ANALISIS KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP EKSISTENSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH DI JENJANG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Endang Fitriyah Mannan1 Abstract School library is very important entity in order to support learning-teaching activity. As an information source, school library should act as an agent of change. School library has important role as an information gatekeeper for their school that able to select and evaluate all information. School library also has big influence on the school quality. This paper anlyzes the headmaster policy to the exsistence of the school library in the junior high school in Tulungagung. The result shows all headmasters agree that school library is very important. Furthermore, it is stated that they fund the library facilities and hire librarians. The headmasters also encourage the students and teachers to use library resources. However, some obstacles occur during the library development are limited funding, reading habbit, goverment policy, and limited library operating hour. Keywords: school library, information source, library development Latar Belakang Dalam perjalanan dunia pendidikan di Indonesia ada suatu fenomena yang cukup menarik untuk direnungkan, yaitu terabaikannya perpustakaan sebagai salah satu sumber belajar. Padahal perpustakaan merupakan salah satu icon utama dunia pendidikan dalam rangka melaksanakan amanah Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu Unesco juga pernah merekomendasikan bahwa pendidikan untuk semua (education for all) akan lebih berhasil, jika dilengkapi oleh perpustakaan. Bahkan Undang-undang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 Bagian Ketiga tentang Perpustakaan Sekolah/ Madrasah Pasal 23 dengan tegas menyatakan bahwa setiap sekolah/ madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan. Lebih lanjut ayat ke enam juga menyebutkan sekolah/ madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5 % dari anggaran belanja operasional sekolah/ madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan. Fuad Hasan dalam Saputro (2004) menyebutkan data tentang perpustakaan sekolah dan lembaga pendidikan yang lain beserta perpustakaan umum disebutkan sebagai berikut: (1) dari 200.000 Sekolah Dasar hanya sekitar 1 % yang memiliki perpustakaan standar, (2) dari sekitar 70.000 SLTP baru 34 % yang memiliki perpustakan standar, (3) dari sekitar 14.000 SMA hanya sekitar 54% yang memiliki perpustakaan standar, (4) dari sekitar 4.000 Perguruan Tinggi hanya kurang lebih 60% yang mempunyai perpustakaan standar.
1
Korespondensi: Endang Fitriyah Mannan. Departemen Informasi dan Perpustakaan, FISIP, Universitas Airlangga. Jl. Airlangga 4-6 Surabaya, 60286, Indonesia. Telp. (031) 5011744. E-Mail:
[email protected]
Lebih lanjut seperti dimuat dalam harian kompas (13 Januari 2009) dikatakan fasilitas perpustakaan sebagai salah satu sarana dan prasarana di sekolah yang penting untuk meningkatkan mutu pendidikan masih rendah. Kondisi perpustakaan yang memprihatinkan, baik soal ruangan perpustakaan maupun koleksi buku-buku yang tersedia, justru terjadi di tingkat pendidikan dasar. Dari data Departemen Pendidikan Nasional, pada 2008 tercatat baru 32 persen SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di tingkat SMP sebanyak 63,3 persen. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan ruang perpustakaan di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar sekitar 10 persen. Dari data statistik di atas terlihat bahwa pendidikan di Indonesia belum ditunjang oleh perpustakaan yang memadai. Menurut Mulyasa (2005) salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Sumber belajar tersebut salah satunya adalah perpustakaan. Maka tidak mengherankan jika dalam hal kualitas sumber daya manusia, Indonesia kalah dari negara lain. Kurikulum pendidikan nasional Indonesia sudah berkali-kali mengalami perubahan, namun ironisnyasetiap pergantian kurikulum tidak membawa peningkatan yang cukup berarti bagi peningkatan kualitas perpustakaan sekolah. Dengan kata lain kurikulum selalu berubah tetapi nasib perpustakaan sekolah tetap tidak berubah. Secara umum perpustakaan sekolah sangat dibutuhkan di lingkungan sekolah sebagai penunjang keberhasilan program belajar mengajar. Perpustakaan sekolah tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia. Perkembangan perpustakaan sekolah memang lebih lambat dibanding jenis perpustakaan lainnya, terutama perpustakaan perguruan tinggi. Pada penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989, dinyatakan: “Pendidikan tidak mungkin terselenggara dengan baik bila para tenaga kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Salah satu sumber belajar yang amat penting tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan...” dan seterusnya. Jadi sudah cukup jelas bahwa eksistensi keberadaan perpustakaan amat vital. Selanjutnya dikatakan bahwa perpustakaan sekolah bertujuan menyerap dan menghimpun informasi, mewu-judkan suatu wadah pengetahuan yang terorganisasi, menumbuhkan kemampuan menikmati pengalaman imajinatif, membantu perkembangan kecakapan bahasa dan daya pikir, mendidik murid agar dapat menggunakan dan memelihara bahan pustaka secara efisien, serta memberikan dasar ke arah studi mandiri. Secara umum, perpustakaan sekolah sangat dibutuhkan di lingkungan sekolah sebagai penunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Perpustakaan sekolah juga sangat dipengaruhi oleh jenjang sekolah. Secara umum ada dua jenjang sekolah yaitu tingkat pendidikan dasar yang meliputi Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan tingkat pendidikan menengah terdiri dari Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jenjang sekolah tersebut berpengaruh pada aspek-aspek pembinaan perpustakaan sekolah yang perlu disesuaikan dengan jenjang tiap-tiap sekolah. Perpustakaan sekolah tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia. Pertumbuhan secara mencolok tentang perpusta-kaan terjadi sejak tahun 1980-an. Pada waktu berbagai kebijakan tentang perpustaka-an sekolah mulai muncul. Salah satunya adalah Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0103/0/1981 tentang pokokpokok Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan di Indonesia. Salah satu isi surat tersebut adalah menun-juk Pusat Pembinaan Perpustakaan bertanggungjawab atas pembinaan teknis perpus-takaan dan pendidikan tenaga perpustakaan serta membina secara langsung sejumlah perpustakaan sekolah sebagai proyek Perintis. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasioanal, terlihat mulai ada perhatian terhadap perpustakaan sekolah. Gedung perpustakaan sekolah mulai dibangun di lingkungan SLTP maupun di lingkungan SLTA. Demikian pula dalam penyiapan sumber daya manusia mulai diselenggarakan penataran-penataran bagi pengelola perpustakaan sekolah. Di lingkungan SLTP maupun SLTA, penyiapan pengelola perpustakaan sekolah dilaksanakan oleh Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masing-masing propinsi. Bahkan untuk kegiatan penataran-penataran manajemen dan administrasi sekolah untuk para kepala sekolah SMU, mata tataran manajemen perpustakaan sekolah masuk sebagai salah satu materi penataran tersebut. Berbagai kondisi ini menyiratkan bahwa perhatian pemerintah terhadap ke-beradaan perpustakaan sekolah mulai terlihat. Implikasi dari ini semua adalah suatu harapan meningkatkan kualitas lulusan mulai dari SD sampai dengan SMU/SMK. Untuk memberdayakan perpustakaan sekolah sebagai salah satu sumber bela-jar di sekolah, maka dalam pengelolaannya perlu diperhatikan komponen-komponen yang ada dalam perpustakaan sekolah tersebut, misalnya jumlah koleksinya, gedung/ ruangan perpustakaan, tenaga pengelolaan dan sumber dana yang dapat digunakan untuk mengelola perpustakaan tersebut. Pengelolaan perpustakaan sekolah, sampai saat ini banyak mengalami hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Mbulu (1992: 89) dalam Darmono (2001:2) menyatakan bahwa perpustakaan sekolah sangat diperlukan keberadaannya dengan pertimbangan bahwa: perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar di lingkungan sekolah, merupakan salah satu komponen sistem pengajaran, merupakan sumber untuk menunjang kualitas pendidikan dan pengajaran dan sebagai laboratorium belajar yang memungkinkan peserta didik dapat mempertajam dan memperluas kemampuan untuk membaca, menulis, berpikir dan berkomunikasi. Demi tercapainya tujuan tersebut maka perpustakaan sekolah harus di kelola agar nantinya bisa diberdayakan oleh peserta didik/ siswa. Dari penelitian Sugihartati (2003) di peroleh gambaran bahwa koleksi perpustakaan sekolah dinilai kurang memadai atau bahkan tidak memadai, bukan saja karena tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru, tetapi kualitasnya dan variasi temanya dinilai kurang memiliki daya tarik bagi anak-anak. Perpustakaan bisa dikembangkan dari berbagai segi, mulai dari koleksi, sumber daya manusia, gedung dan kegiatan lain yang mungkin dijalankan. Sedangkan dalam mengelola perpustakaan sekolah banyak kegiatan yang harus dilakukan seperti kegiatan pengadaan, pengolahan dan pelayanan bahan pustaka. Untuk menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan, seorang siswa tidak cukup hanya mengandalkan materi pelajaran dari guru dan buku latihan yang dimiliki saja. Dia juga harus mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dari kedua sumber utama tersebut, terutama yang berupa sumber bacaan, baik teks maupun gambar, yang pada umumnya termuat dalam buku. Dengan akses pada sumber-sumber tersebut, seorang siswa dapat memiliki wawasan yang lebih luas dan bervariasi, bahkan
diketahui anak yang memiliki sumber pengetahuan yang banyak akan lebih mudah menguasai ilmu dan keterampilan yang diberikan di kelas. Keberhasilan perpustakaan dalam meningkatkan kualitas peserta didik juga sangat ditentukan oleh kepala sekolah dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menselaraskan semua sumber pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti diungkapkan Supriyadi (1988: 346) bahwa: ” Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik”. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: ” Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Secara teoritis kepemimpinan kepala sekolah mencakup cara-cara dan usahanya dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, serta menggerakkan guru, staf, siswa dan orang tua siswa demi tercapainya tujuan sekolah (Suparno dkk., 2002:16). Di era sekarang ini peran kepala sekolah benar-benar ditempatkan pada posisi yang sangat strategis: memiliki otonomi untuk mengatur dinamika sekolah yang dipimpinnya menuju arah yang lebih baik dan benar-benar mendahulukan kepentingan siswa sebagai subyek pendidikan. Demikian halnya dengan keberadaan perpustakaan di lingkungan sekolah, peran kepala sekolah amat vital. Agar semuanya dapat berjalan sesuai yang diinginkan oleh fungsi perpustakaan maka harus ada kepekaan dan dukungan sepenuhnya oleh seorang kepala sekolah. Semua fungsi dan tujuan perpustakaan sekolah akan sia – sia apabila tidak ada perhatian dan dukungan penuh dari leader sekolah. Karena semua akan terkait pengadaan fasilitas yang harus disediakan oleh pihak sekolah baik independent maupun melalui dana sumbangan semua itu tergantung kegigihan dan perhatian kepala sekolah. Dengan pertimbangan nilai strategis tersebut , demi membantu peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan kualitas di perpustakaan sekolah, maka akan dilakukan penelitian tentang analisis kebijakan kepala sekolah terhadap eksistensi perpustakaan sekolah di jenjang Sekolah Menengah Pertama. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui bagaimana kebijakan para pimpinan sekolah terhadap eksistensi perpustakaan sekolah. 2. Mengetahui tentang visi dan misi pimpinan sekolah dalam mengembangkan perpustakaan sekolah dari berbagai sisi. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Para pimpinan sekolah memahami tentang keberadaan perpustakaan sekolah sehingga menghasilkan kebijakan untuk memajukan perpustakaan. 2. Para pimpinan sekolah memiliki visi dan misi yang bagus untuk mengembangkan perpustakaan sekolah demi meningkatkan kualitas peserta didik. Metodologi Sampel Studi ini pada dasarnya bermaksud menganalisis dan memetakan situasi problematik yang dihadapi oleh kepala sekolah dalam membuat kebijakan yang memihak kepada keberadaan perpustakaan sekolah. Disini akan didiskripsikan masalah secara rinci, baik melalui data-data kuantitatif maupun uraian kualitatif yang mendalam. Studi ini secara purposive telah menetapkan Kota Tulungagung sebagai lokasi penelitian. Akan dijaring variasi sekolah menengah pertama baik negeri, swasta dan sekolah menengah pertama keagamaan atau Madrasah Tsanawiyah yang ada di wilayah Kabupaten Tulungagung. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik acak sederhana yaitu teknik pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Dalam penelitian, pengambilan sampel ini akan digunakan pendekatan Slovin. Prosedur 1. Pengumpulan Data Responden utama studi ini adalah kepala sekolah yang sekolahnya terpilih sebagai lokasi penelitian. Disini akan dicoba digali lebih lanjut dengan wawancara mendalam (indepth interview) mengenai kebijakan-kebijakan kepala sekolah tersebut terhadap keberadaan dan perkembangan perpustakaan sekolah dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam mengembangkan perpustakaan sekolah. Dan juga akan dilakukan wawancara mendalam terhadap guru dan siswa tersebut untuk melihat sejauhmana pendapat mereka tentang perpustakaan sekolah. 2. Pengolahan Data Dalam penelitian ini, seluruh data yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif dengan mengedepankan uraian-uraian naratif sehingga hasil penelitian ini bisa menggambarkan fenomena yang diteliti secara lebih lengkap dan komprehensif. Sengaja dalam penelitian ini tidak dilakukan uji statistik, karena tujuan awal penelitian memang lebih pada upaya menggali kedalaman data dan memahami secara empatif. Kutipan-kutipan wawancara, sepanjang relevan dan memperjelas permasalahan yang dikemukakan telah ditampilkan dalam bab temua dan analisis data. 3. Penyajian Data Di akhir laporan, selain dikemukakan temuan-temuan pokok, juga ditampilkan rekomendasi yang benar-benar kontekstual bagi upaya mengembangkan perpustakaan sekolah dilingkungan sekolah menengah pertama terutama di wilayah kabupaten Tulungagung. Hasil Melalui observasi awal dapat digambarkan bahwa setiap sekolah memiliki perpustakaan meskipun tempatnya tidak strategis, koleksinya minim dan sebagian besar adalah buku droping dari dinas pendidikan Kabupaten Tulungagung serta tidak dikelola
secara profesional oleh tenaga yang berlatar belakang pendidikan ilmu perpustakaan. Gambaran ini bertolak belakang dengan apa yang diutarakan oleh Mbulu (1992: 89) dalam Darmono (2001:2) menyatakan bahwa perpustakaan sekolah sangat diperlukan keberadaannya dengan pertimbangan bahwa: perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar di lingkungan sekolah, merupakan salah satu komponen sistem pengajaran, merupakan sumber untuk menunjang kualitas pendidikan dan pengajaran dan sebagai laboratorium belajar yang memungkinkan peserta didik dapat mempertajam dan memperluas kemampuan untuk membaca, menulis, berpikir dan berkomunikasi. Demi tercapainya tujuan tersebut maka perpustakaan sekolah harus di kelola agar nantinya bisa diberdayakan oleh peserta didik/ siswa. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti melalui wawancara dan observasi di sejumlah Sekolah Menengah Pertama di wilayah Kabaupaten Tulungagung diperoleh hasil yang dijabarkan di bawah ini. 1. Kebijakan Kepala Sekolah Terhadap Eksistensi dan Pengembangan Perpustakaan Sekolah. Dalam wawancara dengan sejumlah kepala sekolah, rata-rata mereka menyatakan bahwa keberadaan perpustakaan sekolah adalah penting. Mereka juga menyatakan beberapa kali diundang dan mengikuti sosialisasi peran perpustakaan sekolah. Dan hal ini sejalan dengan apa yang diutarakan Istihsan (1989: 121) bahwa guru dan terutama kepala sekolah harus terlebih dahulu mengerti arti dan fungsi perpustakaan sekolah, yaitu merupakan suatu unit kerja di sekolah yang bertugas menghimpun, mengolah dan mengelola serta memelihara koleksi pustaka dan kemudian memberikan pelayanan kepada siswa dan guru untuk meminjam dan menggunakannya. Perpustakaan sekolah sebagai salah satu sarana media dalam dunia pendidikan, memegang peranan yang sangat penting dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan pada sekolah itu sendiri, sebab salah satu fungsi utama dan tujuan keberadaan perpustakaan sekolah adalah untuk menunjang proses belajar mengajar pada sekolah itu sendiri (Soewignjo, 1993: 190) Dalam pertanyaan wawancara berikutnya mengenai kebijakan apa saja yang sudah dan akan dibuat oleh kepala sekolah berkaitan dengan pengembangan perpustakaan sekolah sekolah. Jawaban untuk pertanyaan ini sangat beragam, informan pertama mengatakan bahwa beliau sudah merencakan beberapa kegiatan untuk mengembangkan perpustakaan sekolahnya meskipun hal ini masih akan dibicarakan dengan komite sekolah terlebih dahulu. Kegiatan tersebut adalah menganggarkan dana untuk melengkapi fasilitas di dalam ruang perpustakaan misalnya meja dan kursi untuk membaca/ meja baca khusus, seperangkat komputer dan penambahan rak untuk menyimpan koleksi. Berkaitan dengan rencana tersebut Supriyanto (1995: 24) mengatakan bahwa perpustakaan sekolah harus dilengkapin dengan sarana dan prasarana yang memadai sehingga siswa dapat memperoleh bahan bacaan dengan mudah dan mendapat tempat membaca yang nyaman. Dengan sarana yang lengkap, pelayanan dan pengolahan dalam perpustakaan dapat berjalan secara optimal. Selanjutnya beliau merencanakan merekrut satu orang tenaga yang berasal dari program Diploma Ilmu Perpustakaan dengan status honorer. Jika perekrutan tenaga tersebut terlaksana akan berdampak pada banyak hal terkait dengan pengembangan perpustakaan. Pertama, pengelolaan perpustakaan akan sesuai dengan kaidah ilmu
perpustakaan. Sampai dengan saat ini yang terjadi di sekolah pada umumnya, pengelolaan perpustakaan sekolah diserahkan kepada guru yang mengajar Bahasa Indoesia, Olah Raga, PPKN, Kesenian bahkan ada guru IPA, Matematika dan guru Agama. Ada juga beberapa sekolah yang menyediakan petugas khusus yang diperbantukan di perpustakaan sekolah dan petugas ini juga tidak memiliki pendidikan perpustakaan. Sebenarnya pengelola perpustakaan sekolah bukanlah orang yang sekedar menjaga buku tetapi perlu memenuhi persyaratan tertentu antara lain menguasai teknik mengelola perpustakaan dan mempu mengintegrasikan kurikulum sekolah dengan kegiatan perpustakaan. Pengelola perpustakaan harus memahami sungguh-sungguh tentang fungsi dan peranannya. Untuk mewujudkan tenaga profesional, sebaiknya peran pustakawan tidak sekedar tugas sampingan, apalagi orang buangan (Asriyantie, 2001: 36) Sedangkan kegiatan yang sudah dilakukan informan untuk mengembangkan perpustakaan sekolah adalah mengadakan bahan pustaka melalui pembelian. Buku-buku yang dibeli merupakan buku pengayaan untuk siswa mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX dengan subjek yang beragam. Selain itu buku-buku yang sifatnya menghibur seperti fiksi juga dibeli. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Perpustakaan Sekolah: petunjuk untuk membina… (1994: 7) dikatakan bahwa perpustakaan sekolah merupakan tempat memperoleh bahan rekreasi sehat, melalui buku-buku bacaan fiksi. Bacaan fiksi selain dapat memberikan hiburan agar tidak jenuh dalam bekerja juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Sementara koleksi referensi belum ada penambahan karena harga per eksemplar yang mahal, tetapi kepala sekolah tetap akan mengusahakan. Sinaga (1989: 327) mengatakan bahwa perpustakaan sekolah harus menyediakan bermacam-macam sumber informasi yang current, fakta dan data yang dibutuhkan oleh siswa, guru, kepala sekolah, staf sekolah serta masyarakat sekitar sekolah. Informan lainnya mengatakan untuk meningkatkan pemanfaatan perpustakaan adalah dengan berkoordinasi dengan seluruh guru untuk memotivasi siswa memanfaatkan koleksi perpustakaan. Karena menurut informan ini koleksi perpustakaan di sekolahnya sudah banyak yang sesuai dengan kurikulum yang diterapkan saat ini. Dalam hal ini Muchyidin (1998: 7) mengemukakan bahwa hal yang paling praktis untuk mengikat para siswa dalam meningkatkan kebutuhannya terhadap bahan bacaan adalah sistem pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru di kelas. Strategi pembelajaran yang diprogramkan oleh setiap guru harus mendorong dan memotivasi siswa untuk mau menelusuri khasanah informasi yang tersedia di perpustakaan. Untuk itu para guru sendiri harus menguasai bahan-bahan bacaan yang ada di perpustakaan sekolahnya agar dengan begitu mereka dapat memberikan tugas secara tepat. Menurut sebagian besar informan kegiatan untuk merangsang minat siswa untuk berkunjung ke perpustakaan juga sudah mulai dilakukan seperti menjadwalkan kunjungan kelas-kelas ke perpustakaan, mengadakan berbagai perlombaan, pameran dan Koran dinding untuk siswa, dan lain-lain. Seperti yang dikemukakan Achmad (1984: 221), salah satu usaha yang dapat dilakukan kepala sekolah sebagai pemimpin untuk mengefektifkan perpustakaan adalah kreatif dan inisiatif dalam menciptakan gagasan atau ide-ide baru, baik untuk memperbaiki yang sudah ada maupun yang baru sama sekali sehingga cara kerja perpustakaan selalu sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Selain itu kepala sekolah sebagai penentu dan pemegang kebijakan di sekolah akan membantu
dan mempermudah pengelola perpustakaan dalam melaksanakan program kerja dan fungsi perpustakaan sebagai sumber belajar. Ragam jawaban lain yang diutarakan oleh informan adalah meyakinkan pihak komite sekolah terkait dengan keberadaan perpustakaan sekolah. Hal ini dilakukan karena penggunaan dana untuk kepentingan apapun harus sepengetahuan komite sekolah. Selama ini kebanyakan kepala sekolah mengatakan bahwa dana adalah faktor utama yang menjadi kendala pengembangan perpustakaan sekolah. 2. Kendala-kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam mengembangkan perpustakaan sekolah Dana, itulah yang diutarakan semua informan ketika peneliti menanyakan tentang kendala utama yang dihadapi untuk mengembangkan perpustakaan sekolah. Dana memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perpustakaan sekolah. Seperti tertuang dalam Perpustakaan Sekolah: petunjuk untuk membina …(1994: 86), bahwa dana diperlukan untuk menjamin pertumbuhan dan kelangsungan operasional perpustakaan sekolah seperti penambahan koleksi, pelayanan, perawatan koleksi, perawatan gedung dan penambahan perabot. Dalam Undang-undang No. 43 Tahun 2007 disebutkan bahwa sekurang-kurangnya 5% dana untuk dialokasikan bagi pengembangan perpustakaan sekolah. Kendala kedua adalah minat baca siswa yang masih belum menggembirakan. Berkaitan dengan minat baca, sebenarnya bisa dicari faktor-faktor apa saja yang menyebabkan minat baca siswa rendah. Apakah memang karena faktor dari dalam siswa atau dari luar. Berdasarkan pengamatan peneliti ada beberapa hal yang memicu rendahnya minat baca siswa yaitu koleksi perpustakaan kurang bervariatif, kurang mutakhir dan kurang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan siswa. Dan hal tersebut menyebabkan siswa enggan membaca di perpustakaan. Bahan pustaka yang dapat mensukseskan program belajar mengajar di sekolah, yaitu: menunjang kurikulum melalui bahan-bahan dalam subjek-subjek yang diajarkan oleh sekolah, menyediakan suatu koleksi dasar yang ditujukan untuk pembinaan sekolah secara menyeluruh, menyediakan bahan-bahan bagi kepentingan pendidikan secara universal yang bersifat edukatif, informative, rekreatif dan mengembangkan ilmu pengetahuan manusia (Karnadinata, 1990: 18). Selain koleksi hal lain yang membuat siswa malas untuk datang ke perpustakaan adalah situasi perpustakaan sekolah kurang menarik, pengap, ruangan kecil, berdebu, tidak rapi, kurang cahaya, letak tidak strategis dan sebagainya. Hal diatas sebenarnya bisa dilakukan jika pengelola perpustakaan adalah orang memiliki pendidikan perpustakaan. Karena si pustakawan akan memikirkan strategi untuk menarik siswa datang dan memanfaatkan koleksi perpustakaan. Melalui survey akan terlihat kebutuhan pengguna perpustakaan yang sebenarnya. Selain itu pustakawan akan membuat koleksi di perpustakaan mudah ditelusur siswa karena menggunakan kaidah dalam ilmu perpustakaan dan melakukan promosi untuk mensosialisasikan layanan yang diberikan oleh perpustakaan dan cara efektif dan efisien untuk menggunakan perpustakaan.. Kendala ketiga yang dirasakan oleh kepala sekolah adalah kebijakan pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional tentang perpustakaan belum menjadi titik perhatian. Dengan lahirnya Undang-undang No. 43 Tahun 2007 diharapkan semua jenis perpustakaan bisa berkembang lebih optimal. Hanya saja sampai dengan saat ini belum
tersedia peraturan pelaksana dari undang-undang tersebut. Sebaiknya Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional RI untuk membina perpustakaan sekolah yang ada di Indonesia. Sebagian kecil informan menambahkan bahwa jam buka perpustakaan yang terbatas menjadi faktor penghambat yang dihadapi perpustakaan sekolah. Keadaan umum yang terjadi di perpustakaan sekolah adalah perpustakaan hanya buka bersamaan dengan jam sekolah. Hadi (1984: 546) mengatakan bahwa perpanjangan jam layanan perpustakaan pada sore hari juga perlu dilaksanakan. Pimpinan sekolah dapat mengatur siapa yang betugas melayani siswa di perpustakaan pada sore hari. Penambahan jam layanan diharapkan bisa dimanfaatkan oleh siswa. Kesimpulan Semua kepala sekolah menyatakan bahwa keberadaan perpustakaan sekolah adalah penting dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan pada sekolah itu sendiri, sebab salah satu fungsi utama dan tujuan keberadaan perpustakaan sekolah adalah untuk menunjang proses belajar mengajar pada sekolah. Kegiatan yang sudah dilakukan untuk mengembangkan perpustakaan sekolah adalah menganggarkan dana untuk melengkapi fasilitas di dalam ruang perpustakaan misalnya meja dan kursi untuk membaca/ meja baca khusus, seperangkat komputer dan penambahan rak untuk menyimpan koleksi, mengadakan bahan pustaka melalui pembelian dan menambah SDM yang memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan. Selain itu juga ditingkatkan pemanfaatan perpustakaan dengan berkoordinasi dengan seluruh guru untuk memotivasi siswa memanfaatkan koleksi perpustakaan. Kendala-kendala yang dirasakan untuk pengembangan perpustakaan adalah masalah dana, minat baca dan kebijakan pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional tentang perpustakaan belum menjadi titik perhatian dan jam buka perpustakaan yang terbatas menjadi faktor penghambat yang dihadapi perpustakaan sekolah. Saran Berdasarkan temuan di atas, diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Segera dilakukan perekrutan tenaga untuk mengelola perpustakaan sekolah yaitu mereka yang memiliki latar belakang pendidikan perpustakaan, jika itu dilakukan maka kondisi perpustakaan sekolah akan lebih baik. 2. Melakukan jejaring dengan perpustakaan sekolah yang lain, karena dengan berjejaring akan banyak manfaat yang diperoleh, 3. Mendorong pemerintah dalam hal ini dinas yang terkait untuk memfasilitasi seperangkat peraturan untuk membina perpustakaan sekolah. Daftar Pustaka Darmono. 2001. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Darmono. 2007. Perpustakaan Sekolah: Pendekatan Aspek Manajemen dan Tata Kerja. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Herring, James E. 1982. School Librarianship. London: Clive Bingley. IFLA/ UNESCO. 2002. School Library Guidelines. London
Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Indonesia. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Undang-undang Republik Indonesia tentang Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Prytherch, Ray. 1990. Harrod’s Librarians’ Glossary and Reference Book. England: Gower. Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia.