kemapuan dan spektrum autis yang dimiliki setiap anak. Autisme adalah gangguan pervasif yang mencakup gangguan-gangguan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, interaksi sosial, perilaku dan emosi. Kemampuan anak autis tidak dapat diketahui secara langsung karena anak autis memiliki kemampuan tinggi dalam bidang tertentu. Kelainan dalam menggunakan bahasa adalah masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian yang berhubungan dengan fungsi organ bicara. Beragam macam
kelainan
atau
keterlambatan
dalam
berbicara
dapat
dianalisis
menggunakan kajian psikolinguistik.Kesulitan komunikasi dan berbahasa pada penderita autisme merupakan salah satu gangguan dalam berbahasa yang dapat dianalisis menggunakan disiplin ilmu psikolinguistik. Autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui pengalaman. Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga, antar lain :
3
1. Sindrom Asperger Jenis gangguan ini ditandai dengan defisiensi interaksi sosial dan kesulitan dalam menerima perubahan rutinitas sehari-hari. Pada sindrom Asperger, kemampuan bahasa tidak terlalu terganggu bila dibandingkan dengan gangguan lain. Anak yang menderita jenis autisme ini kurang sensitif terhadap rasa sakit, namun tidak dapat mengatasi paparan suara keras atau sinar lampu yang tiba-tiba. Anak dengan sindrom Asperger memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata sehingga secara akademik mampu dan tidak bermasalah. 2. Autistic Disorder Autistic disorder disebut juga sebagai true autism atau childhood autism karena sebagian besar berkembang pada tiga tahun awal usia anak. Pada sebagian besar kasus, anak yang terkena autistic disorder tidak memiliki kemampuan berbicara dan hanya bergantung pada komunikasi nonverbal. Kondisi ini mengakibatkan anak menarik diri secara ekstrim terhadap lingkungan sosialnya dan bersikap acuh tak acuh. Anak tidak menunjukkan kasih sayang atau kemauan untuk membangun komunikasi. 3. Pervasif Developmental Disorder Autisme jenis ini meliputi berbagai jenis gangguan dan tidak spesifik terhadap satugangguan. Tingkat keparahan mulai dari yang ringan sampai ketidakmampuan yang ekstrim. Umumnya didiagnosis dalam 5 tahun pertama usia anak. Pada gangguan ini, keterampilan verbal dan non-verbal efektif terbatas sehingga pasien kurang bisa komunikasi. 4. Childhood Disintegrative Disorder Gejala-gejala gangguan ini muncul ketika seorang anak berusia antara 3 sampai 4 tahun. Pada dua tahun awal, perkembangan anak nampak normal yang kemudian terjadi regresi mendadak dalam komunikasi, bahasa, sosial, dan keterampilan
4
motorik.
Anak
menjadi
kehilangansemua
keterampilan
yang
diperoleh
sebelumnya dan mulai menarik diri dari semua lingkungan. Menurut presentase gangguan autistik lebih banyak dijumpai pada pria dibanding wanita dengan ratio 5 : 1. Dalam pengklasifikasian gangguan autisme untuk tujuan ilmiah dapat digolongkan atas autisme ringan, sedang dan berat. Namun pengklasifikasian ini jarang dikemukakan pada orangtua karena diperkirakan akan mempengaruhi sikap dan intervensi yang dilakukan. Padahal untuk penanganan dan intervensi antara autisme ringan, sedang dan berat tidak berbeda. Penanganan dan intervensinya harus intensif dan terpadu sehingga memberikan hasil yang optimal. Orangtua harus memberikan perhatian yang lebih bagi anak penyandang autis. Selain itu penerimaan dan kasih sayang merupakan hal yang terpenting dalam membimbing dan membesarkan anak autis. Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik. Namun, mereka yang memiliki kelainan fungsi otak dan alat bicaranya, tentu mempunyai kesulitan dalam berbahasa, baik proiduktif maupun reseptif. Jadi, kemampuan berbahasanya terganggu. Gangguan berbahasa ini secara garis besar dapat dibagi dua. Pertama, gangguan akibat faktor medis; dan kedua, akibat faktor lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan faktor medis adalah gangguan, baik akibat kelainan fungsi otak maupun akibat kelainan alatalat bicara. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor lingkungan sosial adalah lingkungan kehidupan yang tidak alamiah manusia, seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat manusia yang sewajarnya (Chaer, 2002 : 148). Kelainan dalam menggunakan bahasa adalah masalah dalam komunikasi dan bagian-bagian yang berhubungan dengan fungsi organ bicara. Beragam macam
kelainan
atau
keterlambatan
dalam
berbicara
dapat
dianalisis
menggunakan kajian psikolinguistik.Kesulitan komunikasi dan berbahasa pada penderita autisme merupakan salah satu gangguan dalam berbahasa yang dapat dianalisis menggunakan disiplin ilmu psikolinguistik. Autis merupakan gangguan
5
perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui pengalaman.
Abdul Hadis (dalam Mimi 2009:3) menyatakan di dalam kajian psikologi, anak autistik (anak autis) merupakan bagaian integral dari anak luar biasa. Anak autistik adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Autism juga merupakan gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak-anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya. Psikolinguistik
merupakan
ilmu
yang
menguraikan
proses-proses
psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia. Psikolinguistik gabungan dari psikologi dan linguistik. Tujuan dari psikolinguistik yaitu menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa (Chaer 2002:10).
METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan melakukan observasi. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berlangsung secarasimultan dengan kegiatan menganalisis data berupa ucapan atau tulisan, atau perilaku dari subjek sendiri. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini melakukan observasi dan wawancara, observasi langsung dilakukan di lapangan dengan mengamati setiap komunikasi dan perilaku anak autis, wawancara dilakukan kepada orang tua yang bertujuan untuk mengetahui penyebab si anak mendetrita autis dan bagaimana perkembangan komunikasi si anak.
6
Menurut Arikunto (2005:88) sumber data merupakan benda, hal, orang atau tempat peneliti, mengamati, membaca, atau bertanya tentang data. Bertolak pada pengeertian tersebut maka sumber data dalam penelitian ini yaitu, anak penderita autis dan orang tua si anak tersebut.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian terhadap 4 anak penderita autis, terdapat 2 anak penderita autis ringan dan 2 anak penderita autis sedang. Berikut dibahas kemampuan berkomunikasi si anak secara verbal dan nonverbal ditinjau dari kajian psikolinguistik. Kemampuan Berkomunikasi Verbal pada Anak Penderita Autis Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal bahasa sangat memegang peranan penting. Terdapat dua unsur penting dalam komunikasi verbal, yaitu: A. Bahasa Pada dasarnya bahasa adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal entah lisan ataupun tulisan. B. Kata Kata merupakan unit lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambang yang melambangkan atau mewakili sesuatu hal, apakah orang, barang, kejadian, atau keadaan. Keempat anak autis di atas, ada yang tidak mampu melakukan komunikasi verbal tetapi ada juga yang mempu melakukannya. Komunikasi verbal pada
7
dasarnya adalah hal yang sulit dilakukan oleh anak penderita autis. Hal tersebut disebabkan oleh terganggunya kemampuan berbicara anak autis sehingga mengakibatkan komunikasi verbal terganggu. Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi verbal itu sendiri dipengaruhi oleh tingkat autisme yang dialami oleh si anak. Misalnya saja anak I dan anak III mengalami autis tingkat ringan. Pada tingkat ringan, si anak masih mampu melakukan komunikasi verbal. Si anak mampu mengucapkan kata per kata dengan cukup jelas saat berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Anak II dan IV menderita autis tingkat sedang. Pada tingkat sedang, si anak masih dapat berbicara tetapi tidak dapat melakukan komunikasi. Hal tersebut dikarenakan pada anak II dan IV tergolong anak yang menderita autis sindrom disorder yang artinya tidak mampu melakukan komunikasi secara verbal dan hanya bergantung pada komunikasi secara nonverbal saja. Kemampuan Berkomunikasi Verbal pada Anak Penderita Autis Komunikasi Nonverbal adalah kebalikan dari komunikasi verbal yaitu proses penyampaian pesan kepada orang lain dengan tidak menggunakan katakata. Semua gerakan tubuh manusia mempunyai suatu makna dan tidak ada gerakan yang kebetulan. Contoh: mengangkat alis, diartikan tidak percaya, memukul dahi karena lupa sesuatu, mengetuk-ngetukkan jari tanda tak sabar. Menurut Christopher (2012:51), ada tiga
komponen pembentuk
komunikasi nonverbal anak autis, yaitu: kemampuan komunikasi pendahuluan, kemampuan ekspresi, dan kemampuan reseptif. a. kemampuan komunikasi pendahuluan (precursor skills), adalah dasardasar
komunikasi
non
verbal
yang
biasanya
digunakan
untuk
menyampaikan informasi sebelum munculnya kemampuan berbicara. Banyak digunakan dan berkembang pada saat bayi, seperti: menunjuk, pemusatan perhatian bersama, kontak mata, imitasi. b. kemampuan ekspresi (expressive communication), adalah usaha dan perilaku
menyampaikan
informasi
8
pada
orang
lain,
misalkan:
memproduksi suara, menggunakan kata dan kalimat, meminta, bertanya, echolalia (mengulang kata-kata yang telah didengar). c. kemampuan reseptif (receptive communication), adalah usaha dan perilaku menerima dan memahami informasi pada orang lain, seperti: menyahut ketika nama dipanggil, mengikuti perintah sederhana, menjawab pertanyaan, mampu memecahkan masalah. Pada dasarnya anak autis lebih mampu melakukan komunikasi nonverbal dari pada komunikasi verbal. Hal ini dapat dibuktikan pada penelitian ini, rata-rata anak autis I,II,III, dan IV lebih mampu melakukan komunikasi melalui ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang merupakan jenis dari komunikasi nonverbal. Pada komponen pertama yaitu komunikasi pendahuluan yang meliputi menunjuk, memusatkan perhatian, dan kontak mata. Anak autis mampu melakukan menunjuk dan memusatkan perhatian, walaupun kurang dalam hal kontak mata. Anak autis memang tidak mampu melakukan kontak mata saat melakukan komunikasi dengan orang lain. Pada komponen kedua yaitu kemampuan ekspresi, anak autis mampu melakukannya dengan baik. Ekspresi adalah salah satu bentuk komunikasi yang banyak digunakan anak autis bila tidak mampu melakukan komunikasi secara verbal. Anak I – IV menggunakan ekspresi untuk menggungkapkan apa yang ia inginkan. Ekspresi yang sering digunakan anak autis seperti muka cemberut yang mengartikan perasaan sedih atau senyuman yang mengartikan perasaan senang. Tinjauan Psikolinguistik Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Autis Secara umum linguistik merupakan satu ilmu yang mengkaji bahasa. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, konvensional dan dipengaruhi oleh manusia sebagai sarana komunikasi. Psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia. 9
Psikolinguistik merupakan gabungan dari psikologi dan linguistik. Tujuan dari psikolinguistik yaitu menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa.
Tarigan (1984:5) membagi psikolinguistik ke dalam tiga bidang utama sebagai berikut: 1. Psikolinguistik Umum Psikolinguistik umum adalah suatu studi mengenai bagaimana pengamatan atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa. Terdapat dua cara dalam persepsi dan produksi bahasa ini, yaitu secara auditif (berbicara) dan visual (menulis). 2. Psikolinguistik Perkembangan Psikolinguistik perkembangan yaitu suatu studi psikologi mengenai perolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa peratama (bahasa ibu) maupun bahasa kedua. 3. Psikolinguistik Terapan Psikolinguistik terapan adalah aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehidupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Pada psikolinguistik umum, proses pemerolehan bahasa pada anak mengalami tahap yang sama. Proses ini terjadi pada seluruh anak normal. Anakanak normal memperoleh bahasa secara alamiah dan mampu mengikuti pembelajaran bahasa. Namun, sebagian lainnya karena berbagai sebab mengalami kesulitan dalam memperoleh bahasa dan pembelajaran bahasa. Hal itulah yang terjadi pada anak autis. Dari hasil penelitian keempat anak autis, ada anak yang pada awalnya mengalami kesulitan dalam memperoleh bahasa kemudian dengan seringnya orang tua mengajak si anak berkomunikasi, si anak akhirnya memperoleh bahasa dari kata-kata yang sering didengarnya. Ditinjau dari psikolinguistik perkembangan, bahasa yang diperoleh anak autis tersebut dikembangkan melalui mencoba berkomunikasi dengan orang lain juga. Dilihat dari sisi psikologi, anak yang tidak mampu berkomunikasi cenderung 10
menjadi anak yang pendiam dan menarik diri dari lingkungan sosial. Hal ini dapat dilihat pada anak II dan IV, mereka tidak memiliki perkembangan dalam hal berkomunikasi sehingga sulit untuk mengerti bahkan memberi respon atas apa yang dikatakan orang lain. Ditinjau dari psikolinguistik terapan, anak I dan III mampu menerapkan bahasa yang diperoleh. Hal ini berhubungan dengan psikologi si anak yaitu adanya kemauan dari dalam diri si anak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain dan tidak malu untuk berinteraksi dengan anak normal lainnya. PENUTUP Berdasarkan hasil observasi tentang kemampuan berkomunikasi verbal dan non verbal pada keempat anak penderita autisme tersebut, tedapat banyak perbedaan pada anak I, anak II, anak III, dan anak IV. Perbedaan tersebut dilandaskan jenis autisme yang dialami tiap-tiap anak berbeda. Anak autis ada yang mampu berkomunikasi secara verbal dan nonverbal dengan baik. Ada pula yang hanya mampu melakukan komunikasi secara nonverbal saja. Dalam penelitian ini terlihat jelas bahwa rata-rata anak autis lebih mampu melakukan komunikasi secara nonverbal karena hanya menggunakan ekspresi wajah dan gerakan tubuh untuk berkomunikasi. Hal ini juga dikarenakan anak autis pada dasarnya adalah anak yang hiperaktif yang tidak pernah diam. Anak autis yang tidak dapat melakukan komunikasi secara verbal diakibatkan karena kurangnya intensitas berkomunikasi dengan dengan anak autis itu sendiri. Banyak cara yang dapat dilakukan agar anak mampu berkomunikasi secara verbal, diantaranya dengan rutin mengajak si anak berkomunikasi atau dengan memasukkan si anak ke tempat-tempat terapi berbicara. Psikologis dan bahasa sangat berhubungan erat. Jika seorang anak tidak dapat berkomunikasi dan tidak berusaha membangun komunikasi dengan orang lain, maka si anak akan cenderung menjadi anak pendiam. Berbeda dengan anak yang mampu membangun komunikasi dengan orang lain, si anak makin lama akan semakin mampu berbicara dengan jelas.
11
DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta. Christie, Phil. 2009. Langkah Awal Berinteraksi Dengan Anak Autis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hadis, Abdul. 2006. Pendidikan Anak Kebutuhan Khusus. Bandung: Alfabeta. Yatim. 2002. Autisme Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
12