Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia Karya tulis ilmiah yang diajukan untuk Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Kategori Surveyor dan Umum dalam Rangka Hari Hidrografi Dunia 2016 dengan Tema “Hidrografi Kunci Penataan Laut dan Alur Pelayaran”
Oleh Nadia Zahrina Wulansari
Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL 2016
LEMBAR ORISINALITAS KARYA Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasiona Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia” adalah asli dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan, belum pernah diikutkan ataupun sedang diikutkan dalam event serupa lainnya, bukan pula merupakan karya yang pernah menang dalam event serupa lainnya.
Jakarta, Juni 2016 Penulis,
Nadia Zahrina Wulansari, S.Si
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi yang sangat besar di wilayah lautnya. Sejalan dengan itu, dalam sambutannya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur, Presiden Jokowi menegaskan bahwa beliau bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia1. Salah satu bentuk mewujudkan poros maritim dunia tersebut adalah dengan membangun konektivitas antar pulau di Negara Indonesia. Bentuk nyata membangun konektivitas antar pulau tersebut dilakukan dengan menerapkan suatu konsep yang dinamakan tol laut. Penerapan konsep tol laut sangat bergantung kepada kelayakan pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia, yaitu pelabuhan utama (hub) untuk melayani kapal-kapal yang akan mengangkut berbagai keperluan dengan jumlah yang sangat banyak (direncanakan 3000 sampai 5000 TEUs) serta pelabuhanpelabuhan lainnya untuk mendistribusikan muatan-muatan yang berasal dari pelabuhan utama. Oleh karena itu, perlu diketahui sejauh mana keberadaan pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada di Indonesia mampu menunjang kebutuhan konsep tol laut. Bappenas (2015) telah membuat Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015 yang berisi paparan konsep tol laut secara detail beserta berbgai elemen yang terkait di dalamnya, seperti data pelabuhan hub serta feeder dan rute pendulum antar pelabuhan. Selain itu, penelitian mengenai kelayakan dari pelabuhan hub untuk mendukung konsep tol laut Indonesia telah dilakukan oleh Parlindungan (2015) yang membahas mengenai kelayakan Pelabuhan Makassar dalam mendukung konsep tol laut dari parameter lokasi pelabuhan, alur pelayaran, dan Sarana Bantu Navigasi Peayaran (SBNP). Karya tulis ini akan melengkapi penelitian Parlindungan (2015) untuk mengetahui kondisi kelayakan empat pelabuhan hub yang ada di Indonesia, yaitu Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar ditinjau dari alur pelayaran dan kolam pelabuhan dalam mendukung konsep Tol Laut. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebutuhan pelabuhan yang dibutuhkan dalam konsep Tol Laut dan mengetahui kelayakan empat pelabuhan hub yang ada di Indonesia, yaitu Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar ditinjau dari alur pelayaran dan kolam pelabuhan dalam mendukung konsep Tol Laut. 1.3 Ruang Lingkup Penelitian
1
http://www.presidenri.go.id/
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kondisi ideal pelabuhan yang dibutuhkan dalam konsep tol laut ditinjau dari empat parameter, yaitu lebar dan kedalaman alur pelayaran serta luas dan kedalaman kolam pelabuhan berdasarkan dimensi dari tiga jenis kapal (Panamax, Panamax Max dan Post Panamax)
b. Perbandingan kondisi pelabuhan ideal yang dibutuhkan dalam konsep Tol Laut dibandingkan dengan kondisi empat pelabuhan utama Indonesia saat ini, yaitu Pelabuhan Belawan (Dermaga Gabion), Tanjung Priok (Dermaga JICT Terminal 2, Dermaga JICT Pelabuhan II Barat Terminal 3, dan Dermaga JICT Pelabuhan II Utara Terminal 3), Tanjung Perak (Dermaga Petikemas Internasional dan Dermaga Petikemas Domestik) dan Makassar (Dermaga Hatta)
1.4 Sistematika Pembahasan Penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang, tujuan penelitian, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. Bab II berisi teori dasar yang berhubungan dengan penelitian. Bab III membahas data dan metode yang digunakan dalam penelitian. Bab IV membahas hasil-hasil penelitian beserta analisisnya. Bab V berisi kesimpulan dari hasil penelitian beserta saran-saran untuk penelitian kedepannya.
BAB II TEORI DASAR
2.1 Konsep Tol Laut Tol laut merupakan konektivitas laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari barat sampai ke timur Indonesia (Bappenas, 2015). Isu tol laut sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Beberapa tahun lalu, Indonesia Port Company (IPC) pernah mencanangkan konsep yang hampir mirip dengan tol laut dengan nama berbeda, yakni Pendulum Nusantara. Kemudian barulah di era pemerintahan Presiden Jokowi konsep tersebut dicanangkan kembali dengan nama Tol Laut2. Ide dari konsep tol laut tersebut akan membuka akses regional dengan cara membuat dua pelabuhan besar berskala hub internasional yang dapat melayani kapal-kapal niaga besar di atas 3.000 TEU hingga 5000 TEU melewati sebuah jalur laut utama dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia dan sebaliknya secara rutin (Bappenas, 2015). Dalam perencanaannya terdapat tujuh pelabuhan utama yang akan disinggahi oleh kapal-kapal berukuran besar, yaitu Belawan (Medan), Batam, Tanjung Priok (Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Makassar, Bitung dan Sorong (Papua). Tujuh pelabuhan ini juga berfungsi sebagai pelabuhan utama (hub) yang kemudian meneruskan barang ke pelabuhan di sekitarnya dengan menggunakan kapal berukuran lebih kecil. Skema jalur tol laut dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Skema jalur tol laut Indonesia Sumber: http://www.kompasiana.com/ Dalam perspektif tol laut, pelabuhan memiliki peranan penting terkait konektivitas distribusi logistik di Indonesia. Terdapat beberapa istilah penting yang harus dimengerti untuk memahami peran pelabuhan dalam perspektif tol laut, yaitu wilayah depan, wilayah dalam, pelabuhan hub, dan pelabuhan feeder.
2
https://www.itb.ac.id/news/4682.xhtml
2.1.1 Konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam Konsep wilayah depan dan wilayah dalam merupakan suatu kebijakan ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatur sistem logistik. Ilustrasi dari konsep ini dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dapat dilihat bahwa saat ini pemerintah telah menetapkan dua pelabuhan yang berada di wilayah depan sebagai hubinternasional, yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung dan Pelabuhan Bitung (Bappenas, 2015). Hal tersebut dilakukan agar kapal yang melakukan ekspor atau impor logistik dengan Indonesia akan terlebih dahulu berlabuh di wilayah depan, dan baru kemudian didistribusikan ke wilayah dalam dengan menggunakan kapal-kapal berbendera Indonesia. Konsep ini diharapkan tidak hanya untuk meminimalisir pergerakan kapal dagang internasional yang hingga saat ini masih didominasi kapal berbendera asing di wilayah bagian dalam Indonesia, namun juga untuk meminimalisir penetrasi produk asing yang masuk ke wilayah Indonesia.
Gambar 2.2 Konsep wilayah depan dan dalam (sumber: Bappenas, 2015) 2.1.2 Konsep Pelabuhan Hub dan Feeder Dalam konsep tol laut, pelabuhan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pelabuhan hub internasional, pelabuhan hub nasional, pelabuhan feeder, dan pelabuhan sub feeder. Distribusi logistik di wilayah depan (pelabuhan hub internasional) akan dihubungkan ke wilayah dalam melalui pelabuhan-pelabuhan hub nasional (pelabuhan pengumpul) yang kemudian diteruskan ke pelabuhan feeder (pelabuhan pengumpan) dan diteruskan ke sub feeder dan atau pelabuhan rakyat. Dengan demikian, kapal yang melayani distribusi logistik Internasional akan berbeda dengan kapal yang melayani distribusi logistik domestik (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Sistem Distribusi Logistik (sumber: Bappenas, 2015) Distribusi logistik akan dilayani oleh kapal dengan kapasitas 3000 – 5000 TEU secara rutin dan terjadwal dari ujung barat ke ujung timur Indonesia. Terdapat tujuh alternatif rute pelabuhan hub yang memiliki potensi efisiensi yang tinggi apabila dilayani oleh kapal yang bergerak seperti pendulum dari barat ke timur Indonesia. Ketujuh alternatif rute tersebut (ITS, 2014 dalam Bappenas, 2015) adalah: 1. Belawan – Tanjung Priok – Tanjung Perak – Makassar – Sorong – Makassar – Tanjung Perak – Tanjung Priok – Belawan 2. Belawan – Tanjung Priok – Tanjung Perak – Makassar – Sorong – Tanjung Perak – Tanjung Priok – Belawan 3. Belawan – Tanjung Priok – Tanjung Perak – Makassar – Bitung – Sorong – Makassar – Tanjung Perak – Tanjung Priok – Belawan 4. Belawan – Batam – Tanjung Priok – Tanjung Perak – Makassar – Sorong – Tanjung Perak – Tanjung Priok – Belawan 5. Belawan – Batam – Tanjung Priok – Tanjung Perak – Makassar – Sorong – Tanjung Perak – Tanjung Priok – Bata – Belawan 6. Belawan – Batam – Tanjung Priok – Tanjung Perak – Makassar – Bitung – Sorong – Makassar – Tanjung Perak – Tanjung Priok – Batam – Belawan 7. Belawan – Batam – Tanjung Priok – Tanjung Perak – Makassar – Sorong – Makassar – Tanjung Perak – Tanjung Priok – Batam – Belawan
2.2 Parameter Kelayakan Pelabuhan Utama Konsep tol laut sangat erat kaitannya dengan pelabuhan. Dengan memperhatikan perkembangan ukuran armada kapal yang digunakan pada konsep tol laut, maka diperlukan kelayakan pelabuhan beserta alurnya agar dapat mendukung kapal-kapal yang mampu melayani muatan yang lebih besar (dalam hal ini adalah kapal jenis Panamax). Kelayakan pelabuhan tersebut dapat ditinjau dari terpenuhinya
persyaratan suatu pelabuhan agar kapal yang datang dapat terlayani dengan baik. Berikut beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh pelabuhan (Triatmodjo, 2009): 1. Pemecah gelombang, yang digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan gelombang. 2. Alur pelayaran yang harus berfungsi dengan baik, dari segi panjang, lebar dan kedalaman untuk mengarahkan kapal-kapal yang akan keluar-masuk ke pelabuhan. Alur pelayaran harus mempunyai kedalaman dan lebar yang cukup untuk bisa dilalui kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan. 3. Fasilitas pandu kapal, kapal tunda dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk membawa kapal keluar-masuk pelabuhan 4. Kolam pelabuhan, merupakan daerah perairan di mana kapal berlabuh melakukan berbagai aktivitas, seperti bongkar muat, berputar dan bertambat. Kolam pelabuhan harus terlindung dari gangguan gelombang dan mempunyai luas serta kedalaman yang cukup. 5. Dermaga, adalah bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapatnya kapal dan menambatkannya pada waktu bongkar muat barang. 6. Alat tambat, digunakan untuk menambatkan kapal pada waktu merapat di dermaga maupun menunggu di perairan sebelum bisa merapat ke dermaga. 7. Gudang, yang terletak dibelakang dermaga untuk menyimpan barang-barang yang harus menunggu pengapalan. 8. Peralatan bongkar muat barang seperti kran darat, kran apung, kendaraan untuk mengangkat atau memindahkan barang. 9. Gedung teminal untuk keperluan administrasi. 10. Fasilitas bahan bakar untuk kapal 11. Fasilitas-fasilitas lain untuk keperluan penumpang, anak buah kapal dan muatan kapal seperti dokter pelabuhan, karantina, bea cukai, imigrasi, dan keamanan. 2.3 Kondisi Pelabuhan Hub di Indonesia Kondisi empat pelabuhan hub yang akan ditinjau dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 2.1. Kondisi tersebut mencakup empat syarat pelabuhan yang akan ditinjau, yaitu lebar alur pelayaran, kedalaman alur pelayaran, luas kolam pelabuhan, dan kedalaman kolam pelabuhan. Pelabuhan Belawan memiliki lebar alur pelayaran sepanjang 10 m dengan kedalaman 8 – 10 m LWS. Sementara total luas kolam pelabuhan yang dimiliki oleh pelabuhan Belawan adalah 442,85 Ha dengan kedalaman 6 – 10 m LWS. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki kedalaman alur pelayaran 10 – 14 m yang berarti lebih dalam dibandingkan dengan Pelabuhan Belawan. Namun luas kolam pelabuhan Tanjung Priok lebih kecil dibandingkan pelabuhan Belawan, yaitu 424 Ha dengan kedalamannya hanya 7 m LWS. Lebar alur pelayaran dari pelabuhan Tanjung Perak sama dengan pelabuhan Belawan, yaitu 100 m. Namun pelabuhan Tanjung Perak memiliki kedalaman alur pelayaran maksimum lebih dalam, mencapai
12 m. Luas kolam pelabuhannya pun paling besar dibandingkan dengan keempat pelabuhan yang ditinjau, yaitu mencapai 164 Ha atau sekitar 4 kali dari luas kolam pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Makassar memiliki lebar alur pelayaran paling panjang dari seluruh pelabuhan yang ditinjau, yaitu 150 m dengan kedalaman paling dalam pula yang mencapai 26 m LWS. Luas kolam pelabuhan Makassar hampir mendekati luas kolam pelabuan dengan Tanjung Perak, yakni 1520 m dengan kedalaman maksimumnya mencapai 16 m LWS. Dari data yang didapatkan, tidak disebutkan apakah lebar alur pelayaran untuk masing-masing pelabuhan tersebut digunakan untuk satu atau dua jalur pelayaran. Begitu pula dengan luas kolam pelabuhan. Kolam pelabuhan merupakan perairan yang berada di depan dermaga. Biasanya satu pelabuhan memiliki banyak dermaga untuk berbagai keperluan, mulai dari bongkar muat petikemas hingga turun naik penumpang. Namun dalam sumber data tidak disebutkan berapa jumlah dermaga yang digunakan dalam menghitung total luas kolam pelabuhan. Tabel 2.1 Kondisi pelabuhan hub di Indonesia (sumber: Dishidros, 2013) Lebar Alur
Kedalaman Alur
Luas Kolam
Kedalaman Kolam
Pelayaran
Pelayaran
Pelabuhan
Pelabuhan
(m)
(m LWS)
(Ha)
(m LWS)
Belawan
100
8 – 10
442,85
6 – 10
Tanjung Priok
-
10 – 14
424
7
Tanjung Perak
100
9,7 – 12
1634
9,6 – 10,5
Makassar
150
26
1520
9,7 - 16
Pelabuhan
BAB III METODOLOGI 3.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data dimensi kapal yang terdiri dari length over all (Loa), beam, dan draft kapal (Tabel 3.1). Data tersebut didapat dari The Geography of Transport Systems dan dibatasi pada jenis kapal yang digunakan dalam tol laut, yaitu kapal dengan kapasitas 3000 – 5000 TEU. Dengan demikian, terdapat tiga jenis kapal yang akan ditinjau, yaitu Panamax, Panamax Max, dan Post Panamax I (Gambar 3.1). Tabel 3.1 Data dimensi kapal (sumber: https://people.hofstra.edu/) Ukuran Kapal
Kapasitas (TEU)
Loa (m)
Beam (m)
Draft (m)
Panamax
3000-3400
250
32
12,5
Panamax Max
3400-4500
290
32
12,5
Post Panamax
4000-5000
285
40
13
Gambar 3.1 Jenis-jenis kapal (sumber: https://people.hofstra.edu/)
Selain dimensi kapal, digunakan pula data panjang dan lebar dermaga dari empat pelabuhan hub di Indonesia, yaitu Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makassar. Penelitian ini akan meninjau tujuh dermaga khusus petikemas yang ada di keempat pelabuhan tersebut (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Data panjang dan lebar dermaga petikemas (sumber: Dishidros, 2013 dan IPC, 2012) Pelabuhan
Nama Dermaga
Panjang (m)
Lebar (m)
Belawan
Gabion
550
31
JICT Terminal 2
516,6
20
JICT Pelabuhan II Barat Terminal 3
914,2
25
JICT Pelabuhan II Utara Terminal 3
719,2
35
Tanjung Perak Internasional
1000
50
Tanjung Perak Domestik
450
50
Hatta
850
30
Tanjung Priok
Tanjung Perak Makassar
3.2 Analisis Data Data dimensi kapal serta panjang dan lebar dermaga diolah menggunakan perumusan yang didapatkan dari berbagai literatur. Hasil dari perhitungan akan mendapatkan nilai lebar dan kedalaman alur pelayaran serta luas dan kedalaman kolam pelabuhan. Penjelasan mengenai definisi dari alur pelayaran dan kolam pelabuhan beserta perumusan yang digunakan dalam perhitungan akan dibahas pada sub bab berikut ini. 3.2.1 Alur Pelayaran 3.2.1.1 Lebar Alur Pelayaran Lebar alur pelayaran perlu diperhitungkan untuk mencegah terjadinya kapal yang bertumbukan dengan daratan atau kapal lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan lebar alur sangat tergantung dengan kondisi lingkungan, seperti arus, gelombang, dan jarak pandang (Pelindo, 2009). Pada dasarnya, penentuan lebar alur pelayaran dapat dihitung berdasarkan jumlah jalur (Gambar 3.2) (Per, 1981) menggunakan persamaan berikut: 𝑊1 = 4,8 ∗ 𝐵
(3.1)
𝑊2 = 7,6 ∗ 𝐵
(3.2)
dengan: W1 = lebar alur pelayaran untuk 1 jalur (m) W2 = lebar alur pelayaran untuk 2 jalur (m)
B = lebar kapal (m)
Gambar 3.2 Lebar alur pelayaran dengan satu jalur (kiri) dan lebar alur pelayaran dengan dua jalur (kanan) (sumber: Parlindungan, 2015)
3.2.2.2 Kedalaman Alur Pelayaran Kedalaman alur pelayaran diperhitungkan untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal. Kedalaman air di alur pelayaran agar memungkinkan kapal dengan muatan penuh untuk masuk ke dalam pelabuhan. Kedalaman dari alur pelayaran sangat tergantung dari banyak faktor seperti pada Gambar 3.3 (Triatmodjo, 2009) dan dapat dirumuskan menjadi: 𝐻 = 𝑑+𝐺+𝑅+𝑃+𝑆+𝐾 dengan: 𝐻 = kedalaman alur pelayaran (m) 𝑑 = draft kapal (m) 𝐺 = gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat (m) 𝑅 = ruang kebebasan bersih (m) 𝑃 = ketelitian pengukuran (m) 𝑆 = pengendapan sedimen antara dua pengerukan (m) 𝐾 = toleransi pengerukan (m)
(3.3)
Gambar 3.3 Kedalaman alur pelayaran (sumber: Triatmodjo, 2009) 3.2.2 Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandardan olah gerak kapal3. Kolam pelabuhan direncanakan
untuk menjamin daerah perairan
pelabuhan yang tenang dengan lebar dan kedalaman yang cukup sehingga kapal dapat melakan berbagai kegiatan. Kondisi kolam pelabuhan yang tenang dari gangguan dan memiliki luas dan kedalaman yang cukup tentu akan menjamin efisiensi operasi pelabuhan. 3.2.2.1 Luas Kolam Pelabuhan Menurut Triatmodjo (2009), kolam pelabuhan tediri dari kolam pendaratan, kolam perbekalan, kolam tambat dan kolam manuver sehingga luasnya dapat dirumuskan sebagai: 𝐴𝑝𝑒𝑙𝑎𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 = 𝐴𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑡𝑎𝑛 + 𝐴𝑝𝑒𝑟𝑏𝑒𝑘𝑎𝑙𝑎𝑛 + 𝐴𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 + 𝐴𝑚𝑎𝑛𝑢𝑣𝑒𝑟 + 𝐴𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟
(3.4)
dengan Apelabuhan adalah luas kolam pelabuhan, Apendaratan adalah luas kolam pendaratan (m2), Aperbekalan adalah luas kolam perbekalan (m2), Atambat adalah luas kolam tambat (m2), Amanuver adalah luas kolam manuver (m2), dan Aputar adalah luas kolam putar (m2). 3.2.2.1.1 Kolam Pendaratan Kebutuhan ruang untuk melakukan pendaratan barang dengan asumsi kapal-kapal bertambat di sepanjang dermaga (Triatmodjo, 2009) dapat dihitung dengan:
3
Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2015
𝐴𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑡𝑎𝑛 = ∑ 𝐿1 ∗ 𝐵1
(3.5)
dengan: 𝐴𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑡𝑎𝑛 = Luas kolam pendaratan (m2) 𝐿1 = panjang dermaga = 1,15 Loa (m) 𝐵1 = lebar perairan untuk pendaratan = 1,15 B (m) 3.2.2.1.2 Kolam Perbekalan Kolam perbekalan merupakan tempat di depan dermaga yang digunakan oleh kapal untuk memuat perbekalan yang dibutuhkan selama perjalanan. Luas kolam perbekalan dapat dihitung dengan cara yang sama dengan menghitung luas kolam pendaratan (Triatmodjo, 2009). 3.2.2.1.3 Kolam Tambat Kolam tambat merupakan tempat di depan dermaga tambat yang digunakan oleh kapal untuk melakukan aktivitas tambat atau menunggu giliran sebelum kembali melakukan perjalanan. Di tempat ini, kapalkapal bertambat dengan dermaga. Luas dari kolam tambat (Triatmodjo, 2009) dapat dihitung dengan persamaan berikut: 𝐴𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 = ∑ 𝐿2 ∗ 𝐵2
(3.6)
dengan: 𝐴𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 = Luas kolam tambat (m2) 𝐿2 = panjang dermaga = 1,1 𝐿𝑜𝑎 (m) 𝐵2 = lebar perairan untuk pendaratan = 1,5 𝐵 (m) 3.2.2.1.4 Kolam Manuver Kolam mnuver merupakan tempat yang digunakan kapal untuk berputar arah pada waktu merapat dan meninggalkan dermaga. Kolam manuver harus memiliki lebar dan kedalaman yang cukup untuk memudahkan kegiatan manuver. Cara manuver kapal tergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah apakah kapal bertambat sejajar atau tegak lurus dermaga (Triatmodjo, 2009). Luas dari kolam manuver dapat dihitung menggunakan persamaan: 𝐴𝑚𝑎𝑛𝑢𝑣𝑒𝑟 = ∑ 𝐿3 ∗ 𝑊 dengan: 𝐴𝑚𝑎𝑛𝑢𝑣𝑒𝑟 = luas kolam manuver (m2) 𝐿3 = panjang dermaga = 1,15 * Loa (m)
(3.7)
𝑊 = lebar untuk manuver = 2* Loa (m) 3.2.2.1.5 Kolam Putar Kolam putar (turning basin) merupakan tempat kapal melakukan gerakan memutar untuk berganti haluan. Area ini harus direncanakan sedemikian rupa agar memberikan ruang yang cukup luas dan nyaman untuk kapal. Luas dari kolam putar (Triatmodjo, 2009) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut: 𝐴𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟 = 𝜋 𝑅 2 = 𝜋 ∗ (2 𝐿𝑜𝑎 )2
(3.8)
dengan: 𝐴𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟 = luas kolam putar (m2) 𝑅 = jari-jari kolam putar = 2* Panjang kapal terpanjang (m) 3.2.2.2 Kedalaman Kolam Pelabuhan Selain luas, kedalaman kolam pelabuhan juga perlu diperhitungkan untuk menghindari terjadinya kapal karam. Kedalaman kolam pelabuhan harus memperhitungkan gerak kapal akibat pengaruh fenomena alam, seperti gelombang, angin, dan pasang surut. Kedalaman kolam pelabuhan pada umumnya (Pelindo, 2009) dapat dirumuskan sebagai: 𝐷 = 1,1 ∗ 𝑑𝑟𝑎𝑓𝑡 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
(3.9)
dengan 𝐷 = Kedalaman kolam pelabuhan (m). Nilai draft maksimum kapal berdasarkan kapasitas kotainer didapatkan dari OCDI (2009) dan tertulis pada Tabel 3.3 Tabel 3.3 Draft maksimum kapal (sumber: OCDI, 2009) Dead Weight Tonnage (DW)
Kapasitas Petikemas (TEU)
Draft Maksimum
40000
2800 – 3200
12,1
50000
3500 – 3900
12,7
60000
4300 – 4700
13,4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat empat pelabuhan hub dan tujuh dermaga khusus petikemas yang ditinjau dalam penelitian ini. Keempat pelabuhan tersebut adalah pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar. Sementara tujuh dermaga tersebut adalah dermaga Gabion, JICT Terminal 2, Dermaga JICT Terminal 3 Pelabuhan II Timur Sisi Barat, Dermaga JICT Terminal 3 Pelabuhan II Timur Sisi Utara, Dermaga Petikemas Internasional, Dermaga Petikemas Domestik, dan Dermaga Hatta. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan mengenai masing-masing pelabuhan secara lebih detil. 4.1 Lebar Alur Pelayaran untuk Mendukung Konsep Tol Laut. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kapal yang digunakan dalam konsep Tol Laut adalah kapal dengan kapasitas 3000 – 5000 TEU jenis Panamax, Panamax Max, dan Post Panamax.
Hasil
perhitungan dari perhitungan lebar alur pelayaran menggunakan perumusan pada bab sebelumnya tertulis di Tabel 4.1. Kapal Panamax dengan kapasitas 3000 – 3400 TEU membutuhkan lebar alur sepanjang 153,6 m untuk dapat memasuki pelabuhan yang hanya memiiki satu jalur. Sementara jika suatu pelabuhan menginginkan dua jalur pelayaran yang dapat dilewati oleh kapal Panamax, maka pelabuhan tersebut harus menyediakan lebar alur sepanjang 243,6 m. Dari Persamaan 3.1 dan 3.2 diketahui bahwa lebar alur tergantung pada lebar kapal. Kapal Panamax dan Panamax Max memiliki lebar kapal yang sama (Gambar 3.1), sehingga didapatkan nilai lebar alur yang sama untuk mendukung kebutuhan lebar alur dari kedua kapal tersebut, yaitu 153,6 m untuk pelabuhan dengan satu jalur dan 243,2 m untuk pelabuhan dengan dua jalur pelayaran. Kapal Post Panamax memiliki dimensi yang lebih besar dibandingkan dengan kapal Panamax dan Panamax Max. Dengan demikian, lebar alur yang dibutuhkan oleh kapal ini ketika memasuki pelabuhan juga lebih besar, yaitu 192 m untuk pelabuhan dengan satu jalur pelayaran dan 304 m untuk pelabuhan dengan dua jalur pelayaran. Namun kapal Post Panamax memiliki kapasitas yang lebih besar sehingga pendistribusian logistik seharusnya akan lebih efisien. Tabel 4.1 Lebar Alur Pelayaran Hasil Perhitungan Lebar Alur untuk
Lebar Alur untuk
1 Jalur (m)
2 Jalur (m)
3000 – 3400
153,6
243,2
Panamax Max
3400 – 4500
153,6
243,2
Post Panamax
4000 – 5000
192
304
Jenis Kapal
Kapasitas (TEU)
Panamax
4.2 Kedalaman Alur Pelayaran untuk Mendukung Konsep Tol Laut. Berdasarkan Persamaan 3.3, diketahui bahwa kedalaman alur pelayaran yang dibutuhkan oeh kapal dalam mendukung Tol Laut tergantung dengan banyak faktor, yatu draft kapal, gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat, ruang kebebasan bersih, ketelitian pengukuran, pengendapan sedimen antara dua pengerukan serta toleransi pengerukan. Terdapat dua faktor yang dapat disederhanakan menurut Triatmodjo (2009), yaitu gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat serta ruang kebebasan bersih akan sama dengan 20% dari draft kapal. Dengan demikian, jika perhitungan lebar alur pelayaran tergantung pada lebar kapal, maka kedalaman alur pelayaran akan tergantung dengan draft maksimum kapal. Hasil perhitungan dari perhitungan lebar alur pelayaran menggunakan Persamaan 3.3 tertulis di Tabel 4.2. Kapal Panamax dan Panamax Max memiliki nilai draft yang sama (12,5 m) sehingga kedalaman alur pelayaran yang dibutuhkan kedua kapal tersebut untuk masuk ke palabuhan pun sama, yaitu 15,75 m. Sementara kapal Post Panamax memiliki draft yang lebih besar dibandingkan kapal Panamax dan Post Panamax, yakni sebesar 13 m. Dengan demikian, kapal Post Panamax membutuhkan kedalaman alur pelayaran yang lebih dalam pula, yaitu 16,35 m. Tabel 4.2 Kedalaman Alur Pelayaran Hasil Perhitungan Kedalaman Alur Pelayaran
Jenis Kapal
Kapasitas (TEU)
Panamax
3000 – 3400
15,75
Panamax Max
3400 – 4500
15,75
Post Panamax
4000 – 5000
16,35
yang Dibutuhkan (m)
4.3 Luas Kolam Pelabuhan untuk Mendukung Konsep Tol Laut Luas kolam pelabuhan tergantung dari banyak faktor, misalnya panjang kapal, panjang dermaga, dan lebar dermaga. Dengan demikian, setiap pelabuhan memiliki kebutuhan yang berbeda-beda tergantung kepada berbagai faktor tersebut. Berikut adalah pembahasan mengenai luas kolam pelabuhan di empat pelabuhan yang ditinjau. 4.3.1 Pelabuhan Belawan Kolam Pelabuhan yang ditinjau di Pelabuhan Belawan merupakan perairan yang berada di depan dermaga Gabion yang melayani bongkar muat petikemas. Luas kolam pelabuhan yang dibuthkan untuk mendukung konsep tol laut beserta perinciannya terdapat pada Tabel 4.3. Kapal Panamax Max membutuhkan kolam putar paling besar dibandingkan dengan kapal jenis Panamax dan Post Panamax. Hal ini terjadi karena perhitungan kolam putar tergantung pada Loa kapal (Persamaan 3.8). Loa kapal Panamax Max paling besar dibandingkan dengan jenis kapal lainnya. Sehingga membutuhkan kolam putar paling besar, yakni 105,63 Ha.
Kolam pendaratan dermaga Gabion dapat menampung dua kapal dari masing-masing jenis. Jika terdapat dua kapal yang akan mendarat di dermaga Gabion, maka luas kolam pendaratan yang dibutuhkan oleh kapal Panamax adalah 2,76 Ha, kapal Panamax max sebesar 3,2 Ha, dan kapal Post Panamax sebesar 3,93 Ha. Kapal Post Panamax membutuhkan kolam pendaratan paling luas karena dimensinya pun lebih luas dibandingkan dua jenis kapal lainnya. Kolam perbekalan yang memiliki kebutuhan sama dengan luas kolam pendaratan karena perhitungannya sama dengan perhitungan kolam pendaratan (Triatmojo, 2009). Luas kolam tambat yang dibutuhkan oleh ketiga jenis kapal juga tergantung dari dimensi kapal, sehingga kapal Post Panamax membutuhkan luas paling besar dibandingkan dengan jenis kapal lainnya, yaitu 3,76 m jika terdapat dua buah kapal yang bertambat di dermaga Gabion. Jika terdapat dua buah kapal yang bertambat di dermaga Gabion dan akan melakukan maneuver secara bersamaan, maka luas kolam maneuver yang dibutuhkan oleh ketiga jenis kapal tersebut masing-masing 58,41 Ha untuk kapal Panamax, 67,21 Ha untuk kapal Panamax Max, serta 66,11 Ha untuk kapal Post Panamax. Kapal Panamax Max membutuhkan kolam manuver paling besar karena memiliki Loa paling panjang diantara ketiga jenis kapal tersebut. Dari ketiga jenis kapal, kapal Panamax Max membutuhkan kolam pelabuhan paling besar dibandingkan ketiga jenis kapal tersebut. Tabel 4.3 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Belawan (Dermaga Gabion) Ukuran Kapal Panamax Panamax Max Post Panamax
Putar 78.5 105.63 102.02
Luas Kolam (Ha) Pendaratan Perbekalan Tambat 2.76 2.76 2.64 3.2 3.2 3.06 3.93 3.93 3.76
Manuver 58.41 67.21 66.11
Total (Ha) 145.07 182.30 179.76
4.3.2 Pelabuhan Tanjung Priok Terdapat tiga dermaga petikemas yang ditinjau pada penelitian ini, yaitu Jakarta International Container Terminal (JICT) Terminal 2, JICT Pelabuhan II Barat Terminal 3, dan JICT Pelabuhan II Utara Terminal 3. Luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan untuk mendukung konsep tol laut beserta perinciannya terdapat pada Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6. Luas kolam putar yang dibutuhkan oleh kapal Panamax, kapal Panamax Max, dan kapal Post Panamax di dermaga JICT Terminal 2 sama dengan luas kolam putar yang dibutuhkan di depan Dermaga Gabion Pelabuhan Belawan. Begitu pula untuk dermaga lainnya di Tanjung Priok, yaitu dermaga JICT Pelabuhan II Barat Terminal 3 dan JICT Pelabuhan II Utara Terminal 3, luas kolam putar yang dibuthkan oleh ketiga jenis kapal tersebut akan bernilai sama karena luas dari kolam putar tergantung dari dimensi kapal. Dermaga JICT Terminal 2 mampu menampung dua kapal untuk masing-masing jenis kapal. Untuk dua buah kapal Panamax, luas kolam pendaratan yang dibutuhkan adalah 2,76 Ha. Sementara untuk dua kapal Panamax Max yang akan mendarat dibutuhkan kolam pendaratan seluas 3,2 Ha. Kapal Post Panamax membutuhkan kolam pendaratan paling luas, yaitu 3,93 Ha untuk 2 buah kapal. Kolam
perbekalan yang memiliki kebutuhan sama dengan luas kolam pendaratan karena perhitungannya sama dengan perhitungan kolam pendaratan (Triatmodjo, 2009). Tabel 4.4 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Priok (Dermaga JICT Terminal 2) Ukuran Kapal
Putar 78.5 105.63 102.02
Panamax Panamax Max Post Panamax
Luas Kolam (Ha) Pendaratan Perbekalan Tambat 2.76 2.76 2.64 3.2 3.2 3.06 3.93 3.93 3.76
Manuver 53.73 61.99 60.96
Total (Ha) 140.39 177.08 174.60
Dermaga JICT Pelabuhan II Barat Teminal 3 dapat menampung 3 kapal dari masing-masing jenis kapal Panamax dengan luas kolam pendaratan yang dibutuhkan oleh ketiga kapal tersebut adalah sebesar 4,14 Ha untuk kapal Panamax, 4,8 Ha untuk kapal Panamax Max, dan 5,89 Ha untuk kapal Post Panamax (Tabel 4.5). Luas kolam maneuver yang dibutuhkan oleh dermaga ini juga lebih besar, yaitu 234,72 Ha untuk kapal Panamax, 285,75 Ha untuk kapal Panamax Max, dan 282,64 Ha untuk kapal Post Panamax. Kebutuhan luas kolam maneuver untuk dermaga ini lebih besar karena dermaga JICT Pelabuhan II Barat Terminal 3 dapat menampung lebih banyak kapal dibandingkan dermaga JICT Terminal 2.
Tabel 4.5 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Priok (Dermaga JICT Pelabuhan II Barat Terminal 3) Ukuran Kapal
Putar 78.5 105.63 102.02
Panamax Panamax Max Post Panamax
Luas Kolam (Ha) Pendaratan Perbekalan Tambat 4.14 4.14 3.96 4.8 4.8 4.59 5.89 5.89 5.64
Manuver 143.98 165.92 163.18
Total (Ha) 234.72 285.75 282.64
Dermaga JICT Pelabuhan II Utara Teminal 3 memiliki dermaga yang lebih pendek dibandingkan Dermaga JICT Pelabuhan II Barat Terminal 3 sehingga dapat menampung kapal lebih sedikit, yakni tiga kapal Panamax atau masing-masing dua kapal Panamax Max dan dua kapal Post Panamax. Luas kolam pendaratan dan kolam manuver yang dibutuhkan oleh dermaga ini pun lebih kecil. Kebutuhan luas kolam Pelabuhan Tanjung Priok Dermaga JICT Pelabuhan II Utara Terminal 3 dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Priok (Dermaga JICT Pelabuhan II Utara Terminal 3) Ukuran Kapal Panamax Panamax Max Post Panamax
Putar 78.5 105.63 102.02
Luas Kolam (Ha) Pendaratan Perbekalan Tambat 4.14 4.14 3.96 3.2 4.80 3.06 3.93 5.89 3.76
Manuver 115.43 88.46 87.02
Total 206.17 205.16 202.64
4.3.3 Pelabuhan Tanjung Perak Pelabuhan Tanjung Perak Dermaga Petikemas Internasional memiliki dermaga paling panjang diantara seluruh pelabuhan yang ditinjau, yakni 1000 m. Dengan panjang dermaga tersebut, dermaga ini dapat menampung empat kapal Panamax sekaligus atau masing-masing tiga kapal Panamax Max dan tiga kapal Post Panamax. Namun tentunya luas kolam manuver yang dibutuhkan oleh kapal tersebut juga lebih besar. Empat buah kapal Panamax membutuhkan kolam manuver seluas 220 Ha. Sementara tiga buah kapal Panamax Max membutuhkan kolam manuver seluas 189 Ha dan kapal Post Panamax membutuhkan 186 Ha (Tabel 4.7). Tabel 4.7 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Perak (Dermaga Petikemas Internasional) Ukuran Kapal Panamax Panamax Max Post Panamax
Putar 78.5 105.63 102.02
Luas Kolam (Ha) Pendaratan Perbekalan Tambat 5.52 5.52 5.28 4.8 4.8 4.59 5.89 5.89 5.64
Manuver 220 189 186
Total (Ha) 314.82 308.828 305.4606
Berbeda dengan Dermaga Petikemas Internasional, Dermaga Petikemas Domestik memiliki dermaga yang lebih pendek sehingga hanya dapat menampung dua buah kapal Panamax, atau masing-masing satu buah kapal jenis Panamax Max dan Post Panamax. Kolam pendaratan dan kolam manuver yang dibutuhkan oleh kapal-kapal tersebut pun juga lebih kecil. Kebutuhan luas kolam Pelabuhan Tanjung Perak dermaga Tanjung Perak Domestik dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Perak (Dermaga Petikemas Domestik) Ukuran Kapal Panamax Panamax Max Post Panamax
Putar 78.5 105.63 102.02
Luas Kolam (Ha) Pendaratan Perbekalan Tambat 2.76 2.76 2.64 1.6 1.6 1.53 1.96 1.97 1.88
Manuver 49.5 28.35 27.9
Total (Ha) 136.16 138.71 135.73
4.3.4 Pelabuhan Makassar Dermaga Hatta Pelabuhan Makassar dapat menampung masing-masing tiga kapal dari masing-masing jenis Panamax, Panamax Max, dan Post Panamax. Luas kolam pendaratan yang dibutuhkan oleh masing-masing kapal adalah 4,14 Ha untuk kapal Panamax, 4,8 Ha untuk kapal Panamax Max, dan 5,89 Ha untuk kapal Post Panamax (Tabel 4.9). Sementara luas kolam manuver yang dibutuhkan oleh kapalkapal tersebut juga dapat dilihat pada Tabel 4.9. Kapal jenis Panamax Max membutuhkan kolam manuver paling luas dibandingkan dengan jenis kapal lainnya.
4.4 Kedalaman Kolam Pelabuhan untuk Mendukung Konsep Tol Laut Kedalaman kolam pelabuhan untuk mendukung konsep tol laut dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.9. Berdasarkan persamaan tersebut, diketahui bahwa kedalaman kolam pelabuhan sangat tergantung dengan draft maksimum kapal. Draft maksimum kapal yang digunakan dalam perhitungan didapatkan dari OCDI (2009) (Tabel 3.3). Tabel 4.9 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Makassar (Dermaga Hatta) Ukuran Kapal Panamax Panamax Max Post Panamax
Putar 78.5 105.63 102.02
Luas Kolam (Ha) Pendaratan Perbekalan Tambat 4.14 4.14 3.96 4.8 4.8 4.59 5.89 5.8 5.64
Manuver 135.15 155.55 153
Total (Ha) 225.89 275.37 272.46
Hasil perhitungan kedalaman kolam pelabuhan yang dibutuhkan untuk mendukung konsep tol laut terdapat pada Tabel 4.10. Kapal Panamax memiliki draft maksimum paling rendah sehingga kedalaman kolam pelabuhan yang dibutuhkannya pun paling dangkal, yaitu 13,31 m. Panamax Max memiliki draft maksimum lebih tinggi dibandingkan kapal Panamax sehingga kedalaman kolam pelabuhan yang dibutuhkan juga semakin dalam, yaitu 13,97 m. Kapal Post Panamax merupakan kapal yang membutuhkan kedalaman kolam pelabuhan paling dalam, yaitu 14,74 m. Tabel 4.10 Kebutuhan Kedalaman Kolam Pelabuhan Kebutuhan Kedalaman
Jenis Kapal
Kapasitas (TEU)
Panamax
3000 – 3400
13,31
Panamax Max
3400 – 4500
13,97
Post Panamax
4000 – 5000
14,74
Kolam Pelabuhan (m)
4.5 Perbadingan antara Kebutuhan Kapal dengan Kondisi Pelabuhan Saat Ini 4.5.1 Parameter Lebar Alur Pelayaran, Kedalaman Alur Pelayaran dan Kedalaman Kolam Pelabuhan Kelayakan pelabuhan ditinjau dari parameter lebar alur pelayaran, kedalaman alur pelayaran, dan kedalaman kolam pelabuhan yang dibutuhkan oleh konsep tol laut terdapat pada Tabel 4.11. Sementara parameter luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan dalam konsep tol laut akan dibahas berikutnya. Kapal jenis Panamax membutuhkan lebar alur pelayaran sepanjang 153,6 m untuk satu jalur atau 243,2 m untuk dua jalur (Tabel 4.11). Begitu pun untuk kapal jenis Panamax Max. Kapal jenis Post Panamax membutuhkan lebar alur yang lebih panjang lagi, yaitu 192 m untuk satu jalur atau 304 m untuk dua jalur. Dari keempat pelabuhan yang ditinjau belum ada yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena lebar alur pelayaran di keempat pelabuhan hanya berkisar antara 100 – 150 m (Tabel 4.11).
Parameter lainnya adalah kedalaman alur pelayaran. Kedalaman alur pelayaran yang dibutuhkan oleh kapal jenis Panamax dan Panamax Max adalah 15,75 m, sementara untuk kapal Post Panamax adalah 16,35 m. Dari keempat pelabuhan yang ditinjau, hanya Pelabuhan Makassar yang siap dengan kebutuhan tersebut karena memiliki kedalaman alur pelayaran hingga 26 m LWS (Tabel 411). Kedalaman kolam Pelabuhan yang dibutuhkan oleh Kapal Panamax adalah 13, 31 m. Sementara kapal Panamax Max dan Post Panamax masing-masing membutuhkan kolam pelabuhan sedalam 13,97 dan 14,74 m. Dari keempat pelabuhan yang ditinjau, hanya Pelabuhan Makassar yang siap dengan kebutuhan tersebut karena memiliki kedalaman kolam pelabuhan hingga 16 m LWS (Tabel 4.11). Namun kedalaman tersebut harus diwaspadai karena kedalaman kolam Pelabuhan Makassar kemungkinan beragam, antara 9,7 – 16 m LWS. Diperlukan pengerukan agar kolam pelabuhan dan alur pelayaran lebih aman untuk memenuhi kebutuhan kapal dalam mendukung konsep tol laut. Tabel 4.11 Kebutuhan Lebar Alur Pelayaran, Kedalaman Alur Pelayaran, dan Kedalaman Kolam Pelabuhan Lebar Alur
Lebar Alur
Kedalaman
Kedalaman
Pelayaran untuk
Pelayaran untuk
Alur
Kolam
1 Jalur
2 Jalur
Pelayaran
Pelabuhan
(m)
(m)
(m LWS)
(m LWS)
Panamax
153,6
243,2
15,75
13,31
Panamax Max
153,6
243,2
15,75
13,97
Post Panamax
192
304
16,35
14,74
Jenis Kapal
Tabel 4.12 Kondisi Pelabuhan Hub di Indonesia (sumber: Dishidros, 2013) Lebar Alur
Kedalaman Alur
Kedalaman Kolam
Pelayaran
Pelayaran
Pelabuhan
(m)
(m LWS)
(m LWS)
Belawan
100
8 – 10
6 – 10
Tanjung Priok
-
10 – 14
7
Tanjung Perak
100
9,7 – 12
9,6 – 10,5
Makassar
150
26
9,7 - 16
Pelabuhan
4.5.2 Parameter Luas Kolam Pelabuhan Luas kolam pelabuhan yang dibutuhkan oleh kapal Panamax, Panamax Max, dan Post Panamax di perairan depan dermaga Gabion terdapat pada Tabel 4.13 Kapal Panamax Max membutuhkan kolam pelabuhan paling luas dibandingkan jenis kapal lainnya. Luas kolam Pelabuhan Belawan adalah 442,85 Ha, yang berarti sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ketiga jenis kapal tersebut.
Tabel 4.13 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan dan Luas Kolam Pelabuhan Belawan Kebutuhan Luas Jenis Kapal
Kolam Pelabuhan Dermaga Gabion (Ha)
Panamax
145.07
Panamax Max
182.30
Post Panamax
179.76
Luas Kolam Pelabuhan Belawan (Ha)
442,85
Tabel 4.14 berisi perbandingan kebutuhan luas kolam pelabuhan tiga dermaga petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok. Dari kebutuhan ketiga dermaga tersebut, Pelabuhan Tanjung Priok sudah dapat menyanggupinya jika perbandingannya hanya satu dermaga saja. Namun perlu diperhatian bahwa luas kolam pelabuhan tersebut adalah total luas dari kolam pelabuhan di depan dermaga-dermaga lainnya, misalnya dari dermaga penumpang hingga dermaga curah cair. Dibutuhkan perhitungan kolam pelabuhan yang berada di depan dermaga lainnya agar diketahui lebih jelas kebutuhan kolam pelabuhan total yang dibutuhkan Tabel 4.14 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan dan Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Priok
Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Jenis Kapal
Dermaga JICT Terminal 2 (Ha)
Kebutuhan Luas
Kebutuhan Luas
Kolam Pelabuhan
Kolam Pelabuhan
Dermaga JICT
Dermaga JICT
Pelabuhan II Barat
Pelabuhan II Utara
Terminal 3
Terminal 3
(Ha)
(Ha)
Panamax
140.39
234.72
206.17
Panamax Max
177.08
285.75
205.16
Post Panamax
174.60
282.64
202.64
Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Priok (Ha)
424
Pelabuhan Tanjung Perak memiliki luas kolam pelabuhan terbesar dibandingkan empat pelabuhan yang ditinjau, yakni sebesar 1634 Ha. Tabel 4.15 berisi kebutuhan luas kolam pelabuhan dari dua dermaga petikemas, yani dermaga Tanjung Perak Internasional dan Domestik. Jika kedua luas kolam pelabuhan tersebut dijumlahkan, maka luas kolam pelabuhan Tanjung Perak masih lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan kedua kolam pelabuhan tersebut. Namun sama seperti sebelumnya, masih terdapat dermaga lainnya di Pelabuhan Tanjung Perak sehingga dibutuhkan perhiitungan luas kolam pelabuhan yang berada di depan dermaga lainnya.
Tabel 4.15 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan dan Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Perak
Jenis Kapal
Panamax Panamax Max Post Panamax
Kebutuhan Luas
Kebutuhan Luas
Kolam Pelabuhan
Kolam Pelabuhan
Dermaga Tanjung
Dermaga Tanjung
Perak Internasional
Perak Domestik
(Ha)
(Ha)
314.82
136.16
308.828
138.71
305.4606
135.73
Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Perak (Ha)
1634
Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan Dermaga Hatta ditunjukkan pada Tabel 4.16. Ketiga jenis kapal membutuhkan kolam pelabuhan seluas kisaran 200 Ha. Jika dibandingan dengan luas kolam Pelabuhan Makassar yang memiliki kolam pelabuhan seluas 1520 Ha, kebutuhan tersebut sudah terpenuhi Tabel 4.16 Kebutuhan Luas Kolam Pelabuhan dan Luas Kolam Pelabuhan Makassar
Kebutuhan Luas Kolam Jenis Kapal
Pelabuhan Dermaga Hatta (Ha)
Panamax Panamax Max Post Panamax
Luas Kolam Pelabuhan Tanjung Priok (Ha)
225.89 275.37 272.46
1520
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Belum ada yang pelabuhan yang dapat memenuhi kebutuhan lebar alur pelayaran karena lebar alur pelayaran di keempat pelabuhan hanya berkisar antara 100 – 150 m, sementara kebutuhan konsep tol laut adalah 153,6 – 304 m. 2. Hanya Pelabuhan Makassar yang siap dengan kebutuhan kedalaman alur pelayaran karena memiliki kedalaman alur pelayaran hingga 26 m LWS. 3. Keempat pelabuhan sudah dapat memenuhi kebutuhan kolam pelabuhan untuk ketiga jenis kapal yang mendukung konsep tol laut. Namun diperlukan perhitungan lebih lanjut untuk mengetahui total luas kolam pelabuhan di depan dermaga selain dermaga petikemas. 4. Hanya Pelabuhan Makassar yang siap dengan kebutuhan kedalaman kolam pelabuhan dengan kedalaman hingga 16 m LWS. Namun diperlukan data kedalaman kolam pelabuhan lebih detil di setiap perairan yang berada di depan sluruh dermaga. 5.2 Saran 1. Diperlukan data luas kolam pelabuhan di depan masing-masing dermaga agar dapat mengetahui kelayakan pelabuhan secara lebih detil. 2. Diperlukan data parameter kelayakan pelabuhan lainnya, seperti Sarana Bantu Navigasi Pelabuhan agar dapat mengetahui kelayakan pelabuhan secara lebih detil.
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, 2015, Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015 Direktorat Transportasi, Jakarta Bruun, P., 1981,. Port Engineering Volume 1, Gulf Publishing Co. USA. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2006, Informasi Pelabuhan Indonesia, Jakarta IPC, 2012, Tanjung Priok Port Directory, Jakarta Kramadibrata, S., 2002, Perencanaan Pelabuhan, Ganeca Exact, Bandung. Overseas Coastal Area Development of Japan (OCDI), 2009, Technical Standard and Commantaries for Port and Harbour in Japan, Japan Parlindungan, A. P., 2015, Kajian Standar Penilaian Kelayakan Pelabuhan Dalam Mendukung Konsep Tol Laut (Studi Kasus : Pelabuhan Makassar), Skripsi, Program Studi Teknik Geodesi Dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung, Bandung Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2015 PT Pelabuhan Indonesia Persero (Pelindo), 2009, Manajemen Kepelabuhan (Sebuah Ringkasan Referensi Seri Kepelabuhan), Jakarta Triatmodjo, B., 2009,. Perencanaan Pelabuhan, Beta Offset, Yogyakarta https://www.itb.ac.id/news/4682.xhtml (diakses tanggal 8 Juni 2016) http://www.kompasiana.com/ (diakses tanggal 8 Juni 2016) https://people.hofstra.edu/ (diakses tanggal 10 Juni 2016) http://www.presidenri.go.id/ (diakses tanggal 1 Juni 2016)
DATA PRIBADI
Nama Lengkap
: Nadia Zahrina Wulansari
Alamat
: Jalan Gading 11 No 38, Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara
Nomor Handphone
: 085624178538
Email
:
[email protected]
Tempat Tanggal Lahir: Jakarta, 20 Agustus 1993 Pedidikan Terakhir
: S1 Oseanografi Institut Teknologi Bandung